Top Banner
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan beraneka ragam flora dan fauna. Keanekaragaman ini (terutama tumbuhan) mengundang perhatian banyak orang untuk memilih jalur alternatif dalam pengobatan, mengingat terlalu banyak efek samping dari produk obat- obatan sintetis. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan kecenderungan masyarakat memilih produk yang alamiah, maka semakin gencar penelitian tentang kandungan-kandungan kimia penting dalam tumbuh-tumbuhan yang dapat digunakan dalam pengembangan obat baru. Penelitian biasanya menggunaan metode analisis fitokimia, dimana metode ini membahas secara sistematis tentang berbagai senyawa kimia, terutama dari golongan senyawa organik yang tedapat dalam tumbuhan, proses biosintesis metabolisme, dan perubahan-perubahan lain yang terjadi pada senyawa kimia tersebut beserta sebaran dan fungsi biologisnya. Senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan merupakan hasil metabolisme dari tumbuhan itu sendiri. Dari hasil penelitian banyak ahli tak jarang senyawa kimia ini memiliki efek fisiologi dan farmakologi yang bermanfaat bagi manusia. Senyawa kimia tersebut lebih dikenal dengan senyawa metabolit sekunder yang
111

Laporan Farmakognosi II.doc

Oct 23, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Laporan Farmakognosi II.doc

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya dengan beraneka ragam flora dan

fauna. Keanekaragaman ini (terutama tumbuhan) mengundang perhatian banyak

orang untuk memilih jalur alternatif dalam pengobatan, mengingat terlalu banyak

efek samping dari produk obat-obatan sintetis. Seiring dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, dan kecenderungan masyarakat memilih produk yang

alamiah, maka semakin gencar penelitian tentang kandungan-kandungan kimia

penting dalam tumbuh-tumbuhan yang dapat digunakan dalam pengembangan

obat baru. Penelitian biasanya menggunaan metode analisis fitokimia, dimana

metode ini membahas secara sistematis tentang berbagai senyawa kimia, terutama

dari golongan senyawa organik yang tedapat dalam tumbuhan, proses biosintesis

metabolisme, dan perubahan-perubahan lain yang terjadi pada senyawa kimia

tersebut beserta sebaran dan fungsi biologisnya.

Senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan merupakan hasil

metabolisme dari tumbuhan itu sendiri. Dari hasil penelitian banyak ahli tak

jarang senyawa kimia ini memiliki efek fisiologi dan farmakologi yang

bermanfaat bagi manusia. Senyawa kimia tersebut lebih dikenal dengan senyawa

metabolit sekunder yang merupakan hasil dari penyimpangan metabolit primer

tumbuhan. Senyawa tersebut adalah golongan alkaloid, steroid, terpenoid, fenol,

flavonoid, dan saponin.

Dalam uji fitokimia dapat dilakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap

senyawa aktif metabolit sekunder tersebut, sehingga potensi relatif dari masing-

masing tanaman dapat diukur.

Pada masa lalu manusia juga telah mengenal pengobatan dari bahan alami,

walau pengetahuan mereka tentang khasiat dari tumbuhan tersebut hanya sebatas

pengalaman dan tradisi tanpa ada pembuktiannya secara klinis. Walaupun

demikian pengobatan seperti ini masih digunakan sampai sekarang. Pengobatan

dengan cara demikian dikenal dengan pengobatan tradisional. Pada ramuan obat

Page 2: Laporan Farmakognosi II.doc

tradisional bahan-bahannya berasal dari tanaman baik berupa akar, batang, daun,

maupun bunga atau dapat juga berasal dari hewan dan bahan-bahan mineral.

Banyak faktor yang mempengaruhi kandungan kimia dalam tanaman,

seperti kesuburan tanah tempat tumbuh (kandungan zat makanan), iklim

lingkungan, waktu panen, umur, cara pengolahan dan sebagainya. Sehingga

pengolahannya memerlukan perlakuan khusus, selain keseragaman dosis juga

perlu adanya standarisasi agar manfaat dan keamanannya dapat diperhitungkan

layaknya obat-obatan modern.

Obat-obatan tradisional dapat dogolongkan menjadi, jamu dimana

khasiatnya hanya berdasarkan pengalaman tanpa adanya pengujian baik klinis

maupun praklinis, herbal terstandar dimana efek farmakologinya telah melalui uji

praklinis dan fitofarmaka dimana efek farmakologinya telah melalui uji klinis.

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukannya identifikasi dan

isolasi senyawa melabolisme sekunder yang terkandung di dalam daun melinjo.

B. Tujuan

1. Mahasiswa diharapkan mampu membuat pereaksi untuk mengidentifikasi

senyawa metabolit skunder.

2. Mahasiswa diharapkan mampu mengidentifikasi:

a. Senyawa golongan alkaloid

b. Senyawa golongan saponin

c. Senyawa golongan flavonoid

d. Senyawa golongan tannin dan polivenol

e. Senyawa golongan terpenoid

f. Senyawa golongan fenolat

3. Mahasiswa mampu melakukan proses ekstraksi metabolit skunder dari

tanaman /tumbuhan dengan beberapa metode ekstraksi.

4. Mahasiswa dapat memahami prinsip ekstraksi dari masing-masing metode

ekstraksi.

Page 3: Laporan Farmakognosi II.doc

5. Mahasiswa mampu perlakuan pemisahan (partisi) senyawa metabolit

sekunder yang terkandung dalam ekstrak berdasarkan pada perbedaan

kepolaran pelarut dengan metode ekstraksi cair-cair.

6. Mahasiswa mampu memahami prinsip dari Kromatografi Lapis Tipis

(KLT).

7. Mahasiswa dapat menentukan fase gerak dan fase diam dalam KLT.

8. Mahasiswa mampu melakukan preparasi sample dan lempeng KLT serta

mampu menotolkan sample ke fase diam.

9. Mahasiswa mampu mengidentifikasi senyawa metabolit skunder dengan

menggunakan pereaksi semprot.

C. Manfaat

1. Menambah pengetahuan mengenai khasiat dari daun melinjo.

2. Mengetahui senyawa yang terkandung didalam daun melinjo.

3. Mengetahui teknik atau cara dalam pembuatan ekstrak dengan metode

maserasi.

4. Mengetahui cara mengidentifikasi senyawa metabolit skunder pada

tumbuhan dengan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

Page 4: Laporan Farmakognosi II.doc

BAB II

DASAR TEORI

A. Skrining Fitokimia

1. Uraian tumbuhan/tanaman

a. Morfologi

Daun Tunggal

Daun Melinjo

Gnetum gnemon

Termasuk daun tidak lengkap karena terdiri dari tangkai daun (petiolus)

dan helai daun (lamina). Tidak mempunyai Upih Daun

Tangkai daun (petiolus) : silinder, sisi atas agak pipih dan menebal pada

pangkalnya. Tangkai halus, tidak bersisik/ mengkerut.

Letak daun : di bagian buku- buku terdapat 2 daun yang saling berhadap-

hadapan.                                                                                               

Ujung daun (Apex Folii) : meruncing  (acuminatus)

Pangkal daun (Basis Folii) : runcing (acutus)

Bagian yang terlebar ada ditengah- tengah helaian daun, maka bentuk

daun (Circumsriptio) : memanjang (oblongus).

Susunan tulang daun (Nervatio)  : Menyirip (penninervis)

Tepi daun (Margo Folii)  : rata (integar)

Tulang daun : memiliki ibu tulang yang terdapat di tengah- tengah

membujur dan membelah daun. Memiliki tulang- tulang cabang, tulang

Page 5: Laporan Farmakognosi II.doc

cabang tingkat 1 dekat dengan tepi daun lalu membengkak ke atas dan

bertemu dengan tulang cabang yang ada di atasnya.

Daging daun (Intervenium) : seperti kertas (papyraceus)

Warna : Hijau

Permukaan atas daun hijau licin mengkilat (laevis), sedangkan permukaan

bawah warna   hijau pudar suram.

b. Sistematika

Habitus: Habitus dari tanaman Gnetum gnemon berupa pohon dengan

ketinggian mencapai ±15 meter.

Akar : Sistem perakaran pada Gnetum gnemon adalah sistem perakaran

tunggang (radix primaria)

Batang : Batang dari Gnetum gnemon berkayu, berbentuk bulat (teres),

permukaan rata (laevis) dengan sistem percabangan simpodial.

Daun : Daun dari Gnetum gnemon adalah daun tunggal terdiri dari tangkai

daun (petiolus) dan helaian daun (lamina). Bentuk helaian daun

oblongus, ujung daun acuminatus, tepi daun integer dan yulang

daun menyirip (penninervis). Duduk daun berhadapan (folia

opposita) tanpa stipula. Daun, jika dipatahkan atau disobek

memperlihatkan serabut daun yang menonjol.

Bunga : Bunganya uniseksualis dioecus, terdapat pada bulir dalam

percabangan dichasium. Terletak pada ketiak daun (axillaris),

terdapat brachtea pada tiap karangan. Bunga jantan terdiri dari

benang sari yang di atasnya terdapat sebaris ovulum yang steril.

Bunga betina dalam karangan bulir dengan ovulum yang sebagian

fertile yang dibungkus oleh perigonium yang berdaging.

Biji : Biji dari Gnetum gnemon diselubungi oleh selaput luar yang kerad

yang disebut integumen luar dan selaput dalam yang disebut

integument dalam dan juga diselubungi oleh tenda bunga

(perigonium) yang berdaging dan akhirnya berwarna merah jika

bijinya telah masak

Page 6: Laporan Farmakognosi II.doc

c. Nama Daerah

DAUN MELINJO

Klasifikasi ilmiah

Kerajaan : Plantae

Divisi : Gnepophyta

Kelas : Gnetopsida

Ordo : Gnetales

Famili : Gnetaceae

Genus : Gnetum

Spesies : G. gnemon

Nama simplisia : Gnetum gnemon L.

Melinjo (Gnetum gnemon Linn.) atau dalam bahasa Sunda disebut

Tangkil adalah suatu spesies tanaman berbiji terbuka (Gymnospermae)

berbentuk pohon yang berasal dari Asia tropik, melanesia, dan Pasifik

Barat. Melinjo dikenal pula dengan nama belinjo, mlinjo (bahasa Jawa),

tangkil (bahasa Sunda) atau bago (bahasa Melayu dan bahasa Tagalog),

Khalet (Bahasa Kamboja).

Melinjo banyak ditanam di pekarangan sebagai peneduh atau

pembatas pekarangan dan terutama dimanfaatkan buah dan daunnya.

Berbeda dengan anggota Gnetum lainnya yang biasanya merupakan liana,

melinjo berbentuk pohon.

d. Kandungan kimia

Kandungan Melinjo (gnetum gnemon) Yang Bermanfaat Bagi Kesehatan

Khasiat Melinjo Berdasarkan Kandungan Senyawa Kimia

Indonesia merupakan negara yang kaya dengan beraneka ragam flora dan

fauna. Keanekaragaman ini (terutama tumbuhan) mengundang pehatian banyak

orang untuk memilih jalur alternatif dalam pengobatan, mengingat terlalu

banyak efek samping dari produk obat-obatan sintetis. Seiring dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan kecenderungan

masyarakat memilih produk yang alamiah, maka semakin gencar penelitian

tentang kandungan-kandungan kimia penting dalam tumbuh-tumbuhan yang

Page 7: Laporan Farmakognosi II.doc

dapat digunakan dalam pengembangan obat baru. Penelitian biasanya

menggunaan metode analisis fitokimia, dimana metoda ini membahas secara

sistematis tentang berbagai senyawa kimia, terutama dari golongan senyawa

organik yang tedapat dalam tumbuhan, proses biosintesis metabolisme, dan

perubahan-perubahan lain yang terjadi pada senyawa kimia tersebut beserta

sebaran dan fungsi biologisnya.

Senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan merupakan hasil

metabolisme dari tumbuhan itu sendiri. Dari hasil penelitian banyak ahli tak

jarang senyawa kimia ini memiliki efek fisiologi dan farmakologi yang

bermanfaat bagi manusia. Senyawa kimia tersebut lebih dikenal dengan

senyawa metabolit sekunder yang merupakan hasil dari penyimpangan

metabolit primer tumbuhan. Senyawa tersebut adalah golongan alkaloid,

steroid, terpenoid, fenol, flavonoid, dan saponin.

Dalam uji fitokimia dapat dilakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap

senyawa aktif metabolit sekunder tersebut, sehingga potensi relatif dari masing-

masing tanaman dapat diukur. Pada masa lalu manusia juga telah mengenal

pengobatan dari bahan alami, walau pengetahuan mereka tentang khasiat dari

tumbuhan tersebut hanya sebatas pengalaman dan tradisi tanpa ada

pembuktiannya secara klinis. Walaupun demikian pengobatan seperti ini masih

digunakan sampai sekarang. Pengobatan dengan cara demikian dikenal dengan

pengobatan tradisional. Pada ramuan obat tradisional bahan-bahannya berasal

dari tanaman baik berupa akar, batang, daun, maupun bunga atau dapat juga

berasal dari hewan dan bahan-bahan mineral.

Banyak faktor yang mempengaruhi kandungan kimia dalam tanaman,

seperti kesuburan tanah tempat tumbuh (kandungan zat makanan), iklim

lingkungan, waktu panen, umur, cara pengolahan dan sebagainya. Sehingga

pengolahannya memerlukan perlakuan khusus, selain keseragaman dosis juga

perlu adanya standarisasi agar manfaat dan keamanannya dapat diperhitungkan

layaknya obat-obatan modern. Obat-obatan tradisional dapat dogolongkan

menjadi jamu dimana khasiatnya hanya berdasarkan pengalaman tanpa adanya

pengujian baik klinis maupun praklinis, herbal terstandar dimana efek

Page 8: Laporan Farmakognosi II.doc

farmakologinya telah melalui uji praklinis dan fitofarmaka dimana efek

farmakologinya telah melalui uji klinis.

Antioksidan dari Biji Melinjo Meningkatkan Daya Tahan Tubuh

Dibalik tudingan sebagai penyebab asam urat, melinjo menawarkan

khasiat luar biasa. Setelah diteliti, biji melinjo mengandung antioksidan tingkat

tinggi yang nilainya setara dengan antioksidan pada vitamin C. Antioksidannya

bersumber dari konsentrasi protein yang cukup tinggi pada melinjo.

Antioksidan merupakan zat paling ampuh sebagai penangkal radikal bebas,

penyebab kanker, dan mempercepat proses penuaan. Sebenarnya, tubuh

manusia dapat menetralisir radikal bebas, hanya saja bila jumlahnya terlalu

berlebihan maka kemampuan untuk menetralisirnya akan semakin berkurang.

Radikal bebas yang mengambil elektron dari sel tubuh manusia dapat

menyebabkan perubahan struktur DNA sehingga timbul sel-sel mutan. Bila

perubahan DNA ini terjadi bertahun-tahun, maka dapat menjadi penyakit

kanker. Tubuh manusia, sesungguhnya dapat menghasilkan antioksidan tetapi

jumlahnya sering sekali tidak cukup untuk menetralkan radikal bebas yang

masuk ke dalam tubuh. Atau sering sekali, zat pemicu yang diperlukan oleh

tubuh untuk menghasilkan antioksidan tidak cukup dikonsumsi. Sebagai

contoh, tubuh manusia dapat menghasilkan Glutathione, salah satu antioksidan

yang sangat kuat. Hanya saja, tubuh memerlukan asupan vitamin C sebesar

1.000 mg untuk memicu tubuh menghasilkan glutahione ini.

Pada umumnya semua sel jaringan organ tubuh dapat menangkal serangan

radikal bebas karena di dalam sel terdapat sejenis enzim khusus yang mampu

melawannya. Tetapi karena manusia secara alami mengalami degradasi atau

kemunduran seiring dengan peningkatan usia, akibatnya pemusnahan radikal

bebas tidak dapat terpenuhi dengan baik. Sehingga kerusakan jaringan terjadi

secara perlahan-lahan. Contohnya, kulit menjadi keriput karena kehilangan

elastisitas jaringan kolagen serta otot, terjadinya bintik pigmen kecoklatan /flek

pikun, parkinson, alzheimer,  karena dinding sel saraf yang terdiri dari asam

lemak tak jenuh ganda merupakan serangan empuk dari radikal bebas.

Keseimbangan antara antioksidan dan radikal bebas menjadi kunci utama

Page 9: Laporan Farmakognosi II.doc

pencegahan stres oksidatif dan penyakit-penyakit kronis yang dihasilkannya.

Untuk menyeimbangkan kadar antioksidan dan radikal bebas, perlu

mengkonsumsi makanan yang mengandung antioksidan tinggi seperti biji

melinjo.

Tabel 1. Kandungan Gizi Biji Melinjo Tiap 100 Gram Bahan

Komposisi Biji

Kalori (kal) 66

Protein (g) 5

Lemak (g) 0.7

Karbohidrat (g) 13.3

Kalsium (mg) 163

Fosfor (mg) 75

Besi (mg) 2.8

Vitamin A (S.I) 1000

Vitamin B1 (mg) 0.1

Vitamin C (mg) 100

Air (g) 80

Sumber :direktorat gizi DepKes RI, 1979

Vitamin A yang Terkandung pada Daun Melinjo

Daun melinjo muda merupakan sumber vitamin A yang baik. Daun

melinjo kaya akan protein, mineral, vitamin A dan vitamin C (Verheij and

Coronel, 1997), namun belum ada informasi data kuantitif untuk itu. Rumus

Kimia dari Vitamin A adalah C20H30O dan mempunyai berat molekul

286.456 g/mol . Senyawa ini cukup banyak jenisnya dan terkadang memiliki

struktur kimia yang sangat berbeda satu sama lain, meskipun berada dalam satu

kelompok. Klasifikasi Pengelompokan alkaloid biasanya didasarkan pada

prekursor pembentuknya. Sumber vitamin A dapat dibedakan atas preformed

vitamin A (vitamin A bentuk jadi) dan provitamin A (bahan baku vitamin A).

Page 10: Laporan Farmakognosi II.doc

Vitamin A bentuk jadi atau retinol merupakan vitamin A yang bersumber dari

pangan hewani, seperti: daging, susu dan olahannya (mentega dan keju),

kuning telur, hati ternak dan ikan, minyak ikan (cod, halibut, hiu). Provitamin

A atau korotenoid umumnya bersumber dari: sayuran berdaun hijau gelap

(bayam, singkong, sawi hijau, melinjo), wortel, labu, ubi jalar kuning atau

merah, buah-buahan berwarna kuning (pepaya, mangga, apricot, peach), serta

minyak sawit merah. Kandungan gizi pada daun melinjo dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 2. Kandungan Gizi Daun Melinjo Tiap 100 Gram Bahan.

Komposisi Daun Melinjo

Kalori (kal) 99

Protein (g) 5

Lemak (g) 1.3

Karbohidrat (g) 21.3

Kalsium (mg) 219

Fosfor (mg) 82

Besi (mg) 45

Vitamin A (S.I) 10000

Vitamin B1 (mg) 0.09

Vitamin C (mg) 182

Air (g) 70

Sumber :direktorat gizi DepKes RI, 1979

Fungsi penting vitamin A yang terkandung pada daun melinjo

1) Pencegah kanker

Suatu penelitian menunjukkan adanya hubungan erat antara betakaroten

dan vitamin A dengan pencegahan dan penyembuhan penyakit jantung koroner

dan kanker. Hal ini terkait dengan fungsi betakaroten dari vitamin A sebagai

antioksidan yang mampu melawan radikal bebas. Kemampuan retinoid dalam

Page 11: Laporan Farmakognosi II.doc

memengaruhi perkembangan sel epitel dan meningkatkan aktivitas sistem

kekebalan, berpengaruh terhadap pencegahan kanker kulit, tenggorokan, paru-

paru, payudara, dan kantong kemih. Betakaroten bersama dengan vitamin E dan

C telah berperan aktif sebagai antioksidan untuk mencegah berbagai kanker.

2) Memperlancar proses persalinan

Rendahnya status vitamin A saat hamil akan berdampak pada keguguran

atau kesukaran dalam melahirkan. Kebutuhan vitamin A saat hamil meningkat

untuk memenuhi kebutuhan janin dan persiapan menyusui. Khasiat lain dari daun

melinjo adalah untuk melancarkan proses persalinan. Beberapa literatur

menyebutkan, secara empiris daun melinjo dapat mempermudah persalinan.

Kebiasaan menggunakan daun melinjo untuk mempermudah proses melahirkan

ini sudah banyak dilakukan oleh sebagian masyarakat Indonesia, tetapi belum

ada penelitian khusus tentang hal ini. Berikut ini  cara pengolahannya:

a. Ambil beberapa lembar daun melinjo yang tidak terlalu tua juga tidak terlalu

muda.

b. Cuci hingga bersih, lalu diiris-iris seperti halnya irisan daun tembakau dengan

arah irisan melintang. Setelah itu, jemur dibawah sinar matahari hingga betul-

betul kering.

c. Bila akan digunakan, ambil secukupnya dan seduh dengan  air panas seperti

halnya membuat air teh.

d. Minum air tersebut setiap hari 2 kali ketika usia kehamilan sudah mencapai 8

bulan lebih.

Manfaat Lain dari Melinjo

Selain yang disebutkan diatas, melinjo memiliki beberapa manfaat yang

dapat diambil dari tumbuhan tersebut. Berikut beberapa manfaat yang dapat

diambil dari tanaman melinjo :

Antimikroba Alami

Dari dua fraksi protein yang terkandung dari biji melinjo, yaitu

kandungan phenolik, dan flavonoid, ditemukan fungsi lain melinjo sebagai

antimikroba alami. Itu berarti protein melinjo juga dapat dipakai sebagai

pengawet alami makanan sekaligus obat baru untuk penyakit yang

Page 12: Laporan Farmakognosi II.doc

disebabkan bakteri. Peptida Gg-AMP yang diisolasi dari biji melinjo

diindikasikan punya potensi aktif menghambat beberapa jenis bakteri gram

positif dan negatif. Sumber protein fungsionalnya cocok untuk dijadikan

sebagai suplemen makanan nutraceutical, substansi yang punya manfaat

bagi kesehatan, termasuk mencegah dan mengobati penyakit.

Peluruh / melancarkan Air Seni

Caranya : Kukus 50 g kulit melinjo, dan kemudian di makan sekaligus.

Lakukan beberapa hari hingga lancar.

Melembutkan rambut

Caranya : Tumbuk hingga halus segenggam daun melinjo, kemudian

gunakan untuk membaluri seluruh bagian rambut. Ulangi beberapa kali, hal

ini dapat membantu menjadikan rambut menjadi lebih lemas dan lembut.

Mengobati Anemia dan Busung lapar

Caranya : Konsumsi daun dan buah melinjo yang sudah di masak

sebelumnya, atau di jadikan sayur. Konsumsi secara teratur.

e. Uraian tentang golongan senyawa kimia

Kandungan Melinjo (gnetum gnemon)

a) Antioksidan

Antioksidan merupakan zat yang mampu meperlambat atau mencegah

proses oksidasi. Zat ini secara nyata mampu memperlambat atau menghambat

oksidasi zat yang mudah teroksidasi meskipun dalam konsentrasi rendah.

Antioksidan juga didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang melindungi sel

dari efek berbahaya radikal bebas dari metabolisme tubuh maupun faktor

eksternal lainnya. Radikal bebas adalah spesies yang tidak stabil karena

memiliki elektron yang tidak berpasangan dan mencari pasangan elektron

dalam makromolekul biologi.

Protein lipida dan DNA dari sel manusia yang sehat merupakan

sumber pasangan elektron yang baik. Kondisi oksidasi dapat menyebabkan

kerusakan protein dan DNA, kanker, penuaan, dan penyakit lainnya.

Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa golongan

Page 13: Laporan Farmakognosi II.doc

fenolik dan polifenolik. Senyawa-senyawa golongan tersebut banyak terdapat

di alam, terutama pada tumbuh-tumbuhan, dan memiliki kemampuan untuk

menangkal radikal bebas. Antioksidan yang banyak ditemukan pada bahan

pangan, antara lain viamin E, vitamin C, dan karotenoid.

Semua bagian tanaman melinjo bersifat antioksidan. Kemampuannya berturut-

turut adalah 37,27 mg, 36,66 mg, 34,08 mg, dan 32,52 mg VCEAC (Vitamin

C Equivalent Antioxidant Capacity). Pada biji melinjo mengandung

antioksidan tinggi yang setara dengan vitamin C. Aktivitas antioksidan ini

diperoleh dari konsentrasi tinggi, yaitu 9-10 % dalam setiap biji melinjo.

Protein utamanya didominasi jenis berukuran 30 kilo Dalton yang efektif

untuk menghabiskan radikal bebas, penyebab berbagai macam penyakit.

Potensi besar yang terkandung didalam sebutir biji melinjo (gnetum gnemon)

menjadikan melinjo sebagai sumber protein yang cocok untuk dijadikan

sebagai suplemen makanan nutraceutical, substansi yang mempunyai manfaat

bagi kesehatan, termasuk mencegah dan mengobati penyakit. Apalagi bijinya

mudah diperoleh, namun sampai sekarang belum ada studi tentang

penggunaan protein biji melinjo sebagai sumber antioksidan. Jika pemanfaat

peptide antioksidan dari hidrolisis biji melinjo ini berhasil, akan tersedia

suplemen nutraceutical alami yang murah.

Jepang juga sudah melirik potensi antioksidan dari biji famili Gnetaceae ini.

Melinjo termasuk tumbuhan purba yang secara evolusi dekat dengan tanaman

Ginkgo Biloba yang ada di Jepang. Hal ini yang menjadi daya tarik bagi orang

Jepang. Glinkgo adalah spesies pohon hidup tertua, yang tumbuh selama 150-

200 juta tahun dan dipercaya sebagai tonik otak karena memperkuat daya

ingat. Daun Ginkgo juga mempunyai khasiat antioksidan kuat dan berperan

penting dalam oksidasi radikal bebas penyebab penuaan dini dan pikun.

Melinjo memiliki ketahanan terhadap penyakit, baik bakteri, jamur, maupun

hama. Dari seluruh bagian tumbuhan melinjo dari daun, kulit batang, akar,

sampai biji,protein paling potensial adalah dari biji. Dari fraksi protein itu,

ditemukan fungsi lain melinjo sebagai antimikroba alami. Itu berarti protein

melinjo juga dapat dipakai sebagai pengawet alami makanan sekaligus obat

Page 14: Laporan Farmakognosi II.doc

baru  untuk penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Peptide Gg-AMP yang

diisolasi dari biji melinjo diindikasikan mempunyai potensi aktif menghambat

beberapa jenis bakteri gram positif dan negatif.

b) Purina

Purina adalah sebuah senyawa organik heterosiklik aromatik, yang terdiri dari

cincin pirimidina dan cincin immidazola yang bergandeng sebelahan. Purina

merupakan salah satu dari dua grup basa nitrogen. Purina termasuk purina-

purina bersubstitusi dan berbagai tautomernya adalah heterosiklik bernitrogen

yang paling banyak tersebar di alam. Purina ditemukan dalam konsentrasi

tinggi dalam daging dan produk daging, terutama organ dalam seperti hati dan

ginjal. Makanan dari tumbuhan biasanya mengandung sedikit Purina. Contoh

makanan yang mengandung banyak  purina adalah roti manis, teri, sardine,

hati, ginjal sapi, otak, ekstrak daging, hering, makerel, kerang, daging hewan

liar dan gravy. Purina juga cukup banyak terdapat pada daging babi, unggas,

ikan, dan makanan laut lainnya. Sayuran yang mengandung Purina antara lain

asparagus, bunga kubis, bayam, jamur, buncis, melinjo, kangkung, rebung dan

lain-lain.

Tabel 3. Kadar purin dalam berbagai makanan     

Makanan Purin (mg/100 g)

Usus 854

Babat 470

Paru 398

Daging sapi 385

Daun melinjo 366

Kangkung 298

Bayam 290

Kacang tanah 236

Melinjo 223

Tempe 141

Page 15: Laporan Farmakognosi II.doc

Sumber: Cahanar dan SuhandiMelinjo memicu asam urat lantaran

mengandung purin cukup tinggi. Kadar purin pada daun melinjo 366 mg per

100 gram bahan. Sedangkan pada bijinya 223 mg per 100 gram. Konsumsi

melinjo berlebihan menyebabkan asam urat menumpuk di jaringan tubuh.

Asam urat merupakan hasil akhir metabolism purin. Tubuh menyediakan 85%

purin untuk kebutuhan metabolisme setiap hari. Itu artinya pasokan purin dari

makanan hanya dibutuhkan 15%. Namun, apabila tidak dikonsumsi secara

berlebihan dan cara pengolahannya benar tidak akan menyebabkan asam urat.

Konsumsi berlebihan dan minyak goreng yang digunakan untuk menggoreng

emping hasil olahan melinjo tersebut yang menyebabkan kadar asam uratnya

meningkat. Jadi, bukan melinjo itu sendiri yang menyebabkan asam urat,

karena apabila disiapkan dalam bentuk makanan lain tanpa minyak dan tidak

dikonsumsi secara berlebihan tidak akan menyebabkan peningkatan asam urat.

Justru berdampak baik bagi kesehatan, sebab melinjo (gnetum gnemon)

mengandung antioksidan kuat yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh.

c) Alkaloida

1. Dalam dunia medis, istilah alkaloid telah lama menjadi bagian penting dan tak

terpisahkan dalam penelitian yang telah dilakukan selama ini, baik untuk

mencari senyawa alkaloid baru ataupun untuk penelusuran bioaktifitas.

Senyawa alkaloid merupakan senyawa organik terbanyak ditemukan di alam.

Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuhan dan tersebar luas dalam

berbagai jenis tumbuhan. Secara organoleptik, daun-daunan yang berasa sepat

dan pahit, biasanya teridentifikasi mengandung alkaloid. Selain daun-daunan,

senyawa alkaloid dapat ditemukan pada akar, biji, ranting, dan kulit kayu.

2. Berdasarkan literatur, diketahui bahwa hampir semua alkaloid di alam

mempunyai keaktifan biologis dan memberikan efek fisiologis tertentu pada

mahluk hidup. Sehingga tidaklah mengherankan jika manusia dari dulu

sampai sekarang selalu mencari obat-obatan dari berbagai ekstrak tumbuhan.

Fungsi alkaloid sendiri dalam tumbuhan sejauh ini belum diketahui secara

pasti, beberapa ahli pernah mengungkapkan bahwa alkaloid diperkirakan

Page 16: Laporan Farmakognosi II.doc

sebagai pelindung tumbuhan dari serangan hama dan penyakit, pengatur

tumbuh, atau sebagai basa mineral untuk mempertahankan keseimbangan ion.

3. Alkaloid secara umum mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen

yang bersifat basa dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Kebanyakan

alkaloid berbentuk padatan kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai

kisaran dekomposisi. Alkaloid dapat juga berbentuk amorf atau cairan.

Dewasa ini telah ribuan senyawa alkaloid yang ditemukan dan dengan

berbagai variasi struktur yang unik, mulai dari yang paling sederhana sampai

yang paling sulit.

4. Dari segi biogenetik, alkaloid diketahui berasal dari sejumlah kecil asam

amino yaitu ornitin dan lisin yang menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalanin

dan tirosin yang menurunkan alkaloid jenis isokuinolin, dan triftopan yang

menurunkan alkaloid indol. Reaksi utama yang mendasari biosintesis senyawa

alkaloid adalah reaksi mannich antara suatu aldehida dan suatu amina primer

dan sekunder, dan suatu senyawa enol atau fenol. Biosintesis alkaloid juga

melibatkan reaksi rangkap oksidatif fenol dan metilasi. Jalur poliketida dan

jalur mevalonat juga ditemukan dalam biosintesis alkaloid.

5. Indonesia dengan kekayaan alamnya yang melimpah, merupakan gudang bagi

tersedianya senyawa-senyawa alkaloid yang berkhasiat. Alkaloid merupakan

senyawa yang mengandung atom nitrogen yang tersebar secara terbatas pada

tumbuhan. Alkaloid kebanyakan ditemukan pada Angiospermae dan jarang

pada Gymnospermae dan Cryptogamae. Senyawa ini cukup banyak jenisnya

dan terkadang memiliki struktur kimia yang sangat berbeda satu sama lain,

meskipun berada dalam satu kelompok.

d) Saponin

1. Saponin adalah suatu glikosida yang mungkin ada pada banyak macam

tanaman. Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada

bagian-bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap

pertumbuhan. Fungsi dalam tumbuh-tumbuhan tidak diketahui, mungkin

sebagai bentuk penyimpanan karbohidrat, atau merupakan waste product dari

metabolisme tumbuh-tumbuhan.

Page 17: Laporan Farmakognosi II.doc

Kemungkinan lain adalah sebagai pelindung terhadap seranga serangga.

Sifat-sifat Saponin adalah:

1) Mempunyai rasa pahit

2) Dalam larutan air membentuk busa yang stabil

3) Menghemolisa eritrosit

4) Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi

5) Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksi steroid lainnya

6) Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi

7) Berat molekul relatif tinggi, dan analisis hanya menghasilkan formula

empiris yang mendekati.

e) Asam Folat

1. Folasin atau asam folat termasuh vitamin yang jarang dikenal masyarakat

Indonesia meskipun peranannya sangat penting bagi tubuh manusia. Bahan-

bahan pangan yang menjadi sumber folat masih belum banyak diketahui dan

diteliti. Penentuan kandungan folat dalam makanan merupakan masalah

analitik yang sulit karena bentuk biologi aktif vitamin ini sangat beragam yang

secara alami berada dalam ikatan poliglutamat (Stokstad et al. dalam Gregory

al., 1982). Folat sensitif terhadap panas, asam kuat, oksidasi dan cahaya.

Karena itu komponen ini sukar untuk diekstrak dari makanan tanpa teroksidasi

atau terdekonyugasi (Niekerk, 1982). Daun melinjo memiliki kadar asam

folat, dihidrofolat, dan asam folonik yang cukup tinggi. Konsentrasinya dapat

dilihat pada table berikut.

Tabel 2. Hasil analisis komponen folat sayuran  

Jenis SayuranKosentrasi (ug/g)

Asam folat Dihidrofolat Asam folinik Jumlah

Kubis 1,35 0,10 2,80 4,25

Brokoli 0,90 0,15 2,30 3,35

Kailan 1,10 0,75 7,05 8,90

Sawi Hijau 5,20 - 1,75 6,95

Page 18: Laporan Farmakognosi II.doc

Selada 2,60 0,30 0,95 3,85

Bayam 1,25 1,20 3,90 6,25

Daun singkong - 13,65 8,40 22,05

Daun melinjo 1,5 9,80 24,20 45,50

Katuk - 1,35 4,40 5,75

Daun Lobak - 1,15 1,80 2,75

Sumber: Teknologi dan Industri Pangan, tahun 1994Uraian skrining Fitokimia

Skrining fitokimia atau penapisan kimia merupakan tahapan awal untuk

mengidentifikasi kandungan kimia yang terkandung dalam tumbuhan, krna pada

tahap ini kita bisa mengetahui golongan senyawa kimia yang dikandung

tumbuhan yang sedang kita uji/teliti.

Metode yang digunakan dalam skrining fitokimia harus memiliki persyaratan :

metodenya sederhana dan cepat

peralatan yang digunakan sesedikit mungkin

selektif dalam mengidentifikasi senyawa-senyawa tertentu

dapat memberikan informasi tambahan mengenai keberadaan senyawa

tertentu dalam kelompok senyawa yang diteliti.

Golongan senyawa kimia dapat ditentukan dengan cara:

uji warna

penentuan kelarutan

bilangan Rf

ciri spektrum UV

namun secara umum penentuan golongan senyawa kimia dilakukan denga

cara uji warna dengan menggunakan pereaksi yang spesifik karena

dirasakan lebih sederhana.

Senyawa kimia berdasarkan asal biosintesis, sifat kelarutan, gugus fungsi

digolongkan menjadi :

Senyawa fenol, bersifat hidrofil, biosintesisnya berasal dari asam shikimat

Page 19: Laporan Farmakognosi II.doc

terpenoid, berasal dari lipid, biosintesisnya berasal dari isopentenil

pirofosfat

asam organik, lipid dan sejenisnya, biosintesisnya berasal dari asetat

senyawa nitrogen, bersifat basa dan bereaksi positif terhadap ninhidrin

atau dragendorf

gula dan turunannya

makromolekul, umumnya memiliki bobot molekul yang tinggi

Sedangkan berdasarkan biogenesisnya senyawa bahan alam dikelompokkan

menjadi :

Asetogenin : flavonoid, lipid, lignan, dan kuinon

karbohidra : monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida

isoprenoid : tepenoid, steroid, karotenoid

senyawa mengandung nitrogen : alkaloid, asam amino, protein, dan

nukleat

Dari semua kelompok senyawa, skrining fitokimia umumnya hanya dilakukan

terhadap kelompok senyawa fenol, terpenoid, dan senyawa nitrogen.

1. Senyawa fenol

Senyawa fenol ditandai dengan struktur cincin aromatik yang mengandung

satu atau dua penyulih hidroksil. cendrung mudah larut dalam air, contoh

senyawa : polifenol, flavonoid, tanin dan quinon

2. Senyawa terpenoid

Terpenoid  tersusun dari molekul unit isoprena (C5), digolongkan berdasarkan

jumlah isoprena dari senyawa tersebut, seperti: monoterpen, dua isopren

(C10), tiga isopren (C15), empat (C20), C25, C30, C35, C40 :

monoterpen (C10) dan seskuiterpen (C15) : mudah menguap, komponen

minyak atsiri

diterpen (C20) : lebih sukar menguap

triterpen (C30) : sterol dan saponin (senyawa yang tidak menguap)

pigmen karetonoid : tetraterpenoid (C40)

3. Senyawa nitrogen

Page 20: Laporan Farmakognosi II.doc

Senyawa nitrogen yang ada pada tumbuhan seperti : asam amino, amina,

alkaloid, glikosida, sianogen, porfirin, purin, piridin, sitokinin dan klorofil

(pigmen porifirin), tetapai kelah terbesar dari senyawa nitrogen adalah

alkaloid.

Masalah pada skrining fitokimia biasanya adalah kesalahan menafsirkan hasil

analisis pengujian/skrining, seperti :

reaksi positif palsu adalah hasil pengujian menyatakan ada (positif), tapi

sebenarnya tidak ada (negatif), hal ini bisa disebabkan kesalahan alat, atau

pengaruh senyawa yang memiliki kesamaan sifat maupun struktur atom yang

identik

reaksi negatif palsu adalah hasil pengujian menyatakan tidak ada (negatif),

tapi sebenarnya ada (positif), hal ini bisa disebabkan kurang sensitifnya alat,

atau karena kadar didalam bahan uji terlalu sedikit, atau bahan ujinya (ekstrak

simplisia) tidak memenuhi syarat, oleh karena itu senyawa yang tadinya ada

hilang/rusak karna reaksi enzimatik maupun hidrolisis.

f. Khasiat

Banyak mitos yang mengatakan bahwa melinjo dapat menyebabkan kenaikan

asam urat (Hiperurisemia) yang signifikan. Hal ini benar karena melinjo

mengandung purin. Peningkatan asam urat terjadi karena gangguan metabolisme

purin dan asupan purin tinggi dari makanan secara berlebihan.

Hiperurisemia terjadi karena gangguan pengeluaran asam urat oleh ginjal.

Hiperurisemia dapat disebabkan oleh faktor genetik dan dapat diturunkan.

Daun melinjo yang bisa membuat kadar asam urat melonjak dan belakang

kepala terasa berat itu mempunyai kandungan antioksidan yang tinggi. Meski

demikian, efek antioksidan melinjo juga bisa diperoleh dengan memakan bijinya

langsung tanpa proses isolasi yang berbelit. Walaupun demikian, tetap saja

melinjo masih memiliki khasiat yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh.

Untuk wanita hamil, daun melinjo bermanfaat untuk mengurangi rasa mulas

ketika hendak melahirkan. Ketika usia kandungan sudah berusia 8 bulan, mulailah

mengkonsumsi air rebusan daun melinjo sampai menjelang kelahiran. Sehingga

rasa mulas yg tak tertahankan pun akan sedikit berkurang.

Page 21: Laporan Farmakognosi II.doc

Selain itu, daun melinjo bermanfaat untuk mengusir radikal bebas, pemicu

kanker dan mempercepat penuaan.

B. Ekstraksi

Ekstraksi adalah sediaan yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia

nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai. Kemudian semua atau hampir semua

pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian hingga memenuhi

baku yang telah ditetapkan (Anwar, 1994).

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair

dari campurannya dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat

mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi adalah tipe persiapan sampel,

waktu ekstraksi, kuantitas pelarut, suhu pelarut dan tipe pelarut.

Secara umum, tujuan ekstraksi adalah :

1. Senyawa kimia sesuai dengan kebutuhan

2. Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu,

misalnya alkaloid, flavanoid atau saponin

3. Organisme yang digunakan dalam pengobatan tradisional, dan biasanya dibuat

dengan cara dididihkan dalam air

4. Sifat senyawa yang akan diisolasi dalam menguji organisme untuk mengetahui

adanya senyawa dengan aktivitas biologi khusus (Sabarwati, 2006).

Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut

organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang

mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka

larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus

sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di

luar sel. Prinsip maserasi adalah penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara

merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari

Page 22: Laporan Farmakognosi II.doc

pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke

dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan

konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang

konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan

konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi

keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama

proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari.

Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Sabarwati, 2006)

Hampir 70% dari semua lemak dan minyak yang dihasilkan dunia adalah

minyak nabati. Minyak diperoleh dari biji tanaman seperti kacang tanah, kedelai,

bunga matahari, zaitun dan sebagainya. Minyak diekstraksi dari dalam biji atau

inti dengan menggilingnya dan dengan menggunakan pelarut dan kemudian

memisahkan pelarutnya dengan evaporasi.

Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat bahan

mentah obat, daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan

kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna (Saktiono, 2004).

Ekstraksi merupakan teknik pemisahan yang sangat sering dilakukan di

laboratorium kimia organic. Jarang sekali pekerjaan laboratorium organic yang

tidak melibatkan ekstraksi. Ekstraksi dapat didefinisikan sebagai metode

pemisahan komponen dari suatu campuran dengan menggunakan suatu pelarut.

Ragam ekstraksi yang tepat sudah tentu bergantung pada tekstut dan

kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang

diisolasi umumnya kita perlu membunuh jaringan tumbuhan untuk mencegah

terjadi  oksidasi enzim / hidrolisis (Harborne, 1987).

Teknik ekstraksi pelarut merupakan suatu teknik pemisahan yang lazim,

penting dan sangat berguna serta banyak digunakan dalam cabang kimia analisis.

Dasar berfikir ini adalah pemisahan dari campuran solute lewat proses partisi

antar dua pelarut kedalam campuran tidak merusak residu yang terbentuk

sehingga memisahkan ekstrak lebih mudah. Disamping itu air juga memiliki

viskositas rendah sehingga sirkulasi zat dapat terjadi dengan bebas (Brotowijoyo,

1994).

Page 23: Laporan Farmakognosi II.doc

Pemisahan suatu zat atau beberapa dari suatu padatan atau cairan dengan

bantuan pelarut, pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larutan yang berbeda-

beda dari komponen campuran tersebut .

Secara umum ekstraksi senyawa metabolit sekunder dari seluruh bagian

tumbuhan seperti bunga, buah, daun, kulit batang dan akar menggunakan system

maserasi menggunakan pelarut organik polar seperti methanol dan n – heksan.

Beberapa metode ekstarksi senyawa organik bahan alam yang umum digunkan

antaa lain (Kimbal,1998).

a. Jenis Ekstraksi

1. Ekstraksi secara dingin

a. Metode Maserasi

Maserasi merupakan cara ekstraksi yang digunakan dengan merendam serbuk

simplisia dalam cairan penyari. Keuntungan dari cara ini adalah cara pengerjaan

dan peralatannya sederhana, meskipun demikian ada juga kerugiannya, yaitu

waktu pengerjaannya relatif lama dan kurang sempurna (Rudiyatmi, 2012).

Maserasi merupakan suatu metode ekstraksi dengan cara merendam sampel

menggunakan pelarut denganatau tanpa pengadukan. Metode maserasi digunakan

untuk mengekstrak sampel yang relatif mudah rusak oleh panas. Metode ini

dilakukan dengan merendam contoh dalam suatu pelarut baik tunggal maupun

campuran dengan lama waktu tertentu (umumnya 1-2 hari perendaman) tanpa

pemanasan.

Maserasi merupakan cara yang paling sederhana kerena simplisia yang telah

diserbukkan dengan derajat halus tertentu hanya perlu direndam dalam cairan

penyari selama waktu yang ditentukan dalam suatu wadah yang terlindung dari

sinar matahari untuk menghindari terjadinya reaksi yang dikatalisis oleh cahaya

dan juga untuk menghindari terjadinya perubahan warna (Rudiyatmi, 2012).

Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol atau pelarut lain.

Apabila cairan penyari digunakan air maka untuk mencegah timbulnya kapang,

dapat ditambahkan bahan pengawet yaitu nipagin yang diberikan pada awal

penyarian. Hasil penyarian dengan cara maserasi perlu dibiarkan selama waktu

Page 24: Laporan Farmakognosi II.doc

tertentu. Waktu tersebut diperlukan untuk mengendapkan zat-zat yang tidak

diperlukan tetapi ikut ke dalam cairan penyari seperti malam (Rudiyatmi, 2012).

Metode maserasi memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode ini

relatif sederhana yaitu tidak memerlukan alat-alat yang rumit, relatif mudah,

murah, dan dapat menghindari rusaknya komponen senyawa akibat panas.

Kelemahan metode ini diantaranya waktu yang diperlukan relatif lama dan

penggunaan pelarut yang tidak efektif dan efisien.

b. Perkolasi 

Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan

penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Pembasahan serbuk sebelum

dilakukan penyarian dimaksudkan untuk memberi kesempatan sebesar - besarnya

kepada cairan penyari memasuki seluruh pori - pori dalam simplisia sehingga

mempermudah penyarian selanjutnya. Alat yang digunakan untuk perkolasi

disebut perkolator. Cairan yang digunakan untuk menyari disebut cairan penyari

atau menstrum. Larutan zat aktif yang keluar dari perkolator disebut sari atau

perkolat, sedangkan sisa setelah dilakukannya penyarian disebut ampas atau sisa

perkolasi (Saktiono, 2004).

Prinsip penyarian dengan cara perkolasi adalah : Serbuk simplisia

ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat

berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut,

cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel - sel yang dilalui sampai mencapai

keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan olek kekuatan gaya beratnya sendiri

dan cairan atasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk

menahan. Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain : gaya berat,

kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adhesi, daya kapiler

dan gaya geseran ( friksi ). Bentuk perkolator ada 3 macam yaitu perkolator

berbentuk tabung, perkolator berbentuk paruh dan perkolator berbentuk corong.

Pemilihan perkolator ini tergantung pada jenis serbuk simplisia yang akan disari

(Saktiono, 2004).

c. Metode Soxhletasi

Page 25: Laporan Farmakognosi II.doc

Metode ekstraksi soxhlet adalah metode ekstraksi dengan prinsip pemanasan

dan perendaman sampel. Hal itu menyebabkan terjadinya pemecahan dinding dan

membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan diluar sel. Dengan

demikian, metabolit sekunder yang ada di dalam sitoplasma akan terlarut ke

dalam pelarut organik. Larutan itu kemudian menguap ke atas dan melewati

pendingin udara yang akan mengembunkan uap tersebut menjadi tetesan yang

akan terkumpul kembali. Bila larutan melewati batas lubang pipa samping soxhlet

maka akan terjadi sirkulasi. Sirkulasi yang berulang itulah yang menghasilkan

ekstrak yang baik (Harborne 1987).

Keuntungan metode ekstraksi soxhletasi antara lain:

1. Cairan pelarut yang digunakan lebih sedikit dan secara langsung diperoleh hasil

yang lebih pekat.

2. Simplisia disari oleh pelarut yang selalu baru sehingga dapat menarik zat aktif

yang lebih banyak.

3. Penyarian dapat diteruskan sesuai keperluan tanpa menambah volume pelarut.

Sementara itu, kelemahannya metode ekstraksi soxhletasi antara lain:

1. Tidak baik untuk zat aktif yang tidak tahan panas, tetapi kondisi itu dapat

diperbaiki dengan menambahkan peralatan untuk mengurangi tekanan udara.

2. Adanya pendidihan pelarut terus menerus sehingga mempengaruhi kualitas

pelarut.

2.Ekstraksi secara panas

a. Metode Refluks

Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan

ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan,

uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-

molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan

menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya

berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian

pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh

dikumpulkan dan dipekatkan.

Page 26: Laporan Farmakognosi II.doc

Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk mengekstraksi sampel-

sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung.

Kerugiannya adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar dan

sejumlah manipulasi dari operator (Sudjadi, 1986).

d. Destilasi Uap

Penyarian minyak menguap dengan cara simplisia dan air ditempatkan dalam

labu berbeda. Air dipanaskan dan akan menguap, uap air akan masuk ke dalam

labu sampel sambil mengekstraksi minyak menguap yang terdapat dalam

simplisia, uap air dan minyak menguap yang telah terekstraksi menuju kondensor

dan akan terkondensasi, lalu akan melewati pipa alonga, campuran air dan minyak

menguap akan masuk ke dalam corong pisah, dan akan memisah antara air dan

minyak atsiri(Sudjadi, 1986).

b. Tujuan Ekstraksi

Adapun tujuan daripada ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen

kimia yang terdapat didalam simplisia. Basic daripada ekstraksi ini adalah

perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan

mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam

pelarut. Secara umum, terdapat empat situasi dalam menentukan tujuan ekstraksi

antara lain:

a. Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari organisme.

Dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat diikuti dan dibuat

modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses atau menyesuaikan

dengan kebutuhan pemakai.

b. Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu,

misalnya alkaloid, flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia sebetulnya

dari senyawa ini bahkan keberadaannya belum diketahui. Dalam situasi seperti

ini, metode umum yang dapat digunakan untuk senyawa kimia yang diminati

dapat diperoleh dari pustaka. Hal ini diikuti dengan uji kimia atau

kromatografik yang sesuai untuk kelompok senyawa kimia tertentu.

Page 27: Laporan Farmakognosi II.doc

c. Organisme (tanaman atau hewan) digunakan dalam pengobatan tradisional, dan

biasanya dibuat dengan cara, misalnya Tradisional Chinese medicine (TCM)

seringkali membutuhkan herba yang dididihkan dalam air dan dekok dalam air

untuk diberikan sebagai obat. Proses ini harus ditiru sedekat mungkin jika

ekstrak akan melalui kajian ilmiah biologi atau kimia lebih lanjut, khususnya

jika tujuannya untuk memvalidasi penggunaan obat tradisional.

d. Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan cara

apapun. Situasi ini (utamanya dalam program skrining) dapat timbul jika

tujuannya adalah untuk menguji organisme, baik yang dipilih secara acak atau

didasarkan pada penggunaan tradisional untuk mengetahui adanya senyawa

dengan aktivitas biologi khusus (Khopkar, 1990).

c. Penyiapan bahan yang akan diekstrak dan pelarut

Ekstraksi dapat dilakukan secara kontinue atau bertahap, ekstraksi

bertahap cukup dilakukan dengan corong pisah. Campuran dua pelarut

dimasukkan dengan corong pemisah, lapisan dengan berat jenis yang lebih ringan

berada pada lapisan atas.

Dengan jalan pengocokan proses ekstraksi berlangsung, mengingat bahwa

proses ekstraksi merupakan proses kesetimbangan maka pemisahan salah satu

lapisan pelarut dapat dilakukan setelah kedua jenis pelarut dalam keadaan diam.

Lapisan yang ada dibagian bawah dikeluarkan dari corong dengan jalan membuka

kran corong dan dijaga agar jangan sampai lapisan atas ikut mengalir keluar.

Untuk tujuan kuantitatif, sebaiknya ekstraksi dilakukan lebih dari satu kali.

Analisis lebih lanjut setelah proses ekstraksi dapat dilakukan dengan

berbagai metode seperti volumetri, spektrofotometri dan sebagainya. Jika sebagai

metode analisis digunakan metode spekttrofotometri, tidak perlu dilakukan

pelepasan karena konsentrasi gugus yang bersangkutan dapat ditentukan langsung

dalam lapisan organik. Metode spektrofotometri dapat digunakan untuk pelarut air

maupun organik.

Ekstraksi padat cair atau leaching adalah transfer difusi komponen terlarut

dari padatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses yang bersifat

fisik karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke keadaan semula

Page 28: Laporan Farmakognosi II.doc

tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat dilakukan

jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven pengekstraksi. Ekstraksi

berkelanjutan diperlukan apabila padatan hanya sedikit larut dalam pelarut.

Namun sering juga digunakan pada padatan yang larut karena efektivitasnya

Untuk memilih jenis pelarut yang sesuai harus diperhatikan faktor-faktor

sebagai berikut:

1. Harga konstanta distribusi tinggi untuk gugus yang bersangkutan dan konstanta

distribusi rendah untuk gugus pengotor lainnya.

2. Kelarutan pelarut organik rendah dalam air.

3. Viskositas kecil dan tidak membentuk emulsi dengan air.

4. Tidak mudah terbakar dan tidak bersifat racun.

5. Mudah melepas kembali gugs yang terlarut didalamnya untuk keperluan analisa

lebih lanjut.

Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh:

1. Selektivitas, pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan.

2. Kelarutan, pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak

yang besar.

3. Kemampuan tidak saling bercampur, pada ekstraksi cair, pelarut tidak boleh

larut dalam bahan ekstraksi.

4. Kerapatan, sedapat mungkin terdapat perbedaan kerapatan yang besar antara

pelarut dengan bahan ekstraksi.

5. Reaktivitas, pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada

komponen bahan ekstraksi.

6. Titik didih, titik didh kedua bahan tidak boleh terlalu dekat karena ekstrak dan

pelarut dipisahkan dengan cara penguapan, distilasi dan rektifikasi.

7. Kriteria lain, sedapat mungkin murah, tersedia dalam jumlah besar, tidak

beracun, tidak mudah terbakar, tidak eksplosif bila bercampur udara, tidak

korosif, buaka emulsifier, viskositas rendah dan stabil secara kimia dan fisik

(Khopkar, 1990).

C. Ekstraksi Cair-cair

Page 29: Laporan Farmakognosi II.doc

Ekstraksi memanfaatkan pembagian sebuah zat terlarut antara dua

pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu

pelarut ke pelarut lain. Kesetimbangan heterogen yang penting melibatkan

pembagian suatu spesies antara dua fase pelarut yang tidak dapat tercampur.

Kesetimbangan seperti ini terdapat dalam banyak proses pemisahan dalam

penelitian kimia maupun di industri (Oxtoby, 2001, hal: 339-340)

Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi suatu zat terlarut diantara dua

fase cair yang tidak saling bercampur. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk

pemisahan secara cepat dan bersih baik untuk zat organik maupun zat anorganik.

Cara ini juga dapat digunakan untuk analisis makro maupun mikro. Selain untuk

kepentingan analisis kimia, ekstraksi juga banyak digunakan untuk pekerjaan-

pekerjaan preparatif dalam bidang kimia organik, biokimia dan anorganik di

laboratorium (Alimin, 2007, hal: 51).

Beberapa cara dapat mengklasifikasikan sistem ekstraksi. Cara klasik

adalah mengklasifikasi berdasarkan sifat zat yang diekstraksi, sebagai khelat atau

sistem ion berasosiasi, akan tetapi klasifikasi sekarang didasarkan pada hal yang

lebih ilmiah, yaitu proses ekstraksi. Bila ekstraksi ion logam berlangsung, maka

proses ekstraksi berlangsung pada mekanisme tertentu. Berarti jika ekstraksi

berlangsung melalui pembentukan khelat atau struktur cincin, ekstraksi dapat

diklasifikasikan sebagai ekstraksi khelat (Khopkar, 2008, hal: 91-92).

Golongan ekstraksi berikutnya dikenal dengan ekstraksi melalui solvasi

sebab spesies ekstraksi disolvasi ke fase organik. Golongan ekstraksi ketiga

adalah proses yang melibatkan pembentukan pasangan ion. Ekstraksi berlangsung

melalui pembentukan spesies netral yang tidak bermuatan diekstraksi ke fase

organik, sedangkan kategori terakhir merupakan ekstraksi sinergis. Nama yang

digunakan menyatakan adanya efek saling memperkuat yang berakibat

penambahan ekstraksi dengan memanfaatkan pelarut pengekstraksi. Setelah

pengulangan mekanisme ekstraksi, ekstraksi keseimbangan dan teknik ekstraksi

akan mengulangi penerapan destruksi pelarut dalam kimia analitik pada tiap-tiap

kelas ekstraksi (Khopkar, 2008, hal: 92).

Page 30: Laporan Farmakognosi II.doc

Menurut Khopkar (2008, hal: 92), proses ekstraksi pelarut berlangsung

tiga tahap, yaitu:

1.     Pembentukan kompleks tidak bermuatan yang merupakan golongan ekstraksi

dengan tahap paling penting dalam ekstraksi. Jelaslah bahwa kompleks

bermuatan tidak akan terekstraksi sehingga mutlak kompleks diekstraksi harus

tanpa muatan. Kompleks tak bermuatan dapat dibentuk melalui proses

pembentukan khelat (yaitu khelat netral), solvasi atau pembentukan pasangan

ion.

2.      Distribusi dari kompleks yang terekstraksi.

3.      Interaksinya yang mungkin dalam fase organik

Bila suatu zat terlarut membagi diri antara dua cairan yang tidak dapat

bercampur, ada suatu hubungan yang pasti antara konsentrasi zat pelarut dalam

kedua fase pada kesetimbangan. Nersnt pertama kalinya memberikan pernyataan

yang jelas mengenai hukum distribusi yang menunjukkan bahwa suatu zat terlarut

akan membagi dirinya antara dua cairan yang tidak dapat bercampur sedemikian

rupa sehingga angka banding konsentrasi pada kesetimbangan adalah konstanta

pada suatu temperatur tertentu. (Underwood, 1996, hal: 461).

Tiga metode dasar pada ekstraksi cair-cair adalah ekstraksi bertahap

(batch), ekstraksi kontinu dan ekstraksi counter current. Ekstraksi bertahap

merupakan cara yang paling sederhana. Caranya cukup dengan menambahkan

pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut semula kemudian

dilakukan pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi zat yang akan

diekstraksi pada kedua lapisan, setelah ini tercapai lapisan didiamkan dan

dipisahkan. Metode ini sering digunakan untuk pemisahan analitik.

Kesempurnaan ekstraksi tergantung pada banyaknyaekstraksi yang dilakukan.

Hasil yang baik diperoleh jika jumlah ekstraksi yang dilakukan berulang kali

dengan jumlah pelarut sedikit-sedikit (Khopkar, 2008, hal: 106).

Ekstraksi cair-cair ditentukan oleh distribusi Nerst atau hukum partisi

yang menyatakan bahwa ”pada konsentrasi dan tekanan yang konstan, analit akan

terdistribusi dalam proporsi yang selalu sama diantara dua pelarut yang saling

tidak campur”. Perbandingan konsentrasi pada keadaan setimbang di dalam 2 fase

Page 31: Laporan Farmakognosi II.doc

disebut dengan koefisien distribusi atau koefisien partisi (KD) dan diekspresikan

dengan:

[S]org

KD = -------------

[S]aq

[S]org dan [S]aq masing-masing merupakan konsentrasi analit dalam fase

organik dan dalam fase air; KD merupakan koefisien partisi.

Dalam prakteknya, analit seringkali berada dalam bentuk kimia yang berbeda

karena adanya disosiasi (ionisasi), protonasi, dan juga kompleksasi atau

polimerisasi karenanya ekspresi yang lebih berguna adalah rasio distribusi atau

rasio partisi (D) yang diekspresikan dengan:

(Cs)org

D = -------------

(Cs)aq

(Cs)org dan (Cs)aq masing-masing merupakan konsentrasi total analit

(dalam segala bentuk) dalam fase organik dan dalam fase air; D merupakan rasio

partisi.

Jika tidak ada interaksi antar analit yang terjadi dalam kedua fase maka nilai KD

dan D adalah identik (Anonim, 2013).

Analit yang mempunyai rasio distrbusi besar (104 atau lebih) akan mudah

terekstraksi ke dalam pelarut organik meskipun proses kesetimbangan (yang

berari 100% solut terekstraksi atau tertahan) tidak pernah terjadi.

Kebanyakan ekstraksi dilakukan dengan menggunakan corong pisah dalam waktu

beberapa menit. Akan tetapi untuk efektifitas ekstraksi analit dengan rasio

distribusi yang kecil (< 1) hanya dapat dicapai dengan mengenakan pelarut baru

pada larutan sampel secara terus-menerus. Hal ini dapat dilakuan dengan refluks

menggunakan alat yang didisain secara khusus yaitu suatu alat ekstraktor secara

terus-menerus.

Alat ekstraksi secara terus-menerus : 

Page 32: Laporan Farmakognosi II.doc

pelarut pengekstraksi kurang rapat dibanding dengan larutan yang

mengandung solut yang akan diekstraksi.

pelarut pengekstraksi lebih rapat dibanding dengan larutan yang

mengandung solut yang akan diekstraksi.

Pelarut organik yang dipilih untuk ekstraksi pelarut adalah: mempunyai kelarutan

yang rendah dalam air (<10%), dapat menguap sehingga memudahkan

menghilangkan pelarut organik setelah dilakukan ekstraksi, dan mempunyai

kemurnian yang tinggi untuk meminimalkan adanya kontaminasi sampel

(Anonim, 2013).

Ada tiga faktor penting yang berpengaruh dalam peningkatan karakteristik

hasil dalam ekstraksi cair-cair yaitu (Martunus dkk., 2006; Martunus & Helwani,

2004; 2005; 2006):

1. Perbandingan pelarut-umpan (S/F).

Kenaikan jumlah pelarut (S/F) yang digunakan akan meningkatan hasil

ekstraksi tetapi harus ditentukan titik (S/F) yang minimum agar proses

ekstraksi menjadi lebih ekonomis.

2. Waktu ekstraksi.

Ekstraksi yang efisien adalah maksimumnya pengambilan solut dengan

waktu ekstraksi yang lebih cepat.

3. Kecepatan pengadukan.

Untuk ekstraksi yang efisien maka pengadukan yang baik adalah yang

memberikan hasil ekstraksi maksimum dengan kecepatan pengadukan

minimum, sehingga konsumsi energi menjadi minimum.

Untuk mencapai proses ekstraksi cair-cair yang baik, pelarut yang digunakan

harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Martunus & Helwani, 2004;2005):

1. Kemampuan tinggi melarutkan komponen zat terlarut di dalam campuran.

2. Kemampuan tinggi untuk diambil kembali.

3. Perbedaan berat jenis antara ekstrk dan rafinat lebih besar.

4. Pelarut dan larutan yang akan diekstraksi harus tidak mudah campur.

5. Tidak mudah bereaksi dengan zat yang akan diekstraksi.

6. Tidak merusak alat secara korosi.

Page 33: Laporan Farmakognosi II.doc

7. Tidak mudah terbakar, tidak beracun dan harganya relatif murah.

Efesiensi proses ekstraksi tergantung pada nilai distribusinya (D-nya) dan

juga tergantung pada volume relatif kedua fase. Dengan menggunakan ekstraksi,

banyaknya analit yang terekstraksi dapat dihitung dengan rumus berikut:

Vorg dan Vaq masing-masing merupakan banyaknya volume fase organik dan

fase air yang digunakan; D merupakan rasio distribusi.

Analit dengan nilai D yang kecil maka ekstraksi berulang akan meningkatkan

efisiensi ekstraksi. Rumus yang digunakan untuk ektraksi bertingkat adalah :

Caq     : banyaknya analit dalam fase air mula-mula

(Caq)n : banyaknya analit dalam fase air setelah n kali ekstraksi

Vorg    : banyaknya volume fase organic

Vaq    : banyaknya volume fase air

N        : banyaknya (frekuensi) ekstraksi

Page 34: Laporan Farmakognosi II.doc

Dari persamaan di atas nampak jelas bahwa efisiensi ekstraksi meningkat jika (i)

digunakan jumlah larutan pengekstraksi yang lebih besar, atau (ii) dengan

melakukan beberapa kali ekstraksi dengan volume yang sama (Anonim, 2013).

Beberapa masalah sering dijumpai ketika melakukan ekstraksi pelarut

yaitu: terbentuknya emulsi; analit terikat kuat pada partikulat; analit terserap oleh

partikulat yang mungkin ada; analit terikat pada senyawa yang mempunyai berat

molekul tinggi; dan adanya kelarutan analit secara bersama-sama dalam kedua

fase (Anonim, 2013).

Terjadinya emulsi merupakan hal yang paling sering dijumpai. Oleh

karena itu jika emulsi antara kedua fase ini tidak dirusak maka recovery yang

diperoleh kurang bagus. Emulsi dapat dipecah dengan beberapa cara :

1. Penambahan garam ke dalam fase air

2. Pemanasan atau pendinginan corong pisah yang digunakan

3. Penyaringan melalui glass-wool

4. Penyaringan dengan menggunakan kertas saring

5. Penambahan sedikit pelarut organik yang berbeda

6. Sentrifugasi.

Jika senyawa-senyawa yang akan dilakukan ekstraksi pelarut berasal dari plasma

maka kemungkinan senyawa tersebut terikat pada protein, sehingga recovery yang

dihasilkan rendah. Teknik yang dapat digunakan untuk memisahkan senyawa

yang terikat pada protein meliputi :

Penambahan detergen;

Penambahan pelarut organik yang lain;

Penambahan asam kuat;

Pengenceran dengan air;

Penggantian dengan senyawa yang mampu mengikat lebih kuat.

D. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas

perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara dua

Page 35: Laporan Farmakognosi II.doc

fase, yaitu fase diam (padat atau cair) dan fase gerak (cair atau gas). Bila fase

diam berupa zat padat yang aktif, maka dikenal istilah kromatografi penyerapan

(adsorption chromatography). Bila fase diam berupa zat cair, maka teknik ini

disebut kromatografi pembagian (partition chromatography).

Kromatografi digunakan sebagai untuk memisahkan substansi campuran

menjadi komponen-komponennya. Berdasarkan jenis eluen dan adsorbennya

kromatografi dibagi menjadi empat yaitu kromatografi kolom, kromatografi

kertas, kromatografi gas dan kromatografi lapis tipis.

Kromatografi kolom adalah kromatografi yang adsorbennya di masukkan

ke dalam tabung (pipa) kaca. Adsorben tersebut berupa padatan dalam bentuk

tepung, contoh alumina, setelah pemisahan masing-masing komponen

kromatografi terdapat didaerah tertentu dalam tabung.

Kromatografi kertas adalah jenis kromatografi yang menggunakan kertas

sebagai adsorben dan zat cair sebagai eluennya. Teknik pemisahan, campuran

komponen diteteskan pada kertas (yang dipakai adalah kertas kromatografi)

dengan pipet kecil, misalkan pada dua titik p dan q tidak terbenam kertas

digantungkan supaya stabil dan dibiarkan agar eluen naik perlahan sambil

membawa komponen terpisah satu sama lain, karena perbedaan daya serapnya

pada kertas.

Kromatografi gas adalah kromatografi yang menggunakan gas sebagai

eluennya, sedangkan komponen didalam alat akan diubah menjadi gas dan

mengalir bersama eluen. Kecepatan mengalir komponen akan berbeda dan

mengakibatkan terpisahnya komponen yang satu dengan yang lain.

Kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan lempeng tipis (seperti kaca

atau lempeng logam) yang dilumuri padatan sebagai adsorben dan dikeringkan.

Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu teknik yang sederhana dan banyak

digunakan. Metode ini menggunakan lempeng kaca atau lembaran plastic yang

ditutupi penyerap untuk lapisan tipis dan kering bentuk silica gel, alumina,

selulosa dan polianida. Untuk menotolkan larutan cuplikan pada lempeng kaca,

pada dasarnya digunakan mikro pipet/ pipa kapiler. Setelah itu bagian bawah dari

Page 36: Laporan Farmakognosi II.doc

lempeng dicelup dalam larutan pengelusi di dalam wadah yang tertutup

(Chamber).

Ide penggunaan kromatogrfi serapan dalam bentuk lapis tipis yang

diletakkan pada suatu penyokong telah diketengahkan dalam tahun 1938.mula

pertama dicoba memisahkan terpen-terpen pada “Cromatostrip” yang dibuat

dengan melapisi potongan gelas kecil dengan penyerap yang dicampur dengan

pati atau perekat yang berkelakuan sebagai pengikat.

Pembuatan plat kromatografi, yaitu untuk membentangkan penyerap

dalam palisan tipis yang berkelakuan sebagai penyokong yang inert. Penyerap

padat yang berbentuk bubukan halus biasanya pertama-tama dibuat menjadi bubur

(slurry) dengan air (kurang umum dengan zat organic yang mudah menguap) dan

dibentangkan diatas plat gelas. Pembuatan lapisa tipis diatas kaca ada beberapa

cara yaitu dengan jalan penyemprotan atau pencelupan, di samping dikerjakan

dengan tangan dapat juda dikerjakan dengan mesin. Plat yang telah dilapisi

dipanaskan atau di-“aktif”-kan dengan jalan memanaskan pada suhu kira-kira

100oC selama beberapa waktu lama.

Larutan cuplikan dalam pelarut yang mudah menguap diletakkan di atas

lapisan dengan menggunakan pipet atau alat penyuntik. Bila oda telah kering lat

diletakkan secara vertical dalam bejana yang sesuai dengan tepi yang dibawah

dicelupkan dalam fase bergerak yang terpilih; maka pemisahan kromatografi

penaikan akan diperoleh. Pada akhir perkembangan, pelarut dibiarkan menguap

dari plat dan noda-noda yang terpisah dilokalisir dan diidentifikasi dengan cara-

cara fisika dan kimia seperti yang digunakan dalam kromatografi kertas.

Sifat-sifat umum dari penyerap-penyerap untukkromatografi lapis tipis

adalah mirip dengan sifat-sifat penyerap untuk kromatografi kolom. Dua sifat

yang penting dari penyerap adalah besar partikel dan homogenitasnya, karena

adhesi terhadap penyokong sangat tergantung pada mereka.besar partikel yang

biasa digunakan adalah 1-25 mikron. Partikel yang butirannya sangat kasar tidak

akan memberikan hasil yang memuaskan dan salah satu alas an untuk menaikkan

hasil yang memuaskan dan salah satu alasan untuk menaikkan hasil pemisahan

adalah menggunakan penyerap yang butirannya halus.

Page 37: Laporan Farmakognosi II.doc

Berikut adalah penyerap-penyerap untuk kromatografi lapis tipis yaitu

sebagai berikut:

Zat padat Digunakan untuk memisahkan

Silika Asam-asam amino, alkaloid, gula,

asam-asam lemak, lipida, minyak

esensial, anion dan kation organic,

sterol, terpenoid.

Alumina Alkoloida, zat warna, fenol, steroid,

vitamin-vitamin, karoten, asam-asam

amino.

Kieselguhr Gula, oligosakarida, asam-asam dibasa,

asam-asam lemak, trigliserida, asam-

asam amino, steroid.

Bubuk selulose Asam-asam amino, alkoloida,

nukleotida.

Pati Asam-asam amino.

Sephadex Asam-asam amino,protein.

Kebanyakan penyerapyag digunakan adalah silica gel. Silica gel yang

digunakan kebanyakan diberi pengikat (binder) yang dimaksud untuk memberikan

kekuatan pada lapisan, menambah adhesi pada gelas penyokong. Pengikat yang

digunakan kebanyakan kalsium sulfat. Tetapi biadanya dalam perdagangan silica

gel telah diberi pengikat. Jadi tak perlu mencampur sendiri, dan diberi nama kode

silica gel G.

Identifikasi dan harga-harga Rf

Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih

baik dengan pereaksi lokasi kimia dan reaksi-reaksi warna. Tetapi lazimnya untuk

identifikasi menggunakan harga Rf meskipun harga-harga Rf dalam lapisan tipis

kurang tepat bila dibandingkan pada kertas, harga Rf didefinisikan sebagai

berikut:

Jarak yang digerakkan oleh senyawa dari titik asal

Harga Rf =

Page 38: Laporan Farmakognosi II.doc

Jarak yang digerakkan oleh pelarut dari titik asal

Harga-harga Rf untuk senyawa-senyawa murni dapat dibandingkan

dengan harga-harga standar. Perlu diperhatikan bahwa harga-harga Rf yang

diperoleh hanya berlaku untuk campuran tertentu dari pelarut dan penyerap yang

digunakan, meskipun demikian daftar dari harga-harga Rf untuk berbagai

campuran dari pelarut dan penyerap dapat diperoleh.

Pengukuran yang sering dipakai lainnya adalah menggunakan pengertian

Rx atau Rstd yang didefinisikan sebagai berikut:

Jarak yang digerakkan oleh senyawa yang tak diketahui

Rx atau Rstd=

Jarak yang digerakkan oleh senyawa standar yang diketahui

Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakkan noda dalam KLT yang juga

mempengaruhi harga Rf :

1. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.

2. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya. (biasanya aktifitas dicapai dengan

pemanasan dalam oven, hal ini akan meringankan molekul-molekul air yang

menempati pusat-pusat serapan dari penyerap). Perbedaan penyerap akan

memberikan perbedaan yang besar terhadap harga-harga Rf meskipun

menggunakan fase bergerak dan solute yang sama, tetapi hasil akan dapat

diulang dengan hasil yang sama, hanya akan diperoleh jika menggunakan

penyerap yang sama juga ukuran partikel tetap dan jika pengikat (kalau ada)

dicampur hingga homogen.

3. Tabel dan kerataan dari lapisan penyerap. Meskipun dalam prakteknya tebal

lapisan tidak dapat dilihat pengaruhnya, tetapi perlu diusahakan tebal lapisan

yang rata. Ketidakrataan akan menyebabkan aliran pelarut menjadi tak rata

pula dalam daerah yang kecil dari plat.

4. Pelarut dan derajat kemurniannya fase gerak. Kemurnian dari pelarut yang

digunakan sebagai fase bergerak dalam KLT adalah sangat penting dan bila

Page 39: Laporan Farmakognosi II.doc

campuran pelarut digunakan maka perbandingan yang dipakai harus betul-

betul diperhatikan.

5. Derajat kejenuhan dari uap dalam mana bejana pengembangan yang

digunakan.

6. Teknik percobaan. Arah dalam mana pelarut bergerak diatas plat. (metoda

aliran penaikan yang hanya diperhatikan, karena cara ini yang penting umum

meskipun teknik aliran penurunan dan mendatar juga digunakan).

7. Jumlah cuplikan yang digunakan. Penetesan cuplikan dalam jumlah yang

berlebihan memberikan tendensi penyebaran noda-noda dengan kemungkinan

terbentuknya ekor dan efek tak kesetimbangan lainnya hingga akan

mengakibatkan kesalahan-kesalahan pada harga-harga Rf.

8. Suhu, pemisahan-pemisahan sebaiknya dikerjakan pada suhu tetap, hal ini

terutama untuk mencegah perubahan-perubahan dalam komposisi pelarut yang

disebabkan oleh penguapan atau perubahan-perubahan fase.

9. Kesetimbangan. Ternyata bahwa kesetimbangan dalam lapisan tipis lebih

penting dalam kromatografi kertas, hingga perlu mengusahakan atmosfer

dalam bejana jenuh dengan uap pelarut. Suatu gejala bila atmosfer dalam

bejana tidak jenuh dengan uap pelarut, bila digunakan pelarut campuran, akan

terjadi pengembangan dengan permukaan pelarut yang berbentuk cekung dan

fase bergerak lebih cepat pada bagian tepi-tepi daripada di bagian tengah,

keadaan ini harus dicegah (Sastrohamidjojo, 2002).

Page 40: Laporan Farmakognosi II.doc

BAB III

METODE PELAKSANAAN

A. Alat

- Batang pengaduk

- Beaker glass

- Cawan porselin

- Corong kaca

- Corong pisah

- Erlenmeyer

- Gelas ukur

- Kaca arloji

- Kompor gas

- Lampu spiritus

- Neraca analitik

- Penangas air

- Penjepit tabung

- Rak tabung

- Spatel

- Tabung reaksi

- Toples kaca

B. Bahan

- Amil alkohol

- Aquades

- Asam klorida 2N

- Asam klorida pekat

- Asam asetat

Page 41: Laporan Farmakognosi II.doc

- Etanol 95%

- Etil asetat

- Isopropanolol P

- Kertas saring

- Klorofrom

- Lempeng silica gel

- Metanol

- Natrium sulfat anhidrat O

- Pereaksi besi (III) klorida

- Pereaksi bouchardat

- Pereaksi dragendrof

- Pereaksi mayer

- Pereaksi molish

- Serbuk daun melinjo

- Serbuk Mg

- Timbal (II) asetat

- Toluene

C. Prosedur percobaan

SKRINING FITOKIMIA

1. Pemeriksaan alkaloida

a. Ditimbang serbuk simplisia sebanyak 0,5 g

b. Ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling.

c. Dipanaskan di atas tangas air selama 2 menit.

d. Didinginkan lalu disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut :

- Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer

menghasilkan endapan putih/kuning

- Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi

Bouchardat menghasilkan endapan coklat-hitam

- Diambil 3 tetes filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi

Dragendrof menghasilkan endapan merah bata

Page 42: Laporan Farmakognosi II.doc

Alkaloid dianggap positif jika terjadi endapan atau paling sedikit

dua atau tiga dari percobaan di atas.

2. Pemeriksaan flavonoid

a. Ditimbang serbuk simplisia Sebanyak 10 g

b. Ditambahkan 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit

c. Disaring dalam keadaan panas, Filtrat yang diperoleh kemudian diambil 5

ml lalu ditambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 ml HCL pekat dan 2 ml amil

alkohol

d. Dikocok, dan dibiarkan memisah.Flavonoida positif jika terjadi warna

merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol.

3. Pemeriksaan tannin

a. Ditimbang sampel sebanyak 0,5 g

b. Disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtratnya diencerkan dengan

air suling sampai tidak berwarna.

c. Diambil 2 ml larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III)

klorida. Terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya

tannin.

4. Pemeriksaan glikosida

a. Ditimbang serbuk simplisia sebanyak 3 g

b. Disari dengan 30 ml campuran 7 bagian volume etanol 95% dan 3 bagian

volume air suling (7:3),

c. Direfluks selama 10 menit, didingin dan disaring. Pada 20 ml filtrat

ditambahkan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 N, dikocok, didiamkan selama 5

menit lalu disaring.

d. Disari filtrat sebanyak 3 kali, tiap kali dengan 20 ml campuran 3 bagian

volume kloroform P dan 2 bagian volume isopropanolol P. pada lapisan

kloroform ditambahkan natrium sulfat anhidrat P secukupnya

e. Disaring, dan diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50°C.

Page 43: Laporan Farmakognosi II.doc

f. Dilarutkan sisanya dengan 2 ml methanol, kemudian diambil 0,1 ml

larutan percobaan dimasukkan kedalam tabung reaksi, diuapkan di atas

penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish,

ditambahkan hati-hati 2 ml asam sulfat terbentuk cincin warna ungu pada

batas kedua cairan menunjukkan adanya ikatan gula.

5. Pemeriksaan saponin

a. Dimasukkan sebanyak 0,5 g sampel ke dalam tabung reaksi

b. Ditambahkan 10 ml air suling panas,

c. Didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik, terbentuk buih

atau busa yang selama tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm. Pada

penambahan 1 tetes larutan asam klorida 2 N, apabila buih tidak hilang

menunjukkan adanya saponin.

6. Pemeriksaan steroid/triterpenoid

a. Di maserasi sebanyak 1 g sampel dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam,

lalu disaring.

b. Diuapkan filtrat dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 2 tetes

asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul warna ungu

atau merah kemudian berubah enjadi hijau biru menunjukkan adanya

steroida/triterpenoida.

EKSTRAKSI METODE MASERASI

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

2. Dicuci toples sebagai wadah maserasi sampai bersih. Kemudian

dikeringkan dengan etanol.

3. Ditimbang serbuk simplisia sebanyak 130 g lalu, dimasukkan ke dalam

toples.

4. Ditambahkan etanol 96% sebanyak 800 ml (sampai serbuk simplisia

terendam).

5. Ditutup dengan alumunium foil dengan rapat.

6. Disimpan pada tempat yang terlindung cahaya matahari.

7. Diaduk sesekali sampel hingga sampel teraduk merata.

Page 44: Laporan Farmakognosi II.doc

8. Kemudian didiamkan ± 24 jam, lalu disaring dengan menggunakan

kertas saring ke erlenmeyer.

9. Dikumpulkan ekstrak yang diperoleh, dan ditampung dalam cawan

porselin.

10. Diuapkan hingga kental.

11. Disimpan ekstrak kental, ditutup dengan alumunium foil untuk

praktikum selanjutnya.

EKSRTAKSI CAIR-CAIR

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

2. Diambil ekstrak kental dari ekstraksi praktikum sebelumnya sebanyak 10

gram.

3. Dilarutkan ekstrak dengan pelarut air : methanol (3:1), air 90 ml dan

metanol sebanyak 30 ml, diaduk sampai larut dan homogen.

4. Dimasukkan kedalam corong pisah dan ditambahkan toluen sebanyak 30

ml, kocok sebanyak 10 kali, lalu diamkan sampai terjadi pemisahan,

dipisahkan antara lapisan atas dan lapisan bawah.

5. Ditapung lapisan atas dalam wadah kaca yang merupakan ekstrak toluen

dan lapisan bawah adalah ekstrak metanol, perlakuan diulang sebanyak

tiga kali.

6. Dimasukkan kembali ekstrak metanol kedalam corong pisah, tambahkan

kloroform sebanyak 30 ml, lalu kocok sebanyak 10 kali, lalu diamkan

sampai terjadi pemisahan, dipisahkan antara lapisan atas dan lapisan

bawah.

7. Ditapung lapisan bagian bawah dalam wadah kaca yang merupakan

ekstrak kloroform dan lapisan atas adalah ekstrak metanol, perlakuan

diulang sebanyak tiga kali.

8. Dimasukkan kedalam corong pisah dan ditambahkan etil asetat sebanyak

30 ml, kocok sebanyak 1 kali, lalu diamkan sampai terjadi pemisahan,

dipisahkan antara lapisan atas dan lapisan bawah.

Page 45: Laporan Farmakognosi II.doc

9. Ditapung lapisan atas dalam wadah kaca yang merupakan ekstrak etil

asetat dan lapisan bawah adalah ekstrak metanol, perlakuan diulang

sebanyak tiga kali.

10. Ditutup ekstrak yang didapat menggunakan alumunium foil yang telah

diberi udara agar pelarut yang digunakan menguap.

11. Diuapkan diatas penangas air semua ekstrak yang telah diperoleh sampai

diperoleh ekstrak yang kering, lalu ditutup kembali ekstrak kering yang

didapat dengan alumunium foil.

12. Disimpan ekstrak untuk praktikum selanjutnya, yaitu mengidentifikasi

senyawa metabolit sekunder dengan metode KLT.

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

2. Dipotong silica gel dengan ukuran 10x5 cm, kemudian lempeng

diaktifkan dengan cara dipanaskan diatas hotplate selama 3 menit,

kemudian diberi batas pada masing-masing bagian, bagian bawah 1,5cm

dan atas 0,5cm.

3. Didalam chamber dibuat eluen dengan campuran pelarut toluene : etil

asetat : asam asetat dengan perbandingan 5:4:1 kemudian dijenuhkan.

4. Ekstrak yang didapat dari ekstraksi cair-cair diencerkan dengan metanol

hingga larut lalu masukkan kedalam vial dan beri label yaitu ekstrak

kloroform, toluene, dan etil asetat.

5. Ditotolkan sample pada lempeng silica gel yang telah diberi batas pada

masing-masing bagian dengan menggunakan pipa kapiler.

6. Dimasukkan lempeng dalam chamber yang berisi eluen yang telah

dijenuhkan.

7. Dielusi hingga gerak eluen mencapai garis batas atas dan jangan sampai

melewati batas.

8. Dikeluarkan lempeng dan dikering anginkan.

9. Diamati noda yang terbentuk pada sinar UV 254 nm dan UV 366 nm.

10. Ditentukan nilai Rf dari masing-masing komponen yang terpisah.

Page 46: Laporan Farmakognosi II.doc

D. Skema Kerja

Page 47: Laporan Farmakognosi II.doc

Skrining Fitokimia

Ekstraksi Metode Maserasi

Ekstraksi Cair-cair

Page 48: Laporan Farmakognosi II.doc

KLT

Page 49: Laporan Farmakognosi II.doc

BAB IV

HASIL

A. Skrining Fitokimia

Berdasarkan praktikum skrining fitokimia yang telah dilakukan didapatkan

hasil sebagai berikut:

PEMERIKSAAN HASIL ( + / - )

7. Alkaloid

- 3 tetes filtrate + 2 pereaksi Mayer →↓ putih/kuning

- 3 tetes filtrate + 2 pereaksi Bouchardat →↓ coklat-hitam

- 3 tetes filtrate + 2 tetes pereaksi Dragendrof →↓ merah

bata

+

+

+

8. Flavonoid

10 g sampel + 100 ml air panas, dididihkan 5 menit

saring.

Diambil 5 ml filtrate + 0,1 g Mg + 1 ml HCl pekat + 2 ml

amil alcohol → warna kuning, terbentuk cincin +

9. Tannin

Page 50: Laporan Farmakognosi II.doc

0,5 g sampel + 10 ml air suling disaring, lalu filtrate

diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna.

Diambil 2 ml larutan + 1-2 tetes FeCl3 → hitam / hijau

kehitaman +

10. Glikosida Tidak

dilakukan

11. Saponin

0,5 g sampel dimasukkan dalam tabung + air panas 10 ml,

didinginkan lalu kocok kuat 10 detik, ada buih/busa

tingginya 1,3 cm + HCl 2 N 1 tetes → berbuih +

12. Steroid / triterpenoid Tidak

dilakukan

B. Ekstraksi Maserasi

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai

berikut:

Metode Ekstraksi Berat Sample (mg) Volume Pelarut (ml)

(Etanol (96%)

Maserasi 130 g 800 mg

Hasil Maserasi daun melinjo Ekstrak kental daun Melinjo

C. Ekstraksi Cair-cair

Page 51: Laporan Farmakognosi II.doc

Dalam praktikum farmakognosi II mengenai partisi ekstrak ini didapatkan

hasil berupa ekstrak yang kering dan sedikit dengan jumlah dan warna yang

berbeda-beda dalam setiap pelarut yang digunakan. Berikut gambar ekstrak yang

diperoleh dari proses pemisahan dengan pelarut tertentu sampai dengan proses

setelah diuapkan dalam bentuk ekstrak kering:

D. Kromatografi Lapis Tipis

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil:

A. Kloroform

Rf 1 = = 0,5

Rf 2 = = 0,625

Rf 3 = = 0,8625

Rf 4 = = 0,9125

B. Etil asetat

Page 52: Laporan Farmakognosi II.doc

Rf 1 = = 0,3375

Rf 2 = = 0,5

Rf 3 = = 0,8625

Rf 4 = = 0,9125

C. Toluene

Rf 1 = = 0,5

Rf 2 = = 0,625

Rf 3 = = 0,8625

Rf 4 = = 0,9125

BAB V

PEMBAHASAN

A. Skrining fitokimia

Pada praktikum kali ini, praktikan akan membahas tentang skrining

fitokimia, dimana nantinya akan diidentifikasi beberapa golongan senyawa dari

suatu ekstrak tumbuhan yang tidak diketahui identitasnya. Dalam praktikum ini

bertujuan mengidentifikasi senyawa golongan alkaloid, flavonoid, tannin,

glikosida saponin, triterpenoid dan steroid.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini bagian daun melinjo (Gnetum

gnemmon. L). Semua daun melinjo dicuci sampai bersih untuk menghilangkan

kotoran yang terdapat dalam sampel yang dapat mengganggu dalam proses

Page 53: Laporan Farmakognosi II.doc

ekstraksi. Selanjutnya, daun melinjo dikeringanginkan untuk menghilangkan air

sisa pencucian, kemudian dipotong kecil-kecil untuk memperbanyak luas

permukaan dan mempercepat proses pengeringan serta memudahkan dalam proses

penggilingan.

Sampel yang telah dipotong kecil-kecil dikeringkan dengan cahaya

matahari tidak langsung atau dikering anginkan selama 1 hari. Pengeringan

dilakukan untuk mengurangi kadar air dalam sampel, mencegah terjadinya reaksi

enzimatis, dan mencegah tumbuhnya jamur sehingga dapat disimpan dalam

jangka waktu yang lebih lama (tidak mudah rusak) dan komposisi komponen

kimia yang terkandung di dalamnya tidak mengalami perubahan (Halimah.

2010).Selanjutnya, sampel dihaluskan dengan cara diblender sehingga diperoleh

serbuk sampel yang halus. Serbuk sampel yang diperoleh berwarna hijau

kecoklatan. Penghalusan sampel dilakukan untuk mempermudah proses ekstraksi.

Semakin kecil ukuran sampel, maka luas permukaan semakin banyak dan proses

ekstraksi akan berlangsung lebih efektif karena interaksi antara pelarut dengan

komponen kimia dalam sampel semakin besar.

Identifikasi Senyawa Golongan Alkaloid

Alkaloid sekitar tahun 5500 telah diketahui, merupakan golongan zat

tumbuhan sekunder yang terbesar. Tidak ada satupun istilah alkaloid yang

memuaskan, tetapi pada umumnya alkaloid mencakup senyawa yang bersifat basa

yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan,

sebagai dari system siklik. Alkaloid sering beracun bagi manusia dan banyak yang

mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, jadi digunakan secara luas dalam

bidang pengobatan. Alkaloid biasanya tidak berwarna, seringkali bersifat optic

aktif. Kebanyakan berbentuk Kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan

(misalnya nikotina) pada suhu kamar.

Menurut Hegnauer bahwa “alkaloid adalah zat yang sedikit atau lebih toksik

yang memiliki aktivitas utama terhadap system saraf pusat, memiliki karakter

Page 54: Laporan Farmakognosi II.doc

dasar, mengandung nitrogen heterosiklik dan disintregasi dalam tanaman dari

asam amino atau turunannya. Keberadaannya terdistribusi dalam kingdom

tumbuhan.” Fungsi alkaloid dalam tumbuhan masih sangat kabur, meskipun

masing-masing senyawa telah dinyatakan sebagai pengatur tumbuh, atau

penghalau atau penarik serangga. Teori yang menyatakan bahwa alkaloid

merupakan bentuk penyimpan nitrogen dalam tumbuhan, sekarang ini tidak lagi

diterima.

Alkaloid biasanya diperoleh dengan cara mengekstraksi bahan tumbuhan

memakai air yang diasamkan dan melarutkan alkaloid sebagai garam atau bahan

tumbuhan dapat dibasakan dengan natrium karbonat dan sebagainya dan basa

bebas diekstraksi dengan pelarut organic seperti kloroform, eter dan sebagainya.

Beberapa alkaloid yang dapat menguap seperti nikotina dapat dimurnikan dengan

cara penyulingan uap dari larutan yang dibasakan. Larutkan dalam air yang

bersifat asam dan mengandung alkaloid dapat dibasakan dan alkaloid diekstraksi

dengan pelarut organic sehingga senyawa netral dan asam yang mudah larut

dalam air tertinggal dalam air.

Bukti kualitatif untuk menunjukkan adanya alkaloid dan pencirian kasar

dapat diperoleh dengan menggunakan berbagai pereaksi alkaloid. Beberapa

pereaksi yang digunakan adalah pereaksi Mayer, pereaksi Bouchardat, pereaksi

Dragendorff, dan larutan asam klorida untuk melarutkan simplisianya..

Dalam praktikum yang kami lakukan dalam pengidentifikasian golongan

senyawa alkaloid dengan menggunakan reaksi pengendapan.

Reaksi Pengendapan

Ekstrak sebanyak 0.5 gram ditambah 1 mL HCl 2 N dan 9 ml air suling,

dipanaskan di atas penangas air selama 2 – 3 menit, sambil diaduk. Setelah dingin

lalu disaring. Filtrate yang diperoleh dibagi menjadi 3 bagian yang sama yaitu

larutan A, B dan C. Dalam reaksi pengendapan alkaloid ini digunakan 3 macam

peraksi, yaitu :

1) Pereaksi Mayer

Pereaksi Mayer ini mengandung Kalium 54odide dan merkuri (II) klorida

yang digunakan untuk mengidentifikasi alkaloid karena pereaksi ini memberikan

Page 55: Laporan Farmakognosi II.doc

endapan dengan alkaloid. Larutan A yang ditambah dengan 2 tetes pereaksi

Mayer ternyata menimbulkan endapan (positif). Hal ini berarti bahwa dalam

sampel mengandung alkaloid.

2) Pereaksi Bouchardat

Peraksi Bouchardat ini mengandung Kalium Iodida. Pereaksi ini juga paling

sering digunakan untuk mengidentifikasi senyawa golongan alkaloid. Larutan B

yang ditambah dengan 2 tetes pereaksi Bouchardat menghasilkan larutan yang

mengandung endapan. Hal ini menandakan bahwa dalam sampel terdapat

endapan.

3) Pereaksi Dragendrof

Peraksi Dragendrof ini mengandung Bismut nitrat dan dilarutkan dalam asam

nitrat lalu didicampur dengan kalium 55odide dan air suling, yang kemudian

diencerkan. Pereaksi ini digunakan untuk mengidentifikasi senyawa golongan

alkaloid. Larutan C yang ditambah dengan 2 tetes pereaksi Dragendrof

menghasilkan larutan yang mengandung endapan. Hal ini menandakan bahwa

dalam sampel terdapat endapan.

Identifikasi Senyawa Golongan Terpenoid, Triterpenoid, Saponin

Senyawa triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari

6 satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik

yaitu skualena. Triterpenoid dapat dipilih menjadi 4 golongan senyawa triterpena

sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung.

Steroid adalah triterpen yang kerangka dasarnya system cincin sklopentana

perhidrofenantrena. Steroid umumnya berada dalam bentuk bebas sebagai

glikosida sederehana.

Saponin dan glikosida jantung merupakan triterpena atau steroid yang

terdapat sebagai glikosida. Pada pemeriksaan triterpen harus dilakukan hidrolisis

untuk membebaskan aglikon bila ada glikosida.

Banyak terpenoid dan steroid alcohol terdapat di alam bukan sebagai

alcohol bebas tapi sebagai glikosida. Namun senyawa tersebut telah digolongkan

Page 56: Laporan Farmakognosi II.doc

menjadi glikosida tertentu yaitu steroid, saponin, glikosida jantung dan lain-lain.

Di alam dikenal dua jenis saponin yaitu glikosida triterpenoid alcohol dan

glikosida struktur steroid tertentu yang mempunyai rantai samping spiroketal.

Kedua jenis saponin ini larut dalam air dan etanol, namun tidak dalam eter.

Aglikonnya disebut sapogenin yang diperoleh dari hidrolisis dalam suasana asam

atau menggunakan enzim dan tanpa bagian gula. Pada praktikum ini untuk

pengujian atau pemeriksaan senyawa glikosida dan steroid/triterpenoid tidak

dilakukan. Pada praktikum kali ini, kami menggunakan uji untuk pemeriksaan

pada saponin, yaitu a:

- Reaksi Uji Buih

Pada metode identifikasi menggunakan uji buih yaitu dengan cara memasukkan +

0.5 gram dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan air suling panas 10 mL,

dinginkan kemudian kocok selama 10 detik. Diliat ada tidaknya pembentukan

buih, kemudian untuk menghilangkan buih maka diberikan larutan asam klorida 2

N. jika buihnya tetap berarti mengandung saponin. Pada sampel yang

diidentifikasikan positif mengandung buih stabil lebih dari 10 menit dengan tinggi

+ 1,3 cm di atas permukaan cairan. Hal ini menunjukkan bahwa sampel yang

diujikan mengandung saponin.

Identifikasi Senyawa Golongan Flavonoid

Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air, dapat diekstraksi

dengan etanol 70% dan tetap ada lapisan air setelah ekstrak ini di kocok dengan

eter. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila

ditambahkan  basa atau amoniak. Jadi senyawa ini mudah dideteksi pada

kromatogram atau dalam larutan.

Pada uji flavonoid, yang pertama dilakukan adalah uji reaksi warna. Reaksi

warna diawali dengan melarutkan simplisia dengan air lalu dididihkan Selma 5

menit dan disaring dalam keadaan panas. Filtrate yang diperoleh diambil 5 ml lalu

ditambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 ml HCL pekat dan 2 ml amil alcohol,

dikocok dan dibiarkan memisah. Dari hasil praktikum ini didapatkan warna

merah-kuning dan menunjukkan adanya cincin pemisahan amil alcohol. Ini berarti

hasil yang diperoleh positif mengandung Flavonoid.

Page 57: Laporan Farmakognosi II.doc

Identifikasi Senyawa Golongan Polifenol dan Tanin

Senyawa polifenol adalah suatu senyawa yang berasal dari tumbuhan,

dimana salah satu cirinya adalah mengandung cincin aromatik yang tersubstitusi

oleh dua atau lebih gugus fenol. Dua gugus fenol, hidrolisis dan terkondensasi

terdiri dari tanin yang merupakan suatu zat yang penting secara ekonomi sebagai

agen untuk menghaluskan kulit dan juga penting untuk tujuan kesehatan. Baru –

baru ini ditemukan adanya fakta – fakta yang mendukung nilai potensialnya

sebagai sitotoksik dan atau sebagai agen antineoplastic.

Tanin dapat berfungsi sebagai astringent dan memiliki kemampuan untuk

menyamak kulit. Secara kimia, tanin adalah ester yang dapat dihidrolisis oleh

pemanasan dengan larutan asam sampai menghasilkan senyawa fenol, biasanya

merupakan derivat atau turunan dari asam garlic dan gula.

Untuk identifikasi senyawa golongan polifenol dan tanin dapat dilakukan

dengan cara yaitu dengan cara reaksi warna Pada identifikasi senyawa golongan

polifenol dan tanin yang pertama dilakukan adalah dengan mencampurkan ekstrak

sebanyak 0,5 gram dengan 10 ml air suling. Disaring dan filtratnya diencerkan

dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan dan ditambahkan

1-2 tetes pereksi besi (III) klorida. Sampel menunjukkan warna hitam/hijau

kehitaman yang berarti bahwa sampel yang diidentifikasi mengandung tannin.

Sampel yang telah diidentifikasi dilakukan tahap selanjutnya yaitu ekstraksi

dengan menggunakan metode maserasi.

B. Ekstraksi metode maserasi

Pada praktikum ke-II ini praktikan melakukan praktikum ekstraksi, tujuan

praktikum kali ini adalah mahasiswa mampu melakukan proses ekstraksi

metabolit skunder dari tanaman/tumbuhan dengan beberapa metode ekstraksi dan

mahasiswa dapat memahami prinsip ekstraksi dari masing-masing metode

ekstraksi.

Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan senyawa dari campurannya

dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstraksi dilakukan untuk

mengisolasikomponen kimia yang terdapat dalam suatu bahan. Metode ekstraksi

Page 58: Laporan Farmakognosi II.doc

yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstraksi maserasi. Maserasi

merupakan metode ekstraksi sederhana yang dilakukan dengan cara merendam

serbuk sample dalam suatu pelarut dan dalam jangka waktu tertentu

(Medicafarma, 2006).

Prinsip ekstraksi maserasi adalah pengikatan/pelarutan zat

aktifberdasarkan sifat kelarutannya dalam suatu pelarut (like dissolved like).

Pelarut akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel, sehingga isi sel akan larut

dalam pelarut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel

dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan

diganti oleh pelarut dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut

akan berlangsung secara terus-menerus sampai terjadi keseimbangan konsentrasi

antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Medicafarma, 2006).

Proses ekstraksi maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk sample

ke dalam 800 ml pelarut etanol 96% selama 24 jam dan diaduk sesekali untuk

membantu mempercepat proses ekstraksi. Selanjutnya, dilakukan penyaringan dan

penggantian pelarut diperoleh filtrat yang bening yang menandakan bahwa

senyawa aktif dalam sampel telah terekstrak dengan maksimal. Perubahan warna

filtrat yang diperoleh dari hasil maserasi dengan pelarut etanol mulai dari warna

hijau pekat hingga menjadi hijau bening yang dapat diasumsikan bahwa senyawa

polar dalam serbuk sampel telah terekstrak ke pelarut.Filtrat hasil maserasi yang

diperoleh dipekatkan dengan menggunakan penangas untuk memperoleh kembali

pelarut dan ekstrak pekat yang akan digunakan dalam tahap selanjutnya yaitu

proses partisi ekstrak (ekstraksi cair-cair).

C. Ekstraksi cair-cair

Pada praktikum kali ini praktikan melakukan praktikum mengenai partisi

ekstrak (ekstraksi cair-cair). Adapun tujuan dari praktikum ini adalah agar

mahasiswa mampu melakukan pemisahan (partisi) senyawa metabolit sekunder

yang terkandung dala ekstrak berdasarkan pada perbedaan kepolaran pelarut

dengan metode ekstraksi cair-cair.

Page 59: Laporan Farmakognosi II.doc

Ekstraksi cair-cair sangat berguna untuk memisahkan analit yang

dituju dari penganggu dengan cara melakukan partisi sampel antar 2 pelarut yang

tidak saling campur. Disamping itu, ekstraksi pelarut juga digunakan untuk

memekatkan analit yang ada dalam sampel dengan jumlah kecil sehingga tidak

memungkinkan atau menyulitkan untuk deteksi atau kuantifikasinya.

Dalam praktikum ini bahan yang digunakan sebagai pelarut antara lain,

air-metanol, toluen, kloroform, dan etil asetat. Dalam praktikum ini yang pertama

kali dilakukan adalah melarutkan ekstrak yang diperoleh dari maserasi

dipraktikum sebelumnya dalam air dan methanol dengan perbandingan 3:1, yaitu

90 ml air dan 30 ml methanol. Kemudian dikocok sebanyak 10 kali dan di

diamkan sampai terbentuk 2 lapisan. Hal ini dilakukan agar larutan benar-benar

terpisah dan senyawa yang bersifat polar akan tertarik kedalam pelarut tersebut.

Selanjutnya larutan yang didapat dimasukkan kembali ke dalam corong pisah dan

ditambahkan toluene sebanyak 30 ml, dan kemudian digojok lalu didiamkan

sampai terbentuk atau terjadi pemisahan, setelah itu dipisahkan antara larutan

toluene dan ekstraknya, ditapung didalam wadah kaca, percobaan ini diulang

sebanyak tiga kali dengan perlakuan yang sama dan ditempatkan pada satu wadah

kaca yang sama untuk satu jenis pelarut, demikian pula untuk pelarut kloroform

dan etil asetat.

Langkah selanjutnya, diuapkan larutan yang ada dengan cara menguapkan

diatas tangas air sampai didapat ekstrak yang kering dan tidak ada sisa dari

pelarutnya, hal ini dilakukan agar didapat ekstrak kering berdasarkan

kepolarannya dan juga dapat tahan lama saat penyimpanan agar tidak berjamur

saat akan digunakan dalam praktikum selanjutnya. Penyimpaan dan pemanasan

(menguapkan) pelarut sangat penting diperhatikan, karena apabila

penyimpanannya tidak benar maka ekstrak yang diperoleh akan berjamur,

demikian pula pada saat pemanasan (penguapan) apabila pelarut tidak menguap

sempurna, maka ekstrak yang diperoleh akan berjamur pula.

Pengunaan pelarut toluene dan kloroform bertujuan untuk menarik

senyawa metabolit sekunder yang bersifat nonpolar jika ada dalam ekstrak

tersebut, hal ini karena pelarut toluene dan kloroform bersifat nonpolar.

Page 60: Laporan Farmakognosi II.doc

Sedangkan pengunaan pelarut etil asetat digunakan untuk menarik senyawa

metabolit sekunder dalam ekstrak tersebut yang bersifat semi polar dan untuk

senyawa metabolit sekunder yang bersifat polar akan ditarik oleh pelarut metanol

berdasarkan sifatnya yang polar.

D. Kromatografi lapis tipis (KLT)

Pada praktikum ke-IV ini praktikan melakukan praktikum kromatografi

lapis tipis (KLT). Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah mahasiswa

mampu: memahami prinsip dari KLT, menentukan fase ferak dan fas diam dalam

KLT, melakukan preparasi sampel dan lempeng KLT serta mampu menotolkan

sampel fe fase diam, dan mengidentifikasi senyawa metabolit skunder.

Kromatografi merupakan teknik pemisahan campuran yang berdasarkan

kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Uraian mengenai

kromatografi pertama kali dijelaskan oleh Michael Tswett, seorang ahli botani

rusia yang bekerja di Universitas Warsawa (Sudarmadji, 2007).

Pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya menggunakan lapis tipis silica

gel. Silica gel mengandung substansi dimana substansi tersebut dapat berperan

flour dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran

pelarut yang sesuai. Fase gerak kromatografi disebut juga dengan eluent. Eluent

adalah fase gerak yang berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan

(feed) untuk melewati fase diam (adsorbent). Pemisahan komponen sangat

dipengaruhi oleh adanya interaksi antara adsorbent dan eluent (Kantasubrata,

1993).

Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian menggunakan metode

kromatografi lapis tipis terhadap sample ekstrak daun melinjo berupa ekstrak

toluen, ekstrak etil asetat dan ekstrak klorofrom. Ekstrak methanol yang didapat

tidak digunakan karena ekstrak yang di dapat sudah ditumbuhi jamur.

Masing-masing ekstrak (toluene, etilasetat, dan kloroform) dilarutkan

dengan methanol kemudian dipindahkan dalam vial sebelum ditotolkan pada

lempeng. Penotolan dilakukan dengan menggunakan pipa kapiler agar noda yang

dibuat memiliki diameter yang sesuai dengan diameter titik pada garis. Setelah

Page 61: Laporan Farmakognosi II.doc

dilakukan penotolan, lempeng dimasukkan kedalam chamber yang telah diisi fase

gerak. Fase gerak yang digunakan adalah campuran pelarut toluene, etil asetat,

dan asam asetat dengan perbandingan 5:4:1. Semua pelarut dimasukkan kedalam

chamber kemudian di jenuhkan. Senyawa hanya dapat bergerak ke atas pada

lempeng selama waktu tertentu dalam pelarut. Senyawa akan bergerak dengan

kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya.

Nilai Rf menyatakan ukuran daya pisah suatu zat, dimana jika nilai Rf nya

besar daya pisa zat yang dilakukan solven (eluent) maksimum, sedangkan jika

nilai Rf nya kecil berarti daya pisah zat yang dilakukan eluentnya minimum.

Dalam praktikum ini didapat nilai Rf yang tidak berbeda antara pelarut toluent,

kloroform, dan etil asetat. Hal ini dapat disebabkan karena adanya kemungkinan 2

faktor yaitu pada saat pemisahan larutan pada praktikum sebelumnya tidak

sempurna, kualitas adsorbent, ketebalan lapisan, kejenuhan ruang kromatogrfi,

teknik pengembang, suhu, dan kualias pelarut yang kurang bagus.

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Mahasiswa mampu membuat pereaksi untuk

mengidentifikasi senyawa metabolit skunder dan mampu

mengidentifikasinya, bahwa daun melinjo mengandung senyawa alkaloid,

flavonoid, saponin dan tannin.

Mahasiswa mampu melakukan dan

memahami prinsip ekstraksi dengan metode maserasi dan diperoleh

ekstrak kental sebanyak 10,48 g.

Mahasiswa mampu perlakuan pemisahan

(partisi) senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak daun

Page 62: Laporan Farmakognosi II.doc

mlinjo berdasarkan pada perbedaan kepolaran pelarut (toluent, kloroform,

etil asetat, dan methanol) dengan metode ekstraksi cair-cair.

Mahasiswa dapat menentukan fase gerak

dan fase diam, melakukan preparasi sample dan lempeng KLT serta

mampu menotolkan sample ke fase diam dan diperoleh nilai Rf terendah

pada pelarut etil asetat dengan nilai Rf 0,3375 dan tertinggi pada semua

pelarut yaitu 0,9125.

B. Saran

Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang kandungan dari tumbuhan

melinjo, agar masyarakat dapat mengetahui manfaat dari tumbuhan tersebut, Serta

dilakukan identifikasi kandungan senyawa metabolit skunder dengan

menggunakan metode yang lebih baik seperti spektrofotometer infra Merah.

DAFTAR PUSTAKA

Alimin, 2007. Kimia Analitik. Alauddin Press; Makassar.

Anwar,C.1994.Pengantar Praktikum Kimia Organik. FMIPA UGM: Yogyakarta.

Anonim. http://pharmacymetamorphosis.blogspot.com/2011/11/laporan-fitokim.h tml diakses tanggal 27 November 2013.

Anonim. http://id.wikipedia.org/wiki/Melinjo diakses pada 27 november 2013.

Page 63: Laporan Farmakognosi II.doc

Anonim.http://ilmu-kefarmasian.blogspot.com/2013/02/skrining-fitokimia.htm diakses pada 27 november 2013.

Anonim.http://zonaherbal1.wordpress.com/2013/04/23/khasiat-daun-melinjo . diakses pada 27 november 2013.

Anonim.http://cozyeslife.blogspot.com/2010/05/melinjo-bisa-jadi-teman.html.

Diakses pada 27 november 2013.

Anonim. http://info-gua.blogspot.com/2010/07/khasiat-biji-melinjo-untuk-daya-tahan.html. diakses pada 27 november 2013.

Anonim.http://docs.google.com/repository.usu.ac.id/bitstream/Chapter.pdf+kandungan+senyawa+kimia+pada+melinjo. Diakses pada 27 november 2013.

Anonim. www.chemestry.com kimiawi. Diakses pada 27 november 2013.

Anonim. www.iptek.net/TanamanObatIndonesia. Diakses pada 27 november 2013.

Anonim. www.medical.com/penanganan tumbuhan obat. Diakses pada 27 november 2013.

Anonim. www.rizkyyulion.wordpress.com / article. Diakses pada 27 november

2013.

Anonim. www.tododrug.com / penggunaan obat. Diakses pada 27 november

2013.

Anonim. www.wikipedia.org / wikipedia Indonesia. Diakses pada 27 november

2013.

Anonim. www.wikipedia.com/semua tentang tanaman obat (English). Diakses pada 27 november 2013.

Anonim. 2013. http://indrawibawads.files.wordpress.com/2012/01/ekstraksi-cairindra-wibawa-tkim-unila.pdf. Diakses pada tanggal 30 November 2013

Anonim. 2013. http://lansida.blogspot.com/2010/08/ekstraksi-cair-cair.html. Diakses pada tanggal 30 November 2013

Page 64: Laporan Farmakognosi II.doc

Brotowijoyo, M.O. 1994. Zoologi Dasar.Erlangga:Jakarta.

Cerianet C. Budidaya Tanaman Melinjo. Diakses pada 27 november 2013.

Harborne. J.B.,1987. Metode Fitokimia , terjemahan K. Radmawinata dan I. Soediso, 69-94, 142-158, 234-238. Bandung : ITB Press.

Harborne. 1989. Metode Fitokimia. Bandung: ITB Bandung.

Kantasubrata, Julia. 1993. Warta Kimia Analitik Edisi Juli 1993. Web resmi Kimia Analitik; pusat penelitian kimia LIPI.

Khopkar, SM. 2008.Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press; Jakarta.

Khopkar, S,M.1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press : Jakarta.

Kimbal,J.W.1998.Biologi. Erlangga: Jakarta.

Madigan MT, Martinko JM, Brock TD. 2006. Brock Biology of Microorgnisms.

New Jersey: Pearson Prentice Hall.

Maner HI, Elevitch. 2006. Gnetum gnemon (gnetum). Diakses pada 27 november

2013

Martunus & Helwani, Z. 2004. Ekstraksi Senyawa Aromatis dari Heavy Gas Oil (HGO) dengan Pelarut Dietilen Glikol (DEG). J. Si. Tek. 3[2]: 46-50.

Martunus & Helwani, Z. 2005. Ekstraksi Senyawa Aromatis dari Heavy Gas Oil (HGO) dengan Pelarut Trietilen Glikol (TEG). J. Si. Tek. 4[2]: 34-37.

Martunus & Helwani, Z. 2006. Kecepatan Pengadukan Minimum Sistim Refinery Palm Oil (RPO)-Asam Asetat-Air dalam Ekstraktor Tangki Berpengaduk (ETB). J. Optimum. 7[2]: 174-184.

Martunus, Fermi, M.I. & Helwani, Z. 2006. Kecepatan Pengadukan Minimum Sistim Kerosin-Asam Asetat-Air dalam Ekstraktor Tangki Berpengaduk (ETB). J. Sain dan Teknologi (EMAS). 16[2]: 37-46.

Niekerk, P.J.V. 1982. Determination of vitamin. Academic press Inc; London.

Oxtoby, David W. 2001. Kimia Modern. Erlangga;Jakarta.

Page 65: Laporan Farmakognosi II.doc

Pudjiatmoko. 2007. Potensi Melinjo di Jepang. Diakses pada 27 november 2013.

Rudyatmi, Ely.2012.Bahan Ajar Mikro Teknik. FMIPA UNNES : Semarang.

Saan, Maghfur. 1984. Membudidayakan Mlinjo. Jakarta: Aris Lima.

Sastrohamidijojo. H. 2002. Kromatografi. Liberty; Yogyakarta.

Sabarwati,S.H.2006. Petunjuk Praktikum Kimia Organik II. Jurusan Kimia FMIPA Unhalu: Kendari.

Sudjadi, Drs.1986. Metode Pemisahan.UGM Press : Yogyakarta.

Sudarmadji,S., Haryono,B., Suhardi. 2007. Analisa bahan makanan pertanian. Penerbit Liberty; Yogyakarta.

Teyler.V.E.et.al.1988.Pharmacognosy Edition 9th. 187 – 188. Phiadelphia : Lea

& Febiger.

Tjandra D. 2007. Antioksidan dari Biji Melinjo. Diakses pada 27 november 2013.

Underwood, AL. 1996. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga; Jakarta.

LAMPIRAN

Pengumpulan Bahan Baku

Page 66: Laporan Farmakognosi II.doc

Tanaman melinjo yang digunakan

Pencucian bahan baku

Pengeringan bahan baku

Page 67: Laporan Farmakognosi II.doc

Hasil pengeringan

Penyerbukan

Pemeriksaan Alkoloida

Page 68: Laporan Farmakognosi II.doc

Pemeriksaan flavonoida

Page 69: Laporan Farmakognosi II.doc

Pemeriksaan Tanin

Pemeriksaan saponin

Page 70: Laporan Farmakognosi II.doc

Ekstraksi Metode Maserasi

Page 71: Laporan Farmakognosi II.doc

Ekstraksi Cair-cair

Page 72: Laporan Farmakognosi II.doc

ekstrak toluen

Page 73: Laporan Farmakognosi II.doc

Ekstrak kloroform

Ekstrak etil asetat

KLT

Page 74: Laporan Farmakognosi II.doc
Page 75: Laporan Farmakognosi II.doc

Penampakan noda pada uv 254 nm

Page 76: Laporan Farmakognosi II.doc

Penampakan noda pada uv 366 nm