Top Banner
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat, merupakan suatu warisan budaya bangsa yang didasarkan pada pengalaman turun temurun oleh generasi terdahulu kepada generasi berikutnya sampai pada saat ini. Salah satu upaya yang dilakukan untuk menggali pengalaman budaya leluhur yaitu dengan kembali kealam melalui pengamatan tumbuhan berkhasiat obat tradisional. Agar peran obat tradisional dalam Pelayanan Kesehatan dapat lebih di tingkatkan maka diperlukan suatu usaha pengenalan, penelitian dan pengembangan khasiat serta keamanan suatu tumbuhan obat. Secara umum, kegunaan tumbuhan obat sebenarnya disebabkan oleh kandungan kimia yang dimiliki. Namun, tidak seluruh kandungan kimia diketahui secara lengkap karena pemeriksaan bahan kimia dari suatu tanaman 1
92

LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

Jan 04, 2016

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat, merupakan suatu warisan

budaya bangsa yang didasarkan pada pengalaman turun temurun oleh generasi

terdahulu kepada generasi berikutnya sampai pada saat ini. Salah satu upaya yang

dilakukan untuk menggali pengalaman budaya leluhur yaitu dengan kembali

kealam melalui pengamatan tumbuhan berkhasiat obat tradisional. Agar peran

obat tradisional dalam Pelayanan Kesehatan dapat lebih di tingkatkan maka

diperlukan suatu usaha pengenalan, penelitian dan pengembangan khasiat serta

keamanan suatu tumbuhan obat.

Secara umum, kegunaan tumbuhan obat sebenarnya disebabkan oleh

kandungan kimia yang dimiliki. Namun, tidak seluruh kandungan kimia diketahui

secara lengkap karena pemeriksaan bahan kimia dari suatu tanaman memerlukan

biaya yang mahal. Meskipun tidak diketahui secara rinci, tetapi pendekatan secara

farmakologi menghasilkan informasi dari kegunaan tumbuhan. Menyikapi hal

tersebut maka dalam upaya meningkatkan penggunaan obat tradisional di

Indonesia diperlukan suatu penelitian komponen kimia dan pembuktian

khasiatnya, agar penggunaannya tidak berdasarkan pada pengalaman tetapi

didukung oleh data kimia yang cukup.

1

Page 2: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat. Adapun

tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam

simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat

ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka,

kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut.

Ekstraksi adalah proses penarikan komponen/zat aktif suatu simplisia

dengan menggunakan pelarut tertentu. Pemikiran metode ekstraksi senyawa

bukan atom dipergunakan oleh beberapa faktor, yaitu sifat jaringan tanaman, sifat

kandungan zat aktif serta kelarutan dalam pelarut yang digunakan. Prinsip

ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non

polar dalam pelarut non polar. Secara umum ekstraksi dilakukan secara berturut-

turut mulai dengan pelarut non polar (n-heksan) lalu pelarut yang kepolarannya

menengah (diklor metan atau etilasetat) kemudian pelarut yang bersifat polar

(metanol atau etanol).(Harborne. I.B., )

Ekstraksi digolongkan ke dalam dua bagian besar berdasarkan bentuk

fase yang diekstraksi yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi cair padat, ekstraksi

cair padat terdiri dari beberapa cara yaitu maserasi,perkolasi dan ekstraksi

sinambung.

2

Page 3: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

I.2.1 Maksud percobaan

Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan

memahami cara ekstraksi, isolasi dan identifikasi komponen kimia yang

terdapat dalam suatu tumbuhan dengan menggunakan metode tertentu.

I.2.2 Tujuan percobaan

Untuk mengekstraksi Daun Jambu Mente secara maserasi, Pakis

secara perkolasi, Batang Putri Malu secara refluks dan Daun Sirih secara

sokhletasi, serta mengisolasi dan mengidentifikasi komponen kimia yang

terkandung di dalamnya secara kromatografi lapis tipis.

I.3 Prinsip Percobaan

I.3.1 Prinsip Maserasi

Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk

simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama 5 hari pada temperatur

kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel

melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan

konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang

konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari

dengan konsentrasi rendah ( proses difusi ). Peristiwa tersebut berulang

sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di

dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan setiap hari.

Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.

3

Page 4: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

I.3.2 Prinsip Perkolasi

Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia

dimaserasi selama 3 jam, kemudian simplisia dipindahkan ke dalam bejana

silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari

dialirkan dari atas ke bawah melalui simplisia tersebut, cairan penyari akan

melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampai keadan

jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh karena gravitasi, kohesi, dan

berat cairan di atas dikurangi gaya kapiler yang menahan gerakan ke

bawah. Perkolat yang diperoleh dikumpulkan, lalu dipekatkan.

I.3.3 Prinsip Refluks

Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel

dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari

lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola

menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju

labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas

bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai

penyarian sempurna, proses berlangsung selama 3-4 jam. Filtrat yang

diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.

I.3.4 Prinsip Sokhletasi

Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk

simplisia ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring

sedemikian rupa, cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga

4

Page 5: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

menguap dan dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekul-

molekul cairan penyari yang jatuh ke dalam klonsong menyari zat aktif di

dalam simplisia dan jika cairan penyari telah mencapai permukaan sifon,

seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler

hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna ditandai bila cairan di sifon

tidak berwarna, tidak tampak noda jika di KLT, atau sirkulasi telah

mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.

I.3.5 Prinsip Penguapan

Prinsip Rotavapor

Proses pemisahan ekstrak dari cairan penyarinya dengan

pemanasan yang dipercepat oleh putaran dari labu alas bulat, cairan

penyari dapat menguap 5-10º C di bawah titik didih pelarutnya

disebabkan oleh karena adanya penurunan tekanan. Dengan bantuan

pompa vakum, uap larutan penyari akan menguap naik ke kondensor dan

mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan pelarut murni

yang ditampung dalam labu alas bulat penampung.

I.3.6 Prinsip Ekstraksi Cair-Cair

Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan

komponen kimia di antara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur di

mana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian larut pada

fase kedua, lalu kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu

didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan

5

Page 6: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

fase cair, dan komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut

sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang

tetap.

I.3.7 Prinsip KLT

Pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan

partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen),

komponen kimia bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap

adsorben terhadap komponen-komponen kimia tidak sama sehingga

komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda

berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya

pemisahan.

I.3.8 Prinsip Penampakan Noda UV

Pada UV 366 nm

Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan

berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena

adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat

oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang

tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen

tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat

energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil

melepaskan energi. Sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366

6

Page 7: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak berfluororesensi

pada sinar UV 366 nm.

I.3.9 Prinsip Penampakan Noda H2SO4 10 %

Prinsip penampakan noda pereaksi semprot H2SO4 10% adalah

berdasarkan kemampuan asam sulfat yang bersifat reduktor dalam merusak

gugus kromofor dari zat aktif simplisia sehingga panjang gelombangnya

akan bergeser ke arah yang lebih panjang (UV menjadi VIS) sehingga noda

menjadi tampak oleh mata.

7

Page 8: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.I Uraian Tumbuhan

II.I.1 Daun Jambu Mente (Setiawan .D, 2000)

II.I.1.1 Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliphyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Sapindales

Famili : Anacardiaceae

Genus : Anacardium

Spesies : Anacardium accidentale Linn

II.1.1.2 Morfologi

Tanaman jambu mente mempunyai batang pohon yang tidak

rata dan berwarna coklat tua. Daunnya bertangkai pendek dan

berbentuk lonjong (bulat telur) dengan tepian berlekuk-lekuk, dan

guratan rangka daunnya terlihat jelas. Bunganya berwarna putih.

Bagian buahnya yang membesar, berdaging lunak, berair,dan berwarna

kuning kemerah-merahan adalah buah semu. Bagian itu bukan buah

sebenarnya, tetapi merupakan tangkai buah yang membesar. Buah

jambu monyet yang sebenarnya biasa disebut mete (mente), yaitu buah

8

Page 9: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

batu yang berbentuk ginjal dengan kulit keras dan bijinya yang

berkeping dua tersebut oleh kulit yang mengandung getah.mulai

berbunga pada umur 3-5 tahun.

II.1.1.3 Kandungan Kimia

Buah mengandung asam anakardat, tannin, dalam bijinya

terdapat minyak lemak, putih telur, dan tepung.

II.1.1.4 Kegunaan

Kulit batang pohon jambu mete berkhasiat sebagai obat kumur

atau obat sariawan. Akar jambu mete berkhasiat sebagai pencuci perut.

Daun Jambu mete yang masih muda dimanfaatkan sebagai lalap,

terutama di daerah Jawa Barat. Daun yang tua dapat digunakan untuk

obat luka bakar.

II.1.2 Daun Pakis (Tritrosoepomo, G, 2005)

II.1.2.1 Klasifikasi

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Divisi : Pteridophyta (paku-pakuan)

Kelas : Lycopodopsida

Ordo : Lycopodiales

Famili : Lycopodiaceae

Genus : Lycopodium

9

Page 10: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

Spesies : Lycopodium clavatum L.

II.1.2.2 Morfologi

Batang tegak atau berbaring dengan cabang- cabang yang

menjulang keatas. Daun daun kecil berbentuk jarum atau garis dngan

satu tulang yang tidak bercabang. Akar biasanya bercabang menggarpu

pada cabang yang berdiri tegak di atas bagian yang daunnya jarang-

jarang terdapat rangkaian sporofilnya. Sporofil berbentuk sisik dan pada

pangkal daun disebelah atas terdapat sporangium berbebntuk ginjal yang

menghasilkan isospora.

II.1.2.3 Kandungan Kimia

Mengandung beberapa macam Alkaloid yaitu : lycopodin,

klavatin, dan klavatoksin

II.2.2.4 Kegunaan

Sporanya digunakan dalam obat- obatan, biasanya dalam pembuatan pil

II.1.3 Batang Putri Malu (Riyanto, S, 2009)

II.1.3.1 Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sib divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Rosales

Famili : Mimosaceae

10

Page 11: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

Genus : Mimosa

Spesies : Mimosa pudica L

II.1.3.2 Morfologi

Herba memanjat atau berbaring atau setengah perdu, tinggi

0,3-1,5 m. Akar pena kuat. Batang dengan rambut sikat yang

mengarah miring kebawah dan duri tempel bengkok yang tersebar.

Daun penumpuh bentuk lanset, panjang 1 cm. daun pada sentuhan

melipat diri, menyirip rangkap. Bongkol memanjang, panjang 1 cm,

2-4 menjadi satu, tangkai dengan rambut sekat yang panjang 2-5

cm. Kelopak sangat kecil, bergigi 4, seperti selaput putih. Tabung

mahkota kecil, berlaju 4, seperti selaput bentuk garis, diantara biji-

biji menyempit tidak dalam pada sambungan dengan banyak rambut

sekat panjang yang pucat, pada waktu masak lepas kedalam

pecahan berbiji satu, yang melepaskan diri dari tempat sambungan

yang tidak rontok. Biji bulat, pipih.

II.1.3.3 Kandungan Kimia

Putri malu memiliki kandungan kimia melatonin, mimosin, asam

pipekolinat, tanin, alkaloid, saponin, triterpenoid, sterol, polifenol, dan

flavonoid

II.1.3.4 Kegunaan

Herba putri malu berkhasiat sebagai penenang (transquillizer),

peluruh dahak (ekspektoran), peluruh kencing (diuretik), obat batuk

11

Page 12: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

(antitusif), peredah demam (antipiretik) dan anti radang. Selain itu Putri

malu juga berkhasiat untuk mengatasi penyakit malaria. Akar dan

bijinya berkhasiat untuk merangsang muntah, putri malu biasa dipakai

untuk mengobati berbagai penyakit lainnya, seperti radang mata akut,

kencing batu, panas tinggi pada anak-anak, cacingan, insomnia,

peradangan saluran nafas (bronchitis), dan herpes

II.2.4 Daun Sirih (Muhlizah, F, 2008)

II.1.4.1 Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Division : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Piperales

Family : Piperaceae

Genus : Piper

Species : Piper betle L.

II.1.4.2 Morfologi

Tanaman sirih tumbuh merambat. Tingginya mencapai 5-15 m.

batangnya berwarna kecoklatan. Daun sirih berbentuk jantung dan

berwarna kekuningan, hijau tua atau hitam. Permukaan daun agak kasar

jika diraba. Bunganya tersusun dalam bulir, merunduk. Buahnya

merupakan buah buni, berbentuk bulat, berdaging, dan berwarna

kunnig hijau.

12

Page 13: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

II.1.4.3 Kandungan Kimia

Minyak atsiri, hidroksikavicol, kavicol, kavibetol,

allylpyrokatekol, cyneole, caryophyllene, cadinene, estragol,

terpennena, seskuiterpena, fenil propana, tanin, diastase, gula, dan pati

II.1.4.4 Kegunaan

Daun sirih memiliki efek mencegah ejakulasi prematur,

mematikan jamur Candida albicans, anti kejang, analgesik, anestetik,

pereda kejang pada otot polos, penekan pengendali gerak, mengurangi

sekresi cairan pada liang vagina, penekan kekebalan tubuh, pelindung

hati, dan antidiare. Tanaman sirih juga diketahui bisa mengatasi batuk,

bronchitis, menghilangkan bau badan, mengobati luka bakar, mimisan,

bisul, mata gatal dan merah, koreng dan gatal-gatal, menghentikan

pendarahan gusi, sariawan, menghilangkan bau mulut, jerawat,

keputihan, dan mengurangi produksi air susu ibu yang berlebihan.

II.2 Metode Ekstraksi (Dinda, 2008)

Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat. Tujuan

ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam

simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat

ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka,

kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut

13

Page 14: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

II.2.1 Maserasi (Ekstraksi secara dingin)

Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan

dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama

beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya.

Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang

mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari,

tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin.

Keuntungan dari metode ini adalah cara pengerjaan dan peralatan

yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Sedang kerugiannya

antara lain waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi sampel cukup

lama, penyarian kurang sempurna, cairan penyari yang digunakan lebih

banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai

tekstur keras seperti benzoin, tiraks dan lilin.

Cara pengerjaan:

a.10 bag + 75 cairan penyari dan biarkan5 hari

b. Sari diserkai dan ampas diperas

c. Ampas+ penyari diaduk dan diserkai sehingga diperoleh 100 bagian

d. Dibiarkan 2 hari, endapan dipisakan.

Metode maserasi dapat dilakukan dengan modifikasi sebagai

berikut :

a. Modifikasi maserasi melingkar

14

Page 15: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

Cairan penyari selalu bergerak dan menyebar

b. Modifikasi maserasi digesti

Maserasi dengan pemanasan lemah(40-50 oC)

Hanya untuk senyawa tahan panas

Keuntungan: kekentalan kurang, daya larut naik, kecepatan difusi

naik

c. Modifikasi Maserasi Melingkar Bertingkat

Untuk mendapatkan penyarian yang sempurna

d. Modifikasi remaserasi

Maserasi beberapa kali

e. Modifikasi dengan mesin pengaduk

Mengurangi waktu hingga menjadi 6-24 jam

II.2.2 Perkolasi (Ekstraksi secara dingin)

Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari

melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi.Keuntungan metode ini

adalah tidak memerlukan langkah tambahan yaitu sampel padat (marc)

telah terpisah dari ekstrak. Kerugiannya adalah kontak antara sampel

padat tidak merata atau terbatas dibandingkan dengan metode refluks, dan

pelarut menjadi dingin selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan

komponen secara efisien. Cara pengerjaannya adalah serbuk simplisia

ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi

sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas kebawah melalui serbuk

15

Page 16: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui

sampai mencapai keadaan jenuh. Cairan akan bergerak kebawah karena

beratnya sendiri dan cairan diatasnya.

II.2.3 Refluks(Ekstraksi secara panas)

Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk

mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan

pemanasan langsung.

Kerugiannya adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar

dan sejumlah manipulasi dari operator.

II.2.4 Sokhletasi (Ekstraksi secara dingin)

Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara

berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap

cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-molekul air oleh pendingin

balik dan turun menyari simplisia dalam klongsong dan selanjutnya

masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon

Keuntungan metode ini adalah :

o Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak

tahan terhadap pemanasan secara langsung.

o Digunakan pelarut yang lebih sedikit

o Pemanasannya dapat diatur

Kerugian dari metode ini adalah :

16

Page 17: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

o Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di

sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat

menyebabkan reaksi peruraian oleh panas.

o Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui

kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam

wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk

melarutkannya.

o Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk

menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi, seperti

metanol atau air, karena seluruh alat yang berada di bawah komdensor

perlu berada pada temperatur ini untuk pergerakan uap pelarut yang

efektif.

Metode ini terbatas pada ekstraksi dengan pelarut murni atau

campuran azeotropik dan tidak dapat digunakan untuk ekstraksi dengan

campuran pelarut, misalnya heksan :diklormetan = 1 : 1, atau pelarut yang

diasamkan atau dibasakan, karena uapnya akan mempunyai komposisi

yang berbeda dalam pelarut cair di dalam wadah.

II.3. Penguapan (Dinda, 2008)

Penguapan atau evaporasi adalah proses perubahan molekul di dalam

keadaan cair (contohnya air) dengan spontan menjadi gas (contohnya uap air).

Proses ini adalah kebalikan dari kondensasi. Umumnya penguapan dapat dilihat

17

Page 18: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

dari lenyapnya cairan secara berangsur-angsur ketika terpapar pada gas dengan

volume signifikan.

Rata-rata molekul tidak memiliki energi yang cukup untuk lepas dari

cairan. Bila tidak cairan akan berubah menjadi uap dengan cepat. Ketika

molekul-molekul saling bertumbukan mereka saling bertukar energi dalam

berbagai derajat, tergantung bagaimana mereka bertumbukan. Terkadang transfer

energi ini begitu berat sebelah, sehingga salah satu molekul mendapatkan energi

yang cukup buat menembus titik didih cairan. Bila ini terjadi di dekat permukaan

cairan molekul tersebut dapat terbang ke dalam gas dan "menguap"

Ada cairan yang kelihatannya tidak menguap pada suhu tertentu di dalam

gas tertentu (contohnya minyak makan pada suhu kamar). Cairan seperti ini

memiliki molekul-molekul yang cenderung tidak menghantar energi satu sama

lain dalam pola yang cukup buat memberi satu molekul "kecepatan lepas" -

energi panas - yang diperlukan untuk berubah menjadi uap. Namun cairan seperti

ini sebenarnya menguap, hanya saja prosesnya jauh lebih lambat dan karena itu

lebih tak terlihat

Penguapan adalah bagian esensial dari siklus air. Energi surya

menggerakkan penguapan air dari samudera, danau, embun dan sumber air

lainnya. Dalam hidrologi penguapan dan transpirasi (yang melibatkan penguapan

di dalam stomata tumbuhan) secara kolektif diistilahkan sebagai

evapotranspirasi.

18

Page 19: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

II.5. Ekstraksi Cair – Cair (Dinda, 2008, Harborne, J.B, 1987)

Sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari

simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,

kemudian semua atau hamper semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk

yang tersisa diperlakukan sedimikian hingga memenuhi bahan baku yang telah

ditentukan.

Cara pembuatan:Sebagian besar ekstrak dibuat dengan ekstraksi bahan

baku obat secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan dengan cara

destilasi dengan pengurangan tekanan, agar bahan utama obat sesedikit

mungkin terkena panas.

Sediaan cair simplisia nabati yang mengandung etanol sebagai pelarut

atau sebagai pengawet atau sebagai pelarut dan pengawet. Jika tidak dinyatakan

lain pada masing – masing monografi, tiap ml ekstrak mengandung bahan aktif

1 g simplisia yang memenuhi syarat. Ekstrak cair yang cenderung membentuk

endapan dapat didiamkan dan disaring atau bagian yang bening diendap

tuangkan. Beningan yang diperoleh memenuhi persyaratan farmakope. Ekstrak

cair dapat dibuat dari ekstrak yang sesuai.

Ekstraksi cair-cair juga diperlukan untuk mengekstraksi senyawa

glikosida untuk umumnya polar (aglikon yang berikatan dengan gula

monosakarida dan disakarida). Ekstraksi cair-cair untuk glikosida biasanya

dilakukan terhadap ekstrak etanol atau metanol awal. Ekstrak awal ini

19

Page 20: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

dilarutkan dalam air kemudian diekstraksi dengan etilasetat dan n-butanol.

Glikosida terdapat dalam fase etilasetat atau n-butanol.

Selain itu ekstraksi cair-cair dilakukan terhadap reaksi awal untuk

menghilangkan lemak dan ekstrak tersebut jika bagian tumbuhan yang

diekstraksi belum dihilangkan lemaknya pada ekstrak awal.

II.6. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) (Rohman, A. 2009)

Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fitokimia. Lapisan

yang memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan

pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran

yang akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal),

kemudian pelat dimasukkan di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan

pengembang yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi selama perambatan

kapiler (pengembangan) dan selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus

ditampakkan .

Keuntungan kromatografi lapis tipis adalah dapat memisahkan senyawa

yang sangat berbeda seperti senyawa organik alam dan senyawa organik

sintesis, kompleks organik dan anorganik serta ion anorganik dalam waktu

singkat menggunakan alat yang tidak terlalu mahal. Metode ini kepekaannya

cukup tinggi dengan jumlah cuplikan beberapa mikrogram. Kelebihan metode

ini jika dibandingkan dengan kromatografi kertas adalah dapat digunakan

pereaksi asam sulfat pekat yang bersifat korosif, kelemahannya adalah harga Rf

yang tidak tetap.

20

Page 21: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

Kromatografi adalah suatu teknik yang pertama kali dipakai untuk

memisahkan zat – zat warna tanaman. Hal ini tersimpul dari istilah yang

dipakai, kroma adalah zat warna. Pemisahan dengan teknik ini dijalankan

dengan berdasarkan perbedaan sifat – sifat fisik dari zat – zat yang menyusun

suatu campuran.

Kromatografi Lapis Tipis adalah teknik sederhana untuk memisahkan

komponen secara cepat berdasarkan prinsip partisi dan adsorpsi. Pemisahan

komponen suatu senyawa pada kromatografi ini tergantung pada adsorben

terhadap masing – masing komponen. Komponen yang larut terbawa oleh fase

diam ( adsorben ) dengan perpindahan kecepatan yang berbeda.

Jarak pengembangan senyawa pada kromatografi biasanya dinyatakan

dengan angka Rf yaitu :

Angka Rf ( Rate of follow ) menyatakan besaran perbandingan

kecepatan bergeraknya komponen terlarut terhadap fase gerak ( pelarut ).

Beberapa factor yang mempengaruhi nilai Rf antara lain :

a. Ukuran partikel dari zat penyerap

b. Derajat keaktifan zat penyerap

c. Kemurnian pelarut

d. Kejenuhan chamber

21

Page 22: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

II.7. Penampakan Noda UV ((Rohman, A. 2009)

Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan

berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena

adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh

auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak

merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika

elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih

tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi.

Sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366 terlihat terang karena silika

gel yang digunakan tidak berfluororesensi pada sinar UV 366 nm

II.8. Penampakan Noda H2SO4 (Rohman, A. 2009)

Prinsip penampakan noda pereaksi semprot H2SO4 10% adalah

berdasarkan kemampuan asam sulfat yang bersifat reduktor dalam merusak

gugus kromofor dari zat aktif simplisia sehingga panjang gelombangnya akan

bergeser ke arah yang lebih panjang (UV menjadi VIS) sehingga noda menjadi

tampak oleh mata

22

Page 23: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan yang digunakan

III.1.1 Alat yang digunakan

a. Batang pengaduk

b. Beker gelas

c. Botol eluen

d. Botol semprot

e. Bunzen

f. Chamber

g. Corong gelas

h. Corong pisah

i. Gelas ukur

j. Gelas piala

k. Gunting

l. Klonsong

m. Labu alas bulat

n. Lampu UV

o. Lempeng KLT

p. Oven

q. Pensil

r. Pensil warna

s. Pinset

t. Pipa penotol

u. Penutup kaca

v. Rotary evaporator

(Ratavapor)

w. Sifon

x. Timbangan analitik

y. Vial

z. Waterbath

23

Page 24: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

III.1.2 Bahan yang digunakan

a. Air suling

b. Asam sulfat

c. Batang Putri malu

d. Benzene

e. Daun Jambu mente

f. Daun Pakis

g. Daun Sirih

h. Etil asetat

i. Heksan

j. Kertas kalkir

k. Kloroform

l. Methanol

m. n- Buthanol

III.2 Cara Kerja

III.2.1 Pengambilan Sampel

III.2.1.1 Daun Jambu Mente

Pengambilan sampel dilakukan dengan terlebih dahulu di

seleksi, daun bugang yang diambil adalah daun yang tidak muda dan

tidak tua. Daun bugang dipetik dari tangkainya, kemudian dibersihkan

(sortasi basah) lalu dan diangin – anginkan.

III.2.1.2 Daun Pakis

Pengambilan sampel dilakukan dengan terlebih dahulu di

seleksi dari segi umur tanaman, bagian tanaman yang diambil adalah

daun . Kemudian dibersihkan (sortasi basah) lalu dan diangin –

anginkan.

24

Page 25: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

III.2.1.3 Batang Putri Malu

Pengambilan sampel dilakukan dengan terlebih dahulu di

seleksi dari segi umur tanaman, bagian tanaman yang diambil dari

tanaman putrid malu adalah batangnya. Kemudian dibersihkan (sortasi

basah) lalu dan diangin – anginkan.

III.2.1.4 Daun Sirih

Bagian tanaman yang diambil adalah bunganya yang umurnya

masih kuncup. Kemudian dibersihkan (sortasi basah) lalu dan diangin

– anginkan.

III.2.2 Pengolahan Sampel

III.2.2.1 Daun Jambu mente

Daun Jambu mente yang telah di sortasi, di gunting kecil –

kecil kemudian di keringkan dengan sinar matahari langsung dan

diangin – anginkan.

III.2.2.2 Daun Pakis

Daun Pakis yang telah disiapkan, di gunting kecil – kecil.

Kemudian dikeringkan dengan sinar matahari langsung dan diangin –

anginkan.

III.2.2.3 Batang Putri Malu

Sampel yang telah di sortasi, di gunting kecil – kecil kemudian

di keringkan dengan sinar matahari langsung dan diangin – anginkan.

25

Page 26: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

III.2.2.4 Daun Sirih

Sampel yang telah di sortasi, di gunting kecil – kecil kemudian

di keringkan dengan sinar matahari langsung dan diangin – anginkan.

III.2.3 Ekstraksi Sampel

III.2.3.1 Ekstraksi Daun Jambu Mente dengan metode Maserasi

a. Dengan pelarut methanol

Daun Jambu Mente ditimbang 100 gram, dimasukkan ke

dalam bejana maserasi dan dibasahkan dengan pelarut methanol,

kemudian dicukupkan pelarut methanol hingga terendam 1

lapisan di atas simplisia. Selanjutnya didiamkan selama 5 hari

terlindung dari cahaya sambil sesekali diaduk. Kemudian

difiltrasi, ekstrak hasil filtrasi kemudian dimasukkan dalam labu

rotary evaporator hingga diperoleh larutan pekat. Larutan

tersebut kemudian dimasukkan ke dalam vial untuk diidentifikasi

secara KLT.

b. Dengan pelarut eter

Ekstrak methanol yang telah diperoleh, diuapkan di atas

waterbath kemudian disuspensikan dengan aquadest ± 10ml dan

diekstraksi dengan pelarut eter dalam corong pisah. Selanjutnya

diambil dan dimasukkan dalam vial dan diidentifikasi secara

KLT.

26

Page 27: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

c. Dengan pelarut n-butanol

Lapisan air dari hasil pemisahan ekstrak eter,

ditambahkan n-butanol jenuh air ± 10ml. Kemudian dimasukkan

ke dalam corong pisah. Hasil pemisahan ekstrak n-butanol

dimasukkan ke dalam vial dan selanjutnya diidentifikasi secara

KLT.

III.2.3.2 Ekstraksi daun Pakis dengan metode Perkolasi

a. Dengan pelarut methanol

Daun Pakis ditimbang ± 100 gram, dimasukkan kedalam

beker gelas dan dibasahi dengan cairan penyari methanol , dan

didiamkan selama 3 jam (dilakukan proses maserasi). Kemudian

simplisia dipindahkan ke dalam bejana silinder yang bagian

bawahnya diberi sekat berpori, ditambahkan cairan penyari

metanol hingga 1 lapis diatas simplisia. Cairan penyari dialirkan

(1ml/menit) dari atas ke bawah melalui simplisia tersebut.

Perkolat yang diperoleh dikumpulkan, lalu dipekatkan.

b. Dengan pelarut eter

Ekstrak methanol yang telah diperoleh, diuapkan di atas

waterbath kemudian disuspensikan dengan aquadest ± 10ml dan

diekstraksi dengan pelarut eter dalam corong pisah. Selanjutnya

diambil dan dimasukkan dalam vial dan diidentifikasi secara

KLT.

27

Page 28: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

c. Dengan pelarut n-butanol

Lapisan air dari hasil pemisahan ekstrak eter, ditambahkan

n-butanol jenuh air ± 15 ml. Kemudian dimasukkan ke dalam

corong pisah. Hasil pemisahan ekstrak n-butanol dimasukkan ke

dalam vial dan selanjutnya diidentifikasi secara KLT.

III.2.3.3 Ekstraksi batang Putri Malu dengan metode Refluks

a. Dengan pelarut methanol

Batang Putri malu ditimbang 50 gram, dimasukkan

kedalam labu alas bulat dan ditambahkan cairan penyari

methanol ± 300 ml lalu dipanaskan. Proses refluks dilakukan

selama ± 4 jam / hingga diperoleh filtrat yang jernih. Filtrat yang

diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.

b. Dengan pelarut eter

Ekstrak methanol yang telah diperoleh, diuapkan di atas

waterbath kemudian disuspensikan dengan aquadest ± 15 ml dan

diekstraksi dengan pelarut eter ± 15 ml dalam corong pisah.

Selanjutnya diambil dan dimasukkan dalam vial dan

diidentifikasi secara KLT.

c. Dengan pelarut n-butanol

Lapisan air dari hasil pemisahan ekstrak eter,

ditambahkan n-butanol jenuh air ± 15 ml. Kemudian dimasukkan

ke dalam corong pisah. Hasil pemisahan ekstrak n-butanol

28

Page 29: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

dimasukkan ke dalam vial dan selanjutnya diidentifikasi secara

KLT.

III.2.3.4 Ekstraksi Daun Sirih dengan metode Sokhletasi

a. Dengan pelarut methanol

Daun Sirih ditimbang 30 gram, kemudian ditempatkan

dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa.

Dimasukkan ± 500 ml cairan penyari ke dalam labu alas bulat,

kemudian dipanaskan hingga menguap. Ekstraksi sempurna

ditandai bila cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak noda

jika di KLT. Proses sirkulasi terjadi sebanyak 25 kali. Ekstrak

yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.

b. Dengan pelarut eter

Ekstrak methanol yang telah diperoleh, diuapkan di atas

waterbath kemudian disuspensikan dengan aquadest ± 15 ml dan

diekstraksi dengan pelarut eter ± 15 ml dalam corong pisah.

Selanjutnya diambil dan dimasukkan dalam vial dan

diidentifikasi secara KLT.

c. Dengan pelarut n-butanol

Lapisan air dari hasil pemisahan ekstrak eter,

ditambahkan n-butanol jenuh air ± 15 ml. Kemudian dimasukkan

ke dalam corong pisah. Hasil pemisahan ekstrak n-butanol

29

Page 30: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

dimasukkan ke dalam vial dan selanjutnya diidentifikasi secara

KLT.

III.2.4 Penguapan

Ekstrak dari sampel yang telah diperoleh kemudian diuapkan

diatas penagas air (Waterbath) dan menggunakan Rotavapor untuk

mempercepat penguapan sehingga dapat diperoleh ekstrak kental

murni dari sampel.

III.2.5 Ekstraksi cair-cair

Ekstrak kental yang telah didapat kemudian di masukkan

kedalam corong pisah. Diberikan pelarut yang berbeda kepolarannya.

Kemudian dilakukan pemisahan komponen kimia di antara 2 fase

pelarut yang tidak saling bercampur di mana sebagian komponen larut

pada fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua fase

yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai

terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair, dan

komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai

dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang

tetap.

30

Page 31: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

III.2.6 Kromatografi Lapis Tipis

a. Pengaktifan lempeng kromatografi lapis tips (KLT)

Lempeng KLT (silica gel 60 F254 Merck)diaktifkan dengan cara

dipanaskan pada suhu 1050 C-1100 C selama 30 menit lalu

dikeluarkan, di beri tanda dan siap digunakan.

b. Identifikasi komponen kimia

Eluen methanol, eter dan n – butanol ditotol pada lempeng KLT.

Selanjutnya, masing-masing dimasukkan dalam chamber yang

berisi eluen:

Benzen : EtOAc (7:3)

Benzen : EtOAc (9:1)

EtOAc : EtOH : H2O (10:2:1)

CHCl3: MeOH: H2O (16:6:1)

Hasil elusi berupa bercak noda diidentifikasi dengan menggunakan

lampu UV (366 nm) dan penyemprotan pereaksi asam sulfat 10%

v/v dan dnifiksasi.

31

Page 32: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Pengamatan

IV.1.1 Nama Sampel (Daun Jambu Mente)

IV.1.1.1 Hasil Ekstraksi Daun Jambu Mente secara Maserasi

Berat sampel

basah

Berat sampel

kering

Jumlah cairan

penyari

Berat ekstrak

kering

350 200 gram 1500 ml 50 gram

IV.1.1.2 Hasil Kromatografi Lapis Tipis

Nama ekstrak EluenJumlah noda

Lampu UV H2SO4 10%

Metanol Benzen : Etil asetat

(9: 1 )

Benzen : etil asetat

(7 : 3)

Etil asetat : etanol :

air ( 10 : 2 :1 )

Kloroform : methanol

: air (16: 6: 1)

5

4

3

2

5

4

3

2

Eter Benzen : Etil asetat

(9: 1 )

Benzen : etil asetat

(7 : 3)

8

8

8

9

n-butanol Etil asetat : etanol : 1 1

Page 33: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

air (10 : 2 :1 )

Kloroform : methanol

: air (16: 6: 1)

2

2

IV.1.2. Nama Sampel ( Daun Pakis )

IV.1.2.1 Hasil Ekstraksi Daun Pakis secara perkolasi

Berat

sampel

basah

Berat sampel

kering

Jumlah

cairan

penyari

Berat ekstrak kering

- 100 gram 500 ml 28gram

IV.1.2.2 Hasil Kromatografi Lapis Tipis

Nama ekstrak EluenJumlah noda

Lampu UV H2SO4 10%

Metanol Benzen : Etil

asetat

(9: 1 )

Benzen : etil asetat

(7 : 3)

Etil asetat : etanol :

air ( 10 : 2 :1 )

Kloroform :

methanol : air

(16: 6: 1)

11

13

6

5

11

13

6

5

Eter Benzen : Etil

asetat

3 2

Page 34: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

(9: 1 )

Benzen : etil asetat

(7 : 3)6 1

n-butanol Etil asetat : etanol :

air ( 10 : 2 :1 )

Kloroform :

methanol : air

(16: 6: 1)

7

7

7

7

IV.1.3. Nama Sampel (Batang Putri Malu)

IV.1.3.1 Hasil Ekstraksi Batang Putri Malu secara Refluks

Berat sampel basah Berat sampel

kering

Jumlah cairan

penyari

Berat

ekstrak

kering

200 gram 50 gram 500ml 21,2 gram

IV.1.3.2 Hasil Kromatografi Lapis Tipis

Nama ekstrak EluenJumlah noda

Lampu UV H2SO4 10%

Metanol Benzen : Etil

asetat

(9: 1 )

Benzen : etil

asetat

(7 : 3)

3

7

3

7

Page 35: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

Etil asetat :

etanol : air ( 10 :

2 :1 )

Kloroform :

methanol : air

(16: 6: 1)

4

2

4

4

EterBenzen : Etil

asetat

(9: 1 )

Benzen : etil

asetat

(7 : 3)

5

6

5

6

n-butanol Etil asetat :

etanol : air ( 10 :

2 :1 )

Kloroform :

methanol : air

(16: 6: 1)

5

7

5

7

IV.1.4. Nama Sampel (Daun Sirih)

IV.1.4.1 Hasil Ekstraksi Daun Sirih secara Sokhletasi

Berat sampel basahBerat

sampel

kering

Jumlah cairan

penyari

Berat

ekstrak

kering

50 gram 30 gram 700ml 20 gram

Page 36: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

IV.1.4.2 Hasil Kromatografi Lapis Tipis

Nama ekstrak Eluen

Jumlah noda

Lampu

UV

H2SO4 10%

Metanol Benzen : Etil asetat

(9: 1 )

Benzen : etil asetat

(7 : 3)

Etil asetat : etanol :

air ( 10 : 2 :1 )

Kloroform :

methanol : air

(16: 6: 1)

7

6

4

4

7

6

4

4

Eter Benzen : Etil asetat

(9: 1 )

Benzen : etil asetat

(7 : 3)

7

9

7

9

n-butanol Etil asetat : etanol :

air ( 10 : 2 :1 )

Kloroform :

methanol : air

(16: 6 : 1)

4

2

4

2

Page 37: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

IV.2 Pembahasan

Pada praktikum ini, dilakukan ekstraksi dari bahan-bahan alam yang

mengandung zat berkhasiat yang berada di lingkungan sekitar. Bahan alam

yang digunakan pada percobaan ini adalah Daun Jambu Mente

(Anacardium accidentale Linn), Daun Pakis (Lycopodium clavatum L),

Batang Putri Malu (Mimosa pudica L) dan Daun Sirih (Piper Betle L).

Percobaan ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui dan

memahami cara mengekstraksi, dan mengidentifikasi komponen kimia yang

terkandung dalam bahan alam atau simplisia. Ekstraksi komponen kimia

dilakukan dengan metode maserasi , perkolasi, soxhletasi, dan refluks dan

diisolasi dengan cara ekstraksi cair-cair, kemudian di KLT.

Adapun pemilihan metode untuk ekstraksi simplisia, disesuaikan

dengan tekstur dari bahan alam yang akan diekstraksi. Daun Jambu Mente

(Anacardium accidentale Linn), memilki tekstur daun lunak sehingga

diekstraksi dengan metode maserasi , Daun Pakis (Lycopodium clavatum

L) secara perkolasi, Daun Sirih (Piper Betle L)secara sokletasi, dan Batang

Putri Malu (Mimosa pudica L) secara refluks.

Pengolahan simplisia dilakukan sebelum dilakukan ekstraksi., Daun

Jambu Mente (Anacardium accidentale Linn), , Daun Pakis (Lycopodium

clavatum L), dan Daun Sirih (Piper Betle L) dibersihkan /sortasi basah,

digunting atau dipotong kecil-kecil. kemudian dikeringkan di bawah sinar

matahari pada pagi hari dari pukul 7 sampai pukul 10 dan pengeringan

dilanjutkan pada pukul 3 sampai pukul 5 sore. Pengeringan pada waktu

Page 38: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

tertentu ini dilakukan agar zat aktif dalam simplisia berupa minyak-minyak

yang mudah menguap tidak hilang/menguap oleh pemanasan sinar matahari.

Setelah kering, simplisia diserbukkan sesuai dengan derajat halus yang

dikehendaki. Sedangkan untuk Batang Putri Malu (Mimosa pudica L) di

lakukan penumbukan dengan menggunakan seperangkat alat penumbuk

untuk mendapatkan derajat kehalusan yang di inginkan karena Batang Putri

Malu (Mimosa pudica L) teksturnya sendiri agak keras di bandingkan

dengan sampel lainnya.

Serbuk simplisia, kemudian diekstraksi sesuai dengan metode dan

prosedur kerja masing-masing. Cairan yang digunakan pada metode

ekstraksi adalah methanol. Ekstrak yang diperoleh dimasukkan kedalam vial

dan diberi etiket untuk di KLT dan sisanya diekstraksi lebih lanjut dengan

ekstraksi cair-cair (corong pisah). Diekstraksi dengan eter, dan ekstrak yang

diperoleh dimasukkan kedalam vial. Sisa dari ektraksi eter, dilanjutkan

dengan ekstraksi dengan pelarut n butanol. Prinsip ekstraksi cair-cair adalah

menggunakan 2 fase pelarut yang tidak bercampur, yaitu pelarut polar (air)

dan pelarut nonpolar (eter), sehingga kedua pelarut akan terpisah di dalam

corong pisah. Pada keadaan tersebut, zat aktif atau komponen kimia yang

bersifat polar tertarik kedalam air dan yang bersifat nonpolar tertarik ke

dalam eter. Pelarut n butanol bersifat polar sehingga harus dijenuhkan

dengan air agar di dalam corong pisah, n butanol tidak lagi menarik air,

sehingga kedua pelarut tetap terpisah.

Page 39: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

Ekstrak methanol, ekstrak eter, dan ekstrak n butanol dari masing-

masing simplisia kemudian di identifikasi komponen kimianya secara

kromatografi lapis tipis. Metode KLT didasarkan pada prinsip adsorbs dan

partisi, komponen kimia akan teradsorbsi pada fase diam (silica gel) dan

terpartisi oleh fase gerak (eluen). Lempeng KLT yang telah ditotol dengan

masing-masing ekstrak dimasukkan kedalam eluen sesuai kepolarannya .

Untuk ekstrak eter yang bersifat polar dimasukkan dalam chamber

berisi EtoAc-EtOH-H2O (10:2:1) dan CHCL3-MeOH-H2O(16:6:1) bersama

ekstrak methanol. Ekstrak n butanol yang bersifat nonpolar Benzen-EtoAC

(9: 1 ) dan Benzen-EtoAC (7 : 3), dimasukkan kedalam chamber berisi eluen

bersama ekstrak methanol. Kemudian lempeng dibiarkan hingga terelusi

sampai batas atas. Adaya perbedaan kepolaran setiap komponen kimia

menyebabkan terjadinya pemisahan. Komponen kimia ini akan tampak

sebagai noda pada lempeng KLT jika dilihat dengan lampu UV dan

disemprot dengan asam sulfat 10%, kemudian dipanaskan diatas

bunzen/kompor.

Noda-noda yang tampak pada lempeng KLT mempunyai jumlah,

ukuran dan warna yang berbeda-beda untuk tiap ekstrak pada setiap eluen.

Pada sampel Daun Jambu Mente, ekstrak metanol, menggunakan eluen

Benzen- Etil asetat (7:3) terdapat 4 noda, eluen Benzen- Etil asetat (9:1)

terdapat 5 noda, dan eluen Etil asetat–Etanol–Air (10:2:1) 3 noda sedangkan

eluen Kloroform– Metanol– Air (16:6:1) terdapat 2 noda. Untuk ekstrak

dietil eter dengan eluen Benzen- Etil asetat (7:3) terdapat 9 noda, eluen

Page 40: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

Benzen- Etil asetat (9:1) terdapat 8 noda. Untuk ekstrak n-Butanol dengan

menggunakan eluen Etil asetat–Etanol–Air (10:2:1) terdapat 1 noda , eluen

Kloroform–Metanol–Air (16:6:1) terdapat 2 noda. Sampel Daun Pakis,

pada ekstrak methanol menggunakan eluen Benzen- Etil asetat (7:3)

terdapat 11 noda, Benzen- Etil asetat (9:1) 13 noda, eluen Etil asetat –

Etanol – Air (10:2:1) 6 noda sedangkan Kloroform–Metanol–Air (16:6:1)

terdapat 5 noda. Untuk ekstrak eter dengan eluen Benzen- Etil asetat (7:3)

terdapat 6 noda, eluen Benzen- Etil asetat (9:1) terdapat 11 noda. Ekstrak n-

Butanol eluen Etil asetat – Etanol – Air (10:2:1) noda dan Kloroform –

Metanol – Air (16:6:1) 7 noda.

Pada sampel Batang Putri Malu, ekstrak metanol dengan eluen

Benzen- Etil asetat (7:3) terdapat 7 noda, Benzen- Etil asetat (9:1) 3 noda,

eluen Etil asetat–Etanol– Air (10:2:1) dan Kloroform–Metanol–Air (16:6:1)

terdapat 4 noda. Untuk ekstrak eter dengan eluen Benzen- Etil asetat (7:3)

terdapat 6 noda, eluen Benzen- Etil asetat (9:1) terdapat 5 noda. Ekstrak n-

Butanol dengan eluen Etil asetat–Etanol–Air (10:2:1) terdapat 5 noda , eluen

Kloroform–Metanol –Air (16:6:1) terdapat 7 noda. Sampel Daun Sirih ,

pada ekstrak methanol menggunakan eluen Benzen- Etil asetat (7:3)

terdapat 6 noda, Benzen- Etil asetat (9:1) 7 noda, Etil aseta –Etanol–Air

(10:2:1) dan Kloroform–Metanol–Air (16:6:1) terdapat 4 noda. Untuk

ekstrak eter dengan eluen Benzen- Etil asetat (7:3) terdapat 9 noda, Benzen-

Etil asetat (9:1) terdapat 7 noda. Ekstrak n-Butanol eluen Etil asetat–Etanol

–Air (10:2:1) 4 noda dan Kloroform–Metanol–Air (16:6:1) 2 noda

Page 41: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

B A B V

P E N U T U P

V.1 Kesimpulan

Setelah dilakukan pengamatan dilaboratorium, maka dapat disimpulkan

bahwa :

1. Sampel Daun Jambu Mente

a. Ekstrak metanol

Pada eluen polar:

Pada eluen Kloroform – Metanol – Air (16 : 6 : 1) terdapat 2 noda.

Pada eluen Etil asetat – Etanol – Air (10 : 2 : 1) terdapat 3 noda

Pada eluen non polar :

Pada eluen Benzen – Etil asetat (9 : 1) terdapat 5 noda

Pada eluen Benzen – Etil asetat (7 : 3) terdapat 4 noda

b. Ekstrak eter

Pada eluen non polar :

Pada eluen Benzen – Etil asetat (7 : 3) terdapat 9 noda

Pada eluen Benzen – Etil asetat (9 : 1) terdapat 8 noda

c. Ekstrak n-Butanol

Pada eluen polar :

Pada eluen Kloroform – Metanol – Air (16 : 6 : 1) terdapat 2 noda

Pada eluen Etil asetat – Etanol – Air (10 : 2 : 1) terdapat 1 noda

Page 42: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

2. Sampel Daun Pakis

a. Ekstrak metanol

Pada eluen polar:

Pada eluen Kloroform – Metanol – Air (16 : 6 : 1) terdapat 5 noda.

Pada eluen Etil asetat – Etanol – Air (10 : 2 : 1) terdapat 6 noda

Pada eluen non polar :

Pada eluen Benzen – Etil asetat (9 : 1) terdapat 11 noda

Pada eluen Benzen – Etil asetat (7 : 3) terdapat 13 noda

b. Ekstrak eter

Pada eluen non polar :

Pada eluen Benzen – Etil asetat (9 : 1) terdapat 3 noda

Pada eluen Benzen – Etil asetat (7 : 3) terdapat 6 noda

c. Ekstrak n-Butanol

Pada eluen polar :

Pada eluen Kloroform – Metanol – Air (16 : 6 : 1) terdapat 7 noda.

Pada eluen Etil asetat – Etanol – Air (10 : 2 : 1) terdapat 7 noda

3. Sampel Batang Putri Malu

a. Ekstrak metanol

Pada eluen polar:

Pada eluen Kloroform – Metanol – Air (16 : 6 : 1) terdapat 4 noda.

Pada eluen Etil asetat – Etanol – Air (10 : 2 : 1) terdapat 4 noda

Pada eluen non polar :

Pada eluen Benzen – Etil asetat (9 : 1) terdapat 3 noda

Page 43: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

Pada eluen Bensen – Etil asetat (7 : 3) terdapat 7 noda

b. Ekstrak eter

Pada eluen non polar :

Pada eluen Benzen – Etil asetat (9 : 1) terdapat 5 noda

Pada eluen Benzen – Etil asetat (7 : 3) terdapat 6 noda

c. Ekstrak n-Butanol

Pada eluen polar :

Pada eluen Etil asetat – Etanol – Air (10 : 2 : 1) terdapat 5 noda

Pada eluen Kloroform – Metanol – Air (16 : 6 : 1) terdapat 7 noda.

4. Sampel Daun Sirih

a. Ekstrak metanol

Pada eluen polar :

Pada eluen Etil asetat – Etanol – Air (10 : 2 : 1) terdapat 4 noda

Pada eluen Kloroform – Metanol – Air (16 : 6 : 1) terdapat 4 noda.

Pada eluen non polar :

Pada eluen Benzen – Etil asetat (9 : 1) terdapat 7 noda

Pada eluen Benzen – Etil asetat (7 : 3) terdapat 6 noda

b. Ekstrak eter

Pada eluen non polar :

Pada eluen Benzen – Etil asetat (9 : 1) terdapat 7 noda

Pada eluen Benzen – Etil asetat (7 : 3) terdapat 9 noda

Page 44: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

c. Ekstrak n-Butanol

Pada eluen polar :

Pada eluen Etil asetat – Etanol – Air (10 : 2 : 1) terdapat 4 noda

Pada eluen Kloroform – Metanol – Air (16 : 6 : 1) terdapat 2 noda.

V.2 Saran

Kami sebagai praktikan sangat mengharapkan arahan dan bimbingan

dari pembimbing dalam praktikum berlangsung maupun pada saat pembuatan

laporan.

Page 45: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

DAFTAR PUSTAKA

Agus, dkk, 2007. Aneka Tanaman Obat dan Khasiatnya. Bandung; Maltazam Mulia Utama

Dinda, 2008, Ekstraksi, http://medicafarma.blogspot.com/, diakses 20 Januari 2011

Harborne, J.B, 1987, Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, Terbitan kedua, Penerbit ITB, Bandung.

Muhlizah, Fauziah, 2008. Tanaman Obat Keluarga. Penebar Swadaya, Jakarta.

Riyanto, Selamet, 2009. Khasiat Putri Malu. http.//selametr. blogspot.com/2009/10/ lelap-bersama-putri-malu.html. diakses tanggal 7 Februari 2011

Rohman, A. 2009, Kromatografi Untuk Analisis Obat, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Setiawan D. 2000, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3, Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara , Jakarta.

Tritrosoepomo, Gembong. 2005. Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan. Yogyakarta; Gadjah mada University Press

Tim Penyusun. 2010. Penuntun Praktikum Farmakognosi II. Jurusan Farmasi Poltekkes Makassar, Makassar.

Page 46: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

LAMPIRAN

1.Skema kerja

a. Maserasi

Dicorpis

Ditambahkan eter ± 15ml, dicorpis

Lapisan H2O

Lapisan H2O

Ekstrak MeOH

Ekstrak eter

KLT

KLT

Lapisan H2O Ekstrak n-butanol KLT

Pohon Jambu Mente

Daun Jambu Mente

Simplisia

Ampas Ekstrak MeOH

Diambil daun, disortasi basah, dipotong-potong kecil, dikeringkan dan diangin-anginkan

Ekstraksi +methanol

Dirotavapor

Page 47: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

b. Perkolasi

Dicorpis

Ditambahkan eter ± 15ml, dicorpis

Lapisan H2O

Lapisan H2O

Ekstrak MeOH

Ekstrak eter

KLT

KLT

Lapisan H2O Ekstrak n-butanol KLT

Tumbuhan Pakis

Daun Pakis

Simplisia

Ampas Ekstrak MeOH

Diambil daun, disortasi basah, dipotong-potong tipis dengan arah membujur, dikeringkan dan diangin-anginkan

Ekstraksi +methanol

Dirotavapor

Page 48: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

c. Refluks

Dicorpis

Ditambahkan eter ± 15ml, dicorpis

Lapisan H2O

Lapisan H2O

Ekstrak MeOH

Ekstrak eter

KLT

KLT

Lapisan H2O Ekstrak n-butanol KLT

Tanaman Putri Malu

Batang Putri Malu

Simplisia

Ampas Ekstrak MeOH

Diambil batangnya, disortasi basah, dipotong-potong kecil, dikeringkan dan diangin-anginkan

Ekstraksi +methanol

Dirotavapor

Page 49: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

d. Sokhlet

Dicorpis

Ditambahkan eter ± 10ml, dicorpis

Lapisan H2O

Lapisan H2O

Ekstrak MeOH

Ekstrak eter

KLT

KLT

Lapisan H2O Ekstrak n-butanol KLT

Tanaman Sirih kembakertas

Daun Sirih

Simplisia

Ampas Ekstrak MeOH

Diambil daunnya, disortasi basah, dipotong-potong kecil, dikeringkan dan diangin-anginkan

Ekstraksi +methanol

Dirotavapor

Page 50: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

3. Tabel Daftar Nilai Rf

Daftar Nilai Rf Kromatografi Lapis Tipis

No. Nama Ekstrak No. NodaNilai

Rf UV

Nilai

Rf

H2SO4

Warna Noda

UV H2SO4 10 %

1. Eks. Metanol Daun

jambu mente

Benzen : Etil asetat

(9: 1 )

1 0,22 0,22 Merah kuning

2 0,42 0,42 Merah Hijau muda

3 0,6 0,6 Merah Abu-abu

4 0,76 0,76 Merah Kuning

5 0,8 0,8 Merah Hijau muda

Eks. Metanol Daun

jambu mente

Benzen : etil asetat

( 7 : 3)

1 0,3 0,3 Pink Abu-abu

2 0,7 0,7 Pink Kuning

3 0,84 0,84 Pink Abu-abu

4 0,9 0,9 Pink Hijau

Eks. Metanol Daun

jambu mente

Etil asetat : etanol : air

( 10: 2 :1 )

1 0,6 0,6 Biru muda Abu-abu

2 0,8 0,8 Biru muda Kuning

3 0,9 0,9 Merah Hijau muda

Eks. Metanol Daun

jambu mente

Kloroform :

methanol : air (16: 6 :

1)

1 0,4 0,4 Orange Orange

2 0,6 0,6 Abu-abu Kuning

Ekst. Eter Daun jambu

mente

Benzen : Etil asetat

(9: 1 )

1 0,1 0,1 Abu-abu Abu-abu

2 0,24 0,24 Merah Hijau muda

3 0,4 0,4 Merah Hijau tua

4 0,54 0,54 Merah Merah

5 0,66 0,66 Kuning Abu-abu

6 0,72 0,72 Merah Abu-abu

Page 51: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

7 0,78 0,78 Merah Hijau tua

8 0,92 0,92 Biru Abu-abu

Ekst. Eter daun jambu

mente

Benzen : etil asetat

(7 : 3)

1 0,1 0,1 Merah Abu-abu

2 0,22 0,22 Merah Abu-abu

3 0,3 0,3 Orange Abu-abu

4 0,4 0,4 Merah Hijau muda

5 0,56 0,56 Merah Hijau tua

6 0,7 0,7 Orange Hijau muda

7 0,76 0,76 Merah Hijau muda

8 0,86 0,86 Biru Abu-abu

Ekst. n-butanol daun

jambu mente Etil

asetat : etanol : air

( 10: 2 :1 )

1 0,86 0,86 Merah Hijau muda

Ekst. n-butanol daun

jambu mente

Kloroform :

methanol : air (16: 6:

1)

1 0,78 0,78 Biru Abu-abu

2 0,86 0,86 Merah Hijau

No. Nama Ekstrak No. NodaNilai

Rf UV

Nilai

Rf

H2SO4

Warna Noda

UV H2SO4 10 %

2. Eks. Metanol Pakis

Benzen : Etil asetat

(9: 1 )

1 0,08 0,08 Orange Hijau muda

2 0,12 0,12 Abu-bu Abu-abu

3 0,2 0,2 Orange Hijau muda

4 0,24 0,24 Orange Hijau muda

5 0,32 0,32 Hijau Kuning

6 0,36 0,36 Orange Hijau muda

7 0,42 0,42 Orange Hijau muda

Page 52: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

8 0,52 0,52 Hijau muda Hijau muda

9 0,6 0,6 Orange Hijau muda

10 0,72 0,72 Hijau muda Hijau muda

11 0,92 0,92 Orange Hijau muda

Eks. Metanol Pakis

Benzen : etil asetat

( 7 : 3)

1 0,12 0,12 Merah Hijau muda

2 0,36 0,36 Merah Hijau muda

3 0,2 0,2 Merah Hijau muda

4 0,32 0,32 Orange Hijau muda

5 0,44 0,44 Abu-abu Hijau muda

6 0,52 0,52 Abu-abu Hijau muda

7 0,62 0,62 Merah Kuning

8 0,76 0,76 Merah Abu-abu

9 0,8 0,8 Merah Abu-abu

10 0.84 0,84 Merah Abu-abu

11 0,88 0,88 Abu-abu Hijau muda

12 0,94 0,94 Merah Hijau muda

13 0,98 0,98 Abu-abu Hijau muda

Eks. Metanol Pakis

Etil asetat : etanol : air

( 10: 2 :1 )

1 0,06 0,06 Merah Abu-abu

2 0,3 0,3 Biru Hijau muda

3 0,46 0.46 Biru Abu-abu

4 0,58 0,58 Biru Abu-abu

5 0,64 0,64 Merah Abu-abu

6 0,98 0,98 Merah Hijau muda

Eks. Metanol Pakis

Kloroform :

methanol : air (16: 6:

1 0,4 0,4 Orange Abu-abu

2 0,12 0,12 Biru Biru

3 0,6 0.6 Orange Hijau muda

Page 53: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

1) 4 0,78 0,78 Orange Hijau muda

50,88 0.88 Orange Orange

Ekst. Eter Pakis

Benzen : Etil asetat

(9: 1 )

1 0,04 0,06 Merah merah

2 0,68 0,92 Merah Abu-abu

3 0,88 Abu- abu

Ekst. Eter Pakis

Benzen : etil asetat

(7 : 3)

1 0,08 0,68 Kuning Hijau muda

2 0,36 Kuning

3 0,48 Kuning muda

4 0,5 Abu- abu

5 0,66 Kuning

6 0,7 Kuning

Ekst. n-butanol Pakis

Etil asetat : etanol : air

( 10: 2 :1 )

1 0,1 0,1 Merah Kuning

2 0,29 0,29 Merah Hijau

3 0,39 0,39 Merah Kuning

4 0,42 0,42 Biru Kuning

5 0,52 0,52 Abu- abu Coklat

6 0.72 0.72 Merah Hijau

7 0,84 0,84 Merah Hijau

Ekst. n-butanol Pakis

Kloroform :

methanol : air (16: 6:

1)

1 0,12 0,12 Hijau Kuning

2 0,2 0,2 Hijau Kuning

3 0,3 0,3 Abu- abu Hijau

4 0,52 0,52 Biru Abu- abu

5 0,72 0,72 Merah Merah

6 0,78 0,78 Abu- abu Abu- abu

Page 54: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

7 0.94 0.94 Merah Hijau

No. Nama Ekstrak No. NodaNilai

Rf UV

Nilai

Rf

H2SO4

Warna Noda

UV H2SO4 10 %

3. Eks. Metanol

Batang Putri Malu

Benzen : Etil asetat

(9: 1 )

1 0,46 0,54 Merah Abu-Abu

2 0,6 0,68 Biru Abu-Abu

3 0,7 0,76 Merah Hijau muda

Eks. Metanol

Batang Putri Malu

Benzen : etil asetat

( 7 : 3)

1 0,12 0,12 Merah Abu-Abu

2 0,24 0,24 Merah Abu-Abu

3 0,4 0,4 Merah Abu-Abu

4 0,48 0,48 Merah Abu-Abu

5 0,56 0,56 Merah Abu-Abu

6 0,72 0,72 Biru Hijau muda

7 0,8 0,8 Merah Hijau muda

Eks. Metanol

Batang Putri Malu

Etil asetat : etanol :

air ( 10: 2 :1 )

1 0,08 0,08 Merah Abu-Abu

2 0,34 0,34 Merah Abu-Abu

3 0.54 0.54 Merah Abu-Abu

4 0,88 0,88 Merah Hijau muda

Eks. Metanol

Batang Putri Malu

Kloroform :

methanol : air

(16: 6: 1)

1 0,4 0,46 Kuning Hijau muda

2 0,92 0,78 Hijau muda Orange

3 0,82 Hijau muda

4 0,96 Abu-Abu

Ekst. Eter Batang

Putri Malu

Benzen : Etil asetat

(9: 1 )

1 0,16 0,16 Abu-Abu Abu-abu

2 0,28 0,28 Abu-Abu Abu-abu

3 0,68 0,68 Biru Abu-abu

4 0,78 0,78 Orange Abu-abu

5 0,96 0,96 Abu-abu Abu-abu

Page 55: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

Ekst. Eter Batang

Putri Malu

Benzen : etil asetat

(7 : 3)

1 0,08 0,06 Merah Abu-abu

2 0,18 0,12 Biru Abu-abu

3 0,24 0,18 Merah Abu-abu

4 0,52 0,52 Abu-abu Abu-abu

5 0,62 0,62 Abu-abu Abu-abu

6 0,64 0,64 Abu-abu Abu-abu

Ekst. n-butanol

Batang Putri Malu

Etil asetat : etanol :

air ( 10: 2 :1 )

1 0,1 0,1 Biru Abu-abu

2 0,18 0,18 Biru Abu-abu

3 0,32 0,32 Biru Abu-abu

4 0,36 0,36 Biru Abu-abu

5 0,64 0,64 Biru Abu-abu

Ekst. n-butanol

Batang Putri malu

Kloroform :methanol

: air (16: 6: 1)

1 0,88 0,88 Biru Kuning

No. Nama Ekstrak No. NodaNilai

Rf UV

Nilai

Rf

H2SO4

Warna Noda

UV H2SO4 10 %

4. Eks. Metanol Daun

Sirih

Benzen : Etil asetat

(9: 1 )

1 0,12 0,12 Hijau Kuning

2 0,2 0,2 Hijau Kuning

3 0,3 0,3 Abu- abu Hijau

4 0,52 0,52 Biru Abu- abu

5 0,72 0,72 Merah Merah

6 0,78 0,78 Biru Abu-abu

7 0,96 0,96 Biru Abu-abu

Eks. Metanol Daun

Sirih

1 0,16 0,16 Abu-Abu Abu-abu

2 0,28 0,28 Abu-Abu Abu-abu

Page 56: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

Benzen : etil asetat

( 7 : 3)

3 0,68 0,68 Biru Abu-abu

4 0,7 0,7 Orange Hijau muda

5 0,76 0,76 Merah Hijau muda

6 0,78 0,78 Biru Abu-abu

Eks. Metanol Daun

Sirih

Etil asetat : etanol :

air ( 10: 2 :1 )

1 0,08 0,08 Merah Abu-Abu

2 0,34 0,34 Merah Abu-Abu

3 0.54 0.54 Merah Abu-Abu

4 0,72 0,72 Merah Merah

Eks. Metanol Daun

Sirih

Kloroform :methanol

: air (16: 6: 1)

1 0,26 0,2 Coklat Abu-Abu

2 0,36 0,36 Abu-abu Merah

3 0,48 0,48 Abu-abu Merah

4 0,88 0,88 Abu-abu Merah

Ekst. Eter Daun

Sirih

Benzen : Etil asetat

(9: 1 )

1 0,08 0,08 Merah Kuning

2 0,16 0,16 Biru Kuning

3 0,34 0,34 Merah Kuning

4 0,49 0,49 Merah Hijau

5 0,54 0,54 Biru Abu-abu

6 0,66 0,66 Biru Hijau

7 0,74 0,74 Merah Abu-abu

Ekst. Eter Daun

Sirih

Benzen : etil asetat

(7 : 3)

1 0,08 0,08 Orange Hijau

2 0,16 0,16 Orange Hijau

3 0.36 0.36 Ungu Abu-abu

4 0,46 0,46 Biru Abu-abu

5 0,6 0,6 Merah Abu-abu

6 0,66 0,66 Biru Kuning

7 0,8 0,8 Merah Abu-abu

Page 57: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

8 0,86 0,86 Merah Abu-abu

9 0.98 0.98 MerahHijau

Ekst. n-butanol

Daun sirih

Etil asetat : etanol :

air ( 10: 2 :1 )

1 0,04 0,04 Coklat Biru

2 0,32 0,32 Abu-abu Merah

3 0,6 0,6 Kuning Merah

4 0,64 0,64 Coklat Abu-abu

Ekst. n-butanol

Daun sirih

Kloroform :

methanol : air

(16: 6: 1)

1 0,08 0,08 Coklat Muda Hijau

2 0,16 0,16 Merah Coklat

Page 58: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

4. Gambar Alat

a. Alat Maserasi b. Alat Perkolasi

c. Alat Sokletasi d. Alat Refluks

e. Rotapator

Page 59: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc

5. Gambar Sampel

a. Daun Jambu Mente b. Daun Pakis

c. Batang Putri Malu d. Daun Sirih

Page 60: LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc