Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Otitis Media Akut (OMA) merupakan inflamasi akut telinga tengah yang berlan kurang dari tiga minggu (Donaldson, 2010). ang dimaksud dengan telinga tengah ada di dalam telinga yang terletak antara membran timpani dengan telinga dalam serta b dengan nasofaring melalui tuba Eustachius (!ortora dkk, 200") . Dalam realita yang merupakan salah satu dari berbagai penyakit yang umum ter#adi di berbagai belahan termasuk di negara$negara dengan ekonomi rendah dan %ndonesia, serta memiliki angk yang &ukup ber'ariasi pada tiap$tiap negara (Aboet, 200 ) Otitis media sering dia ali dengan infeksi pada saluran napas se tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah melalui tuba eusta&hius. mana halnya dengan infeksi saluran napas atas (%*+A), otitis media #uga merupaka penyakit langganananak$anak. Di Amerika *erikat, diperkirakan sekitar - anak mengalami setidaknya satu episode otitis media sebelum usia tiga tahun dan hampe setengah mereka mengalami tiga kali atau lebih (D#aafar, 2001). Donaldson menyatakan bah a anak$anak berusia $11 bulan lebih rentan terkena OMA, dimana fre berkurang seiring dengan pertambahan usia, yaitu pada rentang usia 1/$20 kadang, indi'idu de asa yang tidak pernah memiliki ri ayat penyakit teli namun mengalami %nfeksi *aluran +ernafasan Atas (%*+A) yang disebabkan oleh adanya 'irus #uga mengalami otitis media (Donaldson, 2010) %ndonesia sebagai negara berkembang perlu memperhatikan masalah kesehatan namun hal ini tidak didukung dengan pendataan yang #elas tentang insidensi otiti itu sendiri. Data yang didapat dari +rofil esehatan Dinas esehatan ota eka Media Akut (OMA) selalu ada pada 20 besar penyakit dengan insidensi tersering. + OMA dapat berupa 'irus atau bakteri. +ada 2- pasien, tidak ditemukan miroorganisme penyebabnya. irus ditemukan pada 2- kasus dan kadang menginfeksi teli bersama bakteri.
21

Laporan Kasus THT Ike

Oct 08, 2015

Download

Documents

aa
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB IPENDAHULUAN

Otitis Media Akut (OMA) merupakan inflamasi akut telinga tengah yang berlangsung kurang dari tiga minggu (Donaldson, 2010). Yang dimaksud dengan telinga tengah adalah ruang di dalam telinga yang terletak antara membran timpani dengan telinga dalam serta berhubungan dengan nasofaring melalui tuba Eustachius (Tortora dkk, 2009) . Dalam realita yang ada, OMA merupakan salah satu dari berbagai penyakit yang umum terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk di negara-negara dengan ekonomi rendah dan Indonesia, serta memiliki angka kejadian yang cukup bervariasi pada tiap-tiap negara (Aboet, 2006)Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah melalui tuba eustachius. Sebagai mana halnya dengan infeksi saluran napas atas (ISPA), otitis media juga merupakan sebuah penyakit langganan anak-anak. Di Amerika Serikat, diperkirakan sekitar 75% anak mengalami setidaknya satu episode otitis media sebelum usia tiga tahun dan hamper dari setengah mereka mengalami tiga kali atau lebih (Djaafar, 2001). Donaldson menyatakan bahwa anak-anak berusia 6-11 bulan lebih rentan terkena OMA, dimana frekuensinya akan berkurang seiring dengan pertambahan usia, yaitu pada rentang usia 18-20 bulan. Kadang-kadang, individu dewasa yang tidak pernah memiliki riwayat penyakit telinga sebelumnya, namun mengalami Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) yang disebabkan oleh adanya infeksi virus juga mengalami otitis media (Donaldson, 2010) Indonesia sebagai negara berkembang perlu memperhatikan masalah kesehatan ini, namun hal ini tidak didukung dengan pendataan yang jelas tentang insidensi otitis media akut itu sendiri. Data yang didapat dari Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Bekasi, Otitis Media Akut (OMA) selalu ada pada 20 besar penyakit dengan insidensi tersering. Penyebab OMA dapat berupa virus atau bakteri. Pada 25% pasien, tidak ditemukan miroorganisme penyebabnya. Virus ditemukan pada 25% kasus dan kadang menginfeksi telinga tengah bersama bakteri.

BAB IILAPORAN KASUS

STATUS PASIENA. IDENTITAS PASIEN Nama pasien: Tn.C Nomor MR: 63 87 29 Jenis kelamin: Laki-laki Usia: 54 tahun Status : Menikah Pekerjaan: Pegawai Swasta Alamat: Jl. Bumi Ayu 3 kota Bengkulu Waktu Pemeriksaan: Selasa, 26 Agustus 2014, pukul 10:30 WIB

B. DATA DASAR Keluhan UtamaKeluar cairan di telinga kiri Riwayat Penyakit SekarangPasien datang ke poli THT RSUD M.Yunus Bengkulu dengan keluhan keluar cairan dari telinga kiri sejak 5 hari yang lalu. Cairan yang keluar dari telinga kiri berwarna putih kekuningan,kental dan berbau. Awalnya pasien mengaku keluhan didahului oleh rasa gatal pada telinga sejak 1 minggu yang lalu , setelah itu pasien mengaku sering mengorek-ngorek telinganya menggunakan cotton bud. Karena keluhannya tersebut pasien merasa penuh di telinga kirinya dan pasien juga mengeluh pendengarannya juga berkurang. Keluhan ini baru pertama kali dirasakan. Os juga mengeluh adanya nyeri telinga bagian dalam dan juga merasakan telinga kirinya tersebut kadang kadang seperti berdenging. Riwayat panas badan disertai batuk pilek dirasakan sejak 2 minggu sebelum keluar cairan dari telinga. Nyeri telinga dan panas badan dirasakan berkurang setelah keluar cairan dari telinga. Tidak ada keluhan pada telinga kanan pasien. Keluhan sakit tenggorokan,nyeri menelan, suara sengau, benjolan di leher disangkal

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat operasi di sekitar wajah (-), Riwayat trauma hidung (-) Riwayat alergi (-), Asma (-). Riwayat DM (-), Riwayat Hipertensi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat asma pada keluarga (-).

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan Pasien bekerja sebagai pegawai swasta, bekerja di luar kantor yaitu di lapangan sehingga pasien sering terpapar terik matahari. Pola diet normal. Pasien merupakan seorang perokok,pasien merokok setiap hari minimal 1 bungkus,pasien telah merokok lebih dari 10 tahun. Pasien tinggal di lingkungan dengan sanitasi baik.

C. PEMERIKSAAN FISIKStatus PresensKeadaan Umum: Tampak sakit sedangKesadaran: Compos MentisNadi: 86 x/menit, regulerPernapasan : 20 x/menit, reguler, torako-abdominalSuhu: Afebris

Status GeneralisKepala: normosefali, hematom (-)Wajah : eritema (-), benjolan (-).Mata: Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-)ToraksJantung : BJ I-II (+) normalParu : suara napas vesikuler (+)Abdomen: nyeri tekan kanan atas (-), hepar tidak membesar, nyeri ketok CVA (-)Ekstremitas: Ekstremitas hangat, Capillary refill , < 2 detik

Status Lokalis THTPemeriksaanKelainanDekstraSinistra

Daun telingaKel. KongenitalTidak adaTidak ada

TraumaTidak adaTidak ada

RadangTidak adaTidak ada

Nyeri tekanNyeri pergerakan aurikular (-), nyeri tekan tragus (-)Nyeri pergerakan aurikular (-), nyeri tekan tragus (+)

Liang & dinding telingaSempitLapangLapang

HiperemisTidak Hiperemishiperemis

EdemaTidak ada(+)

MassaTidak adaTidak ada

Secret/serumen Secret (-), serumen (-)Secret (+), serumen (-)

Bau-+

Warna-Putih kekuningan

Jumlah-Cukup banyak

Jenis-Agak kental (mukopurulen)

MEMBRANE TIMPANI

UtuhWarnaAbu abuSulit dinilai (tertutup sekret)

Reflek cahayaCone of Light (+)Sulit dinilai

RetraksiTidak adaSulit dinilai

AtrofiTidak adaSulit dinilai

PerforasiTidak adaSulit dinilai

MastoidNyeri tekanNyeri (-)Nyeri (+)

Tanda radangTidak adaTidak ada

Nyeri ketokTidak adaTidak ada

Tes garputalaRinne+-

SchwabachNN

WeberLateralisasi ke telinga kiri

Hidung

Hidung luarDeformitasTidak adaTidak ada

Kelainan congenitalTidak adaTidak ada

TraumaTidak adaTidak ada

RadangHiperemis (-)Hiperemis (-)

Sinus paranasalNyeri ketok(-)(-)

Nyeri tekan(-)(-)

Rinoskopi anterior

VestibulumVibrise++

RadangTidak adaTidak ada

Cavum nasiCukup lapangLapang

Lapang

Sempit--

Lokasi--

SecretJenis--

Jumlah==

Bau--

Ukuraneutrofieutrofi

Konkha inferiorWarnaHiperemis (-)Hiperemis (-)

PermukaanLicinLicin

Edema(-)(-)

Ukuraneutrofieutrofi

Konkha mediaWarnaHiperemis (-)Hiperemis (-)

PermukaanLicinLicin

Edema(-)(-)

Septumlurus/deviasiDeviasi (-)Deviasi (-)

PermukaanNormalNormal

WarnaHiperemis (-)Hiperemis (-)

AbsesTidak adaTidak ada

PerforasiTidak adaTidak ada

MassaLokasiTidak adaTidak ada

Bentuk--

Ukuran--

Permukaan--

Warna--

Konsistensi--

Rinoskopi posterior (tidak dilakukan)

Orofaring dan mulut

Palatum mole dan arkus faringSimetris/tidakSimetrisSimetris

WarnaNormal, hiperemis (-)Normal, hiperemis (-)

Edema--

Dinding faringWarnaNormal, hiperemis (-)Normal, hiperemis (-)

PermukaanLicinLicin

TonsilUkuranT1T1

WarnaNormal, hiperemis (-)Normal, hiperemis (-)

PermukaanLicinLicin

Muara kriptiTidak adaTidak ada

DetritusTidak adaTidak ada

EksudatTidak adaTidak ada

KGBTidak teraba

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Swab telinga untuk dilakukan kultur dan uji resistensi guna mengetahui jenis kuman penyebab dan sensibilitas terhadap antibiotik

E. DIAGNOSIS Diagnosis Kerja: Otitis Media Akut stadium supuratif AS Diagnosis banding: Otitis Media Akut stadium Perforasi AS Otitis Eksterna Difus AS

Tatalaksana Pembersihan liang telinga dengan suction Pemberian obat cuci telinga dengan H2O2 Tab. Ciprofloxacin 2x500 mg Tab. ibuprofen 3x500 mg Edukasi: Jaga kebersihan telinga,hindari mengorek ngorek telinga

F. PROGNOSISQuo ad vitam: bonamQuo ad sanam: bonam

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

A. OTITIS MEDIA

1. Definisi dan Klasifikasi

Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,

tuba Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif, di mana masing-masing memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis media adhesiva (Djaafar, 2007).

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi perforasi membran timpani. Pada pemeriksaan otoskopik juga dijumpai efusi telinga tengah (Buchman, 2003). Terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi telinga tengah ditandai dengan membengkak pada membran timpani atau bulging, mobilitas yang terhad pada membran timpani, terdapat cairan di belakang membran timpani, dan otore (Kerschner, 2007).

Gambar 1. Skema Pembagian Otitis Media

Gambar 2. Skema Pembagian Otitis Media Berdasarkan Gejala

Etiologi

1. Bakteri

Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian, 65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong sebagai non-patogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti oleh

Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella catarhalis (10-15%). (Kerschner, 2007)

2. Virus

Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau

bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus, atau adenovirus

(sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu mekanisme farmakokinetiknya (Kerschner, 2007).

Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik, status sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu formula, lingkungan merokok, kontak dengan anak lain, abnormalitas kraniofasialis kongenital, status imunologi, infeksi bakteri atau virus di saluran pernapasan atas, disfungsi tuba Eustachius, inmatur tuba Eustachius dan lain-lain (Kerschner, 2007).

Faktor umur juga berperan dalam terjadinya OMA. Peningkatan insidens OMA pada bayi dan anak-anak kemungkinan disebabkan oleh struktur dan fungsi tidak matang atau imatur tuba Eustachius. Selain itu, sistem pertahanan tubuh atau status imunologi anak juga masih rendah. Insidens terjadinya otitis media pada anak laki-laki lebih tinggi dibanding dengan anak perempuan Faktor genetik juga berpengaruh. Status sosioekonomi juga berpengaruh, seperti kemiskinan, kepadatan penduduk, fasilitas higiene yang terbatas, status nutrisi rendah, dan pelayanan pengobatan terbatas, sehingga mendorong terjadinya OMA pada anak-anak.. Otitis media merupakan komplikasi yang sering terjadi akibat infeksi saluran napas atas, baik bakteri atau virus (Kerschner, 2007).

Gejala Klinis

Gejala klinis otitis mediatergantung pada stadium penyakit dan umur pasien :1. Biasanya gejala awal berupa sakit telinga tengah yang berat dan menetap.2. Biasa tergantung gangguan pendengaran yang bersifat sementara.3. Pada anak kecil dan bayi dapat mual, muntah, diare, dan demam sampai 39,50Derajat Celcius, gelisah, susah tidur diare, kejang, memegang telinga yang sakit. 4. Gendang telinga mengalami peradangan yang menonjol. 5. Keluar cairan yang awalnya mengandung darah lalu berubah menjadi cairan jernih dan akhirnya berupa nanah (jika gendang telinga robek).6. Membran timpani merah, sering menonjol tanpa tonjolan tulang yang dapat dilihat.7. Keluhan nyeri telinga (otalgia), atau rewel dan menarik-narik telinga pada anak yang belum dapat bicara.8. Anoreksia (umum).9. Limfadenopati servikal anterior

Patogenesis OMA

Pathogenesis OMA dimulai oleh infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi. Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius.

Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. Faktor intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius, sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan hipertrofi adenoid (Kerschner, 2007).

Stadium OMA

OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium, bergantung

pada perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba Eustachius, stadium hiperemis atau stadium pre-supurasi, stadium supurasi, stadium perforasi dan stadium resolusi (Djaafar, 2007).

Gambar 2.5. Membran Timpani Normal

1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius

Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai oleh retraksi

membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani negatif di dalam telinga tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi membran timpani terjadi dan posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi pada tuba

Eustachius juga menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi, membran timpani kadang-kadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

2. Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasi

Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang

ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang sulit terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berpanjangan sehingga terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi berlaku di telinga tengah dan membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai dengan satu hari (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

Gambar 2.6. Membran Timpani Hiperemis

3. Stadium Supurasi

Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen atau bernanah

di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema pada mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar.

Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat disertai muntah dan kejang.Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot.

Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani mungkin tidak menutup kembali jikanya tidak utuh lagi (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

Gambar 2.7. Membran Timpani Bulging dengan Pus Purulen

4. Stadium Perforasi

Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman.

Universitas Sumatera Utara

Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak.

Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

Gambar 2.8. Membran Timpani Peforasi

5. Stadium Resolusi

Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah.

Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul.(Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

Diagnosis

Kriteria Diagnosis OMA

Menurut Kerschner (2007), kriteria diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut, yaitu:

1. Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.

2. Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas atau tidak ada gerakan pada membran timpani, terdapat bayangan cairan di belakang membran timpani, dan terdapat cairan yang keluar dari telinga.

3. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau erythema pada membran timpani, nyeri telinga atau otalgia yang mengganggu tidur dan aktivitas normal.

Menurut Rubin et al. (2008), keparahan OMA dibagi kepada dua kategori, yaitu ringan-sedang, dan berat. Kriteria diagnosis ringan-sedang adalah terdapat cairan di telinga tengah, mobilitas membran timpani yang menurun, terdapat bayangan cairan di belakang membran timpani, membengkak pada membran timpani, dan otore yang purulen. Selain itu, juga terdapat tanda dan gejala inflamasi pada telinga tengah, seperti demam, otalgia, gangguan pendengaran, tinitus, vertigo dan kemerahan pada membran timpani. Tahap berat meliputi semua kriteria tersebut, dengan tambahan ditandai dengan demam melebihi 39,0C, dan disertai dengan otalgia yang bersifat sedang sampai berat.

Pengobatan

Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis media adalah untuk menghindari komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba Eustachius, menghindari perforasi membran timpani, dan memperbaiki sistem imum lokal dan sistemik (Titisari, 2005).

Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun atau HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak yang berumur atas 12 tahun pada orang dewasa. Sumber infeksi harus diobati dengan pemberian antibiotik (Djaafar, 2007).

Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi tehadap penisilin, diberikan eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam empat dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis (Djaafar, 2007).

Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur (Djaafar, 2007).

Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3% selama 3 sampai dengan 5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10 hari (Djaafar, 2007).

Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila keadaan ini berterusan, mungkin telah terjadi mastoiditis (Djaafar, 2007).

Komplikasi

Sebelum adanya antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi, mulai dari abses subperiosteal sampai abses otak dan meningitis. Sekarang semua jenis komplikasi tersebut biasanya didapat pada otitis media supuratif kronik. Mengikut Shambough (2003) dalam Djaafar (2005), komplikasi OMA terbagi kepada komplikasi intratemporal (perforasi membran timpani, mastoiditis akut, paresis nervus fasialis, labirinitis, petrositis), ekstratemporal (abses subperiosteal), dan intracranial (abses otak, tromboflebitis).

BAB IVPEMBAHASAN

Resume Kasus Anamnesis; Tn.C, 54 tahun, dating ke poliklinik THT RSUD dr. M. Yunus Bengkulu dengan keluhan keluar cairan dari telinga kiri sejak 5 hari yang lalu. Cairan yang keluar dari telinga kiri berwarna putih kekuningan,kental dan berbau. Awalnya pasien mengaku keluhan didahului oleh rasa gatal pada telinga sejak 1 minggu yang lalu , setelah itu pasien mengaku sering mengorek-ngorek telinganya menggunakan cotton bud. Karena keluhannya tersebut pasien merasa penuh di telinga kirinya dan pasien juga mengeluh pendengarannya juga berkurang. Keluhan ini baru pertama kali dirasakan. Pasien juga mengeluh adanya nyeri telinga bagian dalam dan juga merasakan telinga kirinya tersebut kadang kadang seperti berdenging. Riwayat panas badan disertai batuk pilek dirasakan sejak 1 minggu sebelum keluar cairan dari telinga. Nyeri telinga dan panas badan dirasakan berkurang setelah keluar cairan dari telinga. Tidak ada keluhan pada telinga kanan pasien. Keluhan sakit tenggorokan,nyeri menelan, suara sengau, benjolan di leher disangkal

Pemeriksaan Fisik: untuk menegakkan diagnosis otitis media dilakukan pemeriksaan otoskopi. Ditemukan adanya pengeluaran sekret berwarna putih kekuningan yang mukopurulen pada meatus akustikus eksterna dan berbau, membran timpani sulit dinilai. Pada palpasi ditemukan nyeri tekan tragus dan mastoid. Kemungkinan stadium otitis medianya adalah stadium supuratif.

Pemeriksaan PenunjangSwab telinga untuk dilakukan kultur dan uji resistensi guna mengetahui jenis kuman penyebab dan sensibilitas terhadap antibiotikDiagnosis Diagnosis Kerja: Otitis Media Akut stadium supuratif AS Diagnosis banding: Otitis Media Akut stadium Perforasi AS Otitis Eksterna Difus AS

Tatalaksana Pembersihan liang telinga dengan suction Pemberian obat cuci telinga dengan H2O2 Tab. Ciprofloxacin 2x500 mg Tab. ibuprofen 3x500 mg Edukasi: Jaga kebersihan telinga,hindari mengorek ngorek telinga

DAFTAR PUSTAKA

Djaafar ZA, Helmi dan Restuti RD (2007). Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Edisi Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI Snell Richard S (2006). Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, Edisi Ke-6. Jakarta: EGC, p. 803. Donaldson JD (2010). Acute Otitis Media, eMedicine. Available from: http://www.emedicine.medscape.com. [ Accessed August 29, 2014] Adams, Boies, Higler (2012). BOIES; Buku Ajar Penyakit THT, Edisi Ke-6. Jakarta: EGC, pp: 240-258.