-
Laporan Praktikum Hari, tanggal : Jumat, 17 dan 24 April
2015
Kualitas Udara Waktu : 07.00-11.00
Dosen : Dr.Ir. Sobri Effendy, MS
Dimas Ardi Prasetya, ST
Ety Herwati
Fretty Yurike
PENGUKURAN KUALITAS UDARA AMBIEN
Disusun oleh :
Nazma Dharayani Malau J3M113002
Lailatur Hasanah J3M113010
Surya Desra Degi J3M113012
Yafattahul Jannah J3M113015
Annisa Nur Afifah J3M113023
Fiyana Kusuma Dewi J3M113026
Rico Asmara Haddi J3M113029
Lutfi Rahman J3M113033
Savitha Annas R.A. J3M113039
Anisa Ayu Wardini J3M113042
Wawan Ahmad Nawawi J3M113051
Mayang Widyanti J3M113054
Regi Riansyah J3M113055
Annisa Nur Wardani J3M113059
TEKNIK DAN MANAJEMEN LINGKUNGAN
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
-
PENDAHULUAN
Udara merupakan media lingkungan yang sangat dibutuhkan
manusia
terutama untuk pernapasan. Cukup ramainya daerah sekitar Pintu 2
Diploma IPB
akibat lalu lalang kendaraan bermotor dapat menimbulkan dampak
lingkungan
yang kurang baik dan dapat membahayakan kesehatan manusia. Oleh
karena itu
diperlukan pengukuran kualitas udara di kawasan tersebut.
Pengukuran kualitas
udara ambien bertujuan untuk mengetahui konsentrasi zat pencemar
yang ada di
udara. Udara ambien adalah udara bebas dipermukaan bumi pada
lapisan troposfir
yang berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang
dibutuhkan dan
mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur
lingkungan hidup
lainnya.
Berbagai macam kandungan gas dan debu bercampur di udara.
Namun
dalam praktikum kali ini kami hanya mengukur indikator TSP, NO2,
NH3, O3,
H2S, dan SO2. Ozon adalah gas yang secara alami terdapat di
atmosfer. Ozon di
troposfer (sekitar 10 s/d 16 km dari permukaan bumi ) sedangkan
selebihnya
berada di lapisan stratosfer (50 km dari puncak troposfer).
Sulfur dioksida (SO2)
merupakan gas yang tidak berwarna dan berbau tajam. Emisi SO2
merupakan
komponen partikulat yang ada di atmosfer. Hidrogen Sulfida (H2S)
merupakan
gas yang tidak berwarna, beracun, mudah terbakar , dan berbau
busuk. Ammonia
adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini
didapati berupa
gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau ammonia). Ammonia
bersifat gas
yang tidak mudah terbakar dan digolongkan sebagai bahan beracun
jika terhirup.
Total Suspended Particulate (TSP) atau disebut juga dengan
partikel debu
tersuspensi terdapat di udara dengan ukuran berkisar antara
kurang dari 1 mikron
hingga maksimal 500 mikron. Keberadaan debu ini akan memberi
dampak buruk
bagi kesehatan manusia terutama untuk saluran pernafasan.
Partikel debu tersebut
melayang-layang di udara dalam waktu yang lama sehingga akan
mudah masuk
ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan (Apriyanti,
2010).
Oksida Nitrogen bersama dengan hidrokarbon merupakan
komponen
kimia pokok dalam reaksi fotokimia (smog). Berbagai jenis oksida
nitrogen dapat
terbentuk dalam atmosfer, termasuk oksida nitrat (NO), nitrogen
dioksida (NO2),
dan nitrous oksida (N2O). Sumber utama NO2 dalam atmosfer adalah
pembakaran
suhu tinggi berbagai bahan bakar dan kendaraan bermotor.
Hidrogen sulfida (H2S)
adalah gas yang tidak berwarna, beracun, mudah terbakar dan
berbau seperti telur
busuk. Gas ini dapat timbul dari aktivitas biologis ketika
bakteri mengurai bahan
organik dalam keadaan tanpa oksigen (aktivitas anaerobik),
seperti di rawa, dan
saluran pembuangan kotoran.
Data hasil pengukuran kualitas udara sangat diperlukan untuk
berbagai
kepentingan yaitu untuk mengetahui tingkat pencemaran udara di
suatu daerah
atau untuk menilai keberhasilan program pengendalian pencemaran
udara yang
sedang dijalankan. Pengukuran harus menggunakan peralatan dan
mengikuti
-
prosedur sehingga hasil pengukuran valid dan representatif serta
dapat
dipertanggung jawabkan.
TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah mahasiswa dapat
menganalisis
kandungan gas NH3, NO2, O3, H2S, SO2, dan TSP yang ada di udara
khususnya
sekitar pintu 2 Diploma IPB dan mahasiswa dapat memberikan
solusi tindakan
untuk mengurangi zat-zat tersebut di suatu tempat.
ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan untuk penetapan NH3 di udara yaitu labu ukur
50 ml,
pipet mohr 1 ml, pipet mohr 2 ml, pipet mohr 5 ml, pipet mohr 10
ml, dan
spektrofotometer UV-Vis. Bahan yang digunakan untuk penetapan
NH3 di udara
yaitu larutan penyerap NH3, H2SO4 0,1 N, larutan pereaksi fenol,
larutan Natrium
Hipoklorit, larutan penyangga, larutan standar induk NH3 2 ppm,
dan akuades
bebas ammonia.
Alat yang digunakan dalam pengukuran NO2 yaitu labu ukur 25 ml,
pipet
mohr 1 ml, pipet mohr 10 ml, pipet tetes, bulb, botol semprot
dan
spektrofotometer UV-Vis. Bahan yang digunakan yaitu larutan
penyerap NO2
(campuran antara Asam Sulfanilat, naphthylamin dan asam asetat
glasial). Larutan
induk standar NaNO2 2 ppm, dan aquades.
Alat dan bahan yang digunakan untuk penetapan SO2 di udara
adalah
larutan penyeran TCM, Asam Sulfamat 0,6%, larutan formaldehid
0,2%, larutan
pararosanilin, larutan iodin, larutan thiosulfat, amilum,
larutan induk standar SO2.
Alat dan bahan yang digunakan untuk penetapan H2S di udara
adalah
larutan penyerap Zn Acetat 5%, larutan diamin 0,15%,
(N,N-Dimethyl-1,4-
Phenylen diamonium diklorida), larutan FeCl3 25%, larutan induk
standard H2S
(Na2S.9H2O 0,12%), aquades, larutan Natrium Thiosulfat 0,1 N,
larutan Iodin 0,1
N, larutan indikator amilum, larutan HCl 0,1 N. Alat yang
digunakan adalah labu
ukur 50 ml, pipet mohr 1 ml;5 ml;10 ml, erlenmeyer 125 ml, buret
50 ml, dan
sphektrophotometer UV-Vis.
Alat dan bahan yang digunakan untuk penetapan O3 di udara
adalah
larutan penyerap NBKI, Larutan standar iodin 0,0025 N, labu ukur
25 ml, pipet
mohr, dan spektrofotometer.
Alat yang digunakan untuk penentuan partikel tersuspensi total
(TSP) di
udara yaitu wadah filter, pinset, neraca analitik, stopwatch dan
HVAS (High
Volume Air Sampler). Bahan yang digunakan untuk penentuan
partikel tersuspensi
total (TSP) di udara yaitu filter serat kaca.
-
CARA KERJA
Penetapan NH3 di udara
- Larutan kurva standar kalibrasi NH3
Larutan standar induk NH3 2 ppm dipipet masing-masing 0; 0,5;
1,0; 2,0;
3,0; dan 5,0 ml ke dalam labu ukur 50 ml. Larutan penyerap NH3
asam sulfat
0,1N sebanyak 10 ml ditambahkan ke dalam masing-masing labu dan
dikocok
secara homogen dan ditambahkan larutan penyangga 5ml larutan
pereaksi fenol
dan 2,5 ml larutan Natrium Hipoklorit. Setelah itu dilakukan
pengenceran hingga
50 ml dengan air suling. Labu didiamkan di tempat gelap selama
30 menit.
Kemudian, diukur absorbsinya dengan spektrometer pada panjang
gelombang 630
nm dan blanko yang digunakan yaitu labu ukur yang berisi 0 ml
larutan.
- Larutan sampel
Larutan penyerap yang telah mengandung sampel NH3
dipindahkan
kedalam labu ukur 50 ml, larutan penyangga ditambahkan sebanyak
2 ml, larutan
pereaksi fenol ditambahkan sebanyak 5 ml, dan 2,5 ml larutan
natrium hipoklorit.
Kemudia, diencerkan hingga 50 ml dengan air suling. Labu
didiamkan selama 5
menit. Lalu, diukur dengan spektrofotometer seperti pengukuran
kurva standar
kalibrasi NH3
- Menghitung kandungan NH3 di udara :
NH3 (g/Nm3) =
g
v x
(t+273)
298vx
760
P x 1000
g = g sampel NH3 yang dapat ditarik dari grafik
T = suhu udara rata-rata selama pengambilan sampel dalam oC
v = Volume udara dalam L
P = Tekanan barometer rata-rata selama pengambilan sampel dalam
mmHg
-
NO2 di udara
Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan terlebih dahulu.
Larutan
induk standar NaNO2 2 ppm dipepet kedalam 6 buah labu ukur 25 ml
masing-
masing 0 ml, 0,1 ml, 0,2 ml, 0,3 ml, 0,4 ml, 0,5 m. Larutan
kemudian
ditambahkan dengan 10 ml larutan penyerap NO2 dan diencerkan
sampai tanda
tera. Setelah 15 menit warna larutan diukur dengan
spektrofotometer dengan
panjang gelombang 550 nm dengan blanko labu ukur 25 ml berisi 0
ml larutan
standar induk NO2. Larutan sampel yang telah mengandung larutan
penyerap dan
NO2 dipindahkan dalam labu ukur 25 ml dan diencerkan dengan
aquades hingga
tanda tera. Larutan kemudian diukur dengan spektrofotometer.
Kandungan NO2
diudara dapat dihitung dengan rumus berikut :
NO2 (g/Nm3) =
g
v x
(t+273)
298vx
760
P x 1000
Keterangan :
g : g sampel NO2 yang didapat dari grafik
t : suhu udara rata-rata selama pengambilan sampel dalam c
-
v : volume udara dalam L
P :Tekanan barometer rata-rata selama pengambilan sampel dalam
mmHg
SO2 di udara
- Pembuatan larutan standar kurva kalibrasi SO2
Sebanyak 6 buah labu ukur 50 ml disediakan dan di pipet larutan
standar
ke dalam labu ukur masing-masing secara berurutan 0 ; 0,1 ; 0,2
; 0,3 ; 0,3 ; 0,4
dan 0,5 ml larutan induk standar SO2. Kemudian ditambahkan 10 ml
larutan
penyerap. Setelah itu ditambahkan 1 ml larutan Asam Sulfamat
0,6% dan
dibiarkan selama 5 menit, ditambahkan 2 ml larutan formaldehid
0,2% dan 5 ml
larutan pararosanilin. Setelah itu, diencerkan dengan air suling
hingga tanda tera.
Larutan yang sudah dibuat dikocok dan diukur warnanya setelah
15-30
menit dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm.
Blanko yang
digunakan yaitu labu ukur yang beirisi 0 ml larutan induk
standar SO2
- Larutan sampel
Larutan penyerap TCM yang telah mengandung SO2 dipindahkan
kedalam
labu ukur 50 ml dan ditambahkan 1 ml larutan asam sulfat 0,6%
kemudian
dibiarkan selama 5 menit. Setelah itu, ditambahkan 2 ml larutan
formaldehid 0,2
% dan 5 ml larutan pararosanilin kemudian diencerkan dengan air
suling hingga
tanda tera. Larutan yang sudah dibuat diukur dengan
spektrofotometer seperti
pada pengukuran larutan standar kurva kalibrasi SO2.
- Hitung kandungan SO2 diudara dalam g/Nm
SO2 (g/Nm) = g
V x
(t+273)
298 x
760
P x 1000
Ket: g = g sampel SO2 yang didapat dari grafik
t = suhu udara rata-rata selama pengambilan sampel dalam
V = volume udara dalam L
P = tekanan barometer rata-rata selama pengambilan sampel
dalam
mmHg
- Standarisasi larutan induk dengan standar SO2
Larutan induk standar SO2 dipipet sebanyak 10 ml dan
dipindahkan
kedalam erlenmeyer lalu ditambahkan 5 ml larutan iodin 0,01N dan
5 ml larutan
HCL 0,1 N. Erlenmeyer tersebut segera ditutup dan dibiarkan
selama 5 menit dan
terlindung dari cahaya. Larutan yang sudah dibuat tersebut
segera titrasi dengan
larutan thiosulfat 0,01 N (digunakan blankao larutan amilum
sebagai indikator).
Penetapan blanko dilakukan dengan menggunakan 10 ml air suling
sebagai
pengganti larutan induk standar SO2.
H2S di udara
- Larutan kurva standar kalibrasi H2S Sebanyak 6 buah labu ukur
50 ml disediakan. Kedalam masing-masing
labu ukur dipipet 0; 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; dan 0,5 ml larutan
induk standar H2S 0,12
ppm. Kedalam masing-masing labu tersebut ditambahkan 1 ml
larutan diamin dan
-
1,5 ml larutan FeCl3 serta 10 ml larutan penyerap Zn-asetat.
Kemudian diencerkan
dengan akuades hingga tanda tera. Absorbansinya diukur dengan
spektrofotometer
setelah 1530 menit pada panjang gelombang 670 nm dan labu ukur
berisi 0 ml larutan induk standar H2S digunakan sebagai blanko.
- Larutan sampel Larutan penyerap yang telah mengandung H2S
dipindahkan ke dalam labu
ukur 50 ml, lalu ditambahkan 1 ml larutan diamin dan 1,5 ml
larutan FeCl3.
Kemudian diencerkan dengan air suling hingga tanda tera. Setelah
itu, diukur
dengan spektrofotometer seperti pada pengukuran standar
kalibrasi H2S.
- Hitung kandungan H2S di udara dalam g/Nm3
H2S(g/Nm3) =
g
V
(t + 273)
298
760
P 1000
Keterangan :
g = g sampel H2S yang didapat dari grafik
t = suhu udara rata-rata selama pengambilan sampel dalam oC
V = volume udara dalam L
P = tekanan barometer rata-rata selama pengambilan sampel dalam
mmHg
- Standarisasi larutan induk standar H2S Sebanyak 10 ml larutan
induk standar H2S dipipet ke dalam erlenmeyer,
lalu ditambahkan 5 ml larutan iodin 0,1 N dan 5 ml larutan HCl
0,1 N.
Erlenmeyer tersebut segera ditutup dan dibiarkan selama 5 menit
terlindung dari
cahaya. Kelebihan iodin dititrasi dengan larutan natrium
thiosulfat 0,1 N (larutan
indikator amilum digunakan). Kemudian titrasi blanko dilakukan
dengan
menggunakan 10 ml air suling sebagai pengganti larutan induk
standar H2S.
Standarisasi dilakukan setiap kali akan digunakan.
H2S(g/ml) =(A B) N 0,0017 1000 1000
0,01 10
Keterangan :
A = volume natrium thiosulfat untuk penitran blanko (ml)
B = volume natrium thiosulfat untuk penitran sampel (ml)
N = normalitas natrium thiosulfate
O3 di udara
- Larutan kurva standar kalibrasi O3
Larutan induk standar O3 0,0025 N dipipet masing-masing 0; 0,1 ;
0,2 ; 0,
3 ; 0,4 dan 0,5 ke dalam labu ukur 25 ml. Kemudian, sebanyak 10
ml larutan
penyerap NBKI ditambahklan ke dalam masing-masing labu ukur dan
diencerkan
hingga tera dengan air suling. Nilai absorbansinya diukur
dengan
spektrofotometer dengan panjang gelombang 352 nm dan blanko yang
digunakan
yaitu labu ukur yang berisi 0 ml larutan induk standar O3
-
- Larutan sempel
Larutan penyerap yang telah mengandung O3 dipindahkan ke dalam
labu
ukur 25 ml dan diencerkan dengan air suling hingga tanda tera.
Larutan tersebut
diukur dengan spektrofotometer seperti pengukuran kurva standar
kalibrasi O3.
- Hitung kandungan O3 diudara dalam g/Nm
Dengan cara membuat grafik hubungan antara absorbansi sebagai
sumbu
Y dengan normalitas iodin sebagai sumbu X. Tentukan normalitas
iodin dan
absorbansinya = 1 (I). Nilai normalitas ini dikalikan 1,224 x 10
sebagai faktor
standarisasi N sebagai jumlah mg O3 yang dibutuhkan untuk 10 ml
pereaksi
penyerap yang memeberikan nilai absorbansi sama dengan 1 (M=I x
1,224 x 10)
O3 (g/Nm) = Absorbansi sampel x M
V x
(t+273)
298 x
760
P x
48
24.47 x 1000
Ket : t = suhu udara rata-rata selama pengambilan sampel
dalam
V = volume udara dalam L
P = tekanan barometer rata-rata selama pengambilan sampel dalam
mmHg
Penetapan TSP
Metode pengukuran TSP, yaitu kertas filter dalam keadaan
kosong
ditimbang dengan neraca analitik sebanyak 3 kali ulangan dan
dicatat hasilnya.
Kertas filter selanjutnya dipasang ke dalam filter holder dengan
pinset. Tombol on
pada alat HVAS kemudian ditekan dan pengambilan contoh dilakukan
selama 1
jam. Tekanan, laju alir, dan suhu pada alat HVAS dicatat setiap
15 menit dengan
alat. Kertas filter diangkat dengan pinset jika sudah 1 jam dan
kertas filter
ditimbang kembali dengan 3 kali pengulangan dan dicatat
hasilnya. Selanjutnya
dihitung nilai TSP sebagai berikut :
Kandungan TSP (g/Nm3) = 10
+273
298
760
1000
Keterangan :
W1 = Berat kertas saring setelah berisi partikel (g)
W0 = Berta kertas saring kosong (g)
V = Volume contoh udara dalam L
P = Tekanan barometer rata-rata selama pengambilan sampel dalam
mmHg
t = temperatur udara rata-rata selama pengambilan sampel dalam
0
C
-
HASIL PRAKTIKUM
Berdasarkan praktikum kualitas udara yang telah dilakukan di
pintu 2
Diploma IPB, didapatkan hasil pengukuran dan hasil perhitungan
sebagai berikut:
Tabel 1. Nilai Gas NH3, NO2, O3, H2S, SO2 yang terukur di
Lapangan
Ulangan
ke-
Waktu
(Menit)
NO2
NH3
O3
H2S
SO2
Suhu
(C)
Tekanan
(mmHg)
1 0 0.4 1 1 0.7 1 29.4 742.5
2 15 0.5 0.8 0.7 0.6 1.3 29.1 742.5
3 30 0.5 1 0.9 0.5 1.1 38.5 742.4
4 45 0.4 1 0.9 0.7 1.1 38.6 742.2
5 59 0.3 1 0.6 0.7 1.1 33.8 742.4
Rata-rata 0.42 0.96 0.82 0.64 1.12 33.88 742.4
Tabel 2. Hasil Pembacaan NH3 dengan spektrofotometer
Std
(ml)
X
( gram)
Abs
Abs
0 0 0.043 0
0.5 0.2 0.042 -0.001
1 0.4 0.047 0.004
2 0.6 0.056 0.013
3 0.8 0.083 0.04
5 1 0.06 0.017
Sampel - 0.111 0.068
Gambar 1. Kurva Absorbansi NH3
y = 0.031x - 0.0033 R = 0.5668
-0.005
0
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0.03
0.035
0.04
0.045
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
A
bs
g
-
y = 0.031x 0.0033
0.068 = 0.031x 0.0033
0.0713 = 0.0031 x
x = 2.3 g
NH3 (g/Nm3) =
g
V x
(t+273)
298 x
760
P25.6 x 1000
= 2.3
0.96 x
(33.88+273)
298 x
760
(742.4)(25.6) x 1000
= 2.395 x 306.88
298 x
760
19005.44 x 1000
= 2.395 x 1.030 x 0.400 x 1000
= 987.083 g/Nm3 = 0.987 mg/Nm3
Tabel 3. Hasil Pembacaan NO2 dengan spektrofotometer
NO2
ml Standar g NO2 Abs Abs
0 0 0,011 0
0,1 0,2 0,013 0,002
0,2 0,4 0,014 0,003
0,3 0,6 0,015 0,004
0,4 0,8 0,017 0,006
0,5 1,0 0,018 0,007
Sampel - 0,028 0,017
-
Gambar 2. Kurva Absorbansi NO2
y = 0.0069x + 0.0002
0.017 = 0.0069x + 0.0002
0.0168 = 0.0069x
x = 2.435 g
NO2 (g/Nm3) = g
V x
t+273
298 x
760
P x 1000
=2.435
60x
(29.42 + 273)
298 x
760
742.44 x 1000
= 41.55 g/Nm3
Tabel 3. Hasil Pembacaan SO2 dengan spektrofotometer
Std (ml) g Absorbansi Absorbansi
0 0 0.355 0
0.1 1.131 0.388 0.033
0.2 2.262 0.452 0.064
0.3 3.393 0.474 0.119
0.4 4.524 0.516 0.161
0.5 5.655 0.564 0.209
Sampel - 0.382 0.027
y = 0.0069x + 0.0002 R = 0.9874
0
0.001
0.002
0.003
0.004
0.005
0.006
0.007
0.008
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
A
bs
g
-
Penetapan Larutan Standar SO2
SO2 (g/ml) = (AB)x N x 0.00032 x 1000 x 1000
0.01 x 10
= (2.551.6) x N x 0.00032 x 1000 x 1000
0.01 x 10
= 11.31 g/ml
Gambar 3. Kurva Absorbansi SO2
y = 0.0375x - 0.0083
0.017 = 0.0375x - 0.027
0.044 = 0.0375x
x = 1.173 g
SO2 (g/Nm3) =
g
v x
t+273
298 x
760
P x 25.6 x 1000
= 1.173
66.08 x
33.9+273
298 x
760
742.4 x 1000
= 18.71 g/Nm3
y = 0.0375x - 0.0083 R = 0.992
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0 1 2 3 4 5 6
A
bs
g
-
Tabel 4. Hasil Pembacaan H2S dengan spektrofotometer
No. Standar (ml) g Abs Abs
1 0 0 0.002 0.000
2 0.1 10.086 0.131 0.129
3 0.2 20.172 0.305 0.303
4 0.3 30.258 0.484 0.482
5 0.4 40.344 0.687 0.685
6 0.5 50.430 0.880 0.878
7 0.6 60.516 1.185 1.183
8 Sampel - 0.013 0.011
Standarisasi H2S = 160.86 g/ml
Gambar 4. Kurva Absorbansi H2S
y = 0.0192x - 0.0588
0.011 = 0.0192x - 0.0588
0.0698 = 0.0192x
x = 3.635 g
H2S (g/m3) =
g
V
(t+273)
298
760
P 1000
= 3.635 g
60
(33.9+273)
298
760
742.4 1000
= 69.612 g/m3
y = 0.0192x - 0.0588 R = 0.9868
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
0 10 20 30 40 50 60 70
A
bs
g
-
Tabel 5. Hasil Pembacaan Zat O3 dengan spektrofotometer
Std N Abs Abs
Blanko 0 0.066 0
0.1 0.00001 0.224 0.158
0.2 0.00002 0.378 0.312
0.3 0.00003 0.571 0.505
0.4 0.00004 0.715 0.649
0.5 0.00005 0.906 0.84
Sampel - 0.178 0.112
Gambar 5. Kurva Absorbansi Ozon
y = 16760x - 0.0083
0.112 = 16760x - 0.0083
0.1203 = 16760x
x = 7.18 x 10-6
M = I1 x 1.224 x 105
= 7.18 x 10-6
x 1.224 x 105
= 0.878563246
O3 (g/Nm) = Absorbansi sampel x M
V x
(t+273)
298 x
760
P x
48
24.47 x 1000
= 0.112 0.878563246
25 (33.88+273)
298 x
760
742.4 x
48
24.47 x 1000
= 8.139285143 8 g/Nm
y = 16760x - 0.0083 R = 0.9986
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
0 0.00001 0.00002 0.00003 0.00004 0.00005 0.00006
A
bs
N
-
Tabel 6. Nilai TSP yang terukur di Lapangan
Waktu (menit) Tekanan (mmHg) Laju alir / Flow
(l/m)
Suhu (oC)
0 742.5 1150 29.4
15 742.5 1150 29.1
30 742.4 1200 38.5
45 742.2 1200 38.6
59 742.4 1200 33.8
Berat kertas filter awal: 0.5332 gram = 533200 g
Berat kertas filter akhir: 0.5393 gram = 539300 g
Flow rata-rata: 1180 liter/menit
Waktu: 59 menit
Suhu rata-rata: 33.88oC = 306.88 K
Tekanan rata-rata: 742.4 mmHg
V = QS1+QS2
2 x T
= 1150+1200
2 x 59
= 69325 m3
TSP (g/Nm3) =
W1W0
V x
t+273
298 x
760
P x 1000
= 539300533200
69325 x
306.88+273
298 x
760
742.4 x 1000
= 175.28 g/Nm3 selama 1 jam
Konversi model Canter
C = 175.28 g/Nm3 (1
24 )
0.17 = 1.4 g/Nm
3 selama 24 jam
-
PEMBAHASAN
Pengertian pencemaran udara berdasarkan aturan di PP 41 Tahun
1999
adalah dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke
dalam udara
ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun
sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambient tidak dapat
memenuhi
fungsinya. Pencemaran udara dapat diartikan sebagai adanya
bahan-bahan
pencemar yang masuk ke dalam udara atmosfer oleh suatu sumber,
baik melalui
aktivitas manusia maupun alamiah yang dapat menimbulkan
ketimpangan
susunan udara atmosfer secara ekologis. Bahan pencemar ini dapat
menimbulkan
gangguan-gangguan pada kesehatan manusia, tanaman dan binatang
atau pada
benda-benda, dapat pula mengganggu pandangan mata, kenyamanan
hidup dari
manusia dan penggunaan benda-benda. Bahan-bahan pencemar udara
tersebut
dapat berupa debu, asap, uap, gas, kabut, atau bau (Tugaswati,
1996).
Ammonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Sifat-sifat
ammonia
antara lain tidak berwarna, baunya sangat merangsang sehingga
gas ini mudah
dikenal melalui baunya, sangat mudah larut dalam air, dan mudah
mencair.
Walaupun ammonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan
nutrisi di
bumi, ammonia sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat merusak
kesehatan.
Administrasi Keselamatan dan Kesehatan Pekerjaan Amerika Serikat
memberikan
batas 15 menit bagi kontak dengan ammonia dalam gas
berkonsentrasi 35 ppm
volum, atau 8 jam untuk 25 ppm volum. Kontak dengan gas
ammonia
berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan
bahkan
kematian. Apabila terpapar gas ammonia dalam kadar yang cukup
tinggi dapat
menyebabkan batuk dan iritasi terhadap sistem pernapasan
(Meirinda, 2008). Gas
Ammonia merupakan salah satu gas pencemar udara yang dihasilkan
dari
dekomposisi senyawa organik oleh mikroorganisme seperti dalam
proses
pengolahan sampah (Dwipayani, 2001).
Berdasarkan pengolahan data praktikum yang telah dilakukan
diperoleh
nilai NH3 pada pintu 2 kampus CB Diploma IPB yaitu sebesar 0.987
mg/Nm3.
Nilai tersebut didapatkan dari hasil pengukuran selama 59 menit.
Menurut
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 21 Tahun 2008
baku mutu
NH3 sebesar 0.5 mg/Nm3. Berdasarkan hasil tersebut, dapat
dilihat bahwa
konsentrasi NH3 di pintu 2 kampus CB Diploma IPB melebihi
standar baku mutu
yang udara ambien yang berlaku karena nilainya berada di atas
0.5 g/Nm3. Hal
ini disebabkan karena jalan di pintu 2 kampus CB IPB langsung
menghadap ke
jalan raya sehingga banyak kendaraan bermotor yang berlalu
lalang, selain itu
kemacetan pada kendaraan bermotor juga memacu tingginya kadar
NH3 di udara.
Dampak dari partikulat tersebut dapat terakumulasi pada saluran
pernapasan dan
gangguan kesehatan. Perlu dilakukan upaya pengurangan paparan
dengan
menanam pohon yang dapat menyaring debu dan penggunaan masker.
Pada
praktikum ini terdapat beberapa kesalahan yang mungkin
memengaruhi hasil
-
pengukuran gas NH3 di jalan pintu 2 kampus CB Diploma IPB, yaitu
pengukuran
dilakukan hanya selama 1 jam, sedangkan standar baku mutu yang
digunakan
berlandaskan 24 jam, diperkirakan bahwa pengukuran dalam waktu 1
jam tidak
dapat memberikan jumlah partikulat yang akurat.
Manfaat dan kegunaan ammonia yaitu digunakan sebagai bahan
pembuat
obat-obatan, ammonia yang dilarutkan dalam air dapat digunakan
untuk
membersihkan berbagai perkakas rumah tangga, dan zat ini juga
digunakan
sebagai campuran pembuat pupuk untuk menyediakan unsur nitrogen
bagi
tanaman.
Oksida Nitrogen (NOX) adalah kelompok gas nitrogen yang terdapat
di
atmosfer yang terdiri dari nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen
dioksida (NO2).
Praktikum kali ini mengukur NO2. Sifat racun (toksisitas) gas
NO2 empat kali
lebih kuat dari gas NO. Kadar NOX diudara perkotaan biasanya
10-100 kali lebih
tinggi dari udara pedesaan. Kadar ini dipengaruhi oleh jumlah
penduduk karena
sumber berasal dari pembakaran seperti kendaraan bermotor,
produksi energi dan
pembuangan sampah. Pembakaran yang sering terjadi yaitu
pembakaran arang,
minyak, gas dan bensin (Wardhana, 2004).
Metode pengukuran yang digunakan untuk mengukur kadar NO2 di
udara
ambien yaitu metoda Griess Saltzman (Kusminingrum, 2008). NO2 di
udara
direaksikan dengan pereaksi Griess Saltman membentuk senyawa
yang bewarna
ungu. Intensitas warna yang terjadi diukur dengan
spektrofotometer pada panjang
gelombang 550 nm.
Berdasarkan pengambilan sampel dilapangan, diperoleh hasil
perhitungan
kadar NO2 di udara ambien sebesar 41.55 g/m3 dari pembuatan
kurva
absorbansi dengan pengukuran menggunakan spektrofotometer.
Merujuk pada PP
No 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara, nilai
tersebut masih
dibawah ambang batas untuk kadar NO2 di udara ambien yaitu
sebesar 400
g/m3 dengan pengamatan selama satu jam. Nilai tersebut di sangat
di bawah
baku mutu karena jumlah kendaraan yang berlalu lalang dan
kegiatan pembakar
lainnya sedikit.
Udara ambien yang tercemar oleh gas nitrogen dioksida berbahaya
bagi
kelangsungan hidup tanaman dan manusia. Pengaruh NO2 pada
tanaman yaitu
timbulnya bintik-bintik pada permukaan daun. Pada konsentrasi
lebih tinggi,
dapat merusak jaringan daun sehingga daun tidak dapat berfungsi
sempurna.
Pencemaran NO2 juga dapat menyebabkan peroxy acetyl nitrates
(PAN) yang
menyebabkan iritasi pada mata sehingga mata terasa pedih dan
barair. Selain itu,
pada kadar yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pada sistem
syaraf yang
berakibat kejang-kejang dan bila keracunan berlanjut akan
menyebabkan
kelumpuhan. Apabila menghirup gas NO2 selama 10 menit dengan
kadar 5 ppm
akan mengakibatkan kesulitan dalam bernafas pada manusia
(Darmono, 2006).
Gas SO2 (sulfur dioksida) merupakan gas polutan yang banyak
dihasilkan
dari pembakaran bahan bakar fosil yang mengandung unsur belerang
seperti
-
minyak, gas, batubara, maupun kokas. Pencemaran oleh sulfur
oksida terutama
disebabkan oleh dua komponen sulfur bentuk gas yang tidak
berwarna, yaitu
sulfur dioksida (SO2) dan Sulfur trioksida (SO3). Sulfur
dioksida mempunyai
karakteristik bau yang tajam dan tidak mudah terbakar di
udara.
Meskipun pembakaran bahan bakar fosil oleh manusia merupakan
salah
satu sumber emisi SO2 ke udara, namun diperkirakan jumlah emisi
ini hanya
sepertiga dari total emisi SO2 yang ada. Penyumbang terbesar
dari polutan ini
adalah berasal dari aktivitas alam seperti dari letusan gunung
berapi yang
menghasilkan gas H2S melalui proses oksidasi di udara,
selanjutnya gas H2S ini
berubah menjadi gas SO2. Jumlah emisi SO2 yang terus bertambah
akan
menyebabkan meningkatnya konsentrasi SO2 di atmosfer.
Pada konsentrasi tertentu, SO2 dapat menyebabkan penurunan
kualitas air
hujan yang diindikasikan melalui pH air hujan. Disamping itu,
peningkatan
aerosol di atmosfer akan mengakibatkan peningkatan inti
kondensasi yang
terdapat di atmosfer sehingga proses kondensasi pada tetes air
(droplet) di udara
meningkat, dan awan yang terbentuk menjadi lebih tebal dan
gelap. Akibatnya,
radiasi matahari yang datang ke bumi akan tertahan oleh awan dan
dipantulkan
kembali ke angkasa, menyebabkan berkurangnya intensitas radiasi
sinar matahari
yang sampai ke permukaan bumi. Pengurangan radiasi sinar
matahari yang terjadi
tersebut disebut dengan global dimming, yang mengakibatkan
penurunan
temperatur global di permukaan bumi.
Akibat utama pencemaran gas SO2 terhadap manusia adalah
terjadinya
iritasi pada sistem pernapasan. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa iritasi
tenggorokan terjadi pada konsentrasi SO2 sebesar 5 ppm atau
lebih. Bahkan pada
beberapa individu yang sensitif, iritasi sudah terjadi pada
paparan 1-2 ppm saja.
Untuk penderita yang mempunyai penyakit kronis pada system
pernapasan dan
kardiovaskular dan lanjut usia gas ini merupakan polutan yang
berbahaya karena
dengan paparan yang rendah saja (0.2 ppm) sudah dapat
menyebabkan iritasi
tenggorokan. Polutan ini juga berpengaruh negatif pada
benda-benda maupun
tanaman melalui pembentukan hujan asam.
Berdasarkan pengukuran nilai gas SO2 di udara diperoleh nilai
SO2 yaitu
sebesar 18.71 g/Nm3. Hal tersebut masih berada di bawah nilai
baku mutu
kandungan SO2 pada udara ambien dengan waktu pengukuran satu
jam
berdasarkan PP No 41 tahun 1999 yaitu 900 g/Nm3. Nilai tersebut
masih di
bawah baku mutu karena lokasi sampel tidak dekat dengan kegiatan
pembakaran
fosil dan gunung berapi sebagai sumber pencemar gas SO2.
Gas H2S adalah rumus kimia dari gas Hidrogen Sulfida yang
terbentuk
dari 2 unsur Hidrogen dan 1 unsur Sulfur. Gas H2S disebut juga
gas telur busuk,
gas asam, asam belerang atau uap bau. Gas H2S terbentuk akibat
adanya
penguraian zat-zat organik oleh bakteri. Gas ini dapat ditemukan
di dalam operasi
pengeboran minyak/gas dan panas bumi, lokasi pembuangan limbah
industri,
peternakan atau pada lokasi pembuangan sampah.
-
Gas H2S mempunyai sifat dan karakteristik yaitu tidak berwarna,
berbau
khas seperti telur busuk, gas beracun, dapat terbakar dan
meledak, dapat larut
(bercampur) dengan air, dan bersifat korosif sehingga dapat
mengakibatkan karat
pada peralatan logam.
Bedasarkan praktikum pengambilan sampel di lapangan dan
perhitungan
kadar H2S dengan pembuatan kurva absorbansi dengan
menggunakan
spektrofotometer diperoleh hasil 69.612 g/m3. Bedasarkan Permen
LH No.21
Tahun 2008 Tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi
Usaha dan/
atau Kegiatan Pembangkin Tenaga Listrik Termal nilai tersebut di
atas baku mutu
yaitu 35 g/m3. Sedangkan dalam PP No 41 Tahun 1999 Tentang
Pengendalian
Pencemaran Udara, senyawa H2S belum masuk kedalam kategori gas
pencemar di
udara ambien.
Seseorang yang menghirup gas H2S dengan dosis konsentrasi
rendah
dalam waktu 3-15 menit dapat menyebabkan mata berair, iritasi
pada kulit dan
batuk-batuk. Gas H2S juga menyebabkan penurunan daya tahan tubuh
dan
menurunkan produktivitas kerja. Pengaruh H2S terhadap peralatan
metal yaitu
mengalami kerusakan, mudah rapuh, dan berkarat.
Terdapat beberapa alat pendeteksi dan cara yang digunakan
untuk
mengetahui adanya gas H2S. Alat pendeteksi gas H2S antara lain
adalah Sistem
Pemantauan Tetap (Fixed Monitori System). Alat ini dapat
memberikan
peringatan baik dengan suara maupun cahaya. Selain alat tersebut
juga ada alat
Pemantauan Elektronika Pribadi (Personal Electronic Monitor).
Alat ini biasanya
dipegang dengan tangan atau dipakai dengan ikat pinggang dan
secara tetap
mengukur konsentrasi gas H2S pada kepala sensor. Alat ini akan
membunyikan
alarm yang dapat didengar pada tingkat H2S yang ditentukan
sebelumnya. Alat
perlindungan pernafasan atau Breathing Apparatus adalah alat
yang biasa
digunakan oleh regu pemadam kebakaran pada saat memasuki gedung
yang
terbakar untuk menyelamatkan orang yang berada di dalam gedung
tersebut.
Ozon (O3) merupakan salah satu zat pengoksidasi yang sangat
kuat.
Keberadaan ozon di udara ambien dapat menimbulkan dampak yang
sangat
merugikan bagi kesehatan manusia. Senyawa ozon di udara ambien
terbentuk
akibat adanya reaksi fotokimia pada senyawa oksida nitrogen
(NOx) dengan
bantuan sinar matahari. Ozon termasuk kedalam pencemar sekunder
yang
terbentuk di atmosfer dari reaksi fotokimia NOx dan HC.
Ozon bersifat oksidator kuat, karena itu pencemaran oleh ozon
troposferik
dapat menyebabkan dampak yang merugikan bagi kesehatan manusia.
Laporan
Badan Kesehatan Dunia menyatakan konsentrasi ozon yang tinggi
(>120 g/m3)
selama 8 jam atau lebih dapat menyebabkan serangan jantung dan
kematian atau
kunjungan ke rumah sakit karena gangguan pada sistem pernafasan.
Pajanan pada
konsentrasi 160 g/m3 selama 6,6 jam dapat menyebabkan gangguan
fungsi paru-
paru akut pada orang dewasa yang sehat dan pada populasi yang
sensitif.
Kombinasi ozon dengan SO2 sangat berbahaya karena akan
menyebabkan
-
menurunnya fungsi ventilasi apabila terpapar dalam jumlah yang
besar.
Kerusakan fungsi ventilasi dapat kembali baik mendekati fungsi
paru-paru normal
pada orang yang terpajan dalam tingkat rendah.
Percepatan produksi ozon dibantu dengan kehadiran senyawa lain
seperti
NOx, hidrokarbon, CO dan senyawa-senyawa radikal yang juga
diemisikan dari
pembakaran bahan bakar fosil. Puncak pola fluktuasi harian ozon
umumnya
terjadi setelah terjadinya puncak konsentrasi NOx dan efek yang
lebih merugikan
terhadap kesehatan karena adanya kombinasi pencemar NOx dan ozon
dapat
terjadi. Kombinasi NOx-O3 dapat menyebabkan penurunan fungsi
paru-paru.
Selain menyebabkan dampak yang merugikan pada kesehatan
manusia,
pencemaran ozon dapat menyebabkan kerugian ekonomi akibat ausnya
bahan atau
material (tekstil, karet, kayu, logam, cat), penurunan hasil
pertanian dan kerusakan
ekosistem seperti berkurangnya keanekaragaman hayati.
Berdasarkan praktikum yang dilakukan didapatkan nilai O3 sebesar
8
g/Nm. Hal tersebut menunjukkan kandungan O3 di Pintu 2 masih
sangat jauh di
bawah baku mutu (kadar maksimal yang dipersyaratkan) yang ada
pada Peraturan
Pemerintah No. 41 Tahun 1999. Baku mutu O3 pada peraturan
tersebut yaitu 235
g/Nm. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas udara di lokasi sampel
masih baik.
Kombinasi ozon dengan zat pencemar lain akan menimbulkan
berbagai penyakit.
Nilai ozon yang tinggi biasanya terbentuk di siang dan sore
hari,
menghilang pada malam hari yang dingin. Walaupun polusi ozon
terbentuk
terutama di perkotaan dan pinggiran kota, tetapi ozon juga ada
di daerah
pedesaan. Hal tersebut disebakan oleh tiupan angin dan dapat
berada sejauh 402
km dari tempat asalnya di daerah industri/perkotaan.
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk membantu
mengurangi polusi ozon (US EPA) yaitu dengan membatasin
penggunaan mobil
selama siang dan awal malam hari di akhir musim semi, panas dan
awal musim
gugur, tidak menggunakan peralatan bertenaga bensin di
lingkungan rumah
selama waktu tersebut, tidak mengisi bensin mobil selama waktu
tersebut,
menjaga mesin mobil dan dirawat dengan baik, menggunakan produk
yang ramah
lingkungan pada cat, pembersih dan peralatan kantor (beberapa
bahan kimia ini
adalah sumber VOC), serta menghemat energi.
Berdasarkan lamanya partikel tersuspensi di udara dan rentang
ukurannya,
partikel dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu dust fall
(setteable particulate)
dan Suspended Particulate Matter (SPM). Partikel yang berukuran
lebih dari 100
m disebut dust fall, sedangkan partikulat yang memiliki ukuran
diamter antara
0.001 m sampai 100 m disebut sebagai SPM. Partikulat atau debu
berada di
udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan
melayang-layang dan mampu
masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan. Hal
tersebut dapat
berpengaruh negatif terhadap kesehatan, mengganggu daya tembus
pandang mata,
dan terjadi berbagai reaksi fotokimia di atmosfer yang tidak
diharapkan.
-
Total suspended solid atau padatan tersuspensi total (TSS)
adalah residu
dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran
partikel maksimal 2
m atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. Lumpur, tanah
liat, logam oksida,
sulfida, ganggang, bakteri dan jamur termasuk TSS. TSS umumnya
dihilangkan
dengan flokulasi dan penyaringan. TSS memberikan kontribusi
untuk kekeruhan
(turbidity) dengan membatasi penetrasi cahaya untuk fotosintesis
dan visibilitas di
perairan sehingga nilai kekeruhan tidak dapat dikonversi ke
nilai TSS. Kekeruhan
adalah kecenderungan ukuran sampel untuk menyebarkan cahaya.
Sementara
hamburan diproduksi oleh adanya partikel tersuspensi dalam
sampel. Kekeruhan
adalah murni sebuah sifat optik (Apriyanti, 2010).
Berdasarkan pengolahan data praktikum yang telah dilakukan
diperoleh
nilai TSP pada pintu 2 kampus CB Diploma Ipb, yaitu sebesar
92.368 g/Nm3.
Nilai tersebut didapatkan dari hasil pengukuran selama 59 menit.
Untuk dapat
membandingkan hasil pengukuran yang diperoleh dari praktikum
dengan nilai
standar baku mutu udara ambien nasional untuk TSP, hasil
pengukuran tersebut
harus dikonversi terlebih dahulu untuk perkiraan nilai
konsentrasi dengan waktu
pengukuran 24 jam. Koversi atau pendekatan estimasi dilakukan
dengan
menggunakan model persamaan konversi Canter, sehingga didapat
nilai hasil
perkiraan atau estimasi konsentrasi TSP untuk waktu pengukuran
24 jam sebesar
1.4 g/m3. Berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran
Udara, untuk baku mutu udara parameter TSP dalam waktu 24 jam
yaitu sebesar
230 g/Nm3. Berdasarkan hasil tersebut, dapat dilihat bahwa
konsentrasi TSP di
pintu 2 masih memenuhi standar baku mutu udara ambien yang
berlaku, sehingga
masih cukup aman untuk orang yang melakukan kegiatan di
dalamnya. Namun,
hal yang perlu diperhatikan adalah adanya rutinitas melakukan
kegiatan dapat
menyebabkan efek atau dampak jangka panjang, dimana partikulat
yang masuk ke
saluran pernapasan dapat terakumulasi dan menyebabkan gangguan
kesehatan.
Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya pengurangan paparan
dengan menanam
pohon yang dapat menyaring debu dan penggunaan masker.
Pengendalian dan pencegahan pencemaran udara (Husein,1993),
yaitu :
1. Sumber bergerak
Merawat mesin kendaraan bermotor agar tetap berfungsi dengan
baik.
Melakukan uji emisi dan KIR kendaraan secara berkala.
Memasang filter pada knalpot.
2. Sumber tidak bergerak
Memasang scruber pada cerobong asap.
Merawat mesin industri agar berfungsi dengan baik dan
dilakukan
pengecekan secara berkala.
Menggunakan bahan bakar minyak atau batu bara dengan kadar atau
sulfur
dan CO rendah.
Memodofikasi pada proses pembakaran.
-
Pembersihan ruang dengan sistem basah.
3. Manusia
Apabila pencemaran dalam udara ambien telah melebihi baku
mutu
dengan rata-rata pengukuran 24 jam maka untuk mencegah dampak
pada
kesehatan, dapat dilakukan upaya-upaya :
- Mengunakan APD seperti masker.
- Mengurangi aktifitas diluar rumah.
- Menutup/ menghindari tempat-tempat yang diduga mengandung
pencemar
4. Pemerintah
Penetapan peraturan perundangan yang terkait dengan pencemaran
udara
seperti PP No 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran
Udara.
Penentuan pengelola pengawasan dan penangungjawab
pengendalian
pencemaran udara serta dampaknya.
KESIMPULAN
Berdasarkan pengukuran kualitas udara ambien di pintu 2 Diploma
IPB
terhadap gas NH3, NO2, O3, H2S, SO2, dan TSP. Sebagian parameter
kualitas udara
ambien tidak menunjukan nilai yang melebihi baku butu. Akan
tetapi, parameter
NH3 melebihi baku mutu. Zat-zat pencemar udara dapat dikurangi
dengan
pendekatan teknologi dan regulasi. Cara termudah yaitu menamam
pohon.
-
DAFTAR PUSTAKA
Apriyanti D. 2010. Cara Uji Pratikel Tersuspensi Total
Menggunakan Peralata
High Volume Air Sampler (HVAS) dengan Metode Gravimetri.
Depok
(ID): UI Press.
Darmono. 2006. Lingkungan Hidup dan Pencemaran : Hubungan
dengan
Toksilogi Senyawa Logam. Jakarta (ID) : UI Press.
Dwipayani NMU. 2001. Studi Penyisihan Gas Amonia (NH3)
Menggunakan
Teknik Biofiltrasi di Bawah Kondisi Anaerob. Bandung : Fakultas
Teknik
Lingkungan.
Husein MH. 1993. Lingkungan Hidup: Masalah, Pengelolaan dan
Penegakan
Hukumnya. Jakarta (ID) : Bumi Aksara.
Meirinda. 2008. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kualitas
Udara
Dalam Rumah Di sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah
Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan. Tesis. Medan: FKM
USU.
Kusminingrum NG. 2008. Polusi Udara Akibat Aktivitas
Kendaraan
Bermotor di Jalan Perkotaan Pulau Jawa dan Bali. Puslitbang
Jalan dan
Jembatan. Bandung.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 21 Tahun 2008
Baku Mutu
Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha dan/atau Kegiatan
Pembangkit
Tenaga Listrik Termal
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian
Pencemaran
Udara.
Tugaswati AT. 1996. Pemantauan Kualitas Udara di Daerah Rawasari
dan
Pulogadung Jakarta. 4: 2-5.
Wardhana WA. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan (Edisi
Revisi).
Yogyakarta (ID) : Andi.