Top Banner
PENENTUAN KOMPONEN DALAM SAMPEL PERTAMAKS,PREMIUM,DAN PERTAMAKS PLUS DENGAN MENGGUNAKAN GC (GAS CHROMATOGRAPHY) Tanggal Praktikum : 5 Maret 2012 A. Tujuan Praktikum 1. Mengenal cara pengoperasian instrument GC 2. Memahami cara kerja instrumen GC untuk analisis kualitatif 3. Menentukan beberapa kmponen dalam sampel premium,pertamaks,dan pertamaks plus B. Tinjauan Pustaka Kromatografi merupakan salah satu metode pemisahan komponen-komponen campuran di mana cuplikan berkesetimbangan di antara dua fasa,fasa gerak yang membawa cuplikan dan fasa diam yang menahan cuplikan secara selektif. Selain untuk pemisahan,kromatografi juga berguna untuk analisis kualitatif atau analisis kuantitatif yang cepat (beberapa menit) dan memerlukan sedikit cuplikan (beberapa mikroliter). (Sumar Hendayana.1994:243) Dalam proses kromatografi selalu terdapat salah satu kecenderungan yaitu: 1
50

Laporan GC

Dec 01, 2015

Download

Documents

Elma Oktaria

laporan kimia instrumen GC
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Laporan GC

PENENTUAN KOMPONEN DALAM SAMPEL

PERTAMAKS,PREMIUM,DAN PERTAMAKS PLUS DENGAN

MENGGUNAKAN GC (GAS CHROMATOGRAPHY)

Tanggal Praktikum : 5 Maret 2012

A. Tujuan Praktikum

1. Mengenal cara pengoperasian instrument GC

2. Memahami cara kerja instrumen GC untuk analisis kualitatif

3. Menentukan beberapa kmponen dalam sampel premium,pertamaks,dan

pertamaks plus

B. Tinjauan Pustaka

Kromatografi merupakan salah satu metode pemisahan komponen-

komponen campuran di mana cuplikan berkesetimbangan di antara dua fasa,fasa

gerak yang membawa cuplikan dan fasa diam yang menahan cuplikan secara

selektif. Selain untuk pemisahan,kromatografi juga berguna untuk analisis

kualitatif atau analisis kuantitatif yang cepat (beberapa menit) dan memerlukan

sedikit cuplikan (beberapa mikroliter). (Sumar Hendayana.1994:243)

Dalam proses kromatografi selalu terdapat salah satu kecenderungan yaitu:

1. Molekul-molekul komponen untuk melarut dalam cairan (partisi),

2. Molekul-molekul komponen untuk melekat pada permukaan padatan halus

(adsorbsi/penyerapan),

3. Molekul-molekul komponen untuk bereksi secara kimia (penukar ion),

4. Molekul-molekul tereksklusi pada pori-pori fasa diam.

Pemisahan dengan kromatografi didasarkan pada perbedaan

kesetimbangan komponen-komponen campuran di antara fasa gerak (fasa mobil)

dan fasa diam. Kesetimbangan ini dapat dijelaskan secara kuantitatif dengan

istilah koefisien partisi,K,yang untuk kromatografi dirumuskan sebagai:

1

Page 2: Laporan GC

K = C s

CM (1)

Dengan Cs menyatakan konsentrasi (molar) komponen di dalam fasa diam

dan CM menyatakan konsentrasi (molar) komponen di dalam fasa gerak. Dalam

keadaan ideal,perbandingan partisi adalah tetap dalam rentang konsentrasi

komponen yang luas;jadi Cs berbanding lurus dengan CM. kadang-kadang

hubungan tak lurus (non linear) ditemukan. Beberapa jenis kurva distribusi

ditunjukkan dalam gambar 1.

A

Cs

C

CM

Gambar 1. Kurva distribusi

Hubungan ideal,ditunjukkan oleh kurva C dalam gambar 1. Umumnya

disebabkan oleh kesetimbangan distribusi diantara dua zat cair yang tak

bercampur dan tidak terjadi reaksi asosiasi atau disosiasi dalam salah satu pelarut.

Bila terjadi reaksi maka hubungannya diperlihatkan oleh kurva B atau D.

Contoh,bila fasa diamnya air dan fasa geraknya benzen,kurva seperti B teramati

untuk komponen yang terdiri dari asam organik lemah. Hanya asam tak

terdisosiasi larut dalam benzen. Akan tetapi,dalam air terdapat asam tak

terdisosiasi dan basa konjugasinya dalam jumlah yang cukup besar,lagi pula

perbandingan zat-zat ini tergantung pada konsentrasinya. Pada konsentrasi rendah

bagian yang lebih kecil dari total asam terdistribusi di antara dua pelarut,dan

perbandingan partisi akan lebih besar dari semula. Kalau air sebagai fasa gerak

maka kurva D akan terjadi. Kurva B umumnya terjadi di dalam kesetimbangan

gas-cair;di mana gas sebagai fasa gerak.

2

B

O

D

Page 3: Laporan GC

(Hendayana,1994:244)

Kurva A adalah jenis adsorbsi isoterm,yang menunjukkan jumlah

komponen teradsorbsi pada permukaan zat padat terhadap konsentrasi komponen

dalam larutan yang berkontak dengan zat padat. Pada konsentrasi komponen yang

tinggi,semua tempat adsorbsi pada permukaan zat padat ditempati;adsorbsi

selanjutnya menjadi tak tergantung konsentrasi komponen. Kurva jenis ini dapat

dijelaskan oleh hubungan:

Cs = KC Mn

dengan n menyatakan tetapan. Persamaan ini sama dengan persamaan (1) bila

n=1.

(Hendayana,1994:245)

Gambaran macam fasa gerak,fasa diam serta prinsip pemisahan serta

prinsip pemisahan pada kromatografi terdapat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Macam fasa gerak,fasa diam,serta prinsip pemisahan

No.Fasa

Gerak

Fasa

DiamMekanisme Teknik

Pengembangan

Sampel

1. Gas Cairan Adsorpsi,partisi Kolom Elusi,teknik

frontal,teknik

pendesakan,dan

elusi

bergradien

2. Gas Padatan Adsorpsi Kolom

3. Cairan Cairan Partisi Kolom,planar

4.Cairan Padatan Adsorpsi,penukar

ion,eksklusi

Kolom,planar

Salah satu jenis kromatografi adalah kromatografi gas. Kromatografi gas

adalah suatu proses dimana suatu campuran dipisahkan menjadi yang

konstituen oleh fasa gas yang bergerak melewati sebuah sorben stasioner. Teknik

yang dilakukan mirip dengan kromatografi cair-cair kecuali bahwa

fase gerak yang berupa zat cair digantikan oleh fasa gas yang bergerak.

Kromatografi gas dibagi menjadi dua kategori utama: kromatografi gas-

cair,dimana pemisahan terjadi dengan partisi sampel antara fasa gerak berupa gas

dan lapisan tipis cairan non-volatil yang dilapiskan pada suatu pendukung

3

Page 4: Laporan GC

inert,dan kromatografi gas-padat, yang mempergunakan zat padat sebagai fasa

diam. (G.H.Jeffery et.al.1989:235)

Kromatografi gas merupakan salah satu teknik pemisahan yang bisa

digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa organik. Senyawa-senyawa

tersebut harus mudah menguap dan stabil (tidak terjadi penguraian dan perubahan

struktur senyawa/komponen yang akan dipisahkan) pada temperatur pengujian.

Senyawa yang sukar menguap atau tidak stabil juga dapat diukur tetapi harus

melalui proses derivatisasi terlebih dahulu. Contohnya lemak yang dihidrolisis

menjadi asam lemak yang akan diesterifikasi dengan pelarut etanol atau methanol

dan katalis BF3 membentuk ester yang mudah menguap.

Kelebihan kromatografi gas, diantaranya kita dapat menggunakan kolom lebih panjang

untuk menghasilkan efisiensi pemisahan yang tinggi. Gas dan uap mempunyai viskositas yang

rendah,demikian juga kesetimbangan partisi antara gas dan cairan berlangsung cepat, sehingga

analisis relatif cepat dan sensitifitasnya tinggi. Fase gas dibandingkan sebagian besar fase cair

tidak bersifat reaktif terhadap fase diam dan zat-zat terlarut. Selain itu keuntungan menggunakan

kromatografi gas adalah analisa cepat, resolusi baik, bahkan komponen dengan titik didih

berdekatan mampu dipisahkan dimana pemisahan dengan destilasi biasa tidak dapat dilakukan.

Kekurangan kromatografi gas adalah bahwa ia tidak mudah dipakai untuk

memisahkan campuran dalam jumlah besar. Pemisahan pada tingkat (mg) mudah dilakukan,

pemisahan campuran pada tingkat (g) mungkin dilakukan, tetapi pemisahan dalam

tingkat pon atau ton sukar dilakukan kecuali jika tidak ada metode lain. Selain itu teknik ini

terbatas untuk zat yang mudah menguap.

Seperti kita ketahui bahwa gas selalu bergerak ke mana saja,tidak mau diam. Oleh

karena itu untuk melakukan percobaan kromatografi gas diperlukan peralatan khusus. Untuk

memahami bagaimana proses kromatografi gas berlangsung,perhatikanlah diagram alat

kromatografi gas dalam gambar 2.

4

Page 5: Laporan GC

Gambar 2. Diagram alat kromatografi gas

Mekanisme kerja kromatografi gas adalah sebagai berikut. Gas dalam silinder baja

bertekanan tinggi dialirkan melalui kolom yang berisi fasa diam. Cuplikan berupa campuran

yang akan dipisahkan,biasanya dalam bentuk larutan,disuntikkan kedalam aliran gas tersebut.

Kemudian cuplikan dibawa oleh gas pembawa ke dalam kolom dan di dalam kolom terjadi

proses pemisahan. Komponen-komponen campuran yang telah terpisahkan satu persatu

meninggalkan kolom. Suatu detektor diletakkan di ujung kolom untuk mendeteksi jenis maupun

jumlah tiap komponen campuran. Hasil pendeteksian direkam oleh rekorder dan dinamakan

kromatogram yang terdiri dari beberapa peak. Jumlah peak yang dihasilkan menyatakan jumlah

komponen (senyawa) yang terdapat dalam campuran. Bila suatu kromatogram terdiri dari lima

peak maka terdapat lima senyawa atau lima komponen dalam campuran tersebut. (Sumar

Hendayana.2006:32)

Output dari kromatografi modern adalah kromatogram,berupa peak-peak yang

menggambarkan komponen-komponen dalam campuran yang dipisahkan. Peak-paeak yang

muncul diharapkan berbentuk simetri daan runcing sehingga tidak tumpang tindih satu dengan

lainnya (pemisahannya efektif). Akan tetapi,kadang-kadang peak yang muncul melebar bahkan

tidak simetri. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pelebaran peak kromatogram (Band

Broadening) antara lain:

1. Difusi Eddy

Di dalam kolom kromatografi modern terdapat partikel-partikel zat padat sebagai

fasa diam. Kadang-kadang ukuran partikel pengisi kolom tidak merata. Dengan demikian

celah-celah yang mungkin dilalui molekul-molekul solut menjadi bervariasi,ada celah yang

5

Page 6: Laporan GC

besar dan ada celah yang kecil. Sebagian melewati jalan terpendek sehingga keluar dari

kolom lebih cepat,sebagian melewati jalan panjang sehingga keluar dari kolom lebih lama.

Perbedaan waktu tempuh molekul-molekul tercepat dan molekul-molekul terlambat

menyebabkan adanya pelebaran peak. Akibat perbedaan waktu kedatangan di detektor

menyebabkan peak kromatogram melebar atau kurang efisien. Mekanisme ini dinamakan

Difusi Eddy (Eddy diffusion).

Gambar 3. Difusi Eddy. Kolom berisi partikel yang tidak merata ukuran dan bentuknya.

Untuk mencegah band broadening yang disebabkan oleh faktor difusi Eddy maka

ukuran partikel fasa diam harus merata.

2. Difusi Longitudinal

Molekul-molekul solut berkecenderungan untuk berdifusi ke segala arah. Semakin

lama solut berada dalam kolom maka semakin besar pula kecenderungan berdifusi dan hal

ini mengakibatkan melebarnya peak kromatogram. Mekanisme ini dinamakan difusi

longitudinal (longitudinal diffusion). Difusi longitudinal terutama terjadi pada kromatografi

gas karena difusi dalam gas 104 lebih cepat daripada dalam zat cair.

Gambar 4. Difusi longitudinal

6

Page 7: Laporan GC

3. Transfer Massa

Sebagian molekul solut berada dalam fasa gerak dan sebagian lagi berada dalam fasa

diam. Bila fasa gerak mengalir secara cepat sementara sebagian molekul-molekul solut tidak

dapat keluar dari fasa diam secara cepat maka sebagian solut terlambat meninggalkan

kolom. Hal ini mengakibatkan melebarnya peak kromatogram sekaligus membuat

pemisahan tidak efisien. Mekanisme ini dinamakan transfer massa (mass transfer). (Sumar

Hendayana.2006: 21-24)

Instrumentasi Kromatografi Gas

Gambar 5. Alat Kromatografi Gas Tipe Shimadzu- 2010

Dalam kromatografi gas, gas digunakan sebagai fasa gerak dan zat padat atau zat

cair digunakan sebagai fasa diam.

7

Page 8: Laporan GC

Gambar 6. Diagram Alat Kromatografi Gas

Mekanisme kerja kromatografi gas adalah sebagai berikut. Gas dalam silinder baja

bertekanan tinggi dialirkan melalui kolom yang berisi fasa diam. Cuplikan berupa

campuran yang akan dipisahkan, biasanya dalam bentuk larutan, disuntikkan ke

dalam aliran gas tersebut. Kemudian cuplikan dibawa oleh gas pembawa ke dalam

kolom dan di dalam kolom terjadi proses pemisahan. Komponen-komponen

campuran yang telah terpisahkan sati persatu meninggalkan kolom. Suatu detektor

diletakkan di ujung kolom untuk mendeteksi jenis maupun jumlah tiap komponen

campuran. Hasil pendeteksian direkam dengan rekorder dan dinamakan

kromatogram yang terdiri dari beberapa peak. Jumlah peak yang dihasilkan

menyatakan jumlah komponen (senyawa) yang terdapat dalam campuran.

Sedangkan luas peak bergantung pada kuantitas suatu komponen dalam

campuran.

1. Gas Pembawa

Gas yang dapat digunakan sebagai fasa gerak dalam kromatografi gas

harus bersifat inert (tidak bereaksi) dengan cuplikan maupun dengan fasa

diam. Gas-gas yang biasa digunakan adalah gas helium, argon, nitrogen, dan

hidrogen. Karena gas disimpan dalam silinder baja bertekanan tinggi maka gas

tersebut akan mengalir dengan sendirinya secara cepat sambil membawa

komponen-komponen campuran yang akan atau yang sudah dipisahkan.

Dengan demikian, gas tersebut disebut juga gas pembawa (carrier gas). Oleh

8

Page 9: Laporan GC

karena gas pembawa mengalir dengan cepat maka pemisahan dengan teknik

kromatografi gas hanya memerlukan waktu beberapa menit saja.

Ketika gas pembawa tersebut hampir memberikan harga HETP yang

sama tapi pada kecepatan alir yang berbeda. Gas N2 memerlukan kecepatan

alir yang lambat (10 cm/detik) untuk mencapai kinerja (efisiensi) yang

optimum 25 cm/detik untuk gas He dan 35 cm/detik. Terlihat bahwa kinerja

H2 berkurang sedikit demi sedikit dengan kenaikan kecepatan alir. Sehingga

kinerja N2 berkurang secara drastis dengan kenaikan laju alir. Hal ini berarti

bahwa H2 dapat memberikan resolusi yang hampir sama dengan yang lain

pada laju alir yang lebih cepat.

Oleh karena solut berdifusi lebih cepat melalui H2 dan He daripada

melalui N2 maka H2 dan He memberikan resolusi yang lebih baik pada

kecepatan alir tinggi. Hal ini sesuai dengan mekanisme perjalanan solut

melalui kolom. Semakin cepat solut berkesetimbangan diantara fasa gerak dan

fasa diam maka semakin kecil pula faktor transfer massa. Difusi solut yang

cepat dalam H2 dan He membantu mempercepat kesetimbangan diantara fas

agerak dan fasa diam sehingga meningkatkan efisiensi atau menurunkan harga

HETP. Dalam hal efisiensi, H2 merupakan pilihan gas pembawa yang baik.

Kalau percobaan dilakukan pada tekanan tetap, kecepatan alir akan berkurang

ketika suhu dinaikkan. Keuntungan lain gas pembawa H2 adalah memberikan

efisiensi relatif stabil dengan perubahan kecepatan alir. Sayangnya H2 muda

meledak bila berkontak dengan udara. Oleh karena itu, He banyak digunakan

sebagai pengganti H2.

Kotoran yang terdapat dalam gas pembawa dapat merusak kolom

secara perlahan karena fasa diam bereaksi dengan kotoran tersebut. Oleh

karena itu, gas berkualitas tinggi harus digunakan untuk merawat kolom dari

kerusakan. Untuk menghilangkan kotoran dalam gas pembawa, biasanya gas

dialirkan melalui saringan yang disebut molecular seive untuk menghilangkan

air dan hidrokarbon.

9

Page 10: Laporan GC

2. Pemasukan cuplikan

Cuplikan yang dapat dianalisis dengan teknik kromatografi gas dapat

berupa zat cair atau gas. Dengan syarat cuplikan tersebut mudah menguap dan

stabil (tidak rusak pada kondisi operasional). Di tempat pemasukan cuplikan

terdapat pemanas yang suhunya dapat diatur untuk menguapkan cuplikan.

Suhu tempat penyuntikan cuplikan biasanya sekitar 50 derajat diatas titik didih

cuplikan. Bila cuplikan rusak pada suhu tersebut maka cuplikan tersebut tidak

dapat dianalisis dengan teknik krommatografi gas. Jumlah cuplikan yang

disuntikan kedalam aliran fasa gerak sekitar 5µL.

Gambar 7. Hamilton microliter syringe

Tempat pemasukan cuplikan cair kedalam pak kolom biasanya terbuat

dari tabung gelas didalam blok logam panas. Cuplikan disuntikan dengan

bantuan alat suntik melalui karet septum kemudian diuapkan didalam tabung

gelas. Gas pembawa meniup uap cuplikan melalui kolom kromatografi. Untuk

kolom analitik memerlukan antara 0,1-10 µL cuplika cair sedangkan kolom

preparatif memerlukan antara 20-1000 µL. Cuplikan berbentuk gas dapat

dimaukan dengan bantuan alat suntik gas (gas-tight syringe) atau kran gas

(gas-sampling valve). Kolom analitik biasanya memerlukan 0,5-10 µL

sedangkan kolom preparatif dapat menampung sampai 1L gas. Untuk jenis

kolom terbukan diperlukan alat pemasukan cuplikan yang lebih rumit.

Gambar 8. Sistem Pemasukan Cuplikan untuk Kolom Pak

10

Page 11: Laporan GC

Gambar 9. Sistem Pemasukan Cuplikan Untuk Kolom Kapiler

Alat pemasukan cuplikan untuk kolom terbuka mengandung pipa gelas

dan gelas wool yang secara perlahan dapat terkontaminasi oleh cuplikan yang

tidak dapat menguap dan dapat terurai. Oleh karena itu bagian ini harus

diganti secara berkala.

Alat pemasukan cuplikan untuk kolom terbuka dikelompokkan

kedalam dua kategori yaitu injeksi split (split injection) dan injeksi splitless

(spitless injection). Injeksi split dimaksudkan untuk mengurangi volume

cuplikan yang masuk ke dalam kolom hanya 0,1-10% dari 0,1-2 µL,

sementara sisanya dibuang.

Cuplikan dimasukkan melalui septum ke dalam daerah penguapan

cuplikan sementara kran 1 ditutup. Gas pembawa dari pengontrol aliran

meniup cuplikan kedalam gelas wool sehingga terjadi. Selanjutnya pada split

point, sebagian cuplikan memasuki kolom dan sisanya dibuang melalui kran 2.

Bagian cuplikan yang dibuang melalui kran 2 dikontrol oleh pengatur tekanan.

Bila suhu injektor terlalu tinggi maka penguraian cuplikan dapat terjadi

sehingga beberapa komponen hilang dan komponen baru terbentuk.

Jenis injeksi split tidak berguna untuk analisis renik karena

kebanyakan cuplikan dibuang. Untuk keperluan analisis kuantitatif yang baik

dan untuk analisis renik maka injeksi jenis splitless lebih cocok. Dalam hal ini,

larutan enecer cuplikan dalam pelarut yang mudah menguap disuntikan

kedalam tempat pemasukan cuplikan dengan keadaan kran 1 dan 2 tertutup.

11

Page 12: Laporan GC

Suhu kolom mula-mula 20-25°C lebih rendah dari titik didih pelarut sehingga

berkondensasi pada permulaan kolom. Ketika solut terperangkap oleh kabut

pelarut maka solut-solut tersebut berkumpul pada permulaan kolom yang akan

membentuk peak tajam. Sebagian pelarut (dan cuplikan) yang masih

berbentuk uap dekat septum akan menyebabkan tailing (pelebaran peak). Oleh

karena itu, setelah 20-60 detik kran 1 dibuka untuk mengeluarkan uap dekat

septum. Dengan injeks splitness, kebanyakan cuplika (sekitar 80%) masuk

kedalam kolom. Alternatif lain untuk mengkondensasi solut pada permulaan

kolom disebut perangkap dingin (cold trapping). Suhu kolom mula-mula

150°C lebih rendah dari titik didih solut. Pelarut dan solut dengan titik didih

tinggi masih tetap sebagai kumpulan kabut. Pada pemanasan kolom,

pemisahan solut-solut dengan titik didih tinggi terjadi.

Teknik injeksi pada kolom (on-column injection) digunakan untuk

cuplikan yang dapat terurai pada pemanasan diatas titik didihnya selama

injeksi. Larutan cuplikan dimasukkan langsung kedalam kolom tanpa melalui

injektor panas. Suhu kolom mula-mula mendekati titik didih pelarut yang

mudah menguap untuk mengkondensasi dan mengumpulkan solut-solut.

Proses kromatografi terjadi ketika suhu kolom dinaikkan.

3. Kolom

Dalam kromatografi gas, kolom merupakan tempat terjadinya proses

pemisahan. Untuk kromatografi gas dikenal dua jenis pak (packed column)

dan jenis terbuka (open tubular column). Jenis pak terbuat dari stainless steel

sedangka jenis kolom terbuka terbuat dari pipa kapiler. Kedalam kolom jenis

pak diisi zat pendukung dan fasa diam yang menempel pada zat pendukung.

12

Page 13: Laporan GC

Kolom pak (packed column)

Gambar 10. Jenis Kolom Pak

Kolom pak terbuat dari stainless steel atau gelas dengan garis

tengah 3-6 mm dan panjang 1-5 m. Kolom diisi dengan serbuk zat padat

halus atau zat padat sebagai zat pendukung yang dilapisi zat cair kental

yang sukar menguap sebagai fasa diam. Jenis kolom pak ini lebih disukai

untuk tujua preparatif karena dapat menampung jumlah cuplikan yang

banyak.

Kolom terbuka (open tubular column)

Gambar 11. Kolom Kapiler

Kolom terbuka (kolom kapiler) lebih kecil dan lebih panjang

daripada kolom pak. Diameter kolom terbuka berkiasar antara 0,1-0,7 mm

13

Page 14: Laporan GC

dan panjangnya berkisar antara 15-100 m. Jenis kolom ini disebut juga

kolom kapiler. Untuk mempermudah penyimpanan, biasanya kolom

terbuka dibentuk spiral dengan garis tengah 18 cm. Bagian dalam kolom

tidak terhalang oleh fasa diam sehingga panjangnya bisa mencapai 100 m.

Akan tetapi, kolom terbuka tidak dapat menampung volume cuplikan yang

banyak. Jumlah plat teori (N) berbanding lurus dengan panjang kolom (L).

Dengan semakin panjangnya kolom diharapkan kolom akan lebih

efisien. Juga dengan bertambah panjangnya kolom maka perbedaan waktu

retensi senyawa satu terhadap lainnya akan bertambah yang akan memberi

dampak pada peningkatan selektivitas. Tiga faktor mempengaruhi resolusi:

efisiensi, selektivitas. Dan retensi. Dengan kolom terbuka, faktor-faktor

tersebut akan bertambah. Jadi penggunaan kolom terbuka memberikan

resolusi yang lebih tinggi daripada penggunaan kolom pak. Keuntungan

lain penggunaan kolom terbuka adalah waktu analisis lebih pendek

daripada penggunaan kolom pak karena fasa gerak tidak mengalami

hambatan ketika melewati kolom.

Gambar 12. Macam-Macam Kolom Kapiler

Kolom terbuka terdiri dari tiga jenis. Untuk wall-coated open

tubular column (wcot), fasa diam cairan kental dilapiskan secara merata

pada dinding dalam kolom. Dengan rancangan support-coated open

tubular column (scot), partikel zat padat pendukung seperti silika atau

14

Page 15: Laporan GC

alumunium ditempelkan pada dinding dalam kolom. Partikel pendukung

ini terlebih dahulu dilapisi zat cair kental sebagai fas diam untuk

meningkatkan luas permukaan. Dengan bertambahnya luas permukaan

berarti jenis scot mempunyai volume fasa diam yang lebih besar daripada

wcot sehingga memungkinkan untuk menampung volume cuplikan yang

besar. Dengan kata lain jenis scot ini cocok untuk analisis renik

(konsentrasi analit yang sangat kecil). Selain itu rancangan jenis kedua ini,

lebih disukai. Pada rancangan ketiga, porous-layer open tubular column

(plot), partikel zat padat yang ditempelkan pada dinding dalam kolom

bertindak sebagai fasa diam.

Jenis kolom terbuka berupa pipa kapiler yang umumnya terbuat

dari gelas yang bahan dasarnya silika, SiO2 yang mempunyai gugus silanol

(Si-O-H). Gugus silanol ini dapat berikatan dengan solut menghasilkan

peak tailing (peak yang melebar kebelakang), terutama kalau fasa diamnya

sudah mengalami erosi. Peak tailing ini menyebabkan rendahnya efisiensi.

Gambar 13. Peak Tailing

15

Page 16: Laporan GC

Zat padat pendukung

Kolom pak mengandung zat cair kental yang sukar menguap yang

dilapiskan pada partikel yang tidak bereaksi (inert) yang disebut zat padat

pendukung. Zat padat pendukung harus berupa partikel halus, kuat, dan

berbentuk sama serta memiliki luas permukaan bear. Kebanyakan zat

padat pendukung terbuat dari tanah diatomaceus, silika yang berasal dari

rangka alga. Secar ideal, zat padat pendukung tidak boleh berinteraksi

dengan solut tapi tidak ada zat pendukung tidak boleh berinteraksi dengan

solut tapi tidak ada zat pendukung yang betul-betil inert. Silanisasi dengan

heksametildisilana atau diklorodimetilsilana (CH3)2SiCl2 merupakan cara

yang banyak digunakan untuk mengurangi interaksi partikel silika dengan

solut polar.

Bila solut berikatan sangat kuat dengan silanol maka, alternatif,

teflon dapat diigunakan sebagai zat pendukung. Teflon merupakan polimer

yang sangat inert.

Ukuran partikel yang sama menurunkan faktor difusi Eddy

sehingga meningkatkan efisiensi. Juga ukuran partikel yang kecil

mengurangi waktu yang diperlukan oleh solut untuk berkesetimbangan

sehingga meningkatkan efisiensi. Akan tetapi partikel yang sangat kecil

memerlukan tekanan yang lebih besar untuk mengalirkan fasa gerak

melewati kolom. Ukuran partikel zat pendukung dinyatakan dalam satuan

mesh yang berhubungan dengan ukuran saringan. Misalnya, partikel

berukuran 100/200 mesh akan lolos pada saringan 100 mesh tapi tertahan

pada saringan 200 mesh.

Fasa diam

Umumnya fasa diam yang sering digunakan dalam kromatografi

gas berbetuk zat cair kental yang sukar menguap. Dengan demikian jenis

kromatografi ini disebut kromatografi partisi gas-cair.

Jumlah fasa diam yang digunakan dinyatakan dalam persen zat

pendukung. Jumlah yang umum berkisar antara 2-10%. Jika fasa diam

melebihi 30% dari zat padat pendukukng maka efisiensi kolom mulai

16

Page 17: Laporan GC

berkurang. Kerugian lainnya adalah faktor kapasitas bertambah besar atau

waktu retesi lebih lama. Demikian pula bila jumlah zat fasa diam kurang

dari 2% maka permukaan zat padat pendukung tidak tertutup semuanya

sehingga solut polar berikatan terlalu kuat dengan zat pendukung. Selain

zat cair, beberapa zat padat dapat digunakan sebagai fasa diam seperti

alumina (Al2O3) untuk memisahkan hidrokarbon. (Hendayana, 2006: 33-

44).

4. Termostat Oven

Thermostat berfungsi untuk mengatur temperature kolom. Fungsi

thermostat sangat penting sebab pemisahan fisik komponen-komponen

dalam kolom sangat dipengaruhi oleh temperature didalam oven. Dilihat

dari posisinya, thermostat ada tiga macam yang fungsinya untuk mengatur

temperature secara terpisah, yaitu:

a. Digerbang suntik (injector),

b. Thermostat oven,

c. Thermostat detector.

(Budiasih, 1999: 82-83)

5. Detektor

Alat ini akan mendeteksi komponen-komponen yang meninggalkan

kolom. Ada dua jenis karakteristik detector yang umum adalah integral

dan diferensial. Suatu detector integral memberikan suatu pengukuran

setiap saat dari jumlah total bahan yang dielusi yang telah melewatinya

sampai waktu itu. Detector ini yang sekilas terlihat kasar, berguna pada

saatnya karena mudah dirakit dari komponen-komponen yang ada, dan

berperan sangat baik pada kelahiran GLC. Tetapi detector integral telah

banyak digantikan dengan detector diferensial, yang terakhir ditemukan

pada hampir sebagian besar kromatograf gas modern. (Underwood. 1998:

508)

17

Page 18: Laporan GC

Gambar 14. Kromatogram Integral

Sedangkan detector diferensial menghasilkan kromatogram familiar

yang terdiri dari puncak-puncak dan bukan langkah-langkah. Dua kelas

besar dapat dibedakan: pertama, detector yang mengukur konsentrasi zat

yang terlarut dengan memakai beberapa sifat fisika dari aliran gas

buangan, dan kedua, detector yang merespon secara langsung zat terlarut

dan dengan demikian berarti mengukur laju alir massanya. (Underwood.

1998: 509)

Gambar 15. Kromatogram Differensial

Detector berfungsi mengubah isyarat dari gas pembawa dan

komponen-komponen didalamnya menjadi isyarat elektronik. Hasil

pembacaan detector disebut kromatogram. Idealnya suatu detector harus

memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

Kepekaan

Stabilitas

Kelinieran

18

Page 19: Laporan GC

Keserbagunaan

Waktu respons

Aktivitas kimiawi

Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom

tempat keluar fase gerak (gas pembawa) yang membawa komponen hasil

pemisahan. Detektor pada kromatografi adalah suatu sensor elektronik

yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan komponen-komponen

di dalamnya menjadi sinyal elektronik. Sinyal elektronik detektor akan

sangat berguna untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif terhadap

komponen-komponen yang terpisah di antara fase diam dan fase gerak.

Beberapa sifat detektor yang digunakan dalam kromatografi gas adalah

sebagai berikut :

Tabel 2. Beberapa Sifat Detektor Kromatografi Gas

19

Page 20: Laporan GC

a. Detector FID (Flame Ionization Detector)

FID merupakan detektor yang paling luas penggunaannya, bahkan

dianggap sebagai detektor yang universal untuk analisis obat dalam

cairan biologis menggunakan GLC. Pada detector ini, komponen-

komponen sampel yang keluar dari kolom dibakar dalam nyala

(campuran gas hidrogen dan udara atau oksigen). Atom karbon

senyawa organik dapat menghasilkan radikal CH yang selanjutnya

menghasilkan ion CHO+ dalam nyala hydrogen udara. CHO+ yang

dihasilkan dalam nyala bergerak ke katoda yang berada diatas

nyala. Arus yang mengalir diantara anoda dan katoda diukur dan

diterjemahkan sebagai sinyal pada rekorder. Detector ini jauh lebih

peka daripada TCD dan kepekaannya akan meningkat jika gas

bawanya N2.

Sejumlah besar ion yang terbentuk dalam nyala masuk ke dalam

celah elektrode dan menurunkan tegangan listrik dari celah

elektrode mula-mula. Penurunan tegangan ini yang kemudian

dicatat sebagai sinyal oleh rekorder. Intensitas sinyal ini

berbanding lurus dengan konsentrasi solute dalam gas pembawa.

Keunggulan detector ini:

Kepekaannya yang lebih besar

Waktu tanggapnya lebih singkat

Cukup stabil dan tak pekaterhadap suhu hingga 400°C

Memberikan respon linier pada rentang konsentrasi yang culup

lebar

Member respon terhadap hampir semua senyawa organik

20

Page 21: Laporan GC

Gambar 16. Detector FID

b. Detector ECD (Electron Capture Detector)

Pada ECD terdapat pemancar radioaktif β, seperti 3H atau 63Ni

yang akan mengionisasi gas pembawa. Aliran elektron sebagai

hasil ionisasi gas pembawa (nitrogen atau argon/methan) dalam

ECD memberikan sinyal yang berupa baseline suatu kromatogram.

Bila kemudian suatu senyawa masuk ke dalam detektor, sebagian

dari elektron tersebut akan ditangkap oleh senyawa sebelum

mereka mencapai plat detektor. Ini mengakibatkan aliran arus

listrik dalam detektor berkurang, yang oleh rekorder akan dicatat

sebagai suatu peak. 

21

Page 22: Laporan GC

Gambar 17. Detektor ECD

c. Detector TCD (Thermal Conductivity Detector)

TCD berdasar atas prinsip, suatu benda yang panas akan

kehilangan panasnya pada suatu kecepatan yang tergantung kepada

komposisi gas di sekitarnya. Jadi, kecepatan hilangnya panas itu

dapat digunakan sebagai ukuran tentang komposisi gas. Gas

pembawa yang mengandung sample atau analit masuk ke dalam

kolom, maka konduktivitas gas akan turun dan suhu filamen akan

meningkat serta resistansi. Lewatnya sampel melalui kolom

menyebabkan Jembatan Wheatstone yang tak seimbang sehingga

terjadi signal yang terbaca pada detektor.

22

Page 23: Laporan GC

Gambar 18. Detector TCD

6. Rekorder

Bagian alat ini akan mencetak hasil perccobaan pada lembaran kertas

berupa kumplan puncak yang disebut kromatogram. Gerakan kertas yang

merupakan fungsi waktu bisa diatur. (Hendayana. 1994: 250)

Data-data yang dihasilkan dari kromatogram selanjutnya dianalisis untuk

keperluan analisis kualitatif dan kuantitatif.

1. Anaisis kualitatif

Untuk mengidentifikasi tiap peak kromatogram dapat dilakukan berbagai

metode analisis, yaitu:

a. Membandingkan waktu retensi analit dan standar

Waktu retensi standar dibandingkan dengan waktu retensi analit

b. Ko-kromatogram

Standar ditambahkan kepada cuplikan kemudian dilakukan

kromatograi gas. Jika salah satu luas peak bertambah maka peak analit

yang mengalami pertambahan luasnya identik dengan standar.

c. Metode spektrometri

23

Page 24: Laporan GC

Spectrometer massa/IR langsung disambungkan kekolom kromatografi

gas. Setiap peak dapat direkam spektranya secara menyeluruh.

2. Analisis kuantitatif

a. Pendekatan tinggi peak

Tinggi peak kromatografi diperoleh dengan membuat base line pada

suatu peak dan mengukur tinggi garis tegak lurus yang

menghubungkan base line dengan peak. Pendekatan ini dilakukan jika

lebar peak standard an analit tidak jauh.

Gambar 18. Menentukan Tinggi Peak

b. Pendekatan area peak

Pendekatan area peak dapat memperhitungkan lebar peak sehingga

lebar peak yang berbeda antara standard an analit tidak masalah.

Pendekatan ini lebih baik dari pendekatan tinggi peak, dengan %

kesalahan 0,44 – 2,6 %.

24

Page 25: Laporan GC

Gambar 19. Menentukan Area Peak

c. Metode kalibrasi

Kita harus mempersiapkan sederet larutan standar, kemudian tiap

larutan standar diukur dengan kromatografi. Area peak/tinggi peak

diplot terhadap konsentrasi hingga diperoleh persamaan garis,

kemudian kita bisa menentukan konsentrasi sampel.

Gambar 20. Kurva Kalibrasi untuk Menentukan Konsentrasi Sampel

Mode Operasional

Komponen-komponen yang ada dalam cuplikan akan terpisah

satu sama lain didalam kolom akibat perbedaan distribusi di antara fasa

diam dan fasa gerak. Semakin lama komponen tersebut berada dalam fasa

gerak, maka komponen tersebut akan terelusi lebih dulu. Waktu yang

dibutuhkan oleh setiap komponen untuk berada pada masing- masing fasa

sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor.

25

Page 26: Laporan GC

Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemisahan

komponen darisuatu campuran dengan metode kromatografi gas.

Parameter yang sangat menentukanadalah pengaturan suhu injektor dan

kolom. Perbedaan suhu sekitar 0,5 0C sa j a dapa t menyebabkan perbedaan

yang cukup berarti.

Suhu kolom dapat mempengaruhi posisi kesetimbangan distribusi analit di

antara fasa diam dan fasa gerak, dimana kesetimbangan distribusi akan

lebih cepat tercapaiseiring dengan meningkatnya suhu. Dengan

demikian, pada suhu rendah, analit yangmemiliki titik didih rendah akan

lebih lama berada dalam fasa gerak dibandingkan analityang memiliki titik didih

lebih tinggi. Akibatnya, analit bertitik didih rendah akan terelusilebih dulu.

Faktor suhu, terutama suhu di dalam kolom, tentu saja menjadi salah

satu faktor yang harus diperhatikan dalam sebuah analisa kuantitatif

menggunakan kromatografi gas.

Pengukuran kromatografi gas dapat dilakukan dalam dua mode

operasional dalam system pengaturan suhu ovennya, yaitu mode isothermal dan

mode suhu terprogram.

a. Isotermal (Temperatur Konstan)

Suhu kolom dijaga tetap selama pengukuran. Mode isothermal ini

digunakan ketika sampel memilki rentang titik didih yang sangat dekat.

Pemisahan terjadi berdasarkan kepolaran.

Pada suhu rendah, komponen-komponen bertitik didih rendah mungkin

dapat terpisah dengan baik, tetapi yang bertitik didih tinggi akan teretensi

dengan kuat pada kolom.

Pada suhu tinggi, komponen-komponen dengan titik didih tinggi mungkin

terpisah dengan baik dengan waktu retensi yang tidak terlalu besar.

Komponen-komponen bertitik didih rendah tidak akan terpisah dan

terelusi pada awal pemisahan (didekat waktu mati dari kolom)

b. Suhu Terprogram

Pada pengukuran dengan cara ini, suhu kolom divariasikan

selama pengukuran berlangsung. Peningkatan suhu kolom pada

26

Page 27: Laporan GC

analisa menggunakan kromatografiga s d ikena l s ebaga i g r ad i en

suhu . Grad i en suhu ada l ah pe rubahan suhu pe r   satuan waktu.

Pengukuran dengan mode operasi ini memungkinkan analit yang memiliki

titik didih yang berdekatan untuk saling memisah dengan baik,

sehingga diperoleh peak yang tidak saling bertumpukan. Gambar

21. dibawah ini menunjukan perbandingan kromatogramyang

dihasilkan oleh mode operasi isothermal dan mode operasi

pemograman suhu.

Gambar 21. Pengaruh Suhu Terhadap Kromatogram. (a) Mode

Isotemal pada Suhu 45oC, (b) Mode Isotermal pada Suhu 145oC, (c) Program

Suhu dari Suhu 30-180oC

27

Page 28: Laporan GC

Mode operasinal ini digunakan ketika sampel memiliki rentang titik

didih yang cukup jauh.

Pada percobaan kali ini, dipilih mode operasional suhu terprogram.

Selama operasional berlangsung, suhu kolom dinaikkan secara teratur. Suhu

awal di set pada 40oC, kemudian dinaikan 8oC per menit sampai suhunya

150oC.

Cara temperatur terprogram ini digunakan, karena :

- Resolusi menjadi lebih baik

- Efesiensi kolom meningkat

- Mempertajam analisis (komponen sampel yang tidak memberikan puncak

pada pemanasan konstan, akan memberikan puncak yang lebih baik pada

pemanasan terprogram). (Hendayana, 2006: 45-60).

C. Alat dan Bahan

1. Alat

Instrumen GC 1 set

Botol vial 3 buah

Pipet tetes 1 buah

Pipet volume 1 ml 1 buah

2. Bahan

Larutan standar Heksana 1 mL

Larutan standar Toluena 1 mL

Larutan standar Xilena 1 mL

Sampel Peramax 1 mL

28

Page 29: Laporan GC

D. Sifat Fisika Bahan-Bahan yang Digunakan

Nama Bahan Struktur Sifat Fisika

Heksana

[CH3 – CH2 – CH2 – CH2 –

CH2 – CH3]

Titik didih = 68,950C

pada P=760 mmHg

Titik leleh = -97,50C

Toluena

CH3

Toluena

Titik didih 1100C pada

P=760 mmHg

Titik didih = 14,50C

pada P= 14,5 mmHg

Titik leleh = -950C

Xilena

O-Xilena

Titik didih = 144,40C

pada P = 760 mmHg

Titik didih = 320C pada

P=10 mmHg

m-Xilena

Titik didih = 139,10C

Titik leleh = 28,10C

P-Xilena

Titik didih = 138,35o C

Titik leleh = 13,2o C

29

Page 30: Laporan GC

E. Langkah Kerja

1. Membuat larutan standar

Larutan standar terdiri dari heksana 25%, toluena 25%, dan xilena

25% yang masing-masing dipipet sebanyak 0,5 ml, lalu dimasukkan ke

dalam botol vial.

2. Preparasi Sampel Pertamax

Preparasi sampel dilakukan dengan cara memipet sampel pertamak

sebanyak 0,5 mL, kemudian dimasukkan ke dalam botol vial, dan terakhir

ditambahkan masing-masing 0,5 mL larutan standar Heksana, Toluna, dan

Xilena.

3. Penyiapan Instrumen GC

Dipastikan kabel penghubung listrik telah tersambung dengan benar.

Kemudian tekan tombol “ON” pada sakelar listrik. Atur laju alir dan

komposisi gas pembawa. Atur suhu kolom, suhu injector dan suhu detektor.

Lalu nyalakan pompa dan dibiarkan alat GC selama 1 jam.

F. Analisis Data

Percobaan kali ini adalah penentuan komponen-komponen dalam sampel

pertamax dengan teknik kromatografi gas. Dalam percobaan,hanya dilakukan

analisis kualitatif pada sampel berdasarkan waktu retensi komponen sampel

dengan standar. Syarat suatu zat dapat dianalisis dengan kromatografi gas adalah

zat tersebut stabil pada kondisi operasional dan bersifat mudah menguap. Larutan

standar yang digunakan adalah campuran heksana,toluena dan xilena. Percobaan

dilakukan untuk menentukan apakah dalam sampel pertamax mengandung

heksana,toluena dan atau xilena. Sampel pertamax dapat langsung dianalisis

dengan menggunakan instrumen kromatografi gas tanpa perlu diderivatisasi

terlebih dahulu,karena sifat sampel pertamax mudah menguap dan stabil pada

temperatur pengujian. Karena zat-zat standar memiliki kepolaran yang hampir

sama namun titik didih masing-masing yang jauh berbeda maka mode

operasional kromatografi gas yang dipilih adalah dengan suhu terprogram,yaitu

30

Page 31: Laporan GC

suhu awal kolom adalah 40℃ dengan kenaikan suhu 8℃ permenit sampai suhu

122℃ .

Kondisi parameter GC-2010 Shimadzu saat percobaan sebagai berikut:

1. Injektor:

- Gas pembawa : N2 dengan tekanan 4-5 bar

- Suhu :150℃

- Tekanan : 115,2 kPa

- Laju total : 93,8 mL/min

- Porge flow : 3 mL/min

2. Kolom

- Suhu : 40℃ selama 2 menit kemudian naik 8℃/menit sampai 122℃.

- Jenis kolom : DB-5 (5% Fenil dan 95 % metil polisiklosan) dengan

diameter 0,25 mm dan panjang 30 m. rentang suhu kolom adalah -60℃ -

325/350℃. Kolom termasuk kolom terbuka dan bersifat nonpolar.

Pemilihan kolom ini dikarenakan komponen yang akan dipisahkan

bersifat nonpolar dan agar pemisahannya efisien serta selektif.

3. Detektor

- Jenis detektor : FID (Flame Ionization Detektor). Pemilihan detektor

adalah karena komponen yang akan dianalisis adalah senyawa organik.

- Suhu detektor : 250℃

- Make up flow : 30 mL/min

- Gas pembakar : H2

- Laju alir H2 : 40 mL/min

- Laju alir udara : 199,8 mL/min

4. Volume zat untuk injektor : 0,5 μL

Syringe yang akan digunakan untuk menginjeksikan sampel sebelumnya

dibilas dulu dengan zat yang akan diinjeksikan. Pastikan tidak ada gelembung

udara yang masuk ke dalam syringe untuk keakuratan jumlah analit yang

diinjeksikan. Syringe yang berisi analit jangan dibiarkan terlalu lama di udara

31

Page 32: Laporan GC

karena analit mudah menguap. Adanya udara dalam syringe juga akan

menyebabkan peak tailing.

Suhu injektor yang tinggi akan menguapkan analit dan kemudian analit

terbawa oleh gas pembawa menuju kolom. Di dalam kolom,zat analit akan

terkondensasi karena suhu kolom lebih rendah dari titik didih analit. Disinilah

terjadi distribusi komponen-komponen ke dalam fasa gerak dan fasa diam.

Dengan naiknya suhu kolom secara terprogram maka komponen dengan titik

didih paling rendah dan lebih terdistribusi ke dalam fasa gerak dan keluar kolom

terlebih dahulu.

Komponen yang keluar dari kolom dicampur gas H2 dan udara kemudian

dibakar pada nyala dibagian dalam detektor. Atom karbon senyawa organik dapat

menghasilkan radikal CH yang selanjutnya menghasilkan ion CHO+ yang

dihasilkan bergerak ke katoda. Arus yang mengalir diantara anoda dan katoda

diukur dan diterjemahkan sebagai sinyal pada rekorder.

Sampel yang dianalisis adalah larutan standar,pertamax,dan larutan

standar+ pertamax. Pada kromatogram larutan standar (masing-masing 0,5 mL

heksana,toluena,dan xilena) terdapat lima peak dengan tiga peak yang

mendominasi. Hal ini berarti terdapat minimal lima komponen dalam standar.

Tiga peak dalam kromatogram yaitu peak nomor 1,2,dan 4 secara berturut-turut

adalah heksana (TD:68,95℃),toluena (TD:110,6℃),dan xilena (TD:138,35℃).

Apabila diperhatikan peak yang dihasilkan dalam analisis GC lebih

runcing daripada peak yang dihasilkan dalam analisis HPLC. Hal ini dikarenakan

mobilitas gas (fasa gerak dalam GC) lebih besar dari mobilitas cairan (fasa gerak

dalam HPLC).

Kromatogram yang dihasilkan pada percobaan dianalisis secara kualitatif

dengan dua cara, yaitu :

1. Membandingkan waktu retensi sampel dengan waktu retensi standar

Dari kromatogram standar diketahui ada lima peak. Peak pertama

adalah n-heksan, karena titik didih n-heksan lebih rendah dibandingkan

toluena dan xilena. Sedangkan peak nomor 2 adalah toluene karena titik didih

toluena lebih kecil dari titik didih xilena. Peak nomor 3,4, dan 5 adalah xilena

32

Page 33: Laporan GC

dalam bentuk orto, meta, dan para. Para-xilena adalah yang paling stabil jika

dibandingkan dengan meta dan orto, oleh sebab itu luas area para-xilena akan

lebih besar daripada orto dan meta. Jadi peak untuk para-xilena adalah peak

nomor 4, sedangkan peak nomor 3 adalah meta-xilena karena titik didih meta-

xilena lebih kecil dari orto-xilena.

Sedangkan analisis sampel pertamax menghasilkan 43 peak pada

kromatogramnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada minimal 43

komponen terdapat dalam pertamax. Untuk mengetahui apakah di dalam

sampel mengandung heksana,toluena,dan xilena,maka dilakukan dengan cara

membandingkan waktu retensi standar dan sampel pertamax.

Kompone

n

No.peak Waktu retensiSelisih

Standar Sampel Standar Sampel

Heksana 1 5 1,885 1,880 0,005

Toluena 2 18 3,387 3,356 0,031

Xilena 4 25 5,047 4,983 0,064

Berdasarkan data di atas,diketahui bahwa sampel pertamax

mengandung heksana karena waktu retensi standar dan pertamax tidak

berbeda secara signifikan. Tapi,tidak bisa dikatakan bahwa pertamax

mengandung toluena dan xilena karena waktu retensi standar dan pertamax

berbeda secara signifikan,yakni lebih dari 0,01 sehingga hanya bisa menduga

bahwa sampel pertamax mengandung toluena dan xilena. Untuk membuktikan

dugaan tersebut maka dilakukan analisis kualitatif dengan metode ko-

kromatografi.

2. Ko-kromatografi

Ko-kromatografi dilakukan dengan cara menambahkan larutan standar

ke dalam sampel pertamax. Apabila luas peak pada kromatogram standar +

pertamax bertambah (yang teridentifikasi dari tinggi peak),maka dapat

dinyatakan bahwa sampel mengandung komponen-komponen yang sama

dengan standar. Hasil kromatogram standar + pertamax menunjukkan 31 peak.

33

Page 34: Laporan GC

Berdasarkan data tabel hasil analisis dengan metode ko-kromatigrafi di

atas,diketahui bahwa terjadi peningkatan area yang signifikan pada

kromatogram standar + pertamax pada peak nomor 5,13,dan 16. Peningkatan

area tersebut terjadi pada peak yang sebelumnya diduga mengandung toluena

dan xilena.

Sehingga dapt disimpulkan bahwa pertamax mengandung

heksana,toluena,dan xilena. Jika dilihat dari faktor pembanding,maka faktor

pembanding yang terbesar berturut-turut adalah heksana,xilena dan toluena

sedangkan faktor pembanding untuk peak lainnya sangat kecil. Hal tersebut

menunjukkan bahwa tidak terjadi penambahan luas area karena standar tidak

mengandung komponen tersebut.

Jadi,berdasarkan analisis kualitatif dengan menggunakan metode

perbandingan waktu retensi dan metode ko-kromatografi,diketahui bahwa

sampel pertamax mengandung heksana,toluena,dan xilena.

G.Kesimpulan

Berdasarkan analisis krmatogram standar (campuran heksana, toluena, dan

xilena), kromatogram pertamax, dan kromatoram pertamax+standar pada

percobaan penentuan beberapa komponen dalam pertamax dengan menggunakan

instrumen kromatografi gas yang menggunakan mode operasional suhu

34

Page 35: Laporan GC

terprogram diketahui bahwa sampel pertamax mengandung heksana, tluena, dan

xilena. Hasil tersebut diketahui setelah dilakukan analisis kualitatif dengan

menggunakan metode perbandingan waktu retensi dan ko-kromatografi.

H.Daftar Pustaka

Budiasih, Endang. (1999). Analisis Instrumen. Malang : Universitas Negeri

Malang.

Hendayana, Sumar. (1994). Kimia Analitik Instrumen. Semarang : IKIP

Semarang Press.

Hendayana, Sumar. (2006). Kimia Pemisahan. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Soebagio, dkk. (2005). Kimia analitik II. Malang: UM Press.

Underwood. (1999). Analisis Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.

Wiji, dkk. (2012). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Bandung: LKI

UPI.

Jeffery, G. H. et al. (1989). Vogel’s Textbook of Quantitative Chemical Analysis

5th ed. London: Longman Scientific& Technical.

35