Top Banner
Laporan Kasus Tinea Kapitis Tipe Kerion Disusun Oleh: Rizki Novrildawati Izar Azwar Pembimbing: Sitti Hajar BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA 1
48

Laporan Kasus Rizki Novrildawati

Sep 07, 2015

Download

Documents

Rizki

tinea kapitis
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Laporan Kasus

Tinea Kapitis Tipe Kerion

Disusun Oleh:

Rizki Novrildawati

Izar Azwar

Pembimbing:

Sitti Hajar

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA

RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

2015

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.

Shalawat beserta salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman islamiyah, juga kepada sahabat dan keluarga beliau.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Sitti Hajar, Sp. KK yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penyusunan laporan kasus ini dan para dokter di bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin yang telah memberikan arahan serta bimbingan hingga terselesaikannya laporan kasus ini.

Tidak ada kata sempurna dalam pembuatan sebuah laporan kasus. Keterbatasan dalam penulisan maupun kajian yang dibahas merupakan beberapa penyebabnya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan terhadap laporan kasus ini demi perbaikan di masa yang akan datang.

Banda Aceh, Februari 2015

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDULi

KATA PENGANTARii

DAFTAR ISIiii

PENDAHULUAN...................................................................................1

TINJAUAN PUSTAKA3

Definisis3

Epidemiologi3

Etiologi3

Patofisiologi5

Gejala Klinis8

Diagnosis Banding11

Diagnosis12

Tatalaksana14

Prognosis17

LAPORAN KASUS18

DISKUSI KASUS.............................................................................22

DAFTAR PUSTAKA25

LAMPIRAN27

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Spesies jamur penyebab dari tipe tinea kapitis4

Tabel 2. Diagnosis banding pada tinea kapitis12

Tabel 3. Pengobatan untuk tinea kapitis14

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Mekanisme Infeksi Jamur8

Gambar 2. Lesi Gray Pacth9

Gambar 3. Lesi Black Dots9

Gambar 4. Lesi Kerion10

Gambar 5. Lesi Favosa11

PENDAHULUAN

Tinea (Dermatofitosis) merupakan infeksi yang disebabkan oleh jamur, yang dapat melekat pada jaringan yang mengadung kreatinin, kreatinin pada jaringan tersebut akan dijadikan sebagai sumber nutrisi oleh jamur.1 Jamur biasanya dapat berkolonisasi pada jaringan seperti stratum korneum pada epidermis (superficial), rambut, dan kuku. Berdasarkan lokasi lesi tinea dapat dibagi menjadi tinea kapitis, tinea barbae, tinea faciei, tinea corporis, tinea manus, tinea cruris, dan tinea pedis.2

Tinea kapitis merupakan infeksi jamur pada daerah kepala serta rambut, penyebab dari tinea kapitis oleh jamur dengan genus Microsporum, Trichophyton dan Epidermophyton, kecuali spesies T.Consentricum. Jamur yang tersering menyebabkan tinea adalah T.Tonsurans dan M.Canis.2 Tinea kapitis ini bukan merupakan penyakit yang mengancam kehidupan, namun akan membuat kualitas hidup menurun, oleh karena rasa gatalnya yang menganggu aktifitas maupun karena aloplesi akibat scar yang merupakan komplikasi dari tinea kapitis tipe kerion akan mengurangi rasa percaya diri.

Tinea kapitis tersebar di seluruh dunia, namun insiden yang pasti tidak diketahui. Insidensi tinea tinggi pada daerah Afrika, Asia dan Eropa Tenggara. Di Amerika Serikat dan Eropa Barat insidennya rendah.2 Penyakit infeksi jamur di kulit mempunyai prevalensi tinggi di Indonesia oleh karena negara kita beriklim tropis dan kelembapannya tinggi angka insidensi dermatofitosis pada tahun 1998 yang tercatat melalui Rumah Sakit Pendidikan Kedokteran di Indonesia sangat bervariasi, dimulai dari presentase terendah sebesar 4,8 % (Surabaya) hingga presentase tertinggi sebesar 82,6 % (Surakarta) dari seluruh kasus dermatomikosis.3 Prevalensi tinea kapitis pada anak-anak dengan usia berkisar antara 3 tahun hingga 14 tahun lebih tinggi, dari pada tinea kapitis pada usia dewasa. Pada infeksi mikrosporum lebih sering pada anak dengan usia 3-7 tahun dan jarang terjadi pada dewasa dan remaja hal ini disebabkan oleh akibat perubahan kimiawi dari kelejar sebum serta personal hygiene pada usia dewasa maupun remaja lebih terjaga.1 Infeksi Trichophyton sering terjadi pada anak-anak namun bisa terjadi pada pasien dewasa maupun remaja namun insidensi nya lebih tinggi pada anak-anak. Penyakit ini banyak diderita oleh orang-orang yang kurang menjaga kebersihan dan banyak bekerja ditempat panas, banyak berkeringat serta kelembapan kulit yang lebih tinggi.4

Pada masa kini banyak obat pilihan yang digunakan untuk pengobatan tinea baik dari pengobatan antifungal konvensional maupun pengobatan antifungal terbaru. Pada pengobatan tinea yang efektif perlu diperhatikan masalah faktor imun dari pasien, faktor lingkungan dan agen penyebab. Pengobatan yang digunakan pada tinea kapitis berupa anti fungal sistemik. Pilihan terapi pada tinea kapitis barupa griseofulvin, fluconazole, itraconazole, dan terbinafine.5

Selain mengobati penyakit dengan pengobatan farmakologis pada tinea juga perlu dilakukan langkah pencegahan. Langkah pencegahan pertama yang dilakukan adalah pencegahan transmisi dari jamur dari pasien ke orang lain. Selain pencegahan transmisi kita juga harus menjaga personal hygiene . Pada anak-anak maupun remaja transmisis tersering dari jamur penyebab tinea adalah melalui binatang sperti anjing dan kucing serta kebiasaan saling menukar barang berupa topi, sisir dan lainya. 6

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Tinea kapitis merupakan infeksi jamur pada daerah kepala serta rambut, penyebab dari tinea kapitis oleh jamur dengan spesies Microsporum, Trichophyton dan Epidermophyton. Jamur yang tersering menyebabkan tinea adalah T.Tonsurans dan M.Canis.1

Epidemiologi

Insidensi dari tinea kapitis sendiri untuk saat ini belum dapat ditentukan secara pasti, namun prevalensi terbanyak dari tinea kapitis terjadi pada usia 3-14 tahun hal ini mungkin berkaitan dengan personal hygiene serta faktor kimawi dari kelanjar sebum, faktor kelembapan yang tinggi. Insidensi tinea kapitis lebih tinggi pada negara dengan iklim yang tropis seperti negara Afrika, Asia dan Eropa Tenggara. Sedangkan pada daerah Amerika Serikat dan Eropa Barat insidennya rendah. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin insidensi terjadinya tinea kapitis lebih tinggi pada laki-laki dari pada wanita dengan perbandingan angka kejadian 5:1. 2

Etiologi

Penyebab dari tinea adalah jamur dari genus Microsporum, Trichophyton dan Epidermophytoni. Namun penyebab dari tinea kapitis yang tersering dari spesies T.Tonsurans dan M.Canis.1 Budimulja melaporkan penyebab dermatofitosis yang dapat dibiakkan di jakarta adalah T.rubrum 57,6 %, Epidermophyton floccosum 17,5%, M.canis 9,2%, T. Mentagrophytes 9%, M. gypseum, M. tonsurans, Candida albicans, C. parapsilosis, C. guilliermondii, Penicillium dan Scopulariopsis.4

Berdasarkan gejala yang timbul tinea dapat di klasifikasikan menjadi Tinea kapitis tipe inflamatory, tinea kapitis tipe non-inflamatory, tinea kapitis tipe black dots dan tinea kapitis tipe favus.1

Tabel 1. Spesies jamur penyebab dari tipe tinea kapitis1

Spesies jamur penyebab dari tipe tinea kapitis

Inflamtory

Non-inflamatory

Black dots

Favus

Microssporum audoilini

M. canis

M. gypseum

M. nanum

T. mentagrophyte

T. schoenleinii

T. tonsurans

T. verrucosum

M. audoilini

M. canis

M. ferrugineum

T. tonsurans

Trichophyton tonsurans

T. violanceum

M. gypseum

T. schoenienii

T. violaceum

Satu spesies jamur dapat menimbulkan manifestasi klinis yang berbeda

Faktor-faktor yang memegang peranan untuk terjadinya dermatomikosis adalah iklim yang panas, kebersihan yang kurang, adanya sumber penularan di sekitarnya, gizi ,keadaan hormonal, usia, kerusakan barrier kulit, kerusakan barrier mukosa, penggunaan antibiotik, steroid dan sitostatika yanng meningkat, penyakit kronis dan penyakit sistemik lainnya.4

1. Faktor usia dan jenis kelamin, diketahui bahwa angaka kejadian dari tinea kapitis berbeda dari segi usia maupun jenis kelamin, secara umum hal ini dapat disebabkan oleh karena faktor paparan dari agent dan faktor imunitas serta faktor produksi dari kelenjar sebum dari host. 7

2. Faktor endokrin dan metabolik, angka kejadian dari tinea meningkat pada pasien diabetes mellitus (DM) serta pada pasien malnutri maupun pasien obesitas. Pada pasien malnutrisi dan DM terjadi peningkatan dari insidensi oleh karena sistem pertahanan tubuh yang pada pasien tersebut rendah. 7

3. Faktor temperatur, infeksi jamur akan mengingkat pada suhu udara yang cenderung tinggi, hal ini disebabkan oleh kerena peningkatan dari kelembab tubuh. Jamur cenderung tumbuh pada area atau daerah dengan kelembapan yang tinggi karena pada kelembapan tinggi akan memudahkan jamur untuk malakukan penetrasi pada kulit.7

Penularan juga dapat terjadi melalui kontak langsung dengan individu yanng terinfeksi atau tidak langsung melalui benda yang mengandung skuama terinfeksi misalnya handuk, lantai kamar mandi, tempat tidur hotel, bantal, sprei, sisir dan lain-lain.4

Patofisiologi

Ada 3 (tiga) cara penularan pada dermatofitosis, yaitu :

A. Antropofilik (dari manusia ke manusia) Spesies antropofilik (E. floccosum, M. audouinii, M. ferrugineum, T. mentagrophytes var. interdigitale = T. interdigitale, T. rubrum, T. tonsurans) mengakibatkan reaksi radang ringan dan kronis/kambuh - kambuhan.8B. Zoofilik (dari binatang ke manusia)Spesies Zoofilik (M. Canis pada anjing dan kucing, T. Mentagrophytes var. Mentagrophytes = T. Mentagrophytes pada binatang mengerat) mengakibatkan reaksi radang hebat/akut, sembuh jarang kambuh.8C. Geofilik (dari tanah ke manusia)Spesies Geofilik (M. Gypseum) mengakibatkan reaksi radang hebat/akut, sembuh jarang kambuh.8

Untuk dapat menimbulkan suatu penyakit, jamur harus dapat mengatasi pertahanan tubuh non spesifik dan spesifik. Jamur harus mempunyai kemampuan melekat pada kulit dan mukosa pejamu, serta kemampuan untuk menembus jaringan pejamu, dan mampu bertahan dalam lingkungan pejamu, menyesuaikan diri dengan suhu dan keadaan biokimia pejamu untuk dapat berkembang biak.8

Terjadinya infeksi terhadap tubuh jamur melalui 3 fase yaitu :

1. Fase perlekatan (adhesi)

Perlekatan artrokonidia pada jaringan keratin tercapai maksimal setelah 6 jam, dimediasi oleh serabut dinding terluar dermatofit yang memproduksi keratinase (keratolitik) yang dapat menghidrolisis keratin dan memfasilitasi pertumbuhan jamur ini di stratum korneum. Dermatofit juga melakukan aktivitas proteolitik dan lipolitik dengan mengeluarkan serine proteinase (urokinase dan aktivator plasminogen jaringan) yang menyebabkan katabolisme protein ekstrasel dalam menginvasi pejamu.8

2. Fase penetrasi

Pada fase ini spora harus tumbuh dan menembus masuk stratum korneum dengan kecepatan melebihi proses deskuamasi. Proses penetrasi menghasilkan sekresi proteinase, lipase, dan enzim musinolitik, yang menjadi nutrisi bagi jamur. Diperlukan waktu 46 jam untuk germinasi dan penetrasi ke stratum korneum setelah spora melekat pada kreatinin.8

3. Respon imun host

Terdiri dari dua mekanisme, yaitu imunitas alami yang memberikan respons cepat dan imunitas adaptif yang memberikan respons lambat.

a. Sel pertahanan nonspesifik (alami)

Sawar fisik kulit dan membrane mukosa, faktor kimiawi dari serum dan sekresi kulit berperan sebagia imunitas nonspesifik. Struktur, keratinisasi, dan proliferasi epidermis, bertindak sebagai barrier terhadap masuknya dermatofit. Stratum korneum secara kontinyu diperbarui dengan keratinisasi sel epidermis sehingga dapat menyingkirkan dermatofit yang menginfeksinya. Proliferasi epidermis menjadi benteng pertahanan terhadap dermatofitosis, termasuk proses keradangan sebagai bentuk proliferasi akibat reaksi imun yang dimediasi sel T. Efektor utama imunitas nonspesifik terhadap jamur adalah netrofik dan makrofag. Adanya akumulasi netrofil di epidermis, secara makroskopi berupa pustul, secara mikroskopis berupa mikroabses epidermis yang terdiri dari kumpulan netrofil di epidermis, dapat menghambat pertumbuhan dermatofit melalui mekanisme oksidatif. Netrofil diduga melepas bahan antifungisidal seperti ROI (Reactive Oxygen Intermediates) dan enzim lisosom serta memakan jamur untuk dibunuh intraseluler.8,9

b. Pertahanan spesifik

Imunitas nonspesifik kadang kurang efektif dalam membatasi pertumbuhan jamur pathogen. Lokasi infeksi dermatofit yang superfisial tetap dapat membangkitkan baik imunitas humoral maupun cell-mediated immunity (CMI). Pembentukan CMI yang berkorelasi dengan Delayed Type Hypersensitivity (DTH) biasanya berhubungan dengan penyembuhan klinis dan pembentukan stratum korneum pada bagian yang erinfeksi. Kekurangan CMI dapat mencegah suatu respon efektif sehingga berpeluang menjadi infeksi dermatofit kronis atau berulang. Respons imun spesifikini melibatkan antigen dermatofit dan CMI.8,9

Pertahanan utama dalam membasmi infeksi dermatofit adalah CMI, yaitu T cell-mediated DTH. Kekurangan sel T dalam sistem imun menyebabkan kegagalan dalam membasmi infeksi dermatofit. Reaksi DTH di mediasi oleh sel Th1 dan makrofag, serta peningkatan proliferasi kulit akibat respon DTH merupakan mekanisme terakhir yang menyingkirkan dermatofit dari kulit melalui deskuamasi kulit. Respon sel Th1 yang ditampilkan dengan ciri pelepasan interferon gamma (IFN- ), ditengarai terlibat dalam pertahanan pejamu terhadap dermatofit dan penampilan manifestasi klinis dalam dermatofitosis. 8

Gambaran klinis yang bervariasi pada infeksi dermatofit merupakan hasil dari kombinasi kerusakan jaringan kreatin secara langsung oleh karena dermatofit, dan proses keradangan akibat respon pejamu.8

Gambar 1. Mekanisme infeksi jamur, (A) dermatofit (titik dan garis merah) memasuki stratum korneum dengan merusak lapisan tanduk dan juga menyebabkan respons radang (titik hitam sebagai sel-sel radang) yang berbentuk eritema, papula, dan vasikulasi. Sedangkan pada trikhomikosis pada batang rambut (B), ditunjukkan titik merah, menyebabkan rambut rusak dan patah, jika infeksi berlanjut sampai ke folikel rambut, akan memberikan respons radang yang lebih dalam, ditunjukkan titik hitam, yang mengakibatkan reaksi radang berupa nodul, pustulasi folikel,dan pembentukan abses. (8)

Gejala Klinis

Berdasarkan gejala klinis tinea kapitis dapat dibagi menjadi tinea kapitis tipe inflamatory dan non-inflamatory. Untuk tipe non-inflamatory dapat dibagi menjadi tinea kapitis tipe gray pacth dan black dot, sedangkan untuk tipe inflammatory dapat dibagi menjadi tinea kapitis tipe kerion dan favosa. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing tipe tinea :

1. Tinea kapitis tipe gray pacth

Gray patch merupakan tinea kapitis yang disebabkan oleh genus Mycosporum dan biasa sering terjadi pada anak-anak. Pada tinea jenis ini akan tampak lesi papul merah yang kecil disekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak yang menjadi pucat dan bersisik. Warna rambut akan menjadi abu-abu dan tidak berkilau lagi. Rambut akan mudah dicabut dan mudah patah. Jika semua rambut pada daerah tersebut terserang jamur maka akan terbentuk alopesia setempat. Pada temapat-tempat inilah yang membentuk gray pacth.10

Gambar 2. Lesi gray pacth, tanda panah menunjukkan gray pacth tampak adanya alopesia

Selain dari lesi tersebut pasien juga mengeluhakan adanya rasa gatal pada daerah lesi. Pada tinea kapitis ini hanya terjadi peradangan ringan. Pada pemeriksaan wood lamp akan dilihat floresensi hijau kekuningan pada daerah pacth.10

2. Tinea kapitis tipe black dot

Tinea kapiti tipe ini terutama disebabkan oleh Trichophyton tonsurans dan T. violaceum. Pada permulaan penyakit gambaran klinisnya menyerupai kelainan yang disebabkan oleh genus microsporum. Rambut yang terkena infeksi patah, tepat pada muara folikel dan yang tertinggal adalah ujung rambut yang penuh spora. Ujung rambut hitam didalam folikel rambut ini memberi gambaran yang khas yaitu black dot.1

Gambar 3. Lesi Black dot, tanda panah menujukkan black dot

3. Tinea kapitis tipe kerion

Kerion merupakan tinea dengan reaksi peradangan yang berat, berupa pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan reaksi radang disekitrarnya. Kerion merupakan reaksi hipersenstifitas terhadap jamur, reaksi hipersenstifitas akibat dari cell-T-mediatied hypersensitivity.1,11

Lesi kerion akan terasa sangat gatal dan nyeri. Mulanya lesi hanya berupa furunkel kecil yang dalam waktu singkat membesar, selain itu juga dapat ditemukan lesi dengan berisi pus yang dapat pecah membentuk krusta. Kerion dapat meyebabkan rambut mudah dicabut dan patah sehingga dapat membentuk alopesia, aloplesi pada kerion biasanya berbentuk permanen. Selain terbentuk lesi pada kepala pada tipe kerion bias ditemukan adanya limfadenopati, demam serta dapat membentuk lesi yang berupa tonjolan pada kulit yang membentuk boggy mass.1,5

Gambar 4. Lesi kerion, tampak adanya limfadenopati dan tampak gambaran papul diatas macula eritematose

Penyebab kerion dapat diakibatkan oleh jamur zoofilik atau geofilik Kerion (Zoofilik) dapat disebabkan oleh M. Canis, pada kasus ini temapt terjadi peradangan berat serta, lampu Wood akan memberi floresensi hijau terang. Sedangkan jika penyebabnya T. mentagrophytes dan T. Verrucosum akan bermanifestasi kerion celsi, nyeri, rambut mudah putus, lampu Wood tidak memberi perubahan warna.7 Pada kerion zoofilik sering muncul reaksi hipersensitivitas yang berat mungkin dikarenakan adaptasi kita terhadap jamur zoofilik sangat kurang.11 Pada kerion dengan androfilik maka lesi tidak akan segera muncul, lesi akan muncul beberapa hari atau minggu setelah terinfeksi kecuali penderitan sangat sensitive sehingga dapat menimbulkan gejala hipersensitivitas dengan segera dan berkembang menjadi kerion.12

Pada tinea tipe ini sering terjadi kesalahan diagnosis, karena pada kerion lesi yang ditimbulkan sangat mirip dengan lesi yang ditimbulkan oleh infeksi bakteri. Sebaikknya dilakukan penanganan sesegera mungkin karena efek dari inflamasi dan infeksi dari jamur akan membentuk scar sehingga akan terjadi alopesia permanen.7,11 Scar sendiri terbentuk akibat infeksi dari jamur ini dapat merambat lebih dalam dari pada infeksi jamur lain. Infeksi dapat mencapai hingga folikel rambut. Pengobatan dapat segera dilakukan jika sudah terdapat tanda cardinal dari tinea jenis ini yaitu adanya alopesia, limfadenopati dan scale.13

4. Tinea kapitis tipe favosa

Favosa merupakan tinea kapitis yang bertipe inflamtory yang disebabkan oleh jamur T. schoenleinii, tinea jenis ini sering terjadi pada Afrika utara dan Negara Timur tengah.13 Tinea ini merupakan gejala dari reaksi inflamasi kronis pada kulit kepala, kuku dan kulit yang tidak berambut. Lesi pada tinea ini ditandai dengan krusta kekuningan yang tebal serta rambut tampak kering.1 Selain itu pada tinea ini akan membentuk scar atrofi yang akan berubah menjadi mulus, berkilau, tipis serta membentuk pacth dengan warna putih kertas.2

Gambar 4. Lesi Favosa, tanda panah menjukkan lesi krusta berwarna kekuningan yang tebal

Diagnosis Banding

Tinea kapitis dapat didiagnosis banding dengan beberapa kelainan kulit lain berdasarkan lesi yang ditimbulakan, berikut ini tabel diagnosis banding dari tinea kapitis :

Tabel 2. Diagnosis banding pada tinea kapitis1

Penyakit

Lesi yang dihasilkan sangat menyerupai tinea kapitis

Dermatitis seboroik

Dermatitis atopic

Impentigo pustutular

Plak psoriasis

Folikulitis

Lesi yang dihasilkan menyerupai tinea kapitis

Alopesia areata

Thricotilomania

Pseudopelade

Lesi yang hampir menyerupai tinea kapitis

Sifilis

Lupus Eritematous

Pada tinea kapitis dapat didiagnosis bandingkan dengan dermatitis seboroik, dimana lesi dari dermatitis seboroik yaitu lesi macula eritematous menyerupai pada tinea kapitis namun pada dermatitis seboroik lesi makula lebih tersebar merata, serta adanya lesi seboroik pada tempat-tempat predileksi lain dapat membantu diagnosis.10

Lesi yang ditimbulkan oleh impentigo krustosa hampir menyerupai pada lesi tinea kapitis yaitu adanya pustula yang pencah menjadi krusta kekuningan, namun pada impentigo tidak ditemukan adanya keluhan rambut yang gampang patah. Lesi pada tinea kapitis juga sulit dibedakan dengan lesi dari folikulitis ataupun karbunkel walaupun pada karbunkel keluhan nyeri dan gatal tidak terlalu kentara. Pada psoriasi pada kulit kepala berambut biasanya disertai kelainan ditempat lain sehingga dapat memberi pengarahan ke diagnosis yang baik.10

Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis dari tinea kapitis selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik serta penilaian lesi maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa :

1. Lampu wood

Pemeriksaan lampu wood digunakan untuk menilai floresensi dari jamur sendiri. Masing-masing jenis jamur akan memberikan floresensi yang berbeda tergantung dari pH yang dihasilkan saat jamur melakukan interaksi dengan jaringan tertama rambut. Pada jamur M. audouinii, M. canis, M. ferrugineum, M. distortum, dan T. schoenleinii akan menghasilkan floresensi berwarna hijau kekuningan. Endothrix berspora besar (yang terdiri dari T. tonsurans and T. violaceum) serta T. verrucosum (spore ectothrix) tidak memberi perubahan warna pada floresensi.2,7

2. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan Mikroskopis

Pemeriksaan laboriatorium mikroskopis digunakan untuk menilai hifa dari jamur. Pemeriksaan laboratorium menggunakan KOH 10-20 % yang akan diteteskan pada jaringan yang akan dilakukan penilaian jaringannya dapat berupa rambut, kulit dan kuku. Pada pemeriksaan Rambut bisanya digunakan KOH 10-20 % Fungsi KOH disini adalah sebagai keratolitik. Pada kasus tinea kapitis maka jaringan yang akan diambil berupa rambut.2 Pada mikroskop kita dapat melihat bentuk hifa yang beragam seperti bentuk hifa yang bercabang, hifa yang membentuk filamen dan hifa yang berseptal. Pada tinea kapitis biasanya akan ditemukan gambaran rambut yang dilapisi oleh spora jamur dan gambaran hifa yang berseptal. Pada pemerikaan mikrsokop kita harus dapat membedakan hyfa dengan kapas maupun kain sintesis dari jenis mozaik, dan juga dari Kristal yang terbentuk dari debris kolesterol di epidermis.14

b. Kultur

Selain dilakukan pemeriksaan KOH, kita juga dapat melakukan kultur jamur pada lesi. Pada kultur rambut yang terinfeksi jamur maka dapat dilakukan penanaman jamur pada Sabouraud dextrose agar, Sabouraud agar dengan chloramphenicol, Mycosel agar, atau dermatophyte test medium (DTM).2

Tatalaksana

Dalam pengobatan tinea dapat digunakan obat antifungal sistemik berupa griseofulvin maupun intraconazole, kedua obat tersebut telah terbukti secara clinical trial efektif dalam pengobatan lini pertama tinea kapitis. Dalam penanganan tinea kapitis tidak dianjurkan untuk hanya menggunakan terapi topical saja, pengobatan tinea kaitis harus dikombinasi antara pengobatan topical dan sistemik. Terapi topical dapat membantu dalam mengurangi penyebaran spora dari jamur.13 Berikut ini adalah tabel dari pengobatan antifungal sistemik :

Tabel 3. Pengobatan untuk tinea kapitis

Obat

Griseofulvin

Fluconazole*

Itraconazole*

Terbinafine*

Dosis dewasa

Microsize 20-25 mg/kgbb/hari diberikan selama 8-12 minggu

Utramicrosize 15 mg/kgbb/hari diberikan selama

8-12 minggu5

200mg/hari selama 3-6 minggu5

5 mg/kgbb/hari atau 200mg/ hari selama 4 minggu pada M.canis diberiselama 6-8 minggu5

250 mg/hari selama 2-4 minggu pada M.canis diberi selama 6-8 minggu5

Dosis anak

Microsize 2025 mg/kg/hari atau Ultramicrosize

1015 mg/kg/hari diberi salama 6-12 minggu atau lebih selama hasil kultur negatif Trichophytoni.14

Dosis perhari: 56 mg/kgbb/hari selama 3-6 minggu

Dosis perminggu: 8 mg/kgbb

Sekali seminggu

Selama 812 minggu14

Capsul:

5 mg/kg/hari

tablet:

3 mg/kg/hari

Diberi selama 2-6 minggu dengan tappering off.14

1020 kg:

62.5 mg/hari

2040 kg:

125 mg/hari

>40 kg:

250 mg/hari

atau 45 mg/kg/hari lama pengobatan Trichophyton

spp.: 24 mgg

Microsporum spp.:

812 mgg14

Rekomendasi pada jenis jamur

Microsporum canis, Microsporum audouinii13

Microsporum canis, Microsporum audouinii13

Trichophyton tonsurans, Trichophyton violaceum, soudanense13

Griseofulvin merupakan antibiotik dari golongan Penicillium griseofulvum yang berkerja dalam menggangu pembentukan mikrotubulus di gelendong mitosis serta menghambat serta mencegah proses proliferasi dan mitosis dari jamur. Griseofulvin sangat efektif dalam pengobatan dari berbagai jenis spesies jamur yang menyebabkan tinea kapitis serta obat ini relatif aman untuk digunakan baik pada pasien dewasa maupun anak sehinggan membuat grisoefulvin menjadi obat pilihan dalam pengobatan tinea kapitis terutama pada pasien anak. Selain itu griseofulvin juga dapat menghambat proses inflamasi yang terjadi pada tinea kapitis tipe inflammatory dengan cara menurunkan regulasi ekspresi dari cell adhesion molecul pada leukosit dan sel endotel pembuluh darah.15

Efek samping dari griseofulvin jarang dijumpai, yang merupakan keluhan utama setelah pemakaian gliseofulvin adalah sefalgia yang didapati pada 15% penderita. Efek samping lainnya dapat berupa gangguan gastrointestinal seperti nausea, vomitus, dan diare. Obat ini juga bersifat fotosensitif dan dapat mengganggu funsi hepar.10

Jika terapi dari lini pertama pada tinea telah membuat gejala klinis dari tinea semakin membaik namun pada pemeriksaan masih terdapat spora maupun jamur penyebab tinea maka dapat diteruskan terapi hingga 2-4 minggu kedapan, namun jika dalam pengobatan lini pertama tidak memberi efek apapun maka kita dapat memilih terapi lini kedua dari pengobatan tinea. Jika dalam lini pertama digunakan terapi grisoefulvin maka pada lini kedua dapat menggunakan obat itraconazole, jika itraconazole telah dipilih dalam lini pertama pengobatan tinea kapitis maka untuk lini kedua dapat digunakan terbinafine pada infeksi jamur Trichophyton dan griseofulvin pada infeksi jamur Microsporum. 13

Obat topikal dapat diberikan pada kasus ini seperti Selenium sulphide 1%, zinc pyrithione, povidone iodide atau ketokonazole 2% yang diberikan secara pamakaian shampoo ataupun fungisidal kream atau losion. Terbinafine solution 0.01% efektif untuk membunuh arthroconidia.13,14 kream atau losion topikal dapat di oles sekali sehari selama satu minggu pada lesi sendangkan untuk shampoo digunakan 2 kali satu minggu selama 2-4 minggu cara penggunaan shampoo dianjurkan untuk shampoo dioles terlebih dahulu pada lesi kemudian tunggu hingga 5 menit sebelum dibilas. Shampoo dan kream dapat membantu dalam hal pencegahan dan menghambat penyebaran infkesi jamur dikulit yang sehat.2,14

Pada tinea jenis kerion jika telah terdapat tanda kardinal dari tipe ini dapat berupa alopesia, limfadenopati, maupun lesi pustule/skuama maka dapat lansung diberi terapi antifungal oral sambil menunggu konfirmasi dari hasil pemerikassan mikologi.13 Pada dasarnya untuk terapi tinea kapitis tipe kerion sama seperti tipe tinea kapitis lainnya, hanya saja pada tinea tipe kerion terkadang pengobatan selama 6-8 minggu tidak membunuh jamur secara keseluruhan maka dianjurkan untuk melanjutkan terapi selama 12-16 minggu.14 Untuk penggunaan anti-inflamasi pada jenis kerion untuk saat ini belum direkomendasikan, untuk mencegah reaksi hipersensitifitas atau reaksi inflamasi dari infeksi jamur lebih dianjurkan untuk menggunakan anti-fungal secara sistremik.13 Untuk krusta yang dihasilkan dari reaksi infeksi jamur disarankan untuk mengkompres menggunakan Nacl 0.9% atau air hangat selain untuk mengelupaskan krusta, Nacl 0.9% juga dapat membantu dalam mengurangi rasa gatal dan mencegah infeksi sekunder.2 Untuk pencegahan maupun pengobatan infeksi sekunder dari reaksi kerion maka dianjurkan untuk menggunakan antibiotik serta kream topikal yang mengandung anti-fungal yang juga mengadung antibiotik seperti mikonazole, klotrimazole dan ekonazole, selain dapat menyembuhkan dari infeksi terapi ini juga mengegah untuk pembentukan krusta yang baru.

Pada follow-up untuk tinea kapitis kita lebih melihat kepada hilangnya jamur pada pemeriksaan mikologi dari pada menilai perbaikan gejala klinis. Pada penderita tinea direkomdasikan untuk melakukan pemeriksaan mikologi setiap bulannya sampai terbukti bahwa penderita telah bebas dari jamur.13

Prognosis

Prognosis dari tinea kapitis sendiri adalah baik, jika kita meminum obat serta memakai obat secara teratur dan sesuai anjuran maka jamur penyebab tinea akan menghilang. Rekarensi pada tinea biasanya tidak terjadi jika kita menggunakan obat antifungal (gliseofulvin, intrakonazole, flukonazole, terbinafin) secara adekuat. Namun demikkian jika kita terekspose dengan orang yang terinfeksi jamur, karier jamur yang asimtomatik serta menggunakan benda yang telah terkontaminasi jamur maka akan meningkatkan kemungkinan relaps.2 Kita juga harus menjaga kebersihan diri serta jaga menjaga agar tubuh tidak terlalu lembab untuk mencegah terjadi nya infeksi jamur.

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama: An. BD

Umur : 11 Tahun

Jenis Kelamin: Perempuan

Berat Badan: 25 kg

Alamat: Lampaseh Kota

Pekerjaan: -

Status Pernikahan: Belum Menikah

HP/ Telp: 081361651968 (Hp. Ibu)

Nomor CM: 1-03-98-02

Tanggal Periksa: 13 Januari 2015

Anamnesis

Keluhan Utama: Bintil-bintil yang berisis nanah di kepala

Keluhan Tambahan: Rasa gatal daerah lesi , demam dan lemas

Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien mengeluh timbul bintil-bintil dikepala yang berisi nanah keluhan tersebut disertai rasa gatal yang sengat hebat, keluhan dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Awalnya bintil-bintil yang berisi nanah timbul satu-satu di kepala karena gatal pasien menggaruk nya sehingga membuat bintil-bimtil tersebut semakin banyak dan pecah, dan bintil yang peceh membentuk keropeng. Salain itu pasien juga mengeluhkan demam dan lemas.

Riwayat Penyakit Dahulu: Tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada keluarga yang menderita hal yang sama seperti pasien.

Riwayat Kebiasaan Sosial : Pasien mencuci rambut 3 kali satu minggu. Pasien mengaku sering memakai topi dan beberapa hari sebelum muncul keluhan pasien mengaku memakai topi yang telah diduduki oleh kucing.

Pemeriksaan Tanda Vital

Keadaan Umum:Baik

Kesadaran:Compos mentis

Frekuensi nadi: 80 kali/menit

Frekuensi nafas:20 kali/menit

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya pembersaran kelejar getah bening pada daerah leher pasien. Pemeriksaan mata, telinga, hidung, mulut, thoraks, abdomen dan ekstremitas tidak ditemukan adanya kelainan.

Pemeriksaan Fisik Kulit

1. Status Dermatologis

Regio: kapitis

Deskripsi Lesi: Terdapat pustul diatas kulit eritematus, berbatas tegas, tepi reguler, jumlah multipel, ukuran lentikuler sampai gutata, distribusi regional, diatasnya terdapat krusta dan erosi.

Gambar 5. Gambar lesi pada pasien. Pada gambar (A)tampak lesi pustul diatas kulit eritematous. Pada gambar (B) Tampak lesi krusta dan pustule.

Diagnosis Banding

1. Tinea Kapitis bentuk Kerion

2. Folikulitis

3. Dermatitis Seboroik

4. Impetigo Krustosa

5. Dermatitis Atopik

Pemeriksaan Penunjang

Uji klinis Lampu Wood : Pada uji lampu wood ditemukan adanya perubahan floresensi menjadi warna hijau terang

Pemeriksaan Anjuran Lanjutan

patch test dan prick test

Pemeriksaan laboratorium :

1. Kerokan Kulit (KOH)

2. Pemeriksaan Gram

3. Kultur

Resume

Pasien datang ke poli RSUDZA dibawa oleh orang tuanya dengan keluhan tumbuh bintil-bintil berisi nanah dan gatal di kepala. Awalnya hanya satu-satu akibat menggaruk karena gatal, bintil-bintil yang berisi nanah semakin banyak, kemudian pecah, dan ada juga yang sudah menjadi keropeng. Pasien juga merasakan demam dan lemas. Beberapa hari sebelum gejala muncul pasien mengaku memakai topi yang telah diduduki oleh kucing. Status dermatologi di regio capitis, terdapat lesi pustula di atas kulit eritematus, berbatas tegas, tepi reguler, ukuran lentikuler sampai gutata, distribusi regional, terdapat diatasnya krusta dan erosi.

Diagnosis Klinis

Tinea Kapitis tipe Kerion

Tatalaksana

Farmakoterapi

Sistemik: Griseofulvin 1x250 mg selama 6-8 minggu

Topikal: Kompres dengan NaCl 0.9 % selama 3-5 hari.

Thyamfenicol 2 % + Mikonazol nitrat 2 % kream

(dioles pada pagi, siang dan malam)

asam fusidat kream (dioles pada malam hari)

Ketoconazole shampoo dipakai 2 kali seminggu

Edukasi.

Menghindarkan suhu yang terlalu panas.

Menghindari untuk bertukar pakai barang seperti sisir, topi dan jelbab terutama ketika pasien masih terinfeksi oleh jamur

Menjaga kebersihan kulit kepala

Jangan menggaruk

Gunakan obat sesuai anjuran dan teratur.

Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad sanactionam: dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

DISKUSI KASUS

Telah diperiksa seorang anak perempuan berusia 11 tahun di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada tanggal 09 februari 2015. Pasien datang dengan keluhan timbul bintil-bintil merah berisi cairan nanah dengan disertai rasa gatal. Pasien mengaku awalnya bintil-bintil merah yang berisi nanah timbul satu-satu namun lama-kelamaan menjadi banyak. Pasien juga mengeluh rambut di daerah lesi mudah dicabut. Selain itu pasien juga mengeluhkan timbul demam dan lemas beberapa hari terakhir. Beberapa hari sebelum timbul gejala pasien mengaku memakai topi yang diduduki kucing.

Keluhan diatas disebabkan oleh infeksi dari jamur, Penyebab munculnya bintik-bintik yang berisi cairan nanah merupakan akibat dari reaksi pertahanan tubuh terhadap infeksi dari jamur. Pada saat jamur melekat pada stranum korneu maka reaksi dari tubuh kita pertama akan merangsang pengeluaran dari netrofil, dalam proses penanggilan netrofil akan menyebabkan terjadinya vasodilatasi pembuluh darah sehingga memberi kesan eritema pada kulit. Akibat dari vasodilatasi pembuluh darah maka permeabilitas pembuluh darah meningkat sehingga memudahkan ekstravasasi dari sel pertahanan tubuh ke jaringan yang terinfeksi, akibatnya terjadi akumulasi netrofil di jaringan, akumulasi dari netrofi pada jaringan akan membentuk papul. Terbentuknya pus atau nanah akibat dari reaksi penghacuran jamur oleh nertrofil dan akibt dari sel radang yang mati. Rambut mudah dicabut terjadi akibat jamur menyerang sel keratosit yang ada pada rambut yang menyebabkan rambut rusak dan patah. Jika infeksi berlanjut sampai ke folikel rambut, akan memberikan respons radang yang lebih dalam, ditunjukkan titik hitam, yang mengakibatkan reaksi radang berupa nodul, pustulasi folikel,dan pembentukan abses.8,9 Rasa gatal pada pasien dirasakan akibat kulit yang kering. Selain itu pasien juga mengaku memakai topi yang telah diduduki oleh kucing beberapa hari sebelum timbul gejala, hal tersebut mungkin merupaka penyebab dari infeksi jamur dari pasien kucing maupun anjing merupakan binatang yang sering menjadi transmisi dari infeksi jamur terutama yang jamur dengan spesies Microsoporum Canis, Var. Canis, Var. Distorum dan Trichophyton verrucosum.7 Menurut penelitian kucing merupakan karier yang asimptomatik yang biasanya sering menularkan jamur spesies M. canis penularannya bias melalui bulu yang ditinggal oleh kucing.6

Dari pemeriksaan fisik kulit didapatkan pustula diatas kulit eritematus, berbatas tegas dengan tepi reguler, ukuran lentikuler sampai gutata, jumlah multipel, distribusi regional, disertai erosi dan krusta. Black dot tidak ditemukan. Pemeriksaan lampu wood ditemukan fluoresensi warna hijau terang. Hal ini sesuai dengan cirri-ciri dari lesi yang disebabkan oleh tinea kapitis yang tipe kerion. Pada kerion biasanya akan ditemukan adanya lesi yang pada mulanya lesi hanya berupa furunkel kecil yang dalam waktu singkat membesar, selain itu juga dapat ditemukan lesi dengan berisi pus yang dapat pecah membentuk krusta. Penyebab kerion dapat diakibakan oleh jamur zoofilik atau geofilik Kerion (Zoofilik) dapat disebabkan oleh M. Canis, pada kasus ini dapst terjadi peradangan berat serta, lampu Wood akan memberi floresensi hijau terang. Sedangkan jika penyebabnya T. mentagrophytes dan T. Verrucosum akan bermanifestasi kerion celsi, nyeri, rambut mudah putus, lampu Wood tidak memberi perubahan warna. Dari pemeriksaan lampu wood dapat ditentukan bahwa kemungkinan penyebab dari tinea kapitis pada pasien adalah jamur yang berspesies M. canis.1,2,14 Namun untuk dapat menentukan spesies yang menjadi penyebab dari tinea pada pasien tetap harus dilakukan kultur.

Untuk mengakkan diagnosis dari tinea kapitis perlu dilakukan pemeriksaan KOH yang spesimennya akan diambil dari rambut yang berada di sekitar lesi serta kultur untuk menilai pertumbuhan jamur pada media kultur, untuk kultur spesimen rambut harus rambut yang dicabut hingga ke akarnya.2,7

Pada tinea jenis kerion jika telah terdapat tanda kardinal dari tipe ini dapat berupa alopesia, limfadenopati, maupun lesi pustule/skuama maka dapat lansung diberi terapi antifungal oral seperti glisoefulvin ataupun itrakonazole sambil menunggu konfirmasi dari hasil pemerikassan mikologi.13 Pada dasarnya untuk terapi tinea kapitis tipe kerion sama seperti tipe tinea kapitis lainnya, hanya saja pada tinea tipe kerion terkadang pengobatan selama 6-8 minggu tidak membunuh jamur secara keseluruhan maka dianjurkan untuk melanjutkan terapi selama 12-16 minggu.14 Untuk penggunaan anti-inflamasi pada jenis kerion untuk saat ini belum direkomendasikan, untuk mencegah reaksi hipersensitifitas atau reaksi inflamasi dari infeksi jamur lebih dianjurkan untuk menggunakan anti-fungal secara sistremik maupun topical yang memiliki antiinflamasi.1,13 Untuk krusta yang dihasilkan dari reaksi infeksi jamur disarankan untuk mengkompres menggunakan Nacl 0.9% atau air hangat selain untuk mengelupaskan krusta, Nacl 0.9% juga dapat membantu dalam mengurangi rasa gatal dan mencegah infeksi sekunder. Untuk pencegahan maupun pengobatan infeksi sekunder dari reaksi kerion maka dianjurkan untuk menggunakan antibiotik serta kream topikal yang mengandung anti-fungal yang juga mengadung antibiotik seperti mikonazole, klotrimazole dan ekonazole, selain dapat menyembuhkan dari infeksi terapi ini juga mengegah untuk pembentukan krusta yang baru.1,13,14

DAFTAR PUSTAKA

x

1.

Verna, S and Heffernan, MP. Superficial Fungal Infection: Dermatophytosis, onychomycosis, tinea nigra, piedra. in Wolff K, Goldsmith, LA, Katz, SI et al. Fitzpatrick's dermatology in general medicine. 7th ed. USA: The McGraw-Hill Companies; 2008. p. 1807-1820.

2.

James WD, Berger TG, Elston DM. Andrew's disease of the skin : clinical dermatology. 11th ed. USA: Elsavier; 2011. p. 287-290.

3.

Kanti E, Rahmanisa S.Tinea corporis with grade I obesity in women domestis worker age 34 years. Medula. 2014 juni; 2(4): p. 24-32.

4.

Riani E. Hubungan antara karakteristik demografi, gaya hidup dan perilaku pasien puskesmas di Jakarta Selatan dengan dermatofitosis. Faktor yang Mempengaruhi Insidens Diare. 2014 agustus; 2(2): p. 353-357.

5.

Dismukes W, Pappas P, Sobel J. Clinical mycologi. New york: oxford university press; 2003. p. 370-384.

6.

Nenoff P, Krger C, Gabriele GH, Tietz HJ. Mycology an update. part 1:dermatomycoses: causative agents epidemiology and pathogenesis. Journal of the German society of dermatology. 2013; 11: p. 188-210.

7.

Hay, RJ and Ashee HR. Mycology. In Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffi ths C. Rook's text books of dermatology. 8th ed. USA: Blackwell Publishing Ltd; 2010. p. 36.1-36.20.

8.

Kurniati , Rosita C. Etiopatogenesis dermatofitosis. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin. 2008 Desember; 20(3): p. 243-250.

9.

Baratawijaya KG, Rengganis I. Imunologi dasar. 9th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010. p.429-433.

10.

Budimulja, U. Mikosis. In Djuanda A. Ilmu Penyakit kulit dan kelamin. 6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI; 2011. p. 92-100.

11.

Brissos J, Gouveia C, Neves C, Varandas L. Remember kerion celsi. case report. Portugal: Hospital Dona Estefnia and Department of Pediatric, Department of Pediatrics; 2013. Report No.: 10.1136.

12.

Fernandes S, Amaro C, Martins ML, Inacio J, Araujo T, Vieira R, et al. Kerion causedby Microsporum audouinii in a child. case report. portugal: International Society for Human and Animal Mycology, Department of Dermatology and Venereology; 2013. Report No.: 1069-166.

13.

Fuller LC, Barton RC, Mustapa MFM, Proudfoot LE, Punjabi SP, Higgins EM. British Association of Dermatologists guidelines for the management of tinea capitis 2014. British Journal of Dermatology. 2014 juni; 171(6): p. 454463.

14.

Bennassar A, Grimalt R. Management of tinea capitis in childhood. Clinical, Cosmetic and Investigational Dermatology. 2010 July; 3: p. 8998.

15.

Pranteda G, Muscianesem M, Grimaldi M, Tuzi M, Pradega G, Fidanza L, et al.Pharmacology management og pediatric kerion celsi. Internasional Journal of Immunophatology and Pharmacology. 2013 october; 26(4): p. 955-958.

LAMPIRAN

Diagnosis banding

Definisi dan Manifestasi Klinis

Tipe Lesi

Distribusi Lesi

Tinea Kapitis Tipe Karion

Infeksi jamur pada daerah kepala serta rambut, penyebab dari tinea kapitis oleh jamur dengan spesies Microsporum, Trichophyton dan Epidermophyton, kecuali spesies T.Consentricum. Jamur yang tersering menyebabkan tinea adalah T.Tonsurans dan M.Canis

Mulanya lesi hanya berupa furunkel kecil yang dalam waktu singkat membesar, selain itu juga dapat ditemukan lesi dengan berisi pus yang dapat pecah membentuk krusta.

Biasanya terdapat pada kulit kepala

Dermatitis seboroik

Peradangan kulit pada daerah yang banyak mengandung kelenjar sebasea.

Lesi berupa makula eritematous yang ditutupi oleh papul milier berbatas tidak tegas dan skuama halus. Kadang ditemukan erosi dengan krusta yang sudah mengering berwarna kekuningan.

Biasa terdapat kulit kepala, belakang telinga, alis mata, ketiak, dada dan daerah suprapubis.

Folikulitis

Infeksi akut dari satu folikel rambut yang biasanya mengalami nekrosis disebabkan oleh staphylococcus aureus. Karbunkel adalah satu kelompok beberapa folikel rambut yang terinfeksi oleh staphylococcus aureus, yang disertai oleh keradangan daerah sekitarnya dan juga jaringan dibawahnya termasuk lemak di bawah kulit.

Mula - mula nodul kecil yang mengalami keradangan pada folikel rambut, kemudian menjadi pustule dan mengalami nekrosis dan menyembuh setelah pus keluar dan meninggalkan sikatrik

Dermatitis Atopi

Inflamasi kulit kronis residif yang umumnya sering terjadi pada masa bayi dan anak, namun dapat juga terjadi pada dewasa.

Lesi berupa makula atau patch, papula, bisa disertai skuama, krusta, erosi dan likenifikasi. Pada lesi yang kronis, bentuk polimorf dan distribusi khas simetris.

Pada dewasa biasanya pada angggota gerak flexor.

x

A

BA

1