Top Banner
LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK KECIL BLOK 17 KEGAWATAN DARURAT MODUL 2 KESEHATAN RONGGA MULUT DAN KAITANNYA DENGAN GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU Disusun oleh : Kelompok 4 Tutor : drg. Cicih B Madherisa Paulita 1310015099 Marini Andriyana 1310015092 Raisa Debrina C. 1310015111 Dzulhiyana Laili T. 1310015098 Aji Ayu Nurbiati 1310015108 Isti Daristivia J. 1310015096 Wilman Rante M. 1310015118
38

Laporan m2 b17 Klp4

Jul 13, 2016

Download

Documents

raisadebrina

ok
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Laporan m2 b17 Klp4

LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK KECIL

BLOK 17 KEGAWATAN DARURAT

MODUL 2 KESEHATAN RONGGA MULUT DAN KAITANNYA DENGAN

GANGGUAN MENTAL DAN PERILAKU

Disusun oleh : Kelompok 4

Tutor : drg. Cicih B

Madherisa Paulita 1310015099

Marini Andriyana 1310015092

Raisa Debrina C. 1310015111

Dzulhiyana Laili T. 1310015098

Aji Ayu Nurbiati 1310015108

Isti Daristivia J. 1310015096

Wilman Rante M. 1310015118

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

TAHUN 2016

Page 2: Laporan m2 b17 Klp4

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan hidayah-Nya lah laporan hasil diskusi kelompok kecil ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan ini disusun dari berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari diskusi kelompok kecil (DKK) kami.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya laporan ini. Pertama-tama kami ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. drg. Cicih selaku tutor kelompok 4 yang telah membimbing kami dalam melaksanakan diskusi kelompok kecil (DKK) dalam skenario modul 2 blok 17 ini.

2. Teman-teman kelompok 4 yang telah mencurahkan pikiran dan tenaganya sehingga diskusi kelompok kecil (DKK) 1 dan 2 dapat berjalan dengan baik dan dapat menyelesaikan laporan hasil diskusi kelompok kecil (DKK) kelompok 4.

3. Teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman khususnya program studi kedokteran gigi angkatan 2013, segala fasilitas yang telah kami gunakan untuk menambah pengetahuan tentang modul kami ini, serta pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Kami sengaja menyelesaikan laporan ini untuk memenuhi salah satu tugas kuliah dengan sistem PBL. Dan tentunya kami selaku penyusun juga mengharapkan agar laporan ini dapat berguna baik bagi penyusun sendiri maupun bagi pembaca di kemudian hari.

Laporan ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran serta kritik yang membangun sangat kami harapkan demi tercapainya kesempurnaan dari isi laporan hasil diskusi kelompok kecil (DKK) ini.

Samarinda, Maret 2016

Hormat kami,

Tim penyusun

Page 3: Laporan m2 b17 Klp4

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................................. 2

Daftar Isi ...................................................................................................................... 3

BAB I : Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 4

1.2 Tujuan .................................................................................................................... 4

1.3 Manfaat .................................................................................................................. 5

BAB II : Pembahasan

2.1 Step 1 : Identifikasi Istilah Asing ...........................................................................6

2.2 Step 2 : Identifikasi Masalah ..................................................................................6

2.3 Step 3 : Curah Pendapat .........................................................................................7

2.4 Step 4 : Peta Konsep ..............................................................................................9

2.5 Step 5 : Learning Objective ...................................................................................9

2.6 Step 6 : Belajar Mandiri..........................................................................................10

2.7 Step 7 : Sintesis.......................................................................................................10

BAB III : Penutup

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................27

3.2 Saran.......................................................................................................................27

Daftar Pustaka...............................................................................................................28

Page 4: Laporan m2 b17 Klp4

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan

1.3 Manfaat

Page 5: Laporan m2 b17 Klp4

BAB 2PEMBAHASAN

Skenario

Seorang wanita (27 th) datang ke klinik swasta untuk berkonsultasi dengan dokter gigiWanita (W) : Selamat pagi dok, saya ingin konsultasiDokter gigi (drg) : Selamat pagi, silahkan… apa yang bisa saya bantu?W : Begini, dok… anak saya sudah 2 hari ini sulit makan dan tidur.

Sepertinya dia sakit gigi dok.Drg : Mengapa tidak dibawa kemari anaknya bu?W : Anak saya sudah dibilangin dok

Kalau sudah maunya, sudah nggak bisa diganggu… bisa-bisa dia menjerit susah berhenti.Saya takut kalau saya bawa ke klinik nanti susah menenangkannya, dan malah mengganggu dok.Ini sudah 2 hari dia marah-marab saja terus, semua barang ditendangnya sambil menjerit-jerit. Bulan depan usianya genap 4 tahun.

Drg : Dia mengeluh sakit di bagian gigi yang mana?W : Dia ngomongnya belum lancer dok… hanya menangis sambil kadang

memegang pipi kirinya.Saya lihat agak bengkak disbanding pipi kanannya, jadi saya merasa dia pasti sakit gigi. Saya nggak berani lihat giginya dok, nanti dia marah.

Drg : Sudah pernah konsultasi ke dokter anak atau psikolog anak?W : Belum pernah… memangnya ada apa dengan anak saya?Drg : Perlu pemeriksaan lebih lanjut bu, ada kemungkinan anak ibu

memiliki gangguan perilaku. Jenisnya bermacam-macam, penyebabnya juga bervariasi.Untuk memastikan, lebih baik dikonsultasikan kepada ahlinya.

2.1 STEP 1

1.Psikologi : seorang ahli atau konsultan yang mempelajari tentang kejiwaan serta gangguan-gangguannya

2.2 STEP 2

1. Apa saja macam-macam gangguan perilaku2. Gangguan perilaku yang bagaimana yang dialami oleh anak di skenario ?3. Apa saja penyebab dari gangguan perilaku ?4. Apa saja ciri-ciri tanda gangguan perilaku ?5. Apa ada hubungan dengan perilaku anak di skenario yang suka marah dengan lambatnya si anak berbicara ?6. Apa yang kita lakukan sebagai dokter gigi jika mendapatkan pasien dengan gangguan

Page 6: Laporan m2 b17 Klp4

Perilaku7. Mengapa dokter gigi tersebut menyarankan ke dr anak dan ke psikiater?8. Apabila kita sebagai drg manakah yang harus ditindak lanjuti terlebih dahulu ? penyakit gigiatau gangguan perilaku ?

2.3 STEP 3

1. Macam – macam gangguan perilaku :a. Organik disorder : perubahan perlaku sejak lahirb. Anxiety disorder : Cemas berlebihanc. Adjustment Disorder : Respon tidak wajard. Autism Disorder : Susah focus pada 1 hale. Acting out : Tingkah laku diluar batas

Gangguan pada anak-anak dan remaja :a. Gangguan tingkah laku : tingkah laku diluar batas usianyab. Gangguan hiperkinetik : tidak bias diam, susah konsentrasic. Gangguan emosional :takut dan cemas bertemu orang lain

2. Anxietas dan Adjusment disorder

3. Kondisi fisik anakMasalah perkembanganLingkungan keluargaLingkungan sekolah

4. Menarik diri dari lingkungan socialTidak dapat focus pada 1 halCemas berlebuhanMerasa mempunyai diri sendiri

5. Ada hubungannya

6. Rujuk ke Sp.KGA , SP.A dan Psikolog

7. Untuk mendiagnosa perlaku si anak dan untk melihat gangguan perilaku

8. Penyakit gigi nya terlebih dahulu lalu rujuk ke SP.A dan Psikolog

2.4 STEP 4

SAKIT GIGI

Page 7: Laporan m2 b17 Klp4

Marah-marah dan tidak bisa bicara

Gangguan perilaku anak dan remaja

Penyebab Jenis Ciri-ciri Penanganan

2.5 STEP 5

Mahasiswa Mampu memahami dan menjelaskan :

1.Gangguan perilaku : a. Etiologib. Jenisc. Penanganan sebagai Dokter Gigi

2.6 STEP 6 Belajar Mandiri

2.7 STEP 7

GANGGUAN PERILAKU

1. EtiologiMenurut Ernar dan Kerig, faktor-faktor yang menyebabkan conduct

disorder dapat dibedakan menjadi faktor biologis, faktor individual dan faktor keluarga.

a. Faktor Biologis

Wenar dan Kerig menyatakan temperamen merupakan penyebab biologis bagi

terbentuknya conduct disorder. Sebagai contoh Moffit dan Lyman dalam Wenar dan Kerig mengatakan bahwa hal yang mem pengaruhi berkembangnya perilaku yaitu adanya disfungsi neuropsikologis yang berhubungan dengan temperamen sulit yang memicu munculnya impulsivitas, perasaan mudah tersinggung dna aktivitas berlebihan pada anak. (CharlesWenar dan Patricia Kerig, t.t: 314-320).

b. Faktor Individual

Dalam Wenar dna Kerig, faktor individual yang berperan dalam

Page 8: Laporan m2 b17 Klp4

pembentukan ConductDisorder pada anak yaitu regulasi diri (selfregulation) yang kurang terbentuk sejak dini, regulasi emosi yang buruk sehingga anak tidak dapat mengembangkan strategi coping (strategi dalam mengatasi masalah) yang baik untuk mengatasi emosi negatifnya dan mengatur emosinya, kurang berkembangnya pemahaman moral dan empati, kognisi sosial anak yang berkembang dengan buruk, dan penggunaan obat-obatan terlarang

c. Faktor Keluarga

Salah satu faktor yang paling berpengaruh dalam gangguan tingkah laku adalah pengaruh lingkungan kelaurga. Menurut Henggeler sebagaimana yang di kutip oleh Linda De Clerg, bahwa perilaku antisosial anak berhubungan dengan: (1) Perilaku antisosial orang tua mereka, (2) Strategi disiplin orang tua yang tidak efektif dan tidak konsisten serta lemahnya pengawasan orang tua (kurangnya teknik dan keterampilan), (3) Kurangnya komunikasidan kasih sayang orang tua atau keluarga dan tingginya konflik keluarga.(Linda De Clerg,1994:185).

Menurut Charles Wenar dan Patricia Kerig, factor keluarga yang mempengaruhi terbentuknya Conduct Disorder adalah attachment(kelekatan orang tua dan anak), masalah dalamrumah tangga, psikopatologi yang dialami orang tua, pola asuh yang kasar dan penurunanperilaku agresif antar generasi, adanya teori coercion, dan proses transaksional dalam keluarga.

2. Jenis

Klasifikasi dan DSM Gangguan Masa Kanak

Gangguan di masa kanak – kanak sering dikelompokkan dalam dua

kelompok: gangguan eksternalisasi dan gangguan internalisasi. Gangguan

eksternalisasi ditandai oleh perilaku seperti agresivitas, ketidakpatuhan,

aktivitas yang berlebihan dan impulsivitas; gangguan tersebut mencakup

gangguan pemusatan perhatian / hiperaktivitas, gangguan tingkah laku,

dan gangguan sikap menentang. Gangguan internalisasi ditandai oleh

perilaku seperti depresi, penarikan diri dari pergaulan sosial, dan

kecemasan dan termasuk gangguan anxietas dan gangguan mood di masa

kanak – kanak.

Page 9: Laporan m2 b17 Klp4

1.      Gangguan Pemusatan Perhatian / Hiperaktivitas

Pengertian ADHD

Salah satu gangguan eksternalisasi adalah gangguan pemusatan

perhatian perhatian/hiperaktivitas (ADHD), yaitu pola tetap tidak adanya

konsentrasi dan/atau hiperaktivitas dan impulsivitas yang lebih sering dan

lebih parah dari yang umumnya terlihat pada anak – anak di usia tertentu.

Istilah hiperaktif tidak asing lagi bagi sebagian besar orang, terutama para

orang tua dan guru. Seorang anak yang selalu bergerak, mengetuk –

ketukan jari, menggoyang – goyangkan kaki, mendorong tubuh anak lain

tanpa alasan yang jelas, berbicara tanpa henti, dan bergerak gelisah

seringkali disebut hiperaktif. Anak – anak tersebut juga sulit

berkonsentrasi pada tugas yang dikerjakannnya dalam waktu yang tertentu

yang wajar.

Kriteria Gangguan Pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas dalam DSM-

IV-TR

         Salah satu dari A atau B :

A.    Enam atau lebih wujud kurangnya konsentrasi selama minimal 6

bulan hingga ke tingkat yang maladaptif dan lebih besar dari yang

diharapkan, menilik tingkat perkembangan orang bersangkutan,

contohnya, berbagai kesalahan yang sembrono, tidak mendengarkan

dengan baik, tidak mengikuti instruksi, mudah teralihkan, mudah lupa

dengan aktivitas sehari – hari

B.     Enam atau lebih wujud hiperaktivitas-impulsivitas yang terjadi

selama minimal 6 bulan hingga ke titijk yang diharapkan, menilik tingkat

perkembangan orang yang bersangkutan, contohnya, bergerak terus dalam

posisi duduk, berlari ke sana ke mari tanpa tujuan (pada orang dewasa

selalu bergerak gelisah), bertingkah laku seolah “digerakkan oleh sebuah

motor,” berbicara tanpa henti

         Beberapa dari karakteristik di atas terjadi sebelum usia 7 tahun

         Terjadi di dua lingkungan atau lebih,a.l.,di rumah dan di sekolah

Page 10: Laporan m2 b17 Klp4

atau di tempat kerja

         Disabilitas yang parah dalam fungsi sosial, akademik, atau

npekerjaan

         Tidak terdapat karakteristik gangguan lain seperti skizofrenia,

gangguan anxietas gangguan mood

Etiologi Gangguan Pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas

Teori Biologis ADHD

Faktor Genetik. Penelitian menunjukkan bahwa prediposisi genetik

terhadap ADHD kemungkinan berperan. Bila orang tua mengalami

ADHD, sebagian anak mereka memiliki kemungkinan mengalami

gangguan tersebut (Biederman dkk., 1995)

Faktor – faktor perinatal dan prenatal. Berta lahir rendah, berbagai

komplikasi yang berhubngan saat kelahiran, dan zat yang dikonsumsi ibu

saat kehamilan (tembakau dan alkohol)

Racun lingkungan. Banyak penelitian yang menunjukan bahwa

pengaruh dari mengkonsumsi alkohol, nikotin, dan zat aditif pada

makanan juga sangat berpengaruh pada ADHD. Demikian juga dengan

keracunan oleh radikal – radikal bebas, timah, timbel dan lain – lain juga

sangat berpengaruh.

Teori Psikologis ADHD

Psikoanalisa. Psikoanalis anak Bruno Bettelheim (1973)

mengemukakan teori diathesis-stres mengenai ADHD, yang menyatakan

bahwa hiperaktivitas terjadi bila suatu prediposisi terhadap gangguan

tersebut dipasangkan dengan pola asuh orang tua yang otoritarian. Jika

anak memiliki disposisi aktivitas yang berlebihan dan mudah berubah

moodnya mengalami stress karena orang tua yang mudah menjadi tidak

sabar dan marah, si anak dapat menjadi tidak mampu mengahdapi tuntutan

orang tuanya untuk selalu patuh.

Teroti Belajar. Pembelajaran juga dapat berperan dalam ADHD.

Page 11: Laporan m2 b17 Klp4

Hiperaktivitas dapat dikuatkan oleh perhatian yang ditimbulkannya

sehingga meningkatkan frekuensi atau intensitasnya. Atau hiperaktivitas

juga dapat merupakan peniruan perilaku orang tua dan saudara – saudara

kandung

Penanganan Gangguan ADHD

ADHD umumnya ditangani dengan pemberian obat dan berbagai

metode behavioral berdasarkan pengondisian operant.

Pemberian obat stimulant. Khususnya metilfenidat, atau Ritalin. Obat

– obatan yang digunakan untuk menangani ADHD mengurangi perilaku

mengganggu dan meningkatkan kemampuan untuk berkonsentrasi.

Penanganan Psikologis. Teknik pelatihan bagi orang tua dan

perubahan manajemen kelas berdasarkan prinsip – prinsip pengondisian

operant. Berbagai intervensi di sekolah untuk anak – anak dengan ADHD

mencakup pelatihan bagi para guru untuk memahami kebutuhan unik anak

– anak tersebut dan menerapkan teknik – teknik operant di kelas. Selain itu

teknik dengan intervensi behavioral juga sangat membantu bagi anak –

anak dengan ADHD

2.      Gangguan Tingkah Laku

Pengertian

Gangguan tingkah laku kadang merupakan awal gangguan kepribadian

antisosial di masa dewasa, meskipun banyak anak yang mendapatkan

diagnosis tersebut tidak berlanjut ke ganggan yang lebih ekstrem.

Kriteria Gangguan Tingkah Laku dalam DSM-IV-TR

         Pola perilaku yang berulang dan tetap yang melanggar hak – hak

dasar orang lain atau norma – norma sosial konvensional yang terwujud

dalam bentuk tiga atau lebih perilaku di bawah ini dalam 12 bulan terakhir

dan minimal satu di antaranya dalam enam bulan terakhir :

A.    Agresi terhadap orang lain dan hewan, contohnya mengintimidasi,

Page 12: Laporan m2 b17 Klp4

memulai perkelahian fisik, melakukan kekejaman fisik kepada orang lain

ataun hewan, memaksa seseorang melakukan aktivitas seksual

B.     Menghancurkan kepemilikan (property), contohnya membakar,

vandalism

C.     Berbohong atau mencuri, contohnya, masuk dengan paksa ke

rumah atau mobil milik orang lain, menipu, mengutil

D.    Pelanggaran aturan yang serius, contohnya, tidak pulang ke rumah

hingga larut malam sebelum berusia 13 tahun karena melanggar peraturan

orang tua, sering membolos sekolah sebelum berusia 13 tahun.

         Disabilitas signifikan dalam fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan

         Jika orang yang bersangkutan berusia lebih dari 18 tahun, kriterias

yang ada tidak memenuhi gangguan kepribadian antisosial.

Etiologi Gangguan Tingkah Laku

Faktor-faktor Biologis. Bukti mengenai pengaruh genetik dalam

tingkah laku bervariasi. Meskipun faktor keturunan ikut berperan namun

pengaruhnya masih kecil jika dibandingkan dengan faktor lingkungan

yang mempunyai pengaruh signifikansi yang lebih besar.

Faktor-faktor psikologis.

Modeling dan operant. Salah satu bagian penting dalam perkembangan

anak normal adalah berkembangnya kesadaran moral, berkembangnya

naluri mengenai yang benar dan yang salah dan kemampuan, bahkan

keinginan, untuk menaati berbagai aturan dan norma. Teori pembelajaran

yang melibatkan modeling dan pengondisian operant memberikan

penjelasan yang bermanfaat mengenai perkembangan dan berlanjutnya

berbagai masalah tingkah laku. Anak – anak dapat mempelajari perilaku

agresifitas orang tua yang berperilaku agresif dan juga dapat menirukan

perilaku agresif dari sumber – sumber (media) yang lainnya.

Pengaruh dari teman – teman seusia. Dalam hal ini difokuskan pada

dua hal yaitu (1) penerimaan atau penolakan dari teman – teman seusia;

Page 13: Laporan m2 b17 Klp4

dan (2) afiliasi dengan teman – teman seusia yang berperilaku

menyimpang.

Faktor – faktor sosiologis. Kedaaan sosial ekonomi masyarakat dimana

individu tinggal juga sangat menentukan gangguan perilaku pada individu.

Penanganan Gangguan Tingkah Laku

Intervensi Keluarga. Para orang tua diajarkan untuk menggunakan

teknik – teknik seperti penguatan positif bila si anak menunjukkan perilaku

positif dan pemberian jeda serta hilangnya perlakuan istimewa bila ia

berperilaku agresif atau antisosial

Penanganan Multisitemik. Intervensi ini memandang masalah tingkah

laku sebagai suatu hal yang dipengaruhi oleh berbagai konteks dalam

keluarga dan antara keluarga dan berbagai system sosial lainnya.

Pendekatan Kognitif. Yakni menggunakan peranan orang tua maupun

pihak – pihak terkait untuk membreikan arahan dan bimbingan bagi anak

dalam mengendalikan emosi, persepsi dan keterampilan lainnya selama

dalam masa perkembangan.

3.      Gangguan Disabilitas Belajar

Pengertian

Disabilitas belajar merujuk pada kondisi tidak memadainya

perkembangan dalam suatu bidang akademik tertentu, bahasa, berbicara,

atau keterampilan motorik yang tidak disebabkan oleh retardasi mental,

autisme, gangguan fisik yang dapat terlihat, atau kurangnya kesempatan

pendidikan. Macam – macam disiabilitas terbagi dalam

  Gangguan belajar, ditandai dengan :

a.   Gangguan menulis

Keterbatasan kemampuan menulis sehingga muncul dalam bentuk

kesalahan memgeja, kesulitan membentuk kalimat. Muncul pada usia 7

tahun

b. Gangguan membaca

Page 14: Laporan m2 b17 Klp4

Keterbatasan kemampuan dalam mengenali dan memahami rangakaian

kata –kata. Biasanya tampak pada usia 7 tahun

c.   Gangguan matematika

Keterbatasan kemampuan anak dalam memahami istilah  matematika.

  Gangguan Komunikasi, ditandai dengan :

a.   Gangguan bahasa ekspresif

Keterbatasan  dalam menggunakan bahasa verbal

b.   Gangguan bahasa campuran reseptif atau ekspresif

Keterbatasan anak dalam memahami maupun memproduksi bahasa

verbal

c.   Gangguan fonologis

Kesulitan dalam artikulasi suara tanpa adanya kerusakan pada

mekanisme berbicara

d.   Gagap

Kesulitan dalam mengucapkan kata atau kalimat secara langsung

  Gangguan Keterampilan Motorik

Seorang anak mengalami hendaya parah dalam perkembangan

koordinasi motorik yang tidak disebabkan oleh retardasi mental atau

gangguan fisik lain yang telah dikenal seperti celebral palsy.

Kriteria Gangguan Perkembangan Belajar Dalam DSM-IV-TR

         Prestasi dalam bidang membaca, berhitung, atau menulis ekspresif

di bawah tingkat yang diharapkan sesuai dengan usia penderita,

pendidikan, dan inteligensi.

         Sangat menghambat performa akademik atau aktivitas sehari - hari

Etiologi Disabilitas Belajar

Sebagian besar penelitian mengenai disabilitas belajar terfokus pada

disleksia mungkin karena disleksia merupakan gangguan yang paling

banyak terjadi dalam kelompok gangguan ini. Meskipun berbagai studi

mengenai gangguan berhitung mulai dilakukan, literature dalam bidang ini

berkembang lebih lambat.

Page 15: Laporan m2 b17 Klp4

Etiologi Disleksia. Berbagai teori psikologi di masa lalu memfokuskan

pada kelemahan perceptual sebagai basis disleksia. Sebuah hipotesis

popular menyatakan bahwa anak – anak yang mengalami masalah

membaca melihat huruf – huruf dalam posisi sebaliknya atau dalam citra

cermin.

Etiologi Berhitung. Terdapat 3 subtipe gangguan berhitung yang

diajukan oleh para ahli. (1) menyangkut kelemahan verbal semantic

(memori mengingat arti kata – kata) dan memicu timbulnya masalah dalam

mengingat fakta – fakta aritmetik, bahkan setelah melalui tahapan latihan

ekstensif (2) menyangkut penggunaan strategi yang tidak sesuai dengan

tahap perkembangan dalam menyelesaikan soal – soal aritmetik dan

seringnya melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal – soal

sederhana (3) menyangkut hendaya keterampilan visuospasial, yang

mengakibatkan kesalahan dalam mengurutkan angka – angka dalam kolom

atau melakukan kesalahan menampatkan angka (meletakkan poin desimal

pada tempat yang salah)

Penanganan Disabilitas Belajar

Sebagian besar penanganan untuk disabilitas belajar dilakukan dalam

berbagai program pendidikan khusus di sekolah – sekolah umum. Berbagai

pendekatan edukasional mencakup mengidentifikasi dan menggunakan

kekuatan kognitif anak seraya menghindari kelemahannya; menargetkan

keterampilam belajar dan strategi organisasional; mengajarkan strategi

instruksi diri secara verbal. Beberapa strategi saat ini digunakan untuk

menangani disabilitas belajar, baik dalam program sekolah, maupun dalam

pembimbingan privat.

4.      Retardasi Mental

Pengertian

Muncul sebelum usia 18 tahun dan dicirikan dengan keterbatasan fungsi

intelektual secara signifikan berada dibawah rata-rata (mis., IQ dibawah

Page 16: Laporan m2 b17 Klp4

70) dan keterbatasan terkait dalam dua bidang keterampilan adaptasi atau

lebih (mis., komunikasi, perawatan diri, aktivitas hidup sehari-hari,

keterampilan sosial, fungsi dalam masyarakat, pengarahan diri, kesehatan

dan keselamatan, fungsi akademis, dan bekerja.

Kriteria Retardasi Mental Dalam DSM-IV-TR

         Fungsin intelektual yang secara signifikan berada di bawah rata –

rata, IQ kurang dari 170

         Kurangnya fungsi sosial adaptif dalam minimal dua bidang

berikut : komunikasi, mengurus diri sendiri, kehidupan keluarga,

keterampilan interpersonal, penggunaan sumber daya komunitas,

kemampuan untuk mengambil keputusan sendiri, keterampilan akademik

fungsional, rekreasi, pekerjaan, kesejahteraan dan keamanan

         Onset sebelum usia 18 tahun

Etiologi Retardasi Mental

Tidak terdapat Etiologi yang dapat diidentifikasi. Orang – orang yang

mengalami retardasi mental ringan atau sedang tidak sejauh yang diketahui

saat ini, mengalami kerusakan otak yang dapat diidentifikasi. Dan bila

orang – orang yang mengalami retardasi mental karena kerusakan biologis

yang dapat diidentifikasi terdapat dalam seluruh kelompok sosioekonomi,

etnis, dan ras dengan presentase yang sama, mereka yang mengalami

retardasi mental ringan atau sedang jauh lebih banyak berasal dari kelas

sosioekonomi rendah, menunjukkan kemungkinan bahwa kondisi

kekurangan sosial tertentu merupakan faktor – faktor besar yang

meretardasi perkembangan intelektual dan behavioral mereka.

Etiologi biologis yang diketahui. 25% penderita retardasi mental

disebabkan oleh faktor bioologis yang sudah diketahui.

Anomali genetik ataun kromosom. Abnormalitas kromosom terjadi

pada kurang 5% dari seluruh kehamilan yang dapat bertahan.

Page 17: Laporan m2 b17 Klp4

Penyakit Gen Resesif. Beberapa ratus penyakit gen resesif telah

teridentifikasi, dan banyak di antaranya menyebabkan retardasi mental.

Penyakit Infeksi. Ketika berada di dalam rahim janin mengalami

peningkatan resiko mental yang diakibatkan oleh penyakit infeksi yang

dialami oleh ibu hamil.

Kecelakaan. Cedera dalam otak akibat kecelakaan merupakan salah

satu penyebab retardasi mental

Bahaya Lingkungan. Retardasi mental juga disebabkan oleh bebrapa

polutan lingkungan.

Pencegahan dan Penanganan Retardasi Mental

Upaya pencegahan lebih difokuskan terhadap pemahaman jenis

penyakit dan infeksi serta akibat dari insiden.

Penanganan residensial. Memberikan layanan pendidikan dan layanan

masyarakat bagi para individu tersebut dan bukan perawatan yang sangat

bersifat pengawasan seperti di rumah sakit jiwa

Intervensi behavioral berbasis pengondisian operant. Bila program

semacam Head Start dapat membantu mencegah retardasi mental ringan

pada anak – anak yang tidak beruntung, berbagai program lain yang

terdahulu yang menggunakan teknik – teknik kognitif dan behavioral

dikembangkan untuk meningkatkan tingkat fungsi para individu dengan

retardasi mental berat.

Intervensi Kognitif. Melalui latihan instruksional diri mengajari anak –

anak tersebut untuk memandu upaya penyelesaian masalah mereka melalui

kata – kata yang diucapkan.

Instruksi dengan bantuan computer. Instruksi ini semakin sering

digunakan di seluruh lokasi semua jenis pendidikan; instruksi ini dapat

sangat cocok diterapkan dalam pendidikan bagi individu yang mengalami

retardasi mental.

5.      AUTISME

Page 18: Laporan m2 b17 Klp4

Dalam DSM-III memperkenalkan (dan dipertahankan dalam DSM-III-

R, DSM-IV, dan DSM-IV-TR) gangguan perkembangan pervasif antara

lain: (1) autistik, yang akan dijelaskan pada bagian di bawah ini, (2)

gangguan Rett, sangat terjadi dan hanya terjadi pada anak perempuan.

Perkembangan sepenuhnya normal hingga tahun pertama atau kedua usia

anak, ketika pertumbuhan kepala si anak melambat. Anak kehilangan

kemampuan untuk menggunakan tangannya untuk melakukan gerakan

yang bertujuan, sebagai ganti melakukan gerakan stereotip seperti

meremas tangan atau mencuci tangan; berjalan secara tidak terkoordinasi;

hanya mampu untuk sedikit belajar berbicara dan mengerti ucapan orang

lain; mengalami retardasi mental sangat berat. Si anak tidak dapat

berhubungan dengan orang lain dengan baik, meskipun kondisi ini dapat

membaik di kemudian hari, (3) Gangguan disintegrative di masa kanak –

kanak terjadi pada anak – anak yang mengalami perkembangan normal

pada dua tahun pertama usianya yang kemudian diikuti dengan hilangnya

keterampilan sosial, bermain, bahasa, dan motorik secara signifikan.

Abnormalitas dalam interaksi sosial dan komunikasi, dan munculnya

perilaku stereotip sangat sama dengan yang terjadi pada autism, (4)

gangguan Asperger seringkali dianggap sebagai bentuk autism ringan.

Hubungan sosial kurang dan perilaku stereotip intens dan rigid, namun

bahasa dan intelegensi tetap normal.

Akan tetapi sangat disayangkan, sedikit sekali penelitian pada ketiga

kategori terakhir.

Autisme dalah kecenderungan untuk memandang diri sendiri sebagai

pusat dari dunia, percaya bahwa kejadian – kejadian eksternal mengacu

pada diri sendiri. Dicirikan dengan gangguan yang nyata dalam interaksi

sosial dan komunikasi, serta aktivitas dan minat yang terbatas (Johnson,

1997). Gejala-gejalanya meliputi kurangnya respon terhadap orang lain,

menarik diri dari hubungan sosial, dan respon yang aneh terhadap

lingkungan seperti mengepakkan tangan, bergoyang-goyang, dan

memukul-mukulkan kepala. Gangguan autistik berawal di masa kanak –

Page 19: Laporan m2 b17 Klp4

kanak awal dan dapat terlihat pada bulan – bulan awal usia anak.

Kriteria gangguan Autistik dalam DSM-IV-TR adalah

         Enam atau lebih dari kriteria pada A, B, dan C di bawah ini, dengan

minimal dua kriteria dari A dan masing – masing satu dari B dan C.

A.    Hendaya dalam interaksi sosial yang terwujud dalam minimal dua

dari kriteria berikut :

        Hendaya yang tampak jelas dalam penggunaan perilaku nonverbal

seperti kontak mata, ekspresi wajah, bahasa tubuh.

        Kelemahan dalam perkembangan hubungan dengan anak – anak

sebaya sesuai dengan tahap perkembangan

        Kurang melakukan hal – hal atau aktivitas bersama orang lain

secara spontan

        Kurangnya ketimbalbalikan sosial atau emosional

B.     Hendaya dalam komunikasi seperti terwujud dalam minimal satu

dari kriteria berikut :

        Keterlambatan atau sangat kurangnya bahasa bicara tanpa upaya

untuk menggantinya dengan gerakan nonverbal

        Pada mereka yang cukup mampu berbicara, hendaya yang tampak

jelas dalam kemampuan untuk mengawali atau mempertahankan

percakapan dengan orang lain

        Kurang bermain sesuai tahap perkembangannya

C.     Perilaku atau minat yang diulang – ulang atau stereotip, terwujud

dalam minimal satu dari kriteria berikut ini :

        Preokupasi yang tidak normal pada objek atau aktivitas tertentu

        Keterikatan yang kaku pada ritual tertentu

        Tingkah laku stereotip

        Preokupasi yang tidak normal pada bagian tertentu dari suatu objek

         Keterlambatan atau keberfungsian abnormal dalam minimal satu

dari bidang berikut, berawal sebelum usia 3 tahun : interaksi sosial, bahasa

untuk berkomunikasi dengan orang lain, atau permainan imajinatif.

Page 20: Laporan m2 b17 Klp4

         Gangguan yang tidak dapat dijelaskan sebagai gangguan Rett atau

gangguan disintegrative di masa kanak - kanak

Etiologi Gangguan Autistik

Teori terdahulu banyak yang menyebutkan bahwa faktor psikologis

sangat bertanggung jawab akan munculnya gangguan ini. Namun lambat

laun perspektif tersebut tergantikan oleh bukti – bukti yang mendukung

pentingnya faktor – faktor biologis, diantaranya adalah faktor genetik.

Basis Psikologis. Sebagian besar orang mungkin secara diam – diam

berasumsi bahwa bila faktor – faktor biologis menjadi penyebab gangguan

seberat autism, maka semestinya terdapat berbagai gejala nyatalain, seperti

stigmata fisik dalam sindroma Down.

Teori Psikoanalisis. Teori yang sangat terkenal adalah teori Bettelheim.

Autisme sangat mirip dengan apati. Bettelheim berpendapat bahwa balita

telah menolak orang tuanya dan mampu merasakan perasaan negatif

mereka. Si bayi melihat bahwa tindakannya hanya berdampak kecil pada

perilaku orang tua yang tidak responsif. Maka, si anak kemudian meyakini

bahwa ia tidak memiliki dampak apapun pada dunia ini, kemudian

menciptakan “benteng kekosongan” autism untuk melindungi dirinya dari

penderitaan dan kekecewaan.

Terori behavioral. Seperti halnya para teroris berorientasi psikoanalisis,

beberapa teoris perilaku mengemukakan teori bahwa pengalaman belajar

tertentu di masa kanak – kanak menyebabkan autisme. Dalam sebuah

artikel yang berpengaruh, Ferster (1961) berpendapat bahwa tidak adanya

perhatian dari oang tua, terutama ibu, mencegah terbentukya berbagai

asosiasi yang menjadikan manusia sebagai penguat sosial, mereka tidak

dapat mengendalikan perilaku si anak, dan mengakibatkan terjadinya

gangguan autistik. Sekali lagi, tidak terdapat dukungan bagi teori ini.

Basis Biologis. Onset autisme di usia yang sangat dini, bersama dengan

sekumpulan bukti neurologis dan genetik yang akan dibahas pada bagian

berikut sangat kuat menunjukkan adanya basis biologis dalam gangguan

Page 21: Laporan m2 b17 Klp4

ini.

Faktor – faktor genetik. Studi genetik mengenai autisme sulit

dilakukann karena gangguan ini sangat jarang terjadi. Bukti yang lebih

kuat mengenai transmisi genetik dalam autisme diperoleh dari berbagai

studi terhadap orang kembar, yang menemukan 60 hingga 91 persen

kesesuaian bagi autisme antara kembar identik, dibandingkan dengan

tingkat kesesuaian yang berkisar 0 hingga 20 persen pada kembar fraternal

(Bailey dkk., 1995; LeCouteur dkk,. 1996; Steffenberg dkk., 1989).

Faktor – faktor Neurologis. Berbagai studi EEG terdahulu terhadap

anak – anak autistik mengindikasikan bahwa banyak di antaranya yang

memiliki pola gelombang otak abnormal (a.l., hutt dkk., 1964). Penelitian

baru – baru ini telah memulai mempelajari keterkaitan antara abnormalitas

neurologis dan masalah – masalah behavioral yang berhubungan dengan

autisme.

Penanganan Gangguan Autistik

Penanganan Psikodinamika bagi Anak – anak dengan Autisme.

Bruno Bettelheim mengannggap bahwa masalah kelekatan dan kelemahan

emosional sebagai penyebab autisme, oleh karena itu ia berpendapat

bahwa atmosfer yang hangat dan penuh kasih sayang harus diciptakan

untuk mendorong si anak memasuki dunia. Kesabaran dan hal yang

disebut oleh Rogerian sebagai penerimaan positif tanpa syarat diyakini

merupakan hal yang diperlukan oleh anak dengan autisme untuk mulai

memercayai orang lain dan untuk mengambil kesempatan dalam

membangun hubungan dengan orang lain.

Penanganan dengan Obat-obatan bagi Anak – anak dengan Autisme.

Beberapa obat yang dapat digunakan dalam terapi ini antara lain :

  Haloperidol. Suatu antipsikotik yang sering digunakan untuk

menangani skizofrenia. Beberapa studi terkendali menunjukkan bahwa

obat ini mengurangi penarikan diri dari kehidupan sosial, perilaku motorik

Page 22: Laporan m2 b17 Klp4

stereotip, dan perilaku maladaptif. Efek samping dari penggunaan obat ini

adalah diskinesia atau gangguan kejat otot.

  Fenfluramin. Berfungsi untuk mengurangi serotonin. Pada

perkembangannya obat ini mempunyai efek yang sangat minim sehingga

dari berbagai penelitian disimpulkan bahwa obat ini tidak menyembuhkan

autisme.

  Penelitian terhadap Antagonis reseptor opioid, naltrekson dan

menemukan bahwa obat ini mengurangi hiperaktivitas pada anak – anak

autistik dan cukup meningkatkan perilaku memulai interaksi sosial.

Dari sekian banyak penelitian dalam farmakologis pada autisme, pada

titik ini, kurang efektif disbanding dengan berbagai intervensi behavioral.

3. Penanganan sebagai Dokter Gigi

Untuk memberikan perawatan gigi pada anak yang berkebutuhan

khusus, kita harus mampu untuk menyesuaikan dengan keadaan sosial,

intelektual, dan emosional. Kurangnya perhatian, gelisah, hiperaktif, dan

perilaku emosional yang tidak menentu merupakan ciri anak dengan

berkebutuhan khusus dalam menjalani perawatan gigi. Dokter gigi harus

mengetahui tingkatan anak berkebutuhan khusus dengan melakukan

konsultasi bersama dokter yang merawat anak atau pengasuh lain jika anak

tidak tinggal bersama orang tua.Prosedur berikut telah terbukti bermanfaat

dalam membangun hubungan dokter gigi dengan pasien dan mengurangi

kecemasan pasien tentang perawatan gigi:

1. Berikan keluarga penjelasan singkat mengenai praktek gigi sebelum

mencoba pengobatan. Perkenalkan pasien dan keluarga pada pekerja

di praktek gigi. Hal ini akan membiasakan pasien dengan para pekerja

dan fasilitas yang ada serta akan mengurangi rasa takut pasien

terhadap ketidaktahuannya. Perbolehkan pasien untuk membawa

benda yang disenanginya (boneka binatang, selimut, atau mainan)

pada saat berkunjung.

Page 23: Laporan m2 b17 Klp4

2. Lakukan berulang-ulang; berbicara perlahan dan dalam istilah yang

sederhana. Kepastian penjelasan akan dipahami dengan menanyakan

kepada pasien jika ada pertanyaan. Jika pasien memiliki sistem

komunikasi alternatif, seperti papan gambar atau perangkat elektronik,

pastikan itu tersedia untuk membantu penjelasan mengenai instruksi

gigi.

3. Berikan hanya satu instruksi pada satu waktu. Hargai pasien dengan

pujian setelah berhasil menyelesaikan setiap prosedur.

4. Dengarkan pasien secara aktif. Pasien yang berkebutuhan khusus

sering mengalami masalah dengan komunikasi, dan dokter gigi harus

sangat sensitif terhadap gerakan dan permintaan lisan.

5. Ajak orang tua untuk melihat proses perawatan dan untuk membantu

dalam komunikasi dengan pasien.

6. Buatlah jadwal perawatan secara berkala. Tingkatkan secara bertahap

ke prosedur yang lebih sulit (misalnya anestesi dan restoratif gigi)

setelah pasien menjadi terbiasa dengan lingkungan klinik gigi.

7. Jadwalkan kunjungan pasien di pagi hari, pada saat dokter gigi, staf,

dan pasien belum merasa lelah. Dengan persiapan yang memadai

dokter gigi dan pekerja dapat memberikan pelayanan yang baik.

Pemahaman yang menyeluruh mengenai tingkat pasien yang

berkebutuhan khusus dan kemampuan pasien dan dengan kesabaran

dan pengertian, dokter gigi tidak akan memiliki masalah yang

signifikan dalam memberikan perawatan gigi.

(Universitas Sumatera Utara, 2011)

Page 24: Laporan m2 b17 Klp4

BAB 3PENUTUP

1.1 Kesimpulan

1.2 Saran

Page 25: Laporan m2 b17 Klp4

DAFTAR PUSTAKA

Linda De Clerg, 1994. Tingkah Laku Abnormal, dari Sudut Padang Perkembangan, Jakarta: Grasindo.

Charles Wenar dan Patricia Kerig,.t.t.Development Psychopathology from Infancy Through Adolescence, edisi ke-5, New York : McGraw-Hill.

Alpers, Ann.2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph Edisi 20 Volume 1. EGC : Jakarta.

Davidson, Gerald, Neale, John, Kring, Ann. 2010. Psikologi Abnormal. Raja Grafindo

Persada : Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 1993. Pedoman

Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, Edisi Pertama. Jakarta.

Jeffrey S. Nevid. Abnormal Psychology in a Changing World, March 14, 2003

Mark Durand dan David H. Barlow. 2006. Intisari Psikologi Abnormal. Jakarta.

Kaplan, H.I., Sadock B.J. 1997. Sinopsis Psikiatri, Jilid II, Edisi ke-7. Binarupa Aksara,

Jakarta.

Sarwono, S. 1994. Psikologi Remaja. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

http://repository.usu.ac.id/bitsteram/123456789/38155/3/Chapter%20II.pdf