BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fluidized Catalytic Cracking Unit (FCCU) di Refinery Unit III
Plaju merupakan salah satu Secondary Processing Unit untuk mengolah
komponen crude menjadi produk-produk turunannya yang mempunyai
nilai ekonomis tinggi. Feed dari unit FCC adalah Bottom Product
dari Crude Distiller (Long Residue) dan Medium Product dari High
Vacuum Unit/HVU (High/Medium Vacuum Gas Oil). Proses di FCC
merupakan proses perengkahan fraksi berat destilasi crude menjadi
senyawa-senyawa yang lebih ringan dengan bantuan katalis dalam
sebuah reaktor. Katalis yang telah terpakai untuk reaksi (Spent
Catalyst) kemudian diaktifkan kembali dengan cara regenerasi dalam.
Katalis dibakar dengan udara pembakaran di Regenerator. Pembakaran
katalis bertujuan untuk menghilangkan karbon (coke) yang terbentuk
saat reaksi perengkahan (cracking) di reaktor. Sebelum minyak
dipisahkan menurut fraksi-fraksi, terlebih dahulu dikonversihkan di
reaktor, dimana dalam proses ini dibantu dengan menggunakan katalis
yang berfungsi untuk membantu proses Cracking (perengkahan) di
dalam reaktor. Penambahan katalis ini bertujuan untuk memutuskan
rantai hidrokarbon yang panjang dan lurus menjadi beberapa
hidrokarbon rantai yang lebih pendek, yang selanjutnya akan
dipisahkan menjadi fraksi-fraksi tunggal di dalam kolom fraksinasi.
Sedangkan katalis yang dipakai dialirkan ke Regenerator untuk
diregenerasi dengan cara membakar coke yang menempel pada permukaan
katalis. (Pertamina RU III, 2009).
Pada unit RFCC, dua alat yang sangat penting berlangsungnya
suatu hasil produk yaitu Regenerator dan Reaktor. Dimana
Regenerator berfungsi sebagai tempat untuk meregenerasi katalis dan
Reaktor berfungsi sebagai tempat terjadinya reaksi perengkahan.
Kemudian Unit RFCC sekarang masih menerima fresh feed yang bagus
terdiri dari MVGO ( Medium Vacum Gas Oil), HVGO ( High Vacum Gas
Oil) dan long residu. Pada tahun 2013 nanti, PERTAMINA RU III
Plaju-sungai gerong khususnya unit RFCC akan berencana menerima
seluruh umpan untuk Unit RFCC yaitu total dari long residu.
Sehingga otomatis Efisiensi thermal akan berkurang karena kondisi
operasi, temperatur dan panas akan berubah.
Alat regenerator sangatlah berperan penting dalam hasil produk
unit RFCC yang didapatkan sehingga perlu dilakukan evaluasi kinerja
regenerator secara bertahap. Hal inilah yang melatar belakangi saya
dalam pemilihan judul studi kasus ini. Dengan mengevaluasi kinerja
regenerator maka akan diketahui apakah alat tersebut sudah bekerja
dengan optimal atau belum. Salah satu upaya yang dapat dilakukan
adalah dengan membandingkan neraca massa dan energy pada
regenerator pada kondisi actual dan designnya.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari studi kasus ini antara
lain :
1. Untuk mengevaluasi kinerja regenerator pada Unit RFCC
PT.PERTAMINA RU III .
2. Untuk mempelajari variabel proses yang dapat mempengaruhi
kinerja Regenerator.
1.3 Batasan MasalahRuang lingkup masalah pada laporan ini
dibatasi pada evaluasi kinerja regenerator yang meliputi
perhitungan neraca massa dan energy di regenerator berdasarkan data
operasi actual. Sehingga akan didapatkan nilai efisiensi
regenerator aktual yang selanjutnya akan dibandingkan dengan nilai
efisiensi design.1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam laporan kerja praktek ini disusun
dalam beberapa bahasan (Bab) antara lain :
I. Pendahuluan
Membahas mengenai latar belakang, tujuan, batasan masalah dan
sistematika penulisan.
II. Orientasi Umum
Menjelaskan sejarah singkat PT. Pertamina (Persero) RU III
Plaju, fungsi dan seksi RFCCU, sarana dan fasilitas, lindungan
lingkungan, serta Struktur Organisasi Unit RFCCU. III. Tinjauan
Pustaka
Menjelaskan pengertian
IV. Data Pengamatan dan Perhitungan
Berisi data-data pengamatan Regenerator dan perhitungan dengan
metode UOP/Process Calculations, Pertamina dan perhitungan nilai
efisiensi regenerator.V. Kesimpulan dan Saran
Mencakup kesimpulan dari hasil perhitungan yang telah dilakukan
dan beberapa saran yang didapat setelah dilakukan pengamatan dan
perhitungan. BAB IIORIENTASI UMUM
2.1 Sejarah Singkat
PT.Pertamina (Persero) adalah badan usaha milik Negara (BUMN)
yang bergerak dibidang penambangan minyak dan gas bumi (migas) di
Indonesia. Pertamina berkomitmen mendorong proses transformasi
internal dan pengembangan yang berkelanjutan guna mencapai standar
internasional dalam pelaksanaan operasional dan tatakelola
lingkungan yang lebih baik, serta peningkatan kinerja perusahaan
sebagai sasaran bersama.Pada bulan Januari 1951, diidirikan
Perusahaan Tambang Minyak Republik Indonesia yang kegiatannya
meliputi wilayah Jawa Tengah dan Sumatera Utara. Setelah menngalami
perdebatan, pada bulan Oktober 1956 di tetapkan bahwa lapangan
minyak Sumatera Utara tidak dikembalikan ke Shell dan berada di
bawah pengawasan Pemerintah Pusat. Pada tanggal 22 Juli 1957,
pemerintah memutuskan menyerahkan lapangan minyak Sumatera Utara
kepada KSAD, yang kemudian mengubah namanya menjadi PT.Explotasi
Tambang Minyak Sumatera (PT.ETMSU). Pada tahun 1960 pemerintah
mengeluarkan undang-undang untuk membentuk tiga perusahaan negara
di sektor minyak dan gas bumi. Ketiga perusahaan tersebut adalah
:
1. PN. PERTAMIN, Perusahaan Negara Pertambangan Minyak Indonesia
(disahkan berdasarkan PP No. 3/1961). Perusahaan ini bermula dari
perusahaan Nederlandsche Indische Aardolie Maatschappij (NIAM) yang
didirikan tahun 1921. Pada tanggal 1 Januari 1959 namanya berubah
menjadi PT. Pertambangan Minyak Indonesia (PT. PERMINDO). Kemudian
pada tahun 1965 PN ini mengambil alih semua kekayaan PT. Shell
Indonesia termasuk di dalamnya kilang Plaju, Balikpapan, dan
Wonokromo.
2. PN. PERMINA, Perusahaan Negara Perusahaan Minyak Nasional
(disahkan berdasarkan PP No. 198/1961). Perusahaan ini merupakan
peralihan nama dari PT. ETMSU. Sejak tahun 1961 PN inilah yang
melakukan operasi penyediaan dan pelayanan bahan bakar minyak dalam
negeri.
3. PN. PERMIGAN, Perusahaan Negara Pertambangan Minyak dan Gas
Nasional (disahkan berdasarkan PP No. 199/1961). Perusahaan ini
semula berasal dari Perusahaan Tambang Minyak Rakyat Indonesia
(PTMRI) yang berlokasi di Sumatera Utara, namanya berubah menjadi
PN. PERMIGAN pada tahun 1961. Pada tanggal 6 April 1962, pemerintah
Indonesia membeli semua fasilitas penyulingan dan produksi PT.
Shell di Jawa Tengah. Namun karena kinerjanya yang semakin
memburuk, PN ini dibubarkan pada tahun 1965 melalui SK Menteri
Urusan Minyak dan Gas Bumi No. 6/M/MIGAS/ 66. Kekayaan yang
dimilikinya berupa sumur minyak dan penyulingan di Cepu dijadikan
pusat pendidikan dengan dibukanya Akademi Minyak dan Gas Bumi.
Fasilitas pemasarannya diserahkan pada PN. PERTAMIN sedangkan
fasilitas produksinya diserahkan pada PN. PERMINA.
Pada tanggal 20 Agustus 1968 dalam rangka mempertegas struktur
dan prosedur kerja demi memperlancar usaha peningkatan produksi
minyak dan gas bumi, dibentuk Perusahaan Negara Pertambangan minyak
dan Gas Bumi Nasional (PN PERTAMINA) yang melebur PN PERMINA dan PN
PERTAMIN. Tujuan peleburan ini adalah agar dapat meningkatkan
produktivitas, efektivitas, dan efisiensi di bidang perminyakan
nasional di dalam wadah suatu Integrated Oil Company dengan satu
manajemen yang sempurna.
Kemudian PN PERTAMINA diubah menjadi PERTAMINA (Pertambangan
Minyak dan Gas negara). Dan pada tahun 2003, PERTAMINA dijadikan
Persero dengan nama PT. PERTAMINA ( Persero).
Untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak dalam negeri, PT.
PERTAMINA hingga saat ini telah mengoperasikan enam Refinery Unit
(RU) yang tersebar di Indonesia. Keenam Unit Pengolahan itu adalah
:
1.RU-II Dumai,Riau
2.RU-IIIPlaju-Sungai Gerong, Sumatera Selatan
3.RU-IVCilacap, Jawa Tengah
4.RU-V Balikpapan, Kalimantan Timur
5.RU-VIBalongan, Jawa Barat
6.RU-VII Kasim, Papua
Pada tahun pemerintah Hindia Belanda membangun dengan tujuan
untuk mengolah minyak bumi yang berasal dari Prabumulih dan Jambi.
Pada tahun 1957 kilang ini diusahakan oleh PT. Shell Indonesia yang
merupakan perusahaan minyak milik Inggris. Kemudian pada tahun
1965, pemerintah Indonesia mengambil alih kilang Plaju dari PT.
Shell Indonesia. Kilang Plaju terletak dibagian Selatan Sungai Musi
dan sebelah Barat bagian Sungai Komering dengan kapasitas 100 MBSD
(Milion Barrel Per Calender Day).
Kilang minyak Sungai Gerong dibangun pada tahun 1920 oleh ESSO
(STANVAC) yang merupakan sebuah perusahaan minyak Amerika.
PERTAMINA membeli kilang ini terletak di persimpangan Sungai Musi
dan Sungai Komering dengan kapasitas mula-mula 70 MBCD, sekarang
kapasitasnya tinggal 25 MBCD sesuai dengan unit yang masih ada.
Pada tahun 1972 di Plaju didirikan Asphalt Blowing Plant
(Demolish) dengan kapasitas produksi 45.000 ton/tahun. Pada tahun
1973, di Plaju didirikan pabrik Polypropylene yang mengolah
Propylene menjadi Polypropylene dengan produk berbentuk pellet.
Bersamaan dengan dibangunnya pabrik Polypropylene, dibangun
Jembatan pipa integrasi yang menghubungkan kilang Plaju dan kilang
Sungai Gerong (sekarang dikenal kilang musi).
Pada tahun 1982 dilaksanakan pembangunan Proyek Plaju Aromatic
Center ( PAC ) dan proyek Musi Phase 1( PKM I ). Kedua proyek ini
dibangun secara terintegrasi yang berupa proyek pipanisasi di dalam
penyedian sistem penunjang (utilitas) dan fasilitas lindungan
lingkungan. Plaju Aromatic Center didirikan di area kilang Plaju.
Pembangunan kilang Musi berlanjut dengan pembangunan Higt Vacuum
Distilation Unit II ( HVU) pada tahun 1983 mulai beroperasi tahun
1986. Sejarah lengkap tentang PERTAMINA dapat dilihat pada tabel 1
berikut.Tabel 1. Sejarah Pertamina RU III Plaju-Sungai Gerong
TahunSejarah dan perkembangan
1903
1926
1965
1970
1972
1973
1973
1982
1982
1984
1986
1987
1988
1990
1994
2002
2003Pembangunan Kilang Minyak di Plaju oleh Shell (Belanda).
Kilang Sungai Gerong Dibangun Oleh STANVAC (AS).
Kilang Plaju/Shell Dengan Kapasitas 110 MBCD Dibeli Oleh
Negara/Pertamina
Kilang Sungai Gerong/STANVAC dibeli oleh Negara/Pertamina
Pembangunan Asphalt Blowing Plant Kapasitas 45.000 Ton/Tahun
Pendirian Kilang Polypropylene Untuk Memproduksi Pellet Polytam
Dengan Kapasitas 20000 Ton/Tahun.
Integrasi Operasi Kilang Plaju-Sungai Gerong.
Pendirian Plaju Aromatic Center (PAC) dan Proyek Kilang Musi
(PKM 1) Yang Berkapasitas 98 MBCD.
Pembangunan High Vacum Unit (HVU) Sungai Gerong Dan Revamping
CDU (konservasi Energi).
Proyek Pembangunan Kilang TA/PTA Dengan Kapasitas Produksi
150.000 ton/tahun.
Kilang PTA Mulai Beroperasi Dengan Kapasitas 150.000
Ton/Tahun.
Proyek Pengembangan Konservasi Energi/ Energy Conservation
Industry (ECI)
Proyek Usaha Peningkatan Efisiensi Dan Produksi Kilang
(UPEK)
Debotlenecking kapasitas kilang PTA menjadi 225.000
ton/tahun.
PKM II : Pembangunan unit Polypropylene baru dengan kapasitas
45.200 ton/tahun, Revamping RFCCU-Sungai Gerong dan unit Alkilasi,
Redesign Silikon RFCCU-Sungai Gerong, modifikasi unit redistilling
I/II Plaju, pemasangan Gas Turbine Generator Complex (GTGC) dan
perubahan frekuensi listrik dari 69 Hz ke 50 Hz, dan pembangunan
Water Treatment Unit (WTU) dan Shulpuric Acid Recovery Unit
(SAU).
Pembangunan jembatan integrasi Kilang Musi
Jembatan integrasi Kilang Musi yang menghubungkan Kilang Plaju
dengan Kilang Sungai Gerong diresmikan
Pembangunan jembatan integrasi kilang Musi.
Jembatan intgrasi kilang musi diresmikan.
Sumber : Pedoman BPST Angkatan XIV. Penerbit PERTAMINA,
Palembang,
PERTAMINA RU-III memiliki 2 buah kilang, yaitu :
1. Kilang minyak Plaju, yang berbatasan dengan Sungai Musi di
sebelah selatan dan Sungai Komering di sebelah barat
2. Kilang minyak Sungai Gerong, yang terletak di persimpangan
Sungai Musi dan Sungai Komering.
Kilang RU-III Plaju/Sungai Gerong mempunyai 2 unit produksi
yaitu :
1. Unit Produksi I (Kilang BBM/Petroleum) yang mengolah minyak
mentah. Kilang BBM/Petroleum terdiri dari primary proses dan
secondary proses
2. Unit Produksi II (Kilang Petrokimia)
Kilang petrokimia yang terdiri dari kilang Polypropylene.
Visi Pertamina :Menjadi perusahaan Migas Nasional Kelas
Dunia
Misi Pertamina :
1. Melakukan usaha dalam bidang energi dan petrokimia.
2. Merupakan entitas bisnis yang dikelola secara profesional,
kompetitif, berdasarkan tata nilai unggulan dan berorientasi
laba.
3. Memberikan nilai tambah lebih bagi pemegang saham, pelanggan,
pekerja dan masyarakat, serta mendukung pertumbuhan ekonomi
nasional.
2.2 Peralatan yang digunakan di Unit RFCCUa. ReaktorReaktor
berfungsi sebagai tempat kontak atau reaksi antara katalis dan
minyak, dimana uap hasil perengkahan akan diproses lanjut di menara
Main Primary Fractionator.
b. Regenerator
Alat ini berfungsi sebagai tempat untuk mengaktifkan kembali
katalis yang telah digunakan pada proses reaksi perengkahan di
reaktor dengan cara membakar karbon yang menempel pada permukaan
katalis yang terikut ke regenerator karena tidak lepas saat
stripping dengan steam di stipper reactor.c. Menara
Fraksionator
Alat ini berfungsi sebagai alat pemisah fraksi-fraksi minyak
hasil perengkahan dari reaktor, dimana pemisah tersebut berdasarkan
titik didih.d. Wet Gas CompressorAlat ini berfungsi untuk menekan
low pressure gas dari FC-D-20 untuk selanjutnya gas hasil
pemampatan tersebut diolah lebih lanjut di light end.
e. Menara PrimaryAbsorber (FLRS-T-401)
Alat ini berfungsi untuk mneyerap fraksi berat dan ringan yang
terbawa ke puncak menara dan sebagai media penyerap digunakan MPA
(Middle Pump Around) f. Menara Sponge Absorber (FLRS-T-402)
Alat ini berfungsi untuk menyerap fraksi berat yang berasal dari
puncak menara (T-401). Disini sebagai media penyerap digunakan TPA
(Top Pump Around).g. Menara Stipper (FLRS-T-403)
Alat ini befungsi untuk mnemisahkan fraksi-fraksi ringan yang
terdapat pada dasar menara dengan menggunakan reboiler. Fraksi
ringan berupa C1 dan C2 tidak boleh ada pada dasar menara karena
hal ini akan mnegganggu kondisi operasi di menara Debutanizer
(FLRS-T-102)h. Menara Debutanizer (FLRS-T-102)
Alat ini berfungsi untuk memisahkan fraksi-fraksi ringan berupa
komponen C3 dan C4 dengan fraksi yang lebih berat. Komponen C3 dan
C4 selanjutnya dikirim ke Depropanizer (Stabilizer III) sedangkan
cracked naptha dari dasar menara dikirim ke tanki produk setelah
melalui treating. i. Menara Depropanizer (LST-1)
Alat ini berfungsi untuk memisahkan propane-propilen dengan
butane-betilene dan fraksi yang lebih berat. Propan-propilen
sebagai hasil puncak selanjutnya dikirim ke unit polipropilen
Plaju. Butana-butilene merupakan produk bawah dari unit
polipropilen selanjutnya dikirim ke tanki produk setelah di
treatingj. Main Air Blower (MAB)
MAB berfungsi menyediakan udara pembakaran untuk kebutuhan
regenerasi katalis di regenerator
k. Control Air Blower (CAB)
CAB berfungsi menyediakan udara untuk membantu sirkulasi katalis
dari reactor ke regenerator.l. Heat Exchanger (FC-E2-ABCD)Merupakan
alat untuk menaikkan temperature fluida dingin (fresh feed). Heat
exchanger yang digunakan adalah tipe shell and tube dengan arah
aliran yang berlawanan, dimana fluida dingin pada bagian shell
adalah fresh feed atau total feed, sedangkan fluida panas pada
bagian tube adalah slurry oil dari bottom menara fraksionator.2.3
Deskripsi Proses RFCCU
Minyak bumi bila dipanaskan pada suhu 3150C 3700C dengan tekanan
1 atm akan mengalami perengkahan yaitu perubahan molekul dari
molekul yang besar yang mempunyai titik didih tinggi menjadi
molekul yang kecil yang mempunyai titik didih yang rendah. Hal
inilah yang menjadi dasar dari proses RFCCU, dimana fraksi minyak
berat yang mempunyai nilai ekonomi yang rendah direngkah
menghasilkan minyak dengan fraksi yang lebih ringan yang mempunyai
nilai ekonomi yang lebih tinggi.Fungsi RFCCU adalah merengkah
fraksi berat yaitu Gas oil dan long residu menjadi minyak fraksi
ringan dengan bantuan panas dan katalis, katalis yang digunakan
adalah Silika Alumina (Al2O3.SiO2).
Deskripsi proses dari unit RFCCU dapat dilihat dari penjelasan
berikut ini :
a. Feed SystemUmpan RFCCU terdiri dari campuran antara VGO dan
Long Residue dengan perbandingan 165.000 BPSD VGO dan 4.000 BPSD
Long Residue. VGO yang berasal dari HVU dengan temperatur 2200C
dipompakan ke vessel bersama-sama dengan Long Residue dari CD
II/III/IV/V Plaju dengan temperatur 1500C.
Untuk mencapai temperatur yang sesuai untuk feed reactor maka
umpan tersebut dipanaskan di Furnace FC F-2 sehingga mencapai
temperatur 3310C. sebelum masuk reactor, umpan diinjeksi dengan
Antimony dengan kecepatan 0,75 2,1 kg/jam untuk mencegah adanya
pengaruh metal content dalam umpan terhadap katalis. Metal Content
tersebut dapat menyebabkan deaktivasi katalis.b. Reaktor dan
Regenerator
Umpan dengan kapasitas 120.600 kg/jam dan temperatur 3310C
diinjeksikan ke dalam riser menggunakan 6 buah injector untuk
direaksikan dengan katalis dari regenerator pada temperatur 650
7500C. Reaksi terjadi pada seluruh bagian riser dengan temperatur
5200C. untuk memperoleh sistem fluidisasi dan densitas yang baik,
maka riser diinjeksikan dengan MP Steam. Di atas feed injector
dipasang tiga buah MTC Injector Oil (HCO) atau heavy naphha. HCO
digunakan untuk menambah terbentuknya coke pada katalis, sehingga
dapat menaikkan temperatur regenerator, sedangkan heavy naphta
diperlukan untuk menaikkan cracking selectivity.
Tiga buah cyclone mempunyai satu stage dipasang pada reactor
dengan existing plenum chamber untuk meminimalkan terbawanya
katalis ke kolom fraksionasi. Stripping steam diinjeksikan ke
daerah stripper untuk mengurangi kadar minyak dalam katalis sebelum
disirkulasikan ke regenerator. Hasil cracking yang berupa uap
hidrokarbon dialirkan dari reaktor ke main fractionator untuk
dipisahkan fraksi-fraksinya.
Spent catalyst dari reaktor disirkulasikan ke regenerator yang
dikontrol oleh Spent Slide Valve (SSV) untuk diregenerasi. Untuk
memperlancar aliran spent catalyst di stand pipe maka dialirkan
Control Air Blower (CAB) dengan laju alir 7.000 kg/jam dengan
tekanan 2,49 kg/cm2g.
Regenerasi katalis dilakukan dengan mengoksidasi coke pada
katalis dengan udara yang di-supply oleh Main Air Blower (MAB).
Flue Gas hasil pembakaran kemudian masuk ke lima buah cyclone yang
memiliki dua stage untuk memisahkan partikel-partikel katalis yang
terbawa. Flue Gas dengan temperatur 6760C yang keluar dari stack
tersebut dimanfaatkan panasnya di Flue Gas Cooler untuk
membangkitkan steam HHP.
Temperatur dilute phase sedikit lebih tinggi daripada temperatur
dense, yang disebabkan oleh adanya reaksi oksidasi CO. dengan
adanya kondisi tersebut, maka perlu diperhatikan konsentrasi
oksigen sebagai udara pembakar. Semakin banyak kandungan oksigen
atau berkurangnya coke yang terbentuk, maka akan tercapai kondisi
temperatur dilute phase yang tinggi (>7000C) sehingga terjadi
kondisi after burning yang menyebabkan meningkatnya temperatur
secara mendadak sehingga dapat merusak peralatan dan catalyst lost
melalui stack.c. Main FractionatorGas hasil cracking dengan
temperatur 5200C dialirkan ke bottom kolom primary fractionator (FC
-T1). Produk bawah dari primary fractionator yang berupa slurry oil
ditarik dengan pompa FC P-4 menuju ke HE FC E-2 untuk memanaskan
umpan. Produk atas (overhead vapour) dari primary fractionator
ditransfer ke bottom kolom secondary fractionator FC T-20.
Produk bawah secondary fractionator yang berupa (Light Crude
Oil) LCO dibagi menjadi dua alian yaitu internal reflux dan sebagai
umpan pada kolom stripper FC T-2. Internal reflux dikembalikan ke
kolom primary absorber yang dikontrol oleh LIC 2005. Tujuh side
stream dari kolom secondary fractionator digunakan sebagai reflux
dan Total Pump Around (TPA). Reflux dikemballikan ke secondary
fractionator yang dikontrol oleh level control LIC 2006. Sedangkan
TPA dipompakan ke Sponge Absorber FLRS T-402 sebagai Lean Oil yang
sebelumnya didinginkan oleh HE FLRS E-405. Aliran TPA dikontrol
oleh FIC 2003, sedangkan temperatur dikontrol oleh TIC 2004 dengan
mengoperasikan Air Fan Cooler FC E-21 (Top Pump Around Cooler). TPA
kemudian dikembalikan ke puncak kolom secondary fractionator
setelah dicampur dengan rich oil dari Sponge Absorber.
Overhead vapour dari kolom secondary fractionator yang berupa
gas dan gasoline dikondensasikan dengan partial condenser setelah
dicampur dengan wash water. Condensed liquid dan vapour kemudian
ditampung dalam drum FC D-20.
Setelah dipisahkan dari kandungan air, condensed liquid dan
vapour tersebut ditampung dalam distillate drum FC D-7. Setelah
dipisakan airnya, maka condensed liquid (unstabilized gasoline)
ditarik dengan pompa dan dipisahkan menjadi dua aliran, yaitu
sebagai overhead reflux dan gasoline produk yang kemudian dikirim
ke Primary Absorber FLRS T-401. Overhead reflux dikontrol oleh
temperatur kontrol TIC-3 pada puncak Secondary Fractionator.
Low pressure vapour (wet gas) dari distillate drum FC D-7
ditransfer ke Wet Gas Compressor FLRS C-101 dan akan dipisahkan
kondensatnya di vessel compression suction drum FLRS D-401. Tekanan
Main Fractionator dikontrol oleh PIC-1 yang dipasang pada Wet Gas
Line.d. Light End UnitFlue gas yang berasal dari FLRS D-401 dihisap
dengan Wet Gas Compressor C-101 dan dimasukkan ke vessel interstage
receiver (FLRS D-402). Sebagian gas keluaran compressor stage I
disalurkan ke inlet partial condenser FC E-4 untuk mengatur press
balance reactor. Outlet gas dari FLRS D-402 dengan temperatur 380C
dan tekanan 3,72 kg/cm2g dihisap oleh comressor stage II dengan
temperatur 1100C dan tekanan 15 kg/cm2g kemudian bergabungn dengan
aliran-aliran :
Overhead kolom stripper FLRS T-403
Bottom product kolom Primary Absorber FLRS T-401
Wash water dari bottom vessel FLRS D-402.
Gabungan keempat aliran tersebut dengan temperatur 720C sebelum
masuk ke high vessel pressure receiver FLRS D-404 didinginkan
terlebih dahulu dengan Air Fan Cooler FLRS E-401 (temperatur outlet
560C) dan cooler FLRS E-402 hingga diperoleh temperatur akhir
380C.
Gas dari vessel FLRS D-404 dengan temperatur 380C dan tekanan
14,7 kg/cm2g, diumpankan ke kolom Primary Absorber FLRS T-401
dengan menggunakan Naphta dari distillate drum FC D-7 sebagai
absorber. Gas dari overhead kolom Primary Absorber FLRS T-401
selanjutnya dimasukkan ke Sponge Absorber FLRS T-402. Sebagai
absorber digunakan Lean Oil (dari Secondary Fractionator). Liquid
dari vessel FLRS D-404 dialirkan dengan pompa menuju ke kolom
stripper FLRS T-403. Sebelum masuk kolom fluida tersebut dipanaskan
terlebih dahulu di HE FLRS E-406 hingga temperaturnya menjadi
610C.
Bottom dari kolom stripper FLRS T-403 dengan temperatur 1220C
dan tekanan 12 kg/cm2g, diumpankan ke kolom Debutanizer FLRS T-102
untuk dipisahkan antara LPG dan Naphta. Umpan tersebut masuk ke
kolom Debutanizer dipanaskan dulu oleh HE FLRS E-106 hingga
temperatur 1260C. untuk kesempurnaan pemisahan maka pada bottom
kolom debutanizer dipasang reboiler FLRS E-107 sehingga temperatur
bottom adalah 1730C.
Overhead dari kolom Debutanizer FLRS T-102 dengan tekanan 11
kg/cm2g dan temperatur 650C didinginkan dengan kondenser parsial
FLRS E-108 dan ditampung di akumulator FLRS D-103. Fluida dari
akumulator tersebut sebagian digunakan sebagai reflux, sebagian
lainnya didinginkan lagi dan dialirkan ke stabilizer feed drum LS
D-1.
Bottom dari stabilizer feed drum LS D-1 diumpankan ke kolom
Stabilizer LS T-1 dengan temperatur 780C. Overhead product dari
kolom Stabilizer LS T-1 didinginkan dalam kondenser parsial LS E-4
dan ditampung di akumulator LS D-2 dengan kondisi tekanan 19,6
kg/cm2g dan temperatur 520C. Gas yang tidak terkondensasi kemudian
digunakan sebagai fuel gas, sedangkan liquid yang terbentuk
(propane-propylene) digunakan sebagai reflux dan sebagai umpan
untuk unit polypropylene Plaju. Bottom product dari kolom
Stabilizer LS T-1 yaitu C4 akan di-treating lebih lanjut.
Untuk mempertajam pemisahan, bottom dari LS-T-1 ditarik dengan
pompa LS-P-2 AB dimasukkan ke reboiler LS-E-6 untuk memperoleh
pemanasan, agar fraksi propane propylene dapat naik puncak menara.
Sebagian aliran dari bottom menara adalah fraksi LPG (C4 dan
derivatnya) setelah didinginkan di cooler LS-E-5 AB dialirkan ke
mericham LPG treater untuk dicuci dengan caustic soda agar senyawa
belerang dalam LPG dapat dihilangkan/diturunkan.2.4 Sarana dan
FasilitasSarana penunjang yang terdapat di RFCCU berfungsi unutk
mendukung kelancaran operasi kilang, sehingga mendapatkan produksi
yang optimal, antara lain:
1. Utilitas, berfungsi untuk menyediakan steam, udara
bertekanan, air juga listrik untuk penggerak motor-motor pompa
maupun untuk penerangan kilang.
2. Laboratorium, berfuungsi sebagai kontrol kualitas, analisa
sampel, serta penelitian yang dilakukan untuk pengembangan produk
kilang.
3. Health Safety & Environment (HSE), mempunyai tugas pokok
yaitu unutk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, bahaya kebakaran
dan bahaya pencemaran.
2.5 Health Safety & Environment (HSE)
Keselamatan kerja disamping untuk mencegah terjadinya kecelakaan
kerja juga untuk melindungi lingkungan sekitar daerah operasi
perusahaan dengan menerapkan hal-hal sebagai berikut :1. Secara
aktif menggalakkan lindungan lingkungan dengan meredam dampak
terhadap lingkungannya dan menekan jumlah limbah dengan
meningkatkan kualitas pengolahan limbah yang ditimbulkan.
2. Instalasi baru akan dilengkapi dengan sistem pengendalian
polusi yang baik agar dapaat memenuhi peraturan yang terkait mauoun
standar industri.
2.6 Struktur Organisasi
Didalam memanajemen perusahaannya, Pertamina memiliki berbagai
macam struktur organisasi, daerah operasi pertamina pun dibagi atas
dua bagian. yaitu Daerah Operasi Hulu dan Daerah Operasi Hilir.
Daerah Operasi Hulu bertugas untuk melakukan pengembangan sumur
minyak bumi sedangkan daerah Operasi hilir bertugas mengolah minyak
dan mendistribusikan kepada masyarakat. Daerah Operasi Hulu Pertama
atas daerah Operasi Hulu Jawa Bagian Barat, Sumatera bagian Selatan
dan Sumatera bagian Utara. Daerah Operasi Hilir meliputi 6 unit
pengolahan dan 6 unit pemasaran. Pembagian Daerah Operasi hilir
dapat dilihat pada tabel 3 berikut :
Tabel 2. Pembagian Daerah Operasi Hilir Pertamina
Unit Operasi Unit Pemasaran
RU II Dumai, Riau
RU III Plaju-Sungai Gerong, Sumatera Selatan
RU IV Cilacap, Jawa Tengah
RU-V Balikpapan, Kalimantan Timur
RU-VI Balongan, Jawa Barat
RU-VII Kasim, PapuaUMPS II Palembang
UMPS III Jakarta
UMPS IV Semarang
UMPS V Surabaya
UMPS VI Balikpapan
UMPS VII Sulawesi
Sumber : Pedoman BPST Angkatan XIV.Penerbit Pertamina,
Palembang,2004
Kilang Plaju dan Sungai Gerong diintegrasikan pada tahun 1970.
Sejak tahun tersebut kedua kilang tersebut menjadi tanggung jawab
Pimpinan Unit Pengolahan III (RU III) yang bertanggung jawab
langsung pada Direktur Utama PERTAMINA Pusat.
Berdasarkan surat keputusan No.Kpst-004/E3000/2000-50 tanggal 18
Februari 2000 struktur organisasi di PERTAMINA RU III diubah.
General Manager RU (GM RU III) membawahi beberapa manager, yaitu
:
1. Perencanaan Dan Perekonomian
2. Engineering Dan Pengembangan
3. Keuangan
4. Umum
5. Sumber Daya Manusia
6. Kilang
7. Jasa dan Pemeliharaan Kilang
8. Lindungan dan Pemeliharaan Kilang
General Manager juga langsung membawahi kilang PERTAMINA RU III
sekarang ini sudah menjadi perusahaan stabil data yang sesuai
dengan standar internasional. Struktur Organisasi Pertamina RU III
Plaju berbentuk line staff, dipimpin oleh seorang General Manager
yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur Pengolahan
Pertamina Pusat di Jakarta, Struktur Organisasi Pertamina RU III
terdapat pada gambar 1.
Struktur Organisasi Unit RFCCU
Gambar 1. Struktur Organisasi RFCCU Sungai Gerong
Keterangan singkat pada Gambar 1 :
GM RU III:General Manager Refinery Unit III
HKP:Hukum dan Pertanahan
HUPMAS:Hubungan Pemerintah dan Masyarakat
P dan B:Pengkajian dan Benefit
Ren dan Bang:Perencanaan dan Pengembangan
HIK:Hubungan Industrial dan Kesejahteraan
O dan P:Organisasi dan Prosedur
Diklat:Pendidikan dan Pelatihan
Lind.Ling.Kesel. dan Kes. Kerja :Lindungan Lingkungan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
P. Kebakaran Lat:Pemadam Kebakaran Latihan dan Administrasi
dan Adm
K dan KLK:Keselamatan dan Kesehatan Lingkungan Kerja
CD dan GP:Crude Distiller dan Gas PlantCD dan L:Crude Distiller
dan Light EndsITP:Instalasi Tangki dan Perkapalan
PP:PolypropyleneBerikut deskripsi secara ringkas tugas, wewenang
dan tanggung jawab masing-masing manager yang ada di Pertamina RU
III Plaju.
1. Manager Perencanaan dan Perekonomian
Bidang ini bertanggung jawab terhadap perencanaan crude untuk
produksi dan penjadwalan pemakaian crude untuk produksi.
2. Manager Engineering dan pengembangan
Bidang ini bertanggung jawab atas teknologi proses, mutu
produksi yang dihasilkan dari rekayasa teknik dan perencanaan,
serta saran-saran perbaikan dan pengoperasian peralatan proses.3.
Maneger Keuangan
Manager keuangan bertugas dan bertanggung jawab atas keuangan
perusahaannya meliputi bagian kontroler,akuntansi kilang.
4. Manager Umum
Bidang ini bertugas bertanggung jawab atas pembinaan sumber daya
manusia dan fasilitas yang diberikan perusahaan kepada karyawannya.
Dipimpin oleh manager umum yang membawahi bagian hukum dan
pertanahan, hubungan pemerintah dan masyarakat serta sekuriti.
5. Manager Sumber Daya Manusia
Bertanggung jawab terhadap pengkajian karyawan, perencanaan dan
pengembangan, hubungan industri dan kesejahteraan karyawan termasuk
kesehatan karyawan, organisasi serta prosedur-prosedurnya.
6. Manager Kilang
Bidang ini bertugas dan bertanggung jawab atas kegiatan
pengolahan minyak mentah menjadi produk-produk kilang, yang
membawahi :
a. Unit Produksi I : yang bertugas untuk memproduksi BBM yang
terdiri dari Unit CD dan GP (Crude Distilling and Gas Plant), CD
dan L (Crude Distilling and Light End), Utilitas dan ITP.
b. Unit Produksi II : yang bertugas untuk memproduksi non BBM
yaitu Kilang Polypropylene.
c. Laboratorium.
d. Reliabilitas.
7. Manager Jasa dan Pemeliharaan Kilang
Bidang pemeliharaan kilang di Pertamina RU III Plaju disebut
dengan jasa pemeliharaan kilang ( JPK-RU III). JPK ini dibagi
menjadi 5 bagian :
a. Perencanaan teknik pemeliharaan : bertanggung jawab terhadap
perencanaan pemeliharaan material, suku cadang dan anggaran, serta
pembuat ikatan kerja dengan kontraktor sebagai pihak ke-3.
b. Pemeliharaan I ( PEM I ) : bertanggung jawab terhadap
pemeliharaan produksi dari unit-unit proses, meliputi peralatan
mechanical non rotating equipment serta peralatan sipil pada area
HOC dan ITP.
c. Pemeliharaan II ( PEM II ) : bertanggung jawab terhadap
pemeliharaan produksi dari unit-unit proses, meliputi peralatan
mechanical non rotating equipment serta peralatan sipil pada area
HSC dan HCC.d. Pemeliharaan II (PEM III ) : bertanggung jawab
terhadap pemeliharan produksi dari unit-unit proses, meliputi
peralatan mechanical non rotating equipment serta peralatan sipil
pada proses power utilitas dan pembagian ITP serta penyedian air
bersih dari Sungai Musi terhadap dengan Kilang.e. Perbengkelan
teknik : bertanggung jawab terhadap pemeliharan di lapangan dan
pemelihaaran peralatan berat serta pengerjaan pengelasan.8. Kepala
Bidang Lingkungan, keselamatan dan Kesehatan Kerja
Bidang ini bertanggung jawab atas terciptanya kondisi kerja yang
aman dan berupaya menghindari kecelakaan kerja yang meliputi
manusia, peralatan, lingkungan serta sebagai penasehat upaya
perlindungan lingkungan.Pertamina RU III memiliki karyawan yang
terbagi menjadi dua yaitu yang telibat langsung dengan proses
produksi dan karyawan reguler. Jam kerja karyawan yang terlibat
lansung dengan proses produksi terbagi atas 3 shift dengan sistem 3
hari kerja dan 1 hari libur. Pembagian shift karyawan Pertamina RU
III dapat dilihat sebagai berikut :
1. Shift pagi, pukul 07.00-15.00
2. Shift sore, pukul 15.00-23.00
3. Shift malam, pukul 23.00-07.00
Sedangkan karyawan reguler menggunakan sistem 5 hari kerja
(Senin-Jumat), jam karyawan reguler dapat dilihat sebagai berikut
:
1. Senin-Kamis, pukul 07.00-15.00, istirahat pukul
12.00-13.00
2. Jumat pukul 07.00-15.30, istirahat pukul 11.30-13.00
Untuk menjalankan operasinya, Pertamina memperkerjakan
pegawai-pegawai yang secara garis besar terbagi menjadi:
1. Pegawai Pembina
: pegawai dengan golongan 2 ke atas
2. Pegawai Utama
: pegawai dengan golongan 5-3
3. Pegawai Madya
: pegawai dengan golongan 9-6
4. Pegawai Biasa
: pegawai dengan golongan 16-10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
RFCCU(Riser Fluidized Catalitic Cracking Unit) merupakan suatu
unit yang bertugas untuk menghasilkan komponen mogas (motor
gasoline yang merupakan fraksi naftha) yang mempunyai angka oktan
tinggi, disebut (High Octane Mogas Component untuk di Blending
dengan komponen mogas yang memiliki nilai oktan rendah, yang
disebut (LOMC) Low octane Mogas Component yang dihasilkan dari CDU
(Crude Distiler Unit). Fungsi dari unit ini digunakan untuk
mengkonversikan minyak berat ( misal :Vacum Gas Oil, Long Residu
yang mempunyai nilai jual rendah) menjadi produk minyak ringan yang
mempunyai nilai jual tinggi melalui proses
Cracking(thermal/catalitic) dengan bantuan katalis. Dalam proses
RFCCU dibagi dalam beberapa seksi yaitu : ( Pertamina RU III,
2009)
a. Seksi Feed preparationMerupakan seksi awal sebelum feed masuk
ke reaktor digunakan Heat Exchanger dan Furnace untuk media
pemanasannya.
b. Seksi Cracking
Terdiri dari Reaktor dan Regenerator dimana Reaktor berfungsi
tempat perengkahan feed, sedangkan Regenerator berfungsi untuk
meregenerasi katalis.c. Seksi Fraksinasi
Unit ini memisahkan produk minyak menurut fraksinya berdasarkan
titik didihnya pada dua buah kolom fraksionator, yaitu primary dan
secondary fraksionator.
d. Seksi kompresi dan light ends
Overhead yang keluar dari menara fraksionator terdiri dari
fraksi-fraksi ringan berupa gas yang kemudian diolah lebih lanjut
diseksi light ends. Pada seksi ini terdapat kompresor yang
berfungsi untuk menaikkan tekanan.
e. Seksi StabilizerUnit ini berfungsi untuk memisahkan
propane-propylene dan butane-butylene. Dimana propane propylene
yang keluar dari atas menara dikirim ke propylene unit, sedangkan
butane-butylene dialirkan ke seksi treating, kemudian dikirim ke
tangki sebagai produk LPG dan feed unit alkilasi.
f. Seksi TreatingUnit ini berfungsi untuk memurnikan gasoline
dan LPG dari impurities sulfur yang berupa Merkaptan dan H2S
melalui proses Soda Treating sebelum dikirim ke tangki produk.
Seksi ini biasa disebut juga dengan Merichem Unit.3.1Tinjaun Umum
Katalis
Katalis merupakan suatu zat yang dapat mempercepat laju reaksi
hingga mendekati keadaan kesetimbangan kimia dan reaksi tersebut
tanpa zat itu telibat secara permanen dalam reaksi tersebut. Ada
tiga golongan katalis yang ada pada dunia industri yaitu :
(Rusdianasari, 2009)
1. Katalis Homogen
Katalis Homogen merupakan katalis yang mempunyai fase yang sama
dengan reaktan dan produknya.
2. Katalis Heterogen
Katalis Heterogen merupakan katalis yang mempunyai fase yang
berbeda, pada umumnya katalis padat digunakan untuk reaktan gas dan
cairan.3. Katalis Enzym
Enzym adalah molekul-molekul protein dalam koloid antara ukuran
molekul katalis homogen dan ukuran heterogen. Enzim merupakan
penggerak dari reaksi bimolecular.
Dalam proses perengkahan digunakan jenis katalis Heterogen yaitu
Aluminium Silica (Al2O3SiO2) yang berfungsi untuk mempercepat dan
mengarahkan reaksi, sehingga produk yang didapat sesuai dengan apa
yang diinginkan. (Pertamina RU III, 2009)
3.2 Jenis Proses Perengkahan
Dalam proses perengkahan ada 2 macam yaitu : (Fadarina,
2010)
1. Perengkahan Termis
Proses Perengkahan termis merupakan suatu proses pemecahan
molekul-molekul hidrokarbon besar atau hidrokarbon rantai lurus dan
panjang menjadi molekul-molekul kecil yang mempunyai titik
rendah.
Adapun macam-macam proses perengkahan termis :
a. Pemecahan viskositas ( viscosity breaking )
b. Perengkahan fase campuran
c. Perengkahan fase uap
d. Perengkahan Nafta
2. Perengkahan Katalis
Perengkahan katalis adalah suatu proses pengilangan minyak yang
merubah hidrokarbon bukan gasoline yang mempunyai titik didih
tinggi menjadi hidrokarbon gasoline yang mempunyai titik
rendah.
Variabel-variabel utama dalam proses perengkahan katalis adalah
suhu, tekanan, nisbah katalis-minyak ( rasio antara berat katalis
masuk reaktor per jam dengan berat minyak yang diumpankan per jam
), dan space velocity ( yaitu berat atau volume minyak yang
diumpankan per jam per berat atau volume katalis dalam zona reaksi
).
Kenaikan konversi reaksi dapat dicapai dengan cara : (Fadarina,
2010)
a. Suhu tinggi
b. Tekanan tinggi
c. Space velocity rendah
d. Nisbah katalis-minyak tinggi3.3 Macam-macam proses
perengkahan katalis
Berdasarkan cara penanganan katalis maka proses perengkahaan
katalis terdiri dari: (Fadarina, 2010)
1. Unggun tetap ( Fixed bed ) terdiri dari :
Proses Houdry dan Cycloversion Cataytic Cracking
2. Unggun bergerak ( moving bed ) terdiri dari :
a. Proses Airlift Thermofor Catalytic Cracking ( TCC )
b. Proses Houdryflow Cataytic Cracking
c. Proses Houdresid Catalytic Cracking
3. Unggun terfluidisasi ( Fluidized bed ) terdiri dari :
Proses Fluidized Catalytic Cracking4. Proses sekali jalan ( Once
Through ), terdiri dari satu proses yaitu Suspensoid Catalytic
Cracking.
3.4 Process Catalytic CrackingReaksi kimia Catalytic Cracking
ditunjukan oleh adanya pemutusan rangkaian-rangkaian kimia dalam
molekul dalam hidrokarbon dengan bantuan panas dan katalis. (
Pertamina RU III, 2009)
Reaksi Catalytic Cracking secara sederhana menjadi dua bagian,
yaitu : (Subowo, 1995)
1. Primary Cracking ReactionMerupakan reaksi perengkahan
beberapa grup hidrokarbon yaitu parafin, nafthene dan aromatik.
a. ParafinOlefin +
Parafin
Contoh :
C20H42 C11H22
+ C9H20Minyak berat
Gasolineb. Naftene Olefin
Contoh :
C = C
RC - R
C = C
c. AromaticAromatic+Olefin
Contoh :
CH2 - R
+CH2 - R
2. Progres Reaction
Progres Reaction merupakan reaksi lanjutan dari senyawa yang
dihasilkan pada Primary Cracking Reaction, antara lain : (Subowo,
1995)a. Secondary Cracking
Senyawa dari parafin akan menghasilkan parafin dan olefin dengan
berat molekul lebih kecil.
Contoh :C9H20
C6H14
+C3H6
Parafin
Parafin (Gasoline)Olefin (LPG)
b. Convertion
Senyawa Olefin yang reaktif menjadi senyawa olefin yang
mempunyai berat molekul yang kecil.
Contoh : C9H18
C3H6
+C6H12
Olefin (Gasoline)
Olefin (LPG)
Olefin (Gasoline)
c. Dehidrogenation
Terjadi pemutusan ikatan carbon hidrogen pada senyawa
Olefin.
Contoh :C9H18
C9H16
+H2
Olefin(Gasoline) Olefin(Gasoline)Hidrogen
Pada RFCCU Primary Cracking adalah lebih diutamakan dengan usaha
memaksimumkan produk Gasoline, sedangkan Secondary Cracking yang
menghasilkan produk gas dan coke perlu dibatasi.
Dalam proses perengkahan digunakan jenis katalis Heterogen yaitu
Aluminium Silica(Al2O3SiO2) yang berfungsi untuk mempercepat dan
mengarahkan reaksi, sehingga produk yang didapat sesuai dengan apa
yang dinginkan. (Pertamina, 2009)
Dalam proses produksinya dihubungkan dengan reaktor tempat
terjadinya cracking/perengkahan sehingga katalis yang telah
digunakan dalam reaktor akan diregenerasi dan dapat dikembalikan
lagi ke reaktor setelah diregenerasi secara kontinue. (Pertamina,
2009)
Pada reaktor terjadi Chemical Cracking reaction dari umpan
hidrokarbon yang kontak dengan katalis pada temperatur 500oC-520oC
sehingga terjadi proses cracking/perengkahan ini akan terjadi
pembentukan coke. Coke yang dihasilkan dari proses
cracking/perengkahan tesebut akan terdeposit pada katalis (yang
disebut sebagai spent catalist) sehingga dapat menyebabkan
penurunan aktivitas katalis dalam proses cracking/perengkahan,
untuk itu spent catalist tersebut harus diregenerasi dalam. (
Pertamina, 2009)
Coke yang terdeposit pada katalis akan dibakar dengan bantuan
udara pembakar yang di injeksikan ke dalam Regenerator sehingga
terjadi proses pembakaran coke dengan temperatur berkisar antara
650oC- 750oC. Katalis yang sudah di bakar dan dihilangkan deposit
cokenya (disebut regenerated catalist) akan digunakan lagi pada
reaktor sebagai pembantu dalam proses perengkahan. (Pertamina,
2009)
Regenerasi katalis dilakukan dengan mengoksidasi coke pada
katalis dengan udara disuplai dari (MAB) Main Air Blower dan (CAB)
Conttrol Air Blower. Flue gas hasil pembakaran kemudian masuk ke
dalam lima buah cyclone dengan dua stage untuk memisahkan
partikel-partikel katalis yang terbawa. (Pertamina, 2009)3.5 Proses
Variabel
Proses Variabel antara lain ( Subowo, 1995) :
1. Reactor Hold up
Pada unit FCCU perubahan Reactor Hold Up hanya terjadi dengan
penambahan atau pengeluaran katalis dari sistem. Penambahan dari
hold up akan menambah konversi dan sebaliknya pengurangan hold up
akan menurunkan konversi. Jadi penambahan dari reactor hold up akan
banyak pengaruhnya terhadap intensitas cracking.
2. Suhu Reaktor
Suhu reaktor dapat dinaikkan dengan jalan :
a. Menambah atau mempercepat aliran sirkulasi katalis.
b. Menambah injeksi torch oil ke Regenerator .
c. Menambah suhu dapur ( Reactor Feed preheater ).
Dengan menambah suhu reaktor, maka akan menaikkan konversi. Suhu
reaktor dalam operasinya adalah 520 oC pada dense bed, suhu disini
dapat berkisar antara 510 520 oC.
3. Catalyst Activity
Dalam operasi cracking, katalis akan kehilangan aktifitasnya.
Untuk mengganti aktifitas yang hilang tesebut, maka perlu
ditambahkan sejumlah katalis baru dengan teratur. Untuk unit RFCC
aktifitas katalis dapat dipertahankan dengan menambahkan katalis
baru kira-kira 3 ton/hari. Jika aktifitas katalis bertambah, maka
bertambahnya konversi. 4. Kecepatan Sirkulasi Katalis
Kecepatan sirkulasi katalis mempunyai pengaruh besar terhadap
konversi. Penambahan kecepatan sirkulasi katalis ini akan menaikkan
suhu reaktor yang akan mengakibatkan naiknya intensitas cracking
dan konversi akan naik. Untuk total bahan yang stabil, kenaikan
dari kecepatan sirkulasi katalis akan menaikan Catalyst Oil Ratio
yang diteruskan naiknya intensitas cracking dan konversi.
5. Jumlah Umpan
Jika jumlah feed yang masuk dikurangi maka reactor hold up
(katalis) juga harus dikurangi, untuk menjaga konversi yang
diingini. Pada umumnya bahan baku yang lebih berat akan memberikan
hasil karbon yang tinggi dan hasil gasoline yang rendah, hal ini
disebabkan karena materi yang berat cenderung membentuk coke.
Kebersihan dari bahan baku juga sangat mempengaruhi, untuk bahan
baku yang banyak mengandung metal, metalnya akan menempel pada
katalis sehingga hilangnya selektivitas dari katalis itu. 6.
Tekanan Parsial Minyak
Tekanan parsial minyak akan berubah-berubah dengan penambahan
atau pengurangan steam ke Oil Riser. Pengaruh terhadap konversi
adalah kecil, karena jumlah injeksi steam itu kecil pula.
Steam ini di batasi supaya kecepatan uap naik di reaktor jangan
terlalu cepat, yang akan mengakibatkan banyaknya katalis yang akan
terbawah ke Fractionator.
7. Carbon Build Up
Carbon build up adalah suatu problem di Unit RFCC yang mana
tidak didapatkan suatu keseimbangan antara karbon yang terbakar di
Regenerator. Dalam hal ini terbentuknya karbon lebih banyak dari
pada pembakaran ( masih terdapatnya sisa-sisa karbon pada regent
katalis ). Akibatnya katalis tidak aktif lagi dan akhirnya produksi
makin lama makin sedikit.
Hal-hal yang menyebabkan carbon build up adalah :
a. Bahan baku terlalu berat
b. Katalis terlalu aktif
c. Recycle feed terlalu banyak
Tanda-tanda carbon build up adalah :
a. Pemeriksaan katalis di laboratorium menunjukkan bahwa karbon
contain lebih besar 0,6 % wt
b. Perbedaan suhu antara regent bed dengan stack > 20oC
c. Produksi yang menurun
Cara mengatasi carbon build up adalah :
a. Menambah pemakaian angin, berarti menambah oksigen
b. Menambah stripping steam, berarti mengurangi karbon ke
regen
c. Mengurangi jumlah feed/memperingan feed
8. After Burning
After burning adalah peristiwa terbakarnya CO pada daerah pianum
chamber menuju stack . After burning adalah suatu problem dimana
tidak adanya keseimbangan karbon yang terbentuk di reaktor dengan
suplay udara pembakaran, dalam hal ini oksigennya berlebihan
akibatnya terjadinya lagi pembakaran pada bagian atas sehinggga
suhu cyclon dan suhu stack menjadi tinggi. Hal ini dapat menjadi
penyebab kerusakan pada cyclon, karena suhu yang sangat tinggi
itu.
After burning disebabkan karena :
a. Terlalu banyak injeksi udara dari Main Air Blower (MAB)
b. Terlalu sedikit carbon lay down dari reaktor
c. Bahan baku yang lebih ringan
Untuk mengatasi After burning adalah :
1. Mengurangi pemakaian udara dari Main Air Blower ( MAB)
2. Menambah pemakaian torch Oil ke Regenerator
3. Memasukkan bahan baku yang lebih berat
BAB IV
DATA PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pengamatan
Kondisi operasi Regenerator yang meliputi temperature dan flow
rateTabel 3. Kondisi Operasi Regenerator
PemeriksaanParameterSatuanTanggal
01/02/201208/02/201215/02/201222/02/201229/02/2012
Dense bedoC674672673675674
Dilute bedoC696695696697,5698
StackoC696695696697,5698
MABoC164,2165164164,8164
CABoC118,7119118,5118118,3
Feed RiseroC504504,8504504,3505
(Sumber: Morning report unit RFCC PT. PERTAMINA RU III)
Tabel 4. Hasil flow rate udara pada alat Regenerator
Flow rateSatuanTanggal
01/02/201208/02/201215/02/201222/02/201229/02/2012
MAB to RegenT/H59,210059,500059,810059,560059,8600
CAB to J-bendT/H7,77007,55007,80007,73007,8300
(Sumber: Morning report unit RFCC PT. PERTAMINA RU III)
Data analisa orsat (Flue gas)Tabel 5. Hasil analisis Orsat (Flue
gas)
Komposisi Flue gasSatuanTanggal
01/02/201201/02/201201/02/201201/02/201201/02/2012
CO%Vol00000
CO2%Vol15,315,2315,2214,9615,2
O2+Ar%Vol3,143,153,13,113,17
N2%Vol81,56081,62081,68081,93081,630
SO2%Vol00000
NO2%Vol00000
(Sumber pemeriksaan laboratorium Feed RFCCU PT. Pertamina RU
III) 4.2 Perhitungan
Basis Perhitungan : 1 jam operasi
Data tanggal 1 Februari 2012
Komposisi Flue gas % mol (by GC method)
CO
= 0
N2= 82,56
CO2
= 14,3
SO2= 0
O2+ Ar
= 3,14
NO2= 0
Dengan mengambil data lembar pengesahan lampiran A maka data
tanggal 1, 8, 15, 22 dan 29 Februari 2012 dapat ditabulasikan
seperti Tabel 6.
Tabel 6. hasil analisis Orsat (Flue gas)
Komposisi Flue gasSatuanTanggal
01/02/201201/02/201201/02/201201/02/201201/02/2012
CO%Vol00000
CO2%Vol15,315,2315,2214,9615,2
O2+Ar%Vol3,143,153,13,113,17
N2%Vol81,56081,62081,68081,93081,630
SO2%Vol00000
NO2%Vol00000
(Sumber pemeriksaan laboratorim Feed RFCCU PT. Pertamina RU
III)
1. Penyesuaian Komposisi flue gas
Pada analisis GC komposisi oksigen (O2) termasuk dengan
kandungan Ar sehingga harus dikoreksi untuk mengetahui kandungan
oksigen sebenarnya kandungan Argon diasumsi 1,2 % dari kandungan
Nitrogen.
Sehingga,
Ar = 1,2%N2Ar = (0,012)(82,56) = 0,9907 % mol
Komposisi flue gas setelah dikoreksi :
CO
=0
CO2
=14,3
O2
=3,14 0,9907=2,1493
N2+Ar
=82,56 + 0,9907 =83,5507
SO2
=0
NO2
=0
Dengan cara yang sama maka hasil perhitungan penyesuaian flue
gas tanggal 1, 8, 15, 22 dan 29 Februari 2012 dapat ditabulasikan
seperti Tabel 7.
Tabel 7. Penyesuaian komposisi flue gasKomposisi Flue
gasSatuanTanggal
01/02/201201/02/201201/02/201201/02/201201/02/2012
CO%Vol00000
CO2%Vol15,315,2315,2214,9615,2
O2+Ar%Vol2,161282,170562,119842,126842,19044
N2%Vol82,5387282,5994482,6601682,9131682,6096
SO2%Vol00000
NO2%Vol00000
2. Konversi udara pembakaran ke dry basis
Dengan menggunakan grafik psychometric dapat ditentukan moisture
content dari udara pembakaran . Pada kondisi atmosferik T = 32oC
dan relatif humidity = 95 % moisture content adalah
Titik embun=0,029
udara basah
= laju alir massa MAB+ laju alir massa CAB
=
= 147532,8272 lb/hr
Udara kering
=
=
H2O di udara
=
=
Dengan cara yang sama maka hasil perhitungan konversi udara
pembakaran ke dry basis tanggal 1, 8, 15, 22 dan 29 Februari 2012
dapat ditabulasikan seperti Tabel 8.Tabel 8. Konversi udara
pembakaran ke dry basis
Parameter
(lb/hr)Tanggal
01/02/201201/02/201201/02/201201/02/201201/02/2012
MAB130418,3144131057,0800131739,8984131189,2384131850,0304
CAB17114,512816629,932017180,592017026,407217246,6712
Udara
basah147532,8272147687,0120148920,4904148215,6456149096,7016
Udara
kering143374,9535143524,793144723,5086144038,5283144894,7537
H2O di udara4157,87374162,21904196,98184177,11734201,9479
3. Perhitungan mol flue gas
Aliran flue gas dihitung dari N2 balance dengan asumsi udara
O2
=21 %
N2
=79 %
Udara kering=143374,9535
BM udara =28,966
Mol udara kering =
=
=
=
EMBED Equation.3
=
Mol Flue Gas =
Dengan cara yang sama maka hasil perhitungan mol flue gas
tanggal 7, 14, 21, 28 Maret dan 4 April 2011 dapat ditabulasikan
seperti Tabel 9.
Tabel 9. Mol flue gas
Parameter (lbmol/hr)Tanggal
01/02/201201/02/201201/02/201201/02/201201/02/2012
udara kering4949,76714954,94004996,32364972,67585002,2355
flue gas4737,55354739,01844775,08834737,9864783,6668
4. Perhitungan kandungan karbon (C) dalam coke
Karbon ada di coke dihitung dari komposisi flue gas setiap satu
mol C yang di bakar akan menghasilkan satu mol CO atau CO2 di flue
gas
C + O2 + H2 + S + N
=CO + CO2 + H2O + SO2 + NO2 + O2
C=
=
=
Dengan cara yang sama maka hasil perhitungan kandungan karbon
(C) dalam coke tanggal 1, 8, 15, 22 dan 29 Februari 2012 dapat
ditabulasikan seperti Tabel 10.
Tabel 10. Kandungan karbon dalam coke
Parameter (lbmol/hr)Tanggal
01/02/201201/02/201201/02/201201/02/201201/02/2012
Carbon724,8457721,7525726,7684708,8027727,1173
5. Perhitungan kandungan hydrogen (H2) dalam coke
Kandungan hydrogen di coke dapat dihitung dari kesetimbangan
oksigen (O2).Adapun reaksi-reaksinya sebagai berikut :
C +O2
CO2
C + O2
COH2+ O2
H2O
S +O2
SO2
N+O2
NO2
Sehingga
O2 dalam udara regenerasi = excess O2 di flue gas
+ O2 bereaksi menjadi CO
+ O2 bereaksi menjadi CO2
+ O2 bereaksi menjadi H2O
+ O2 bereaksi menjadi SO2
+ O2 bereaksi menjadi NO2
Dimana
O2 di udara Regenerator =
=
=
Excess O2 di flue gas
=
=
=
O2 bereaksi menjadi CO=
=
=
O2 bereaksi menjadi CO2=
=
=
O2 bereaksi menjadi SO2 =
=
=
O2 bereaksi menjadi NO2 =
=
=
O2 bereaksi menjadi H2O= O2 di regenerator O2 excess O2 yang
bereaksi
=
=
Hydrogen yang terbakar oleh oksigen didalam regenerator adalah
:
H2 yang terbakar oleh oksigen= O2 bereaksi menjadi H2O x BM
H2
=
=
Dengan cara yang sama maka hasil perhitungan kandungan hydrogen
(H2) dalam coke tanggal 1, 8, 15, 22 dan 29 Februari 2012 dapat
ditabulasikan seperti Tabel 11.
Tabel 11. kandungan hydrogen (H2) dalam coke
Parameter
(lbmol/hr)Tanggal
01/02/201201/02/201201/02/201201/02/201201/02/2012
O2 di udara
Regenerator1039,45111040,53741049,22801044,26191050,4695
Excess O2 di flue
gas102,3918102,8632101,2242100,7694104,7833
O2 bereaksi menjadi CO0,00000,00000,00000,00000,0000
O2 bereaksi menjadi
CO2724,8457721,7525726,7684708,8027727,1173
O2 bereaksi menjadi SO20,00000,00000,00000,00000,0000
O2 bereaksi menjadi NO20,00000,00000,00000,00000,0000
O2 bereaksi menjadi
H2O212,2136215,9217221,2353234,6898218,5688
H2 yang terbakar oleh
oksigen424,4272431,8433442,4706469,3797437,1375
6. Perhitungan coke dari carbon (C) dan Hydrogen
Total massa coke yang tebakar menjadi CO + CO2 + H2O adalah
Dari karbon
= O2 bereaksi menjadi CO2 x BM C
=
=
Dari Hydrogen= H2 yang terbakar oleh O2 x BM H2
=
=
Total
=
=
Dengan cara yang sama maka hasil perhitungan coke dari carbon
(C) dan Hydrogen tanggal 1, 8, 15, 22 dan 29 Februari 2012 dapat
ditabulasikan seperti Tabel 12.
Tabel 12. Perhitungan coke dari carbon (C) dan Hydrogen
ParameterTanggal
01/02/201201/02/201201/02/201201/02/201201/02/2012
C (lb/hr C)8705,39668668,24758728,48898512,72058732,6793
H (lb/hr H)855,6453870,5962892,0207946,2694881,2692
Coke (lb/hr
coke)9561,04199538,84379620,50969458,98999613,9486
7. Perhitungan hydrogen dalam coke
H2 in Coke
=
=
=8,9493 wt-% hydrogen
Dengan cara yang sama maka hasil perhitungan % hidrogen dalam
coke tanggal 1, 8, 15, 22 dan 29 Februari 2012 dapat ditabulasikan
seperti Tabel 13.
Tabel 13. % hidrogen dalam coke
Parameter
( % wt )Hari ke-
12345
H2 in coke 8,94939,12699,272110,00399,1666
8. Perhitungan panas pembakaran coke
Panas dari pembakaran dapat dihitung berdasarkan temperatur
tertinggi rata-rata di dalam regenerator .Temperatur rata-rata dari
dense bed,dilute phase dan stack (flue gas) dihitung dengan dasar
perhitungannya
Temp tertinggi rata-rata=
= 1271,600 oF
Hc(2C+O22CO)= 46216 + 1,47(Trata-rata regenerator)
= 46216 + 1,47 (1271,600 oF)
=
Hc(CO) =
=
=
Hc(C+O2CO2)= 169135 + 0,5(Trata-rata regenerator)
= 169135 + 0,5 (1271,600 oF)
=
Hc(CO2) =
=
=
Hc(2H2+O22H2O)= 104546 + 1,585(Trata-rata regenerator)
= 104546 + 1,585 (1271,600 oF)
=
Hc(H2O) =
=
=
Hpembakaran coke
= 0 + +
=
Dengan basis 1 lb coke :
Hpembakaran coke
=
=
=
Panas pembakaran harus dikoreksi dengan kandungan coke hydrogen
dengan menggunakan persamaan :
Koreksi
=
=
=
Hpembakaran = Hpembakaran coke + koreksi
=
=
Dengan cara yang sama maka hasil perhitungan panas pembakaran
coke tanggal 1, 8, 15, 22 dan 29 Februari 2012 dapat ditabulasikan
seperti Tabel 14.
Tabel 14. Hasil perhitungan panas pembakaran coke
ParameterHari ke-
12345
Hc (CO), BTU/hr00000
Hc(CO2),
BTU/hr123057631,3809122531632,5650123383841,1507120334852,8700123444165,9944
Hc(H2O),
BTU/hr45227595,424646016226,142247149899,726250019581,518946583686,8699
Koreksi,
BTU/lb coke-71,5743-95,4743-115,0210-213,5271-100,8202
Hpembakaran,
BTU/lb
coke17529,564617574,157817611,040117796,264217584,7178
REGENERATOR HEAT BALANCE
Basis=1 lb coke
9. Panas yang dibutuhkan untuk memanaskan udara pembakaran
H = n x Cp x T
Temperatur udara panas keluaran dari MAB = 327,56 0F dengan
temperatur rata-rata tertinggi regenerator 1271,6000F dan Cp =
BTU/lb0F
=
(sumber : buku Process Heat Transfer Kern, D.Q Fig 3. Specific
heats of gases)
Hudara= n.Cp. T
Hudara MAB=
=
= 3751,4947 Btu/lb coke
Dengan cara yang sama maka hasil perhitungan panas yang
dibutuhkan untuk memanaskan udara regenerator tanggal 1, 8, 15, 22
dan 29 Februari 2012 dapat ditabulasikan seperti Tabel 15 .
Tabel 15. Panas yang dibutuhkan untuk memanaskan udara
Regenerator
ParameterHari ke-
12345
Hudara, BTU/lb
coke3751,49473748,84363762,41633814,84603781,4206
10. Panas yang dibutuhkan untuk memanaskan uap air dalam
regenerator
Kandungan uap air di udara regenerasi akan dipanasi dari
temperatur 245,66 oF menjadi 1271,6 oF.
=
(sumber : buku Process Heat Transfer Kern, D.Q Fig 3. Specific
heats of gases)
= n.Cp. T
=
=
=
Dengan cara yang sama maka hasil perhitungan panas yang
dibutuhkan untuk memanaskan uap air dalam Regenerator tanggal 1, 8,
15, 22 dan 29 Februari 2012 dapat ditabulasikan seperti Tabel 16
.
Tabel 16. Panas yang dibutuhkan untuk memanaskan uap air
ParameterHari ke-
12345
(BTU/lb coke)223,0787223,1901223,7326227,3372224,8845
11. Panas yang dibutuhkan untuk memanaskan coke
Coke yang dipanaskan dari temperatur reaktor 939,2 oF sampai ke
temperatur tertinggi Regenerator 1271,6 oF dengan kalor jenis =
Hcoke= (Trata tertinggi regenerator Triser reaktor) x CP
=
=
Dengan cara yang sama maka hasil perhitungan panas yang
dibutuhkan untuk memanaskan coke tanggal 1, 8, 15, 22 dan 29
Februari 2012 dapat ditabulasikan seperti Tabel 17 .
Tabel 17. Panas yang dibutuhkan untuk memanaskan coke
ParameterHari ke-
12345
Hcoke, BTU/lb coke132,96131,424132,72133,704133,2
12. Neraca Panas Regenerator dan Efisiensi Regenerator
Dengan menggunakan ketetapan Typical Regenerator Heat Loss
250
EMBED Equation.3
= =BTU/lbcoke
=
Tabel 18. Heat Balance Regenerator
PanasPanas BTU/lb coke
InputOutput
Panas pembakaran coke di regenerator17529,5646-
Panas yang dikonsumsi untuk memanaskan udara
pembakaran3751,4947
Panas yang dikonsumsi untuk memanaskan kandungan air di udara
pembakaran-223,0787
Panas yang dikonsumsi untuk memanaskan coke-132,9600
Panas yang dikonsumsi untuk memanaskan katalis-13172,0312
Panas yang hilang di regenerator-250,0000
Panas yang diambil sebagai katalis cooler-0,0000
Total17529,564617529,5646
Efisiensi thermal Regenerator =
=
= 45,1418 %
Dengan cara yang sama maka hasil perhitungan efisiensi thermal
Regenerator tanggal 1, 8, 15, 22 dan 29 Februari 2012 dapat
ditabulasikan seperti Tabel 19
Tabel 19. Efisiensi thermal Regenerator
ParameterHari ke-
12345
13172,031213220,700213242,171113370,377013195,2126
17529,564617574,157817611,040117796,264217584,7178
Efisiensi thermal Regenerator,
%75,141875,228175,192475,130275,0380
4.2 Pembahasan
Proses cracking yang terjadi pada unit RFCC bertujuan untuk
mengkonversi M/HVGO dari HVU dan Long Residu menjadi produk minyak
ringan yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Proses cracking
berlangsung dengan adanya bantuan dari katalis sehingga proses
perengkahan fraksi minyak berat menjadi fraksi minyak yang lebih
ringan menjadi lebih cepat dan effisien.
Efisiensi regenerator didapat dengan membandingkan panas yang
dibutuhkan untuk meregenerasi katalis (H regenerated catalist)
dengan panas yang dibutuhkan untuk membakar coke (H combustion of
coke). Idealnya semua panas yang diguakan untuk membakar coke
adalah panas yang digunakan untuk meregenerasi katalis, namun pada
kenyataannya tidak semua panas pembakaran coke digunakan untuk
meregenerasi katalis. Hal ini dapat dilihat pada diagram neraca
panas dibawah ini :
Persamaan neraca energi pada saat steady state ditampilkan
sebagai berikut :
Energy in + Energy produced = Energy out + Energy consumed
Energy in = Energy (air + spent catalyst + coke)
Energy produced = Combution of coke
Energy out = Energy (flue gas+ regenerated catalyst + removed +
radiation loss)
Energy consumed = 0
-H Air - H Spent Catalyst - H coke + H combution of coke = H
removed + Q radiation loss
H Spent Catalyst = H combution of coke - H coke -H Air - H
removed - Q radiation loss
Terlihat bahwa tidak semua panas pembakaran coke digunakan untuk
meregenerasi katalis, hal ini karena panas pembakaran coke terlebih
dahulu harus dikoreksi terhadap panas yang dibutuhkan untuk
memanaskan udara pembakaran, uap air yang terkandung dalam udara
pembakaran, dan panas yang dibutuhkan untuk memanaskan coke, serta
terhadap panas radiasi dan panas yang hilang.
Panas pembakaran coke sangat dipengaruhi oleh laju udara
pembakaran yang masuk dan total coke yang masuk ke regenerator.
Semakin banyak coke yang masuk ke regenerator maka semakin banyak
pula udara pembakaran yang dibutuhkan. Namun pembatasan udara masuk
juga perlu dilakukan untuk menjaga temperatur regenerator sehingga
tidak terlalu tinggi. Temperatur dilute phase sedikit lebih tinggi
dari pada temperatur dense phase. Hal ini disebabkan karena adanya
reaksi oksidasi CO eksoterm. Dengan adnya kondisi seperti itu maka
perlu diperhatikan konsentrasi oksigen sebagai udara pembakar.
Semakin banyak kandungan oksigen atau berkurangnya coke yang
terbentuk maka akan tercapai kondisi afterburning yang menyebabkan
meningkatnya temperatur secara mendadak sehingga dapat merusak
peralatan dan catalyst loss melalui stack.Dari hasil perhitungan
dengan metode UOP Process Calculation didapat nilai effisiensi
rata-rata regenerator pada bulan Februari 2012 adalah sebesar
75,1461% dimana nilai efisiensi design sebesar 78,58%. Hal ini
menunjukan bahwa alat regenerator masih dalam keadaan baik.BAB
V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KesimpulanDari uraian dan data hasil perhitungan dapat
diambil kesimpulan bahwa didapat nilai effisiensi rata-rata
regenerator pada bulan Februari 2012 adalah sebesar 75,1461% dimana
nilai efisiensi design sebesar 78,58%. Hal ini menunjukan bahwa
alat regenerator masih dalam keadaan baik.
Faktor faktor yan mempengaruhi antara lain:a. Kondisi
operasi
Dari data, kondisi operasinya yaitu temperatur actual dense bed
dan stack regenerator lebih besar dari design, akan tetapi pada
kenyataanya alat regenerator ini masih dapat beroperasi dengan
baik.
b. Kemampuan effisiensi regenerator masih bisa dinaikkan dengan
mempertimbangkan kondisi operasi dan sirkulasi katalis.
5.2 Saran
Untuk mencapai hasil yang optimal diperlukan analisa, evaluasi
dan perbaikan yang berkelanjutan terhadap hasil dan kendala yang
dihadapi. Beberapa hal yang sebaiknya ditingkatkan , diantaranya
adalah:
a. Menjaga kondisi variabel proses pada unit RFCC khususnya pada
alat regenerator dan reaktor seperti level katalis, sirkulasi
katalis, flow udara yang masukdan press balance.
b. Menjaga performance unit dan semua aspek penunjangnya agar
unit dapat dioperasikan pada kondisi optimum.
DAFTAR PUSTAKAFadarina, Ir. M.T .dkk. 2010. Teknologi Minyak
Bumi. Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya.
Palembang.Kern, D.Q. 1950. Process Heat Transfer, Mc-Graw Hill Book
Company, Inc New York.
Manual UOP. 1994. Fluid Catalytic Cracking Process, UOP Process
Calculations. Pertamina UP III. Palembang.Ringkasan Unit-Unit
Proses CD & L. 2009. Palembang : PERTAMINA Refinery Unit
III.Sadeghbeigi, Reza. 2009. Handbook Fluid Catalytic Cracking.
Jakarta : BPST XIX. EMBED Equation.3
TOK SR-2 CONSOLE LE
TOK SR-2
EGT & RGT
TOK SR-3 L. END
TOK SR-3
STAB-3
TOK SR-2
AREA-1 RFCCU
TOK SR-3 G. PLANT
TOK SR-3 LPG HAND
TOK SR-3
AREA-2 RFCCU
TOK SR-1 CONSOLE RFCCU
TOK SR-2 LE & MER
PWS. JAGA RFCCU
AST. GD & CHEM
PWS. JAGA G. PLANT
CLE
Senior Supervisor
CD & L Section Head
ADM
Spent catalyst
Radiation losses
Heat removal
Regenerated catalyst
Flue gas
Regenerator
H Combution of coke
Coke
Udara
Gambar 2. Neraca Panas Reaktor
24
_1392630281.unknown
_1392632113.unknown
_1393733653.unknown
_1393734149.unknown
_1393735456.unknown
_1393738714.unknown
_1393739088.unknown
_1393739349.unknown
_1393739640.unknown
_1393739673.unknown
_1393739387.unknown
_1393739089.unknown
_1393738841.unknown
_1393736406.unknown
_1393736604.unknown
_1393735692.unknown
_1393734549.unknown
_1393734574.unknown
_1393735425.unknown
_1393734566.unknown
_1393734427.unknown
_1393734468.unknown
_1393734277.unknown
_1393734028.unknown
_1393734133.unknown
_1393734144.unknown
_1393734065.unknown
_1393734128.unknown
_1393733810.unknown
_1393733896.unknown
_1393733700.unknown
_1392632687.unknown
_1392632845.unknown
_1393310905.unknown
_1393733574.unknown
_1393221157.unknown
_1393221739.unknown
_1392632767.unknown
_1392632804.unknown
_1392632706.unknown
_1392632562.unknown
_1392632577.unknown
_1392632661.unknown
_1392632576.unknown
_1392632303.unknown
_1392632336.unknown
_1392632176.unknown
_1392632191.unknown
_1392632132.unknown
_1392630729.unknown
_1392631893.unknown
_1392631956.unknown
_1392632035.unknown
_1392631904.unknown
_1392631333.unknown
_1392631753.unknown
_1392631299.unknown
_1392630534.unknown
_1392630644.unknown
_1392630693.unknown
_1392630611.unknown
_1392630469.unknown
_1392630472.unknown
_1392630428.unknown
_1392630355.unknown
_1359621392.unknown
_1359694605.unknown
_1361348405.unknown
_1361348496.unknown
_1370981881.unknown
_1392628273.unknown
_1392628319.unknown
_1392628339.unknown
_1370982155.unknown
_1361348503.unknown
_1361348442.unknown
_1361348456.unknown
_1361348414.unknown
_1359696612.unknown
_1359701089.unknown
_1359701109.unknown
_1359698504.unknown
_1359700582.unknown
_1359696032.unknown
_1359696414.unknown
_1359695286.unknown
_1359695783.unknown
_1359693125.unknown
_1359693823.unknown
_1359694430.unknown
_1359623821.unknown
_1359621865.unknown
_1359618323.unknown
_1359619820.unknown
_1359620959.unknown
_1359621370.unknown
_1359619877.unknown
_1359619655.unknown
_1359619726.unknown
_1359619541.unknown
_1359616857.unknown
_1359617333.unknown
_1359617465.unknown
_1359617277.unknown
_1359616675.unknown
_1359616765.unknown
_1359584186.unknown