Top Banner
APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ESTIMASI PERHITUNGAN BESARAN EROSI KELOMPOK 4 Niken Andika Putri E14120045 Iman Tochid E14120054 Andi Yuniar A E14120080 Dinda Piyan L E14120090 M. Isa A E14120104 Dosen : Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr Asisten : Endrawati, S.Hut M. Yanuar P E14100043 Mawardah Nur H E14100039 LABORATORIUM HIDROLOGI HUTAN DAN PENGELOLAAN DAS DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2015
39

LAPORAN PENGELOLAAN DAS

Sep 17, 2015

Download

Documents

Iman Tochid

LAPORAN PENGELOLAAN DAS MENGGUNAKAN ARCGIS
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

    UNTUK ESTIMASI PERHITUNGAN BESARAN EROSI

    KELOMPOK 4

    Niken Andika Putri E14120045

    Iman Tochid E14120054

    Andi Yuniar A E14120080

    Dinda Piyan L E14120090

    M. Isa A E14120104

    Dosen :

    Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr

    Asisten :

    Endrawati, S.Hut

    M. Yanuar P E14100043

    Mawardah Nur H E14100039

    LABORATORIUM HIDROLOGI HUTAN DAN PENGELOLAAN DAS

    DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

    FAKULTAS KEHUTANAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2015

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Degradasi lahan merupakan masalah utama lingkungan dan isu penting.

    Menurut FAO, definisi degradasi lahan adalah penurunan kapasitas produktif lahan

    secara temporal maupun permanen. El-Swaify (1994) dalam Tosiani (2009)

    berdasarkan definisi ini, degradasi lahan berhubungan erat dengan kualitas tanah.

    Salah satu bentuknya adalah erosi tanah. Erosi dapat menyebabkan pengikisan

    tanah yang secara terus menerus, sehingga menambah limpasan yang tinggi dan

    infiltrasi yang menurun karena topsoil tanah pun ikut terbawa menjadi sedimentasi

    erosi tersebut.

    Kesuburan tanah menjadi berkurang dan pemadatan tanah menjadi tinggi

    karena topsoil yang terkikis dan salah satu penyebabnya ialah tidak adanya vegetasi

    yang perakarannya dapat menggemburkan tanah, sehingga kepadatan tanah

    berkurang, infiltrasi meningkat dan berimplikasi pada limpasan yang menurun.

    Oleh karena itu, pada daerah kawasan hutan, nilai erosi akan lebih rendah daripada

    daerah tidak berhutan, namun hal ini tentu saja dipengaruhi oleh aspek lain.

    Erosi tanah adalah masalah utama yang terjadi secara meluas hingga kini.

    Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan angka lahan kritis dan sedimentasi di

    beberapa DAS. Dalam praktikum kali ini, dilakukan analisis sebaran potensi erosi

    pada sub DAS Alo dengan perhitungan nilai erosi. Perhitungan tersebut dapat

    dilakukan secara spasial, dengan memanfaatkan GIS dan dengan bantuan software

    ArcGIS yang didalamnya terdapat tool yang berguna untuk menghitung nilai dari

    variable yang mempengaruhi nilai erosi tersebut seperti R, K, LS, CP. Variabel

    tersebut merupakan beberapa aspek yang mempengaruhi besarnya nilai erosi yaitu,

    interpolasi sebaran curah hujan, tutupan lahan, jenis tanah, tingkat kemiringan.

    Sehingga, fungsi dari nilai erosi tersebut ialah R*K*LS*CP dengan R ialah

    Rainfall, K ialah erodibilitas tanah, LS merupakan nilai kemiringan, dan CP ialah

    tutupan lahan.

    1.2 Tujuan

    Adapun tujuan dalam praktikum ini yaitu, sebagai berikut :

  • 1. Mahasiswa dapat mengetahui cara perhitungan nilai erosi pada area SUB

    Das Alo dengan analisis berbasis spasial GIS menggunakan bantuan

    software ArcGIS.

    2. Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi tingkat erosi pada areal SUB Das

    Alo.

    3. Mahasiswa dapat menganalisis sebaran potensi erosi pada sub DAS Alo.

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    Secara umum erosi dapat dikatakan sebagai proses terlepasnya butiran tanah

    dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air

    atau angin kemudian diikuti dengan pengendapan material yang terangkut di tempat

    yang lain (Suripin 2002).

    Erosi tanah adalah suatu porses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan

    tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Proses ini dapat

    menyebabkan merosotnya produktivitas tanah, daya dukung tanah untuk produksi

    pertanian dan kualitas lingkungan hidup (Sarief 1985). Pengertian lain erosi, yaitu

    merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau kekuatan air dan

    angin baik berlangsung secara alamiah maupun sebagai tindakan manusia

    (Kartasapoetra dkk. 2005).

    Penyebab terjadinya erosi adalah erosi karena sebab alamiah dan erosi

    karena aktivitas manusia. Erosi alamiah dapat terjadi karena proses pembentukan

    tanah dan proses erosi yang terjadi untuk mempertahankan keseimbangan tanah

    secara alamiah. Sedang erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh

    terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam yang tidak

    mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah (Asdak 2007).

    Pada dasarnya erosi yang paling sering terjadi dengan tingkat produksi

    sedimen (sediment yield) paling besar adalah erosi permukaan (sheet erosion) jika

    dibandingkan dengan beberapa jenis erosi yang lain yakni erosi alur (rill erosion),

    erosi parit (gully erosion) dan erosi tebing sungai (stream bank erosion). Secara

    keseluruhan laju erosi yang terjadi disebabkan dan dipengaruhi oleh lima faktor

    diantaranya faktor iklim, struktur dan jenis tanah, vegetasi, topografi dan faktor

    pengelolaan tanah. Faktor iklim yang paling menentukan laju erosi adalah hujan

    yang dinyatakan dalam nilai indeks erosivitas hujan (Suripin 2002).

    Erosi permukaan (sheet erosion) terjadi pada lapisan tipis permukaan tanah

    yang terkikis oleh kombinasi air hujan dan limpasan permukaan (runoff). Erosi

    jenis ini akan terjadi hanya dan jika intensitas dan/atau lamanya hujan melebihi

    kapasitas infiltrasi dan kapasitas simpan air tanah. Prosesnya dimulai dengan

  • lepasnya partikel-partikel tanah yang disebabkan oleh energi kinetik air hujan dan

    berikutnya juga disertai dengan pengendapan sedimen (hasil erosi) di atas

    permukaan tanah. Kedua peristiwa yang terjadi secara sinambung tersebut

    menyebabkan turunnya laju infiltrasi karena pori-pori tanah tertutup oleh kikisan

    partikel tanah (Asdak 1995). Fenomena ini dapat mempercepat dan meningkatkan

    laju erosi pada permukaan tanah.

    Erosi dapat dipandang sebagai hasil saling tidih berbagai faktor lingkungan,

    seperti keadaan tanah, iklim, topografi, tumbuhan, sifat fisik tanah dan manusia

    sebagai pengelola. Erosi permukaan terjadi pada lapisan tipis permukaan tanah

    yang terkikis oleh kombinasi air hujan dan limpasan permukaan. Erosi jenis ini akan

    terjadi hanya dan jika intensitas dan/atau lamanya hujan melebihi kapasitas

    infiltrasi dan kapasitas simpan air tanah. Prosesnya dimulai dengan lepasnya

    partikel-partikel tanah yang disebabkan oleh energi kinetik air hujan dan berikutnya

    juga disertai dengan pengendapan sedimen (hasil erosi) di atas permukaan tanah.

    Kedua peristiwa yang terjadi secara sinambung tersebut menyebabkan turunnya

    laju infiltrasi karena pori-pori tanah tertutup oleh kikisan partikel tanah (Asdak

    1995).

    Bentuk-bentuk erosi yang perlu diperhatikan adalah bentuk-bentuk erosi

    yang dipercepat, karena selain erosi ini sering terjadi, juga karena tangan-tangan

    atau perbuatan-perbuatan manusia yang mendorongnya (Kartasapoetra 1989).

    Bentuk-bentuk erosi yang dipercepat itu antara lain :

    1. Erosi lembar (Sheet Erotion)

    Pengikisan bagian tanah permukaan yang berlangsung secara menyeluruh

    dan selanjutnya terangkut atau terhanyutkan secara merata ke kaki lereng pada

    daratan yang lebih rendah, yang telah menunjukkan tererosinya bagian permukaan.

    Jika permukaan vegetasi di lapisan permukaan tanah teratas ternyata resisten,

    kemungkinan terjadi erosi permukaan secara menyeluruh. Bagian di bawah

    permukaan tanah teratas itu akan menggantikannya sehingga tetumbuhan vegetasi

    seolah-olah tidak terganggu.

    2. Erosi Alur (Rill Erotion)

    Erosi alur terjadi karena air tekonsentarasi dan mengalir pada tempat-tempat

    tertentu di permukaan tanah sehingga pemindahan tanah lebih banyak terjadi pada

  • tempat tersebut. Pada tempat konsentarsi itu akan timbul daya lajunya maka

    pengikisan-pengikisan di bawahnya mulai terjadi yang akhirnya laju air bersama

    hasil pengikisan akan mengalir ke bagian bawah dan membentuk larikan-larikan

    bagi penanaman yang searah dengan kemiringan lereng yang merupakan penyebab

    dan mempercepat terjadinya erosi alur.

    3. Erosi Parit (Gully Erotion)

    Proses terjadinya erosi parit sama dengan erosi alur, tetapi saluran-saluran

    yang terbentuk sudah sedemikian dalamnya sehingga tidak dapat dihilangkan

    dengan pengolahan tanah biasa. Bagian-bagian tanah terkikis terjadi dengan hebat,

    sehingga alur-alur berubah menjadi parit-parit yang melebar serta dalam (dapat

    mecapai 30 m), maka erosi demikian di sebut erosi parit, ketahanan tanah di sekitar

    berlangsungnya pengikisan-pengikisan dapat mewujudkan pembentukan parti-parit

    yang berbentuk U dan V. Parit yang berbentuk U terjadi kalau tanah-tanah terkikis

    itu kurang resisiten (misalkan banyak kandungan pasir dan debu). Sedangkan parit

    berbentuk V akan terjadi kalau bagian-bagian tanah terkikis, lebih resisten terhadap

    pengikisan.

    4. Erosi tebing sungai (Stream Bank Erotion)

    Pengikisan-pengikisan tanah pada tebing-tebing sungai pada umunya

    berlangsung pada arah sungai yang berkelok-kelok, karena pada sungai yang

    berkelok-kelok, arus telah membelok menuju tepi di seberang kelokan itu yang

    kekuatannya mampu melakukan pengikisan, sedang pada tebing yang sejalan

    dengan tempat kelokan baisanya terjadi pengendapan.

    5. Longsor (Landslide)

    Longsor adalah suatu bentuk erosi yang pengangkutan atau pemindahan

    tanahnya terjadi pada suatu saat dalam volume yang besar. Longsor terjadi sebagai

    akibat meluncurnya suatu volume tanah di atas suatu lapisan agak kedap air yang

    jenuh air. Lapisan tersebut yang terdiri dari liat atau mengandung kadar liat tinggi

    yang jenuh air berlaku sebagai peluncur (Arsyad 1989).

  • BAB III

    METODOLOGI

    3.1 Waktu dan Tempat

    Praktikum Pengelolaan Ekositem Hutan dan Daerah Aliran Sungai dengan

    judul materi Aplikasi SIG untuk Estimasi Perhitungan Besaran Erosi ini

    dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 26 Maret 2015 mulai pukul 09.00-12.00 WIB

    yang bertempat di RK X 3.01, Fakultas Kehutanan, IPB.

    3.2 Alat dan Bahan

    Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah:

    1. Laptop

    2. Software ARCGIS 10.1

    3. Microsoft word dan excel

    Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah:

    1. Alat tulis

    2. Data DAS Limboto

    3.3 Langkah Kerja

    Adapun cara kerja dari praktikum ini adalah :

    1. Buka software ArcMap 10.1

    2. Klik ikon lalu Add data Stasiun_CH, Sub_DAS_Alo dan facc_utm

    3. Klik kanan pada Layer Stasiun_CH Open Attribute Table

  • 4. Klik ikon pilih Add Field lalu isi tabel Add Field klik OK

    5. Klik menu Editor Stat Editing

  • 6. Klik maka akan muncul :

    7. Klik pada kolom CH_cm tuliskan secara manual nilai CH dalam cm

  • 8. Klik Editor Stop Editing Yes

    9. Spatial Analyst Tools Interpolation Spline

    10. Isikan Input (Stasiun_CH) Output (Spline-cm) Output Cells Size - 30

  • 11. Environments Processing Extent Extent Same as Layer Sub_DAS_Alo OK OK

    12. Spatial Analyst Tools Extraction Extract by Mask

  • 13. Isikn Input raster (Spline_cm) Input raster or feature mask data (Sub_DAS_Alo) Output (Spline_alo) OK

    14. Spatial Analyst Tools Map Algebra Raster Calculator

    15. Pada Raster Calculator ketikkan 237,4 + (2,16*spline_alo) Ouput (faktor_r) OK

  • 16. Klik ikon Add data Jenis_Tanah.shp dan Landuse_Alo.shp

    17. Pada ArcToolbox pilih Conversion Tools To Raster Feature to Raster

    18. Isikan Input (Jenis_Tanah) Field (K) Ouput raster (faktor_k) Ouput cell sizes (30) OK

  • 19. Pada ArcToolbox pilih Conversion Tools To Raster Feature to Raster

    20. Isikan Input (Landuse_alo) Field (CP) Ouput raster (faktor_cp) Ouput cell sizes (30) OK

  • 21. Klik ikon Add data fill_alo_utm

    22. Pada ArcToolbox pilih 3D Analyst Tools Raster Surface Slope

    23. Isikan Input raster (fill_alo_utm) Ouput raster (slope_deg) Output measurement (DEGREE) OK

  • 24. Pada ArcToolbox pilih Spatial Analyst Tools Map Algebra Raster Calculator

    25. Pada Raster Calculator ketikkan Power("facc_utm" * 30 / 22.1,0.4) *

    Power(Sin("slope_deg" *0 .01745) / 0.09,1.4) / 1.4) Otput raster (faktor_ls) OK

    26. Pada ArcToolbox pilih 3D Analyst Tools Raster Reclass Reclassify

  • 27. Isikan Input raster (faktor_ls) Classify Classes (5) Method (Manual)

    Ubah nilai Break Values OK

    28. Isikan Ouput raster (ls_rec) OK

  • 29. Pada Arctoolbox pilih Spatial Analyst Tools Map Algebra Raster Calculator

    30. Pada Raster Calculator ketikkan "faktor_r" * "fakor_k" * "ls_rec2" *

    "faktor_cp" Ouput raster (IBE) OK

    31. Pada ArcToolbox pilih Spatial Analyst Tools Reclass Reclassify

  • 32. Isikan Input raster (IBE) Classify Classes (5) Method (Manual) Ubah nilai Break Values OK

    33. Isikan Ouput raster (ibe_rec) OK

    34. Pada ArcToolbox pilih Conversion Tools From Raster Raster to Polygon

  • 35. Isikan Input raster (IBE_rec) Ouput polygon features (IBE_poli.shp) OK

    36. Klik kanan pada Layer IBE_poli Open Atribute Table

    37. Klik ikon pilih Add Field lalu isi tabel Add Field klik OK

  • 38. Klik ikon Select by Attributes

    39. Klik 2 kali pada GRIDCODE ketik = Get Unique Values klik 1 dua

    kali Apply

  • 40. Klik kanan pada kolom erosi_max pilih Field Calculator Yes

    41. Ketik

  • 42. Ulangi langkah nomor 38 sampai 41 untuk GRIDCODE 2,3,4, dan 5 serta

    untuk selang IBE 15-60, 60-180, 180-480, dan >480. Sehingga diperoleh :

    43. Klik ikon Add data Solum_tanah OK

    44. Pada ArcToolbox pilih Analysis Tools Overlay Intersect

  • 45. Jmasukkan Input Features (ibe_poli dan Solum_Tanah.shp) Output Feature Class (TBE) OK

    46. Klik kanan pada Layer TBE Open Attribute Table

    47. Klik ikon pilih Add Field lalu isi tabel Add Field klik OK

  • 48. Klik ikon Select by Attributes

    49. Klik 2 kali pada erosi_max klik = Get Unique Values klik 1 dua kali

    klik And klik SOLUM dua kali klik = Get Unique Values klik Dalam dua kali Apply

  • 50. Klik kanan pada kolom TBE pilih Field Calculator Yes

    51. Tuliskan sangat ringan OK

  • 52. Ulangi langkah nomor 48 sampai 51 untuk erosi_max 15-60, 60-180, 180-

    480, dan >480 serta untuk SOLUM Dalam, Sedang, Dangkal dan Sangat

    Dangkal. Maka akan diperoleh :

    53. Klik ikon Add Field lalu isi tabel Add Field klik OK

  • 54. Klik kanan pada kolom Luas Calculate Geometry

    55. Klik OK Yes OK

    56. Sehingga akan diperoleh :

  • 57. Klik ikon Export Tulis Output OK

    58. Buka MS Excel Open export_output.dbf OK

  • 59. Ctrl + All Klik ikon Exsiting Worksheet klik sembarang kolom klik OK

    60. Checklist TBE dan Luas

  • BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil

    Gambar 1 Hasil Spline_alo

    Gambar 2 Hasil faktor_r

  • Gambar 3 Hasil faktor_k

    Gambar 4 Hasil faktor_cp

  • Gambar 5 Hasil faktor_ls

    Gambar 6 Hasil IBE

  • Gambar 7 Hasil TBE

    Tabel 1 Tingkat Bahaya Erosi dan Luas

    TBE Luas

    Berat 33716844,78

    Rendah 10700000

    Sangat Berat 33016916,86

    Sangat Rendah 3072304,07

    Sedang 15914478,77

    (blank) 3000000

    Total 99420544,48

    4.2 Pembahasan

    Secara umum erosi dapat dikatakan sebagai proses terlepasnya butiran tanah

    dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air

    atau angin kemudian diikuti dengan pengendapan material yang terangkut di tempat

    yang lain (Suripin 2002).

    Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) merupakan metode yang

    umum digunakan untuk memperediksi laju erosi. Selain sederhana, metode ini juga

    sangat baik diterapkan di daerah-daerah yang faktor utama penyebab erosinya

  • adalah hujan dan aliran permukaan. Metode USLE didesain untuk digunakan

    memprediksi kehilangan tanah yang dihasilkan oleh erosi dan diendapkan pada

    segmen lereng bukan pada hulu DAS, selain itu juga didesain untuk memprediksi

    rata-rata jumlah erosi dalam waktu yang panjang. Akan tetapi kelemahan model ini

    adalah tidak dipertimbangkannya keragaman spasial dalam suatu DAS dimana nilai

    input parameter yang diperlukan merupakan nilai rata-rata yang dianggap homogen

    dalam suatu unit lahan (Hardjowigeno 2003), khususnya untuk faktor erosivitas (R)

    dan kelerengan (LS). Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan teknologi

    berbasis spasial yang sangat populer saat ini. Prediksi erosi dengan metode USLE

    juga bisa menggunakan SIG dalam perhitungannya. Pemanfaatan SIG berbasis

    pixel sebagai alat pemodelan spasial dalam memprediksi erosi bisa membantu

    keakuratan data yang dihasilkan khususnya pada lahan-lahan yang mempunyai

    keadaan topografi yang kompleks (Prahasta 2002). Selain itu SIG dapat

    memanejemen data yang bereferensi geografi dengan cepat sehingga membuat

    studi tentang erosi bisa lebih mudah, khususnya bila harus mengulang menganalisis

    data-data pada daerah yang sama (Amorea et al 2004).

    Menghitung faktor panjang lereng (L) menjadi masalah yang sangat rumit

    saat pengaplikasian SIG berbasis pixel dalam perhitungan erosi dengan metode

    USLE (Kinnell, 2008). Perhitungan erosi dengan metode USLE menggunakan data

    panjang lereng hasil observasi lapangan dan sangat tidak mungkin menghitung

    seluruh panjang lereng pada setiap bentuk lereng di daerah tangkapan air.

    Indeks Erosivitas Limpasan Permukaan (Rw) Erosivitas merupakan

    kemampuan hujan untuk menyebabkan terjadinya erosi. Untuk menghitung indeks

    erosivitas membutuhkan data curah hujan yang diperoleh dari stasiun pencatat

    hujan. Ada 2 macam alat pencatat hujan yaitu alat pencatatan hujan otomatis dan

    alat pencatatan hujan manual/sederhana. Pada alat pencatatan hujan otomatis,

    kenaikan curah hujan dicatat sebagai fungsi waktu pada kertas grafik yang diganti

    tiap hari/minggu/bulan, intensitas didapat dari tingkat perubahan jumlah hujan yang

    tercatat. Pada alat pencatatan manual, data intensitas curah hujan didapat dari

    membagi jumlah hujan dengan lamanya kejadian hujan.

  • Indeks erosivitas untuk pendugaan besarnya laju erosi dapat dihitung

    dengan analisa Rw menurut Williams. Rumus ini digunakan pada daerah aliran

    yang cukup luas, selama erosi juga terjadi pengendapan dalam proses

    pengangkutan. Hasil endapan dipengaruhi oleh limpasan permukaan. Dalam rumus

    ini, Williams mengadakan Modifikasi PUKT untuk menduga hasil endapan dari

    setiap kejadian limpasan permukaan dengan cara mengganti indeks erosivitas (R)

    dengan erosivitas limpasan permukaan (Rw). Beberapa tanah tererosi lebih mudah

    dari pada yang lain meskipun faktor-faktor lainnya memiliki kesamaan. Perbedaan

    ini dinamakan sebagai Erodibilitas tanah dan yang disebabkan oleh propertis tanah

    itu sendiri. Wischmeier dan Smith mendefinisikan faktor erodibiltas tanah adalah

    besar kehilangan tanah per unit indeks erosi untuk tanah yang telah terspesifikasi

    melalui pengukuran pada satuan unit plot. Satu unit plot adalah sepanjang 22.1 m,

    dengan keseragaman kemiringan sebesar 9 %, tanah kosong tanpa penutup, dengan

    diberikan perlakuan peninggian dan penurunan kemiringan.

    Sifat lereng yang mempengaruhi energi penyebab erosi adalah kemiringan

    (slope), panjang lereng dan bentuk lereng. Kemiringan lereng mempengaruhi

    kecepatan dan volume limpasan permukaan. Semakin curam suatu lereng, maka

    laju limpasan permukaan akan semakin cepat, dan laju infiltrasi juga akan

    berkurang sehingga volume limpasan semakin besar. Panjang lereng ini

    mempengaruhi energi utnuk erosi, terutama karena panjang lereng mempengarui

    volume limpasan sehingga juga mempengaruhi kemampuan untuk membuat tanah

    tererosi. Faktor indeks topografi L dan S, masing-masing mewakili pengaruh

    panjang dan kemiringan lereng terhadap besarnya erosi. Panjang lereng mengacu

    pada aliran air permukaan, yaitu lokasi berlangsungnya erosi dan kemungkinan

    terjadinya deposisi sedimen. Pada umumnya, kemiringan lereng diperlakukan

    sebagai faktor yang seragam.

    Indeks pengelolaan tanaman (C) dapat diartikan sebagai rasio tanah yang

    tererosi pada suatu jenis pengelolaan tanaman pada sebidang lahan terhadap tanah

    yang tererosi pada lahan yang sama tanpa ada tanaman. Nilai C untuk suatu jenis

    pengelolaan tanaman tergantung dari jenis, kombinasi, kerapatan, panen dan rotasi

    tanaman. Indeks pengelolaan lahan (P) adalah rasio tanah yang tererosi pada suatu

    jenis pengelolaan lahan terhadap tanah yang tererosi pada lahan yang sama tanpa

  • praktek pengelolaan lahan atau konservasi tanah apapun. Nilai P dipengaruhi oleh

    campur tangan manusia terhadap lahan yang bersangkutan seperti misalnya teras,

    rorak, pengelolaan tanah dan sebagainya. Besaran nilai CP ditentukan berdasarkan

    keanekaragaman bentuk tata guna lahan dilapangan (berdasarkan peta tata guna

    lahan dan orientasi lapangan). Nilainya ditentukan berdasarkan hasil penelitian

    yang telah ada atau modifikasinya. Tingkat bahaya erosi (TBE) diperoleh dengan

    cara membandingkan tingkat erosi pada suatu unit lahan dengan kedalaman efektif.

    Berdasarkan data yang diperoleh tingkat bahaya erosi yang tergolong berat

    mendominasi luasan DAS Alo yaitu seluas 33716844,78 m2 dari total luas

    99420544,48 m2. Sedangkan kategori Sangat Berat masuk ke dalam peringkat

    kedua luasnya yaitu sebesar 33016916,86 m2. Kemudian kategori ringan

    merupakan bagian yang paling kecil dari DAS Alo yaitu sebesar 10700000 m2.

    Dilihat dari luasnya tingkat bahaya erosi kategori sangat berat dan berat yang

    mendominasi DAS Alo maka dapat diketahui bahwa DAS Alo memiliki Tingkat

    Bahaya Erosi yang tinggi. Hal ini menyebabkan keadaan DAS Alo yang rawan erosi

    sehingga diperlukan penanggulangan erosi yang berkelanjutan sampai tingkat

    bahaya erosi di wilayah tersebut terkurangi.

  • KESIMPULAN

    Erosi merupakan proses terlepasnya butiran tanah dari induknya di suatu

    tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau angin kemudian

    diikuti dengan pengendapan material yang terangkut di tempat yang lain. Dalam

    praktikum kali ini, dilakukan analisis sebaran potensi erosi pada sub DAS Alo

    dengan perhitungan nilai erosi. Perhitungan tersebut dapat dilakukan secara spasial,

    dengan memanfaatkan GIS dan dengan bantuan software ArcGIS yang didalamnya

    terdapat tool yang berguna untuk menghitung nilai dari variable yang

    mempengaruhi nilai erosi tersebut seperti R, K, LS, CP. Tingkat Bahaya Erosi pada

    DAS Alo adalah tergolong tinggi atau berat, sehingga peluang untuk terjadinya

    erosi pada DAS Alo sangat besar. Perlu dilakukan kegiatan penanggulangan erosi

    dengan berbagai cara.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Amore, E., et al. 2004. Scale Effect in USLE and WEPP Application for Soil

    Erosion Computation from Three Sicilian Basins. Journal of Hydrology 293

    (2004) 100114. http://www.elsevier.com/locate/jhydrol

    Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID) : IPB Press

    Asdak C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta

    (ID) : Gadjah Mada University Press.

    Hardjowigeno, Sarwono. 1995. Ilmu Tanah. Jakarta (ID) : Akademika Pressindo.

    Kinnell., P.I.A. 2008. The Miscalculation of The USLE Topographic Faktors in

    GIS. Faculty of Science University of Canberra. Canberra Australia

    Prahasta, Eddy. 2002. Sistem Informasi Geografis. Bandung (ID) : Informatika

    Sarief ES. 1985. Konservasi Tanah dan Air. Bandung (ID) : Pustaka Buana.

    Kartasapoetra AG dan MM Sutedjo. 2000. Teknologi Konservasi Tanah dan

    Air. Jakarta (ID) : Rineka Cipta.

    Suripin. 2002. Pengelolaan Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta (ID) : Andi