Top Banner
Laporan Praktikum Hari, tanggal : Jumat, 17 dan 24 April 2015 Kualitas Udara Waktu : 07.00-11.00 Dosen : Dr.Ir. Sobri Effendy, MS Dimas Ardi Prasetya, ST Ety Herwati Fretty Yurike PENGUKURAN KUALITAS UDARA AMBIEN Disusun oleh : Nazma Dharayani Malau J3M113002 Lailatur Hasanah J3M113010 Surya Desra Degi J3M113012 Yafattahul Jannah J3M113015 Annisa Nur Afifah J3M113023 Fiyana Kusuma Dewi J3M113026 Rico Asmara Haddi J3M113029 Lutfi Rahman J3M113033 Savitha Annas R.A. J3M113039 Anisa Ayu Wardini J3M113042 Wawan Ahmad Nawawi J3M113051 Mayang Widyanti J3M113054 Regi Riansyah J3M113055 Annisa Nur Wardani J3M113059 TEKNIK DAN MANAJEMEN LINGKUNGAN PROGRAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2015
22

Laporan Kualitas Udara

Sep 24, 2015

Download

Documents

ku
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • Laporan Praktikum Hari, tanggal : Jumat, 17 dan 24 April 2015

    Kualitas Udara Waktu : 07.00-11.00

    Dosen : Dr.Ir. Sobri Effendy, MS

    Dimas Ardi Prasetya, ST

    Ety Herwati

    Fretty Yurike

    PENGUKURAN KUALITAS UDARA AMBIEN

    Disusun oleh :

    Nazma Dharayani Malau J3M113002

    Lailatur Hasanah J3M113010

    Surya Desra Degi J3M113012

    Yafattahul Jannah J3M113015

    Annisa Nur Afifah J3M113023

    Fiyana Kusuma Dewi J3M113026

    Rico Asmara Haddi J3M113029

    Lutfi Rahman J3M113033

    Savitha Annas R.A. J3M113039

    Anisa Ayu Wardini J3M113042

    Wawan Ahmad Nawawi J3M113051

    Mayang Widyanti J3M113054

    Regi Riansyah J3M113055

    Annisa Nur Wardani J3M113059

    TEKNIK DAN MANAJEMEN LINGKUNGAN

    PROGRAM DIPLOMA

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2015

  • PENDAHULUAN

    Udara merupakan media lingkungan yang sangat dibutuhkan manusia

    terutama untuk pernapasan. Cukup ramainya daerah sekitar Pintu 2 Diploma IPB

    akibat lalu lalang kendaraan bermotor dapat menimbulkan dampak lingkungan

    yang kurang baik dan dapat membahayakan kesehatan manusia. Oleh karena itu

    diperlukan pengukuran kualitas udara di kawasan tersebut. Pengukuran kualitas

    udara ambien bertujuan untuk mengetahui konsentrasi zat pencemar yang ada di

    udara. Udara ambien adalah udara bebas dipermukaan bumi pada lapisan troposfir

    yang berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan

    mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup

    lainnya.

    Berbagai macam kandungan gas dan debu bercampur di udara. Namun

    dalam praktikum kali ini kami hanya mengukur indikator TSP, NO2, NH3, O3,

    H2S, dan SO2. Ozon adalah gas yang secara alami terdapat di atmosfer. Ozon di

    troposfer (sekitar 10 s/d 16 km dari permukaan bumi ) sedangkan selebihnya

    berada di lapisan stratosfer (50 km dari puncak troposfer). Sulfur dioksida (SO2)

    merupakan gas yang tidak berwarna dan berbau tajam. Emisi SO2 merupakan

    komponen partikulat yang ada di atmosfer. Hidrogen Sulfida (H2S) merupakan

    gas yang tidak berwarna, beracun, mudah terbakar , dan berbau busuk. Ammonia

    adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini didapati berupa

    gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau ammonia). Ammonia bersifat gas

    yang tidak mudah terbakar dan digolongkan sebagai bahan beracun jika terhirup.

    Total Suspended Particulate (TSP) atau disebut juga dengan partikel debu

    tersuspensi terdapat di udara dengan ukuran berkisar antara kurang dari 1 mikron

    hingga maksimal 500 mikron. Keberadaan debu ini akan memberi dampak buruk

    bagi kesehatan manusia terutama untuk saluran pernafasan. Partikel debu tersebut

    melayang-layang di udara dalam waktu yang lama sehingga akan mudah masuk

    ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan (Apriyanti, 2010).

    Oksida Nitrogen bersama dengan hidrokarbon merupakan komponen

    kimia pokok dalam reaksi fotokimia (smog). Berbagai jenis oksida nitrogen dapat

    terbentuk dalam atmosfer, termasuk oksida nitrat (NO), nitrogen dioksida (NO2),

    dan nitrous oksida (N2O). Sumber utama NO2 dalam atmosfer adalah pembakaran

    suhu tinggi berbagai bahan bakar dan kendaraan bermotor. Hidrogen sulfida (H2S)

    adalah gas yang tidak berwarna, beracun, mudah terbakar dan berbau seperti telur

    busuk. Gas ini dapat timbul dari aktivitas biologis ketika bakteri mengurai bahan

    organik dalam keadaan tanpa oksigen (aktivitas anaerobik), seperti di rawa, dan

    saluran pembuangan kotoran.

    Data hasil pengukuran kualitas udara sangat diperlukan untuk berbagai

    kepentingan yaitu untuk mengetahui tingkat pencemaran udara di suatu daerah

    atau untuk menilai keberhasilan program pengendalian pencemaran udara yang

    sedang dijalankan. Pengukuran harus menggunakan peralatan dan mengikuti

  • prosedur sehingga hasil pengukuran valid dan representatif serta dapat

    dipertanggung jawabkan.

    TUJUAN

    Tujuan dari praktikum ini adalah mahasiswa dapat menganalisis

    kandungan gas NH3, NO2, O3, H2S, SO2, dan TSP yang ada di udara khususnya

    sekitar pintu 2 Diploma IPB dan mahasiswa dapat memberikan solusi tindakan

    untuk mengurangi zat-zat tersebut di suatu tempat.

    ALAT DAN BAHAN

    Alat yang digunakan untuk penetapan NH3 di udara yaitu labu ukur 50 ml,

    pipet mohr 1 ml, pipet mohr 2 ml, pipet mohr 5 ml, pipet mohr 10 ml, dan

    spektrofotometer UV-Vis. Bahan yang digunakan untuk penetapan NH3 di udara

    yaitu larutan penyerap NH3, H2SO4 0,1 N, larutan pereaksi fenol, larutan Natrium

    Hipoklorit, larutan penyangga, larutan standar induk NH3 2 ppm, dan akuades

    bebas ammonia.

    Alat yang digunakan dalam pengukuran NO2 yaitu labu ukur 25 ml, pipet

    mohr 1 ml, pipet mohr 10 ml, pipet tetes, bulb, botol semprot dan

    spektrofotometer UV-Vis. Bahan yang digunakan yaitu larutan penyerap NO2

    (campuran antara Asam Sulfanilat, naphthylamin dan asam asetat glasial). Larutan

    induk standar NaNO2 2 ppm, dan aquades.

    Alat dan bahan yang digunakan untuk penetapan SO2 di udara adalah

    larutan penyeran TCM, Asam Sulfamat 0,6%, larutan formaldehid 0,2%, larutan

    pararosanilin, larutan iodin, larutan thiosulfat, amilum, larutan induk standar SO2.

    Alat dan bahan yang digunakan untuk penetapan H2S di udara adalah

    larutan penyerap Zn Acetat 5%, larutan diamin 0,15%, (N,N-Dimethyl-1,4-

    Phenylen diamonium diklorida), larutan FeCl3 25%, larutan induk standard H2S

    (Na2S.9H2O 0,12%), aquades, larutan Natrium Thiosulfat 0,1 N, larutan Iodin 0,1

    N, larutan indikator amilum, larutan HCl 0,1 N. Alat yang digunakan adalah labu

    ukur 50 ml, pipet mohr 1 ml;5 ml;10 ml, erlenmeyer 125 ml, buret 50 ml, dan

    sphektrophotometer UV-Vis.

    Alat dan bahan yang digunakan untuk penetapan O3 di udara adalah

    larutan penyerap NBKI, Larutan standar iodin 0,0025 N, labu ukur 25 ml, pipet

    mohr, dan spektrofotometer.

    Alat yang digunakan untuk penentuan partikel tersuspensi total (TSP) di

    udara yaitu wadah filter, pinset, neraca analitik, stopwatch dan HVAS (High

    Volume Air Sampler). Bahan yang digunakan untuk penentuan partikel tersuspensi

    total (TSP) di udara yaitu filter serat kaca.

  • CARA KERJA

    Penetapan NH3 di udara

    - Larutan kurva standar kalibrasi NH3

    Larutan standar induk NH3 2 ppm dipipet masing-masing 0; 0,5; 1,0; 2,0;

    3,0; dan 5,0 ml ke dalam labu ukur 50 ml. Larutan penyerap NH3 asam sulfat

    0,1N sebanyak 10 ml ditambahkan ke dalam masing-masing labu dan dikocok

    secara homogen dan ditambahkan larutan penyangga 5ml larutan pereaksi fenol

    dan 2,5 ml larutan Natrium Hipoklorit. Setelah itu dilakukan pengenceran hingga

    50 ml dengan air suling. Labu didiamkan di tempat gelap selama 30 menit.

    Kemudian, diukur absorbsinya dengan spektrometer pada panjang gelombang 630

    nm dan blanko yang digunakan yaitu labu ukur yang berisi 0 ml larutan.

    - Larutan sampel

    Larutan penyerap yang telah mengandung sampel NH3 dipindahkan

    kedalam labu ukur 50 ml, larutan penyangga ditambahkan sebanyak 2 ml, larutan

    pereaksi fenol ditambahkan sebanyak 5 ml, dan 2,5 ml larutan natrium hipoklorit.

    Kemudia, diencerkan hingga 50 ml dengan air suling. Labu didiamkan selama 5

    menit. Lalu, diukur dengan spektrofotometer seperti pengukuran kurva standar

    kalibrasi NH3

    - Menghitung kandungan NH3 di udara :

    NH3 (g/Nm3) =

    g

    v x

    (t+273)

    298vx

    760

    P x 1000

    g = g sampel NH3 yang dapat ditarik dari grafik

    T = suhu udara rata-rata selama pengambilan sampel dalam oC

    v = Volume udara dalam L

    P = Tekanan barometer rata-rata selama pengambilan sampel dalam mmHg

    -

    NO2 di udara

    Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan terlebih dahulu. Larutan

    induk standar NaNO2 2 ppm dipepet kedalam 6 buah labu ukur 25 ml masing-

    masing 0 ml, 0,1 ml, 0,2 ml, 0,3 ml, 0,4 ml, 0,5 m. Larutan kemudian

    ditambahkan dengan 10 ml larutan penyerap NO2 dan diencerkan sampai tanda

    tera. Setelah 15 menit warna larutan diukur dengan spektrofotometer dengan

    panjang gelombang 550 nm dengan blanko labu ukur 25 ml berisi 0 ml larutan

    standar induk NO2. Larutan sampel yang telah mengandung larutan penyerap dan

    NO2 dipindahkan dalam labu ukur 25 ml dan diencerkan dengan aquades hingga

    tanda tera. Larutan kemudian diukur dengan spektrofotometer. Kandungan NO2

    diudara dapat dihitung dengan rumus berikut :

    NO2 (g/Nm3) =

    g

    v x

    (t+273)

    298vx

    760

    P x 1000

    Keterangan :

    g : g sampel NO2 yang didapat dari grafik

    t : suhu udara rata-rata selama pengambilan sampel dalam c

  • v : volume udara dalam L

    P :Tekanan barometer rata-rata selama pengambilan sampel dalam mmHg

    SO2 di udara

    - Pembuatan larutan standar kurva kalibrasi SO2

    Sebanyak 6 buah labu ukur 50 ml disediakan dan di pipet larutan standar

    ke dalam labu ukur masing-masing secara berurutan 0 ; 0,1 ; 0,2 ; 0,3 ; 0,3 ; 0,4

    dan 0,5 ml larutan induk standar SO2. Kemudian ditambahkan 10 ml larutan

    penyerap. Setelah itu ditambahkan 1 ml larutan Asam Sulfamat 0,6% dan

    dibiarkan selama 5 menit, ditambahkan 2 ml larutan formaldehid 0,2% dan 5 ml

    larutan pararosanilin. Setelah itu, diencerkan dengan air suling hingga tanda tera.

    Larutan yang sudah dibuat dikocok dan diukur warnanya setelah 15-30

    menit dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm. Blanko yang

    digunakan yaitu labu ukur yang beirisi 0 ml larutan induk standar SO2

    - Larutan sampel

    Larutan penyerap TCM yang telah mengandung SO2 dipindahkan kedalam

    labu ukur 50 ml dan ditambahkan 1 ml larutan asam sulfat 0,6% kemudian

    dibiarkan selama 5 menit. Setelah itu, ditambahkan 2 ml larutan formaldehid 0,2

    % dan 5 ml larutan pararosanilin kemudian diencerkan dengan air suling hingga

    tanda tera. Larutan yang sudah dibuat diukur dengan spektrofotometer seperti

    pada pengukuran larutan standar kurva kalibrasi SO2.

    - Hitung kandungan SO2 diudara dalam g/Nm

    SO2 (g/Nm) = g

    V x

    (t+273)

    298 x

    760

    P x 1000

    Ket: g = g sampel SO2 yang didapat dari grafik

    t = suhu udara rata-rata selama pengambilan sampel dalam

    V = volume udara dalam L

    P = tekanan barometer rata-rata selama pengambilan sampel dalam

    mmHg

    - Standarisasi larutan induk dengan standar SO2

    Larutan induk standar SO2 dipipet sebanyak 10 ml dan dipindahkan

    kedalam erlenmeyer lalu ditambahkan 5 ml larutan iodin 0,01N dan 5 ml larutan

    HCL 0,1 N. Erlenmeyer tersebut segera ditutup dan dibiarkan selama 5 menit dan

    terlindung dari cahaya. Larutan yang sudah dibuat tersebut segera titrasi dengan

    larutan thiosulfat 0,01 N (digunakan blankao larutan amilum sebagai indikator).

    Penetapan blanko dilakukan dengan menggunakan 10 ml air suling sebagai

    pengganti larutan induk standar SO2.

    H2S di udara

    - Larutan kurva standar kalibrasi H2S Sebanyak 6 buah labu ukur 50 ml disediakan. Kedalam masing-masing

    labu ukur dipipet 0; 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; dan 0,5 ml larutan induk standar H2S 0,12

    ppm. Kedalam masing-masing labu tersebut ditambahkan 1 ml larutan diamin dan

  • 1,5 ml larutan FeCl3 serta 10 ml larutan penyerap Zn-asetat. Kemudian diencerkan

    dengan akuades hingga tanda tera. Absorbansinya diukur dengan spektrofotometer

    setelah 1530 menit pada panjang gelombang 670 nm dan labu ukur berisi 0 ml larutan induk standar H2S digunakan sebagai blanko.

    - Larutan sampel Larutan penyerap yang telah mengandung H2S dipindahkan ke dalam labu

    ukur 50 ml, lalu ditambahkan 1 ml larutan diamin dan 1,5 ml larutan FeCl3.

    Kemudian diencerkan dengan air suling hingga tanda tera. Setelah itu, diukur

    dengan spektrofotometer seperti pada pengukuran standar kalibrasi H2S.

    - Hitung kandungan H2S di udara dalam g/Nm3

    H2S(g/Nm3) =

    g

    V

    (t + 273)

    298

    760

    P 1000

    Keterangan :

    g = g sampel H2S yang didapat dari grafik

    t = suhu udara rata-rata selama pengambilan sampel dalam oC

    V = volume udara dalam L

    P = tekanan barometer rata-rata selama pengambilan sampel dalam mmHg

    - Standarisasi larutan induk standar H2S Sebanyak 10 ml larutan induk standar H2S dipipet ke dalam erlenmeyer,

    lalu ditambahkan 5 ml larutan iodin 0,1 N dan 5 ml larutan HCl 0,1 N.

    Erlenmeyer tersebut segera ditutup dan dibiarkan selama 5 menit terlindung dari

    cahaya. Kelebihan iodin dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat 0,1 N (larutan

    indikator amilum digunakan). Kemudian titrasi blanko dilakukan dengan

    menggunakan 10 ml air suling sebagai pengganti larutan induk standar H2S.

    Standarisasi dilakukan setiap kali akan digunakan.

    H2S(g/ml) =(A B) N 0,0017 1000 1000

    0,01 10

    Keterangan :

    A = volume natrium thiosulfat untuk penitran blanko (ml)

    B = volume natrium thiosulfat untuk penitran sampel (ml)

    N = normalitas natrium thiosulfate

    O3 di udara

    - Larutan kurva standar kalibrasi O3

    Larutan induk standar O3 0,0025 N dipipet masing-masing 0; 0,1 ; 0,2 ; 0,

    3 ; 0,4 dan 0,5 ke dalam labu ukur 25 ml. Kemudian, sebanyak 10 ml larutan

    penyerap NBKI ditambahklan ke dalam masing-masing labu ukur dan diencerkan

    hingga tera dengan air suling. Nilai absorbansinya diukur dengan

    spektrofotometer dengan panjang gelombang 352 nm dan blanko yang digunakan

    yaitu labu ukur yang berisi 0 ml larutan induk standar O3

  • - Larutan sempel

    Larutan penyerap yang telah mengandung O3 dipindahkan ke dalam labu

    ukur 25 ml dan diencerkan dengan air suling hingga tanda tera. Larutan tersebut

    diukur dengan spektrofotometer seperti pengukuran kurva standar kalibrasi O3.

    - Hitung kandungan O3 diudara dalam g/Nm

    Dengan cara membuat grafik hubungan antara absorbansi sebagai sumbu

    Y dengan normalitas iodin sebagai sumbu X. Tentukan normalitas iodin dan

    absorbansinya = 1 (I). Nilai normalitas ini dikalikan 1,224 x 10 sebagai faktor

    standarisasi N sebagai jumlah mg O3 yang dibutuhkan untuk 10 ml pereaksi

    penyerap yang memeberikan nilai absorbansi sama dengan 1 (M=I x 1,224 x 10)

    O3 (g/Nm) = Absorbansi sampel x M

    V x

    (t+273)

    298 x

    760

    P x

    48

    24.47 x 1000

    Ket : t = suhu udara rata-rata selama pengambilan sampel dalam

    V = volume udara dalam L

    P = tekanan barometer rata-rata selama pengambilan sampel dalam mmHg

    Penetapan TSP

    Metode pengukuran TSP, yaitu kertas filter dalam keadaan kosong

    ditimbang dengan neraca analitik sebanyak 3 kali ulangan dan dicatat hasilnya.

    Kertas filter selanjutnya dipasang ke dalam filter holder dengan pinset. Tombol on

    pada alat HVAS kemudian ditekan dan pengambilan contoh dilakukan selama 1

    jam. Tekanan, laju alir, dan suhu pada alat HVAS dicatat setiap 15 menit dengan

    alat. Kertas filter diangkat dengan pinset jika sudah 1 jam dan kertas filter

    ditimbang kembali dengan 3 kali pengulangan dan dicatat hasilnya. Selanjutnya

    dihitung nilai TSP sebagai berikut :

    Kandungan TSP (g/Nm3) = 10

    +273

    298

    760

    1000

    Keterangan :

    W1 = Berat kertas saring setelah berisi partikel (g)

    W0 = Berta kertas saring kosong (g)

    V = Volume contoh udara dalam L

    P = Tekanan barometer rata-rata selama pengambilan sampel dalam mmHg

    t = temperatur udara rata-rata selama pengambilan sampel dalam 0

    C

  • HASIL PRAKTIKUM

    Berdasarkan praktikum kualitas udara yang telah dilakukan di pintu 2

    Diploma IPB, didapatkan hasil pengukuran dan hasil perhitungan sebagai berikut:

    Tabel 1. Nilai Gas NH3, NO2, O3, H2S, SO2 yang terukur di Lapangan

    Ulangan

    ke-

    Waktu

    (Menit)

    NO2

    NH3

    O3

    H2S

    SO2

    Suhu

    (C)

    Tekanan

    (mmHg)

    1 0 0.4 1 1 0.7 1 29.4 742.5

    2 15 0.5 0.8 0.7 0.6 1.3 29.1 742.5

    3 30 0.5 1 0.9 0.5 1.1 38.5 742.4

    4 45 0.4 1 0.9 0.7 1.1 38.6 742.2

    5 59 0.3 1 0.6 0.7 1.1 33.8 742.4

    Rata-rata 0.42 0.96 0.82 0.64 1.12 33.88 742.4

    Tabel 2. Hasil Pembacaan NH3 dengan spektrofotometer

    Std

    (ml)

    X

    ( gram)

    Abs

    Abs

    0 0 0.043 0

    0.5 0.2 0.042 -0.001

    1 0.4 0.047 0.004

    2 0.6 0.056 0.013

    3 0.8 0.083 0.04

    5 1 0.06 0.017

    Sampel - 0.111 0.068

    Gambar 1. Kurva Absorbansi NH3

    y = 0.031x - 0.0033 R = 0.5668

    -0.005

    0

    0.005

    0.01

    0.015

    0.02

    0.025

    0.03

    0.035

    0.04

    0.045

    0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

    A

    bs

    g

  • y = 0.031x 0.0033

    0.068 = 0.031x 0.0033

    0.0713 = 0.0031 x

    x = 2.3 g

    NH3 (g/Nm3) =

    g

    V x

    (t+273)

    298 x

    760

    P25.6 x 1000

    = 2.3

    0.96 x

    (33.88+273)

    298 x

    760

    (742.4)(25.6) x 1000

    = 2.395 x 306.88

    298 x

    760

    19005.44 x 1000

    = 2.395 x 1.030 x 0.400 x 1000

    = 987.083 g/Nm3 = 0.987 mg/Nm3

    Tabel 3. Hasil Pembacaan NO2 dengan spektrofotometer

    NO2

    ml Standar g NO2 Abs Abs

    0 0 0,011 0

    0,1 0,2 0,013 0,002

    0,2 0,4 0,014 0,003

    0,3 0,6 0,015 0,004

    0,4 0,8 0,017 0,006

    0,5 1,0 0,018 0,007

    Sampel - 0,028 0,017

  • Gambar 2. Kurva Absorbansi NO2

    y = 0.0069x + 0.0002

    0.017 = 0.0069x + 0.0002

    0.0168 = 0.0069x

    x = 2.435 g

    NO2 (g/Nm3) = g

    V x

    t+273

    298 x

    760

    P x 1000

    =2.435

    60x

    (29.42 + 273)

    298 x

    760

    742.44 x 1000

    = 41.55 g/Nm3

    Tabel 3. Hasil Pembacaan SO2 dengan spektrofotometer

    Std (ml) g Absorbansi Absorbansi

    0 0 0.355 0

    0.1 1.131 0.388 0.033

    0.2 2.262 0.452 0.064

    0.3 3.393 0.474 0.119

    0.4 4.524 0.516 0.161

    0.5 5.655 0.564 0.209

    Sampel - 0.382 0.027

    y = 0.0069x + 0.0002 R = 0.9874

    0

    0.001

    0.002

    0.003

    0.004

    0.005

    0.006

    0.007

    0.008

    0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

    A

    bs

    g

  • Penetapan Larutan Standar SO2

    SO2 (g/ml) = (AB)x N x 0.00032 x 1000 x 1000

    0.01 x 10

    = (2.551.6) x N x 0.00032 x 1000 x 1000

    0.01 x 10

    = 11.31 g/ml

    Gambar 3. Kurva Absorbansi SO2

    y = 0.0375x - 0.0083

    0.017 = 0.0375x - 0.027

    0.044 = 0.0375x

    x = 1.173 g

    SO2 (g/Nm3) =

    g

    v x

    t+273

    298 x

    760

    P x 25.6 x 1000

    = 1.173

    66.08 x

    33.9+273

    298 x

    760

    742.4 x 1000

    = 18.71 g/Nm3

    y = 0.0375x - 0.0083 R = 0.992

    0

    0.05

    0.1

    0.15

    0.2

    0.25

    0 1 2 3 4 5 6

    A

    bs

    g

  • Tabel 4. Hasil Pembacaan H2S dengan spektrofotometer

    No. Standar (ml) g Abs Abs

    1 0 0 0.002 0.000

    2 0.1 10.086 0.131 0.129

    3 0.2 20.172 0.305 0.303

    4 0.3 30.258 0.484 0.482

    5 0.4 40.344 0.687 0.685

    6 0.5 50.430 0.880 0.878

    7 0.6 60.516 1.185 1.183

    8 Sampel - 0.013 0.011

    Standarisasi H2S = 160.86 g/ml

    Gambar 4. Kurva Absorbansi H2S

    y = 0.0192x - 0.0588

    0.011 = 0.0192x - 0.0588

    0.0698 = 0.0192x

    x = 3.635 g

    H2S (g/m3) =

    g

    V

    (t+273)

    298

    760

    P 1000

    = 3.635 g

    60

    (33.9+273)

    298

    760

    742.4 1000

    = 69.612 g/m3

    y = 0.0192x - 0.0588 R = 0.9868

    0

    0.2

    0.4

    0.6

    0.8

    1

    1.2

    1.4

    0 10 20 30 40 50 60 70

    A

    bs

    g

  • Tabel 5. Hasil Pembacaan Zat O3 dengan spektrofotometer

    Std N Abs Abs

    Blanko 0 0.066 0

    0.1 0.00001 0.224 0.158

    0.2 0.00002 0.378 0.312

    0.3 0.00003 0.571 0.505

    0.4 0.00004 0.715 0.649

    0.5 0.00005 0.906 0.84

    Sampel - 0.178 0.112

    Gambar 5. Kurva Absorbansi Ozon

    y = 16760x - 0.0083

    0.112 = 16760x - 0.0083

    0.1203 = 16760x

    x = 7.18 x 10-6

    M = I1 x 1.224 x 105

    = 7.18 x 10-6

    x 1.224 x 105

    = 0.878563246

    O3 (g/Nm) = Absorbansi sampel x M

    V x

    (t+273)

    298 x

    760

    P x

    48

    24.47 x 1000

    = 0.112 0.878563246

    25 (33.88+273)

    298 x

    760

    742.4 x

    48

    24.47 x 1000

    = 8.139285143 8 g/Nm

    y = 16760x - 0.0083 R = 0.9986

    0

    0.1

    0.2

    0.3

    0.4

    0.5

    0.6

    0.7

    0.8

    0.9

    0 0.00001 0.00002 0.00003 0.00004 0.00005 0.00006

    A

    bs

    N

  • Tabel 6. Nilai TSP yang terukur di Lapangan

    Waktu (menit) Tekanan (mmHg) Laju alir / Flow

    (l/m)

    Suhu (oC)

    0 742.5 1150 29.4

    15 742.5 1150 29.1

    30 742.4 1200 38.5

    45 742.2 1200 38.6

    59 742.4 1200 33.8

    Berat kertas filter awal: 0.5332 gram = 533200 g

    Berat kertas filter akhir: 0.5393 gram = 539300 g

    Flow rata-rata: 1180 liter/menit

    Waktu: 59 menit

    Suhu rata-rata: 33.88oC = 306.88 K

    Tekanan rata-rata: 742.4 mmHg

    V = QS1+QS2

    2 x T

    = 1150+1200

    2 x 59

    = 69325 m3

    TSP (g/Nm3) =

    W1W0

    V x

    t+273

    298 x

    760

    P x 1000

    = 539300533200

    69325 x

    306.88+273

    298 x

    760

    742.4 x 1000

    = 175.28 g/Nm3 selama 1 jam

    Konversi model Canter

    C = 175.28 g/Nm3 (1

    24 )

    0.17 = 1.4 g/Nm

    3 selama 24 jam

  • PEMBAHASAN

    Pengertian pencemaran udara berdasarkan aturan di PP 41 Tahun 1999

    adalah dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara

    ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke

    tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambient tidak dapat memenuhi

    fungsinya. Pencemaran udara dapat diartikan sebagai adanya bahan-bahan

    pencemar yang masuk ke dalam udara atmosfer oleh suatu sumber, baik melalui

    aktivitas manusia maupun alamiah yang dapat menimbulkan ketimpangan

    susunan udara atmosfer secara ekologis. Bahan pencemar ini dapat menimbulkan

    gangguan-gangguan pada kesehatan manusia, tanaman dan binatang atau pada

    benda-benda, dapat pula mengganggu pandangan mata, kenyamanan hidup dari

    manusia dan penggunaan benda-benda. Bahan-bahan pencemar udara tersebut

    dapat berupa debu, asap, uap, gas, kabut, atau bau (Tugaswati, 1996).

    Ammonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Sifat-sifat ammonia

    antara lain tidak berwarna, baunya sangat merangsang sehingga gas ini mudah

    dikenal melalui baunya, sangat mudah larut dalam air, dan mudah mencair.

    Walaupun ammonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di

    bumi, ammonia sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan.

    Administrasi Keselamatan dan Kesehatan Pekerjaan Amerika Serikat memberikan

    batas 15 menit bagi kontak dengan ammonia dalam gas berkonsentrasi 35 ppm

    volum, atau 8 jam untuk 25 ppm volum. Kontak dengan gas ammonia

    berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan bahkan

    kematian. Apabila terpapar gas ammonia dalam kadar yang cukup tinggi dapat

    menyebabkan batuk dan iritasi terhadap sistem pernapasan (Meirinda, 2008). Gas

    Ammonia merupakan salah satu gas pencemar udara yang dihasilkan dari

    dekomposisi senyawa organik oleh mikroorganisme seperti dalam proses

    pengolahan sampah (Dwipayani, 2001).

    Berdasarkan pengolahan data praktikum yang telah dilakukan diperoleh

    nilai NH3 pada pintu 2 kampus CB Diploma IPB yaitu sebesar 0.987 mg/Nm3.

    Nilai tersebut didapatkan dari hasil pengukuran selama 59 menit. Menurut

    Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 21 Tahun 2008 baku mutu

    NH3 sebesar 0.5 mg/Nm3. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa

    konsentrasi NH3 di pintu 2 kampus CB Diploma IPB melebihi standar baku mutu

    yang udara ambien yang berlaku karena nilainya berada di atas 0.5 g/Nm3. Hal

    ini disebabkan karena jalan di pintu 2 kampus CB IPB langsung menghadap ke

    jalan raya sehingga banyak kendaraan bermotor yang berlalu lalang, selain itu

    kemacetan pada kendaraan bermotor juga memacu tingginya kadar NH3 di udara.

    Dampak dari partikulat tersebut dapat terakumulasi pada saluran pernapasan dan

    gangguan kesehatan. Perlu dilakukan upaya pengurangan paparan dengan

    menanam pohon yang dapat menyaring debu dan penggunaan masker. Pada

    praktikum ini terdapat beberapa kesalahan yang mungkin memengaruhi hasil

  • pengukuran gas NH3 di jalan pintu 2 kampus CB Diploma IPB, yaitu pengukuran

    dilakukan hanya selama 1 jam, sedangkan standar baku mutu yang digunakan

    berlandaskan 24 jam, diperkirakan bahwa pengukuran dalam waktu 1 jam tidak

    dapat memberikan jumlah partikulat yang akurat.

    Manfaat dan kegunaan ammonia yaitu digunakan sebagai bahan pembuat

    obat-obatan, ammonia yang dilarutkan dalam air dapat digunakan untuk

    membersihkan berbagai perkakas rumah tangga, dan zat ini juga digunakan

    sebagai campuran pembuat pupuk untuk menyediakan unsur nitrogen bagi

    tanaman.

    Oksida Nitrogen (NOX) adalah kelompok gas nitrogen yang terdapat di

    atmosfer yang terdiri dari nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2).

    Praktikum kali ini mengukur NO2. Sifat racun (toksisitas) gas NO2 empat kali

    lebih kuat dari gas NO. Kadar NOX diudara perkotaan biasanya 10-100 kali lebih

    tinggi dari udara pedesaan. Kadar ini dipengaruhi oleh jumlah penduduk karena

    sumber berasal dari pembakaran seperti kendaraan bermotor, produksi energi dan

    pembuangan sampah. Pembakaran yang sering terjadi yaitu pembakaran arang,

    minyak, gas dan bensin (Wardhana, 2004).

    Metode pengukuran yang digunakan untuk mengukur kadar NO2 di udara

    ambien yaitu metoda Griess Saltzman (Kusminingrum, 2008). NO2 di udara

    direaksikan dengan pereaksi Griess Saltman membentuk senyawa yang bewarna

    ungu. Intensitas warna yang terjadi diukur dengan spektrofotometer pada panjang

    gelombang 550 nm.

    Berdasarkan pengambilan sampel dilapangan, diperoleh hasil perhitungan

    kadar NO2 di udara ambien sebesar 41.55 g/m3 dari pembuatan kurva

    absorbansi dengan pengukuran menggunakan spektrofotometer. Merujuk pada PP

    No 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara, nilai tersebut masih

    dibawah ambang batas untuk kadar NO2 di udara ambien yaitu sebesar 400

    g/m3 dengan pengamatan selama satu jam. Nilai tersebut di sangat di bawah

    baku mutu karena jumlah kendaraan yang berlalu lalang dan kegiatan pembakar

    lainnya sedikit.

    Udara ambien yang tercemar oleh gas nitrogen dioksida berbahaya bagi

    kelangsungan hidup tanaman dan manusia. Pengaruh NO2 pada tanaman yaitu

    timbulnya bintik-bintik pada permukaan daun. Pada konsentrasi lebih tinggi,

    dapat merusak jaringan daun sehingga daun tidak dapat berfungsi sempurna.

    Pencemaran NO2 juga dapat menyebabkan peroxy acetyl nitrates (PAN) yang

    menyebabkan iritasi pada mata sehingga mata terasa pedih dan barair. Selain itu,

    pada kadar yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pada sistem syaraf yang

    berakibat kejang-kejang dan bila keracunan berlanjut akan menyebabkan

    kelumpuhan. Apabila menghirup gas NO2 selama 10 menit dengan kadar 5 ppm

    akan mengakibatkan kesulitan dalam bernafas pada manusia (Darmono, 2006).

    Gas SO2 (sulfur dioksida) merupakan gas polutan yang banyak dihasilkan

    dari pembakaran bahan bakar fosil yang mengandung unsur belerang seperti

  • minyak, gas, batubara, maupun kokas. Pencemaran oleh sulfur oksida terutama

    disebabkan oleh dua komponen sulfur bentuk gas yang tidak berwarna, yaitu

    sulfur dioksida (SO2) dan Sulfur trioksida (SO3). Sulfur dioksida mempunyai

    karakteristik bau yang tajam dan tidak mudah terbakar di udara.

    Meskipun pembakaran bahan bakar fosil oleh manusia merupakan salah

    satu sumber emisi SO2 ke udara, namun diperkirakan jumlah emisi ini hanya

    sepertiga dari total emisi SO2 yang ada. Penyumbang terbesar dari polutan ini

    adalah berasal dari aktivitas alam seperti dari letusan gunung berapi yang

    menghasilkan gas H2S melalui proses oksidasi di udara, selanjutnya gas H2S ini

    berubah menjadi gas SO2. Jumlah emisi SO2 yang terus bertambah akan

    menyebabkan meningkatnya konsentrasi SO2 di atmosfer.

    Pada konsentrasi tertentu, SO2 dapat menyebabkan penurunan kualitas air

    hujan yang diindikasikan melalui pH air hujan. Disamping itu, peningkatan

    aerosol di atmosfer akan mengakibatkan peningkatan inti kondensasi yang

    terdapat di atmosfer sehingga proses kondensasi pada tetes air (droplet) di udara

    meningkat, dan awan yang terbentuk menjadi lebih tebal dan gelap. Akibatnya,

    radiasi matahari yang datang ke bumi akan tertahan oleh awan dan dipantulkan

    kembali ke angkasa, menyebabkan berkurangnya intensitas radiasi sinar matahari

    yang sampai ke permukaan bumi. Pengurangan radiasi sinar matahari yang terjadi

    tersebut disebut dengan global dimming, yang mengakibatkan penurunan

    temperatur global di permukaan bumi.

    Akibat utama pencemaran gas SO2 terhadap manusia adalah terjadinya

    iritasi pada sistem pernapasan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa iritasi

    tenggorokan terjadi pada konsentrasi SO2 sebesar 5 ppm atau lebih. Bahkan pada

    beberapa individu yang sensitif, iritasi sudah terjadi pada paparan 1-2 ppm saja.

    Untuk penderita yang mempunyai penyakit kronis pada system pernapasan dan

    kardiovaskular dan lanjut usia gas ini merupakan polutan yang berbahaya karena

    dengan paparan yang rendah saja (0.2 ppm) sudah dapat menyebabkan iritasi

    tenggorokan. Polutan ini juga berpengaruh negatif pada benda-benda maupun

    tanaman melalui pembentukan hujan asam.

    Berdasarkan pengukuran nilai gas SO2 di udara diperoleh nilai SO2 yaitu

    sebesar 18.71 g/Nm3. Hal tersebut masih berada di bawah nilai baku mutu

    kandungan SO2 pada udara ambien dengan waktu pengukuran satu jam

    berdasarkan PP No 41 tahun 1999 yaitu 900 g/Nm3. Nilai tersebut masih di

    bawah baku mutu karena lokasi sampel tidak dekat dengan kegiatan pembakaran

    fosil dan gunung berapi sebagai sumber pencemar gas SO2.

    Gas H2S adalah rumus kimia dari gas Hidrogen Sulfida yang terbentuk

    dari 2 unsur Hidrogen dan 1 unsur Sulfur. Gas H2S disebut juga gas telur busuk,

    gas asam, asam belerang atau uap bau. Gas H2S terbentuk akibat adanya

    penguraian zat-zat organik oleh bakteri. Gas ini dapat ditemukan di dalam operasi

    pengeboran minyak/gas dan panas bumi, lokasi pembuangan limbah industri,

    peternakan atau pada lokasi pembuangan sampah.

  • Gas H2S mempunyai sifat dan karakteristik yaitu tidak berwarna, berbau

    khas seperti telur busuk, gas beracun, dapat terbakar dan meledak, dapat larut

    (bercampur) dengan air, dan bersifat korosif sehingga dapat mengakibatkan karat

    pada peralatan logam.

    Bedasarkan praktikum pengambilan sampel di lapangan dan perhitungan

    kadar H2S dengan pembuatan kurva absorbansi dengan menggunakan

    spektrofotometer diperoleh hasil 69.612 g/m3. Bedasarkan Permen LH No.21

    Tahun 2008 Tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha dan/

    atau Kegiatan Pembangkin Tenaga Listrik Termal nilai tersebut di atas baku mutu

    yaitu 35 g/m3. Sedangkan dalam PP No 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian

    Pencemaran Udara, senyawa H2S belum masuk kedalam kategori gas pencemar di

    udara ambien.

    Seseorang yang menghirup gas H2S dengan dosis konsentrasi rendah

    dalam waktu 3-15 menit dapat menyebabkan mata berair, iritasi pada kulit dan

    batuk-batuk. Gas H2S juga menyebabkan penurunan daya tahan tubuh dan

    menurunkan produktivitas kerja. Pengaruh H2S terhadap peralatan metal yaitu

    mengalami kerusakan, mudah rapuh, dan berkarat.

    Terdapat beberapa alat pendeteksi dan cara yang digunakan untuk

    mengetahui adanya gas H2S. Alat pendeteksi gas H2S antara lain adalah Sistem

    Pemantauan Tetap (Fixed Monitori System). Alat ini dapat memberikan

    peringatan baik dengan suara maupun cahaya. Selain alat tersebut juga ada alat

    Pemantauan Elektronika Pribadi (Personal Electronic Monitor). Alat ini biasanya

    dipegang dengan tangan atau dipakai dengan ikat pinggang dan secara tetap

    mengukur konsentrasi gas H2S pada kepala sensor. Alat ini akan membunyikan

    alarm yang dapat didengar pada tingkat H2S yang ditentukan sebelumnya. Alat

    perlindungan pernafasan atau Breathing Apparatus adalah alat yang biasa

    digunakan oleh regu pemadam kebakaran pada saat memasuki gedung yang

    terbakar untuk menyelamatkan orang yang berada di dalam gedung tersebut.

    Ozon (O3) merupakan salah satu zat pengoksidasi yang sangat kuat.

    Keberadaan ozon di udara ambien dapat menimbulkan dampak yang sangat

    merugikan bagi kesehatan manusia. Senyawa ozon di udara ambien terbentuk

    akibat adanya reaksi fotokimia pada senyawa oksida nitrogen (NOx) dengan

    bantuan sinar matahari. Ozon termasuk kedalam pencemar sekunder yang

    terbentuk di atmosfer dari reaksi fotokimia NOx dan HC.

    Ozon bersifat oksidator kuat, karena itu pencemaran oleh ozon troposferik

    dapat menyebabkan dampak yang merugikan bagi kesehatan manusia. Laporan

    Badan Kesehatan Dunia menyatakan konsentrasi ozon yang tinggi (>120 g/m3)

    selama 8 jam atau lebih dapat menyebabkan serangan jantung dan kematian atau

    kunjungan ke rumah sakit karena gangguan pada sistem pernafasan. Pajanan pada

    konsentrasi 160 g/m3 selama 6,6 jam dapat menyebabkan gangguan fungsi paru-

    paru akut pada orang dewasa yang sehat dan pada populasi yang sensitif.

    Kombinasi ozon dengan SO2 sangat berbahaya karena akan menyebabkan

  • menurunnya fungsi ventilasi apabila terpapar dalam jumlah yang besar.

    Kerusakan fungsi ventilasi dapat kembali baik mendekati fungsi paru-paru normal

    pada orang yang terpajan dalam tingkat rendah.

    Percepatan produksi ozon dibantu dengan kehadiran senyawa lain seperti

    NOx, hidrokarbon, CO dan senyawa-senyawa radikal yang juga diemisikan dari

    pembakaran bahan bakar fosil. Puncak pola fluktuasi harian ozon umumnya

    terjadi setelah terjadinya puncak konsentrasi NOx dan efek yang lebih merugikan

    terhadap kesehatan karena adanya kombinasi pencemar NOx dan ozon dapat

    terjadi. Kombinasi NOx-O3 dapat menyebabkan penurunan fungsi paru-paru.

    Selain menyebabkan dampak yang merugikan pada kesehatan manusia,

    pencemaran ozon dapat menyebabkan kerugian ekonomi akibat ausnya bahan atau

    material (tekstil, karet, kayu, logam, cat), penurunan hasil pertanian dan kerusakan

    ekosistem seperti berkurangnya keanekaragaman hayati.

    Berdasarkan praktikum yang dilakukan didapatkan nilai O3 sebesar 8

    g/Nm. Hal tersebut menunjukkan kandungan O3 di Pintu 2 masih sangat jauh di

    bawah baku mutu (kadar maksimal yang dipersyaratkan) yang ada pada Peraturan

    Pemerintah No. 41 Tahun 1999. Baku mutu O3 pada peraturan tersebut yaitu 235

    g/Nm. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas udara di lokasi sampel masih baik.

    Kombinasi ozon dengan zat pencemar lain akan menimbulkan berbagai penyakit.

    Nilai ozon yang tinggi biasanya terbentuk di siang dan sore hari,

    menghilang pada malam hari yang dingin. Walaupun polusi ozon terbentuk

    terutama di perkotaan dan pinggiran kota, tetapi ozon juga ada di daerah

    pedesaan. Hal tersebut disebakan oleh tiupan angin dan dapat berada sejauh 402

    km dari tempat asalnya di daerah industri/perkotaan.

    Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk membantu

    mengurangi polusi ozon (US EPA) yaitu dengan membatasin penggunaan mobil

    selama siang dan awal malam hari di akhir musim semi, panas dan awal musim

    gugur, tidak menggunakan peralatan bertenaga bensin di lingkungan rumah

    selama waktu tersebut, tidak mengisi bensin mobil selama waktu tersebut,

    menjaga mesin mobil dan dirawat dengan baik, menggunakan produk yang ramah

    lingkungan pada cat, pembersih dan peralatan kantor (beberapa bahan kimia ini

    adalah sumber VOC), serta menghemat energi.

    Berdasarkan lamanya partikel tersuspensi di udara dan rentang ukurannya,

    partikel dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu dust fall (setteable particulate)

    dan Suspended Particulate Matter (SPM). Partikel yang berukuran lebih dari 100

    m disebut dust fall, sedangkan partikulat yang memiliki ukuran diamter antara

    0.001 m sampai 100 m disebut sebagai SPM. Partikulat atau debu berada di

    udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang dan mampu

    masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan. Hal tersebut dapat

    berpengaruh negatif terhadap kesehatan, mengganggu daya tembus pandang mata,

    dan terjadi berbagai reaksi fotokimia di atmosfer yang tidak diharapkan.

  • Total suspended solid atau padatan tersuspensi total (TSS) adalah residu

    dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2

    m atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. Lumpur, tanah liat, logam oksida,

    sulfida, ganggang, bakteri dan jamur termasuk TSS. TSS umumnya dihilangkan

    dengan flokulasi dan penyaringan. TSS memberikan kontribusi untuk kekeruhan

    (turbidity) dengan membatasi penetrasi cahaya untuk fotosintesis dan visibilitas di

    perairan sehingga nilai kekeruhan tidak dapat dikonversi ke nilai TSS. Kekeruhan

    adalah kecenderungan ukuran sampel untuk menyebarkan cahaya. Sementara

    hamburan diproduksi oleh adanya partikel tersuspensi dalam sampel. Kekeruhan

    adalah murni sebuah sifat optik (Apriyanti, 2010).

    Berdasarkan pengolahan data praktikum yang telah dilakukan diperoleh

    nilai TSP pada pintu 2 kampus CB Diploma Ipb, yaitu sebesar 92.368 g/Nm3.

    Nilai tersebut didapatkan dari hasil pengukuran selama 59 menit. Untuk dapat

    membandingkan hasil pengukuran yang diperoleh dari praktikum dengan nilai

    standar baku mutu udara ambien nasional untuk TSP, hasil pengukuran tersebut

    harus dikonversi terlebih dahulu untuk perkiraan nilai konsentrasi dengan waktu

    pengukuran 24 jam. Koversi atau pendekatan estimasi dilakukan dengan

    menggunakan model persamaan konversi Canter, sehingga didapat nilai hasil

    perkiraan atau estimasi konsentrasi TSP untuk waktu pengukuran 24 jam sebesar

    1.4 g/m3. Berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran

    Udara, untuk baku mutu udara parameter TSP dalam waktu 24 jam yaitu sebesar

    230 g/Nm3. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa konsentrasi TSP di

    pintu 2 masih memenuhi standar baku mutu udara ambien yang berlaku, sehingga

    masih cukup aman untuk orang yang melakukan kegiatan di dalamnya. Namun,

    hal yang perlu diperhatikan adalah adanya rutinitas melakukan kegiatan dapat

    menyebabkan efek atau dampak jangka panjang, dimana partikulat yang masuk ke

    saluran pernapasan dapat terakumulasi dan menyebabkan gangguan kesehatan.

    Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya pengurangan paparan dengan menanam

    pohon yang dapat menyaring debu dan penggunaan masker.

    Pengendalian dan pencegahan pencemaran udara (Husein,1993), yaitu :

    1. Sumber bergerak

    Merawat mesin kendaraan bermotor agar tetap berfungsi dengan baik.

    Melakukan uji emisi dan KIR kendaraan secara berkala.

    Memasang filter pada knalpot.

    2. Sumber tidak bergerak

    Memasang scruber pada cerobong asap.

    Merawat mesin industri agar berfungsi dengan baik dan dilakukan

    pengecekan secara berkala.

    Menggunakan bahan bakar minyak atau batu bara dengan kadar atau sulfur

    dan CO rendah.

    Memodofikasi pada proses pembakaran.

  • Pembersihan ruang dengan sistem basah.

    3. Manusia

    Apabila pencemaran dalam udara ambien telah melebihi baku mutu

    dengan rata-rata pengukuran 24 jam maka untuk mencegah dampak pada

    kesehatan, dapat dilakukan upaya-upaya :

    - Mengunakan APD seperti masker.

    - Mengurangi aktifitas diluar rumah.

    - Menutup/ menghindari tempat-tempat yang diduga mengandung pencemar

    4. Pemerintah

    Penetapan peraturan perundangan yang terkait dengan pencemaran udara

    seperti PP No 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara.

    Penentuan pengelola pengawasan dan penangungjawab pengendalian

    pencemaran udara serta dampaknya.

    KESIMPULAN

    Berdasarkan pengukuran kualitas udara ambien di pintu 2 Diploma IPB

    terhadap gas NH3, NO2, O3, H2S, SO2, dan TSP. Sebagian parameter kualitas udara

    ambien tidak menunjukan nilai yang melebihi baku butu. Akan tetapi, parameter

    NH3 melebihi baku mutu. Zat-zat pencemar udara dapat dikurangi dengan

    pendekatan teknologi dan regulasi. Cara termudah yaitu menamam pohon.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Apriyanti D. 2010. Cara Uji Pratikel Tersuspensi Total Menggunakan Peralata

    High Volume Air Sampler (HVAS) dengan Metode Gravimetri. Depok

    (ID): UI Press.

    Darmono. 2006. Lingkungan Hidup dan Pencemaran : Hubungan dengan

    Toksilogi Senyawa Logam. Jakarta (ID) : UI Press.

    Dwipayani NMU. 2001. Studi Penyisihan Gas Amonia (NH3) Menggunakan

    Teknik Biofiltrasi di Bawah Kondisi Anaerob. Bandung : Fakultas Teknik

    Lingkungan.

    Husein MH. 1993. Lingkungan Hidup: Masalah, Pengelolaan dan Penegakan

    Hukumnya. Jakarta (ID) : Bumi Aksara.

    Meirinda. 2008. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kualitas Udara

    Dalam Rumah Di sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah

    Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan. Tesis. Medan: FKM USU.

    Kusminingrum NG. 2008. Polusi Udara Akibat Aktivitas Kendaraan

    Bermotor di Jalan Perkotaan Pulau Jawa dan Bali. Puslitbang Jalan dan

    Jembatan. Bandung.

    Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 21 Tahun 2008 Baku Mutu

    Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pembangkit

    Tenaga Listrik Termal

    Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran

    Udara.

    Tugaswati AT. 1996. Pemantauan Kualitas Udara di Daerah Rawasari dan

    Pulogadung Jakarta. 4: 2-5.

    Wardhana WA. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan (Edisi Revisi).

    Yogyakarta (ID) : Andi.