71
I. PENGENALAN SISTEM HIDROPONIK
A. Pendahuluan1. Latar BelakangPertanian adalah salah satu
sektor yang penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Sektor ini
berperan sebagai penunjang ketersediaan pangan bagi rakyatnya.
Seiring dengan perkembangan teknologi, sektor pertanian juga
mengalami perkembangan. Salah satu perkembangannya adalah
pengembangan pola cocok tanam tanpa media tanah. Pola cocok tanam
ini dikenal dengan nama Hidroponik. Hidroponik berasal dari kata
hydro yang berarti air dan ponos yang berarti daya. Dengan demikian
hidroponik dapat diartikan sebagai memberdayakan air. Pola cocok
tanam sistem hidroponik merupakan pola cocok tanam yang
memberdayakan air sebagai dasar pembangunan tubuh tanaman dan
berperan dalam proses fisiologi tanaman. Air di sini bukanlah air
biasa, tetapi air yang berisi zat-zat tertentu yang dapat membantu
proses tumbuhnya tanaman dan proses fisiologi tanaman. Tumbuhan
yang biasa ditanam secara hidroponik adalah sayuran dan buah-buahan
yang berumur pendek seperti caisim, selada, pakcoy, bayam, tomat,
mentimun, dan lain-lain. Teknologi hidroponik merupakan suatu
teknologi untuk budidaya tanaman. Teknologi hidroponik telah
diaplikasikan dengan berbagai bentuk modifikasi, diantaranya adalah
Floating Hydroponic System (FHS) atau rakit apung, Nutrient Film
Technique (NFT), hidroponik vertikultur, ebb and flow atau
penggenangan dan pengatusan, aeroponik, substrat dan DFT. Tiap-tiap
bentuk modifikasi aplikasi teknologi hidroponik memiliki kelebihan
dan kelemahan. Oleh karena itu, untuk membudidayakan tanaman perlu
memilih bentuk aplikasi teknologi hidroponik yang disesuaikan
dengan karakteristik tanaman, tujuan budidaya, dan ketersediaan
sumberdaya misalnya listrik dan peralatan pendukung berupa pompa
dan alat fertigasi. 1
2. Tujuan PraktikumPraktikum acara Pengenalan Sistem Hidroponik
ini mempunyai tujuan sebagai berikut :a. Mahasiswa dapat
mengidentifikasikan komponen dan instalasi beberapa macam sistem
hidroponik (Floating Hydroponic System (FHS), Nutrient Film
Technique (NFT), Vertikultur Talang, Substrat Sekam dan Pasir, Ebb
and Flow, Aeroponik, Deep Flow Technique (DFT), Vertikultur Karpet
dan Aquaponik). b. Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari
tiap-tiap sistem hidroponik.c. Mengetahui contoh aplikasi
jenis-jenis sistem hidroponik untuk budidaya tanaman hortikultura
semusim (sayuran).3. Waktu dan Tempat PraktikumPraktikum acara
Pengenalan Sistem Hidroponik ini dilaksanakan pada tanggal 8
Oktober 2014 pukul 07.00-09.00 WIB dan bertempat di rumah kaca B
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.B. Tinjauan
PustakaSejarah perkembangan teknik hidroponik dimulai dengan
penelitian yang berkaitan dengan kebutuhan unsur hara yang
dibutuhkan oleh tanaman. Dua ilmuan, Sach dan Knop berhasil
menunjukan bahwa suatu tanaman dapat hidup dalam media inert (tidak
menimbulkan reaksi kimia yang menggangu) yang diberikan sebuah
larutan unsur hara. Penelitian ini menunjukan bahwa larutan yang
mengandung unsur nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), sulfur (S),
kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) merupakan unsur yang paling banyak
dibutuhkan oleh tanaman (makronutrien). Penelitian lebih lanjut
menunjukan bahwa tanaman juga memerlukan unsur-unsur hara lain
seperti besi (Fe), klorin (CI), mangan (Mn), boron (B), seng (Zn),
tembaga (Cu) dan molybdenum (Mo) dalam jumlah kecil (mikronutrien)
(Sudibyo 2005).Pengetahuan ini menyebabkan penelitian-penelitian
lain mulai difokuskan utuk membuat suatu larutan yang dapat
memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman. Beberapa formula unsur hara
tanaman berhasil ditemukan oleh para ahli seperti Tollens (1882),
Tottingham (1914), Shieve (1915), Hoagland (1919), Trelease (1933),
Arnon (1938) dan Robbins (1946). Formula unsur hara tanaman yang
ditemukan tersebut masih digunakan di laboratorium sampai sekarang
(Istiqomah 2007).Penggunaan teknik budidaya tanaman secara
hidroponik memiliki barbagai keuntungan. Sameto (2006) menyatakan
beberapa keuntungan yang diperoleh dari penggunaan teknik ini
adalah mengeliminasi serangan hama, cendawan, dan penyakit asal
tanah sehingga dapat meniadakan penggunaan pestisida; mengurangi
penggunaan areal tanam yang luas; meningkatkan hasil panen serta
menekan biaya produksi yang tinggi. Selain itu teknik dapat
mempercepat waktu panen, penggunaan air dan unsur hara yang
terukur, dan kualitas, kuantitas dan kontinuitas hasil yang
terjamin.1. Floating Hydroponic System (FHS)Floating Hydroponic
System (FHS) merupakan budidaya tanaman (khususnya sayuran) dengan
cara menanamkan atau menancapkan tanaman pada lubang styrofoam yang
mengapung diatas permukaaan larutan nutrisi dalam suatu bak
penampung atau kolam sehingga akar tanaman terapung atau terendam
dalam larutan nutrisi. Metode ini dikembangkan pertama kali oleh
Jensen di Arizona dan Massantini di Italia. Pada sistem ini larutan
nutrisi tidak disirkulasikan, namun dibiarkan pada bak penampung
dan dapat digunakan lagi dengan cara mengontrol kepekatan larutan
dalam jangka waktu tertentu (Sudarmojo 2008). Floating Hydroponic
System (FHS) perlu dilakukan pengontrolan kepekatan larutan nutrisi
dalam periode tertentu. Hal ini dilakukan karena dalam jangka yang
cukup lama akan terjadi pengkristalan dan pengendapan pupuk cair
dalam dasar kolam yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Sistem
ini mempunyai beberapa karakteristik seperti terisolasinya
lingkungan perakaran yang mengakibatkan fluktuasi suhu larutan
nutrisi lebih rendah, dapat digunakan untuk daerah yang sumber
energi listriknya terbatas karena energi yang dibutuhkan tidak
terlalu tergantung pada energi listrik (Istiqomah 2007).Tanaman
ditancapkan pada lubang dalam styrofoam dengan bantuan busa (agar
tanaman tetap tegak) serta ditambahkan penyangga tanaman dengan
tali. Lapisan styrofoam digunakan sebagai penjepit, isolator panas
dan untuk mempertahankan tanaman agar tetap terapung dalam larutan
nutrisi. Agar pemakaian lapisan styrofoam tahan lama biasanya
dilapisi oleh plastik mulsa. Dalam gambar juga ditunjukkan adanya
bak larutan nutrisi dengan penyangganya, biasanya bak penampung ini
mempunyai kedalaman antara 10-20 cm dengan kedalaman larutan
nutrisi antara 6-10 cm. Hal ini ditujukan agar oksigen dalam udara
masih terdapat di bawah permukaan styrofoam (Pinus 2008).2.
Nutrient Film Technique (NFT)Hidroponik NFT adalah metode bercocok
tanam tanpa menggunakan media tanah, melainkan menggunakan air yang
ditambahkan larutan nutrisi tanaman. Sistem ini menjadi salah satu
metode bercocok tanam yang semakin disukai akhir-akhir ini. Hal ini
dikarenakan sistem hidroponik NFT memiliki berbagai keunggulan
yaitu lebih mudah direalisasikan oleh siapa saja. Sistem NFT ini
ketersediaan nutrient sebagai sumber nutrisi bagi tanaman memegang
peranan penting agar tanaman dapat tumbuh dengan baik dan
menghasilkan produk yang bermutu sesuai dengan harapan. Oleh karena
itu diperlukan suatu sistem monitoring terhadap flow aliran nutrisi
pada sistem hidroponik ini karena asupan nutrisi sangat penting
bagi tanaman dapat terpenuhi dengan baik (Istiqomah 2007). Kata
film pada hidroponik NFT menunjukkan aliran tipis. Dengan demikian,
hidroponik ini hanya menggunakan aliran air (nutrien) sebagai
medianya. Keunggulan sistem hidroponik ini antara lain air yang
diperlukan tidak banyak, kadar oksigen terlarut dalam larutan hara
cukup tinggi, air sebagai media mudah didapat dengan harga murah,
pH larutan mudah diatur dan ringan sehingga dapat disangga dengan
talang (Sutiyoso 2006).Sistem hidroponik NFT adalah membuat media
untuk bisa dialiri air yang tipis/dangkal, aliran air ini secara
terus menerus sebagai media tumbuh tanaman, air nutrisi mengalir
secara terus menerus untuk memberikan unsur-unsur yang ada dalam
tanah ke akar tanaman. Larutan nutrisi hidroponik agar dapat
mengalir, maka talang dibuat miring dengan minimal kemiringan 1%.
Media untuk menanam tanaman hidroponik dengan sistem NFT ini ada
banyak media yang bisa digunakan, pralon misalnya atau talang air
bentuk U, acrilic, kayu dan lain-lain. Media tanam tanamannya bisa
menggunakan rockwool, rockwool ditaruh dalam netpot kemudian
diletakkan diatas aliran air yang telah dibuat dari pralon, talang
air, acrilic maupun bahan yang lain (Tamara 2013).3. Vertikultur
TalangVertikultur diartikan sebagai budidaya tanaman secara
vertikal sehingga penanamannya dilakukan dengan menggunakan sistem
bertingkat. Tujuan vertikultur adalah untuk memanfaatkan lahan yang
sempit secara optimal. Sistem bertanam secara vertikultur sekilas
memang terlihat rumit, tetapi sebenarnya sangat mudah dilakukan.
Tingkat kesulitan bertanam secara vertikultur tergantung kepada
model dan sistem tambahan yang dipergunakan. Struktur dasar yang
digunakan mudah diikuti dan bahan pembuatannya mudah ditemukan,
sehingga dapat diterapkan dirumah-rumah. Sistem tambahan yang
memerlukan keterampilan khusus contohnya penggunaan sistem
hidroponik atau irigasi tetes (Temmy 2011).Vertikultur adalah
istilah Indonesia yang diambil dari istilah verticulture dalam
bahasa Inggris. Istilah ini berasal dari dua kata yaitu vertical
dan culture. Makna vertikultur adalah sistem budidaya pertanian
yang dilakukan secara vertikal dan bertingkat. Sistem ini sangat
cocok diterapkan khususnya bagi para petani atau pengusaha yang
memiliki lahan sempit. Vertikultur dapat pula diterapkan pada
bangunan-bangunan bertingkat, perumahan umum, atau bahkan pada
pemukiman di daerah padat yang tidak punya halaman sama sekali.
Dengan metode vertikultur ini, kita dapat memanfaatkan lahan
semaksimal mungkin (Widarto 2007).Vertikultur dapat diterapkan
dengan cara membuat rak tanaman secara bertingkat dan diatur
sedemikian rupa sehingga setiap tanaman tidak saling menutupi.
Sistem pengelolaan air juga secara sederhana dapat diterapkan
dengan menggunakan sistem penyiraman antar-pot. Penanaman sistem
vertikultur dapat dijadikan alternatif bagi masyarakat yang tinggal
di kota, yang memiliki lahan sempit atau bahkan sama sekali tidak
ada lahan yang tersisa untuk budidaya tanaman. Selama ini ada
anggapan bahwa untuk budidaya tanaman dan mendapatkan hasil panen
yang banyak serta dapat mencukupi kebutuhan keluarga, diperlukan
lahan yang luas. Jika lahan yang tersisa sempit, berarti hasil yang
akan diperoleh pun akan sedikit. Pernyataan itu tidak berlaku jika
bertanam dilakukan secara vertikultur. Dengan sistem vertikultur,
pemanfaatan lahan sempit bisa efisien dan memperoleh hasil panen
yang optimal (Lingga 2005).4. Substrat Sekam dan PasirSistem
hidroponik substrat merupakan metode budidaya tanaman di mana akar
tanaman tumbuh pada media porus selain tanah yang dialiri larutan
nutrisi sehingga memungkinkan tanaman memperoleh air, nutrisi, dan
oksigen secara cukup. Pemberian nutrisi pada tanaman dapat
diberikan melalui substrat yang akan diserap oleh akar tanaman.
Larutan nutrisi dibuat dengan cara melarutkan garam mineral ke
dalam air. Ketika dilarutkan dalam air, garam mineral ini akan
memisahkan diri menjadi ion. Penyerapan ion-ion oleh tanaman
berlangsung secara kontinue dikarenakan akar-akar tanaman selalu
bersentuhan dengan larutan (Suhardiyanto 2009). Karakteristik
substrat harus bersifat inert dimana tidak mengandung unsur hara
mineral. Media tanam hidroponik harus bebas dari bakteri, jamur,
virus, spora yang dapat menyebabkan patogen bagi tanaman. Fungsi
utama substrat adalah menjaga kelembaban, dapat menyimpan air dan
bersifat kapiler terhadap air. Media yang baik bersifat ringan dan
dapat sebagai penyangga tanaman (Suwandi 2006).Kultur substrat atau
agregat adalah kultur hidroponik dengan menggunakan media tumbuh
yang bukan tanah sebagai pegangan tumbuh akar tanaman dan mediator
larutan hara. Pada umumnya, pemberian larutan dilakukan dengan
sistem terbuka (open system), artinya larutan yang diberikan ke
tanaman tidak digunakan lagi. Kultur ini merupakan sistem yang
paling mudah diadopsi selain sistem NFT dan tampaknya merupakan
salah satu sistem yang banyak dikembangkan para petani/pengusaha
agrobisnis di Indonesia (Affan 2005).5. Ebb and FlowEbb and flow
atau dikenal dengan sistem pasang surut merupakan salah satu alat
hidroponik yang unik karena prinsip kerjanya yaitu tanaman
mendapatkan air, oksigen dan nutrisi melalui pompa dari bak
penampung yang dipompa melewati media kemudian membasahi akar
tanaman (pasang), kemudian selang beberapa waktu air bersama
nutrisi akan turun (surut) kembali melewati media menuju bak
penampungan. Waktu pasang dan surut dapat diatur menggunakan timer
sesuai dengan kebutuhan tanaman tersebut, jadi tanaman tidak akan
tergenang atau kekurangan air (Imam 2013). Hidroponik sistem pasang
surut (Ebb and Flow System) adalah suatu sistem menanam dalam
hidroponik dimana nutrisi atau pupuk diberikan dengan cara
menggenangi/merendam media tanam (zona akar) untuk beberapa waktu
tertentu, setelah itu nutrisi tadi dialirkan kembali ke bak
penampungan.Prinsip kerja dari sistem ini adalah nutrisi dipompakan
ke dalam bak penampung yang berisi pot yang telah diisi media tanam
diletakkan diatasnya. Pompa dihubungkan dengan pengatur waktu
(timer) sehingga lamanya dan periode penggenangan dapat diatur
sesuai kebutuhan tanaman. Pada dasar bak kita pasang siphon yang
berfungsi mengalirkan kembali nutrisi ke bak penampung nutrisi
secara otomatis (Affan 2005).Teknologi ini sering disebut flood and
drain. Prinsip kerja dari ebb and flow adalah mengisi kemasan
dengan media, misalnya arang sekamkemudian menempatkannya di
instalasi. Selama lima menit, kemasan yang berisi media tersebut
akan dikucuri larutan. Kemudian secara gravitasi, larutan dalam
kemasan akan turun kembali ke dalam tandon yang berada dibawahnya.
Setelah 10 menit, pompa menyala lagi dan terjadi kembali siklus
seperti di atas (Sutiyoso 2006).
6. AeroponikAeroponik diambil dari kata aero dan phonos. Aero
berarti udara dan phonos berarti cara budidaya, aeroponik berarti
bercocok tanam di udara. Aeroponik merupakan metode untuk
membudidayakan tanaman tanpa media tanah tetapi dengan memberi
tanaman nutrisi melalui pengabutan yang mengandung nutrisi/pupuk,
dimana akar digantung di udara. Pengabutan ini biasanya dilakukan
setiap beberapa menit. Pengaturan pengabutan harus dilakukan secara
teliti, sebab akar tanaman yang dibudidayakan secara aeroponik
terekspos di udara, sehingga akar bisa cepat mengering jika
pengaturan pengabutan terganggu (Agung 2009).Prinsip aeroponik
cukup sederhana yaitu menyediakan nutrisi sekaligus memberikan air
yang kaya akan oksigen ke tanaman dengan cara penyemprotan air yang
mengandung nutrisi tersebut. Kelebihan dari sistem ini adalah
tumbuhan mendapat suplai oksigen yang sangat banyak, sehingga
proses respirasi menjadi sangat optimal. Hasilnya akan diketahui
bahwa sistem ini memiliki kapasitas penyediaan yang lebih dari yang
lain, baik dari segi nutrisi ataupun oksigen. Kelemahan sistem ini
adalah penggunaan pompa listrik yang sangat bergantung pada
ketersediaan listrik, sehingga jika pompa yang digunakan untuk
menyemprotkan air dan nutrisi tersebut mati, maka yang terjadi
adalah tanaman yang di tanam juga akan mati (Sumiati 2005).
Aeroponik termasuk cukup mahal karena membutuhkan bahan-bahan yang
mahal, namun prinsip kerjanya sederhana yaitu air dan nutrisi yang
akan diserap tanaman diberikan dalam bentuk butiran kecil atau
kabut. Pengkabutan ini berasal dari pompa dari bak penampungan yang
disemprotkan menggunakan nozzel sehingga nutrisi yang diberikan
akan lebih cepat terserap akar tanaman. Penyemprotan dilakukan
berdasarkan durasi waktu yang diatur menggunakan timer.
Penyemprotan dilakukan ke bagian akar tanaman yang sengaja
digantung. Air dan nutrisi yang telah disemprot akan masuk menuju
bak penampungan untuk disemprotkan kembali (Navioside et al
2009).7. Deep Flow Technique (DFT)Hidroponik DFT merupakan teknik
hidroponik dengan menggunakan papan styrofoam yang mengapung diatas
larutan nutrisi dan larutan tersebut disirkulasikan dengan bantuan
aerasi. Pada dasarnya hidroponik sistem DFT sama dengan rakit apung
tetapi pengaplikasiannya berbeda. Perbedaannya adalah pada rakit
apung larutan nutrisi tidak tersirkulasi dengan baik sedangkan DFT
tersirkulasi dengan baik karena ada aliran atan flow (Mugniesyah
2006). Salah satu teknik hidroponik adalah DFT atau Deep Flow
Technique. Teknik hidroponik sistem DFT menggunakan papan styrofoam
yang mengapung di atas larutan nutrisi. Hidroponik sistem DFT sama
dengan rakit apung tetapi pengaplikasiannya berbeda. Perbedaannya
adalah pada teknik rakit apung, larutan nutrisi tidak tersirkulasi
dengan baik sedangkan pada DFT larutan nutrisi, tersirkulasi dengan
baik karena ada aliran atau flow yang berasal dari aerator (Sameto
2006).Sistem hidroponik DFT merupakan metode budidaya tanaman
hidroponik dengan meletakkan akar pada lapisan air yang dalam,
kedalaman lapisan berkisar antara 4-6 cm. Prinsip kerja sistem
hidroponik DFT yaitu mensirkulasikan larutan nutrisi tanaman secara
terus-menerus selama 24 jam. Teknik ini dikategorikan sebagai
sistem hidroponik tertutup. Umumnya penerapan teknik hidroponik ini
digunakan pada budidaya tanaman sayuran daun dan sayuran buah
(Chadirin 2007) 8. Vertikultur KarpetVertikultur dapat diterapkan
dengan cara membuat rak tanaman secara bertingkat dan diatur
sedemikian rupa sehingga setiap tanaman tidak saling menutupi.
Sistem pengelolaan air juga secara sederhana dapat diterapkan
dengan menggunakan sistem penyiraman antar-pot. Penanaman sistem
vertikultur dapat dijadikan alternatif bagi masyarakat yang tinggal
di kota, yang memiliki lahan sempit atau bahkan sama sekali tidak
ada lahan yang tersisa untuk budidaya tanaman. Selama ini ada
anggapan bahwa untuk budidaya tanaman dan mendapatkan hasil panen
yang banyak serta dapat mencukupi kebutuhan keluarga, diperlukan
lahan yang luas. Jika lahan yang tersisa sempit, berarti hasil yang
akan diperoleh pun akan sedikit. Pernyataan itu tidak berlaku jika
bertanam dilakukan secara vertikultur. Dengan sistem vertikultur,
pemanfaatan lahan sempit bisa efisien dan memperoleh hasil panen
yang optimal (Lingga 2005).Vertikultur diartikan sebagai budidaya
tanaman secara vertikal sehingga penanamannya dilakukan dengan
menggunakan sistem bertingkat. Tujuan vertikultur adalah untuk
memanfaatkan lahan yang sempit secara optimal. Sistem bertanam
secara vertikultur sekilas memang terlihat rumit, tetapi sebenarnya
sangat mudah dilakukan. Tingkat kesulitan bertanam secara
vertikultur tergantung kepada model dan sistem tambahan yang
dipergunakan. Struktur dasar yang digunakan mudah diikuti dan bahan
pembuatannya mudah ditemukan, sehingga dapat diterapkan
dirumah-rumah (Temmy 2011).Vertikultur adalah istilah Indonesia
yang diambil dari istilah verticulture dalam bahasa Inggris.
Istilah ini berasal dari dua kata yaitu vertical dan culture. Makna
vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara
vertikal dan bertingkat. Sistem ini sangat cocok diterapkan
khususnya bagi para petani atau pengusaha yang memiliki lahan
sempit. Vertikultur dapat pula diterapkan pada bangunan-bangunan
bertingkat, perumahan umum, atau bahkan pada pemukiman di daerah
padat yang tidak punya halaman sama sekali (Widarto 2007).9.
Aquaponik Akuaponik adalah kombinasi akuakultur dan hidroponik yang
bertujuan untuk memelihara ikan dan tanaman dalam satu sistem yang
saling terhubung. Dalam sistem ini, limbah yang dihasilkan oleh
ikan digunakan sebagai pupuk untuk tanaman, kemudian air yang
dialirkan dengan sistem resirkulasi dari media pemeliharaan ikan
dibersihkan oleh tanaman sehingga dapat digunakan kembali oleh
ikan. Interaksi antara ikan dan tanaman menghasilkan lingkungan
yang ideal untuk tumbuh sehingga lebih produktif dari metode
tradisional (Sudibyo 2005).Pada sistem akuaponik, aliran air kaya
nutrisi dari media pemeliharan ikan digunakan untuk menyuburkan
tanaman hidroponik. Hal ini baik untuk ikan karena akar tanaman dan
rhizobakter mengambil nutrisi dari air. Nutrisi yang berasal dari
feses, urin dan sisa pakan ikan adalah kontaminan yang menyebabkan
meningkatnya kandungan racun pada media pemeliharaan, tetapi air
limbah ini juga menyediakan pupuk cair untuk menumbuhkan tanaman
secara hidroponik. Sebaliknya, media hidroponik berfungsi sebagai
biofilter, yang akan menyerap amonia, nitrat, nitrit dan fosfor
sehingga air yang sudah bersih dapat di alirkan kembali ke media
pemeliharaan (Sapei 2006).Bakteri nitrifikasi yang terdapat pada
media hidroponik memiliki peran penting dalam siklus nutrisi, tanpa
mikroorganisme ini seluruh sistem tidak akan berjalan. Amonia dan
nitrit bersifat racun bagi ikan, tetapi nitrat lebih aman dan
merupakan bentuk dari nitrogen yang dianjurkan untuk pertumbuhan
tanaman seperti buah-buahan dan sayuran. Sebagian besar ikan air
tawar yang tahan terhadap padat tebar tinggi akan tumbuh dengan
baik pada sistem akuaponik Beberapa jenis ikan yang telah
dibudidayakan menggunkan sistem akuaponik adalah lele (Catfish),
rainbow trout, mas (Common carp), koi, mas koki dan baramundi
(Asian sea bass). Tanaman yang digunakan dalam sistem akuaponik
berupa tanaman sayur (bayam, kemangi, kangkung) dan tanaman buah
seperti tomat, mentimun dan paprika (Pinus 2008).C. Metodologi
Praktikum1. Alata. Alat tulisb. Kamera c. Instalasi beberapa macam
sistem hidroponik, antara lain:1) Floating Hydroponic System
(FHS)2) Nutrient Film Technique (NFT)3) Vertikultur Talang 4)
Substrat Sekam dan Pasir5) Ebb and Flow 6) Aeroponik7) Deep flow
Technique (DFT)8) Vertikultur Karpet9) Aquaponik2. Bahana. Benih
tanaman bayam b. Benih tanaman sawi bakso c. Benih tanaman sawi
pakchoy d. Benih tanaman kailan 3. Cara Kerjaa. Mengamati
bagian-bagian dari bentuk-bentuk modifikasi sistem hidroponik :
Floating Hydroponic System (FHS), Nutrient Film Technique (NFT),
Vertikultur Talang, Substrat Sekam dan Pasir, Ebb and Flow,
Aeroponik, Deep Flow Technique (DFT), Vertikultur Karpet dan
Aquaponik.b. Mengamati cara pengoperasian sistem hidroponik
tersebut.c. Mengamati kelemahan dan kelebihan dari tiap-tiap bentuk
modifikasi sistem hidroponik. D. Hasil Pengamatan dan Pembahasan1.
Hasil Pengamatan
Gambar 1.1 Sistem Hidroponik VertikulturGambar 1.2 Sistem
Hidroponik NFT
Gambar 1.3 Sistem Hidroponik AeroponikGambar 1.4 Sistem
Hidroponik FHS
Gambar 1.5 Sistem Hidroponik DFT Gambar 1.6 Sistem Hidroponik
Ebb And Flow
Gambar 1.7 Sistem Hidroponik Substrat SekamGambar 1.8 Sistem
Hidroponik Substrat Pasir
2. Pembahasan Hidroponik berasal dari kata yunani yaitu Hydro
yang berarti air dan Ponos yang berarti daya. Hidroponik dapat
berarti memberdayakan air. Kegunaan air sebagai dasar pembangunan
tubuh tanaman dan berperan dalam proses fisiologi tanaman. Teknik
hidroponik banyak dilakukan dalam skala kecil sebagai hobi di
kalangan masyarakat Indonesia. Pemilihan jenis tanaman yang akan
dibudidayakan untuk skala usaha komersial harus diperhatikan,
karena tidak semua hasil pertanian bernilai ekonomis. Munculnya
teknik bertanam secara hidroponik diawali oleh semakin tingginya
perhatian manusia akan pentingnya kebutuhan pupuk bagi tanaman. Di
manapun tumbuhnya sebuah tanaman akan tetap dapat tumbuh dengan
baik apabila nutrisi (unsur hara) yang dibutuhkan selalu tercukupi
(Sutiyoso 2006). Teknologi hidroponik merupakan suatu teknologi
untuk budidaya tanaman. Teknologi hidroponik telah diaplikasikan
dengan berbagai bentuk modifikasi, diantaranya adalah Floating
Hydroponic System (FHS) atau rakit apung, Nutrient Film Technique
(NFT), hidroponik vertikultur, ebb and flow atau penggenangan dan
pengatusan, aeroponik, substrat dan DFT. Penjelasan dari
masing-masing sistem hidroponik tersebut sebagai berikut. a. Sistem
Hidroponik Nutrient Film Technique (NFT) merupakan salah satu
sistem hidroponik dengan mempergunakan air sebagai media yaitu air
yang sudah mengandung larutan nutrisi atau pupuk dialirkan selama
24 jam atau dengan menentukan jangka waktu tertentu. Akar tanaman
terendam sebagian dalam air tersebut sedalam lebih kurang 3 mm.
Dengan teknik ini reaksi tanaman terhadap perubahan formula pupuk
dapat segera terlihat. Air yang mengandung pupuk dialirkan dengan
bantuan pompa listrik, jadi listrik harus tersuplai selama 24
jam.1) Kelebihan:a) Pertumbuhan tanaman lebih baik, karena terdapat
sirkulasi yang baik pada bagian akar. b) Penggunaan nutrisi lebih
efisien. 2) Kekurangan:a) Tidak cocok digunakan pada daerah yang
belum dialiri listrik.b) Memerlukan tenaga ahli.c) Memerlukan
kecermatan dan pemantauan aliran nutrisi.d) Butuh suplai listrik
terus menerus. e) Bila terjadi infeksi penyakit terhadap satu
tanaman, maka seluruh tanaman akan tertular dalam waktu singkat. f)
Butuh investasi awal besar. 3) Mekanisme:a) Menyiapkan bibit
tanaman berumur sekitar 2 minggu.b) Menyiapkan rangkaian alat NFT.
c) Memberi substrat (kerikil, pecahan batu bata, kertas) di dalam
talang.d) Menyalakan pompa air pemompa larutan nutrisi.e) Melubangi
styrofoam sesuai jarak tanam.f) Menempatkan tanaman pada lubang
styrofoam dengan dibalut spon terlebih dahulu agar tidak lepas dari
lubang.g) Meletakkan styrofoam pada talang rangkaian NFT
tersebut.b. Rakit apung atau Floating Hydroponic System (FHS)
adalah salah satu sistem budidaya secara hidroponik tanaman
(sayuran) dengan cara menanam tanaman pada lubang styrofoam yang
mengapung di atas permukaan larutan nutrisi dalam bak penampung
atau kolam sehingga akar tanaman terendam dalam larutan nutrisi.
Pada sistem ini larutan tidak disirkulasikan, namun dibiarkan
tergenang dan ditempatkan dalam suatu wadah tertentu untuk
menampung larutan tersebut, sehingga sangat cocok digunakan di
daerah yang belum dialiri listrik.1) Kelebihan:a) Dapat
memanfaatkan lahan sempit.b) Sistem hidroponik yang paling mudah
dan sederhana. c) Tidak memerlukan keahlian mendalam.d) Hemat
listrik.2) Kekurangan:a) Kemungkinkan tanaman akan kekurangan
oksigen. b) Cepat terjadi peningkatan suhu. c) Memerlukan
pemantauan pH dan kepekatan lebih rutin. d) Pertumbuhan akar sering
terganggu.3) Mekanisme:a) Menyiapkan bibit tanaman berumur sekitar
2 minggu.b) Melubangi styrofoam sesuai jarak tanam.c) Menempatkan
tanaman pada lubang styrofoam dengan dibalut spon terlebih dahulu
agar tidak lepas dari lubang.d) Meletakkan styrofoam pada bak apung
yang telah diberi larutan nutrisi. c. Budidaya tanaman pertanian
dengan cara membuat instalasi bertingkat (vertikal) pada sebuah
lahan dengan maksud untuk meningkatkan jumlah tanaman tanpa
menambah areal. Berasal dari kata Vertikal yang berarti tegak lurus
dan Kultur yang sama dengan budidaya. Vertikultur merupakan salah
satu teknik ekstensifikasi pertanian dengan melipatgandakan jumlah
tanaman yang ditempatkan secara bersusun ke atas. Prinsip kerja
instalasi ini adalah menanam menggunakan pot yang dihubungkan
dengan saluran berbentuk pipa sehingga merupakan sebuah bejana
berhubungan. Bejana-bejana yang berlaku sebagai media tanam ini
dialiri air dengan menggunakan pompa air dari dalam bak penampung.
Ada beberapa tingkat menurut garis vertikal dimana jika air nutrisi
telah menggenangi tingkat paling atas secara penuh, maka kelebihan
air akan mengalir ke tingkat di bawahnya, dan seterusnya sampai
tingkat paling bawah dari bejana berhubungan ini telah penuh,
kemudian air kelebihannya akan dialirkan ke bak penampung.Sistem
penyediaan air nutrisi bagi tanaman dikendalikan oleh sebuah Unit
Timer yang menghidupkan unit pompa air selama beberapa menit dengan
interval waktu 30 menit. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan
suplai nutrisi bagi akar tanaman, kemudian memberikan waktu bagi
akar untuk menangkap unsur hara sebanyak-banyaknya sekaligus
melancarkan proses respirasi. d. Ebb and flow atau sistem
hidroponik pasang surut merupakan salah satu sistem budidaya
tanaman secara hidroponik yang dalam pemberian nutrisinya secara
pasang surut. Dalam rangkaian sistem ini dilengkapi denga timer
(penghitung waktu) pemberian nutrisi. Ada saat tanaman terendam
nutrisi dan ada saat nutrisi tersebut surut kembali.Kelebihan dari
Ebb and flow adalah lebih hemat nutrisi dan dapat digunakan sebagai
penghias ruangan. Kekurangan dari Ebb and flow adalah rangkaiannya
rumit, membutuhkan tenaga ahli untuk menanganinya dan membutuhkan
kecermatan lebih tinggi dalam pemeliharaan. Sistem hidroponik ebb
and flow ini memiliki mekanisme tanaman ditanam di dalam pot dan
diletakkan dalam suatu bak. Bak digenangi dan dikeringkan dengan
larutan nutrisi secara bergantian sehingga komposisi larutan
nutrisi dan oksigen seimbang. e. Aeroponik merupakan cara bercocok
tanam dimana akar tanaman tergantung di udara dan disemprot dengan
larutan nutrisi secara terus menerus.1) Kelebihan:a) Tidak
memerlukan lahan yang luas, dapat diusahakan di lahan sempit. b)
Populasi tanaman lebih banyak, sehingga hasil yang didapat juga
lebih banyak.c) Kebersihan produk yang dihasilkan lebih terjamin.d)
Tidak ada masalah berat (pengolahan tanah dan gulma). e) Air dan
pupuk sangat efisien. f) Tidak tergantung musim. g) Kualitas
produksi tinggi.h) Produktivitas tanaman lebih tinggi. i) Mudah
diseleksi dan dikontrol. 2) Kelemahan: a) Membutuhkan biaya
operasional yang besar. b) Resiko ketidakberhasilan lebih tinggi.c)
Harus menggunakan tenaga kerja yang ahli di bidang hidroponik. f.
Sistem hidroponik substrat merupakan metode budidaya tanaman dimana
akar tanaman tumbuh pada media porus selain tanah yang dialiri
larutan nutrisi sehingga memungkinkan tanaman memperoleh air,
nutrisi, dan oksigen secara cukup. 1) Kelebihan:a) Tanaman dapat
berdiri lebih tegak.b) Kebutuhan nutrisi mudah untuk dipantau.c)
Biaya operasional tidak terlalu besar.2) Kekurangan:a) Populasi
tanaman tidak terlalu banyak.b) Terlalu banyak menggunakan wadah.c)
Mudah ditumbuhi lumut.3) Mekanisme:a) Memilih substrat yang sesuai
dengan tanaman yang akan dibudidayakan. Misalnya: arang sekam,
pasir, pecahan batu bata.b) Bila menggunakan lebih dari satu macam
substrat, maka harus dilakukan perbandingan yang sesuai. Misalnya
substrat pasir dan arang sekam dengan perbandingan 1:1. c)
Memasukkan substrat pada pot/polybag.d) Menanam bibit tanaman yang
disediakan pada pot/polybag.e) Merendam pot/polybag tersebut dalam
wadah yang berisi nutrisi sedalam 5 cm. g. DFT (Deep Flow
Technique) menggunakan styrofoam sebagai tempat untukmeletakkan
tanaman dimana styrofoamnya diberi lubang-lubang kecil sebagai
tempat untuk memasukkan akar tanaman agar tergenang pada larutan
nutrisi, tanaman yang akan dimasukkan kedalam lubang diberi kapas
agar tanaman tidak tenggelam. Larutan nutrisi tersebut
disirkulasikan dengan bantuan aerator dan pompa. Pada rakit apung
larutan nutrisi tidak tersirkulasi dengan baik sedangkan DFT
tersirkulasi dengan baik karena ada aliran atau flow. Teknik
hidroponik sistem DFT ini cocok untuk membudidayakan tanaman yang
berbuah, misalnya tomat. h. AquaponikSecara sederhana Akuaponik
dapat digambarkan sebagai kombinasi dari akuakultur dan hidroponik.
Fokus dalam Akuakultur adalah memaksimalkan pertumbuhan ikan di
dalam tangki atau kolam pemeliharaan. Ikan biasanya ditebar pada
tangki atau kolam dengan kepadatan yang tinggi. Tingkat penebaran
yang tinggi ini berarti bahwa air untuk budidaya menjadi mudah
tercemar oleh kotoran ikan. Kotoran ikan ini berbentuk Amonia yang
beracun bagi ikan. Sementara itu, hidroponik bergantung pada
aplikasi nutrisi buatan manusia. Nutrisi ini dibuat dari ramuan
bahan kimia, garam dan unsur-unsur mikro. Ramuan nutrisi dicampur
dengan teliti untuk membentuk keseimbangan optimal untuk
pertumbuhan tanaman.Aquaponik menggabungkan kedua sistem tersebut.
Aquaponik menggunakan kotoran ikan yang berisi hampir semua nutrisi
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Akuaponik juga
menggunakan tanaman dan medianya untuk membersihkan dan memurnikan
air. Jadi dalam akuaponik terjadi simbiosis antara tanaman dan
ikan.Dalam akuaponik umumnya tanaman ditanam di dalam media tanam
yang terpisah dari tangki ikan. Air dipompa dari tangki ikan ke
media tanam dan dialirkan kembali ke dalam tangki ikan. Ada tiga
sistem dasar media tanam dalam akuaponik. Media tanam yang diisi
kerikil, expanded clay , atau media lain yang mirip adalah bentuk
paling sederhana dari akuaponik. Sistem ini dapat dilakukan dengan
dua cara. Dengan aliran air terus menerus atau dengan siklus pasang
surut.
Teknologi hidroponik dikembangkan terutama untuk meningkatkan
produktivitas dan kualitas hasil panen pada waktu yang sesuai
rencana. Sistem hidroponik memungkinkan aplikasi perkembangan
teknologi komputer dan kontrol otomatik serta ilmu pengetahuan
fisiologi tanaman untuk menyediakan lingkungan yang lebih sesuai
bagi pertumbuhan tanaman. Dengan demikian, pengembangan sistem
hidroponik menjadi tantangan tersendiri bagi para peneliti dan
merupakan hal yang sangat menarik generasi muda. Selain itu,
budidaya tanaman secara hidroponik merupakan bisnis yang menarik
dan menjanjikan keuntungan yang memadai. Tanaman yang sering
dibudidayakan secara hidroponik adalah tanaman yang bernilai
ekonomi tinggi. Berbagai sayuran daun, sayuran buah, buah-buahan
dan tanaman hias eksotik yang umum dibudidayakan secara hidroponik
antara lain selada, sawi putih, pakchoy, caysim, bayam, kangkung,
seledri, kubis, tomat, timun jepang, paprika, terung, brokoli,
stroberi, melon, semangka, krisan, anggrek, gerberra, dan kaktus
(Sapei et al 2006).E. Kesimpulan dan Saran1. KesimpulanBerdasarkan
praktikum Hidroponik acara Pengenalan Sistem Hidroponik, maka dapat
ditarik beberapa kesimpulan antara lain :a. Pola cocok tanam sistem
hidroponik merupakan pola cocok tanam yang memberdayakan air
sebagai dasar pembangunan tubuh tanaman dan berperan dalam proses
fisiologi tanaman.b. Teknologi hidroponik telah diaplikasikan
dengan berbagai bentuk modifikasi, diantaranya adalah Floating
Hydroponic System (FHS) atau rakit apung, Nutrient Film Technique
(NFT), hidroponik vertikultur, ebb and flow, aeroponik, substrat,
DFT dan aquaponik.c. Masing masing sistem hidroponik mempunyai
kelebihan dan kekurangan masing-masing serta cara kerja yang
berbeda-beda.d. Dalam membudidayakan tanaman secara hidroponik
perlu memilih bentuk aplikasi teknologi hidroponik yang disesuaikan
dengan karakteristik tanaman, tujuan budidaya, dan ketersediaan
sumberdaya.2. Saran Praktikum acara Pengenalan Sistem Hidroponik
ini sudah berjalan dengan cukup baik, namun alangkah baiknya jika
peralatan dan perlengkapan setiap sistem hidroponik dapat dirawat
dan dijaga dengan baik, bila perlu dilakukan pembaharuan
alat-alatnya.
DAFTAR PUSTAKAAffan M F 2005. High Temperature Effects on Root
Absorption in Hydroponic System DFT. Master Thesis. Kochi
University. Agung 2009. Cultivation of Aeroponic Vegetables.
http://amazingfarm.com/. Diakses pada tanggal 11 November
2014.Chadirin Y 2007. Teknologi Greenhouse dan Hidroponik. Bogor :
Diktat Kuliah. Departemen Teknik Pertanian IPB. Imam W 2013.
Hidroponik Sistem Pasang Surut (Ebb and Flow).
http://imamwibawa.wordpress.com. Diakses pada tanggal 11 November
2014.Istiqomah 2007. Menanam Hidroponik. Jakarta : Penebar
Swadaya.Lingga P 2005. Hidroponik : Bercocok Tanam Tanpa Tanah.
Jakarta : Penebar Swadaya. Mugniesyah S S 2006. Ilmu Penyuluhan.
Jakarta : Penebar Swadaya. Navioside A, Yogi Sugito, Moch Dewani
2009. Upaya Peningkatan Hasil dan Kualitas Tanaman Jagung Manis
(Zea mays) Metode DFT Melalui Penggunaan Pupuk Kalium dan Pupuk
Organik Cair. J. Agrivita 24 (2) : 27-33.Pinus L 2008. Hidroponik :
Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Jakarta : Penebar Swadaya. Sameto H
2006. Hidroponik Sederhana Penyejuk Ruang. Jakarta : Panebar
Swadaya. Sapei C Arif, A M Patappa, B D Astuti 2006. Sistem Kendali
Berbasis PLC untuk Pengaturan Larutan Nutrisi pada Jaringan lrigasi
Tetes. J. llmiah llmu Komputer 4 (2) : 42-47.Sudarmojo 2008.
Budidaya Hidroponik. Jakarta : Penebar Swadaya. Sudibyo K
2005.Hidroponik Tanpa Tanah. Surabaya : Agro Media Pustaka.
Suhardiyanto H 2009. Teknologi Rumah Tanaman untuk lklim Tropika
Basah : Pemodelan dan Pengendalian Lingkungan. Bogor : IPB Press.
Sumiati E 2005. Konsentrasi dan Jumlah Aplikasi Mepiquat Klorida
untuk Meningkatkan Produksi Kentang di Dataran Tinggi dengan System
DFT. J. Hort. 9 (4) : 293.Sutiyoso, Karsono S, Sudarmodjo 2006.
Hidroponik Skala Rumah Tangga. Surabaya : Agro Media Pustaka.
Suwandi A 2006. Pengaruh Penggunaan Kompos Kambing sebagai Tambahan
Larutan Anorganik dalam Sistem Hidroponik Rakit Apung pada Budidaya
Selada (Lactuca sativa L.). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian
Fakultas Pertanian. Universitas Djuanda. Bogor.Tamara 2013.
Hidroponik Sistem NFT. http://sayuranhidroponik.wordpress.com.
Diakses pada tanggal 10 November 2014. Temmy D 2011. Vertikultur,
Teknik Bertanam di Lahan Sempit. Jakarta : Gramedia. Widarto L
2007. Vertikultur Bercocok Tanam Secara Bertingkat. Jakarta :
Penebar Swadaya.
II. PENANAMAN HIDROPONIK
A. Pendahuluan1. Latar BelakangPenanaman merupakan salah satu
langkah dalam budidaya tanaman yang dilakukan setelah pesemaian.
Penanaman sangat berpengaruh pada hasil produksi. Kesalahan dalam
penanaman dapat menurunkan jumlah produksi, melainkan juga dapat
menyebabkan tanaman tidak tumbuh atau mati sebelum menghasilkan.
Untuk meningkatkan hasil produksi, tata cara penanaman harus
diperhatikan. Dalam budidaya tanaman menggunakan metode hidroponik
cara penanaman bibit berbeda dengan penanam bibit dimedia tanah.
Budidaya tanaman dengan metode hidroponik ini memerlukan bahan
tambahan berupa spons untuk membantu batang tanaman tumbuh tegak.
Hidroponik sama artinya dengan menyediakan dan mengalirkan larutan
mineral sebagai unsur makanan bagi tanaman, dalam mengalirkan unsur
makanan tersebut harus diperhayikan kepekatan larutan dan derajat
keasamannya. Hidroponik dapat menggunakan media-media tanam selain
tanah seperti kerikil, pasir, sabut kelapa, zat silikat, pecahan
batu karang atau batu bata, potongan kayu, dan busa. Semua ini
dimungkinkan dengan adanya hubungan yang baik antara tanaman dengan
tempat pertumbuhannya. Dalam hidroponik, media tanam bukanlah
sesuatu yang sangat penting. Dalam hidroponik, media tanam hanya
digunakan sebagai media tumbuh tanaman dan tempat berkembangnya
akar tanaman, bukan sebagai sumber nutrisi. Nutrisi dipenuhi dari
luar, yaitu dengan menambahi pupuk dari luar. Walaupun demikian
media tanam juga memegang peranan dalam budidaya hidroponik. Jika
media yang digunakan tidak baik dan tidak cocok, maka tanaman tidak
akan tumbuh dengan optimal, yang akhirnya akan mengganggu
pertumbuhan dan hasil tanaman. Dengan demikian perlu adanya
pengkajian mengenai media tanam yang paling baik untuk budidaya
secara hidroponik serta untuk memenuhi kebutuhan akan sayuran yang
berkualitas tinggi. Praktikum penanaman ini penting untuk
mengetahui cara penanaman yang benar khususnya budidaya secara
hidroponik sehingga dapat mengetahui proses penanaman, pemeliharaan
sampai pemanenan yang tepat untuk diterapkan dalam budidaya tanaman
secara hidroponik dalam skala yang lebih besar.24
2. Tujuan PraktikumPraktikum Hidroponik acara Penanaman
Hidroponik ini memiliki tujuan :a. Memberi pengalaman kepada
mahasiswa untuk membudidayakan sayuran daun dengan sistem
hidroponik substrat pot dalam bak.b. Menghasilkan produk sayuran
daun berkualitas.3. Waktu dan Tempat PraktikumPraktikum acara
Penanaman Hidroponik ini dilaksanakan pada tanggal 8 Oktober 2014
pukul 07.00-09.00 WIB dan bertempat di rumah kaca B Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.B. Tinjauan
PustakaPenanaman merupakan usaha penempatan biji atau benih di
dalam media pada kedalaman tertentu atau menyebarkan biji diatas
permukaan media atau menanamkan biji didalam media tanam. Hal ini
dimaksudkan untuk mendapatkan perkecambahan serta pertumbuhan biji
yang baik. Agar dihasilkan suatu bibit tanaman tertentu yang
mempunyai kualitas yang unggul (Hadian 2006).Hidroponik substrat
tidak menggunakan air sebagai media, tetapi menggunakan media padat
(bukan tanah) yang dapat menyerap atau menyediakan nutrisi, air,
dan oksigen serta mendukung akar tanaman seperti halnya fungsi
tanah. Media yang dapat digunakan dalam hidroponik substrat antara
lain arang sekam, batu apung, pasir, serbuk gergaji, atau gambut.
Kemampuan mengikat kelembaban setiap media bergantung dari ukuran
pertikel, bentuk dan porositasnya. Semakin kecil ukuran partikel,
semakin besar luas permukaan jumlah pori, maka semakin besar pula
kemampuan menahan air. Bentuk partikel media yang tidak beraturan
lebih banyak menyerap air didanding yang berbentuk bulat rata.
Media yang berpori juga memiliki kemampuan lebih besar manahan air
(Sunarjono 2009).Sistem hidroponik substrat merupakan metode
budidaya tanaman di mana akar tanaman tumbuh pada media porous
selain tanah yang dialiri larutan nutrisi sehingga memungkinkan
tanaman memperoleh air, nutrisi, dan oksigen secara cukup.
Pemberian nutrisi pada tanaman dapat diberikan melalui substrat
yang akan diserap oleh akar tanaman. Larutan nutrisi dibuat dengan
cara melarutkan garam mineral ke dalam air. Ketika dilarutkan dalam
air, garam mineral ini akan memisahkan diri menjadi ion. Penyerapan
ion-ion oleh tanaman berlangsung secara kontinue dikarenakan
akar-akar tanaman selalu bersentuhan dengan larutan (Suhardiyanto
2009).Selada (Lactuca sativa) adalah tumbuhan sayur yang biasa
ditanam di daerah beriklim sedang maupun daerah tropika. Kegunaan
utama adalah sebagai salad.Selada memiliki penampilan yang menarik,
ada yang berwama hijau segar dan ada juga yang berwama merah.
Selain sebagai sayuran, daun selada yang agak keriting ini sering
dijadikan penghias hidangan. Selada yang ditanam di dataran rendah
cenderung lebih cepat berbunga dan berbiji. Suhu optimal bagi
pertumbuhan selada ialah antara 15-25C. Selada dapat dipanen ketika
berumur 2-3 bulan setelah tanam. Namun, bisa saja kurang dari umur
tersebut tanaman sudah layak konsumsi, jadi bisa dipanen lebih
cepat (Hernowo dan Yogi 2010).Abu sekam mempunyai sifat sangat
sulit melepas air sehingga daerah perakaran lembab. Dengan keadaan
tersebut, untuk waktu yang lama akan menggangu penyerapan air dan
unsur hara yang akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak optimal.
Dengan demikian akan mengakibatkan berat tajuk yang dihasilkan
rendah (Bambang 2010).Bayam berasal dari Amerika Tropik. Sampai
sekarang, tanaman ini sudah tersebar di daerah tropis dan subtropis
seluruh dunia. Di Indonesia, bayam dapat tumbuh sepanjang tahun dan
ditemukan pada ketinggian 5-2.000 mdpl, tumbuh di daerah panas dan
dingin, tetapi tumbuh lebih subur di dataran rendah pada lahan
terbuka yang udaranya cukup panas. Tanaman ini merupakan herba
setahun dengan perawakan tegak atau agak condong. Tinggi 0,4-1 m,
dan bercabang. Batang lemah dan berair. Daun bertangkai, berbentuk
bulat telur, lemas, panjang 5-8 cm, ujung tumpul, pangkal runcing,
serta warnanya hijau, merah, atau keputihan. Bunga dalam tukal yang
rapat, bagian bawah duduk di ketiak, bagian atas berkumpul menjadi
karangan bunga di ujung tangkai dan ketiak percabangan. Bunga
berbentuk bulil (Susila 2006).Suhu udara yang sesuai untuk tanaman
bayam berkisar antara 16 20 0C. Kelembaban udara yang cocok untuk
tanaman bayam antara 40 60%. Tanaman bayam menghendaki tanah yang
gembur dan subur. Jenis tanah yang sesuai untuk tanaman bayam
adalah yang penting kandungan haranya terpenuhi. Tanaman bayam
termasuk peka terhadap pH tanah. Bila pH tanah di atas 7 (alkalis),
pertumbuhan daun-daun muda (pucuk) akan memucat putih kekuning
kuningan (klorosis). Sebaliknya pada pH di bawah 6 (asam),
pertumbuhan bayam akan merana akibat kekurangan beberapa unsur.
Sehingga pH tanah yang cocok adalah antara 6 7 (Hartus 2007). C.
Metodologi Praktikum1. Alat a. Musim Tanam I1) Bak besar2)
Mangkuk3) Styrofoam4) Gelas plastikb. Musim Tanam II1) Bak
penanaman/persemaian2) Plastik untuk alas2. Bahana. Musim Tanam I1)
Arang sekam2) Larutan nutrisi3) Bibit selada merahb. Musim Tanam
II1) Arang sekam2) Larutan nutrisi3) Bibit bayam3. Cara Kerjaa.
Musim Tanam I1) Mengisi bak besar dengan larutan nutrisi2) Menaruh
mangkuk kedalam bak besar untuk menahan styrofoam3) Memasang
styrofoam ke bak besar4) Menanam bibit selada merah ke gelas
plastik yang sudah diisi arang sekam5) Menempatkan gelas tersebut
kedalam lubang dalam styrofoam6) Mengisi larutan nutrisi jika
larutan sudah mulai habisb. Musim Tanam II1) Menyiapkan bak
penanaman dengan melapisinya plastik sebagai alas2) Memasukkan
arang sekam ke bak penanaman3) Menyemai bibit bayam pada arang
sekam tersebut4) Menyirami dengan larutan nutrisi setiap hari
D. Hasil Pengamatan dan Pembahasan1. Hasil PengamatanTabel 2.1
Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman Dan Jumlah Daun Selada Tanggal
PengamatanBakSampelTinggi Tanaman (cm)Jumlah DaunT (0C)R (%)
Rabu 08 Oktober 2014113,55
31
42
255
33,55
44,55
53,55
625
745
815
96,33
1034
215,55
25,55
345
43,55
544
665
73,55
865
945
1055
Rabu 15 Oktober 2014117,55
284
34,53
454
57,54
672
77,53
863
9105
1074
217,55
284
3104
49,55
573
610,54
710,55
88,53
994
10115
Rabu 22 Oktober 20141112739,825
212,55
37,55
485
510,56
68,54
7106
895
9147
1010,56
2112,57
213,57
314,56
412,56
511,56
615,56
7157
8126
9125
1015,57
Rabu 29 Oktober 20141158
215,58
3127
4127
5148
69,54
7137
812,58
9189
10157
21167
217,510
3189
4199
516,58
6197
72010
817,59
916,58
10188
Rabu 05 November 20141115,511
217,510
314,59
414,510
514,510
6149
713,58
814,56
918,59
10178
2117,510
217,59
318,57
41910
518,510
621,510
720,511
818,59
917,510
101910
Sumber : LogbookTabel 2.2 Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman Dan
Jumlah Daun BayamNoTanggalMedia (Bak)Sampel Ke-Tinggi (cm)Jumlah
Daun
11197
287
376
487
577
218,58
28,57
388
477
588
3197
277
387
488
598
211169
2188
3249
4219
5239
21198
22110
31910
42010
5199
31219
2219
3219
4209
5199
3113412
23010
33010
42911
53010
213110
2279
3218
42511
5249
31187
221,57
33912
43412
53510
Sumber : LogbookTabel 2.3 Hasil Pengamatan Berat Selada Setelah
PanenBakSampel Ke-Berat Masing-Masing Sampel (Gram)Berat Seluruh
Tanaman (Gram)
1122
222
319
416
523
613
737
87
921
1013
2135
244
333
451
542
643
787
828
933
1037
TOTAL6262,277 kg
Sumber : LogbookTabel 2.4 Hasil Pengamatan Berat Bayam Setelah
PanenKotakSampel Ke-Berat Masing-Masing Sampel (Gram)Berat Sisa
Sampel (Gram)
1123260
215
39
416
514
2112316
28
36
411
57
314390
25
320
413
514
Sumber : Logbook2. PembahasanMenurut Sunarjono (2009),
hidroponik substrat tidak menggunakan air sebagai media, tetapi
menggunakan media padat (bukan tanah) yang dapat menyerap atau
menyediakan nutrisi, air, dan oksigen serta mendukung akar tanaman
seperti halnya fungsi tanah. Media yang dapat digunakan dalam
hidroponik substrat antara lain arang sekam, batu apung, pasir,
serbuk gergaji atau gambut. Kemampuan mengikat kelembaban setiap
media bergantung dari ukuran pertikel, bentuk dan porositasnya.
Semakin kecil ukuran partikel, semakin besar luas permukaan jumlah
pori, maka semakin besar pula kemampuan menahan air. Bentuk
partikel media yang tidak beraturan lebih banyak menyerap air
didanding yang berbentuk bulat rata. Media yang berpori juga
memiliki kemampuan lebih besar manahan air. Selada (Lactuca sativa)
adalah tumbuhan sayur yang biasa ditanam di daerah beriklim sedang
maupun daerah tropika. Kegunaan utama adalah sebagai salad.Selada
memiliki penampilan yang menarik, ada yang berwama hijau segar dan
ada juga yang berwama merah. Selain sebagai sayuran, daun selada
yang agak keriting ini sering dijadikan penghias hidangan. Selada
yang ditanam di dataran rendah cenderung lebih cepat berbunga dan
berbiji. Suhu optimal bagi pertumbuhan selada ialah antara 15-25C.
Selada dapat dipanen ketika berumur 2-3 bulan setelah tanam. Namun,
bisa saja kurang dari umur tersebut tanaman sudah layak konsumsi,
jadi bisa dipanen lebih cepat (Hernowo dan Yogi 2010).Pada
penanaman tanaman selada dengan sistem substrat sekam, tinggi
tanaman pada minggu pertama di bak pertama tinggi paling rendah
yaitu 1 cm dan paling tinggi yaitu 6,3 cm, sedangkan pada bak II
yakni paling rendah 3,5 cm dan paling tinggi 6 cm. Suhu dan
kelembaban yang berada di rumah kaca berturut-turut adalah 31 oC
dan 42%. Perkembangan tanaman selada merah yang sangat signifikan
ditunjukkan pada minggu ke-4 yakni pada bak pertama tinggi berkisar
antara 9,5 cm hingga 18 cm, sedangkan pada bak kedua yakni berkisar
anatara 16 cm 20 cm. Selada merah yang telah dipindah tanam sejak 4
MST memiliki jumlah daun 7-10 helai daun.Pemanenan tanaman selada
merah dilaksanakan setelah 5 MST dengan jumlah tanaman total 50
tanaman. Pada bak pertama dan kedua dengan tinggi tanaman berkisar
anatara 13-21,5 cm, didapat hasil panen dengan berat keseluruhan
2,277 kg. Cara pemanenan tanaman Selada merah dilakukan dengan cara
mengeluarkan akar beserta arang sekam dari botol tempat penanaman,
hal ini dilakukan untuk menghindari rusaknya akar dari pencabutan
langsung. Tanaman selada kemudian dicuci bersih lalu diberi label
dan diikat untuk setiap 100 gram Selada merah (4-5 tanaman setiap
ikat). Hasil pemanenan tanaman selada ini kemudian langsung
dipasarkan ke sekitar wilayah kampus UNS. Hasil penjualan selada
merah yakni Rp 10.000 ,- dengan semua produk terjual habis.Pada
penanaman yang kedua, kelompok kami menanam tanaman bayam dengan
sistem substrat sebar. Langkah yang kami lakukan pertama kali
adalah mulai membuat tempat persemaian bayam. Persemaian bayam
menggunakan media substrat berupa arang sekam. Arang sekam
dimasukkan kedalam bak penanaman selanjutnya benih bayam disebar
pada bak tersebut. Pemberian nutrisi dan penyiraman dilakukan
setiap hari agar tanaman tidak kering dan pertumbuhannya bisa
optimal.Kelompok kami membudidayakan bayam ini dengan sistem
hidroponik substrat sebar. Sistem hidroponik substrat sebar
merupakan metode budidaya tanaman dimana akar tanaman tumbuh pada
media porous selain tanah yang dialiri larutan nutrisi sehingga
memungkinkan tanaman memperoleh air, nutrisi, dan oksigen secara
cukup. Kelebihan sistem hidroponik substrat sebar antara lain
tanaman dapat berdiri lebih tegak, kebutuhan nutrisi mudah untuk
dipantau dan biaya operasional tidak terlalu besar. Kekurangan
sistem hidroponik substrat sebar antara lain populasi tanaman tidak
terlalu banyak, terlalu banyak menggunakan wadah dan mudah
ditumbuhi lumut.Pada penanaman tanaman bayam dengan sistem substrat
sebar, tinggi tanaman rata-rata pada minggu pertama di bak pertama
adalah 7,8 cm, sedangkan pada bak kedua yakni 8 cm dan pada bak
ketiga yaitu 8,2 cm. Rata-rata jumlah daun pada minggu pertama
untuk semua bak adalah 6-8 helai daun. Perkembangan tanaman bayam
pada minggu terakhir (sebelum pemanenan) memiliki tinggi rata-rata
di bak pertama adalah 30,6 cm, sedangkan pada bak kedua yakni 25,6
cm dan bak ketiga yaitu 29,5 cm. Rata-rata jumlah daun pada minggu
terakhir (sebelum pemanenan) untuk semua bak adalah 8-12 helai
daun.Pemanenan tanaman bayam dilaksanakan setelah 3 MST. Pada bak
pertama, kedua dan ketiga didapat hasil panen dengan berat
rata-rata sampel secara berurutan 15,4 gram, 8,8 gram dan 11,2
gram. Cara pemanenan tanaman bayam dilakukan dengan cara mencabut
langsung tanaman dari bak penanaman secara perlahan, hal ini
dilakukan untuk menghindari rusaknya akar dari pencabutan langsung.
Tanaman bayam kemudian dicuci bersih lalu diberi label dan dikemas
sehingga siap untuk dipasarkan. Hasil pemanenan tanaman bayam ini
kemudian langsung dipasarkan ke sekitar wilayah kampus UNS.
Kelebihan hidroponik sistem substrat sebar ini adalah dapat
menyerap dan menghantarkan air, tidak mempengaruhi pH air, tidak
berubah warna, dan tidak mudah lapuk. Kelembaban sangat dipengaruhi
oleh suhu. Kelembaban akan berpengaruh terhadap proses-proses yang
berlangsung di dalam pertumbuhan tanaman. Untuk itu, dalam
hidroponik substrat harus diketahui apakah kelembaban yang
terbentuk telah sesuai dengan syarat tumbuh tanaman, bila belum
hendaknya perlu ditambahkan peralatan-peralatan yang mendukung
kestabilan kelembaban.E. Kesimpulan dan Saran1.
KesimpulanBerdasarkan praktikum Hidroponik acara Penanaman
Hidroponik maka dapat ditarik kesimpulan :a. Penanaman merupakan
usaha penempatan biji atau benih di dalam media pada kedalaman
tertentu atau menyebarkan biji diatas permukaan media atau
menanamkan biji didalam media tanam untuk tujuan menumbuhkan
tanaman.b. Sistem hidroponik substrat sebar merupakan metode
budidaya tanaman dimana akar tanaman tumbuh pada media porous
selain tanah yang dialiri larutan nutrisi sehingga memungkinkan
tanaman memperoleh air, nutrisi, dan oksigen secara cukup.c.
Kelebihan sistem hidroponik substrat sebar antara lain tanaman
dapat berdiri lebih tegak, kebutuhan nutrisi mudah untuk dipantau
dan biaya operasional tidak terlalu besar. d. Kekurangan sistem
hidroponik substrat sebar antara lain populasi tanaman tidak
terlalu banyak, terlalu banyak menggunakan wadah dan mudah
ditumbuhi lumut.e. Panen selada merah mencapai berat bersih total
2,277 kg dan mayoritas segar tanpa adanya lubang bekas gigitan
hama.f. Pemanenan tanaman bayam pada bak pertama, kedua dan ketiga
didapat hasil panen dengan berat rata-rata sampel secara berurutan
15,4 gram, 8,8 gram dan 11,2 gram.2. Saran Praktikum acara
Penanaman Hidroponik ini sudah berjalan dengan baik, namun beberapa
saran yang dapat diberikan yaitu perlunya peremajaan terhadap rumah
kaca dan instalasinya sehingga kegiatan praktikum akan berjalan
lebih lancar dan nyaman.
DAFTAR PUSTAKABambang 2010. Pengaruh Media Tanam dan Frekuensi
Pemberian Air terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Biologi Tanah serta
Pertumbuhan Jarak Pagar. Jurnal Littri. 16 (2) : 64-69.Hadian S U
2006. Perancangan dan Implementasi Sistem Otomatisasi Pemeliharaan
Tanaman Hidroponik. Jurnal Teknik Pertanian. 8 (1) : 1-4.Hartus T
2007. Berkebun Hidroponik secara Murah. Jakarta : Penebar
Swadaya.Hernowo dan Yogi 2010. Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang
Ayam dan Pupuk Urea terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
Selada (Lactuca sativa). Jurnal Agrifor. 12 (2) : 206-211.
Suhardiyanto H 2009. Teknologi Rumah Tanaman untuk lklim Tropika
Basah : Pemodelan dan Pengendalian Lingkungan. Bogor : IPB Press.
Sunarjono H 2009. Bertanam 30 Jenis Sayur. Jakarta : Penebar
Swadaya.Susila A 2006. Panduan Budidaya Tanaman Sayuran. Bogor :
Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB.
III. NUTRISI HIDROPONIK
A. Pendahuluan1. Latar BelakangSistem hidroponik adalah teknik
budidaya tanaman yang menggunakan media tanam seperti arang sekam,
cocopeat atau material lainnya selain tanah. Media tanam tersebut
tidak mengandung unsur hara yang cukup. Sehingga harus ada
pemberian kepada tanaman melalui pupuk (dalam hidroponik istilah
pupuk disebut juga nutrisi hidroponik). Nutrisi hidroponik adalah
pupuk hidroponik lengkap yang mengandung semua unsur hara makro dan
mikro yang diperlukan tanaman hidroponik. Pupuk tersebut
diformulasi secara khusus sesuai dengan jenis dan fase pertumbuhan
tanaman. Nutrisi hidroponik tersedia untuk berbagai jenis tanaman
seperti cabai, tomat, melon, mentimun, terong, selada, anggrek,
mawar, krisan, dan lain-lain. Larutan nutrisi merupakan komponen
utama yang sangat menentukan keberhasilan budidaya tanaman secara
hidroponik. Pengaturan kepekatan larutan nutrisi secara tepat dapat
digunakan sebagai salah satu strategi mengatur kecepatan
pertumbuhan tanaman, sekaligus dapat digunakan untuk mengatur waktu
panen. Pengukuran tingkat kepekaan larutan nutrisi untuk hidroponik
yang sering digunakan secara praktis berdasarkan indikator nilai
konduktivitas listrik (Electric Conductivity= EC) larutan nutrisi.
Secara umum larutan nutrisi untuk hidroponik dibuat dengan
melarutkan berbagai bahan kimia yang memungkinkan tersedianya
berbagai jenis unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan mikro
(Fe, Zn, Mn, Cu, Mo, B, Cl) yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman budidaya. Oleh karena itu, pada praktikum ini
bertujuan untuk membuat komposisi larutan nutrisi yang disesuaikan
dengan kebutuhan dari tiap-tiap jenis tanaman yang dibudidayakan.
39
2. Tujuan PraktikumTujuan dari praktikum hidroponik acara
Nutrisi Hidroponik, memiliki tujuan memberi pengalaman kepada
mahasiswa untuk:a. Mengenal jenis garam teknis yang biasa digunakan
dalam pembuatan larutan nutrisi untuk hidroponik.b. Membuat
komposisi larutan nutrisi mix AB untuk budidaya tanaman sayuran.c.
Mengukur tingkat kepekatan larutan nutrisi berdasarkan indicator
nilai konduktivitas listrik (EC).d. Menganalisis hubungan antara
kepekatan larutan nutrisi (berdasarkan volume larutan pekat A dan B
yang digunakan tiap 1000 ml larutan nutrisi) dengan nilai EC.3.
Waktu dan Tempat PraktikumPraktikum acara Nutrisi Hidroponik ini
dilaksanakan pada tanggal 15 Oktober 2014 pukul 07.00-09.00 WIB dan
bertempat di rumah kaca B Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret Surakarta.B. Tinjauan PustakaUnsur penting yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan tanaman terdiri dari unsur makro dan mikro. Unsur
makro terdiri dari karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen
(N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), sulfur (S), dan
magnesium (Mg). Unsur mikro terdiri dari besi (Fe), klor (Cl),
mangan (Mn), boron (B), seng (Zn), tembaga (Cu), dan molibdenum
(Mo). Banyaknya larutan nutrisi yang diberikan disesuaikan dengan
kebutuhan tanaman (Resh 2005). Nitrogen mempunyai pengaruh yang
paling besar terhadap pertumbuhan, hasil, dan kualitas tanaman
sayuran. N untuk larutan hidroponik disuplai dalam bentuk nitrat. N
dalam bentuk ammonium nitrat mengurangi serapan K, Ca, Mg, dan
unsur mikro. Kandungan ammonium nitrat harus di bawah 10% dari
total kandungan nitrogen pada larutan nutrisi untuk mempertahankan
keseimbangan pertumbuhan dan menghindari penyakit fisiologi yang
berhubungan dengan keracunan amoniak (Sumarni et al 2001). Teknik
hidroponik sangat bergantung pada larutan nutrisi yang digunakan,
penggunaan nutrisi yang berlebihan dapat menyebabkan keracunan pada
tanaman, dan sebaliknya pengunaan nutrisi yang terlalu sedikit
dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman. Konsentrasi
penggunaan nutrisi tanaman dapat diukur dengan menggunakan
parameter EC (Electrical Conductivity). EC adalah kemampuan untuk
menghantarkan ion-ion listrik yang terkandung di dalam larutan
nutrisi ke akar tanaman. EC merupakan parameter yang menunjukkan
konsentrasi ion-ion yang terlarut dalam larutan nutrisi. Semakin
banyak ion yang terlarut, maka semakin tinggi EC larutan nutrisi
tersebut (Mortvedt 2007).Kunci utama dalam pemberian larutan
nutrisi atau pupuk pada sistem hidroponik adalah pengontrolan
konduktivitas elektrik atau electric conductivity (EC) atau aliran
listrik di dalam air dengan menggunakan alat EC-meter. EC ini untuk
mengetahui cocok tidaknya larutan nutrisi untuk tanaman, karena
kualitas larutan nutrisi sangat menentukan keberhasilan produksi,
sedangkan kualitas larutan nutrisi atau pupuk tergantung pada
konsentrasinya (Utomo 2010). Kualitas larutan nutrisi dapat
dikontrol berdasarkan pH dan Electrical Conductivity (EC) larutan.
Makin tinggi konsentrasi larutan berarti makin pekat kandungan
garam dalam larutan tersebut, sehingga kemampuan larutan
menghantarkan arus listrik makin tinggi yang ditunjukkan dengan
nilai EC yang tinggi pula. Kepekatan larutan nutrisi dipengaruhi
oleh kandungan garam total serta akumulasi ion-ion yang ada dalam
larutan nutrisi (Suhardiyanto 2009). Konsentrasi hara perlu
diperhatikan yaitu dengan penggunaan EC yang tepat. EC yang
digunakan di persemaian adalah 1.0-1.2 mS/cm, sedangkan EC pada
pembesaran sayuran daun adalah 1.5-2.5 mS/cm. EC yang terlalu
tinggi tidak dapat diserap tanaman karena terlalu jenuh. Batasan
jenuh EC untuk sayuran daun ialah 4.2 mS/cm, bila EC lebih tinggi
lagi terjadi toksisitas dan sel-sel mengalami plasmolisis (Sutiyoso
2004). Nilai EC larutan terlalu tinggi, maka efisiensi penyerapan
unsur hara oleh akar akan menurun karena terlalu tinggi titik
jenuhnya. Larutan nutrisi organik pada kepekatan 13% mempunyai
kualitas nutrisi dengan nilai EC yang cukup tinggi. Larutan yang
pekat tak dapat diserap oleh akar secara maksimum disebabkan
tekanan osmosis sel menjadi lebih kecil dibandingkan tekanan
osmosis diluar sel, sehingga kemungkinan justru akan terjadi aliran
balik cairan sel-sel tanaman (plasmolisis) (Masud 2009). Cara tidak
langsung untuk memperkirakan tekanan osmotik suatu larutan nutrisi
adalah dengan Electric Conductivity (EC), indeks konsentrasi garam
yang mendefinisikan jumlah total garam dalam larutan. Oleh karena
itu, EC dari larutan nutrisi merupakan indikator yang baik dari
jumlah yang ion hara yang tersedia untuk tanaman di daerah
perakaran. Nilai EC untuk sistem hidroponik berkisar dari 1,5
mmhoss. EC tinggi menghambat serapan hara karena meningkatnya
tekanan osmotik, sedangkan EC sangat rendah dapat mempengaruhi
kesehatan tanaman dan hasil (Gomez 2009).C. Metodologi Praktikum1.
Alat a. Timbanganb. Emberc. Gelas takard. EC-metere. Alat tulisf.
Penggaris2. Bahana. Kalsium nitratb. Kalium nitratc. Fe-EDTAd.
Kalium dihidrofosfate. Ammonium sulfatf. Magnesium sulfatg. Cupri
sulfath. Zinc sulfati. Asam boratj. Mangan sulfatk. Amonium
molibdatl. Air3. Cara Kerjaa. Menimbang kemikalia dengan jumlah
sesuai komposisi (untuk menghasilkan larutan nutrisi sebanyak 300
L)b. Komposisi A terdiriatas: Kalsium nitrat, Kalium nitrat,
Fe-EDTAc. Komposisi B terdiri atas: Kalium dihidrofosfat, Amonium
sulfat, Magnesium sulfat, Cuprisulfat, Zinc sulfat, Asamborat,
Mangansulfat, Ammonium molibdat.d. Membuat pekatan A dan B
masing-masing sebanyak 30 L diperlukan garam teknis sebagai
berikut:Jenis Garam TeknisKebutuhan (g)
Pekatan APekatan B
Kalium nitrat330
Kalsium nitrat528
Fe-EDTA11,4
Kalium dihidrofosfat84
Magnesium sulfat426
Mangan sulfat8
Cupri sulfat0,4
Zinc sulfat1,5
Asam borat4
Ammonium molibdat0,1
e. Mengukur nilai EC dari air yang akan digunakan sebagai
pelarut (dicatat sebagai EC air)f. Melarutkan tiap-tiap komposisi
garam A dan B masing-masing kedalam 30 L air, sehingga tersedia
larutan pekat A dan larutan pekat B.g. Membuat simulasi pengukuran
nilai EC pada berbagai perimbangan penggunaan larutan pekat Adan B
dalam 1 L larutan nutrisi siap pakai.h. Membuat grafik hubungan
antara volume larutan pekat A dan B yang digunakan tiap 1000 ml
larutan nutrisi (X) dengan nilai EC (Y).D. Hasil Pengamatan dan
Pembahasan1. Hasil PengamatanTabel 3.1. Nilai EC pada berbagai
perimbangan penggunaan pekatan A dan B dalam 1 liter
airShiftKelVolume Pekatan A (ml)Volume Pekatan B (ml)Volume Air
(ml)Nilai EC Nutrisi
Senin110109801,58
220209601,64
330309402,98
440409203,88
550509005,04
Selasa610109801,16
720209602,3
830309402,6
940409204,21
1050509005,1
1160608806,2
Rabu1210109801,13
1320209602,64
1430309403,68
1540409204,29
1650509005,48
1760608806,38
Kamis1810109801,3
1920209602,33
2030309403,39
2140409204,16
2250509005,02
2360608806,10
Jumat2410109801,54
2520209602,89
2630309403,24
2740409203,62
2850509005,05
2960608806
Sumber : Data Rekapan
Gambar 3.1. Grafik Hubungan Antara Volume Pekatan A dan B dalam
1 Liter Air terhadap Nilai EC2. PembahasanSemua tanaman yang
ditumbuhkan dengan sistem hidroponik harus diberi makanan berupa
campuran garam-garam mineral yang dilarutkan dan diberikan secara
teratur. Media tanam pada sistem hidroponik hanya berfungsi untuk
menopang tanaman dan menjaga kelembaban tanaman. Media tanaman yang
digunakan harus berasal dari bahan yang porous dan steril.
Pemberian pupuk dilakukan dengan melarutkan pupuk dengan
konsentrasi tertentu yang kemudian disiramkan ke dalam tanaman
hidroponik. Sebagian besar tanaman hijau memerlukan total 16 elemen
kimia untuk mempertahankan hidupnya. Dari total elemen ini hanya 13
yang dapat diberikan sebagai pupuk lewat perakaran tanaman,
sedangkan 3 yang lain (oksigen, karbon dan hidrogen) dapat diambil
dari udara dan air. 13 unsur tersebut adalah 6 unsur hara makro (N,
P, K, Ca, Mg, S) dan 7 unsur hara mikro (Cl, Fe, B, Mo, Zn, Mn,
Cu). Untuk beberapa tanaman tertentu membutuhkan unsur hara
tambahan lain atau disebut unsur hara optional.Larutan yang
digunakan dalam praktikum ini menggunakan larutan nutrisi mix AB.
Larutan tersebut dibuat dengan membuat pekatan A dan B. Pekatan A
dengan garam teknis kalium nitrat, kalsium nitrat dan Fe-EDTA.
Pekatan B dengan garam teknis yang terdiri dari kalium dihidro
fosfat, magnesium sulfat, mangan sulfat, cupri sulfat, zinc sulfat,
asam borat dan ammonium molibdat. Formulasi nutrisi pada hidroponik
sudah dibuat secara khusus untuk tiap tanaman tertentu, biasanya
ada tiga macam formulasi khusus yang dibuat oleh produsen yaitu
nutrisi khusus sayuran daun, sayuran buah, dan bunga. Kandungan
nutrisi di dalamnya sudah diramu sesuai dengan kebutuhan nutrisi
pada ketiga kategori tanaman tersebut, sehingga produksi bisa
maksimal. Hal ini juga bertujuan agar kita dapat menentukan mana
nutrisi yang cocok untuk kita gunakan sesuai dengan tanaman yang
kita budidayakan. Formulasi diadakan untuk menentukan komposisi
yang tepat dalam suatu larutan hara dalam menunjang pertumbuhan
tanaman. Hal ini dikarenakan apabila suatu hara diberikan pada
sistem hidroponik maka konsentrasi semua hara tersebut akan diserap
sehingga perlu pengkomposisian yang tepat untuk menghindari adanya
keracunan hara akibat konsentrasi berlebih maupun kekahatan hara
yang rendah (Arnies 2013). Kunci utama dalam pemberian larutan
nutrisi atau pupuk pada sistem hidroponik adalah pengontrolan
konduktivitas elektrik atau electric conductivity (EC) atau aliran
listrik di dalam air dengan menggunakan alat EC-meter. EC ini untuk
mengetahui cocok tidaknya larutan nutrisi untuk tanaman karena
kualitas larutan nutrisi sangat menentukan keberhasilan produksi,
sedangkan kualitas larutan nutrisi atau pupuk tergantung pada
konsentrasinya. Semakin tinggi garam yang terdapat dalam air,
semakin tinggi EC-nya. Konsentrasi garam yang tinggi dapat merusak
akar tanaman dan mengganggu serapan nutrisi dan air. Kebutuhan EC
disesuaikan dengan fase pertumbuhan, yaitu ketika tanaman masih
kecil, EC yang dibutuhkan juga kecil. Semakin meningkat umur
tanaman semakin besar EC-nya (Utomo 2010). Berdasarkan hasil
pengukuran EC kelompok kami yaitu kelompok 12 menunjukkan nilai
1,13 dari pencampuran volume larutan pekat A dan B masing-masing 10
ml serta ditambah dengan air sebanyak 980 ml. Dua kelompok lain
dengan komposisi larutan pekat A dan B yang masing-masing 20 ml
untuk kelompok 13 dan 30 ml untuk kelompok 14 menunjukkan nilai EC
yang lebih tinggi yaitu 2,64 dari kelompok 13 dan 3,68 untuk
kelompok 14. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak volume
pekatan A dan B yang dilarutkan maka akan semakin pekat larutan
tersebut dan akan semakin tinggi nilai EC dari nutrisi
tersebut.Berdasarkan data rekapan hasil pengukuran EC menunjukkan
bahwa nilai EC dari pencampuran larutan pekat A dan B serta
penambahan air menunjukkan nilai EC yang berbeda-beda dari
tiap-tiap kelompok. Nilai EC yang paling kecil diperoleh dari
kelompok 13 dengan hanya 1,13. Nilai EC ini hasil pencampuran
larutan pekat A dan pekat B masing-masing sebanyak 10 ml serta
ditambahkan air sebanyak 980 ml. Sedangkan nilai EC terbesar
diperoleh dari kelompok 17 dengan 6,38. Nilai EC ini hasil
pencampuran larutan pekat A dan pekat B masing-masing sebanyak 60
ml serta ditambahkan air sebanyak 880 ml.Setiap tanaman membutuhkan
kisaran EC yang berbeda-beda sesuai fase pertumbuhan tanaman.
Selain itu, penggunaan EC pada tanaman dipengaruhi agroklimat
lokasi budidaya seperti intensitas cahaya matahari, angin, dan
kelembaban. EC larutan hara yang tinggi menyebabkan umur panen
lebih singkat, shelf-life di supermarket kian panjang, meningkatkan
kadar gula buah dan kesegaran lebih terasa. EC besar juga
berpengaruh pada ketahanan terhadap serangan penyakit. Tetapi EC
yang terlalu tinggi melebihi ambang batas akan merusak tanaman.
Secara umum nilai EC 3,6 adalah ambang batas EC larutan.E.
Kesimpulan dan Saran1. KesimpulanBerdasarkan praktikum acara
Nutrisi Hidroponik yang telah dilaksanakan, maka dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut :a. Nutrisi hidroponik adalah
pupuk hidroponik lengkap yang mengandung semua unsur hara makro dan
mikro yang diperlukan tanaman hidroponik.b. Larutan yang digunakan
dalam praktikum ini menggunakan larutan nutrisi mix AB.c. Pekatan A
mengandung kalium nitrat, kalsium nitrat dan Fe-EDTA, sedangkan
pekatan B terdiri dari kalium dihidro fosfat, magnesium sulfat,
mangan sulfat, cupri sulfat, zinc sulfat, asam borat dan ammonium
molibdat. d. Kunci utama dalam pemberian larutan nutrisi atau pupuk
pada sistem hidroponik adalah pengontrolan konduktivitas elektrik
atau electric conductivity (EC) atau aliran listrik di dalam air
dengan menggunakan alat EC-meter.e. Nilai EC kelompok kami yaitu
1,13 yang berasal dari pencampuran pekatan A dan B yang
masing-masing 10 ml dan ditambah air 980 ml.f. Nilai EC terendah
diperoleh dari kelompok 13 dengan hanya 1,13, nilai EC ini hasil
pencampuran larutan pekat A dan B masing-masing sebanyak 10 ml
serta ditambahkan air sebanyak 980 ml. g. Nilai EC terbesar
diperoleh dari kelompok 17 dengan 6,38, nilai EC ini hasil
pencampuran larutan pekat A dan pekat B masing-masing sebanyak 60
ml serta ditambahkan air sebanyak 880 ml.h. Semakin besar volume
pekatan A dan B yang dilarutkan maka nilai EC akan semakin
tinggi.2. Saran Praktikum acara Nutrisi Hidroponik ini sudah
berjalan dengan cukup baik, namun akan lebih baik lagi jika
praktikan diberitahu proses pembuatan pekatan A dan B secara
langsung serta sebaiknya ketika melakukan pencampuran larutan pekat
A dan B harus diperhatikan yaitu pencampuran tidak boleh bersamaan
untuk menghindari pengendapan larutan nutrisi.
DAFTAR PUSTAKAArnies P 2013. Mengenal Hidroponik.
http://heejao.com. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2014. Gomez
Fernando 2009. Nutrient Solutions for Hydroponic Systems. A
Standard Methodology for Plant Biological Researches. 1(1):
1-22.Masud 2009. Sistem Hidroponik dengan Nutrisi dan Media Tanam
Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Selada. Media Litbang
Sulteng. 2 (2): 131-136.Mortvedt J 2007. Micronutrient in
Agriculture. The Soil Science Society of America. 73(1): 29-33.Resh
2005. Hydroponic Food Production. California : Woodbridge Press
Publishing Co. Suhardiyanto H 2009. Teknologi Hidroponik Untuk
Budidaya Tanaman. Bogor : IPB Press. Sumarni N, Rosliani dan
Suwandi 2001. Pengaruh Kerapatan Tanaman dan Jenis Larutan Hara
Terhadap Produksi Umbi Mini Bawang Merah Asal Biji dalam Kultur
Agregat Hidroponik. J. Hort. 11 (3): 163-169.Sutiyoso 2004. Meramu
Pupuk Hidroponik. Jakarta : Penebar Swadaya. Utomo 2010.
Hidroponik. http://blog.ub.ac.id. Diakses pada tanggal 25 Oktober
2014.
IV. MEDIA HIDROPONIK
A. Pendahuluan1. Latar BelakangHidroponik merupakan teknik
budidaya tanaman tanpa menggunakan tanah. Pada sistem hidroponik
media yang digunakan adalah media non tanah yang dapat berupa
pasir, kerikil, arang sekam dan air. Masing-masing media memiliki
kelebihan dan kelemahan sehingga perlu dipertimbangan penggunaannya
sesuai dengan sistem hidroponik yang digunakan.Umumnya untuk sistem
hdiroponik Nitrient Film Technique (NFT), rakit apung serta edd dan
flow menggunaan air untuk medianya. Sedang sistem hidroponik dengan
bag culture menggunakan media subtrat (pasir, kerikil, arang sekam,
dan lain-lain) sebagai medianya. Pengetahuan menganai berbagai
media hidroponik perlu diketahui untuk mengetahui kelamahan dan
kelebihan masing-masing media. pengetahuan tersebut dapat dijadikan
bekal untuk menentukan penanganan yang tepat pada penggunaan
masing-masing media hidroponik.Praktikum ini akan mempelajari
berbagai media yang dapat digunakan untuk budidaya secara
hidroponik dan kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Praktikum
ini diharapakan dapat memberi bekal kepada mahasiswa untuk
menentukan media yang tepat bagi sistem hidroponik yang diusahakan.
Selain itu, praktikum diharapkan dapat memberikan ketrampilan
kepada mahasiswa mengenai penanganan yang tepat sesuai media yang
digunakannya.2. Tujuan PraktikumPraktikum acara Media Hidroponik
ini memiliki tujuan agar praktikan terampil dan mampu dalam :a.
Mengenal jenis dan karakteristik dari tiap-tiap jenis bahan
substrat yang biasa digunakan dalam sistem hidroponik.b. Menyiapkan
bahan dasar substrat untuk substrat hidroponik.51
c. Mengukur kapasitas menahan air dari tiap-tiap jenis bahan
dasar substrat hidroponik.d. Membuat komposisi substrat hidroponik
yang dapat diaplikasikan untuk budidaya sayuran menggunakan sistem
hidroponik substrat.3. Waktu dan Tempat PraktikumPraktikum acara
Media Hidroponik ini dilaksanakan pada tanggal 22 Oktober 2014
pukul 07.00-09.00 WIB dan bertempat di rumah kaca B Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.B. Tinjauan
PustakaMenurut Aminuddin (2006) media hidroponik dikelompokkan
menjadi substrat sistem dan bareroot sistem. Substrat sistem
merupakan hidroponik dengan media untuk membantu pertumbuhan
tanaman. Adapun contoh substrat sistem adalah sand culture, gravel
culture, rockwool, dan bag culture. Hal ini senada dengan yang
dikemukakan oleh Lingga (2005) bahwa hidroponik substrat tidak
menggunakan air sebagai media, tetapi menggunakan media padat
(bukan tanah) yang dapat menyerap atau menyediakan nutrisi, air,
dan oksigen serta mendukung akar tanaman seperti halnya fungsi
tanah. Sedangkan bareroot system adalah sistem hidroponik dimana
dalam penanaman tanpa menggunakan media untuk pertumbuhan akar
sehingga akar terekspos di dalam larutan nutrisi, misalnya Deep
Flowing System, Aeroponics, Nutrient Film Tehnique (NFT) dan
Ein-Gedi System (EGS) .Hidroponik dapat menggunakan berbagai jenis
media yang porous tapi dapat mengikat air. Medium pasir, perlite,
zeolit, rockwool, sabut kelapa, adalah beberapa bahan yang
digunakan oleh para praktisi di dunia dalam bertanam secara
hidroponik. Saat ini ada beragam mekanisme hidroponik. Media
anorganik dapat berupa Rockwool (57%), pasir (22%), perlit, scoria,
pumice, dan vermikulit. Sedangkan media organik berupa serbuk
gergaji, humus, serat serabut kelapa, kulit kayu halus (Utami
2007).Tanaman untuk tumbuh dan berkembang membutuhkan media tanam.
Media tanam berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya
tanaman, penopang tegaknya, sumber air, udara dan unsur-unsur hara.
Fungsi media tersebut dapat terpenuhi oleh media tanah. Selain
media tanah, masih ada media lain yang dapat dimanfaatkan, misalnya
media arang sekam, akar pakis, arang kayu, pecahan genting dan
pasir. Berbeda dengan media tanah, media tersebut kurang mampu
menyediakan unsure-unsur hara. Pada pengunaannya sangat memerlukan
pemberian unsur hara (Nurhalimah et al 2013).Ada berbagai macam
media hidroponik. Salah satunya yaitu arang sekam, penggunaan arang
sekam sudah banyak di indonesia karena bahan baku ampas padi yang
mudah di dapatkan. Media hidroponik juga dapat berupa Expanded clay
adalah sejenis tanah liat yang sudah berisikan mineral penting bagi
pertumbuhan tanaman muda sangat cocok buat penyemaian. Selain itu,
juga ada Rockwool adalah bahan non-organik yang dibuat dengan cara
meniupkan udara atau uap ke dalam batuan yang dilelehkan. Rockwool
memiliki kemampuan menahan air dan udara dalam jumlah yang baik
untukperumbuhna tanaman (Ichsan 2013).Media lain yang dapat
dilakukan sebagai media hidroponik adalah pasir. Media pasir
mempunyai kelebihan antara lain mudah diproleh dan mudah
distralisasi serta dapat di pakai beberapa kali dibandingkan dengan
media lain.Media untuk hidroponik berfungsi sebagai tempat tumbuh
tanaman. Persyaratan terpenting untuk media hidroponik harus
ringan, porous. Tiap media mempunyai bobot dan priortas yang
berbeda. Oleh karena itu, dalam memilih media sebaiknya dicari yang
paling ringan dan yang mempunyai prioritas yang baik (Prihmantoro
dan Indriani 2005).Karakteristik media hidroponik harus bersifat
inert dimana tidak mengandung unsur hara mineral. Media tanam
hidroponik harus bebas dari bakteri, racun, jamur, virus, spora
yang dapat menyebabkan patogen bagi tanman. Menurut Zufitri (2005)
fungsi utama media hidroponik adalah untuk menjaga kelembaban,
dapat menyimpan air dan bersifat kapiler terhadap air. Media yang
baik nersifat ringan dan dapat sebagai penyangga tanaman.Pasir
sebagai media membutuhkan irigasi dengan frekuensi tetap atau
sesuai dengan aliran konstan untuk mencegah kekeringan. Penggunaan
pasir yang dicampur denga bahan lain bertujuan agar media tersebut
mempunyai earasi yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Pasir memiliki kapasitas menahan kelembaban yang sengat
rendah dan kandungan hara rendah. Psir sangat penting karena dapat
meningkatkan ruang pori dan memperbaiki aerasi tanah (Yushanita
2007).Hidroponik subtrat dapat berupa pasir, arang sekam maupun
cacah pakis. Arang sekam mengandung SiO2 (52%), C (31%), K (0.3%),
N (0,18%), F (0,08%), dan kalsium (0,14%). Selain itu juga
mengandung unsur lain seperti Fe2O3, K2O, MgO, CaO, MnO dan Cu
dalam jumlah yang kecil serta beberapa jenis bahan organik.
Kandungan silikat yang tinggi dapat menguntungkan bagi tanaman
karena menjadi lebih tahan terhadap hama dan penyakit akibat adanya
pengerasan jaringan. Sekam bakar juga digunakan untuk menambah
kadar Kalium dalam tanah (Gagas Pertanian 2011). Selain meida yang
telah disebutkan di atas, menurut Anis (2006) pakis cacah juga
dapat dimanfaatkan sebagai media hidroponik. Pakis Cacah adalah
batang atau akar tanaman pakis yang telah dicacah menjadi cacahan
halus. Cacahan pakis yang baik digunakan adalah cacahan pakis
matang yang sudah mengalami fermentasi. Cacahan pakis matang
bersifat porous, mempunyai aerasi yang baik tetapi tetap mampu
menyimpan air yang dibutuhkan tanaman dan mampu memegang tanaman
dengan baik tanpa menimbulkan sifat padat yang berlebihan. C.
Metodologi Praktikum1. Alata. Tungku pembakar sekamb. Pisauc.
Guntingd. Saringane. Timbangan f. Emberg. Polibagh. Gelas takari.
Alat tulis2. Bahana. Sekam padib. Batang pakisc. Pasir malangd.
Air3. Cara Kerjaa. Membuat arang sekam1) Menyiapkan alat tungku
pembakar sekam padi, kemudian mengisinya dengan sekam padi,
usahakan agar sekam padi berada pada posisi disekeliling
saringan.2) Menaruh sumber api dibagian dalam saringan menggunakan
kayu/bamboo yang dibakar.3) Menuggu beberapa saat agar sekam mulai
terbakar, kemudian membolak-baalikan secara peerlahan agar sekam
yang terbakar tidak sampai berubah menjadi abu.4) Jika sebagian
besar sekam sudah berwarna hitam, segera percikan air ke sekam yang
sedang terbakar, sehingga proses pembakaran berhenti.5) Menumpahkan
isi tungku pembakaran dan untuk meyakinkan bahwa proses pembakaran
telah berhenti, percikan air kedalam tumpukan sekam bakar, kemudian
kering anginkan.b. Menyiapkan pakis cacah1) Merendam batang pakis
hingga batang tersebut menjadi relatif lunak (supaya tidak ulet)2)
Memotong batang pakis menggunakan pisau besar atau gunting dengan
ukuran sekitar 1-1,5 cm.3) Meniriskan batang pakis yang sudah
dicacah / dipotong-potong atau dikering anginkan.4) Menyimpan pakis
cacah dalam karung atau siap dicampurkan dengan substrat lainnya
untuk membuat komposisi substrat hidroponik.
c. Menyiapkan pasir malang/ pasir agregat1) Pasir yang digunakan
sebagai substrat hidroponik berukuaran agregat yaitu antara 3-8
mm.2) Menggunakan saringan ganda untuk mendapatkan pasir berukuran
agregat, dengan cara menyusun saringan dengan mata saring yang
berukuran lebih besar (8mm) dibagian atas, sementara yang berukuran
lebih kecil (5mm) dibagian bawah.3) Menyaring pasir dan kumpulan
pasir yang terperangkap dibagian tengah/diantara kedua saringan,
yang merupakan pasir dengan ukuran yang kita kehendaki.4) Mencuci
pasir dengan cara merendamnya dengan air, kemudian ditiriskan dan
dijemur.d. Membuat komposisi substrat, dengan perbandingan berdasar
volume sebagai berikut :1) Komposisi A= arang sekam : pasir malang
(1:1)2) Komposisi B= pakis cacah : pasir malang (1:1)3) Komposisi
C= arang sekam : pakis Merapi (1:1)4) Komposisi D= pakis cacah :
pasir Merapi (1:1)5) Komposisi E= arang sekam : pasir cacah : pasir
Malang (1:1:1)6) Komposisi F= arang sekam : pakis cacah : pasir
Merapi (1:1:1)e. Mengukur kapasitas menahan air pada tiap-tiap
jenis bahan substrat dan pada beberapa kompaosisi substrat
hidroponik, dengan cara berikut :1) Mengisi polibag dengan substrat
sebanyak 1L, kemudian timbang (B1)2) Menuangkan air sebanyak 1L
(V1) ke dalam polibag yang telah berisi substrat, tunggu selama 30
menit agar air membasahi seluruh bagian substrat.3) Membuat lubang
pada bagian bawah polibag (bisa menggunakan paku atau lidi)
sehingga air dapat menetes namun substrat tidak ikut keluar..4)
Menampung air yang menetes, dan tunggu hingga beberapa lama sampai
air tidak lagi menetes, kemudian ukurlah volume air yang menetes
(V2)5) Menimbang kembali polibag berisi substrat setelah dibasahi
(B2)f. Menghitung jumlah air yang dapat tertahan dalam substrat D.
Hasil Pengamatan dan Pembahasan1. Hasil PengamatanTabel 4.1 Tabel
Pengamatan Kapasitas Menahan Air pada Berbagai Jenis
SubstratShiftKelKomposisi substratVolue air yang menetes (ml)Berat
substrat basah (gr)V1-V2 (ml)B2-B1 (gr)
Senin1Komp. A420759580559
2Komp. C700459300259
3Komp. B880320120120
4Komp. D600584400389
5Komp. E450684550484
Selasa6Komp. A505627495427
7Komp. B9202868086
8Komp. C750441250241
9Komp. D630496370296
10Komp. E610569390369
11Komp. F850334150134
Rabu12Komp. A540687460487
13Komp. B84029816098
14Komp. C680541320341
15Komp. D650443350243
16Komp. E690577310377
17Komp. F750446250246
Kamis18Komp. A550683450483
19Komp. B85028915089
20Komp. C700455300256
21Komp. D660539340339
22Komp. E530650470450
23Komp. F830377170377
Jumat24Komp. A440748560548
25Komp. B92031880118
26Komp. C800504200304
27Komp. D700485300285
28Komp. E800360200160
29Komp. F870362130162
Sumber : Data Rekapan2. PembahasanMedia yang baik adalah
mempunyai empat fungsi utama. Salah satu fungsi media tanam adalah
memberi unsur hara. Media juga digunkan sebagai media perakaran.
Selain itu, media tanam juga harus menyediakan air, dan tempat
penampungan air serta menyediakan udara untuk respirasi akar.
Fungsi unsur hara lainnya yaitu dan sebagai tempat bertumbuhnya
tanaman (Hani 2009).Karsono et al (2004) mengatakan bahwa media
hidroponik yang baik memiliki pH yang netral atau antara 5.5 -6.5.
Selain itu media harus porous dan dapat mempertahankan kelembaban.
Media yang digunakan dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan tahap
pertumbuhan tanaman, yaitu media untuk persemaian atau pembibitan
dan Media untuk tanaman dewasa. Untuk persemaian dapat digunkan
media berupa pasir halus, arang sekam atau rockwool. Untuk media
untuk tanaman dewasa hampir sama dengan media semai, yaitu pasir
agak kasar, arang sekam, rockwool dan lain-lain. Media hidroponik
dapat dibedakan menjadi dua yaitu media substrat dan aquakultur.
Hidroponik subtrat merupakan metode budidaya tanaman di mana akar
tanaman tumbuh pada media porus selain tanah yang dialiri larutan
nutrisi sehingga memungkinkan tanaman memperoleh air, nutrisi, dan
oksigen secara cukup. Contoh penggunaan media subtrat adalah pasir,
sekam padi dan kerikil. Hidroponik aquakultur adalah menggunaan air
yang berfungi sebagai media tumbuh seklaigus sebgai irigasi dan
larutan nutrisi.Hidroponik dengan media air atau aquakultur memilki
kelebihan yaitu efisiensi dalam pemberian air dan nutrisi karena
air digunakan sebagai media tumbuh juga digunakan sebagai pelarut
larutan nutrisi. Media ini memiliki kekurangan yaitu biasanya
menggunakan instalasi listrik sehingga tidak hemat energi dan butuh
biaya instalasi. Media air ini juga rawan akan terular hama
penyakit karena air digunakan secara bersamaan antar satu tanaman
dengan tanaman lain sehingga jika satu tanaman terinfeksi penyakit
akan mudah menular melalui air.Selain itu, media hidroponik juga
dibedakan menjadi media organik dan media non organik. Media
oragnik merupakan media yang berasal dari bahan organik sedangkan
media non organik berasal dari bahan-bahan yang besifat kimia. Ada
berbagai kelebihan dan kelmahan penggunaan media tersebut. Media
organik menyediakan bersifat disukai oleh organisme tanah sehingga
banyak organisme bermanfaat yang mampu mendukung pertumbuhan
tanaman. Namun media ini memiliki kelamahan yaitu mudak lapuk dan
lembab sahingga disukai jamur serta harus diganti-ganti karena
mudah membusuk.Pengukuran kemampuan subtrat untuk menahan air perlu
diperhitungan untuk mengatahui efektivitas subtrat dalam menympan
air dan menghatarkannya bagi tanaman. Pada praktikum ini kelompok
kami mengukur kemampuan menyimpan air media arang sekam. Bedasarkan
hasil perhitungan, selisih berat awal dan berat akhir (B2-B1) pada
percobaan adalah 487 gram. Kemampuan menahan air (V1-V2) pada
percobaan yang kami lakukan yaitu sebesar 460 ml. Hal ini
menunjukkan kemampuan media ini mampu menyimpan 46% air yang
diberikan.Berdasarkan data rekapan, media yang paling besar dalam
menyimpan air atau yang nilai V1-V2 paling tinggi adalah kelompok
satu dengan media komposisi A dengan nilai 580 ml. Ini berarti
kemampuan media ini dalam menyimpan air sebesar 58%. Sedangkan
nilai V1-V2 yang terkecil adalah kelompok 25 dengan komposisi B
yaitu hanya sebesar 80 ml. Pada perhitungan B2-B1, yang paling
tinggi adalah kelompok 1 dengan komposisi A yaitu sebesar 559 gram.
Sedangkan nilai B2-B1 yang paling kecil adalah kelompok 7 dengan
komposisi B yaitu hanya sebesar 86 gram.
E. Kesimpulan dan Saran1. KesimpulanBerdasarkan praktikum acara
Media Hidroponik yang telah dilaksanakan, maka dapat diambil
beberapa poin kesimpulan antara lain sebagai berikut :a. Media
tumbuh hidroponik dibedakan menjadi media subtrat dan aquakultur
atau media air.b. Media subtrat dapat berupa pasir malang, pasir
merapi, kerikil, serabut, dan arang sekam atau kombinasi dari media
tersebut.c. Media subtrat memiliki kelebihan yaitu ringan, dapat
menjaga pH dan tanaman dapat tumbuh tegak. Media subtrat memiliki
kelemahan yaitu mudah membusuk dan tidak permanan.d. Media
air/aquakultur memiliki kelebihan yaitu efisien karena air
digunakan untuk media tumbuh sekaligus pelarut nutrisi. Namun
penyakit mudah menular melalui air.e. Media juga dapat dibedakan
menjadi media organik dan non organik.f. Kelebihan media organik
yaitu disuka organisme yang bermanfaat bagi tanaman. Namun lembab,
sehingga disukai oleh jamur dan tidak dapat digunakan
berkali-kali.g. Media non organik dapat digunakan berkali- kali
namun cenderung lebih berat dan tidak disukai organisme yang
bermanfaat bagi tanaman.h. Media yang baik untuk hidroponik harus
mampu menyimpan air dan menghantarkannya, tidak mudah busuk, tidak
mempengaruhi pH, steril, bebas dari hama dan penyakit, bersifat
mudah dilalui air (porous), ringan, tidak mengandung racun,
harganya terjangkan, bersifat inert dan ringan.i. Bedasarkan hasil
perhitungan kelompok kami, selisih berat awal dan berat akhir
(B2-B1) pada percobaan adalah 487 gram. j. Kemampuan menahan air
(V1-V2) pada percobaan yang kami lakukan yaitu sebesar 460 ml.k.
Berdasarkan data rekapan, nilai V1-V2 paling tinggi adalah kelompok
1 dengan media komposisi A dengan nilai 580 ml. l. Sedangkan nilai
V1-V2 yang terkecil adalah kelompok 25 dengan komposisi B yaitu
hanya sebesar 80 ml. m. Pada perhitungan B2-B1, yang paling tinggi
adalah kelompok 1 dengan komposisi A yaitu sebesar 559 gram. n.
Sedangkan nilai B2-B1 yang paling kecil adalah kelompok 7 dengan
komposisi B yaitu hanya sebesar 86 gram.2. SaranPraktikum acara
Media Hidroponik ini sudah berjalan cukup baik, namun akan lebih
baik jika saat pembakaran sekam mahasiswa juga dilibatkan sehingga
mahasiswa juga memiliki kemampuan melalakukan ketrampilan dalam
pembuatan arang sekam.
DAFTAR PUSTAKAAminuddin 2006. Penggunaan Berbagai Macam Media
pada Budidaya Paprika Secara Hidroponik. Bogor : Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor. Anis O N 2006. Hidroponik.
www.anisorchid.com. Diakses pada tanggal 2 November 2014.Gagas
Pertanian 2011. Fungsi dan Kandungan Arang Sekam/Sekam Bakar.
http://www.gagaspertanian.com. Diakses pada tanggal 2 November
2014.Hani A 2009. Pengaruh Media Tanam Dan Empat Intensitas Naungan
pada Pertumbuhan Bibit Khaya antotecha. J. Tekno Hutan Tanaman 2
(3) : 99-105.Ichsan 2013. Media TanamHidroponik.
http://ichsantirtonotolife.com. Diakses pada tanggal 2 November
2014.Karsono S, Sudarmodjo dan Y Sutiyoso 2004. Hidroponik Skala
Rumah Tangga. Jakarta : Agro Media Pustaka. Lingga P 2005.
Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Jakarta : Penebar Swadaya.
Nurhalimah, Aris S, Risky M A. 2013. Pembuatan Media Cair Dan Padat
Untuk Hidroponik. Jember : Laporan Praktikum Hidroponik Universitas
Negeri Jember. Prihmantoro dan Indriani 2005. Hidroponik S