Top Banner
Edisi VI-Sept-Okti 2005 Rombongan Walikota Halaman 1 ampir 26 tahun yang lalu Hperistiwa yang sama berlangsung di Nagari Payobasuang, Bolek Pangulu. Peristiwa bersejarah itu kini berulang lagi. Kenapa pangulu harus dibolekkan? Dirayakan? Misi apa yang diembannya, sekadar upacara, seremonial ataukah ada makna penting di dalamnya? Dan itu mungkin tersirat. Sesuatu yang tersirat perlu kearifan, kebijaksanaan dan kematangan untuk mengambil dan memanfaatkan pesannya. Dari segi bahasa “Penghulu” berasal dari kata “hulu” yang berarti pangkal/ sumber. Diberi awalan “peng” menjadi kata benda, kata benda orang: Penghulu, berarti “orang yang menghului”, yang menjadi pangkal, menjadi sumber, menjadi titik awal dimana segala sesuatu bermula. Pangkal kearifan, sumber kebijaksanaan, mata air kesejahteraan dan kemakmuran yang mengaliri anak sungai kehidupan kemenakan-kemenakan beserta anak- anaknya sebagai penerus dan pelanjut generasi masa depan. Sawahkubang sebagai pusat pemerintahan Nagari pun terlihat sangat jauh perubahannya dalam merias diri, terutama Balai Adat yang menjadi semakin cantik dengan atap barunya yang berukir serta dikelilingi lampu kelap-kelip, menambah semarak dimalam hari. Sementara pintu gerbang Balai Adat sudah dipindahkan kedepan menghadap jalan raya. Dulu pintu gerbang Balai Adat terletak disamping jalan menuju mesjid Baitur Rahman. Posisi pintu gerbang saat ini menciptakan kesan Balai Adat kita menjadi semakin “Gagah dan Berwibawa”. Adakah dengan “dianjak” pintu gerbang ini juga bermakna bahwa pola pikir para penerus, para ninik mamak yang baru dilantik juga harus “maanjak pangono” dari cara berpikir lama menuju pembaruan. Tiga hari sebelum acara “Barolek Batogak Pangulu”, Baran sampai di kampung halaman tercinta. Suasana kesibukan yang tinggi sangat terasa sekali saat itu. Semua sangat sibuk dalam menyambut pesta adat yang sangat jarang terjadi (terakhir tahun 1979). Mulai dari para Ninik Mamak yang sibuk dengan rapat-rapat serta musyawarah disana sini untuk menyelesaikan “Pakaro jo Silang Sangketo” yang muncul di dalam Nagari. Alhamdulillah semuanya terselesaikan dengan baik, meskipun tentunya tidak dapat memuaskan semua pihak yang terlibat. Tapi itulah keputusan bersama dan kita semua harus menerima dengan lapang dada walaupun ada kekurangannya. Itulah demokrasinya Adat Minangkabau kita. Meskipun dalam setiap kegiatan tidak terlepas dari kelemahan dan kekurangannya, marilah kita melihat hal- hal positifnya saja. Dalam situasi dan kondisi yang serba kekurangan, toh akhirnya acara dapat berlangsung dengan baik dan lancar. Kekurangan dan kelemahan yang terjadi disana sini, akan menjadi bahan pelajaran dan evaluasi bagi kita semua kedepan. Sebagian rang mudo yang punya inisiatif tinggi, tidak ketinggalan dalam berpartisipasi membantu apa yang mereka bisa lakukan. Setiap sore mereka berarak bersorak keliling, keluar masuk kampung, manyoru untuk memberi tahukan pada masyarakat mengenai acara-acara yang akan diadakan malam harinya. Kebetulan ada bantuan mobil Jeep Off Road dari rantau Pekanbaru yang dapat dipergunakan sebagai kendaraan operasional. Terimakasih...! ”Lebih baik kita bantu apa yang bisa kita lakukan dalam acara ini. Dari pada mengeluh dalam gelap, lebih baik mencoba menyalakan lilin”, kata rang mudo ini. “Salut! Untuk pemuda...Masamu Telah Tiba! Bergerak..!” Sementara Ninik Mamak sibuk dengan rapat-rapatnya, kaum ibu atau Bundo Kanduang, Limpapeh Rumah Nan Godang, juga sangat sibuk menyiapkan peralatannya. Menyiapkan talam, piring-piring, pakaian yang akan dipakai, masakan yang akan dibawa ke balai. Seakan berlomba untuk menampilkan yang terbaik yang dapat dipersembahkan, tentu semua ini sangat positif asal jangan terlalu memaksakan diri, sehingga godang pasak daripado tiang”. Begitulah sekilas suasana kesibukan yang tercipta di kampung kita Payobasuang tercinta. Selain yang sibuk bekerja tentunya banyak juga yang sibuk mengkritik, mencemeeh, mangecek di balakang, tanpa berbuat apa-apa. Harapan kita semua, semoga dimasa yang akan datang, budaya cemeeh Payobasuang dapat terus berkurang. Karena hal ini sangat menghambat perubahan untuk maju dan bergerak. Dari pada mancemeeh, lebih baik membantu apa yang bisa kita kerjakan. Spanduk di gerbang Balai Adat, Mari kito ka bukik samo mandaki, ka lurah samo manurun. Saciok ba ayam Sadoncieang bak bosi” sepertinya perlu dimenungkan lagi, di-inok-inokan, sudahkah bisa kita para ninik mamak, pemangku adat, nan da olu salangkah, nan tinggi sarantiang, memahami, menjiwai, mengamalkan dalam keseharian? Sehingga pesta ini adalah benar Bolek Pangulu, dan Bukan Pangulu Bolek . (Saluang ajolah manyampaikan....)- DHP “Pangulu Bolek” Laporan Perjalanan DH. Dt. Marajo Dirajo nan Mudo Foto: J. Dt. Pengulu Boso nan Putih
4

Laporan Perjalanan DH. Dt. Marajo Dirajo nan Mudo “Pangulu ... · menyelesaikan “Pakaro jo Silang Sangketo” yang muncul di dalam Nagari. Alhamdulillah semuanya terselesaikan

Aug 23, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Laporan Perjalanan DH. Dt. Marajo Dirajo nan Mudo “Pangulu ... · menyelesaikan “Pakaro jo Silang Sangketo” yang muncul di dalam Nagari. Alhamdulillah semuanya terselesaikan

Ed

isi V

I-S

ep

t-O

kti

20

05

Rombongan Walikota

Halaman 1

ampir 26 tahun yang lalu Hper is t iwa yang sama berlangsung di Nagari Payobasuang, Bolek Pangulu. Peristiwa bersejarah itu kini berulang lagi. Kenapa pangulu harus dibolekkan? Dirayakan? Misi apa yang d iembannya, sekadar upacara, seremonial ataukah ada makna penting di dalamnya? Dan itu mungkin tersirat. Sesuatu yang t e r s i r a t p e r l u k e a r i f a n , kebijaksanaan dan kematangan u n t u k m e n g a m b i l d a n memanfaatkan pesannya.

D a r i s e g i b a h a s a “Penghulu” berasal dari kata “hulu” yang berarti pangkal/ sumber. Diberi awalan “peng” menjadi kata benda , ka ta benda o rang : Penghulu, berarti “orang yang menghului”, yang menjadi pangkal, menjadi sumber, menjadi titik awal dimana segala sesuatu bermula.

Pangkal kearifan, sumber k e b i j a k s a n a a n , m a t a a i r kesejahteraan dan kemakmuran yang mengaliri anak sungai kehidupan kemenakan-kemenakan beserta anak-anaknya sebagai penerus dan pelanjut generasi masa depan.

Sawahkubang sebagai pusat pemerintahan Nagari pun terlihat sangat jauh perubahannya dalam merias diri, terutama Balai Adat yang menjadi semakin cantik dengan atap barunya yang berukir serta dikelilingi lampu kelap-kelip, menambah semarak dimalam hari. Sementara pintu gerbang Balai Adat sudah dipindahkan kedepan menghadap jalan raya. Dulu pintu gerbang Balai Adat terletak disamping jalan menuju mesjid Baitur Rahman. Pos is i p in tu gerbang saa t in i menciptakan kesan Balai Adat kita men jad i semak in “Gagah dan Berwibawa”. Adakah dengan “dianjak” pintu gerbang ini juga bermakna bahwa pola pikir para penerus, para ninik mamak yang baru dilantik juga harus “maanjak pangono” dari cara berpikir lama menuju pembaruan.

Tiga hari sebelum acara “Barolek Batogak Pangulu”, Baran

sampai di kampung halaman tercinta. Suasana kesibukan yang tinggi sangat terasa sekali saat itu. Semua sangat sibuk dalam menyambut pesta adat yang sangat jarang terjadi (terakhir tahun 1979). Mulai dari para Ninik Mamak yang sibuk dengan rapat-rapat serta

musyawarah d isana s in i untuk menyelesaikan “Pakaro jo Silang Sangketo” yang muncul di dalam Nagari. Alhamdulillah semuanya terselesaikan dengan baik, meskipun tentunya tidak dapat memuaskan semua pihak yang terlibat. Tapi itulah keputusan bersama dan kita semua harus menerima dengan l a p a n g d a d a w a l a u p u n a d a kekurangannya. Itulah demokrasinya Adat Minangkabau kita.

Meskipun dalam setiap kegiatan tidak terlepas dari kelemahan dan kekurangannya, marilah kita melihat hal-hal positifnya saja. Dalam situasi dan kondisi yang serba kekurangan, toh akhirnya acara dapat berlangsung dengan baik dan lancar. Kekurangan dan kelemahan yang terjadi disana sini, akan menjadi bahan pelajaran dan evaluasi bagi kita semua kedepan.

Sebagian rang mudo yang punya inisiatif tinggi, tidak ketinggalan dalam berpartisipasi membantu apa yang mereka bisa lakukan. Setiap sore mereka berarak bersorak keliling, keluar masuk kampung, manyoru untuk memberi tahukan pada masyarakat

mengenai acara-acara yang akan diadakan malam harinya. Kebetulan ada bantuan mobil Jeep Off Road dari rantau Pekanbaru yang dapat dipergunakan sebagai kendaraan operasional. Terimakasih...! ”Lebih baik kita bantu apa yang bisa kita lakukan dalam acara ini.

Dari pada mengeluh dalam gelap, lebih baik mencoba menyalakan lilin”, kata rang mudo ini. “Salut! Untuk pemuda...Masamu Telah Tiba! Bergerak..!”

Sementara Ninik Mamak sibuk dengan rapat-rapatnya, kaum ibu atau Bundo Kanduang, Limpapeh Rumah Nan Godang, juga sangat sibuk menyiapkan peralatannya. Menyiapkan talam, piring-piring, pakaian yang akan dipakai, masakan yang akan dibawa ke balai. Seakan berlomba untuk menampilkan yang terbaik yang dapat dipersembahkan, tentu semua ini sangat positif asal jangan terlalu memaksakan diri, sehingga

“godang pasak daripado tiang”.Begitulah sekilas suasana

kesibukan yang tercipta di kampung kita Payobasuang tercinta. Selain yang sibuk bekerja tentunya banyak juga yang sibuk mengkritik, mencemeeh, mangecek di balakang, tanpa berbuat apa-apa. Harapan kita semua, semoga dimasa yang akan datang, budaya cemeeh Payobasuang dapat terus berkurang. Karena hal ini sangat menghambat perubahan untuk maju dan bergerak. Dari pada mancemeeh, lebih baik membantu apa yang bisa kita kerjakan.

Spanduk di gerbang Balai Adat, “Mari kito ka bukik samo mandaki, ka lurah samo manurun. Saciok ba ayam Sadoncieang bak bosi” sepertinya perlu dimenungkan lagi, di-inok-inokan, sudahkah bisa kita para ninik mamak, pemangku adat, nan da olu salangkah, nan tinggi sarantiang, memahami, men j iwa i , mengamalkan da lam keseharian? Sehingga pesta ini adalah benar Bolek Pangulu, dan Bukan Pangulu Bolek. (Saluang ajolah manyampaikan....)- DHP

“Pangulu Bolek”Laporan Perjalanan

DH. Dt. Marajo Dirajo nan MudoF

oto

: J.

Dt. P

en

gu

lu B

oso

na

n P

utih

Page 2: Laporan Perjalanan DH. Dt. Marajo Dirajo nan Mudo “Pangulu ... · menyelesaikan “Pakaro jo Silang Sangketo” yang muncul di dalam Nagari. Alhamdulillah semuanya terselesaikan

Pajak

REDAKSI

ILIK

Pak Dotor

Halaman 2

Alhamdulillah, Jadi Juo

Pangulu Bolek, Eh, Bolek Pangulu.

alau mau jujur, ingin rasanya menangis ketika gairah untuk Kmenghadirkan Baran

kehadapan dunsanak begitu menggebu. Ketika kami telah berkumpul, berdiskusi tentang kontribusi apa yang dapat diberikan untuk kampuang halaman ujung-ujungnya selalu mengharapkan Baran dapat terbit dan hadir menyapa pembacanya, warga Payobasung dimana saja berada. Di rantau dokek, di rantau jauh soman negeri jiran Malaysia, di pulau Jawa, Kalimantan hinggo ka Sulawesi.

Namun apa hendak dikata, begitu pertemuan selesai dan kami membubarkan diri kembali ke kehidupan masing-masing terus tenggelam. Baran pun terlupakan. Oops, tidak, tidak terlupakan. Lebih tepat dikatakan

terbengkalai lah. Kasihan, ya? Padahal panggilan kehadiran dari Malaysia demikian menggebu, juga dari Yogyakarta, Pakanbaru, Manado dan Jakarta tentunya.

Banyak momentum, kejadian, peristiwa terlewat begitu saja dan akhirnya menjadi basi untuk ukuran sebuah berita. Sebut saja peresmian Pengurus Kerapatan Adat Nagari dan Batogak Pangulu. Bagi yang sempat pulang kampung tentu tak mengapa. Tetapi bagi yang jauh dan ndak talakik untuk pulang jelas sangat membutuhkan cerita dari Baran. Meski tidak dengan kata, selembar foto yang dimuat pun akan cukup mewakili kerinduan akan informasi.

Kini lah tibo pulo bulan puaso. Dan Baran entah dimana? Yang menjadi bemper tentunya Ketua kita, Denny Hendrawan (sekarang: Dt. Marajo Dirajo nan Mudo). Dek banyak bona nan batanyo, akhirnya kepleset juga. “Baran sodang ba-inpus”, katanya.

Sekali lagi, ingin rasanya menangis, mengusahakan agar Baran menyapa anda, paling tidak sekali sebulan. Namun itulah kenyataannya, that is the reality. So what?

Baran butuh “cinta nyata” yang telah bermetamorfosa menjadi kontribusi bendawi. Duitkah? Itu satu, tetapi juga hal lain, mungkin perangko, atau kebetulan dunsanak ada di Jakarta akan menuju Pakanbaru, mampirlah ke kantor Baran untuk sekadar mengambil beberapa eksemplar untuk dibagikan. Bisa juga berupa pulsa telepon, rangkaian kata berisi informasi tentang rantau anda. Jadi banyak cara, banyak bentuk, banyak model. Yang penting nyata. Bukan hanya kata, gitchu lhooo…! Eit…mau bulan Ramadhan. Banyak ma'af. Selamat beribadah puasa. Bangkitlah Payobasuang. Aaa jo lee..i (dik)

Ba-inpus...!

emua orang di Payobasung pasti mengenal sosok yang Ssatu ini “Mak Bogo’”,

seorang yang sederhana, ramah dan murah senyum. Sia nan dak ka tau. Selalu menggunakan kopiah usang yang menutupi rambut put ihnya sambil mengayuh sepeda pinjaman, berkeliling kampung manggaleh, menawarkan dagangan musiman. Kadang Mak Bogo' berjualan bibit buah-buahan, paueh, mangga, rambutan atau menawarkan kopiah pada bulan puasa menjelang lebaran terutama bagi perantau yang pulang kampung. Saya pun pelanggannya yang setia, setiap pulang dari rantau selalu ada saja yang saya beli dari Mak Bogo, seperti kopiah yang setiap hari raya saya beli satu meski kopiah tahun lalu masih ada, demi menghargai usaha seorang Mak Bogo'. Pohon rambutan dan kulit manis di halaman rumah pun hasil tanaman Mak Bogo' yang ditanamkan langsung olehnya, walaupun hanya beberapa saja yang tumbuh sampai sekarang, ”Nggak apa-apa kok Mak”. Saya merasa beruntung sekali membeli kopiah dari Mak Bogo’. Setiap ada acara di kampung yang lazimnya orang menggunakan kopiah, maka saya sudah punya kopiah yang selalu diletakkan rapi dalam kotaknya diatas lemari dalam kamar sampai saat ini.

Terkadang, kalau Mak Bogo sedang tidak berjualan dan bertemu saya yang sedang pulang kampung, paling tidak sepuluh atau dua puluh ribu rupiah merupakan acara wajib yang saya keluarkan dengan senang hati untuk Mak Bogo'.

Tidak sedikit saya mendengar

cerita orang mengenai hal yang kurang baik tentang Mak Bogo', lah biaso di awak deh, tapi di mata saya Mak Bogo' adalah seorang yang baik, ramah dan banyak gorah he, menyenangkan. Mak Bogo' menurut saya

termasuk orang ulet dalam mencari uang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Karena memang kebutuhan Mak Bogo' hanyalah untuk belanja rokok dan main koa di “Pajak Bawah”, sangat sederhana sekali. Itu disebabkan karena Mak Bogo' memilih untuk hidup sendiri dan tidak berkeluarga. ”Kami hargai pilihanmu Mak”. Mak Bogo' yang selama ini terbayang di mata saya adalah selalu dipanggil mamak oleh semua orang angkatan dibawahnya dan selalu memanggil kamanakan terhadap yang muda-muda di kampung.

Satu hal paling berkesan dalam hidup saya tentang seorang Mak Bogo' adalah ketika saya SMA di kampung dulu. Yo, agak payah malupo en eh. Waktu itu saya sering pulang lewat tengah malam dari main koa di pajak Rimau Sawah Kubang. Dan kalau sudah jam 02.00 atau

jam 03.00 dini hari Mak Bogo' selalu mengantarkan saya pulang ke Piliang karena saya takut pulang sendiri. Terimakasih Mak Bogo' Sekarang saya sudah tidak takut lagi.

Memang Mak, kita harus tumbuh bagai tanaman, jangan pernah berhenti, ndak tumbueh mbutan, cubo paueh, begitu kan mak? Tidak semua yang yang kita inginkan menjadi kenyataan. Halangan, rintangan, cobaan akan selalu ada. Dan jangan lari, hadapilah, tantanglah, dengan kepala dingin. Kok angek nyo palo deh, bolilah kopiah ko. Ntu ba-itu agak e yo mak. Entahlah. Kami hanya bisa meraba, menduga, mengira dan mudah-mudan betul.

Selamat jalan Mamak sayang, Lambaian tanganmu akan tetap tertanam di hati ini, seperti pohon buah-buahan yang banyak tertanam di halaman-halaman kami di Payobasung. Selamat menempuh kesendirianmu yang abadi, Sayonara..

Jakarta 24 Desember 2004Nakan (DH)

K o p i a h(Mak Bogo� in Memoriam)

SalamSayang

Page 3: Laporan Perjalanan DH. Dt. Marajo Dirajo nan Mudo “Pangulu ... · menyelesaikan “Pakaro jo Silang Sangketo” yang muncul di dalam Nagari. Alhamdulillah semuanya terselesaikan

SMS Lelang Kue

Halaman 3

enurut rencana Tim Baran akan berkunjung Mpagi-pagi di hari Minggu

ke rumahnya. Namun karena sedikit halangan kami baru sampai siangnya, sekitar setengah dua. Terlihat sosok yang selalu ceria dan penuh semangat itu sedang membolak-balik mesin mobil. Kami tersenyum, melambaikan tangan d a n m e n g u c a p k a n s a l a m . “Assalaamu'alikum”. “Wa 'alaikum salam, ka rumah lah, jang di siko ley”, jawabnya bersemangat. “Soman iko eh geh, tumbuek tanak dek awak”, lanjutnya sambil menggiring kami ke pintu rumahnya setelah menjabat tangan kami semua.

Sosok yang kami temui hari itu adalah seorang Yusmardi, putera Tiaka, yang sejak IKP-Jaya masih bergabung dengan warga Tiaka (saat itu bernama IKPT) hingga saat ini masih setia mengikuti program-program IKP-Jaya.

Belum lama duduk di sofa empuk, kami disuguhi teh hangat oleh ibu Erina, Rang Rumah Da Yu (begitu panggilan akrabnya). Rombongan kami Ketua IKP-Jaya, Denny (kini Dt. Rajo Dirajo nan Mudo), Donny serta puteranya Valdy, Wati dan Andiko, langsung saja menikmati suguhan itu. Sambil menikmati hidangan Da Yu mulai berkisah kepada Baran.

Datang ke Jakarta pada tahun 80an. Saat itu untuk bisa sampai ke Jakarta harus naik bis selama lebih kurang

seminggu. “Masih sepi Jakarta, agak ajolah basulueh juo boru kenek oto deh

mancari alamat da Ujang Karado”, katanya menjelaskan saat pertama kali ke Jakarta. “Belum lagi di perjalanan yang begitu lama, kadang-kadang rasa mau balik saja lagi ke kampung”. Namun karena tekad sudah bulat niat itu pun dirungkan.

Awal perjuangan di Jakarta amatlah sulit, tidak seperti sekarang. Anak kemenakan yang datang ke Jakarta sudah ada yang dituju. Sudah ada makanan. Lain halnya zaman dulu, harus kreatif, harus berani. Agar dapat makan dan tidak membebani tuan rumah. Kalau bisa ikut meringankan beban tuan rumah.

Da Yu memulai perjuangannya dengan manggaleh di kaki lima. Jualan dompet, ikat p inggang, tas dan

sebagainya. “Ado anak mamak nan mambaok, Jadi dari inyo awak barajo”, jelasnya pada Baran. Mulailah ia ikut menggelar dagangan di pasar Blok M.

Kemudian berkenalan dengan “orang-orang terminal” mulailah ia berpikir untuk mencemplungi dunia kayu bulek. Mulai dari menjadi kondektur metromini sampai akhir menjadi supir. Bosan dengan kehidupan terminal Da Yu beralih ke Taksi. Saat itu ia bergabung dengan Steady Safe. Ketekunan dan kejujurannya selama aktif di Steady Safe menghantarkan dirinnya sebagai “Sopir Teladan”. Hanya saja ia mengurungkan niatnya agar dapat bertemu presiden Soeharto (saat itu) karena pihak panitia memintanya untuk menyetorkan sejumlah uang

Saat ini Da Yu aktif mengelola taksi Royal. Disini pintu rezeki terbuka semakin lebar. Pernah taksi mencapai belasan jumlahnya, walaupun saat ini tinggal hanya bebrapa saja. Hidup tenang bersama keluarga di Bekasi. Mendiami rumah yang cukup besar. “Saya termasuk sopir taksi yang beruntung, masih banyak teman-teman yang belum punya rumahnya, masih ngontrak. Mungkin ini berkat keyakinan dan kejujuran. Paling pantang bagi saya memainkan “argo” taksi. Biarlah sedikit tetapi halal”, tambahnya lagi. Tim Baran mengangguk kagum mendengar kisahnya dan mengetahui filosofinya.

Tumbuek Tanak Dek Awak!

Keluarga Kito

diterbitkan untuk kalangan sendiri oleh:Ikatan Keluarga Payobasuang Jakarta Raya (IKP-JAYA)

Redaksi:Pemimpin Umum: DH.Dt. Marajo Dirajo nan Mudo

Pemimpin Redaksi: Rishag AndikoKeuangan: Donny JE, Syukrawarti, Siti Gemala

Distribusi: Bobby Kurniawan, IW.Dt. Mangkuto Bosa nan Hitam, NovrikoKoresponden: Armand Ch., Irwandi, Adenal, Selly (Pyb) - Dr. Yosza Dasril (Malaysia) -

Irawadi Irdja (Riau)Alamat: Jl. Margasatwa Raya 72 Pondok Labu Jakarta Selatan

Telp. 021 751 2386 - 021 7076 47092 - 0852 1649 8574 E-mail:[email protected]

Syarat BEASISWA:> Punya nilai rata-rata rapor minimal: 7 (Akuntansi) 7,25 (Manajemen) 2 semester saja dari 6 semester.> Usia Belum 21 tahun> Lulus Tes Wawancara

Membuka kelas UNGGULAN

BEASISWA

SMS Lelang Kue

Halaman 3

enurut rencana Tim Baran akan berkunjung Mpagi-pagi di hari Minggu

ke rumahnya. Namun karena sedikit halangan kami baru sampai siangnya, sekitar setengah dua. Terlihat sosok yang selalu ceria dan penuh semangat itu sedang membolak-balik mesin mobil. Kami tersenyum, melambaikan tangan d a n m e n g u c a p k a n s a l a m . “Assalaamu'alikum”. “Wa 'alaikum salam, ka rumah lah, jang di siko ley”, jawabnya bersemangat. “Soman iko eh geh, tumbuek tanak dek awak”, lanjutnya sambil menggiring kami ke pintu rumahnya setelah menjabat tangan kami semua.

Sosok yang kami temui hari itu adalah seorang Yusmardi, putera Tiaka, yang sejak IKP-Jaya masih bergabung dengan warga Tiaka (saat itu bernama IKPT) hingga saat ini masih setia mengikuti program-program IKP-Jaya.

Belum lama duduk di sofa empuk, kami disuguhi teh hangat oleh ibu Erina, Rang Rumah Da Yu (begitu panggilan akrabnya). Rombongan kami Ketua IKP-Jaya, Denny (kini Dt. Rajo Dirajo nan Mudo), Donny serta puteranya Valdy, Wati dan Andiko, langsung saja menikmati suguhan itu. Sambil menikmati hidangan Da Yu mulai berkisah kepada Baran.

Datang ke Jakarta pada tahun 80an. Saat itu untuk bisa sampai ke Jakarta harus naik bis selama lebih kurang

seminggu. “Masih sepi Jakarta, agak ajolah basulueh juo boru kenek oto deh

mancari alamat da Ujang Karado”, katanya menjelaskan saat pertama kali ke Jakarta. “Belum lagi di perjalanan yang begitu lama, kadang-kadang rasa mau balik saja lagi ke kampung”. Namun karena tekad sudah bulat niat itu pun dirungkan.

Awal perjuangan di Jakarta amatlah sulit, tidak seperti sekarang. Anak kemenakan yang datang ke Jakarta sudah ada yang dituju. Sudah ada makanan. Lain halnya zaman dulu, harus kreatif, harus berani. Agar dapat makan dan tidak membebani tuan rumah. Kalau bisa ikut meringankan beban tuan rumah.

Da Yu memulai perjuangannya dengan manggaleh di kaki lima. Jualan dompet, ikat p inggang, tas dan

sebagainya. “Ado anak mamak nan mambaok, Jadi dari inyo awak barajo”, jelasnya pada Baran. Mulailah ia ikut menggelar dagangan di pasar Blok M.

Kemudian berkenalan dengan “orang-orang terminal” mulailah ia berpikir untuk mencemplungi dunia kayu bulek. Mulai dari menjadi kondektur metromini sampai akhir menjadi supir. Bosan dengan kehidupan terminal Da Yu beralih ke Taksi. Saat itu ia bergabung dengan Steady Safe. Ketekunan dan kejujurannya selama aktif di Steady Safe menghantarkan dirinnya sebagai “Sopir Teladan”. Hanya saja ia mengurungkan niatnya agar dapat bertemu presiden Soeharto (saat itu) karena pihak panitia memintanya untuk menyetorkan sejumlah uang

Saat ini Da Yu aktif mengelola taksi Royal. Disini pintu rezeki terbuka semakin lebar. Pernah taksi mencapai belasan jumlahnya, walaupun saat ini tinggal hanya bebrapa saja. Hidup tenang bersama keluarga di Bekasi. Mendiami rumah yang cukup besar. “Saya termasuk sopir taksi yang beruntung, masih banyak teman-teman yang belum punya rumahnya, masih ngontrak. Mungkin ini berkat keyakinan dan kejujuran. Paling pantang bagi saya memainkan “argo” taksi. Biarlah sedikit tetapi halal”, tambahnya lagi. Tim Baran mengangguk kagum mendengar kisahnya dan mengetahui filosofinya.

Tumbuek Tanak Dek Awak!

Keluarga Kito

diterbitkan untuk kalangan sendiri oleh:Ikatan Keluarga Payobasuang Jakarta Raya (IKP-JAYA)

Redaksi:Pemimpin Umum: DH.Dt. Marajo Dirajo nan Mudo

Pemimpin Redaksi: Rishag AndikoKeuangan: Donny JE, Syukrawarti, Siti Gemala

Distribusi: Bobby Kurniawan, IW.Dt. Mangkuto Bosa nan Hitam, NovrikoKoresponden: Armand Ch., Irwandi, Adenal, Selly (Pyb) - Dr. Yosza Dasril (Malaysia) -

Irawadi Irdja (Riau)Alamat: Jl. Margasatwa Raya 72 Pondok Labu Jakarta Selatan

Telp. 021 751 2386 - 021 7076 47092 - 0852 1649 8574 E-mail:[email protected]

Syarat BEASISWA:> Punya nilai rata-rata rapor minimal: 7 (Akuntansi) 7,25 (Manajemen) 2 semester saja dari 6 semester.> Usia Belum 21 tahun> Lulus Tes Wawancara

Membuka kelas UNGGULAN

BEASISWA

SMS Lelang Kue

Halaman 3

enurut rencana Tim Baran akan berkunjung Mpagi-pagi di hari Minggu

ke rumahnya. Namun karena sedikit halangan kami baru sampai siangnya, sekitar setengah dua. Terlihat sosok yang selalu ceria dan penuh semangat itu sedang membolak-balik mesin mobil. Kami tersenyum, melambaikan tangan d a n m e n g u c a p k a n s a l a m . “Assalaamu'alikum”. “Wa 'alaikum salam, ka rumah lah, jang di siko ley”, jawabnya bersemangat. “Soman iko eh geh, tumbuek tanak dek awak”, lanjutnya sambil menggiring kami ke pintu rumahnya setelah menjabat tangan kami semua.

Sosok yang kami temui hari itu adalah seorang Yusmardi, putera Tiaka, yang sejak IKP-Jaya masih bergabung dengan warga Tiaka (saat itu bernama IKPT) hingga saat ini masih setia mengikuti program-program IKP-Jaya.

Belum lama duduk di sofa empuk, kami disuguhi teh hangat oleh ibu Erina, Rang Rumah Da Yu (begitu panggilan akrabnya). Rombongan kami Ketua IKP-Jaya, Denny (kini Dt. Rajo Dirajo nan Mudo), Donny serta puteranya Valdy, Wati dan Andiko, langsung saja menikmati suguhan itu. Sambil menikmati hidangan Da Yu mulai berkisah kepada Baran.

Datang ke Jakarta pada tahun 80an. Saat itu untuk bisa sampai ke Jakarta harus naik bis selama lebih kurang

seminggu. “Masih sepi Jakarta, agak ajolah basulueh juo boru kenek oto deh

mancari alamat da Ujang Karado”, katanya menjelaskan saat pertama kali ke Jakarta. “Belum lagi di perjalanan yang begitu lama, kadang-kadang rasa mau balik saja lagi ke kampung”. Namun karena tekad sudah bulat niat itu pun dirungkan.

Awal perjuangan di Jakarta amatlah sulit, tidak seperti sekarang. Anak kemenakan yang datang ke Jakarta sudah ada yang dituju. Sudah ada makanan. Lain halnya zaman dulu, harus kreatif, harus berani. Agar dapat makan dan tidak membebani tuan rumah. Kalau bisa ikut meringankan beban tuan rumah.

Da Yu memulai perjuangannya dengan manggaleh di kaki lima. Jualan dompet, ikat p inggang, tas dan

sebagainya. “Ado anak mamak nan mambaok, Jadi dari inyo awak barajo”, jelasnya pada Baran. Mulailah ia ikut menggelar dagangan di pasar Blok M.

Kemudian berkenalan dengan “orang-orang terminal” mulailah ia berpikir untuk mencemplungi dunia kayu bulek. Mulai dari menjadi kondektur metromini sampai akhir menjadi supir. Bosan dengan kehidupan terminal Da Yu beralih ke Taksi. Saat itu ia bergabung dengan Steady Safe. Ketekunan dan kejujurannya selama aktif di Steady Safe menghantarkan dirinnya sebagai “Sopir Teladan”. Hanya saja ia mengurungkan niatnya agar dapat bertemu presiden Soeharto (saat itu) karena pihak panitia memintanya untuk menyetorkan sejumlah uang

Saat ini Da Yu aktif mengelola taksi Royal. Disini pintu rezeki terbuka semakin lebar. Pernah taksi mencapai belasan jumlahnya, walaupun saat ini tinggal hanya bebrapa saja. Hidup tenang bersama keluarga di Bekasi. Mendiami rumah yang cukup besar. “Saya termasuk sopir taksi yang beruntung, masih banyak teman-teman yang belum punya rumahnya, masih ngontrak. Mungkin ini berkat keyakinan dan kejujuran. Paling pantang bagi saya memainkan “argo” taksi. Biarlah sedikit tetapi halal”, tambahnya lagi. Tim Baran mengangguk kagum mendengar kisahnya dan mengetahui filosofinya.

Tumbuek Tanak Dek Awak!

Keluarga Kito

diterbitkan untuk kalangan sendiri oleh:Ikatan Keluarga Payobasuang Jakarta Raya (IKP-JAYA)

Redaksi:Pemimpin Umum: DH.Dt. Marajo Dirajo nan Mudo

Pemimpin Redaksi: Rishag AndikoKeuangan: Donny JE, Syukrawarti, Siti Gemala

Distribusi: Bobby Kurniawan, IW.Dt. Mangkuto Bosa nan Hitam, NovrikoKoresponden: Armand Ch., Irwandi, Adenal, Selly (Pyb) - Dr. Yosza Dasril (Malaysia) -

Irawadi Irdja (Riau)Alamat: Jl. Margasatwa Raya 72 Pondok Labu Jakarta Selatan

Telp. 021 751 2386 - 021 7076 47092 - 0852 1649 8574 E-mail:[email protected]

Syarat BEASISWA:> Punya nilai rata-rata rapor minimal: 7 (Akuntansi) 7,25 (Manajemen) 2 semester saja dari 6 semester.> Usia Belum 21 tahun> Lulus Tes Wawancara

Membuka kelas UNGGULAN

BEASISWA

SMS Lelang Kue

Halaman 3

enurut rencana Tim Baran akan berkunjung Mpagi-pagi di hari Minggu

ke rumahnya. Namun karena sedikit halangan kami baru sampai siangnya, sekitar setengah dua. Terlihat sosok yang selalu ceria dan penuh semangat itu sedang membolak-balik mesin mobil. Kami tersenyum, melambaikan tangan d a n m e n g u c a p k a n s a l a m . “Assalaamu'alikum”. “Wa 'alaikum salam, ka rumah lah, jang di siko ley”, jawabnya bersemangat. “Soman iko eh geh, tumbuek tanak dek awak”, lanjutnya sambil menggiring kami ke pintu rumahnya setelah menjabat tangan kami semua.

Sosok yang kami temui hari itu adalah seorang Yusmardi, putera Tiaka, yang sejak IKP-Jaya masih bergabung dengan warga Tiaka (saat itu bernama IKPT) hingga saat ini masih setia mengikuti program-program IKP-Jaya.

Belum lama duduk di sofa empuk, kami disuguhi teh hangat oleh ibu Erina, Rang Rumah Da Yu (begitu panggilan akrabnya). Rombongan kami Ketua IKP-Jaya, Denny (kini Dt. Rajo Dirajo nan Mudo), Donny serta puteranya Valdy, Wati dan Andiko, langsung saja menikmati suguhan itu. Sambil menikmati hidangan Da Yu mulai berkisah kepada Baran.

Datang ke Jakarta pada tahun 80an. Saat itu untuk bisa sampai ke Jakarta harus naik bis selama lebih kurang

seminggu. “Masih sepi Jakarta, agak ajolah basulueh juo boru kenek oto deh

mancari alamat da Ujang Karado”, katanya menjelaskan saat pertama kali ke Jakarta. “Belum lagi di perjalanan yang begitu lama, kadang-kadang rasa mau balik saja lagi ke kampung”. Namun karena tekad sudah bulat niat itu pun dirungkan.

Awal perjuangan di Jakarta amatlah sulit, tidak seperti sekarang. Anak kemenakan yang datang ke Jakarta sudah ada yang dituju. Sudah ada makanan. Lain halnya zaman dulu, harus kreatif, harus berani. Agar dapat makan dan tidak membebani tuan rumah. Kalau bisa ikut meringankan beban tuan rumah.

Da Yu memulai perjuangannya dengan manggaleh di kaki lima. Jualan dompet, ikat p inggang, tas dan

sebagainya. “Ado anak mamak nan mambaok, Jadi dari inyo awak barajo”, jelasnya pada Baran. Mulailah ia ikut menggelar dagangan di pasar Blok M.

Kemudian berkenalan dengan “orang-orang terminal” mulailah ia berpikir untuk mencemplungi dunia kayu bulek. Mulai dari menjadi kondektur metromini sampai akhir menjadi supir. Bosan dengan kehidupan terminal Da Yu beralih ke Taksi. Saat itu ia bergabung dengan Steady Safe. Ketekunan dan kejujurannya selama aktif di Steady Safe menghantarkan dirinnya sebagai “Sopir Teladan”. Hanya saja ia mengurungkan niatnya agar dapat bertemu presiden Soeharto (saat itu) karena pihak panitia memintanya untuk menyetorkan sejumlah uang

Saat ini Da Yu aktif mengelola taksi Royal. Disini pintu rezeki terbuka semakin lebar. Pernah taksi mencapai belasan jumlahnya, walaupun saat ini tinggal hanya bebrapa saja. Hidup tenang bersama keluarga di Bekasi. Mendiami rumah yang cukup besar. “Saya termasuk sopir taksi yang beruntung, masih banyak teman-teman yang belum punya rumahnya, masih ngontrak. Mungkin ini berkat keyakinan dan kejujuran. Paling pantang bagi saya memainkan “argo” taksi. Biarlah sedikit tetapi halal”, tambahnya lagi. Tim Baran mengangguk kagum mendengar kisahnya dan mengetahui filosofinya.

Tumbuek Tanak Dek Awak!

Keluarga Kito

diterbitkan untuk kalangan sendiri oleh:Ikatan Keluarga Payobasuang Jakarta Raya (IKP-JAYA)

Redaksi:Pemimpin Umum: DH.Dt. Marajo Dirajo nan Mudo

Pemimpin Redaksi: Rishag AndikoKeuangan: Donny JE, Syukrawarti, Siti Gemala

Distribusi: Bobby Kurniawan, IW.Dt. Mangkuto Bosa nan Hitam, NovrikoKoresponden: Armand Ch., Irwandi, Adenal, Selly (Pyb) - Dr. Yosza Dasril (Malaysia) -

Irawadi Irdja (Riau)Alamat: Jl. Margasatwa Raya 72 Pondok Labu Jakarta Selatan

Telp. 021 751 2386 - 021 7076 47092 - 0852 1649 8574 E-mail:[email protected]

Syarat BEASISWA:> Punya nilai rata-rata rapor minimal: 7 (Akuntansi) 7,25 (Manajemen) 2 semester saja dari 6 semester.> Usia Belum 21 tahun> Lulus Tes Wawancara

Membuka kelas UNGGULAN

BEASISWA

SMS Lelang Kue

Halaman 3

enurut rencana Tim Baran akan berkunjung Mpagi-pagi di hari Minggu

ke rumahnya. Namun karena sedikit halangan kami baru sampai siangnya, sekitar setengah dua. Terlihat sosok yang selalu ceria dan penuh semangat itu sedang membolak-balik mesin mobil. Kami tersenyum, melambaikan tangan d a n m e n g u c a p k a n s a l a m . “Assalaamu'alikum”. “Wa 'alaikum salam, ka rumah lah, jang di siko ley”, jawabnya bersemangat. “Soman iko eh geh, tumbuek tanak dek awak”, lanjutnya sambil menggiring kami ke pintu rumahnya setelah menjabat tangan kami semua.

Sosok yang kami temui hari itu adalah seorang Yusmardi, putera Tiaka, yang sejak IKP-Jaya masih bergabung dengan warga Tiaka (saat itu bernama IKPT) hingga saat ini masih setia mengikuti program-program IKP-Jaya.

Belum lama duduk di sofa empuk, kami disuguhi teh hangat oleh ibu Erina, Rang Rumah Da Yu (begitu panggilan akrabnya). Rombongan kami Ketua IKP-Jaya, Denny (kini Dt. Rajo Dirajo nan Mudo), Donny serta puteranya Valdy, Wati dan Andiko, langsung saja menikmati suguhan itu. Sambil menikmati hidangan Da Yu mulai berkisah kepada Baran.

Datang ke Jakarta pada tahun 80an. Saat itu untuk bisa sampai ke Jakarta harus naik bis selama lebih kurang

seminggu. “Masih sepi Jakarta, agak ajolah basulueh juo boru kenek oto deh

mancari alamat da Ujang Karado”, katanya menjelaskan saat pertama kali ke Jakarta. “Belum lagi di perjalanan yang begitu lama, kadang-kadang rasa mau balik saja lagi ke kampung”. Namun karena tekad sudah bulat niat itu pun dirungkan.

Awal perjuangan di Jakarta amatlah sulit, tidak seperti sekarang. Anak kemenakan yang datang ke Jakarta sudah ada yang dituju. Sudah ada makanan. Lain halnya zaman dulu, harus kreatif, harus berani. Agar dapat makan dan tidak membebani tuan rumah. Kalau bisa ikut meringankan beban tuan rumah.

Da Yu memulai perjuangannya dengan manggaleh di kaki lima. Jualan dompet, ikat p inggang, tas dan

sebagainya. “Ado anak mamak nan mambaok, Jadi dari inyo awak barajo”, jelasnya pada Baran. Mulailah ia ikut menggelar dagangan di pasar Blok M.

Kemudian berkenalan dengan “orang-orang terminal” mulailah ia berpikir untuk mencemplungi dunia kayu bulek. Mulai dari menjadi kondektur metromini sampai akhir menjadi supir. Bosan dengan kehidupan terminal Da Yu beralih ke Taksi. Saat itu ia bergabung dengan Steady Safe. Ketekunan dan kejujurannya selama aktif di Steady Safe menghantarkan dirinnya sebagai “Sopir Teladan”. Hanya saja ia mengurungkan niatnya agar dapat bertemu presiden Soeharto (saat itu) karena pihak panitia memintanya untuk menyetorkan sejumlah uang

Saat ini Da Yu aktif mengelola taksi Royal. Disini pintu rezeki terbuka semakin lebar. Pernah taksi mencapai belasan jumlahnya, walaupun saat ini tinggal hanya bebrapa saja. Hidup tenang bersama keluarga di Bekasi. Mendiami rumah yang cukup besar. “Saya termasuk sopir taksi yang beruntung, masih banyak teman-teman yang belum punya rumahnya, masih ngontrak. Mungkin ini berkat keyakinan dan kejujuran. Paling pantang bagi saya memainkan “argo” taksi. Biarlah sedikit tetapi halal”, tambahnya lagi. Tim Baran mengangguk kagum mendengar kisahnya dan mengetahui filosofinya.

Tumbuek Tanak Dek Awak!

Keluarga Kito

diterbitkan untuk kalangan sendiri oleh:Ikatan Keluarga Payobasuang Jakarta Raya (IKP-JAYA)

Redaksi:Pemimpin Umum: DH.Dt. Marajo Dirajo nan Mudo

Pemimpin Redaksi: Rishag AndikoKeuangan: Donny JE, Syukrawarti, Siti Gemala

Distribusi: Bobby Kurniawan, IW.Dt. Mangkuto Bosa nan Hitam, NovrikoKoresponden: Armand Ch., Irwandi, Adenal, Selly (Pyb) - Dr. Yosza Dasril (Malaysia) -

Irawadi Irdja (Riau)Alamat: Jl. Margasatwa Raya 72 Pondok Labu Jakarta Selatan

Telp. 021 751 2386 - 021 7076 47092 - 0852 1649 8574 E-mail:[email protected]

Syarat BEASISWA:> Punya nilai rata-rata rapor minimal: 7 (Akuntansi) 7,25 (Manajemen) 2 semester saja dari 6 semester.> Usia Belum 21 tahun> Lulus Tes Wawancara

Membuka kelas UNGGULAN

BEASISWA

SMS Lelang Kue

Halaman 3

enurut rencana Tim Baran akan berkunjung Mpagi-pagi di hari Minggu

ke rumahnya. Namun karena sedikit halangan kami baru sampai siangnya, sekitar setengah dua. Terlihat sosok yang selalu ceria dan penuh semangat itu sedang membolak-balik mesin mobil. Kami tersenyum, melambaikan tangan d a n m e n g u c a p k a n s a l a m . “Assalaamu'alikum”. “Wa 'alaikum salam, ka rumah lah, jang di siko ley”, jawabnya bersemangat. “Soman iko eh geh, tumbuek tanak dek awak”, lanjutnya sambil menggiring kami ke pintu rumahnya setelah menjabat tangan kami semua.

Sosok yang kami temui hari itu adalah seorang Yusmardi, putera Tiaka, yang sejak IKP-Jaya masih bergabung dengan warga Tiaka (saat itu bernama IKPT) hingga saat ini masih setia mengikuti program-program IKP-Jaya.

Belum lama duduk di sofa empuk, kami disuguhi teh hangat oleh ibu Erina, Rang Rumah Da Yu (begitu panggilan akrabnya). Rombongan kami Ketua IKP-Jaya, Denny (kini Dt. Rajo Dirajo nan Mudo), Donny serta puteranya Valdy, Wati dan Andiko, langsung saja menikmati suguhan itu. Sambil menikmati hidangan Da Yu mulai berkisah kepada Baran.

Datang ke Jakarta pada tahun 80an. Saat itu untuk bisa sampai ke Jakarta harus naik bis selama lebih kurang

seminggu. “Masih sepi Jakarta, agak ajolah basulueh juo boru kenek oto deh

mancari alamat da Ujang Karado”, katanya menjelaskan saat pertama kali ke Jakarta. “Belum lagi di perjalanan yang begitu lama, kadang-kadang rasa mau balik saja lagi ke kampung”. Namun karena tekad sudah bulat niat itu pun dirungkan.

Awal perjuangan di Jakarta amatlah sulit, tidak seperti sekarang. Anak kemenakan yang datang ke Jakarta sudah ada yang dituju. Sudah ada makanan. Lain halnya zaman dulu, harus kreatif, harus berani. Agar dapat makan dan tidak membebani tuan rumah. Kalau bisa ikut meringankan beban tuan rumah.

Da Yu memulai perjuangannya dengan manggaleh di kaki lima. Jualan dompet, ikat p inggang, tas dan

sebagainya. “Ado anak mamak nan mambaok, Jadi dari inyo awak barajo”, jelasnya pada Baran. Mulailah ia ikut menggelar dagangan di pasar Blok M.

Kemudian berkenalan dengan “orang-orang terminal” mulailah ia berpikir untuk mencemplungi dunia kayu bulek. Mulai dari menjadi kondektur metromini sampai akhir menjadi supir. Bosan dengan kehidupan terminal Da Yu beralih ke Taksi. Saat itu ia bergabung dengan Steady Safe. Ketekunan dan kejujurannya selama aktif di Steady Safe menghantarkan dirinnya sebagai “Sopir Teladan”. Hanya saja ia mengurungkan niatnya agar dapat bertemu presiden Soeharto (saat itu) karena pihak panitia memintanya untuk menyetorkan sejumlah uang

Saat ini Da Yu aktif mengelola taksi Royal. Disini pintu rezeki terbuka semakin lebar. Pernah taksi mencapai belasan jumlahnya, walaupun saat ini tinggal hanya bebrapa saja. Hidup tenang bersama keluarga di Bekasi. Mendiami rumah yang cukup besar. “Saya termasuk sopir taksi yang beruntung, masih banyak teman-teman yang belum punya rumahnya, masih ngontrak. Mungkin ini berkat keyakinan dan kejujuran. Paling pantang bagi saya memainkan “argo” taksi. Biarlah sedikit tetapi halal”, tambahnya lagi. Tim Baran mengangguk kagum mendengar kisahnya dan mengetahui filosofinya.

Tumbuek Tanak Dek Awak!

Keluarga Kito

diterbitkan untuk kalangan sendiri oleh:Ikatan Keluarga Payobasuang Jakarta Raya (IKP-JAYA)

Redaksi:Pemimpin Umum: DH.Dt. Marajo Dirajo nan Mudo

Pemimpin Redaksi: Rishag AndikoKeuangan: Donny JE, Syukrawarti, Siti Gemala

Distribusi: Bobby Kurniawan, IW.Dt. Mangkuto Bosa nan Hitam, NovrikoKoresponden: Armand Ch., Irwandi, Adenal, Selly (Pyb) - Dr. Yosza Dasril (Malaysia) -

Irawadi Irdja (Riau)Alamat: Jl. Margasatwa Raya 72 Pondok Labu Jakarta Selatan

Telp. 021 751 2386 - 021 7076 47092 - 0852 1649 8574 E-mail:[email protected]

Syarat BEASISWA:> Punya nilai rata-rata rapor minimal: 7 (Akuntansi) 7,25 (Manajemen) 2 semester saja dari 6 semester.> Usia Belum 21 tahun> Lulus Tes Wawancara

Membuka kelas UNGGULAN

BEASISWA

SMS Lelang Kue

Halaman 3

enurut rencana Tim Baran akan berkunjung Mpagi-pagi di hari Minggu

ke rumahnya. Namun karena sedikit halangan kami baru sampai siangnya, sekitar setengah dua. Terlihat sosok yang selalu ceria dan penuh semangat itu sedang membolak-balik mesin mobil. Kami tersenyum, melambaikan tangan d a n m e n g u c a p k a n s a l a m . “Assalaamu'alikum”. “Wa 'alaikum salam, ka rumah lah, jang di siko ley”, jawabnya bersemangat. “Soman iko eh geh, tumbuek tanak dek awak”, lanjutnya sambil menggiring kami ke pintu rumahnya setelah menjabat tangan kami semua.

Sosok yang kami temui hari itu adalah seorang Yusmardi, putera Tiaka, yang sejak IKP-Jaya masih bergabung dengan warga Tiaka (saat itu bernama IKPT) hingga saat ini masih setia mengikuti program-program IKP-Jaya.

Belum lama duduk di sofa empuk, kami disuguhi teh hangat oleh ibu Erina, Rang Rumah Da Yu (begitu panggilan akrabnya). Rombongan kami Ketua IKP-Jaya, Denny (kini Dt. Rajo Dirajo nan Mudo), Donny serta puteranya Valdy, Wati dan Andiko, langsung saja menikmati suguhan itu. Sambil menikmati hidangan Da Yu mulai berkisah kepada Baran.

Datang ke Jakarta pada tahun 80an. Saat itu untuk bisa sampai ke Jakarta harus naik bis selama lebih kurang

seminggu. “Masih sepi Jakarta, agak ajolah basulueh juo boru kenek oto deh

mancari alamat da Ujang Karado”, katanya menjelaskan saat pertama kali ke Jakarta. “Belum lagi di perjalanan yang begitu lama, kadang-kadang rasa mau balik saja lagi ke kampung”. Namun karena tekad sudah bulat niat itu pun dirungkan.

Awal perjuangan di Jakarta amatlah sulit, tidak seperti sekarang. Anak kemenakan yang datang ke Jakarta sudah ada yang dituju. Sudah ada makanan. Lain halnya zaman dulu, harus kreatif, harus berani. Agar dapat makan dan tidak membebani tuan rumah. Kalau bisa ikut meringankan beban tuan rumah.

Da Yu memulai perjuangannya dengan manggaleh di kaki lima. Jualan dompet, ikat p inggang, tas dan

sebagainya. “Ado anak mamak nan mambaok, Jadi dari inyo awak barajo”, jelasnya pada Baran. Mulailah ia ikut menggelar dagangan di pasar Blok M.

Kemudian berkenalan dengan “orang-orang terminal” mulailah ia berpikir untuk mencemplungi dunia kayu bulek. Mulai dari menjadi kondektur metromini sampai akhir menjadi supir. Bosan dengan kehidupan terminal Da Yu beralih ke Taksi. Saat itu ia bergabung dengan Steady Safe. Ketekunan dan kejujurannya selama aktif di Steady Safe menghantarkan dirinnya sebagai “Sopir Teladan”. Hanya saja ia mengurungkan niatnya agar dapat bertemu presiden Soeharto (saat itu) karena pihak panitia memintanya untuk menyetorkan sejumlah uang

Saat ini Da Yu aktif mengelola taksi Royal. Disini pintu rezeki terbuka semakin lebar. Pernah taksi mencapai belasan jumlahnya, walaupun saat ini tinggal hanya bebrapa saja. Hidup tenang bersama keluarga di Bekasi. Mendiami rumah yang cukup besar. “Saya termasuk sopir taksi yang beruntung, masih banyak teman-teman yang belum punya rumahnya, masih ngontrak. Mungkin ini berkat keyakinan dan kejujuran. Paling pantang bagi saya memainkan “argo” taksi. Biarlah sedikit tetapi halal”, tambahnya lagi. Tim Baran mengangguk kagum mendengar kisahnya dan mengetahui filosofinya.

Tumbuek Tanak Dek Awak!

Keluarga Kito

diterbitkan untuk kalangan sendiri oleh:Ikatan Keluarga Payobasuang Jakarta Raya (IKP-JAYA)

Redaksi:Pemimpin Umum: DH.Dt. Marajo Dirajo nan Mudo

Pemimpin Redaksi: Rishag AndikoKeuangan: Donny JE, Syukrawarti, Siti Gemala

Distribusi: Bobby Kurniawan, IW.Dt. Mangkuto Bosa nan Hitam, NovrikoKoresponden: Armand Ch., Irwandi, Adenal, Selly (Pyb) - Dr. Yosza Dasril (Malaysia) -

Irawadi Irdja (Riau)Alamat: Jl. Margasatwa Raya 72 Pondok Labu Jakarta Selatan

Telp. 021 751 2386 - 021 7076 47092 - 0852 1649 8574 E-mail:[email protected]

Syarat BEASISWA:> Punya nilai rata-rata rapor minimal: 7 (Akuntansi) 7,25 (Manajemen) 2 semester saja dari 6 semester.> Usia Belum 21 tahun> Lulus Tes Wawancara

Membuka kelas UNGGULAN

BEASISWA

SMS Lelang Kue

Halaman 3

enurut rencana Tim Baran akan berkunjung Mpagi-pagi di hari Minggu

ke rumahnya. Namun karena sedikit halangan kami baru sampai siangnya, sekitar setengah dua. Terlihat sosok yang selalu ceria dan penuh semangat itu sedang membolak-balik mesin mobil. Kami tersenyum, melambaikan tangan d a n m e n g u c a p k a n s a l a m . “Assalaamu'alikum”. “Wa 'alaikum salam, ka rumah lah, jang di siko ley”, jawabnya bersemangat. “Soman iko eh geh, tumbuek tanak dek awak”, lanjutnya sambil menggiring kami ke pintu rumahnya setelah menjabat tangan kami semua.

Sosok yang kami temui hari itu adalah seorang Yusmardi, putera Tiaka, yang sejak IKP-Jaya masih bergabung dengan warga Tiaka (saat itu bernama IKPT) hingga saat ini masih setia mengikuti program-program IKP-Jaya.

Belum lama duduk di sofa empuk, kami disuguhi teh hangat oleh ibu Erina, Rang Rumah Da Yu (begitu panggilan akrabnya). Rombongan kami Ketua IKP-Jaya, Denny (kini Dt. Rajo Dirajo nan Mudo), Donny serta puteranya Valdy, Wati dan Andiko, langsung saja menikmati suguhan itu. Sambil menikmati hidangan Da Yu mulai berkisah kepada Baran.

Datang ke Jakarta pada tahun 80an. Saat itu untuk bisa sampai ke Jakarta harus naik bis selama lebih kurang

seminggu. “Masih sepi Jakarta, agak ajolah basulueh juo boru kenek oto deh

mancari alamat da Ujang Karado”, katanya menjelaskan saat pertama kali ke Jakarta. “Belum lagi di perjalanan yang begitu lama, kadang-kadang rasa mau balik saja lagi ke kampung”. Namun karena tekad sudah bulat niat itu pun dirungkan.

Awal perjuangan di Jakarta amatlah sulit, tidak seperti sekarang. Anak kemenakan yang datang ke Jakarta sudah ada yang dituju. Sudah ada makanan. Lain halnya zaman dulu, harus kreatif, harus berani. Agar dapat makan dan tidak membebani tuan rumah. Kalau bisa ikut meringankan beban tuan rumah.

Da Yu memulai perjuangannya dengan manggaleh di kaki lima. Jualan dompet, ikat p inggang, tas dan

sebagainya. “Ado anak mamak nan mambaok, Jadi dari inyo awak barajo”, jelasnya pada Baran. Mulailah ia ikut menggelar dagangan di pasar Blok M.

Kemudian berkenalan dengan “orang-orang terminal” mulailah ia berpikir untuk mencemplungi dunia kayu bulek. Mulai dari menjadi kondektur metromini sampai akhir menjadi supir. Bosan dengan kehidupan terminal Da Yu beralih ke Taksi. Saat itu ia bergabung dengan Steady Safe. Ketekunan dan kejujurannya selama aktif di Steady Safe menghantarkan dirinnya sebagai “Sopir Teladan”. Hanya saja ia mengurungkan niatnya agar dapat bertemu presiden Soeharto (saat itu) karena pihak panitia memintanya untuk menyetorkan sejumlah uang

Saat ini Da Yu aktif mengelola taksi Royal. Disini pintu rezeki terbuka semakin lebar. Pernah taksi mencapai belasan jumlahnya, walaupun saat ini tinggal hanya bebrapa saja. Hidup tenang bersama keluarga di Bekasi. Mendiami rumah yang cukup besar. “Saya termasuk sopir taksi yang beruntung, masih banyak teman-teman yang belum punya rumahnya, masih ngontrak. Mungkin ini berkat keyakinan dan kejujuran. Paling pantang bagi saya memainkan “argo” taksi. Biarlah sedikit tetapi halal”, tambahnya lagi. Tim Baran mengangguk kagum mendengar kisahnya dan mengetahui filosofinya.

Tumbuek Tanak Dek Awak!

Keluarga Kito

diterbitkan untuk kalangan sendiri oleh:Ikatan Keluarga Payobasuang Jakarta Raya (IKP-JAYA)

Redaksi:Pemimpin Umum: DH.Dt. Marajo Dirajo nan Mudo

Pemimpin Redaksi: Rishag AndikoKeuangan: Donny JE, Syukrawarti, Siti Gemala

Distribusi: Bobby Kurniawan, IW.Dt. Mangkuto Bosa nan Hitam, NovrikoKoresponden: Armand Ch., Irwandi, Adenal, Selly (Pyb) - Dr. Yosza Dasril (Malaysia) -

Irawadi Irdja (Riau)Alamat: Jl. Margasatwa Raya 72 Pondok Labu Jakarta Selatan

Telp. 021 751 2386 - 021 7076 47092 - 0852 1649 8574 E-mail:[email protected]

Syarat BEASISWA:> Punya nilai rata-rata rapor minimal: 7 (Akuntansi) 7,25 (Manajemen) 2 semester saja dari 6 semester.> Usia Belum 21 tahun> Lulus Tes Wawancara

Membuka kelas UNGGULAN

BEASISWA

SMS Lelang Kue

Halaman 3

enurut rencana Tim Baran akan berkunjung Mpagi-pagi di hari Minggu

ke rumahnya. Namun karena sedikit halangan kami baru sampai siangnya, sekitar setengah dua. Terlihat sosok yang selalu ceria dan penuh semangat itu sedang membolak-balik mesin mobil. Kami tersenyum, melambaikan tangan d a n m e n g u c a p k a n s a l a m . “Assalaamu'alikum”. “Wa 'alaikum salam, ka rumah lah, jang di siko ley”, jawabnya bersemangat. “Soman iko eh geh, tumbuek tanak dek awak”, lanjutnya sambil menggiring kami ke pintu rumahnya setelah menjabat tangan kami semua.

Sosok yang kami temui hari itu adalah seorang Yusmardi, putera Tiaka, yang sejak IKP-Jaya masih bergabung dengan warga Tiaka (saat itu bernama IKPT) hingga saat ini masih setia mengikuti program-program IKP-Jaya.

Belum lama duduk di sofa empuk, kami disuguhi teh hangat oleh ibu Erina, Rang Rumah Da Yu (begitu panggilan akrabnya). Rombongan kami Ketua IKP-Jaya, Denny (kini Dt. Rajo Dirajo nan Mudo), Donny serta puteranya Valdy, Wati dan Andiko, langsung saja menikmati suguhan itu. Sambil menikmati hidangan Da Yu mulai berkisah kepada Baran.

Datang ke Jakarta pada tahun 80an. Saat itu untuk bisa sampai ke Jakarta harus naik bis selama lebih kurang

seminggu. “Masih sepi Jakarta, agak ajolah basulueh juo boru kenek oto deh

mancari alamat da Ujang Karado”, katanya menjelaskan saat pertama kali ke Jakarta. “Belum lagi di perjalanan yang begitu lama, kadang-kadang rasa mau balik saja lagi ke kampung”. Namun karena tekad sudah bulat niat itu pun dirungkan.

Awal perjuangan di Jakarta amatlah sulit, tidak seperti sekarang. Anak kemenakan yang datang ke Jakarta sudah ada yang dituju. Sudah ada makanan. Lain halnya zaman dulu, harus kreatif, harus berani. Agar dapat makan dan tidak membebani tuan rumah. Kalau bisa ikut meringankan beban tuan rumah.

Da Yu memulai perjuangannya dengan manggaleh di kaki lima. Jualan dompet, ikat p inggang, tas dan

sebagainya. “Ado anak mamak nan mambaok, Jadi dari inyo awak barajo”, jelasnya pada Baran. Mulailah ia ikut menggelar dagangan di pasar Blok M.

Kemudian berkenalan dengan “orang-orang terminal” mulailah ia berpikir untuk mencemplungi dunia kayu bulek. Mulai dari menjadi kondektur metromini sampai akhir menjadi supir. Bosan dengan kehidupan terminal Da Yu beralih ke Taksi. Saat itu ia bergabung dengan Steady Safe. Ketekunan dan kejujurannya selama aktif di Steady Safe menghantarkan dirinnya sebagai “Sopir Teladan”. Hanya saja ia mengurungkan niatnya agar dapat bertemu presiden Soeharto (saat itu) karena pihak panitia memintanya untuk menyetorkan sejumlah uang

Saat ini Da Yu aktif mengelola taksi Royal. Disini pintu rezeki terbuka semakin lebar. Pernah taksi mencapai belasan jumlahnya, walaupun saat ini tinggal hanya bebrapa saja. Hidup tenang bersama keluarga di Bekasi. Mendiami rumah yang cukup besar. “Saya termasuk sopir taksi yang beruntung, masih banyak teman-teman yang belum punya rumahnya, masih ngontrak. Mungkin ini berkat keyakinan dan kejujuran. Paling pantang bagi saya memainkan “argo” taksi. Biarlah sedikit tetapi halal”, tambahnya lagi. Tim Baran mengangguk kagum mendengar kisahnya dan mengetahui filosofinya.

Tumbuek Tanak Dek Awak!

Keluarga Kito

diterbitkan untuk kalangan sendiri oleh:Ikatan Keluarga Payobasuang Jakarta Raya (IKP-JAYA)

Redaksi:Pemimpin Umum: DH.Dt. Marajo Dirajo nan Mudo

Pemimpin Redaksi: Rishag AndikoKeuangan: Donny JE, Syukrawarti, Siti Gemala

Distribusi: Bobby Kurniawan, IW.Dt. Mangkuto Bosa nan Hitam, NovrikoKoresponden: Armand Ch., Irwandi, Adenal, Selly (Pyb) - Dr. Yosza Dasril (Malaysia) -

Irawadi Irdja (Riau)Alamat: Jl. Margasatwa Raya 72 Pondok Labu Jakarta Selatan

Telp. 021 751 2386 - 021 7076 47092 - 0852 1649 8574 E-mail:[email protected]

Syarat BEASISWA:> Punya nilai rata-rata rapor minimal: 7 (Akuntansi) 7,25 (Manajemen) 2 semester saja dari 6 semester.> Usia Belum 21 tahun> Lulus Tes Wawancara

Membuka kelas UNGGULAN

BEASISWA

SMS Lelang Kue

Halaman 3

enurut rencana Tim Baran akan berkunjung Mpagi-pagi di hari Minggu

ke rumahnya. Namun karena sedikit halangan kami baru sampai siangnya, sekitar setengah dua. Terlihat sosok yang selalu ceria dan penuh semangat itu sedang membolak-balik mesin mobil. Kami tersenyum, melambaikan tangan d a n m e n g u c a p k a n s a l a m . “Assalaamu'alikum”. “Wa 'alaikum salam, ka rumah lah, jang di siko ley”, jawabnya bersemangat. “Soman iko eh geh, tumbuek tanak dek awak”, lanjutnya sambil menggiring kami ke pintu rumahnya setelah menjabat tangan kami semua.

Sosok yang kami temui hari itu adalah seorang Yusmardi, putera Tiaka, yang sejak IKP-Jaya masih bergabung dengan warga Tiaka (saat itu bernama IKPT) hingga saat ini masih setia mengikuti program-program IKP-Jaya.

Belum lama duduk di sofa empuk, kami disuguhi teh hangat oleh ibu Erina, Rang Rumah Da Yu (begitu panggilan akrabnya). Rombongan kami Ketua IKP-Jaya, Denny (kini Dt. Rajo Dirajo nan Mudo), Donny serta puteranya Valdy, Wati dan Andiko, langsung saja menikmati suguhan itu. Sambil menikmati hidangan Da Yu mulai berkisah kepada Baran.

Datang ke Jakarta pada tahun 80an. Saat itu untuk bisa sampai ke Jakarta harus naik bis selama lebih kurang

seminggu. “Masih sepi Jakarta, agak ajolah basulueh juo boru kenek oto deh

mancari alamat da Ujang Karado”, katanya menjelaskan saat pertama kali ke Jakarta. “Belum lagi di perjalanan yang begitu lama, kadang-kadang rasa mau balik saja lagi ke kampung”. Namun karena tekad sudah bulat niat itu pun dirungkan.

Awal perjuangan di Jakarta amatlah sulit, tidak seperti sekarang. Anak kemenakan yang datang ke Jakarta sudah ada yang dituju. Sudah ada makanan. Lain halnya zaman dulu, harus kreatif, harus berani. Agar dapat makan dan tidak membebani tuan rumah. Kalau bisa ikut meringankan beban tuan rumah.

Da Yu memulai perjuangannya dengan manggaleh di kaki lima. Jualan dompet, ikat p inggang, tas dan

sebagainya. “Ado anak mamak nan mambaok, Jadi dari inyo awak barajo”, jelasnya pada Baran. Mulailah ia ikut menggelar dagangan di pasar Blok M.

Kemudian berkenalan dengan “orang-orang terminal” mulailah ia berpikir untuk mencemplungi dunia kayu bulek. Mulai dari menjadi kondektur metromini sampai akhir menjadi supir. Bosan dengan kehidupan terminal Da Yu beralih ke Taksi. Saat itu ia bergabung dengan Steady Safe. Ketekunan dan kejujurannya selama aktif di Steady Safe menghantarkan dirinnya sebagai “Sopir Teladan”. Hanya saja ia mengurungkan niatnya agar dapat bertemu presiden Soeharto (saat itu) karena pihak panitia memintanya untuk menyetorkan sejumlah uang

Saat ini Da Yu aktif mengelola taksi Royal. Disini pintu rezeki terbuka semakin lebar. Pernah taksi mencapai belasan jumlahnya, walaupun saat ini tinggal hanya bebrapa saja. Hidup tenang bersama keluarga di Bekasi. Mendiami rumah yang cukup besar. “Saya termasuk sopir taksi yang beruntung, masih banyak teman-teman yang belum punya rumahnya, masih ngontrak. Mungkin ini berkat keyakinan dan kejujuran. Paling pantang bagi saya memainkan “argo” taksi. Biarlah sedikit tetapi halal”, tambahnya lagi. Tim Baran mengangguk kagum mendengar kisahnya dan mengetahui filosofinya.

Tumbuek Tanak Dek Awak!

Keluarga Kito

diterbitkan untuk kalangan sendiri oleh:Ikatan Keluarga Payobasuang Jakarta Raya (IKP-JAYA)

Redaksi:Pemimpin Umum: DH.Dt. Marajo Dirajo nan Mudo

Pemimpin Redaksi: Rishag AndikoKeuangan: Donny JE, Syukrawarti, Siti Gemala

Distribusi: Bobby Kurniawan, IW.Dt. Mangkuto Bosa nan Hitam, NovrikoKoresponden: Armand Ch., Irwandi, Adenal, Selly (Pyb) - Dr. Yosza Dasril (Malaysia) -

Irawadi Irdja (Riau)Alamat: Jl. Margasatwa Raya 72 Pondok Labu Jakarta Selatan

Telp. 021 751 2386 - 021 7076 47092 - 0852 1649 8574 E-mail:[email protected]

Syarat BEASISWA:> Punya nilai rata-rata rapor minimal: 7 (Akuntansi) 7,25 (Manajemen) 2 semester saja dari 6 semester.> Usia Belum 21 tahun> Lulus Tes Wawancara

Membuka kelas UNGGULAN

BEASISWA

SMS Lelang Kue

Halaman 3

enurut rencana Tim Baran akan berkunjung Mpagi-pagi di hari Minggu

ke rumahnya. Namun karena sedikit halangan kami baru sampai siangnya, sekitar setengah dua. Terlihat sosok yang selalu ceria dan penuh semangat itu sedang membolak-balik mesin mobil. Kami tersenyum, melambaikan tangan d a n m e n g u c a p k a n s a l a m . “Assalaamu'alikum”. “Wa 'alaikum salam, ka rumah lah, jang di siko ley”, jawabnya bersemangat. “Soman iko eh geh, tumbuek tanak dek awak”, lanjutnya sambil menggiring kami ke pintu rumahnya setelah menjabat tangan kami semua.

Sosok yang kami temui hari itu adalah seorang Yusmardi, putera Tiaka, yang sejak IKP-Jaya masih bergabung dengan warga Tiaka (saat itu bernama IKPT) hingga saat ini masih setia mengikuti program-program IKP-Jaya.

Belum lama duduk di sofa empuk, kami disuguhi teh hangat oleh ibu Erina, Rang Rumah Da Yu (begitu panggilan akrabnya). Rombongan kami Ketua IKP-Jaya, Denny (kini Dt. Rajo Dirajo nan Mudo), Donny serta puteranya Valdy, Wati dan Andiko, langsung saja menikmati suguhan itu. Sambil menikmati hidangan Da Yu mulai berkisah kepada Baran.

Datang ke Jakarta pada tahun 80an. Saat itu untuk bisa sampai ke Jakarta harus naik bis selama lebih kurang

seminggu. “Masih sepi Jakarta, agak ajolah basulueh juo boru kenek oto deh

mancari alamat da Ujang Karado”, katanya menjelaskan saat pertama kali ke Jakarta. “Belum lagi di perjalanan yang begitu lama, kadang-kadang rasa mau balik saja lagi ke kampung”. Namun karena tekad sudah bulat niat itu pun dirungkan.

Awal perjuangan di Jakarta amatlah sulit, tidak seperti sekarang. Anak kemenakan yang datang ke Jakarta sudah ada yang dituju. Sudah ada makanan. Lain halnya zaman dulu, harus kreatif, harus berani. Agar dapat makan dan tidak membebani tuan rumah. Kalau bisa ikut meringankan beban tuan rumah.

Da Yu memulai perjuangannya dengan manggaleh di kaki lima. Jualan dompet, ikat p inggang, tas dan

sebagainya. “Ado anak mamak nan mambaok, Jadi dari inyo awak barajo”, jelasnya pada Baran. Mulailah ia ikut menggelar dagangan di pasar Blok M.

Kemudian berkenalan dengan “orang-orang terminal” mulailah ia berpikir untuk mencemplungi dunia kayu bulek. Mulai dari menjadi kondektur metromini sampai akhir menjadi supir. Bosan dengan kehidupan terminal Da Yu beralih ke Taksi. Saat itu ia bergabung dengan Steady Safe. Ketekunan dan kejujurannya selama aktif di Steady Safe menghantarkan dirinnya sebagai “Sopir Teladan”. Hanya saja ia mengurungkan niatnya agar dapat bertemu presiden Soeharto (saat itu) karena pihak panitia memintanya untuk menyetorkan sejumlah uang

Saat ini Da Yu aktif mengelola taksi Royal. Disini pintu rezeki terbuka semakin lebar. Pernah taksi mencapai belasan jumlahnya, walaupun saat ini tinggal hanya bebrapa saja. Hidup tenang bersama keluarga di Bekasi. Mendiami rumah yang cukup besar. “Saya termasuk sopir taksi yang beruntung, masih banyak teman-teman yang belum punya rumahnya, masih ngontrak. Mungkin ini berkat keyakinan dan kejujuran. Paling pantang bagi saya memainkan “argo” taksi. Biarlah sedikit tetapi halal”, tambahnya lagi. Tim Baran mengangguk kagum mendengar kisahnya dan mengetahui filosofinya.

Tumbuek Tanak Dek Awak!

Keluarga Kito

diterbitkan untuk kalangan sendiri oleh:Ikatan Keluarga Payobasuang Jakarta Raya (IKP-JAYA)

Redaksi:Pemimpin Umum: DH.Dt. Marajo Dirajo nan Mudo

Pemimpin Redaksi: Rishag AndikoKeuangan: Donny JE, Syukrawarti, Siti Gemala

Distribusi: Bobby Kurniawan, IW.Dt. Mangkuto Bosa nan Hitam, NovrikoKoresponden: Armand Ch., Irwandi, Adenal, Selly (Pyb) - Dr. Yosza Dasril (Malaysia) -

Irawadi Irdja (Riau)Alamat: Jl. Margasatwa Raya 72 Pondok Labu Jakarta Selatan

Telp. 021 751 2386 - 021 7076 47092 - 0852 1649 8574 E-mail:[email protected]

Syarat BEASISWA:> Punya nilai rata-rata rapor minimal: 7 (Akuntansi) 7,25 (Manajemen) 2 semester saja dari 6 semester.> Usia Belum 21 tahun> Lulus Tes Wawancara

Membuka kelas UNGGULAN

BEASISWA

SMS Lelang Kue

Halaman 3

enurut rencana Tim Baran akan berkunjung Mpagi-pagi di hari Minggu

ke rumahnya. Namun karena sedikit halangan kami baru sampai siangnya, sekitar setengah dua. Terlihat sosok yang selalu ceria dan penuh semangat itu sedang membolak-balik mesin mobil. Kami tersenyum, melambaikan tangan d a n m e n g u c a p k a n s a l a m . “Assalaamu'alikum”. “Wa 'alaikum salam, ka rumah lah, jang di siko ley”, jawabnya bersemangat. “Soman iko eh geh, tumbuek tanak dek awak”, lanjutnya sambil menggiring kami ke pintu rumahnya setelah menjabat tangan kami semua.

Sosok yang kami temui hari itu adalah seorang Yusmardi, putera Tiaka, yang sejak IKP-Jaya masih bergabung dengan warga Tiaka (saat itu bernama IKPT) hingga saat ini masih setia mengikuti program-program IKP-Jaya.

Belum lama duduk di sofa empuk, kami disuguhi teh hangat oleh ibu Erina, Rang Rumah Da Yu (begitu panggilan akrabnya). Rombongan kami Ketua IKP-Jaya, Denny (kini Dt. Rajo Dirajo nan Mudo), Donny serta puteranya Valdy, Wati dan Andiko, langsung saja menikmati suguhan itu. Sambil menikmati hidangan Da Yu mulai berkisah kepada Baran.

Datang ke Jakarta pada tahun 80an. Saat itu untuk bisa sampai ke Jakarta harus naik bis selama lebih kurang

seminggu. “Masih sepi Jakarta, agak ajolah basulueh juo boru kenek oto deh

mancari alamat da Ujang Karado”, katanya menjelaskan saat pertama kali ke Jakarta. “Belum lagi di perjalanan yang begitu lama, kadang-kadang rasa mau balik saja lagi ke kampung”. Namun karena tekad sudah bulat niat itu pun dirungkan.

Awal perjuangan di Jakarta amatlah sulit, tidak seperti sekarang. Anak kemenakan yang datang ke Jakarta sudah ada yang dituju. Sudah ada makanan. Lain halnya zaman dulu, harus kreatif, harus berani. Agar dapat makan dan tidak membebani tuan rumah. Kalau bisa ikut meringankan beban tuan rumah.

Da Yu memulai perjuangannya dengan manggaleh di kaki lima. Jualan dompet, ikat p inggang, tas dan

sebagainya. “Ado anak mamak nan mambaok, Jadi dari inyo awak barajo”, jelasnya pada Baran. Mulailah ia ikut menggelar dagangan di pasar Blok M.

Kemudian berkenalan dengan “orang-orang terminal” mulailah ia berpikir untuk mencemplungi dunia kayu bulek. Mulai dari menjadi kondektur metromini sampai akhir menjadi supir. Bosan dengan kehidupan terminal Da Yu beralih ke Taksi. Saat itu ia bergabung dengan Steady Safe. Ketekunan dan kejujurannya selama aktif di Steady Safe menghantarkan dirinnya sebagai “Sopir Teladan”. Hanya saja ia mengurungkan niatnya agar dapat bertemu presiden Soeharto (saat itu) karena pihak panitia memintanya untuk menyetorkan sejumlah uang

Saat ini Da Yu aktif mengelola taksi Royal. Disini pintu rezeki terbuka semakin lebar. Pernah taksi mencapai belasan jumlahnya, walaupun saat ini tinggal hanya bebrapa saja. Hidup tenang bersama keluarga di Bekasi. Mendiami rumah yang cukup besar. “Saya termasuk sopir taksi yang beruntung, masih banyak teman-teman yang belum punya rumahnya, masih ngontrak. Mungkin ini berkat keyakinan dan kejujuran. Paling pantang bagi saya memainkan “argo” taksi. Biarlah sedikit tetapi halal”, tambahnya lagi. Tim Baran mengangguk kagum mendengar kisahnya dan mengetahui filosofinya.

Tumbuek Tanak Dek Awak!

Keluarga Kito

diterbitkan untuk kalangan sendiri oleh:Ikatan Keluarga Payobasuang Jakarta Raya (IKP-JAYA)

Redaksi:Pemimpin Umum: DH.Dt. Marajo Dirajo nan Mudo

Pemimpin Redaksi: Rishag AndikoKeuangan: Donny JE, Syukrawarti, Siti Gemala

Distribusi: Bobby Kurniawan, IW.Dt. Mangkuto Bosa nan Hitam, NovrikoKoresponden: Armand Ch., Irwandi, Adenal, Selly (Pyb) - Dr. Yosza Dasril (Malaysia) -

Irawadi Irdja (Riau)Alamat: Jl. Margasatwa Raya 72 Pondok Labu Jakarta Selatan

Telp. 021 751 2386 - 021 7076 47092 - 0852 1649 8574 E-mail:[email protected]

Syarat BEASISWA:> Punya nilai rata-rata rapor minimal: 7 (Akuntansi) 7,25 (Manajemen) 2 semester saja dari 6 semester.> Usia Belum 21 tahun> Lulus Tes Wawancara

Membuka kelas UNGGULAN

BEASISWA

STIE TUNAS NUSANTARAKampus BEASISWA - Kampus WIRAUSAHA

Program Studi:Manajemen (S1)Akuntansi (D3)

Jl. Budhi No. 21 Dewisartika Cawang - Jakarta Timur 13630

KULIAH dengan BEASISWATAMAT jadi WIRAUSAHA

Hub: SIWI 021-80883639

PengirimanBarang & Dokumen

Ke Luar Negeri

Jl. Mampang Prapatan XVNo. 8D Telp. 021 7919 0026

Redaksi MengucapkanSelamat Menjalankan

Ibadah Puasa0852 1649 8574

Page 4: Laporan Perjalanan DH. Dt. Marajo Dirajo nan Mudo “Pangulu ... · menyelesaikan “Pakaro jo Silang Sangketo” yang muncul di dalam Nagari. Alhamdulillah semuanya terselesaikan

ALANGGANG

PANGONOHPANGONOHAnda punya ide, pemikiran, uneg-unek dst,,,

Tumpahkan disini. Di Galanggang Pangonoh.

Bundo Kanduang - Limpapeh Rumah Godang

? Kok kurang loweh tapak tangan jo Niru kami

Tampuang...

K A

C I

O

Terima kasih kepada para perantau, dermawan dan donatur yang telah telah

mewujudkan KASIH SAYANG dengan mentransfer ke Rekening kami atas nama:

NURAINI - BCA Cab. Pondok Labu

No. 567 011 7199

Maaf - Karena keterbatasan teknis Saldo Belum Dapat Kami tampilkan - Terima Kasih

Halaman 4

erinduan dan panggilan cinta akan Tuhan Kmembawa Ibrahim

menuhankan bintang pada awalnya. Lalu bulan dan kemudian matahari. Namun Tuhan tak mungkin lenyap, tak mungkin berganti. Jadi bintang, bulan dan matahari bukanlah tuhan, sejatinya.

Ketekunan dan konsistensi akhirnya menghantarkan Ibrahim pada Al Haq, Tuhan Sejati, Allah swt, Yang Menghidupkan, Yang Mematikan, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Mencinta. Namun ia masih mneguji kesejatian itu, sampai akhirnya Allah swt memintanya untuk menyembelih empat jenis burung dan mencincangnya. Terus dicampurkan, diaduk kemudian dibagi empat dan ditempatkan pada empat puncak gunung. Setelah itu ia kembali ke rumah.

Sampai di rumah ia memanggil burung-burung itu, subhanalLoh, burung-burung itu kembali, terbang dalam keadaan hidup.

Disitu keyakinan Ibrahim tak lagi beranjak semilipun. Sehingga ia berani menghancurkan patung sembahan orang kampungnya, dan kebetulan yang membuat bapaknya.

Rajapun marah. Kayu bakar dikumpulkan untuk memanggang Ibrahim. Anehnya, di dalam kobaran api itu keyakinan dan cintanya makin menjadi. Ia, Ibrahim as, mencapai derajat yang sangat tinggi, KholilulLoh, kawan Allah swt.

Kehidupan agaknya tidak sempurna tanpa kehadiran seorang anak. Ibrahim as bermohon kepada Kawannya adar dikaruniai anak dan terkabul. Maka didapatlah Ismail yang rupawan, sholeh dan cerdas. Idaman setiap orang tua.

Hari demi hari kecintaan pada anak makin bertambah. Gantian, Allah swt, sekarang ingin menguji kadar cinta kawannya. Ia meminta bukti cinta, dan memerintahkan agar Ismail disembelih saja.

Lehernya ditempelkan ke batu, pedang tajam itu diayunkan. Tidak mempan. Pedang diasah lagi. Kemudian tekad diperbulat, mata dipejamkan, pedang diangkat tinggi-tinggi. Bushhh…darahpun bersimbah. Ibrahim as pasrah. Mata dibuka,

ah…kambing rupanya. Ismail as diselamatkan oleh Allah swt. Karena cinta telah terbukti dan tak akan beranjak lagi. Ibrahim memberikan buah hatinya sebagai bukti cinta pada Allah swt. Dan Allah memberikan kambing, juga sebagai wujud kasih dan cinta. Saling memberi. Oh alangkah indahnya cinta yang penh ketulusan.

ah, itu kan cerita. Tetapi kenapa harus kambing. NApakah karena ia hitam?

Ada apa dengan kambing? Kalau boleh mencoba, belajar berfilosofi; barangkali karena kambing itu simbol diri, nafsu, keakuan, egoisme sehingga, idealnya, harus dipenggal untuk tercapainya kebersamaan dan cinta.

Menarik lagi, kalau cerita ini biasanya heboh di bulan Haji. Kami menyajikannya sebelum bulan puasa. Ha,,,ha… awak lain dek awak. Walau berlainan hakekatnya sama. Pencapaian cinta dan pengendalian diri (nafs).

Dek itu lah nyo dunsanak ge, eh. Iyo taRagak kami, iyo rindu kami, awak nan di Rantau Betawi ge ah, bakumpuOH sadonyo. Rami Rami tanpa kecuali untuk menjalin silaturrahim, mengikat kebersamaan, merajut kasih dan cinta, sasakik sa sonang ka iliOH saROngkueH dayuoang, ka mudiek saOntak galah sa don cieAng bak bosi, sa ciok bak ayam.

Singkat cerita (dek ndak tontu caro manyudahinyo) karena rauang terbatas. Pengurus Ikatan Keluarga Payobasung Jakarta Raya (IKP-Jaya) mengundang anda semua untuk hadir

pada acara Manggulei Kambieang Bulan Polek an.

Tempat, kediaman bapak Isman Tanjung. Jl. Kelapa Sawit Raya No______ Pondok Kelapa Jakarta Timur. Telp. 021-8690 4702.

Makan gulei kambieang awak GRATIS. Sesudah itu berma'afan agar bersih diri sebelum memasuki bulan suci Romadhon. Semua ini tak lebih hanya Karena CINTA.

Ola ley, itu ajo lah dow. (Iko loh salah eh, kalo lah madok iliee biduek deh, payah pulo ma rem eh! Yo lola ley).

Semua, Karena Cinta

UndanganSegenap warga IKP-Jaya

dimana pun berada, kami undang untuk hadir pada hari

MINGGU/ 2Oktober 2005 dalam acara

MANGGULEI KAMBIENG

BULAN POLEK ANINFORMASI LEBIH LANJUT

KONTAK KE:021-7076 4709 & 8690 4702

ATAU0852 1649 8574

JANNDAK DATANG

LO LAH