BAB IPENDAHULUAN
A. Latar BelakangPendidikan tenaga kesehatan merupakan bagian
integral dari Pembangunan Nasional Bidang Kesehatan yang diarahkan
untuk mendukung upaya pencapaian derajat kesehatan masyarakat
secara optimal. Dalam kaitan ini pendidikan tenaga kesehatan
diselenggarakan untuk memperoleh tenaga kesehatan yang bermutu yang
mampu mengembangkan tugas untuk mewujudkan perubahan, pertumbuhan,
dan pembangunan dalam rangka memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan
bagi seluruh masyarakat.Salah satu institusi pendidikan tenaga
kesehatan di Samarinda adalah Akademi Farmasi, dimana institusi ini
merupakan institusi yang menghasilkan tenaga teknis kefarmasian.
Tujuan didirikannya Akademi Farmasi adalah untuk menghasilkan
tenaga teknis kefarmasian yang berkualitas dan produktif, sehingga
untuk memenuhi tujuan tersebut salah satu caranya adalah dengan
melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang merupakan salah satu
program studi untuk dapat menerapkan dan meningkatkan materi-materi
yang telah diberikan selama perkuliahan di tempat-tempat pelayanan
kesehatan yang salah satunya adalah Apotek.Apotek merupakan tempat
pelayanan kesehatan, dimana dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan
penyaluran obat kepada masyarakat. Pelayanan kesehatan mempunyai
peranan strategis dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Dalam hal ini, Akademi Farmasi Samarinda sebagai salah
satu institusi pendidikan kesehatan dibidang farmasi memiliki tugas
dan kewajiban untuk meluluskan tenaga teknis kefarmasian bermutu
yang siap bekerja dalam memenuhi pelayanan kesehatan bagi seluruh
masyarakat secara optimal melalui program Praktek Kerja Lapangan
(PKL).Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Apotek Juwita
Samarinda menjadi salah satu kegiatan pelatihan bagi mahasiswa
Akademi Farmasi Samarinda untuk meningkatkan pengalaman dan
kemampuan dalam mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama
menjalani proses perkuliahan.Adapun kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan di Apotek Juwita yaitu: pengadaan dan penyimpanan obat
di apotek, pencatatan dan pelaporan obat, pelayanan resep,
penyerahan serta pemberian informasi mengenai obat kepada pasien.
Diharapkan dalam melaksanakan serangkaian kegiatan tersebut yang
dibantu oleh pembimbing internal maupun eksternal, mahasiswa
Akademi Farmasi Samarinda dapat terlatih sebagai tenaga teknis
kefarmasian profesional dengan ditunjang kompetensi yang baik
secara optimal.
B. Tujuan Praktek Kerja Lapangan1. Untuk mengetahui dan
memberikan pelayanan obat-obatan di Apotek yang meliputi pelayanan
resep obat dan pelayanan obat bebas.2. Membandingkan antara teori
yang didapat selama kuliah di Akademi Farmasi dengan Praktek Kerja
Lapangan (PKL).3. Untuk mengetahui dan memahami kegiatan pengelolan
perbekalan farmasi yang meliputi perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan obat, pelaporan dan pelayanan obat-obatan
di Apotek.4. Mendapatkan pengalaman dan ketrampilan dalam melakukan
kegiatan kefarmasian terutama di Apotek.5. Dapat bersosialisasi
kepada masyarakat dalam memberikan Konsultasi, Informasi dan
Edukasi (KIE) mengenai terapi pengobatan.
C. Manfaat Praktek Kerja Lapangan1. Memberikan pengetahuan
kepada mahasiswa maupun pembaca mengenai kegiatan kefarmasian yang
dilaksanakan di Apotek.2. Meningkatkan pelayanan kefarmasian dan
kemandirian profesi dalam pelayanan kesehatan sebagai aplikasi dari
ilmu yang diperoleh mahasiswa selama menempuh jenjang pendidikan.3.
Meningkatkan keterampilan dan pengetahuan tenaga teknis kefarmasian
di Apotek.
BAB IITINJAUAN UMUM APOTEK
A. Ketetuan Umum Apotek1. Pengertian ApotekAda beberapa
pengertian apotek yang dikeluarkan oleh Pemerintah dan sumber lain,
diantaranya:Apotek : Apotek adalah suatu tempat atau terminal
distribusi obat dan perbekalan farmasi yang dikelola oleh apoteker
dan menjadi tempat pengamdian profesi apoteker sesuai dengan
standard an etika kefarmasian (Depkes, 2002).Apotek Rumah Sakit,
hanya melayani resep-resep dari dokter Rumah Sakit yang
bersangkutan. Kertas resep Rumah Sakit harus dengan jelas
mencantumkan nama Rumah Sakit serta Bagian Pelayanan Fungsional
(Bagian Penyakit Dalam, Penyakit Mata, Penyakit THT, dan
sebagainya) serta nama dokter yang melayani resep. Kertas resep
pribadi dokter tidak dapat dilayani di Apotek Rumah Sakit (Depkes,
2002).Apotek Umum : apotek swasta dapat melayani tidak saja resep
pribadi tetapi semua resep dokter, apabila perlu juga melayani
kertas resep Rumah Sakit bila di Apotek Rumah Sakit kebetulan tidak
memiliki obat yang diminta. Apotek umum juga dapat melayani
penjualan obat bebas dan obat bebas terbatas yang untuk
mendapatkannya tidak perlu resep dokter (Depkes, 2002).Menurut
Peraturan Menteri No.1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pemberian Izin Apotek, yang menyatakan bahwa Apotek
adalah salah satu tempat tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan
kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi kepada
masyarakat.Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36
tahun 2009 tentang Kesehatan, perbekalan kesehatan adalah semua
bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, yang dimaksud
dengan pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian
mutu sediaan farmasi,pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan
obat atas dasar resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. Sediaan
farmasi meliputi obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika
(Depkes, 2002).2. Peraturan Perundang-Undangan ApotekPERMENKES
Nomor.922/MENKES/Per/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian
Izin Apotek . Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
922/MenKes/Per/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian
Izin Apotek Menteri Kesehatan menimbang :1) Bahwa penyelenggaraan
pelayanan Apotik harus diusahakan agar lebih menjangkau
masyarakat.2) Bahwa Peraturan Keputusan Menteri Kesehatan
No.244/MenKes/SK/V/1990 Tentang Ketentuan dan Cara Pemberian Izin
Apotek mengingat :a. Undang-undang Obat Keras (St. 1937 No. 541).b.
Undang-undang No. 9 Tahun 1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara
Tahun 1976 tentang Tambahan Lembaran Negara No. 3086).c.
Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Tahun 1992 No. 100, Tambahan Lembaran Negara No. 3495).d. Peraturan
Pemerintah No. 25 Tahun 1980 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah No. 26 Tahun 1965 tentang Apotik.e. Keputusan Presiden
Republik Indonesia No. 15 Tahun 1984 tentang Susunan Organisasi
Departemen. Memutuskan untuk mencabut Keputusan Menteri Kesehatan
No.244/Men.Kes/SK/V/1990 tentang Tata Cara Pemberian Izin Apotek
dan menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan Tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pemberian Izin Apotek (Depkes RI,
1993).Ketentuanketentuan umum yang berlaku tentang perapotekan
sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002 adalah
sebagai berikut :a. Apoteker adalah Sarjana Farmasi yang telah
lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker, mereka yang
telah berdasarkan Peraturan Perundangundangan yang berlaku dan
berhak melakukan pekerjaan Kefarmasiaan Indonesia sebagai
Apoteker.b. Surat Izin Apotek (SIA) adalah Surat Izin yang
diberikan oleh Menteri Kepada Apoteker atau Apoteker bekerja sama
dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA) untuk menyelenggarakan Apotek di
sutau tempat tertentu.c. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah
Apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek (SIA).d. Apoteker
Pendamping adalah Apoteker yang bekerja di Apotek disamping
Apoteker Pengelola Apotek (APA) dan atau menggantikannya pada
jamjam tertentu pada hari buka Apotek.e. Apoteker Pengganti adalah
Apoteker yang menggantikan Apoteker Pengelola Apotek (APA) selama
APA tersebut tidak berada di tempat lebih dari 3 bulan secara terus
menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja dan tidak bertindak
sebagai Apoteker Pengelola Apotek lain.f. Asisten Apoteker (AA)
adalah mereka yang berdasarkan Peraturan Perundangundangan yang
berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten
Apoteker.g. Resep adalah permintaan tertulis dari Dokter, Dokter
Gigi dan Dokter Hewan kepada Apoteker Pengelola Apotek (APA) untuk
menyediakan dan menyerahkan obat bagi penderita sesuai dengan
Perundangundangan yang berlaku.h. Sediaan Farmasi adalah obat,
bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan dan kosmetik.i.
Alat Kesehatan adalah Instrumen Aparatus, mesin, Impian yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta
pemulihan kesehatan manusia, dan atau membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh.j. Perbekalan Kesehatan adalah semua bahan
dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan semua
peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan pengelolaan Apotek
(Depkes RI, 2002).
B. Tugas dan Fungsi ApotekBerdasarkan PP No.51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian, tugas dan fungsi apotek adalah:1.
Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan Apoteker.2. Sarana yang digunakan untuk melakukan
Pekerjaan Kefarmasian.3. Sarana yang digunakan untuk memproduksi
dan distribusi sediaan farmasi antara lain obat, bahan baku obat,
obat tradisional dan kosmetika.4. Sarana pembuatan dan pengendalian
mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan
obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (Anief,
2005).
C. Pendirian Apotek1. Syarat Pendirian ApotekPersyaratan tentang
apotek kemudian diperjelas dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 26/Men.Kes/Per/1/1981 Tentang Pengelolaan
dan Perizinan Apotek. Dalam peraturan ini disebutkan mengenai
persyaratan dan perizinan Apotek antara lain sebagai berikut:a.
Lokasi, bangunan, perlengkapan apotek, perbekalan farmasi dan
tenaga kesehatan, harusmenunjang penyebaran dan pemerataan
pelayanan kesehatan pada masyarakat, tanpamengurangi mutu pelayanan
(Pasal 22).b. Izin Apotik pada tempat tertentu diberikan oleh
Menteri kepada Apoteker pemilik Surat Izin Pengelolaan Apotik
(SIPA) (Pasal 24 Ayat 1).c. Untuk Apoteker pemohonnya harus
memenuhi persyaratan antara lain (Pasal 24 Ayat 2).1) Tidak
merangkap bekerja pada perusahaan farmasi lain.2) Harus bertempat
tinggal dalam jarak tertentu yang memungkinkannya melaksanakan
tugas sehari-hari sebagai Apoteker Pengelola Apotik.3) Tidak
terikat pada suatu kewajiban lain, sehingga tidak memungkinkannya
melaksanakan tugas sebagai Apoteker Pengelola Apotik.4) Kepala
Apoteker Pegawai Negeri, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,
dan apoteker yang bekerja pada instansi pemerintah lainnya harus
mendapatkan izin atasannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.d. Bagi apotek yang diselenggarakan
oleh Perusahaan milik Negara yang ditunjuk Lembaga/Instansi
Pelayanan Kesehatan atau Rumah Sakit, bangunan, perlengkapan
apotek, perbekalan farmasi dan tenaga yang dimaksud Pasal 22
merupakan milik Perusahaan Milik Negara, Lembaga/Instansi Pelayanan
Kesehatan Pemerintah atau Rumah Sakit yang bersangkutan (Pasal
25).e. Surat Izin Pengelolaan Apotik (SIPA) diberikan oleh Menteri
kepada seseorang Apoteker setelah memenuhi ketentuan sebagai
berikut (Pasal 26):1) Ijasahnya telah terdaftar pada Departemen
Kesehatan.2) Telah mengucapkan sumpah/janji sebagai Apoteker.3)
Memiliki Surat Izin Kerja dari Menteri.4) Memenuhi syarat-syarat
kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai
Apoteker.5) Memiliki pengetahuan dan ketrampilan pengelolaan
Apotik.6) Surat Izin yang dimaksud Pasal 26 berlaku selama 5 (lima)
tahun dan dapat diperpanjang (Pasal 27) (Hartini, 2008).2. Tata
cara pemberian Izin ApotekSesuai dengan Keputusan MenKes RI No.
1332/MenKes/SK/X/2002 Pasal 7 dan 9 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek, yaitu :a. Permohonan izin apotek diajukan
kepada Kepala Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/ Kota selambat-lambatnya 6 hari setelah
menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala
Balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan
apotek untuk melakukan kegiatan.b. Tim Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-lambatnya 6 hari
kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan.c. Dalam hal
pemeriksaan dalam ayat (2) dan (3) tidak dilaksanakan, apoteker
pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan
kepada Kepala Kantor Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat dengan
tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi.d. Dalam jangka 12 hari kerja
setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana ayat (3) atau
persyaratan ayat (4), Kepala Dinas Kesehatan setempat mengeluarkan
surat izin apotek.e. Dalam hasil pemeriksaan tim Dinas Kesehatan
setempat atau Kepala Balai POM dimaksud (3) masih belum memenuhi
syarat Kepala Dinas Kesehatan setempat dalam waktu 12 hari kerja
mengeluarkan surat penundaan (Depkes RI, 2002).
3. BangunanBerdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 278/Menkes/SK/V/1981 tentang Apotek tertulis
yaitu :a. Luas bangunan Apotek minimal 50 m2, yang terdiri dari :1)
Ruang tunggu2) Ruang racik & Penyerahan Obat3) Ruang
administrasi4) Ruang laboratorium pengujian sederhana5) Ruang
penyimpanan obat6) Tempat pencucian alat7) Toilet (WC)b. Bangunan
Apotek harus memenuhi syarat sebagai berikut :1) Atap dari
genteng/sirap/bahan lain yang tidak boleh bocor2) Dinding harus
kuat dan tahan air, permukaan dalam harus rata, tidak mudah
mengelupas dan mudah dibersihkan.3) Langit-langit terbuat dari
bahan yang tidak mudah rusak dan berwarna terang.4) Lantai dari
ubin / semen / bahan lain dan tidak boleh lembab.5) Harus
berventilasi dan mempunyai sistem sanitasi yang baik6) Perlengkapan
yang harus ada pada bangunan sebuah Apotek, yaitu:a. Sumber air
yang memenuhi persyaratan kesehatan.b. Penerangan yang cukup.c.
Alat pemadam kebakaran minimal dua buah yang masih berfungsi dengan
baik.d. Papan nama dari papan/bahan lain pada bagian muka Apotek
minimal 60 cm x 40 cm dengan tinggi huruf 5 cm dan tebal 5 cm dan
harus memuat :(1) Nama Apotek(2) Nama Apoteker Pengelola Apotek
(APA)(3) Nomor Surat Izin Apotek (SIA)(4) Alamat Apotek(5) Nomor
telepon, bila ada (Hartono, 2003)
D. Pencabutan Izin ApotekMenurut Keputusan Menteri Kesehatan
Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
922/MenKes/SK/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin
Apotik membahas pencabutan izin apotek yg tertulis pada pasal-pasal
berikut :1. Pasal 251) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat
mencabut surat izin apotek apabila:a. Apoteker sudah tidak lagi
memenuhi ketentuan yang dimaksud pasal 5 dan atau;b. Apoteker tidak
memenuhi kewajiban dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 15 ayat (2)
dan atau;c. Apoteker Pengelola Apotek terkena ketentuan dimaksud
dalam pasal 19 ayat dan atau;d. Terjadi pelanggaran terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 31 dan atau;e. Surat Izin Kerja Apoteker Pengelola Apotek
dicabut dan atau;f. Pemilik sarana Apotek terbukti terlibat dalam
pelanggaran Perundang-undangan di bidang obat, dan ataug. Apotek
tidak lagi memenuhi persyaratan dimaksud dalam pasal 6.2) Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan
sebagaimana dimaksud ayat (1) berkoordinasi dengan Kepala Balai POM
setempat (Hartini dan Sulasmono, 2010).2. Pasal 261) Pelaksanaan
Pencabutan Izin Apotek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf
dilakukan setelah dikeluarkan:a. Peringatan secara tertulis kepada
Apoteker Pengelola Apotek sebanyak 3 kali.b. Berturut-turut dengan
tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan dengan menggunakan
contoh Formulir Model APT-12.c. Pembekuan Izin Apotek untuk jangka
waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya penetapan
pembekuan kegiatan Apotik dengan menggunakan contoh Formulir Model
APT-13.2) Pembekuan Izin Apotek sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
huruf (b), dapat dicairkan kembali apabila Apotek telah membuktikan
memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam
Peraturan ini dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-14;3)
Pencairan Izin Apotek dimaksud dalam ayat (2) dilakukan setelah
menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setempat (Hartini dan Sulasmono, 2010).3. Pasal
27Keputusan Pencabutan Surat Izin Apotek (SIA) oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota disampaikan langsung kepada yang
bersangkutan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-15 dan
tembusan disampaikan kepada Menteri dan Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi setempat serta Kepala Balai POM setempat (Hartini dan
Sulasmono, 2010).
Menurut Kepmenkes No. 1332 tahun 2002 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pemeberian Izin Apotek pasal 25, izin apotek dicabut apabila
:a. Apoteker Pengelola Apotek tidak lagi memenuhi ketentuan
persyaratan APA pasal 5 Permenkes No. 922 tahun 1993.b. Apoteker
tidak memenuhi kewajiban dimaksud pasal 12 dan pasal 15 ayat 2
Permenkes No. 922 tahun 1993 yakni : Pasal 12 ayat 1: Apoteker
berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi
yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin. Pasal 12 ayat 2:
Sediaan farmasi yang karena sesuatu hal tidak dapat digunakan lagi
atau dilarang digunakan, harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau
ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh menteri. Pasal
15 ayat 2: Apoteker tidak diizinkan untuk mengganti obat generik
yang ditulis dalam reesep dengan obat paten.c. APA terkena
ketentuan yang dimaksud pasal 19 ayat 5 yakni Apoteker Pengelola
Apotekberhalangan melakukan tugasnya lebih dari2 tahun secara
terus-menerus surat izin apotek atas nama apoteker yang
bersangkutan dicabut.d. Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan
Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 31
yakni tentang Pelanggaran terhadap UU Obat Keras Nomor ST. 1937
N.541, UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, UU No. 5 tahun 1997
tentang Psikotropika, UU No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika.e.
Surat izin Kerja Apoteker Pengelola Apotek dicabut.f. Pemilik
Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran
perundang-undangan dibidang obat.g. Apotek tidak lagi memenuhi
persyaratan dimaksud dalam pasal 6 Permenkes No. 922 tahun 1993
tentang Persyaratan apotek. Pada pasal 26 Permenkes No. 922 tahun
1993 disebutkan bahwa :a) Pelaksanaan pencabutan izin apotek dapat
dilakukan setelah :1) Peringatan secara tertulis kepada Apoteker
Pengelola Apotek sebanyak 3 kali berturut-turut dengan tenggang
waktu masing-masing 2 bulan.2) Pembekuan izin apotek untuk jangka
waktu selama-lamanya 6 bulan sejak dikeluarkannya penetapan
pembekuan kegiatan di apotek.b) Pembekuan izin apotek dapat
dicairkan kembali apabila apotek telahmembuktikan memenuhi
persyaratan sesuai dengan ketentuan.c) Pencairan izin apotek
dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat (Hartini dan Sulasmono,
2010).Pada pasal 28 Permenkes No. 922 tahun 1993 tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek disebutkan bahwa Apabila Surat
Izin Apotek dicabut, Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker
Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasinya sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pasal 29 Kepmenkes Nop. 1332 tahun
2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek
menyebutkan bahwa Pengamanan wajib mengikuti tata cara sebagai
berikut :a) Dilakukan inventarisai terhadap seluruh persediaan
narkotika, obat keras tertentu dan obat lainnya dan seluruh resep
yang tersedia di apotek.b) Narkotika, psikotropika dan resep harus
dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci.Apoteker
Pengelola Apotek wajib melaporkan kepada Kepala Kesehatan Kabupaten
atau Kota atau petugas yang diberi wewenang tentang penghentian
kegiatan disertai laporan inventaris yang dimaksud di atas (Hartini
dan Sulasmono, 2010).
E. Pengelolaan Sumber Daya ApotekPengelolaan apotek merupakan
segala upaya dan kegiatan yang dilakukan oleh seorang apoteker
dalam rangka memenuhi tugas dan fungsi apotek. Pengelolaan apotek
sepenuhnya berada ditangan apoteker, oleh karena itu apoteker harus
mengelola secara efektif sehingga obat yang disalurkan kepada
masyarakat akan lebih dapat dipertanggung jawabkan, karena kualitas
dan keamanannya selalu terjaga.1. Pengelolaan Sumber Daya
ManusiaSesuai ketentuan perundangan yang berlaku Apotek harus
dikelola oleh seorang apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan
Apotek, Apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan
dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat,
kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai
pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM
secara efektif, selalu belajar sepanjang karier dan membantu member
pendidikan serta memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan
(Hartono, 2003).Di dalam keputusan Menteri kesehatan RI
No.1072/Men.Kes/SK/2002 tentang standar pelayanan kefarmasian di
Apotek dijelaskan bahwa pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical care)
adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi
Apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk komunikasi dua arah yang
sistematik antara apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan
memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat dan pengobatan
(Depkes RI, 2004).Apoteker harus memberikan informasi yang benar,
jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan
terkini. Informasi pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara
pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan,
aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama
terapi. Selain itu dalam memberikan konseling, mengenai sediaan
farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga
dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan
terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan
farmasi atau alat kesehatan lainya (Seto, 2001).Dalam melaksanakan
tugasnya, Apoteker dalam dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian
(TTK). Untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian, Tenaga
Teknis Kefarmasian (TTK) wajib memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan
Surat Izin Kerja (SIK) dan Surat Tanda Registrasi Tenaga
Kefarmasian (STRTTK). STRTTK adalah bukti tertulis yang diberikan
oleh Menteri kepada Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah
diregistrasi (Depkes RI, 2009).
2. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan
LainnyaKomoditas di apotek dapat berupa sediaan farmasi,perbekalan
kesehatan, alat kesehatan maupun yang lainnya. Sediaan farmasi
adalah obat tradisional, dan kosmetik. Perbekalan kesehatan adalah
semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan sedang alat kesehatan adalah
bahan, instrumen apparatus, mesin, implant yang tidak mengandung
obat yang tidak digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit serta memulihkan kesehatan
(Hartini dan Sulasmono, 2010).Pengelolaan persediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan perundangan
yang berlaku meliputi : perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan
pelayanan.Pengeluaran obat memakai system FIFO (first in first out)
dan FEFO (first expire first out) (Hartini dan Sulasmono, 2010).a.
PerencanaanPerencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis,
jumlah, dan harga dalam rangka pengadaan dengan tujuan mendapatkan
jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, serta
menghindari kekosongan obat (Hartini dan Sulasmono, 2010).Dalam
perencanaan pengadaan sediaan farmasi seperti obat-obatan dan alat
kesehatan, maka perlu dilakukan pengumpulan data obat-obatan yang
akan dipesan.Apabila Data obat-obatan tersebut biasanya ditulis
dalam buku defacta, yaitu jika barang habis atau persediaan menipis
berdasarkan jumlah barang yang tersedia pada bulan-bulan sebelumnya
(Hartini dan Sulasmono, 2010).Beberapa pertimbangan yang harus
dilakukan oleh APA di dalam melaksanakan perencanaan pemesanan
barang, yaitu memilih PBF yang memberikan keuntungan dari segala
segi, misalnya harga yang ditawarkan sesuai (murah), ketepatan
waktu pengiriman, diskon dan bonus yang diberikan sesuai (besar),
jangka waktu kredit yang cukup, serta kemudahan dalam pengembalian
obat-obatan yang hampir kadaluarsa (ED) (Rofiya,2008).Sesuai
KEPMENKES No. 1027 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di Apotek, maka dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi
perlu memperhatikan:1) Pola penyakit. Perlu memperhatikan dan
mencermati pola penyakit yang timbul di sekitar masyarakat sehingga
apotek dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tentang obat-obat untuk
penyakit tersebut. 2) Tingkat perekonomian masyarakat. Tingkat
ekonomi masyarakat disekitar apotek jika akan mempengaruhi daya
beli terhadap obat-obatan. Jika masyarakat sekitar memiliki tingkat
perekonomian menengah ke bawah, maka apotek perlu menyediakan
obat-obat yang harganya terjangkau seperti obat generik berlogo.
Demikian pula sebaliknya, jika masyarakat sekitar memiliki tingkat
perekonomian menengah ke atas yang cenderung memilih obat-obat
paten, maka apotek juga harus menyediakan obat-obat paten yang
sering diresepkan oleh dokter tersebut.3) Budaya masyarakat.
Pandangan masyarakat terhadap obat, pabrik obat, bahkan iklan obat
dapat mempengaruhi dalam hal pemilihan obat-obatan khususnya
obat-obat tanpa resep. Demikian juga dengan budaya masyarakat yang
lebih senang berobat ke dokter, maka apotek perlu memperhatikan
obat-obat yang sering diresepkan oleh dokter tersebut
(Rofiya,2008).Dalam perencanaan pengadaan ini, ada 4 (empat) metode
yang sering dipakai, yaitu:1) Metode epidemiologi. Perencanaan
dengan metode ini dibuat berdasarkan pola penyebaran penyakit dan
pola pengobatan penyakit yang terjadi dalam masyarakat sekitar.2)
Metode konsumsi. Perencanaan dengan metode ini dibuat berdasarkan
data pengeluaran barang periode lalu. Selanjutnya data tersebut
dikelompokkan dalam kelompok fast moving (cepat beredar) maupun
yang slow moving (lambat beredar).3) Metode kombinasi. Metode ini
merupakan gabungan dari metode epidemiologi dan metode konsumsi.
Perencanaan pengadaan barang dibuat berdasarkan pola penyebaran
penyakit dan melihat kebutuhan sediaan farmasi periode
sebelumnya.4) Metode just in time. Perencanaan dilakukan saat obat
dibutuhkan dan obat yang ada di apotek dalam jumlah terbatas.
Perencanaan ini untuk obat-obat yang jarang dipakai atau diresepkan
dan harganya mahal serta memiliki waktu kadaluarasa yang pendek
(Rofiya,2008).b. PengadaanPengadaan barang dilakukan berdasarkan
perencanaan yang telah dibuat dan disesuaikan dengan anggaran
keuangan yang ada. Pengadaan barang meliputi proses pemesanan,
pembelian dan penerimaan barang (Rofiya,2008).Ada 3 (tiga) macam
pengadaan yang biasa dilakukan di apotek, yaitu pengadaan dalam
jumlah terbatas, pengadaan secara berencana dan pengadaan
spekulatif.1) Pengadaan dalam jumlah terbatas. Pengadaan dalam
jumlah yang terbatas dimaksudkan yaitu pembelian dilakukan apabila
persediaan barang dalam hal ini adalah obat-obatan yang sudah
menipis. Barang-barang yang dibeli hanyalah obat-obatan yang
dibutuhkan saja, dalam waktu sampai dua minggu. Hal tersebut
dilakukan untuk mengurangi stok obat dalam jumlah besar dan
pertimbangan masalah biaya yang minimal. Namun perlu adanya
pertimbangan pengadaan obat dalam jumlah terbatas ini dilakukan
apabila PBF tersebut ada di dalam kota dan selalu siap mengirimkan
obat dalam waktu cepat.2) Pengadaan secara berencana. Pengadaan
secara berencana adalah perencanaan pembelian obat berdasarkan
penjualan perminggu atau perbulan. Pengadaan ini melakukan
pendataan obat-obat mana yang laku banyak dan tergantung pula pada
kondisi cuaca, misalnya saat pergantian musim, banyak orang yang
menderita penyakit batuk dan pilek. Hasil pendataan tersebut
diharapkan dapat memaksimalkan prioritas pengadaan obat. Cara ini
biasa dilakukan apabila supplier atau PBF berada di luar kota.3)
Pengadaan secara spekulatif. Cara ini dilakukan apabila akan ada
kenaikan harga serta bonus yang ditawarkan jika mengingat
kebutuhan, namun resiko ini terkadang tidak sesuai dengan rencana,
karena obat dapat rusak, apabila stok obat digudang melampaui
kebutuhan. Di sisi lain obat-obat yang mempunyai ED akan
menyebabkan kerugian yang besar, namun apabila spekulasinya benar
dapat mendatangkan keuntungan yang besar (Rofiya,2008).c.
PenyimpananObat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli
dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi
dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya
kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru,
wadah sekurang-kurangnya memuat nomor batch dan tanggal kadaluarsa
(Rofiya,2008).Semua obat dan bahan obat harus disimpan pada kondisi
yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan obat/bahan obat harus
disimpan dalam tempat yang aman, tidak terkena sinar matahari
langsung, bersih dan tidak lembab, disusun sistematis (cair-padat,
alfabetis, khusus antibioka tersendiri) (Rofiya,2008).1) Cara
penyusunan dipakai system FIFO (First In First Out), artinya
obat-obatan yang duluan masuk ke gudang lebih dahulu keluarnya.
Jadi, barang yang masuk lebih dahulu ditaruh di depan, sedangkan
yang belakangan dating ditaruh di belakangnya begitu seterusnya.2)
Tempat penyimpanan obat memerlukan ruangan-ruangan tersendiri
biasanya digunakan rak-rak dari kayu atau besi.3) Untuk
narkotika/psikotropika disimpan khusus dalam lemari khusus, yang
terbuat dari kayu dengan ukuran 140 x 80 x 100 cm, lemari tersebut
mempunyai 2 sekat dan masing-masing sekat harus mempunyai kunci
tersendiri, bagian pertama untuk menyimpan morfin dan petidin dan
garam-garamnya, sedangkan pada bagian lain untuk menyimpan obat
narkotik lain dan untuk pemakaian sehari-hari.4) Untuk suppositoria
dan vaksin disimpan di dalam lemari es.5) Untuk bahan-bahan mudah
terbakar supaya disimpan terpisah setiap barang diberi kartu tabel
atau kartu stok untuk mutasi (Rofiya,2008).Penyimpanan obat dapat
juga didasarkan atas :1) Sifat bahan obat, didasarkan atas :a) Obat
yang rusak oleh sinar matahari disimpan di tempat yang terlindung,
contohnya tetrasiklin.b) Obat yang mudah menarik uap air/CO2
ditempatkan di tempat diberi kapur, contohnya KCI.c) Obat yang
mudah menguap/terurai ditempatkan dalam wadah yang tertutup
rapat.d) Vaksin, serum, suppositoria di masukkan ke dalam kulkas.2)
Golongana) Narkotik disimpan di dalam lemari khusus yang tekunci
dan tidak dapat diangkat untuk pengamanan.b) Obat keras tidak boleh
ditaruh di etalase, lebih-lebih obat keras tertentu (OKT) karena
sering disalah gunakan.c) Obat bebas terbatas, tersendiri.d) Obat
bebas.3) Bentuk sediaan. Bentuk sediaan yang sama dikelompokkan
tersendiri, yaitu:a) Tablet/kapsulb) Sirupc) Injeksid) Salepe)
Tetes : mata, telinga, hidungf) Suppositoria (Lestari, 2000).
d. AdministrasiDalam menjalankan pelayanan kefarmasian di
apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi
administrasi umum dan administrasi pelayanan. Administrasi umum
meliputi pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika
dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sedangkan
administrasi pelayanan meliputi pengarsipan resep, pengarsipan
catatan pengobatan pasien dan pengarsipan hasil monitoring
penggunaan obat. Kegiatan administrasi berupa stok opname
perbekalan farmasi, pencatatan perbekalan farmasi yang rusak/tidak
sesuai dengan aturan kefarmasian, pelaporan pelayanan perbekalan
farmasi dasar, pelaporan pelayanan distribusi perbekalan farmasi
dan pelaporan pelayanan farmasi klinik (Hartini dan Sulasmono,
2010).Administrasi di apotek dimulai dari perencanaan pembelian
barang, pengadaan barang, pengelolaan dan laporan barang masuk dan
keluar. Pengelolaan administrasi dilakukan asisten apoteker dibantu
karyawan non asisten apoteker (Hartini dan Sulasmono, 2010).1)
Administrasi untuk pengadaan baranga) Buku DefektaBuku defekta
digunakan untuk mencatat persediaan obat/barang yang habis/menipis,
dengan buku defecta ini persediaan barang yang menipis atau kosong
dapat terkontrol. Buku defecta ini menjadi dasar untuk membuat
surat pesanan ke PBF.b) Surat PesananSurat pesanan tersusun rangkap
tiga, surat pesanan ditanda tangani oleh APA rincian perlembarnya
yaitu : lembar pertama asli diberikan ke PBF, lembar kedua
diberikan ke bagian gudang apotek dan lembar ketiga arsip
pembelian.
c) Buku PembelianBuku pembelian ini berfungsi sebagai buku
penerimaan barang. Pencatatan dalam buku ini dilakukan setiap hari
berdasarkan faktur. Dalam buku ini tercantum tanggal, nomor urut,
nama PBF, nomor faktur, nomor batch, tanggal kadaluarsa, nama
barang, jumlah, harga satuan diskon yang diperoleh dan total
harga/total pembayaran.d) Kartu Hutang Kartu hutang dagang
digunakan untuk mencatat hutang dagang kartu hutang dagang dibuat
per PBF. Dalam kartu hutang tercantum tanggal faktur, nomor faktur
dan angka nominal faktur (jumlah tagihan). Apabila sudah lunas akan
diberi tanggal pelunasan (Hartini dan Sulasmono, 2010).2)
Administrasi Untuk Penyimpanan Baranga) Buku PembelianBuku
pembelian ini berfungsi sebagai buku penerimaan barang. Pencetakan
dalam buku ini dilakukan setiap hari berdasarkan faktur. Dalam buku
ini tercantum tanggal, nomor urut, nama PBF, nomor faktur, nomor
batch, tanggal kadaluarsa, nama barang, jumlah harga satuan, diskon
yang diperoleh, total harga dan total pembayaran. Pengeluaran
setiap hari dijumlah dan pada akhir bulan ditotal untuk perhitungan
pengeluaran apotek.b) Buku Catatan Harian Narkotika dan
PsikotropikaSetiap pemusnahan dan pengeluran obat narkotik dan
psikotropika dicatat dalam buku stok khusus. Satu buku digunakan
tuntuk mencatat satu macam obat (Hartini dan Sulasmono, 2010).
3) Administrasi Untuk Penjualan Baranga) Daftar Harga Daftar
harga obat tercantum dalam program computer baik berupa harga-harga
obat dengan merek dagang, generik maupun bahan baku, penyusunan
nama berdasarkan alfabet, bentuk sediaan dan harga yang tercantum
yaitu HNA (Harga Netto Apotek) + PPN dan HJA (Harga Jual Apotek).b)
Laporan HarianLaporan harian merupakan laporan hasil semua
pemasukan dari penjualan obat bebas dan penjualan resep setiap
hari.c) Laporan Penggunaan Narkotika dan PsikotropikaLaporan dibuat
tiap bulan, dalam laporan narkotika dan psikotropika tercantum nama
obat, persediaan awal dan penambah/pemasukan yang meliputi tanggal
pembelian, jumlah, nama PBF, persedian akhir dan keterangan
(Hartini dan Sulasmono, 2010).e. KeuanganKeuangan merupakan faktor
penentu, perlu adanya sistem kontrol dan pembagian tugas.Bendahara
mengontrol dan menerima setoran dari kasir di bagian muka Apotek
mengenai hasil penjualan tunai dan administrasi piutang dari
administrasi piutang hasil tagihan piutang. Data keuangan tersebut
diperlukan oleh pimpinan apotek untuk :a) Merencanakan manajemen
dan pengembangan apotek.b) Mengetahui posisi keuangan.c)
Mengevaluasi perkembangan apotek (Hartini dan Sulasmono, 2010).
F. Pelayanan Apotek1. Pelayanan resepPelayanan obat atau resep
adalah proses kegiatan yang meliputi aspek teknis dan non teknis
yang harus dikerjakan mulai dari menerima resep dokter sampai
penyerahan obat kepada pasien (Depkes RI, 2004).Pelayanan di apotek
memiliki makna luas, bukan hanya pelayanan resep, dalam KEPMENKES
No. 1027 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Apotek
yang dimaksud pelayanan adalah pelayanan resep, promosi dan edukasi
serta pelayanan residensial. Pasal 15 ayat 1 PERMENKES No. 922
tahun 1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek
apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan.
PERMENKES No.26 tahun 1981 pasal 10 tentang Pengelolaan dan
Perizinan Apotek menyebutkan Resep harus ditulis dengan jelas dan
lengkap selain itu dalam KEPMENKES No. 280 tahun 1981 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek pasal 2, resep harus
memuat juga:a. Nama, alamat dan nomor izin praktek dokter, dokter
gigi atau dokter hewan.b. Tanggal penulisan resep, nama setiap obat
atau komposisi obat.c. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan
resep.d. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.e. Jenis hewan dan
nama serta alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan.f. Tanda seru
dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang jumlahnya
melebihi dosis maksimal.Pada pasal 3 disebutkan bahwa:a) Resep
dokter hewan hanya ditujukan untuk penggunaan pada hewan.b) Resep
yang mengandung narkotika harus ditulis tersendiri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku Pada pasal 4
tertulis:1) Untuk penderita yang melakukan pengobatan segera,
dokter dapat memberi tanda segera, cito, statim, atau urgent pada
bagian atas kanan resep.2) Apoteker harus mendahulukan pelayanan
resep dimaksud ayat 1 pasal ini (Depkes RI, 2004).Pasal 5
menyebutkan bahwa: apoteker tidak dibenarkan mengulangi penyerahan
obat atas dasar resep yang sama apabila:a) Pada resep aslinya
diberi tanda n.i, ne iteratur atau tidak boleh diulang.b) Resep
aslinya mengandung narkotika atau obat lain yang oleh Menteri c.q.
direktur jendral ditetapkan sebagai obat yang tidak boleh diulang
tanpa resep baru (Depkes RI, 2004).Tujuan pelayanan obat adalah
agar obat sesuai dengan resep dokter dan mendapati informasi
bagaimana menggunakannya. Pelayanan di kamar obat dilaksanakan
dengan tahapan sebagai berikut :a. Pemahaman isi resepPada saat
petugas pengelola obat di kamar menerima resep, beberapa hal yang
harus diperhatikan agar tidak terjadi kesalahan yang mengakibatkan
fatal antara lain :1) Perhatikan dengan cermat tulisan dalam
resep.2) Apabila ada keragu-raguan tentang isi resep tanyakan pada
Apoteker atau Penulis Resep. Perhatikan baik-baik jumlah, jenis
obat dan aturan pakainya (Depkes RI, 2004).Menurut KEPMENKES No.
1027 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Apotek,
Apoteker melakukan skrining resep yang meliputi:1) Persyaratan
administrasi:a) Nama, SIP, dan alamat dokterb) Tanggal penulisan
resepc) Tanda tangan/paraf dokter penulis resepd) Nama, alamat,
umur, jenis kelamin, dan berat badan pasiene) Nama obat, potensi,
dosis, jumlah obat yang dimintaf) Cara pemakaian yang jelasg)
Informasi lainnya2) Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis,
potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.3)
Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi,
kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Apabila ada
keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan dengan dokter
penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatis
seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan
(Depkes RI, 2004).b. Mencari dan mengumpulkan obatMencari jenis
obat yang dibutuhkan baru dikumpulkan pada suatu wadah tersendiri
yang ada resep pasien (1 wadah terdiri dari 1 resep) yang fungsinya
untuk mencegah terjadinya resep yang tertukar dengan pasien lain
(Depkes RI, 2004).c. Melakukan formulasiMelakukan proses pembuatan
sediaan obat, baik puyer atau pun sirup. Sebaiknya perhatikan
baik-baik jenis obat dan jumlah yang dibutuhksn beserta dosisnya
agar tidak terjadi kesalahan dalam pembuatan. Perhatikan juga jenis
obat yang dipakai untuk puyer mencegah terjadinya interaksi obat,
ataupun penggunaan obat yang tidak rasional. Untuk penberian sirup
kering sebelum diserahkan sebaiknya dioplos terlebih dahulu dengan
takaran yang sudah ditentukan (Depkes RI, 2004)d. Pengemasan dan
pemberian etiketSetelah obat selesai diproses maka lakukan
pengemasan dengan serapi mungkin untuk mencegah obat tercecer.
Perhatikan baik-baik dalam pemberian etiket apakah obat harus
diminum sebeuim, sesudah, ataupun pada saat makan. Untuk obat luar
beri dengan etiket biru, obat dalam beri etiket putih. Tambahkan
etiket Lebih dari 7 hari harap dibuang untuk sirup dioplos dengan
air, biasaya sediaan sirup kering antibiotic (Depkes RI,
2004).Etiket harus jelas dan dapat dibaca. Menurut KEPMENKES No.
280 tahun 1981 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin
Apotek pasal 11:a) Obat yang diserahkan atas dasar resep, harus
dilengkapi dengan etiket berwarna putih untuk obat dalam dan warna
biru untuk obat luar.b) Pada etiket, harus dicantumkan: Nama dan
alamat apotek Nama dan nomor surat izin pengelolaan apotek Apoteker
Pengelola Apotek Nomor dan tanggal pembuatan Nama pasien Aturan
pemakaian Tanda lain yang diperlukan, misalnya: kocok dulu, tidak
boleh diulang tanpa resep dokter dan sebagainya (Depkes RI,
2004).e. Penyerahan obat pada pasienSelesai pengemasan dan
pemberian etiket, pada saat penyerahan obat kepada pasien hendaklah
diberikan penjelasan-penjelasan atau informasi yang cukup berkaitan
dengan obat yang diserahkan (Depkes RI, 2004).f. Komunikasi,
Informasi dan Edukasi (KIE)Informasi yang perlu diberikan kepada
pasien adalah :1) Berapa banyak obat sekali makan atau sekali
minum2) Sampai berapa lama obat dimakan atau diminum3) Bagaimana
cara menggunakannya, sebelum atau sesudah makan4) Efek samping
obat5) Obat-obatan yang berinteraksi dengan alcohol6) Obat-obatan
yang berinteraksi dengan kontrasepsi oral7) Cara menyimpan obat8)
Kapan obat harus dihentikan pemakaiannya9) Penyuluhan tentang obat
misalnya bagaimana membaca etiket dan lain-lain (Rofiya,2008).
2. Promosi dan edukasiAkhir-akhir ini peredaran obat-obat tanpa
resep memungkinkan seorang individu mencoba mengatasi masalah
mediknya dengan cepat, ekonomis dan nyaman tanpa perlu mengunjungi
seorang dokter, padahal penggunaan obat-obat tanpa resep informasi
di etiket larangan dan pembatasan tertentu. Meskipun peringatan
telah dicantumkan pada etiket obat-obat tersebut, pengetiketan itu
sendiri kadang tidak memadai, sehingga pasien tetap memerlukan
bantuan dalam menyeleksi dan menggunakan obat-obat tanpa resep
secara tepat. Penggunaan obat tanpa resep yang tidak tepat dapat
mengakibatkan peningkatan biaya dan penyakit pasien menjadi lebih
serius (Depkes RI, 2004).Keberadaan Apoteker di apotek memberikan
perbedaan pada pelayanan obat tanpa resep dibandingkan dengan
toko/swalayan lain yang juga melayani pembelian obat. Untuk
melayani pasien, seseorang Apoteker harus bisa menunjukkan manfaat
dari setiap petunjuk yang diberikan terutama dalam menyeleksi dan
memantau pengobatan dengan obat tanpa resep. Hal ini perlu untuk
meningkatkan pemahaman pasien tentang pentingnya berkonsultasi
dengan Apoteker, bukan saja ketika mempertimbangkan suatu obat
pertama kali, melainkan juga ketika membuat pembelian berikutnya
(Depkes RI, 2004).Edukasi pasien harus dipisahkan dari informasi
pasien karena yang pertama berhubungan dengan suatu tingkat dari
modifikasi perilaku,dan yang terakhir dengan sedikit perubahan
dalam keputusan atau hasil terapi. Apoteker yang efektif harus
mampu memotivasi pasien untuk belajar melakukan bagian yang aktif
dalam regimen terapinya. Secara historis, profesional kesehatan
terutama melakukan diagnosis guna memastikan ketaatan pada regimen
yang ditulis (Depkes RI, 2004).Menurut KEPMENKES No. 1027 tahun
2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Apotek, Apoteker harus
memberikan konseling mengenai kesediaan farmasi, pengobatan dan
perbekalan kesehatan lainnya sehingga dapat memperbaiki kualitas
hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya
penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau
pembekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu
seperti kardiovaskuler, diabetes, asma dan penyakit kronis lainnya,
Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan (Depkes
RI, 2004).Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, Apoteker harus
berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker
turut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran
leaflet/brosur, poster, penyuluhan dan lain-lainnya (Depkes RI,
2004).
3. Pelayanan Residensial (Home Care)Menurut KEPMENKES No. 1027
tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Apotek, Apoteker
sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan
kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya kelompok
lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk
aktifitas ini Apoteker harus membuat catatan berupa catatan
pengobatan yang disebut medication record (Depkes RI, 2004).
4. Pengobatan sendiri (self medication) dan obat wajib Apotek
(OWA)Pengobatan sendiri adalah tindakan mengobati diri sendiri
dengan obat tanpa resep (golongan obat bebas dan bebas terbatas)
yang dilakukan secara tepat guna dan bertanggung jawab. Hal ini
mengandung makna bahwa walaupun oleh dan untuk diri sendiri,
pengobatan sendiri harus dilakukan secara rasional. Ini berarti
bahwa tindakan pemilihan dan penggunaan produk bersangkutan
sepenuhnya merupakan tanggung jawab yang rasional bagi para
penggunanya. Dengan kata lain, seseorang pengguna dituntut untuk
mampu menggunakan diagnosis penyakit yang dideritanya dan kemudian
memilih produk obat yang paling sesuai dengan kondisinya (Depkes
RI, 2004).
5. Pelayanan NarkotikaNarkotika adalah zat atau obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun
simisintetis, yang dapat menyebabkan penurukan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam
golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang (Depkes
RI, 2009).Penggolongan Narkotika menurut Undang-Undang Republik
Indonesia No. 35 tahun 2009 pasal 6 adalah :a. Narkotika golongan
IAdalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan untuk terapi
serta mempunyai potensi yang sangat tinggi menimbulkan
ketergantungan. Contoh: Tanaman Papaver Somniferum L.,Opium Mentah,
Opium masak. Tanaman Koka. Reagensia Diagnostik adalah Narkotika
Golongan I tersebut secara terbatas dipergunakan untuk mendeteksi
suatu zat/bahan/benda yang digunakan oleh seseorang apakah termasuk
jenis Narkotika atau bukan. Reagensi Laboratorium adalah Narkotika
Golongan I tersebut secara terbatas dipergunakan untuk mendeteksi
suatu zat/bahan/benda yang disita atau ditentukan oleh pihak
Penyidik apakah termasuk jenis Narkotika atau bukan.b. Narkotika
Golongan IIAdalah Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Contoh: alfasetilmetadol, betametadol,
diampromida.c. Narkotika Golongan IIIAdalah Narkotika berkhasiat
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan. Contoh: kodien, asetildihidrokodeina,
polkadina, promiram. Penyerahan narkotika menurut Undang-Undang
Republik Indonesia No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika pasal 40
disebutkan bahwa :Penyerahan Narkotika hanya dapat dilakukan
oleh:1) Apotek;2) Rumah Sakit;3) Pusat kesehatan masyarakat;4)
Balai pengobatan; dan5) Dokter;Apotek hanya dapat menyerahkan
Narkotika kepada:1) Rumah Sakit;2) Pusat kesehatan masyarakat;3)
Apotek lainnya;4) Balai pengobatan;5) Dokter; dan6) Pasien (Depkes
RI, 2009)Rumah Sakit, Apotek, pusat kesehatan masyarakat dan balai
pengobatan hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada pasien
berdasarkan resep dokter. Penyerahan Narkotika oleh dokter hanya
dapat dilaksanakan untuk:1) Menjalankan praktik dokter dengan
memberikan Narkotika melalui suntikan.2) Menolong orang sakit dalam
keadaan darurat dengan menberikan Narkotika melalui suntikan; atau
menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada Apotek.3)
Narkotika dalam bentuk suntikkan dalam jumlah tertentu yang
diserahkan oleh dokter sebagiamana dimaksud hanya dapat diperoleh
di Apotek (Depkes RI, 2009)Narkotika merupakan obat atau bahan yang
bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan
pengembangan ilmu pengetahuan, namun dapat menimbulkan
ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa
pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama (Depkes RI,
2009).Oleh karena itu, pengaturan Narkotika harus benar-benar
terkontrol, baik dalam hal mengimpor, mengekspor, memproduksi,
menanam, menyimpan, mengedarkan dan menggunakan narkotika harus
dikendalikan dan diawasi dengan ketat (Depkes RI, 2009).Berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 199/MenKes/SK/X/1996 tentang
Narkotika, pedagang besar farmasi (PBF) Kimia Farma depot sentral
dengan alamat kantor dan alamat gudang penyimpanan di Jalan Rawa
Gelam V Kawasan Indusri Pulo Gadung Jakarta Timur sebagai importir
tunggal di Indonesia untuk kepentingan pengobatan dan ilmu
pengetahuan dengan penanggung jawab yang ditetapkan oleh Badan
Pengawasan Obat dan Makanan. Sentralisasi ini dimaksudkan untuk
memudahkan pengendalian dan pengawasan narkotika oleh Pemerintah.
Secara garis besar pengelolaan narkotika antara lain meliputi:a)
Pemesanan Narkotika, Apotek memesan narkotika ke PBF Kimia Farma
dengan menggunakan surat pesanan (SP) yang ditanda tangani oleh
Apoteker Pengelola Apotek, dimana untuk 1 lembar SP hanya untuk 1
macam narkotika saja.b) Penyimpanan Narkotika PerMenKes
No.28/MenKes/Per/1987 tentang tata cara penyimpanan yaitu: Harus
dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat. Harus
mempunyai kunci ganda yang berlainana. Dibagi 2 masing-masing
dengan kunci yang berlainan. Bagian 1 digunakan untuk menyimpan
morfin, petidin, dan garam-garamnya serta persediaan narkotika.
Bagian 2 digunakan untuk menyimpan narkotika yang digunakan
sehari-hari. Lemari khusus tersebut berupa lemari ukuran 40X20
meter, kecuali ditentukan oleh Menkes. Anak kunci lemari khusus
harus dipegang oleh pegawai yang diberi kuasa. Lemari khusus harus
diletakkan di tempat yang aman dan yang tidak diketahui oleh
umum.c) Pelayanan Resep yamg Mengandung Narkotika Menurut UU No.22
tahun 1997 tentang Narkotika disebutkan bahwa:1) Narkotika hanya
digunakan untuk kepentingan pengobatan dan ilmu pengetahuan.2)
Narkotika hanya dapat diserahkan pada pasien untuk pengobatan
penyakit berdasarkan resep dokter.3) Apotek dilarang mengulangi
menyerahkan narkotika atas dasar salinan resep dokter. Selain itu
berdasarkan surat edaran Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan (sekarang Badan POM ) No. 336/E/SE/1997 disebutkan :a)
Sesuai dengan bunyi pasal 7 ayat 2 UU No.9 tahun 1976 tentang
narkotika, Apotek dilarang melayani salinan resep dari Apotek lain
yang mengandung narkotika, walaupun resep tersebut baru dilayani
sebagian atau belum dilayani sama sekali.b) Sesuai dengan bunyi
pasal 7 ayat 2 UU No.9 tahun 10976 tentang Narkotika, Apotek
dilarang melayani salinan resep dari Apotek lain yang mengandung
narkotika, walaupun salinan resep tersebut baru dilayani sebagian
atau belum dilayani sama sekali.c) Untuk resep narkotika yang baru
dilayangi sebagian atau belun sama sekali, Apotek boleh membuat
salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani
oleh Apotek yang menyimpan resep asli.d) Salinan resep dari
narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali.
Oleh karena itu dokter tidak boleh menambahkan tulisaniter pada
resep yang mengandung narkotika.e) Pelaporan Narkotika
Undang-undang No.22 tahun 1997 pasal 11 ayat (2) menyatakan bahwa
importir, eksportir, pabrik obat, pabrik farmasi, PBF, Apotek Rumah
Sakit, Puskesmas, Balai Pengobatan, Dokter, ilmu pengetahuan wajib
membuat, menyampaikan, menyimpan laporan berkala setiap bulannya,
dan paling lambat dilaporkan tanggal 10 bulan berikutnya. Laporan
ini dilaporkan kepada Sudin Yankes dengan tebusan ke Balai Besar
POM Provinsi setempat dan sebagai arsip.f) Pemusnahan Narkotika
Pada pasal 9 Permenkes RI No.28/Menkes/Per/1978 disebutkam bahwa
Apoteker Pengelola Apotek dapat memusnahkan narkotika yang rusak,
kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan bagi
pelayanan kesehatan dan atau untuk pengembangan. APA atau Dokter
yang memusnahkan narkotika harus membuat Berita Acara Pemusnahan
Narkotika yang memuat : Tempat dan waktu (jam, hari, bulan dan
tahun). Nama pemegang izin khusus, APA atau dokter pemilik
narkotika. Nama, jenis dan jumlah narkotika yang dimusnahkan. Cara
memusnahkan. Tanda tangan dan identitas lengkap penanggung jawab
Apotek dan saksi-saksi pemusnahan.Kemudian berita acara dikirimkan
kepada: Kepala Dinas Kesehatan RI. Balai Pemeriksaan Obat dan
Makanan (POM) setempat. Arsip. Sebagai pelaksanaan pemeriksaan,
diterbitkan Surat Edaran Direktur Pengawasan Obat dan Makanan
No.010/E/SE/1981 tanggal 8 Mei 1981 tentang pelaksanaan pemusnahan
narkotika yang dimaksud adalah bagi Apotek yang berada di tingkat
provinsi, pelaksanaan pemusnahan disaksikan oleh Balai POM
setempat. Bagi Apotek yang berada di Kotamadya atau Kabupaten,
pelaksanaan pemusnahan disaksikan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Tingkat II (Depkes RI, 2009).
G. Perpajakan ApotekPajak adalah Iuran wajib yang wajib dipungut
oleh penguasa dalam hal ini adalah pemerintah berdasarkan atas
norma-norma hukum yang berlaku. Masyarakat diberi kepercayaan
menghitung dan membayar sendiri pajak yang terhitung (self
assessment), wajib pajak mempunyai beberapa hak dan kewajiban yang
perlu dilakukan yaitu:a) Mendaftarkan sebagai wajib pajak ke kantor
pelayanan pajak dimana pajak berkedudukan atau bertempat tinggal.b)
Penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan surat Setoran Pajak
(SSP) ke kantor pos atau bank yang ditunjuk selambat-lambatnya
tanggal 15 setiap bulannya.c) Wajib melaporkan sekalipun nihil
dengan menggunakan SPT masa (Surat Pemberitahuan) ke kantor
pelayanan pajak atau penyuluhan setempat selambat-lambatnya tanggal
20 setiap bulannya (Seto, 2001).
BAB IIIPEMBAHASAN APOTEK JUWITA FARMA
A. Waktu, Tempat dan Teknis PelaksanaanPraktek kerja lapangan
yang dilakukan oleh mahasiswa bertempat di Apotek Juwita Farma yang
beralamat Jalan Lambung Mangkurat No.38C Samarinda. Praktikan
dibagi menjadi 2 gelombang, yaitu gelombang pertama mulai
dilaksanakan pada tanggal 1 Desember 2014 hingga tanggal 20
Desember 2014 dan gelombang kedua mulai dilaksanakan pada tanggal
22 Desember 2014 hingga tanggal 14 Januari 2015 yang masing-masing
berlangsung selama 3 minggu. Praktikan masuk setiap hari kerja
kecuali hari libur.Secara garis besar teknis pelaksanaan di Apotek
Juwita Farma yaitu mencatat obat kosong, merapikan obat yang berada
di etalase luar maupun dalam, pemesanan barang, penerimaan order
barang, melayani pembelian obat bebas, menerima dan mengerjakan
resep racikan, menulis etiket obat, menyerahkan obat kepada pasien
serta memberikan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi).
B. Sejarah Apotek JuwitaApotek Juwita Farma adalah apotek yang
terletak di Jalan Lambung Mangkurat No.38C Samarinda Utara, kode
pos 75117, Kalimantan Timur. Apotek Juwita Farma telah berkembang
dengan baik, serta dapat memberikan pelayanan perbekalan farmasi
yang memuaskan kepada masyarakat.Apotek Juwita Farma didirikan pada
tahun 2007 oleh Ibu Juwita, namun kemudian dijual kepada Bapak
Ferry Syahroni, S.Si., Apt yang hingga saat ini merupakan pemilik
dari apotek Juwita Farma dengan didampingi oleh Apoteker Pengelola
Apotek (APA) sebelumnya adalah Ibu Sherly Setya Rini, S.Farm., Apt
sekarang digantikan oleh mba Suci Ramadani, S.Farm., Apt tetapi
SIPA masih atas nama apoteker sebelumnya karena SIPA apoteker yang
yang baru masih dalam proses pembuatan.
1. Perizinan Apotek Juwita Farmaa) Nama Apotek: Juwita Farmab)
Alamat Apotek: Jalan Lambung Mangkurat No. 38 C Samarinda Utara.
Kode pos 75117, Kalimantan Timur.c) Nama PSA: H. Wahyudid) Nomor
dan Tanggal SIA: e) Nama APA: Suci Ramadani, S.Farm., Aptf) Nomor
SIPA:2. Praktek Dokter di Apotek Juwita Farmaa) Dokter Umum : dr.
Rini Retno S.b) Dokter Gigi : drg. Nina. Endang Rahayuc) Dokter
Kecantikan : dr. Asmarani Tenri B.
C. Tujuan Pendirian Apotek Juwita Farma1. Sebagai tempat
pengabdian profesi apoteker.2. Memberikan dan menyediakan
informasi, edukasi dan konsultasi kesehatan kepada masyarakat
sehingga dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang
kesehatan, khususnya obat dan cara pengobatan yang tepat.3.
Menyediakan obat serta perbekalan kefarmasian lainnya yang bermutu,
berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat.4. Melaksanakan
pelayanan kefarmasian yang tepat, cepat, ramah, informatif dengan
menerapkan konsep Pharmaceutical care secara professional.5.
Meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup seluruh karyawan dan
pemilik modal.
D. Pengelolaan Apotek Juwita Farma1. Sumber Daya Manusia (SDM)
Apotek Juwita FarmaUntuk dapat mengelola sebuah apotek diperlukan
tenaga kerja yang sesuai bidangnya, oleh karena itu diperlukan
sumber daya manusia yang efektif dan efisien sehingga tujuan
organisasi tercapai, Apotek Juwita Farma merekrut 4 karyawan dengan
susunan sebagai berikut :a. Apoteker Pengelola Apotek: Suci
Ramadani, S.Farm., Aptb. Tenaga Teknis Kefarmasian: 1. Dewi Rahayu
Tira2. Nur Khalifah3. RivaldiSumber daya manusia merupakan aset
terbesar dari apotek itu sendiri. Kerjasama antara sesama asisten
apoteker harus dijaga agar dapat menciptakan suasana kerja yang
kondusif serta mampu memberikan kenyamanan pada pasien. Karenanya
diperlukan adanya pembagian tugas, wewenang, hak dan kewajiban
serta rasa saling memiliki terhadap apotek. Untuk itu kemampuan
manajerial dari apoteker sangat diperlukan.1) Pembagian Tugasa)
Apoteker Pengelola ApotekTugas dan kewajiban pengelola apotek
antara lain :1. Memimpin seluruh kegiatan apotek.2. Berkewajiban
serta bertanggung jawab penuh untuk mengelola apotek yang meliputi
beberapa bidang antara lain : Pelayanan kefarmasian Ketenangan atau
personalia Membuat laporan penggunaan obat narkotika dan
psikotropika. Bidang lainya yang berkaitan dengan tugas dan fungsi
apotek.3. Melakukan langkahlangkah untuk mengembangkan hasil dan
kualitas apotek. Tanggung jawab pengelola apotek yaitu bertanggung
jawab atas kelacaran segala bidang dalam apotek serta bertanggung
jawab terhadap kelancaran hidup apotek yang dipimpinnya.b) Asisten
ApotekerTugas dan kewajiban ;1. Melaksanakan pekerjaan yang sesuai
dengan profesinya sebagai asisten apoteker, yaitu meliputi :a.
Pelayanan kefarmasian (Pelayanan Obat Bebas dan Obat dengan resep)
sesuai petunjuk pimpinan apotek.b. Mengerjakan pengubahan bentuk
pembuatan sediaan racikan dan meracik.c. Menyusun dan menyimpan
resep dengan baik.d. Mencatat laporan penggunaan obat dan
perbekalan farmasi dan waktu kadaluarsa.e. Mendata kebutuhan obat
dalam defakta dan membantu kelancaran kegiatan pembelian.f.
Menerima barang pesanan, memeriksa dan menanda tangani faktur,
mencatat kedalam buku dan menjaga agar daftar harga tetap up to
date.g. Memelihara kebersihan, kerapihan serta keteraturan ruang
pelayanan dan peracikan obat.h. Mengelompokan dan menata obat
sesuai abjadnya.2. Dalam keadaan tertentu dapat menggantikan tugas
kasir dan lain sebagainya.Tanggung Jawab dan wewenang :Bertanggung
jawab kepada pimpinan apotek atas segala kewenangan tugas yang
diselesaikannya. Berwenang melaksanakan pelayanan kefarmasian
sesuai petunjuk dan atau instruksi pimpinan apotek.Setiap tenaga
teknis kefarmasian memiliki jam dan waktu kerja masing-masing yaitu
2 orang pada shift pagi jam 08.00 15.00 WITA sedangkan 1 orang
bersama apoteker pada shift malam pada jam 16.00 22.00 WITA bersama
Apoteker.
2. Sarana dan Prasarana Apotek Juwita FarmaSarana dan prasarana
di Apotek Juwita yaitu dimana apotek ini berlokasi di tempat yang
ramai dan strategis dengan jumlah penduduk yang cukup padat. Pada
halaman depan apotek terdapat papan nama apotek yang cukup besar
yang dilengkapi dengan penerangan lampu sehingga memudahkan
pelanggan untuk melihat. Lingkungan apotek juga dijaga
kebersihannya, dan juga apotek berada tepat di tepi jalan sehingga
memudahkan pelanggan dan masyarakat untuk datang. Di Apotek Juwita
juga memiliki tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman bagi pasien,
ruang racikan, tempat-tempat penyimpanan obat dan barang-barang
lain tersusun rapi, terlindung dari debu, dan fasilitas elektronik
yang ada di apotek yaitu lemari pendingin, kipas angin, telepon,
komputer dan printer.
3. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Lainnya
di Apotek Juwita Farmaa. PerencanaanPerencanaan perbekalan farmasi
dilakukan dengan pemesanan obat dan alkes sesuai dengan kebutuhan
yang ada di apotek, agar terhindar dari kekosongan. Apabila obat
dan alkes habis maka dipesan akan ditulis di buku defekta setiap
harinya. Obat dan alkes yang dipesan adalah obat dan alkes yang
cepat habis serta obat dan alkes yang dibutuhkan oleh dokter.
Perencanaan pemesanan disesuaikan dengan kebutuhan dan anggaran
dari apotek sendiri.b. PengadaanTujuan pengadaan perbekalan farmasi
adalah untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi di Apotek sesuai
dengan data perencanaan yang telah di susun sebelumnya. Untuk
pengadaan sediaan farmasi di Apotek Juwita Farma dilakukan dengan
perencanaan yaitu dengan mencatat di buku defekta lalu dipesan atau
dikelompokkan obat berdasarkan PBF yang mendistribusikan.
Pemesanannya dilakukan tenaga kefarmasian sesuai dengan pesanan
yang ditulis di buku defekta yang sebelumnya telah dicek, pemesanan
dilakukukan dengan SP (Surat Pesanan) yang berupa surat yang berisi
nama apotek, tanggal pesanan, nama PBF, nama barang, jumlah dan
satuan barang. Pemesanan dilakukan pada hari selasa, kamis dan
sabtu lalu pemesanan biasanya dilakukan melalui telepon.c.
PenyimpananPenyimpanan adalah suatu kegiatan dimana barang yang
diterima disimpan dalam rak-rak obat berdasarkan penggolongan obat
serta khasiat farmakologi secara alfabetis.Penyimpanan sediaan
farmasi di Apotek Juwita Farma dilakukan penyusunan sesuai dengan
jenisnya, penyimpanan obat di rak-rak obat disusun secara alfabetis
agar mudah dalam pencariannya. Sediaan-sediaan seperti
suppositoria, dan segala jenis sediaan yang dapat meleleh atau
tidak stabil pada suhu kamar disimpan di kulkas. Sedangkan
obat-obat bebas disimpan di etalase agar memudahkan pelanggan untuk
memilih dan untuk sediaan narkotika dan psikotropika disimpan di
lemari khusus yang terbuat dari kayu dan berada ditempat yang tidak
dapat dilihat oleh umum dan memiliki kunci.d. AdministrasiSistem
pelayanan administrasi pada apotek juwita dilakukan dengan
administrasi umum pada pecatatan seperti pencatatan obat-obat yang
kosong pada buku defekta, pencatatan pemasukan dan pengeluaran
apotek serta pengarsipan faktur lunas dan yang akan jatuh tempo dan
pelaporan narkotika, psikotropika sesuai dengan ketentuan. Dan
adanya administrasi pelayanan yaitu pengarsipan resep pada pelayan
resep askes dan umum.
e. KeuanganKeuangan yaitu meliputi biaya yang dibutuhkan suatu
apotek untuk melaksanakan sistem administrasi antara uang masuk dan
uang keluar.1) PemasukanPelaporan untuk uang masuk pada apotek
juwita dilakukan dengan pengentrian di komputer. Pendapatan uang
apotek didapatkan dari penebusan resep dan pasien umum, penjualan
obat bebas dan bebas terbatas.2) PengeluaranUntuk uang pengeluaran
setiap harinya pun di entri di komputer, biaya pengeluaran ini
dilakukan untuk pembayaran biaya gaji karyawan serta pelunasan
tagihan dari PBF dan juga untuk pembayaran biaya kebutuhan lainnya
bagi apotek (listrik, air, tisu, plastik dll).
E. Pelayanan Apotek Juwita FarmaApotek Juwita Farma melayani
pembelian dengan resep dokter, baik dari dokter yang praktek di
Apotek Juwita Farma maupun resep dokter dari luar. Apotek Juwita
Farma juga melayani pembelian obat bebas dan bebas terbatas. Apotek
Juwita tidak melayani pembelian obat keras psikotropik dan narkotik
tanpa resep dokter.Alur pelayanan resep umum di apotek Juwita Farma
yaitu resep yang diterima kemudian diskrining dilihat ketersediian
ada atau tidak kemudian diberitahukan harga obat, jika pasien
menyetujui harga obat maka dilakukan dispensing yang terdiri dari
penyiapan atau peracikan obat, membuat etiket, penyerahan obat, dan
pemberian informasi tentang obat. Sedangkan untuk alur pelayan
resep askes yaitu resep yang diterima kemudian diskrining dan
dilihat ketersediaan ada atau tidak kemudian dilakukan dispensing
yang terdiri dari penyiapan atau peracikan obat, membuat etiket,
penyerahan obat, dan pemberian informasi tentang obat.Sedangkan
alur untuk pembeliaan obat bebas dan bebas terbatas adalah pasien
datang kemudian ditanyakan obat apa yang dicari, untuk siapa dan
umurnya yang menggunakan atau meminum obatnya. Setelah itu
memberikan obat yang sesuai dan memberi harga obatnya beserta
informasi penggunaanya.
F. Evaluasi Mutu pelayanan Apotek Juwita FarmaBerdasarkan UU
obat keras No. 419 tanggal 22 Desember 1994 pasal 3 ayat 2 yang
menyatakan bahwa : Penyerahan dari bahan-bahan G, yang menyimpang
dari resep dokter, dokter gigi, dokter hewan dilarang, larangan ini
tidak berlaku bagi penyerahan-penyerahan kepada pedagang pedagang
besar yang diakui, apoteker-apoteker, dokter-dokter gigi, dan
dokter-dokter hewan. Maka dapat disimpulkan bahwa penyerahan obat
keras tanpa resep dokter tidak diperbolehkan. Apotek Juwita Farma
tidak melayani pembelian obat keras tanpa resep dokter, maka dapat
disimpulkan bahwa Apotek Juwita Farma sudah melaksanakan pelayanan
apotek sesuai Undang-Undang yang berlaku. Pelayanan Apotek Juwita
Farma dalam hal penyerahan obat kepada pasien sudah dilakukan
dengan cukup baik dan ramah. Pada saat penyerahan obat, Apoteker
dan Tenaga Teknis Farmasi atau Asisten Apoteker yang bertugas
menjelaskan cara penggunaan, takaran dosis, waktu penggunaan dan
khasiat masing-masing obat dengan sangat jelas sehingga pasien
mendapatkan informasi obat yang lengkap.
BAB IVPENUTUP
A. KesimpulanBerdasarkan Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang telah
dilaksanakan, maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut
:1. Apotek Juwita Farma Samarinda merupakan apotek yang dikelola
dan dimiliki oleh seorang apoteker.2. Apotek Juwita Farma memiliki
alur pelayanan resep umum yaitu resep yang diterima kemudian
diskrining, dilihat ketersediaan obat ada atau tidak kemudian
diberitahukan harga obat, jika pasien menyetujui harga obat maka
dilakukan dispensing yang terdiri dari penyiapan atau peracikan
obat, membuat etiket, penyerahan obat, dan pemberian informasi
tentang obat. Sedangkan untuk alur pelayan resep askes sama denga
resep umum hanya saja tidak memberikan harga obat pasien. Untuk
pembeliaan obat bebas dan bebas terbatas adalah pasien datang
kemudian ditanyakan obat apa yang dicari, untuk siapa dan umurnya
yang menggunakan atau meminum obatnya. Setelah itu memberikan obat
yang sesuai dan memberi harga obatnya beserta informasi
penggunaanya.3. Pengelolaan perbekalan farmasi di apotek Juwita
Farma meliputi perencanaan dilakukan dengan pemesanan obat dan
alkes sesuai dengan kebutuhan yang ada di apotek; pengadaan dengan
mencatat obat-obat yang kosong dibuku defekta kemudian dilkukan
pemesanan sesuai dengan PBF yang mendistribusikan obat; setelah
obat dipesan maka dilakukan penerimaan obat yang sampai dengan
mengecek obat sesuai dengan faktur dilihat alamat apotek pemesan,
nama obat dan jumlah obat, kemudian ditanda tangani oleh TTK yang
memiliki SIK dan diberi stampel apotek; penyimpanan obatnya mengacu
pada sistem FIFO (First in First Out) dan FEFO (First Expired First
Out); pendistribusian; pelayanan yang meliputi pelayanan resep umum
dan askes serta pencatatan dan pelaporan untuk obat-obat narkotika
dan psikotropika.4. Pelayanan dan pemberian informasi obat cukup
baik dengan didukung adanya seorang apoteker yang memberi KIE
mengenai obat serta memiliki dokter-dokter praktek antara lain
dokter umum, dokter kecantikan dan dokter gigi.
B. SaranDisarankan agar Apotek Juwita Farma dapat meningkatkan
pelayanan kefarmasian dan informasi obat dengan lebih baik lagi.
Serta meningkatkan sistem pengadaan agar menghindari kekosongan
stok obat.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. 2005. Managemen Farmasi. Gadjah Mada University Press
:Yogyakarta.
BPOM. 1997. Kumpulan Peraturan Perundang-undangan Farmasi.
KORPRI. sub.unit.Dit.Jen.POM: Jakarta.
Depkes RI. 1993. Peraturan Menteri Kesehatan
No.922/MenKes/per/X/1993, tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian
Ijin Apotek. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta.
Depkes RI. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 1072/Men.Kes/SK/2002 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta.
Depkes RI. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1332/Menkes/Sk/X/2002, tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No.992/Menkes/PER/X/1993, tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek: Jakarta.
Depkes RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta.
Depkes RI. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun
2009 Tentang Narkotika. Departemen Kesehatan Republik Indonesia :
Jakarta.
Depkes RI. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia : Jakarta.
Lestari, CS., 2002. Seni Menulis Resep Teori dan Praktek. PT.
Pertja : Jakarta.
Hartini, Y.S dan Sulasmono. 2010. Apotek Ulasan beserta Naskah
Peraturan Perundang Undangan terkait Apotek termasuk Naskah dan
Ulasan Permenkes Apotek Rakyat Edisi Revisi Cetakan ke-3.
Universitas Sanata Dharma: Yogyakarta.
Hartono, Hdw. 2003. Manajemen Apotek. Depot Informasi Obat:
Jakarta.
Rofiya, N. 2008. Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri.
Universitas Sumatera Utara : Medan.
Seto, S. 2001. Manajemen Apoteker. Airlangga University Press :
Surabaya.45