Top Banner
LAPORAN PENDAHULUAN A. ANATOMI DAN FISIOLOGIS Pengertian Darah adalah cairan di dalam pembuluh darah yang mempunyai fungsi mentransportasikan oksigen, karbohidrat dan metabolit; mengatur keseimbangan asam dan basa; mengatur suhu tubuh dengan cara konduksi (hantaran), membawa panas tubuh dari pusat produksi panas (hepar dan otot) untuk mendistribusikan ke seluruh tubuh; dan pengaturan hormone dengan membawa dan menghantarkan kelenjar ke sasaran. Fungsi Darah Bekerja dari system transport dari tubuh, mengantarkan semua bahan kimia, oksigen dan zat kimia yang diperlukan untuk tubuh supaya fungsi normalnya dapat dijalankan dan menyingkirkan karbon dioksida dan hasil buangan lainnya. Sel darah merah mengantarkan oksigen ke jaringan dan menyingkirkan sebagian dari karbon dioksida. Sel darah putih menyediakan banyak baha pelindung dan arena gerakan fagositosis dari beberapa sel maka melindungi tubuh dari serangan bakteri. Plasma membagi protein yang diperlukan untuk pembentukan jaringan; menyegarkan cairan jaringan karena melalui cairan ini semua sel tubuh menerima makanannya. Dan merupakan kendaraan untuk mengangkut bahan buangan ke berbagai organ exkretorik untuk dibuang. Hormon dan enzim diantarkan dari organ ke organ dengan perantaraan darah. Bagian-Bagian Darah o Sel darah merah
29

Laporan Pendahuluan Lma

Jan 16, 2016

Download

Documents

Pipidh Cupidd

Leukemia
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Laporan Pendahuluan Lma

LAPORAN PENDAHULUAN

A. ANATOMI DAN FISIOLOGIS

Pengertian

     Darah adalah cairan di dalam pembuluh darah yang mempunyai fungsi

mentransportasikan oksigen, karbohidrat dan metabolit; mengatur keseimbangan asam

dan basa; mengatur suhu tubuh dengan cara konduksi (hantaran), membawa panas

tubuh dari pusat produksi panas (hepar dan otot) untuk mendistribusikan ke seluruh

tubuh; dan pengaturan hormone dengan membawa dan menghantarkan kelenjar ke

sasaran.

Fungsi Darah

Bekerja dari system transport dari tubuh, mengantarkan semua bahan kimia,

oksigen dan zat kimia yang diperlukan untuk tubuh supaya fungsi normalnya dapat

dijalankan dan menyingkirkan karbon dioksida dan hasil buangan lainnya.

Sel darah merah mengantarkan oksigen ke jaringan dan menyingkirkan sebagian

dari karbon dioksida.

Sel darah putih menyediakan banyak baha pelindung dan arena gerakan fagositosis

dari beberapa sel maka melindungi tubuh dari serangan bakteri.

Plasma membagi protein yang diperlukan untuk pembentukan jaringan;

menyegarkan cairan jaringan karena melalui cairan ini semua sel tubuh menerima

makanannya. Dan merupakan kendaraan untuk mengangkut bahan buangan ke

berbagai organ exkretorik untuk dibuang.

Hormon dan enzim diantarkan dari organ ke organ dengan perantaraan darah.

Bagian-Bagian Darah

o Sel darah merah

Jika dilihat di bawah mikroskop, bentuk darah merah seperti saluran bikokaf

tersebut mempunyai inti, warnanya kuning kemerah-merahan, sifatnya kenyal

sehingga bias berubah bentuk sesuai dengan pembuluh darah.

Sel darah merah atau eritrosit berupa saluran kecil , cebung pada kedua sisinya

sehingga dilihat dari samping tampak seperti dua buah bulan sabit yang saling

bertolak belakang.

o Sel darah putih

Bentuknya bening dan tidak berwarna ukurannya lebih besar dari pritosit,

bentuknya lebih besar 2X sel darah merah, tetapi juga bermacam-macam inti sel

dan banyak.

Page 2: Laporan Pendahuluan Lma

Sel polimorfonulitear dan monosit normal dibentuk hanya dalam sumsum tulang,

sebaliknya limfosit dan sel plasma dihasilkan dalam berbagai organ limfogen

termasuk kelenjar limpa, limpa kelenjar timus forsit dan sisa limfoid yang terletak

dalam usus dan ditempat lain.

o Trombosit

Trombosit adalah sel kecil kira-kira sepertiga ukuran sel darah merah. Peranannya

penting dalam penggumpalan darah. Trombosit merupakan benda-benda kecil

yang mati. Bentuk dan ukurannya bermacam-macam, ada yang bulat dan ada yang

lonjong, warnanya putih. Trombosit bukanlah sel melainkan berbentuk keping-

keping yang merupakan bagian-bagian terkecil dari sel besar. Trombosit dibuat di

susunan tulang, paru-paru dan limpa dengan ukuran kira-kira 2 – 4 miliron umur

peredarannya sekitra 10 hari.

Leukosit

Leukosit ( sel darah putih ) adalah unit-unit yang dapat bergerak dalam suatu

pertahanan tubuh, keadaan tubuh dan sifat – sifat leukosit berlainan dengan eritrosit

dan apa bila kita periksa dan kita lihat dibawah mikroskop maka akan terlihat.

Bentuknya dapat berubah – ubah dan mempunyai macam-macam inti sel sehingga ia

dapat dibedakan menurut inti selnya, warnanya bening (tidak berwarna) banyaknya

dalam 1 mm3 darah kira – kira 6000 – 9000

Terdapat 5 jenis Leukosit yang bersirkulasi baik yang mempunyai granula

maupun tidak bergranula, yang dikenal dengan granulosit dan agranulosit.

Macam – macam Leukosit meliputi (Agranulosit Dan Granulosit):

1. Agranulosit

a. Limfosit, macam Leukosit yang dihasilkan dari jaringan reticulum endothelial

system dan kelenjar limfe, bentuknya ada yang kecil dan ada yang besar

didalam sitoplasmanya tidak terdapat granula dan intinya besar. Berfungsi

sebagai pembunuh dan pemakan bakteri yang masuk kedalam jaringan tubuh.

b. Monosit, macam Leukosit yang terbanyak dibuat disumsum merah lebih besar

dari pada limfosit. Dibawah mikroskop terlihat bahwa protoplasmanya lebar,

warna biru dan sedikit abu – abu mempunyai bintik – bintik sedikit kemerahan.,

berfungsi sebagai fagosit.

2. Granulosit

a. Neutrofil, atau polimor nukleur leukosit mempunyai inti sel yang barang kali

kadang– kadang seperti terpisah pisah. Protoplasmanya banyak bintik-bintik

halus.

Page 3: Laporan Pendahuluan Lma

b. Eusinofil, ukuran dan bentuknya hampir sama dengan neutrofil tetapi granula

dan sitoplasmanya lebih besar.

c. Basofil, sel ini kecil dari pada eusinofil tetapi mempunyai inti yang bentuknya

teratur. Didalam protoplasmanya terdapat granular-granular besar.

Leukosit mempunyai 2 fungsi di dalam tubuh manusia antara lain :

Sebagai serdadu tubuh yaitu bertugas membunuh dan memakan bibit penyakit /

bakteri yang masuk kedalam tubuh jaringan RES ( sistem retikulo endotel ),

tempat pembiakannya di dalam limpa dan kelenjar limfe.

Sebagai pengangkut yaitu, mengangkut dan membawa zat lemak dari dinding

usus melalui limfa terus ke pembuluh darah.

B. DEFINISI

Leukemia mieloblastik akut [acute myelogenous leukemia (AML)] juga disebut

leukemia nonlimfositik akut [acute nonlymphocytic leukemia (ANLL)] adalah keganasan

progresif yang terbentuk dari prekursor hematopoietik, atau sel induk mieloid, yang

kemudian berkembang menjadi granulosit, monosit, eritrosit, dan trombosit

Leukemia mieloblastik akut (LMA) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan

transformasineoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari sel myeloid.

Bila tidak diobati, penyakit ini akan mengakibatkan kematian secara cepat dalam waktu

beberapa minggu sampai bulan sesudah diagnosis.

Page 4: Laporan Pendahuluan Lma

C. EPIDEMIOLOGI

Di Negara maju seperti Amerika Serikat, LMA merupakan 32% dariseluruh kasus

leukemia. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada dewasa (85%) dari pada anak

(15%). Insidens LMA umumnya tidak berbeda dari masa anak-anak hingga masa

dewasa muda.Sesudah usia 30 tahun, insidensi LMA meningkat secara eksponensial

sejalan denganmeningkatnya usia. LMA pada orang yang berusia 30 tahun adalah

0,8%, pada orang yang berusia 50 tahun 2,7%, sedang pada orang yang berusia di atas

65 tahun adalah sebesar 13,7%.Secara tidak umum tidak didapatkan adanya variasi

antar etnik tentang insidensi LMA, meskipun pernah dilaporkan adanya insidens LMA

tipa M3 yang 2,9 hingga 5,8 kali besar pada rasHispanik yang tinggal di Amerika Serikat

dibandingkan dengan ras Kaukasia.

D. ETIOLOGI

Etiologi LMA tidak diketahui. Meskipun demikian, ada beberapa faktor yang

diketahui dapat menyebabkan atau setidaknya menjadi faktor predisposisi LMA pada

populasi tertentu. Benze nemerupakan zat leukomogenik untuk LMA. Selain itu, radiasi

ionik juga diketahui dapat menyebabkan LMA. Terdapat penelitian pada orang-orang

yang selamat dari serangan bom atom Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Efek

Page 5: Laporan Pendahuluan Lma

leukomogenik dari paparan ion radiasi tersebut mulai tampak sejak 1.5tahun sesudah

pengeboman dan mencapai puncak 6 atau 7 tahun sesudah pengeboman. Faktor lain

yang merupakan predisposisi untuk LMA adalah trisomi kromosom 21yang dijumpai

pada penyakit herediter sindrom Down. Pasien sindrom Down mempunyai risiko10

hingga 18 kali lebih tinggi untuk menderita leukemia, khususnya LMA tipe M7. Selain itu

pasien beberapa sindrom genetik seperti sindrom Bloom dan anemia Fanconi juga

diketahui mempunyai risiko yang jauh lebih tinggi dibandingkan populasi normal untuk

menderita LMA.Faktor lain yang memicu terjadinya LMA adalah pengobatan dengan

kempterapi sitotoksik pada pasien tumor padat. LMA akibat terapi adalah komplikasi

jangka panjang yang serius dari pengobatan limfoma, mieloma multipel, kanker

payudara, kanker ovarium dan kanker testis.Jenis kemoterapi yang paling sering

memicu timbulnya LMA adalah golongan alkalyting agent dan topoisomerase II

inhobitor. LMA akibat terapi mempunyai prognosis yang lebih buruk dibandingkan LMA

de novo sehingga di dalam klasifikasi leukemia versi WHO dikelompokkantersendiri.

Faktor Predisposisi :

a. Senyawa kimia (benzene) : zat lekomogenik untuk LMA

b. Radiasi ionic : Efek tampak 1,5 tahun sesudah pengeboman Hiroshima & Nagasaki.

c. Sindrom Down : trisomi kromosom 21 dimana terjadi resiko 10-18 kali lemih tinggi

menderita leukemia

d. Pengobatan dengan kemoterapi sitotoksik pada pasien tumor padat. Contoh jenis

kemoterapi : Golongan alkylating agent and topoisomerase II inhibitor

Page 6: Laporan Pendahuluan Lma

E. PATOFISIOLOGI

Patogenesis utama LMA adalah adanya blokade maturitas yang menyebabkan

proses diferensiasi sel-sel seri mieloid terhenti pada sel-sel muda (blast) dengan akibat

terjadi akumulasi blast di sumsum tulang. Akumulasi Blast di dalam sumsum tulang

akan menyebabkan gangguan hematopoesis normal dan pada gilirannya akan

mengakibatkan sindrom kegagalan sumsum tulang (bone marrow failure syndrome)

yang ditandai dengan adanya sitopenia ( anemia, leukopeni, trombositopeni). Adanya

anemia akan menyebabkan pasien mudah lelah dan pada kasus yang lebih berat akan

sesak nafas, adanya trombositopenia akan menyebabkan tanda-tanda perdarahan,

sedang adanya leukopenia akan menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi,

termausk infeksi oportunis dari flora normal bakteri yang ada di dalam tubuh manusia.

Selain itu, sel-sel blast yang terbentuk juga punya kemampuan untuk migrasi keluar

sumsum tulang dan berinfiltrasi ke organ-organ lain seperti kulit, tulang, jaringan lunak

dan sistem syaraf pusat dan merusak organ-organ tersebut dengan segala akibatnya.

Sel ganas pada AML myeloblast tersebut. Dalam hematopoiesis normal,

myeloblast merupakan prekursor belum matang myeloid sel darah putih, sebuah

myeloblast yang normal secara bertahap akan tumbuh menjadi sel darah dewasa putih.

Namun, dalam AML, sebuah myeloblast tunggal akumulasi perubahan genetik yang

"membekukan" sel dalam keadaan imatur dan mencegah diferensiasi.Seperti mutasi

saja tidak menyebabkan leukemia, namun ketika seperti "penangkapan diferensiasi"

dikombinasikan dengan mutasi gen lain yang mengganggu pengendalian proliferasi,

hasilnya adalah pertumbuhan tidak terkendali dari klon belum menghasilkan sel, yang

mengarah ke entitas klinis AML. Sebagian besar keragaman dan heterogenitas AML

berasal dari kenyataan bahwa transformasi leukemia dapat terjadi di sejumlah langkah

yang berbeda di sepanjang jalur diferensiasi. Skema klasifikasi modern untuk AML

Page 7: Laporan Pendahuluan Lma

mengakui bahwa karakteristik dan perilaku dari sel leukemia (dan leukemia) mungkin

tergantung pada tahap di mana diferensiasi dihentikan.

Spesifik sitogenetika kelainan dapat ditemukan pada banyak pasien dengan

AML, jenis kelainan kromosom sering memiliki makna prognostik. Para translokasi

kromosom yang abnormal menyandikan protein fusi, biasanya faktor transkripsi yang

mengubah sifat dapat menyebabkan "penangkapan diferensiasi." Sebagai contoh, pada

leukemia promyelocytic akut, t (15; 17) translokasi menghasilkan protein fusi PML-

RARα yang mengikat ke reseptor unsur asam retinoat dalam beberapa promotor

myeloid-gen spesifik dan menghambat diferensiasi myeloid. Klinis tanda dan gejala

hasil AML dari kenyataan bahwa, sebagai klon leukemia sel tumbuh, ia cenderung

untuk menggantikan atau mengganggu perkembangan sel-sel darah normal dalam

sumsum tulang. Hal ini menyebabkan neutropenia, anemia, dan trombositopenia.

(Terlampir)

F. MANIFESTASI KLINIS

Berbeda dengan anggapan umum selama ini, pada pasien LMA tidak selalu

dijumpai leukositosis. Leukositosis terjadi pada sekitar 50% kasus LMA, sedang 15%

pasien mempunyai angka leukosit yang normal dan sekitar 35% pasien mengalami

netropenia. Meskipun demikian, sel-sel blast dalam jumlah yang signifikan di darah tepi

akan ditemukan pada 85% kasus LMA. Oleh karena itu sangat penting untuk

memeriksa rincian jenis sel-sel leukosit didarah tepi sebagai pemeriksaan awal, untuk

menghindari kesalahan diagnosis pada orang yang diduga menderita LMA.

Tanda dan gejala utama LMA adalah adanya rasa lelah, perdarahan dan infeksi

yang disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang sebagaimana disebutkan

diatas. Perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekia sering dijumpai

di ekstremitas bawah atau berupa epistaksis, perdarahan gusi dan retina. Perdarahan

yang lebih berat jarang terjadi kecuali pada kasus yang disertai dengan DIC. Kasus DIC

ini paling sering dijumpai pada kasus LMA tipe M3. Infeksi sering terjadi ditenggorokan,

paru-paru, kulit dan daerah peri rektal, sehingga organ-organ tersebut harus diperiksa

secara teliti pada pasien LMA dengan demam.

Pada pasien denagn angka leukosit yang tinggi (lebih dari 100 ribu/mm3), sering

terjadi leukostasis, yaitu terjadinya gumpalan leukosit yang menyumbat aliran penbuluh

darah vena maupun arteri. Gejala leukostasis sangat bervariasi, tergantung lokasi

sumbatanya. Gejala yang sering dijumpai adalah gangguan kesadaran, sesak nafas,

nyeri dada dan priapismus. Angka leukosit yang sangat tinggi juga sering menimbulkan

gangguan metabolisme berupa hiperuresemia dan hipoglikemia. Hiperuresemia terjadi

Page 8: Laporan Pendahuluan Lma

akibat sel-sel leukosit yang berproliferasi secar cepat dalam jumlah yang besar.

Hipoglikemia terjadi karena konsumsi gula in vitro dari sampel darah yang akan

diperiksa, sehingga akan dijumpai hipoglikemia yang asimtomatik karena hipoglikemia

tersebut hanya terjadi in vitro tetapi tidak in vivo pada tubuh pasien.

Infiltrasi sel-sel blast akan menyebabkan tanda/gejala yang bervareasi

tergantung organ yang di infiltrasi. Infiltrasi sel-sel blast dikulit akan menyebabkan

leukemia kutis yaitu berupa benjolan yang tidak berpigmen dan tanpa rasa sakit,

sedang infiltrasi sel-sel blas di jaringan lunak akan menyebabkan nodul di bawah kulit

( kloroma). Infiltrasi sel-sel blast di dalam tulang akan menimbulkan nyeri tulang yang

sepontan atau dengan stimulasi ringan. Pembengkakan gusi sering di jumpai sebagai

manifestasi infiltrasi sel-sel blas kedalam gusi. Meskipun jarang, pada LMA juga dapat

dijumpai infiltrasi sel-sel blast kedaerah menings dan untuk penegakan diagnosis

diperlukan pemeriksaan sitologi dari cairan serebrospinal yang di ambil melalui prosedur

fungsi lumbal.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Secara klasik diagnosis LMA di tegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik,

morfologi sel dan pengecatan sitokimia. Seperti sudah disebutkan, sejak sekitar dua

dekade tahun yang lalu berkembang 2 (dua) tekhnik pemeriksaan terbaru:

immunophenotyping dan analisis sitogenetik. Berdasarkan pemeriksaan morfologi sel

dan pengecatan sitokimia, gabungan ahli hematologi amerika, perancis dan inggris

pada tahun 1976 menetapkan klasifikasi LMA yang terdiri dari 8 sub tipe (M0 sampai

dengan M7). Klasifikasi FAB hingga saat ini masih menjadi diagnosis dasar MLA.

Pengecatan sitokimia yang penting untuk pasien MLA adalah Sudan Black B (SBB) dan

mieloperoksidase (MPO). Kedua pengecatan sitokimia tersebut akan memberikan hasil

positif pada pasien MLA tipe M1, M2, M3, M4 dan M6.

Pemeriksaan penentuan imunofenotip adalah suatu tehknik pengecatan

moderen yang dikembangkan berdasarkan reaksi antigen dan antibody. Diketahui

bahwa permukaan membran sel-sel darah mengekspresikan antigen yang berbeda-

beda tergantung dari jenis dan tingkat diferensiasi sel-sel darah tersebut. Sebagi contoh

sel limfosit mengekspresikan antigen yang berbeda dengan sel granulosit maupun sel

trombosit dan eritrosit. Demikian pula limfosit B mempunyai ekspresi antigen yang

berbeda dengan limfosit T. Selain itu sel-sel blast mengekspresikan antigen yang

berbeda dengan se-sel leukosit yang lebih matur seperti promielosit dan mielosit. Bila

antigen yang terdapat di permukaan membran sel tersebut dapat diedentifikasi dengan

Page 9: Laporan Pendahuluan Lma

antibodi yang spesifik, maka akan dapat dilakukan identifikasi jenis sel dan tingkat

maturitasnya yng lebik akurat. Identifikasi sel dengan teknik immunophenotyping

biasanya diber label CD (cluster of differentiation). Saat ini terdapat lebih dari 200 CD

yang menjadi penanda berbagai jenis dan tingkat maturitas sel-sel darah. Selain

berfungsi sebagai alat diagnosis, teknik immunophenotyping juga mempunyai nilai

prognostik dan terapi. Sebagai contoh, pasien LMA yang mengekspresikan CD7

mempunyai prognosis yang jelek sedang pasien LMA yang mengekspresikan CD2

mempunyai prognosis yang lebih baik. Saat ini juga sedang dikembangkan terapi

antibodi yang secara spesifik mempunyai target terapi CD33, gentuzumab asagamicin,

yang diindikasikan bagio pasien LMA usia lanjut yang mengekspresiakn CD33.

Analisis sitogenetik pada keganasan hematologi telah dimulai sejak awal 1960

dan berkembang lebih pesat sejak awal 1980an. Terdapat dua kelainan dasar

sitigenetik pada LMA: kelainan yang menyebabkan hilang atau bertambahnya materi

kromosom dan kelainan menyebabkan perubahan yang seimbang tanpa menyebabkan

hilang atau bertambahnya materi kromosom. Kelainan pertama dapat berupa

kehilangan sebagian dari materi kromosom (delesi/del) atau hilangnya satu materi

kromosom secara utuh (monosomi). Penambahan materi kromosom juga dapat bersifat

sebagian (duplikasi/d) atau bertambah satu atau lebih materi kromosom secara utuh

(trisomi, tetrasomi). Kelainan kedua berupa perubahan kromosom seimbang dalam

bentuk perubahan resiprokal antara dua atau lebih kromosom (translokasi/t) atau

perubahan pada berbagai bagian dalam satu kromosom (inversi/inv).

Kelainan sitogenetik t (8,21), t (15,17), inv (16)/t dan translokasi 11q23

merupakan kelainan sitogenetik yang dijumpai pada 21%-28% pada pasien LMA

dewasa. Kelainan sitigeneti lain yang dijumpai dalam jumlah cukup signifikan pada

pasien LMA adalah trisomi, delesi dan kelainan karyotype yang kompleks (mempunyai

kelainan sitogenetik 3 atau lebih). Kelainan sitogenetik pada pasien LMA mempunyai

nilai prognostik. Pasien dengan kelaina sitogenetik: t (15;17), inv (16), t (16;16) atau del

(16q) dan t (8;21) yang tidak disertai del (9q) atau kelainan karyotype yang kompleks

mempunyai prognosis yang baik (favourable); pasien dengan kelainan sitogenetik +8,-

Y, +6, del (12p) atau karyotype yang normal mempunyai prognosis yang sedang

(intermediate), sedangkan pasien dengan kelainan sitogenetik -5 atau del (5q), -7 atau

del (7q), inv (3q), del (9q), t (9;22) dan karyotype yang kompleks mempunyai prognosis

yang buruk (unfavourable). Profil kelainan sitogenetik pada pasien LMA juga

mempunyai implikasi terhadap terapi sebab dewasa ini, meskipun masih kontrovensi,

telah dikembangkan strategi terapi pada pasien LMA berdasarkan profil sitogenik

pasien.

Page 10: Laporan Pendahuluan Lma

Berdasarkan profil kelainan sitogenetik pasien, WHO mengajukan usulan

perubahan klasifikasi LMA, yang telah diadopsi di banyak negara.

Tabel 1. Klasifikasi WHO Untuk LMA

I. LMA dengan translokasi sitogenetik rekuren

LMA dengan t(8;21)(q22;q22), AML1(CBFα)/ETO

APL dengan t(15;17)(q22;q11-12) dan varian-variannya, PML/RARα

LMA dengan eosinofil sumsum tulang abnormal dengan inv (16)(p13q22) atau

t(16;16)(p13;q11),CMFβ/MHY11

LMA dengan abnormalitas 11q23 (MLL)

II. LMA dengan multilineage dysplasia

Dengan sindrom myelodisplasia

Tanpa sindrom myelodisplasia

III. LMA dan sindroma myelodisplastik yang berikatan dengan terapi

akibat obat alkilasi

akibat apipodofilotoksin (beberapa merupakan kelainan limfoid) tipe lain

IV. LMA yang tidak terspesifikasi

LMA diferensiasi minimal

LMA tanpa maturasi

LMA dengan maturasi

LMA dengan diferensiasi monotik

Leukimia monositik akut

Leukemia eritroid akut

Leukemia megakariositik akut

Leukemia basofilik akut

Panmielosis akut dengan mielofibrosis

Menurut (Komite Medik, 2000) Akut Mieloblastik Leukemia dibagi menjadi 7

varian, klasifikasi menurut FAB (French, American, British) sebagai berikut:

M1: Akut Mieloblastik Leukemia tanpa diferensiasi terdiri atas promieblas tak

bergranula, kadang ada granula azurolitik, Auer Rod sangat jarang ada nukleoli

jelas 1 – 2

M2: Akut Mieloblastik Leukemia dengan diferensiasi awal terdiri atas promielosit (sel-sel

dengan sedikit granula inti masih bulat atau sedikit melekuk, plasma biru) dan

mioblas, Auer rod sering ada

M3: Promyelocytic Leukemia sel dengan granula lebih kasar dan lebih banyak, inti

seperti ginjal, Auer rod mudah ditemukan

Page 11: Laporan Pendahuluan Lma

M4: Akut Mieloblastik Leukemia terdiri atas sel muda myeloid yang telah bergranula dan

monosit (jumlah mieloblast, promielosit, mielosit dan seri granulosit lain > 20%

tetapi kurang dari 80% dari sel berinti non eritroid)

M5: Akut Monoscytic Leukemia, sel dari seri granulosit <>

a. M5 A kurang deferensiasi: monoblast besar dengan inti berkromatin seperti benang-

benang halus bentuk bulat atau oval, nukleoli 1-3 tampak vesikuler, sitplasma

banyak biru. Tipe ini lebih banyak pada anak dan dapat dikacaukan dengan LLA

terutama L3 (dibedakan dengan pengecetan esterase non spesifik) 90% kasus

esterase positif.

b. M5 B lebih berdiferensiasi: 20% atau lebih berupa promonosit atau lebih tua dengan

nuklei berlekuk-lekuk, sitoplasma biru abu-abu dan granula azurofilik tersebar,

jarang ada Auer rod.

M6: Erythroleukimia > 30% adalah leukositas dan 50% adalah 1 induk eritroid

megaloblastik

M7: Megakaryocitik leukemia, jarang sekali merupakan bentuk fulminan, pasien sering

menunjukkan pansitopenia, sumsum tulang sering dry tetap pada biopsi terdapat

peningkatan retikuli dengan kelompokan megakorlosit atipik dan atau blast.

Penyakit Leukemia dapat dipastikan dengan beberapa pemeriksaan,

diantaranya adalah ; Biopsy, Pemeriksaan darah {complete blood count (CBC)}, CT or

CAT scan, magnetic resonance imaging (MRI), X-ray, Ultrasound, Spinal tap/lumbar

puncture.

Kelainan hematologis

Anemia dengan jumlah eritrosit yang menurun sekitar 1-3 x 106/mm3.

Leukositosis dengan jumlah leukosit antara 50-100 x 103 /mm3. Leukosit yang ada

dalam darah tepi terbanyak adalah myeloblas.

Trombosit jumlah menurun. Mieloblas yang tampak kadang-kadang mengandung

“badan auer” suatu kelainan yang pathogonomis untuk LMA.

        Sumsum tulang hiperseluler karena mengandung mieloblas yang masif,

sedang megakariosit dan pronormoblas dijumpai sangat jarang. Kelainan sumsum

tulang ini sudah akan jelas meskipun myeloblas belum tampak dalam darah tepi. Jadi

kadang-kadang ditemukan kasus dengan pansitopenia perifer akan tetapi sumsum

tulang sudah jelas hiperseluler karena infiltrasi dengan myeloblas. Kadan-kadang

ditemukan “Auer body” dalam mieloblas. Kadang manifestasi pertama sebagai

eritroleukemia (ploriferasi eritroblas dan mieloblas dalam sumsum tulang) yang

Page 12: Laporan Pendahuluan Lma

berlangsung beberapa bulan/tahun sebelum fambaran mieloblastiknya menjadi jelas

benar.

H. PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan pada pasien LMA adalah untuk mengeradikasi sel-sel klonal

leukemik dan untuk memulihkan hematopoesis normal didalam sumsum tulang. Survival

jangka panjang hanya didapatkan pada pasien yang mencapai remisi komplit. Dosis

kemoterapi tidak boleh diturunkan karena alasan adanya sitopenia, karena dosis yang

diturunkan ini tetap akan menimbulkan efek samping berat berupa supresi sumsum

tulang, tanpa punya efek yang cukup untuk mengeradikasi sel-sel leukemik maupun

untuk mengembalikan fungsi sumsum tulang.

Untuk mencapai eradikasi sel-sel leukemik yang maksimal, diperlikan strategi

yang baik. Umum regimen kemoterapi untuk pasien LMA terdiri dari beberapa fase :

fase induksi dan fase konsolidasi. Kemoterapi fase induksi adalah regimen kemoterapi

yang intensif yang bertujuan untuk mengeradikasi sel-sel leukemik secara maksimal

sehingga tercapai remisi komplit. Istilah remisi komplit digunakan jika jumlah sel-sel

darh diperedaran darah tepi kembali normal serta pulihnya populasi sel di sumsum

tulang termasuk termasul jumlah sel-sel blast <5%. Perlu ditekankan disini, meskipun

tejadi remisi komplit tidak berarti bahwa sel-sel klonal leukemik telah tereradikasi

seluruhnya, karena sel-sel leukemik akan terdeteksi secara klinik bila jumlahnya lebih

dari 109 log sel. Jadi pada kasus remisi komplit, masih tersisa sejumlah signifikan sel-sel

leukemik didalam tubuh pasien tetapi tidak dapat dideteksi. Bila dibiarkan, sel-sel ini

berpotensi menyebabkan kekambuhan di masa-masa yang akan datang. Oleh karena

itu, meskipun pasien telah mencapai remisi komplit perlu ditinjak lanjuti dengan program

pengobatan selanjutnya yaitu kemoterapi konsolidasi. Kemoterapi komsolidasi biasanya

terdiri dari beberapa siklus kemoterapi dan menggunakan obat dengan jenis dan dosis

yang sama atau lebih besar dari dosis yang digunakn pada fase induksi.

Seperti yang sudah disebutkan diatas, tujuan utama pengobatan LMA adalah

untuk mengeradikasi sel-sel leukemik didalam sumsum tulang. Tindakan ini juga akan

mengeradikasi sisa-sisa sel hepatopoetis noramal yang ada di sumsum tulang,

sehingga pasien LMA akan mengalami periode aplasia pasca terapi induksi. Pada saat

tersebut pasien sangat rentan terhadap infeksi dan pendarahan. Pada kasus yang berat

kedua komplikasi ini dapat berakibat fata. Oleh karena itu terapi suportif berupa

penggunaan antibiotika dan tranfusi komponen darah ( khususnya sel darah merah dan

trombosit ) sangat penting untuk menunjang keberhasilan terapi LMA.

Page 13: Laporan Pendahuluan Lma

Terapi LMA dibedakan menjadi 2 yaitu terapi untuk LMA pada umumnya dan

terapi khusus untuk leukemia promielositik akut (LPA).

Terapi LMA pada Umumnya (tabel 3)

Terapi standar 7+3 adalah kemoterapi induksi dengan regimen sitarabin dan

daunorubisin dengan protokol sitarabin 100 mg/m2 diberikan secara infusif kontinyu

selama 7 hari dan daunorubisin 45-60 mg/m2/hari iv selama 3 hari. Sekitar 30-40%

pasien mengalami remisi komplit dengan terapi sitarabin dan daunorubisin yang

diberikan sebagai obat tunggal, sedang bila diberikan sebagai kombinasi remisi komplit

dicapai oleh lebih dari 60% pasien. Bila terdapat residual disease pada hari ke-28 perlu

dipertimbangkan adanya gagal terapi primer dan perlu dimulai terapi alternatif dengan

regimen lain.

Pada pasien dengan gangguan fungsi jantung pemakaian antrsiklikn merupakan

kontra indikasi terutama bila terdapat riwayat miokard infark dan fraksi ejeksi kurang

dari 50%. Pilihan terapi pada kondisi ini adalah High dose cytarabine (ara-C)/HDAC.

Regimen terapi yang dipakai pada HDAC adalah sitarabin 2-3 g/m2 infus iv selama 1-2

jam tiap 12 jam selama 12 dosis atau sitarabin 2-3 g/m2 selama 2 jam setiap 12 jam

pada hari 1,3, dan 5.

Pilihan untuk terapi post remisi dapat berupa kemoterapi konsolidasi,

transplantasi sel stem hematopoetik (hematopoetik stem cell transplantion/ HSCT)

otolog, atau HSCT alogenik. Jenis terapi pada pasca remisi ditentukan berdasarkan

usia dan faktor prognostik, teritama profil sitogenik. Sebagian besar pasien usia muda

memberikan respon yang lebih baik dibandingkan usia usia tua.

Page 14: Laporan Pendahuluan Lma

Bila terjadi relaps dapat diberikan lagi kemoterapi intensif dan / atau HSCT untuk

mencapai remisi komplit kedua atau hanya diberikan perwatan suportif. Pencapaian

remisi komplit kedua tidak begitu dipengaruhi karakter sitogenik, namun lebih

dipengaruhi oleh durasi remisi komplit pertama, usia, dan ada tidaknya komorbiditas

aktif. Durasi median remisi komplit kedua umunya kurang dari 6 bulan bila tanpa HSCT

dengan disease-fre survival kurang dari 10 bulan. Survival meningkat bila sebelumnya

pasien telah menjalani HSCT alogenik, namun donor untuk prosedur tersebut umunya

terbatas.

Terapi pada penderita LMA antara lain :

a. Kemoterapi pada penderita LMA

Fase induksi

Fase induksi adalah regimen kemoterapi yang intensif, bertujuan untuk

mengeradikasi sel-sel leukemia secara maksimal sehingga tercapai remisi

komplit. Walaupun remisi komplit telah tercapai, masih tersisa sel-sel leukemia di

dalam tubuh penderita tetapi tidak dapat dideteksi. Bila dibiarkan, sel-sel ini

berpotensi menyebabkan kekambuhan di masa yang akan datang.

Fase konsolidasi

Fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari fase induksi. Kemoterapi

konsolidasi biasanya terdiri dari beberapa siklus kemoterapi dan menggunakan

obat dengan jenis dan dosis yang sama atau lebih besar dari dosis yang

digunakan pada fase induksi.

Dengan pengobatan modern, angka remisi 50-75%, tetapi angka rata-rata

hidup masih 2 tahun dan yang dapat hidup lebih dari 5 tahun hanya 10%.

b. Radioterapi

Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel

leukemia. Sinar berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau bagian lain dalam

tubuh tempat menumpuknya sel leukemia. Energi ini bisa menjadi gelombang atau

partikel seperti proton, elektron, x-ray dan sinar gamma. Pengobatan dengan cara ini

dapat diberikan jika terdapat keluhan pendesakan karena pembengkakan kelenjar

getah bening setempat.

c. Transplantasi Sumsum Tulang

Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum tulang yang

rusak dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang yang rusak dapat

disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi. Selain itu, transplantasi

sumsum tulang juga berguna untuk mengganti sel-sel darah yang rusak karena

kanker. Pada penderita LMK, hasil terbaik (70-80% angka keberhasilan) dicapai jika

menjalani transplantasi dalam waktu 1 tahun setelah terdiagnosis dengan donor

Page 15: Laporan Pendahuluan Lma

Human Lymphocytic Antigen (HLA) yang sesuai. Pada penderita LMA transplantasi

bisa dilakukan pada penderita yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan

dan pada penderita usia muda yang pada awalnya memberikan respon terhadap

pengobatan.

d. Terapi Suportif

Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag ditimbulkan penyakit

leukemia dan mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah untuk

penderita leukemia dengan keluhan anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi

perdarahan dan antibiotik untuk mengatasi infeksi.

I. KOMPLIKASI

1. Sepsis

2. Perdaahan

3. Gagal organ

4. Iron Deficiency Anemia (IDA)

5. Kematian

Page 16: Laporan Pendahuluan Lma

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Aktivitas

Gejala         :  Kelemahan, malaise, kelemahan ; ketidakmampuan untuk melakukan

aktivitas biasanya.

Tanda         :  Kelelahan otot, Peningkatan kebutuhan tidur, somnolen.

2. Sirkulasi

Gejala         :  Palpitasi

Tanda         :  Takikardi, murmur jantung. Kulit, membran mukosa pucat, nadi, TD.

Defisit saraf kranial dan atau tanda perdarahan serebral.

3. Eliminasi

Gejala         :  Diare ; nyeri tekan perianal, nyeri.  Darah merah terang pada tisu,

feses hitam.  Darah pada urin (gross hematuria), penurunan haluran urin.

4. Integritas Ego

Gejala         :  Perasaan tidak berdaya/tidak ada harapan

Tanda         :  Depresi, menarik diri, ansietas, takut, marah, mudah terangsang.

Perubahan alam perasaan, kacau.

5. Makanan/cairan

Gejala         :  Kehilangan nafsu makan, anoreksia, muntah. Perubahan

rasa/penyimpangan rasa. Penurunan berat badan. Faringitis, disfagia.

Tanda         :  Distensi abdominal, penurunan bunyi usus. Splenomegali,

hepatomegali; ikterik. Stomatitis, ulkus mulut. Hipertrofi gusi

6. Neuorosensori

Gejala         :  Kurang/penuurunan koordinasi, penurunan kesadaran, pusing

                     Perubahan alam perasaan, kacau, disorientasi kurang konsentrasi.

                     Pusing; kebas, kesemutan, parastesia

Tanda         :  Otot mudah terangsang, aktivitas kejang, delirium, muntah-muntah

7. Nyeri/kenyamanan

Gejala         :  Nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang/sendi; nyeri tekan sternal,

kram otot.

Tanda         :  Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah, fokus pada diri sendir.

8. Pernapasan

Gejala         :  Nafas pendek dengan kerja minimal

Tanda         :  Dipsnea, takipnea, sianosis

                     Batuk

                     Gemericik, ronchi

                     Penurunan bunyi nafas

Page 17: Laporan Pendahuluan Lma

9. Keamanan

Gejala         :  Riwayat infeksi saat ini/dahulu; jatuh

                     Gangguan penglihatan/kerusakan

                     Perdarahan spontan tak terkontrol dengan trauma minimal

Tanda         :  Demam, infeksi

                     Kemerahan, purpura, perdarahan retinal, perdarahan gusi, atau

epistaksis

                     Pembesaran nodus limfe, limpa, atau hati (sehubungan dengan invasi

jaringan).

                     Papiledema dan eksoftalmus

                     Infiltrat leukimia pada dermis

10. Seksulitas

Gejala       :  Perubahan libido.

                     Perubahan aliran menstruasi, menorgia.

                     Impoten

11. Penyuluhan/pembelajaran

Gejala         :  Riwayat terpajan pada kimiawi, mis.benzene, fenilbutazon,

kloramfenikol; kadar ionisasi radiasi berlebihan; pengobatan kemoterapi

sebelumnya, khususnya agen pengkelat.

                     Gangguan kromosom, contoh sindrome Down atau anemia Franconi

aplastik.

Pemeriksaan Diagnostik

1.       Hitung darah lengkap : Menunjukkan normositik, anemia normositik.

2.       Hemoglobulin : dapat kurang dari 10 gr/100 ml.

3.       Retikulosit : Jumlah biasanya rendah

4.       Trombosit : sangat rendah <50.000/mm.

5.       SDP : mungkin lebih dari 50000/cm dengan peningkatan SDP imatur.

6.       PTT : memanjang

7.       LED : mungkin meningkat

8.       Asam urat serum : mugkin meningkat

9.       Muramidase serum : pengiktan pada leukimia monositik akut dan mielomonositik.

10.   Copper serum : meningkat

11.   Zink serum : menurun

12.   Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan.

13.   Aspirasi sumsum tulang

14.   Pemeriksaan fungsi ginjal

Page 18: Laporan Pendahuluan Lma

15.   Pemeriksaan elektrolit

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko Infeksi

2. Gangguan perfusi jaringan b/d hipoksia sel.

3. Nyeri (akut) b/d pembesaran organ atau nodus limfe.

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia.

5. Hipertermi b/d proses penyakit.

6. Intoleransi aktifitas b/d kelemahan , penurunan sumber energi, ketidakseimbangan

suplai oksigen dengan kebutuhan.

7. Perubahan proses keluarga b/d mempunyai anak yang menderita leukemia..

8. Antisipasi berduka b/d perasaan potensial kehilangan anak.

C. INTERVENSI

Adapun diagnosa keperawatan pada klien dengan leukemia secara teoritis

menurut Dongoes, Marylinn E, (2000 : 599 – 604) yaitu :

1. Resiko tinggi infeksi behubungan dengan tidak adekuat pertahan sekunder

Tujuan : Mengidentifikasi tindakan untuk mencegah atau menurunkan resiko tinggi.

Tindakan atau intervensi (rasional) :

a. Tempatkan pada ruanga khusus. Batasi pengunjung sesuai indikasi.

Rasional : Melindungi dari sumber potensial patogen/infeksi. Catatan :

supresi sumsum tulang berat, neutropenia, dan kemoterapi menempatkan

pasien pada resiko tinggi infeksi.

b. Berikan protokol untuk mencuci tangan yang baik untuk semua petugas dan

pengunjung.

Rasional : Mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi.

c. Awasi tanda2 infeksi. Perhatikan hubungan antara peningkatan suhu dan

pengobatan kemoterapi. Observasi demam sehubungan dengan takikardi,

hipotensi, perubahan mental samar.

Rasional : Hipertermia lanjut terjadi padea beberapa tipe infeksi, dan demam

(tidak berhubungan dengan obat atau produk darah) terjadi pada banyak pasien

leukimia. Catatan: Septikemia dapat terjadi tanda demam.

d. Cegah menggigil: tingkatkan cairan. Berikan mandi kompres.

R : Membantu menurunkan demam, yang menambah ketidak seimbangan

cairan, ketidak nyamanan, dan komplikasi SSP.

e. Dorong klien untuk sering mengubah posisi, nafas dalam, dan batuk.

Page 19: Laporan Pendahuluan Lma

Rasional : Mencegah statis sekret pernafasan, menurunkan resiko

atelektasis/pneumonia.

f. Inspeksi kulit untuk nyeri tekan

Rasional : Mengidentifikasi infeksi lokal

g. Inspeksi membran mukosa mulut

Rasional : Rongga mulut adalah medium yang baik untuk perumbuhan

organisme

h. Kolaborasi : Hitung darah lengkap

Rasional : Penurunan SDP abnormal dapat diakibatkan oleh proses penyakit

atau kemoterapi.

i. Kolaborasi :Berikan obat sesuai indikasi, contoh antibiotik

Rasional : Untuk mengobatkan infeksi

j. Kolaborasi : Berikan diet rendah bekteri, misalnya makanan dimasak, diproses.

Rasional : Meminimalkan sumber potensial kontaminasi bakterial.

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pendarahan

Tujuan : Menunjukan volume cairan adekuat, dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi

teraba, dan haluaran urin.

Tindakan atau intervensi (rasional) :

a. Awasi intake dan output

Rasional : Kemungkinan dapat mengakibatkan batu ginjal, retensi urin dan

ginjal.

b. Timbang berat badan setiap hari

Rasional : Mengukur keadekuatan penggantian cairan sesuai fungsi ginjal.

c. Awasi tekanan darah dan frekuensi jantung

Rasional : Perubahan dapat menunjukkan efek hipovolemia

(perdarahan/dehidrasi).

d. Perhatikan perdarah gusi

Rasional : Supresi sumsum tulang dapat produksi trombosit menempatkan

pasien pada resiko perdarahan spontan tak terkendali.

e. Kolaborasi : Berikan cairan intravena sesuai indikasi

Rasional : Mempertahankan keseimbangan cairan atau elektrolit karena

tidak adekuatnya pemasukan oral.

f. Kolaborasi :Berikan transfusi SDM, trombosit, faktor pembekuan.

Rasional : Memperbaiki atau menormalkan jumlah SDM dan kapasitas

pembawa oksigen untuk memperbaiki anemia, berguna untuk mencegah atau

mengobati pendarahan.

Page 20: Laporan Pendahuluan Lma

3. Nyeri akut berhubungan dengan pembesaran organ/nodus limfe, sumsum tulang

yang dikemas dengan sel leukemik.

Tujuan : Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol

Tindakan atau inetrvensi (Rasional) :

a. Selidiki keluhan nyeri, perhatikan perubahan pada derajat dua sisi (gunakan

skala 0-10).

Rasional : Membantu mengkaji kebutuhan untuk intervensi:dapat

mengidfentifikasi terjadinya komplikasi.

b. Tempatkan pada posisi nyaman dan sokong sendi, ekstrimitas dengan bantal

atau bantalan.

Rasional : Dapat menurunkan ketidaknyamanan tulang atau sendi.

c. Ubah posisi secara periodik dan berikan atau bantu latihan rentang gerak.

Rasional : Memperbaiki sirkulasi jaringan dan mobilitas sendi.

d. Bantu atau berikan aktivitas terapeutik dan tehnik relaksasi

Rasional : Membantu manajemen nyeri dengan perhatian langsung.

e. Kolaborasi : Awasi kadar asam urat

Rasional : Penggantian cepet dan dekstruksi leukimia (sel) selama

kemoterapi meningkatkan asam urat, menyebabkan pembengkakan dan nyeri

sendi.

f. Kolaborasi : Berikan obat sesuai indikasi

Page 21: Laporan Pendahuluan Lma

DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo,  Aru.W.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV.Departemen Ilmu Penyakit

Dalam FKUI.Jakarta : 2006

Permono,Bambang.Buku Ajar Hematologo-OnkologiAnak.Badan Penerbit IDAI.Jakarta:2005

Engram, Barbara.Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah.EGC.Jakarta:1999

Doenges, Marilyn.E.Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.EGC.Jakarta:2000

Long, Barbar C.Perawatan Medikal Bedah.Yayasan Ikatan Alumni {endidikan

keperawatan.Bandung:1996


Related Documents