Laporan KasusLaboratorium Ilmu Bedah Fakultas
KedokteranUniversitas Mulawarman
TRAUMA TUMPUL ABDOMEN DENGAN CEDERA HATI
Disusun oleh :
Gina Magda Riana:0808015021
Dessy Vinoricka Andriyana:0808015022
Renny Tri Utami:0808015023
Putih Amaliana:0808015025
Haris Jauhari:0808015027
Sri Wahyuni:0808015036
Kristanti Andarini:0808015042
Pembimbing:dr. P.M.T Mangalindung Ompusunggu, SpB
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMANSAMARINDA 2013
Laporan Kasus | i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISIiBAB 1 PENDAHULUAN11.1Latar Belakang11.2Tujuan
Penulisan2BAB 2 LAPORAN KASUS32.1Identitas
Pasien32.2Anamnesis32.3Pemeriksaan Fisik42.4Pemeriksaan
Penunjang52.5Diagnosis72.6Penatalaksanaan72.8Laporan
Operasi82.9Follow Up9BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA153.1.Trauma Tumpul
Abdomen153.1.1.Definisi153.1.2.Anatomi153.1.3.Insiden253.1.4.Biomekanisme
Trauma Tumpul253.1.5.Klasifikasi26BAB 4 PEMBAHASAN464.1
Anamnesis464. 2 Pemeriksaan Fisik484.3 Pemeriksaan Penunjang dan
Diagnostik534.4 Penatalaksanaan58BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN605.1
Kesimpulan605.2Saran60DAFTAR PUSTAKA61
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangTrauma adalah luka atau cedera yang terjadi
pada jaringan hidup oleh faktor eksternal. Proses trauma ini
kemudian menyebabkan reaksi lokal ataupun reaksi sistemik pada
tubuh. Reaksi lokal yang biasa muncul pada jaringan hidup adalah
perdarahan dan rekasi inflamasi yang dapat menyebabkan kerusakan
jaringan. Trauma tumpul abdomen merupaka kejadian komorbid yang
sering terjadi pada pasien yang mengelami kecelakaan lalu lintas.
Hal ini dikarenakan rendahnya penggunaan alat keselamatan pada saat
berkendara yang mengakibatkan mudahnya terjadinya benturan pada
abdomen. Banyak faktor yang mempengaruhi seperti kecepatan dan
posisi tubuh. Trauma jenis ini mengakibatkan angka mortalitas yang
tinggi akibat banyaknya kasus trauma abdomen yang tidak dikenali
secara dini. Organ intra abdomen yang paling sering mengalami
kerusakan akibat trauma tumpul abdomen adalah limpa, hati, ataupun
usus kecil.Pada pasien dengan trauma tumpul abdomen harus diperiksa
secara teliti untuk mendiagnosis secara dini dan melakukan
penatalaksanaan dengan cepat. Riwayat trauma harus digali secara
detail mulai dari kecepatan, titik trauma, peralatan keselamatan
yang digunakan, posisi dan yang paling penting adalah mekanisme
cederanya. Pemeriksaan penunjang juga harus dilakukan dengan tepat
baik dengan FAST ataupun dengan DPL (Diagnosis Peritoneal Lavage)
disesuaikan dengan kondisi yang dihadapi. Komplikasi paling
berbahaya harus diantisipasi adalah terjadinya perdarahan akibat
rupturnya organ intra abdomen. Perdarahan yang ditumbulkan bisa
berakibat terjadinya syok yang bila tidak ditangani segera dapat
menyebabkan kematian. Oleh karena itu, penting bagi seorang dokter
untuk mengenali gejala trauma tumpul abdomen dengan komplikasinya
agar kemudian dapat memberikan penanganan yang tepat sesuai
kompetensinya untuk memperbaiki keadaan umumnya lalu kemudian
melakukan rujukan dengan segera.
1.2 Tujuan PenulisanPenulisan laporan kasus ini bertujuan :a)
Menjelaskan tentang mekanisme terjadinya trauma tumpul abdomenb)
Menjelaskan komplikasi dari trauma tumpul abdomenc) Menjelaskan
tentang diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat dari trauma tumpul
abdomen dengan cedera hati.
BAB 2LAPORAN KASUS
2.1Identitas PasienNama :Tn. RUmur:32 tahunJenis
Kelamin:Laki-lakiAlamat:Desa Rantau Mampang Kec. Kab.Pekerjaan
:Pekerja PT. PMMSuku:KutaiAgama:IslamPendidikan Terakhir:SMPStatus
Pernikahan:MenikahNo. Rekam Medis:71.80.96Masuk Rumah Sakit:23
September 2013 Keluar Rumah Sakit :11 Oktober 2013
2.2Anamnesis2.2.1Riwayat Penyakit Sekarang Keluhan Utama : Nyeri
seluruh perut.Telaah :Pasien mengalami nyeri seluruh perut sejak 3
hari SMRS, yaitu setelah pasien mengalami kecelakaan lalu lintas.
Pasien sedang mengendarai sepeda motor dan kemudian jatuh. Hal ini
terjadi saat pasien pergi bekerja dan melewati jalan bergelombang
dengan kecepatan kira-kira 60 km/jam, kemudian pasien kehilangan
keseimbangan, sehingga pasien terjatuh dengan posisi bagian tubuh
kanan jatuh terlebih dahulu dengan stang motor menghantam perut
kanannya. Setelah jatuh, pasien sadar, tidak ada muntah, tidak ada
nyeri kepala. Setelah itu, pasien dibawa dan dirawat di RSUD
Parikesit Tenggarong selama 3 hari. Pada pemeriksaan USG abdomen,
didapatkan laserasi hepar, sehingga pasien dirujuk ke RSUD AWS
Samarinda dengan alasan fasilitas yang kurang memadai.
2.2.2Riwayat Penyakit DahuluPasien tidak memiliki riwayat
hipertensi, diabetes melitus, asma, tidak pernah dirawat di Rumah
Sakit, dan tidak pernah mengalami kecelakaan (trauma).
2.2.3Riwayat KebiasaanPasien memiliki kebiasaan merokok 8
batang/hari. Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan dan
alkohol.
2.3Pemeriksaan FisikKeadaan Umum:sakit sedangKesadaran:Compos
Mentis, E4 V5 M6
Tanda-tanda VitalTekanan Darah :120/70 mmHg Nadi:80 x/menit,
reguler, equal, isi cukupFrekuensi Napas :20 x/menit, teratur,
thorakoabdominalTemperatur :36,7oC
Kepala/leherRambut tidak tampak kusam dan tidak mudah rontok,
tidak ada jejas, tidak ada deformitas, palpebra edema (-/-),
konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), perdarahan
subkonjungtiva (-/-), pupil 3mm/3mm, isokor, refleks cahaya (+/+)
kesan normal, bloody rhinorrea (-), nafas cuping hidung (-),
gangguan penciuman (-), bloody otorrea (-), gangguan pendengaran
(-), bibir sianosis (-), trakea terletak di tengah, pembesaran
tiroid (-), pembesaran KGB (-/-), JVP tidak meningkat.
ThoraxPulmo: I = simetris, gerak napas simetris, retraksi ICS
(-), jejas(-) P = fremitus raba Dextra = Sinistra P = sonor di
seluruh lapang paru A = suara napas vesikuler, rhonki (-/-),
wheezing (-/-)Cor: I = Ictus cordis tidak terlihat P = Ictus cordis
tidak teraba P = kanan: ICS III parasternal line dextra Kiri: ICS
VI 2 jari lateral midclavicula line sinistra A = S1 S2 tunggal,
reguler, murmur (-), gallop (-)
AbdomenI=Tampak cembung (+), jejas (-)A=Bising usus (+) kesan
menurunP=redup pada kuadran kanan atas dan bawah, asites
(-)P=Distended (-), defans muskular (+), nyeri tekan (+) pada
seluruh perut, nyeri ketok hepar (+), massa (-), organomegali
(-)
Ekstremitas Superior=Akral hangat, edema (-/-), jejas
(-/-)Inferior=Akral hangat, edema (-/-), jejas (-/-)
Shoulder DekstraLook=edema (+), hematom (+)Feel=krepitasi
(+)Move=ROM terbatas, nyeri(+)
Rectal ToucherPerineum baik, tonus spinchter ani (+) lemah,
mukosa intak, massa (-), pada handscoen tidak terdapat feses dan
darah.
61
DC = 100cc warna kuning pekat
2.4Pemeriksaan PenunjangDarah LengkapLeukosit=8.600
/uLHemoglobin=6,0 gr/dlHematokrit=17,5 %Trombosit=95.000 /uLBT=4
menit 30 detikCT=12 menitKimia DarahGDS=96 mg/dlUreum=87,7
mg/dlCreatinin=1,8 mg/dlSerologiHbsAg=negatifAb HIV=non
reaktifUrineBerat Jenis=1,020Ketone=+1Hb/darah=+4Warna=kuning
tuaKejernihan=keruhpH=5,0Protein=+1Sel Epitel=+Leukosit=2-5
/lpbEritrosit=banyak
Foto Thorax dalam batas normal
USG Abdomen
2.5DiagnosisTrauma tumpul abdomen dengan internal bleeding +
Closed fractured klavikula 1/3 tengah
2.6Penatalaksanaan Pasang NGT USG Abdomen Inf. Futrolit 20 tpm
(guyur dulu 1 kolf) Inj. Kalfoxim 3x1gr Transfusi PRC 2 kolf Pro
Laparotomi Eksplorasi CITO Pemasangan Ransel verban (Konsul dr. Sp.
OT)
2.7PrognosisVitam: dubia ad bonamFunctionam: dubia ad bonam
2.8Laporan Operasi Nama Ahli Bedahdr., Sp. B
Nama Anastesidr., Sp. An
Diagnosis Pre OperatifTrauma tumpul abdomen dengan internal
bleeding
Diagnosis Post OperatifTrauma tumpul abdomen dengan internal
bleeding et causa ruptur hepar luas
Tindakan/ macam operasiEksplorasi laparotomi, debridement, dan
repair ruptur hepar (luas)
Tanggal Operasi :24-09-2013Jam Operasi dimulai :21.15Jam Operasi
Selesai :
Laporan Operasi : General Anastesi Desinfeksi lapangan operasi
dan drapping Insisi Midline Eksplorasi : perdarahan intra abdomen,
organ berongga intak, lien intak, hepar ruptur luas di bagian
superior Insisi koher dextra Ruptur luas dextra segment 5, 6, 7
Dilakukan debridement dan repair, pasang absorbable silonge S Cuci
cavum abdomen dengan NaCl hangat Tutup luka operasi lapis demi
lapis
Terapi Post Operasi : IVFD Futrolite 20 tpm Inj. Terpacef 2 x 1
gr IV Inj. Kalnex 2 x 250 mg IV Inj. Omeprazole 1 x 40 mg IV Puasa
sampai BU (+) N
2.9Follow UpTanggal SOAP
Hari I25/9/13CM, TD: 150/70, N: 93x/i, RR: 18 x/iT: 36,8C, An
(-), Ikt(-), Vesikuler, , Rh (-), Wh (-), edem ekstremitas(-),
akral dingin (-)post laparatomi H. 0 ec trauma tumpul abdomen
dengan rupture heparFutrolit 20 tpmTerfaced 2x1 grKalnex 3x250
mgAntrain 3x1 gr
Hari III27/9/13 Batuk CM, TD: 140/70, N: 100 x/i, RR: 20 x/iT:
36,5C, An (-), Ikt(-), Vesikuler, , Rh (-), Wh (-),edem
ekstremitas(-), akral dingin (-)
post laparatomi H.2 ec trauma tumpul abdomen dengan rupture
heparFutrolit 20 tpmTerfaced 2x1 grKalnex 3x250 mgAntrain 3x1
grCeftriaxone 2x1 grDiet lunak
Hari 1/10/13BAB (-), muntah (-), nyeri perut (+), CM, TD:
140/80, N: 80 x/i, RR: 20 x/iT: 36,0C, An (-), Ikt(-), Vesikuler, ,
Rh (-), Wh (-),edem ekstremitas(-), akral dingin (-)post laparatomi
H.7 ec trauma tumpul abdomen dengan rupture heparFutrolit 20
tpmAntrain 3x1 grInj Omeprazole 1x40mg iv
Hari 2/10/13BAB (-), muntah (-), nyeri perut (+),CM, TD: 140/80,
N: 85x/i, RR: 20 x/iT: 37,0C, An (-), Ikt(-), Vesikuler, , Rh (-),
Wh (-),edem ekstremitas(-), akral dingin (-)
post laparatomi H.8 ec trauma tumpul abdomen dengan rupture
heparFutrolit 20 tpmAntrain 3x1 grInj Omeprazole 1x40mg ivCernevit
1x1 amp
Hari 3/10/13BAB (-), muntah (-), nyeri perut (+),CM, TD: 140/80,
N: 85x/i, RR: 20 x/iT: 37,0C, An (-), Ikt(-), Vesikuler, , Rh (-),
Wh (-),edem ekstremitas(-), akral dingin (-)
post laparatomi H.9 ec trauma tumpul abdomen dengan rupture
heparFutrolit 20 tpmTerpacef 2x1 grAntrain 3x1 grInj Omeprazole
1x40mg ivCernevit 1x1 ampPuasa sampai BU normal
Hari 4/10/13BAB (+), muntah (-), nyeri perut (+) berkurang,CM,
TD: 140/70, N: 88x/i, RR: 20 x/iT: 37,2C, An (-), Ikt(-),
Vesikuler, , Rh (-), Wh (-),edem ekstremitas(-), akral dingin
(-)
post laparatomi H.10 ec trauma tumpul abdomen dengan rupture
hepar Diet BuburFutrolit 20 tpmAntrain 3x1 grInj Omeprazole 1x40mg
ivCernevit 1x1 amp
Hari 5/10/13BAB (+), muntah (-), nyeri perut (+) berkurang,CM,
TD: 140/70, N: 88x/i, RR: 20 x/iT: 37,2C, An (-), Ikt(-),
Vesikuler, , Rh (-), Wh (-),edem ekstremitas(-), akral dingin
(-)
post laparatomi H.11 ec trauma tumpul abdomen dengan rupture
heparDiet BuburFutrolit 20 tpmAntrain 3x1 grInj Omeprazole 1x40mg
ivCernevit 1x1 ampPCT 3x1Cefadroxil 3x1
Hari 7/10/13BAB (+), muntah (-), nyeri perut (-) CM, TD: 140/70,
N: 90x/i, RR: 20 x/iT: 36,8C, An (-), Ikt(-), Vesikuler, , Rh (-),
Wh (-),edem ekstremitas(-), akral dingin (-)
post laparatomi H.13 ec trauma tumpul abdomen dengan rupture
heparFutrolit 20 tpmAntrain 3x1 grInj Omeprazole 1x40mg ivCernevit
1x1 ampPCT 3x1Cefadroxil 3x1
Hari 8/10/13BAB (+), muntah (-), nyeri perut (-)CM, TD: 140/70,
N: 90x/i, RR: 20 x/iT: 36,8C, An (-), Ikt(-), Vesikuler, , Rh (-),
Wh (-),edem ekstremitas(-), akral dingin (-)
post laparatomi H.14 ec trauma tumpul abdomen dengan rupture
heparDiet bubur dan putih telurMobilisasiPCT 3x1Cefadroxil 3x1AFF
jaitan
Hari 9/10/13BAB (+), muntah (-), nyeri perut (-)CM, TD: 130/80,
N: 90x/i, RR: 20 x/iT: 36,8C, An (-), Ikt(-), Vesikuler, , Rh (-),
Wh (-),edem ekstremitas(-), akral dingin (-)
post laparatomi H.15 ec trauma tumpul abdomen dengan rupture
heparDiet bubur dan putih telurMobilisasiPCT 3x1Cefadroxil 3x1
Hari 10/10/13BAB (+), muntah (-), nyeri perut (-)CM, TD: 120/80,
N: 90x/i, RR: 20 x/iT: 36,6C, An (-), Ikt(-), Vesikuler, , Rh (-),
Wh (-),edem ekstremitas(-), akral dingin (-)
post laparatomi H.16 ec trauma tumpul abdomen dengan rupture
heparDiet bubur dan putih telurMobilisasiPCT 3x1Cefadroxil 3x1Bedah
Umum Poliklinis
Laboratorium tanggal 25 September 2013 (ICU)Darah
LengkapLeukosit=10.500 /uLHemoglobin=10,1 gr/dlHematokrit=29,5
%Trombosit=121.000 /uLKimia DarahGDS=116 mg/dlAlbumin=3,1
gr/dlUreum=68,9 mg/dlCreatinin=1,3 mg/dlElektrolitNatrium=135
mmol/LKalium=4,7 mmol/LChlorida=109 mmol/L
Laboratorium tanggal 26 September 2013 (ICU)Darah
LengkapLeukosit=12.500 /uLHemoglobin=9,7 gr/dlHematokrit=28,1
%Trombosit=164.000 /uLKimia DarahGDS=96 mg/dlAlbumin=3,4
gr/dlUreum=60,9 mg/dlCreatinin=1,1 mg/dlElektrolitNatrium=134
mmol/LKalium=5,1 mmol/LChlorida=107 mmol/L
BAB 3TINJAUAN PUSTAKA
3.1.Trauma Tumpul Abdomen3.1.1.DefinisiTrauma tumpul abdomen
adalah cedera pada abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga
peritoneum.Trauma tumpul abdomen didefinisikan sebagai kerusakan
terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang
diakibatkan oleh luka tumpul. Trauma tumpul kadang tidak memberikan
kelainan yang jelas pada permukaan tubuh tetapi dapat mengakibatkan
kontusio atau laserasi jaringan atau organ di bawahnya.Trauma
tumpul abdomen dapat menimbulkan cedera pada organ berongga berupa
perforasi atau pada organ padat berupa
perdarahan.13.1.2.AnatomiAbdomen adalah bagian tubuh yang terletak
antara diaphragma di bagian atas dan pintu masuk pelvis dibagian
bawah. Untuk kepentingan klinik, biasanya abdomen dibagi dalam
sembilan regio oleh dua garis vertikal, dan dua garis horizontal.
Masing-masing garis vertikal melalui pertengahan antara spina
iliaca anterior superior dan symphisis pubis. Garis horizontal yang
atas merupakan bidang subcostalis, yang mana menghubungkan titik
terbawah pinggir costa satu sama lain. Garis horizontal yang bawah
merupakan bidang intertubercularis, yang menghubungkan tuberculum
pada crista iliaca. Bidang ini terletak setinggi corpus vertebrae
lumbalis V.2 Pembagian regio pada abdomen yaitu : pada abdomen
bagian atas : regio hypochondrium kanan, regio epigastrium dan
regio hypocondrium kiri. Pada abdomen bagian tengah : regio
lumbalis kanan, regio umbilicalis dan regio lumbalis kiri. Pada
abdomen bagian bawah : regio iliaca kanan, regio hypogastrium dan
regio iliaca kiri.2
Gambar 3.1 Pembagian 9 regio abdomen.
Sedangkan pembagian abdomen juga dipermudah menjadi empat
kuadran dengan menggunakan satu garis vertikal dan satu garis
horisontal yang saling berpotongan pada umbilicus.Kuadran tersebut
adalah kuadran kanan atas, kuadran kiri atas, kuadran kanan bawah
dan kuadran kiri bawah.2
Gambar 3.2 Pembagian abdomen menjadi empat kuadran
Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang
kompleks.Di bagian belakang, struktur ini melekat pada tulang
belakang, di sebelah atas pada iga, dan di bagian bawah pada tulang
panggul. Dinding perut ini terdiri atas beberapa lapis, yaitu dari
luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kutis dan subkutis;
lemak subkutan dan fasia superfisial (fasia Scarpa); kemudian
ketiga otot dinding perut, m. oblikus abdominis eksternus, m.
oblikus abdominis internus, dan m. tranversus abdominis; dan
akhirnya lapisan preperitoneal, dan peritoneum. Otot di bagian
depan terdiri atas sepasang otot rektus abdominis dengan fasianya
yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba. 2Dinding perut
membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut.Perdarahan
dinding perut berasal dari beberapa arah.Dari kranikaudal diperoleh
pendarahan dari cabang aa.interkostales VI s/d XII dan
a.epigastrika superior.Dari kaudal, a.iliaka sirkumfleksa
superfisialis, a.pudenda eksterna, dan a.epigastrica
inferior.Kekayaan vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut
horizontal maupun vertikal tanpa menimbulkan gangguan pendarahan.
Persarafan dinding perut dilayani secara segmental oleh n.torakalis
VI s/d XII dan n.lumbalis I.2Rongga perut (cavitas abdominalis)
dibatasi oleh membran serosa yang tipis mengkilap yang juga melipat
untuk meliputi organ-organ di dalam rongga abdominal.Lapisan
membran yang membatasi dinding abdomen dinamakan peritoneum
parietale, sedangkan bagian yang meliputi organ dinamakan
peritoneum viscerale.Di sekitar dan sekeliling organ ada lapisan
ganda peritoneum yang membatasi dan menyangga organ, menjaganya
agar tetap berada di tempatnya, serta membawa pembuluh darah,
pembuluh limfe, dan saraf.Bagian-bagian peritoneum sekitar
masing-masing organ diberi nama-nama khusus.2Mesenterium ialah
bangunan peritoneal yang berlapis ganda, bentuknya seperti kipas,
pangkalnya melekat pada dinding belakang perut dan ujungnya yang
mengembang melekat pada usus halus. Di antara dua lapisan membran
yang membentuk mesenterium terdapat pembuluh darah, saraf dan
bangunan lainnya yang memasok usus.Bagian mesenterium di sekitar
usus besar dinamakan mesokolon. Lapisan ganda peritoneum yang
berisi lemak, menggantung seperti celemek di sebelah atas depan
usus bernama omentum majus. Bangunan ini memanjang dari tepi
lambung sebelah bawah ke dalam bagian pelvik abdomen dan kemudian
melipat kembali dan melekat pada colon tranversum.Ada juga membran
yang lebih kecil bernama omentum minus yang terentang antara
lambung dan liver.Organ dalam rongga abdomen dibagi menjadi dua,
yaitu :2
a. Organ Intraperitoneal1. HeparMerupakan kelenjar terbesar dan
mempunyai tiga fungsi dasar, yaitu : (1) pembentukan dan sekresi
empedu yang dimasukkan ke dalam usus halus; (2) berperan pada
aktivitas metabolisme yang berhubungan dengan metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein; (3) menyaring darah untuk membuang
bakteri dan benda asing lain yang masuk dalam darah dari lumen
usus.Hepar bersifat lunak dan lentur dan menduduki regio
hypochondrium kanan, meluas sampai regio epigastrium.Permukaan atas
hati cembung melengkung pada permukaan bawah diaphragma. Permukaan
postero-inferior atau permukaan viseral membentuk cetakan visera
yang berdekatan, permukaan ini berhubungan dengan pars abdominalis
oesophagus, lambung, duodenum, flexura coli dextra, ginjal kanan,
kelenjar suprarenalis, dan kandung empedu.Dibagi dalam lobus kanan
yang besar dan lobus kiri yang kecil, yang dipisahkan oleh
perlekatan peritonium ligamentum falciforme.Lobus kanan terbagi
menjadi lobus quadratus dan lobus caudatus oleh adanya kandung
empedu, fissura untuk ligamentum teres hepatis, vena cava inferior,
dan fissura untuk ligamentum venosum.Porta hepatis atau hilus hati
ditemukan pada permukaan postero-inferior dengan bagian atas ujung
bebas omentum majus melekat pada pinggirnya.Hati dikelilingi oleh
capsula fibrosa yang membentuk lobulus hati.Pada ruang antara
lobulus-lobulus terdapat saluran portal, yang mengandung cabang
arteri hepatica, vena porta, dan saluran empedu (segitiga
portal).22. LimpaMerupakan massa jaringan limfoid tunggal yang
terbesar dan umumnya berbentuk oval, dan berwarna kemerahan.
Terletak pada regio hypochondrium kiri, dengan sumbu panjangnya
terletak sepanjang iga X dan kutub bawahnya berjalan ke depan
sampai linea axillaris media, dan tidak dapat diraba pada
pemeriksaan fisik. Batas anterior limpa adalah lambung, cauda
pankreas, flexura coli sinistra. Batas posterior pada diaphragma,
pleura kiri ( recessus costodiaphragmatica kiri ), paru kiri, costa
IX, X, dan XI kiri. 23. LambungMerupakan bagian saluran pencernaan
yang melebar dan mempunyai 3 fungsi utama: (1) menyimpan makanan
dengan kapasitas 1500 ml pada orang dewasa; (2) mencampur makanan
dengan getah lambung untuk membentuk kimus yang setengah padat, dan
(3) mengatur kecepatan pengiriman kimus ke usus halus sehingga
pencernaan dan absorbsi yang efisien dapat berlangsung.Lambung
terletak pada bagian atas abdomen, dari regio hipochondrium kiri
sampai regio epigastrium dan regio umbilikalis.Sebagian besar
lambung terletak di bawah iga-iga bagian bawah.Batas anterior
lambung adalah dinding anterior abdomen, arcus costa kiri, pleura
dan paru kiri, diaphragma, dan lobus kiri hati.Sedangkan batas
posterior lambung adalah bursa omentalis, diaphragma, limpa,
kelenjar suprarenal kiri, bagian atas ginjal kiri, arteri lienalis,
pankreas, mesocolon tranversum, dan colon tranversum. Secara kasar
lambung berbentuk huruf J dan mempunyai dua lubang, ostium
cardiacum dan ostium pyloricum, dua curvatura yang disebut
curvatura mayor dan minor, serta dua permukaan anterior dan
posterior. Lambung dibagi menjadi fundus, corpus dan antrum.Fundus
berbentuk kubah dan menonjol ke atas terletak di sebelah kiri
ostium cardiacum.Biasanya fundus terisi gas.Sedangkan corpus adalah
badan dari lambung.Antrum merupakan bagian bawah dari lambung yang
berbentuk seperti tabung. Dinding ototnya membentuk sphincter
pyloricum, yang berfungsi mengatur kecepatan pengeluaran isi
lambung ke duodenum.Membran mukosa lambung tebal dan memiliki
banyak pembuluh darah yang terdiri dari banyak lipatan atau
rugae.Dinding otot lambung mengandung serabut longitudinal, serabut
sirkular dan serabut oblik. Serabut longitudinal terletak paling
superficial dan paling banyak sepanjang curvatura, serabut sirkular
yang lebih dalam mengelilingi fundus lambung,dan menebal pada
pylorus untuk membentuk sphincter pyloricum. Sedangkan serabut
oblik membentuk lapisan otot yang paling dalam, mengelilingi fundus
berjalan sepanjang anterior dan posterior.24. Kandung empedu
(Vesica Fellia)Vesica Fellia adalah kantong seperti buah pear yang
terletak pada permukaan viseral hati. Secara umum dibagi menjadi
tiga bagian yaitu : fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk
bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hati; dimana
fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung
rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan viseral
hati dana arahnya keatas, belakang dan kiri. Sedangkan collum
dilanjutkan sebagai ductus cysticus yang berjalan dalam omentum
minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus communis
membentuk ductus choledochus.Batas anterior vesica fellia pada
dinding anterior abdomen dan bagian pertama dan kedua
duodenum.Batas posterior pada colon tranversum dan bagian pertama
dan kedua duodenum.2Vesica Fellia berperan sebagai reservoir empedu
dengan kapasitas 50 ml. Vesica Fellia mempunyai kemampuan
memekatkan empedu. Untuk membantu proses ini, maka mukosanya
mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu sama lain saling
berhubungan seperti sarang tawon. Empedu dialirkan ke duodenum
sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu.
Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak ke dalam
duodenum .lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari
mukosa duodenum; hormon kemudian masuk ke dalam darah menyebabkan
kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang samaotot polos yang
terletak pada ujung distal ductus choledochus dan ampula relaksasi
sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam
duodenum. Garam-garam empedu dalam cairan empedu penting untuk
emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan serta
absorbsi lemak.2
5. Usus halusUsus halus merupakan bagian pencernaan yang paling
panjang, dibagi menjadi 3 bagian : duodenum, jejunum, dan ileum.
Fungsi utama usus halus adalah pencernaan dan absorpsi hasil-hasil
pencernaan.2Duodenum berbentuk huruf C yang panjangnya sekitar 25
cm, melengkung sekitar caput pankreas, dan menghubungkan lambung
dengan jejunum.Di dalam duodenum terdapat muara saluran empedu dan
saluran pankreas.Sebagian duodenum diliputi peritonium, dan sisanya
terletak retroperitonial.Duodenum terletak pada regio epigastrium
dan regio umbilikalis. Dibagi menjadi 4 bagian :2Bagian pertama
duodenum.Panjangnya 5 cm, mulai pada pylorus dan berjalan keatas
dan ke belakang pada sisi kanan vertebra lumbalis pertama.Bagian
ini terletak pada bidang transpilorica.Batas anterior pada lobus
quadratus hati dan kandung empedu. Batas posterior pada bursa
omentalis (2,5 cm pertama), arteri gastroduodenalis, ductus
choledochus dan vena porta, serta vena cava inferior. Batas
superior pada foramen epiploicum Winslow dan batas inferior pada
caput pankreas.Bagian kedua duodenum.Panjangnya 8 cm, berjalan ke
bawah di depan hilus ginjal kanan di sebelah vertebra lumbalis
kedua dan ketiga. Batas anterior pada fundus kandung empedu dan
lobus kanan hati, colon tranversum, dan lekukan- lekukan usus
halus.Batas posterior pada hilus ginjal kanan dan ureter kanan.
Batas lateral pada colon ascenden, flexura coli dextra, dan lobus
kanan hati. Batas medial pada caput pancreas.2Bagian ketiga
duodenum.Panjangnya 8 cm, berjalan horisontal ke kiri pada bidang
subcostalis, mengikuti pinggir bawah caput pankreas.Batas anterior
pada pangkal mesenterium usus halus, dan lekukan-lekukan
jejunum.Batas posterior pada ureter kanan, muskulus psoas kanan,
vena cava inferior, dan aorta.Batas superior pada caput pankreas,
dan batas inferior pada lekukan-lekukan jejunum.2Bagian keempat
duodenum.Panjangnya 5 cm, berjalan ke atas dan kiri, kemudian
memutar ke depan pada perbatasan duodenum dan jejunum. Terdapat
ligamentum Treitz yang menahan junctura duodeno-jejunalis.Batas
anterior pada permulaan pangkal mesenterium dan lekukan-lekukan
jejunum.Batas posterior pada pinggir kiri aorta dan pinggir medial
muskulus psoas kiri.2Jejunum dan Ileum panjangnya 6 m, dua perlima
bagian atas merupakan jejunum. Jejunum mulai pada junctura
duodenojejunalis dan ileum berakhir pada junctura ileocaecalis..6.
Usus besarUsus besar dibagi dalam caecum, appendix vermiformis,
colon ascenden, colon tranversum, colon descenden, dan colon
sigmoideum, rectum dan anus.Fungsi utama usus besar adalah absorpsi
air dan elektrolit dan menyimpan bahan yang tidak dicernakan sampai
dapat dikeluarkan dari tubuh sebagai feses.2Caecum terletak pada
fossa iliaca, panjang 6 cm, dan diliputi oleh peritonium.Batas
anterior pada lekukan-lekukan usus halus, sebagian omentum majus,
dan dinding anterior abdomen regio iliaca kanan.Batas posterior
pada m. psoas dan m. iliacus, n. femoralis, dan n. cutaneus
femoralis lateralis.Batas medial pada appendix
vermiformis.2Appendix vermiformis panjangnya 8 13 cm, terletak pada
regio iliaca kanan. Ujung appendix dapat ditemukan pada tempat
berikut : (1) tergantung dalam pelvis berhadapan dengan dinding
kanan pelvis; (2) melekuk di belakang caecum pada fossa
retrocaecalis; (3) menonjol ke atas sepanjang pinggir lateral
caecum; (4) di depan atau di belakang bagian terminal ileum.2Colon
ascenden terletak pada regio iliaca kanan dengan panjang 13 cm.
Berjalan ke atas dari caecum sampai permukaan inferior lobus kanan
hati, di mana colon ascenden secara tajam ke kiri, membentuk
flexura coli dextra, dan dilanjutkan sebagai colon tranversum.
Peritonium menutupi pinggir dan permukaan depan colon ascenden dan
menghubungkannya dengan dinding posterior abdomen. Batas anterior
pada lekukan-lekukan usus halus, omentum majus, dan dinding
anterior abdomen. Batas posterior pada m. Iliacus, crista iliaca,
m. Quadratus lumborum, origo m. Tranversus abdominis, dan kutub
bawah ginjal kanan.2Colon tranversum panjangnya 38 cm dan berjalan
menyilang abdomen, menduduki regio umbilikalis dan
hipogastrikum.Batas anterior pada omentum majus dan dinding
anterior abdomen.Batas posterior pada bagian kedua duodenum, caput
pankreas, dan lekukan-lekukan jejunum dan ileum.2Colon descenden
terletak pada regio iliaca kiri, dengan panjang 25 cm. Berjalan ke
bawah dari flexura coli sinistra sampai pinggir pelvis.Batas
anterior pada lekukan-lekukan usus halus, omentum majus, dan
dinding anterior abdomen. Batas posterior pada pinggir lateral
ginjal kiri, origo m. Tranversus abdominis, m. Quadratus lumborum,
crista iliaca, m. Iliacus, dan m. Psoas kiri. 2b. Organ
RetroperitonealGinjalBerperan penting dalam mengatur keseimbangan
air dan elektrolit dalam tubuh dan mempertahankan keseimbangan asam
basa darah.Kedua ginjal berfungsi mengekskresi sebagian besar zat
sampah metabolisme dalam bentuk urin.Ginjal berwarna
coklat-kemerahan, terletak tinggi pada dinding posterior abdomen,
sebagian besar ditutupi oleh tulang iga.Ginjal kanan terletak lebih
rendah dibanding ginjal kiri, dikarenakan adanya lobus kanan hati
yang besar.Ginjal dikelilingi oleh capsula fibrosa yang melekat
erat dengan cortex ginjal.Di luar capsula fibrosa terdapat jaringan
lemak yang disebut lemak perirenal.Fascia renalis mengelilingi
lemak perirenal dan meliputi ginjal dan kelenjar suprarenalis.
Fascia renalis merupakan kondensasi jaringan areolar, yang di
lateral melanjutkan diri sebagai fascia tranversus. Di belakang
fascia renalis terdapat banyak lemak yang disebut lemak
pararenal.2Batas anterior ginjal kanan pada kelenjar suprarenalis,
hati, bagian kedua duodenum, flexura coli dextra. Batas posterior
pada diaphragma, recessus costodiaphragmatica pleura, costa XII, m.
Psoas, m. Quadratus lumborum, dan m. Tranversus abdominis.Pada
ginjal kiri, batas anterior pada kelenjar suprarenalis, limpa,
lambung, pankreas, flexura coli kiri, dan lekukan-lekukan jejunum.
Batas posterior pada diaphragma, recessus costodiaphragmatica
pleura, costa XI, XII, m. Psoas, m. Quadratus lumborum, dan m.
Tranversus abdominis. 2UreterMengalirkan urin dari ginjal ke vesica
urinaria, dengan didorong sepanjang ureter oleh kontraksi
peristaltik selubung otot, dibantu tekanan filtrasi glomerulus.
Panjang ureter 25 cm dan memiliki tiga penyempitan : (1) di mana
piala ginjal berhubungan dengan ureter;(2) waktu ureter menjadi
kaku ketika melewati pinggir pelvis;(3) waktu ureter menembus
dinding vesica urinaria. Ureter keluar dari hilus ginjal dan
berjalan vertikal ke bawah di belakang peritonium parietal pada m.
Psoas, memisahkannya dari ujung processus tranversus vertebra
lumbalis. Ureter masuk ke pelvis dengan menyilang bifurcatio a.
Iliaca comunis di depan articulatio sacroiliaca, kemudian berjalan
ke bawah pada dinding lateral pelvis menuju regio ischiospinalis
dan memutar menuju angulus lateral vesica urinaria.2Pada ureter
kanan, batas anterior pada duodenum, bagian terminal ileum, av.
Colica dextra, av. Iliocolica, av. Testicularis atau ovarica
dextra, dan pangkal mesenterium usus halus. Batas posterior pada m.
Psoas dextra.Batas anterior ginjal kiri pada colon sigmoideum,
mesocolon sigmoideum, av. Colica sinistra, dan av. Testicularis
atau ovarica sinistra.Batas posterior pada m. Psoas
sinistra.2PankreasMerupakan kelenjer eksokrin dan endokrin, organ
lunak berlobus yang terletak pada dinding posterior abdomen di
belakang peritonium.Bagian eksokrin kelenjer menghasilkan sekret
yang mengandung enzim yang dapat menghidrolisis protein, lemak, dan
karbohirat.Bagian endokrin kelenjer, yaitu pulau langerhans,
menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang berperan penting
dalam metabolisme karbohidrat.Pankreas menyilang bidang
transpilorica. Dibagi menjadi empat bagian, yaitu : (1) caput
pankreas berbentuki seperti cakram, terletak pada bagian cekung
duodenum. Sebagian caput meluas ke kiri di belakang av. Mesenterica
superior dan dinamakan processus uncinatus; (2) collum pancreas
merupakan bagian yang mengecil dan menghubungkan caput dengan
corpus pankreas. Terletak di depan pangkal vena porta dan pangkal
arteri mesenterica superior dari aorta; (3) corpus berjalan ke atas
dan kiri menyilang garis tengah; (4) cauda berjalan menuju ke
ligamentum lienorenalis dan berhubungan dengan hilus limpa.2Batas
anterior pankreas dari kanan ke kiri : colon tranversum, perlekatan
mesocolon tranversum, bursa omentalis, dan lambung. Sedangkan batas
posterior pankreas dari kanan ke kiri : ductus choledochus, vena
porta, vena lienalis, vena cava inferior, aorta, pangkal arteri
mesenterica superior, m. Psoas kiri, kelenjer suprarenalis kiri,
ginjal kiri, dan hilus limpa. 2
3.1.3.Insiden Etiologi dari trauma tumpul abdomen tergantung
dari lingkungan di sekitar institusi rumah sakit tersebut berada.
Di sentral trauma metropolitan, penyebab tersering adalah
kecelakaan lalu lintas (50-75%) yang meliputi tabrakan antar
kendaraan bermotor (antara 45-50%) dan tabrakan antara kendaraan
bermotor dengan pejalan kaki.3,4 Tindakan kekerasan, jatuh dari
ketinggian, dan cedera yang berhubungan dengan pekerjaan juga
sering ditemukan. Trauma tumpul abdomen merupakan akibat dari
kompresi, crushing, regangan, atau mekanisme deselerasi.Enam hingga
25% dari insidensi trauma tumpul abdomen yang memerlukan tindakan
laparotomi eksplorasi.3,5 Organ yang terkena adalah lien (40-55%),
hepar (35-45%), dan organ retroperitoneal (15%).33.1.4.Biomekanisme
Trauma TumpulTrauma kompresi Trauma kompresi terjadi bila bagian
depan dari badan berhenti bergerak, sedangkan bagian belakang dan
bagian dalam tetap bergerak ke depan. Organ-organ terjepit dari
belakang oleh bagian belakangtorakoabdominal dan kolumna
vertebralis dan di depan oleh struktur yang terjepit. Trauma
abdomen menggambarkan variasi khusus mekanisme trauma dan
menekankan prinsip yang menyatakan bahwa keadaan jaringan pada saat
pemindahan energi mempengaruhi kerusakan jaringan. Pada tabrakan,
maka penderita akan refleks menarik napas dan menahannya dengan
menutup glotis. Kompresi abdominal mengakibatkan peningkatan
tekanan abdominal dan dapat menyebabkan ruptur diafragma dan
translokasi organ-organ abdomen ke dalam rongga toraks.Transient
hepatic kongestion dengan darah sebagai akibat tindakan valsava
mendadak diikuti kompresi abdomen ini dapat menyebabkan rupturnya
hati. Keadaan serupa dapat terjadi pada usus halus bila ada usus
halus yang closed loop terjepit antara tulang belakang dan sabuk
pengaman yang salah memakainya.Trauma seat beltSabuk pengaman yang
tidak dipakai dengan benar akan menimbulkan trauma. Agar berfungsi
dengan baik, sabuk pengaman harus dipakai dibawah spina iliaka
superior dan diatas femur, tidak boleh mengendur saat tabrakan dan
harus mengikat penumpang dengan baik. Bila dipakai diatas SIAS maka
hepar, lien, pankreas, usus halus, duodenum dan ginjal akan
terjepit diantara sabuk pengaman dan tulang belakang yang dapat
menimbulkan burst injury atau laserasi. Hiperfleksi vertebra
lumbalis akibat sabuk yang terlalu tinggi mengakibatkan fraktur
kompresi anterior dan vertebra lumbal.
Cedera akselerasi-deselerasiTrauma deselerasi terjadi bila
bagian yang menstabilisasi organ seperti pedikel ginjal, ligamentum
teres berhenti bergerak, sedangkan organ yang distabilisasi seperti
hepar, ginjal, limpa tetap bergerak. Shear force terjadi bila
pergerakan ini terus berlanjut, contoh pada ginjal dan limpa dengan
pedikelnya, pada haepar terjadi laserasi bagian sentral jika
deselerasi lobus kanan dan kiri sekitar ligamentum
teres.3.1.5.KlasifikasiBerdasaran jenis organ yang cedera dapat
dibagi dua :61. Pada organ padat seperti hepar dan limpa dengan
gejala utama perdarahan2. Pada organ berongga seperti usus dan
saluran empedu dengan gejala utama adalah peritonitisBerdasarkan
daerah organ yang cedera dapat dibagi dua, yaitu :1. Organ
Intraperitoneal : Ruptur HatiRuptur LimpaRuptur Usus Halus2. Organ
Retroperitoneal. Retroperitoneal abdomen terdiri dari ginjal,
ureter, pancreas, aorta, dan vena cava. Trauma pada struktur ini
sulit ditegakkan diagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik. Evaluasi
regio ini memerlukan CT scan, angiografi, dan intravenous
pyelogram.trauma pada daerah ini menyebabkan ruptur Ginjal, ruptur
Pankreas,ruptur Ureter
3.1.6. PenatalaksanaanPasien dengan trauma abdomen, secara umum
diklasifikasikan menjadi 2, berdasarkan kondisi hemodinamik setelah
resusitasi awal: Hemodinamik normalPemeriksaan lengkap dan
penatalaksanaan dapat segera direncanakan Hemodinamik
stabilPemeriksaan lebih terbatas dan ditujukan untuk menentukan
apakah pasien dapat ditangani secara non operatif, apakah
angioembolisasi dapat digunakan ataukah membutuhkan pembedahan
Hemodinamik tidak stabilMembutuhkan intervensi bedah segera untuk
menghentikan perdarahan
Laparotomi trauma merupakan langkah terakhir yang dilakukan
untuk menggambarkan cedera intra abdomen.Adakalanya sulit untuk
menentukan sumber perdarahan pada pasien dengan trauma multiple,
dan apabila masih ada keraguan, laparotomi dapat menjadi
pilihan.Penatalaksanaan pada pasien-pasien trauma tumpul abdomen
pada dasarnya sama dengan trauma-trauma lainnya berupa primary
survey yang cepat, resusitasi, secondary survey dan akhirnya terapi
definitif.a. Primary surveySelama primary survey, keadaan yang
mengancam nyawa harus dikenalidan resusitasinya dilakukan pada saat
itu juga.Tindakan primary survey dilakukan secara berurutan sesuai
prioritas tapi dalam praktenya hal-hal tersebut sering dilakukan
bersamaan (simultan).Airway Yang pertama harus dinilai adalah
kelancaran jalan napas berupa obstruksi jalan napas yang dapat
disebabkan oleh benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur
mandibula, maksila atau trakea. Membebaskan jalan napas harus
melindungi vertebra servikal dengan melakukan jaw thrust. Pada
pasien yang dapat berbicara dapat dianggap bahwa jalan napas bersih
dan tetap harus dinilai ulang.Pada pasien yang masih sadar dapat
memakai nasopharingeal airway, sedanglkan pada pasien yang tidak
sadar dan tidak ada gag reflex dapat menggunakan oropharingeal
airway. Pasien dengan GCS kurang dari 8 atau adanya keraguan
mengenai kemampuan menjaga airway perlunya airway
definitif.Breathing Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang
baik.Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru,
dinding dada, dan diafragma.Buka dada pasien untuk melihat ekspansi
pernapasan.Auskultasi untuk memastikan masuknya udara ke dalam
paru.Perkusi untuk menilai adanya udara atau cairan dalam rongga
pleura.Inspeksi dan palpasi untuk melihat abnormalitas gerakan atau
getaran dinding dada. Jika ada gangguan ventilasi atau gangguan
kesadaran diatasi dengan face mask, intubasi endotrakeal yaitu
nasopharingeal airway atau oropharingeal airway. Kemudian pasang
pulse oximetry untuk menilai saturasi O2yang
adekuat.CirculationPenilaian pada tahap ini meliputi volume darah,
tingkat kesadaran, warna kulit dan nadi.1. Volume darahAdanya
hipotensi harus dianggap disebabkan oleh hipovolemia sampai
terbukti sebaliknya.3 jenis penilaian secara cepat yang dapat
memberikan gambaran keaadaan tersebut yaitu tingkat kesadaran,
warna kulit dan nadi.2. Tingkat kesadaran Bila volume darah
menurun, perfusi otak dapat berkurang yang mengakibatkan penurunan
kesadaran.3. Warna kulitPasien trauma yang kulitnya kemerahan,
terutama pada wajah dan ekstremitas jarang dalam keadaan
hipovolemia.Sebaliknya wajah pucat keabu-abuan dan kulit
ekstremitas yang pucat sebagai tanda hipovolemia.4. Nadi Periksa
pada nadi besar seperti arteri femoralis, arteri karotis, untuk
kekuatan, kecepatan dan irama nadi. Nadi yang tidak cepat, kuat dan
teratur merupakan normovolemia ( bila tidak minum beta bloker).
Nadi yang cepat dan kecil merupakan hipovolemia.Kecepatan nadi yang
normal tidak menjamin normovolemia.Nadi yang tidak teraur biasanya
tanda gangguan jantung.Tidak ada pulsasi dari arteri besar
mengindikasikan perlunya resusitasi segera.5. Perdarahan Perdarahan
eksternal yang tampak dihentikan dengan penekanan pada luka. Spalk
udara ( pneumatic splinting device) sebagai pengontrol perdarahan
yang tembus cahaya. Torniquet sebaiknya jangan dipakai karena
merusak jaringan dan menyebabkan iskemia distal, kecuali pada
amputasi traumatik.Sedangkan pemakaian hemostat memerlukan waktu
dan dapat merusak jaringan seperti saraf dan pembuluh darah.Jika
ada gangguan sirkulasi atau syok hipovolemia minimal pasang 2 IV
line untuk resusitasi cairan kristaloid (ringer laktat / RL) 2-3
liter.Jika tidak ada respon diberikan tranfusi darah
segolongan.Jika tidak ada darah segolongan, dapat diberikan darah
tipe O rhesus negatif atau darah tipe O rhesus positif dengan titer
rendah.Jangan memberikan vasopresor, steroid atau bikarbonas
natricus. Jangan memberikan resusitasi cairan RL atau transfusi
darah secara terus menerus, karena keadaan ini harus dilakukan
resusitasi operatif untuk menghentikan perdarahan.Sebelum
resusitasi, lakukan dengan cepat pemeriksaan genitalia dan colok
dubur untuk menilai ada tidaknya tanda-tanda ruptur uretra yaitu
prostat letak tinggi atau tidak teraba. Tanda lain ruptur uretra
berupa adanya darah di orifisium uretra eksternal (metal bleeding),
hematom skrotum atau di perineum. Jika tidak ada tanda-tanda
tersebut maka selama resusitasi, pasang kateter urin untuk menilai
perfusi ginjal dan hemodinamik pasien. Namun, jika diduga adanya
ruptur uretra, jangan pasang kateter urin tetapi lakukan uretrogram
terlebih dahulu.Nasogastric tube (NGT) dipakai untuk mengurangi
distensi lambung dan mengurangi kemungkinan muntah.Darah dalam
lambung dapat disebabkan karena traumatik karena pemasangan NGT
atau perlukaan lambung.Jika ada dugaan patah pada lamina kibrosa,
NGT yang dipasang hanya bisa yang melaluui mulut untuk mencegah
masuknya NGT dalam rongga otak.DisabilityPada tahap ini dilakukan
penilaian neurologis secara cepat berupa tingkat kesadaran, ukuran
dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi dan tingkat cedera
spinal.ExposurePada tahap ini, pakaian pasien dibuka keseluruhan
kemudian dinilai kelainan yang tampak secara cepat.Selanjutnya
selimuti pasien agar tidak hipotermi.
b. Secondary surveySecondary survey adalah pemeriksaan kepala
hingga kaki (head to toe) termasuk anamnesis dan reevaluasi
pemeriksaan tanda vital.Tahap ini baru dilakukan setelah primary
survey dan resusitasi selesai serta pasien dipastikan sudah
membaik.Jika kondisi hemodinamik pasien sudah stabil tanpa
tanda-tanda peritonitis bisa diperiksa lebih detail untuk
menentukan apakah ada trauma spesifik atau apakah selama observasi
timbul tanda peritonitis atau perdarahan.Anamnesis Pada trauma
tumpul abdomen terutama akibat kecelakaan lalu lintas, Pemeriksaan
fisikMeskipun pemeriksaan fisik merupakan langkah awal untuk
evaluasi perlu tidaknya dilakukan tindakan pembedahan, tetapi
validitasnya diragukan pada trauma tumpul abdomen. Pemeriksaan
fisik ini tidak dapat diandalkan terutama bila ditemukan adanya
efek dari alkohol, obat terlarang, analgesik atau narkotik, atau
penurunan kesadaran.3,4,7 Selain itu juga sulitnya akses untuk
palpasi organ-organ pelvis, abdomen atas, dan retroperitoneal
menyebabkan pemeriksaan fisik ini tidak dapat diandalkan.7 Fraktur
iga bawah, fraktur pelvis, dan kontusio dinding abdomen juga dapat
menyerupai tanda-tanda peritonitis. Powell et al melaporkan bahwa
pemeriksaan fisik saja hanya memiliki tingkat akurasi sebesar 65%
dalam mendeteksi ada tidaknya perdarahan intra-abdomen.4
Pemeriksaan fisik abdomen inisial menghasilkan 16% positif palsu,
20% negatif palsu, 29% nilai perkiraan positif, dan 48% nilai
perkiraan negatif untuk menentukan perlu tidaknya laparotomi
eksplorasi.3Pemeriksaan fisik pada trauma abdomen ditujukan untuk
secara cepat mengidentifikasi pasien yang membutuhkan
laparotomi.Cedera abdomen sering menyebabkan nyeri dan kejang pada
dinding perut dan membuat diagnosis menjadi sulit . Patah tulang
rusuk bawah, patah tulangpanggul, atau kontusio dinding perut dapat
menyerupai tanda-tanda peritonitis. Karena manifestasi utama dari
trauma tumpul organ padatadalah perdarahan, pasien harus dipantau
secara ketat selama penilaian awal, dan adanya syok refrakter
dianggap akibat perdarahan masif. Pasien harus diperiksa dari
kepala sampai kaki untuk tanda-tanda trauma tumpul dan
lukatembus.Lecet kecil atau ekimosis menunjukkan cedera
intraabdominal lokal yang signifikan.Dinding dan belakang perut
harus diperiksa secara hati-hati, dan adanyaekimosis posterior
meningkatkan kemungkinan cedera retroperitoneal . Tidak adanya
bising usus berhubungan denganileus, dalam konteks unit gawat
darurat, adanya bising usus tidak sensitif untuk membedakan antara
pasien yang memerlukan laparotomy atau tidak.Pada palpasi dapat
ditemukan nyeri lokal, kejang, atau kekakuan dinding perut. Temuan
ini dan temuan rebound tenderness konsisten dengan peritonitis dan
perforasi organ berongga.Nyeri suprapubik dan panggul dapat
menunjukkan patah tulang panggul, dinilai pada pasien
sadar.Pemeriksaan perineum dan meatus uretra rutin dilakukan untuk
mencari tanda-tanda frakturpanggul dan kemungkinan cedera uretra.
Pemeriksaan rectal toucher dilakukan dan tonus sfingter ani
dievaluasi. Integritas dinding rektum, posisi dan mobilitasprostat
terkait dengan cedera uretra juga dievaluasi. Tinja harus diperiksa
untuk mencari adanya darah samar. Kateter uretra dipasang, dan
sampel urin dikirim untuk analisis adanya hematuria mikroskopik.
Jika cedera pada uretra dicurigai, urethrography retrograde ( RUG )
harus dilakukan sebelum mencoba kateterisasi.Perforasi viskus
berongga mungkin memerlukan beberapa jamsebelum peritonitis menjadi
jelas . Perforasi kolon atau lambung menyebabkan peritonitis lebih
cepat. a. Tingkat kesadaran dan tanda-tanda vitalb. Regio
kepalaPemeriksaan berupa konjungtiva anemis, dan tanda-tanda trauma
kepala yang terjadi bersamaan dengan trauma abdomen yaitu adanya
luka dan kontusio pada kulit kepala, fraktur, edema palbebra, benda
asing dalam mata, perdarahan konjungtiva, ukuran dan respon
pupil.c. Regio maksilofasialPada regio ini diperiksa untuk menilai
adanya tanda-tanda trauma kepala yang mungkin terjadi bersamaan
dengan trauma abdomen yaitu fraktur tulang wajah yang mungkin juga
ada fraktur lamina kribosa.d. Regio vertebra servikalis dan
leherPada regio ini diperiksa untuk menilai adanya tanda-tanda
trauma kepala yang mungkin terjadi bersamaan dengan trauma
abdomen.pasien dengan trauma kepala atau trauma maksilofasial
dianggap ada fraktur servikal. Maka dilakukan imobilisasi hingga
vertebra servikal diperiksa teliti dengan foto servikal.Melakukan
pemeriksaan neurologis untuk menilai defisit neurologis yang
disesuaikan dengan penjalaran persarafan servikal.Pemeriksaan leher
meliputi inspeksi adanya jejas, palpasi dan auskultasi pada arteri
karotis.e. Regio toraksPemeriksaan toraks diutamakan jika ada
trauma torakas yang juga terjadi bersamaan dengan trauma
abdomen.inspeksi dari depan dan belakang untuk menilai adanya flail
chest atau open pneumothorax, hematom pada dinding dada, distensi
vena jugularis. Palpasi pada setiap kosta dan klavikula untuk
menilai adanya fraktur. Auskultasi bising napas pada atas toraks
untuk menentukan pneumotoraks dan bagian posterior untuk menilai
adanya hemotoraks.Bunyi jantung yang jauh disertai nadi yang kecil
mungkin disebabkan tamponade jantung.Suara napas yang menurun pada
auskultasi dan hipersonor pada perkusi disertai syok mengarahkan
pada pneumotoraks.f. Regio abdomen1. InspeksiBaju penderita harus
dibuka semua. Amati adanya :a) Hematom, seat belt sign, vulnus
ekskoriatum, vulnus laseratum, vulnus puctum, benda asing yang
tertancapb) Keluarnya isi perutc) Distensi abdomen, yang biasanya
berhubungan dengan pneumoperitoneum, dilatasi gaster, atau ileus
akibat iritasi peritoneal.d) Kebiruan pada regio flank, punggung
bagian bawah ( grey turner sign) menandakan adanya perdarahan
retroperitoneal yang melibatkan ginjal, pankreas, atau fraktur
pelvis. e) Kebiruan disekitar umbilikus (cullen sign) menandakan
adanya perdarahan pankreas. 2. Auskultasi Penurunan peristaltik
usus dapat berasal dari adanya peritonitis kimiawi karena
perdarahan atau ruptur organ berongga.Cedera pada struktur yang
berdekatan seperti tulang iga, tulang belakang atau tulang panggul
juga dapat mengakibatkan ileus meskipun tidak ada cedera
intraabdomen sehingga tidak ada peristaltik usus bukan berarti
pasti ada cedera intraabdomen.Adanya peristaltik usus pada toraks
menandakan adanya cedera pada diafragma.3. Perkusi Perkusi pada
dinding abdomen menyebabkan pergerakan peritoneum dan dapat
menunjukkan peritonitis. Perkusi timpani pada kuadran atas akibat
dari dilatasi lambung akut atau bunyi redup bila ada
hemoperitoneum.4. PalpasiKecenderungan mengeraskan dinding abdomen
(voluntary guarding) dapat menyulitkan pemeriksaan. Sebaliknya,
defans muskular (voluntary guarding) merupakan tanda iritasi
peritoneum.palpasi dilakukan selain menilai haltersebut juga untuk
mengetahui adanya nyeri tekan superfisial,nyeri tekan dalam. Nyeri
tekan lepas menandakan peritonitis akibat darah atau isis usus.
Pada kasus trauma tumpul ini, perlu curiga akan adanya fraktur
pelvis. Oleh karena itu, untuk menilai stabilisasi pelvis dengan
cara menekankan tangan pada tulang-tulang iliakauntuk membangkitkan
gerakan abnormal atau nyeri tulang.g. Regio penis, perineum, rektum
dan vaginaAdanya darah pada meatus uretra menyebabkan dugaan kuat
robeknya uretra.Adanya ekimosis atau hematom pada inspeksi skrotum
dan perineum dapat diduga kuat robeknya uretra.h. Regio
muskuloskeletali. Pemeriksaan khusus neurologis
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK PADA TRAUMA TUMPUL ABDOMENPemeriksaan
LaboratoriumPemeriksaan hematokrit adalah studi darah utama nilai
dalam evaluasi awal pasien dengan trauma abdomen . Jumlah leukosit,
kreatinin serum , glukosa , serum amilase/ lipase, dan penentuan
serum elektrolit sering diperoleh untuk referensi tetapi biasanya
memiliki sedikit nilai pada periode manajemen langsung, tapi sangat
penting untuk penilaian serial. Diagnosis perdarahan masif biasanya
jelas dari parameter hemodinamik, dan hematokrit hanya menegaskan
diagnosis. Anemia delusional iatrogenik umum terjadi, dengan adanya
stabilitas hemodinamik, ditoleransi dengan baik. Hematokrit
serialyang mengalami penurunan terus-menerus mengidentifikasi
perdarahan yang sedang berlangsung dan membutuhkan intervensi
operasi segera. Urinalisis menegaskan kehadiran hematuria
mikroskopik. Untuk trauma tumpul, evaluasi radiografi ( biasanya
dengan CT ) dari ginjal dan kandung kemih harus dimulai pada pasien
dengan gross hematuria atau hematuria mikroskopik dan syok (tekanan
darah sistolik < 90 mm Hg pada orang dewasa) pada setiap titik
selama pra-rumah sakit atau instalasi gawat darurat. Serum amilase
tidak sensitif dan spesifik sebagai penanda untuk cedera pankreas.
Cedera pada kepala dan wajah sering menyebabkan peningkatan
konsentrasi amilase plasma. Tingkat lipase serum tidak meningkat
pada trauma wajah dan mungkin lebih spesifik daripada tingkat
amilase. Sensitivitas dan spesifisitas kadar lipase , bagaimanapun,
terutama pada periode postinjury awal masih relatif rendah.Bilamana
ada bukti awal ataupun bukti yang jelas yang menunjukan pasien
harus segera ditransfer, pemeriksaan yang memerlukan waktu banyak
tidak perlu dilakukan.Pemeriksaan sepertiini antara lain
pemeriksaan rontgen foto dengan kontras untuk gastrointestinal
maupun urologi ,DPI,maupun CT scan (lihat tabel 1 , DPL Vs FAST Vs
CT scan pada trauma tumpul).
Pemeriksaan RadiografiStudi radiologis yang pernting untuk
evaluasi trauma abdomen adalah rontgen dada, uretrografi
retrograde, sistografi, CT scan, USG, dan angiografi. Selain itu,
semua luka dari trauma tembus harus dievaluasi dengan radiograf
polos dengan penggunaan penanda radiodense di situs luka untuk
memungkinkan evaluasi dari lintasan rudal .Pada trauma tumpul, foto
anteroposterior panggul dapat menggambarkan patah tulang panggul
yang tidak terdeteksi pada pemeriksaan fisik.Fraktur transversal
dari vertebra hrus meningkatkan pencarian cedera usus tumpul
serius.Nilai foto polos abdomen setelah trauma tumpul sangat
terbatas dan tidak secara rutin diperoleh . Nilai yang lebih besar
adalah pemeriksaan CT scan, USG, dan angiografi.CT memiliki nilai
nyata dalam penilaian yang akurat tentang cedera organ padat,
terutama dari hati, ginjal, dan limpa, CT kontras memiliki akurasi
yang besar dalam penggambaran perdarahan intraabdominal. Keakuratan
CT scan dalam evaluasi cedera viskus berongga agak lebih terbatas,
namun perbaikan teknolohi CT telah menigkatkan sensitivitas CT
dalam mendeteksi tanda-tanda yang lebih halus dari cedera pada usus
. CT juga sangat spesifik dalam evaluasi cedera retroperitoneal dan
merupakan studi diagnostik yang paling berguna dan informatif untuk
pasien dengan trauma abdomen. Pasien dengan tanda-tanda peritonitis
atau ketidakstabilan hemodinamik setelahtrauma tembus jelas bukan
merupakan kandidat untukdiagnostik CT scan, juga setiap pasien
trauma dengan ketidakstabilan hemodinamik. Angiografi dicadangkan
untuk situasi tertentu, seperti yang dicurigai cedera aorta atau
arteri ginjal , atau perdarahan yang sedang berlangsung dari
panggul, hati, limpa atau cedera . Pemeriksaan ini tidak dianggap
sebagai penyelidikan screening awal .Laparoskopi telah digunakan
untuk diagnosis dan mengobati pasien trauma. Meskipun terbatas pada
evaluasi diafragma pada trauma tumpul, setelah menembus trauma
laparoskopi sangat membantu bila tidak jelas apakah peritoneum
telahditembus. Pada pasien yang penetrasi peritoneal terlihat,
penggunaan laparoskopiuntuk lebih mengeksplorasi rongga peritoneal
dan perbaikan cedera lebih kontroversial. Kecukupan eksplorasi
perut, khususnya pemeriksaanusus dan retroperitoneumtelah
dipertanyakan, dan perbaikan cedera besar melalui laparoskop bukan
merupakan pilihan yang baik. Pada pasien dengan luka dada bagian
bawah, laparoskopi dapat mengidentifikasi baik penetrasi peritoneal
dan cedera diafragma. Cedera diafragma terisolasi atau berhubungan
nonbleeding laserasi hati adalah salah satu daerah di mana
perbaikan diafragma melalui laparoskop telah terbukti layak. Dari
catatan, saat laparoskopi digunakan pada pasien dengan potensi
cedera diafragma, tekanan positif di rongga peritoneal dapat
menyebabkan tension pneumothorax jika dada tidak cukup vented
.X-ray toraks berguna untuk evaluasi trauma tumpul abdomen karena
beberapa alasan. Pertama, dapat mengidentifikasi adanya fraktur iga
bawah. Bila hal tersebut ditemukan, tingkat kecurigaan terjadinya
cedera abdominal terutama cedera hepar dan lien meningkat dan perlu
dilakukan evaluasi lebih lanjut dengan CT scan abdomen-pelvis.
Kedua, dapat membantu diagnosis cedera diafragma. Pada keadaan ini,
x-ray toraks pertama kali adalah abnormal pada 85% kasus dan
diagnostik pada 27% kasus.3 Ketiga, dapat menemukan adanya
pneumoperitoneum yang terjadi akibat perforasi hollow viscus. Sama
dengan fraktur iga bawah, fraktur pelvis yang ditemukan pada x-ray
pelvis dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya cedera
intra-abdominal sehingga evaluasi lebih lanjut perlu dilakukan
dengan CT scan abdomen-pelvis. Pyelografi intravena dan sistogram
retrograd merupakan tes yang berguna dalam evaluasi penderita
dengan hematuria.3,4Pemeriksaan Focused Assessment with Sonography
for Trauma (FAST) telah diterima secara luas sebagai alat untuk
evaluasi trauma abdomen. Alatnya yang portabel sehingga dapat
dilakukan di area resusitasi atau emergensi tanpa menunda tindakan
resusitasi, kecepatannya, sifatnya yang non-invasif, dan dapat
dilakukan berulang kali menyebabkan FAST merupakan studi diagnostik
yang ideal. Namun tetap didapatkan beberapa kekurangan, terutama
karena ketergantungannya terhadap jumlah koleksi cairan bebas
intraperitoneal untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang positif.
Cedera hollow viscus dan retroperitoneal sulit dideteksi dengan
pemeriksaan ini. Mengenai keuntungan dan kerugian FAST dapat
dilihat pada tabel berikut ini.4Tabel 1. Keuntungan dan kerugian
FAST4KEUNTUNGANKERUGIAN
NonivasifHasilnya tergantung keahlian pemeriksa
Tidak menghasilkan radiasiSulit dilakukan pada penderita
obesitas
Dapat dilakukan berulang kali
Terdapat interposisi dengan udara
Dapat dilakukan di area resusitasi atau emergensi tanpa menunda
tindakan resusitasiSensitifitas rendah untuk koleksi cairan bebas
< 500 ml
Dapat dilakukan pada evaluasi awalNegatif palsu : cedera
retroperitoneal dan hollow viscus
Murah
Ambang minimun jumlah hemoperitoneum yang dapat terdeteksi masih
dipertanyakan. Kawaguchi et al dapat mendeteksi sampai 70 cc,
sedangkan Tilir et al mengemukakan bahwa 30 cc adalah jumlah
minimum yang diperlukan untuk dapat terdeteksi dengan USG.Mereka
juga menyimpulkan strip kecil anekoik di Morison pouch
menggambarkan cairan sebanyak kurang lebih 250 cc, sementara strip
selebar 0,5 dan 1 cm menggambarkan koleksi cairan sebesar 500 cc
dan 1 liter. 4Beberapa penelitian akhir-akhir ini mempertanyakan
keandalan FAST pada evaluasi trauma tumpul abdomen. Stengel et al
melakukan meta-analisis dari 30 penelitian prospektif dengan
kesimpulan pemeriksaan FAST memiliki sensitifitas rendah yang tidak
dapat diterima (unacceptably) untuk mendeteksi cairan
intra-peritoneal dan cedera organ padat. Mereka merekomendasikan
penambahan studi diagnostik lain dilakukan pada penderita yang
secara klinis dicurigai trauma tumpul abdomen, apapun hasil temuan
pemeriksaan FAST.3 Literatur lain menunjukkan sensitifitas berkisar
antara 78-99% dan spesifisitas berkisar antara 93-100%.2,3 Rozycki
et al dari studinya yang melibatkan 1540 penderita melaporkan
sensitifitas dan spesifisitas sebesar 100% pada penderita trauma
tumpul abdomen.4Ultrasound dapat digunakan sebagai alat diagnostik
bedside dikamar resusitasi ,yang secara bersamaan dengan
pelaksanaan beberapa prosedur diagnostik maupun terapeutik lainnya.
Indikasi pemakainya sama dengan indikasi DPL. Faktor yang
mempengaruhi penggunaannya antara lain adalah obesitas , adanya
udara subkutan ataupun bekas operasi abdomen sebelumnya. Scaning
dengan ultrasound bisa dengan cepat dilakukan untuk mendeteksi
hemoperitoneum. Dicari scan dari kantung perikard ,fossa
hepatorenalis ,fossa splenorenalis ataupun cavum douglas. Sesudah
scan pertama ,30 menit berikutnya idealnya dilakukan lagi scan
kedua atau scan kontrol scan kontrol ini gunanya adalah untuk
melihat pertambahan hemoperitoneum pada pasien dengan perdarahan
yang berangsur-angsur.Indikasi dan kontraindikasi pemeriksaan CT
scan abdomen dapat dilihat pada tabel berikut ini. Kekurangannya
adalah penderita yang harus dibawa ke ruangan CT scan dan biayanya
mahal dibandingkan dengan modalitas lainnya. CT scan pada cedera
organ padat digunakan untuk menentukan derajat cedera dan evaluasi
ekstravasasi kontras.4Tabel 4. Indikasi dan kontraindikasi CT scan
abdomen4INDIKASIKONTRAINDIKASI
Hemodinamik stabilLaparotomi eksplorasi yang sudah jelas
Pemeriksaan fisik normal atau meragukanHemodinamik tidak
stabil
Penurunan hematokrit pada penderita yang ditangani secara non
operatifAgitasi
Trauma duodenal atau pancreasAlergi terhadap media kontras
CT abdomen dan pelvis adalah studi diagnostik utama pada trauma
abdomen dengan hemodinamik stabil. Sensitifitasnya berkisar antara
92% dan 97,6% dengan spesifitas yang tinggi sekitar 98,7%.1 CT
dapatmenyediakan informasi yang berguna berkaitan dengan cedera
organspesifik dan lebih unggul dalam hal mendiagnosis cedera
retroperitoneal dan pelvis. Namun, CT kurang sempurna dalam
mengidentifikasi cedera hollow viscus sehingga bila timbul
kecurigaan terjadinya cedera tersebut, DPL dapat dilakukan sebagai
pemeriksaan tambahan.4
Diagnostik Peritoneal LavageRoot et al pada tahun 1965
memperkenalkan DPL sebagai tes diagnostik yang cepat, akurat, dan
murah untuk deteksi perdarahan intra-peritoneal pada trauma
abdomen. Kerugiannya adalah bersifat invasif, risiko komplikasi
dibandingkan tindakan diagnostik non-invasif, tidak dapat
mendeteksi cedera yang signifikan (ruptur diafragma, hematom
retroperitoneal, pankreas, renal, duodenal, dan vesica urinaria),
angka laparotomi non-terapetik yang tinggi, dan spesifitas yang
rendah. Dapat juga didapatkan positif palsu bila sumber perdarahan
adalah imbibisi dari hematom retroperitoneal atau dinding abdomen.
Adapun indikasi dan kontraindikasi DPL dapat dilihat pada tabel
berikut ini.7Kriteria untuk DPL positif pada trauma tumpul abdomen
tercantum pada tabel 3.Pada penderita dengan hemodinamik tidak
stabil, DPL positif mengindikasikan perlunya tindakan laparotomi
segera.Namun pada penderita dengan hemodinamik stabil, kriteria DPL
terlalu sensitif dan non-spesifik.Oleh karena itu, bila DPL positif
berdasarkan aspirasi darah gross atau hitung sel darah merah (SDM)
pada populasi penderita dengan hemodinamik stabil, tidak mutlak
artinya diperlukan tindakan laparotomi segera untuk menghindari
dilakukannya eksplorasi yang non-terapetik.3,7Tabel 2. Indikasi dan
Kontraindikasi DPL7INDIKASIKONTRAINDIKASI
Pemeriksaan fisik yang meragukanMutlak : indikasi untuk
laparotomi eksplorasi sudah jelas
Syok atau hipotensi yang tidak dapat dijelaskan Relatif :
riwayat laparotomi eksplorasi sebelumnya, kehamilan, morbid obesity
,sirrhosis yang lanjut ,dan adanya koagulopati sebelumnya .
Penurunan kesadaran( cedera kepala tertutup, obat-obatan)
Penderita dalam narkose umum untuk prosedur ekstra abdominal
Cedera medula spinalis
ATLS juga menyebutkan indikasi DPL yaitu pasien hemodinamik
tidak stabi dengan:a. Perubahan sensorium-trauma capitis
,intoksikasi alcohol ,kecanduan obat obatan b. Perubahan
sensasi-trauma spinal c. Cedera organ berdekatan-iga bawah, pelvis
,vertebra lumbalis d. Pemeriksaan fisik diagnostik tidak jelas e.
Diperkirakan akan ada kehilangan kontak dengan pasien dalam waktu
yang agak lama-pembiusan untuk cedera extraabdominal,pemeriksaan
X-ray yang lama ,mis.angiografif. Adanya lap-belt sign (kontusio
dindingf perut) dengan kecurigaan trauma usus.Juga diindikasikan
pada pasien dengan hemodinamik stabil bila dijumpai hal seperti
diatas, dan disini tidak kita miliki fasilitas USG ataupun CT
scan.Beberapa penelitian menunjukan tingkat akurasi sebesar
98-100%, sensitifitas sebesar 98-100%, dan spesifisitas sebesar
90-96%. Pemeriksaan CT scan abdomen-pelvis lebih lanjut dapat
meningkatkan spesifitas untuk menentukan cedera yang memerlukan
tindakan pembedahan. 7Kriteria DPL positif pada trauma tumpul
abdomen meliputi :3,71. sel darah merah 100.000 /mm3 2. sel darah
putih lebih dari 500 /mm33. Adanya sisa makanan, bile, atau bakteri
4. Pewarnaan Gram positif 5. Kadar amilase > 175 IU/dL
Adanya aspirasi darah segar ,isi gastrointestinal ,sarat sayuran
atau empedu yang keluar,melalui tube DPL pada pasien dengan
hemodinamik yang abnormal menunjukan indikasi kuat untuk laparatomi
. bila tidak ada darah segar (>10 cc) ataupun cairan feces ,
dilakukan lavase dengan 1000 cc ringer laktat (pada anak-anak
10cc/kg) .sesudah cairan tercampur dengan cara menekan maupun
melakukan log-roll , cairan di tempung kembali dan diperiksa
dilaboratorium untuk melihat isi gastrointestinal ,serat maupun
empedu. Laparoskopi Laparoskopi diagnostik pada trauma tumpul
abdomen merupakan ilmu yang masih dalam perkembangan dan masih
terbatas penggunaannya. Bila dilakukan secara selektif pada
penderita dengan hemodinamik stabil, laparoskopi merupakan tindakan
yang aman dan secara teknis memungkinkan. Chol et al melaporkan
terjadi pengurangan angka laparotomi negatif atau non-terapetik
dengan laparoskopi diagnostik tersebut.3 Namun laparoskopi adalah
tindakan yang bersifat invasif serta mahal dan nampaknya saat ini
tidak lebih unggul dari modalitas lain dalam penentuan
keputusan.41. RADIOGRAFI0. Ruptur heparHepar dapat mengalami
laserasi dikarenakan trauma tumpul ataupun trauma
tembus.Heparmerupakan organ yang sering mengalami laserasi,
sedangkan empedu jarang terjadi dan sulit untuk didiagnosis.Pada
trauma tumpul abdomen dengan ruptur hati sering ditemukan adanya
fraktur costa VII IX.Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan nyeri
pada abdomen kuadran kanan atas. Nyeri tekan dan Defans muskuler
tidak akan tampak sampai perdarahan pada abdomen dapat menyebabkan
iritasi peritoneum ( 2 jam post trauma). Kecurigaan laserasi hepar
pada trauma tumpul abdomen apabila terdapat nyeri pada abdomen
kuadran kanan atas. Jika keadaan umum pasien baik, dapat dilakukan
CT Scan pada abdomen yang hasilnya menunjukkan adanya laserasi.
Jika kondisi pasien syok, atau pasien trauma dengan kegawatan dapat
dilakukan laparotomi untuk melihat perdarahan
intraperitoneal.Ditemukannya cairan empedu pada lavase peritoneal
menandakan adanya trauma pada saluran empedu.4
PENATALAKSANAAN NON-OPERATIFMerupakan pilihan pertama pada
penderita dengan hemodinamik stabil. Angka keberhasilan yang tinggi
tidak tergantung pada derajat keparahan berdasarkan CT scan, atau
derajat hemoperitoneum yang terjadi.3 Keuntungan dari
penatalaksanaan non-operatif adalah menghindari terjadinya
laparotomi non-terapetik beserta komplikasinya, mengurangi
kebutuhan transfusi, dan komplikasi intra-abdominal yang lebih
sedikit.1 Belum ada literatur yang menegaskan bahwa penatalaksanaan
non-operatif meningkatan risiko tidak terdiagnosisnya cedera
intra-abdominal lain yang berhubungan.3CT abdomen merupakan studi
yang paling sensitif dan spesifik dalam mengidentifikasi dan
menentukan derajat kerusakan hepar dan lien. Adanya kontras yang
bebas atau perdarahan yang sedang berlangsung merupakan indikasi
untuk angiografi dan embolisasi.3Penatalaksanaan non-operatif
meliputi observasi tanda vital, pemeriksaan fisik, dan nilai
laboratorium yang dilakukan secara serial. Bila salah satu
memburuk, maka hal tersebut merupakan indikasi untuk intervensi
pembedahan. Tirah baring total atau pembatasan aktifitas dan CT
scan serial telah dibantah kegunaannya oleh beberapa literatur.1
Waktu untuk kembali ke aktifitas normal tergantung pada luas dan
derajat cedera.3
PENATALAKSANAAN OPERATIFApapun mekanisme traumanya, prinsip
utama pada operatif trauma adalah pemaparan (exposure) dan
hemostasis, terutama pada trauma hepar. Setelah dilakukan
mobilisasi hepar yang adekuat, laserasi simpel dapat ditangani
dengan penekanan langsung, elektrokauterisasi, koagulasi sinar
argon, dan agen hemostatik topikal.3 Teknik finger fracture dengan
ligasi langsung pada pembuluh darah yang ruptur juga dapat
dilakukan.Pada cedera yang berat akan lebih sulit untuk mencapai
hemostasis. Jika teknik yang telah disebutkan gagal, dilakukan
kompresi portal triad (the Pringle maneuver) yang akan mengontrol
perdarahan yang berasal dari vena porta dan sistem arterial
hepatik. Jika manuver tersebut efektif, pada laserasi dapat
dilakukan finger fractionation dan ligasi langsung pembuluh darah
yang ruptur. Setelah hemostasis tercapai, dilakukan tampon pada
laserasi dengan menggunakan flap omental. Jahitan-dalam hepar
sebaiknya tidak dilakukan lagi.3Bila manuver Pringle tersebut
gagal, perlu dicurigai adanya cedera vena hepatik atau cedera vena
cava inferior retrohepatik. Pada keadaan ini, mendapatkan kontrol
vaskuler adalah sangat menantang. Eksklusi hepatik total atau
atriocaval shunt merupakan pilihan yang tidak dapat dianggap mudah.
Pada cedera seperti ini perlu dipertimbangkan lebih dalam untuk
melakukan teknik damage control, yang meliputi abdominal packing
dan penutupan abdomen sementara.3,4Penggunaan angiografi
pasca-bedah dan embolisasi dapat membantu. Pada penderita dengan
ekstravasasi arterial aktif, beberapa metode embolisasi dapat
membantu menghentikan sumber perdarahan. Reseksi hepar dicadangkan
untuk operasi selanjutnya ketika debridement jaringan hepar yang
mati dilakukan. 3,4
KOMPLIKASI RUPTUR ORGANPeritonitis merupakan komplikasi
tersering dari trauma tumpul abdomen karena adanya ruptur pada
organ. Penyebab yang paling serius dari peritonitis adalah
terjadinya suatu hubungan (viskus) ke dalam rongga peritoneal dari
organ-organ intra-abdominal (esofagus, lambung, duodenum,
intestinal, colon, rektum, kandung empedu, apendiks, dan saluran
kemih), yang dapat disebabkan oleh trauma, darah yang menginfeksi
peritoneal, benda asing, obstruksi dari usus yang mengalami
strangulasi, pankreatitis, PID (Pelvic Inflammatory Disease) dan
bencana vaskular (trombosis dari mesenterium/emboli). 8Peradangan
peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi
akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya
apendisitis, salpingitis), ruptur saluran cerna, atau dari luka
tembus abdomen.Organisme yang sering menginfeksi adalah organisme
yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur apendiks, sedangkan
stafilokokus dan stretokokus sering masuk dari luar.Pada luka
tembak atau luka tusuk tidak perlu lagi dicari tanda-tanda
peritonitis karena ini merupakan indikasi untuk segera dilakukan
laparotomi eksplorasi.Namun pada trauma tumpul seringkali
diperlukan observasi dan pemeriksaan berulang karena tanda
rangsangan peritoneum bisa timbul perlahan-lahan.8
Menegakkan diagnosis peritonitis secara cepat adalah penting
sekali.Diagnosis peritonitis didapatkan dari hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.Diagnosis peritonitis
biasanya ditegakkan secara klinis.Kebanyakan pasien datang dengan
keluhan nyeri abdomen.Nyeri ini bisa timbul tiba-tiba atau
tersembunyi.Pada awalnya, nyeri abdomen yang timbul sifatnya tumpul
dan tidak spesifik (peritoneum viseral) dan kemudian infeksi
berlangsung secara progresif, menetap, nyeri hebat dan semakin
terlokalisasi (peritoneum parietale). Dalam beberapa kasus (misal:
perforasi lambung, pankreatitis akut, iskemia intestinal) nyeri
abdomen akan timbul langsung secara umum/general sejak dari awal.
Mual dan muntah biasanya sering muncul pada pasien dengan
peritonitis. Muntah dapat terjadi karena gesekan organ patologi
atau iritasi peritoneal sekunder.9Pada pemeriksaan fisik, pasien
dengan peritonitis, keadaan umumnya tidak baik.Demam dengan
temperatur >380C biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis hebat
akan muncul gejala hipotermia. Takikardia disebabkan karena
dilepaskannya mediator inflamasi dan hipovolemia intravaskuler yang
disebabkan karena mual dan muntah, demam, kehilangan cairan yang
banyak dari rongga abdomen.Dengan adanya dehidrasi yang berlangsung
secara progresif, pasien bisa menjadi semakin hipotensi.Hal ini
bisa menyebabkan produksi urin berkurang, dan dengan adanya
peritonitis hebat bisa berakhir dengan keadaan syok sepsis. 9Pada
pemeriksaan abdomen, pemeriksaan yang dilakukan akan sangat
menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien, namun pemeriksaan abdomen
ini harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan terapi yang akan
dilakukan. Pada inspeksi, pemeriksa mengamati adakah jaringan parut
bekas operasi menununjukkan kemungkinan adanya adhesi, perut
membuncit dengan gambaran usus atau gerakan usus yang disebabkan
oleh gangguan pasase. Pada peritonitis biasanya akan ditemukan
perut yang membuncit dan tegang atau distended.9Minta pasien untuk
menunjuk dengan satu jari area daerah yang paling terasa sakit di
abdomen, auskultasi dimulai dari arah yang berlawanan dari yang
ditunjuik pasien.Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi
penurunan suara bising usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising
usus akan melemah atau menghilang sama sekali, hal ini disebabkan
karena peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus ikut
lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada peritonitis
lokal bising usus dapat terdengar normal.9Palpasi.Peritoneum
parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral yang sangat
sensitif.Bagian anterior dari peritoneum parietale adalah yang
paling sensitif.Palpasi harus selalu dilakukan di bagian lain dari
abdomen yang tidak dikeluhkan nyeri.Hal ini berguna sebagai
pembanding antara bagian yang tidak nyeri dengan bagian yang nyeri.
Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya
proses inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyeri
somatik). Defans yang murni adalah proses refleks otot akan
dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot
terhadap rangsangan tekanan.Pada saat pemeriksaan penderita
peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot dinding perut
menunjukkan defans muskular secara refleks untuk melindungi bagian
yang meradang dan menghindari gerakan atau tekanan
setempat.9Perkusi.Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada
peritoneum, adanya udara bebas atau cairan bebas juga dapat
ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan pekak hati dan
shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan
menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani karena adanya udara
bebas tadi.Pada pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya harus
dilakukan pemeriksaan colok dubur dan pemeriksaan vaginal untuk
membantu penegakan diagnosis.Nyeri pada semua arah menunjukkan
general peritonitis. 9
BAB 4PEMBAHASAN
4.1 AnamnesisFAKTATEORI
Keluhan utama :1. Nyeri pada seluruh perut2. 3. Mekanisme injury
:4. Pasien jatuh dari motor dengan stang motor menghantar perut
kanan.5. Pasien terjatuh dengan posisi bagian tubuh kanan jatuh ke
belakang6. Pasien sadar, muntah tidak ada, nyeri kepala tidak
ada
Pada trauma tumpul abdomen terutama akibat kecelakaan lalu
lintas,
Penyebab :Penyebab tersering adalah kecelakaan lalu lintas
(50-75%) yang meliputi tabrakan antar kendaraan bermotor (antara
45-50%) dan tabrakan antara kendaraan bermotor dengan pejalan
kaki.
Biomekanika Trauma : 1. Trauma kompresi2. Trauma seat belt3.
Cedera akselerasi-deselarasi
Nyeri pada seluruh perut :Akut abdomen merupakan kondisi dimana
gejala utamanya nyeri di perut, yang terjadi secara tiba- tiba dan
untuk penanggulangannya biasanya tindakan pembedahan
diperlukan.
Trauma tumpul abdomen adalah cedera pada abdomen tanpa penetrasi
ke dalam rongga peritoneum. Trauma tumpul abdomen didefinisikan
sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara
diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul. . Trauma
tumpul abdomen dapat menimbulkan cedera pada organ berongga berupa
perforasi atau pada organ padat berupa perdarahan. Penyebab
tersering adalah kecelakaan lalu lintas (50-75%) yang meliputi
tabrakan antar kendaraan bermotor (antara 45-50%) dan tabrakan
antara kendaraan bermotor dengan pejalan kaki.3,4 Tindakan
kekerasan, jatuh dari ketinggian, dan cedera yang berhubungan
dengan pekerjaan juga sering ditemukan. Trauma tumpul abdomen
merupakan akibat dari kompresi, crushing, regangan, atau mekanisme
deselerasi.Berdasaran jenis organ yang cedera dapat dibagi dua :61.
Pada organ padat seperti hepar dan limpa dengan gejala utama
perdarahan1. Pada organ berongga seperti usus dan saluran empedu
dengan gejala utama adalah peritonitisBerdasarkan daerah organ yang
cedera dapat dibagi dua, yaitu :1. Organ Intraperitoneal : Ruptur
hati, ruptur limpa, ruptur usus halus1. Organ Retroperitoneal.
Retroperitoneal abdomen terdiri dari ginjal, ureter, pancreas,
aorta, dan vena cava. Trauma pada struktur ini sulit ditegakkan
diagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik. Evaluasi regio ini
memerlukan CT scan, angiografi, dan intravenous pyelogram.trauma
pada daerah ini menyebabkan ruptur ginjal, ruptur pancreas ,ruptur
ureter
4. 2 Pemeriksaan FisikFAKTATEORI
Primary Survey :Airway : clearBreathing : clear, pergerakan
dinding dada simetris, dengan frekuensi pernafasan = 20 kali per
menitCirculation : clear, tekanan darah = 120/70 mmHg. Nadi 80 kali
per menit, regular, kuat angkat, isi cukup.Disability :
Komposmentis, GCS E4V5M6
Secondary Survey :Kepala leher :Normocephali, jejas (-),
deformitas (-), palpebral edema (-/-), konjungtiva anemis (-/-),
sclera ikterik (-/-), perdarahan subkonjungtiva (-/-), pupil isokor
(3mm/3mm), reflex cahaya (+/+), bloody otorhea (-/-), bloody
rinorhea (-/-), trakea terletak di tengah, pembesaran kelanjar
getah bening (-), JVP tidak meningkat.
Thorax:Inspeksi : simetris, gerak nafas simetris, retraksi ICS
(-/-), jejas (-)Palpasi : fremitus raba normal, Perkusi : sonor
pada semua Auskultasi : vesikuler, ronki (-/-), whezzing (-/-),
suara jantung dalam batas normalAbdomen ( status lokalis )Inspeksi
: tampak cembung (+), jejas (-)Auskultasi : bising usus (+) kesan
menurun Perkusi : redup pada kuadran kanan atas dan bawahPalpasi :
distended (+), defans muscular (-), nyeri tekan (+) pada seluruh
perut, nyeri ketok hepar (+), massa (-), organomegali (-).
Ekstremitas :Superior : akral hangat, edema (-/-)Inferior :
akral hangat, edem (-/-)
Shoulder Dextra (status lokalis) :Look : edema (+). Hematoma
(+)Feel : Krepitasi (+)Move : ROM terbatas, nyeri (+)
Pemeriksaan Rectal Toucher Perineum baik, tonus sphincter ani
(+) lemah, mukosa intak, massa (-), pada handscoon tidak ada feses
dan darah
Primary survey :1. Airway, berupa kelancaran jalan nafas berupa
obtruksi jalan napas yang dapat disebabkan oleh benda asing.2.
Breathing, berupa ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik
dari paru, dinding dada dan diafragma.3. Circulation, penilaian
terhadap volume darah, tingkat kesadaran, warna kulit, nadi dan
perdarahan.4. Exposure, dilakukan penilaian neurologis berupa
tingkat kesadaran, ukuran, dan reaksi pupil, tanda tanda
lateralisasi dan tingkat cedera spinal.5. Exposure , pakaian dibuka
secara keseluruhan kemudian dinilai kelainan yang tampak.
Secondary Survey :Regio kepalaPemeriksaan berupa konjungtiva
anemis, dan adanya luka dan kontusio pada kulit kepala, fraktur,
edema palbebra, benda asing dalam mata, perdarahan konjungtiva,
ukuran dan respon pupil.Regio maksilofasialPada regio ini diperiksa
untuk menilai adanya tanda-tanda trauma kepala yang mungkin terjadi
bersamaan dengan trauma abdomen yaitu fraktur tulang wajah yang
mungkin juga ada fraktur lamina kribosaRegio vertebra servikalis
dan leherPemeriksaan leher meliputi inspeksi adanya jejas, palpasi
dan auskultasi pada arteri karotis.Regio toraksinspeksi dari depan
dan belakang untuk menilai adanya flail chest atau open
pneumothorax, hematom pada dinding dada, distensi vena jugularis.
Palpasi pada setiap kosta dan klavikula untuk menilai adanya
fraktur. Auskultasi bising napas pada atas toraks untuk menentukan
pneumotoraks dan bagian posterior untuk menilai adanya hemotoraks.
Bunyi jantung yang jauh disertai nadi yang kecil mungkin disebabkan
tamponade jantung. Suara napas yang menurun pada auskultasi dan
hipersonor pada perkusi disertai syok mengarahkan pada
pneumotoraksRegio abdomenPada trauma tumpul abdomen dengan ruptur
hati sering ditemukan adanya fraktur costa VII IX. Pada pemeriksaan
fisik sering ditemukan nyeri pada abdomen kuadran kanan atas. Nyeri
tekan dan Defans muskuler tidak akan tampak sampai perdarahan pada
abdomen dapat menyebabkan iritasi peritoneum ( 2 jam post trauma).
Kecurigaan laserasi hepar pada trauma tumpul abdomen apabila
terdapat nyeri pada abdomen kuadran kanan atas. Jika keadaan umum
pasien baik, dapat dilakukan CT Scan pada abdomen yang hasilnya
menunjukkan adanya laserasiInspeksiBaju penderita harus dibuka
semua. Amati adanya : hematom, seat belt sign, vulnus ekskoriatum,
vulnus laseratum, vulnus puctum, benda asing yang tertancap,
keluarnya isi perut, Distensi abdomen, yang biasanya berhubungan
dengan pneumoperitoneum, dilatasi gaster, atau ileus akibat iritasi
peritoneal. Kebiruan pada regio flank, punggung bagian bawah ( grey
turner sign) menandakan adanya perdarahan retroperitoneal yang
melibatkan ginjal, pankreas, atau fraktur pelvis. 1. Kebiruan
disekitar umbilikus (cullen sign) menandakan adanya perdarahan
pankreas. Auskultasi Penurunan peristaltik usus dapat berasal dari
adanya peritonitis kimiawi karena perdarahan atau ruptur organ
berongga. Cedera pada struktur yang berdekatan seperti tulang iga,
tulang belakang atau tulang panggul juga dapat mengakibatkan ileus
meskipun tidak ada cedera intraabdomen sehingga tidak ada
peristaltik usus bukan berarti pasti ada cedera intraabdomen.
Adanya peristaltik usus pada toraks menandakan adanya cedera pada
diafragma. Perkusi Perkusi pada dinding abdomen menyebabkan
pergerakan peritoneum dan dapat menunjukkan peritonitis. Perkusi
timpani pada kuadran atas akibat dari dilatasi lambung akut atau
bunyi redup bila ada hemoperitoneum. PalpasiKecenderungan
mengeraskan dinding abdomen (voluntary guarding) dapat menyulitkan
pemeriksaan. Sebaliknya, defans muskular (voluntary guarding)
merupakan tanda iritasi peritoneum. Palpasi dilakukan selain
menilai hal tersebut juga untuk mengetahui adanya nyeri tekan
superfisial, nyeri tekan dalam. Nyeri tekan lepas menandakan
peritonitis akibat darah atau isi usus.
Pemeriksaan fisik pada trauma abdomen ditujukan untuk secara
cepat mengidentifikasi pasien yang membutuhkan laparotomi. Cedera
abdomen sering menyebabkan nyeri dan kejang pada dinding perut dan
membuat diagnosis menjadi sulit . Patah tulang rusuk bawah, patah
tulang panggul, atau kontusio dinding perut dapat menyerupai
tanda-tanda peritonitis. Karena manifestasi utama dari trauma
tumpul organ padat adalah perdarahan, pasien harus dipantau secara
ketat selama penilaian awal, dan adanya syok refrakter dianggap
akibat perdarahan masif. Pasien harus diperiksa dari kepala sampai
kaki untuk tanda-tanda trauma tumpul dan luka tembus. Lecet kecil
atau ekimosis menunjukkan cedera intraabdominal lokal yang
signifikan. Dinding dan belakang perut harus diperiksa secara
hati-hati, dan adanya ekimosis posterior meningkatkan kemungkinan
cedera retroperitoneal . Tidak adanya bising usus berhubungan
dengan ileus, dalam konteks unit gawat darurat, adanya bising usus
tidak sensitif untuk membedakan antara pasien yang memerlukan
laparotomy atau tidak.Pada palpasi dapat ditemukan nyeri lokal,
kejang, atau kekakuan dinding perut. Temuan ini dan temuan rebound
tenderness konsisten dengan peritonitis dan perforasi organ
berongga. Nyeri suprapubik dan panggul dapat menunjukkan patah
tulang panggul, dinilai pada pasien sadar. Pemeriksaan perineum dan
meatus uretra rutin dilakukan untuk mencari tanda-tanda fraktur
panggul dan kemungkinan cedera uretra. Pemeriksaan rectal toucher
dilakukan dan tonus sfingter ani dievaluasi. Integritas dinding
rektum, posisi dan mobilitas prostat terkait dengan cedera uretra
juga dievaluasi. Tinja harus diperiksa untuk mencari adanya darah
samar. Kateter uretra dipasang, dan sampel urin dikirim untuk
analisis adanya hematuria mikroskopik. Jika cedera pada uretra
dicurigai, urethrography retrograde ( RUG ) harus dilakukan sebelum
mencoba kateterisasi. Perforasi viskus berongga mungkin memerlukan
beberapa jam sebelum peritonitis menjadi jelas . Perforasi kolon
atau lambung menyebabkan peritonitis lebih cepat.
4.3 Pemeriksaan Penunjang dan DiagnostikKasusTeori
Laboratorium Darah Lengkap Leukosit = 8600 10.500 11.500 Hb =
6.0 10.1 9.7 Hct = 17.5% 29.5% 28.1% Trombosit = 95.000 164.000
121.000 Kimia DarahGDS=96 mg/dlUreum=87,7 mg/dlCreatinin=1,8
mg/dl
SerologiHbsAg=negatifAb HIV=non reaktif
UrineBerat Jenis=1,020Ketone=+1Hb/darah=+4Warna=kuning
tua/keruhpH=5,0Protein=+1Sel Epitel=+Leukosit=2-5
/lpbEritrosit=banyak Pemeriksaan LaboratoriumDilakukan pemeriksaan
tersebut untuk mengetahui status hemodinamik pasien. Jika ditemukan
hemodinamik yang tidak stabil, maka dapat dilakukan penatalaksanaan
untuk memperbaiki keadaan tersebut. Pemeriksaan hematokrit adalah
studi darah utama nilai dalam evaluasi awal pasien dengan trauma
abdomen. Jumlah leukosit, kreatinin serum , glukosa , serum
amilase/ lipase, dan penentuan serum elektrolit sering diperoleh
untuk referensi tetapi biasanya memiliki sedikit nilai pada periode
manajemen langsung, tapi sangat penting untuk penilaian serial.
Hematokrit serial yang mengalami penurunan terus-menerus
mengidentifikasi perdarahan yang sedang berlangsung dan membutuhkan
intervensi operasi segera. Urinalisis menegaskan kehadiran
hematuria mikroskopik. Untuk trauma tumpul, evaluasi radiografi (
biasanya dengan CT ) dari ginjal dan kandung kemih harus dimulai
pada pasien dengan gross hematuria atau hematuria mikroskopik.
Pemeriksaan Radiografi1) Foto Thorak dalam batas normal2) USG
Abdomen cito. Pemeriksaan Radiografi1. Studi radiologis yang
penting untuk evaluasi trauma abdomen adalah rontgen dada,
uretrografi retrograde, sistografi, CT scan, USG, dan angiografi.
Ro-foto cervical lateral, Thorax AP dan pelvis AP dilakukan pada
pasien multiple trauma. X-ray toraks berguna untuk evaluasi trauma
tumpul abdomen karena beberapa alasan. Pertama, dapat
mengidentifikasi adanya fraktur iga bawah, tingkat kecurigaan
terjadinya cedera abdominal terutama cedera hepar dan lien
meningkat dan perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut dengan CT scan
abdomen-pelvis. Kedua, dapat membantu diagnosis cedera diafragma.
Pada keadaan ini, x-ray toraks pertama kali adalah abnormal pada
85% kasus dan diagnostik pada 27% kasus.3 Ketiga, dapat menemukan
adanya pneumoperitoneum yang terjadi akibat perforasi hollow
viscus. Pada trauma tumpul, foto anteroposterior panggul dapat
menggambarkan patah tulang panggul yang tidak terdeteksi pada
pemeriksaan fisik. Foto abdomen 3 posisi (telentang, setengah
tegak, dan lateral decubitus) berguna untuk melihat adanya udara
bebas dibawah diafragma ataupun udara diluar lumen
diretroperitoneum, jika ada pada keduanya, maka menjadi petunjuk
untuk dilakukan laparotomi. Hilangnya bayangan psoas menunjukkan
kemungkinan cedera retroperitoneal.2. Pemeriksaan dengan kontrasa)
Urethrografi jika curiga ruptur uretrab) Sistografi jika curiga
ruptur bulic) CT Scan / IVP semua pasien dengan hematuria dan
hemidinamik stabil dicurigai mengalami sistem urinaria bisa
diperiksa dengan CT Scan dengan kontras. Bila tidak ada fasilitas
CT Scan, alternatifnya adalah pemeriksaan IVP.
Pemeriksaan Diagnostik DPL (Diagnostik Peritonral Lavage) FAST
(Focussed Assessment Sonography in Trauma). CT ScanCT memiliki
nilai nyata dalam penilaian yang akurat tentang cedera organ padat,
terutama dari hati, ginjal, dan limpa, CT kontras memiliki akurasi
yang besar dalam penggambaran perdarahan intraabdominal. CT juga
sangat spesifik dalam evaluasi cedera retroperitoneal dan merupakan
studi diagnostik yang paling berguna dan informatif untuk pasien
dengan trauma abdomen.
Untuk menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat pada
pasien ini, selain dilakukannya anamnesia dan pemeriksaan fisik,
maka dilakukan juga beberapa pemeriksaan penunjang yaitu
pemeriksaan darah dan urin lengkap, pemeriksaan radiologi, dan
pemeriksaan penunjang diagnostik. Pada pemeriksaan laboratorium
darah, didapatkan hasil yang menunjukkkan status hemodinamik pasien
yang tidak stabil, dengan jumlah Hb dan trombosit yang rendah,
serta pada beberapa hari berikutnya diikuti dengan leukositosis.
Hal tersebut bisa saja terjadi pada seseorang dengan trauma tumpul
abdomen, dimana Hb yang menurun dikarenakan oleh trauma tumpul
abdomen yang mengenai organ-organ padat yang banyak menyuplai
darah. Jika organ tersebut terkena trauma, dapat terjadi perdarahan
luas, dan akhirnya menyebabkan turunnya Hb pasien. Organ-organ yang
berpotensi menyebabkan perdarahan masiv yaitu lien, hepar,
dll.Sedangkan pada hasil pemeriksaan urin lengkap, didapatkan
gambaran hematuria. Dari hal tersebut dapat dipikirkan untuk
diagnosis banding trauma pada ginjal atau traktus genitourinarius
lainnya, sehingga dapat dilakukan pemeriksaan penunjang
lainnya.Pemeriksaan Radiologi screening untuk trauma tumpul yang
dilakukan pada pasien ini hanya pemeriksaan thoraks foto saja. Jika
disesuaikan dengan teori, seharusnya pada kasus-kasus trauma,
terutama trauma tumpul abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan abdomen
3 posisi (telentang, setengah tegak, dan lateral decubitus) berguna
untuk melihat adanya udara bebas dibawah diafragma ataupun udara
diluar lumen diretroperitoneum, jika ada pada keduanya, maka
menjadi petunjuk untuk dilakukan laparotomi. Sedangkan pemeriksaan
dengan kontras, pada pasien ini tidak dilakukan.Kemudian pada
pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien ini adalah
pemeriksaan USG abdomen. Teori mengatakan, untuk pemeriksaan
diagnostik pada trauma tumpul dapat dilakukan pemeriksaan DPL, USG
FAST, dan CT Scan. Untuk algoritma alur pemeriksaan yang seharusnya
pada trauma tumpul abdomen dapat dilihat pada tinjauan pustaka.
Masing-masing pemeriksaan memiliki kelebihan dan kekurangan. Kali
ini USG dilakukan memiliki keunggulan yaitu tidak mahal, tidak
invasif, dan portabel, menghindari menggunakan media kontras, dapat
menilai toraks, dan rongga retroperitoneal disamping peritoneum.
Sedangkan kekurangannya yaitu untuk mendapatkan hasil positif
diperlukan cairan intraperitoneal minimal 70cc dibandingkan dengan
DPL hanya 20cc, akurasinya tergantung pada operator atau pembaca
hasil, sensitifitasnya rendah untuk usus halus dan cedera pankreas,
tidak dapat menentukan dengna tepat penyebab hemoperitoneum,
dll.
4.4 PenatalaksanaanKasusTeori
Pasang NGT Transfusi PRC 2 kolf Inf. Futrolit 20 tpm (guyur dulu
1 kolf) Inj. Kalfoxim 3x1gr USG Abdomen CITO Pro Laparotomi
Eksplorasi CITO
Primary Survey Secondary Survey Non operatif (observasi tanda
vital, pemeriksaan fisik, dan nilai laboratorium yang dilakukan
secara serial) untuk pasien dengan hemodinamik stabil. Operatif
Laparotomi, indikasi : Trauma tumpul abdomen dengan DPL positif
atau ultrasound Trauma tumpul abdomen dengan hipotensi yang
berulangwalaupun diadakan resusitasi yang adekuat Peritonitis dini
atau yang menyusul Hipotensi dengan luka abdomen tembus Perdarahan
dari gaster, dubur, atau daerah genitourunaruakibat trauma tembus
Luka tembak melintas rongga peritoneum atau retroperitoneum
visceral/vascular. Eviscerasi (pengeluaran isi usus) Cedera pada
hepar, lien, ataupun ginjal yang mengakibatkan syok, instabilitas
hemodinamik maupun bukti klinis adanya perdarahan yang masih
berlangsung menjadi indikasi perlunya tindakan laparotomi. Cedera
organ padat dengan hemodinamik stabil sering berhasil ditangani
secara konservatif; pasien seperti ini harus dirawat untuk
observasi ketat. Pada 5% pasien dengan dugaan cedera organ padat
yang terisolir boida didapatkan adanya cedera organ berongga.
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini setelah tiba di
RSUD AWS ini sudah sesuai dengan teori yang kami dapatkan walaupun
pasien sampai disini setelah kurang lebih 72 jam dari kejadian
trauma. Penanganan yang dilakukan dsini mulai dari primary survey,
memastikan dari airway, breathing, circulation, disability, hingga
exposure stabil. Kemudian dilanjutkan dengan secondary survey.
Penatalaksananan simptomatik untuk memperbaiki keadaan umum pasien
dengan hemodinamik tidak stabil, dilakukan resusitasi cairan dan
transfuse PRC. Selanjutnya dilakukan tindakan operatif laparotomi
eksplorasi, dan didapatkan pada pasien ini yaitu laserasi
hepar.
BAB 5KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KesimpulanTrauma