Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya dengan beraneka ragam flora dan
fauna. Keanekaragaman ini (terutama tumbuhan) mengundang perhatian banyak
orang untuk memilih jalur alternatif dalam pengobatan, mengingat terlalu banyak
efek samping dari produk obat-obatan sintetis. Seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan kecenderungan masyarakat memilih produk yang
alamiah, maka semakin gencar penelitian tentang kandungan-kandungan kimia
penting dalam tumbuh-tumbuhan yang dapat digunakan dalam pengembangan
obat baru. Penelitian biasanya menggunaan metode analisis fitokimia, dimana
metode ini membahas secara sistematis tentang berbagai senyawa kimia, terutama
dari golongan senyawa organik yang tedapat dalam tumbuhan, proses biosintesis
metabolisme, dan perubahan-perubahan lain yang terjadi pada senyawa kimia
tersebut beserta sebaran dan fungsi biologisnya.
Senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan merupakan hasil
metabolisme dari tumbuhan itu sendiri. Dari hasil penelitian banyak ahli tak
jarang senyawa kimia ini memiliki efek fisiologi dan farmakologi yang
bermanfaat bagi manusia. Senyawa kimia tersebut lebih dikenal dengan senyawa
metabolit sekunder yang merupakan hasil dari penyimpangan metabolit primer
tumbuhan. Senyawa tersebut adalah golongan alkaloid, steroid, terpenoid, fenol,
flavonoid, dan saponin.
Dalam uji fitokimia dapat dilakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap
senyawa aktif metabolit sekunder tersebut, sehingga potensi relatif dari masing-
masing tanaman dapat diukur.
Pada masa lalu manusia juga telah mengenal pengobatan dari bahan alami,
walau pengetahuan mereka tentang khasiat dari tumbuhan tersebut hanya sebatas
pengalaman dan tradisi tanpa ada pembuktiannya secara klinis. Walaupun
demikian pengobatan seperti ini masih digunakan sampai sekarang. Pengobatan
dengan cara demikian dikenal dengan pengobatan tradisional. Pada ramuan obat
Page 2
tradisional bahan-bahannya berasal dari tanaman baik berupa akar, batang, daun,
maupun bunga atau dapat juga berasal dari hewan dan bahan-bahan mineral.
Banyak faktor yang mempengaruhi kandungan kimia dalam tanaman,
seperti kesuburan tanah tempat tumbuh (kandungan zat makanan), iklim
lingkungan, waktu panen, umur, cara pengolahan dan sebagainya. Sehingga
pengolahannya memerlukan perlakuan khusus, selain keseragaman dosis juga
perlu adanya standarisasi agar manfaat dan keamanannya dapat diperhitungkan
layaknya obat-obatan modern.
Obat-obatan tradisional dapat dogolongkan menjadi, jamu dimana
khasiatnya hanya berdasarkan pengalaman tanpa adanya pengujian baik klinis
maupun praklinis, herbal terstandar dimana efek farmakologinya telah melalui uji
praklinis dan fitofarmaka dimana efek farmakologinya telah melalui uji klinis.
Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukannya identifikasi dan
isolasi senyawa melabolisme sekunder yang terkandung di dalam daun melinjo.
B. Tujuan
1. Mahasiswa diharapkan mampu membuat pereaksi untuk mengidentifikasi
senyawa metabolit skunder.
2. Mahasiswa diharapkan mampu mengidentifikasi:
a. Senyawa golongan alkaloid
b. Senyawa golongan saponin
c. Senyawa golongan flavonoid
d. Senyawa golongan tannin dan polivenol
e. Senyawa golongan terpenoid
f. Senyawa golongan fenolat
3. Mahasiswa mampu melakukan proses ekstraksi metabolit skunder dari
tanaman /tumbuhan dengan beberapa metode ekstraksi.
4. Mahasiswa dapat memahami prinsip ekstraksi dari masing-masing metode
ekstraksi.
Page 3
5. Mahasiswa mampu perlakuan pemisahan (partisi) senyawa metabolit
sekunder yang terkandung dalam ekstrak berdasarkan pada perbedaan
kepolaran pelarut dengan metode ekstraksi cair-cair.
6. Mahasiswa mampu memahami prinsip dari Kromatografi Lapis Tipis
(KLT).
7. Mahasiswa dapat menentukan fase gerak dan fase diam dalam KLT.
8. Mahasiswa mampu melakukan preparasi sample dan lempeng KLT serta
mampu menotolkan sample ke fase diam.
9. Mahasiswa mampu mengidentifikasi senyawa metabolit skunder dengan
menggunakan pereaksi semprot.
C. Manfaat
1. Menambah pengetahuan mengenai khasiat dari daun melinjo.
2. Mengetahui senyawa yang terkandung didalam daun melinjo.
3. Mengetahui teknik atau cara dalam pembuatan ekstrak dengan metode
maserasi.
4. Mengetahui cara mengidentifikasi senyawa metabolit skunder pada
tumbuhan dengan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
Page 4
BAB II
DASAR TEORI
A. Skrining Fitokimia
1. Uraian tumbuhan/tanaman
a. Morfologi
Daun Tunggal
Daun Melinjo
Gnetum gnemon
Termasuk daun tidak lengkap karena terdiri dari tangkai daun (petiolus)
dan helai daun (lamina). Tidak mempunyai Upih Daun
Tangkai daun (petiolus) : silinder, sisi atas agak pipih dan menebal pada
pangkalnya. Tangkai halus, tidak bersisik/ mengkerut.
Letak daun : di bagian buku- buku terdapat 2 daun yang saling berhadap-
hadapan.
Ujung daun (Apex Folii) : meruncing (acuminatus)
Pangkal daun (Basis Folii) : runcing (acutus)
Bagian yang terlebar ada ditengah- tengah helaian daun, maka bentuk
daun (Circumsriptio) : memanjang (oblongus).
Susunan tulang daun (Nervatio) : Menyirip (penninervis)
Tepi daun (Margo Folii) : rata (integar)
Tulang daun : memiliki ibu tulang yang terdapat di tengah- tengah
membujur dan membelah daun. Memiliki tulang- tulang cabang, tulang
Page 5
cabang tingkat 1 dekat dengan tepi daun lalu membengkak ke atas dan
bertemu dengan tulang cabang yang ada di atasnya.
Daging daun (Intervenium) : seperti kertas (papyraceus)
Warna : Hijau
Permukaan atas daun hijau licin mengkilat (laevis), sedangkan permukaan
bawah warna hijau pudar suram.
b. Sistematika
Habitus: Habitus dari tanaman Gnetum gnemon berupa pohon dengan
ketinggian mencapai ±15 meter.
Akar : Sistem perakaran pada Gnetum gnemon adalah sistem perakaran
tunggang (radix primaria)
Batang : Batang dari Gnetum gnemon berkayu, berbentuk bulat (teres),
permukaan rata (laevis) dengan sistem percabangan simpodial.
Daun : Daun dari Gnetum gnemon adalah daun tunggal terdiri dari tangkai
daun (petiolus) dan helaian daun (lamina). Bentuk helaian daun
oblongus, ujung daun acuminatus, tepi daun integer dan yulang
daun menyirip (penninervis). Duduk daun berhadapan (folia
opposita) tanpa stipula. Daun, jika dipatahkan atau disobek
memperlihatkan serabut daun yang menonjol.
Bunga : Bunganya uniseksualis dioecus, terdapat pada bulir dalam
percabangan dichasium. Terletak pada ketiak daun (axillaris),
terdapat brachtea pada tiap karangan. Bunga jantan terdiri dari
benang sari yang di atasnya terdapat sebaris ovulum yang steril.
Bunga betina dalam karangan bulir dengan ovulum yang sebagian
fertile yang dibungkus oleh perigonium yang berdaging.
Biji : Biji dari Gnetum gnemon diselubungi oleh selaput luar yang kerad
yang disebut integumen luar dan selaput dalam yang disebut
integument dalam dan juga diselubungi oleh tenda bunga
(perigonium) yang berdaging dan akhirnya berwarna merah jika
bijinya telah masak
Page 6
c. Nama Daerah
DAUN MELINJO
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan : Plantae
Divisi : Gnepophyta
Kelas : Gnetopsida
Ordo : Gnetales
Famili : Gnetaceae
Genus : Gnetum
Spesies : G. gnemon
Nama simplisia : Gnetum gnemon L.
Melinjo (Gnetum gnemon Linn.) atau dalam bahasa Sunda disebut
Tangkil adalah suatu spesies tanaman berbiji terbuka (Gymnospermae)
berbentuk pohon yang berasal dari Asia tropik, melanesia, dan Pasifik
Barat. Melinjo dikenal pula dengan nama belinjo, mlinjo (bahasa Jawa),
tangkil (bahasa Sunda) atau bago (bahasa Melayu dan bahasa Tagalog),
Khalet (Bahasa Kamboja).
Melinjo banyak ditanam di pekarangan sebagai peneduh atau
pembatas pekarangan dan terutama dimanfaatkan buah dan daunnya.
Berbeda dengan anggota Gnetum lainnya yang biasanya merupakan liana,
melinjo berbentuk pohon.
d. Kandungan kimia
Kandungan Melinjo (gnetum gnemon) Yang Bermanfaat Bagi Kesehatan
Khasiat Melinjo Berdasarkan Kandungan Senyawa Kimia
Indonesia merupakan negara yang kaya dengan beraneka ragam flora dan
fauna. Keanekaragaman ini (terutama tumbuhan) mengundang pehatian banyak
orang untuk memilih jalur alternatif dalam pengobatan, mengingat terlalu
banyak efek samping dari produk obat-obatan sintetis. Seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan kecenderungan
masyarakat memilih produk yang alamiah, maka semakin gencar penelitian
tentang kandungan-kandungan kimia penting dalam tumbuh-tumbuhan yang
Page 7
dapat digunakan dalam pengembangan obat baru. Penelitian biasanya
menggunaan metode analisis fitokimia, dimana metoda ini membahas secara
sistematis tentang berbagai senyawa kimia, terutama dari golongan senyawa
organik yang tedapat dalam tumbuhan, proses biosintesis metabolisme, dan
perubahan-perubahan lain yang terjadi pada senyawa kimia tersebut beserta
sebaran dan fungsi biologisnya.
Senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan merupakan hasil
metabolisme dari tumbuhan itu sendiri. Dari hasil penelitian banyak ahli tak
jarang senyawa kimia ini memiliki efek fisiologi dan farmakologi yang
bermanfaat bagi manusia. Senyawa kimia tersebut lebih dikenal dengan
senyawa metabolit sekunder yang merupakan hasil dari penyimpangan
metabolit primer tumbuhan. Senyawa tersebut adalah golongan alkaloid,
steroid, terpenoid, fenol, flavonoid, dan saponin.
Dalam uji fitokimia dapat dilakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap
senyawa aktif metabolit sekunder tersebut, sehingga potensi relatif dari masing-
masing tanaman dapat diukur. Pada masa lalu manusia juga telah mengenal
pengobatan dari bahan alami, walau pengetahuan mereka tentang khasiat dari
tumbuhan tersebut hanya sebatas pengalaman dan tradisi tanpa ada
pembuktiannya secara klinis. Walaupun demikian pengobatan seperti ini masih
digunakan sampai sekarang. Pengobatan dengan cara demikian dikenal dengan
pengobatan tradisional. Pada ramuan obat tradisional bahan-bahannya berasal
dari tanaman baik berupa akar, batang, daun, maupun bunga atau dapat juga
berasal dari hewan dan bahan-bahan mineral.
Banyak faktor yang mempengaruhi kandungan kimia dalam tanaman,
seperti kesuburan tanah tempat tumbuh (kandungan zat makanan), iklim
lingkungan, waktu panen, umur, cara pengolahan dan sebagainya. Sehingga
pengolahannya memerlukan perlakuan khusus, selain keseragaman dosis juga
perlu adanya standarisasi agar manfaat dan keamanannya dapat diperhitungkan
layaknya obat-obatan modern. Obat-obatan tradisional dapat dogolongkan
menjadi jamu dimana khasiatnya hanya berdasarkan pengalaman tanpa adanya
pengujian baik klinis maupun praklinis, herbal terstandar dimana efek
Page 8
farmakologinya telah melalui uji praklinis dan fitofarmaka dimana efek
farmakologinya telah melalui uji klinis.
Antioksidan dari Biji Melinjo Meningkatkan Daya Tahan Tubuh
Dibalik tudingan sebagai penyebab asam urat, melinjo menawarkan
khasiat luar biasa. Setelah diteliti, biji melinjo mengandung antioksidan tingkat
tinggi yang nilainya setara dengan antioksidan pada vitamin C. Antioksidannya
bersumber dari konsentrasi protein yang cukup tinggi pada melinjo.
Antioksidan merupakan zat paling ampuh sebagai penangkal radikal bebas,
penyebab kanker, dan mempercepat proses penuaan. Sebenarnya, tubuh
manusia dapat menetralisir radikal bebas, hanya saja bila jumlahnya terlalu
berlebihan maka kemampuan untuk menetralisirnya akan semakin berkurang.
Radikal bebas yang mengambil elektron dari sel tubuh manusia dapat
menyebabkan perubahan struktur DNA sehingga timbul sel-sel mutan. Bila
perubahan DNA ini terjadi bertahun-tahun, maka dapat menjadi penyakit
kanker. Tubuh manusia, sesungguhnya dapat menghasilkan antioksidan tetapi
jumlahnya sering sekali tidak cukup untuk menetralkan radikal bebas yang
masuk ke dalam tubuh. Atau sering sekali, zat pemicu yang diperlukan oleh
tubuh untuk menghasilkan antioksidan tidak cukup dikonsumsi. Sebagai
contoh, tubuh manusia dapat menghasilkan Glutathione, salah satu antioksidan
yang sangat kuat. Hanya saja, tubuh memerlukan asupan vitamin C sebesar
1.000 mg untuk memicu tubuh menghasilkan glutahione ini.
Pada umumnya semua sel jaringan organ tubuh dapat menangkal serangan
radikal bebas karena di dalam sel terdapat sejenis enzim khusus yang mampu
melawannya. Tetapi karena manusia secara alami mengalami degradasi atau
kemunduran seiring dengan peningkatan usia, akibatnya pemusnahan radikal
bebas tidak dapat terpenuhi dengan baik. Sehingga kerusakan jaringan terjadi
secara perlahan-lahan. Contohnya, kulit menjadi keriput karena kehilangan
elastisitas jaringan kolagen serta otot, terjadinya bintik pigmen kecoklatan /flek
pikun, parkinson, alzheimer, karena dinding sel saraf yang terdiri dari asam
lemak tak jenuh ganda merupakan serangan empuk dari radikal bebas.
Keseimbangan antara antioksidan dan radikal bebas menjadi kunci utama
Page 9
pencegahan stres oksidatif dan penyakit-penyakit kronis yang dihasilkannya.
Untuk menyeimbangkan kadar antioksidan dan radikal bebas, perlu
mengkonsumsi makanan yang mengandung antioksidan tinggi seperti biji
melinjo.
Tabel 1. Kandungan Gizi Biji Melinjo Tiap 100 Gram Bahan
Komposisi Biji
Kalori (kal) 66
Protein (g) 5
Lemak (g) 0.7
Karbohidrat (g) 13.3
Kalsium (mg) 163
Fosfor (mg) 75
Besi (mg) 2.8
Vitamin A (S.I) 1000
Vitamin B1 (mg) 0.1
Vitamin C (mg) 100
Air (g) 80
Sumber :direktorat gizi DepKes RI, 1979
Vitamin A yang Terkandung pada Daun Melinjo
Daun melinjo muda merupakan sumber vitamin A yang baik. Daun
melinjo kaya akan protein, mineral, vitamin A dan vitamin C (Verheij and
Coronel, 1997), namun belum ada informasi data kuantitif untuk itu. Rumus
Kimia dari Vitamin A adalah C20H30O dan mempunyai berat molekul
286.456 g/mol . Senyawa ini cukup banyak jenisnya dan terkadang memiliki
struktur kimia yang sangat berbeda satu sama lain, meskipun berada dalam satu
kelompok. Klasifikasi Pengelompokan alkaloid biasanya didasarkan pada
prekursor pembentuknya. Sumber vitamin A dapat dibedakan atas preformed
vitamin A (vitamin A bentuk jadi) dan provitamin A (bahan baku vitamin A).
Page 10
Vitamin A bentuk jadi atau retinol merupakan vitamin A yang bersumber dari
pangan hewani, seperti: daging, susu dan olahannya (mentega dan keju),
kuning telur, hati ternak dan ikan, minyak ikan (cod, halibut, hiu). Provitamin
A atau korotenoid umumnya bersumber dari: sayuran berdaun hijau gelap
(bayam, singkong, sawi hijau, melinjo), wortel, labu, ubi jalar kuning atau
merah, buah-buahan berwarna kuning (pepaya, mangga, apricot, peach), serta
minyak sawit merah. Kandungan gizi pada daun melinjo dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 2. Kandungan Gizi Daun Melinjo Tiap 100 Gram Bahan.
Komposisi Daun Melinjo
Kalori (kal) 99
Protein (g) 5
Lemak (g) 1.3
Karbohidrat (g) 21.3
Kalsium (mg) 219
Fosfor (mg) 82
Besi (mg) 45
Vitamin A (S.I) 10000
Vitamin B1 (mg) 0.09
Vitamin C (mg) 182
Air (g) 70
Sumber :direktorat gizi DepKes RI, 1979
Fungsi penting vitamin A yang terkandung pada daun melinjo
1) Pencegah kanker
Suatu penelitian menunjukkan adanya hubungan erat antara betakaroten
dan vitamin A dengan pencegahan dan penyembuhan penyakit jantung koroner
dan kanker. Hal ini terkait dengan fungsi betakaroten dari vitamin A sebagai
antioksidan yang mampu melawan radikal bebas. Kemampuan retinoid dalam
Page 11
memengaruhi perkembangan sel epitel dan meningkatkan aktivitas sistem
kekebalan, berpengaruh terhadap pencegahan kanker kulit, tenggorokan, paru-
paru, payudara, dan kantong kemih. Betakaroten bersama dengan vitamin E dan
C telah berperan aktif sebagai antioksidan untuk mencegah berbagai kanker.
2) Memperlancar proses persalinan
Rendahnya status vitamin A saat hamil akan berdampak pada keguguran
atau kesukaran dalam melahirkan. Kebutuhan vitamin A saat hamil meningkat
untuk memenuhi kebutuhan janin dan persiapan menyusui. Khasiat lain dari daun
melinjo adalah untuk melancarkan proses persalinan. Beberapa literatur
menyebutkan, secara empiris daun melinjo dapat mempermudah persalinan.
Kebiasaan menggunakan daun melinjo untuk mempermudah proses melahirkan
ini sudah banyak dilakukan oleh sebagian masyarakat Indonesia, tetapi belum
ada penelitian khusus tentang hal ini. Berikut ini cara pengolahannya:
a. Ambil beberapa lembar daun melinjo yang tidak terlalu tua juga tidak terlalu
muda.
b. Cuci hingga bersih, lalu diiris-iris seperti halnya irisan daun tembakau dengan
arah irisan melintang. Setelah itu, jemur dibawah sinar matahari hingga betul-
betul kering.
c. Bila akan digunakan, ambil secukupnya dan seduh dengan air panas seperti
halnya membuat air teh.
d. Minum air tersebut setiap hari 2 kali ketika usia kehamilan sudah mencapai 8
bulan lebih.
Manfaat Lain dari Melinjo
Selain yang disebutkan diatas, melinjo memiliki beberapa manfaat yang
dapat diambil dari tumbuhan tersebut. Berikut beberapa manfaat yang dapat
diambil dari tanaman melinjo :
Antimikroba Alami
Dari dua fraksi protein yang terkandung dari biji melinjo, yaitu
kandungan phenolik, dan flavonoid, ditemukan fungsi lain melinjo sebagai
antimikroba alami. Itu berarti protein melinjo juga dapat dipakai sebagai
pengawet alami makanan sekaligus obat baru untuk penyakit yang
Page 12
disebabkan bakteri. Peptida Gg-AMP yang diisolasi dari biji melinjo
diindikasikan punya potensi aktif menghambat beberapa jenis bakteri gram
positif dan negatif. Sumber protein fungsionalnya cocok untuk dijadikan
sebagai suplemen makanan nutraceutical, substansi yang punya manfaat
bagi kesehatan, termasuk mencegah dan mengobati penyakit.
Peluruh / melancarkan Air Seni
Caranya : Kukus 50 g kulit melinjo, dan kemudian di makan sekaligus.
Lakukan beberapa hari hingga lancar.
Melembutkan rambut
Caranya : Tumbuk hingga halus segenggam daun melinjo, kemudian
gunakan untuk membaluri seluruh bagian rambut. Ulangi beberapa kali, hal
ini dapat membantu menjadikan rambut menjadi lebih lemas dan lembut.
Mengobati Anemia dan Busung lapar
Caranya : Konsumsi daun dan buah melinjo yang sudah di masak
sebelumnya, atau di jadikan sayur. Konsumsi secara teratur.
e. Uraian tentang golongan senyawa kimia
Kandungan Melinjo (gnetum gnemon)
a) Antioksidan
Antioksidan merupakan zat yang mampu meperlambat atau mencegah
proses oksidasi. Zat ini secara nyata mampu memperlambat atau menghambat
oksidasi zat yang mudah teroksidasi meskipun dalam konsentrasi rendah.
Antioksidan juga didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang melindungi sel
dari efek berbahaya radikal bebas dari metabolisme tubuh maupun faktor
eksternal lainnya. Radikal bebas adalah spesies yang tidak stabil karena
memiliki elektron yang tidak berpasangan dan mencari pasangan elektron
dalam makromolekul biologi.
Protein lipida dan DNA dari sel manusia yang sehat merupakan
sumber pasangan elektron yang baik. Kondisi oksidasi dapat menyebabkan
kerusakan protein dan DNA, kanker, penuaan, dan penyakit lainnya.
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa golongan
Page 13
fenolik dan polifenolik. Senyawa-senyawa golongan tersebut banyak terdapat
di alam, terutama pada tumbuh-tumbuhan, dan memiliki kemampuan untuk
menangkal radikal bebas. Antioksidan yang banyak ditemukan pada bahan
pangan, antara lain viamin E, vitamin C, dan karotenoid.
Semua bagian tanaman melinjo bersifat antioksidan. Kemampuannya berturut-
turut adalah 37,27 mg, 36,66 mg, 34,08 mg, dan 32,52 mg VCEAC (Vitamin
C Equivalent Antioxidant Capacity). Pada biji melinjo mengandung
antioksidan tinggi yang setara dengan vitamin C. Aktivitas antioksidan ini
diperoleh dari konsentrasi tinggi, yaitu 9-10 % dalam setiap biji melinjo.
Protein utamanya didominasi jenis berukuran 30 kilo Dalton yang efektif
untuk menghabiskan radikal bebas, penyebab berbagai macam penyakit.
Potensi besar yang terkandung didalam sebutir biji melinjo (gnetum gnemon)
menjadikan melinjo sebagai sumber protein yang cocok untuk dijadikan
sebagai suplemen makanan nutraceutical, substansi yang mempunyai manfaat
bagi kesehatan, termasuk mencegah dan mengobati penyakit. Apalagi bijinya
mudah diperoleh, namun sampai sekarang belum ada studi tentang
penggunaan protein biji melinjo sebagai sumber antioksidan. Jika pemanfaat
peptide antioksidan dari hidrolisis biji melinjo ini berhasil, akan tersedia
suplemen nutraceutical alami yang murah.
Jepang juga sudah melirik potensi antioksidan dari biji famili Gnetaceae ini.
Melinjo termasuk tumbuhan purba yang secara evolusi dekat dengan tanaman
Ginkgo Biloba yang ada di Jepang. Hal ini yang menjadi daya tarik bagi orang
Jepang. Glinkgo adalah spesies pohon hidup tertua, yang tumbuh selama 150-
200 juta tahun dan dipercaya sebagai tonik otak karena memperkuat daya
ingat. Daun Ginkgo juga mempunyai khasiat antioksidan kuat dan berperan
penting dalam oksidasi radikal bebas penyebab penuaan dini dan pikun.
Melinjo memiliki ketahanan terhadap penyakit, baik bakteri, jamur, maupun
hama. Dari seluruh bagian tumbuhan melinjo dari daun, kulit batang, akar,
sampai biji,protein paling potensial adalah dari biji. Dari fraksi protein itu,
ditemukan fungsi lain melinjo sebagai antimikroba alami. Itu berarti protein
melinjo juga dapat dipakai sebagai pengawet alami makanan sekaligus obat
Page 14
baru untuk penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Peptide Gg-AMP yang
diisolasi dari biji melinjo diindikasikan mempunyai potensi aktif menghambat
beberapa jenis bakteri gram positif dan negatif.
b) Purina
Purina adalah sebuah senyawa organik heterosiklik aromatik, yang terdiri dari
cincin pirimidina dan cincin immidazola yang bergandeng sebelahan. Purina
merupakan salah satu dari dua grup basa nitrogen. Purina termasuk purina-
purina bersubstitusi dan berbagai tautomernya adalah heterosiklik bernitrogen
yang paling banyak tersebar di alam. Purina ditemukan dalam konsentrasi
tinggi dalam daging dan produk daging, terutama organ dalam seperti hati dan
ginjal. Makanan dari tumbuhan biasanya mengandung sedikit Purina. Contoh
makanan yang mengandung banyak purina adalah roti manis, teri, sardine,
hati, ginjal sapi, otak, ekstrak daging, hering, makerel, kerang, daging hewan
liar dan gravy. Purina juga cukup banyak terdapat pada daging babi, unggas,
ikan, dan makanan laut lainnya. Sayuran yang mengandung Purina antara lain
asparagus, bunga kubis, bayam, jamur, buncis, melinjo, kangkung, rebung dan
lain-lain.
Tabel 3. Kadar purin dalam berbagai makanan
Makanan Purin (mg/100 g)
Usus 854
Babat 470
Paru 398
Daging sapi 385
Daun melinjo 366
Kangkung 298
Bayam 290
Kacang tanah 236
Melinjo 223
Tempe 141
Page 15
Sumber: Cahanar dan SuhandiMelinjo memicu asam urat lantaran
mengandung purin cukup tinggi. Kadar purin pada daun melinjo 366 mg per
100 gram bahan. Sedangkan pada bijinya 223 mg per 100 gram. Konsumsi
melinjo berlebihan menyebabkan asam urat menumpuk di jaringan tubuh.
Asam urat merupakan hasil akhir metabolism purin. Tubuh menyediakan 85%
purin untuk kebutuhan metabolisme setiap hari. Itu artinya pasokan purin dari
makanan hanya dibutuhkan 15%. Namun, apabila tidak dikonsumsi secara
berlebihan dan cara pengolahannya benar tidak akan menyebabkan asam urat.
Konsumsi berlebihan dan minyak goreng yang digunakan untuk menggoreng
emping hasil olahan melinjo tersebut yang menyebabkan kadar asam uratnya
meningkat. Jadi, bukan melinjo itu sendiri yang menyebabkan asam urat,
karena apabila disiapkan dalam bentuk makanan lain tanpa minyak dan tidak
dikonsumsi secara berlebihan tidak akan menyebabkan peningkatan asam urat.
Justru berdampak baik bagi kesehatan, sebab melinjo (gnetum gnemon)
mengandung antioksidan kuat yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh.
c) Alkaloida
1. Dalam dunia medis, istilah alkaloid telah lama menjadi bagian penting dan tak
terpisahkan dalam penelitian yang telah dilakukan selama ini, baik untuk
mencari senyawa alkaloid baru ataupun untuk penelusuran bioaktifitas.
Senyawa alkaloid merupakan senyawa organik terbanyak ditemukan di alam.
Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuhan dan tersebar luas dalam
berbagai jenis tumbuhan. Secara organoleptik, daun-daunan yang berasa sepat
dan pahit, biasanya teridentifikasi mengandung alkaloid. Selain daun-daunan,
senyawa alkaloid dapat ditemukan pada akar, biji, ranting, dan kulit kayu.
2. Berdasarkan literatur, diketahui bahwa hampir semua alkaloid di alam
mempunyai keaktifan biologis dan memberikan efek fisiologis tertentu pada
mahluk hidup. Sehingga tidaklah mengherankan jika manusia dari dulu
sampai sekarang selalu mencari obat-obatan dari berbagai ekstrak tumbuhan.
Fungsi alkaloid sendiri dalam tumbuhan sejauh ini belum diketahui secara
pasti, beberapa ahli pernah mengungkapkan bahwa alkaloid diperkirakan
Page 16
sebagai pelindung tumbuhan dari serangan hama dan penyakit, pengatur
tumbuh, atau sebagai basa mineral untuk mempertahankan keseimbangan ion.
3. Alkaloid secara umum mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen
yang bersifat basa dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Kebanyakan
alkaloid berbentuk padatan kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai
kisaran dekomposisi. Alkaloid dapat juga berbentuk amorf atau cairan.
Dewasa ini telah ribuan senyawa alkaloid yang ditemukan dan dengan
berbagai variasi struktur yang unik, mulai dari yang paling sederhana sampai
yang paling sulit.
4. Dari segi biogenetik, alkaloid diketahui berasal dari sejumlah kecil asam
amino yaitu ornitin dan lisin yang menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalanin
dan tirosin yang menurunkan alkaloid jenis isokuinolin, dan triftopan yang
menurunkan alkaloid indol. Reaksi utama yang mendasari biosintesis senyawa
alkaloid adalah reaksi mannich antara suatu aldehida dan suatu amina primer
dan sekunder, dan suatu senyawa enol atau fenol. Biosintesis alkaloid juga
melibatkan reaksi rangkap oksidatif fenol dan metilasi. Jalur poliketida dan
jalur mevalonat juga ditemukan dalam biosintesis alkaloid.
5. Indonesia dengan kekayaan alamnya yang melimpah, merupakan gudang bagi
tersedianya senyawa-senyawa alkaloid yang berkhasiat. Alkaloid merupakan
senyawa yang mengandung atom nitrogen yang tersebar secara terbatas pada
tumbuhan. Alkaloid kebanyakan ditemukan pada Angiospermae dan jarang
pada Gymnospermae dan Cryptogamae. Senyawa ini cukup banyak jenisnya
dan terkadang memiliki struktur kimia yang sangat berbeda satu sama lain,
meskipun berada dalam satu kelompok.
d) Saponin
1. Saponin adalah suatu glikosida yang mungkin ada pada banyak macam
tanaman. Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada
bagian-bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap
pertumbuhan. Fungsi dalam tumbuh-tumbuhan tidak diketahui, mungkin
sebagai bentuk penyimpanan karbohidrat, atau merupakan waste product dari
metabolisme tumbuh-tumbuhan.
Page 17
Kemungkinan lain adalah sebagai pelindung terhadap seranga serangga.
Sifat-sifat Saponin adalah:
1) Mempunyai rasa pahit
2) Dalam larutan air membentuk busa yang stabil
3) Menghemolisa eritrosit
4) Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi
5) Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksi steroid lainnya
6) Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi
7) Berat molekul relatif tinggi, dan analisis hanya menghasilkan formula
empiris yang mendekati.
e) Asam Folat
1. Folasin atau asam folat termasuh vitamin yang jarang dikenal masyarakat
Indonesia meskipun peranannya sangat penting bagi tubuh manusia. Bahan-
bahan pangan yang menjadi sumber folat masih belum banyak diketahui dan
diteliti. Penentuan kandungan folat dalam makanan merupakan masalah
analitik yang sulit karena bentuk biologi aktif vitamin ini sangat beragam yang
secara alami berada dalam ikatan poliglutamat (Stokstad et al. dalam Gregory
al., 1982). Folat sensitif terhadap panas, asam kuat, oksidasi dan cahaya.
Karena itu komponen ini sukar untuk diekstrak dari makanan tanpa teroksidasi
atau terdekonyugasi (Niekerk, 1982). Daun melinjo memiliki kadar asam
folat, dihidrofolat, dan asam folonik yang cukup tinggi. Konsentrasinya dapat
dilihat pada table berikut.
Tabel 2. Hasil analisis komponen folat sayuran
Jenis SayuranKosentrasi (ug/g)
Asam folat Dihidrofolat Asam folinik Jumlah
Kubis 1,35 0,10 2,80 4,25
Brokoli 0,90 0,15 2,30 3,35
Kailan 1,10 0,75 7,05 8,90
Sawi Hijau 5,20 - 1,75 6,95
Page 18
Selada 2,60 0,30 0,95 3,85
Bayam 1,25 1,20 3,90 6,25
Daun singkong - 13,65 8,40 22,05
Daun melinjo 1,5 9,80 24,20 45,50
Katuk - 1,35 4,40 5,75
Daun Lobak - 1,15 1,80 2,75
Sumber: Teknologi dan Industri Pangan, tahun 1994Uraian skrining Fitokimia
Skrining fitokimia atau penapisan kimia merupakan tahapan awal untuk
mengidentifikasi kandungan kimia yang terkandung dalam tumbuhan, krna pada
tahap ini kita bisa mengetahui golongan senyawa kimia yang dikandung
tumbuhan yang sedang kita uji/teliti.
Metode yang digunakan dalam skrining fitokimia harus memiliki persyaratan :
metodenya sederhana dan cepat
peralatan yang digunakan sesedikit mungkin
selektif dalam mengidentifikasi senyawa-senyawa tertentu
dapat memberikan informasi tambahan mengenai keberadaan senyawa
tertentu dalam kelompok senyawa yang diteliti.
Golongan senyawa kimia dapat ditentukan dengan cara:
uji warna
penentuan kelarutan
bilangan Rf
ciri spektrum UV
namun secara umum penentuan golongan senyawa kimia dilakukan denga
cara uji warna dengan menggunakan pereaksi yang spesifik karena
dirasakan lebih sederhana.
Senyawa kimia berdasarkan asal biosintesis, sifat kelarutan, gugus fungsi
digolongkan menjadi :
Senyawa fenol, bersifat hidrofil, biosintesisnya berasal dari asam shikimat
Page 19
terpenoid, berasal dari lipid, biosintesisnya berasal dari isopentenil
pirofosfat
asam organik, lipid dan sejenisnya, biosintesisnya berasal dari asetat
senyawa nitrogen, bersifat basa dan bereaksi positif terhadap ninhidrin
atau dragendorf
gula dan turunannya
makromolekul, umumnya memiliki bobot molekul yang tinggi
Sedangkan berdasarkan biogenesisnya senyawa bahan alam dikelompokkan
menjadi :
Asetogenin : flavonoid, lipid, lignan, dan kuinon
karbohidra : monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida
isoprenoid : tepenoid, steroid, karotenoid
senyawa mengandung nitrogen : alkaloid, asam amino, protein, dan
nukleat
Dari semua kelompok senyawa, skrining fitokimia umumnya hanya dilakukan
terhadap kelompok senyawa fenol, terpenoid, dan senyawa nitrogen.
1. Senyawa fenol
Senyawa fenol ditandai dengan struktur cincin aromatik yang mengandung
satu atau dua penyulih hidroksil. cendrung mudah larut dalam air, contoh
senyawa : polifenol, flavonoid, tanin dan quinon
2. Senyawa terpenoid
Terpenoid tersusun dari molekul unit isoprena (C5), digolongkan berdasarkan
jumlah isoprena dari senyawa tersebut, seperti: monoterpen, dua isopren
(C10), tiga isopren (C15), empat (C20), C25, C30, C35, C40 :
monoterpen (C10) dan seskuiterpen (C15) : mudah menguap, komponen
minyak atsiri
diterpen (C20) : lebih sukar menguap
triterpen (C30) : sterol dan saponin (senyawa yang tidak menguap)
pigmen karetonoid : tetraterpenoid (C40)
3. Senyawa nitrogen
Page 20
Senyawa nitrogen yang ada pada tumbuhan seperti : asam amino, amina,
alkaloid, glikosida, sianogen, porfirin, purin, piridin, sitokinin dan klorofil
(pigmen porifirin), tetapai kelah terbesar dari senyawa nitrogen adalah
alkaloid.
Masalah pada skrining fitokimia biasanya adalah kesalahan menafsirkan hasil
analisis pengujian/skrining, seperti :
reaksi positif palsu adalah hasil pengujian menyatakan ada (positif), tapi
sebenarnya tidak ada (negatif), hal ini bisa disebabkan kesalahan alat, atau
pengaruh senyawa yang memiliki kesamaan sifat maupun struktur atom yang
identik
reaksi negatif palsu adalah hasil pengujian menyatakan tidak ada (negatif),
tapi sebenarnya ada (positif), hal ini bisa disebabkan kurang sensitifnya alat,
atau karena kadar didalam bahan uji terlalu sedikit, atau bahan ujinya (ekstrak
simplisia) tidak memenuhi syarat, oleh karena itu senyawa yang tadinya ada
hilang/rusak karna reaksi enzimatik maupun hidrolisis.
f. Khasiat
Banyak mitos yang mengatakan bahwa melinjo dapat menyebabkan kenaikan
asam urat (Hiperurisemia) yang signifikan. Hal ini benar karena melinjo
mengandung purin. Peningkatan asam urat terjadi karena gangguan metabolisme
purin dan asupan purin tinggi dari makanan secara berlebihan.
Hiperurisemia terjadi karena gangguan pengeluaran asam urat oleh ginjal.
Hiperurisemia dapat disebabkan oleh faktor genetik dan dapat diturunkan.
Daun melinjo yang bisa membuat kadar asam urat melonjak dan belakang
kepala terasa berat itu mempunyai kandungan antioksidan yang tinggi. Meski
demikian, efek antioksidan melinjo juga bisa diperoleh dengan memakan bijinya
langsung tanpa proses isolasi yang berbelit. Walaupun demikian, tetap saja
melinjo masih memiliki khasiat yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh.
Untuk wanita hamil, daun melinjo bermanfaat untuk mengurangi rasa mulas
ketika hendak melahirkan. Ketika usia kandungan sudah berusia 8 bulan, mulailah
mengkonsumsi air rebusan daun melinjo sampai menjelang kelahiran. Sehingga
rasa mulas yg tak tertahankan pun akan sedikit berkurang.
Page 21
Selain itu, daun melinjo bermanfaat untuk mengusir radikal bebas, pemicu
kanker dan mempercepat penuaan.
B. Ekstraksi
Ekstraksi adalah sediaan yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia
nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai. Kemudian semua atau hampir semua
pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian hingga memenuhi
baku yang telah ditetapkan (Anwar, 1994).
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair
dari campurannya dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat
mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi adalah tipe persiapan sampel,
waktu ekstraksi, kuantitas pelarut, suhu pelarut dan tipe pelarut.
Secara umum, tujuan ekstraksi adalah :
1. Senyawa kimia sesuai dengan kebutuhan
2. Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu,
misalnya alkaloid, flavanoid atau saponin
3. Organisme yang digunakan dalam pengobatan tradisional, dan biasanya dibuat
dengan cara dididihkan dalam air
4. Sifat senyawa yang akan diisolasi dalam menguji organisme untuk mengetahui
adanya senyawa dengan aktivitas biologi khusus (Sabarwati, 2006).
Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut
organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka
larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus
sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di
luar sel. Prinsip maserasi adalah penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari
Page 22
pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke
dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang
konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan
konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama
proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari.
Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Sabarwati, 2006)
Hampir 70% dari semua lemak dan minyak yang dihasilkan dunia adalah
minyak nabati. Minyak diperoleh dari biji tanaman seperti kacang tanah, kedelai,
bunga matahari, zaitun dan sebagainya. Minyak diekstraksi dari dalam biji atau
inti dengan menggilingnya dan dengan menggunakan pelarut dan kemudian
memisahkan pelarutnya dengan evaporasi.
Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat bahan
mentah obat, daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan
kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna (Saktiono, 2004).
Ekstraksi merupakan teknik pemisahan yang sangat sering dilakukan di
laboratorium kimia organic. Jarang sekali pekerjaan laboratorium organic yang
tidak melibatkan ekstraksi. Ekstraksi dapat didefinisikan sebagai metode
pemisahan komponen dari suatu campuran dengan menggunakan suatu pelarut.
Ragam ekstraksi yang tepat sudah tentu bergantung pada tekstut dan
kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang
diisolasi umumnya kita perlu membunuh jaringan tumbuhan untuk mencegah
terjadi oksidasi enzim / hidrolisis (Harborne, 1987).
Teknik ekstraksi pelarut merupakan suatu teknik pemisahan yang lazim,
penting dan sangat berguna serta banyak digunakan dalam cabang kimia analisis.
Dasar berfikir ini adalah pemisahan dari campuran solute lewat proses partisi
antar dua pelarut kedalam campuran tidak merusak residu yang terbentuk
sehingga memisahkan ekstrak lebih mudah. Disamping itu air juga memiliki
viskositas rendah sehingga sirkulasi zat dapat terjadi dengan bebas (Brotowijoyo,
1994).
Page 23
Pemisahan suatu zat atau beberapa dari suatu padatan atau cairan dengan
bantuan pelarut, pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larutan yang berbeda-
beda dari komponen campuran tersebut .
Secara umum ekstraksi senyawa metabolit sekunder dari seluruh bagian
tumbuhan seperti bunga, buah, daun, kulit batang dan akar menggunakan system
maserasi menggunakan pelarut organik polar seperti methanol dan n – heksan.
Beberapa metode ekstarksi senyawa organik bahan alam yang umum digunkan
antaa lain (Kimbal,1998).
a. Jenis Ekstraksi
1. Ekstraksi secara dingin
a. Metode Maserasi
Maserasi merupakan cara ekstraksi yang digunakan dengan merendam serbuk
simplisia dalam cairan penyari. Keuntungan dari cara ini adalah cara pengerjaan
dan peralatannya sederhana, meskipun demikian ada juga kerugiannya, yaitu
waktu pengerjaannya relatif lama dan kurang sempurna (Rudiyatmi, 2012).
Maserasi merupakan suatu metode ekstraksi dengan cara merendam sampel
menggunakan pelarut denganatau tanpa pengadukan. Metode maserasi digunakan
untuk mengekstrak sampel yang relatif mudah rusak oleh panas. Metode ini
dilakukan dengan merendam contoh dalam suatu pelarut baik tunggal maupun
campuran dengan lama waktu tertentu (umumnya 1-2 hari perendaman) tanpa
pemanasan.
Maserasi merupakan cara yang paling sederhana kerena simplisia yang telah
diserbukkan dengan derajat halus tertentu hanya perlu direndam dalam cairan
penyari selama waktu yang ditentukan dalam suatu wadah yang terlindung dari
sinar matahari untuk menghindari terjadinya reaksi yang dikatalisis oleh cahaya
dan juga untuk menghindari terjadinya perubahan warna (Rudiyatmi, 2012).
Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol atau pelarut lain.
Apabila cairan penyari digunakan air maka untuk mencegah timbulnya kapang,
dapat ditambahkan bahan pengawet yaitu nipagin yang diberikan pada awal
penyarian. Hasil penyarian dengan cara maserasi perlu dibiarkan selama waktu
Page 24
tertentu. Waktu tersebut diperlukan untuk mengendapkan zat-zat yang tidak
diperlukan tetapi ikut ke dalam cairan penyari seperti malam (Rudiyatmi, 2012).
Metode maserasi memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode ini
relatif sederhana yaitu tidak memerlukan alat-alat yang rumit, relatif mudah,
murah, dan dapat menghindari rusaknya komponen senyawa akibat panas.
Kelemahan metode ini diantaranya waktu yang diperlukan relatif lama dan
penggunaan pelarut yang tidak efektif dan efisien.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan
penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Pembasahan serbuk sebelum
dilakukan penyarian dimaksudkan untuk memberi kesempatan sebesar - besarnya
kepada cairan penyari memasuki seluruh pori - pori dalam simplisia sehingga
mempermudah penyarian selanjutnya. Alat yang digunakan untuk perkolasi
disebut perkolator. Cairan yang digunakan untuk menyari disebut cairan penyari
atau menstrum. Larutan zat aktif yang keluar dari perkolator disebut sari atau
perkolat, sedangkan sisa setelah dilakukannya penyarian disebut ampas atau sisa
perkolasi (Saktiono, 2004).
Prinsip penyarian dengan cara perkolasi adalah : Serbuk simplisia
ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat
berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut,
cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel - sel yang dilalui sampai mencapai
keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan olek kekuatan gaya beratnya sendiri
dan cairan atasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk
menahan. Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain : gaya berat,
kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adhesi, daya kapiler
dan gaya geseran ( friksi ). Bentuk perkolator ada 3 macam yaitu perkolator
berbentuk tabung, perkolator berbentuk paruh dan perkolator berbentuk corong.
Pemilihan perkolator ini tergantung pada jenis serbuk simplisia yang akan disari
(Saktiono, 2004).
c. Metode Soxhletasi
Page 25
Metode ekstraksi soxhlet adalah metode ekstraksi dengan prinsip pemanasan
dan perendaman sampel. Hal itu menyebabkan terjadinya pemecahan dinding dan
membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan diluar sel. Dengan
demikian, metabolit sekunder yang ada di dalam sitoplasma akan terlarut ke
dalam pelarut organik. Larutan itu kemudian menguap ke atas dan melewati
pendingin udara yang akan mengembunkan uap tersebut menjadi tetesan yang
akan terkumpul kembali. Bila larutan melewati batas lubang pipa samping soxhlet
maka akan terjadi sirkulasi. Sirkulasi yang berulang itulah yang menghasilkan
ekstrak yang baik (Harborne 1987).
Keuntungan metode ekstraksi soxhletasi antara lain:
1. Cairan pelarut yang digunakan lebih sedikit dan secara langsung diperoleh hasil
yang lebih pekat.
2. Simplisia disari oleh pelarut yang selalu baru sehingga dapat menarik zat aktif
yang lebih banyak.
3. Penyarian dapat diteruskan sesuai keperluan tanpa menambah volume pelarut.
Sementara itu, kelemahannya metode ekstraksi soxhletasi antara lain:
1. Tidak baik untuk zat aktif yang tidak tahan panas, tetapi kondisi itu dapat
diperbaiki dengan menambahkan peralatan untuk mengurangi tekanan udara.
2. Adanya pendidihan pelarut terus menerus sehingga mempengaruhi kualitas
pelarut.
2.Ekstraksi secara panas
a. Metode Refluks
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan
ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan,
uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-
molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan
menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya
berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian
pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh
dikumpulkan dan dipekatkan.
Page 26
Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk mengekstraksi sampel-
sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung.
Kerugiannya adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar dan
sejumlah manipulasi dari operator (Sudjadi, 1986).
d. Destilasi Uap
Penyarian minyak menguap dengan cara simplisia dan air ditempatkan dalam
labu berbeda. Air dipanaskan dan akan menguap, uap air akan masuk ke dalam
labu sampel sambil mengekstraksi minyak menguap yang terdapat dalam
simplisia, uap air dan minyak menguap yang telah terekstraksi menuju kondensor
dan akan terkondensasi, lalu akan melewati pipa alonga, campuran air dan minyak
menguap akan masuk ke dalam corong pisah, dan akan memisah antara air dan
minyak atsiri(Sudjadi, 1986).
b. Tujuan Ekstraksi
Adapun tujuan daripada ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen
kimia yang terdapat didalam simplisia. Basic daripada ekstraksi ini adalah
perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan
mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam
pelarut. Secara umum, terdapat empat situasi dalam menentukan tujuan ekstraksi
antara lain:
a. Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari organisme.
Dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat diikuti dan dibuat
modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses atau menyesuaikan
dengan kebutuhan pemakai.
b. Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu,
misalnya alkaloid, flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia sebetulnya
dari senyawa ini bahkan keberadaannya belum diketahui. Dalam situasi seperti
ini, metode umum yang dapat digunakan untuk senyawa kimia yang diminati
dapat diperoleh dari pustaka. Hal ini diikuti dengan uji kimia atau
kromatografik yang sesuai untuk kelompok senyawa kimia tertentu.
Page 27
c. Organisme (tanaman atau hewan) digunakan dalam pengobatan tradisional, dan
biasanya dibuat dengan cara, misalnya Tradisional Chinese medicine (TCM)
seringkali membutuhkan herba yang dididihkan dalam air dan dekok dalam air
untuk diberikan sebagai obat. Proses ini harus ditiru sedekat mungkin jika
ekstrak akan melalui kajian ilmiah biologi atau kimia lebih lanjut, khususnya
jika tujuannya untuk memvalidasi penggunaan obat tradisional.
d. Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan cara
apapun. Situasi ini (utamanya dalam program skrining) dapat timbul jika
tujuannya adalah untuk menguji organisme, baik yang dipilih secara acak atau
didasarkan pada penggunaan tradisional untuk mengetahui adanya senyawa
dengan aktivitas biologi khusus (Khopkar, 1990).
c. Penyiapan bahan yang akan diekstrak dan pelarut
Ekstraksi dapat dilakukan secara kontinue atau bertahap, ekstraksi
bertahap cukup dilakukan dengan corong pisah. Campuran dua pelarut
dimasukkan dengan corong pemisah, lapisan dengan berat jenis yang lebih ringan
berada pada lapisan atas.
Dengan jalan pengocokan proses ekstraksi berlangsung, mengingat bahwa
proses ekstraksi merupakan proses kesetimbangan maka pemisahan salah satu
lapisan pelarut dapat dilakukan setelah kedua jenis pelarut dalam keadaan diam.
Lapisan yang ada dibagian bawah dikeluarkan dari corong dengan jalan membuka
kran corong dan dijaga agar jangan sampai lapisan atas ikut mengalir keluar.
Untuk tujuan kuantitatif, sebaiknya ekstraksi dilakukan lebih dari satu kali.
Analisis lebih lanjut setelah proses ekstraksi dapat dilakukan dengan
berbagai metode seperti volumetri, spektrofotometri dan sebagainya. Jika sebagai
metode analisis digunakan metode spekttrofotometri, tidak perlu dilakukan
pelepasan karena konsentrasi gugus yang bersangkutan dapat ditentukan langsung
dalam lapisan organik. Metode spektrofotometri dapat digunakan untuk pelarut air
maupun organik.
Ekstraksi padat cair atau leaching adalah transfer difusi komponen terlarut
dari padatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses yang bersifat
fisik karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke keadaan semula
Page 28
tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat dilakukan
jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven pengekstraksi. Ekstraksi
berkelanjutan diperlukan apabila padatan hanya sedikit larut dalam pelarut.
Namun sering juga digunakan pada padatan yang larut karena efektivitasnya
Untuk memilih jenis pelarut yang sesuai harus diperhatikan faktor-faktor
sebagai berikut:
1. Harga konstanta distribusi tinggi untuk gugus yang bersangkutan dan konstanta
distribusi rendah untuk gugus pengotor lainnya.
2. Kelarutan pelarut organik rendah dalam air.
3. Viskositas kecil dan tidak membentuk emulsi dengan air.
4. Tidak mudah terbakar dan tidak bersifat racun.
5. Mudah melepas kembali gugs yang terlarut didalamnya untuk keperluan analisa
lebih lanjut.
Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh:
1. Selektivitas, pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan.
2. Kelarutan, pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak
yang besar.
3. Kemampuan tidak saling bercampur, pada ekstraksi cair, pelarut tidak boleh
larut dalam bahan ekstraksi.
4. Kerapatan, sedapat mungkin terdapat perbedaan kerapatan yang besar antara
pelarut dengan bahan ekstraksi.
5. Reaktivitas, pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada
komponen bahan ekstraksi.
6. Titik didih, titik didh kedua bahan tidak boleh terlalu dekat karena ekstrak dan
pelarut dipisahkan dengan cara penguapan, distilasi dan rektifikasi.
7. Kriteria lain, sedapat mungkin murah, tersedia dalam jumlah besar, tidak
beracun, tidak mudah terbakar, tidak eksplosif bila bercampur udara, tidak
korosif, buaka emulsifier, viskositas rendah dan stabil secara kimia dan fisik
(Khopkar, 1990).
C. Ekstraksi Cair-cair
Page 29
Ekstraksi memanfaatkan pembagian sebuah zat terlarut antara dua
pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu
pelarut ke pelarut lain. Kesetimbangan heterogen yang penting melibatkan
pembagian suatu spesies antara dua fase pelarut yang tidak dapat tercampur.
Kesetimbangan seperti ini terdapat dalam banyak proses pemisahan dalam
penelitian kimia maupun di industri (Oxtoby, 2001, hal: 339-340)
Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi suatu zat terlarut diantara dua
fase cair yang tidak saling bercampur. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk
pemisahan secara cepat dan bersih baik untuk zat organik maupun zat anorganik.
Cara ini juga dapat digunakan untuk analisis makro maupun mikro. Selain untuk
kepentingan analisis kimia, ekstraksi juga banyak digunakan untuk pekerjaan-
pekerjaan preparatif dalam bidang kimia organik, biokimia dan anorganik di
laboratorium (Alimin, 2007, hal: 51).
Beberapa cara dapat mengklasifikasikan sistem ekstraksi. Cara klasik
adalah mengklasifikasi berdasarkan sifat zat yang diekstraksi, sebagai khelat atau
sistem ion berasosiasi, akan tetapi klasifikasi sekarang didasarkan pada hal yang
lebih ilmiah, yaitu proses ekstraksi. Bila ekstraksi ion logam berlangsung, maka
proses ekstraksi berlangsung pada mekanisme tertentu. Berarti jika ekstraksi
berlangsung melalui pembentukan khelat atau struktur cincin, ekstraksi dapat
diklasifikasikan sebagai ekstraksi khelat (Khopkar, 2008, hal: 91-92).
Golongan ekstraksi berikutnya dikenal dengan ekstraksi melalui solvasi
sebab spesies ekstraksi disolvasi ke fase organik. Golongan ekstraksi ketiga
adalah proses yang melibatkan pembentukan pasangan ion. Ekstraksi berlangsung
melalui pembentukan spesies netral yang tidak bermuatan diekstraksi ke fase
organik, sedangkan kategori terakhir merupakan ekstraksi sinergis. Nama yang
digunakan menyatakan adanya efek saling memperkuat yang berakibat
penambahan ekstraksi dengan memanfaatkan pelarut pengekstraksi. Setelah
pengulangan mekanisme ekstraksi, ekstraksi keseimbangan dan teknik ekstraksi
akan mengulangi penerapan destruksi pelarut dalam kimia analitik pada tiap-tiap
kelas ekstraksi (Khopkar, 2008, hal: 92).
Page 30
Menurut Khopkar (2008, hal: 92), proses ekstraksi pelarut berlangsung
tiga tahap, yaitu:
1. Pembentukan kompleks tidak bermuatan yang merupakan golongan ekstraksi
dengan tahap paling penting dalam ekstraksi. Jelaslah bahwa kompleks
bermuatan tidak akan terekstraksi sehingga mutlak kompleks diekstraksi harus
tanpa muatan. Kompleks tak bermuatan dapat dibentuk melalui proses
pembentukan khelat (yaitu khelat netral), solvasi atau pembentukan pasangan
ion.
2. Distribusi dari kompleks yang terekstraksi.
3. Interaksinya yang mungkin dalam fase organik
Bila suatu zat terlarut membagi diri antara dua cairan yang tidak dapat
bercampur, ada suatu hubungan yang pasti antara konsentrasi zat pelarut dalam
kedua fase pada kesetimbangan. Nersnt pertama kalinya memberikan pernyataan
yang jelas mengenai hukum distribusi yang menunjukkan bahwa suatu zat terlarut
akan membagi dirinya antara dua cairan yang tidak dapat bercampur sedemikian
rupa sehingga angka banding konsentrasi pada kesetimbangan adalah konstanta
pada suatu temperatur tertentu. (Underwood, 1996, hal: 461).
Tiga metode dasar pada ekstraksi cair-cair adalah ekstraksi bertahap
(batch), ekstraksi kontinu dan ekstraksi counter current. Ekstraksi bertahap
merupakan cara yang paling sederhana. Caranya cukup dengan menambahkan
pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut semula kemudian
dilakukan pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi zat yang akan
diekstraksi pada kedua lapisan, setelah ini tercapai lapisan didiamkan dan
dipisahkan. Metode ini sering digunakan untuk pemisahan analitik.
Kesempurnaan ekstraksi tergantung pada banyaknyaekstraksi yang dilakukan.
Hasil yang baik diperoleh jika jumlah ekstraksi yang dilakukan berulang kali
dengan jumlah pelarut sedikit-sedikit (Khopkar, 2008, hal: 106).
Ekstraksi cair-cair ditentukan oleh distribusi Nerst atau hukum partisi
yang menyatakan bahwa ”pada konsentrasi dan tekanan yang konstan, analit akan
terdistribusi dalam proporsi yang selalu sama diantara dua pelarut yang saling
tidak campur”. Perbandingan konsentrasi pada keadaan setimbang di dalam 2 fase
Page 31
disebut dengan koefisien distribusi atau koefisien partisi (KD) dan diekspresikan
dengan:
[S]org
KD = -------------
[S]aq
[S]org dan [S]aq masing-masing merupakan konsentrasi analit dalam fase
organik dan dalam fase air; KD merupakan koefisien partisi.
Dalam prakteknya, analit seringkali berada dalam bentuk kimia yang berbeda
karena adanya disosiasi (ionisasi), protonasi, dan juga kompleksasi atau
polimerisasi karenanya ekspresi yang lebih berguna adalah rasio distribusi atau
rasio partisi (D) yang diekspresikan dengan:
(Cs)org
D = -------------
(Cs)aq
(Cs)org dan (Cs)aq masing-masing merupakan konsentrasi total analit
(dalam segala bentuk) dalam fase organik dan dalam fase air; D merupakan rasio
partisi.
Jika tidak ada interaksi antar analit yang terjadi dalam kedua fase maka nilai KD
dan D adalah identik (Anonim, 2013).
Analit yang mempunyai rasio distrbusi besar (104 atau lebih) akan mudah
terekstraksi ke dalam pelarut organik meskipun proses kesetimbangan (yang
berari 100% solut terekstraksi atau tertahan) tidak pernah terjadi.
Kebanyakan ekstraksi dilakukan dengan menggunakan corong pisah dalam waktu
beberapa menit. Akan tetapi untuk efektifitas ekstraksi analit dengan rasio
distribusi yang kecil (< 1) hanya dapat dicapai dengan mengenakan pelarut baru
pada larutan sampel secara terus-menerus. Hal ini dapat dilakuan dengan refluks
menggunakan alat yang didisain secara khusus yaitu suatu alat ekstraktor secara
terus-menerus.
Alat ekstraksi secara terus-menerus :
Page 32
pelarut pengekstraksi kurang rapat dibanding dengan larutan yang
mengandung solut yang akan diekstraksi.
pelarut pengekstraksi lebih rapat dibanding dengan larutan yang
mengandung solut yang akan diekstraksi.
Pelarut organik yang dipilih untuk ekstraksi pelarut adalah: mempunyai kelarutan
yang rendah dalam air (<10%), dapat menguap sehingga memudahkan
menghilangkan pelarut organik setelah dilakukan ekstraksi, dan mempunyai
kemurnian yang tinggi untuk meminimalkan adanya kontaminasi sampel
(Anonim, 2013).
Ada tiga faktor penting yang berpengaruh dalam peningkatan karakteristik
hasil dalam ekstraksi cair-cair yaitu (Martunus dkk., 2006; Martunus & Helwani,
2004; 2005; 2006):
1. Perbandingan pelarut-umpan (S/F).
Kenaikan jumlah pelarut (S/F) yang digunakan akan meningkatan hasil
ekstraksi tetapi harus ditentukan titik (S/F) yang minimum agar proses
ekstraksi menjadi lebih ekonomis.
2. Waktu ekstraksi.
Ekstraksi yang efisien adalah maksimumnya pengambilan solut dengan
waktu ekstraksi yang lebih cepat.
3. Kecepatan pengadukan.
Untuk ekstraksi yang efisien maka pengadukan yang baik adalah yang
memberikan hasil ekstraksi maksimum dengan kecepatan pengadukan
minimum, sehingga konsumsi energi menjadi minimum.
Untuk mencapai proses ekstraksi cair-cair yang baik, pelarut yang digunakan
harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Martunus & Helwani, 2004;2005):
1. Kemampuan tinggi melarutkan komponen zat terlarut di dalam campuran.
2. Kemampuan tinggi untuk diambil kembali.
3. Perbedaan berat jenis antara ekstrk dan rafinat lebih besar.
4. Pelarut dan larutan yang akan diekstraksi harus tidak mudah campur.
5. Tidak mudah bereaksi dengan zat yang akan diekstraksi.
6. Tidak merusak alat secara korosi.
Page 33
7. Tidak mudah terbakar, tidak beracun dan harganya relatif murah.
Efesiensi proses ekstraksi tergantung pada nilai distribusinya (D-nya) dan
juga tergantung pada volume relatif kedua fase. Dengan menggunakan ekstraksi,
banyaknya analit yang terekstraksi dapat dihitung dengan rumus berikut:
Vorg dan Vaq masing-masing merupakan banyaknya volume fase organik dan
fase air yang digunakan; D merupakan rasio distribusi.
Analit dengan nilai D yang kecil maka ekstraksi berulang akan meningkatkan
efisiensi ekstraksi. Rumus yang digunakan untuk ektraksi bertingkat adalah :
Caq : banyaknya analit dalam fase air mula-mula
(Caq)n : banyaknya analit dalam fase air setelah n kali ekstraksi
Vorg : banyaknya volume fase organic
Vaq : banyaknya volume fase air
N : banyaknya (frekuensi) ekstraksi
Page 34
Dari persamaan di atas nampak jelas bahwa efisiensi ekstraksi meningkat jika (i)
digunakan jumlah larutan pengekstraksi yang lebih besar, atau (ii) dengan
melakukan beberapa kali ekstraksi dengan volume yang sama (Anonim, 2013).
Beberapa masalah sering dijumpai ketika melakukan ekstraksi pelarut
yaitu: terbentuknya emulsi; analit terikat kuat pada partikulat; analit terserap oleh
partikulat yang mungkin ada; analit terikat pada senyawa yang mempunyai berat
molekul tinggi; dan adanya kelarutan analit secara bersama-sama dalam kedua
fase (Anonim, 2013).
Terjadinya emulsi merupakan hal yang paling sering dijumpai. Oleh
karena itu jika emulsi antara kedua fase ini tidak dirusak maka recovery yang
diperoleh kurang bagus. Emulsi dapat dipecah dengan beberapa cara :
1. Penambahan garam ke dalam fase air
2. Pemanasan atau pendinginan corong pisah yang digunakan
3. Penyaringan melalui glass-wool
4. Penyaringan dengan menggunakan kertas saring
5. Penambahan sedikit pelarut organik yang berbeda
6. Sentrifugasi.
Jika senyawa-senyawa yang akan dilakukan ekstraksi pelarut berasal dari plasma
maka kemungkinan senyawa tersebut terikat pada protein, sehingga recovery yang
dihasilkan rendah. Teknik yang dapat digunakan untuk memisahkan senyawa
yang terikat pada protein meliputi :
Penambahan detergen;
Penambahan pelarut organik yang lain;
Penambahan asam kuat;
Pengenceran dengan air;
Penggantian dengan senyawa yang mampu mengikat lebih kuat.
D. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas
perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua
Page 35
fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas). Bila fase
diam berupa zat padat yang aktif, maka dikenal istilah kromatografi penyerapan
(adsorption chromatography). Bila fase diam berupa zat cair, maka teknik ini
disebut kromatografi pembagian (partition chromatography).
Kromatografi digunakan sebagai untuk memisahkan substansi campuran
menjadi komponen-komponennya. Berdasarkan jenis eluen dan adsorbennya
kromatografi dibagi menjadi empat yaitu kromatografi kolom, kromatografi
kertas, kromatografi gas dan kromatografi lapis tipis.
Kromatografi kolom adalah kromatografi yang adsorbennya di masukkan
ke dalam tabung (pipa) kaca. Adsorben tersebut berupa padatan dalam bentuk
tepung, contoh alumina, setelah pemisahan masing-masing komponen
kromatografi terdapat didaerah tertentu dalam tabung.
Kromatografi kertas adalah jenis kromatografi yang menggunakan kertas
sebagai adsorben dan zat cair sebagai eluennya. Teknik pemisahan, campuran
komponen diteteskan pada kertas (yang dipakai adalah kertas kromatografi)
dengan pipet kecil, misalkan pada dua titik p dan q tidak terbenam kertas
digantungkan supaya stabil dan dibiarkan agar eluen naik perlahan sambil
membawa komponen terpisah satu sama lain, karena perbedaan daya serapnya
pada kertas.
Kromatografi gas adalah kromatografi yang menggunakan gas sebagai
eluennya, sedangkan komponen didalam alat akan diubah menjadi gas dan
mengalir bersama eluen. Kecepatan mengalir komponen akan berbeda dan
mengakibatkan terpisahnya komponen yang satu dengan yang lain.
Kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan lempeng tipis (seperti kaca
atau lempeng logam) yang dilumuri padatan sebagai adsorben dan dikeringkan.
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu teknik yang sederhana dan banyak
digunakan. Metode ini menggunakan lempeng kaca atau lembaran plastic yang
ditutupi penyerap untuk lapisan tipis dan kering bentuk silica gel, alumina,
selulosa dan polianida. Untuk menotolkan larutan cuplikan pada lempeng kaca,
pada dasarnya digunakan mikro pipet/ pipa kapiler. Setelah itu bagian bawah dari
Page 36
lempeng dicelup dalam larutan pengelusi di dalam wadah yang tertutup
(Chamber).
Ide penggunaan kromatogrfi serapan dalam bentuk lapis tipis yang
diletakkan pada suatu penyokong telah diketengahkan dalam tahun 1938.mula
pertama dicoba memisahkan terpen-terpen pada “Cromatostrip” yang dibuat
dengan melapisi potongan gelas kecil dengan penyerap yang dicampur dengan
pati atau perekat yang berkelakuan sebagai pengikat.
Pembuatan plat kromatografi, yaitu untuk membentangkan penyerap
dalam palisan tipis yang berkelakuan sebagai penyokong yang inert. Penyerap
padat yang berbentuk bubukan halus biasanya pertama-tama dibuat menjadi bubur
(slurry) dengan air (kurang umum dengan zat organic yang mudah menguap) dan
dibentangkan diatas plat gelas. Pembuatan lapisa tipis diatas kaca ada beberapa
cara yaitu dengan jalan penyemprotan atau pencelupan, di samping dikerjakan
dengan tangan dapat juda dikerjakan dengan mesin. Plat yang telah dilapisi
dipanaskan atau di-“aktif”-kan dengan jalan memanaskan pada suhu kira-kira
100oC selama beberapa waktu lama.
Larutan cuplikan dalam pelarut yang mudah menguap diletakkan di atas
lapisan dengan menggunakan pipet atau alat penyuntik. Bila oda telah kering lat
diletakkan secara vertical dalam bejana yang sesuai dengan tepi yang dibawah
dicelupkan dalam fase bergerak yang terpilih; maka pemisahan kromatografi
penaikan akan diperoleh. Pada akhir perkembangan, pelarut dibiarkan menguap
dari plat dan noda-noda yang terpisah dilokalisir dan diidentifikasi dengan cara-
cara fisika dan kimia seperti yang digunakan dalam kromatografi kertas.
Sifat-sifat umum dari penyerap-penyerap untukkromatografi lapis tipis
adalah mirip dengan sifat-sifat penyerap untuk kromatografi kolom. Dua sifat
yang penting dari penyerap adalah besar partikel dan homogenitasnya, karena
adhesi terhadap penyokong sangat tergantung pada mereka.besar partikel yang
biasa digunakan adalah 1-25 mikron. Partikel yang butirannya sangat kasar tidak
akan memberikan hasil yang memuaskan dan salah satu alas an untuk menaikkan
hasil yang memuaskan dan salah satu alasan untuk menaikkan hasil pemisahan
adalah menggunakan penyerap yang butirannya halus.
Page 37
Berikut adalah penyerap-penyerap untuk kromatografi lapis tipis yaitu
sebagai berikut:
Zat padat Digunakan untuk memisahkan
Silika Asam-asam amino, alkaloid, gula,
asam-asam lemak, lipida, minyak
esensial, anion dan kation organic,
sterol, terpenoid.
Alumina Alkoloida, zat warna, fenol, steroid,
vitamin-vitamin, karoten, asam-asam
amino.
Kieselguhr Gula, oligosakarida, asam-asam dibasa,
asam-asam lemak, trigliserida, asam-
asam amino, steroid.
Bubuk selulose Asam-asam amino, alkoloida,
nukleotida.
Pati Asam-asam amino.
Sephadex Asam-asam amino,protein.
Kebanyakan penyerapyag digunakan adalah silica gel. Silica gel yang
digunakan kebanyakan diberi pengikat (binder) yang dimaksud untuk memberikan
kekuatan pada lapisan, menambah adhesi pada gelas penyokong. Pengikat yang
digunakan kebanyakan kalsium sulfat. Tetapi biadanya dalam perdagangan silica
gel telah diberi pengikat. Jadi tak perlu mencampur sendiri, dan diberi nama kode
silica gel G.
Identifikasi dan harga-harga Rf
Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih
baik dengan pereaksi lokasi kimia dan reaksi-reaksi warna. Tetapi lazimnya untuk
identifikasi menggunakan harga Rf meskipun harga-harga Rf dalam lapisan tipis
kurang tepat bila dibandingkan pada kertas, harga Rf didefinisikan sebagai
berikut:
Jarak yang digerakkan oleh senyawa dari titik asal
Harga Rf =
Page 38
Jarak yang digerakkan oleh pelarut dari titik asal
Harga-harga Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan
dengan harga-harga standar. Perlu diperhatikan bahwa harga-harga Rf yang
diperoleh hanya berlaku untuk campuran tertentu dari pelarut dan penyerap yang
digunakan, meskipun demikian daftar dari harga-harga Rf untuk berbagai
campuran dari pelarut dan penyerap dapat diperoleh.
Pengukuran yang sering dipakai lainnya adalah menggunakan pengertian
Rx atau Rstd yang didefinisikan sebagai berikut:
Jarak yang digerakkan oleh senyawa yang tak diketahui
Rx atau Rstd=
Jarak yang digerakkan oleh senyawa standar yang diketahui
Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakkan noda dalam KLT yang juga
mempengaruhi harga Rf :
1. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.
2. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya. (biasanya aktifitas dicapai dengan
pemanasan dalam oven, hal ini akan meringankan molekul-molekul air yang
menempati pusat-pusat serapan dari penyerap). Perbedaan penyerap akan
memberikan perbedaan yang besar terhadap harga-harga Rf meskipun
menggunakan fase bergerak dan solute yang sama, tetapi hasil akan dapat
diulang dengan hasil yang sama, hanya akan diperoleh jika menggunakan
penyerap yang sama juga ukuran partikel tetap dan jika pengikat (kalau ada)
dicampur hingga homogen.
3. Tabel dan kerataan dari lapisan penyerap. Meskipun dalam prakteknya tebal
lapisan tidak dapat dilihat pengaruhnya, tetapi perlu diusahakan tebal lapisan
yang rata. Ketidakrataan akan menyebabkan aliran pelarut menjadi tak rata
pula dalam daerah yang kecil dari plat.
4. Pelarut dan derajat kemurniannya fase gerak. Kemurnian dari pelarut yang
digunakan sebagai fase bergerak dalam KLT adalah sangat penting dan bila
Page 39
campuran pelarut digunakan maka perbandingan yang dipakai harus betul-
betul diperhatikan.
5. Derajat kejenuhan dari uap dalam mana bejana pengembangan yang
digunakan.
6. Teknik percobaan. Arah dalam mana pelarut bergerak diatas plat. (metoda
aliran penaikan yang hanya diperhatikan, karena cara ini yang penting umum
meskipun teknik aliran penurunan dan mendatar juga digunakan).
7. Jumlah cuplikan yang digunakan. Penetesan cuplikan dalam jumlah yang
berlebihan memberikan tendensi penyebaran noda-noda dengan kemungkinan
terbentuknya ekor dan efek tak kesetimbangan lainnya hingga akan
mengakibatkan kesalahan-kesalahan pada harga-harga Rf.
8. Suhu, pemisahan-pemisahan sebaiknya dikerjakan pada suhu tetap, hal ini
terutama untuk mencegah perubahan-perubahan dalam komposisi pelarut yang
disebabkan oleh penguapan atau perubahan-perubahan fase.
9. Kesetimbangan. Ternyata bahwa kesetimbangan dalam lapisan tipis lebih
penting dalam kromatografi kertas, hingga perlu mengusahakan atmosfer
dalam bejana jenuh dengan uap pelarut. Suatu gejala bila atmosfer dalam
bejana tidak jenuh dengan uap pelarut, bila digunakan pelarut campuran, akan
terjadi pengembangan dengan permukaan pelarut yang berbentuk cekung dan
fase bergerak lebih cepat pada bagian tepi-tepi daripada di bagian tengah,
keadaan ini harus dicegah (Sastrohamidjojo, 2002).
Page 40
BAB III
METODE PELAKSANAAN
A. Alat
- Batang pengaduk
- Beaker glass
- Cawan porselin
- Corong kaca
- Corong pisah
- Erlenmeyer
- Gelas ukur
- Kaca arloji
- Kompor gas
- Lampu spiritus
- Neraca analitik
- Penangas air
- Penjepit tabung
- Rak tabung
- Spatel
- Tabung reaksi
- Toples kaca
B. Bahan
- Amil alkohol
- Aquades
- Asam klorida 2N
- Asam klorida pekat
- Asam asetat
Page 41
- Etanol 95%
- Etil asetat
- Isopropanolol P
- Kertas saring
- Klorofrom
- Lempeng silica gel
- Metanol
- Natrium sulfat anhidrat O
- Pereaksi besi (III) klorida
- Pereaksi bouchardat
- Pereaksi dragendrof
- Pereaksi mayer
- Pereaksi molish
- Serbuk daun melinjo
- Serbuk Mg
- Timbal (II) asetat
- Toluene
C. Prosedur percobaan
SKRINING FITOKIMIA
1. Pemeriksaan alkaloida
a. Ditimbang serbuk simplisia sebanyak 0,5 g
b. Ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling.
c. Dipanaskan di atas tangas air selama 2 menit.
d. Didinginkan lalu disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut :
- Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer
menghasilkan endapan putih/kuning
- Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi
Bouchardat menghasilkan endapan coklat-hitam
- Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi
Dragendrof menghasilkan endapan merah bata
Page 42
Alkaloid dianggap positif jika terjadi endapan atau paling sedikit
dua atau tiga dari percobaan di atas.
2. Pemeriksaan flavonoid
a. Ditimbang serbuk simplisia Sebanyak 10 g
b. Ditambahkan 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit
c. Disaring dalam keadaan panas, Filtrat yang diperoleh kemudian diambil 5
ml lalu ditambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 ml HCL pekat dan 2 ml amil
alkohol
d. Dikocok, dan dibiarkan memisah.Flavonoida positif jika terjadi warna
merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol.
3. Pemeriksaan tannin
a. Ditimbang sampel sebanyak 0,5 g
b. Disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtratnya diencerkan dengan
air suling sampai tidak berwarna.
c. Diambil 2 ml larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III)
klorida. Terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya
tannin.
4. Pemeriksaan glikosida
a. Ditimbang serbuk simplisia sebanyak 3 g
b. Disari dengan 30 ml campuran 7 bagian volume etanol 95% dan 3 bagian
volume air suling (7:3),
c. Direfluks selama 10 menit, didingin dan disaring. Pada 20 ml filtrat
ditambahkan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 N, dikocok, didiamkan selama 5
menit lalu disaring.
d. Disari filtrat sebanyak 3 kali, tiap kali dengan 20 ml campuran 3 bagian
volume kloroform P dan 2 bagian volume isopropanolol P. pada lapisan
kloroform ditambahkan natrium sulfat anhidrat P secukupnya
e. Disaring, dan diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50°C.
Page 43
f. Dilarutkan sisanya dengan 2 ml methanol, kemudian diambil 0,1 ml
larutan percobaan dimasukkan kedalam tabung reaksi, diuapkan di atas
penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish,
ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat terbentuk cincin warna ungu pada
batas kedua cairan menunjukkan adanya ikatan gula.
5. Pemeriksaan saponin
a. Dimasukkan sebanyak 0,5 g sampel ke dalam tabung reaksi
b. Ditambahkan 10 ml air suling panas,
c. Didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik, terbentuk buih
atau busa yang selama tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm. Pada
penambahan 1 tetes larutan asam klorida 2 N, apabila buih tidak hilang
menunjukkan adanya saponin.
6. Pemeriksaan steroid/triterpenoid
a. Di maserasi sebanyak 1 g sampel dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam,
lalu disaring.
b. Diuapkan filtrat dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 2 tetes
asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul warna ungu
atau merah kemudian berubah enjadi hijau biru menunjukkan adanya
steroida/triterpenoida.
EKSTRAKSI METODE MASERASI
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dicuci toples sebagai wadah maserasi sampai bersih. Kemudian
dikeringkan dengan etanol.
3. Ditimbang serbuk simplisia sebanyak 130 g lalu, dimasukkan ke dalam
toples.
4. Ditambahkan etanol 96% sebanyak 800 ml (sampai serbuk simplisia
terendam).
5. Ditutup dengan alumunium foil dengan rapat.
6. Disimpan pada tempat yang terlindung cahaya matahari.
7. Diaduk sesekali sampel hingga sampel teraduk merata.
Page 44
8. Kemudian didiamkan ± 24 jam, lalu disaring dengan menggunakan
kertas saring ke erlenmeyer.
9. Dikumpulkan ekstrak yang diperoleh, dan ditampung dalam cawan
porselin.
10. Diuapkan hingga kental.
11. Disimpan ekstrak kental, ditutup dengan alumunium foil untuk
praktikum selanjutnya.
EKSRTAKSI CAIR-CAIR
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Diambil ekstrak kental dari ekstraksi praktikum sebelumnya sebanyak 10
gram.
3. Dilarutkan ekstrak dengan pelarut air : methanol (3:1), air 90 ml dan
metanol sebanyak 30 ml, diaduk sampai larut dan homogen.
4. Dimasukkan kedalam corong pisah dan ditambahkan toluen sebanyak 30
ml, kocok sebanyak 10 kali, lalu diamkan sampai terjadi pemisahan,
dipisahkan antara lapisan atas dan lapisan bawah.
5. Ditapung lapisan atas dalam wadah kaca yang merupakan ekstrak toluen
dan lapisan bawah adalah ekstrak metanol, perlakuan diulang sebanyak
tiga kali.
6. Dimasukkan kembali ekstrak metanol kedalam corong pisah, tambahkan
kloroform sebanyak 30 ml, lalu kocok sebanyak 10 kali, lalu diamkan
sampai terjadi pemisahan, dipisahkan antara lapisan atas dan lapisan
bawah.
7. Ditapung lapisan bagian bawah dalam wadah kaca yang merupakan
ekstrak kloroform dan lapisan atas adalah ekstrak metanol, perlakuan
diulang sebanyak tiga kali.
8. Dimasukkan kedalam corong pisah dan ditambahkan etil asetat sebanyak
30 ml, kocok sebanyak 1 kali, lalu diamkan sampai terjadi pemisahan,
dipisahkan antara lapisan atas dan lapisan bawah.
Page 45
9. Ditapung lapisan atas dalam wadah kaca yang merupakan ekstrak etil
asetat dan lapisan bawah adalah ekstrak metanol, perlakuan diulang
sebanyak tiga kali.
10. Ditutup ekstrak yang didapat menggunakan alumunium foil yang telah
diberi udara agar pelarut yang digunakan menguap.
11. Diuapkan diatas penangas air semua ekstrak yang telah diperoleh sampai
diperoleh ekstrak yang kering, lalu ditutup kembali ekstrak kering yang
didapat dengan alumunium foil.
12. Disimpan ekstrak untuk praktikum selanjutnya, yaitu mengidentifikasi
senyawa metabolit sekunder dengan metode KLT.
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dipotong silica gel dengan ukuran 10x5 cm, kemudian lempeng
diaktifkan dengan cara dipanaskan diatas hotplate selama 3 menit,
kemudian diberi batas pada masing-masing bagian, bagian bawah 1,5cm
dan atas 0,5cm.
3. Didalam chamber dibuat eluen dengan campuran pelarut toluene : etil
asetat : asam asetat dengan perbandingan 5:4:1 kemudian dijenuhkan.
4. Ekstrak yang didapat dari ekstraksi cair-cair diencerkan dengan metanol
hingga larut lalu masukkan kedalam vial dan beri label yaitu ekstrak
kloroform, toluene, dan etil asetat.
5. Ditotolkan sample pada lempeng silica gel yang telah diberi batas pada
masing-masing bagian dengan menggunakan pipa kapiler.
6. Dimasukkan lempeng dalam chamber yang berisi eluen yang telah
dijenuhkan.
7. Dielusi hingga gerak eluen mencapai garis batas atas dan jangan sampai
melewati batas.
8. Dikeluarkan lempeng dan dikering anginkan.
9. Diamati noda yang terbentuk pada sinar UV 254 nm dan UV 366 nm.
10. Ditentukan nilai Rf dari masing-masing komponen yang terpisah.
Page 47
Skrining Fitokimia
Ekstraksi Metode Maserasi
Ekstraksi Cair-cair
Page 49
BAB IV
HASIL
A. Skrining Fitokimia
Berdasarkan praktikum skrining fitokimia yang telah dilakukan didapatkan
hasil sebagai berikut:
PEMERIKSAAN HASIL ( + / - )
7. Alkaloid
- 3 tetes filtrate + 2 pereaksi Mayer →↓ putih/kuning
- 3 tetes filtrate + 2 pereaksi Bouchardat →↓ coklat-hitam
- 3 tetes filtrate + 2 tetes pereaksi Dragendrof →↓ merah
bata
+
+
+
8. Flavonoid
10 g sampel + 100 ml air panas, dididihkan 5 menit
saring.
Diambil 5 ml filtrate + 0,1 g Mg + 1 ml HCl pekat + 2 ml
amil alcohol → warna kuning, terbentuk cincin +
9. Tannin
Page 50
0,5 g sampel + 10 ml air suling disaring, lalu filtrate
diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna.
Diambil 2 ml larutan + 1-2 tetes FeCl3 → hitam / hijau
kehitaman +
10. Glikosida Tidak
dilakukan
11. Saponin
0,5 g sampel dimasukkan dalam tabung + air panas 10 ml,
didinginkan lalu kocok kuat 10 detik, ada buih/busa
tingginya 1,3 cm + HCl 2 N 1 tetes → berbuih +
12. Steroid / triterpenoid Tidak
dilakukan
B. Ekstraksi Maserasi
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai
berikut:
Metode Ekstraksi Berat Sample (mg) Volume Pelarut (ml)
(Etanol (96%)
Maserasi 130 g 800 mg
Hasil Maserasi daun melinjo Ekstrak kental daun Melinjo
C. Ekstraksi Cair-cair
Page 51
Dalam praktikum farmakognosi II mengenai partisi ekstrak ini didapatkan
hasil berupa ekstrak yang kering dan sedikit dengan jumlah dan warna yang
berbeda-beda dalam setiap pelarut yang digunakan. Berikut gambar ekstrak yang
diperoleh dari proses pemisahan dengan pelarut tertentu sampai dengan proses
setelah diuapkan dalam bentuk ekstrak kering:
D. Kromatografi Lapis Tipis
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil:
A. Kloroform
Rf 1 = = 0,5
Rf 2 = = 0,625
Rf 3 = = 0,8625
Rf 4 = = 0,9125
B. Etil asetat
Page 52
Rf 1 = = 0,3375
Rf 2 = = 0,5
Rf 3 = = 0,8625
Rf 4 = = 0,9125
C. Toluene
Rf 1 = = 0,5
Rf 2 = = 0,625
Rf 3 = = 0,8625
Rf 4 = = 0,9125
BAB V
PEMBAHASAN
A. Skrining fitokimia
Pada praktikum kali ini, praktikan akan membahas tentang skrining
fitokimia, dimana nantinya akan diidentifikasi beberapa golongan senyawa dari
suatu ekstrak tumbuhan yang tidak diketahui identitasnya. Dalam praktikum ini
bertujuan mengidentifikasi senyawa golongan alkaloid, flavonoid, tannin,
glikosida saponin, triterpenoid dan steroid.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini bagian daun melinjo (Gnetum
gnemmon. L). Semua daun melinjo dicuci sampai bersih untuk menghilangkan
kotoran yang terdapat dalam sampel yang dapat mengganggu dalam proses
Page 53
ekstraksi. Selanjutnya, daun melinjo dikeringanginkan untuk menghilangkan air
sisa pencucian, kemudian dipotong kecil-kecil untuk memperbanyak luas
permukaan dan mempercepat proses pengeringan serta memudahkan dalam proses
penggilingan.
Sampel yang telah dipotong kecil-kecil dikeringkan dengan cahaya
matahari tidak langsung atau dikering anginkan selama 1 hari. Pengeringan
dilakukan untuk mengurangi kadar air dalam sampel, mencegah terjadinya reaksi
enzimatis, dan mencegah tumbuhnya jamur sehingga dapat disimpan dalam
jangka waktu yang lebih lama (tidak mudah rusak) dan komposisi komponen
kimia yang terkandung di dalamnya tidak mengalami perubahan (Halimah.
2010).Selanjutnya, sampel dihaluskan dengan cara diblender sehingga diperoleh
serbuk sampel yang halus. Serbuk sampel yang diperoleh berwarna hijau
kecoklatan. Penghalusan sampel dilakukan untuk mempermudah proses ekstraksi.
Semakin kecil ukuran sampel, maka luas permukaan semakin banyak dan proses
ekstraksi akan berlangsung lebih efektif karena interaksi antara pelarut dengan
komponen kimia dalam sampel semakin besar.
Identifikasi Senyawa Golongan Alkaloid
Alkaloid sekitar tahun 5500 telah diketahui, merupakan golongan zat
tumbuhan sekunder yang terbesar. Tidak ada satupun istilah alkaloid yang
memuaskan, tetapi pada umumnya alkaloid mencakup senyawa yang bersifat basa
yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan,
sebagai dari system siklik. Alkaloid sering beracun bagi manusia dan banyak yang
mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, jadi digunakan secara luas dalam
bidang pengobatan. Alkaloid biasanya tidak berwarna, seringkali bersifat optic
aktif. Kebanyakan berbentuk Kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan
(misalnya nikotina) pada suhu kamar.
Menurut Hegnauer bahwa “alkaloid adalah zat yang sedikit atau lebih toksik
yang memiliki aktivitas utama terhadap system saraf pusat, memiliki karakter
Page 54
dasar, mengandung nitrogen heterosiklik dan disintregasi dalam tanaman dari
asam amino atau turunannya. Keberadaannya terdistribusi dalam kingdom
tumbuhan.” Fungsi alkaloid dalam tumbuhan masih sangat kabur, meskipun
masing-masing senyawa telah dinyatakan sebagai pengatur tumbuh, atau
penghalau atau penarik serangga. Teori yang menyatakan bahwa alkaloid
merupakan bentuk penyimpan nitrogen dalam tumbuhan, sekarang ini tidak lagi
diterima.
Alkaloid biasanya diperoleh dengan cara mengekstraksi bahan tumbuhan
memakai air yang diasamkan dan melarutkan alkaloid sebagai garam atau bahan
tumbuhan dapat dibasakan dengan natrium karbonat dan sebagainya dan basa
bebas diekstraksi dengan pelarut organic seperti kloroform, eter dan sebagainya.
Beberapa alkaloid yang dapat menguap seperti nikotina dapat dimurnikan dengan
cara penyulingan uap dari larutan yang dibasakan. Larutkan dalam air yang
bersifat asam dan mengandung alkaloid dapat dibasakan dan alkaloid diekstraksi
dengan pelarut organic sehingga senyawa netral dan asam yang mudah larut
dalam air tertinggal dalam air.
Bukti kualitatif untuk menunjukkan adanya alkaloid dan pencirian kasar
dapat diperoleh dengan menggunakan berbagai pereaksi alkaloid. Beberapa
pereaksi yang digunakan adalah pereaksi Mayer, pereaksi Bouchardat, pereaksi
Dragendorff, dan larutan asam klorida untuk melarutkan simplisianya..
Dalam praktikum yang kami lakukan dalam pengidentifikasian golongan
senyawa alkaloid dengan menggunakan reaksi pengendapan.
Reaksi Pengendapan
Ekstrak sebanyak 0.5 gram ditambah 1 mL HCl 2 N dan 9 ml air suling,
dipanaskan di atas penangas air selama 2 – 3 menit, sambil diaduk. Setelah dingin
lalu disaring. Filtrate yang diperoleh dibagi menjadi 3 bagian yang sama yaitu
larutan A, B dan C. Dalam reaksi pengendapan alkaloid ini digunakan 3 macam
peraksi, yaitu :
1) Pereaksi Mayer
Pereaksi Mayer ini mengandung Kalium 54odide dan merkuri (II) klorida
yang digunakan untuk mengidentifikasi alkaloid karena pereaksi ini memberikan
Page 55
endapan dengan alkaloid. Larutan A yang ditambah dengan 2 tetes pereaksi
Mayer ternyata menimbulkan endapan (positif). Hal ini berarti bahwa dalam
sampel mengandung alkaloid.
2) Pereaksi Bouchardat
Peraksi Bouchardat ini mengandung Kalium Iodida. Pereaksi ini juga paling
sering digunakan untuk mengidentifikasi senyawa golongan alkaloid. Larutan B
yang ditambah dengan 2 tetes pereaksi Bouchardat menghasilkan larutan yang
mengandung endapan. Hal ini menandakan bahwa dalam sampel terdapat
endapan.
3) Pereaksi Dragendrof
Peraksi Dragendrof ini mengandung Bismut nitrat dan dilarutkan dalam asam
nitrat lalu didicampur dengan kalium 55odide dan air suling, yang kemudian
diencerkan. Pereaksi ini digunakan untuk mengidentifikasi senyawa golongan
alkaloid. Larutan C yang ditambah dengan 2 tetes pereaksi Dragendrof
menghasilkan larutan yang mengandung endapan. Hal ini menandakan bahwa
dalam sampel terdapat endapan.
Identifikasi Senyawa Golongan Terpenoid, Triterpenoid, Saponin
Senyawa triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari
6 satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik
yaitu skualena. Triterpenoid dapat dipilih menjadi 4 golongan senyawa triterpena
sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung.
Steroid adalah triterpen yang kerangka dasarnya system cincin sklopentana
perhidrofenantrena. Steroid umumnya berada dalam bentuk bebas sebagai
glikosida sederehana.
Saponin dan glikosida jantung merupakan triterpena atau steroid yang
terdapat sebagai glikosida. Pada pemeriksaan triterpen harus dilakukan hidrolisis
untuk membebaskan aglikon bila ada glikosida.
Banyak terpenoid dan steroid alcohol terdapat di alam bukan sebagai
alcohol bebas tapi sebagai glikosida. Namun senyawa tersebut telah digolongkan
Page 56
menjadi glikosida tertentu yaitu steroid, saponin, glikosida jantung dan lain-lain.
Di alam dikenal dua jenis saponin yaitu glikosida triterpenoid alcohol dan
glikosida struktur steroid tertentu yang mempunyai rantai samping spiroketal.
Kedua jenis saponin ini larut dalam air dan etanol, namun tidak dalam eter.
Aglikonnya disebut sapogenin yang diperoleh dari hidrolisis dalam suasana asam
atau menggunakan enzim dan tanpa bagian gula. Pada praktikum ini untuk
pengujian atau pemeriksaan senyawa glikosida dan steroid/triterpenoid tidak
dilakukan. Pada praktikum kali ini, kami menggunakan uji untuk pemeriksaan
pada saponin, yaitu a:
- Reaksi Uji Buih
Pada metode identifikasi menggunakan uji buih yaitu dengan cara memasukkan +
0.5 gram dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan air suling panas 10 mL,
dinginkan kemudian kocok selama 10 detik. Diliat ada tidaknya pembentukan
buih, kemudian untuk menghilangkan buih maka diberikan larutan asam klorida 2
N. jika buihnya tetap berarti mengandung saponin. Pada sampel yang
diidentifikasikan positif mengandung buih stabil lebih dari 10 menit dengan tinggi
+ 1,3 cm di atas permukaan cairan. Hal ini menunjukkan bahwa sampel yang
diujikan mengandung saponin.
Identifikasi Senyawa Golongan Flavonoid
Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air, dapat diekstraksi
dengan etanol 70% dan tetap ada lapisan air setelah ekstrak ini di kocok dengan
eter. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila
ditambahkan basa atau amoniak. Jadi senyawa ini mudah dideteksi pada
kromatogram atau dalam larutan.
Pada uji flavonoid, yang pertama dilakukan adalah uji reaksi warna. Reaksi
warna diawali dengan melarutkan simplisia dengan air lalu dididihkan Selma 5
menit dan disaring dalam keadaan panas. Filtrate yang diperoleh diambil 5 ml lalu
ditambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 ml HCL pekat dan 2 ml amil alcohol,
dikocok dan dibiarkan memisah. Dari hasil praktikum ini didapatkan warna
merah-kuning dan menunjukkan adanya cincin pemisahan amil alcohol. Ini berarti
hasil yang diperoleh positif mengandung Flavonoid.
Page 57
Identifikasi Senyawa Golongan Polifenol dan Tanin
Senyawa polifenol adalah suatu senyawa yang berasal dari tumbuhan,
dimana salah satu cirinya adalah mengandung cincin aromatik yang tersubstitusi
oleh dua atau lebih gugus fenol. Dua gugus fenol, hidrolisis dan terkondensasi
terdiri dari tanin yang merupakan suatu zat yang penting secara ekonomi sebagai
agen untuk menghaluskan kulit dan juga penting untuk tujuan kesehatan. Baru –
baru ini ditemukan adanya fakta – fakta yang mendukung nilai potensialnya
sebagai sitotoksik dan atau sebagai agen antineoplastic.
Tanin dapat berfungsi sebagai astringent dan memiliki kemampuan untuk
menyamak kulit. Secara kimia, tanin adalah ester yang dapat dihidrolisis oleh
pemanasan dengan larutan asam sampai menghasilkan senyawa fenol, biasanya
merupakan derivat atau turunan dari asam garlic dan gula.
Untuk identifikasi senyawa golongan polifenol dan tanin dapat dilakukan
dengan cara yaitu dengan cara reaksi warna Pada identifikasi senyawa golongan
polifenol dan tanin yang pertama dilakukan adalah dengan mencampurkan ekstrak
sebanyak 0,5 gram dengan 10 ml air suling. Disaring dan filtratnya diencerkan
dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan dan ditambahkan
1-2 tetes pereksi besi (III) klorida. Sampel menunjukkan warna hitam/hijau
kehitaman yang berarti bahwa sampel yang diidentifikasi mengandung tannin.
Sampel yang telah diidentifikasi dilakukan tahap selanjutnya yaitu ekstraksi
dengan menggunakan metode maserasi.
B. Ekstraksi metode maserasi
Pada praktikum ke-II ini praktikan melakukan praktikum ekstraksi, tujuan
praktikum kali ini adalah mahasiswa mampu melakukan proses ekstraksi
metabolit skunder dari tanaman/tumbuhan dengan beberapa metode ekstraksi dan
mahasiswa dapat memahami prinsip ekstraksi dari masing-masing metode
ekstraksi.
Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan senyawa dari campurannya
dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstraksi dilakukan untuk
mengisolasikomponen kimia yang terdapat dalam suatu bahan. Metode ekstraksi
Page 58
yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstraksi maserasi. Maserasi
merupakan metode ekstraksi sederhana yang dilakukan dengan cara merendam
serbuk sample dalam suatu pelarut dan dalam jangka waktu tertentu
(Medicafarma, 2006).
Prinsip ekstraksi maserasi adalah pengikatan/pelarutan zat
aktifberdasarkan sifat kelarutannya dalam suatu pelarut (like dissolved like).
Pelarut akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel, sehingga isi sel akan larut
dalam pelarut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel
dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan
diganti oleh pelarut dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut
akan berlangsung secara terus-menerus sampai terjadi keseimbangan konsentrasi
antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Medicafarma, 2006).
Proses ekstraksi maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk sample
ke dalam 800 ml pelarut etanol 96% selama 24 jam dan diaduk sesekali untuk
membantu mempercepat proses ekstraksi. Selanjutnya, dilakukan penyaringan dan
penggantian pelarut diperoleh filtrat yang bening yang menandakan bahwa
senyawa aktif dalam sampel telah terekstrak dengan maksimal. Perubahan warna
filtrat yang diperoleh dari hasil maserasi dengan pelarut etanol mulai dari warna
hijau pekat hingga menjadi hijau bening yang dapat diasumsikan bahwa senyawa
polar dalam serbuk sampel telah terekstrak ke pelarut.Filtrat hasil maserasi yang
diperoleh dipekatkan dengan menggunakan penangas untuk memperoleh kembali
pelarut dan ekstrak pekat yang akan digunakan dalam tahap selanjutnya yaitu
proses partisi ekstrak (ekstraksi cair-cair).
C. Ekstraksi cair-cair
Pada praktikum kali ini praktikan melakukan praktikum mengenai partisi
ekstrak (ekstraksi cair-cair). Adapun tujuan dari praktikum ini adalah agar
mahasiswa mampu melakukan pemisahan (partisi) senyawa metabolit sekunder
yang terkandung dala ekstrak berdasarkan pada perbedaan kepolaran pelarut
dengan metode ekstraksi cair-cair.
Page 59
Ekstraksi cair-cair sangat berguna untuk memisahkan analit yang
dituju dari penganggu dengan cara melakukan partisi sampel antar 2 pelarut yang
tidak saling campur. Disamping itu, ekstraksi pelarut juga digunakan untuk
memekatkan analit yang ada dalam sampel dengan jumlah kecil sehingga tidak
memungkinkan atau menyulitkan untuk deteksi atau kuantifikasinya.
Dalam praktikum ini bahan yang digunakan sebagai pelarut antara lain,
air-metanol, toluen, kloroform, dan etil asetat. Dalam praktikum ini yang pertama
kali dilakukan adalah melarutkan ekstrak yang diperoleh dari maserasi
dipraktikum sebelumnya dalam air dan methanol dengan perbandingan 3:1, yaitu
90 ml air dan 30 ml methanol. Kemudian dikocok sebanyak 10 kali dan di
diamkan sampai terbentuk 2 lapisan. Hal ini dilakukan agar larutan benar-benar
terpisah dan senyawa yang bersifat polar akan tertarik kedalam pelarut tersebut.
Selanjutnya larutan yang didapat dimasukkan kembali ke dalam corong pisah dan
ditambahkan toluene sebanyak 30 ml, dan kemudian digojok lalu didiamkan
sampai terbentuk atau terjadi pemisahan, setelah itu dipisahkan antara larutan
toluene dan ekstraknya, ditapung didalam wadah kaca, percobaan ini diulang
sebanyak tiga kali dengan perlakuan yang sama dan ditempatkan pada satu wadah
kaca yang sama untuk satu jenis pelarut, demikian pula untuk pelarut kloroform
dan etil asetat.
Langkah selanjutnya, diuapkan larutan yang ada dengan cara menguapkan
diatas tangas air sampai didapat ekstrak yang kering dan tidak ada sisa dari
pelarutnya, hal ini dilakukan agar didapat ekstrak kering berdasarkan
kepolarannya dan juga dapat tahan lama saat penyimpanan agar tidak berjamur
saat akan digunakan dalam praktikum selanjutnya. Penyimpaan dan pemanasan
(menguapkan) pelarut sangat penting diperhatikan, karena apabila
penyimpanannya tidak benar maka ekstrak yang diperoleh akan berjamur,
demikian pula pada saat pemanasan (penguapan) apabila pelarut tidak menguap
sempurna, maka ekstrak yang diperoleh akan berjamur pula.
Pengunaan pelarut toluene dan kloroform bertujuan untuk menarik
senyawa metabolit sekunder yang bersifat nonpolar jika ada dalam ekstrak
tersebut, hal ini karena pelarut toluene dan kloroform bersifat nonpolar.
Page 60
Sedangkan pengunaan pelarut etil asetat digunakan untuk menarik senyawa
metabolit sekunder dalam ekstrak tersebut yang bersifat semi polar dan untuk
senyawa metabolit sekunder yang bersifat polar akan ditarik oleh pelarut metanol
berdasarkan sifatnya yang polar.
D. Kromatografi lapis tipis (KLT)
Pada praktikum ke-IV ini praktikan melakukan praktikum kromatografi
lapis tipis (KLT). Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah mahasiswa
mampu: memahami prinsip dari KLT, menentukan fase ferak dan fas diam dalam
KLT, melakukan preparasi sampel dan lempeng KLT serta mampu menotolkan
sampel fe fase diam, dan mengidentifikasi senyawa metabolit skunder.
Kromatografi merupakan teknik pemisahan campuran yang berdasarkan
kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Uraian mengenai
kromatografi pertama kali dijelaskan oleh Michael Tswett, seorang ahli botani
rusia yang bekerja di Universitas Warsawa (Sudarmadji, 2007).
Pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya menggunakan lapis tipis silica
gel. Silica gel mengandung substansi dimana substansi tersebut dapat berperan
flour dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran
pelarut yang sesuai. Fase gerak kromatografi disebut juga dengan eluent. Eluent
adalah fase gerak yang berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan
(feed) untuk melewati fase diam (adsorbent). Pemisahan komponen sangat
dipengaruhi oleh adanya interaksi antara adsorbent dan eluent (Kantasubrata,
1993).
Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian menggunakan metode
kromatografi lapis tipis terhadap sample ekstrak daun melinjo berupa ekstrak
toluen, ekstrak etil asetat dan ekstrak klorofrom. Ekstrak methanol yang didapat
tidak digunakan karena ekstrak yang di dapat sudah ditumbuhi jamur.
Masing-masing ekstrak (toluene, etilasetat, dan kloroform) dilarutkan
dengan methanol kemudian dipindahkan dalam vial sebelum ditotolkan pada
lempeng. Penotolan dilakukan dengan menggunakan pipa kapiler agar noda yang
dibuat memiliki diameter yang sesuai dengan diameter titik pada garis. Setelah
Page 61
dilakukan penotolan, lempeng dimasukkan kedalam chamber yang telah diisi fase
gerak. Fase gerak yang digunakan adalah campuran pelarut toluene, etil asetat,
dan asam asetat dengan perbandingan 5:4:1. Semua pelarut dimasukkan kedalam
chamber kemudian di jenuhkan. Senyawa hanya dapat bergerak ke atas pada
lempeng selama waktu tertentu dalam pelarut. Senyawa akan bergerak dengan
kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya.
Nilai Rf menyatakan ukuran daya pisah suatu zat, dimana jika nilai Rf nya
besar daya pisa zat yang dilakukan solven (eluent) maksimum, sedangkan jika
nilai Rf nya kecil berarti daya pisah zat yang dilakukan eluentnya minimum.
Dalam praktikum ini didapat nilai Rf yang tidak berbeda antara pelarut toluent,
kloroform, dan etil asetat. Hal ini dapat disebabkan karena adanya kemungkinan 2
faktor yaitu pada saat pemisahan larutan pada praktikum sebelumnya tidak
sempurna, kualitas adsorbent, ketebalan lapisan, kejenuhan ruang kromatogrfi,
teknik pengembang, suhu, dan kualias pelarut yang kurang bagus.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mahasiswa mampu membuat pereaksi untuk
mengidentifikasi senyawa metabolit skunder dan mampu
mengidentifikasinya, bahwa daun melinjo mengandung senyawa alkaloid,
flavonoid, saponin dan tannin.
Mahasiswa mampu melakukan dan
memahami prinsip ekstraksi dengan metode maserasi dan diperoleh
ekstrak kental sebanyak 10,48 g.
Mahasiswa mampu perlakuan pemisahan
(partisi) senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak daun
Page 62
mlinjo berdasarkan pada perbedaan kepolaran pelarut (toluent, kloroform,
etil asetat, dan methanol) dengan metode ekstraksi cair-cair.
Mahasiswa dapat menentukan fase gerak
dan fase diam, melakukan preparasi sample dan lempeng KLT serta
mampu menotolkan sample ke fase diam dan diperoleh nilai Rf terendah
pada pelarut etil asetat dengan nilai Rf 0,3375 dan tertinggi pada semua
pelarut yaitu 0,9125.
B. Saran
Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang kandungan dari tumbuhan
melinjo, agar masyarakat dapat mengetahui manfaat dari tumbuhan tersebut, Serta
dilakukan identifikasi kandungan senyawa metabolit skunder dengan
menggunakan metode yang lebih baik seperti spektrofotometer infra Merah.
DAFTAR PUSTAKA
Alimin, 2007. Kimia Analitik. Alauddin Press; Makassar.
Anwar,C.1994.Pengantar Praktikum Kimia Organik. FMIPA UGM: Yogyakarta.
Anonim. http://pharmacymetamorphosis.blogspot.com/2011/11/laporan-fitokim.h tml diakses tanggal 27 November 2013.
Anonim. http://id.wikipedia.org/wiki/Melinjo diakses pada 27 november 2013.
Page 63
Anonim.http://ilmu-kefarmasian.blogspot.com/2013/02/skrining-fitokimia.htm diakses pada 27 november 2013.
Anonim.http://zonaherbal1.wordpress.com/2013/04/23/khasiat-daun-melinjo . diakses pada 27 november 2013.
Anonim.http://cozyeslife.blogspot.com/2010/05/melinjo-bisa-jadi-teman.html.
Diakses pada 27 november 2013.
Anonim. http://info-gua.blogspot.com/2010/07/khasiat-biji-melinjo-untuk-daya-tahan.html. diakses pada 27 november 2013.
Anonim.http://docs.google.com/repository.usu.ac.id/bitstream/Chapter.pdf+kandungan+senyawa+kimia+pada+melinjo. Diakses pada 27 november 2013.
Anonim. www.chemestry.com kimiawi. Diakses pada 27 november 2013.
Anonim. www.iptek.net/TanamanObatIndonesia. Diakses pada 27 november 2013.
Anonim. www.medical.com/penanganan tumbuhan obat. Diakses pada 27 november 2013.
Anonim. www.rizkyyulion.wordpress.com / article. Diakses pada 27 november
2013.
Anonim. www.tododrug.com / penggunaan obat. Diakses pada 27 november
2013.
Anonim. www.wikipedia.org / wikipedia Indonesia. Diakses pada 27 november
2013.
Anonim. www.wikipedia.com/semua tentang tanaman obat (English). Diakses pada 27 november 2013.
Anonim. 2013. http://indrawibawads.files.wordpress.com/2012/01/ekstraksi-cairindra-wibawa-tkim-unila.pdf. Diakses pada tanggal 30 November 2013
Anonim. 2013. http://lansida.blogspot.com/2010/08/ekstraksi-cair-cair.html. Diakses pada tanggal 30 November 2013
Page 64
Brotowijoyo, M.O. 1994. Zoologi Dasar.Erlangga:Jakarta.
Cerianet C. Budidaya Tanaman Melinjo. Diakses pada 27 november 2013.
Harborne. J.B.,1987. Metode Fitokimia , terjemahan K. Radmawinata dan I. Soediso, 69-94, 142-158, 234-238. Bandung : ITB Press.
Harborne. 1989. Metode Fitokimia. Bandung: ITB Bandung.
Kantasubrata, Julia. 1993. Warta Kimia Analitik Edisi Juli 1993. Web resmi Kimia Analitik; pusat penelitian kimia LIPI.
Khopkar, SM. 2008.Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press; Jakarta.
Khopkar, S,M.1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press : Jakarta.
Kimbal,J.W.1998.Biologi. Erlangga: Jakarta.
Madigan MT, Martinko JM, Brock TD. 2006. Brock Biology of Microorgnisms.
New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Maner HI, Elevitch. 2006. Gnetum gnemon (gnetum). Diakses pada 27 november
2013
Martunus & Helwani, Z. 2004. Ekstraksi Senyawa Aromatis dari Heavy Gas Oil (HGO) dengan Pelarut Dietilen Glikol (DEG). J. Si. Tek. 3[2]: 46-50.
Martunus & Helwani, Z. 2005. Ekstraksi Senyawa Aromatis dari Heavy Gas Oil (HGO) dengan Pelarut Trietilen Glikol (TEG). J. Si. Tek. 4[2]: 34-37.
Martunus & Helwani, Z. 2006. Kecepatan Pengadukan Minimum Sistim Refinery Palm Oil (RPO)-Asam Asetat-Air dalam Ekstraktor Tangki Berpengaduk (ETB). J. Optimum. 7[2]: 174-184.
Martunus, Fermi, M.I. & Helwani, Z. 2006. Kecepatan Pengadukan Minimum Sistim Kerosin-Asam Asetat-Air dalam Ekstraktor Tangki Berpengaduk (ETB). J. Sain dan Teknologi (EMAS). 16[2]: 37-46.
Niekerk, P.J.V. 1982. Determination of vitamin. Academic press Inc; London.
Oxtoby, David W. 2001. Kimia Modern. Erlangga;Jakarta.
Page 65
Pudjiatmoko. 2007. Potensi Melinjo di Jepang. Diakses pada 27 november 2013.
Rudyatmi, Ely.2012.Bahan Ajar Mikro Teknik. FMIPA UNNES : Semarang.
Saan, Maghfur. 1984. Membudidayakan Mlinjo. Jakarta: Aris Lima.
Sastrohamidijojo. H. 2002. Kromatografi. Liberty; Yogyakarta.
Sabarwati,S.H.2006. Petunjuk Praktikum Kimia Organik II. Jurusan Kimia FMIPA Unhalu: Kendari.
Sudjadi, Drs.1986. Metode Pemisahan.UGM Press : Yogyakarta.
Sudarmadji,S., Haryono,B., Suhardi. 2007. Analisa bahan makanan pertanian. Penerbit Liberty; Yogyakarta.
Teyler.V.E.et.al.1988.Pharmacognosy Edition 9th. 187 – 188. Phiadelphia : Lea
& Febiger.
Tjandra D. 2007. Antioksidan dari Biji Melinjo. Diakses pada 27 november 2013.
Underwood, AL. 1996. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga; Jakarta.
LAMPIRAN
Pengumpulan Bahan Baku
Page 66
Tanaman melinjo yang digunakan
Pencucian bahan baku
Pengeringan bahan baku
Page 67
Hasil pengeringan
Penyerbukan
Pemeriksaan Alkoloida
Page 68
Pemeriksaan flavonoida
Page 69
Pemeriksaan Tanin
Pemeriksaan saponin
Page 70
Ekstraksi Metode Maserasi
Page 71
Ekstraksi Cair-cair
Page 73
Ekstrak kloroform
Ekstrak etil asetat
KLT
Page 75
Penampakan noda pada uv 254 nm
Page 76
Penampakan noda pada uv 366 nm