Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbagai masalah tentang kerusakan yang di alami oleh tanaman
akibat serangan hama dan penyakit merupakan resiko yang harus dihadapi
oleh pembudidaya suatu tanaman. Manusia membudidayakan suatu tanaman
bertujuan untuk mengambil dari hasil apa yang di tanam. Hasil dari
budidaya tanaman digunakan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan hidup
mereka mulai dari sandang, pangan, dan papan. Seiring dengan
bertambahnya populasi manusia dan perkembangan kebudayaan maka
mengakibatkan pertambahan jumlah kebutuhan pangan. Saat ini, dengan
adanya penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang pertanian
seperti pengetahuan teknologi perlindungan dan pengendalian tanaman
dapat meningkatkan hasil produk pertanian agar sesuai dengan apa yang
diharapkan.
Manusia selalu mengusahakan agar tanaman yang dibudidayakan
mendapatkan hasil yang baik secara kualitas maupun kuantitas. Namun di
dalam praktek langsung lapangan terdapat hambatan dan gangguan yang
dihadapi. Salah satu hambatan yang di alami adalah adanya serangan hama
dan penyakit yang dapat menurunkan produk pertanian. Dewasa ini,
semakin intensif manusia mengusahakan peningkatan produksi pertanian,
gangguan hama dan penyakit semakin meningkatkan serangannya. Terkait
dengan hal tersebut, maka dilakukan pengendalian terhadap gangguan agar
tidak menimbulkan kerugian.
Pada fieldtrip yang dilakukan dengan cara melakukan pengamatan
lahan dan wawancara dengan petani di desa Junggo. Pengamatan dilakukan
terhadap semua komoditas tanaman, hama dan penyakit yang menyerang
tanaman, musuh alami yang terdapat dilokasi pengamatan, jenis
pengendalian yang dilakukan petani dengan menggunakan pestisida, serta
pemilihan verietas tahan yang digunakan, agar kedepannya kita dapat
1
Page 2
mengetahui bagaimana cara mengendalikan hama dan penyakit guna
meningkatkan produk pertanian.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan laporan akhir praktikum ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui kondisi lahan pada pertanian cabai, dan apel
2. Untuk mengetahui budidaya cabai, dan apel yang dijalankan petani
3. Untuk mengetahui hama dan penyakit yang terdapat pada pertanian
cabai, dan apel
4. Untuk mengetahui musuh alami yang dapat mengendalikan hama pada
lahan cabai, dan apel
5. Untuk mengetahui penggunaan pestisida oleh petani
6. Untuk mengetahui pengolahan lahan yang diterapkan petani
7. Untuk mengetahui penggunaan varietas tahan yang digunakan petani
1.3 Manfaat
Manfaat dari pembuatan laporan akhir praktikum ini, yaitu :
1. Agar dapat mengetahui keadaan lahan dengan memahami cara
pembudidayaan tanaman
2. Agar dapat mengaplikasikan pengendalian hama dan penyakit yang
menyerang tanaman dengan menggunakan pestisida dan musuh
alaminya
3. Agar dapat memahami pengelolaan suatu lahan budidaya agar
menghasilkan produk yang baik
4. Agar dapat memilih varietas tahan yang baik bagi tanaman yang di
budidayakan
2
Page 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pengendalian Hama Terpadu
Smith (1978) menyatakan PHT adalah pendekatan ekologi yang
bersifat multidisplin untuk pengelolaan populasi hama dengan
memanfaatkan beraneka ragam teknik pengendalian secara kompatibel
dalam suatu kesatuan kordinasi pengelolaan. Menurut pendapat Bottrell
(1979) juga menekankan bahwa PHT adalah pemilihan secara cerdik dari
penggunaan tindakan pengendalian hama, yang dapat menjamin hasil yang
menguntungkan dilihat dari segi ekonomi, ekologi dan sosiologi. Sedangkan
Kenmore (1989) memberikan definisi singkat PHT sebagai perpaduan yang
terbaik. Yang dimaksud perpaduan terbaik ialah menggunakan berbagai
metode pengendalian hama secara kompatibel. Sehingga melalui penerapan
PHT, diharapkan kerusakan yang ditimbulkan hama tidak merugikan secara
ekonomi, sekaligus menghindari kerugian bagi manusia, binatang, tanaman,
dan lingkungan.
Selain para ahli di atas, FAO juga memberikan pengertian terhadap
PHT itu sendiri yakni PHT itu adalah suatu pengendalian hama yang dalam
kaitannya dengan lingkungan dan dinamika populasi spesies hama,
memanfaatkan semua teknik dan metode yang sesuai dan dipadukan
sekompatibel mungkin serta mempertahankan populasi hama pada aras di
bawah aras yang dapat menyebabkan kerusakan ekonomi atau kehilangan
hasil yang tidak dapat diterima. Dari pengertian para ahli dan FAO diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa PHT tersebut adalah sebuah system
pengendalian hama secara terpadu, yakni memadukan semua system
pengendalian yang ada dengan tujuan untuk tidak merusak lingkungan,
tidak mengganggu kesehatan dan tidak merusak ekologi, namun masih
dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang maksimal, baik dari segi
kualitas produk maupun kuantitas produk itu sendiri.
Dalam konsep PHT, pengendalian hama berorientasi kepada
stabilitas ekosistem dan efisiensi ekonomi serta sosial. Dengan demikian,
3
Page 4
pengendalian hama dan penyakit harus memperhatikan keadaan populasi
hama atau patogen dalam keadaan dinamik fluktuasi disekitar kedudukan
kesimbangan umum dan semua biaya pengendalian harus mendatangkan
keuntungan ekonomi yang maksimal (Agus, 2012).
2.2 Pengertian dan Konsep Ambang Ekonomi
Ambang ekonomi adalah suatu tingkat/level kerusakan penyakit
(keparahan penyakit) yang mengharuskan dilakukan pengendalian sehingga
penyakit tidak berkembang mencapai ALE. Dengan kata lain AE adalah
ambang tindakan (action threshold) ( Zadok dan Schein, 1979).
Ambang Ekonomi (AE), yaitu batas populasi hama telah
menimbulkan kerusakan yang lebih besar daripada biaya pengendalian
(Soejitno dan Edi, 1993).
Pengendalian hama dengan insektisida dibenarkan apabila dari segi
ekonomi, manfaat yang diperoleh sekurang-kurangnya sama dengan biaya
pengendalian hama dan dari segi ekologi, apabila komponen ekosistem, baik
fisik maupun biologis, tidak mampu menekan populasi hama dan
mempertahankannya pada tingkat keseimbangan yang rendah. Kedua dasar
penggunaan insektisida tersebut melahirkan gagasan tentang konsep ambang
ekonomi (AE) atau economic threshold, yakni tingkat kepadatan populasi
hama yang harus segera dikendalikan agar populasi hama tidak mencapai
tingkat yang merugikan tanaman (Stern et al. 1959). Jadi, AE merupakan
konsep yang dikembangkan oleh para pakar sebagai dasar pengambilan
keputusan pengendalian hama dengan insektisida secara rasional.
Untuk menentukan apakah populasi hama telah melampaui AE,
maka harus dilakukan kegiatan pemantauan secara berkala terhadap
populasi hama, populasi musuh alami, kondisi pertanaman, dan iklim. Hal
ini dimaksudkan agar populasi hama tidak terlambat dikendalikan. Dalam
kegiatan pemantauan tersebut, kepadatan populasi hama yang dikategorikan
layak dikendalikan ditentukan dengan teknik penarikan contoh beruntun
(sequential sampling) berdasarkan pola sebaran populasi, data AE, dan
tingkat risiko kesalahan dalam pengambilan keputusan pengendalian
(Shepard 1980).
4
Page 5
2.3 Pengertian dan Konsep Ambang Kerusakan
Ambang Kerusakan adalah batas populasi hama atau kerusakan
oleh hama yang digunakan sebagai dasar untuk digunakannya pestisida.
Konsep aras luka (ambang kerusakan) ekonomi untuk pertama kalinya
dikemukan oleh ahli entomologi. Dalam konsep aras luka ekonomi terdapat
3 komponen/element utama yaitu kerusakan ekonomi, aras luka ekonomi,
dan ambang ekonomi. Aras Luka Ekonomi (Ambang Kerusakan), tujuan
akhir dari tindakan pengendalian penyakit adalah untuk menekan penyakit
pada level yang tidak menimbulkan kerugian secara ekonomi baik pada
jumlah maupun kulitas hasil, dengan demikian ambang kerusakan (tingkat
kerusakan ekonomi) haruslah diketahui untuk mencegah kerugian yang
lebih besar akibat adanya penyakit. Tingkat/level xt tertinggi yang dapat
menimbulkan kerusakan ekonomi disebut juga dengan aras luka ekonomi
atau dalam entomologi “jumlah kepadatan populasi terendah yang dapat
menyebabkan kerusakan secara ekonomi” (Modul Penuntun Praktikum,
2005)
2.4 Literatur Komoditas yang Diamati
1. Apel ( Malus sylvestris Mill )
Menurut sistematika, tanaman apel termasuk dalam:
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Klas : Dicotyledonae
Ordo : Rosales
Famili : Rosaceae
Genus : Malus
Spesies : Malus sylvestris Mill
Dari spesies Malus sylvestris Mill ini, terdapat bermacam-macam
varietas yang memiliki ciri-ciri atau kekhasan tersendiri. Beberapa varietas
apel unggulan antara lain: Rome Beauty, Manalagi, Anna, Princess Noble
dan Wangli/Lali jiwo.
5
Page 6
2. Cabai (Capsicum spp.)
Linnaeus (1753) mengenal 2 jenis Capsicum yaitu C.annuum dan
C. frutescens. Kemudian Irish (1898) merevisi marga tersebut yang
menghasilkan jenis yang sama dengan Linnaeus, namun ada penambahan 7
varietas dalam C. annuum. Adapun ke tujuh varietas tersebut dapat
dibedakan berdasarkan bentuk, ukuran, posisi buah (tegak atau
menggantung), warna dan rasanya.
3. Brokoli ( Brassica oleracea)
Kol bunga hijau/Broccoli merupakan tanaman sayur famili
Brassicaceae (jenis kol dengan bunga hijau) berupa tumbuhan berbatang
lunak diduga berasal dari Eropa, pertama kali ditemukan di Cyprus, Italia
Selatan dan Mediterania 2000 tahun yang lalu. Beberapa tahun terakhir
banyak terjadi perbaikan warna maupun ukuran bunga terutama di
Denmark. Di Indonesia broccoli dikenal dengan nama kubis bunga hijau
atau Sprouting broccoli. Broccoli dari bahasa Italia, dimana broco berarti
tunas.
4. Tomat (Solanum lycopersicum L.)
Tomat (Solanum lycopersicum) merupakan salah satu tanaman
yang sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia. Namun pemanfaatannya
hanya sebatas sebagai lalap dan bahan tambahan dalam masakan.
Kandungan senyawa dalam buah tomat di antaranya solanin (0,007 %),
saponin, asam folat, asam malat, asam sitrat, bioflavonoid (termasuk
likopen, α dan ß-karoten), protein, lemak, vitamin, mineral dan histamin
(Canene-Adam, dkk., 2005). Likopen merupakan salah satu kandungan
kimia paling banyak dalam tomat, dalam 100 gram tomat rata-rata
mengandung likopen sebanyak 3-5 mg (Giovannucci, 1999). Dalam
beberapa penelitian menyebutkan bahwa tomat dapat bermanfaat sebagai
obat diare, serangan empedu, gangguan pencernaan serta memulihkan
fungsi liver (Fuhramn, 1997).
6
Page 7
2.5 Hama dari Komoditas yang Diamati
1. Hama Pada Tanaman Apel
Kutu hijau (Aphis pomi geer)
Ciri: kutu dewasa berwarna hijau kekuningan, antena pendek,
panjang tubuh 1,8 mm, ada yang bersayap ada pula yang tidak; panjang
sayap 1,7 mm berwarna hitam; perkembangbiakan sangat cepat, telur dapat
menetas dalam 3-4 hari.
Gejala:
a) Nimfa maupun kutu dewasa menyerang dengan mengisap cairan selsel
daun secara berkelompok dipermukaan daun muda, terutama ujung tunas
muda, tangkai cabang, bunga, dan buah;
b) Kutu menghasilkan embun madu yang akan melapisi permukaan daun
dan merangsang tumbuhnya jamur hitam (embun jelaga); daun berubah
bentuk, mengkerut, leriting, terlambat berbunga, buah-buah muda
gugur,jika tidak mutu buahpun jelek.
Pengendalian:
a) Sanitasi kebun dan pengaturan jarak tanam (jangan terlalu rapat);
b) Dengan musuh alami coccinellidae lycosa;
c) Dengan penyemprotan Supracide 40 EC (ba Metidation) dosis 2 cc/liter
air atau 1-1,6 liter;
d) Supracide 40 EC dalam 500-800 liter/ha air dengan interval
penyemprotan 2 minggu sekali;
e) Convidor 200 SL (b.a. Imidakloprid) dosis 0,125-0,250 cc/liter air;
f) Convidor 200 SL dalam 600 liter/ha air dengan interval penyemprotan 10
hari sekali
g) Convidor ini dapat mematikan sampai telur-telurnya; cara penyemprotan
dari atas ke bawah. Penyemprotan dilakukan 1-2 minggu sebelum
pembungaan dan dilanjutkan 1-1,5 bulan setelah bunga mekar sampai 15
hari sebelum panen.
Tungau, Spinder mite, cambuk merah (Panonychus ulmi)
Ciri: berwarna merah tua, dan panjang 0,6 mm.
Gejala:
7
Page 8
a) Tungau menyerang daun dengan menghisap cairan sel-sel daun;
b) Pada serangan hebat menimbulkan bercak kuning, buram, cokelat, dan
mengering;
c) Pada buah menyebabkan bercak keperak-perakan atau coklat.
Pengendalian:
a) Dengan musah alami coccinellidae dan lycosa;
b) Penyemprotan Akarisida Omite 570 EC sebanyak 2 cc/liter air atau 1 liter
Akarisida Omite 570 EC dalam 500 liter air per hektar dengan interval 2
minggu.
Trips
Ciri: berukuran kecil dengan panjang 1mm; nimfa berwarna putih
kekuningkuningan; dewasa berwarna cokelat kehitam-hitaman; bergerak
cepat dan bila tersentuh akan segera terbang menghindar.
Gejala:
a) Menjerang daun, kuncup/tunas, dan buah yang masih sangat muda;
b) Pada daun terlihat berbintik-bintik putih, kedua sisi daun menggulung ke
atas dan pertumbuhan tidak normal;
c) Daun pada ujung tunas mengering dan gugur
d) Pada daun meninggalkan bekas luka berwarna coklat abu-abu.
Pengendalian:
a) Secara mekanis dengan membuang telur-telur pada daun dan menjaga
agar lingkungan tajuk tanaman tidk terlalu rapat;
b) Penyemprotan dengan insektisida seperti Lannate 25 WP (b.a.
Methomyl) dengan dosis 2 cc/liter air atau Lebaycid 550 EC (b.a.
Fention) dengan dosis 2 cc/liter air pada sat tanaman sedang bertunas,
berbunga, dan pembentukan buah.
Ulat daun (Spodoptera litura)
Ciri: larva berwarna hijau dengan garis-garis abu-abu memanjang
dari abdomen sampai kepala.pada lateral larva terdapat bercak hitam
berbentuk lingkaran atau setengah lingkaran, meletakkan telur secara
berkelompok dan ditutupi dengan rambut halus berwarna coklat muda.
8
Page 9
Gejala: menyerang daun, mengakibatkan lubang-lubang tidak teratur hingga
tulang-tulang daun. Pengendalian:
a) Secara mekanis dengan membuang telur-telur pada daun;
b) Penyemprotan dengan penyemprotan seperti Tamaron 200 LC (b.a
Metamidofos) dan Nuvacron 20 SCW (b.a. Monocrotofos).
Serangga penghisap daun (Helopelthis Sp)
Ciri: Helopelthis theivora dengan abdomen warna hitam dan
merah, sedang Helopelthis antonii dengan abdomen warna merah dan putih.
Serangga berukuran kecil. Penjang nimfa yang baru menetas 1mm dan
panjang serangga dewasa 6-8 mm. Pada bagian thoraknya terdapat benjolan
yang menyerupai jarum.
Gejala: menyerang pada pagi, sore atau pada saat keadaan berawan;
menyerang daun muda, tunas dan buah buah dengan cara menhisap cairan
sel; daun yang terserang menjadi coklat dan perkembanganya tidak simetris;
tunas yang terserang menjadi coklat, kering dan akhirnya mati; serangan
pada buah menyebabkan buah menjadibercak-bercak coklat, nekrose, dan
apabila buah membesar, bagian bercak ini pecah yang menyebebkan
kualitas buah menurun.
Pengendalian:
a) Secara mekanis dengan cara pengerondongan atap
plastik/pembelongsongan buah.
b) Penyemprotan dengan insektisida seperti Lannate 25 WP (b.a. Metomyl),
Baycarb 500 EC (b.a. BPMC), yang dilakukan pada sore atau pagi hari.
Ulat daun hitam (Dasychira inclusa walker)
Ciri: Larva mempunyai dua jambul dekat kepala berwarna hitam yang
mengarah kearah samping kepala. Pada bagian badan terdapat empat jambul
yang merupakan keumpulan seta berwarna coklat kehitam-hitaman.
Disepanjang kedua sisi tubuh terdapat rambut berwarna ab-abu. Panjang
larva 50 mm.
Gejala: menyerang daun tua dan muda; tanaman yang terserang
tinggal tulang daun-daunnya dengan kerusakan 30%; pada siang hari larva
bersembunyi di balik daun.
9
Page 10
Pengendalian:
a) Secara mekanis dengan membuang telur-telur yang biasanya diletakkan
pada daun;
b) Penyemprotan insektisida seperti: Nuvacron 20 SCW (b.a.
Monocrotofos) dan Matador 25 EC.
Lalat buah (Rhagoletis pomonella)
Ciri: larva tidak berkaki, setelah menetas dari telur (10 hari) dapat
segera memakan daging buah. Warna lalat hitam, kaki kekuningan dan
meletakkan telur pada buah. Gejala: bentuk buah menjadi jelek, terlihat
benjol-benjol.
Pengendalian:
a) Penyemprotan insektisida kontak seperti Lebacyd 550 EC;
b) Membuat perangkat lalat jantan dengan menggunakan Methyl eugenol
sebanyak 0,1 cc ditetesan pada kapas yang sudah ditetesi insektisida 2 cc.
Kapas tersebut dimasukkan ke botol plastik (bekas air mineral) yang
digantungkan ketinggian 2 meter. Karena aroma yang mirip bau-bau
yang dikeluarkan betina, maka jantan tertarik dan mengisap kapas.
2. Hama Pada Tanaman Cabai
- Thrips
Hama thrips (Thrips Sp.) sudah tidak asing lagi bagi para petani
cabai. Hama thrips tergolong sebagai pemangsa segala jenis tanaman, jadi
serangan bukan hanya pada tanaman cabai saja. Panjang tubuh sekitar + 1
mm, serangga ini tergolong sangat kecil namun masih bisa dilihat dengan
mata telanjang. Thrips biasanya menyerang bagian daun muda dan bunga .
Gejala serangan hama ini adalah adanya strip-strip pada daun dan berwarna
keperakan. Noda keperakan itu tidak lain akibat adanya luka dari cara
makan hama thrips. Kemudian noda tersebut akan berubah warna menjadi
coklat muda. Yang paling membahayakan dari thrips adalah selain sebagai
hama perusak juga sebagai carrier atau pembawa bibit penyakit (berupa
virus) pada tanaman cabai. Untuk itu, bila mengendalikan hama thrips, tidak
hanya memberantas dari serangan hama namun juga bisa mencegah
penyebaran penyakit akibat virus yang dibawanya.
10
Page 11
Pengendalian secara kultur teknis maupun kimiawi. Kultur teknis
dengan pergiliran tanaman atau tidak menanam cabai secara bertahap
sepanjang musim. Selain itu dapat menggunakan perangkap kuning yang
dilapisi lem. Pengendalian kimia bisa dilakukan dengan penyemprotan
insektisida Winder 25 WP konsentrasi 0,25 - 0,5 gr /liter atau insektisida
cair Winder 100EC konsenstrasi 0.5 - 1 cc/L.
- Tungau (Mite)
Hama Mite selain menyerang jeruk dan apel juga menyerang
tanaman cabai. Tungau bersifat parasit yang merusak daun, batang maupun
buah sehingga dapat mengakibatkan perubahan warna dan bentuk. Pada
tanaman cabai. Tungau menghisap cairan daun sehingga warna daun
terutama pada bagian bawah menjadi berwarna kuning kemerahan, daun
akan menggulung ke bawah dan akibatnya pucuk mengering yang akhirnya
menyebabkan daun rontok. Tungau berukuran sangat kecil dengan panjang
badan sekitar 0,5 mm, berkulit lunak dengan kerangka chitin. Seperti halnya
thrips, hama ini juga berpotensi sebagai pembawa virus. Pengendalian
secara kimia dapat dilakukan dengan Penyemprotan menggunakan
Akarisida Samite 135 EC. Konsentrasi yang dianjurkan 0,25 -0,5 ml/L.
- Kutu (Myzuspersicae)
Aphids merupakan hama yang dapat merusak tanaman cabai.
Serangannya hampir sama dengan tungau namun akibat cairan dari daun
yang dihisapnya menyebabkan daun melengkung ke atas, keriting dan
belang-belang hingga akhirnya dapat menyebabkan kerontokan. Tidak
sepeti mite, kutu ini memiliki kemampuan berkembang biak dengan cepat
karena selain dapat memperbanyak dengan perkawinan biasa, hama ini juga
mampu bertelur tanpa pembuahan. Pengendalian hama aphids secara kimia
dapat dilakukan dengan menyemprot insektisida Winder 100EC konsentrasi
0,5 - 1,00 cc/L.
- Lalat Buah (Bactrocera dorsalis)
Kehadiran lalat buah ini, dapat menjadi hama perusak tanaman
cabai. Buah cabai yang menunggu panen bisa menjadi santapannya dalam
sekejap dengan cara menusukkan ovipositornya pada buah serta meletakkan
11
Page 12
telur, menetas menjadi larva yang kemudian merusak buah cabai dari dalam.
Pengendalian kultur teknis dapat dilakukan dengan membuat perangkap dari
botol bekas air mineral yang di dalamnya diberi umpan berupa Atraktan
Lalat Buah (ATLABU) keluaran Balai Penelitian Obat dan Aromatik. Selain
itu dapat juga digunakan perangkap kuning seperti yang dilakukan pada
hama thrips. Karena umumnya serangga-serangga tersebut sangat menyukai
warna-warna mencolok.
- Ulat Grayak (Spodoptera litura)
Ulat ini saat memasuki stadia larva, termasuk hewan yang sangat
rakus. Hanya dalam waktu yang tidak lama, daun-daun cabai bisa rusak.
Ulat setelah dewasa berubah menjadi sejenis ngengat akan memakan daun-
daunan pada masa larva untuk menunjang perkembangan metamorfosisnya.
Pengendalian dapat dilakukan terhadap ngengat dewasa yang hendak
meletakkan telurnya pada tanaman inang dengan menyemprotkan
insektisida, atau dengan insektisida biologis Turex WP konsentrasi 1 - 2
gr/Lt.
3. Hama Pada Tanaman Brokoli
- Ulat Plutella (Plutella xylostella L.) Nama lain: ulat tritip, Diamond-black
moth, hileud keremeng, ama bodas, ama karancang (Sunda), omo kapes,
kupu klawu (Jawa). Ciri:
a) Siklus hidup 2-3 minggu tergantung temperatur udara;
b) Ngengat betina panjang 1,25 cm berwarna kelabu, mempunyai tiga buah
titik kuning pada sayap depan, meletakkan telur dibagian bawah
permukaan daun sebanyak 50 butir dalam waktu 24 jam,
c) Telurnya berbentuk oval, ukuran 0,6-0,3 mm, berwarna hijau
kekeningan, berkilau, lembek dan menetas ± 3 hari,
d) Larva Plutella berwarna hijau, panjang 8 mm, lebar 1 mm, mengalami 4
instar yang berlangsung selama 12 hari, ngengat kecil berwarna coklat
keabu-abuan,
e) Ngengat aktif dimalam hari, sedangkan siang hari bersembunyi dibawah
dibawah sisa-sisa tanaman, atau hinggap dibawah permukaan daun
bawah.
12
Page 13
Gejala:
a) Biasanya menyerang pada musim kemarau;
b) Daun berlubang-lubang terdapat bercak-bercak putih seperti jendela yang
menerawang dan tinggal urat-urat daunnya saja;
c) Umumnya menyerang tanaman muda, tetapi kadang-kadang merusak
tanaman yang sedang membentuk bunga.
Pengendalian:
a) Secara tradisional dilakukan secara mekanis, yaitu mengumpulkan ulat-
ulat dan telurnya, kemudian dihancurkan.
b) Kultur teknik: pergiliran tanaman (rotasi) dengan tanaman yang bukan
famili Cruciferae, pola tumpang sari brocolli dengan tomat, bawang
daun, dan jagung, dengan tanaman perangkap (trap crop) seperti
Rape/Brassica campestris ssp. Oleifera metg.;
c) Hayati/biologi: menggunakan musuh alami, yaitu parasitoid (Cotesia
plutella kurdj, Diadegma semiclausum, Diadegma eucerophaga) ataupun
predatornya;
d) Sex pheromone :penemuan baru sex pheromone ini adalah "Ugratas
Ungu" dari Taiwan. Bentuk sex pheromone ini seperti benang nilon
berwarna ungu sepanjang ± 8 cm. Cara penggunaan : Ugratas ungu
dimasukkan botol bekas agua, kemudian dipasang dilahan perkebunan
pada posisi lebih tinggi dari tanaman. Daya tahan ugratas terpasang ±3
minggu, dan tiap hektar kebun memerlukan 5-10 buah perangkap;
kimiawi: menyemprotkan insektisida selektif berbahan aktif Baccilus
thuringiensis seperti Dipel WP, Bactospeine WP, Florbac FC atau
Thuricide HP pada konsentrasi 0,1-0,2%, Agrimec 18 FC, pada
konsentrasi 1-2 cc/liter.
3. Hama Pada Tanaman Tomat
- Ulat Tanah
Ulat tanah tanaman tomat adalah Agrotis ipsilon. Hama jenis ini
menyerang tanaman tomat di malam hari, sedangkan siang harinya
bersembunyi di dalam tanah atau di balik mulsa PHP. Ulat tanah menyerang
batang tanaman muda dengan cara memotongnya, sehingga sering
13
Page 14
dinamakan ulat pemotong. Cara pengendaliannya dengan pemberian
insektisida berbahan aktif karbofuran sebanyak 1gram pada lubang tanam.
- Ulat Grayak
Ulat grayak tanaman tomat adalah Spodoptera litura. Ulat grayak
menyerang daun tanaman tomat bersama-sama dalam jumlah sangat banyak,
ulat ini biasanya menyerang di malam hari dengan cara memakan daun dan
buah tomat. Gejala pada daun berupa bercak-bercak putih berlubang,
sedangkan buahnya ditandai adanya lubang tidak beraturan di setiap
permukaan buah. Pengendalian kimiawi menggunakan insektisida berbahan
aktif sipermetrin, deltametrin, profenofos, klorpirifos, metomil,
kartophidroklorida, atau dimehipo
- Ulat Buah
Ulat buah tanaman tomat adalah Heliotis armigera. Bagian tubuh
hama ini diselimuti kutil. Ulat menyerang tanaman tomat dengan cara
mengebor buah sambil memakannya sehingga buah terserang berlubang.
Pengendalian kimiawi menggunakan insektisida berbahan aktif sipermetrin,
deltametrin, profenofos, klorpirifos, metomil, kartophidroklorida, atau
dimehipo.
- Kutu Daun
Kutu daun tanaman tomat adalah Myzus persiceae. Kutu mengisap
cairan tanaman tomat terutama daun muda, kotorannya berasa manis
sehingga menggundang semut. Serangan parah menyebabkan daun
mengalami klorosis (kuning), menggulung dan mengeriting, akhirnya
tanaman tomat menjadi kerdil. Pengendalian kimiawi menggunakan
insektisida berbahan aktif abamektin, tiametoksam, imidakloprid,
asetamiprid, klorfenapir, sipermetrin, atau lamdasihalotrin.
- Kutu Kebul
Kutu kebul tanaman tomat adalah Bemisia tabaci. Hama berwarna
putih, bersayap dan tubuhnya diselimuti serbuk putih seperti lilin. Kutu
kebul menyerang dan menghisap cairan sel daun tanaman tomat sehingga
sel-sel dan jaringan daun rusak. Pengendalian kimiawi menggunakan
14
Page 15
insektisida berbahan aktif abamektin, tiametoksam, imidakloprid,
asetamiprid, klorfenapir, sipermetrin, atau lamdasihalotrin.
- Lalat Buah
Lalat buah tanaman tomat adalah Dacus dorsalis. Lalat betina
dewasa menyerang buah tomat dengan cara menyuntikkan telurnya ke
dalam buah tomat, kemudian telur berubah menjadi larva, telur-telur ini
akhirnya menggerogoti buah tomat sehingga buah tomat menjadi busuk.
Pengendalian lalat buah dapat menggunakan perangkap lalat
(sexpheromone), caranya : metil eugenol dimasukkan botol aqua yang
diikatkan pada bambu dengan posisi horisontal, atau dapat pula
menggunakan buah-buahan yang aromanya disukai lalat (misal nangka,
timun) kemudian dicampur insektisida berbahan aktif metomil. Selain itu,
dapat dilakukan penyemprotan menggunakan insektisida berbahan aktif
sipermetrin, deltametrin, profenofos, klorpirifos, metomil,
kartophidroklorida, atau dimehipo.
- Nematoda
Nematoda tanaman tomat adalah Meloidogyne incognita. Serangan
nematoda ditandai adanya bintil-bintil pada akar. Nematoda merupakan
cacing tanah berukuran sangat kecil, hama ini merupakan cacing parasit
penyerang bagian akar tanaman tomat. Bekas gigitan cacing akhirnya
menyebabkan serangan sekunder, seperti layu bakteri, layu fusarium, busuk
phytopthora atau cendawan lain penyerang akar. Pengendalian kimiawi
menggunakan insektisida berbahan aktif karbofuran sebanyak 1gram pada
lubang tanam.
2.5 Penyakit yang Mneyerang Komoditas yang Diamati
a) Penyakit Pada Tanaman Apel
- Penyakit embun tepung (Powdery Mildew)
Penyebab: Padosphaera leucotich Salm. Dengan stadia imperfeknya adalah
oidium Sp.
Gejala:
a) Pada daun atas tampak putih, tunas tidak normal, kerdil dan tidak
berbuah
15
Page 16
b) Pada buah berwarna coklat, berkutil coklat.
Pengendalian:
a) Memotong tunas atau bagian yang sakit dan dibakar;
b) Dengan menyemprotka fungisida Nimrod 250 EC 2,5-5 cc/10 liter air
(500liter/Ha) atau Afugan 300 EC 0,5-1 cc/liter air (pencegahan) dan 1-
1,5 cc/liter air setelah perompesan sampai tunas berumur 4-5 minggu
dengan interval 5-7 hari.
- Penyakit bercak daun (Marssonina coronaria)
Gejala:
Pada daun umur 4-6 minggu setelah perompesan terlihat bercak
putih tidak teratur, berwarna coklat, permukaan atas timbul titik hitam,
dimulai dari daun tua, daun muda hingga seluruh bagian gugur.
Pengendalian:
a) Jarak tanam tidak terlalu rapat, bagian yang terserang dibuang dan
dibakar;
b) Disemprot fungisida Agrisan 60 WP 2 gram/liter air, dosis 1000-2000
gram/ha sejak 10 hari setelah rompes dengan interval 1 minggu sebanyak
10 aplikasi atau Delseme MX 200 2 gram/liter air, Henlate 0,5 gram/liter
air sejak umur 4 hari setelah rompes dengan interval 7 hari hingga 4
minggu.
- Jamur upas (Cortisium salmonicolor)
Pengendalian: Mengurangi kelembapan kebun, menghilangkan bagian
tanaman yang sakit.
- Penyakit kanker (Botryosphaeria Sp.)
Gejala: menyerang batang/cabang (busuk, warna coklat kehitaman,
terkadang mengeluarkan cairan), dan buah (becak kecil warna cokelat muda,
busuk, mengelembung, berair dan warna buah pucat.
Pengendalian:
a) Tidak memanen buah terlalu masak;
b) Mengurangi kelembapan kebun;
c) Membuang bagian yang sakit;
16
Page 17
d) Pengerokkan batang yang sakit lalu diolesi fungisida Difolatan 4 F100
cc/10 liter air atau Copper sandoz;
e) Disemprot Benomyl 0,5 gram/liter air, Antracol 70 WP 2 gram/liter air.
- Busuk buah (Gloeosporium Sp.)
Gejala: bercak kecil cokelat dan bintik-bintik hitam berubah
menjadi orange.
Pengendalian: Tidak memetik buah terlalu masak dan pencelupan
dengan Benomyl 0,5 gram/liter air untuk mencegah penyakit pada
penyimpanan.
- Busuk akar (Armilliaria Melea)
Gejala: Menjerang tanaman apel pada daerah dingin basah, ditandai
dengan layu daun, gugur, dan kulit akar membusuk.
Pengendalian: Dengan eradifikasi, yaitu membongkar/mencabut
tanaman yang terserang beserta akar-akarnya, bekas lubang tidak ditanami
minimal 1 tahun.
b) Penyakit Pada Tanaman Cabai
- Antracnose
Penyakit Antracnose dikenal juga dengan istilah “pathek” adalah
penyakit yang hingga saat ini masih menjadi momok bagi petani cabai.
Buah yang menunggu panen dalam beberapa waktu berubah menjadi busuk
oleh penyakit ini. Gejala awal dari serangan penyakit ini adalah bercak yang
agak mengkilap, sedikit terbenam dan berair, buah akan berubah menjadi
coklat kehitaman dan membusuk. Ledakan penyakit ini sangat cepat pada
musim hujan. Penyebab penyakit ini adalah jamur carnifora capsici.
Pengendalian membersikan tanaman yang terserang agar tidak menyebar,
saat pemilihan benih harus kita lakukan secara selektif, menanam benih
cabai yang memiliki ketahanan terhadap penyakit pathek. Secara kimia,
disemprot dengan fungisida sistemik berbahan aktif triadianefon dicampur
dengan fungisida kontak berbahan aktif tembaga hidroksida seperti Kocide
54WDG, atau yang berbahan aktif Mankozeb seperti Victory 80WP.
17
Page 18
- Layu Bakteri
Penyakit ini disebabkan oleh Pseudomonas solanacearum.
Gejalanya tanaman yang sehat tiba-tiba saja layu yang dalam waktu tidak
sampai 3 hari tanaman mati. Bakteri ini ditularkan melalui tanah, benih,
bibit, sisa tanaman, pengairan,nematoda atau alat-alat pertanian.
Pengendalian membuang tanaman yang terserang, tetap menjaga bedengan
tanaman selalu dalam kondisi kering, rotasi tanaman. Secara kimiawi,
semprot dengan larutan Kocide 77WP konsentrasi 5 - 10 gr/liter pada
lubang tanam sebanyak 200 ml/tanaman interval 10 - 14 hari dan dimulai
saat tanaman mulai berbunga.
- Virus Kuning (gemini virus)
Vektor virus kuning adalah whitefly atau kutu kebul (Bemisia
tabaci). Telur diletakkan di bawah daun, fase telur hanya 7 hari. Nimpa
bertungkai yang berfungsi untuk merangkak lama hidup 2-6 hari. Pupa
berbentuk oval, agak pipih berwarna hijau keputih-putihan sampai
kekuning-kuningan pupa terdapat dibawah permukaan daun, lama hidup 6
hari. Serangga dewasa berukuran kecil, berwarna putih dan mudah diamati
karena dibawah permukaan daun yang bertepung, lama hidup 20-38 hari.
Tanaman yang terserang penyakit virus kuning menimbulkan gejala daun
mengeriting dan ukuran lebih kecil. Pengendalian dilakukan dengan
menanam varietas yang agak tahan (contoh cabai keriting Bukittinggi),
menggunakan bibit yang sehat, melakukan rotasi /pergiliran tanaman,
pemanfaatan tanaman border seperti tagetes atau jagung, pemasangan
perangkap kuning sekaligus mengendalikan kutu kebul, serta eradikasi
tanaman sakit yaitu tanaman yang menunjukkan gejala dicabut dan dibakar.
c) Penyakit Pada Tanaman Brokoli
- Busuk hitam (Xanthomonas campestris Dows.)
Penyebab: bakteri, dan merupakan patogen tular benih (seed
borne), dan dapat dengan mudah menular ketanah atau ke tanaman sehat
lainnya.
18
Page 19
Gejala:
a) Tanaman semai rebah (dumping off), karena infeksi awal terjadi pada
kotiledon, kemudian menjalar keseluruh tanaman secara sistematik;
b) Bercak coklat kehitam-hitaman pada daun, batang, tangkai, bunga
maupun massa bunga yang diserang;
c) Gejala khas daun kuning kecoklat-coklatan berbentuk huruf "V", lalu
mengering. Batang atau massa bunga yang terserang menjadi busuk
berwarna hitam atau coklat, sehingga kurang layak dipanen.
Pengendalian :
a) Memberikan perlakuan pada benih seperti telah dijelaskan pada poin
pembibitan sub poin penyiapan benih;
b) Pembersihan kebun dari tanaman inang alternatif;
c) Rotasi tanaman selama ± 3 tahun dengan tanaman tidak sefamili.
- Busuk lunak (Erwinia carotovora Holland.)
Penyebab: bakteri yang mengakibatkan busuk lunak pada tanaman
sewaktu masih di kebun hingga pasca panen dan dalam penyimpanan yang
diakibatkan dari: luka pada pangkal bunga yang hampir siap panen; luka
akar tanaman scara mekanis, serangga atau organisme lain; luka saat panen;
penanganan atau pengepakan yang kurang baik. Pengendalian prapanen:
a) Membersihkan sisa-sisa tanaman pada lahan yang akan ditanami;
b) Menghindari kerusakan tanaman oleh serangga pengerek atau sewaktu
pemeliharaan tanaman;
c) Menghindari bertanam kubis-kubisan pada musim hujan di daerah basis
penyakit busuk lunak.
Pengendalian pascapanen:
a) Menghindari luka mekanis atau gigitan serangga menjelang panen;
b) Menyimpan hasil panen dalam keadaan kering, atau kalau dicuci dengan
air bersih, harus dikeringkan terlebih dahulu sebelum disimpan;
c) Berhati-hati dalam membawa atau mengangkut hasil panen ketempat
penyimpanan untuk mencegah luka atau memar;
d) Menyimpan hasil ditempat sejuk dan mempunyai sirkulasi udara baik.
19
Page 20
- Akar bengkak atau akar pekuk (Plasmodiophora brassicae Wor.)
Penyebab: cendawan Plasmodiophora brassicae.
Gejala:
a) Pada siang hari atau cuaca panas, tanaman tampak, tetapi pada malam
atau pagi hari daun tampak segar kembali;
b) Pertumbuhan terlambat, tanaman kerdil dan tidak mampu membentuk
bunga bahkan dapat mati;
c) Akar bengkak dan terjadi bercak-bercak hitam.
Pengendalian:
a) Memberi perlakuan pada benih seperti poin penyiapan benih;
b) Menyemai benih di tempat yang bebas wabah penyakit;
c) Melakukan sterilisasi media semai ataupun tanah kebun dengan
Besamid-G 40-60 gram/m2 untuk arel pembibitan atau 60 gram/m2untuk
kebun;
d) Melakukan pengapuran untuk menaikkan pH;
e) Mencabut tanaman yang terserang penyakit;
f) Pergiliran atau rotasi tanaman dengan jenis yang tidak sefamili
- Bercak hitam (Alternaria sp.)
Penyebab: cendawan Alternaria brassica dan Alternaria brassicicola. Gejala:
a) Bercak-bercak berwarna coklat muda atau tua bergaris konsentris pada
daun;
b) Menyerang akar, pangkal batang, batang maupun bagian lain.
Pengendalian:
a) Menanam benih yang sehat;
b) Perlakuan benih seperti pada poin penyiapan benih.
- Busuk lunak berair
Penyebab: cendawan Sclerotinia scelerotiorumi, menyerang batang dan
daun terutama pada luka-luka tanaman akibat kerusakan mekanis dan dapat
menyebar melalui biji dan spora. Gejala:
a) Pertumbuhan terhambat, membusuk lalu mati;
b) Bila menyerang batang, maka daun akan menguning, layu dan rontok.;
20
Page 21
c) Bila menyerang daun, maka daun akan membusuk dan berlendir; terdapat
rumbai-rumbai cendawan yang berwarna putih dan lama-kelamaan
menjadi hitam
Pengendalian:
a) Gunakan biji sehat dan rotasi tanaman dengan tanaman yang tidak
sejenis;
b) Pemberantasan dengan insektisida.
- Semai roboh (dumping off)
Penyebab: cendawan Rhizitonia sp. dan Phytium sp. Gejala:
a) Bercak-bercak kebasahan pada pangkal batang atau hipokotil;
b) Pangkal batang busuk sehingga menyebabkan batang rebah dan mudah
putus;
c) Menyerang tanaman di semaian, tetapi dapat pula menyerang tanaman di
lahan.
Pengendalian: perlakuan benih sebelum ditanam, sterilisasi media semaian
dan rotasi tanaman dengan jenis selain kubis-kubisan.
- Penyakit Fisiologis
Penyimpangan yang tidak disebabkan oleh Organisme Pengganggu
Tanaman (OPT) disebut penyakit fisiologis. Kelebihan Nitrogen: warna
bunga kelabu dan berukuran kecil. Kekurangan Kalium: massa bunga tidak
kompak (kurang padat) dan ukurannya mengecil. Kelebihan Kalium:
tumbuh kerdil dan bunganya kecil. Bunga kecil-kecil seperti kancing atau
disebut "Botoning". Pengendalian: dengan pemupukan yang berimbang.
4.Penyakit Pada Tanaman Tomat
- Bercak kering Alternaria (Alternaria solani Sorauer)
Alternaria solani Sorauer. Sebaran geografi : Terdapat di Inggris,
India, Australia, dan Amerika Serikat. Di Indonesia dilaporkan terdapat di
Sumatera dan Jawa. Tanaman inang : Tanaman yang termasuk Solanaceae
antara lain kentang (Solanum tuberosum), terung (S. melongenas), ranti (S.
nigrum), kecubung (Datura stramonium). Gejala serangan : Gejala dapat
terjadi pada daun, batang, dan buah. Pada daun terdapat bercak-bercak kecil
bulat dan bersudut, berwarna coklat tua sampai hitam. Di sekitar bercak
21
Page 22
nekrotik terdapat halo sempit. Pada serangan berat banyak terdapat bercak,
daun akan layu dan gugur sebelum waktunya. Gejala pada batang ditandai
dengan bercak gelap yang mempunyai lingkaran-lingkaran terpusat. Gejala
pada buah umumnya melalui batang atau calyx, terjadi bercak dengan
lingkaran-lingkaran terpusat. Buah yang terinfeksi akan gugur sebelum .
Penularan penyakit : Melalui sisa-sisa tanaman sakit, tanah dan benih.
Lokasi inokulum pada benih : Miselium dan konidia pada permukaan benih.
Miselium pada lapisan benih. Uji kesehatan benih : Metode Blotter.
Pengendalian penyakit benih : Di Hongaria dikendalikan dengan perlakuan
benih yaitu dengan perendaman selama 15 menit dalam ceresan 0,1 %.
- Layu Fusarium (Fusarium oxysporum)
Sebaran geografi : Terdapat di seluruh dunia. Di Indonesia
dilaporkan terdapat di Sumatera dan Jawa. Tanaman inang : terbatas pada
tomat. Gejala serangan : Bibit yang terserang menunjukkan gejala layu.
Tanaman dewasa yang terserang menunjukkan kelayuan yang diawali
dengan merunduknya petiole dan rachis daun. Daun yang terserang akhirnya
berubah menjadi kuning. Akar yang terinfeksi apabila dicabut dan dibelah
secara vertikal menunjukkan gejala diskolorasi pada pembuluh xylem.
Penularan penyakit : melalui benih dan tanah. Lokasi patogen pada benih :
Pada permukaan benih sering terkontaminasi inokulum patogen. Struktur
seperti klamidospora terdapat dalam hilum benih. Miselium terdapat dalam
lapisan luar benih, mikrokonidia yang dihasilkan terbawa dalam pembuluh
cairan. Uji kesehatan benih : Benih yang telah disterilisasi permukaannya
diletakkan pada media agar Littman : Dextrose 10 g, peptone 10 g, bacto
oxgall 15 g, agar 20 g, air destilasi 1 l. Kemudian diinkubasikan pada 20o C
selama 5 hari dengan pencahayaan ultra violet selama 12 jam. Pada benih
yang terinfeksi akan muncul koloni seperti kapas di sekitar benih.
Pengendalian penyakit benih : Perlakuan dengan benomil dilaporkan di
Taiwan dapat mengeradikasi inokulum. Di Maroko perlakuan benih dengan
2 % Na-hipoklorit dilaporkan dapat mengendalikan penyakit. Peranan
karantina : Penyakit layu Fusarium merupakan penyakit yang menimbulkan
22
Page 23
banyak kerugian dan terdiri dari beberapa ras maka penyebaran penyakit
melalui lalu lintas benih perlu mendapat perhatian dari pihak karantina.
- Hawar daun (Phytophthora infestans)
Sebaran geografi : Terdapat di Amerika Utara, Amerika Tengah,
dan Eropa. Di Indonesia penyakit ini dilaporkan terdapat di Sumatera, Jawa,
Sulawesi Utara, Bali, dan Nusa Tenggara Timur.
Tanaman inang : Tomat, kentang, dan terung. Gejala serangan :
Bercak pada daun pada awalnya berupa bercak kebasahan kemudian meluas
secara cepat menjadi bercak hijau pucat sampai coklat. Pada kondisi lembab
pada permukaan bawah daun terdapat gejala busuk berwarna abu-abu
keputihan, kemudian berkembang menjadi bercak besar berwarna coklat.
Daun yang terinfeksi menjadi coklat, menggulung, dan mati. Batang dan
petiole juga dapat terserang, sehingga keseluruhan tanaman mati.
Buah yang terserang nampak bercak gelap seperti berminyak.
Bercak dapat membesar sehingga menutupi seluruh buah. Gejala busuk
lunak oleh bakteri biasanya mengikuti gejala hawar daun sehingga
menyebabkan timbulnya bau busuk.
Penularan penyakit : Melalui sisa sisa tanaman sakit dan benih.
Lokasi patogen pada benih : Inokulum terdapat pada permukaan benih,
lapisan luar benih (internal dan eksternal). Uji kesehatan benih : metode
Blotter. Pengendalian penyakit benih : Perlakuan desinfeksi permukaan
benih.
- Rebah kecambah, busuk pangkal batang (Rhizoctonia solani)
Sebaran geografi : Di Indonesia dilaporkan terjadi di Jawa dan
Sumatera. Tanaman inang : Penyakit ini mempunyai sebaran inang yang
luas antara lain tanaman yang termasuk famili Solanaceae. Gejala serangan :
Penyakit terjadi pada pembibitan dan tanaman muda yaitu terjadinya gejala
pembusukan dan rebah kecambah. Gejala awal terjadi pada pangkal batang
dekat permukaan tanah, yaitu adanya pembusukan dengan warna coklat
kemerahan. Pembusukan dimulai dari lapisan luar batang, kemudian
berkembang menjadi cekung, kanker berwarna coklat dan batang menjadi
23
Page 24
terpilin. Dalam kondisi yang menguntungkan penyakit dapat berkembang ke
bagian atas maupun bawah tanaman.
Penularan penyakit : Inokulum primer berasal dari tanah dan sisa-
sisa tanaman sakit. Lokasi patogen pada benih : Sklerotia tercampur dalam
benih. Uji kesehatan benih : Metode Blotter untuk mengamati miselium.
Sklerotia yang tercampur dengan benih dapat dideteksi dengan pengamatan
secara visual. Pengendalian penyakit benih : Dilaporkan perlakuan benih
dengan Ceresan M dapat mengendalikan penyakit.
- Cucumber Mosaic Virus (CMV) : Cucumovirus)
Sebaran geografi : Terutama didaerah beriklim sedang. Di
Indonesia dilaporkan terdapat di Jawa. Tanaman inang : Lebih dari 49 famili
tanaman terdiri dari tanaman budidaya, tanaman hias, gulma, tanaman
tahunan, dan semak, antara lain : wortel, seledri, ketimun, melon, squash,
kacang-kacangan, selada, cabai, bayam, tanaman hias (anemone, candytuft,
viola, zinnia, columbine, dahlia, delphinium, geranium, petunia, phlox),
pisang, ixora, dan markisa.
Gejala serangan : Gejala bervariasi tergantung pada strain virus dan kultivar
tanaman. Pada tanaman tomat gejala diawali dengan menguning dan kerdil.
Daun menunjukkan gejala mottle mirip gejala tobacco mosaic virus (TMV).
Gejala karakteristik adalah bentuk daun seperti tali sepatu (shoestring-like),
yang dapat dikacaukan dengan gejala ToMV yaitu malformasi daun (fern-
leaf). Pada ketimun dan zucchini menunjukkan gejala mosaik sistemik dan
kerdil, buah ketimun mengalami distorsi. Pada kacang-kacangan terdapat
gejala mild mosaic (mosaik ringan), kerdil dan menguning. Pada bayam
terjadi gejala hawar dan mosaik pada seledri.
Penularan penyakit :secara mekanis Vektor : terdapat 60 spesies aphid.
Melalui benih : pada tomat dan ketimun hanya 1 %, Vigna sequipedalis dan
V. unquiculata 4 – 28 %, Phaseolus vulgaris 20 %, dan Stellaria media 40
%. Lokasi patogen pada benih : Virus CMV terdapat pada embrio. Uji
kesehatan benih : Tanaman indikator : Chenopodium quinoa dan C.
amaranticolor, menimbulkan gejala bercak lokal nekrotik. Vigna
24
Page 25
unquiculata, bercak lokal berukuran kecil berwarna coklat. Tomat, gejala
daun berbentuk seperti tali sepatu.
- Virus Mosaik Tomat (Tomato Mosaic Virus)
Sebaran geografi : Terdapat di seluruh dunia. Di Indonesia penyakit
ini dilaporkan di Sumatera dan Jawa. Tanaman inang : Tanaman yang
termasuk famili Solanaceae, Amaranthaceae, Aizoaceae, dan
Scrophulariaceae. Beberapa spesies menunjukkan reaksi lokal gejala bercak
nekrotik yaitu Nicotiana tabacum var Xanthi n.c. dan N. sylvestris, N.
glutinosa juga dapat bereaksi lokal tetapi kurang sensitive.
Gejala serangan : Gejala yang timbul sangat dipengaruhi oleh suhu,
penyinaran, umur tanaman, kultivar/varietas tanaman, serta strain virus.
Secara umum dapat dikelompokan dalam tiga tipe gejala :
a) Gejala mosaik dan mottle pada daun (pada musim panas di rumah kaca).
Pada kondisi intensitas rendah dan suhu rendah terjadi gejala kerdil dan
malformasi daun (fern-leaf).
b) Gejala kuning nyata atau “aucuba” mosaik dan mottle pada daun yang
dapat mempengaruhi buah.
c) Gejala nekrotik pada batang, petiole, dan atau buah. Terjadinya nekrotik
dapat menimbulkan kematian tanaman. Pada buah terjadi bercak cekung
nekrotik. Pada cabai yang ditanam setelah tomat, terjadi nekrotik pada
daun, kerontokan/gugur daun, mosaik kronis, serta kekerdilan.
Penularan penyakit : Secara mekanis dan melalui benih. Virus ini
belum diketahui dapat ditularkan melalui vektor (serangga penular). Lokasi
patogen dalam benih : Virus terdapat dalam external mucilage, testa, dan
endosperm. Virus tidak ditularkan melaalui embrio. Virus dapat bertahan
dan bersifat infektif selama beberapa tahun. Virus bersifat sangat stabil dan
mudah ditularkan dari benih ke pembibitan pada saat pengelolaan tanaman
secara mekanis misalnya pada saat pemindahan bibit ke pertanaman. Uji
kesehatan benih :
a) Metode uji tanaman indikator : Inokulasi virus pada tanaman indikator N.
tabacum cv. Xanthi n. c. dapat menimbulkan hasil reaksi lokal bercak
nekrotik dalam 3 – 5 hari. Ukuran diameter bercak 0,5 mm kemudian
25
Page 26
berkembang menjadi 4 mm. Inokulasi juga dapat dilakukan pada
potongan N. sylvestris yang diinkubasi dalam cawan petri di bawah
penyinaran lampu. Inokulum virus dapat diperoleh dengan cara
menggerus benih terinfeksi dalam larutan air atau buffer.
b) Uji serologi ; Dengan menggunakan antisera pada konsentrasi 1 : 16.000.
Pengendalian penyakit benih : • Benih tomat dapat dibebaskan dari
kontaminasi virus dengan cara merendam benih dalam larutan 10 %
(w/v), Na, PO, selama 20 menit.
Perlakuan benih dengan pemanasan (heat treatment) pada suhu 70o C
selama 2 – 4 hari atau selama 2 hari pada suhu 78o C dapat
mengeradikasi virus yang terbawa dalam endosperm.
Penanganan bibit secara hati-hati agar tidak bersentuhan satu sama lain.
Menghindari menanam tomat pada lahan yang sama untuk jangka
waktu minimum 7 bulan. Peranan karantina : Diketahui ada tipe strain
ToMV yang berdekatan dengan tipe strain TMV (Tobaca Mosaic Virus)
daripada Tobamo Virus.
26
Page 27
BAB III
KONDISI UMUM WILAYAH
3.1 Lokasi Fieldtrip
Lokasi fieldtrip Dasar Perlindungan Tanaman kali ini bertempat di
desa junggo kecamatan Bumiaji kota Batu Jawa Timur. Desa Junggo
memiliki ketinggian 1300 s/d 1700m dari permukaan laut. Suhu rata-rata di
desa Junggo berkisar antara 18 s/d 24 C. Mata pencaharian penduduk
sehari-hari yaitu sebagai petani sayur-mayur dan petani apel juga sebagian
besar warganya sebagai buruh tani.
3.2 Sejarah Lahan
Lahan di desa Junggo Kecamatan Bumiaji Kota Batu dulunya
berupa hutan. Namun oleh warga lahan hutan itu dirubah menjadi lahan
pertanian oleh warga. Alasan warga mengubah lahan hutan menjadi lahan
pertanian adalah agar warga dapat mempunyai mata pencaharian dan
mampu mencukupi kebutuhan hidup mereka.
Setelah lahan dibabat, warga mengolah lahan tersebut kemudian
warga membuat lahan tersebut menjadi lahan tegalan. Lahan tersebut
kemudian dijadikan lahan budidaya oleh warga. Warga yang sebagian besar
bermata pencaharian sebagai petani menanami lahan tegalan itu dengan
tanaman utama apel, sayur-mayur, dan juga warga menanaminya dengan
cabe serta tomat. Dan ternayata lahan tegalan disana sangat produktif
sehingga petani disana asih tetap menekuni budidaya apel, sayur-mayur, dan
cabe serta tomat hingga saat ini.
27
Page 28
3.3 Penggunaan Lahan
3.3.1 Jenis Penggunaan Lahan
Jenis lahan yang digunakan pada lahan lokasi pengamatan dasar
perlindungan tanaman merupakan tegalan. Lahan pertaniannya yang dulu
merupakan hutan kemudian dijadikan tegalan agar bisa ditanami tanaman
budidaya seperti cabai, apel, tomat, dan brokoli. Luas tegalan untuk
tanaman cabai adalah 11/4 hektar.
Tegalan adalah lahan kering yang ditanami dengan tanaman
musiman atau tahunan, seperti padi ladang, palawija, dan holtikultura.
Tegalan sangat tergantung pada turunnya air hujan. Tegalan biasanya
diusahakan pada daerah yang belum mengenal sistem irigasi atau daerah
yang tidak memungkinkan dibangun saluran irigasi. Kebutuhan air sangat
bergantung pada curah hujan. Peningkatan kesuburan tanah yang dilakukan
oleh para petani tegalan adalah dengan menggunakan pupuk hijau dan
pupuk kandang atau pupuk buatan. Permukaan tanah tegalan tidak selalu
datar. Pada musim kemarau keadaan tanahnya terlalu kering sehingga tidak
ditanami.
3.3.2 Sistem Tanam yang Ada di Lokasi Pengamatan
System pengolahan lahan pada lokasi pengamatan fieldtrip dasar
perlindungan tanaman masih menggunakan system manual, yaitu tidak
menggunakan alat-alat modern seperti mesin traktor dan lainnya, melainkan
petani mengolah lahan pertanian nya dengan menggunakan cangkul. Petani
tidak menggunakan mesin modern karena lahan tegalan hanya cocok diolah
dengan menggunakan alat tradisional seperti cangkul.
Pemberian pupuk juga masih di lakukan dengan penebaran pupuk
organic yaitu pupuk kandang yang diberikan ketika awal masa tanam.
Setelah tanaman mencapai masa subur, diberi pupuk anorganik NPK.
Penggunaan mulsa juga digunakan untuk semua komoditas
tanaman yang ditanam di lahan pertanian tersebut. Mulsa yang digunakan
28
Page 29
adalah mulsa hitam perak. Mulsa hitam perak berguna untuk mencegah
pembusukan buah cabai yang dikarenakan percikan air hujan yang langsung
jatuh ke tanah yang kemudian terpantul ke buah cabai. Serta mulsa hitam
perak dapat menekan penguapan air dari dalam tanah, sehingga tidak terlalu
sering untuk melakukan penyiraman.
3.3.3 Jenis Komoditas yang Ada di Lokasi Fieldtrip
Jenis komoditas yang ada di lokasi fieldtrip adalah tanaman
sayuran dan buah-buahan. Tanaman sayurannnya adalah cabai, tomat dan
brokoli. Sedangkan tanaman buah-buahannya adalah apel jenis ana.
3.3.4 Potensi Pemanfaatan Musuh Alami Dalam Mengendalikan OPT
Menurut petani, beliau tidak menggunakan musuh alami dalam
pengendalian hama. Beliau hanya menggunakan pengendalian dengan
menggunakan pestisida.
29
Page 30
BAB IV
METODOLOGI
4.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Fieldtrip mata kuliah Dasaar Perlindungan Tanaman dilaksanakan pada
Minggu, 18 Minggu 2014 pukul 07.30 – 11.00 yang bertempat di Desa Junggo,
Kota Batu, Kabupaten Mal ang.
4.2 Alat, Bahan, dan Fungsi
Alat
1. Plastik : Untuk wadah menyimpan hama
2. Kusioner : Untuk bahan dasar pertanyaan pada saat
wawancara
3. Buku panduan : Untuk panduan pengamatan
4. Buku catatan : Untuk mencatat hasil pengamatan
5. Alat tulis : Untukmencatat hasil pengamatan
6. Kamera : Untuk alat dokumentasi
Bahan
1. Vegetasi Tanaman Budidaya
a. Apel : Sebagai objek pengamatan
b. Cabai besar : Sebagai objek pengamatan
c. Brokoli : Sebagai objek pengamatan
d. Tomat : Sebagai objek pengamatan
4.3 Pengamatan ( Metode Pengamatan)
4.3.1Pengamatan Hama
30
Page 31
31
Persiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
Amati hama yang berada pada tanaman budidaya apel dan cabai sesuai dengan plot yang ditentukan dalam lokasi pengamatan di Desa Junggo, Kota
Batu, Kabupaten Malang
Tangkap ataupun ambil hama yang terdapat pada lokasi pengamatan
Simpan hama yang telah tertangkap ke dalam plastic yang telah dipersiapkan
Ikat plastik yang telah berisi hama
Kemudian hama yang tertangkap diidentifikasi agar dapat mengetahui jenis hama apa yang telah ditemukan dan didokumentasikan
Page 32
4.3.2 Pengamatan Penyakit
32
Persiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
Amati penyakit yang berada pada tanaman budidaya apel dan cabai sesuai dengan plot yang ditentukan dalam lokasi pengamatan di Desa
Junggo, Kota Batu, Kabupaten Malang
Tangkap ataupun ambil bagian tanaman yang terkena penyakit pada lokasi pengamatan
Simpan bagian tanaman yang terkena penyakit yang telah di ambil dimasukkan ke dalam plastic yang telah dipersiapkan
Ikat plastik yang telah berisi bagian tanaman yang terkena penyakit
Kemudian bagian tanaman yang terkena penyakit yang telah di ambil diidentifikasi agar dapat mengetahui jenis penyakit apa yang telah
ditemukan dan didokumentasikan
Page 33
4.3.3 Pengamatan Musuh Alami
4.3.4 Pengamatan Pengolahan Tanah/Faktor Edafik
33
Persiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
melakukan pengamatan melalui data yang diperoleh dari petani
catat hasil dalam form
mencari musuh alami yang ada di lahan
tangkap dan masukkan dalam plastik
basahi kapas menggunakan alkohol 70% dan berikan pada
serangga
identifikasi musuh alami
Page 34
4.3.5 Pengamatan Penggunaan Pestisida
4.3.6 Pengamatan Penggunaan Vatietas Tahan
34
Siapkan Kuisioner yang telah disediakan
Lakukan wawancara kepada petani
Catat hasil wawancara
Siapkan Kuisioner yang telah disediakan
Lakukan wawancara kepada petani
Catat hasil wawancara
Siapkan Kuisioner yang telah disediakan
Lakukan wawancara kepada petani
Catat hasil wawancara
Page 35
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
5.1.1 Hama yang Ditemukan
Hama yang ditemukan Ciri Gejala dan Tanda
1. Lalat Buah (Bactrocera dorsalis)
Mempunyai 2 pasang sayap
Mempunyai 2 pasang kaki
Ukuran tubuh sedang kecil
Warna coklat kekuningan
tipe mulut menjilat dan menghisap
(Pracaya, 2007)
buah yang terserang akan membusuk
bintik coklat pada buah
buah terasa lunak
2. Bekicot (Achatina fulica)
mempunyai tentakel bercangkang berlendir warna coklat memiliki sayap entena hidup di daerah lembab
daun berlubang batang mudah
patah tanaman layu terdapat lender ada sisa kotoran
5.1.2 Musuh Alami yang Ditemukan
Pada fieldtrip yang dilakukan kami tidak menemukan musuh alami
pada lokasi.
5.1.3 Klasifikasi Serangga Lain
35
Page 36
A. Semut (Formica yessensis)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Pillum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hymenoptera
Subordo : Apokrita
Superfamil : Vespoidea
Familia : Formicidae
Genus : Formica
Spesies : Formica yessensis
Tempat tinggal : di meja dapur, tempat sampah dan di tembok
Jumlah spesies : ± lebih dari 100 ekor
Deskripsi:
Semut telah menguasai hampir seluruh bagian tanah di Bumi. Semut
hidup di dalam tanah. Semut pada area inventarisasi, ditemukan muncul dari
lubang yang terdapat di lantai rumah. Semut dikenal dengan koloni dan
sarang-sarangnya yang teratur, yang terkadang terdiri dari ribuan semut per
koloni. Jenis semut dibagi menjadi semut pekerja, semut pejantan, dan ratu
semut. Satu koloni dapat menguasai dan memakai sebuah daerah luas untuk
mendukung kegiatan mereka. Koloni semut kadangkala disebut
superorganisme dikarenakan koloni-koloni mereka yang membentuk sebuah
kesatuan.Tubuh semut terdiri atas tiga bagian, yaitu kepala, mesosoma
(dada), dan metasoma (perut). Morfologi semut cukup jelas dibandingkan
dengan serangga lain yang juga memiliki antena, kelenjar metapleural, dan
bagian perut kedua yang berhubungan ke tangkai semut membentuk
pinggang sempit (pedunkel) di antara mesosoma (bagian rongga dada dan
daerah perut) dan metasoma (perut yang kurang abdominal segmen dalam
petiole).
Petiole yang dapat dibentuk oleh satu atau dua node (hanya yang
kedua,atau yang kedua dan ketiga abdominal segmen ini bisa
36
Page 37
terwujud).Tubuh semut, seperti serangga lainnya, memiliki eksoskeleton
atau kerangka luar yang memberikan perlindungan dan juga sebagai tempat
menempelnya otot, berbeda dengan kerangka manusia dan hewan bertulang
belakang. Serangga tidak memiliki paru-paru, tetapi mereka memiliki
lubang-lubang pernapasan di bagian dada bernama spirakel untuk sirkulasi
udara dalam sistem respirasi mereka. Serangga juga tidak memiliki sistem
peredaran darah tertutup. Sebagai gantinya, mereka memiliki saluran
berbentuk panjang dan tipis di sepanjang bagian atas tubuhnya yang disebut
"aorta punggung" yang fungsinya mirip dengan jantung. sistem saraf semut
terdiri dari sebuah semacam otot saraf ventral yang berada di sepanjang
tubuhnya, dengan beberapa buah ganglion dan cabang yang berhubungan
dengan setiap bagian dalam tubuhnya.
B. Laba-laba (Araneus diadematus)
Kerajaan : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Arachnida
Ordo : Araneae
Genus : Araneus
Spesies : Araneus diadematus
Tempat tinggal : Labah-labah banyak ditemukan di area seperti langit-
langit, sudut-sudut ruang, dsb., sehingga di sekitar area
banyak terdapat sarang-sarangnya yang sangat
mengganggu dalam hal kebersihan.Jumlah spesiesnya
kurang lebih 13 ekor.
Deskripsi:
Laba-laba, atau disebut juga labah-labah, adalah sejenis hewan
berbuku-buku (arthropoda) dengan dua segmen tubuh, empat pasang kaki,
37
Page 38
tak bersayap dan tak memiliki mulut pengunyah. Semua jenis laba-laba
digolongkan ke dalam ordo Araneae; dan bersama dengan kalajengking,
ketonggeng, tungau —semuanya berkaki delapan— dimasukkan ke dalam
kelas Arachnida. Bidang studi mengenai laba-laba disebut
arachnologi.Laba-laba merupakan hewan pemangsa (karnivora), bahkan
kadang-kadang kanibal. Mangsa utamanya adalah serangga. Hampir semua
jenis laba-laba, dengan perkecualian sekitar 150 spesies dari suku
Uloboridae dan Holarchaeidae, dan subordo Mesothelae, mampu
menginjeksikan bisa melalui sepasang taringnya kepada musuh atau
mangsanya. Meski demikian, dari puluhan ribu spesies yang ada, hanya
sekitar 200 spesies yang gigitannya dapat membahayakan manusia.Tidak
semua laba-laba membuat jaring untuk menangkap mangsa, akan tetapi
semuanya mampu menghasilkan benang sutera --yakni helaian serat protein
yang tipis namun kuat-- dari kelenjar (disebut spinneret) yang terletak di
bagian belakang tubuhnya. Serat sutera ini amat berguna untuk membantu
pergerakan laba-laba, berayun dari satu tempat ke tempat lain, menjerat
mangsa, membuat kantung telur, melindungi lubang sarang, dan lain-
lain.Klasifikasi Laba-laba terdiri dari beberapa kelas. Hingga sekarang,
sekitar 40.000 spesies laba-laba telah dipertelakan, dan digolong-golongkan
ke dalam 111 suku. Akan tetapi mengingat bahwa hewan ini begitu
beragam, banyak di antaranya yang bertubuh amat kecil, seringkali
tersembunyi di alam, dan bahkan banyak spesimen di museum yang belum
terdeskripsi dengan baik, diyakini bahwa kemungkinan ragam jenis laba-
laba seluruhnya dapat mencapai 200.000 spesies.
C. Nyamuk (Culex pipiens)
Nyamuk (Culex pipiens) adalah serangga tergolong dalam ordo
Diptera; genera Nyamuk mempunyai dua sayap bersisik, tubuh yang
langsing, dan enam kaki panjang; antar spesies berbeda-beda tetapi jarang
sekali melebihi 15 mm.
Klasifikasi nyamuk adalah sebagai berikut :
38
Page 39
Kingdom :Hewan
Fillum :Arthropoda
Kelas : Serangga (Insecta)
Ordo : Diptera
Famili : Culicidae
Dalam bahasa Inggris, nyamuk dikenal sebagai “Mosquito”,
berasal dari sebuah kata dalam bahasa Spanyol atau bahasa Portugis yang
berarti lalat kecil. Penggunaan kata Mosquito bermula sejak tahun 1583. Di
Britania Raya nyamuk dikenal sebagai gnats.Di antara yang mempunyai
kebiasaan menghisap darah manusia. Dalam hal ini nyamukbetinalah yang
berperan menghisap darah dan nyamuk jantan bertugas menghisap nectar
untuk memenuhi kebutuhannya (Kardinan,2003:4). Pada nyamuk betina,
bagian mulutnya membentuk probosis panjang untuk menembus kulit
mamalia (atau dalam sebagai kasus burung atau juga reptilian dan amfibi
untuk menghisap darah). Nyamuk betina memerlukan protein untuk
pembentukan telur dan oleh karena diet nyamuk terdiri dari madu dan jus
buah, yang tidak mengandung protein, kebanyakan nyamuk betina perlu
menghisap darah untuk mendapat protein yang diperlukan. Nyamuk jantan
berbeda dengan nyamuk betina, dengan bagian mulut yang tidak sesuai
untuk menghisap darah. Larva nyamuk besar ini merupakan pemangsa
jentik-jentik nyamuk yang lain.Nyamuk melalui empat tahap yang jelas
dalam siklus hidupnya: telur, larva, pupa, dan dewasa. Tempo tiga peringkat
pertama bergantung kepada spesies dan suhu. Culex tarsalis bisa
menyelesaikan siklus hidupnya dalam tempo 14 hari pada 20°C dan hanya
sepuluh hari pada suhu 25°C. Sebagian spesies mempunyai siklus hidup
sependek empat hari atau hingga satu bulan.Kebanyakan kelompok nyamuk
modern tidak lagi bergantung kepada racun serangga berbahaya tetapi
menjurus kepada organism kusus yang memakan nyamuk, atau menjangkiti
mereka dengan penyakit yang membunuh mereka. Hal – hal seperti itu bisa
terjadi wlaupun di Kawasan Perlindungan, seperti “Forsyth refuge” dan
39
Page 40
Scaview Marriott Golf Resort di mana sekawanan nyamuk utama
dilaksanakan dan dipantau menggunakan “killifish” dan belut muda.
Bagaimanapun, wabah penyakit bawaan nyamuk masih menyebabkan
penyemburan dengan bahan kimia yang kurang beracun dibandingkan yang
digunakan pada masa lalu.Capung dewasa dapat memburu dan memakan
nyamuk dewasa, terutama nyamuk harimau asia yang terbang pada waktu
siang. Penyemburan nyamuk bisa memperburuk keadaan dan meningkatkan
populasi nyamuk dalam tempo jangka masa panjang sekiranya
penyemburan itu melenyapkan capung dan pemangsa alami yang
lain.Sebagian nyamuk mampu menyebarkan penyakit protozoa seperti
malaria, penyakit filaria seperti kaki gajah, dan penyakit bawaan virus
seperti demam kuning, demam berdarah dengue, encephalitis, dan virus Nil
Barat. Virus Nil Barat disebarkan secara tidak sengaja ke Amerika Serikat
pada tahun 1999 dan pada tahun 2003 telah merebak ke seluruh Negara
bagian di Amerika Serikat.Berat nyamuk hanya 2 hingga 2,5 mg. Nyamuk
mampu terbang antara 1,5 hingga 2,5 km/jam.
5.1.4 Klasifikasi Penyakit
A. Layu Fusarium (Fusarium oxysporum Sulz.)
Layu Fusarium disebabkan oleh organisme cendawan bersifat tular
tanah. Biasanya penyakit ini muncul pada tanah-tanah yang ber pH rendah
(masam). Gejala serangan yang dapat diamati adalah terjadinya pemucatan
warna tulang-tulang daun di sebelah atas, kemudian diikuti dengan
merunduknya tangkai-tangkai daun; sehingga akibat lebih lanjut seluruh
tanaman layu dan mati. Gejala kelayuan tanaman seringkali sulit dibedakan
dengan serangan bakteri layu (P. solanacearum). Untuk membuktikan
penyebab layu tersebut dapat dilakukan dengan cara memotong pangkal
batang tanaman yang sakit, kemudian direndam dalam gelas berisi air
bening (jernih). Biarkan rendaman batang tadi sekitar 5-15 menit, kemudian
digoyang-goyangkan secara hati-hati. Bila dari pangkal batang keluar cairan
40
Page 41
putih dan terlihat suatu cincin berwarna coklat dari berkas pembuluhnya, hal
itu menandakan adanya serangan Fusarium.
B. Upasia salmonicolor
Nama Umum : Jamur Upas
Spesies : Upasia salmonicolor
Ordo : Basidoimycetes
Family : Corticiae
Inang : Buah Durian
Morfologi
Jamur ini mempunyai sporangium bulat, dapat berkecambah secara
langsung dengan membentuk pembuluh kecambah, atau secara tidak
langsung dengan membentuk spora kembara (zoospora). Pythium dapat
bertahan lama di tanah. Pemencaran dalam kebun pada umumnya terjadi
bersama-sama dengan tanah atau bahan organik yang terangkut oleh air.
Gejala
Gejala serangan penyakit ini adalah terdapat benang-benang jamur
berwarna mengkilat seperti sarang labah-labah pada cabang.
Pengendalian
Pengendalian dapat dilakukan dengan dua cara yaitu kultur teknis
dan kultur mekanis. Kultur teknis yaitu dengan memagkas bagian tanaman
yang tidak produktif untuk mengurangi kelembaban. Kultur mekanis yaitu
dengan cara memotong bagian tanaman yang terserang lalu dimusnahkan.
41
Page 42
5.2 Jenis Pengendalian yang Dilakukan oleh Petani
5.2.1 Pengolahan Tanah / Lahan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan di perkebunan di
Dusun Junggo, Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Sistem
pengolahan tanah / faktor edafik lahan yang dilakukan dengan cara
mencangkul lahan dan membesihkannya secara manual. Pengolahan tanah /
lahan dilakukan secara manual disebabkan karena kondisi lahan yang tidak
memungkinkan untuk diolah menggunakan mesin, penggunaan mesin
pernah dicoba tetapi terhalang kendala terkait lahan yang tidak sesuai.
Sedangkan pemupukan yang dilakukan adalah dengan menggunakan pupuk
organik (pupuk kandang), tujuannya untuk menambah populasi cacing
sehingga kesuburan tanah pada lahan mengalami peningkatan. Akan tetapi
seperti apa yang dikatakan oleh petani, dari pengolahan tanah yang
dilakukan tetap tidak mempengaruhi tingkat populasi hama yang ada pada
lahan tersebut. Menurut pengamatan yang petani lakukan, menambahkan
bahwa tidak ditemukan kaitan antara pengolahan tanah yang dilakukan
dengan serangan hama yang ada.
5.2.2 Pemanfaatan Musuh Alami
Para petani di Dusun Junggo, Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji
Kota Batu, pada umumnya juga menggunakan pengendalian terhadap hama
dengan menggunakan musuh alami. Namun pengelolaannya belum
dilakukan secara maksimal, karena petani masih menganggap pengendalian
secara biologis hanya sebagai alternatif pengendalian. Oleh karena itu,
menurut penuturan petani yang berada di sana, musuh alami yang paling
sering terlihat adalah musuh alami golongan predator yaitu burung. Predator
ini ditemui pada saat masa tanam kubis. Burung ini merupakan predator dari
hama jenis ulat.
Burung tersebut berpotensi sebagai musuh alami karena memekan
sejumlah hama yang menjadi hama pada tanaman apel. Keberadaan burung
ini tentu saja akan mengurangi jumlah populasi hama ulat yang berada di
42
Page 43
lahan. Namun hal tersebut kurang mendapat perhatian dari para petani,
sehingga perubahan populasinya tidak dapat diketahui secara pasti. Selain
itu, para petani juga menggunakan pestisida dalam kegiatan budidayanya,
sehingga terdapat kemungkinan beberapa musuh alami yang berada di lahan
ikut terkena pengaruh pestisida. Hal ini dapat mengurangi jumlah musuh
alami di lahan, sehingga dampak keberadaannya terhadap hama ulat tidak
terlihat karena jumlahnya yang sudah berkurang.
5.2.3 Penggunaan Pestisida
Pada kesempatan kali ini bapak Handoyo dan bapak Imam dalam
penjelasannya sedikit mengungkapkan perbedaan. Sudah dapat diketahui
bahwa sistem budidaya yang dilakukan pada lahan tegalan tersebut adalah
dengan penggunaan lahan secara polikultur (tumpangsari) yaitu dengan
komoditas apel, cabai, tomat dan brokoli, sedangkan untuk komoditas
utamanya yaitu apel. Dalam suatu penanaman jenis tanaman biasa terjadi
yang namanya OPT (Organisme Pengganggu Tanaman). Dalam pemantauan
terhadap populasi OPT yang ada, bapak Handoyo mengungkapkan bahwa
selalu dilakukan pengamatan setiap hari terhadap komoditas tanaman
dengan cara membalik daun dan melihat apakah terdapat semacam hama,
penyakit ,dan lain – lain.
Untuk pengendalian yang dilakukan terhadap poppulasi OPT bapak
Handoyo mengungkapkan bahwa cara yang dilakukan adalah dengan
pengendalian kimia yaitu pestisida. Disini bapak Handoyo lebih
menekankan pada komoditas cabai. Beliau mengatakan bahwa pestisida
yang digunakan yaitu jenis insektisida dengan merek Dakunil dan Prefikur.
Untuk tanaman cabai, beliau menjelaskan dosis yang digunakan yaitu untuk
semua area lahan (1 14
ha) ialah 150 liter air dan 200 gram dakunil yang
akan menghasilkan 2 drum. Setelah cairan pestida tersebut jadi, barulah
dilakukan penyemprotan. Petani disana menyebut alat tersebut yaitu drum
yang diberi alat bantu diesel. Penyemprotan pestisida ini dilakukan dengan
waktu yang berbeda tergantung dari musimnya. Ketika sedang musing
43
Page 44
kemarau, penyemprotan dilakukan satu bulan sekali. Sedangkan untuk
musim hujan dilakukan penyemprotan sebanyak 1 minggu dua kali.
Penyemprotan pada saat musim hujan memang lebih di sering dilakukan
karen pada saat musim itulah terjadi resusgensi (peledakan hama dan
penyakit).
Ketika bapak Imam ditanya tentang penggunaan pestisida, beliau
mengatakan bahwa pestisida yang digunakan yaitu Fungisida. Ini berbeda
dengan yang diungkapkan oleh bapak Handoyo. Akan tetapi, pada intinya
jenis dari pestisida tersebut memang sama – sama digunakan, yang
membedakan yaitu tujuan dari pemberian pestisida tersebut. Apabila
menggunakan insektisida, ini berarti petani disana ingin membasmi
serangga. Sedangkan untuk penggunaan fungisida dilakukan dengan tujuan
untuk memberantas atau mencegah fungi (jamur) atau cendawan.
5.2.4 Pengunaan Varietas Tahan
Dalam penggunaaan varietas tahan ini yang digunakan bukanlah
pada tanaman cabai. Melainkan dari tanaman apel anna yang memang
ditanam oleh petani. Apel anna merupakn apel yang masuk kedalam
keanekaragaman morfologi varietas pada Malus sylvestris L. Hal ini juga
didukung dengan jurnal penelitian yang berjudul Biosistematika Varietas
Pada Apel (Malus sylvestris L.) Di Kota Batu Berdasarkan Morfologi oleh
Andrianto (2012) yang mengemukakan terdapat keanekaragaman morfologi
varietas pada Malus sylvestris L., yaitu apel varietas Manalagi, apel varietas
Anna, apel varietas Wanglin, dan apel varietas Rome beauty atau apel
Malang.
Sementara itu, terdapat penelitian yang ditulis Coart (2013) dalam
jurnal berjudul Genetic variation in the endangered wild apple (Malus
sylvestris (L.) Mill.) in Belgium as revealed by amplified fragment length
polymorphism and microsatellite markers, yang mengatakan “model-based
clustering method classified the apples into three major gene pools: wild
44
Page 45
Malus sylvestris genotypes, edible cultivars and ornamental cultivars.”
artinya metode pengelompokan model berbasis diklasifikasikan apel
menjadi tiga kolam gen utama: genotipe Malus sylvestris liar, kultivar dapat
dimakan dan kultivar hias. Melihat dari penelitian tersebut apel anna bisa
tergolong kedalam ketahanan vertikal. Ini disebabkan suatu bentuk
ketahanan tanaman yang dikendalikan hanya satu gen utama saja yang
nantinya akan dibagi lagi menjadi kelompok – kelompok yaitu Malus
sylvestris genotypes, Edible cultivars dan Ornamental cultivars.
5.3 Pembahasan
5.3.1 Pemabahasan Mengenai Jenis OPT yang Ditemukan Beserta
Hubungannya dengan Pengendalian yang Dilakukan dan
Dibandingkan Dengan literature
Dari hasil pengamatan dan survey yang dilakukan hama yang
ditemukan adalah Lalat Buah (Bractocera dorsalis), Bekicot (Achatina
fulica), Thrips sp., dan Tikus. Namun yang dapat kita temukan di lapang
hanya Lalat Buah dan Bekicot.
Lalat buah merupakan hama yang sangat merugikan di bidang
hortikultura, karena sering membuat produk hortikultura seperti mangga,
cabai, jambu biji, belimbing, nangka, jeruk dan buah-buahan lainnya
menjadi busuk dan berbelatung (Kardinan,2011). Lalat buah juga
menyebabkan buah pada tanaman menjadi salah bentuk dan gugur sebelum
waktunya atau buah memperlihatkan warna kehitaman dan mengeras
(Bateman, 1972; Setiadi, 1987; Pracaya, 1983). Hal ini sesuai dengan
kondisi lapang, dimana banyak cabai yang gugur dan buah busuk dan
bergelantung.
Bekicot merupakan hama yang termasuk filum Molusca dan
termasuk dalam kelas Grastopoda. Hama bekicot (Achatina fulica) merusak
tanaman pada stadia imago atau hewan dewasa. Hama tersebut dapat daun
menghabiskan daun hingga yang tersisa tulang daun beserta jalur-jalur kecil
mesofilnya sehingga daun menjadi kering kecokelatan. Bila ini dibiarkan,
45
Page 46
produksi buah bisa berkurang. Bagian tumbuhan yang diserang bekicot
berbeda-beda mulai dari bagian kulit batang, daun, bunga, buah, tumbuhan
muda, sisa tumbuhan yang telah kering sampai bagian keseluruhan dari
tumbuhan tersebut (Saraul,2011). Pada survey yang dilakukan di lapang
tanda yang ditimbulkan akibat dari adanya bekicot tidak terlalu menonjol.
Pengendalian yang dilakukan oleh petani di daerah Junggo adalah
dengan pengaplikasian insektisida secara rutin. Pada musim kemarau petani
mengaplikasikan insektisida sekitar 1x selama dua minggu, sedangkan pada
musim hujan seperti sekarang ini pestisida diaplikasikan 2x dalam satu
minggu. Menurut bapak Handoyo, salah satu penyewa lahan yang disana
menjelaskan bahwa beliau hanya mengaplikasikan pestisida kimia saja.
Pestisida yang beliau sering gunakan adalah jenis insektisida Dakunil dan
Prefikur. Pestisida yang digunakan adalah bentuk tepung. Untuk satu pack
insektisida bisa digunakan untuk dua kali. Untuk satu kali penyemprotan
bapak Handoyo menggunakan 200gram insektisida dan dicampur dengan
150liter (satu drum) air bersih. Untuk seluruh luas lahan yang beliau punya,
beliau menggunakan campuran sebanyak 2 drum air. Beliau tidak pernah
mengaplikasikan pestisida alami dan pengendalian yang lainnya.
Namun menurut bapak Imam Gozali pemilik dari lahan tersebut
pengendalian akan hama dilakukan dengan banyak cara. Mulai dari
pengendalian biologis (musuh alami), hayati, mekanis, dan kimia.
Pengendalian secara biologis yaitu dengan menggunakan musuh alami dari
hama yaitu burung. Burung itu datang dengan sendirinya tanpa ada campur
tangan dari pengolah lahan. Selanjutnya pengolahan lahan dengan hayati
yaitu dengan penggunaan varietas tahan. Pengolahan dengan mekanis yaitu
dengan cara memetik dan memotong bagian tanaman yang sudah
menunjukkan tanda terserang hama dan penyakit. Pengolahan mekanis
ditujukan agar apabila ada tanaman yang terserang penyakit tidak menular
kepada tanaman lain. Sedangkan pengendalian secara kimia dilakukan
dengan insektisida dengan intensitas yang lumayan sering. Pengaplikasian
disesuaikan dengan kondisi cuaca.
46
Page 47
Penggunaan pestisida yang berlebih dapat menyebabkan hama
menjadi resisten terhadap insektisida, terjadinya resurgensi, munculnya
hama sekunder, residu insektisida dalam buah yang membahayakan bagi
konsumen, dan terjadinya pencemaran bagi lingkungan (Annie,2007).
5.3.2 Pembahasan Serangan OPT dikaitkan dengan Konsep Ambang
Ekonomi dan Ambang Kerusakan
Dari pengamatan yang kita lakukan di lapang, ambang ekonomi
dalam penanggulangan OPT dirasa tinggi karena petani setempat berusaha
menanggulangi OPT secara langsung dan efektif sehingga memerlukan
biaya yang banyak untuk menangani serangan OPT. Penanganan yang
dilakukan adalah apabila pada saat perawatan terlihat ada hama, petani
langsung menyemprotnya dengan insektisida. Petani melakukan
penanganan seperti ini karena beliau mengharapkan hasil panennya jauh
dari kerusakan yang disebabkan oleh serangan OPT. Sehingga dari
penanganan yang telah dilakukan, dapat dirasa memiliki ambang
kerusakan dalam tingkat yang rendah. Hal ini didukung oleh kondisi
tanaman cabai yang memang tumbuh dengan baik dan hanya sedikit yang
rusak akibat terserang OPT.
Menurut Sudrajat (2008), kepadatan populasi hama dan tingkat
kerusakan daun oleh lalat buah mempunyai hubungan yang erat dengan
kehilangan hasil cabai merah. Pada tanaman cabai yang diinfestasi lalat
buah saat fase pertumbuhan awal, hubungan antara kepadatan populasi
dengan kehilangan hasil cabai merah sebesar 73,85% dan koefisien
kerusakan sebesar 0,8724 g/ekor. Sedangkan untuk tanaman cabai merah
yang diinfestasi lalat buah saat fase pembungaan awal keefektifan menduga
sebesar 62,18% dan koefisien kerusakan sebesar 0,7170 g/ekor. Hasil ini
berbanding terbalik dengan apa yang telah kita amati di lahan cabai Junggo,
di lahan tersebut memang terdapat serangan hama lalat buah tetapi tidak
menyebabkan kerusakan yang besar seperti yang telah dipaparkan di atas.
Hal ini disebabkan karena petani selalu memberikan insektisida jika terlihat
adanya serangan lalat buah setiap kali melakukan perawatan., sehingga
47
Page 48
dapat dinilai ambang kerusakan pada cabai lahan Junggo rendah dan
ambang ekonomi semakin meningkat karena biaya yang dikeluarkan untuk
penggunaan insektisida meningkat terkait terlalu intensifnya petani
menggunakan insektisida dalam penanganan hama lalat buah.
5.3.3 Keunggulan Pengendalian yang Diterapkan Petani
Dari hasil praktikum yang kami peroleh bahwa petani
menggunakan sistem tumpangsari untuk sistem penanaman tanaman cabai
dan apel agar meningkatan hasil produksinya dan menghindari menghindari
kegagalan panen pada satu komoditi. Kondisi lahan diamati secara rutin
setiap hari dengan cara dilihat bagian belakang daun terutama pada
komoditas cabai. Gejalanya berupa bercak putih pada bagian belakang
daun komoditas cabai. Untuk penggendalian hama petani menggunakan
pestisida daconil dan previkur. Para petani di daerah Junggo memberikan
insektisida dalam 1 minggu 2x penyemprotan. Petani juga memberikan
pupuk organik dan anorganik berupa pupuk urea, pupuk kandang, pupuk
NPK, dan. Pupuk kandang , pupuk urea dan SP36 diberikan pada saat awal
penanaman sedangkan pupuk NPK di masa perawatan. Jarak tanamnya
umumnya 25cm x 25 cm. Untuk menurunkan pertumbuhan gulma dan
kesuburan tanah para petani juga menggunakan mulsa plastik hitam perak.
Menurut Southern 1996, bahwa pengendalian hama dapat dilakukan
dengan pemantauan hama, pemantauan lahan secara periodik atau rutin ini
sangat penting dilakukan karena kondisi agroekosistem yang bersifat
dinamis. Perubahan-perubahan penting yang perlu diamati misalnya pada
populasi hama dan musuh alaminya. Informasi yang menjadi dasar dalam
pengambilan keputusan pengendalian hama. Dinamika ini dapat diikuti
antara lain dengan:
1. Pengamatan populasi hama dilakukan secara rutin setiap 5−7 hari
bersamaan dengan mengontrol pertanaman tembakau.
2. Tindakan penyemprotan dengan insektisida dilakukan apabila tercapai
ambang kendali jika populasi lebih dari 10% tanaman yang belum
48
Page 49
dipangkas dijumpai koloni kutu daun tembakau (1 koloni berisi sekitar
50 ekor) atau jika telah dipangkas berjumlah lebih dari 20% tanaman .
3. Penyemprotan insektisida dilakukan apabila tercapai ambang kendali
lebih dari 10% tanaman sebelum berbunga terdapat ulat dengan berbagai
ukuran .Musuh alami sangat penting dalam mengendalikan populasi
hama di pertanaman. Peranannya dapat dipertahankan dan bahkan
ditingkatkan melalui pelestarian. Upaya yang dapat dilakukan antara lain
melalui:
4. Penggunaan pestisida yang selektif dan penggunaan insektisida ramah
lingkungan (insektisida nabati, insektisida berbahan aktif jamur, bakteri,
dan virus).
5. Pengendalian hama berupa ulat dan kelompok telur misalnya telur ulat
grayak dapat dilakukan secara mekanis. Ulat dan kelompok telur diambil
dan dimusnahkan. Setelah pasca penen pada komunitas cabai yang telah
menurun produktivitasnya dilakukan pencabutan tanaman lalu dibakar
atau digunakan sebagai kayu bakar. Pada apel dilakuakan rampes
(menghilangka daun pada tanaman apel) guna pertumbuhannya dapat
serempak dan menghasilkan produkitivitas secara kualitas yang sama.
5.3.4 Analisis Keadaan Pertanian Yang Ada Di Lokasi Pengamatan
Pada awalnya lahan yang digunakan untuk tegalan berupa hutan
kemudian dijadikan menjadi lahan tegalan dengan masyarakat. Luas lahan
yang ada seluas 1 ¼ ha. Petani menggunakan sistem penanaman
tumpangsari dengan komoditas cabai, apel, tomat,dan brokoli. Namun dari
hasil wawancara yang dilakukan di lahan yang kita amati hanya berada pada
lokasi tumpangsari antara cabai dan apel .Tidak terdapat banyak hama yang
menyerang komuditi apel dan cabai karena pada beberapa waktu sebelum
melakukan pengamatan sudah dilakuakan penyemprotan insektisida.
Penyemprotan insektisida dilakukan 2x dalam seminggu pada musim hujan.
Sedangkan pada musim kemarau satu bulan sekali. Petani dalam
49
Page 50
pengolahan lahannya cukup sederhana yaitu menggunakan cangkul
dikarenakan jika menggunakan mesin kondisi lahan yang berupa tegalan
tidak cocok dan membutuhkan biaya oprasional yang mahal.
5.3.5 Potensi Pemanfaatan Musuh Alami dalam Pengedalian OPT
Secara alami di dalam agroekosistem berlangsung suatu
mekanisme alami yang sering dikenal sebagai umpan balik negatif. Musuh
alami berperan menjaga populasi hama pada taraf keseimbangan. Sifat
musuh alami ini adalah bergantung kerapatan, artinya bahwa populasinya
dipengaruhi oleh populasi hama sebagai inang atau mangsanya. Secara
umum, musuh alami dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu predator,
parasitoid, dan patogen. Ketiganya memiliki kekhasan tersendiri antara
lain dari sisi kelompok organisme dan cara menyerang. Beberapa musuh
alami telah dikenal dan dimanfaatkan untuk pengendalian hama-hama
penting tanaman. Namun dari hasil wawancara yanng kami lakukan tidak
tedapat musuh alami untuk mengendalikan hama yang ada karena terjadi
penggunaan insektisida yang berlebihan sehinnga bukan hanya hama yang
mati namun juga dapat membunuh musuh alami yang ada di lahan.
5.3.6 Rekomendasi Terhadap Kegiatan Budidaya yang Ada di Lokasi
Fieldtrip
Para petani dapat menggunkan varietas tahan untuk tanaman apel
guna mengurangi penggunaan insektisida sehingga musuh alami yang ada
tetap dapat berkembang biak. Sebab, penanaman varietas tahan memiliki
beberapa kelebihan antara lain bersifat praktis dalam penerapannya,
bersifat selektif pada hama, mudah dipadukan dengan komponen
pengendalian lain, dan dampak negatif terhadap lingkungannya bersifat
terbatas.
Penggunaan insektisida yang tidak rasional dapat berdampak buruk.
Dampak tersebut antara lain terjadi pada hama sasarannya sendiri, seperti
resistensi atau kekebalan pada hama, ledakan hama kedua, dan kematian
musuh alami.maka dari itu petani juga dapat mengurangi penggunaan
50
Page 51
insektisida yang berlebihan. Dengan pemakaian pestisida secara tepat, baik
dosis, waktu, maupun cara aplikasinya. Tindakan lain untuk menekan
terjadinya resistensi adalah melakukan rotasi bahan aktif pestisida. Artinya
bahwa aplikasi pestisida menggunakan berbagai macam bahan aktif yang
berasal dari beberapa golongan misalnya organofosfat, karbamat, piretroid,
nikotinoid, dan golongan lain. Setiap penggunaan pestisida harus membaca
labelnya agar diperoleh hasil yang efektif, efisien, dan aman. Selain
berdampak terhadap hama, pestisida juga dapat menimbulkan keracunan
pada manusia, maka gunakan pengaman (masker) saat melakukan
penyemprotan.
51
Page 52
BAB V
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan dalam praktikum lapang, diketahui bahwa
petani di desa Junggo menggunakan pola tanam polikultur atau tumpang
sari. Tanaman cabai, apel, tomat dan brokoli yang menjadi komoditas
pilihan petani. Pada komoditas yang ada di lapang terdapat bermacam-
macam OPT. Hama yang berhasil ditemukan adalah lalat buah dan bekicot,
tetapi menurut petani biasanya juga terdapat hama trips yang sayangnya
tidak berhasil ditemukan. Dan musuh alami yang berhasil didapat adalah
semut, namun biasanya juga terdapat burung tetapi tidak berhasil
ditemukan. Sedangkan penyakit yang berhasil ditemukan adalah layu
bakteri, layu fusarium dan bercak daun.
Hama dan penyakit tidak lepas menyerang pada lahan pertanian.
Untuk menanggulangi serangan hama dan penyakit, petani di daerah
Bumiaji mengendalikan hama dengan menggunakan pestisida serta
mengandalkan musuh alami dari alam yang berupa burung dan
mengendalikan penyakit dengan cara mekanis yaitu dengan memotong
tanaman yang terserang penyakit. Terkait hal itu penggunaan varietas tahan
juga berpengaruh terhadap pengendalian OPT, tetapi berbeda halnya dengan
pengolahan tanah dengan cara mencangkul dan pemberian pupuk alami
yang dilakukan oleh petani tidak berpengaruh terhadap populasi OPT.
Serangan OPT di desa Junggo tidak terlalu parah, hal tersebut dapat
dibuktikan dengan keadaan tanaman yang sebagian besar dalam kondisi
baik dan sehat. Jumlah serangan OPT dapat diatasi karena petani disana
cepat dalam menanggapi serangan sehingga tidak melewati ambang
ekonomi dan ambang kerusakan.
52
Page 53
6.2 Saran
Adapun saran yang dapat diajukan, yaitu sebaiknya petani-petani di
desa Junggo kecamatan Bumiaji bisa meminimalisir penggunaan kimia
dalam pengolahan tanah, pembudidayaan, maupun perawatan tanaman.
Penggunaan kimia dapat lebih diminimalisir kembali dengan penggunaan
bahan alami. Karena penggunaan bahan alami tidak mengakibatkan
keseimbangan ekosistem alam dan tekstur tanah terganggu.
53
Page 54
DAFTAR PUSTAKA
Adrianto, Hebert;dkk. 2012. BIOSISTEMATIKA VARIETAS PADA APEL (Malus
sylvestris L.) DI KOTA BATU BERDASARKAN MORFOLOGI. Surabaya:
Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Fakultas Airlangga. hal
1-9
Agus Supriana, 2012. Kajian dan Konsep dasar Pengendalian Hama Terpadu
(PHT). http://agussupriana.blogspot.com/2012/04/kajian-dan-konsep-dasar-
pengendalian.html. Diakses tgl 21 Mei 2014.
Bateman, M.A. 1972. The ecology of fruit flies. Ann. Rev. Entomol. 17:439–579.
Bogor Modul Penuntun Praktikum, 2005. Ilmu Hama Tanaman. Fakultas
Pertanian. Universitas Brawijaya.
Bottrel, D.G. 1979. Integrated Pest Management. Council of Environ. Quality.
Washington D.C.
Canene-Adams K., Clinton, S. K., King, J. L., Lindshield, B. L., Wharton C.,
Jeffery, E. & Erdman, J. W. Jr. 2004. The growth of the Dunning R-3327-H
transplantable prostate adenocarcinoma in rats fed diets containing tomato,
broccoli, lycopene, or receiving finasteride treatment. FASEB J. 18: A886
(591.4).
COART, ELS,etc. 2003. Molecular Ecology . Genetic variation in the
endangered wild apple (Malus sylvestris (L.) Mill.) in Belgium as revealed
by amplified fragment length polymorphism and microsatellite markers.
Netherlands: Department of Plant Genetics and Breeding, Agricultural
Research Centre, Caritasstraat 21, 9090 Melle Belgium. hal 845 – 857
Fuhramn B, Elis A, Aviram M: Hypocholesterolemic effect of lycopene and b-
carotene is related to suppression of cholesterol synthesis and augmentation
of LDL receptor activity in macrophage. Biochem Biophys Res Commun
233:658–662, 1997.
Giovannucci, E. 1999. Tomatoes, tomato-based products, lycopene, and cancer:
review of the epidemiologic literature. J. Natl. Cancer Inst. 91:317–331.
54
Page 55
Irish, H.C. 1898. Revision of the genus Capsicum. Ninth Annales Repertorium
Missouri Botanical Garden: 53-110.
Kardinan, A. 2007. Tanaman Aromatik, Pengendali lalat Buah.
http://www.dispertanjawatengah.go.id. Diakses 21 Mei 2014.
Kenmore, P.E. 1987. IPM Means the Best Mix. Rice IPM Newsletter. VII (7).
IRRI. Manila. Philippines.
Linnaeus, C. 1753. Species Plantarum. Vol. 1, ed. 1. London: The Ray Society.
Modul Penuntun Praktikum, 2005. Ilmu Hama Tanaman. Fakultas Pertanian.
Universitas Brawijaya
Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta: Penebar Swadaya.
Smith, R.F and J.L. Apple. 1978. Principles of Integrated Pest Control. IRRI
Mimeograph.
Soejitno, J. ean Edi S. 1993. Arah dan strategi penelitian ambang ekonomi hama
tanaman pangan. Seminar Hama Tanaman, 4-7 Maret 1993 di Sukarami.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Balai penelitian
Tanaman Pangan Sukarami.
Southern, S. 1996. Insect management. In Flue-Cured Tobacco Information.
Agricultural Extension Service, North Carolina State University.
Stern, V.M., R.F. Smith, R. van den Bosch, and K.S. Hagen. 1959. The integrated
control concept. Hilgardia. 29: 81-101.
Stern, V.M., R.F. Smith, R. van den Bosch, and K.S. Hagen. 1959. The integrated
control concept. Hilgardia. 29: 81-101.
Sudrajat. 2008. Hubungan antara Kepadatan Populasi Lalat Buah dan Tingkat
Kerusakan Daun dengan Kehilangan Hasil Cabai Merah. Volume 19,
Nomor 3, Tahun 2008. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas
Pertanian, Universitas Padjajaran. Bandung
Zadok, J, C, R.D Schein. 1979. Epidemilogy and Plant Disease Management.
Oxford University Press, 417p
55