Top Banner
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI Oleh : KELOMPOK 5 INAHA KHOIRUNISA BISAROH (M3511030) INDAH KARUNIA DEWI (M3511031) INDRAWATI NUR CAHYANI (M3511032) ISNANI ISTIYANA (M351 1033) KARUNIA PUTRI PAMUNGKAS (M3511034) MARDHIYANTI KHAMIDA (M3511035) MELINA ANGGRAENI (M3511036) D3 FARMASI
68

LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

Aug 09, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOGNOSI

Oleh :

KELOMPOK 5

INAHA KHOIRUNISA BISAROH (M3511030)

INDAH KARUNIA DEWI (M3511031)

INDRAWATI NUR CAHYANI (M3511032)

ISNANI ISTIYANA (M351 1033)

KARUNIA PUTRI PAMUNGKAS (M3511034)

MARDHIYANTI KHAMIDA (M3511035)

MELINA ANGGRAENI (M3511036)

D3 FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2012

Page 2: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

ACARA I

IDENTIFIKASI KANDUNGAN KIMIA SIMPLISIA

I. TUJUAN

1. Mahasiswa mampu melakukan identifikasi kandungan kimia simplisia

2. Mahasiswa mampu melakukan uji secara kualitatif terhadap simplisia yang

digunakan

3. Mahasiswa dapat mengidentifikasi ada atau tidaknya senyawa alkaloid,

antrakinon, polifenol,tanin, saponin, flavonoid dan terpen pada simplisia

yang digunakan

II. DASAR TEORI

Definisi Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat dan belum

mengalami pengolahan tertentu, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah

dikeringkan. Menurut sumber bahan yang digunakan jenis simplisia dapat berupa

simplisia nabati, simplisia hewani, simplisia pelikan. Simplisia nabati adalah

simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman, atau eksudat tanaman. Eksudat

tanaman ialah isi sel yang secara keluar dari tanaman atau isi sel yang dengan cara

tertentu dikeluarkan dari selnya,atau zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu

dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni (Anonim, 1979).

Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh bagian hewan

atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia

murninya. Sedangkan, simplisia pelikan (mineral) ialah simplisia yang berupa bahan

pelikan ( mineral) yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan

belum berupa zat kimianya (Anonim, 1979)

Page 3: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

Syarat baku simplisia

Semua paparan yang tertera dalam persyaratan simplisia, kecuali tentang Isi

dan Penggunaan simplisia merupakan syarat baku bagi simplisia yang bersangkutan.

Suatu simplisia tidak dapat dinyatakan bermutu Materia Medika Indonesia jika tidak

memenuhi syarat baku tersebut. Syarat baku yang tertera dalam Materia Medika

Indonesia berlaku untuk simplisia yang akan dipergunakan untuk keperluan

pengobatan, tetapi tidak berlaku bagi bahan yang dipergunakan untuk keperluan lain

yang dijual dengan nama yang sama (Anonim, 1980).

Identifikasi kandungan kimia

Identifikasi kandungan kimia atau skrining fitokimia adalah suatu metode

untuk mengetahui golongan kimia pada suatu sampel dengan menguji secara

kualitatif adanya senyawa kandungan dalam sampel yang digunakan seperti misalnya

tanin, saponin, flavonoid, steroid terpenoid, alkaloid, serta kandungan kimia lainnya

(Mutiatikum, dkk., 2010).

Uji pendahuluan dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa yang

terdapat pada suatu tanaman. Hal ini berfungsi sebagai data awal untuk menentukan

metode ekstraksi yang akan digunakan agar komponen aktif yang terdapat pada

sampel dapat diekstrasi secara optimal (Mutiatikum, dkk., 2010).

Antrakinon

Dipipet 5 ml filtrat fraksi kloroform , dikeringkan dengan evaporator,

ditambahkan 10 ml air. Dikocok dan disaring. Pada 5 ml filtrat ditambahkan 5 ml

boraks 5%, dikocok dan dilihat dibawah sinar UV. Panjang gelombang 366 nm

sebelum 30 menit untuk uji semi kualitatif ditimbang 20 mg antrakinon dilarutkan

dengan 10 ml kloroform. Dipipet masing-masing dari larutan ini 10, 20, 40, 60, 80

dan 100 pl kedalam tabung reaksi, dikeringkan dengan evaporator, ditambahkan 5 ml

boraks 5% dikocok dan dilihat pancaran floresensinya dibawah sinar UV. Larutan

contoh di bandingkan dengan standar (Stahl, 1969).

Page 4: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

Uji Polifenol

Ditimbang sebanyak 1 gram simplisia kedalam tabung reaksi. Ditambahkan

5 ml air suling, diekstrak dengan ultrasonik selama 20 menit, didinginkan dalam

campuran air dan es batu. Disentrifuse selama 20 menit dengan kecepatan 2000 rpm.

Sebanyak 25 pl dari larutan pipet kedalam tabung reaksi . Ditambahkan air suling

hingga volume 1 ml. Ditambahkan berturut- turut 0.5ml larutan Folin Ciocalteau dan

2,5ml larutan sodium karbonat 20%. Dikocok hingga homogen. Dibiarkan selama 40

menit dan warna biru yang terbentuk dibaca dengan spektrofotometer pada panjang

gelombang 725 rpm . Untuk larutan standar ditimbang 10 mg katekin . Dilarutkan

dengan 50 ml air, dipipet masing-masing dari larutan standar 10. 20. 30. 40. 50. 60.

70. 80. 90 dan 100 pl. Penambahan pereaksi selanjutnya sama seperti pada contoh

(Singleton dan Rossi, 1965).

Tanin

Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh dalam angiospermae

terdapat khusus pada jaringan kayu.menurut batasannya tanin dapat bereaksi dengan

proteina membentuk kopolimer mantap yang tak larut dalam air. Di dalam tumbuhan,

letak tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak

misalnya bila hewan memakannya, maka reaksi penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini

menebabkan protein lebih sukar dicapai oleh cairan pencerna hewan. Salah satu

fungsi utama tanin dalam tumbuhan ialah sebagai penolak hewan pemakan tumbuhan

(J.B Harborne, 1996).

Sebanyak 50 mg contoh ditimbang kedalam tabung reaksi yang bertutup

ditambahkan 5 ml aseton 70%, diekstrak dengan ultrasonik selama 20 menit.

Didinginkan dalam wadah berisi air dan es batu. Disentrifuse selama 20 menit dengan

kecepatan 2000 rpm. Sebanyak 100 pd dari masing-masing contoh dipipet kedalam

tabung reaksi. Ditambahkan air suling hingga volumenya 1 ml. Ditambahkan

berturut-turut 0,5 ml Folin Ciocalteau, 2,5 ml larutan sodium karbonat 20%. Dikocok

dan dibaca dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 725 nm. Dilakukan

Page 5: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

juga penambahan pereaksi yang sama pada standar yang dipipet dari larutan stok 10

mg asam tanat dalam 50 ml aseton 70%,dimana deret standar adalah

10.20.30.40.50.60.70.80.90 dan 100 pl (Singleton dan Rossi, 1965).

Khususnya untuk daun dilakukan penghilangan zat warna klorofil sebelum

dianalisis taninnya. Yaitu dengan penambahan dietil eter yang mengandung 1% asam

asetat. Atau untuk penghilangan zat warna dilakukan dengan menimbang 5 gram

contoh dilarutkan dalam 50 ml dietil eter yang mengandung 1% asam asetat,

dikocok, disaring, dikeringkan dan selanjutnya contoh ditimbang seperti analisis

tannin (Makkar, 1999).

Uji kandungan tanin dan total fenol dilakukan langsung secara kuantitatif. 4

kali ulangan untuk masing -masing contoh. Uji komposisi tanin dilakukan dengan

ekstraksi aseton 70% dan total fenol dengan ekstraksi air. Untuk contoh daun yang

mengandung zat warna klorofil tinggi. dilakukan penghilangan klorofil terlebih

dahulu sebelum dianalisis taninnya. Hal ini disebabkan karena warna hijau dari

klorofil terlarut dalam aseton 70% akan mengganggu warna pada pembuatan di

spektrofotometer. Kandungan senyawa antrakinon dilakukan masing-masing dari

kloroform dan methanol (Makkar, 1999)..

Flavonoid

Flavonoid menurut strukturnya merupakan turunan senyawa induk flavon

yang terdapat berupa tepung putih pada tumbuhan primula dan semuanya mempunyai

sejumlah sifat yang sama. Dikenal sekitar sepuluh kelas flavonoid. Flavonoid

terutama berupa senyawa yang larut dalam air. Mereka dapat diekstraksi dengan

etanol 70 % dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter

minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila

ditambah basa atau amonia, jadi mereka mudah dideteksi pada kromatogram atau

dalam larutan (J.B Harborne, 1996).

Page 6: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

Saponin

Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol dan telah terdeteksi dalam

lebih dari 90 suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan

bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk

busa dan menghemolisis sel darah (J.B Harborne, 1996).

Alkaloid

Alkaloid adalah basa organik yang mengandung amina sekunder, tersier atau

siklik. Diperkirakan ada 5500 alkaloid telah diketahui, dan alkaloid adalah yang

containing Some 5500 alkaloids are known, yang merupakan golongan senyawa

metabolit sekunder terbesar dari tanaman. Tidak ada satupun definisi yang

memuaskan tentang alkaloid, tetapi alkaloid umumnya mencakup senyawa-senyawa

bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya sebagai

bagian dari sistem siklik. Secara kimia, alkaloid adalah golongan yang sangat

heterogen berkisar dari senyawa-senyawa yang sederhana seperti coniine sampai ke

struktur pentasiklik strychnine. Banyak alkaloid adalah terpenoid di alam dan

beberapa adalah steroid. Lainnya adalah senyawa-senyawa aromatik, contohnya

colchicine (Makkar, et.al., 1993).

Diketahui bahwa senyawa alkaloid yang berasal baik dari tanaman maupun

hewan menunjukkan beragam aktivitas biologi. Di Brazil, beberapa perusahaan

farmasi telah menggunakan tanaman ini sebagai bahan baku fitokimia. Kebutuhannya

senantiasa meningkat setiap tahun sehingga mendorong para peneliti untuk

mengembangkan penelitian tanaman ini terutama di bidang pertanian dan obat-

obatan. Penggunaan tanaman ini secara tradisional dan dapat menyembuhkan

berbagai jenis penyakit menunjukkan bahwa A. conyzoides bisa menjadi sumber

ekonomi yang penting bagi Indonesia (Makkar, et.al., 1993).

Page 7: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

Kandungan Citrus aurantifolia L.

Pada kulit bagian luar (perikarpium) buah masak atau hampir masak yang

dikeringkan dari tanaman Citrus aurantifolia L. dari famili Rutaceae mengandung

minyak atsiri 0,2 % di dalamnya terdapat komponen Linalila-setat 8-25%, limonen

dan terpenalkohol, ester asam antranilat, jasmon, serta farnesol. Penggunaan Citrus

aurantifolia L. sebagai stomakik serta korigen rasa dan bau dalam minuman atau obat

(Wiryowidagdo, 2007)

Kandungan isi secara terperinci adalah kulit jeruk pahit kering mengandung

tidak kurang dari 2,5% munyak atsiri (DAB 10 mensyaratkan 1%), vitamin C,

glikosida flavonoid hesperidin, dan neohesperidin. Pada kulit jeruk yang belum

masak, kadar neohesperidin 5-14% tetapi secara bertahap berkurang pada proses

pemasakan (Wiryowidagdo, 2007).

Secara umum, buah Citrus mengandung berbagai jenis glikosida flavonon,

seperti yang sudah disebutkan, yaitu hesperidin yang terdapat di dalam jeruk manis

maupun pahit. Isomernya, neohesperidin, didapatkan di dalam jeruk Seville, begitu

juga naringin yang merupakan komponen flavonoid utama di dalam anggur. Terdapat

juga koniferin yang dilaporkan ditemukan di dalam C. sinesis dan menambah kuat

efek limonin dan naringin (Wiryowidagdo, 2007).

Bagian-bagian utama jeruk jika dilihat dari bagian luar sampai kedalam

adalah kulit yang tersusun atas epidermis, Flavedo, kelenjar minyak dan ikatan

pembuluh, segmen-segmen yang terdiri atas dinding segmen, rongga cairan dan biji

serta core atau bagian tengah yang terdiri dari ikatan pembuluh dan jaringan

parenkim (Albrigo dan Carter, 1977).

Kulit jeruk dapat dibagi menjadi dua bagian utama yaitu flavedo (kulit

bagian luar yang berbatasan dengan epidermis) dan albedo (kulit bagian dalam yang

berupa jaringan busa). Epidermis merupakan bagian luar yang melindungi buah

terdiri dari lapisan lilin, matriks kutin, dinding sel primer dan sel epidermal. Flavedo

Page 8: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

sebagai lapisan kedua ditandai dengan adanya warna hijau, kuning, oranye, kelenjar

minyak dan tidak terdapat ikatan pembuluh. Pigmen yang terdapat pada flavedo

adalah kloroplas dan karotenoid. Kloroplas akan terdegradasi sehingga buah yang

tadinya hijau sebelum matang menjadi berwarna oranye. Kelenjar minyak merupakan

sumber dan tempat berakumulasinya minyak atsiri (Albrigo dan Carter, 1977).

Selain karena adanya senyawa flavanon, rasa pahit dari bagian jeruk juga

disebabkan oleh senyawa triterpenoid (misalnya limonin). Rasa pahit glikosida

flavanon bergantung pada substitusi rantai samping fenil dan juga karena ikatan

kedua gula di dalam neohesperidosa (2-O-α-L-ramnopiranosil-D-glukopiranosa).

Gikosida flavanon hesperidin yang mengandung isomer rutinosa (6-O-α-L-

ramnopiranosil-D-glukopiranosa) tidak berasa pahit (Wiryowidagdo, 2007).

Limonin berada di dalam buah, karena itu perasan kulit tidak pahit karena

adanya asam monolakton limonin. Namun di dalam suasana asam atau jika perasan

dibiarkan beberapa lama akan terjadi laktonisasi menjadi limonin yang pahit

(Wiryowidagdo, 2007).

III. ALAT DAN BAHAN

Alat :

1. Tabung Reaksi 5 buah

2. Pipet Tetes 5 buah

3. Erlenmeyer 2 buah

4. Kertas Saring 5 buah

Bahan :

1. Citrus Aurantifolia, untuk :

Maserasi dengan klorofom 5 g

Maserasi dengan etanol (95%) 5 g

Uji Pendahuluan 2 g

Uji Antrakinon 100 mg

Uji Polifenol 500 mg

Page 9: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

100 mg sampel

Filtrat

Larutan

Warna larutan

Ada tidaknya perubahan warna

3 tetes KOH

10 ml air

ditambah

dipanaskan selama 30 menit

disaring

diamati

ditambah

diamati

Uji Tanin 500 mg

Uji Saponin 100 mg

2. Larutan KOH 0.5 N Secukupnya

3. H2O2 3 tetes

4. Kloroform 100 ml

5. Etanol (95%) p 100 ml

6. Toluena 3 m l

7. Aquadest Secukupnya

8. FeCl3 3 tetes

9. Gelatin 1% 2 ml

10. NaCl 1 ml

IV. CARA KERJA

A. UJI PENDAHULUAN

Page 10: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

500 mg sampel

Larutan

Warna pada larutan

Filtrat dingin

Pereaksi FeCl3 3 tetes

Filtrat

Air 5 ml

ditambah

dipanaskan 10 menit

disaring panas

didinginkan

ditambahdiamati

100 mg sampel

Larutan

Filtrat

Larutan dengan pH = 5

Lapisan atas

Warna yang terjadi pada lapisan air (basa)

KOH 0,5 NTabung reaksi

Toluena 3 ml

CH3COOH

KOH 0,5 N 2 ml dan 3 tetes H2O2

ditambah

dipanaskan 2 menit

didinginkan, disaring melalui kertas saring

ditambahhingga

ditambah

dipisahkan, diambildimasukkan ditambah

diamati

B. UJI POLIFENOL

C. UJI ANTRAKINON

Page 11: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

100 mg sampel

Ada tidaknya endapan

10 mL air

Larutan NaCl 2 %FiltratLarutan

Filtrat

Disaring Ada tidaknya endapan

Larutan gelatine 1% 2 mL

100 mg sampel

Tabung reaksi Air suling 10 mL

Ada tidaknya buih pada larutan

Dikocok kuat selama 30 detik

D. UJI TANIN

ditambah

dipanaskan 30 menit

disaring

diamati

jika ada endapan

diambil

dianalis

ditambah

E. UJI SAPONIN

dimasukkan

ditambah

ditutup

diamati , 30 menit

Page 12: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

V. HASIL PENGAMATAN

Tabel hasil uji identifikasi golongan kandungan senyawa kimia simplisia

Citrus aurantifolia secara kualitatif

NO UJI IDENTIFIKASI + / -

1. Pendahuluan (Fenolik) +

2. Flavonoid -

3. Saponin +

4. Tanin -

5. Polifenol -

6. Antrakinon -

7. Alkaloid -

Keterangan :

+ : menunjukkan adanya kandungan zat yang dianalisis

- : tidak menunjukkan adanya kandungan zat yang dianalisis

VI. PEMBAHASAN

A. Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan merupakan pengujian yang bertujuan untuk

mengidentifikasi kandungan kimia yang terkandung dalam simplisia. Uji

pendahuluan dapat digunakan sebagai pemeriksaan awal untuk menentukan

kandungan kimia pada simplisia, yang mana dalam uji ini digunakan simplisia segar

dari Citrus aurantifolia. Pada pengujian pendahuluan akan memberikan hasil yang

menunjukkan warna sebagai tanda bahwa terkandung kromofor di dalamnya, yang

Page 13: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

menggambarkan adanya kemungkinan kandungan senyawa spesifik seperti flavonod,

antrakinon, dan sebagainya.

Pada uji pendahuluan ini dilakukan sangat sederhana, langkah-langkahnya

yaitu pertama menimbang 2 gram simplisia segar Citrus aurantifolia pada timbangan

digital, kemudian ditambahkan air dan kemudian dipanaskan selama 30 menit diatas

tangas mendidih. Dengan pemanasan ini akan mengeluarkan zat-zat dalam simplisia

yang mungkin ada, dan bercampur dengan air. Kemudian larutan yang terjadi disaring

menggunakan kertas saring. Filtrat hasil penyaringan yang dilakukan pada simplisia

segar Citrus aurantifolia tidak memberikan warna apapun dan larutan tetap bening.

Hal ini menunjukkan hasil uji pendahuluan dari Citrus aurantifolia negatif, artinya

tidak ada senyawa kromofor yang terkandung didalamnya. Karena pada simplisia

yang mengandung kromofor akan menunjukkan warna kuning sampai merah,

kromofor itu menunjukkan adanya kandungan flavonoid, antrakinon dan sebagainya

dengan gugus hidrofilik meliputi gugus gula, asam, fenolat, dan sebagainya.

Sehingga, pada hasil uji pendahuluan ini dapat diketahui bahwa pada Citrus

aurantifolia tidak ada senyawa yang merupakan kromofor. Langkah selanjutnya yaitu

penambahan KOH. Tujuan dari penambahan KOH ini untuk mengintensifkan warna

yang ditunjukkan larutan, akan tetapi pada penambahan KOH ini tetap tidak

memberikan warna pada larutan filtrat Citrus aurantifolia. Artinya, senyawa

kromofor yang diharapkan memang tidak ada dalam simplisia ini. Sehingga pada

percobaan uji pendahuluan yang dilakukan pada simplisia segar Citrus aurantifolia

tidak menunjukkan adanya senyawa yang mengandung kromofor.

B. Uji Alkaloid

Setelah melakukan uji pendahuluan, pengujian selanjutnya yang dibahas

adalah uji alkaloid. Uji alkaloid ini digunakan untuk mendeteksi suatu senyawa yang

mengandung alkaloid. Pada uji alkaloid ini pereaksi yang digunakan untuk

mendeteksi senyawa yang mengandung alkaloid adalah pereaksi dragendroff dan

Page 14: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

pereaksi mayer. Kedua pereaksi ino dipilih karena kedua pereaksi itu yang paling

cocok untuk ujialkaloid.

Pada uji ini digunakan irisan kulit jeruk nipis, langkah pertama yang

dilakukan adalah irisan tersebut ditimbang sebanyak 2 gram. Kemudian irisan

tersebut dimasukkan kedalam mortir dan dibasahi dengan ammonia 25% lalu digerus.

Kemudian ditambahkan 20 mL kloroform dan digerus kuat-kuat. Dalam proses

penggerusan ini, hal yang perlu diperhatikan adalah jangan terlalu halus dalam

menghaluskan, karena akan memecahkan sinding selnya. Sehingga ada kemungkinan

akan memecahkan dinding selnya. Sehingga ada kemungkinan proses alkaloid akan

terhambat. Selanjutnya campuran disaring dengan kertas saring, dalam penyarian ini

kita tidak boleh menekan-nekan kertas saring, karena dapat mengakibatkan kertas

saring menjadi robek, sehingga filtrat yang kita dapat tidak bisa maksimal.

Langkah selanjutnya adalah meneteskan filtrat tadi pada kertas saring dan

diberi pereaksi dragendroff. Jika pada kertas saring timbul warna jingga maka

menunjukkan adanya alkaloid.

Dan pada pengujian alkaloid dengan irisan jeruk nipis, didapatkan hasil

warna kuning, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada irisan jeruk nipis tidak

terdapat alkaloid. Sebenarnya dapat disimpulkan bahwa Rosae,sp tidak mengandung

alkaloid. Tapi dalam praktikum ini semua cara kerja dilanjukkan.

(2 Gram) Irisan jeruk nipis ditambah 10 mL HcL 1%, kemudian didihkan

selama 30 menit. Kemudian suspensi disaring dengan kapas menjadi larutan A dan B,

larutan A dibagi 2, A-1 dan A-2, A-1 ditambah 3 tetes dragendroff dan A-2 ditambah

3 tetes pereaksi mayer. Larutan tidak membentuk endapan, tetapi masih ditambah

dengan serbuk natrium karbonat sampai pH 8-9, kemudian dicampur dengan 4 mL

kloroform dan di aduk pelan. Setelah kloroform memisah, diambil dengan pipet dan

ditambahkan asam cuka 5% sampai pH 5 diaduk lalu dipisahkan lapisan atas dengan

pipet. Kemudian ditambahkan pereaksi 5 tetes dragendroff pada lapisan atas, tapi

tidak terbentuk endapan. Lapisan bawah ditambah 10 mL asam klorida 1%, diaduk

dan dipisahkan lapisan atas serta ditambahkan 2 tetes pereaksi dragendroff tapi tidak

terbentuk endapan.

Page 15: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

C. Uji Antrakinon

Uji antrakinon atau analisa kualitatif antrakinon ini dilakukan dengan tujuan

untuk mengetahui ada tidaknya senyawa antrakinon pada sampel simplisia segar

Citrus aurantifolia. Dalam hal ini bagian sampel yang digunakan adalah kulit buah.

Uji antrakinon dilakukan dengan cara memanaskan 100 mg serbuk /

potongan simplisia segar Citrus auranti folia yang dilarutkan dengan 2 mL kalium

hidroksida 0,5 N dan diberi 3 tetes larutan hidrogen peroksida. Pemanasan dilakukan

dalam gelas beker yang berisi air yang di bawahnya terdapat penangas, selama 2

menit. Setelah 2 menit dipanaskan, tabug reaksi yang berisi simplisia sgar yang

dilarutkan dalam kaliunm hidroksida tersebut diangkat, lalu didinginkan. Setelah

dingin, suspensi tersebut disaring menggunakan kertas saring. Setelah didapatkan

filtrat, filtrat tersebut kemudian diambil, lalu dimasukkan ke dalam cawan. Setelah

itu ditambahkan asam asetat hingga larutan memiliki pH 5. Perubahan pH dapat

diketahui dengan menggunakan kertas lakmus. Dengan cara menyentuhkan kertas

lakmus ke dalam larutan yang telah ditambahkn asam asetat. Jika kertas lakmus tidak

mengalami perubahan warna maka larutan tersebut belum bersift asam (pH 5), maka

perlu ditambahkan asam asetat lagi. Jika kertas lakmus mengalami perubahan warna

menjadi merah, hal tersebut menunjukkan bahwa larutan sudah bersifat asam ( pH 5 ).

Setelah mendapatkan larutan dengan pH 5, kemudian ditambahkan 3 mL toluena.

Setelah ditambahkan toluena, terdapat 2 lapisan, lapisan atas dan lapisa bawah.

Lapisan atas dipisahkan menggunakan pipet dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

Lapisan atas yang dipisahkan kemudian ditambahkan kalium hidroksida 0,5 N.

Setelah itu diamati apakah terjadi perubahan warna. Jika warna berubah menjadi

merah [ada lapisan air (basa), hal tersebut menunjukkan adanya senyawa antrakinon.

Dari hasil percobaan yang dilakukan, warna larutan tetap bening (tidak terjadi

perubahan warna merah pada lapisan air (basa) ), hal ini menunjukkan bahwa

simplisia Citrus auranti folia tidak mengandung senyawa antrakinon.

Page 16: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

D. Uji Polifenol

Pada uji polifenol ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya senyawa

polifenolat dalam simplisia citrus aurantifolia. Pada pengujian ini digunakan pereaksi

FeCl3. Pertama-tama yang dilakukan adalah menimbang jeruk segar sebanyak 500

mg. Kemudian dipanaskan dengan air 5 ml selama 10 menit dalam tangas air

mendidih. Setelah mendidih maka larutan segera disaring dengan kertas saring. Jadi

proses penyaringan dilakukan ketika larutan masih dalam keadaan panas-panas.

Setelah larutan dingin , ditambahkan pereaksi FeCl3 sebanyak 3 tetes. Bila terjadi

warna hijau-biru berarti menunjukkan adanya polifenolat. Dan pada uji polifenol

dalam jeruk segar tidak didapatkan hasil warna larutan hijau-biru. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa dalam simplisia jeruk segar tidak terdapat senyawa polifenolat.

E. Uji Tanin

Uji tanin ini memiliki tujuan untuk mengetahui ada tidaknya senyawa tanin

dalam simplisia jeruk segar. Cara kerja dalam uji tanin ini adalah yang dilakukan

dengan menimbang simplisia jeruk segar sebanyak 500 mg. Lalu dipanaskan dengan

air 10 ml selama 30 menit diatas tangas air. Setelah itu larutan disaring dengan kertas

saring. Proses penyaringan harus dilakukan secara benar. Ada hal yang tidak boleh

dilakukan yaitu jangan menekan-nekan kertas saring dengan batang pengaduk atau

alat lainnya karena menyebabkan kertas saring menjadi sobek sehingga filtrat yang

didapat tidak maksimal. Setelah disaring ditambahkan larutan NaCl 2% sebanyak 1

ml. Apabila setelah penambahan NaCl terdapat endapan maka endapan harus disaring

dengan kertas saring (ketentuannya sama dengan penyaringan sebelumnya).

Kemudian filtrat ditambahkan larutan gelatin 1% sebanyak 2 ml. Bila terbentuk

endapan maka menunjukkan adanya tanin. Dan pada uji tanin dengan simplisia citrus

aurantifolia tidak didapatkan hasil yaitu tidak terbentuk endapan pada larutan. Maka

dapat disimpulkan bahwa simplisia jeruk segar tidak mengandungsenyawa tanin.

Page 17: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

F. Uji Saponin

Pengujian uji saponin dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya saponin

dalam simplisia citrus aurantifolia. Langkah-langkah dalam pengujian yang pertama

dilakukan adalah memasukkan simplisia segar buah jeruk sebanyak 100 mg ke dalam

tabung reaksi. Lalu menambahkan 10 ml air suling, tabung reaksi ditutup dan dikocok

kuat-kuat selama 30 detik. Pengocokan dilakukan kuat-kuat karena untuk

memudahkan pada proses pengujian saponin selanjutnya. Setelah itu tabung dibiarkan

dalam posisi tegak selama 10-30 menit. Maksud 10-30 menit disini, jika misalkan

pada menit ke-12 sudah terdapat buih yang stabil maka proses dihentikan, tetapi jika

belum ada maka ditunggu sampai terdapat buih. Tetapi jika dalam 30 menit tetap

tidak ada buih berarti memang dalam simplisia tidak terdapat saponin. Dan dalam uji

saponin dengan simplia segar citrus aurantifolia didapatkan hasil larutan menjadi

agak keruh dan terdapat buih yang stabil. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam

simplisia citrus aurantifolia terdapa saponin.

G. Uji Flavonoid

Uji flavonoid atau analisa kualitatif flavonoid ini dilakukan dengan tujuan

untuk mengetahui ada tidaknya senyawa flavonoid pada sampel simplisia segar

Citrus aurantifolia. Dalam hal ini bagian sampel yang digunakan adalah kulit buah.

Sesuai pada dasar teori, flavonoid merupakan senyawa fenol, dam menurut

strukturnya merupakan turunan senyawa induk flavon yang terdapat berupa tepung

putih pada tumbuhan primula dan semuanya mempunyai sejumlah sifat yang sama.

Senyawa flavonoid adalah jenis senyawa yang larut dalam air.

Prosedur kerja uji flavonoid yaitu, pertama dilakukan pengambilan sampel

simplisia segar kulit buah Citrus aurantifolia yang telah dipotong – potong sebanyak

0,5 gram dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 10 ml

metanol, kemudian dipanaskan selama 10 menit menggunakan hot plate. Disaring

panas-panas menggunakan kertas saring , kemudian filtrat diencerkan dengan 10 ml

air. Setelah dingin, ditambahkan 5 ml eter, dikocok hati-hati dan didiamkan.

Page 18: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

Selanjutnya akan timbul lapisan air dan metanol, yang kemudian lapisan metanol

diambil dan diuapkan pada suhu 400 C di bawah tekanan. Untuk selanjutnya sisa

penguapan dilarutkan dalam 5 ml etil asetat dan disaring. Larutan ini selanjutnya

diambil untik dilakukan uji kandungan senyawa flavonoid dengan jenis tertentu.

Untuk uji kandungan senyawa flavonoid (glikosida-3-flavonol) dilakukan

dengan cara menguapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan, sisanya dilarutkan

dalam 1 ml etanol (95%). Ditambahkan 0,5 gram serbuk seng dan 2 ml asam klorida

0,2 N didiamkan selam 1 menit. Selanjutnya ditambahkan 10 ml asam klorida pekat,

didiamkan dan diamati selama 2 sampai 5 menit. Jika terjadi warna merah intensif,

maka sampel positif mengandung senyawa flavonoid (glikosida-3-flavonol).

Sedangkan uji kandungan senyawa flavonoid selanjutnya adalah menguapkan hingga

kering 1 ml larutan percobaan, sisanya dilarutkan dalam 1 ml etanol (95%).

Ditambahkan serbuk magnesium dan 10 ml asam klorida, didiamkan diamati selama

2 sampai 5 menit. Jika terjadi warna merah ungu menunjukkan adanya flavonoida.

Dan jika terjadi warna kuning jingga menunjukkan adanya flavon, calkon dan auron.

Pada hasil percobaan menunjukkan bahwa simplisia Citrus aurantifolia negatif

falvonoid. Hal ini karena sejak pengujian pertama, yaitu pada pembuatan larutan

percobaan, tidak terjadi pemisahan antara air dengan metanol, kemudian saat

dilakukan uji kandungan flavonoid selanjutnya warna larutan tetap jernih dan tidak

meemberikan atau menunjukkan warna apapun.

Maka berdasarkan percobaan ini, dapat disimpulkan bahwa simplisia Citrus

aurantifolia tidak mengandung senyawa flavonoid. Hal ini sesuai pada dasar teori

yang tidak menyebutkan adanya kandungan senyawa flavonoid pada kulit buah

simplisia Citrus aurantifolia. Dasar teori menyebutkan, kandungan senyawa

flavonoid terdapat pada bagian buahnya.

VII. KESIMPULAN

Dari beberapa uji yang telah dilakukan yaitu uji pendahuluan (fenolik), uji

polifenol, uji antrakinon, uji tanin, uji saponin, uji alkaloid dan uji flavonoid

Page 19: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

didapatkan bahwa simplisia Citrus aurantifolia hanya mengandung senyawa

fenolik dan saponin.

VII. DAFTAR PUSTAKA

Albrigo, L.G dan Carter, R.D. 1977. Structure of Citrus Fruits in Reaction to

Processing Dalam Nagy. S, Shaw, P.E dan Veldhuis, M.K (eds). Citrus

Science and Technology Volume I. The AVI publishing Company Inc. West

Point, Connecticut.

Anonim.1979.Materia Medika Indonesia Jilid III.Jakarta: Direktorat Jenderal

Pengawasan Obat dan Makanan

Anonim.1980.Materia Medika Indonesia Jilid IV.Jakarta: Direktorat Jenderal

Pengawasan Obat dan Makanan

Anonim.1995.Farmakope Indonesia Edisi IV.Jakarta: Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

JB. Harbourne. 1996. Metode Kimia. Bandung: ITB Press

Makkar, H. P.S,Siddhuraju, P., and K. Becker, K. 1993. Plant Secondary

Metabolites, Methods in Molecular Biology, vol. 393 © Humana Press Inc.,

Totowa, NJ. P. 107.

Mutiatikum, dkk. 2010. Standardisasi Simplisia Dari Buah Miana (Plectranthus

seutellaroides) yang berasal dari Tiga Tempat Tumbuh Menado, Kupang

dan Papua Dalam Jurnal Penelitian Kesehatan, Vol. 38, No. 1 hal 1-16

Tim Penyusun. 2012. Buku Petunjuk Praktikum Farmakognosi. Surakarta: Fakultas

Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret

Wiryowidagdo, Sumali. 2007. Kimia dan Farmakologi Bahan Alam. Jakarta : EGC

Page 20: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

ACARA II

PENETAPAN KADAR SARI YANG LARUT DALAM AIR

DAN SARI YANG LARUT DALAM ETANOL

I. TUJUAN

1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami cara penentuan kadar sari

larut dalam air dan kadar sari larut dalam etanol

2. Mahasiswa mampu melakukan perhitungan penentuan kadar sari yang larut

dalam air dan kadar sari larut dlam etanol

II. DASAR TEORI

Definisi Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat dan belum

mengalami pengolahan tertentu, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah

dikeringkan. Menurut sumber bahan yang digunakan jenis simplisia dapat berupa

simplisia nabati, simplisia hewani, simplisia pelikan. Simplisia nabati adalah

simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman, atau eksudat tanaman. Eksudat

tanaman ialah isi sel yang secara keluar dari tanaman atau isi sel yang dengan cara

tertentu dikeluarkan dari selnya,atau zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu

dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni (Anonim, 1979).

Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh bagian hewan

atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia

murninya. Sedangkan, simplisia pelikan (mineral) ialah simplisia yang berupa bahan

pelikan ( mineral) yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan

belum berupa zat kimianya (Anonim, 1979)

Page 21: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

Syarat baku simplisia

Semua paparan yang tertera dalam persyaratan simplisia, kecuali tentang Isi

dan Penggunaan simplisia merupakan syarat baku bagi simplisia yang bersangkutan.

Suatu simplisia tidak dapat dinyatakan bermutu Materia Medika Indonesia jika tidak

memenuhi syarat baku tersebut. Syarat baku yang tertera dalam Materia Medika

Indonesia berlaku untuk simplisia yang akan dipergunakan untuk keperluan

pengobatan, tetapi tidak berlaku bagi bahan yang dipergunakan untuk keperluan lain

yang dijual dengan nama yang sama (Anonim, 1980).

Kemurnian Simplisia

Dalam perdagangan tidak selalu mungkin untuk memperoleh simplisia yang

sepenuhnya murni: Bahan asing yang tidak berbahaya dalam jumlah yang sangat

kecil yang terdapat dalam simplisia ataupun yang ditambahkan atau dicampurkan,

pada umumnya tidak merugikan simplisia nabati harus bebas dari serangga, framen

hewan atau kotoran hewan; tidak boleh menyimpang bau dan warnanya; tidak boleh

mengandung cendawan atau lendir, atau menimbulkan tanda-tanda pengotoran lain;

tidak boleh mengandung bahan lain yang beracun dan berbahaya. Jika dalam

beberapa hal khusus ada sedikit penyimpangan dari beberapa ketentuan mengenai

morfologik dan mikroskopik yang tertera dalam MMI-IV sedangkan persyaratan lain

dipenuhi, maka simplisia yang bersangkutan dapat dianggap memenuhi persyaratan

MMI-IV. Simplisia hewani harus bebas dari framen hewan atau kotoran hewan; tidak

boleh menyimpang bau dan warnanya; tidak boleh mengandung cendawan atau

lendir, atau menimbulkan tanda-tanda pengotoran lain; tidak boleh mengandung

bahan lain yang beracun dan berbahaya. Simplisia pelikan harus bebas dari

pengotoran oleh tanah, batu, hewan, fragmen hewan dan bahan asing lainnya. Pada

penetapan kadar abu, yang tidak larut dalam asam, kadar abu yang tidak larut dalam

air, kadar sari yang larut dalam etanol, kadar sari yang larut dalam air, dan penetapan

kadar lain, perhitungan didasarkan pada simplisia yang belum dikeringkan secara

khusus (Anonim, 1980).

Page 22: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

Karakteristik Simplisia

Karakteristik Simplisia sesuai standar mutu yaitu mencakup penetapan kadar

air, kadar tanin, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, kadar abu larut air, kadar

sari larut air, kadar sari larut etano. Karakterisasi dilakukan sesuai persyaratan

Materia Medika Indonesia (Mutiatikum, dkk., 2010).

Penentuan kadar sari yang larut dalam air

Keringkan serbuk (4/18) di udara, maserasi selama 24 jam 5,0 gram dengan

100mL air kloroform P, menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok

selama 6 jam pertama dan kemudan dibiarkan selama 18 jam. Saring, uapkan 20 mL

filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan

sisa pada suhu 1050 hingga bobot tetap. Hitung kadar dalam persen sari yang larut

dalam air, dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara. (Anonim, 1977).

Penentuan kadar sari yang larut dalam etanol

Keringkan serbuk (4/18) di udara, maserasi selama 24 jam 5,0 gram dengan

100mL etanol (95%), menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok

selama 6 jam pertama dan kemudan dibiarkan selama 18 jam. Saring cepat dengan

menghindarkan penguapan etanol (95%), uapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam

cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan sisa pada suhu 1050 hingga

bobot tetap. Hitung kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol (95%), dihitung

terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara. (Anonim, 1977).

III. ALAT DAN BAHAN

Alat :

1. Pipet Tetes 1 6. Pembakar Spiritus 1

2. Gelas Beaker 1 7. Korek Api 1

3. Tabung Reaksi 2 8. Cawan 2

4. Corong 1 9. Penjepit 1

5. Kertas Saring 3 10. Kaki Tiga 1

Page 23: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

20 ml filtrat

Oven dengan suhu 105oC

Erlenmeyer

Maserasi 24 jam

Cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara

6 jam pertama dikocok berkali-kali, lalu

dibiarkan selama 18 jam

100 ml kloroform5 gram sampel

Kadar sari yang larut dalam air dalam persen

terhadap bahan yang dikeringkan di udara

Sisa

Bobot tetap

Hingga kering

dimasukkan

dilakukan

perlakuan

diambil, disaringdimasukkan

diuapkan

diambildimasukkan

dikeringkan, ditimbang

dihitung

11. Erlenmeyer 2 13. Gelas Ukur 1

12. Timbangan 1 14. Papan Besi 1

Bahan :

1. Cairan Hasil Maserasi dengan Kloroform 20 ml

2. Cairan Hasil Maserasi dengan etanol 20 ml

IV. CARA KERJA

A. Penetapan kadar sari yang larut dalam air

ditambah

Page 24: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

Etanol (95%) P 100 ml

Maserasi selama 24 jamErlenmeyer

6 jam pertama dikocok berkali-kali lalu

dibiarkan selama 18 jam5 gram sampel

Oven suhu 105oC Sisa Hingga kering Filtrat 20 ml

Kadar sari yang larut dalam etanol (95%) P dalam persen terhadap

bahan yang dikeringkan di udaraBobot tetap

ditambah

dimasukkan

dilakukan

perlakuan

disaring cepat

diuapkandiambildimasukkan

dikeringkan, ditimbang

dihitung

B. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

Page 25: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

Tabel hasil pengamatan percobaan

HASIL KLOROFORM ETANOL

Masssa cawan 45, 9 gram 51,6 gram

Filtrat 20 mL 20 mL

Massa cawan + hasil pemanasan 46,0 gram 51,7 gram

Hasil pemanasan 0,1 gram 0,1 gram

Filtrat + cawan 74,4 gram 67,4 gram

NO JENIS UJI KADAR STANDAR MMI KETERANGAN

1. Penetapan Kadar Sari

Larut Air

38,17 %

2. Penetapan Kadar Sari

Larut Etanol

23,29 %

Tabel pengamatan organoleoptik

ORGANOLEPTIK KLOROFORM ETANOL

Bau :

Sebelum pemanasan

Setelah pemanasan

Kloroform

Jeruk

Etanol

Jeruk

Warna :

Sebelum pemanasan

Pemanasan I

Pemanasan II

Putih

Kuning

Kuning

Kuning

Hijau

Coklat

Perhitungan

Tabel perbandingan simplisia menurut MMI

V. HASIL PENGAMATAN

Page 26: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

Kadar sari larut air

=(massa cawan dan filtrat – massa cawandan hasil pemanasan)

massa cawan dan filtrat x 100 %

= (74,4 gram−46 ,0 gram)

74,4 gram x 100 %

= 38,17 %

Kadar sari larut etanol=

(massa cawan dan filtrat – massa cawandan hasil pemanasan)massa cawan dan filtrat

x 100 %

= (67,4 gram−51 , 7 gram)

67,4 gram x 100 %

= 23,29 %

V. PEMBAHASAN

1. Penetapan kadar sari yang larut dalam air

Kadar sari yang larut dalam air adalah persentase filtrat (sari) dari simplisia

segar Citrus aurantifolia yang terlarut dalam air.

Pada penetapan kadar sari yang larut dalam air menggunakan sampel

simplisia segar Citrus aurantifolia yang dipotong-potong menjadi kecil-kecil untuk

mempermudahkan pelarut masuk dalam simplisia. Penetapan kadar sari yang larut

dalam air dilakukan dengan cara mememasukkan 5 gram simplisia segar yang telah

dipotong-potong ke dalam labu erlemeyer, kemudian ditambahkan dengan 100 mL air

kloroform pekat dan ditutup dengan alumunium foil agar air kloroform pekat tidak

cepat menguap. Campuran tersebut dimaserasi selama 24 jam, 6 jam pertama

dikocok-kocok sesering mungkin dan 18 jam kemudian didiamkan. Pengocokan

dalam prses ini ditujukan untuk mempermudah penyari untuk masuk dalam simplisia

segar.

Page 27: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

Setelah dimaserasi selama 24 jam, campuran disaring menggunakan kertas

saring, kemudian diambil 20 mL dari filtratnya. Selanjutnya diuapkan hingga kering

menggunakan cawan dangkal yang telah ditara. Berat cawan beserta filtrat yaitu 74,4

gram. Cawan ditara untuk mempermudahkan menghitung rendemen dari hasil

pemanasan. Filtrat yang diuapkan sampai kering lalu ditimbang dengan digital

balance selanjutnya diuapkan lagi sampai bobotnya tetap. Hasil yang diperoleh

setelah pemanasan yaitu 46 gram (cawan beserta hasil pemansan).

Kadar sari larut air :

: (massa cawan dan filtrat – massa cawandan hasil pemanasan)

massa cawan dan filtrat x100 %

: (74,4 gram−46 ,0 gram)

74,4 gram x 100 %

: 38,17 %

Dari perhitungan di atas didapatkan kadar sari larut air sebesar 38,17 %.

Rendemen dihitung untuk mengetahui hasil sari dari simplisia segar Citrus

aurantifolia yang terlarut dalam air.

Organoleptik dari pengujian sebelum pemanasan yaitu campuran berbau

kloroform dengan warna putih. Setelah pemanasan berbau khas jeruk dengan warna

pada pemanasan pertama kuning dan pada pemanasan kedua berwarna kuning.

Pemenasan dilakukan 2x untuk mengetahui hasil sudah mencapai bobot tetap atau

belum.

2. Penetapan kadar sari larut dalam etanol

Penetapan kadar sari larut dalam etanol adalah Kadar sari larut dalam etanol

adalah persentase filtrat (sari) dari simplisia segar Citrus aurantifolia yang terlarut

dalam etanol.

Page 28: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

Pada penetapan kadar sari yang larut dalam etanol menggunakan sampel

simplisia segar Citrus aurantifolia yang dipotong kecil-kecil untuk mempermudahkan

pelarut melarutkan simplisia. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol dilakukan

dengan cara mememasukkan 5 gram simplisia segar yang telah dipotong kecil-kecil

ke dalam labu erlemeyer, kemudian ditambahkan sampai 100 mL etanol 95% dan

ditutup dengan alumunium foil agar etanol 95 % tidak cepat menguap. Campuran

tersebut dimaserasi selama 24 jam, 6 jam pertama dikocok-kocok sering mungkin dan

18 jam kemudian didiamkan. Pengocokan dalam prses ini ditujukan untuk

mempermudah penyari untuk masuk dalam simplisia segar. Didiamkan agar filtrat

mengendap dan yang tersaring adalah filtratnya saja.

Setelah dimaserasi selama 24 jam, campuran disaring cepat agar etanol 95 %

tidak menguap dengan menggunakan kertas saring, kemudian diambil 20 mL dari

filtratnya. Selanjutnya diuapkan hingga kering menggunakan cawan dangkal yang

telah ditara. Berat cawan beserta filtrat yaitu 67,4 gram. Cawan ditara untuk

mempermudahkan menghitung rendemen dari hasil pemanasan. Filtrat yang diuapkan

sampai kering lalu ditimbang dengan digital balance selanjutnya diuapkan lagi

sampai bobotnya tetap. Hasil yang diperoleh setelah pemanasan yaitu 51,7 gram

(cawan beserta hasil pemansan).

Perhitungan rendemen dengan rumus :

Kadar sari larut air

: (massa cawan dan filtrat – massa cawandan hasil pemanasan)

massa cawan dan filtrat x 100 %

: (67,4 gram−51 , 7 gram)

67,4 gram x 100 %

: 23,29 %

Page 29: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

Dari perhitungan di atas didapatkan kadar sari larut air sebesar 27,29 %.

Rendemen dihitung untuk mengetahui hasil sari dari simplisia segar Citrus

aurantifolia yang terlarut dalam etanol.

Organoleptik dari pengujian sebelum pemanasan yaitu campuran berbau

etanol dengan warna kuning. Setelah pemanasan berbau khas jeruk dengan warna

pada pemanasan pertama hijau dan pada pemanasan kedua berwarna coklat.

Pemenasan dilakukan 2x untuk mengetahui hasil sudah mencapai bobot tetap atau

belum.

VI. KESIMPULAN

1. Berdasarkan uji yang dilakukan, prosentase kadar sari simplisia segar Citrus

aurantifolia yang larut dalam air adalah 38,17 %.

2. Berdasarkan uji yang dilakukan, prosentase kadar sari simplisia segar Citrus

aurantifolia yang larut dalam etanol adalah 23,26 %.

VII. DAFTAR PUSTAKA

Anonim.1979.Materia Medika Indonesia Jilid III.Jakarta: Direktorat Jenderal

Pengawasan Obat dan Makanan

Anonim.1980.Materia Medika Indonesia Jilid IV.Jakarta: Direktorat Jenderal

Pengawasan Obat dan Makanan

Anonim.1995.Farmakope Indonesia Edisi IV.Jakarta: Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

Mutiatikum, dkk. 2010. Standardisasi Simplisia Dari Buah Miana (Plectranthus

seutellaroides) yang berasal dari Tiga Tempat Tumbuh Menado, Kupang

dan Papua Dalam Jurnal Penelitian Kesehatan, Vol. 38, No. 1 hal 1-16

Tim Penyusun. 2012. Buku Petunjuk Praktikum Farmakognosi. Surakarta: Fakultas

Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret

Page 30: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

ACARA III

PENETAPAN KADAR ABU

I. TUJUAN

Mahasiswa mampu melakukan penentuan kadar abu

II. DASAR TEORI

Definisi Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat dan belum

mengalami pengolahan tertentu, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah

dikeringkan. Menurut sumber bahan yang digunakan jenis simplisia dapat berupa

simplisia nabati, simplisia hewani, simplisia pelikan. Simplisia nabati adalah

simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman, atau eksudat tanaman. Eksudat

tanaman ialah isi sel yang secara keluar dari tanaman atau isi sel yang dengan cara

tertentu dikeluarkan dari selnya,atau zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu

dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni (Anonim, 1979).

Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh bagian hewan

atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia

murninya. Sedangkan, simplisia pelikan (mineral) ialah simplisia yang berupa bahan

pelikan ( mineral) yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan

belum berupa zat kimianya (Anonim, 1979)

Syarat baku simplisia

Semua paparan yang tertera dalam persyaratan simplisia, kecuali tentang Isi

dan Penggunaan simplisia merupakan syarat baku bagi simplisia yang bersangkutan.

Page 31: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

Suatu simplisia tidak dapat dinyatakan bermutu Materia Medika Indonesia jika tidak

memenuhi syarat baku tersebut. Syarat baku yang tertera dalam Materia Medika

Indonesia berlaku untuk simplisia yang akan dipergunakan untuk keperluan

pengobatan, tetapi tidak berlaku bagi bahan yang dipergunakan untuk keperluan lain

yang dijual dengan nama yang sama (Anonim, 1980).

Kemurnian Simplisia

Dalam perdagangan tidak selalu mungkin untuk memperoleh simplisia yang

sepenuhnya murni: Bahan asing yang tidak berbahaya dalam jumlah yang sangat

kecil yang terdapat dalam simplisia ataupun yang ditambahkan atau dicampurkan,

pada umumnya tidak merugikan simplisia nabati harus bebas dari serangga, framen

hewan atau kotoran hewan; tidak boleh menyimpang bau dan warnanya; tidak boleh

mengandung cendawan atau lendir, atau menimbulkan tanda-tanda pengotoran lain;

tidak boleh mengandung bahan lain yang beracun dan berbahaya. Jika dalam

beberapa hal khusus ada sedikit penyimpangan dari beberapa ketentuan mengenai

morfologik dan mikroskopik yang tertera dalam MMI-IV sedangkan persyaratan lain

dipenuhi, maka simplisia yang bersangkutan dapat dianggap memenuhi persyaratan

MMI-IV. Simplisia hewani harus bebas dari framen hewan atau kotoran hewan; tidak

boleh menyimpang bau dan warnanya; tidak boleh mengandung cendawan atau

lendir, atau menimbulkan tanda-tanda pengotoran lain; tidak boleh mengandung

bahan lain yang beracun dan berbahaya. Simplisia pelikan harus bebas dari

pengotoran oleh tanah, batu, hewan, fragmen hewan dan bahan asing lainnya. Pada

penetapan kadar abu, yang tidak larut dalam asam, kadar abu yang tidak larut dalam

air, kadar sari yang larut dalam etanol, kadar sari yang larut dalam air, dan penetapan

kadar lain, perhitungan didasarkan pada simplisia yang belum dikeringkan secara

khusus (Anonim, 1980).

Karakteristik Simplisia

Karakteristik Simplisia sesuai standar mutu yaitu mencakup penetapan kadar

air, kadar tanin, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, kadar abu larut air, kadar

Page 32: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

sari larut air, kadar sari larut etanol. Karakterisasi dilakukan sesuai persyaratan

Materia Medika Indonesia (Mutiatikum, dkk., 2010).

Penetapan Kadar Abu

Pada penetapan kadar abu digunakan untuk memberikan gambaran

kandungan mineral eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya

ekstrak terkait dengan kemurnian dan kontaminasi (Mutiatikum, dkk., 2010).

Cara penetapan Kadar Abu

Lebih kurang 2 gram sampai 3 gram zat yang telah digerus dan ditimbang

seksama, masukkan ke dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijarkan dan

ditara, ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan, timbang. Jika

dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas, saring melalui

kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa dan kertas saring dalam krus yang sama.

Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung

kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Anonim, 1980).

Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam

Abu yang diperoleh pada Penetapan kadar abu, didihkan dengan 25 mL

asam klorida encer P selama 5 manit., kumpulkan bagian yang tidak larut dalam

asam, saring melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air

panas, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu yang tidak larut dalam

asam terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Anonim, 1980).

Penetapan Kadar Abu Yang Larut Dalam Air

Abu yang diperoleh pada Penetapan kadar abu, didihkan dengan 25 mL asam

air selama 5 manit., kumpulkan bagian yang tidak larut, saring melalui krus kaca

masir atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, pijarkan selama 15 menit

pada suhu tidak lebih dari 450o hingga bobot tetap, timbang. Perbedaan bobot sesuai

Page 33: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

Krus platina atau krus silikat

Krus platina atau krus silikat dengan berat

diketahui

2 gram simplisia yang telah dipotong-potong

Arang habisOven

Timbangan Sisa atau residu

dengan jumlah abu yang larut dalam air. Hitung kadar abu yang larut dalam air

terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Anonim, 1980).

III. ALAT DAN BAHAN

Alat :

1. Cawan Porselain 2

2. Erlrnmeyer Bertutup 2

3. Penjepit Kayu 1

4. Tabung Reaksi 4

5. Krus Porselain 1

6. Kertas Saring secukupnya

7. Pisau 1

8. Pipet 1

Bahan :

1. Simplisia Citrus aurantifolia segar 250 mg

2. Indikator dragendorf secukupnya

3. Larutan kloroform secukupnya

4. Indikator meyer secukupnya

IV. CARA KERJA

A. Penetapan kadar abu

ditara

dimasukkan

dipanaskan pada suhu 300 °

Page 34: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

Abu Cawan porselin

Diatas hot plate

10 mL HCl encer P

Kadar abu

Bagian yang tidak larut dalam asam

Bobot tetap

Berat bobot tetap

Diatas hot plate

15 mL airKrus porselinAbu

Bagian yang tidak larut asam

dipanaskan hingga

didinginkan &ditimbang diperoleh

dihitung

B. Penetapan kadar abu yang tidak larut asam

dimasukkan ditambahkan

dididihkan selama 5 menit

dikumpulkan

disaring dan dicuci dengan air panas

dipijarkan

dihitung

C. Penetapan kadar abu larut air

dimasukkan ditambahkan

dididihkan selama 5 menit

Page 35: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

dikumpulkan

dicuci dengan air panas & dipijar selama 15 menit

V. HASIL PENGAMATAN

Tabel hasil pemeriksaan karakteristik simplisia uji

NO JENIS UJI KADAR STANDAR

MMI

KETERANGAN

1. Penetapan Kadar

Abu

14% Tidak memenuhi

syarat

2. Penetapan Kadar

Abu Yang Tidak

Larut Dalam Asam

16,67% 7% Tidak memenuhi

syarat

3. Penetapan Kadar

Abu Yang Larut

Dalam Air

50% - Belum diketahui

VI. PEMBAHASAN

A. Penetapan Kadar Abu

Pada penetapan kadar abu digunakan untuk memberikan gambaran

kandungan mineral eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya

ekstrak terkait dengan kemurnian dan kontaminasi

Proses penetapan kadar abu yang pertama adalah dengan menimbang

simplisia segar Citrus aurantifolia yang telah dipotong-potong kecil seberat 2 gram

Page 36: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

dan kemudian dimasukkan dalam krus silikat. Selanjutnya dipijarkan di furnance

dengan suhu antara 400o sampai 600o. Fungsi pemijaran untuk menjadikan simplisia

segar Citrus aurantifolia menjadi abu. Apabila suhu pemijaran kurang dari suhu 400o

sampai 600o simplisia tidak akan sempurna menjadi serbuk. Pada percobaan yang

kami lakukan pemijaran dilakukan beberapa kali karena pada pemijaran yang pertama

masih menjadi arang dan belum menjadi abu. Arang yang dimaksud adalah masih

berupa bentuk bongkahan (massa potongan) yang berwarna hitam. Setelah pemijaran

beberapa kali, diperoleh dalam bentuk abu. Abu yang dimaksud yaitu sudah berupa

bentuk menyerupai serbuk yang berwarna putih keabu-abuan.

Selanjutnya dilakukan penimbangan yang dilakukan setelah krus silikat

dalam keadaan dingin, karena apabila ditimbang pada keadaan panas dapat

menjadikan timbangan rusak. Setelah mendapatkan berat abu, dilakukan perhitungan

kadar abu, yaitu dengan rumus :

Berat krus silikat :

Berat abu :

Kadar abu = Berat krus silikat dan abu−Berat krus silikat

Berat krus silikat x 100 %

Setelah diperoleh kadar abu yaitu ....%., penetapan kadar dalam MMI yaitu

Penetapan kadar abu tidak boleh lebih dari 14 %. Penetapan kadar abu dalam

simplisia segar Citrus aurantifolia yaitu ....%, sehingga kadar abu dalam simplisia

segar Citrus aurantifolia memenuhi syarat, dikarenakan hasilnya kurang dari 14%

yaitu....%.

B. Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Dalam Asam

Page 37: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

Yang dilakukan pertama kali adalah membagi abu menjadi 2 bagian dengan

berat yang sama untuk melakukan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

dan penetapan kadar abu yang larut air. Prosesnya, abu yang sudah dibagi pada krus

silika untuk masing-masing penetapan. Yang pertama dilakukan abu dilarutkan dalam

HCl encer P sebanyak 10 ml. Pemberian HCl encer lebih baik dari pada HCl pekat.

HCl encer P mengandung 7,3 % (lebih kurang 2 M) jadi tidak akan merusak abu.

Kemudian didihkan diatas penangas selama 5 menit. Setelah 5 menit krus silika yang

berisi abu dan HCl encer P diangkat dari penangas atau yang digunakan disini adalah

kompor listrik. Lalu sebelum disaring kertas saring ditimbang terlebih dahulu dan di

catat bobot kertas saring. Bobot kertas saring yang diperoleh seberat 0,49 gram,

kemudian abu yang sudah dilarutkan dan didihkan, disaring dalam kertas saring bebas

abu. Abu yang tidak dapat tersaring atau masih tertinggal dalam kertas saring

dipijarkan dalam oven pada suhu kurang lebih 400oC hingga bobot tetap. Pemijaran

dilakukan kurang lebih 10-15 menit. Lalu ditimbang kertas saring dengan abu yang

sudah dipijarkan dan dicatat bobotnya yaitu seberat 0,4925 gram. Perhitungan kadar

abu dihitung dengan mengurangkan bobot kertas saring dengan abu yang sudah

dipijarkan dikurangi dengan bobot kertas saring dan didapat bobot abu seberat 0,0025

gram atau 2,5 mg dibagi dengan berat awal abu lalu dikalikan 100%. Atau dengan

perincian sebagai berikut :

Data :

Berat kertas saring : 0,49 gram

Berat abu di udara (sebelum dilakukan penetapan) : 0,015 gram

Berat abu yang tidak larut asam : 0,0025 gram

Kadar abu larut air : (berat abu tidak larut asam)

berat abu di udara x 100%

: (0,0025)

0,015 x 100%

: 16,67 %

Page 38: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

Setelah dilakukan perhitungan kadar abu tidak larut asam yang didapat adalah

16,67 % maka tidak memenuhi syarat, karena pada MMI penetapan kadar abu yang

tidak larut dalam asam adalah 7%.

C. Penetapan Kadar Abu Yang Larut Dalam Air

Penetapan kadar abu yang larut dalam air merupakan rangkaian dari

pemeriksaan kadar abu. Kadar abu yang larut dalam air menunjukkan jumlah bahan

organik yang terkandung dalam sampel yang dapat larut dalam air. Bahan organik ini

kemungkinan adalah karbohidrat, garam dan protein.

Prosedur kerjanya adalah karena penetapan kadar abu yang larut dalam air

merupakan rangkaian dari pemeriksaan kadar abu, maka abu yang diperoleh dari

penetapan kadar abu total dididihkan dengan 25 ml air selama 5 menit. Kemudian

dikumpulkan bagian yang tidak larut dalam air dan disaring dengan menggunakan

kertas saring bebas abu, yang sebelumnya kertas saring tersebut telah ditara untuk

memudahkan penimbangan abu selanjutnya. Abu hasil penyaringan atau abu yang

tidak larut air tersebut kemudian dipijarkan pada suhu 4500 C dengan menggunakan

kertas saring tadi dan dimasukkan ke dalam cawan atau krus. Pemijaran dilakukan

sampai bobot tetap. Kadar abu yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang

telah dikeringkan di udara.

Perhitungan penetapan kadar abu larut air :

Data :

Berat kertas saring : 0,49 gram

Berat abu di udara (sebelum dilakukan penetapan) : 0,015 gram

Berat abu tidak larut air : 0,0075 gram

Berat abu yang larut air : (0,015 - 0,0075) gram

: 0,0075 gram

Kadar abu larut air : (berat abu larut air)berat abu diudara

x 100%

Page 39: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

: (0,0075)

0,015 x 100%

: 50%

Diperoleh dari hasil perhitungan yaitu bahwa Hasil pemeriksaan

menunjukkan kadar abu yang larut dalam air terhadap bahan yang dikeringkan di

udara adalah sebesar 50%. Hal ini berarti bahwa, jumlah bahan organik yang

terkandung dalam sampel simplisia Citrus aurantifolia yang dapat larut dalam air

adalah sebesar 50%.

VII. KESIMPULAN

1. Dalam penetapan kadar abu didapatkan hasil dari pemeriksaan sebanyak ....

% dan tidak memenuhi syarat MMI karena kadar sesuai standar MMI adalah

14%

2. Dalam penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam mendapatkan hasil

sebanyak 16,67% maka tidak memenuhi syarat MMI karena kadar sesuai

standar MMI adalah tidak lebih dari 7%

3. Dalam penetapan kadar abu yang larut air mendapatkan hasil sebanyak 50%.

Dalam MMI tidak terdapat kadar yang sesuai standar, maka belum dapat

ditentukan apakah sudah memenuhi standar atau tidak

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Anonim.1979.Materia Medika Indonesia Jilid III.Jakarta: Direktorat Jenderal

Pengawasan Obat dan Makanan

Anonim.1980.Materia Medika Indonesia Jilid IV.Jakarta: Direktorat Jenderal

Pengawasan Obat dan Makanan

Page 40: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

Anonim.1995.Farmakope Indonesia Edisi IV.Jakarta: Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

Fitrya. 2010. Pemeriksaan Karakteristik Simplisia Alga Padina australis Hauck

(Dictyotaceae) Dalam Jurnal Penelitian Sains Volume 13 Nomer 3(C) 13309

Mutiatikum, dkk. 2010. Standardisasi Simplisia Dari Buah Miana (Plectranthus

seutellaroides) yang berasal dari Tiga Tempat Tumbuh Menado, Kupang

dan Papua Dalam Jurnal Penelitian Kesehatan, Vol. 38, No. 1 hal 1-16

Tim Penyusun. 2012. Buku Petunjuk Praktikum Farmakognosi. Surakarta: Fakultas

Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret

ACARA IV

PENETAPAN KADAR MINYAK ATSIRI, UJI INDEKS BIAS, DAN UJI

BOBOT JENIS

I. TUJUAN

Dapat melakukan penetapan kadar minyak atsiri dan uji indeks bias serta uji

bobot jenis

II. DASAR TEORI

Penetapan Indeks Bias

Indeks bias suatu zat (n) adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara

dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Indeks bias berguna untuk identifikasi

Zat dan deteksi ketidakmurnian.

Walaupun menurut farmakope suhu pengukuran adalah 250, tetapi pada

banyak monografi indeks bias ditetapkan pada suhu 200C suhu pengukuran harus

benar-benar diatur dan dipertahankan, karena sangat mempengaruhi indeks bias.

Harga indeks bias dalam farmakope ini dinyatakan untuk garis D cahaya

natrium pada panjang gelombang dublet 589,0 nm dan 589,6nm. Umumnya alat

Page 41: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

dirancang untuk digunakan dengan cahaya putih, tetapi dikalibrasi agar memberikan

indeks bias untuk garis D cahaya natrium.

Refraktometer Abbo digunakan untuk mengukur rentang indeks bias dari

bahan-bahan yang tercantum dalam Farmakope Indonesia, berikut harga indeks

biasnya. Refraktometer lain dengan ketelitian yang setara atau lebih dapat digunakan.

Untuk mencapai ketelitian teoretis I 0,0001 , perlu dilakukan kaliberasi alat

terhadap baku yang disediakan oleh pabriknya dan melkukan pengecekan seringkali

terhadap pengendali suhu dan kebersihan alat dengan menetapkan indeks bias air,

destilasi adalah 1,3330 pada suhu 200C dan 1,3325 pada suhu 250C (Anonim, 1995)

Uji Bobot Jenis

Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, penetapan bobot

jenis digunakan hanya untuk cairan, dan kecuali dinyatakan lain, didasarkan pada

perbandingan bobot zat diudara pada suhu 25◦ terhadap bobot air dengan volume dan

suhu yang sama. Bila suhu ditetapkan dalam monografi, bobot jenis adalah

perbandingan bobot zat diudara pada suhu yang sama. Bila pada suhu 25 ◦ zat

berbentuk padat, tetapkan bobot jenis pada suhu yang telah tertera pada masing-

masing monografi, dan mengacu pada air pada suhu 25◦.

Prosedur gunakan piknometer, bersih, kering dan bobot air yang dikalibrasi

dengan menetapkan bobot piknometer dan bobot air yang baru didihkan, pada suhu

25◦. Atur hingga suhu zat uji lebih kurang 20◦, masukkan kedalam piknometer. Atur

suhu piknometer yang telah diisi hingga suhu 25◦, buang kelebihan zat uji dan

timbang. Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot piknometeryang telah diisi.

Bobot jenis suatu zat adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot zat

yang dengan bobot air, dalm piknometer. Kecuali dinyatakan lain dalam monografi,

keduanya ditetapkan pada suhu 250 (Anonim, 1995).

III. ALAT DAN BAHAN

Page 42: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

Bahan Cairan penyulingLabu

Alat

Kadar minyak atsiri dalam % v/b

Penangas air

Didiamkan tidak kurang 15 menit

Volume minyak atsiri

Buret Air

a. Alat

1. Alat destilat 1 buah

2. Piknometer 1 buah

3. Refraktometer 1 buah

b. Bahan

Minyak atsiri 2,5 ml

IV. CARA KERJA

Dimasukkan dimasukkan

dipasang

diisi hingga penuh

dipanaskan dengan lambat tetapi teratur

penyulingan selesai

dicatat

Page 43: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

dihitung

V. HASIL PENGAMATAN

UJI HASIL

Indeks bias 1,34 - 1,95

Bobot jenis 1,22 gram/ml

VI. PEMBAHASAN

Destilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia

berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan.

Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini

kemudian didinginkan kembali kedalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih

lebih rendah akan menguap lebih dulu. penerapan proses ini didasarkan pada teori

bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik

didihnya.

Pada percobaan kali ini langkah pertama yang dilakukan adalah menimbang

simplisia yang akan digunakan dalam proses destilasi, setelah ditimbang simplisia

dimasukkan labu alas bulat 1 liter, ditambah 200 bagian air suling dan dihubungkan

dengan alat pendingin dan buret berskala. Setelah itu alat destilasi dirangkai, lalu

Page 44: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

dipanaskan dengan penangas. setelah penyulingan selesai dibiarkan selam tidak

kurang dari 15 menit. Antara konektor dan labu terdapat pipa berisi air yang

berfungsi mengatur tekanan. Minyak atsiri mempunyai titik didih lebih rendah dari

air sehingga minyak atsiri akan menguap terlebih dahulu dan ditampung dalam buret

berskala. Suhu pada termometer harus dijaga agar tidak lebih dari 1000C, agar yang

menguap minyak atsirinya. karena jika suhu mencapai 1000C yang menguap adalah

air. Setelah dihasilkan minyak atsiri, lalu dimurnikan dengan menggunakan corong

pemisah dan larutan Na2SO4 anhidrat.

Cara menghitung kadar minyak atsiri adalah berat minyak atsiri yang

dihasilkan dibagi berat simplisia sebelum dilakukan destilasi dan dikali 100%.

a) Penetapan Indeks Bias

Penetapan indeks bias merupakan uji yeng bertujuan menentukan besarnya

indeks bias dari suatu zat uji. Pada percobaan ini penetapan indeks bias dilakukan

pada minyak atsiri melati atau Jasminum sambac, dan mawar atau Rosa sp. Adapun

pengertian dari indeks bias, adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara

dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Penetapan indeks bias dilakukan dengan

menggunakan refraktometer. Refraktometer merupakan alat yang dapat digunakan

untuk penetapan indeks bias berdasarkan pembiasan cahaya oleh kaca prisma.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penetapan indeks bias ini dengan

metesi refraktometer dengan aquadest pada kaca prisma untuk meletakkan minyak

atsiri yang akan diuji, lalu dibersihkan dengan kertas tissue hingga sisa aquadest tidak

tertinggal. Tujuan dari langkah ini untuk membersihkan alat khususnya pada prisma

yang merupakan tempat untuk meletakkan zat uji, agar tidak ada zat pengganggu saat

melakukan pengamatan. Kemudian, ditetesi 1 tetes sampel zat uji, yaitu pada

percobaan ini dengan meneteskan 1 tetes minyak atsiri pada prisma refraktometer,

lalu ditutup dengan penutup prisma. Kemudian mengamati angka indeks bias melalui

eye piece, yaitu lensa tempat mata pengamat melihat skala indeks bias. Pada saat

mengamati nilai skala, harus terlebih dulu mengatur lingkaran elips fase gelap dan

Page 45: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

fase terang tepat berada pada pertengahan bagian yakni tepat ada tanda silang dari

garis pada lingkaran elips, pengaturannya dengan memutar barrel. Kemudian

membaca skala indeks bias yang ditunjukkan dibawah lingkaran elips tersebut. Lalu

mencatat hasilnya. Percobaan ini dilakukan pada masing-masing minyak atsiri, yaitu

melati dan mawar. Pada percobaan penetapan indeks bias yang dilakukan pada melati

dan mawar diperoleh harga indeks bias.

b) Uji bobot jenis

Bobot jenis suatu zat adalah perbandingan bobot zat terhadap air volume

sama yang imbang di udara pada suhu yang sama. Prosedur dari praktikum ini

sebagai berikut.

Piknometer yang bersih dan kering ditimbang, kemudian dicatat beratnya.

Sebelum diisi dengan minyak atsiri, piknometer di kalibrasi dengan aquadest,

kalibrasi dilakukan untuk menyetarakan bobot piknometer sebelum di isi dengan

setelah di isi dengan minyak atsiri. Baru kemudian minyak atsiri dari Rose,sp

dimasukkan ke dalam piknometer sampai piknometer penuh, minyak atsiri

dimasukkan sampai piknometer penuh agar tidak ada ruang atau udara, karena dapat

mempengaruhi berat dari piknometer. Jangan takut minyak atsiri tumpah, karena

apabila tumpah maka lebih baik karena tidak ada ruang kosong dalam piknometer.

Setelah piknometer terisi penuh oleh minyak atsiri lalu piknometer

dibersihkan dan ditimbang kemudian dicatat beratnya. Bobot yang diperoleh

digunakan untuk mencari berat dari massa jenis minyak atsiri.

Hasil dari praktikum ini adalah:

Berat piknometer kosong : 9,7 gram

Berat aquadest+berat piknometer : 16,11 gram

Kalibrasi : 16,11 - 9,7

: 6,41 gram

Berat minyak atsiri + berat piknometer: 15,80 gram

Volume minyak atsiri : 5mL

Massa minyak atsiri : 15,80 - 9,7

Page 46: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx

: 6,10 gram

Jadi massa jenis/bobot jenis minyak atsiri : massa / volume

:6,10gram/5mL

:1,22 gram/mL

Bobot jenis dari minyak atsiri adalah 1,2 gram/mL, dari massa minyak atsiri

yang dibagi volume 5mL.

VII. KESIMPULAN

1. Diperoleh bobot jenis dari minyak atsiri yang diuji sebesar 1,22 gram /mL

dan indeks bias sebesar 1,34 - 1,95

2. Tujuan dilakukan uji bobot jenis adalah memberikan batasan tentang

besarnya massa per satuan volume minyak atsiri

3. Tujuan dilakukan uji indeks bias adalah untuk mengetahui kemurnian

simplisia uji

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Anonim.1979.Materia Medika Indonesia Jilid III.Jakarta: Direktorat Jenderal

Pengawasan Obat dan Makanan

Anonim.1980.Materia Medika Indonesia Jilid IV.Jakarta: Direktorat Jenderal

Pengawasan Obat dan Makanan

Anonim.1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Depkes RI

Page 47: LAPORAN PRAK. FARMAKOGNOSI (KEL 5).docx