LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM
FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI I
PERCOBAAN
ANALGESIK, ANTIPIRETIK, ANTIINFLAMASI
OLEH KELOMPOK : IV GOLONGAN : FARMASI B1
ASISTEN : NUR SYAMSI DHUHA, S. Farm., M.Si
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
JURUSAN FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR SAMATA GOWA2014BAB
IPENDAHULUANA. Latar Belakang
Obat merupakan bahan kimia yang memungkinkan terjadinya
interaksi bila tercampur dengan bahan kimia lain baik yang berupa
makanan, minuman atau pun obat-obatan. Interaksi obat adalah
perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat dengan bahan-bahan
lain tersebut termasuk obat tradisional dan senyawa kimia lain.
Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih
obat sekaligus dalam satu periode (polifarmasi) digunakan
bersama-sama. Interaksi obat berarti saling pengaruh antarobat
sehingga terjadi perubahan efek.Analgetik merupakan obat yang
mengurangi bahkan mungkin menghilangkan rasa sakit tanpa diikuti
hilangnya kesadaran. Antipiretik adalah obat yang digunakan untuk
menurunkan demam. Antiinflamasi adalah obat yang dapat
menghilangkan radang yang disebabkan bukan karena
mikroorganisme.
Obat golongan ini merupakan salah satu kelompok obat yang banyak
diresepkan dan juga digunakan tanpa resep dokter. Obat
anti-inflamasi nonstreoid (OAINS) merupakan suatu kelompok obat
yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia.
Walaupun demikian, obat-obat ini mempunyai banyak persamaan dalam
efek terapi maupun efek samping. Untuk itu, dilakukan percobaan ini
dengan tujuan menentukan efek farmakologi dari obat-obat analgetik,
antipiretik, dan antiinflamasi terhadap tubuh melalui pengujian
terhadap hewan coba mencit (Mus musculus).
B. Maksud dan Tujuan Percobaan1. Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami efek farmakologi dari obat analgetik,
antipiretik dan antiinflamasi pada hewan coba.2. Tujuan
Percobaan
a. Menentukan efek farmakologi dari obat-obat analgetik terhadap
mencit berupa paracetamol, ibuprofen, dan Na-CMC 1 %.b. Menetukan
efek farmakologi dari obat-obat antipiretik terhadap mencit berupa
ibuprofen dan Na-CMC 1 %.c. Menentukan efek farmakologi dari
obat-obat antiinflamasi terhadap mencit berupa Na-CMC 1 % dan
Na-Diklofenak.C. Prinsip Percobaan
1. Penentuan efek farmakologi dari obat analgetik berupa
paracetamol, ibuprofen, dan Na-CMC 1 % berdasarkan pengamatan
terhadap respon angkat kaki mencit di atas plat panas.2. Penentuan
efek farmakologi dari obat antipiretik berupa ibuprofen dan Na-CMC
1 % berdasarkan kemampuannya menurunkan suhu rektal mencit yang
telah diinduksi dengan pepton 1,5 % kemudian diberi obat
antipiretik secara per oral.3. Penentuan efek farmakologi dari obat
antiinflamasi berupa Na-CMC 1 % dan Na-Diklofenak berdasarkan
kemampuannya mengurangi pembengkakan pada kaki mencit yang telah
diinduksi dengan albumin 1 % secara intraplantar dan diberi obat
antiinflamasi secara per oral.BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Teori
UmumAnalgetik adalah obat yang mengurangi atau melenyapkan rasa
nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran. Antipiretik adalah obat yang menurunkan
suhu tubuh yang tinggi. Jadi, analgetik antipiretik adalah obat
yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang
tinggi. Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala, fungsinya memberi
tanda tentang adanya gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan,
infeksi kuman atau kejang otot. Rasa nyeri disebabkan rangsang
mekanis atau kimiawi, kalor atau listrik, yang dapat menimbulkan
kerusakan jaringan dan melepaskan zat yang disebut mediator nyeri
(pengantara) (Anief. 1995: 59).Zat ini merangsang, reseptor nyeri
yang letaknya pada ujung syaraf bebas di kulit, selaput lendir dan
jaringan lain. Dari tempat ini rangsang dialirkan melalui syaraf
sensoris ke S.S.P (Susunan Syaraf Pusat), melalui sumsum tulang
belakang ke talamus (optikus) kemudian ke pusat nyeri dalam otak
besar, di mana rangsang terasa sebagai nyeri (Anief. 1995: 60).
Nyeri timbul jika rangsangan mekanik, termal, kimia, atau
listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri)
dan karena itu menyebabkan kerusakan jaringan dengan pembebasan
yang disebut nyeri. Banyak organ bagian dalam tubuh yang peka
terhadap nyeri, tetapi ternyata terdapat juga organ yang tidak
memiliki reseptor nyeri, seperti misalnya otak. Nyeri merupakan
respon awal yang terjadi karena adanya gangguan dari luar (respon
tubuh) (Mutchler, Ernst. 1999: 177).Nyeri dapat diklasifikasikan
dalam 3 jenis, yaitu: 1. Nyeri fisiologis, terjadinya nyeri oleh
karena stimulasi singkat yang tidak merusak jaringan, misalnya
pukulan ringan akan menimbulkan nyeri yang ringan. Ciri khas nyeri
sederhana adalah terdapatnya korelasi positif antara kuatnya
stimuli dan persepsi nyeri, seperti semakin kuat stimuli maka
semakin berat nyeri yang dialami (Moller, et al. 2005: 101).
2. Nyeri inflamasi, terjadinya nyeri oleh karena stimuli yang
sangat kuat sehingga merusak jaringan. Jaringan yang dirusak
mengalami inflamasi dan menyebabkan fungsi berbagai komponen
nosiseptif berubah. Jaringan yang mengalami inflamasi mengeluarkan
berbagai mediator inflamasi, seperti: bradikinin, leukotrin,
prostaglandin, purin dan sitokin yang dapat mengaktivasi atau
mensensitisasi nosiseptor secara langsung maupun tidak langsung.
Aktivasi nosiseptor menyebabkan nyeri, sedangkan sensitisasi
nosiseptor menyebabkan hiperalgesia. Meskipun nyeri merupakan salah
satu gejala utama dari proses inflamasi, tetapi sebagian besar
pasien tidak mengeluhkan nyeri terus menerus. Kebanyakan pasien
mengeluhkan nyeri bila jaringan atau organ yang berlesi mendapat
stimuli, misalnya: sakit gigi semakin berat bila terkena air es
atau saat makan, sendi yang sakit semakin hebat bila digerakkan
(Moller, et al. 2005: 101). 3. Nyeri neuropatik adalah nyeri yang
didahului dan disebabkan adanya disfungsi primer ataupun lesi pada
sistem saraf yang diakibatkan: trauma, kompresi, keracunan toksin
atau gangguan metabolik. Akibat lesi, maka terjadi perubahan
khususnya pada Serabut Saraf Aferen (SSA) atau fungsi neuron
sensorik yang dalam keadaan normal dipertahankan secara aktif oleh
keseimbangan antara neuron dengan lingkungannya, sehingga
menimbulkan gangguan keseimbangan. Gangguan keseimbangan tersebut
dapat melalui perubahan molekuler sehingga aktivasi SSA (mekanisme
perifer) menjadi abnormal yang selanjutnya menyebabkan gangguan
fungsi sentral (mekanisme sentral) (Moller, et al. 2005: 101).Yang
dimaksud dengan demam ialah regulasi panas pada suatu tingkat suhu
yang lebih tinggi. Demam adalah gejala yang hampir menyertai semua
infeksi, tapi juga terdapat pada penyakit seperti beberapa bentuk
tumor. Bahan-bahan bakteri dan virus dapat menyebabkan demam yang
disebut demam pirogen eksogen (Mutchler, Ernst. 1999: 193).
Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan
suhu tubuh berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang
diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang. Ransangan endogen
seperti eksotoksin dan endotoksin menginduksi leukosit untuk
mengeluarkan pirogen endogen, dan yang poten diantaranya adalah
IL-1 dan TNF, selain IL-6 dan IFN. Pirogen endogen ini akan bekerja
pada sistem saraf pusat tingkat OVLT (Organum Vasculosum Laminae
Terminalis) yang dikelilingi oleh bagian medial dan lateral nukleus
preoptik, hipotalamus anterior, dan septum palusolum. Sebagai
respon terhadap sitokin tersebut maka pada OVLT terjadi sintesis
prostaglandin, terutama prostaglandin E2 melalui metabolisme asam
arakidonat jalur COX-2 (cyclooxygenase 2), dan menimbulkan
peningkatan suhu tubuh terutama demam (Nelwan dalam Sudoyo. 2006:
1697).
Inflamasi merupakan suatu respon jaringan terhadap rangsangan
fisik atau
kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya
mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin, dan
prostaglandin yang menimbulkan reaksi radang berupa panas, nyeri,
merah, bengkak, dan disertai gangguan fungsi. Kerusakan sel yang
terkait dengan inflamasi berpengaruh pada selaput membran sel yang
menyebabkan leukosit mengeluarkan enzim-enzim lisosomal dan asam
arakhidonat. Metabolisme asam arakhidonat menghasilkan
prostaglandin-prostaglandin yang mempunyai efek pada pembuluh
darah, ujung saraf, dan pada sel-sel yang terlibat dalam inflamasi
(Katzung. 2004: 451).
Obat analgesik-antipiretik serta obat anti-inflamasi nonsteroid
(AINS)
merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa
obat sangat berbeda secara kimia. Walaupun demikian, obat-obat ini
ternyata memiliki banyak
persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Prototip obat
golongan ini adalah aspirin, karena itu obat golongan ini sering
disebut juga sebagai obat mirip aspirin (aspirin-like drugs)
(Ganiswara. 1995: 137).Obat analgesik anti inflamasi non steroid
merupakan suatu kelompok sediaan dengan struktur kimia yang sangat
heterogen, dimana efek samping dan efek terapinya berhubungan
dengan kesamaan mekanisme kerja sediaan ini pada enzim
cyclooxygenase (COX). Kemajuan penelitian dalam dasawarsa terakhir
memberikan penjelasan mengapa kelompok yang heterogen tersebut
memiliki kesamaan efek terapi dan efek samping. Ternyata hal ini
terjadi berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin
(PG). Mekanisme kerja yang berhubungan dengan biosintesis PG ini
mulai dilaporkan pada tahun 1971 oleh Vane dan kawan-kawan yang
memperlihatkan secara invitro bahwa dosis rendah aspirin dan
indometasin menghambat produksi enzimatik PG. Dimana juga telah
dibuktikan bahwa jika sel mengalami kerusakan maka PG akan dilepas.
Namun demikian obat AINS secara umum tidak menghambat biosintesis
leukotrin, yang diketahui turut berperan dalam inflamasi. AINS
menghambat enzim cyclooxygenase (COX) sehingga konversi asam
arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat
cyclooxysigenase dengan cara yang berbeda (Vane & Botting.
1987: 231).AINS dikelompokkan berdasarkan struktur kimia, tingkat
keasaman dan
ketersediaan awalnya. Dan sekarang yang popoler dikelompokkan
berdasarkan selektifitas hambatannya pada penemuan dua bentuk enzim
constitutive cyclooxygenase-1 (COX-1) dan inducible
cycloocygenase-2 (COX-2). COX-1 selalu ada di berbagai jaringan
tubuh dan berfungsi dalam mempertahankan fisiologi tubuh seperti
produksi mukus di lambung tetapi sebaliknya, COX-2 merupakan enzim
indusibel yang umumnya tidak terpantau dikebanyakan jaringan, tapi
akan meningkat pada keadaan inflamasi atau patologik. AINS yang
bekerja sebagai penyekat COX akan berikatan pada bagian aktif
enzim, pada COX-1 dan atau COX-2, sehingga enzim ini menjadi tidak
berfungsi dan tidak mampu merubah asam arakidonat menjadi mediator
inflamasi prostaglandin (Goodman., Gillmans. 1990: 207).B. Uraian
Bahan
1. Albumin
(Dirjen POM. 1979: 75)
Nama resmi
: ALBUMINUM Nama lain
: albumin
Pemerian
: cairan jernih warna cokelat merah sampai cokelat
jingga tua tergantung dari kadar protein Penyimpanan
: dalam wadah tertutup kedap, pada suhu antara 2o
sampai 25o, terlindung dari cahayaKegunaan
: sebagai penginduksi2. Aquadest
(Dirjen POM. 1979: 96)Nama resmi: AQUA DESTILLATANama lain
: Air sulingRumus molekul: H2OBerat molekul: 18,02Pemerian:
cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau; dan
tidak mempunyai rasa.Penyimpanan: dalam wadah tertutup
baikKegunaan
: sebagai pelarut3. Pepton
(Dirjen POM. 1979: 721)
Nama resmi: PEPTONNama lain
: pepton Pemerian: serbuk; kuning kemerahan sampai coklat;
bau
khas tidak busuk
Kelarutan: larut dalam air; memberikan larutan berwarna
coklat kekuningan yang bereaksi agak asam;
praktis tidak larut dalam etanol (95 %) P dan
dalam eter PPenyimpanan: dalam wadah tertutup rapatKegunaan
: sebagai penginduksi4. Na-CMC
(Dirjen POM. 1979: 401) Nama resmi
: NATRII CARBOXYMETHYLCELLULOSUM
Nama lain
: natrium karboksimetilselulosa Pemerian
: serbuk atau butiran; putih atau putih kuning
gading; tidak berbau atau hampir tidak berbau;
higroskopik Kelarutan
: mudah mendispersi dalam air, membentuk
suspensi koloidal; tidak larut dalam etanol
(95 %) P, dalam eter P dan dalam pelarut organik
lain Kegunaan
: pelarut, kontrol negatif Penyimpanan: dalam wadah tertutup
rapatC. Uraian Obat1. Natrium Diklofenak (Sweetman, C. 2009: 44)
Nama resmi: DICLOFENAC SODIUM Nama lain
: natrium diklofenak
Rumus molekul:C14H10Cl2NNaO2
Berat molekul:318,1 Pemerian:putih hingga agak kekuningan,
sedikit higroskopis, kristal bubuk Kelarutan: sedikit larut dalam
air; larut dalam alkohol; sedikit larut dalam aseton; mudah larut
dalam metil alkohol Penyimpanan: simpan dalam wadah kedap udara,
terlindung dari
cahaya
Khasiat
: sebagai antiinflamasi Kegunaan
:sebagai sampel percobaan antiinflamasi Indikasi
:reumatoid arthritis, osteoarthritis Kontraindikasi:penyakit
ginjal dan hati, ulkus peptikum, wanita hamil, anak-anak Efek
samping: mual, muntah, eritema pada kulit, sakit kepala
Farmakodinamik:menghambat siklooksigenasi pada pembentukan
prostaglandin
Farmakokinetik:diserap sempurna melalui saluran cerna dalam 2
jam setelah pemberian obat; t selama 3/2 jam, dieliminasi renal
tanpa diubah, sisanya dieliminasi di hati
Dosis
:50-150 mg/hari atau 2-3 25-50 mg/hari 2. Parasetamol
(Dirjen POM. 1979: 37) Nama resmi: ACETAMINOPHENUM Nama lain
: asetaminofen, parasetamol Rumus molekul:C8H9NO2 Berat
molekul:151,16 Pemerian:hablur atau serbuk hablur putih; tidak
berbau; rasa pahit
Kelarutan: larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95
%) P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan
dalam 9 bagian propilen glikol P; larut dalam larutan alkali
hidroksida Penyimpanan: dalam wadah tertutup baik, terlindung dari
cahaya Khasiat
: analgetikum; antipiretikum Kegunaan
:sebagai sampel percobaan analgetik Indikasi
:analgesik-antipiretik, demam reumatik akut
Farmakodinamik:menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai
sedang, menurunkan suhu tubuh Farmakokinetik:diabsorbsi sempurna
dan capat melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma
dicapai dalam waktu jam dan waktu paruh plasma antara 1-3 jam.
Terikat dengan plasma 25 % diekskresikan melalui ginjal, sebagian
kecil parasetamol 3 % dan sebagian besar dalam bentuk
konjugasi.
Efek Samping: reaksi alergi, anemia, mual, muntah 3.
Ibuprofen
(Sweetman, C. 2009: 64)
Nama resmi
: IBUPROFENUM Nama lain
: ibuprofen, ibuprofenas
Rumus molekul
: C13H18O2
Berat molekul
: 206,2
Pemerian :putih atau hampir putih, serbuk kristal atau
kristal
berwarna
Kelarutan :praktis tidak larut dalam air; bebas larut dalam
aseton, dalam diklorometana, dan dalam metil
alkohol; larut dalam larutan alkali hidroksida encer
dan karbonatPenyimpanan
:dalam wadah tertutup rapatKhasiat
: sebagai analgesik dan antipiretikKegunaan
:sebagai sampel percobaan analgesik Dosis
:Dewasa: 3 x 2 tablet 200 mg, atau 3 x 1 tablet 400
mg. Anak: 20 mg/kg BB/hari dibagi dalam
beberapa pemberian. Untuk anak di bawah 30 kg
maksimum 500 mg/hari.Kontraindikasi
:hipersensititas, wanita hamil, dan menyusuiFarmakologi
:aktivitas anti-inflamasi, antipiretik, dan analgetik
Farmakokinetik :diabsorpsi dari saluran gastrointestinal dan
plasma,
konsentrasi dicapai 1-2 jam. Waktu paruh dalam
plasma sekitar 2 jam.D. Uraian Hewan 1. Klasifikasi(Tim
Penyusun. 2014: 2)Kingdom
: Animalia
Phylum : Chordata
Class : Mammalia
Ordo
: Rodentia
Family : Muridae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus 2. MorfologiUkuran lebih kecil,bulu
berwarna putih,dan warna kulit lebih pucat, mata berwarna merah dan
kulit berpigmen (Morfologi mencit.pdf).3. Karakteristik
(M.B.M. Malole. 1989: 96)
Lama hidup
: 1-2 tahun bisa sampai 3 tahun
Lama bunting
: 19-21 hari Umur dewasa
: 35 hari Siklus eksterus: 4-5 hari Lama ekstrus
: 12-24 jam Berat dewasa
: 20-40 gram Berat lahir
: 0,5-1 gram Jumlah anak
: 6-15 Suhu tubuh
: 35-390C Volume darah
: 6%BAB IIIMETODE KERJAA. Alat dan Bahan
1. Alat yang digunakan
Batang pengaduk, gelas ukur, gelas kimia, kanula, magnetik
stirer, pipet tetes, rak tabung, sendok tanduk, spoit, stopwatch,
tabung reaksi, termometer rektal, dan timbangan.2. Bahan yang
digunakan
Aquadest, albumin 1 %, ibuprofen, Na-CMC 1 %, Na-diklofenak,
paracetamol, dan pepton 1,5 %.B. Cara Kerja
1. Analgetik a. Mencit dibagi menjadi 3 kelompok.b. Mencit
kelompok I diberi parasetamol secara per oral. Mencit kelompok II
diberi ibuprofen secara per oral. Mencit kelompok III diberi Na-CMC
1 % secara per oral sebagai kontrol.c. Mencit diletakkan di atas
plat panas suhu 55 oC selama (5, 10, 15, dan 20 menit).d. Diamati
dan dihitung respon mencit mengangkat kaki dengan stopwatch. 2.
Antipiretika. Mencit dibagi menjadi 2 kelompok.b. Tiap mencit
diukur suhu awal rektalnya dengan termometer rektal.c. Tiap mencit
diinduksi dengan pepton 1,5 % secara intraperitonial.d. Tiap mencit
diukur lagi suhu rektalnya.e. Mencit kelompok I diberi Na-CMC 1 %
secara per oral sebagai kontrol. Mencit kelompok II diberi
ibuprofen secara per oral.f. Diukur suhu rektal selama (5, 10, 15,
dan 20).3. Antiinflamasia. Mencit dibagi menjadi 2 kelompok.b. Tiap
mencit diukur volume kakinya dengan pletysnometer.c. Tiap mencit
diinduksi dengan albumin 1 % secara intraplantar.d. Diukur kembali
volume kaki mencit dengan pletysnometer.e. Mencit I diberi Na-CMC
1% secara per oral sebagai kontrol.f. Mencit II diberi
Na-diklofenak secara per oral.g. Diukur kembali volume kaki mencit
pada menit ke-15, 30, 45, dan 60.BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASANA. Tabel Pengamatan
1. Analgetik MencitObat5101520
1
Parasetamol I14141628
2Parasetamol II13151721
3Ibuprofen I53628755
4Ibuprofen II458310023
5Na-CMC 1 %8819624534
2. Antipiretik
No.
ObatAwalSuhu Rektal
5101520
1.Ibuprofen37,5 oC38 oC34 oC34 oC33 oC
2.Na-CMC31,5 oC37,6 oC33,5 oC33 oC32 oC
3. Antiinflamasi ObatDiameter Kaki AwalDiameter Kaki
15304560
Na-CMC1,71,71,61,51,5
Na-diklofenak I1,51,51,41,31,2
Na-diklofenak II1,51,41,41,31
B. Perhitungan
1. Antipiretik y = Ti x % peradangan = a. Ibuprofen
= 34,75 C
y = 37,5 C 34,75 C
= 2,75 C % peradangan =
= 7,33 %
b. Na-CMC
= 34,025 C
y = 31,5 C 34,025 C
= 2,525 C% peradangan =
= 0,08 %2. Antiinflamasi
a. Na-CMC
T5 = 100 %
T15 = 100 %
T30 = 100 %
T45 = 100 % T60 = 100 %
= 100 %b. Diklofenak
T5 = 0 %
T15 = 100 %
T30 = 0 % T45 = 100 %
T60 = 100 %
= 60 %C. PembahasanAnalgesik merupakan sifat ideal yang
diinginkan dari obat-obatan golongan analgetika, yang mana sifat
itu adalah mengurangi atau bahkan menghilangkan rasa sakit tanpa
diikuti hilangnya kesadaran. Antipiretik adalah obat yang digunakan
untuk menurunkan demam. Anti-inflamasi adalah obat yang dapat
menghilangkan radang yang disebabkan bukan karena mikroorganisme
(noninfeksi).Untuk perlakuan analgetik pada pemberian parasetamol I
pada mencit memiliki efek obat pada menit ke-5 menunjukkan respon
14 kali mencit mengangkat kaki di atas plat panas, pada menit ke-10
menunjukkan respon 15 kali angkat kaki, menit ke-15 menunjukkan
respon sebanyak 16 kali, dan menit ke-20 menunjukkan respon 28
kali. Hal ini telah sesuai dengan literatur bahwa parasetamol
menunjukkan efek analgetik ringan. Sebagaimana mekanisme
parasetamol dapat menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang
dengan menghambat prostaglandin (mediator nyeri) di otak.Untuk
pemberian parasetamol II pada menit ke-5 menunjukkan sebanyak 13
kali respon mencit mengangkat kaki, menit ke-10 responnya sebanyak
15 kali, menit ke-15 sebanyak 17 kali, dan menit ke-20 sebanyak 21
kali. Hal ini menunjukkan parasetamol tidak memiliki efek
analgetik. Kemungkinan besar parasetamol belum mencapai durasinya
sehingga belum memberikan efek.
Pemberian ibuprofen I pada menit ke-5 menunjukkan respon mencit
mengangkat kaki sebanyak 53 kali, menit ke-10 sebanyak 62 kali,
menit ke-15 sebanyak 87 kali, dan pada menit ke-20 sebanyak 123
kali. Sedangkan pada pemberian ibuprofen II, menit ke-5 menunjukkan
respon mencit mengangkat kaki sebanyak 45 kali, menit ke-10
sebanyak 83 kali, menit ke-15 sebanyak 100 kali, dan pada menit
ke-20 sebanyak 123 kali. Dari pemberian ibuprofen sebanyak 2 kali
perlakuan menunjukkan tidak terjadi penurunan respon angkat kaki
pada mencit. Kemungkinan obat belum mencapai durasinya sehingga
belum memberikan efek. Namun, berdasarkan literatur buku
Farmakologi dan Terapi, absorpsi ibuprofen cepat melalui lambung
dan kadarnya dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam, waktu paruh
dalam plasma sekitar 2 jam, dan ibuprofen sebenarnya diindikasikan
untuk meredakan nyeri ringan sampai sedang.Pada pemberian Na-CMC
pada menit ke-5 menunjukkan 88 kali respon mencit mengangkat kaki,
menit ke-10 sebanyak 196 kali, menit ke-15 sebanyak 245 kali, dan
menit ke-20 sebanyak 34 kali. Hal ini telah sesuai karena Na-CMC
hanya digunakan sebagai kontrol negatif pada percobaan
analgetik.Untuk percobaan antipiretik, suhu rektal awal mencit 37,5
oC dan setelah pemberian ibuprofen pada menit ke-5 menunjukkan suhu
rektalnya naik menjadi 38 oC, menit ke-10 suhu rektalnya turun
menjadi 36 oC, menit ke-15 suhunya 34 oC, dan pada menit ke-20
suhunya menjadi 33 oC. Pemberian ibuprofen menunjukkan terjadinya
penurunan suhu rektal secara bertahap. Hal ini sudah sesuai di mana
ibuprofen memiliki daya antipiretik. Menurut ISO Farmakoterapi
bahwa ibuprofen ini digunakan untuk demam dan nyeri pada anak.
Untuk pemberian Na-CMC, suhu awal rektal adalah 37,5 oC dan pada
menit ke-5 menunjukkan suhunya menjadi 37,6 oC, menit ke-10 suhunya
33,5 oC, menit ke-15 suhunya 33 oC, dan pada menit ke-20 suhunya
menjadi 32 oC. Hal ini telah sesuai karena Na-CMC hanya digunakan
sebagai kontrol negatif pada percobaan antipiretik.
Pada percobaan antiinflamasi untuk pemberian Na-diklofenak I,
diameter kaki awal mencit 1,5 dan pada menit ke-5 masih 1,5, pada
menit ke-10 diameter kakinya menjadi 1,4, pada menit ke-15 menjadi
1,3, dan pada menit ke-20 diameter kakinya 1,2. Hal ini menunjukkan
diameter kaki mencit perlahan-lahan mengecil setelah pemberian
Na-diklofenak I. Sedangkan pada pemberian Na-diklofenak II,
diameter kaki awalnya adalah 1,5. Setelah menit ke-5, diameternya
menjadi 1,4, menit ke-10 diameter kakinya masih 1,4, menit ke-15
diameternya menjadi 1,3, dan pada menit ke-20 diameternya menjadi
1. Pemberian Na-diklofenak II menunjukkan bahwa diameter kaki
mencit perlahan-lahan mengecil. Hal ini telah sesuai dengan
literatur bahwa Na-diklofenak merupakan obat yang indikasinya untuk
nyeri dan radang pada penyakit reumatik.BAB VPENUTUPA. Kesimpulan1.
Parasetamol dan ibuprofen memiliki efek farmakologi sebagai
analgetik.2. Ibuprofen memiliki efek farmakologi sebagai
antipiretik.3. Na-Diklofenak memiliki efek farmakologi sebagai
antiinflamasi.B. Saran
1. Untuk Laboratorium
Sebaiknya fasilitas laboratium seperti alat dan bahan bisa
dimaksimalkan sesuai dengan biaya lab. terutama dalam pengadaan
hewan coba.2. Untuk AsistenSebaiknya asisten selalu mendampingi
praktikan pada saat praktikum. DAFTAR PUSTAKAAnief, M. Prinsip Umum
dan Dasar Farmakologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
1995.Dirjen POM. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. 1979.
Ganiswara, G., S. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru.
1995.Goodman ., Gillmans. The Pharmacological Basis of
Therapeutics, 8th edition. Millan Publishing Company. 1990.
Katzung, B., G. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba
Medika. 2004.Moller PL, Juhl GI, Champenois CP, Skoglund LA.
Intravenous Acetaminophen (Paracetamol) : Comparable Analgesic
Efficacy, But Better Local Safety Than Its Prodrug, Propacetamol,
For Postoperative Pain After Third Molar Surgery. Anesth Analg.
2005.Mutschler, Ernst. Dinamika Obat. Bandung: ITB. 1999.Nelwan,
R.H.H. Demam: Tipe dan Pendekatan. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi,
B., Alwi, I., Simadibrata M., dan Setiati, S., Editor. Buku
Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Keempat. Jilid Ketiga. Jakarta: Pusat
Penerbit
Departemen Ilmu Penyakit Dalam. 2006.Sweetman, S.C. Martindale
36 The Complete Drug Reference. London: The Pharmaceutical Press.
2009.
Tim Penyusun. Penuntun Praktikum Farmakologi Toksikologi.
Makassar: UIN Alauddin Press. 2014.Tjay, Tan Hoan. Obat-Obat
Penting Edisi V. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. 2010.Vane J.R.,
Botting R.M. Inhibition Of Prostaglandin Synthesis As A Mechanism
Of Action For Aspirin-Like Drugs. Nature. 1971.Lampiran 1
PERHITUNGAN BAHAN1. Na-Diklofenak
DL manusia 25/70 kgBBUntuk mencit 20 g0,0026 25 = 0,065 mg (1
ml)
Untuk mencit 30 g
= 23,07 mg (1 ml) Berat rata-rata= 0,1778 g Yang ditimbang=
23,07
= 164,07 mg
= 229,69
1 ml 10 ml (22,96)2. Parasetamol
DL manusia 500/ kgBBUntuk mencit 20 g
0,0026 500 70 = 91 mg (1 ml)Untuk mencit 30 g = 136,5 mg (1
ml)Berat rata-rata= 0,5692 g
Yang ditimbang= 136,5
= 162,76 mg
= 1350,9
1 ml 10 ml (135,09)
Lampiran 2SKEMA KERJA1. Analgesik
mencit
Parasetamol Ibuprofen Na-CMC
diletakkan di atas plat panas suhu 55 amati
(5, 10, 15, 20)2. Antipiretik
mencit
ukur suhu awal rektaldiinduksi dengan pepton 1,5 % (I.P)diukur
kembali suhu rektalnya
Na-CMC 1 % Ibuprofen
diukur suhu rektal (5, 10, 15, 20)
3. Antiinflamasi
mencit
diukur diameter kaki
diinduksi dengan albumin 1 % (I.P)diukur kembali diameter
kaki
Na-CMC 1%
Na- diklofenak
diukur diameter kaki(5, 10, 15, 20)