1. Diagnosa (Medik) Osteoarthritis Osteoartritis adalah penyakit peradangan sendi yang sering muncul pada usia lanjut. Jarang dijumpai pada usia dibawah 40 tahun dan lebih sering dijumpai pada usia diatas 60 tahun. Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau osteoartrosis (sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas). Osteoarthritis atau juga disebut dengan penyakit sendi degeneratif yaitu suatu kelainan pada kartilago (tulang rawan sendi) yang ditandai perubahan klinis, histologi dan radiologis (Kuntono, 2005). Osteoarthritis lutut adalah gangguan sendi lututnyang bersifat kronis disertai kerusakan tulang dan sendi lutut, berupa disintegrasi dan pelunakan progresif yang diikuti pertambahan pertumbuhan tepi tulang dan tulang rawan sendi lutut (osteofit) dan fibrosis pada kapsul sendi lutut. OA merupakan penyakit gangguan homeostasis metabolism kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum jelas diketahui (Muttaqin, 2011). 2. Anatomi fisiologi Sendi lutut dibentuk oleh epiphysis distalis tulang femur, epiphysis proxsimalis, tulang tibia dan tulang patella,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1. Diagnosa (Medik)
Osteoarthritis
Osteoartritis adalah penyakit peradangan sendi yang sering muncul pada
usia lanjut. Jarang dijumpai pada usia dibawah 40 tahun dan lebih sering dijumpai
pada usia diatas 60 tahun.
Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau
osteoartrosis (sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling
sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas).
Osteoarthritis atau juga disebut dengan penyakit sendi degeneratif yaitu
suatu kelainan pada kartilago (tulang rawan sendi) yang ditandai perubahan klinis,
histologi dan radiologis (Kuntono, 2005).
Osteoarthritis lutut adalah gangguan sendi lututnyang bersifat kronis
disertai kerusakan tulang dan sendi lutut, berupa disintegrasi dan pelunakan
progresif yang diikuti pertambahan pertumbuhan tepi tulang dan tulang rawan
sendi lutut (osteofit) dan fibrosis pada kapsul sendi lutut. OA merupakan penyakit
gangguan homeostasis metabolism kartilago dengan kerusakan struktur
proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum jelas diketahui (Muttaqin, 2011).
2. Anatomi fisiologi
Sendi lutut dibentuk oleh epiphysis distalis tulang femur, epiphysis
proxsimalis, tulang tibia dan tulang patella, serta mempunyai beberapa sendi yang
terbentuk dari tulang yang berhubungan, yaitu antar tulang femur dan patella
disebut articulatio patella femoral, antara tulang tibia dengan tulang femur
disebut articulatio tibio femoral dan antara tulang tibia dengan tulang fibula
proximal disebut articulatio tibio fibular proxsimal (De Wolf, 1996). Anatomi
sendi lutut terdiri dari:
1) Tulang pembentuk sendi lutut antara lain:
a) Tulang Femur
Merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar di dalam tulang kerangka pada
bagian pangkal yang berhubungan dengan acetabulum membentuk kepala sendi
yang disebut caput femoris. Di sebelah atas dan bawah dari columna femoris
terdapat taju yang disebut trochantor mayor dan trochantor minor, di bagian
ujung membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan yang disebut
condylus medialis dan condylus lateralis, di antara kedua condylus ini terdapat
lekukan tempat letaknya tulang tempurung lutut (patella) yang disebut dengan
fosa condylus (Syaifuddin, 1997).
b) Tulang Tibia
Tulang tibia bentuknya lebih kecil, pada bagian pangkal melekat pada os fibula,
pada bagian ujung membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki dan
terdapat taju yang disebut os maleolus medialis. (Syaifuddin, 1997).
c) Tulang Fibula
Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang membentuk
persendian lutut dengan os femur pada bagian ujungnya terdapat tonjolan yang
disebut os maleolus lateralis atau mata kaki luar. (Syaifuddin, 1997).
d) Tulang Patella
Pada gerakan fleksi dan ekstensi patella akan bergerak pada tulang femur. Jarak
patella dengan tibia saat terjadi gerakan adalah tetap dan yang berubah hanya
jarak patella dengan femur. Fungsi patella di samping sebagai perekatan otot-otot
atau tendon adalah sebagai pengungkit sendi lutut. Pada posisi flexi lutut 90
derajat kedudukan patella di antara kedua condylus femur dan saat extensi maka
patella terletak pada permukaan anterior femur (Syaifuddin, 1997).
2) Ligamentum pembentuk sendi lutut
Stabilitas sendi lutut yang lain adalah ligamentum. Ada beberapa
ligamentum yang terdapat pada sendi lutut antara lain : (a) ligamentum crusiatum
anterior, yang berjalan dari depan eminentia intercondyloidea tibia, ke
permukaan medial condylus lateralis femur, fungsi menahan hiperekstensi dan
menahan bergesernya tibia ke depan, (b) ligamentum crusiatum posterior,
berjalan dari facies lateralis condylus medialis femoris, menuju fossa
intercondyloidea tibia, berfungsi menahan bergesernya tibia, ke arah belakang,
(c) ligamentum collateral lateralle yang berjalan dari epicondylus lateralis ke
capitulum fibulla, yang berfungsi menahan gerakan varus atau samping luar, (d)
ligamentum collateral mediale tibia (epicondylus medialis tibia), yang berfungsi
menahan gerakan valgus atau samping dalam dan eksorotasi, dan secara
bersamaan ligament collateral juga berfungsi menahan bergesernya ke depan
pada posisi lutut fleksi 90 derajat, (e) ligamentum popliteum abligum, berasal dari
condylus lateralis femoris menuju ke insertio musculus semi membranosus
melekat pada fascia musculus popliteum, (f) ligamentum transversum genu,
membentang pada permukaan anterior meniscus medialis dan lateralis. Semua
ligament tersebut berfungsi sebagai fiksator dan stabilisator sendi lutut.
Tranversum genu di samping ligament ada juga bursa pada sendi lutut. Bursa
merupakan kantong yang berisi cairan yang memudahkan terjadinya gesekan dan
gerakan, berdinding tipis dan dibatasi oleh membran synovial. Ada beberapa
bursa yang terdapat pada sendi lutut antara lain : (a) bursa popliteus, (b) bursa
supra patellaris, (c) bursa infra patellaris, (d) bursa subcutan prapatellaris, (e)
bursa sub patellaris, (f) bursa prapatellaris.
3) Sistem Otot
Otot-otot yang bekerja pada sendi lutut yaitu:
a) Bagian anterior adalah m. rectus femoris, m. vastus lateralis, m. Vastus medialis,
m. vastus intermedius.
b) Bagian posterior adalah m.biceps femoris, m. semitendinosus, m.
semimembranosus, m. Gastrocnemius
c) Bagian medial adalah m. Sartorius
d) Bagian lateral adalah m. Tensorfacialatae
4) Sistem Persarafan
Nervus femoralis merupakan cabang yang terbesar dari plexus lumbalis.
Nervus ini berasal dari tiga bagian posterior plexus, yang asalnya dari nervus
lumbalis ke dua. Ketiga dan keempat muncul dari tepi lateral m. illiopsoas tepat
di atas ligamentum pouparty dan berjalan turun di bawah ligamentum ini untuk
memasuki trigonum femoralis pada sisi lateral arteri femoralis. Pada trigonum
tersebut, nervus femoralis membagi diri menjadi cabang-cabang terminalis.
Cabang-cabang motorik di atas ligamentum inguinalis mempersyarafi m.
illiopsoas. Cabang-cabang motorik di dalam paha mempersyarafi m. sartorius, m.
pectineus dan m. quadriceps femoris. Cabang-cabang sensorik mencakup cabang-
cabang cutaneous femoralis anterior yang menuju permukaan anterior dan medial
paha serta nervus saphenous yang menuju sisi medial tungkai dan kaki.
Pada regio lutut, tungkai mendapat persyarafan dari nervus ischiadicus
yang berasal dari serabut lumbal ke-4 sampai dengan sacrum ke-3. Nervus ini
merupakan serabut yang terbesar di dalam tubuh yang keluar dari foramen
ischiadicus mayor, berjalan terus disepanjang permukaan posterior paha ke ruang
poplitea, lalu syaraf ini membagi dua bagian yaitu : nervus peroneus communis
dan nervus tibialis.
Nervus peroneus communis pada dataran lateral capitulum fibula akan
pecah menjadi nervus superficialis. Nervus tibialis dibentuk oleh seluruh lima
bagian anterior plexus sacralis. Jadi serabut syaraf ini menerima serabut-serabut
dari 2 segmen spinalis lumbal bawah dan 3 segmen sacral yang atas. Nervus
tibialis membentuk nervus ischiadicus yang paling besar di dalam paha.
Perjalanan saraf ini dimulai pada bagian atas fossa poplitea dan turun vertikal
melewati fossa ini serta dorsum tungkai menuju sisi dorsomedial pergelangan
kaki. Dari daerah ini, nervus tibialis mengeluarkan cabang-cabang terminalisnya
nervus plantaris medialis dan lateralis, yang terus berjalan ke dalam kaki
(Kapandji, 1995).
5) Sistem peredaran darah
a) Sistem peredaran darah arteri
Peredaran darah yang akan dibahas kali ini adalah sistem peredaran darah yang
menuju ke tungkai dan vena yang juga memelihara darah sekitar sendi lutut, arteri
yang memelihara sendi lutut (Apley, 1997).
(1) Arteri femoralis
Merupakan lanjutan dari arteri iliaca external yang keluar dari cavum
abdominalis lacunna vasorum lalu berjalan ke lateral dari venanya kemudian ke
bawah menuju ke dalam fossa illipectiana kemudian masuk ke canalis
addoctorius sehingga arteri poplitea masuk ke fossa poplitea di sisi medial femur,
lalu arteri femoralis bercabang menjadi arteri superficial dan cabang profunda
(Apley, 1997).
(2) Arteri poplitea
Merupakan lanjutan dari arteri femoralis masuk melalui canalis addoctorius,
masuk fossa poplitea pada sisi flexor lutut, bercabang menjadi Arteri genus
superior lateralis, arteri genus superior medialis, arteri genus inferior lateralis,
arteri genus inferior medialis.
b) Sistem Peredaran Darah Vena
Pada umumnya peredaran darah vena berdampingan dengan pembuluh darah
arteri. Pembuluh darah vena pada tungkai sebagian besar bermuara ke dalam
vena femoralis. Vena-vena itu adalah vena shapena parva berjalan di belakang
maleolus lateralis berlanjut ke vena poplitea akan mengalir terus ke vena
shapena magna dan bermuara ke dalam vena femoralis (Apley, 1997).
a. Biomekanik sendi lutut
Aksis gerak fleksi dan ekstensi terletak di atas permukaan sendi, yaitu
melewati condylus femoris. Sedangkan gerakan rotasi aksisnya longitudinal pada
daerah condylus medialis (Kapandji, 1995). Secara biomekanik, beban yang
diterima sendi lutut dalam keadaan normal akan melalui medial sendi lutut dan
akan diimbangi oleh otot-otot paha bagian lateral, sehingga resultannya akan
jatuh di bagian sentral sendi lutut.
1) Osteokinematika
Osteokinematika yang memungkinkan terjadi adalah gerakan fleksi dan
ekstensi pada bidang sagital dengan lingkup gerak sendi fleksi antara 120-130
derajat, bila posisi hip fleksi penuh, dan dapat mencapai 140 derajat, bila hip
ekstensi penuh, untuk gerakan ekstensi, lingkup gerak sendi antara 0 – 10 derajat
gerakan putaran pada bidang rotasi dengan lingkup gerak sendi untuk endorotasi
kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga, demam ringan
menetap, kekeringan pada mata, dan membrane mukosa.
Interaksi sosial
Gejala : kerusakan interaksi dengan keluarga/orang lain, perubahan peran, isolasi.
10) Look
a) Nyeri sendi lutut. Keluhan ini merupakan keluhan utama yang sering kali
menyebabkan klien meminta pertolongan kepada tim kesehatan (meskipun
mungkin sebelumnya sendi sudah kaku dan berubah bentuknya). Nyeri biasanya
bertanbah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa
gerakan tertentu kadang-kadang menimbulkan nyeri yang lebih hebat
dibandingkan gerakan yang lain.
b) Pembesaran sendi lutut (deformitas). Sendi lutut terlihat membesar. Perubahan ini
dapat timbul karena kontraktur sendi yang lama, perubahan permukaan sendi,
berbagai kecacatan, gaya berdiri, dan perubahan pada tulang dan permukaan
sendi.
c) Perubahan gaya berjalan. Gangguan berjalan terjadi akibat kerusakan dan
gangguan fungsi sendi lutut.
11) Feel
a) Tanda peradangan pada sendi lutut (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang
merata, dan warna kemerahan). Mungkin dijumpai pada OA karena adanya
sinovitis.
b) Krepitasi, gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klinis OA lutut. Pada awalnya
hanya berupa perasaan ada sesuatu yang patah atau remuk oleh klien atau perawat
yang memeriksa. Dengan bertambah beratnya penyakit, krepitasi dapat terdengar
sampai jarak tertentu. Gejala ini mungkin timbul karena gesekan kedua
permukaan tulang sendi lutut pada saat sendi digerakkan atau secara pasif
dimanipulasi.
12) Move
a) Hambatan gerakan sendi lutut. Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat
dengan pelan-pelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.
b) Kaku pagi
b. Pemeriksaan penunjang
1) Foto rontgen menunjukkan penurunan progresif massa kartilago sendi
sebagai penyempitan rongga sendi.
Pada foto rontgen tampak adanya penyempitan ruang sendi dan pembentukan
osteofit. Gambaran Klinis Osteoarthitis menurut Altman (1991) :
a) Nyeri sendi beberapa hari sampai beberapa bulan
b) Pada gambaran radiologis, terdapat osteofit pada tepi sendi
c) Cairan sendinya terdapat 2 atau 3 tanda, diantaranya; jernih, viscous/kental, sel
darah putih kurang dari 2000 mm3
d) Kaku sendi di pagi hari kurang dari atau sama dengan 30 menit.
e) Krepitasi (terdengar suara “klik”) pada saat sendi lutut digerakkan.
2) Serologi dan cairan sinovial dalam batas normal
c. Prioritas Keperawatan
1) Nyeri
2) Resiko tinggi infeksi
3) Hambatan mobilitas fisik
4) Resiko tinggi cedera
5) Ansietas
d. Diagnosa keperawatan1) Nyeri yang berhubungan dengan respons inflamasi sendi lutut, kompresi saraf.2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakmampuan menggerakkan sendi lutut sekunder akibat kerusakan kartilago sendi lutut.3) Resiko tinggi trauma berhubungan dengan ketidakmampuan menggerakkan tungkai bawah, penurunan kekuatan otot, pasca-artroplasti, dan ketidaktahuan cara mobilisasi yang adekuat.4) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan port de entrée luka pasca bedah.5) Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan, kondisi sakit, perubahan peran keluarga, kondisi status sosioekonomi.
e. Intervensi keperawatan1) Nyeri berhubungan dengan respons inflamasi sendi lutut, kompresi saraf.Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan nyeri berkurang atau terkontrolKH : a) pasien melaporkan nyeri berkurang atau terkontrolb) pasien tidak gelisahc) skala nyeri 0-1 atau terkontrold) pasien dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri
e) TTV dalam batas normal (S : 36-37,5°C, Nadi : 60-100x/menit, RR : 16-24x/menit)
Intervensi RasionalObservasi
1. Kaji keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0 – 10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal.
Mandiri
1. Atur posisi imobilisasi dan pembebatan sendi lutut dengan perban elastin.
2. Berikan matras atau kasur keras, bantal kecil. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan.
3. Berikan masase yang lembut.
4. Anjurkan pasien sering mengubah posisi. Bantu pasien untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan di bawah, hindari gerakan yang menyentak.
Edukasi
1. Ajarkan pasien teknik relaksasi pernapasan, misal : dengan menarik napas panjang.
2. Ajarkan pasien teknik distraksi, misal : menonton tv, mendengarkan musik, membaca buku.
Kolaborasi
1. Nyeri merupakan respons subjektif yang dapat dikaji dengan menggunakan skala nyeri. Pasien melaporkan nyeri biasanya di atas tingkat cedera.
1. Imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi penarikan dan kontraksi otot yang menjadi unsur utama penyebab nyeri pada lutut.
2. Matras yang lembut/empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi / nyeri.
3. Meningkatkan relaksasi/mengurangi tegangan otot.
4. Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/rasa sakit pada sendi.
1. Meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan nyeri sekunder akibat iskemia.
2. Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus internal dengan mekanisme peningkatan produksi endorphin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri agar tidak dikirimkan ke korteks serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri.
sehingga nyeri akan berkurang.2. Injeksi kortikosteroid intra-artikular
wring meredakan nyeri, tetapi ini hanya pengganti sementara dan bukan yang terbaik karena injeksi yang berulang kali dapat memungkinkan (atau bahkan menyebabkan predisposisi untuk) kerusakan kartilago dan tulang secara progresif.
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakmampuan menggerakkan sendi lutut sekunder akibat kerusakan kartilago sendi lutut.Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannyaKH : a) Tidak terjadi kontraktur sendib) Bertambahnya kekuatan otot (skala 4)c) Pasien dapat ikut serta dalam program latihand) Pasien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan motilitas
Intervensi RasionalObservasi
1. Kaji mobilitas yang ada dan observasi peningkatan kerusakan. Kaji secara teratur fungsi motorik. Mandiri
1. Atur posisi imobilisasi pada lutut.
2. Beri alat bantu tongkat.
3. Bantu pasien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai tolerasi.Edukasi
1. Ajarkan pasien dan keluarga untuk latihan motorik dan ROM.
Kolaborasi1. Lakukan debridemen.
1. Mengetahui tingkat kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
1. Imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen tulang yang menjadi unsur utama penyebab nyeri pada lutut.
2. Alat bantu tongkat dapat membantu pasien dalam melakukan mobilisasi.
3. Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.
1. Untuk melatih pasien dan keluarga secara mandiri dalam melakukan latihan.
1. Penyucian artroskopik, dengan memamngkas jaringan meniscus
2. Lakukan bedah patelektomi.
3. Lakukan bedah osteotomi.
4. Lakukan bedah artroplasti.
yang berdegenerasi dan osteofit, dapat meringankan untuk sementara, tindakan ini berguan jika terdapat kontaindikasi terhadap operasi restruktif.
2. Patelektomi hanya diindikasikan pada kasus yang langka osteoarthritisnya hanya terbatas pada sendi patelofemoral. Jika sendi tibiofemoral stabil, hasilnya memuaskan.
3. Osteotomi penyetelan kembali wring berhasil dalam menyembuhkan gejala dan menghindari perlunya operasi tahap akhir. Indikasi idealnya adalah pasien muda (< 50 tahun) dengan lutut varus dan osteoarthritis yang terbatas pada kompartemen medial, osteotomi valgus tibia yang tinggi akan meredistribusikan beban ke sisi lateral sendi.
4. Artroplasti penggantian diindikasikan pada pasien yang lebih tua dengan kerusakan sendi progresif. Cara ini biasanya merupakan prosedur pelapisan ulang, dengan komponen kondilus femoral dari logam dan meja polietilen berpunggung logam pada sisi tibia. Jika penyakit terutama terbatas pada satu kompartemen, penggantian unikompartemental dapat dilakukan sebagai pengganti osteotomi dengan teknik modern dan perhatian yang sungguh-sungguh pada susunan anatomi lutut.
3) Resiko tinggi trauma berhubungan dengan ketidakmampuan menggerakkan tungkai bawah, penurunan kekuatan otot, pasca-artroplasti, dan ketidaktahuan cara mobilisasi yang adekuat.Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan resiko trauma tidak terjadi
KH : a) pasien mau berpartisipasi dalam pencegahan traumab) pasien mengungkapkan keinginan untuk melakukan mobilisasic) ingin melakukan program rehabilitasi
Intervensi RasionalObservasi
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang cara mobilisasi, program rehabilitasi.
Mandiri1. Berikan informasi yang adekuat
dan rasional tentang pentingnya mobilisasi.
Edukasi1. Ajarkan latihan gerak sendi (ROM)
pasca artroplasti
1. Menjadi data dasar sesuai dengan tingkat pengetahuan yang pasien miliki.
2. Membantu pasien mencapai penerimaan terhadap kondisinya melalui teknik rasionalisasi.
3. Latihan rentang gerak aktif meliputi latihan sendi jari kaki dan telapak kaki yang bertujuan mencegah terjadinya kontraktur.
4) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan port de entrée luka pasca bedah.Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi.KH : a) leukosit dalam batas normal (4000-10000
b) TTV dalam batas normal (S : 36-37,5°C, Nadi : 60-100x/menit, RR : 16-24x/menit). c) tidak ada tanda peradangan : kolor, rubor, dolor, tumor, fungsio lesi
Intervensi RasionalObservasi
1. Kaji jenis pembedahan, hari pembedahan, dan apakah ada order khusus dari tim dokter bedah dalam melakukan perawatan luka.Mandiri
1. Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari tujuan yang diharapkan.
1. Nutrisi sangat diperlukan dalam proses perbaikan jaringan.
2. Membersihkan kuman di sekitar luka.
1. Mengurangi kontaminasi kuman di tangan.
5) Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan, kondisi sakit, perubahan peran keluarga, kondisi status sosioekonomi.Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan ansietas pasien berkurang/hilang atau terkontrolKH : a) pasien terlihat rileks b) pasien menyatakan ansietas berkurang atau terkontrol
Intervensi RasionalObservasi
1. Kaji tanda verbal dan non verbal ainsietas, damping pasien, dan lakukan tindakan jika menunjukkan perilaku merusak.
Mandiri1. Bantu pasien mengekspresikan
perasaan marah, kehilangan, dan takut.
2. Hindari konfrotasi.
3. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat.
4. Tingkatkan kontrol sensasi pasien.
5. Orientasikan pasien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.
6. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan ansietasnya.
7. Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat.
1. Reaksi verbal/non verbal dapat menunjukkan agitasi, marah, dan gelisah.
1. Ansietas berkelanjutan menimbulkan dampak serangan jantung selanjutnya.
2. Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerja sama, dan mungkin memperlambat penyembuhan.
3. Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.
4. Kontrol sensasi pasien (dan dalam mengurangi ketakutan) dengan cara memberikan informasi tentang keadaan pasien, menekankan pada penghargaan terhadap sumber koping (pertahanan diri) yang positif, membantu latihan relaksasi dan teknik pengalihan, dan memberikan respons balik yang positif.Orientasi dapat mengurangi ansietas.
Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan.Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan ansietas, dan
perilaku adaptasi. Adanya keluarga dan teman yang dipilih pasien untuk melayani aktivitas dan pengalihan (misal membaca) akan menurangi perasaan terisolasi.
Daftar pustaka
Muttaqin, Arif. 2011. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : EGC.
Nurma, Ningsih lukman., 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer C. Suzannne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih Bahasa Andry Hartono, dkk., Jakarta, EGC.