Top Banner
Tanggal Praktikum : 7 April 2014 PENENTUAN KOMPONEN DALAM SAMPEL PERTAMAX PLUS MENGGUNAKAN INSTRUMEN KROMATOGRAFI GAS (GC) A. TUJUAN PRAKTIKUM 1. Mengenal cara pengoperasian instrumen GC. 2. Memahami cara kerja instrumen GC untuk analisis kualitatif. 3. Menentukan beberapa komponen dalam sampel pertamax plus. B. TINJAUAN PUSTAKA Kromatografi adalah metode pemisahan yang berkaitan dengan perbedaan dalam keseimbangan distribusi dari komponen-komponen sampel di antara dua fase yang berbeda, yaitu fase bergerak dan fase diam. Fasa diam dapat berupa padatan atau cairan yang terikat pada permukaan padatan (kertas atau suatu adsorben), sedangkan fasa gerak dapat berupa cairan disebut eluen atau gas pembawa yang inert. Gambar 1. Distribusi komponen A, B, dan C pada fase diam dan fase gerak 1 Fase gerak / mobile Fase diam / mobile
71

Laporan GC

Jan 28, 2016

Download

Documents

Yoga Wiranoto

Praktikum
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Laporan GC

Tanggal Praktikum : 7 April 2014

PENENTUAN KOMPONEN DALAM SAMPEL PERTAMAX PLUS

MENGGUNAKAN INSTRUMEN KROMATOGRAFI GAS (GC)

A. TUJUAN PRAKTIKUM

1. Mengenal cara pengoperasian instrumen GC.

2. Memahami cara kerja instrumen GC untuk analisis kualitatif.

3. Menentukan beberapa komponen dalam sampel pertamax plus.

B. TINJAUAN PUSTAKA

Kromatografi adalah metode pemisahan yang berkaitan dengan perbedaan dalam

keseimbangan distribusi dari komponen-komponen sampel di antara dua fase yang

berbeda, yaitu fase bergerak dan fase diam. Fasa diam dapat berupa padatan atau cairan

yang terikat pada permukaan padatan (kertas atau suatu adsorben), sedangkan fasa gerak

dapat berupa cairan disebut eluen atau gas pembawa yang inert.

Gambar 1. Distribusi komponen A, B, dan C pada fase diam dan fase gerak

Berdasarkan jenis fasa gerak yang digunakan, ada dua klasifikasi dalam kromatografi,

yaitu : kromatografi gas dan kromatografi cairan. Jenis kromatografi gas meliputi

kromatografi gas-cair (KGC) yang biasa disebut kromatografi gas (GC) dan kromatografi

gas-padat (KGP). Untuk KGC fasa diamnya berupa sautu cairan bertitik didih tinggi dan

proses serapannya lebih banyak berupa partisi. Sedangkan untuk KGP fasa diamnya

berupa padatan dan adsorpsi memainkan peranan utama. Aplikasi KGP sangat terbatas

karena aktifnya retensi semipermanen atau molekul polar dan beberapa tailing puncak

elusi.

1

Fase gerak / mobile phase (m)

Fase diam / mobile stationary (m)

Page 2: Laporan GC

Kromatografi gas banyak digunakan dalam analisis kualitatif dan kuantitatif.

Keuntungan – keuntungan dari kromatografi gas antara lain :

1. Kromatografi Gas akan memisahkan campuran-campuran yang mengandung

banyak komponen dengan perbedaan titik didih rendah.

2. Analisis cepat (biasanya 10 -15 menit).

3. Sensitif

4. Volume yang diperlukan sangat kecil ( 1 – 10 µl )

5. Bisa dipakai untuk menganalisis berbagai macam campuran, hidrokarbon, obat,

pestisida, gas-gas dan steroid-steroid

6. Mudah dioperasikan dan tekniknya terpercaya.

7. Baik pada analisa kualitatif dan kuantitatif

Mekanisme Kerja Kromatografi Gas :

Gas dalam silinder baja bertekanan tinggi dialirkan melalui kolom yang berisi fasa diam.

Cuplikan berupa campuran yang akan dipisahkan, biasanya dalam bentuk larutan, disuntik

ke dalam aliran gas tersebut. Kemudian cuplikan di bawa oleh gas pembawa ke dalam

kolom dan di dalam kolom terjadi proses pemisahan.

2

Page 3: Laporan GC

Gambar 2. Skema Sistem Kromatografi Gas

Komponen-komponen campuran yang telah terpisahkan satu persatu meninggalkan

kolom. Suatu detektor diletakkan di ujung kolom untuk mendeteksi jenis maupun jumlah

tiap komponen campuran. Hasil pendeteksian direkam dengan rekorder dan dinamakan

kromatogram yang terdiri dari beberapa peak. Jumlah peak yang dihasilkan menyatakan

jumlah komponen (senyawa) yang terdapat dalam campuran. Bila suatu kromatogafi terdiri

dari 5 peak maka terdapat 5 senyawa atau 5 komponen dalam cuplikan tersebut.

Sedangkan luas peak bergantung pada kauntitas suatu komponen dalam campuran. Karena

peak-peak dalam kromatogram berupa segitiga maka luasnya dapat dihitung berdasarkan

tinggi dan lebar peak tersebut.

Instrumentasi Kromatografi Gas

1. Gas Pembawa dan Pengendali Aliran

Gas pembawa dipasok dari tangki melalui pengatur tekanan. Karena gas disimpan

dalam tabung bertekanan tinggi maka gas tersebut akan mengalir dengan sendirinya secara

cepat membawa komponen-komponen campuran. Pemilihan gas pembawa harus

disesuaikan dengan detektor yang digunakan. Gas pembawa yang sering kali digunakan

adalah N2, He, H2, dan Ar.

Kecepatan aliran normalnya dikontrol oleh dua regulator tekanan pada silinder gas dan

beberapa regulator tekanan atau regulator aliran tercatat dalam kromatogram. Tekanan yag

dipakai biasanya memiliki rentang dari 10 – 50 psi di atas tekanan ruangan dengan

kecaptan alir 25 sampai 150 ml/menit dengan kolom kemasan dan 1-25 ml/menit dengan

kolom tabung kapiler

Kotoran yang terdapat dalam gas pembawa dapat merusak kolom secara perlahan

karena fasa diam bereaksi dengan kotoran tersebut. Oleh karena itu, gas berkualitas tinggi

harus digunakan untuk merawat kolom dari kerusakan. Untuk menghilangkan kotoran

dalam gas pembawa, biasanya gas dialirkan melalui saringan yang disebut molecular serve

untuk menghilangkan air dan hidrokarbon.

Pemilihan Fasa Gerak

3

Page 4: Laporan GC

Gas Pembawa sebagai fase gerak akan membawa komponen sampel melalui kolom

menuju detektor. Gas pembawa harus inert, kering dan murni. Pemilihan gas pembawa ini

tergantung pada detektor yang digunakan, ketersediaan, keamanan dan biaya. Gas

pembawa yang umum digunakan adalah nitrogen, hidrogen, helium dan argon. Pemilihan

gas pembawa ini tidak mempengaruhi selektivitas. Namun dapat mempengaruhi resolusi

sebagai hasil dari perbedaan laju difusi dan dapat mempengaruhi waktu analisis karena

kecepatan optimum gas pembawa akan berkurang sesuai dengan pengurangan difusitas

bahan terlarut.

Untuk kolom kemasan konvensional dengan panjang normal dan didukung oleh rata-

rata partikel kemasan ukuran kecil perlu dilakukan pemilihan gas pembawa. Untuk kolom

berbentuk pipa terbuka grafik Van Deemter menunjukkan secara jelas pilihan untuk

hidrogen yang diikuti oleh helium. Sedangkan nitrogen menunjukkan ketinggian plat yang

lebih rendah dan ini terjadi pada aliran yang sangat rendah sehingga akan menyebabkan

waktu analisis lebih lama. Kerugian utama menggunakan hirogen adalah kemungkinan

terjadinya ledakan. Alternatif yang baik untuk kolom berbentuk pipa terbuka adalah

helium.

2. Injektor (Pemasukan Cuplikan)

Ada berbagai cara sampel dimasukkan ke dalam kolom. Sebagian besar kromatografi

gas dilengkapi dengan jenis injektor yang bisa memasukkan cairan langsung ke dalam

kolom menggunakan jarum suntik. Tipe injektor yang digunakan tergantung jenis kolom

yang dipakai.

Cuplikan yang dimasukan dapat berupa cairan, padatan, atau gas asalkan cuplikan

mudah menguap pada suhu di tempat pemasukan cuplikan dan stabil (tidak rusa pada

kondisi operasional). Ditempat pemasukan cuplikan terdapat pemanas yang suhunya dapat

diatur untuk menguapkan cuplikan. Suhu tempat penyuntikan cuplikan biasanya sekitar

50°C di atas titik didih cuplikan.

Untuk mendapatkan efisiensi dan resolusi sebaik mungkin, sampel dimasukan ke

dalam aliran gas dalam jumlah yang sedikit mungkin dan dalam waktu yang secepat

mungkin. Jika perlu sampel cairan harus diencerkan dan sampel padat harus diubah ke

dalam bentuk larutannya. Banyaknya sampel yang dimasukan kira-kira 0,1µl sampai

dengan 10 µl.

4

Page 5: Laporan GC

Metode injeksi pada Gas Chromatograohy (GC) tediri dari tiga cara pada proses

penginkesiannya, anatara lain :

a) Split Injection

Split injeksi adalah salah satu metode injeksi pada kromatografi gas yang paling tua,

paling sederhana dan mudah untuk menggunakan teknik injeksi. Prosedur yang melibatkan

menginjeksi sampel dengan syringe ke dalam port injeksi panas melalui karet septum.

Sampel yang diinjeksikan lebih cepat menguap dan hanya sebagian kecil dan biasanya 1-

2% dari uap sampel yang masuk ke kolom. Suhu dalam injeksi port mencapai 350°C.

Pada metode split injeksi, sisa dari sampel akan menguap dan besar aliran gas

pembawa akan membagikan melalui split atau katup pembersihan. Bagian dari

sampel/pembawa campuran gas di ruang injeksi akan habis melalui lubang angin yang

terbelah. Metode split ini lebih disukai ketika bekerja untuk menganalisis suatu sampel

dengan konsentrasi tinggi (> 0,1%). Beda dengan metode Splitless yang paling cocok

dengan konsentrasi rendah (0,01%).

Gambar 3. Injektor split

b) Splitless Injection

Metode Splitless Injection, sampel diinjeksikan kemudian diuapkan dalam injektor

panas dan dibawa ke dalam kolom karena katup pemecah ditutup. Suhu pada injektor

dalam metode ini mencapai 220°C. Sampel akan menguap dan perlahan-lahan terbawa ke

arah kolom dengan aliran laju sekitar 1 ml/menit.

5

Page 6: Laporan GC

Gambar 4. Ijektor splitless

c) ON-Column Injection

Metode ON-Column Injection, ujung split dimasukan ke dalam kolom. Teknik ini

digunakan untuk senyawa-senyawa yang mudah menguao, dikarenakan jika penyuntikan

melalui lubang suntik secara langsung dikhawatirkan akan terjadi peruraian senyawa

tersebut karena suhu tinggi.

Gambar 5. Injektor ON-Column

3. Kolom

Kolom merupakan tempat berlangsungnya pemisahan komponen campuran. Kolom

ini terdiri dari kumparan pipa kawat yang terbuat dari baja tahan karat, tembaga, nikel,

kaca atau kwarsa. Isi kolom terdiri dari padatan pendukun dan fasa cairan. Sebagai padatan

pendukung biasanya digunakan tanah diatom yang mempunyai pori 1 mm dengan luas

6

Page 7: Laporan GC

permukaan 20 m2/g. Sebelum digunakan tanah diatom ini harus diproses terlebih dahulu

dengan cara di cetak seperti bata, dipanaskan dalam tanur, digerus sampai halus dan

akhirnya disaring dengan ukuran mesh tertentu. Bahan yang dihasilkan diperdagangkan

dengan nama Chromosorb-P, Chromosorb-W, dan Chromosorb-G.

Gambar 6. Fotomikrograf diatom

perbesaran 5000x

Dikenal dua jenis kolom yang digunakan dalam kromatografi gas yaitu kolom pak dan

kolom terbuka. Kolom merupakan tempat terjadinya pemisahan dari komponen analit yang

akan dianalisis.

a) Kolom pak

Panjang kolom pak bervariasi dari 2-3 m, diameter 2-4 mm. Biasanya terbuat dari

silika atau stainless steel, glass dan teflon. Kolom diisi dengan serbuk zat padat halus atau

zat pendukung yang dilapisi zat cair kental yang sukar menguap sebagai fasa diam. Jenis

kolom ini lebih disukai untuk tujuan preparatif karena dapat menampung jumlah cuplikan

yang banyak.

Gambar7. Kolom pak

b) Kolom kapiler

7

Page 8: Laporan GC

Kolom kapiler lebih kecil dan panjang daripada kolom pak. Umumnya terbuat dari

gelas berbahan dasar silika yang mempunyai sedikit gugus silamol (Si-O-H). Diameter

kolom terbuka berkisaran antara 0,1-0,7 mm dan panjangnya berkisar 13-100m. Dengan

semakin panjang kolom diharapkan kolom akan lebih efisien dan perbedaan waktu retensi

senyawa satu dan yang lainnya akan bertambah sehingga selektivitas meningkat

(memberikan resolusi tinggi).

Gambar 8. Kolom kapiler

Jenis-jenis kolom kapiler

Gambar 9. Jenis-

jenis kolom kapiler

1) Wall-coated open tubular column (wcot), fasa diam cairan kental dilapiskan

secara merata pada dinding dalam kolom.

2) Support-coated open tubular column (scot), partikel zat padat pendukung seperti

silika atau alumunium ditempelkan pada dinding dalam kolom. Partikel

pendukung ini terlebih dahulu dilapisi zat cair kental sebagai fas diam untuk

meningkatkan luas permukaan. Dengan bertambahnya luas permukaan berarti

8

Page 9: Laporan GC

jenis scot mempunyai volume fasa diam yang lebih besar daripada wcot. Dengan

kata lain jenis scot ini cocok untuk analisis renik (konsentrasi analit yang sangat

kecil). Rancangan jenis kedua ini, lebih disukai.

3) Porous-layer open tubular column (plot), partikel zat padat yang ditempelkan

pada dinding dalam kolom bertindak sebagai fasa diam

4. Termostat

Suhu kolom adalah variabel penting yang harus dikontrol hingga beberapa puluhan

derajat pada pengerjaan yang perlu teliti. Kolom biasanya disimpan di dalam open

bertermostat. Suhu kolom optimum bergantung pada titik didih cuplikan dan derjat

pemisahan yang diperlukan. Secara kasar, suhu sama dengan atau sedikit di atas titik didih

cuplikan menghasilkan waktu emulsi yang baik (2 sampai 30 menit)

Gambar 10. Termostat/Oven

pada GC

Kolom dapat dioperasikan dengan dua cara , yaitu : secara isotermal (temperatur

konstan) dan temperatur terprogram (variabel peningkatan temperatur dan waktu ditahan

pada temperatur konstan).

a) Operasi Isotermal

Pada operasi isotermal, temperatur kolom dijaga konstan. Batas temperatur maksimum

dan minimum dipengaruhi stabilitas dan karakter fisik fase diam. Batas bawah ditentukan

oleh titik beku dan batas atas ditentukan oleh “bleed” dari fase diam. Bleed adalah fase

diam masuk ke detektor. Secara umum pada mode operasional ini, injektor dioperasikan

9

Page 10: Laporan GC

30oC diatas temperatur komponen dengan titik didih maksimum (kolom kemasan

konvensional).

b) Operasi temperatur terprogram (TPGC)

Pada kromatografi gas temperatur terprogram, temperatur oven dikendalikan oleh

sebuah program yang dapat mengubah tingkatan pemanasan yang terjadi antara 0,25oC

sampai 20oC. Sebuah oven massa rendah mengijinkan pendinginan dan pemanasan cepat

dari kolom yang dapat ditahan sampai 1oC dari temperatur yang diperlukan. Pada operasi

temperatur terprogram diperlukan pengendali aliran untuk memastikan kesetabilan

alirangas. Kestabilan aliran sangat diperlukan untuk mencapai stabilitas hasil detektor yang

baik yang ditunjukan pada garisbawah/baseline datar yang stabil. Fase diam harus stabil

secara termal melewati range temperatur yang lebar. Bleed dapat diganti dengan

menjalankan dua kolom yang identik secara tandem, satu untuk pemisahan komponen dan

yang lain untuk melawan “bleed”.

5. Detektor

Untuk mendeteksi komponen yang terpisah dari kolom ,diperlukan alat pendeteksi.

Pada kolom kapiler penambahan gas (make up gas) digunakan untuk menghilangkan

komponen yang terpisah dari bagian akhir kolom ke dalam detektor untuk mengurangi

efek “dead volume” dan kecepatan aliran yang rendah. Sebuah detektor yang ideal

seharusnya:

a) Mempunyai sensitifitas yang tinggi untuk mengenali unsur dalam bentuk gas. (1

volume terlarut : 1000 volume pelarut)

b) Mempunyai respon yang linear terhadap jumlah unsur dengan cakupan yang luas.

c) Tidak bergantung pada kondisi operasi, seperti : kecepatan alir.

d) Mempunyai stabilitas baseline yang baik.

e) Mudah perawatannya

f) Mempunyai volume internal yang kecil (resolusi puncak)

g) Mempunyai respon yang cepat untuk menghindari gugusanpuncak

h) Murah dan dapat dipercaya

i)

Jenis-jenis detektor dapat diklasifikasikan menurut (a) kespesifikannya; (v)

pengaruhnya terhadap cuplikan; (c) dan cara kerjanya.

10

Page 11: Laporan GC

Berdasarkan kespesifikannya, detektor yang hanya dapat mendeteksi beberapa jenis

senyawa saja disebut detektror spesifik. Contoh detektor jenis ini adalah detektor

tangkapan elektron (DTE atau ECD = Electron Capture Detector) dan detektor fotometri

nyala (DFN atau FPD = Flame Photometric Detector). Sebaliknya detektor yang dapat

digunakan untuk mengidentifikasi hampir semua senyawa disebut detektor universal.

Contoh detektor jenis ini adalah detektor hantaran panas (DHP atau TCD = Thermal

Conductivity Detector) dan detektor ionisasi (DIN atau FID = Flame Ionization Detector)

Berdasarkan pengaruhnya terhadap cuplikan detektor diklasifikasikan menjadi detektor

yang merusak cuplikan (destructive) dan detektor yang tidak merusak cuplikan (non

destructive). Contoh detektor yang dapat merusak cuplikan adalah DIN, sedangkan

detektor yang tidak merusak cuplikan misalnya DHP

Berdasarkan cara kerjanya:

a) DHP (Detektor Hantaran Panas) atau TCD (Thermal Conductivity Detector)

Detektor ini didasarkan bahwa panas dihantarkan dari benda yang suhunya tinggi ke

benda lain yang suhunya lebih rendah. Kebanyakan thermal conductivity detector berisi

kawat logam yang dipanaskan secara elektrik dan menjulang pada aliran gas. Ketika suatu

unsur yang asing diperkenalkan ke dalam, temperatur dari kawat dan karenanya maka

resistan kawat akan berubah. Masing-masing unsur mempunyai konduktivitas termal

berbeda yang mengijinkan pendeteksian nya di aliran gas. Resistan elektrik adalah secara

normal diukur oleh Wheatstone brigde circuit Pada detektor ini filamen harus dilindungi

dari udara ketika filamen itu panas dan tidak boleh dipanaskan tanpa dialiri gas pembawa.

Secara teoritis keuntungannya tidak merusak komponen yang dideteksi.

Detektor TCD adalah universal, memberi

respon terhadap semua senyawa kecuali gas

pembawa itu sendiri. Digunakan secara luas

untuk gas-gas ringan dan yang telah

ditetapkan. Karena detektor FID tidak

menghasilkan sinyal dengan sampel-sampel

tersebut, maka juga digunakan untuk analisa

11

Page 12: Laporan GC

air dan senyawa anorganik. Persyaratan detektor TCD memerlukan pengatur temperatur

yang baik, pengatur aliran yang baik, gas pembawa murni dan power supply yang teratur.

Gambar 11. Detektor TCD

b) DIN (Detektor Ionisasi Nyala) atau FID (Flame Ionization Detector)

Pada F.I.D, sumber ionisasi adalah pembakaran biasanya berasal dari hidrogen dan

udara atau oksigen. Untuk sensitivitas maksimum kondisi pembakaran memerlukan

optimisasi. Untuk menentukan volume gas yang tidak tertahan (waktu gas yang tertahan

mis: puncak udara) digunakan methaneselama detektor tidak sensitif terhadap udara. FID

ini sempurna dan mungkin merupakan detektor yang paling banyak digunakan. Bersifat

sensitif dan digunakan secara ekstensif dengan kolom kapiler.

Senyawa

Detektor ini mengukur jumlah atom karbon dan bersifat umum untuk semua senyawa

organik (senyawa flour tinggi dan karbondisulfida tidak terdeteksi). Respon sangan peka,

dan linear ditinjau dari segi ukuran cuplikan serta teliti. Perlu diperhatikan kecepatan aliran

O2 dan H2 (H2 +/- 30 mL/menit, O2 10 kalinya), serta suhu harus diatas 100°C untuk

mencegah kondensasi uap air yang merusak DIN.

Gambar 12. Detektor FID

c) DTE (Detektor Tangkap Elektron) atau ECD ( Electron Capture Detector)

12

Page 13: Laporan GC

Electron capture detector beroperasi pada prinsip electrons attachments oleh molekul

analit. Nitrogen sebagai gas pembawamengalir melalui detektor dan terionisasi oleh

sumber elektron biasanya tritum yang teradsorbsi pada Titanium atau Scandium (TiH3,

ScH3) atau Nickel 63( Ni63). Nitrogen terionisasi akan membentuk arus antar elektroda-

elektroda.

Analit tertentu masuk ke

detektor akan bereaksi dengan elektron-elektron untuk membentuk ion negatif.

Pada saat ini terjadi, arus akan berkurang

sebagai respon negatif. Detektor akan sangat sensitif terhadap molekul yang mengandung

atom-atom elektronegatif. ( N. O, S, F, Cl).

Detektor dapat dioperasikan dalam D.C. maupun mode pulsa dengan 1 us 50v. Mode

pulsa terjadi pengumpulan elektron-elektron yang bergerak bukan ion negatif yang lebih

lambat dan lebih berat, untuk menghasilkan sensitifitas yang lebih besar.Electron capture

detectorsangat sensitif terhadap molekul tententu, seperti alkil halida, conjugated carboxyl,

nitrit, nitrat, dan organometals. Tetapi tidak sensitif terhadap hydrocarbons, akcohols,

ketones.

Sebagai akibat dari sensitivitasnya terhadap alkil halida, ECD ini telah digunakan

secara ekstensif dalam analisa pestisida dan obat-obatan dimana alkil halida telah

diderivatisasi. Pestisida tertentutelah terdeteksi pada sub picogram level. Karena tingginya

sensitivitas, ECD ini telah digunakan secara ekstensif pada kolom kapiler.

Sumber-sumber radioaktif digunakan

(kecuali Beckman) untuk mengawali

respon ionisasi. Hal ini memerlukan ijin

AEC di USA dan tindakan pencegahan

khusus pada saat membersihkan atau

mengganti detektor. Gas pembawa yang

sangat bersih sangat dibutuhkan dan

dalam model plat paralel gas pembawa

13

Page 14: Laporan GC

khusus dan pulsed power supplysangat dianjurkan. Kalibrasi yang ekstensif dan kontinyu

(terus-menerus) perlu dilakukan untuk mendapatkan hasil kuantitatif.

Gambar 13. Detektor ECD

d) DFN (Detektor Fotometri Nyala) atau FPD ( Flame Photometric Detector)

Flame Photometric Detector dapat melakukan pengukuran yang sensitif dan selektif

terhadap senyawa yang mengandung sulphur atau phosphorus. Jenis S2* dan jenis HPO*

yang dibentuk dalam pengurangan karakteristik bakar Chemiluminescene emision,bisa di

ukur dari jenis ini, dengan photomultiplier tube. Filter optik dapat diganti dalam detektor

untuk memperlihatkan cahaya 394 nm yang dihasilkan dari sulphur atau 526 nm untuk

cahaya dariphosphorus.

Kolom effluen dicampur dengan oksigen dan dimasukkan dalam kelebihan hidrogen.

(dalam beberapa desain, digunakan udara sebagi pengganti oksigen) yang mana

memerlukan optimisasi.

Walaupun F.P.D. utamanya digunakan untuk P dan S, telah ditunjukkan bahwa

dengan mengganti kondisi pembakaran, F.P.D. dapat memberi respon terhadap nitrogen,

halogen, boron, chromium, solenium, tellurium, dan germanium.

Gambar 14. Detektor FPD

e) DNF (Detektor Nitrogen Fosfor)

Detektor ini selektif terhadap nitrogen dan fosfor karena adanya elemen aktif diatas

aliran kapiler yang terbakar oleh plasma (1600C). Elemen dapat berupa logam K, Rb atau

Cs yang dilapiskan pada silinder kecil Al dan berfungsi sebagai sumber ion di dalam

14

Page 15: Laporan GC

plasma yang menekan ionisasi hidrokarbon di dalam plasma tetapi menaikkan ionisasi

sampel yang mengandung N/F.

5. Rekorder

Sinyal elektronik yang dikirimkan gas pembawa dari detektor direkam oleh rekorder

dan ditampilkan dalam layar komputer yang terdapat kromatogram. Fungsi rekorder

sebagai alat untuk mencetak hasil percobaan pada sebuah kertas yang hasilnya disebut

kromatogram (kumpulan puncak grafik).

Analisis data kromatografi gas:

1. Analisis Kualitatif

Tujuan dari analisis ini adalah identifikasi suatu komponen atau lebih dari suatu

cuplikan. Hal ini dilakukan dengan membandingkan cuplikan dengan standar. Cara

yang dilakukan adalah dengan membandingkan:

a) Waktu Retensi

Waktu retensi relatif bergantung pada suhu kolom dan jenis fasa diam. Waktu

retensi yang telah dikoreksi adalah volume yang diukur dari titik suntik sampai ke

maksimum puncak. Menentukan waktu retensi:

b) Spiking/ko-kromatografi

Spiking dilakukan jika ternyata didapatkan waktu-waktu retensi yang sama

sehingga dapat menyatakan bahwa dua senyawa tersebut adalah sama. Pada kasus

ini dibutuhkan suatu teknik dengan menambahkan cuplikan standar.

c) Metode Spektroskopi (mass spectra)

Spektroskopi massa dapat digabungkan dengan kromatografi gas, sehingga setiap

komponen dalam suatu cuplikan dpaat diketahui secara menyeluruh. Setiap

komponen yang telah terpisahkan dan keluar dari kolom dikondensasi untuk

kemudian analisis spektrometri NMR dengan syarat detektor nondestruktif

(misalnya TCD) harus digunakan.

2. Analisis Kuantitatif

15

Page 16: Laporan GC

Analisis ini dengan kromatografi gas dpaat didasarkan pada salah satu pendekatan

tinggi peak atau area peak analit dengan standar.

a) Tinggi Puncak

Mula-mula ditarik garis yang menghubungkan kedua dasar puncak, kemudian

ditarik garis vertikal yang sejajar dengan sumbu tegak. Dengan mengukur tinggi

sampel dan standar, maka konsentrasi sampel dapat ditentukan.

b) Luas puncak

Ditentukan menggunakan rumus luas segitiga dengan nilai lebih baik menggunakan

lebar pada setengah tinggi puncak.

Jenis-jenis metode analisis kuantitatif pada kromatografi gas:

1. Kalibrasi. Melibatkan beberapa larutan standar eksternal yang komposisinya

mendekati yang akan diuji.

2. Metode internal standar. Sampel dilibatkan dalam standar sehingga komponen yang

tidak diinginkan dapat dikenali yang menyebabkan presisi tinggi.

3. Metode normalisasi area. Digunakan untuk mengurangi kesalahan data yang

berhubungan dengan injeksi cuplikan. Elusi yang sempurna (keseluruhan) untuk

semua komponen diperlukan pada metode ini, luas puncak yang dielusikan dihitung

kemudian dikoreksi luarnya terhadap respon detektor untuk jenis senyawa yang

berbeda, konsentrasi analit dihitung dari rasio luas area puncak dengan total luas

seluruh puncak.

Derivatisasi

Derivatisasi merupakan proses kimiawi untuk mengubah suatu senyawa menjadi

senyawa lain yang mempunyai sifat-sifat yang sesuai untuk dilakukan analisis. Alasan

silakukan derivatisasi diantaranya:

1. Senyawa tersebut tidak dimungkinkan dilakukan analisis dengan GC terkait dengan

volatilitas dan stabilitas.

2. Untuk menentukan batas deteksi dan bentuk kromatogram

3. Meningkatkan batas detksi pada penggunaan detektor tangkap elektron (ECD)

4. Menutunkan volatilitas suatu senyawa yang terlalu volatil

16

Page 17: Laporan GC

5. Senyawa polar yang umumnya akan menyerap permukaan aktif dari kolom dibuat

kurang polar.

Beberapa cara derivatisasi yang dilakukan pada kromatografi gas:

a) Eseterifikasi

Digunakan untuk membuat derivat gugus karbonil. Pengubahan gugus karboksilat

menjadi esternya, akan meningkatkan volatilitas karena akan menurunkan ikatan

hidrogen. Derivatisasi dengan cara esterifikasi dapat dilakukan dengan cara

esterifikasi fisher biasa dalam asam kuat.

b) Asilasi

Jika sampel yang diuji mengandung gugus fenol, alkohol, amin primer atau sekunder.

Derivatisasi dilakukan dengan asam asetat. Asilasi pada umumnya memberikan

bentuk kromatogram yang baik. Derivatisasi ini dilakukan dengan menggunakan

perflouroanhidrida yang murni atau dalam pelarut, misal asetonitril dan etil asetat.

c) Alkilasi

Digunakan untuk menderivatisasi alkohol, amin primer atau sekunder, dan sulfuhidril.

Derivat dapat dibuat dengan sintesis williamson, yakni alkohol atau fenol ditambah

alkil atau benzil halida dengan adanya basa.

d) Sililasi

Derivat silil saat ini digunakan untuk menggantikan eteralkil untuk menganalisis

sampel yang bersifat polar yang tidak mudah menguap. Derivat yang sering dibuat

adalah trimetilsilil. Derivatisasi dengan cara sililasi mempunyai beberapa keuntungan:

- Dapat dilakukan dalam vial kaca dengan tutup berskrup yang dilapisi dengan teflon

- Eter silil dapat dibuat untuk banyak gugus fungsi, dll

e) Kondensasi

Dapat digunakan untuk menderivatisasi amina yang mana pereaksinya mengandung

gugus karbonil. Amina primer bereaksi dengan keton membentuk enamin atau

bereaksi dengan karbon disulfida membentuk isotiosianat. Aseton dan siklobutanon

bereaksi dengan anhidrida asam atau klorida membentuk azlakton yang bersifat lebih

volatil.

Sifat Fisik dan Kimia Bahan

Nama Sifat Fisik Sifat Kimia Tingkat Bahaya

17

Page 18: Laporan GC

: 47,40C: -250C: -480C: 13 0C

: 138,50C: 1440C: 1390C: 1380C: cairan tidak berwarna

BahanHeksana Titik didih : 68,95 0C

Titik leleh : (-960C ) - (-940C)Wujud : Cairan tidak berwarna dan berbau khasMassamolar :86,18 g/mol

Rumus Molekul: C6H14

Mudah menguap

Penyebab iritasi

Mudah terbakar

1: Jika terkena kulit menyebabkan iritasi

3: Sangat mudah terbakar

0: stabil tidak reaktifXilena Titik leleh

Xylenao-xylenam-xylenap-xylena

Titik didihXylenao-xylenam-xylenap-xylenaWujud

Tidak larut dalam air

Massa molar : 106,16

g/mol

Rumus Molekul: C8H10

2: Jika terkena kulit menyebabkan iritasi

3: Sangat mudah terbakar

0: Stabil tidak reaktif

Toluena Titik lelehTitik didihWujud

MassaMolar

Rumus Molekul:C7H8

Sangat mudah terbakar

2: Jika terkena kulit menyebabkan iritasi

3: Sangat mudah terbakar

18

: -950C: 110,60C: Cairan tidak berwarna

: 92,140C

Page 19: Laporan GC

0:Stabil tidak reaktif

C. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM

1. Alat

Perangkat GC 1 set

Botol vial 2 buah

Gelas ukur 10 mL 1 buah

2. Bahan

Standar Heksana p.a 0,7 mL

Standar Toluena p.a 0,7 mL

Standar Xylena p.a 0,7 mL

Sampel Pertamak plus 1,5 mL

D. PROSEDUR KERJA PRAKTIKUM

1. Persiapan larutan standar

Disiapkan larutan standard dengan cara mencampurkan 0,5 mL hexane; 0,5 mL

toluene dan 0,5 mL xilena.

2. Persiapan larutan sampel

Diiapkan larutan sampel pertamax plus sebanyak 1 mL

3. Penyiapan campuran sampel dan standar

Diiapkan larutan campuran sampel dan standar masing-masing 0,5 mL

4. Penyiapan Instrumen GC

19

Page 20: Laporan GC

Dilakukan pengaturan parameter operasional GC yaitu suhu injector 150ºC, suhu

detector 250ºC, suhu awal kolom pada 40ºC kemudian diprogram dengan

kenaikan 8ºC permenit sampai 150ºC dipertahankan selama 2 menit , detector

FID, kolom DB-5, gas pembawa H2 tekanan 4-5 Bar.

5. Pengukuran dengan instrumen GC

Dimbil sebanyak 0,5 µL larutan yang akan diukur dengan syringe dan injeksikan

pada GC.

E. HASIL DAN ANALISIS DATA

Percobaan ini dilakukan untuk menentukan komponen-komponen yang terdapat pada

sampel pertamax plus dengan instrumen kromatografi gas (GC). Percobaan ini bertujuan

untuk mengenal cara pengoperasian instrumen GC, memahami cara kerja instrumen GC

untuk analisis kualitatif dan menentukan komponen dalam sampel pertamax plus.

Pemisahan pada kromatografi gas ini didasarkan pada perbedaan kesetimbangan

distribusi komponen-komponen sampel diantara fasa gerak dan fasa diam. Perbedaan

kesetimbangan distribusi ini terjadi karena adanya perbedaan interaksi komponen-

komponen tersebut dengan fasa diam dan fasa gerak. Kromatografi gas adalah sebutan

umum untuk kromatografi Gas-Cair. Oleh karena itu, fasa gerak pada kromatografi ini

berupa gas sedangkan fasa diamnya berupa cairan yang melekat pada fasa pendukung.

Pada praktikum ini, fasa diam yang digunakan adalah DB -5 yang komposisinya terdiri

dari 5% fenil 95% dimetilpolisiloksan dan bersifat nonpolar, sedangkan fasa geraknya

adalah gas Nitrogen.

Senyawa-senyawa yang dapat dipisahkan oleh kromatografi gas adalah senyawa yang

mudah menguap dan stabil pada suhu pengoperasian. Artinya senyawa tersebut tidak boleh

terurai menjadi senyawa lain pada suhu tersebut. Syarat-syarat tersebut dipenuhi oleh

sampel yang akan dianalisis yaitu pertamax plus karena pertamax plus bersifat mudah

menguap dan stabil pada suhu pengoperasian kromatografi gas.

20

Page 21: Laporan GC

Metode analisis kualitatif yang digunakan adalah membandingkan waktu retensi dan

ko-kromatografi. Oleh karena itu, sebelum dilakukan pengukuran sampel pertamax plus

terlebih dahulu dilakukan pengukuran standar, sehingga kromatogramnya dapat digunakan

sebagai perbandingan. Standar yang digunakan adalah campuran dari xylena, toluena, dan

n-heksana yang kemungkinan besar ketiga senyawa tersebut terkandung dalam sampel

pertamax plus. Setelah dilakukan preparasi larutan standar dan sampel, kemudian

dilakukan penginjeksian larutan tersebut ke dalam instrumen kromatografi gas. Tetapi

sebelum melakukan injeksi, terlebih dahulu dilakukan pengkondisian alat dengan

mengatur parameter operasional pada kromatografi gas.

Alat kromatografi gas yang digunakan adalah GC-2010 Shimadzu. Gas pembawa

yang digunakan adalah Nitrogen dan digunakan pula gas pembakar hidrogen dan

kompresor. Suhu injektor diset pada 150°C sedangkan suhu awal kolom yaitu 40°C.

Karena metode yang digunakan adalah suhu terprogram maka suhu kolom dinaikkan pada

selang waktu tertentu. Pengaturan kenaikan suhu pada praktikum kali ini yaitu 8°C/menit

hingga suhu 120°C dengan total waktu program 10 menit. Jenis detektor yang digunakan

yaitu FID (Flame Ionization Detektor) yang diset pada suhu 250°C. Penggunaan FID

dilakukan karena jenis detektor ini lebih peka dibandingkan dengan detektor yang lain jika

senyawa yang di analisis adalah senyawa organik dan digunakannya N2 sebagai gas

pembawa akan meningkatkan kepekaan detektor FID. Kolom yang digunakan yaitu DB-

5.625 dengan panjang 30 meter dan diameter 0,25 mikrometer.

Tahapan dari pengoperasian alat ini adalah pastikan kabel penghubung listrik

tersambung dengan benar, lalu alirkan gas Nitrogen diikuti oleh mengalirkan gas

hydrogen. Setelah itu, hidupkan kompresor dan juga instrumen kromatografi gas dengan

menekan tombol ‟ON” pada sakelar listrik. Lalu hidupkan computer sebagai alat

pemrograman. Instrumen kromatografi gas dan pastikan tombol heat pada posisi „‟ON‟‟.

Pada program di computer, pilih N2 sebagai gas pembawa.atur suhu injector 1500C, dengan

suhu awal kolom 400C dan diprogram dengan kenaikan 80C/menit sampai 1200C dan suhu

detector 2500C dan pilih FID sebagai jenis detector yang akan digunakan. Sebelum

dilakukan pengukuran, instrument GC harus dibiarkan selama ±2 menit hingga alat

instrument GC ini “ready” , juga agar aliran gas pembawa tetap sehingga kolom tidak

akan cepat rusak. Digunakannya metode suhu terprogram karena komponen-komponen

21

Page 22: Laporan GC

yang akan dipisahkan memiliki rentang titik didih yang berjauhan satu dengan yang

lainnya.

Setelah instrumen kromatografi gas siap digunakan, larutan standar diinjeksikan ,

kemudian larutan sampel dan terakhir campuran sampel+standar. Larutan tersebut masuk

ke injektor dengan cara disuntikkan menggunakan syringe. Syringe akan ditahan oleh

septum dan oring. Septum terbuat dari karet yang berbentuk lingkaran. Sampel dalam

syringe ± 0,5 µL. Sampel yang telah diuapkan di dalam injektor kemudian dibawa oleh

fasa gerak (N2) menuju kolom. Jika titik didih komponen telah tercapai, maka komponen

tersebut akan keluar dari kolom yang bercampur dengan gas H2 dan gas O2. Kemudian

komponen tersebut akan dibakar pada bagian dalam detektor. Pembakaran tersebut

membuat atom C dari senyawa organik membentuk radikal CH dengan nyala hidrogen

udara. Dari radikal tersebut, akan dihasilkan ion CHO+ yang akan bergerak ke katoda yang

berada di atas nyala. Pergerakan tersebut menghasilkan arus listrik yang diterjemahkan

sebagai kromatogram oleh rekorder. Rekorder akan menampilkan kromatogram yang

selajuntnya dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Namun sebelum

menganalisis komponen yang terkandung dalam sampel terlebih dahulu dilakukan analisis

beberapa parameter kromatogram yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah

kromatogram yang dihasilkan baik atau tidak. Kromatogram yang baik adalah

kromatogram yang memiliki puncak-puncak sempit dan simteris, jumlah plat teori banyak

dan resolusi kolom minimal 1,5.

Pada kromatografi ideal, bentuk puncak kromatogram yang diperoleh berupa puncak-

puncak sempit yang terpisah satu sama lain. Hal ini bisa dicapai jika molekul-molekul

berkelakuan sama mulai masuk kolom sampai keluar kolom. Lebar pucak-puncak pada

kromatogram standar didapat dengan cara mencari selisih dari puncak akhir dan puncak

awal, seperti yang ditujukan pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Selisih puncak akhir dan puncak awal pada kromatogram standar

Peak Peak Start Peak End Peak End – Peak Start

1 1,835 3,190 1,355

2 3,190 4,730 1,540

3 4,595 4,730 0,135

4 4,730 9,995 5,265

22

Page 23: Laporan GC

5 5,170 5,465 0,295

Berdasarkan data pada tabel di atas, puncak-puncak pada kromatografi standar merupakan

puncak-puncak sempit kecuali puncak ke-4. Jika dilihat secara langsung pun puncak-

puncak pada kromatogram standar merupakan puncak yang sempit.

Selain itu, pada pemisahan yang ideal puncak dalam kromatogram berbentuk

simetris seperti kurva Gaussian atau kurva distribusi normal. Ketidaksimetrisan puncak

dapat disebabkan baik oleh pengaruh instrumen kromatografi yang dipakai maupun sistem

kromatografi yang digunakan. Bentuk distorsi yang paling umum adalah fronting (bagian

depan puncak lebih tajam daripada bagian belakang puncak) dan tailing (bagian puncak

memanjang

jika

dibandingkan dengan bagian depan puncak).

Puncak dikatakan simetris jika selisih peak start dengan waktu retensi sama dengan

selisih waktu retensi dengan peak end. Berdasarkan hasili perhitungan diperoleh data

sebagai berikut:

Tabel 2. Selisih waktu retensi dengan puncak awal serta selisih puncak akhir

dengan waktu retensi pada kromatogram standar

Peak Retention

Time (RT)

Peak Start

(PS)

Peak End

(PE)

RT – PS PE – RT

23

Page 24: Laporan GC

1 1,869 1,835 3,190 0,034 1,321

2 3,291 3,190 4,730 0,101 1,439

3 4,640 4,595 4,730 0,045 0,135

4 4,956 4,730 9,995 0,226 4,99

5 5,216 5,170 5,465 0,046 0,295

Pada tabel di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada puncak yang simetris pada

kromatogram standar.

Puncak-puncak yang sempit berhubungan dengan efisiensi kolom, semakin sempit

puncak yang dihasilkan semakin efisien suatu kolom kromatografi. Efisiensi kolom dapat

dihitung dengan teori plat. Menurut teori ini kolom kromatografi dibayangkan terdiri dari

segmen-segmen identik yang disebut plat teori, di dalam setiap pelat teori dianggap terjadi

kesetimbangan distribusi. Semakin banyak jumlah plat teori (N), semakin baik

kemampuan memisahkan atau efisiensi kolom semakin baik. Jumlah plat teori puncak-

puncak pada kromatogram standar ditunjukan pada tabel berikut ini.

Tabel 3. jumlah plat teori puncak-puncak yang paling tinggi pada kromatogram sampel.

Peak Plat Teori (N)

1 30,4395

2 73,0683

3 18901,11

4 14,1767

5 5002,08

Pada tabel tersebut hanya puncak 3 dan 5 yang mempunya jumlah plat teori yang besar.

Selain dengan menghitung plat teori, efisiensi kolom dapat diketahui dari resolusi kolom.

Resolusi kolom adalah kemampuan kolom untuk memisahkan komponen-

komponen cuplikan. Semakin besar resolusi kolom maka semakin baik kolom memisahkan

komponen-komponen sampel. Harga resolusi 1,5 merupakan resolusi dasar, artinya dua

24

Page 25: Laporan GC

puncak dapat terpisah dengan baik apabila resolusinya di atas 1,5. Resolusi kolom dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut.

R s=2[( RT ) y−( RT ) x ]

W x+W y

Tabel 4. Resolusi kolom puncak kromatogram standar

Berdasarkan data di atas resolusi puncak-puncak pada kromatogram standar tidak ada

yang lebih dari 1,5 artinya kolom yang digunakan tidak tidak dapat memisahkan puncak-

puncak secara baik. Berdasarkan hasil analisis data di atas dapat disimpulkan bahwa

kromatogram standar yang dihasilkan adalah jelek.

Selanjutnya adalah analisis kromatogram sampel. Lebar pucak-puncak pada

kromatogram standar didapat dengan cara mencari selisih dari puncak akhir dan puncak

awal. Oleh karena pada kromatogram sampel dihasilkan 50 puncak, maka puncak-puncak

yang yang dianalisis adalah puncak-puncak yang mempunyai waktu retensi dekat dengan

waktu retensi standar.

Tabel 5. Selisih puncak akhir dan puncak awal pada kromatogram sampel

Peak Peak Start Peak End Peak End – Peak Start

5 1,760 1,820 0,046

6 1,820 1,925 0,086

7 1,925 1,965 0,017

18 3,305 3,155 0,032

19 3,115 3,320 0,062

20 3,320 3,585 0,213

29 4,575 4,725 0,092

25

Resolusi antara dua

puncakR s

R s1,2 0,984

R s2,3 1,023

R s3,4 0,1170

R s 4,5 0,104

Page 26: Laporan GC

30 4,725 5,140 0,304

31 5,140 5,255 0,039

Berdasarkan data pada tabel di atas, puncak-puncak yang dianggap mewakili

kromatogram sampel merupakan puncak-puncak yang sempit, hal ini juga dapat diketahui

dengan melihat puncak-puncak kromatogram sampel secara langsung. Selain itu

kromatogram dapat dikatakan baik jika puncak-puncak yang dihasilkan adalah puncak-

puncak simetris.

Tabel 6. Selisih waktu retensi dengan puncak awal serta selisih puncak akhir

dengan waktu retensi pada kromatogram sampel

Peak Retention Time (RT)

Peak Start (PS)

Peak End (PE)

RT – PS PE – RT

5 1,774 1,760 1,820 0,014 0,0466 1,839 1,820 1,925 0,019 0,0867 1,948 1,925 1,965 0,023 0,01718 3,083 3,305 3,155 0,048 0,03219 3,258 3,115 3,320 0,103 0,06220 3,372 3,320 3,585 0,052 0,21329 4,633 4,575 4,725 0,058 0,09230 4,836 4,725 5,140 0,111 0,30431 5,216 5,140 5,255 0,076 0,039

Berdasarkan tabel diatas, tidak terdapat puncak-puncak yang simetris pada kromatogram

sampel walaupun puncak-puncak yang dihasilkan merupakan puncak yang sempit. Selain

itu, jika dilihat secara langsung puncak-puncak pada kromatogram sampel tidak terpisah

secara sempurna. Hal ini dibuktikan melalui perhitungan plat teori dan resolusi kolom.

Hasil perhitungannya ditunjukan pada tabel di bawah ini.

Tabel 7. jumlah plat teori puncak-puncak yang paling tinggi pada kromatogram sampel.

Peak Plat Teori (N)

6 4908,0032

19 4908,0032

30 2172,68

Tabel 8. Resolusi kolom puncak kromatogram sampel

26

Page 27: Laporan GC

Peak R s

5,6 0,7878

6,7 1,5034

18,19 1.2880

19, 20 0,53

29, 30 0,718

30,31 1,433

Puncak-puncak pada tabel di atas adalah puncak-puncak yang waktu retensinya dekat

dengan waktu retensi standar. Berdasarkan data di atas, hanya terdapat satu puncak yang

memiliki resolusi lebih dari 1,5 sehingga secara keseluruhan puncak-puncak pada

kromatogram sampel tidak terpisah dengan baik. Berdasarkan analisis data di atas dapat

disimpulkan bahwa kromatogram sampel yang dihasilkan merupakan kromatogram yang

jelek.

Selanjutnya adalah analisis kromatogram campuran sampel dan standar. Lebar

pucak-puncak pada kromatogram sampel+standar didapat dengan cara mencari selisih dari

puncak akhir dan puncak awal. Puncak-puncak yang kami cari adalah puncak-puncak yang

mempunyai waktu retensi dekat dengan waktu retensi standar.

Tabel 9. Selisih puncak akhir dan puncak awal pada kromatogram sampel + standar

Peak Peak Start Peak End Peak End – Peak Start

6 1,705 1,760 0,055

7 1,760 2,135 0,375

8 1,915 2,000 0,085

19 3,080 3,145 0,065

20 3,145 3,260 0,115

21 3,260 0,165 0,165

27 4,540 0,150 0,150

28 4,690 5,285 5,285

29 5,050 0,445 0,445

27

Page 28: Laporan GC

Berdasarkan data pada tabel di atas, puncak-puncak yang mewakili kromatografi

sampel+standar merupakan puncak-puncak yang sempit, hal ini juga dapat diketahui

dengan melihat puncak-puncak kromatogram sampel secara langsung. Selain itu

kromatogram dapat dikatakan baik jika puncak-puncak yang dihasilkan adalah puncak-

puncak simetris..

Tabel 10. Selisih waktu retensi dengan puncak awal serta selisih puncak akhir

dengan waktu retensi pada kromatogram sampel + standar

Peak Retention Time (RT)

Peak Start (PS)

Peak End (PE)

RT – PS PE – RT

6 1,720 1,705 1,760 0,015 0,0407 1,784 1,760 2,135 0,024 0,3518 1,948 1,915 2,000 0,033 0,05219 3,115 3,080 3,145 0,035 0,03520 3,183 3,145 3,260 0,038 0,07721 3,285 3,260 0,165 0,025 0,14027 4,590 4,540 0,150 0,050 0,10028 4,772 4,690 5,285 0,082 5,20329 5,154 5,050 0,445 0,103 0,342

Berdasarkan tabel diatas, hanya ada satu puncak yang simetris pada kromatogram

sampel + standar walaupun puncak-puncak yang dihasilkan merupakan puncak yang

sempit. Selain itu, jika dilihat secara langsung puncak-puncak pada kromatogram sampel

tidak terpisah secara sempurna. Hal ini dibuktikan melalui perhitungan plat teori dan

resolusi kolom. Hasil perhitungannya ditunjukan pada tabel di bawah ini,

Tabel 11. jumlah plat teori puncak-puncak yang paling tinggi pada kromatogram

sampel + standar

Peak Plat Teori (N)

7 362,1105

20 12257,3241

28 13,043

Tabel 12. Resolusi kolom puncak kromatogram sampel + standar

28

Page 29: Laporan GC

Puncak-puncak pada tabel di atas adalah puncak-puncak yang waktu retensinya

dekat dengan waktu retensi standar. Berdasarkan data di atas, tidak terdapat puncak yang

mempunyai resolusi lebih dari 1,5 sehingga secara keseluruhan puncak-puncak pada

kromatogram sampel tidak terpisah dengan baik. Berdasarkan hasil analisis data di atas,

dapat disimpulkan bahwa kromatogram campuran sampel dan standar merupakan

kromatogram yang jelek.

Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis untuk mengetahui komponen yang

ada pada sampel pertamax plus. Jumlah puncak-puncak pada kromatogram menyatakan

jumlah komponen yang terdapat dalam cuplikan. Standar yang digunakan yaitu campuran

n-heksana, toluena, dan xilena. Pada kromatogram standar, terdapat lima puncak yang

muncul. Hal tersebut menandakan tiga puncak yang muncul merupakan puncak n-heksana,

toluena, dan xilena, sedangkan dua puncak lainnya merupakan isomer dari xilena. Untuk

mengetahui puncak mana yang merupakan komponen tersebut didapat dengan cara

membandingkan titik didih komponen-komponen dalam cuplikan. Komponen yang

memiliki titik didih paling rendah akan terpisah terlebih dahulu karena komponen yang

memiliki titik didih paling rendah akan berubah fasa dari cair menjadi gas lebih cepat

sehingga akan dibawa oleh fassa gerak terlebih dahulu.

Berdasarkan literatur, titik didih ketiga komponen tersebut adalah sebagai berikut

Tabel 13. Titik didih n-heksana, toluena dan xilena

Senyawa Titik didih

n-heksana 68,950C

Toluena 110,60C

29

Peak R s

6,7 0,2977

7,8 0,7130

19,20 0,7556

20,21 0,3643

27,28 0,0669

29,30 0,1329

Page 30: Laporan GC

Xilena ±1380C

(Khasani, 1998:037-98,016-98,017-98)

Senyawa yang memiliki titik didih paling rendah adalah n-heksana sehingga

puncak ke-1 adalah puncak n-heksana dengan waktu retensi 1,869. Puncak ke-2 adalah

puncak toluena karena titik didih nya berada diantara n-heksana dan xilena dengan waktu

retensi sebesar 3,291. Sedangkan puncak ke-3,4, dan 5 merupakan puncak xilena karena

xilena memiliki tiga isomer struktu yang berbeda, yaitu

Diantara isomer-

isomer xilena, isomer yang mempunyai titik didih paling rendah adalah para-xilena yang

memiliki gugus metil pada posisi 1 dan 4. Letak gugus tersebut menyebabkan bentuk

molekul para xilena lebih simetri dibandingkan isomer lainnya. Semakin simetri bentuk

molekul maka semakin sulit awan elektron untuk dipolarisasi. Oleh karena itu,

pembentukan dipol terinduksi akan lebih susah, sehingga menyebabkan gaya london

anatara molekul-molekul p-xilena paling lemah. Gaya antarmolekul yang lemah tersebut

menyebabkan dibutuhkan suhu yang lebih kecil untuk memutuskan gaya antar molekul

para-xilena sehingga para-xilena memiliki titk didih paling rendah. Titik didih m-xilena

lebih rendah dibanndingkan o-xilena, hal tersebut dikarenakan posisi gugus metil pada m-

xilena yang terletak pada posisi 1 dan 3 menyebabkan molekul m-xilena mempunyai

keruahan yang lebih besar dibandingkan o-xylena yang mempunyai gugus metil pada

posisi 1 dan 2. Semakin ruah struktur molekul maka semakin jauh jarah antar molekul-

molekulnya, hal tersebut menyebabkan interaksi gaya london pada m-xilena lebih lemah

dibandingkan pada o-xilena. Semakin lemah gaya antarpartikel maka akan semakin rendah

titik didihnya karena semakin mudah untuk memutuskan gaya antarmolekul tersebut.

30

Td= 138,35°CTd= 139,1°CTd= 144,4°C

Page 31: Laporan GC

Oleh karena itu, puncak ke-3, 4, dan 5 berturut-turut adalah puncak para xilena,

meta xilena, dan orto xilena dengan masing-masing waktu retensi 4,640, 4,956, dan 5,216.

Sampel yang digunakan adalah pertamax plus. Pada kromatogram pertamax plus

terdapat 50 puncak yang menandakan adanya 50 komponen yang terdapat dalam pertamax

plus. Untuk mengidentifikasi adanya n-heksana, toluena, dan xilena didapatkan dengan

cara membandingkan waktu retensi standar dengan waktu retensi sampel. Waktu retensi

bersifat khas untuk setiap senyawa pada kondisi atau parameter yang sama. Jika waktu

retensi pada sampel sama dengan waktu retensi pada standar, maka sampel tersebut

mengandung komponen yang sama dengan standar. Toleransi waktu retensi sebesar 0,01.

Perbandingan waktu retensi sampel dan standar ditunjukkan pada tabel di bawah ini.

31

Page 32: Laporan GC

Tabel 14. Waktu retensi standar

Waktu Retensi Senyawa

1,869 n-heksana

3,291 Toluen

4,956 Xilena

Tabel 15. Perbandingan waktu retensi n-hexana pada standar dan sampel.

Puncak

standar

Waktu

Retensi

Standar

Puncak

sampel

Waktu Retensi

Sampel

Perbedaan waktu retensi

dengan standar

1 1,869

5 1,774 0,095

6 1,839 0,03

7 1,948 0,079

Dari ketiga puncak tersebut, diduga tidak terdapat senyawa n-heksana dalam sampel

karena perbedaan waktu retensi standar dengan sampel lebih dari 0,01.

Tabel 16. Perbandingan waktu retensi toluena pada standar dan sampel

Puncak

standar

Waktu

Retensi

Standar

Puncak

Sampel

Waktu Retensi

Sampel

Perbedaan waktu retensi

dengan standar

2 3,291

19 3,258 0,033

20 3,372 0,081

21 3,509 0,218

Dari ketiga puncak tersebut, diduga tidak terdapat senyawa toluena dalam sampel karena

perbedaan waktu retensi standar dengan sampel lebih dari 0,01.

Tabel 17. Perbandingan waktu retensi xylena pada standar dan sampel

Puncak

standar

Waktu

Retensi

Standar

Peak Waktu RetensiPerbedaan waktu retensi

dengan standar

32

Page 33: Laporan GC

4 3,291

29 4,633 0,323

30 4,836 0,12

31 5,216 0,26

Dari ketiga puncak tersebut, diduga tidak terdapat senyawa xilena dalam sampel karena

perbedaan waktu retensi standar dengan sampel lebih dari 0,01.

Berdasarkan analisis kualitatif menggunakan waktu retensi, diduga sampel tidak

mengandung n-heksana, toluena dan xilena. Namun analisis kualitatif pada GC dengan

waktu retensi tidak bisa dijadikan analisis kualitatif yang baik karena untuk mendapatkan

waktu retensi yang sama untuk satu komponen saja sangat sulit. Oleh karena itu,

dibutuhkan metode lain sebagai dasar analisis kulaitatif salah satunya yaitu menggunakan

ko-kromatografi. Pada metode ko-kromatografi, standar ditambahkan ke dalam cuplikan

kemudian dianalisis. Jika terdapat puncak dengan luas yang bertambah, maka puncak

tersebut identik dengan standar tetapi jika pada kromatogram tidak ada penambahan luas

area atau tinggi puncak dan menghasilkan puncak baru, maka di dalam sampel tidak

terdapat komponen di dalam standar.

Pada kromatogram sampel+standar terdapat tiga puncak yang luas areanya bertambah

secara signifikan, yaitu

Tabel 18. Puncak dan luas area pada kromatogram sampel+standar

Puncak Waktu retensi Luas area

7 1,784 2810369

20 3,183 4540134

28 4,772 7193674

Puncak-puncak ini dibandingkan dengan puncak pada sampel yang diduga merupakan

puncak n-heksana, toluena, dan xilena. Berdasarkan hasil analisis, puncak-puncak sampel

yang mengalami kenaikan adalah puncak ke-7, 21, dan 29 dengan perbedaan luas area

yang ditunjukkan pada tabel di bawah ini

Tabel 19. Puncak dan luas area pada sampel yang mengalami peningkatan

Nama

Senyawa

Puncak Waktu Retensi Luas Area Kenaikan

AreaSampel Sampel + Sampel Sampel + Sampel Sampel +

33

Page 34: Laporan GC

Standar Standar Standar

n-Hexana 7 7 1,948 1,784 1644695 2810369 1165674

Toluena 21 20 3,509 3,183 639589 4540134 3900545

Xylene 29 28 4,633 4,772 6638315 7193674 555359

Puncak ke-7, 21, dan 29 pada sampel tersebut bukan merupakan puncak yang memiliki

toleransi waktu retensi paling kecil dengan waktu retensi standar. Puncak pada sampel

yang memiliki toleransi waktu retensi dengan standar paling kecil adalah puncak ke-6, 19,

dan 30. Namun puncak tersebut tidak mengalami kenaikan luas area.

Hal-hal tersebut bisa disebabkan oleh injeksi standar, sampel, dan sampel+standar

dilakukan oleh orang yang berbeda. Selain itu, rentang waktu injeksi dan penekanan

tombol “start” juga berbeda.

Dari hasil analisis ko-kromatografi, diduga sampel mengandung n-heksana, toluena,

dan xilena tetapi hasil ini masih berupa dugaan karena berdasarkan analisis dengan

menggunakan ko-kromotagrafi terdapat tiga puncak yang mengalami kenaikan luas area

secara signifikan namun peningkatan tersebut terjadi pada puncak yang bukan merupakan

puncak dengan waktu retensi yang paling dekat dengan standar. Selain itu, hasil analisis

kromatogram, kromatogram yang diperoleh jelek sehingga diperlukan pengulangan atau

analisis menggunakan instrumen tambahan, seperti GC-MS.

F. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis kualitatif dengan perbandingan waktu retensi, diduga tidak

terdapat komponen n-heksana, toluena, dan xilena dalam sampel pertamax plus.

Sedangkan dari analisis ko-kromatografi, diduga sampel mengandung n-heksana, toluena,

dan xilena tetapi hasil ini masih berupa dugaan karena berdasarkan hasil analisis

kromatogram, kromatogram yang diperoleh jelek.

34

Page 35: Laporan GC

G. DAFTAR PUSTAKA

Adamovics, J.A. (1997). Chromatographic Analysis of Pharmaceuticals 2nd

Edition.New York :Marcel Dekker

Basse,J, dkk. (1989). Textbook of Quantitative Chemical Analysisis. Great Britain:

Bath

Press, Avon.

Hendayana, S. (1994). Kimia Analitik Instrumen. Semarang: IKIP Semarang Press.

Khasani, I.S. (1998). Lembar Data Keselamatan Bahan Vol.1. Bandung: Puslitbang

Kimia Terapan LIPI.

Skoog, et.al,.(2000). Principles of instrumental analysis.USA:Thomson brocks.

Wiji, M.Si, dkk. (2010). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Bandung:

Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

Wiryawan, A,dkk. (2007). Kimia Analitik. Malang : Direktorat Jenderal Manajemen

Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.

35

Page 36: Laporan GC

H. LAMPIRAN

1. LAMPIRAN DATA PENGAMATAN

Langkah Kerja Pengamatan

1. Pembuatan larutan standar ( heksana 0,7 mL

toluena 0,7 mL , dan xilena 0,7 mL

Masing-masing dipipet dengan

komposisi yang sama kemudian

dicampurkan.

Dimasukkan ke dalam botol vial.

Dihomogenkan.

Larutan n-heksana, toluena, dan

xilena berupa larutan tidak

berwarna

Larutan standar berupa larutan tidak

berwarna

36

Heksana, toluena , dan xilena 0,7 mL

Hasil

Page 37: Laporan GC

2. Preparasi sampel

Dimasukkan ke botol vial

Disimpan dalam botol vial dan ditutup

Sampel berupa larutan berwarna

merah

3. Preparasi sampel dengan standar internal

Dimasukkan ke botol vial

Ditambah 0,5 mL larutan standar

Disimpan dalam botol vial dan ditutup

Sampel berupa larutan berwarna

merah.

Campuran sampel dan standar

berupa larutan berwarna merah.

4. Preparasi instrumen GC

Pastikan kabel penghubung listrik

tersambung dengan benar.

Alirkan gas nitrogen, diikuti dengan

mengalirkan gas hidrogen.

Hidupkan kompresor.

Hidupkan instrumen GC dengan menekan

tombol “ON” pada sakelar listrik.

Hidupkan komputer sebagai alat

pemrograman instrumen GC

Tombol heat pada sisi ”ON”

Pilih N2 sebagai gas pembawa dengan laju

alir 1 mL / menit.

Atur suhu injektor 1500C, suhu kolom 400C

dan diprogram selama 10 menit sampai

1200C dan suhu detektor 2500C.

Pilih FID sebagai detektor

Pompa dijalankan, biarkan alat stabil selama

Suhu injektor : 1500C

Suhu detektor : 2500C

Suhu kolom : pada 400C diprogram

dengan kenaikan 80C per menit

sampai 1200C.

Detektor : FID.

Kolom : DB – 5

Gas pembawa : N2 tekanan 115,2

kPa

37

0,5 mL sampel

Hasil

1 mL sampel

Hasil

Page 38: Laporan GC

waktu tertentu ( sekitar 1 jam).

2. LAMPIRAN PERHITUNGAN

A. Kromatogram Standar

1) Memiliki puncak yang sempit

Peak Peak Start Peak End Peak End – Peak Start

1 1,835 3,190 1,355

2 3,190 4,730 1,540

4 4,730 9,995 5,265

2) Keseimbangan puncak

Peak Retention Peak Start Peak End RT – PS PE – RT

38

Page 39: Laporan GC

Time (RT) (PS) (PE)

1 1,869 1,835 3,190 0,034 1,321

2 3,291 3,190 4,730 0,101 1,439

4 4,956 4,730 9,995 0,226 4,99

Puncak yang seimbang memiliki nilai RT – PS sama dengan nilai PE – RT. Pada

kromatogram standar tidak didapat puncak yang seimbang.

3) Resolusi nya baik minimal 1,5

R s=2[( RT ) y−( RT ) x ]

W x+W y

Peak Retention Time (RT) Width Peak (W)

1 1,869 1,355

2 3,291 1,540

3 4,640 0,135

4 4,956 5,265

5 5,216 0,295

R s1,2=2[3,291−1,869]

1,355+1,540

R s1,2=2,8442,895

R s1,2=0,984

R s2,3=2 [4,640−3,291]

1,540+0,135

R s2,3=2,6981,675

R s2,3=1,023

R s3,4=2[4,956−4,640]

0,135+5,265

R s3,4=0,6325,4

R s3,4=0,1170

R s 4,5=2[5,216−4,956]

5,265+0,295

R s 4,5=0,6105,860

R s 4,5=0,104

4) Teori Pelat

N=16 ( RTW )

2

39

Page 40: Laporan GC

Peak Retention Time

(RT)

Width Peak (W) Plat Teori (N)

1 1,869 1,355 30,4395

2 3,291 1,540 30,4395

4 4,956 5,265 30,4395

N 1=16( 1,8961,355 )

2

N 1=30,4395

N 2=16 (3,2911,540 )

2

N 2=73,0683

N 4=16 ( 4,9565,265 )

2

N 1=14,1767

N rata−rata=30,4395+73,0683+14,17673

N rata−rata=117,68453

N rata−rata=39,2282

Nilai pelat sangat kecil

B. Kromatogram Sampel

1) Memiliki puncak yang sempit

Peak Peak Start Peak End Peak End – Peak Start

5 1,760 1,820 0,046

6 1,820 1,925 0,086

7 1,925 1,965 0,017

18 3,305 3,155 0,032

40

Page 41: Laporan GC

19 3,115 3,320 0,062

20 3,320 3,585 0,213

29 4,575 4,725 0,092

30 4,725 5,140 0,304

31 5,140 5,255 0,039

2) Keseimbangan puncak

Peak Retention

Time (RT)

Peak Start

(PS)

Peak End

(PE)

RT – PS PE – RT

5 1,774 1,760 1,820 0,014 0,046

6 1,839 1,820 1,925 0,019 0,086

7 1,948 1,925 1,965 0,023 0,017

18 3,083 3,305 3,155 0,048 0,032

19 3,258 3,115 3,320 0,103 0,062

20 3,372 3,320 3,585 0,052 0,213

29 4,633 4,575 4,725 0,058 0,092

30 4,836 4,725 5,140 0,111 0,304

31 5,216 5,140 5,255 0,076 0,039

Puncak yang seimbang memiliki nilai RT – PS sama dengan nilai PE – RT. Pada

kromatogram standar tidak didapat puncak yang seimbang.

3) Resolusi nya baik minimal 1,5

a. Resolusi

R s=2[( RT ) y−( RT ) x ]

W x+W y

Peak Retention Time (RT) Width Peak (W)

5 1,774 0,06

41

Page 42: Laporan GC

6 1,839 0,105

7 1,948 0,04

18 3,083 0,12

19 3,258 0,165

20 3,372 0,265

29 4,633 0,15

30 4,836 0,415

31 5,216 0,115

R s5,6=2 [1,839−1,774]

1,105+0,06

R s5,6= 0,130,165

R s5,6=0,7878

R s6,7=2[1,948−1,839]

0,04+0,105

R s6,7=0,2180,145

R s6,7=1,5034

R s18,19=2[3,258−3,083]

0,165+0,12

R s18,19= 0,350,285

R s18,19=1.2880

R s19,20=2 [3,372−3,258]

0,265+0,165

R s19,20=0,2280,43

R s19,20=0,53

R s29,30=2 [4,836−4,633]

0,15+0,415

R s29,30=0,4060,565

R s29,30=0,718

R s30,31=2[5,216−4,836]

0,415+0,115

R s30,31=0,760,53

R s30,31=1,43

b. Teori Pelat

N=16 ( RTW )

2

Peak Retention Time (RT) Width Peak (W)

42

Page 43: Laporan GC

6 1,839 0,105

19 3,258 0,165

30 4,836 0,415

N 6=16( 1,8390,105 )

2

N 6=4908,0032

N 19=16 ( 3,2580,165 )

2

N 19=6238,1276

N 30=16 ( 4,8360,415 )

2

N 30=2172,68

N rata−rata=4908,0032+2172,68+2172,683

N rata−rata=4439,6036

Nilai pelat sangat kecil

C. Kromatogram Sampel + Standar

1) Memiliki puncak yang sempit

Peak Peak Start Peak End Peak End – Peak Start

6 1,705 1,760 0,055

7 1,760 2,135 0,375

8 1,915 2,000 0,085

19 3,080 3,145 0,065

20 3,145 3,260 0,115

21 3,260 0,165 0,165

27 4,540 0,150 0,150

28 4,690 5,285 5,285

29 5,050 0,445 0,445

43

Page 44: Laporan GC

2) Keseimbangan puncak

Peak Retention

Time (RT)

Peak Start

(PS)

Peak End

(PE)

RT – PS PE – RT

6 1,720 1,705 1,760 0,015 0,040

7 1,784 1,760 2,135 0,024 0,351

8 1,948 1,915 2,000 0,033 0,052

19 3,115 3,080 3,145 0,035 0,035

20 3,183 3,145 3,260 0,038 0,077

21 3,285 3,260 0,165 0,025 0,140

27 4,590 4,540 0,150 0,050 0,100

28 4,772 4,690 5,285 0,082 5,203

29 5,154 5,050 0,445 0,103 0,342

Puncak yang seimbang memiliki nilai RT – PS sama dengan nilai PE – RT. Pada

kromatogram standar tidak didapat puncak yang seimbang.

3) Resolusi nya baik minimal 1,5

R s=2[( RT ) y−( RT ) x ]

W x+W y

Peak Retention Time (RT) Width Peak (W)

6 1,720 0,055

7 1,784 0,375

8 1,948 0,085

19 3,115 0,065

20 3,183 0,115

21 3,285 0,165

27 4,590 0,150

28 4,772 5,285

29 5,154 0,445

R s6,7=2[1,784−1,72]0,055+0,375

R s6,7=0,1280,430

R s6,7=0,2977

44

Page 45: Laporan GC

R s7,8=2 [1,948−1,784]

0,375+0,085

R s7,8=0,3280,46

R s7,8=0,7130

R s19,20=2 [3,183−3,115]

0,065+0,115

R s19,20=0,1360,18

R s19,20=0,7556

R s20,21=2[3,285−3,183]

0,115+0,165

R s20,21=0,1020,280

R s20,21=0,3643

R s27,28=2 [4,772−4,590 ]

0,15+5,285

R s27,28=0,3645,435

R s27,28=0,0669

R s29,30=2 [5,513−4,772]

5,285+0,445

R s29,30=0,7625,73

R s29,30=0,1329

4) Teori Pelat

N=16 ( RTW )

2

Peak Retention Time (RT) Width Peak (W)

7 1,784 0,375

20 3,183 0,115

28 4,772 5,285

N 7=16 ( 1,7840,375 )

2

N 7=362,1105

N 20=16 ( 3,1830,115 )

2

N 20=12257,3241

N 28=16 ( 4,7725,285 )

2

N 28=13,043

N rata−rata=362,1105+12257,3241+13,0433

N rata−rata=12632,47833

N rata−rata=4210,8261

Nilai pelat sangat kecil

3. LAMPIRAN PENGOPERASIAN ALAT GCA. Persiapan

45

Page 46: Laporan GC

1) Menghubungkan kabel power dengan sumber listrik.

2) Menghidupkan UPS.

3) Menyiapkan kebutuhan analisis (larutan baku, sampel di dalam botol vial , alat-

alat gelas, tissue, dan lain-lain).

4) Memastikan kolom yang akan digunakan telah terpasang.

5) Memperhatikan casumable parts (rubber septum, glass insert), jika diperlukan

mengganti dengan yang baru.

6) Membuka aliran gas pembawa yang akan digunakan (gas N2).

7) Membuka aliran gas pembakar (gas H2).

8) Menghidupkan kompresor udara.

9) Menghidupkan GC–2010 Shimadzu.

10) Menghidupkan PC.

B. Instrumentasi

1) Meng-klik GC solution pada menu utama windows.

2) Memunculkan tampilan log in dengan meng-klik 1.

3) Mengisi kolom user ID dengan admin, meng-klik OK yang akan terdengar

bunyi

koneksi dan akan muncul tampilan utama menu real time analysis.

4) Meng-klik file , meng-klik new methode file.

5) Meng-klik configuration and maintenance.

6) Meng-klik system configuration sehingga muncul tampilan.

7) Memastikan FID telah muncul di kolom configured modules.

8) Meng-klik SPL 1 sehingga muncul tampilan.

9) Mengisi kolom corner gas sesuai gas pembawa yang digunakan.

10) Meng-klik tab bar column sehingga muncul tampilan.

11) Memilih kolom yang digunakan.

12) Meng-klik tab bar FID 1 shingga muncul tampilan.

13) Meng-klik OK.

14) Meng-klik set sehingga instrumen terkoneksi.

15) Meng-klik TOP untuk kembali ke menu utama.

16) Pada menu utama real time analysis, meng-klik tab bar SPL 1 sehingga muncul

tampilan.

46

Page 47: Laporan GC

17) Mengisi parameter suhu kolom, waktu kesetimbangan, dan lain-lain sesuai

kondisi analisis.

18) Meng-klik FID 1sehingga muncul tampilan.

19) Mengisi parameter suhu detektor dan waktu analisis.

20) Meng-klik tab bar Gen area 1 sehingga muncul tampilan.

21) Memberi tanda (√) pada auto flame on, auto zero after ready dan reignite.

22) Menyimpan parameter yang telah diatur dalam suatu nama file tertentu dengan

cara meng-klik file, save method file as, menentukan nama file-nya, meng-klik

save.

23) Meng-klik download untuk mengirim parameter ke instrumen GC.

24) Meng-klik sistem ON untuk mengaktifkan GC.

25) Memperhatikan tampilan instrumen monitor, menunggu hingga semua

parameter

tercapai (akan muncul status ready pada layar).

26) Memastikan/memperhatikan baseline, tunggu hingga ±15 menit. Untuk

mengatur

tampilan klik untuk menampilkan yang diinginkan. Untuk meng -nol-kan baseline,

klik zero adjust. Langkah selanjutnya:

Melakukan uji slopeuntuk mengetahui tingkat kelurusan baseline dengan

meng-klik slope test.

Nilai slope akan munculpada layar, apabila nilai slope telah sesuai dengan

kriteria, dapat segera melakukan analisis. Apabila belum, menunggu beberapa

saat, lalu melakukan uji slope kembali.

C. Injeksi larutan standar atau sampel atau larutan campuran

1) Meng-klik Single Run pada tampilan menu utama Real Time Analysis.

2) Meng-klik sampel log in sehingga muncul tampilan.

3) Mengisi parameter yang diiginkan (terutama harus mengisi kolom data file

dengan nama file kromatogram yang diinginkan, meng-klik OK).

4) Meng-klik start sehingga muncul tampilan Status Ready (Stand by).

5) Menginjeksikan larutan standar atau sampel atau larutan campuran pada

injektor

kemudian menekan tombol start pada instrumen GC.

47

Page 48: Laporan GC

6) Proses analisis akan segera berlangsung dan akan berhenti secara otomatis

sesuai

yang telah diset. Untuk menghentikan analisis secara manual, meng-klik stop ,

mengubah waktu analisis. Pada saat analisis sedang berlangsungdapat dilakukan

dengan klik acqursition, meng-klik change stop time, mengisi waktu yang

diinginkan kemudian meng-klik OK.

D. Mencetak data hasil analisa

1) Meng-klik post run untuk masuk pada menu past run analysis.

2) Meng-klik data analysis pada menu utama post run analysis. Apabila icon tidak

ada, kembali pada menu utama dengan meng-klik TOP.

3) Drag-in data file ke tampilan sebelah kanan (atau klik 2X). Akan muncul

kromatogramdata tersebut. Mengubah skala dengan mengatur tampilan yang

diinginkan.

4) Meng-klik Report in Data, kemudia memilih Format Report yang diinginkan.

Meng-klik preview untuk melihat tampilan, dan meng-klik print untuk mencetak.

48

Page 49: Laporan GC

4. LAMPIRAN FOTO PRAKTIKUM

SAMPEL PREMIUM

PLUS (MERAH) ALAT YANG DIGUNAKAN

INSTRUMEN GC

SYIRINGE (ALAT INJEKSI) PARAMETER ALAT TABUNG GAS

ALIR

49

Page 50: Laporan GC

PENGINJEKSIAN SAMPEL KOLOM DB-5 LARUTAN

STANDAR

50

Page 51: Laporan GC

51

Page 52: Laporan GC

52