Top Banner
HEMODIALISA A. Definisi Hemodialisa merupakan salah satu bentuk terapi pengganti pada pasien dengan kegagalan fungsi ginjal, baik yang sifatnya akut maupun kronik atau pada stadium gagal ginjal, terminal dengan bantuan mesin hemodialisa. Hemodialisa berasal dari bahasa yunani, hemo berarti darah dan dialisis berarti pemisahan atau filtrsi. Secara klinis hemodialisa adalah suatu proses pemisahan zat-zat tertentu (toksila uremiak) dari darah melalui membran semipermiabel di dalam ginjal buatan yang disebut dialiser dan selanjut nya di buang melalui cairan dialises yang disebut dialisat. Proses pemisahan (penyaringan) sisa-sisa metabolisme melalui selaput semipermeable dalam dialisis mesin dialiser. Darah yang sudah bersih dipompa kembali ke dalam tubuh. Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialysis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal (ESRD; end-stage renal disease) yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanent. Sehelai membrane sintetik yang semipermeabel menggantikan glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya itu. Bagi penderita GGK, hemodialisis akan mencegah kematian. Namun demikian, hemodialisis tidak menyembuhkan 1
36

LAPORAN HD

Jul 01, 2015

Download

Documents

Tunik Lv Uda
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: LAPORAN HD

HEMODIALISA

A. Definisi

Hemodialisa merupakan salah satu bentuk terapi pengganti pada pasien dengan

kegagalan fungsi ginjal, baik yang sifatnya akut maupun kronik atau pada stadium

gagal ginjal, terminal dengan bantuan mesin hemodialisa. Hemodialisa berasal dari

bahasa yunani, hemo berarti darah dan dialisis berarti pemisahan atau filtrsi. Secara

klinis hemodialisa adalah suatu proses pemisahan zat-zat tertentu (toksila uremiak)

dari darah melalui membran semipermiabel di dalam ginjal buatan yang disebut

dialiser dan selanjut nya di buang melalui cairan dialises yang disebut dialisat. Proses

pemisahan (penyaringan) sisa-sisa metabolisme melalui selaput semipermeable dalam

dialisis mesin dialiser. Darah yang sudah bersih dipompa kembali ke dalam tubuh.

Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam

keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialysis jangka pendek (beberapa hari

hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal (ESRD;

end-stage renal disease) yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi

permanent. Sehelai membrane sintetik yang semipermeabel menggantikan glomerulus

serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya itu.

Bagi penderita GGK, hemodialisis akan mencegah kematian. Namun

demikian, hemodialisis tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan

tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolic atau endokrin yang

dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas

hidup pasien. Pasien-pasien ini harus menjalani terapi dialysis sepanjang hidupnya

(biasanya 3 kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi) atau

sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan yang berhasil. Pasien

memerlukan terapi dialysis yang kronis kalau terapi ini diperlukan untuk

mempertahankan kelangsungan hidupnya dan mengendalikan gejala uremia.

B. Tujuan

Mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal

pulih kembali. Metode terapi mencakup hemodialisis, hemofiltrasi dan peritoneal

dialysis. Hemodialisis dapat dilakukan pada saat toksin atau zat racun harus segera

dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanent atau menyebabkan kematian.

1

Page 2: LAPORAN HD

Hemofiltrasi digunakan untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan. Peritoneal

dialysis mengeluarkan cairan lebih lambat daripada bentuk-bentuk dialysis yang lain.

C. Indikasi

Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk

sementara sampai fungsi ginjalnya pulih. Pasien-pasien tersebut dinyatakan

memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi :

1. BUN > 100 mg/dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )

2. Ureum > 200 mg% dan keadaan gawat pasien uremia, asidosis

metabolik berat, hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema paru ringan atau berat

3. Kreatinin > 100 mg %

4. Hiperkalemia (K > 7 mg/liter)

5. Asidosis metabolik dengan pH darah < 7,2

6. Preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )

7. Sindrom kelebihan air

8. Intoksidasi obat jenis barbiturat

D. Prinsip Hemodialisa

Secara keseluruhan sistem hemodialisa terdiri dari 3 elemen dasar ,yaitu sistem

sirkulasi darah diluar tubuh (ekstrakorporeal), dialiser, dan sistem sirkulasi dialisat.

1. Sistem Sirkulasi Darah Ekstrakorporeal

Selama hemodialisa, darah pasien mengalir dari tubuh ke dalam dialiser melalui

akses arteri, kemudian kembali ke tubuh melalui selang vena dan akses vena.

Sistem sirkulasi darah di luar tubuh ini disebut sistem sirkulasi darah extra

corporeal.

2. Dialiser

Dialiser adalah suatu alat berupa tabung atau lempeng, terdiri dari kompartemen

darah dan kompartemen dialisat yang dibatasi oleh membran semipermieabel. Di

dalam dialiser ini terjadi proses pencucian darah melalui proses difusi dan

ultrafiltrasi, sehingga dihasilkan darah melalui yang sudah” bersih” dari zat-zat

yang tidak dikehendaki.

3. Sistem Sirkulasi Dialisat

Dialisat adalah cairan yang digunakan dalam proses diálisis. Dialisat dialirkan ke

dalam kompartemen pada dialiser dengan kecepatan tinggi (1,5 x 500 ml/ mnt).

2

Page 3: LAPORAN HD

Prinsip mayor/proses hemodialisa

1. Akses Vaskuler :

Seluruh dialysis membutuhkan akses ke sirkulasi darah pasien. Kondisi kronik

biasanya memiliki akses permanent seperti fistula atau graf, sementara kondisi

akut memiliki akses temporer seperti vascoth.

2. Membran semi permeable

Hal ini ditetapkan dengan dialyser aktual yang dibutuhkan untuk mengadakan

kontak antara darah dan dialisat sehingga dialysis dapat terjadi.

3. Difusi

Dalam dialisat yang konvesional, prinsip mayor yang menyebabkan pemindahan

zat terlarut adalah difusi substansi. Berpindah dari area yang konsentrasi tinggi ke

area dengan konsentrasi rendah. Gradien konsentrasi tercipta antara darah dan

dialisat yang menyebabkan pemindahan zat pelarut yang diinginkan. Mencegah

kehilangan zat yang dibutuhkan.

4. Konveksi

Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan akan

mengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan tersebut.

5. Ultrafiltrasi

Proses dimana cairan dipindahkan saat dialysis dikenali sebagai ultrafiltrasi

artinya adalah pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk tekanan. Tiga tipe

dari tekanan dapat terjadi pada membran :

a. Tekanan positip merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat cairan

dalam membran. Pada dialysis hal ini dipengaruhi oleh tekanan dialiser dan

resisten vena terhadap darah yang mengalir balik ke fistula tekanan positip

“mendorong” cairan menyeberangi membran.

b. Tekanan negatif merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar membran

oleh pompa pada sisi dialisat dari membran tekanan negatif “menarik” cairan

keluar darah.

c. Tekanan osmotik merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan yang

berhubungan dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut. Larutan

dengan kadar zat terlarut yang tinggi akan menarik cairan dari larutan lain

dengan konsentrasi yang rendah yang menyebabkan membran permeable

terhadap air.

3

Page 4: LAPORAN HD

E. Perangkat Hemodialisa

1. Perangkat khusus

a. Mesin hemodialisa

b. Ginjal buatan (dializer) yaitu : alat yang digunakan untuk

mengeluarkan sisa metabolisme atau zat toksin laindari dalam tubuh.

Didalamnya terdapat 2 ruangan atau kompartemen :

1) kompartemen darah

2) kompartemen dialisat.

Darah kembali kebadan

darah dari fistula

heparin

kompartemen darah

Kompartemen dialisat

Pembuangan dialisat dialirkan pompa

4

Page 5: LAPORAN HD

c. Blood lines: selang yang mengalirkan darah dari tubuh ke

dializer dan kembali ke tubuh. Mempunyai 2 fungsi :

1) Untuk mengeluarkan dan menampung cairan serta sisa-sisa metablolisme.

2) Untuk mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialysis.

2. Alat-alat kesehatan :

a. Tempat tidur fungsional

b. Timbangan BB

c. Pengukur TB

d. Stetoskop

e. Termometer

f. Peralatan EKG

g. Set O2 lengkap

h. Suction set

i. Meja tindakan.

3. Obat-obatan dan cairan :

a. Obat-obatan hemodialisa: heparin, frotamin, lidocain untuk anestesi.

b. Cairan infus: NaCl 0,9%, Dex 5% dan Dex 10%.

c. Desinfektan: alkohol 70%, Betadin, Sodium hypochlorite 5%

d. Obat-obatan emergency

e. Dialisat

Komponen-komponen Estándar Dialisat Asetat dan Bikarbonat

Komponen Dialisat asetat(MEq/liter)

Dialisat Bikarbonat(MEq/liter)

Natrium 135 - 145 135 -145

Kalium 0 – 4,6 0 – 4,6

Kalsium 2,5 – 3,5 2,5 – 3,5

Magnesium 0,5 1,0 0,5 – 1,0

Florida 100-114 100 – 124

Asetat 35 - 38 2 -4

Bikarbonat 0 30 – 36

Dextrosa 11 11

PCO3 0,5 80 – 100

PH Bervariasi 7,1-7,3

5

Page 6: LAPORAN HD

F. Pedoman pelaksanaan hemodialisa

1. Perawatan sebelum hemodialisa

a. Sambungkan selang

air dari mesin hemodialisa.

b. Kran air dibuka.

c. Pastikan selang

pembuka air dan mesin hemodialisis sudah masuk keluar atau saluran

pembuangan.

d. Sambungkan kabel

mesin hemodialisis ke stop kontak.

e. Hidupkan mesin.

f. Pastikan mesin pada

posisi rinse selama 20 menit.

g. Matikan mesin

hemodialisis.

h. Masukkan selang

dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat.

i. Sambungkan slang

dialisat dengan konektor yang ada pada mesin hemodialisis.

j. Hidupkan mesin

dengan posisi normal (siap).

2. Menyiapkan sirkulasi darah.

a. Bukalah alat-alat

dialisat dari setnya.

b. Tempatkan dialiser

pada holder (tempatnya) dan posisi ‘inlet’ (tanda merah) di atas dan posisi

‘outlet’ (tanda biru) di bawah.

c. Hubungkan ujung

merah dari ABL dengan ujung ‘inlet’ dari dialiser.

d. Hubungkan ujung biru

dari UBL dengan ujung ‘outlet’ dari dialiser dan tempatkan buble trap di

holder dengan posisi tengah.

e. Set infus ke botol

NaCl 0,9 % 500 cc.

6

Page 7: LAPORAN HD

f. Hubungkan set infus

ke slang arteri.

g. Bukalah klem NaCl

0,9%. Isi slang arteri sampai ke ujung selang lalu klem.

h. Memutarkan letak

dialiser dengan posisi ‘inlet’ di bawah dan ‘outlet’ di atas, tujuannya agar

dialiser bebas dari udara.

i. Tutup klem dari slang

untuk tekanan arteri, vena, heparin.

j. Buka klem dari infus

set ABL, UBL.

k. Jalankan pompa darah

dengan kecepatan mula-mula 100 ml/mnt, kemudian naikkan secara bertahap

sampai 200 ml/mnt.

l. Isi buble tap dengan

NaCl 0,9% sampai 3/4 cairan.

m. Memberikan tekanan

secara intermitten pada UBL untuk mengalirkan udara dari dalam dialiser,

dilakukan sampai dengan dialiser bebas udara (tekanan tidak lebih dari 200

mmHg).

n. Melakukan

pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9 % sebanyak 500 cc yang terdapat

pada botol (kalf). Sisanya ditampung pada gelas ukur.

o. Ganti kalf NaCl 0,9 %

yang kosong dengan kalf NaCl 0,9 % baru.

p. Sambungkan ujung

biru UBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan konektor.

q. Menghidupkan pompa

darah selama 10 menit. Untuk dialiser baru 15-20 menit, untuk dialiser reuse

dengan aliran 200-250 ml/mnt.

r. Mengembalikan posisi

dialiser ke posisi semula dimana ‘inlet’ diatas dan ‘outlet’ dibawah.

7

Page 8: LAPORAN HD

s. Menghubungkan

sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit siap untuk

dihubungkan dengan pasien (soaking).

3. Persiapan pasien.

a. Menimbang BB

b. Mengatur posisi

pasien.

c. Observasi KU

d. Observasi TTV

e. Melakukan

kanulasi/pungtie untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya mempergunakan

salah satu jalan darah/blood akses seperti dibawah ini:

o Dengan interval A-V Shunt/fistula cimino

o Dengan eksternal A-V Shunt/schungula.

o Tanpa 1-2 (vena pulmonalis).

G. Komplikasi

1. Hipotensi

Penyebab: terlalu banyak darah dalam sirkulasi mesin, ultrafiltrasi berlebihan,

obat-obatan anti hipertensi.

2. Mual dan muntah

Penyebab: gangguan gastrointestinal, ketakutan, reaksi obat, hipotensi.

3. Sakit kepala

Penyebab: tekanan darah tinggi, ketakutan.

4. Demam disertai menggigil.

Penyebab: reaksi fibrinogen, reaksi transfusi, kontaminasi bakteri pada sirkulasi

darah.

5. Nyeri dada.

Penyebab: minum obat jantung tidak teratur, program hemodialisa yang terlalu

cepat.

6. Gatal-gatal

8

Page 9: LAPORAN HD

Penyebab: jadwal dialysis yang tidak teratur, sedang/sesudah transfusi, kulit

kering.

7. Perdarahan cimino setelah dialysis.

Penyebab: tempat tusukan membesar, masa pembekuan darah lama, dosis heparin

berlebihan, tekanan darah tinggi, penekanan, tekanan tidak tepat.

8. Kram otot

Penyebab: penarikan cairan dibawah BB standar. Penarikan cairan terlalu cepat

(UFR meningkat) cairan dialisat dengan Na rendah BB naik > 1 kg. Posisi tidur

berubah terlalu cepat.

H. Diagnosa Keperawatan klien HD

1. Pola nafas tidak efektif b.d: edema paru, asidosis metabolik, Hb ≤ 7 gr/dl,

Pneumonitis, perikarditis

2. Resiko cedera b.d akses vaskuler & komplikasi sekunder terhadap penusukan &

pemeliharaan akses vaskuler

3. Kelebihan volume cairan b.d: penurunan haluaran urine, diet cairan berlebih,

retensi cairan & natrium

4. Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d: anoreksia, mual &

muntah, pembatasan diet, perubahan membrane mukosa oral

5. Intoleransi aktivitas b.d.: keletihan, anemia, retensi produk sampah, prosedur

dialisis

6. Harga diri rendah b.d: ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra tubuh

dan fungsi seksual

7. Resiko infeksi b.d prosedur invasif berulang

9

Page 10: LAPORAN HD

G. Rencana Keperawatan

NoDiagnosa keperawatan/ masalah kolaborasi

Rencana keperawatanTujuan & kriteria hasil Intervensi Rasional

1 Pola nafas tidak efektif b.d. : Edema

paru Asidosis

metabolic Hb ≤ 7

gr/dl Pneumoni

tis Perikardit

is

Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan HD 4-5 jam, dengan criteria: nafas 16-28

x/m edema paru

hilang tidak sianosis

1. Kaji penyebab nafas tidak efektif

2. Kaji respirasi & nadi

3. Berikan posisi semi fowler

4. Ajarkan cara nafas yang efektif

5. Berikan O2

6. Lakukan SU pada saat HD

7. Kolaborasi pemberian tranfusi darah

8. Kolaborasi pemberian antibiotik

9. Kolaborasi foto thorak

10. Evaluasi kondisi klien pada HD berikutnya

1. Untuk menentukan tindakan yang harus segera dilakukan

2. Menentukan tindakan3. Melapangkan dada klien

sehingga nafas lebih longgar4. Hemat energi sehingga

nafas tidak semakin berat5. Hb rendah, edema, paru

pneumonitis, asidosis, perikarditis menyebabkan suplai O2 ke jaringan berkurang

6. SU adalah penarikan secara cepat pada HD, mempercepat pengurangan edema paru

7. Untuk meningkatkan Hb, sehingga suplai O2 ke jaringan cukup

8. Untuk mengatasi infeksi paru & perikard

9. Follow up penyebab nafas tidak efektif

10. Mengukur keberhasilan tindakan dan untuk follow up kondisi klien

2 Resiko cedera b.d. akses vaskuler & komplikasi sekunder terhadap penusukan & pemeliharaan akses vaskuler

Pasien tidak mengalami cedera dg kriteria: kulit pada

sekitar AV shunt utuh/tidak rusak

Pasien tidak mengalami komplikasi HD

1. Kaji kepatenan AV shunt sebelum HD

2. Monitor kepatenan kateter sedikitnya setiap 2 jam

3. Kaji warna kulit, keutuhan kulit, sensasi sekitar shunt

4. Monitor TD setelah HD

5. Lakukan heparinisasi pada shunt/kateter pasca HD

6. Cegah terjadinya infeksi pd area shunt/penusukan kateter

1. AV yg sudah tidak baik bila dipaksakan bisa terjadi rupture vaskuler

2. Posisi kateter yg berubah dapat terjadi rupture vaskuler/emboli

3. Kerusakan jaringan dapat didahului tanda kelemahan pada kulit, lecet bengkak, penurunan sensasi

4. Posisi baring lama stlh HD dpt menyebabkan orthostatik hipotensi

5. Shunt dapat mengalami sumbatan & dapat dihilangkan dengan heparin

6. Infeksi dpt mempermudah kerusakan jaringan

3 Kelebihan volume cairan b.d. : penuruna

n haluaran urine diet cairan

berlebih retensi

cairan & natrium

Keseimbangan volume cairan tercapai setelah dilakukan HD 4-5 jam dengan kriteria: BB post HD

sesuai dry weight Udema hilang Retensi 16-28

x/m kadar natrium

darah 132-145 mEq/l

1. Kaji status cairan Timbang BBpre dan post hd

Keseimbangan masukan dan haluaran

Turgor kulit dan edema Distensi vena leher Monitor vital sign

2. Batasi masukan cairan Pada saat priming &

wash out hd

1. Pengkajian merupakan dasar untuk memperoleh data, pemantauan 7 evaluasi dari intervensi

2. Pembatasan cairan akan menetukan dry weight, haluaran urine & respon terhadap terapi.

3. UF & TMP yang

10

Page 11: LAPORAN HD

3. Lakukan hd dengan uf & tmp sesuai dg kenaikan BB interdialisis

4. Identifikasi sumber masukan cairan masa interdialisis

5. Jelaskan pada keluarga & klien rasional pembatasan cairan

6. Motivasi klien untuk meningkatkan kebersihan mulut

sesuai akan mengurangi kelebihan volume cairan sesuai dg target BB ideal/dry weight

4. Sumber kelebihan cairan dapat diketahui.

5. Pemahaman meningkatkan kerjasama klien & keluarga dalam pembatasan cairan.

6. Kebersihan mulut mengurangi kekeringan mulut, sehingga menurunkan keinginan klien untuk minum

4 Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d. : anoreksia,

mual & muntah pembatas

an diet perubahan

membrane mukosa oral

Keseimbangan nutrisi tercapai setelah dilakukan HD yang adekuat (10-12 jam/mg) selama 3 bulan, diet protein terpenuhi, dengan kriteria: tidak terjadi

penambahan atau penurunan BB yang cepat

turgor kulit normal tanpa udema

kadar albumin plasma 3,5-5,0 gr/dl

konsumsi diet nilai protein tinggi

1. Kaji status nutrisi: Perubahan BB Pengukuran

antropometri Nilai lab. (elektrolit,

BUN, kreatinin, kadar albumin, protein

2. Kaji pola diet

3. Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi

4. Kolaborasi menentukan tindakan HD 4-5 jam 2-3 minggu

5. Kolaborasi pemberian infus albunin 1 jam terakhir HD

6. Tingkatkan masukan protein dengan nilai biologi tinggi: telur, daging, produk susu

7. Anjurkan camilan rendah protein, rendah natrium, tinggi kalori diantara waktu makan

8. Jelaskan rasional pembatasan diet, hubungan dengan penyakit ginjal dan ↑urea dan kreatinin

9. Anjurkan timbang BB tiap hari

10. Kaji adanya masukan protein yang tidak adekuat Edema Penyembuhan yang

lama Albumin serum turun

1. Sebagai dasar untuk memantau perubahan & intervensi yang sesuai

2. Pola diet dahulu & sekarang berguna untuk menentukan menu

3. Memberikan informasi, faktor mana yang bisa dimodifikasi.

4. Tindakan HD yang adekuat, menurunkan kejadian mual-muntah & anoreksia, sehingga meningkatkan nafsu makan

5. Pemberian albumin lewat infus iv akan meningkatkan albumin serum

6. Protein lengkap akan meningkatkan keseimbangan nitrogen

7. Kalori akan meningkatkan energi, memberikan kesempatan protein untuk pertumbuhan

8. Meningkatkan pemahaman klien sehingga mudah menerima masukan

9. untuk menentukan status cairan & nutrisi

10. Penurunan protein dapat menurunkan albumin, pembentukan udema & perlambatan penyembuhan

5 Intoleransi aktivitas b.d.: Keletihan Anemia Retensi

produk sampah Prosedur

dialisis

Setelah dilakukan tindakan keperawatan & HD, klien mampu berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi, dengan kriteria: berpartisipasi

1. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan: Anemia Ketidakseimbangan cairan

& elektrolit Retensi produk sampah Depresi

2. Tingkatkan

1. Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan

2. Meningkatkan aktifitas

11

Page 12: LAPORAN HD

dalam aktivitas perawatan mandiri yang dipilih

berpartisipasi dalam peningkatan aktivitas dan latihan

istirahat & aktivitas seimbang/bergantian

kemandirian dalam aktifitas perawatan diri yang dapat ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi

3. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat

4. Anjurkan untuk istirahat setelah dialisis

ringan/sedang & memperbaiki harga diri

3. Mendorong latihan & aktifitas yang dapat ditoleransi & istirahat yang adekuat

4. Adanya perubahan keseimbangan cairan & elektrolit yang cepat pada proses dialisis sangat melelahkan.

6 Harga diri rendah b.d: Ketergant

ungan Perubaha

n peran Perubaha

n citra tubuh dan fungsi seksual

Memperbaiki konsep diri, dengan criteria: Pola koping

klien dan keluarga efektif

Klien & keluarga bisa mengungkapkan perasaan & reaksinya terhadap perubahan hidup yang diperlukan

1. Kaji respon & reaksi klien & keluarganya terhadap penyakit & penanganannya.

2. Kaji hubungan klien dan keluarga terdekat

3. Kaji pola koping klien & keluarganya

4. Ciptakan diskusi yang terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit & penangannya Perubahan peran Perubahan gaya hidup Perubahan dalam

pekerjaan Perubahan seksual Ketergantungan dg

center dialisis5. Gali cara alternatif

untuk ekspresikan seksual lain selain hubungan seks

6. Diskusikan peran memberi dan menerima cinta, kehangatan dan kemesraan

1. Menyediakan data klien & keluarga dalam menghadapi perubahan hidup

2. Penguatan & dukungan terhadap klien diidentifikasi

3. Pola koping yang efektif dimasa lalu bisa berubah jika menghadapi penyakit & penanganan yang ditetapkan sekarang

4. Klien dapat mengidentifikasi masalah dan langkah-langkah yang harus dihadapi

5. Bentuk alternatif aktifitas seksual dapat diterima.

6. Seksualitas mempunyai arti yang berbeda bagi tiap individu, tergantung dari maturitasnya.

7 Resiko infeksi b.d prosedur infasif berulang

Pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria: Suhu dbn Angka lekosit

dbn Tak ada

kemerahan sekitar shunt

Area shunt tidak nyeri/bengkak

1. Pertahankan area steril selama penusukan kateter

2. Pertahankan teknik steril selama kontak dengan akses vaskuler: penusukan, pelepasan kateter

3. Monitor area akses HD terhadap kemerahan, bengkak, nyeri

4. Beri pernjelasan pada pasien pentingnya peningkatan satus gizi

5. Kolaborasi pemberian antibiotik

1. Mikroorganisme dapat dicegah masuk kedalam tubuh saat insersi kateter

2. Kuman tidak masuk kedalam area insersi

3. Inflamasi/infeksi ditandai dg kemerahan, nyeri, bengkak

4. Gizi yang baik meningkatkan daya tahan tubuh

5. Pasien HD mengalami sakit kronis, penurunan imunitas

12

Page 13: LAPORAN HD

CRONIC RENAL DISEASE (CKD)

A. PENGERTIAN

Cronic Renal Disease (CKD) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif

dan irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala

uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).

B. ETIOLOGI

Cronic Renal Disease (CKD) terjadi setelah berbagai macam penyakit yang

merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan

bilateral.

1. Infeksi

Pielonefritis kronik.

2. Penyakit peradangan

Glomerulonefritis.

3. Penyakit vaskuler hipertensif

Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.

4. Gangguan jaringan penyambung

SLE, poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.

5. Gangguan kongenital dan herediter

Penyakit ginjal polikistik,asidosis tubuler ginjal.

6. Penyakit metabolik

DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.

7. Nefropati obstruktif

Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.

8. Nefropati obstruktif

a. Sal. Kemih bagian atas:

Kalkuli, neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.

b. Sal. Kemih bagian bawah:

Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali congenital pada leher kandung

kemih dan uretra.

13

Page 14: LAPORAN HD

C. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi umum CKD

1. Sudut pandang tradisional

Semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium yang berbeda-

beda dan bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi tertentu dapat

saja benar- banar rusak atau berubah struktur.

2. Hipotesis Bricker (hipotesis nefron yang utuh)

“Bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa

nefron yang masih utuh tetap bekerja normal”. Uremia akan timbul bila jumlah

nefron sudah sedemikian berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit

yang tidak dapat dipertahankan lagi.

Jumlah nefron turun secara progresif

Ginjal melakukan adaptasi (kompensasi)-sisa nefron mengalami hipertropi

-peningkatan kecepatan filtrasi, beban solute dan reabsorbsitubulus dalam tiap nefron, meskipun GFR untuk seluruh massa nefron menurun

di bawah normal↓

Kehilangan cairan dan elektrolit dpt dipertahankan

Jk 75% massa nefron hancurKecepatan filtrasi dan bebab solute bagi tiap nefron meningkat

Keseimbangan glomerulus dan tubulus tidak dapat dipertahankan

Fleksibilitas proses ekskresi & konversi solute & air ↓Sedikit perubahan pada diit mengakibatkan keseimbangan terganggu

Hilangnya kemampuan memekatkan/mengencerkan kemihBJ 1,010 atau 2,85 mOsml (= konsentrasi plasma)

poliuri, nokturianefron tidak dapat lagi mengkompensasi dgn tepat

terhadap kelebihan dan kekurangan Na atau air

14

Page 15: LAPORAN HD

Toksik Uremik

Gagal ginjal tahap akhir

↓GFR

Kreatinin ↑ Prod. Met. Prot. Tertimbun ↑ phosphate serum

Dalam darah ↓ kalsium serum

Sekresi parathormon

Tubuh tdk berespon dgn N

Kalsium di tulang ↓

Met.aktif vit D↓

Perub.pa tulang/osteodistrofi ginjal

D. KLASIFIKASI CKD ( CHRONIC KIDNEY DISEASE )

Stage Gambaran kerusakan ginjal GFR (ml/min/1,73 m2)

1 Normal atau elevated GFR ≥ 90

2 Mild decrease in GFR 60-89

3 Moderate decrease in GFR 30-59

4 Severe decrease in GFR 15-29

5 Requires dialysis ≤ 15

15

Page 16: LAPORAN HD

E. TANDA DAN GEJALA

1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia

a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna,

gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum

meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit normal.

b. Defisiensi hormone eritropoetin

Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin

→Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap

proses hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.

2. Kelainan Saluran cerna

a. Mual, muntah, hicthcup

dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia (NH3) → iritasi/rangsang

mukosa lambung dan usus.

b. Stomatitis uremia

Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak

mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.

c. Pankreatitis

Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.

3. Kelainan mata

4. Kelainan kulit

a. Gatal

Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:

a). Toksik uremia yang kurang terdialisis

b). Peningkatan kadar kalium phosphor

c). Alergi bahan-bahan dalam proses HEMODIALISA

b. Kering bersisik

Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di bawah

kulit.

c. Kulit mudah memar

5. Neuropsikiatri

6. Kelainan selaput serosa

7. Neurologi → kejang otot

8. Kardiomegali.

16

Page 17: LAPORAN HD

Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal yang

serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian perubahan

tersebut biasanya menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-10%

dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien menderita apa yang

disebut SINDROM UREMIK

Terdapat dua kelompok gejala klinis :

1. Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi ; kelainan volume cairan dan elektrolit,

ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan metabolit lainnya,

serta anemia akibat defisiensi sekresi ginjal.

2. Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan lainnya

MANISFESTASI SINDROM UREMIK

Sistem tubuh Manifestasi

Biokimia 1. Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L)

2. Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN,

kreatinin)

3. Hiperkalemia

4. Retensi atau pembuangan Natrium

5. Hipermagnesia

6. Hiperurisemia

Perkemihan& Kelamin 1. Poliuria, menuju oliguri lalu anuria

2. Nokturia, pembalikan irama diurnal

3. Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010

4. Protein silinder

5. Hilangnya libido, amenore, impotensi dan sterilitas

Kardiovaskular 1. Hipertensi

2. Retinopati dan enselopati hipertensif

3. Beban sirkulasi berlebihan

4. Edema

5. Gagal jantung kongestif

6. Perikarditis (friction rub)

7. Disritmia

17

Page 18: LAPORAN HD

Pernafasan 1. Pernafasan Kusmaul, dispnea

2. Edema paru

3. Pneumonitis

Hematologik 1. Anemia menyebabkan kelelahan

2. Hemolisis

3. Kecenderungan perdarahan

4. Menurunnya resistensi terhadap infeksi (ISK,

pneumonia,septikemia)

Kulit 1. Pucat, pigmentasi

2. Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah,

tipis, bergerigi, ada garis merah biru yang

berkaitan dengan kehilangan protein)

3. Pruritus

4. “kristal” uremik

5. Kulit kering

6. Memar

Saluran cerna 1. Anoreksia, mual muntah menyebabkan penurunan

BB

2. Nafas berbau amoniak

3. Rasa kecap logam, mulut kering

4. Stomatitis, parotitid

5. Gastritis, enteritis

6. Perdarahan saluran cerna

7. Diare

Metabolisme

intermedier

1. Protein-intoleransi, sintesisi abnormal

2. Karbohidrat-hiperglikemia, kebutuhan insulin

menurun

3. Lemak-peninggian kadar trigliserida

Neuromuskular 1. Mudah lelah

2. Otot mengecil dan lemah

3. Susunan saraf pusat :

4. Penurunan ketajaman mental

5. Konsentrasi buruk

18

Page 19: LAPORAN HD

6. Apati

7. Letargi/gelisah, insomnia

8. Kekacauan mental

9. Koma

10. Otot berkedut, asteriksis, kejang

11. Neuropati perifer :

12. Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg

13. Perubahan sensorik pada ekstremitas – parestesi

14. Perubahan motorik – foot drop yang berlanjut

menjadi paraplegi

Gangguan kalsium dan

rangka

1. Hiperfosfatemia, hipokalsemia

2. Hiperparatiroidisme sekunder

3. Osteodistropi ginjal

4. Fraktur patologik (demineralisasi tulang)

5. Deposit garam kalsium pada jaringan lunak

(sekitar sendi, pembuluh darah, jantung, paru-paru)

6. Konjungtivitis (uremik mata merah)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal

1) Ureum kreatinin.

2) Asam urat serum.

b. Identifikasi etiologi gagal ginjal

1) Analisis urin rutin

2) Mikrobiologi urin

3) Kimia darah

4) Elektrolit

5) Imunodiagnosis

c. Identifikasi perjalanan penyakit

1) Progresifitas penurunan fungsi ginjal

2) Ureum kreatinin, klearens kreatinin test

GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:

19

Page 20: LAPORAN HD

Laki-laki :

(140 – umur ) X BB (kg)

CCT = x 72

kreatinin serum ( mg/dL )

Wanita : 0,85 x CCT

Perhitungan terbaik LFG adalah dengan menentukan bersihan kreatinin

yaitu :

Kreatinin urin (mg/dL)xVol.urin (mL/24 jam)Bersihan kreatinin :

Kreatinin serum ( mg/dL ) x 1440 menit

Nilai normal :

Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau

0,93 - 1,32 mL/detik/m2

Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau

0,85 - 1,23 mL/detik/m2

3) Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan

4) Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+

5) Endokrin : PTH dan T3,T4

6) Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk ginjal,

misalnya: infark miokard.

2. Diagnostik

a. Etiologi CKD dan terminal

1) Foto polos abdomen.

2) USG.

3) Nefrotogram.

4) Pielografi retrograde.

5) Pielografi antegrade.

6) Mictuating Cysto Urography (MCU).

b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal

1) Renogram

2) USG.

20

Page 21: LAPORAN HD

F. MANAGEMEN TERAPI

1. Terapi Konservatif

Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal Desease

(CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.

Tujuan terapi konservatif :

a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.

b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.

c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.

d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.

Alur manajemen terapi pada klien Cronic renal Desease (CKD) dan terminal

sebagai berikut ;

CKD

Terapi konservatif

Penyakit ginjal terminal

meninggal Dialisis HD di RS, Rumah, CAPD

gagal

Transplantasi ginjal berhasil

Prinsip terapi konservatif :

a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal.

1). Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.

2). Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan

ekstraseluler dan hipotensi.

3). Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.

4). Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.

5). Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.

6). Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat.

7). Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa

indikasi medis yang kuat.

b. Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat

1). Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.

2). Kendalikan terapi ISK.

3). Diet protein yang proporsional.

21

Page 22: LAPORAN HD

4). Kendalikan hiperfosfatemia.

5). Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.

6). Terapi hiperfosfatemia.

7). Terapi keadaan asidosis metabolik.

8). Kendalikan keadaan hiperglikemia.

c. Terapi alternatif gejala asotemia

1). Pembatasan konsumsi protein hewani.

2). Terapi keluhan gatal-gatal.

3). Terapi keluhan gastrointestinal.

4). Terapi keluhan neuromuskuler.

5). Terapi keluhan tulang dan sendi.

6). Terapi anemia.

7). Terapi setiap infeksi.

2. Terapi simtomatik

a. Asidosis metabolik

Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum K+

(hiperkalemia) :

1). Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.

2). Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan

7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.

b. Anemia

1). Anemia Normokrom normositer

Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon

eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi

dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin (r-HuEPO)

dengan pemberian 30-530 U per kg BB.

2). Anemia hemolisis

Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah

membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.

3). Anemia Defisiensi Besi

Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna

dan kehilangan besi pada dialiser (terapi pengganti hemodialisis). Klien

yang mengalami anemia, tranfusi darah merupakan salah satu pilihan

22

Page 23: LAPORAN HD

terapi alternatif, murah dan efektif, namun harus diberikan secara hati-

hati.

Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :

a). HCT < atau sama dengan 20 %

b). Hb < atau sama dengan 7 mg %

c). Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia dan

high output heart failure.

Komplikasi tranfusi darah :

a). Hemosiderosis

b). Supresi sumsum tulang

c). Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia

d). Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV

e). Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk

rencana transplantasi ginjal.

c. Kelainan Kulit

1). Pruritus (uremic itching)

Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal, insiden

meningkat pada klien yang mengalami HEMODIALISA.

Keluhan :

a). Bersifat subyektif

b). Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula

dan lichen symply

Beberapa pilihan terapi :

a). Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme

b). Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )

c). Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi

ini bisa diulang apabila diperlukan

d). Pemberian obat :

Diphenhidramine 25-50 P.O

Hidroxyzine 10 mg P.O

2). Easy Bruishing

Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa berhubungan

denga retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi trombosit. Terapi

yang diperlukan adalah tindakan dialisis.

23

Page 24: LAPORAN HD

d. Kelainan Neuromuskular

Terapi pilihannya :

1). Hemodialisa reguler.

2). Obat-obatan : Diasepam, sedatif.

3). Operasi sub total paratiroidektomi.

e. Hipertensi

Bentuk hipertensi pada klien dengan gangguan ginjal berupa: volum dependen

hipertensi, tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program terapinya

meliputi :

1). Restriksi garam dapur.

2). Diuresis dan Ultrafiltrasi.

3). Obat-obat antihipertensi.

3. Terapi pengganti

Adalah terapi yang menggantikan fungsi ginjal yang telah mengalami kegagalan

fungsi ginjal baik kronik maupun terminal. Pada masa sekarang ini ada dua jenis

terapi :

a. Dialisis yang meliputi :

1). Hemodialisa

2). Peritoneal dialisis, yang terkenal dengan Continous Ambulatory

Peritoneal Dialisis (CAPD) atau Dialisis Peritoneal Mandiri

Berkesinambungan ( DPMB ).

b. Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.

G. KOMPLIKASI

1. Hipertensi.

2. Hiperkalemia.

3. Anemia.

4. Asidosis metabolik.

5. Osteodistropi ginjal.

6. Sepsis.

7. Neuropati perifer.

8. Hiperuremia.

24