Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fluidized Catalytic Cracking Unit (FCCU) di Refinery Unit III Plaju merupakan salah satu Secondary Processing Unit untuk mengolah komponen crude menjadi produk-produk turunannya yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Feed dari unit FCC adalah Bottom Product dari Crude Distiller (Long Residue) dan Medium Product dari High Vacuum Unit/HVU (High/Medium Vacuum Gas Oil). Proses di FCC merupakan proses perengkahan fraksi berat destilasi crude menjadi senyawa-senyawa yang lebih ringan dengan bantuan katalis dalam sebuah reaktor. Katalis yang telah terpakai untuk reaksi (Spent Catalyst) kemudian diaktifkan kembali dengan cara regenerasi dalam. Katalis dibakar dengan udara pembakaran di Regenerator. Pembakaran katalis bertujuan untuk menghilangkan karbon (coke) yang terbentuk saat reaksi perengkahan (cracking) di reaktor. Sebelum minyak dipisahkan menurut fraksi- fraksi, terlebih dahulu dikonversihkan di reaktor, dimana dalam proses ini dibantu dengan menggunakan katalis yang berfungsi untuk membantu proses Cracking (perengkahan) di dalam reaktor. Penambahan katalis ini bertujuan untuk memutuskan rantai hidrokarbon yang panjang dan lurus menjadi beberapa hidrokarbon rantai yang lebih pendek, yang selanjutnya akan dipisahkan 1
79

Laporan Kp Pertamina Uci

Nov 25, 2015

Download

Documents

Dian Fajrin
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fluidized Catalytic Cracking Unit (FCCU) di Refinery Unit III Plaju merupakan salah satu Secondary Processing Unit untuk mengolah komponen crude menjadi produk-produk turunannya yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Feed dari unit FCC adalah Bottom Product dari Crude Distiller (Long Residue) dan Medium Product dari High Vacuum Unit/HVU (High/Medium Vacuum Gas Oil). Proses di FCC merupakan proses perengkahan fraksi berat destilasi crude menjadi senyawa-senyawa yang lebih ringan dengan bantuan katalis dalam sebuah reaktor. Katalis yang telah terpakai untuk reaksi (Spent Catalyst) kemudian diaktifkan kembali dengan cara regenerasi dalam. Katalis dibakar dengan udara pembakaran di Regenerator. Pembakaran katalis bertujuan untuk menghilangkan karbon (coke) yang terbentuk saat reaksi perengkahan (cracking) di reaktor. Sebelum minyak dipisahkan menurut fraksi-fraksi, terlebih dahulu dikonversihkan di reaktor, dimana dalam proses ini dibantu dengan menggunakan katalis yang berfungsi untuk membantu proses Cracking (perengkahan) di dalam reaktor. Penambahan katalis ini bertujuan untuk memutuskan rantai hidrokarbon yang panjang dan lurus menjadi beberapa hidrokarbon rantai yang lebih pendek, yang selanjutnya akan dipisahkan menjadi fraksi-fraksi tunggal di dalam kolom fraksinasi. Sedangkan katalis yang dipakai dialirkan ke Regenerator untuk diregenerasi dengan cara membakar coke yang menempel pada permukaan katalis. (Pertamina RU III, 2009).

Pada unit RFCC, dua alat yang sangat penting berlangsungnya suatu hasil produk yaitu Regenerator dan Reaktor. Dimana Regenerator berfungsi sebagai tempat untuk meregenerasi katalis dan Reaktor berfungsi sebagai tempat terjadinya reaksi perengkahan. Kemudian Unit RFCC sekarang masih menerima fresh feed yang bagus terdiri dari MVGO ( Medium Vacum Gas Oil), HVGO ( High Vacum Gas Oil) dan long residu. Pada tahun 2013 nanti, PERTAMINA RU III Plaju-sungai gerong khususnya unit RFCC akan berencana menerima seluruh umpan untuk Unit RFCC yaitu total dari long residu. Sehingga otomatis Efisiensi thermal akan berkurang karena kondisi operasi, temperatur dan panas akan berubah.

Alat regenerator sangatlah berperan penting dalam hasil produk unit RFCC yang didapatkan sehingga perlu dilakukan evaluasi kinerja regenerator secara bertahap. Hal inilah yang melatar belakangi saya dalam pemilihan judul studi kasus ini. Dengan mengevaluasi kinerja regenerator maka akan diketahui apakah alat tersebut sudah bekerja dengan optimal atau belum. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan membandingkan neraca massa dan energy pada regenerator pada kondisi actual dan designnya.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari studi kasus ini antara lain :

1. Untuk mengevaluasi kinerja regenerator pada Unit RFCC PT.PERTAMINA RU III .

2. Untuk mempelajari variabel proses yang dapat mempengaruhi kinerja Regenerator.

1.3 Batasan MasalahRuang lingkup masalah pada laporan ini dibatasi pada evaluasi kinerja regenerator yang meliputi perhitungan neraca massa dan energy di regenerator berdasarkan data operasi actual. Sehingga akan didapatkan nilai efisiensi regenerator aktual yang selanjutnya akan dibandingkan dengan nilai efisiensi design.1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam laporan kerja praktek ini disusun dalam beberapa bahasan (Bab) antara lain :

I. Pendahuluan

Membahas mengenai latar belakang, tujuan, batasan masalah dan sistematika penulisan.

II. Orientasi Umum

Menjelaskan sejarah singkat PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju, fungsi dan seksi RFCCU, sarana dan fasilitas, lindungan lingkungan, serta Struktur Organisasi Unit RFCCU. III. Tinjauan Pustaka

Menjelaskan pengertian

IV. Data Pengamatan dan Perhitungan

Berisi data-data pengamatan Regenerator dan perhitungan dengan metode UOP/Process Calculations, Pertamina dan perhitungan nilai efisiensi regenerator.V. Kesimpulan dan Saran

Mencakup kesimpulan dari hasil perhitungan yang telah dilakukan dan beberapa saran yang didapat setelah dilakukan pengamatan dan perhitungan. BAB IIORIENTASI UMUM

2.1 Sejarah Singkat

PT.Pertamina (Persero) adalah badan usaha milik Negara (BUMN) yang bergerak dibidang penambangan minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia. Pertamina berkomitmen mendorong proses transformasi internal dan pengembangan yang berkelanjutan guna mencapai standar internasional dalam pelaksanaan operasional dan tatakelola lingkungan yang lebih baik, serta peningkatan kinerja perusahaan sebagai sasaran bersama.Pada bulan Januari 1951, diidirikan Perusahaan Tambang Minyak Republik Indonesia yang kegiatannya meliputi wilayah Jawa Tengah dan Sumatera Utara. Setelah menngalami perdebatan, pada bulan Oktober 1956 di tetapkan bahwa lapangan minyak Sumatera Utara tidak dikembalikan ke Shell dan berada di bawah pengawasan Pemerintah Pusat. Pada tanggal 22 Juli 1957, pemerintah memutuskan menyerahkan lapangan minyak Sumatera Utara kepada KSAD, yang kemudian mengubah namanya menjadi PT.Explotasi Tambang Minyak Sumatera (PT.ETMSU). Pada tahun 1960 pemerintah mengeluarkan undang-undang untuk membentuk tiga perusahaan negara di sektor minyak dan gas bumi. Ketiga perusahaan tersebut adalah :

1. PN. PERTAMIN, Perusahaan Negara Pertambangan Minyak Indonesia (disahkan berdasarkan PP No. 3/1961). Perusahaan ini bermula dari perusahaan Nederlandsche Indische Aardolie Maatschappij (NIAM) yang didirikan tahun 1921. Pada tanggal 1 Januari 1959 namanya berubah menjadi PT. Pertambangan Minyak Indonesia (PT. PERMINDO). Kemudian pada tahun 1965 PN ini mengambil alih semua kekayaan PT. Shell Indonesia termasuk di dalamnya kilang Plaju, Balikpapan, dan Wonokromo.

2. PN. PERMINA, Perusahaan Negara Perusahaan Minyak Nasional (disahkan berdasarkan PP No. 198/1961). Perusahaan ini merupakan peralihan nama dari PT. ETMSU. Sejak tahun 1961 PN inilah yang melakukan operasi penyediaan dan pelayanan bahan bakar minyak dalam negeri.

3. PN. PERMIGAN, Perusahaan Negara Pertambangan Minyak dan Gas Nasional (disahkan berdasarkan PP No. 199/1961). Perusahaan ini semula berasal dari Perusahaan Tambang Minyak Rakyat Indonesia (PTMRI) yang berlokasi di Sumatera Utara, namanya berubah menjadi PN. PERMIGAN pada tahun 1961. Pada tanggal 6 April 1962, pemerintah Indonesia membeli semua fasilitas penyulingan dan produksi PT. Shell di Jawa Tengah. Namun karena kinerjanya yang semakin memburuk, PN ini dibubarkan pada tahun 1965 melalui SK Menteri Urusan Minyak dan Gas Bumi No. 6/M/MIGAS/ 66. Kekayaan yang dimilikinya berupa sumur minyak dan penyulingan di Cepu dijadikan pusat pendidikan dengan dibukanya Akademi Minyak dan Gas Bumi. Fasilitas pemasarannya diserahkan pada PN. PERTAMIN sedangkan fasilitas produksinya diserahkan pada PN. PERMINA.

Pada tanggal 20 Agustus 1968 dalam rangka mempertegas struktur dan prosedur kerja demi memperlancar usaha peningkatan produksi minyak dan gas bumi, dibentuk Perusahaan Negara Pertambangan minyak dan Gas Bumi Nasional (PN PERTAMINA) yang melebur PN PERMINA dan PN PERTAMIN. Tujuan peleburan ini adalah agar dapat meningkatkan produktivitas, efektivitas, dan efisiensi di bidang perminyakan nasional di dalam wadah suatu Integrated Oil Company dengan satu manajemen yang sempurna.

Kemudian PN PERTAMINA diubah menjadi PERTAMINA (Pertambangan Minyak dan Gas negara). Dan pada tahun 2003, PERTAMINA dijadikan Persero dengan nama PT. PERTAMINA ( Persero).

Untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak dalam negeri, PT. PERTAMINA hingga saat ini telah mengoperasikan enam Refinery Unit (RU) yang tersebar di Indonesia. Keenam Unit Pengolahan itu adalah :

1.RU-II Dumai,Riau

2.RU-IIIPlaju-Sungai Gerong, Sumatera Selatan

3.RU-IVCilacap, Jawa Tengah

4.RU-V Balikpapan, Kalimantan Timur

5.RU-VIBalongan, Jawa Barat

6.RU-VII Kasim, Papua

Pada tahun pemerintah Hindia Belanda membangun dengan tujuan untuk mengolah minyak bumi yang berasal dari Prabumulih dan Jambi. Pada tahun 1957 kilang ini diusahakan oleh PT. Shell Indonesia yang merupakan perusahaan minyak milik Inggris. Kemudian pada tahun 1965, pemerintah Indonesia mengambil alih kilang Plaju dari PT. Shell Indonesia. Kilang Plaju terletak dibagian Selatan Sungai Musi dan sebelah Barat bagian Sungai Komering dengan kapasitas 100 MBSD (Milion Barrel Per Calender Day).

Kilang minyak Sungai Gerong dibangun pada tahun 1920 oleh ESSO (STANVAC) yang merupakan sebuah perusahaan minyak Amerika. PERTAMINA membeli kilang ini terletak di persimpangan Sungai Musi dan Sungai Komering dengan kapasitas mula-mula 70 MBCD, sekarang kapasitasnya tinggal 25 MBCD sesuai dengan unit yang masih ada.

Pada tahun 1972 di Plaju didirikan Asphalt Blowing Plant (Demolish) dengan kapasitas produksi 45.000 ton/tahun. Pada tahun 1973, di Plaju didirikan pabrik Polypropylene yang mengolah Propylene menjadi Polypropylene dengan produk berbentuk pellet. Bersamaan dengan dibangunnya pabrik Polypropylene, dibangun Jembatan pipa integrasi yang menghubungkan kilang Plaju dan kilang Sungai Gerong (sekarang dikenal kilang musi).

Pada tahun 1982 dilaksanakan pembangunan Proyek Plaju Aromatic Center ( PAC ) dan proyek Musi Phase 1( PKM I ). Kedua proyek ini dibangun secara terintegrasi yang berupa proyek pipanisasi di dalam penyedian sistem penunjang (utilitas) dan fasilitas lindungan lingkungan. Plaju Aromatic Center didirikan di area kilang Plaju. Pembangunan kilang Musi berlanjut dengan pembangunan Higt Vacuum Distilation Unit II ( HVU) pada tahun 1983 mulai beroperasi tahun 1986. Sejarah lengkap tentang PERTAMINA dapat dilihat pada tabel 1 berikut.Tabel 1. Sejarah Pertamina RU III Plaju-Sungai Gerong

TahunSejarah dan perkembangan

1903

1926

1965

1970

1972

1973

1973

1982

1982

1984

1986

1987

1988

1990

1994

2002

2003Pembangunan Kilang Minyak di Plaju oleh Shell (Belanda).

Kilang Sungai Gerong Dibangun Oleh STANVAC (AS).

Kilang Plaju/Shell Dengan Kapasitas 110 MBCD Dibeli Oleh Negara/Pertamina

Kilang Sungai Gerong/STANVAC dibeli oleh Negara/Pertamina

Pembangunan Asphalt Blowing Plant Kapasitas 45.000 Ton/Tahun

Pendirian Kilang Polypropylene Untuk Memproduksi Pellet Polytam Dengan Kapasitas 20000 Ton/Tahun.

Integrasi Operasi Kilang Plaju-Sungai Gerong.

Pendirian Plaju Aromatic Center (PAC) dan Proyek Kilang Musi (PKM 1) Yang Berkapasitas 98 MBCD.

Pembangunan High Vacum Unit (HVU) Sungai Gerong Dan Revamping CDU (konservasi Energi).

Proyek Pembangunan Kilang TA/PTA Dengan Kapasitas Produksi 150.000 ton/tahun.

Kilang PTA Mulai Beroperasi Dengan Kapasitas 150.000 Ton/Tahun.

Proyek Pengembangan Konservasi Energi/ Energy Conservation Industry (ECI)

Proyek Usaha Peningkatan Efisiensi Dan Produksi Kilang (UPEK)

Debotlenecking kapasitas kilang PTA menjadi 225.000 ton/tahun.

PKM II : Pembangunan unit Polypropylene baru dengan kapasitas 45.200 ton/tahun, Revamping RFCCU-Sungai Gerong dan unit Alkilasi, Redesign Silikon RFCCU-Sungai Gerong, modifikasi unit redistilling I/II Plaju, pemasangan Gas Turbine Generator Complex (GTGC) dan perubahan frekuensi listrik dari 69 Hz ke 50 Hz, dan pembangunan Water Treatment Unit (WTU) dan Shulpuric Acid Recovery Unit (SAU).

Pembangunan jembatan integrasi Kilang Musi

Jembatan integrasi Kilang Musi yang menghubungkan Kilang Plaju dengan Kilang Sungai Gerong diresmikan

Pembangunan jembatan integrasi kilang Musi.

Jembatan intgrasi kilang musi diresmikan.

Sumber : Pedoman BPST Angkatan XIV. Penerbit PERTAMINA, Palembang,

PERTAMINA RU-III memiliki 2 buah kilang, yaitu :

1. Kilang minyak Plaju, yang berbatasan dengan Sungai Musi di sebelah selatan dan Sungai Komering di sebelah barat

2. Kilang minyak Sungai Gerong, yang terletak di persimpangan Sungai Musi dan Sungai Komering.

Kilang RU-III Plaju/Sungai Gerong mempunyai 2 unit produksi yaitu :

1. Unit Produksi I (Kilang BBM/Petroleum) yang mengolah minyak mentah. Kilang BBM/Petroleum terdiri dari primary proses dan secondary proses

2. Unit Produksi II (Kilang Petrokimia)

Kilang petrokimia yang terdiri dari kilang Polypropylene.

Visi Pertamina :Menjadi perusahaan Migas Nasional Kelas Dunia

Misi Pertamina :

1. Melakukan usaha dalam bidang energi dan petrokimia.

2. Merupakan entitas bisnis yang dikelola secara profesional, kompetitif, berdasarkan tata nilai unggulan dan berorientasi laba.

3. Memberikan nilai tambah lebih bagi pemegang saham, pelanggan, pekerja dan masyarakat, serta mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

2.2 Peralatan yang digunakan di Unit RFCCUa. ReaktorReaktor berfungsi sebagai tempat kontak atau reaksi antara katalis dan minyak, dimana uap hasil perengkahan akan diproses lanjut di menara Main Primary Fractionator.

b. Regenerator

Alat ini berfungsi sebagai tempat untuk mengaktifkan kembali katalis yang telah digunakan pada proses reaksi perengkahan di reaktor dengan cara membakar karbon yang menempel pada permukaan katalis yang terikut ke regenerator karena tidak lepas saat stripping dengan steam di stipper reactor.c. Menara Fraksionator

Alat ini berfungsi sebagai alat pemisah fraksi-fraksi minyak hasil perengkahan dari reaktor, dimana pemisah tersebut berdasarkan titik didih.d. Wet Gas CompressorAlat ini berfungsi untuk menekan low pressure gas dari FC-D-20 untuk selanjutnya gas hasil pemampatan tersebut diolah lebih lanjut di light end.

e. Menara PrimaryAbsorber (FLRS-T-401)

Alat ini berfungsi untuk mneyerap fraksi berat dan ringan yang terbawa ke puncak menara dan sebagai media penyerap digunakan MPA (Middle Pump Around) f. Menara Sponge Absorber (FLRS-T-402)

Alat ini berfungsi untuk menyerap fraksi berat yang berasal dari puncak menara (T-401). Disini sebagai media penyerap digunakan TPA (Top Pump Around).g. Menara Stipper (FLRS-T-403)

Alat ini befungsi untuk mnemisahkan fraksi-fraksi ringan yang terdapat pada dasar menara dengan menggunakan reboiler. Fraksi ringan berupa C1 dan C2 tidak boleh ada pada dasar menara karena hal ini akan mnegganggu kondisi operasi di menara Debutanizer (FLRS-T-102)h. Menara Debutanizer (FLRS-T-102)

Alat ini berfungsi untuk memisahkan fraksi-fraksi ringan berupa komponen C3 dan C4 dengan fraksi yang lebih berat. Komponen C3 dan C4 selanjutnya dikirim ke Depropanizer (Stabilizer III) sedangkan cracked naptha dari dasar menara dikirim ke tanki produk setelah melalui treating. i. Menara Depropanizer (LST-1)

Alat ini berfungsi untuk memisahkan propane-propilen dengan butane-betilene dan fraksi yang lebih berat. Propan-propilen sebagai hasil puncak selanjutnya dikirim ke unit polipropilen Plaju. Butana-butilene merupakan produk bawah dari unit polipropilen selanjutnya dikirim ke tanki produk setelah di treatingj. Main Air Blower (MAB)

MAB berfungsi menyediakan udara pembakaran untuk kebutuhan regenerasi katalis di regenerator

k. Control Air Blower (CAB)

CAB berfungsi menyediakan udara untuk membantu sirkulasi katalis dari reactor ke regenerator.l. Heat Exchanger (FC-E2-ABCD)Merupakan alat untuk menaikkan temperature fluida dingin (fresh feed). Heat exchanger yang digunakan adalah tipe shell and tube dengan arah aliran yang berlawanan, dimana fluida dingin pada bagian shell adalah fresh feed atau total feed, sedangkan fluida panas pada bagian tube adalah slurry oil dari bottom menara fraksionator.2.3 Deskripsi Proses RFCCU

Minyak bumi bila dipanaskan pada suhu 3150C 3700C dengan tekanan 1 atm akan mengalami perengkahan yaitu perubahan molekul dari molekul yang besar yang mempunyai titik didih tinggi menjadi molekul yang kecil yang mempunyai titik didih yang rendah. Hal inilah yang menjadi dasar dari proses RFCCU, dimana fraksi minyak berat yang mempunyai nilai ekonomi yang rendah direngkah menghasilkan minyak dengan fraksi yang lebih ringan yang mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi.Fungsi RFCCU adalah merengkah fraksi berat yaitu Gas oil dan long residu menjadi minyak fraksi ringan dengan bantuan panas dan katalis, katalis yang digunakan adalah Silika Alumina (Al2O3.SiO2).

Deskripsi proses dari unit RFCCU dapat dilihat dari penjelasan berikut ini :

a. Feed SystemUmpan RFCCU terdiri dari campuran antara VGO dan Long Residue dengan perbandingan 165.000 BPSD VGO dan 4.000 BPSD Long Residue. VGO yang berasal dari HVU dengan temperatur 2200C dipompakan ke vessel bersama-sama dengan Long Residue dari CD II/III/IV/V Plaju dengan temperatur 1500C.

Untuk mencapai temperatur yang sesuai untuk feed reactor maka umpan tersebut dipanaskan di Furnace FC F-2 sehingga mencapai temperatur 3310C. sebelum masuk reactor, umpan diinjeksi dengan Antimony dengan kecepatan 0,75 2,1 kg/jam untuk mencegah adanya pengaruh metal content dalam umpan terhadap katalis. Metal Content tersebut dapat menyebabkan deaktivasi katalis.b. Reaktor dan Regenerator

Umpan dengan kapasitas 120.600 kg/jam dan temperatur 3310C diinjeksikan ke dalam riser menggunakan 6 buah injector untuk direaksikan dengan katalis dari regenerator pada temperatur 650 7500C. Reaksi terjadi pada seluruh bagian riser dengan temperatur 5200C. untuk memperoleh sistem fluidisasi dan densitas yang baik, maka riser diinjeksikan dengan MP Steam. Di atas feed injector dipasang tiga buah MTC Injector Oil (HCO) atau heavy naphha. HCO digunakan untuk menambah terbentuknya coke pada katalis, sehingga dapat menaikkan temperatur regenerator, sedangkan heavy naphta diperlukan untuk menaikkan cracking selectivity.

Tiga buah cyclone mempunyai satu stage dipasang pada reactor dengan existing plenum chamber untuk meminimalkan terbawanya katalis ke kolom fraksionasi. Stripping steam diinjeksikan ke daerah stripper untuk mengurangi kadar minyak dalam katalis sebelum disirkulasikan ke regenerator. Hasil cracking yang berupa uap hidrokarbon dialirkan dari reaktor ke main fractionator untuk dipisahkan fraksi-fraksinya.

Spent catalyst dari reaktor disirkulasikan ke regenerator yang dikontrol oleh Spent Slide Valve (SSV) untuk diregenerasi. Untuk memperlancar aliran spent catalyst di stand pipe maka dialirkan Control Air Blower (CAB) dengan laju alir 7.000 kg/jam dengan tekanan 2,49 kg/cm2g.

Regenerasi katalis dilakukan dengan mengoksidasi coke pada katalis dengan udara yang di-supply oleh Main Air Blower (MAB). Flue Gas hasil pembakaran kemudian masuk ke lima buah cyclone yang memiliki dua stage untuk memisahkan partikel-partikel katalis yang terbawa. Flue Gas dengan temperatur 6760C yang keluar dari stack tersebut dimanfaatkan panasnya di Flue Gas Cooler untuk membangkitkan steam HHP.

Temperatur dilute phase sedikit lebih tinggi daripada temperatur dense, yang disebabkan oleh adanya reaksi oksidasi CO. dengan adanya kondisi tersebut, maka perlu diperhatikan konsentrasi oksigen sebagai udara pembakar. Semakin banyak kandungan oksigen atau berkurangnya coke yang terbentuk, maka akan tercapai kondisi temperatur dilute phase yang tinggi (>7000C) sehingga terjadi kondisi after burning yang menyebabkan meningkatnya temperatur secara mendadak sehingga dapat merusak peralatan dan catalyst lost melalui stack.c. Main FractionatorGas hasil cracking dengan temperatur 5200C dialirkan ke bottom kolom primary fractionator (FC -T1). Produk bawah dari primary fractionator yang berupa slurry oil ditarik dengan pompa FC P-4 menuju ke HE FC E-2 untuk memanaskan umpan. Produk atas (overhead vapour) dari primary fractionator ditransfer ke bottom kolom secondary fractionator FC T-20.

Produk bawah secondary fractionator yang berupa (Light Crude Oil) LCO dibagi menjadi dua alian yaitu internal reflux dan sebagai umpan pada kolom stripper FC T-2. Internal reflux dikembalikan ke kolom primary absorber yang dikontrol oleh LIC 2005. Tujuh side stream dari kolom secondary fractionator digunakan sebagai reflux dan Total Pump Around (TPA). Reflux dikemballikan ke secondary fractionator yang dikontrol oleh level control LIC 2006. Sedangkan TPA dipompakan ke Sponge Absorber FLRS T-402 sebagai Lean Oil yang sebelumnya didinginkan oleh HE FLRS E-405. Aliran TPA dikontrol oleh FIC 2003, sedangkan temperatur dikontrol oleh TIC 2004 dengan mengoperasikan Air Fan Cooler FC E-21 (Top Pump Around Cooler). TPA kemudian dikembalikan ke puncak kolom secondary fractionator setelah dicampur dengan rich oil dari Sponge Absorber.

Overhead vapour dari kolom secondary fractionator yang berupa gas dan gasoline dikondensasikan dengan partial condenser setelah dicampur dengan wash water. Condensed liquid dan vapour kemudian ditampung dalam drum FC D-20.

Setelah dipisahkan dari kandungan air, condensed liquid dan vapour tersebut ditampung dalam distillate drum FC D-7. Setelah dipisakan airnya, maka condensed liquid (unstabilized gasoline) ditarik dengan pompa dan dipisahkan menjadi dua aliran, yaitu sebagai overhead reflux dan gasoline produk yang kemudian dikirim ke Primary Absorber FLRS T-401. Overhead reflux dikontrol oleh temperatur kontrol TIC-3 pada puncak Secondary Fractionator.

Low pressure vapour (wet gas) dari distillate drum FC D-7 ditransfer ke Wet Gas Compressor FLRS C-101 dan akan dipisahkan kondensatnya di vessel compression suction drum FLRS D-401. Tekanan Main Fractionator dikontrol oleh PIC-1 yang dipasang pada Wet Gas Line.d. Light End UnitFlue gas yang berasal dari FLRS D-401 dihisap dengan Wet Gas Compressor C-101 dan dimasukkan ke vessel interstage receiver (FLRS D-402). Sebagian gas keluaran compressor stage I disalurkan ke inlet partial condenser FC E-4 untuk mengatur press balance reactor. Outlet gas dari FLRS D-402 dengan temperatur 380C dan tekanan 3,72 kg/cm2g dihisap oleh comressor stage II dengan temperatur 1100C dan tekanan 15 kg/cm2g kemudian bergabungn dengan aliran-aliran :

Overhead kolom stripper FLRS T-403

Bottom product kolom Primary Absorber FLRS T-401

Wash water dari bottom vessel FLRS D-402.

Gabungan keempat aliran tersebut dengan temperatur 720C sebelum masuk ke high vessel pressure receiver FLRS D-404 didinginkan terlebih dahulu dengan Air Fan Cooler FLRS E-401 (temperatur outlet 560C) dan cooler FLRS E-402 hingga diperoleh temperatur akhir 380C.

Gas dari vessel FLRS D-404 dengan temperatur 380C dan tekanan 14,7 kg/cm2g, diumpankan ke kolom Primary Absorber FLRS T-401 dengan menggunakan Naphta dari distillate drum FC D-7 sebagai absorber. Gas dari overhead kolom Primary Absorber FLRS T-401 selanjutnya dimasukkan ke Sponge Absorber FLRS T-402. Sebagai absorber digunakan Lean Oil (dari Secondary Fractionator). Liquid dari vessel FLRS D-404 dialirkan dengan pompa menuju ke kolom stripper FLRS T-403. Sebelum masuk kolom fluida tersebut dipanaskan terlebih dahulu di HE FLRS E-406 hingga temperaturnya menjadi 610C.

Bottom dari kolom stripper FLRS T-403 dengan temperatur 1220C dan tekanan 12 kg/cm2g, diumpankan ke kolom Debutanizer FLRS T-102 untuk dipisahkan antara LPG dan Naphta. Umpan tersebut masuk ke kolom Debutanizer dipanaskan dulu oleh HE FLRS E-106 hingga temperatur 1260C. untuk kesempurnaan pemisahan maka pada bottom kolom debutanizer dipasang reboiler FLRS E-107 sehingga temperatur bottom adalah 1730C.

Overhead dari kolom Debutanizer FLRS T-102 dengan tekanan 11 kg/cm2g dan temperatur 650C didinginkan dengan kondenser parsial FLRS E-108 dan ditampung di akumulator FLRS D-103. Fluida dari akumulator tersebut sebagian digunakan sebagai reflux, sebagian lainnya didinginkan lagi dan dialirkan ke stabilizer feed drum LS D-1.

Bottom dari stabilizer feed drum LS D-1 diumpankan ke kolom Stabilizer LS T-1 dengan temperatur 780C. Overhead product dari kolom Stabilizer LS T-1 didinginkan dalam kondenser parsial LS E-4 dan ditampung di akumulator LS D-2 dengan kondisi tekanan 19,6 kg/cm2g dan temperatur 520C. Gas yang tidak terkondensasi kemudian digunakan sebagai fuel gas, sedangkan liquid yang terbentuk (propane-propylene) digunakan sebagai reflux dan sebagai umpan untuk unit polypropylene Plaju. Bottom product dari kolom Stabilizer LS T-1 yaitu C4 akan di-treating lebih lanjut.

Untuk mempertajam pemisahan, bottom dari LS-T-1 ditarik dengan pompa LS-P-2 AB dimasukkan ke reboiler LS-E-6 untuk memperoleh pemanasan, agar fraksi propane propylene dapat naik puncak menara. Sebagian aliran dari bottom menara adalah fraksi LPG (C4 dan derivatnya) setelah didinginkan di cooler LS-E-5 AB dialirkan ke mericham LPG treater untuk dicuci dengan caustic soda agar senyawa belerang dalam LPG dapat dihilangkan/diturunkan.2.4 Sarana dan FasilitasSarana penunjang yang terdapat di RFCCU berfungsi unutk mendukung kelancaran operasi kilang, sehingga mendapatkan produksi yang optimal, antara lain:

1. Utilitas, berfungsi untuk menyediakan steam, udara bertekanan, air juga listrik untuk penggerak motor-motor pompa maupun untuk penerangan kilang.

2. Laboratorium, berfuungsi sebagai kontrol kualitas, analisa sampel, serta penelitian yang dilakukan untuk pengembangan produk kilang.

3. Health Safety & Environment (HSE), mempunyai tugas pokok yaitu unutk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, bahaya kebakaran dan bahaya pencemaran.

2.5 Health Safety & Environment (HSE)

Keselamatan kerja disamping untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja juga untuk melindungi lingkungan sekitar daerah operasi perusahaan dengan menerapkan hal-hal sebagai berikut :1. Secara aktif menggalakkan lindungan lingkungan dengan meredam dampak terhadap lingkungannya dan menekan jumlah limbah dengan meningkatkan kualitas pengolahan limbah yang ditimbulkan.

2. Instalasi baru akan dilengkapi dengan sistem pengendalian polusi yang baik agar dapaat memenuhi peraturan yang terkait mauoun standar industri.

2.6 Struktur Organisasi

Didalam memanajemen perusahaannya, Pertamina memiliki berbagai macam struktur organisasi, daerah operasi pertamina pun dibagi atas dua bagian. yaitu Daerah Operasi Hulu dan Daerah Operasi Hilir. Daerah Operasi Hulu bertugas untuk melakukan pengembangan sumur minyak bumi sedangkan daerah Operasi hilir bertugas mengolah minyak dan mendistribusikan kepada masyarakat. Daerah Operasi Hulu Pertama atas daerah Operasi Hulu Jawa Bagian Barat, Sumatera bagian Selatan dan Sumatera bagian Utara. Daerah Operasi Hilir meliputi 6 unit pengolahan dan 6 unit pemasaran. Pembagian Daerah Operasi hilir dapat dilihat pada tabel 3 berikut :

Tabel 2. Pembagian Daerah Operasi Hilir Pertamina

Unit Operasi Unit Pemasaran

RU II Dumai, Riau

RU III Plaju-Sungai Gerong, Sumatera Selatan

RU IV Cilacap, Jawa Tengah

RU-V Balikpapan, Kalimantan Timur

RU-VI Balongan, Jawa Barat

RU-VII Kasim, PapuaUMPS II Palembang

UMPS III Jakarta

UMPS IV Semarang

UMPS V Surabaya

UMPS VI Balikpapan

UMPS VII Sulawesi

Sumber : Pedoman BPST Angkatan XIV.Penerbit Pertamina, Palembang,2004

Kilang Plaju dan Sungai Gerong diintegrasikan pada tahun 1970. Sejak tahun tersebut kedua kilang tersebut menjadi tanggung jawab Pimpinan Unit Pengolahan III (RU III) yang bertanggung jawab langsung pada Direktur Utama PERTAMINA Pusat.

Berdasarkan surat keputusan No.Kpst-004/E3000/2000-50 tanggal 18 Februari 2000 struktur organisasi di PERTAMINA RU III diubah. General Manager RU (GM RU III) membawahi beberapa manager, yaitu :

1. Perencanaan Dan Perekonomian

2. Engineering Dan Pengembangan

3. Keuangan

4. Umum

5. Sumber Daya Manusia

6. Kilang

7. Jasa dan Pemeliharaan Kilang

8. Lindungan dan Pemeliharaan Kilang

General Manager juga langsung membawahi kilang PERTAMINA RU III sekarang ini sudah menjadi perusahaan stabil data yang sesuai dengan standar internasional. Struktur Organisasi Pertamina RU III Plaju berbentuk line staff, dipimpin oleh seorang General Manager yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur Pengolahan Pertamina Pusat di Jakarta, Struktur Organisasi Pertamina RU III terdapat pada gambar 1.

Struktur Organisasi Unit RFCCU

Gambar 1. Struktur Organisasi RFCCU Sungai Gerong

Keterangan singkat pada Gambar 1 :

GM RU III:General Manager Refinery Unit III

HKP:Hukum dan Pertanahan

HUPMAS:Hubungan Pemerintah dan Masyarakat

P dan B:Pengkajian dan Benefit

Ren dan Bang:Perencanaan dan Pengembangan

HIK:Hubungan Industrial dan Kesejahteraan

O dan P:Organisasi dan Prosedur

Diklat:Pendidikan dan Pelatihan

Lind.Ling.Kesel. dan Kes. Kerja :Lindungan Lingkungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

P. Kebakaran Lat:Pemadam Kebakaran Latihan dan Administrasi

dan Adm

K dan KLK:Keselamatan dan Kesehatan Lingkungan Kerja

CD dan GP:Crude Distiller dan Gas PlantCD dan L:Crude Distiller dan Light EndsITP:Instalasi Tangki dan Perkapalan

PP:PolypropyleneBerikut deskripsi secara ringkas tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-masing manager yang ada di Pertamina RU III Plaju.

1. Manager Perencanaan dan Perekonomian

Bidang ini bertanggung jawab terhadap perencanaan crude untuk produksi dan penjadwalan pemakaian crude untuk produksi.

2. Manager Engineering dan pengembangan

Bidang ini bertanggung jawab atas teknologi proses, mutu produksi yang dihasilkan dari rekayasa teknik dan perencanaan, serta saran-saran perbaikan dan pengoperasian peralatan proses.3. Maneger Keuangan

Manager keuangan bertugas dan bertanggung jawab atas keuangan perusahaannya meliputi bagian kontroler,akuntansi kilang.

4. Manager Umum

Bidang ini bertugas bertanggung jawab atas pembinaan sumber daya manusia dan fasilitas yang diberikan perusahaan kepada karyawannya. Dipimpin oleh manager umum yang membawahi bagian hukum dan pertanahan, hubungan pemerintah dan masyarakat serta sekuriti.

5. Manager Sumber Daya Manusia

Bertanggung jawab terhadap pengkajian karyawan, perencanaan dan pengembangan, hubungan industri dan kesejahteraan karyawan termasuk kesehatan karyawan, organisasi serta prosedur-prosedurnya.

6. Manager Kilang

Bidang ini bertugas dan bertanggung jawab atas kegiatan pengolahan minyak mentah menjadi produk-produk kilang, yang membawahi :

a. Unit Produksi I : yang bertugas untuk memproduksi BBM yang terdiri dari Unit CD dan GP (Crude Distilling and Gas Plant), CD dan L (Crude Distilling and Light End), Utilitas dan ITP.

b. Unit Produksi II : yang bertugas untuk memproduksi non BBM yaitu Kilang Polypropylene.

c. Laboratorium.

d. Reliabilitas.

7. Manager Jasa dan Pemeliharaan Kilang

Bidang pemeliharaan kilang di Pertamina RU III Plaju disebut dengan jasa pemeliharaan kilang ( JPK-RU III). JPK ini dibagi menjadi 5 bagian :

a. Perencanaan teknik pemeliharaan : bertanggung jawab terhadap perencanaan pemeliharaan material, suku cadang dan anggaran, serta pembuat ikatan kerja dengan kontraktor sebagai pihak ke-3.

b. Pemeliharaan I ( PEM I ) : bertanggung jawab terhadap pemeliharaan produksi dari unit-unit proses, meliputi peralatan mechanical non rotating equipment serta peralatan sipil pada area HOC dan ITP.

c. Pemeliharaan II ( PEM II ) : bertanggung jawab terhadap pemeliharaan produksi dari unit-unit proses, meliputi peralatan mechanical non rotating equipment serta peralatan sipil pada area HSC dan HCC.d. Pemeliharaan II (PEM III ) : bertanggung jawab terhadap pemeliharan produksi dari unit-unit proses, meliputi peralatan mechanical non rotating equipment serta peralatan sipil pada proses power utilitas dan pembagian ITP serta penyedian air bersih dari Sungai Musi terhadap dengan Kilang.e. Perbengkelan teknik : bertanggung jawab terhadap pemeliharan di lapangan dan pemelihaaran peralatan berat serta pengerjaan pengelasan.8. Kepala Bidang Lingkungan, keselamatan dan Kesehatan Kerja

Bidang ini bertanggung jawab atas terciptanya kondisi kerja yang aman dan berupaya menghindari kecelakaan kerja yang meliputi manusia, peralatan, lingkungan serta sebagai penasehat upaya perlindungan lingkungan.Pertamina RU III memiliki karyawan yang terbagi menjadi dua yaitu yang telibat langsung dengan proses produksi dan karyawan reguler. Jam kerja karyawan yang terlibat lansung dengan proses produksi terbagi atas 3 shift dengan sistem 3 hari kerja dan 1 hari libur. Pembagian shift karyawan Pertamina RU III dapat dilihat sebagai berikut :

1. Shift pagi, pukul 07.00-15.00

2. Shift sore, pukul 15.00-23.00

3. Shift malam, pukul 23.00-07.00

Sedangkan karyawan reguler menggunakan sistem 5 hari kerja (Senin-Jumat), jam karyawan reguler dapat dilihat sebagai berikut :

1. Senin-Kamis, pukul 07.00-15.00, istirahat pukul 12.00-13.00

2. Jumat pukul 07.00-15.30, istirahat pukul 11.30-13.00

Untuk menjalankan operasinya, Pertamina memperkerjakan pegawai-pegawai yang secara garis besar terbagi menjadi:

1. Pegawai Pembina

: pegawai dengan golongan 2 ke atas

2. Pegawai Utama

: pegawai dengan golongan 5-3

3. Pegawai Madya

: pegawai dengan golongan 9-6

4. Pegawai Biasa

: pegawai dengan golongan 16-10

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

RFCCU(Riser Fluidized Catalitic Cracking Unit) merupakan suatu unit yang bertugas untuk menghasilkan komponen mogas (motor gasoline yang merupakan fraksi naftha) yang mempunyai angka oktan tinggi, disebut (High Octane Mogas Component untuk di Blending dengan komponen mogas yang memiliki nilai oktan rendah, yang disebut (LOMC) Low octane Mogas Component yang dihasilkan dari CDU (Crude Distiler Unit). Fungsi dari unit ini digunakan untuk mengkonversikan minyak berat ( misal :Vacum Gas Oil, Long Residu yang mempunyai nilai jual rendah) menjadi produk minyak ringan yang mempunyai nilai jual tinggi melalui proses Cracking(thermal/catalitic) dengan bantuan katalis. Dalam proses RFCCU dibagi dalam beberapa seksi yaitu : ( Pertamina RU III, 2009)

a. Seksi Feed preparationMerupakan seksi awal sebelum feed masuk ke reaktor digunakan Heat Exchanger dan Furnace untuk media pemanasannya.

b. Seksi Cracking

Terdiri dari Reaktor dan Regenerator dimana Reaktor berfungsi tempat perengkahan feed, sedangkan Regenerator berfungsi untuk meregenerasi katalis.c. Seksi Fraksinasi

Unit ini memisahkan produk minyak menurut fraksinya berdasarkan titik didihnya pada dua buah kolom fraksionator, yaitu primary dan secondary fraksionator.

d. Seksi kompresi dan light ends

Overhead yang keluar dari menara fraksionator terdiri dari fraksi-fraksi ringan berupa gas yang kemudian diolah lebih lanjut diseksi light ends. Pada seksi ini terdapat kompresor yang berfungsi untuk menaikkan tekanan.

e. Seksi StabilizerUnit ini berfungsi untuk memisahkan propane-propylene dan butane-butylene. Dimana propane propylene yang keluar dari atas menara dikirim ke propylene unit, sedangkan butane-butylene dialirkan ke seksi treating, kemudian dikirim ke tangki sebagai produk LPG dan feed unit alkilasi.

f. Seksi TreatingUnit ini berfungsi untuk memurnikan gasoline dan LPG dari impurities sulfur yang berupa Merkaptan dan H2S melalui proses Soda Treating sebelum dikirim ke tangki produk. Seksi ini biasa disebut juga dengan Merichem Unit.3.1Tinjaun Umum Katalis

Katalis merupakan suatu zat yang dapat mempercepat laju reaksi hingga mendekati keadaan kesetimbangan kimia dan reaksi tersebut tanpa zat itu telibat secara permanen dalam reaksi tersebut. Ada tiga golongan katalis yang ada pada dunia industri yaitu : (Rusdianasari, 2009)

1. Katalis Homogen

Katalis Homogen merupakan katalis yang mempunyai fase yang sama dengan reaktan dan produknya.

2. Katalis Heterogen

Katalis Heterogen merupakan katalis yang mempunyai fase yang berbeda, pada umumnya katalis padat digunakan untuk reaktan gas dan cairan.3. Katalis Enzym

Enzym adalah molekul-molekul protein dalam koloid antara ukuran molekul katalis homogen dan ukuran heterogen. Enzim merupakan penggerak dari reaksi bimolecular.

Dalam proses perengkahan digunakan jenis katalis Heterogen yaitu Aluminium Silica (Al2O3SiO2) yang berfungsi untuk mempercepat dan mengarahkan reaksi, sehingga produk yang didapat sesuai dengan apa yang diinginkan. (Pertamina RU III, 2009)

3.2 Jenis Proses Perengkahan

Dalam proses perengkahan ada 2 macam yaitu : (Fadarina, 2010)

1. Perengkahan Termis

Proses Perengkahan termis merupakan suatu proses pemecahan molekul-molekul hidrokarbon besar atau hidrokarbon rantai lurus dan panjang menjadi molekul-molekul kecil yang mempunyai titik rendah.

Adapun macam-macam proses perengkahan termis :

a. Pemecahan viskositas ( viscosity breaking )

b. Perengkahan fase campuran

c. Perengkahan fase uap

d. Perengkahan Nafta

2. Perengkahan Katalis

Perengkahan katalis adalah suatu proses pengilangan minyak yang merubah hidrokarbon bukan gasoline yang mempunyai titik didih tinggi menjadi hidrokarbon gasoline yang mempunyai titik rendah.

Variabel-variabel utama dalam proses perengkahan katalis adalah suhu, tekanan, nisbah katalis-minyak ( rasio antara berat katalis masuk reaktor per jam dengan berat minyak yang diumpankan per jam ), dan space velocity ( yaitu berat atau volume minyak yang diumpankan per jam per berat atau volume katalis dalam zona reaksi ).

Kenaikan konversi reaksi dapat dicapai dengan cara : (Fadarina, 2010)

a. Suhu tinggi

b. Tekanan tinggi

c. Space velocity rendah

d. Nisbah katalis-minyak tinggi3.3 Macam-macam proses perengkahan katalis

Berdasarkan cara penanganan katalis maka proses perengkahaan katalis terdiri dari: (Fadarina, 2010)

1. Unggun tetap ( Fixed bed ) terdiri dari :

Proses Houdry dan Cycloversion Cataytic Cracking

2. Unggun bergerak ( moving bed ) terdiri dari :

a. Proses Airlift Thermofor Catalytic Cracking ( TCC )

b. Proses Houdryflow Cataytic Cracking

c. Proses Houdresid Catalytic Cracking

3. Unggun terfluidisasi ( Fluidized bed ) terdiri dari :

Proses Fluidized Catalytic Cracking4. Proses sekali jalan ( Once Through ), terdiri dari satu proses yaitu Suspensoid Catalytic Cracking.

3.4 Process Catalytic CrackingReaksi kimia Catalytic Cracking ditunjukan oleh adanya pemutusan rangkaian-rangkaian kimia dalam molekul dalam hidrokarbon dengan bantuan panas dan katalis. ( Pertamina RU III, 2009)

Reaksi Catalytic Cracking secara sederhana menjadi dua bagian, yaitu : (Subowo, 1995)

1. Primary Cracking ReactionMerupakan reaksi perengkahan beberapa grup hidrokarbon yaitu parafin, nafthene dan aromatik.

a. ParafinOlefin +

Parafin

Contoh :

C20H42 C11H22

+ C9H20Minyak berat

Gasolineb. Naftene Olefin

Contoh :

C = C

RC - R

C = C

c. AromaticAromatic+Olefin

Contoh :

CH2 - R

+CH2 - R

2. Progres Reaction

Progres Reaction merupakan reaksi lanjutan dari senyawa yang dihasilkan pada Primary Cracking Reaction, antara lain : (Subowo, 1995)a. Secondary Cracking

Senyawa dari parafin akan menghasilkan parafin dan olefin dengan berat molekul lebih kecil.

Contoh :C9H20

C6H14

+C3H6

Parafin

Parafin (Gasoline)Olefin (LPG)

b. Convertion

Senyawa Olefin yang reaktif menjadi senyawa olefin yang mempunyai berat molekul yang kecil.

Contoh : C9H18

C3H6

+C6H12

Olefin (Gasoline)

Olefin (LPG)

Olefin (Gasoline)

c. Dehidrogenation

Terjadi pemutusan ikatan carbon hidrogen pada senyawa Olefin.

Contoh :C9H18

C9H16

+H2

Olefin(Gasoline) Olefin(Gasoline)Hidrogen

Pada RFCCU Primary Cracking adalah lebih diutamakan dengan usaha memaksimumkan produk Gasoline, sedangkan Secondary Cracking yang menghasilkan produk gas dan coke perlu dibatasi.

Dalam proses perengkahan digunakan jenis katalis Heterogen yaitu Aluminium Silica(Al2O3SiO2) yang berfungsi untuk mempercepat dan mengarahkan reaksi, sehingga produk yang didapat sesuai dengan apa yang dinginkan. (Pertamina, 2009)

Dalam proses produksinya dihubungkan dengan reaktor tempat terjadinya cracking/perengkahan sehingga katalis yang telah digunakan dalam reaktor akan diregenerasi dan dapat dikembalikan lagi ke reaktor setelah diregenerasi secara kontinue. (Pertamina, 2009)

Pada reaktor terjadi Chemical Cracking reaction dari umpan hidrokarbon yang kontak dengan katalis pada temperatur 500oC-520oC sehingga terjadi proses cracking/perengkahan ini akan terjadi pembentukan coke. Coke yang dihasilkan dari proses cracking/perengkahan tesebut akan terdeposit pada katalis (yang disebut sebagai spent catalist) sehingga dapat menyebabkan penurunan aktivitas katalis dalam proses cracking/perengkahan, untuk itu spent catalist tersebut harus diregenerasi dalam. ( Pertamina, 2009)

Coke yang terdeposit pada katalis akan dibakar dengan bantuan udara pembakar yang di injeksikan ke dalam Regenerator sehingga terjadi proses pembakaran coke dengan temperatur berkisar antara 650oC- 750oC. Katalis yang sudah di bakar dan dihilangkan deposit cokenya (disebut regenerated catalist) akan digunakan lagi pada reaktor sebagai pembantu dalam proses perengkahan. (Pertamina, 2009)

Regenerasi katalis dilakukan dengan mengoksidasi coke pada katalis dengan udara disuplai dari (MAB) Main Air Blower dan (CAB) Conttrol Air Blower. Flue gas hasil pembakaran kemudian masuk ke dalam lima buah cyclone dengan dua stage untuk memisahkan partikel-partikel katalis yang terbawa. (Pertamina, 2009)3.5 Proses Variabel

Proses Variabel antara lain ( Subowo, 1995) :

1. Reactor Hold up

Pada unit FCCU perubahan Reactor Hold Up hanya terjadi dengan penambahan atau pengeluaran katalis dari sistem. Penambahan dari hold up akan menambah konversi dan sebaliknya pengurangan hold up akan menurunkan konversi. Jadi penambahan dari reactor hold up akan banyak pengaruhnya terhadap intensitas cracking.

2. Suhu Reaktor

Suhu reaktor dapat dinaikkan dengan jalan :

a. Menambah atau mempercepat aliran sirkulasi katalis.

b. Menambah injeksi torch oil ke Regenerator .

c. Menambah suhu dapur ( Reactor Feed preheater ).

Dengan menambah suhu reaktor, maka akan menaikkan konversi. Suhu reaktor dalam operasinya adalah 520 oC pada dense bed, suhu disini dapat berkisar antara 510 520 oC.

3. Catalyst Activity

Dalam operasi cracking, katalis akan kehilangan aktifitasnya. Untuk mengganti aktifitas yang hilang tesebut, maka perlu ditambahkan sejumlah katalis baru dengan teratur. Untuk unit RFCC aktifitas katalis dapat dipertahankan dengan menambahkan katalis baru kira-kira 3 ton/hari. Jika aktifitas katalis bertambah, maka bertambahnya konversi. 4. Kecepatan Sirkulasi Katalis

Kecepatan sirkulasi katalis mempunyai pengaruh besar terhadap konversi. Penambahan kecepatan sirkulasi katalis ini akan menaikkan suhu reaktor yang akan mengakibatkan naiknya intensitas cracking dan konversi akan naik. Untuk total bahan yang stabil, kenaikan dari kecepatan sirkulasi katalis akan menaikan Catalyst Oil Ratio yang diteruskan naiknya intensitas cracking dan konversi.

5. Jumlah Umpan

Jika jumlah feed yang masuk dikurangi maka reactor hold up (katalis) juga harus dikurangi, untuk menjaga konversi yang diingini. Pada umumnya bahan baku yang lebih berat akan memberikan hasil karbon yang tinggi dan hasil gasoline yang rendah, hal ini disebabkan karena materi yang berat cenderung membentuk coke. Kebersihan dari bahan baku juga sangat mempengaruhi, untuk bahan baku yang banyak mengandung metal, metalnya akan menempel pada katalis sehingga hilangnya selektivitas dari katalis itu. 6. Tekanan Parsial Minyak

Tekanan parsial minyak akan berubah-berubah dengan penambahan atau pengurangan steam ke Oil Riser. Pengaruh terhadap konversi adalah kecil, karena jumlah injeksi steam itu kecil pula.

Steam ini di batasi supaya kecepatan uap naik di reaktor jangan terlalu cepat, yang akan mengakibatkan banyaknya katalis yang akan terbawah ke Fractionator.

7. Carbon Build Up

Carbon build up adalah suatu problem di Unit RFCC yang mana tidak didapatkan suatu keseimbangan antara karbon yang terbakar di Regenerator. Dalam hal ini terbentuknya karbon lebih banyak dari pada pembakaran ( masih terdapatnya sisa-sisa karbon pada regent katalis ). Akibatnya katalis tidak aktif lagi dan akhirnya produksi makin lama makin sedikit.

Hal-hal yang menyebabkan carbon build up adalah :

a. Bahan baku terlalu berat

b. Katalis terlalu aktif

c. Recycle feed terlalu banyak

Tanda-tanda carbon build up adalah :

a. Pemeriksaan katalis di laboratorium menunjukkan bahwa karbon contain lebih besar 0,6 % wt

b. Perbedaan suhu antara regent bed dengan stack > 20oC

c. Produksi yang menurun

Cara mengatasi carbon build up adalah :

a. Menambah pemakaian angin, berarti menambah oksigen

b. Menambah stripping steam, berarti mengurangi karbon ke regen

c. Mengurangi jumlah feed/memperingan feed

8. After Burning

After burning adalah peristiwa terbakarnya CO pada daerah pianum chamber menuju stack . After burning adalah suatu problem dimana tidak adanya keseimbangan karbon yang terbentuk di reaktor dengan suplay udara pembakaran, dalam hal ini oksigennya berlebihan akibatnya terjadinya lagi pembakaran pada bagian atas sehinggga suhu cyclon dan suhu stack menjadi tinggi. Hal ini dapat menjadi penyebab kerusakan pada cyclon, karena suhu yang sangat tinggi itu.

After burning disebabkan karena :

a. Terlalu banyak injeksi udara dari Main Air Blower (MAB)

b. Terlalu sedikit carbon lay down dari reaktor

c. Bahan baku yang lebih ringan

Untuk mengatasi After burning adalah :

1. Mengurangi pemakaian udara dari Main Air Blower ( MAB)

2. Menambah pemakaian torch Oil ke Regenerator

3. Memasukkan bahan baku yang lebih berat

BAB IV

DATA PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan

Kondisi operasi Regenerator yang meliputi temperature dan flow rateTabel 3. Kondisi Operasi Regenerator

PemeriksaanParameterSatuanTanggal

01/02/201208/02/201215/02/201222/02/201229/02/2012

Dense bedoC674672673675674

Dilute bedoC696695696697,5698

StackoC696695696697,5698

MABoC164,2165164164,8164

CABoC118,7119118,5118118,3

Feed RiseroC504504,8504504,3505

(Sumber: Morning report unit RFCC PT. PERTAMINA RU III)

Tabel 4. Hasil flow rate udara pada alat Regenerator

Flow rateSatuanTanggal

01/02/201208/02/201215/02/201222/02/201229/02/2012

MAB to RegenT/H59,210059,500059,810059,560059,8600

CAB to J-bendT/H7,77007,55007,80007,73007,8300

(Sumber: Morning report unit RFCC PT. PERTAMINA RU III)

Data analisa orsat (Flue gas)Tabel 5. Hasil analisis Orsat (Flue gas)

Komposisi Flue gasSatuanTanggal

01/02/201201/02/201201/02/201201/02/201201/02/2012

CO%Vol00000

CO2%Vol15,315,2315,2214,9615,2

O2+Ar%Vol3,143,153,13,113,17

N2%Vol81,56081,62081,68081,93081,630

SO2%Vol00000

NO2%Vol00000

(Sumber pemeriksaan laboratorium Feed RFCCU PT. Pertamina RU III) 4.2 Perhitungan

Basis Perhitungan : 1 jam operasi

Data tanggal 1 Februari 2012

Komposisi Flue gas % mol (by GC method)

CO

= 0

N2= 82,56

CO2

= 14,3

SO2= 0

O2+ Ar

= 3,14

NO2= 0

Dengan mengambil data lembar pengesahan lampiran A maka data tanggal 1, 8, 15, 22 dan 29 Februari 2012 dapat ditabulasikan seperti Tabel 6.

Tabel 6. hasil analisis Orsat (Flue gas)

Komposisi Flue gasSatuanTanggal

01/02/201201/02/201201/02/201201/02/201201/02/2012

CO%Vol00000

CO2%Vol15,315,2315,2214,9615,2

O2+Ar%Vol3,143,153,13,113,17

N2%Vol81,56081,62081,68081,93081,630

SO2%Vol00000

NO2%Vol00000

(Sumber pemeriksaan laboratorim Feed RFCCU PT. Pertamina RU III)

1. Penyesuaian Komposisi flue gas

Pada analisis GC komposisi oksigen (O2) termasuk dengan kandungan Ar sehingga harus dikoreksi untuk mengetahui kandungan oksigen sebenarnya kandungan Argon diasumsi 1,2 % dari kandungan Nitrogen.

Sehingga,

Ar = 1,2%N2Ar = (0,012)(82,56) = 0,9907 % mol

Komposisi flue gas setelah dikoreksi :

CO

=0

CO2

=14,3

O2

=3,14 0,9907=2,1493

N2+Ar

=82,56 + 0,9907 =83,5507

SO2

=0

NO2

=0

Dengan cara yang sama maka hasil perhitungan penyesuaian flue gas tanggal 1, 8, 15, 22 dan 29 Februari 2012 dapat ditabulasikan seperti Tabel 7.

Tabel 7. Penyesuaian komposisi flue gasKomposisi Flue gasSatuanTanggal

01/02/201201/02/201201/02/201201/02/201201/02/2012

CO%Vol00000

CO2%Vol15,315,2315,2214,9615,2

O2+Ar%Vol2,161282,170562,119842,126842,19044

N2%Vol82,5387282,5994482,6601682,9131682,6096

SO2%Vol00000

NO2%Vol00000

2. Konversi udara pembakaran ke dry basis

Dengan menggunakan grafik psychometric dapat ditentukan moisture content dari udara pembakaran . Pada kondisi atmosferik T = 32oC dan relatif humidity = 95 % moisture content adalah

Titik embun=0,029

udara basah

= laju alir massa MAB+ laju alir massa CAB

=

= 147532,8272 lb/hr

Udara kering

=

=

H2O di udara

=

=

Dengan cara yang sama maka hasil perhitungan konversi udara pembakaran ke dry basis tanggal 1, 8, 15, 22 dan 29 Februari 2012 dapat ditabulasikan seperti Tabel 8.Tabel 8. Konversi udara pembakaran ke dry basis

Parameter

(lb/hr)Tanggal

01/02/201201/02/201201/02/201201/02/201201/02/2012

MAB130418,3144131057,0800131739,8984131189,2384131850,0304

CAB17114,512816629,932017180,592017026,407217246,6712

Udara basah147532,8272147687,0120148920,4904148215,6456149096,7016

Udara kering143374,9535143524,793144723,5086144038,5283144894,7537

H2O di udara4157,87374162,21904196,98184177,11734201,9479

3. Perhitungan mol flue gas

Aliran flue gas dihitung dari N2 balance dengan asumsi udara

O2

=21 %

N2

=79 %

Udara kering=143374,9535

BM udara =28,966

Mol udara kering =

=

=

=

EMBED Equation.3

=

Mol Flue Gas =

Dengan cara yang sama maka hasil perhitungan mol flue gas tanggal 7, 14, 21, 28 Maret dan 4 April 2011 dapat ditabulasikan seperti Tabel 9.

Tabel 9. Mol flue gas

Parameter (lbmol/hr)Tanggal

01/02/201201/02/201201/02/201201/02/201201/02/2012

udara kering4949,76714954,94004996,32364972,67585002,2355

flue gas4737,55354739,01844775,08834737,9864783,6668

4. Perhitungan kandungan karbon (C) dalam coke

Karbon ada di coke dihitung dari komposisi flue gas setiap satu mol C yang di bakar akan menghasilkan satu mol CO atau CO2 di flue gas

C + O2 + H2 + S + N

=CO + CO2 + H2O + SO2 + NO2 + O2

C=

=

=

Dengan cara yang sama maka hasil perhitungan kandungan karbon (C) dalam coke tanggal 1, 8, 15, 22 dan 29 Februari 2012 dapat ditabulasikan seperti Tabel 10.

Tabel 10. Kandungan karbon dalam coke

Parameter (lbmol/hr)Tanggal

01/02/201201/02/201201/02/201201/02/201201/02/2012

Carbon724,8457721,7525726,7684708,8027727,1173

5. Perhitungan kandungan hydrogen (H2) dalam coke

Kandungan hydrogen di coke dapat dihitung dari kesetimbangan oksigen (O2).Adapun reaksi-reaksinya sebagai berikut :

C +O2

CO2

C + O2

COH2+ O2

H2O

S +O2

SO2

N+O2

NO2

Sehingga

O2 dalam udara regenerasi = excess O2 di flue gas

+ O2 bereaksi menjadi CO

+ O2 bereaksi menjadi CO2

+ O2 bereaksi menjadi H2O

+ O2 bereaksi menjadi SO2

+ O2 bereaksi menjadi NO2

Dimana

O2 di udara Regenerator =

=

=

Excess O2 di flue gas

=

=

=

O2 bereaksi menjadi CO=

=

=

O2 bereaksi menjadi CO2=

=

=

O2 bereaksi menjadi SO2 =

=

=

O2 bereaksi menjadi NO2 =

=

=

O2 bereaksi menjadi H2O= O2 di regenerator O2 excess O2 yang bereaksi

=

=

Hydrogen yang terbakar oleh oksigen didalam regenerator adalah :

H2 yang terbakar oleh oksigen= O2 bereaksi menjadi H2O x BM H2

=

=

Dengan cara yang sama maka hasil perhitungan kandungan hydrogen (H2) dalam coke tanggal 1, 8, 15, 22 dan 29 Februari 2012 dapat ditabulasikan seperti Tabel 11.

Tabel 11. kandungan hydrogen (H2) dalam coke

Parameter

(lbmol/hr)Tanggal

01/02/201201/02/201201/02/201201/02/201201/02/2012

O2 di udara Regenerator1039,45111040,53741049,22801044,26191050,4695

Excess O2 di flue gas102,3918102,8632101,2242100,7694104,7833

O2 bereaksi menjadi CO0,00000,00000,00000,00000,0000

O2 bereaksi menjadi CO2724,8457721,7525726,7684708,8027727,1173

O2 bereaksi menjadi SO20,00000,00000,00000,00000,0000

O2 bereaksi menjadi NO20,00000,00000,00000,00000,0000

O2 bereaksi menjadi H2O212,2136215,9217221,2353234,6898218,5688

H2 yang terbakar oleh oksigen424,4272431,8433442,4706469,3797437,1375

6. Perhitungan coke dari carbon (C) dan Hydrogen

Total massa coke yang tebakar menjadi CO + CO2 + H2O adalah

Dari karbon

= O2 bereaksi menjadi CO2 x BM C

=

=

Dari Hydrogen= H2 yang terbakar oleh O2 x BM H2

=

=

Total

=

=

Dengan cara yang sama maka hasil perhitungan coke dari carbon (C) dan Hydrogen tanggal 1, 8, 15, 22 dan 29 Februari 2012 dapat ditabulasikan seperti Tabel 12.

Tabel 12. Perhitungan coke dari carbon (C) dan Hydrogen

ParameterTanggal

01/02/201201/02/201201/02/201201/02/201201/02/2012

C (lb/hr C)8705,39668668,24758728,48898512,72058732,6793

H (lb/hr H)855,6453870,5962892,0207946,2694881,2692

Coke (lb/hr coke)9561,04199538,84379620,50969458,98999613,9486

7. Perhitungan hydrogen dalam coke

H2 in Coke

=

=

=8,9493 wt-% hydrogen

Dengan cara yang sama maka hasil perhitungan % hidrogen dalam coke tanggal 1, 8, 15, 22 dan 29 Februari 2012 dapat ditabulasikan seperti Tabel 13.

Tabel 13. % hidrogen dalam coke

Parameter

( % wt )Hari ke-

12345

H2 in coke 8,94939,12699,272110,00399,1666

8. Perhitungan panas pembakaran coke

Panas dari pembakaran dapat dihitung berdasarkan temperatur tertinggi rata-rata di dalam regenerator .Temperatur rata-rata dari dense bed,dilute phase dan stack (flue gas) dihitung dengan dasar perhitungannya

Temp tertinggi rata-rata=

= 1271,600 oF

Hc(2C+O22CO)= 46216 + 1,47(Trata-rata regenerator)

= 46216 + 1,47 (1271,600 oF)

=

Hc(CO) =

=

=

Hc(C+O2CO2)= 169135 + 0,5(Trata-rata regenerator)

= 169135 + 0,5 (1271,600 oF)

=

Hc(CO2) =

=

=

Hc(2H2+O22H2O)= 104546 + 1,585(Trata-rata regenerator)

= 104546 + 1,585 (1271,600 oF)

=

Hc(H2O) =

=

=

Hpembakaran coke

= 0 + +

=

Dengan basis 1 lb coke :

Hpembakaran coke

=

=

=

Panas pembakaran harus dikoreksi dengan kandungan coke hydrogen dengan menggunakan persamaan :

Koreksi

=

=

=

Hpembakaran = Hpembakaran coke + koreksi

=

=

Dengan cara yang sama maka hasil perhitungan panas pembakaran coke tanggal 1, 8, 15, 22 dan 29 Februari 2012 dapat ditabulasikan seperti Tabel 14.

Tabel 14. Hasil perhitungan panas pembakaran coke

ParameterHari ke-

12345

Hc (CO), BTU/hr00000

Hc(CO2), BTU/hr123057631,3809122531632,5650123383841,1507120334852,8700123444165,9944

Hc(H2O), BTU/hr45227595,424646016226,142247149899,726250019581,518946583686,8699

Koreksi,

BTU/lb coke-71,5743-95,4743-115,0210-213,5271-100,8202

Hpembakaran,

BTU/lb coke17529,564617574,157817611,040117796,264217584,7178

REGENERATOR HEAT BALANCE

Basis=1 lb coke

9. Panas yang dibutuhkan untuk memanaskan udara pembakaran

H = n x Cp x T

Temperatur udara panas keluaran dari MAB = 327,56 0F dengan temperatur rata-rata tertinggi regenerator 1271,6000F dan Cp = BTU/lb0F

=

(sumber : buku Process Heat Transfer Kern, D.Q Fig 3. Specific heats of gases)

Hudara= n.Cp. T

Hudara MAB=

=

= 3751,4947 Btu/lb coke

Dengan cara yang sama maka hasil perhitungan panas yang dibutuhkan untuk memanaskan udara regenerator tanggal 1, 8, 15, 22 dan 29 Februari 2012 dapat ditabulasikan seperti Tabel 15 .

Tabel 15. Panas yang dibutuhkan untuk memanaskan udara Regenerator

ParameterHari ke-

12345

Hudara, BTU/lb coke3751,49473748,84363762,41633814,84603781,4206

10. Panas yang dibutuhkan untuk memanaskan uap air dalam regenerator

Kandungan uap air di udara regenerasi akan dipanasi dari temperatur 245,66 oF menjadi 1271,6 oF.

=

(sumber : buku Process Heat Transfer Kern, D.Q Fig 3. Specific heats of gases)

= n.Cp. T

=

=

=

Dengan cara yang sama maka hasil perhitungan panas yang dibutuhkan untuk memanaskan uap air dalam Regenerator tanggal 1, 8, 15, 22 dan 29 Februari 2012 dapat ditabulasikan seperti Tabel 16 .

Tabel 16. Panas yang dibutuhkan untuk memanaskan uap air

ParameterHari ke-

12345

(BTU/lb coke)223,0787223,1901223,7326227,3372224,8845

11. Panas yang dibutuhkan untuk memanaskan coke

Coke yang dipanaskan dari temperatur reaktor 939,2 oF sampai ke temperatur tertinggi Regenerator 1271,6 oF dengan kalor jenis =

Hcoke= (Trata tertinggi regenerator Triser reaktor) x CP

=

=

Dengan cara yang sama maka hasil perhitungan panas yang dibutuhkan untuk memanaskan coke tanggal 1, 8, 15, 22 dan 29 Februari 2012 dapat ditabulasikan seperti Tabel 17 .

Tabel 17. Panas yang dibutuhkan untuk memanaskan coke

ParameterHari ke-

12345

Hcoke, BTU/lb coke132,96131,424132,72133,704133,2

12. Neraca Panas Regenerator dan Efisiensi Regenerator

Dengan menggunakan ketetapan Typical Regenerator Heat Loss 250

EMBED Equation.3

= =BTU/lbcoke

=

Tabel 18. Heat Balance Regenerator

PanasPanas BTU/lb coke

InputOutput

Panas pembakaran coke di regenerator17529,5646-

Panas yang dikonsumsi untuk memanaskan udara pembakaran3751,4947

Panas yang dikonsumsi untuk memanaskan kandungan air di udara pembakaran-223,0787

Panas yang dikonsumsi untuk memanaskan coke-132,9600

Panas yang dikonsumsi untuk memanaskan katalis-13172,0312

Panas yang hilang di regenerator-250,0000

Panas yang diambil sebagai katalis cooler-0,0000

Total17529,564617529,5646

Efisiensi thermal Regenerator =

=

= 45,1418 %

Dengan cara yang sama maka hasil perhitungan efisiensi thermal Regenerator tanggal 1, 8, 15, 22 dan 29 Februari 2012 dapat ditabulasikan seperti Tabel 19

Tabel 19. Efisiensi thermal Regenerator

ParameterHari ke-

12345

13172,031213220,700213242,171113370,377013195,2126

17529,564617574,157817611,040117796,264217584,7178

Efisiensi thermal Regenerator, %75,141875,228175,192475,130275,0380

4.2 Pembahasan

Proses cracking yang terjadi pada unit RFCC bertujuan untuk mengkonversi M/HVGO dari HVU dan Long Residu menjadi produk minyak ringan yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Proses cracking berlangsung dengan adanya bantuan dari katalis sehingga proses perengkahan fraksi minyak berat menjadi fraksi minyak yang lebih ringan menjadi lebih cepat dan effisien.

Efisiensi regenerator didapat dengan membandingkan panas yang dibutuhkan untuk meregenerasi katalis (H regenerated catalist) dengan panas yang dibutuhkan untuk membakar coke (H combustion of coke). Idealnya semua panas yang diguakan untuk membakar coke adalah panas yang digunakan untuk meregenerasi katalis, namun pada kenyataannya tidak semua panas pembakaran coke digunakan untuk meregenerasi katalis. Hal ini dapat dilihat pada diagram neraca panas dibawah ini :

Persamaan neraca energi pada saat steady state ditampilkan sebagai berikut :

Energy in + Energy produced = Energy out + Energy consumed

Energy in = Energy (air + spent catalyst + coke)

Energy produced = Combution of coke

Energy out = Energy (flue gas+ regenerated catalyst + removed + radiation loss)

Energy consumed = 0

-H Air - H Spent Catalyst - H coke + H combution of coke = H removed + Q radiation loss

H Spent Catalyst = H combution of coke - H coke -H Air - H removed - Q radiation loss

Terlihat bahwa tidak semua panas pembakaran coke digunakan untuk meregenerasi katalis, hal ini karena panas pembakaran coke terlebih dahulu harus dikoreksi terhadap panas yang dibutuhkan untuk memanaskan udara pembakaran, uap air yang terkandung dalam udara pembakaran, dan panas yang dibutuhkan untuk memanaskan coke, serta terhadap panas radiasi dan panas yang hilang.

Panas pembakaran coke sangat dipengaruhi oleh laju udara pembakaran yang masuk dan total coke yang masuk ke regenerator. Semakin banyak coke yang masuk ke regenerator maka semakin banyak pula udara pembakaran yang dibutuhkan. Namun pembatasan udara masuk juga perlu dilakukan untuk menjaga temperatur regenerator sehingga tidak terlalu tinggi. Temperatur dilute phase sedikit lebih tinggi dari pada temperatur dense phase. Hal ini disebabkan karena adanya reaksi oksidasi CO eksoterm. Dengan adnya kondisi seperti itu maka perlu diperhatikan konsentrasi oksigen sebagai udara pembakar. Semakin banyak kandungan oksigen atau berkurangnya coke yang terbentuk maka akan tercapai kondisi afterburning yang menyebabkan meningkatnya temperatur secara mendadak sehingga dapat merusak peralatan dan catalyst loss melalui stack.Dari hasil perhitungan dengan metode UOP Process Calculation didapat nilai effisiensi rata-rata regenerator pada bulan Februari 2012 adalah sebesar 75,1461% dimana nilai efisiensi design sebesar 78,58%. Hal ini menunjukan bahwa alat regenerator masih dalam keadaan baik.BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KesimpulanDari uraian dan data hasil perhitungan dapat diambil kesimpulan bahwa didapat nilai effisiensi rata-rata regenerator pada bulan Februari 2012 adalah sebesar 75,1461% dimana nilai efisiensi design sebesar 78,58%. Hal ini menunjukan bahwa alat regenerator masih dalam keadaan baik.

Faktor faktor yan mempengaruhi antara lain:a. Kondisi operasi

Dari data, kondisi operasinya yaitu temperatur actual dense bed dan stack regenerator lebih besar dari design, akan tetapi pada kenyataanya alat regenerator ini masih dapat beroperasi dengan baik.

b. Kemampuan effisiensi regenerator masih bisa dinaikkan dengan mempertimbangkan kondisi operasi dan sirkulasi katalis.

5.2 Saran

Untuk mencapai hasil yang optimal diperlukan analisa, evaluasi dan perbaikan yang berkelanjutan terhadap hasil dan kendala yang dihadapi. Beberapa hal yang sebaiknya ditingkatkan , diantaranya adalah:

a. Menjaga kondisi variabel proses pada unit RFCC khususnya pada alat regenerator dan reaktor seperti level katalis, sirkulasi katalis, flow udara yang masukdan press balance.

b. Menjaga performance unit dan semua aspek penunjangnya agar unit dapat dioperasikan pada kondisi optimum.

DAFTAR PUSTAKAFadarina, Ir. M.T .dkk. 2010. Teknologi Minyak Bumi. Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya. Palembang.Kern, D.Q. 1950. Process Heat Transfer, Mc-Graw Hill Book Company, Inc New York.

Manual UOP. 1994. Fluid Catalytic Cracking Process, UOP Process Calculations. Pertamina UP III. Palembang.Ringkasan Unit-Unit Proses CD & L. 2009. Palembang : PERTAMINA Refinery Unit III.Sadeghbeigi, Reza. 2009. Handbook Fluid Catalytic Cracking. Jakarta : BPST XIX. EMBED Equation.3

TOK SR-2 CONSOLE LE

TOK SR-2

EGT & RGT

TOK SR-3 L. END

TOK SR-3

STAB-3

TOK SR-2

AREA-1 RFCCU

TOK SR-3 G. PLANT

TOK SR-3 LPG HAND

TOK SR-3

AREA-2 RFCCU

TOK SR-1 CONSOLE RFCCU

TOK SR-2 LE & MER

PWS. JAGA RFCCU

AST. GD & CHEM

PWS. JAGA G. PLANT

CLE

Senior Supervisor

CD & L Section Head

ADM

Spent catalyst

Radiation losses

Heat removal

Regenerated catalyst

Flue gas

Regenerator

H Combution of coke

Coke

Udara

Gambar 2. Neraca Panas Reaktor

24

_1392630281.unknown

_1392632113.unknown

_1393733653.unknown

_1393734149.unknown

_1393735456.unknown

_1393738714.unknown

_1393739088.unknown

_1393739349.unknown

_1393739640.unknown

_1393739673.unknown

_1393739387.unknown

_1393739089.unknown

_1393738841.unknown

_1393736406.unknown

_1393736604.unknown

_1393735692.unknown

_1393734549.unknown

_1393734574.unknown

_1393735425.unknown

_1393734566.unknown

_1393734427.unknown

_1393734468.unknown

_1393734277.unknown

_1393734028.unknown

_1393734133.unknown

_1393734144.unknown

_1393734065.unknown

_1393734128.unknown

_1393733810.unknown

_1393733896.unknown

_1393733700.unknown

_1392632687.unknown

_1392632845.unknown

_1393310905.unknown

_1393733574.unknown

_1393221157.unknown

_1393221739.unknown

_1392632767.unknown

_1392632804.unknown

_1392632706.unknown

_1392632562.unknown

_1392632577.unknown

_1392632661.unknown

_1392632576.unknown

_1392632303.unknown

_1392632336.unknown

_1392632176.unknown

_1392632191.unknown

_1392632132.unknown

_1392630729.unknown

_1392631893.unknown

_1392631956.unknown

_1392632035.unknown

_1392631904.unknown

_1392631333.unknown

_1392631753.unknown

_1392631299.unknown

_1392630534.unknown

_1392630644.unknown

_1392630693.unknown

_1392630611.unknown

_1392630469.unknown

_1392630472.unknown

_1392630428.unknown

_1392630355.unknown

_1359621392.unknown

_1359694605.unknown

_1361348405.unknown

_1361348496.unknown

_1370981881.unknown

_1392628273.unknown

_1392628319.unknown

_1392628339.unknown

_1370982155.unknown

_1361348503.unknown

_1361348442.unknown

_1361348456.unknown

_1361348414.unknown

_1359696612.unknown

_1359701089.unknown

_1359701109.unknown

_1359698504.unknown

_1359700582.unknown

_1359696032.unknown

_1359696414.unknown

_1359695286.unknown

_1359695783.unknown

_1359693125.unknown

_1359693823.unknown

_1359694430.unknown

_1359623821.unknown

_1359621865.unknown

_1359618323.unknown

_1359619820.unknown

_1359620959.unknown

_1359621370.unknown

_1359619877.unknown

_1359619655.unknown

_1359619726.unknown

_1359619541.unknown

_1359616857.unknown

_1359617333.unknown

_1359617465.unknown

_1359617277.unknown

_1359616675.unknown

_1359616765.unknown

_1359584186.unknown