Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai masalah tentang kerusakan yang di alami oleh tanaman akibat serangan hama dan penyakit merupakan resiko yang harus dihadapi oleh pembudidaya suatu tanaman. Manusia membudidayakan suatu tanaman bertujuan untuk mengambil dari hasil apa yang di tanam. Hasil dari budidaya tanaman digunakan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka mulai dari sandang, pangan, dan papan. Seiring dengan bertambahnya populasi manusia dan perkembangan kebudayaan maka mengakibatkan pertambahan jumlah kebutuhan pangan. Saat ini, dengan adanya penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang pertanian seperti pengetahuan teknologi perlindungan dan pengendalian tanaman dapat meningkatkan hasil produk pertanian agar sesuai dengan apa yang diharapkan. Manusia selalu mengusahakan agar tanaman yang dibudidayakan mendapatkan hasil yang baik secara kualitas maupun kuantitas. Namun di dalam praktek langsung lapangan terdapat hambatan dan gangguan yang dihadapi. Salah satu hambatan yang di alami adalah adanya serangan hama dan penyakit yang dapat menurunkan produk pertanian. Dewasa ini, semakin 1
82

laporan dpt

Feb 01, 2016

Download

Documents

laporan dpt agribisnis 2013
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: laporan dpt

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berbagai masalah tentang kerusakan yang di alami oleh tanaman

akibat serangan hama dan penyakit merupakan resiko yang harus dihadapi

oleh pembudidaya suatu tanaman. Manusia membudidayakan suatu tanaman

bertujuan untuk mengambil dari hasil apa yang di tanam. Hasil dari

budidaya tanaman digunakan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan hidup

mereka mulai dari sandang, pangan, dan papan. Seiring dengan

bertambahnya populasi manusia dan perkembangan kebudayaan maka

mengakibatkan pertambahan jumlah kebutuhan pangan. Saat ini, dengan

adanya penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang pertanian

seperti pengetahuan teknologi perlindungan dan pengendalian tanaman

dapat meningkatkan hasil produk pertanian agar sesuai dengan apa yang

diharapkan.

Manusia selalu mengusahakan agar tanaman yang dibudidayakan

mendapatkan hasil yang baik secara kualitas maupun kuantitas. Namun di

dalam praktek langsung lapangan terdapat hambatan dan gangguan yang

dihadapi. Salah satu hambatan yang di alami adalah adanya serangan hama

dan penyakit yang dapat menurunkan produk pertanian. Dewasa ini,

semakin intensif manusia mengusahakan peningkatan produksi pertanian,

gangguan hama dan penyakit semakin meningkatkan serangannya. Terkait

dengan hal tersebut, maka dilakukan pengendalian terhadap gangguan agar

tidak menimbulkan kerugian.

Pada fieldtrip yang dilakukan dengan cara melakukan pengamatan

lahan dan wawancara dengan petani di desa Junggo. Pengamatan dilakukan

terhadap semua komoditas tanaman, hama dan penyakit yang menyerang

tanaman, musuh alami yang terdapat dilokasi pengamatan, jenis

pengendalian yang dilakukan petani dengan menggunakan pestisida, serta

pemilihan verietas tahan yang digunakan, agar kedepannya kita dapat

1

Page 2: laporan dpt

mengetahui bagaimana cara mengendalikan hama dan penyakit guna

meningkatkan produk pertanian.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan laporan akhir praktikum ini, yaitu :

1. Untuk mengetahui kondisi lahan pada pertanian cabai, dan apel

2. Untuk mengetahui budidaya cabai, dan apel yang dijalankan petani

3. Untuk mengetahui hama dan penyakit yang terdapat pada pertanian

cabai, dan apel

4. Untuk mengetahui musuh alami yang dapat mengendalikan hama pada

lahan cabai, dan apel

5. Untuk mengetahui penggunaan pestisida oleh petani

6. Untuk mengetahui pengolahan lahan yang diterapkan petani

7. Untuk mengetahui penggunaan varietas tahan yang digunakan petani

1.3 Manfaat

Manfaat dari pembuatan laporan akhir praktikum ini, yaitu :

1. Agar dapat mengetahui keadaan lahan dengan memahami cara

pembudidayaan tanaman

2. Agar dapat mengaplikasikan pengendalian hama dan penyakit yang

menyerang tanaman dengan menggunakan pestisida dan musuh

alaminya

3. Agar dapat memahami pengelolaan suatu lahan budidaya agar

menghasilkan produk yang baik

4. Agar dapat memilih varietas tahan yang baik bagi tanaman yang di

budidayakan

2

Page 3: laporan dpt

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pengendalian Hama Terpadu

Smith (1978) menyatakan PHT adalah pendekatan ekologi yang

bersifat multidisplin untuk pengelolaan populasi hama dengan

memanfaatkan beraneka ragam teknik pengendalian secara kompatibel

dalam suatu kesatuan kordinasi pengelolaan. Menurut pendapat Bottrell

(1979) juga menekankan bahwa PHT adalah pemilihan secara cerdik dari

penggunaan tindakan pengendalian hama, yang dapat menjamin hasil yang

menguntungkan dilihat dari segi ekonomi, ekologi dan sosiologi. Sedangkan

Kenmore (1989) memberikan definisi singkat PHT sebagai perpaduan yang

terbaik. Yang dimaksud perpaduan terbaik ialah menggunakan berbagai

metode pengendalian hama secara kompatibel. Sehingga melalui penerapan

PHT, diharapkan kerusakan yang ditimbulkan hama tidak merugikan secara

ekonomi, sekaligus menghindari kerugian bagi manusia, binatang, tanaman,

dan lingkungan.

Selain para ahli di atas, FAO juga memberikan pengertian terhadap

PHT itu sendiri yakni PHT itu adalah suatu pengendalian hama yang dalam

kaitannya dengan lingkungan dan dinamika populasi spesies hama,

memanfaatkan semua teknik dan metode yang sesuai dan dipadukan

sekompatibel mungkin serta mempertahankan populasi hama pada aras di

bawah aras yang dapat menyebabkan kerusakan ekonomi atau kehilangan

hasil yang tidak dapat diterima. Dari pengertian para ahli dan FAO diatas

dapat ditarik kesimpulan bahwa PHT tersebut adalah sebuah system

pengendalian hama secara terpadu, yakni memadukan semua system

pengendalian yang ada dengan tujuan untuk tidak merusak lingkungan,

tidak mengganggu kesehatan dan tidak merusak ekologi, namun masih

dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang maksimal, baik dari segi

kualitas produk maupun kuantitas produk itu sendiri.

Dalam konsep PHT, pengendalian hama berorientasi kepada

stabilitas ekosistem dan efisiensi ekonomi serta sosial. Dengan demikian,

3

Page 4: laporan dpt

pengendalian hama dan penyakit harus memperhatikan keadaan populasi

hama atau patogen dalam keadaan dinamik fluktuasi disekitar kedudukan

kesimbangan umum dan semua biaya pengendalian harus mendatangkan

keuntungan ekonomi yang maksimal (Agus, 2012).

2.2 Pengertian dan Konsep Ambang Ekonomi

Ambang ekonomi adalah suatu tingkat/level kerusakan penyakit

(keparahan penyakit) yang mengharuskan dilakukan pengendalian sehingga

penyakit tidak berkembang mencapai ALE.  Dengan kata lain AE adalah

ambang tindakan (action threshold) ( Zadok dan Schein, 1979).

Ambang Ekonomi (AE), yaitu batas populasi hama telah

menimbulkan kerusakan yang lebih besar daripada biaya pengendalian

(Soejitno dan Edi, 1993).

Pengendalian hama dengan insektisida dibenarkan apabila dari segi

ekonomi, manfaat yang diperoleh sekurang-kurangnya sama dengan biaya

pengendalian hama dan dari segi ekologi, apabila komponen ekosistem, baik

fisik maupun biologis, tidak mampu menekan populasi hama dan

mempertahankannya pada tingkat keseimbangan yang rendah. Kedua dasar

penggunaan insektisida tersebut melahirkan gagasan tentang konsep ambang

ekonomi (AE) atau economic threshold, yakni tingkat kepadatan populasi

hama yang harus segera dikendalikan agar populasi hama tidak mencapai

tingkat yang merugikan tanaman (Stern et al. 1959). Jadi, AE merupakan

konsep yang dikembangkan oleh para pakar sebagai dasar pengambilan

keputusan pengendalian hama dengan insektisida secara rasional.

Untuk menentukan apakah populasi hama telah melampaui AE,

maka harus dilakukan kegiatan pemantauan secara berkala terhadap

populasi hama, populasi musuh alami, kondisi pertanaman, dan iklim. Hal

ini dimaksudkan agar populasi hama tidak terlambat dikendalikan. Dalam

kegiatan pemantauan tersebut, kepadatan populasi hama yang dikategorikan

layak dikendalikan ditentukan dengan teknik penarikan contoh beruntun

(sequential sampling) berdasarkan pola sebaran populasi, data AE, dan

tingkat risiko kesalahan dalam pengambilan keputusan pengendalian

(Shepard 1980).

4

Page 5: laporan dpt

2.3 Pengertian dan Konsep Ambang Kerusakan

Ambang Kerusakan adalah batas populasi hama atau kerusakan

oleh hama yang digunakan sebagai dasar untuk digunakannya pestisida.

Konsep aras luka (ambang kerusakan) ekonomi untuk pertama kalinya

dikemukan oleh ahli entomologi. Dalam konsep aras luka ekonomi terdapat

3 komponen/element utama yaitu kerusakan ekonomi, aras luka ekonomi,

dan ambang ekonomi. Aras Luka Ekonomi (Ambang Kerusakan), tujuan

akhir dari tindakan pengendalian penyakit adalah untuk menekan penyakit

pada level yang tidak menimbulkan kerugian secara ekonomi baik pada

jumlah maupun kulitas hasil, dengan demikian ambang kerusakan (tingkat

kerusakan ekonomi) haruslah diketahui untuk mencegah kerugian yang

lebih besar akibat adanya penyakit. Tingkat/level xt tertinggi yang dapat

menimbulkan kerusakan ekonomi disebut juga dengan aras luka ekonomi

atau dalam entomologi “jumlah kepadatan populasi terendah yang dapat

menyebabkan kerusakan secara ekonomi” (Modul Penuntun Praktikum,

2005)

2.4 Literatur Komoditas yang Diamati

1. Apel ( Malus sylvestris Mill )

Menurut sistematika, tanaman apel termasuk dalam:

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Klas : Dicotyledonae

Ordo : Rosales

Famili : Rosaceae

Genus : Malus

Spesies : Malus sylvestris Mill

Dari spesies Malus sylvestris Mill ini, terdapat bermacam-macam

varietas yang memiliki ciri-ciri atau kekhasan tersendiri. Beberapa varietas

apel unggulan antara lain: Rome Beauty, Manalagi, Anna, Princess Noble

dan Wangli/Lali jiwo.

5

Page 6: laporan dpt

2. Cabai (Capsicum spp.)

Linnaeus (1753) mengenal 2 jenis Capsicum yaitu C.annuum dan

C. frutescens. Kemudian Irish (1898) merevisi marga tersebut yang

menghasilkan jenis yang sama dengan Linnaeus, namun ada penambahan 7

varietas dalam C. annuum. Adapun ke tujuh varietas tersebut dapat

dibedakan berdasarkan bentuk, ukuran, posisi buah (tegak atau

menggantung), warna dan rasanya.

3. Brokoli ( Brassica oleracea)

Kol bunga hijau/Broccoli merupakan tanaman sayur famili

Brassicaceae (jenis kol dengan bunga hijau) berupa tumbuhan berbatang

lunak diduga berasal dari Eropa, pertama kali ditemukan di Cyprus, Italia

Selatan dan Mediterania 2000 tahun yang lalu. Beberapa tahun terakhir

banyak terjadi perbaikan warna maupun ukuran bunga terutama di

Denmark. Di Indonesia broccoli dikenal dengan nama kubis bunga hijau

atau Sprouting broccoli. Broccoli dari bahasa Italia, dimana broco berarti

tunas.

4. Tomat (Solanum lycopersicum L.)

Tomat (Solanum lycopersicum) merupakan salah satu tanaman

yang sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia. Namun pemanfaatannya

hanya sebatas sebagai lalap dan bahan tambahan dalam masakan.

Kandungan senyawa dalam buah tomat di antaranya solanin (0,007 %),

saponin, asam folat, asam malat, asam sitrat, bioflavonoid (termasuk

likopen, α dan ß-karoten), protein, lemak, vitamin, mineral dan histamin

(Canene-Adam, dkk., 2005). Likopen merupakan salah satu kandungan

kimia paling banyak dalam tomat, dalam 100 gram tomat rata-rata

mengandung likopen sebanyak 3-5 mg (Giovannucci, 1999). Dalam

beberapa penelitian menyebutkan bahwa tomat dapat bermanfaat sebagai

obat diare, serangan empedu, gangguan pencernaan serta memulihkan

fungsi liver (Fuhramn, 1997).

6

Page 7: laporan dpt

2.5 Hama dari Komoditas yang Diamati

1. Hama Pada Tanaman Apel

Kutu hijau (Aphis pomi geer)

Ciri: kutu dewasa berwarna hijau kekuningan, antena pendek,

panjang tubuh 1,8 mm, ada yang bersayap ada pula yang tidak; panjang

sayap 1,7 mm berwarna hitam; perkembangbiakan sangat cepat, telur dapat

menetas dalam 3-4 hari.

Gejala:

a) Nimfa maupun kutu dewasa menyerang dengan mengisap cairan selsel

daun secara berkelompok dipermukaan daun muda, terutama ujung tunas

muda, tangkai cabang, bunga, dan buah;

b) Kutu menghasilkan embun madu yang akan melapisi permukaan daun

dan merangsang tumbuhnya jamur hitam (embun jelaga); daun berubah

bentuk, mengkerut, leriting, terlambat berbunga, buah-buah muda

gugur,jika tidak mutu buahpun jelek.

Pengendalian:

a) Sanitasi kebun dan pengaturan jarak tanam (jangan terlalu rapat);

b) Dengan musuh alami coccinellidae lycosa;

c) Dengan penyemprotan Supracide 40 EC (ba Metidation) dosis 2 cc/liter

air atau 1-1,6 liter;

d) Supracide 40 EC dalam 500-800 liter/ha air dengan interval

penyemprotan 2 minggu sekali;

e) Convidor 200 SL (b.a. Imidakloprid) dosis 0,125-0,250 cc/liter air;

f) Convidor 200 SL dalam 600 liter/ha air dengan interval penyemprotan 10

hari sekali

g) Convidor ini dapat mematikan sampai telur-telurnya; cara penyemprotan

dari atas ke bawah. Penyemprotan dilakukan 1-2 minggu sebelum

pembungaan dan dilanjutkan 1-1,5 bulan setelah bunga mekar sampai 15

hari sebelum panen.

Tungau, Spinder mite, cambuk merah (Panonychus ulmi)

Ciri: berwarna merah tua, dan panjang 0,6 mm.

Gejala:

7

Page 8: laporan dpt

a) Tungau menyerang daun dengan menghisap cairan sel-sel daun;

b) Pada serangan hebat menimbulkan bercak kuning, buram, cokelat, dan

mengering;

c) Pada buah menyebabkan bercak keperak-perakan atau coklat.

Pengendalian:

a) Dengan musah alami coccinellidae dan lycosa;

b) Penyemprotan Akarisida Omite 570 EC sebanyak 2 cc/liter air atau 1 liter

Akarisida Omite 570 EC dalam 500 liter air per hektar dengan interval 2

minggu.

Trips

Ciri: berukuran kecil dengan panjang 1mm; nimfa berwarna putih

kekuningkuningan; dewasa berwarna cokelat kehitam-hitaman; bergerak

cepat dan bila tersentuh akan segera terbang menghindar.

Gejala:

a) Menjerang daun, kuncup/tunas, dan buah yang masih sangat muda;

b) Pada daun terlihat berbintik-bintik putih, kedua sisi daun menggulung ke

atas dan pertumbuhan tidak normal;

c) Daun pada ujung tunas mengering dan gugur

d) Pada daun meninggalkan bekas luka berwarna coklat abu-abu.

Pengendalian:

a) Secara mekanis dengan membuang telur-telur pada daun dan menjaga

agar lingkungan tajuk tanaman tidk terlalu rapat;

b) Penyemprotan dengan insektisida seperti Lannate 25 WP (b.a.

Methomyl) dengan dosis 2 cc/liter air atau Lebaycid 550 EC (b.a.

Fention) dengan dosis 2 cc/liter air pada sat tanaman sedang bertunas,

berbunga, dan pembentukan buah.

Ulat daun (Spodoptera litura)

Ciri: larva berwarna hijau dengan garis-garis abu-abu memanjang

dari abdomen sampai kepala.pada lateral larva terdapat bercak hitam

berbentuk lingkaran atau setengah lingkaran, meletakkan telur secara

berkelompok dan ditutupi dengan rambut halus berwarna coklat muda.

8

Page 9: laporan dpt

Gejala: menyerang daun, mengakibatkan lubang-lubang tidak teratur hingga

tulang-tulang daun. Pengendalian:

a) Secara mekanis dengan membuang telur-telur pada daun;

b) Penyemprotan dengan penyemprotan seperti Tamaron 200 LC (b.a

Metamidofos) dan Nuvacron 20 SCW (b.a. Monocrotofos).

Serangga penghisap daun (Helopelthis Sp)

Ciri: Helopelthis theivora dengan abdomen warna hitam dan

merah, sedang Helopelthis antonii dengan abdomen warna merah dan putih.

Serangga berukuran kecil. Penjang nimfa yang baru menetas 1mm dan

panjang serangga dewasa 6-8 mm. Pada bagian thoraknya terdapat benjolan

yang menyerupai jarum.

Gejala: menyerang pada pagi, sore atau pada saat keadaan berawan;

menyerang daun muda, tunas dan buah buah dengan cara menhisap cairan

sel; daun yang terserang menjadi coklat dan perkembanganya tidak simetris;

tunas yang terserang menjadi coklat, kering dan akhirnya mati; serangan

pada buah menyebabkan buah menjadibercak-bercak coklat, nekrose, dan

apabila buah membesar, bagian bercak ini pecah yang menyebebkan

kualitas buah menurun.

Pengendalian:

a) Secara mekanis dengan cara pengerondongan atap

plastik/pembelongsongan buah.

b) Penyemprotan dengan insektisida seperti Lannate 25 WP (b.a. Metomyl),

Baycarb 500 EC (b.a. BPMC), yang dilakukan pada sore atau pagi hari.

Ulat daun hitam (Dasychira inclusa walker)

Ciri: Larva mempunyai dua jambul dekat kepala berwarna hitam yang

mengarah kearah samping kepala. Pada bagian badan terdapat empat jambul

yang merupakan keumpulan seta berwarna coklat kehitam-hitaman.

Disepanjang kedua sisi tubuh terdapat rambut berwarna ab-abu. Panjang

larva 50 mm.

Gejala: menyerang daun tua dan muda; tanaman yang terserang

tinggal tulang daun-daunnya dengan kerusakan 30%; pada siang hari larva

bersembunyi di balik daun.

9

Page 10: laporan dpt

Pengendalian:

a) Secara mekanis dengan membuang telur-telur yang biasanya diletakkan

pada daun;

b) Penyemprotan insektisida seperti: Nuvacron 20 SCW (b.a.

Monocrotofos) dan Matador 25 EC.

Lalat buah (Rhagoletis pomonella)

Ciri: larva tidak berkaki, setelah menetas dari telur (10 hari) dapat

segera memakan daging buah. Warna lalat hitam, kaki kekuningan dan

meletakkan telur pada buah. Gejala: bentuk buah menjadi jelek, terlihat

benjol-benjol.

Pengendalian:

a) Penyemprotan insektisida kontak seperti Lebacyd 550 EC;

b) Membuat perangkat lalat jantan dengan menggunakan Methyl eugenol

sebanyak 0,1 cc ditetesan pada kapas yang sudah ditetesi insektisida 2 cc.

Kapas tersebut dimasukkan ke botol plastik (bekas air mineral) yang

digantungkan ketinggian 2 meter. Karena aroma yang mirip bau-bau

yang dikeluarkan betina, maka jantan tertarik dan mengisap kapas.

2. Hama Pada Tanaman Cabai

- Thrips

Hama thrips (Thrips Sp.) sudah tidak asing lagi bagi para petani

cabai. Hama thrips tergolong sebagai pemangsa segala jenis tanaman, jadi

serangan bukan hanya pada tanaman cabai saja. Panjang tubuh sekitar + 1

mm, serangga ini tergolong sangat kecil namun masih bisa dilihat dengan

mata telanjang. Thrips biasanya menyerang bagian daun muda dan bunga .

Gejala serangan hama ini adalah adanya strip-strip pada daun dan berwarna

keperakan. Noda keperakan itu tidak lain akibat adanya luka dari cara

makan hama thrips. Kemudian noda tersebut akan berubah warna menjadi

coklat muda. Yang paling membahayakan dari thrips adalah selain sebagai

hama perusak juga sebagai carrier atau pembawa bibit penyakit (berupa

virus) pada tanaman cabai. Untuk itu, bila mengendalikan hama thrips, tidak

hanya memberantas dari serangan hama namun juga bisa mencegah

penyebaran penyakit akibat virus yang dibawanya.

10

Page 11: laporan dpt

Pengendalian secara kultur teknis maupun kimiawi. Kultur teknis

dengan pergiliran tanaman atau tidak menanam cabai secara bertahap

sepanjang musim. Selain itu dapat menggunakan perangkap kuning yang

dilapisi lem. Pengendalian kimia bisa dilakukan dengan penyemprotan

insektisida Winder 25 WP konsentrasi 0,25 - 0,5 gr /liter atau insektisida

cair Winder 100EC konsenstrasi 0.5 - 1 cc/L.

- Tungau (Mite)

Hama Mite selain menyerang jeruk dan apel juga menyerang

tanaman cabai. Tungau bersifat parasit yang merusak daun, batang maupun

buah sehingga dapat mengakibatkan perubahan warna dan bentuk. Pada

tanaman cabai. Tungau menghisap cairan daun sehingga warna daun

terutama pada bagian bawah menjadi berwarna kuning kemerahan, daun

akan menggulung ke bawah dan akibatnya pucuk mengering yang akhirnya

menyebabkan daun rontok. Tungau berukuran sangat kecil dengan panjang

badan sekitar 0,5 mm, berkulit lunak dengan kerangka chitin. Seperti halnya

thrips, hama ini juga berpotensi sebagai pembawa virus. Pengendalian

secara kimia dapat dilakukan dengan Penyemprotan menggunakan

Akarisida Samite 135 EC. Konsentrasi yang dianjurkan 0,25 -0,5 ml/L.

- Kutu (Myzuspersicae)

Aphids merupakan hama yang dapat merusak tanaman cabai.

Serangannya hampir sama dengan tungau namun akibat cairan dari daun

yang dihisapnya menyebabkan daun melengkung ke atas, keriting dan

belang-belang hingga akhirnya dapat menyebabkan kerontokan. Tidak

sepeti mite, kutu ini memiliki kemampuan berkembang biak dengan cepat

karena selain dapat memperbanyak dengan perkawinan biasa, hama ini juga

mampu bertelur tanpa pembuahan. Pengendalian hama aphids secara kimia

dapat dilakukan dengan menyemprot insektisida Winder 100EC konsentrasi

0,5 - 1,00 cc/L.

- Lalat Buah (Bactrocera dorsalis)

Kehadiran lalat buah ini, dapat menjadi hama perusak tanaman

cabai. Buah cabai yang menunggu panen bisa menjadi santapannya dalam

sekejap dengan cara menusukkan ovipositornya pada buah serta meletakkan

11

Page 12: laporan dpt

telur, menetas menjadi larva yang kemudian merusak buah cabai dari dalam.

Pengendalian kultur teknis dapat dilakukan dengan membuat perangkap dari

botol bekas air mineral yang di dalamnya diberi umpan berupa Atraktan

Lalat Buah (ATLABU) keluaran Balai Penelitian Obat dan Aromatik. Selain

itu dapat juga digunakan perangkap kuning seperti yang dilakukan pada

hama thrips. Karena umumnya serangga-serangga tersebut sangat menyukai

warna-warna mencolok.

- Ulat Grayak (Spodoptera litura)

Ulat ini saat memasuki stadia larva, termasuk hewan yang sangat

rakus. Hanya dalam waktu yang tidak lama, daun-daun cabai bisa rusak.

Ulat setelah dewasa berubah menjadi sejenis ngengat akan memakan daun-

daunan pada masa larva untuk menunjang perkembangan metamorfosisnya.

Pengendalian dapat dilakukan terhadap ngengat dewasa yang hendak

meletakkan telurnya pada tanaman inang dengan menyemprotkan

insektisida, atau dengan insektisida biologis Turex WP konsentrasi 1 - 2

gr/Lt.

3. Hama Pada Tanaman Brokoli

- Ulat Plutella (Plutella xylostella L.) Nama lain: ulat tritip, Diamond-black

moth, hileud keremeng, ama bodas, ama karancang (Sunda), omo kapes,

kupu klawu (Jawa). Ciri:

a) Siklus hidup 2-3 minggu tergantung temperatur udara;

b) Ngengat betina panjang 1,25 cm berwarna kelabu, mempunyai tiga buah

titik kuning pada sayap depan, meletakkan telur dibagian bawah

permukaan daun sebanyak 50 butir dalam waktu 24 jam,

c) Telurnya berbentuk oval, ukuran 0,6-0,3 mm, berwarna hijau

kekeningan, berkilau, lembek dan menetas ± 3 hari,

d) Larva Plutella berwarna hijau, panjang 8 mm, lebar 1 mm, mengalami 4

instar yang berlangsung selama 12 hari, ngengat kecil berwarna coklat

keabu-abuan,

e) Ngengat aktif dimalam hari, sedangkan siang hari bersembunyi dibawah

dibawah sisa-sisa tanaman, atau hinggap dibawah permukaan daun

bawah.

12

Page 13: laporan dpt

Gejala:

a) Biasanya menyerang pada musim kemarau;

b) Daun berlubang-lubang terdapat bercak-bercak putih seperti jendela yang

menerawang dan tinggal urat-urat daunnya saja;

c) Umumnya menyerang tanaman muda, tetapi kadang-kadang merusak

tanaman yang sedang membentuk bunga.

Pengendalian:

a) Secara tradisional dilakukan secara mekanis, yaitu mengumpulkan ulat-

ulat dan telurnya, kemudian dihancurkan.

b) Kultur teknik: pergiliran tanaman (rotasi) dengan tanaman yang bukan

famili Cruciferae, pola tumpang sari brocolli dengan tomat, bawang

daun, dan jagung, dengan tanaman perangkap (trap crop) seperti

Rape/Brassica campestris ssp. Oleifera metg.;

c) Hayati/biologi: menggunakan musuh alami, yaitu parasitoid (Cotesia

plutella kurdj, Diadegma semiclausum, Diadegma eucerophaga) ataupun

predatornya;

d) Sex pheromone :penemuan baru sex pheromone ini adalah "Ugratas

Ungu" dari Taiwan. Bentuk sex pheromone ini seperti benang nilon

berwarna ungu sepanjang ± 8 cm. Cara penggunaan : Ugratas ungu

dimasukkan botol bekas agua, kemudian dipasang dilahan perkebunan

pada posisi lebih tinggi dari tanaman. Daya tahan ugratas terpasang ±3

minggu, dan tiap hektar kebun memerlukan 5-10 buah perangkap;

kimiawi: menyemprotkan insektisida selektif berbahan aktif Baccilus

thuringiensis seperti Dipel WP, Bactospeine WP, Florbac FC atau

Thuricide HP pada konsentrasi 0,1-0,2%, Agrimec 18 FC, pada

konsentrasi 1-2 cc/liter.

3. Hama Pada Tanaman Tomat

- Ulat Tanah

Ulat tanah tanaman tomat adalah Agrotis ipsilon. Hama jenis ini

menyerang tanaman tomat di malam hari, sedangkan siang harinya

bersembunyi di dalam tanah atau di balik mulsa PHP. Ulat tanah menyerang

batang tanaman muda dengan cara memotongnya, sehingga sering

13

Page 14: laporan dpt

dinamakan ulat pemotong. Cara pengendaliannya dengan pemberian

insektisida berbahan aktif karbofuran sebanyak 1gram pada lubang tanam.

- Ulat Grayak

Ulat grayak tanaman tomat adalah Spodoptera litura. Ulat grayak

menyerang daun tanaman tomat bersama-sama dalam jumlah sangat banyak,

ulat ini biasanya menyerang di malam hari dengan cara memakan daun dan

buah tomat. Gejala pada daun berupa bercak-bercak putih berlubang,

sedangkan buahnya ditandai adanya lubang tidak beraturan di setiap

permukaan buah. Pengendalian kimiawi menggunakan insektisida berbahan

aktif sipermetrin, deltametrin, profenofos, klorpirifos, metomil,

kartophidroklorida, atau dimehipo

- Ulat Buah

Ulat buah tanaman tomat adalah Heliotis armigera. Bagian tubuh

hama ini diselimuti kutil. Ulat menyerang tanaman tomat dengan cara

mengebor buah sambil memakannya sehingga buah terserang berlubang.

Pengendalian kimiawi menggunakan insektisida berbahan aktif sipermetrin,

deltametrin, profenofos, klorpirifos, metomil, kartophidroklorida, atau

dimehipo.

- Kutu Daun

Kutu daun tanaman tomat adalah Myzus persiceae. Kutu mengisap

cairan tanaman tomat terutama daun muda, kotorannya berasa manis

sehingga menggundang semut. Serangan parah menyebabkan daun

mengalami klorosis (kuning), menggulung dan mengeriting, akhirnya

tanaman tomat menjadi kerdil. Pengendalian kimiawi menggunakan

insektisida berbahan aktif abamektin, tiametoksam, imidakloprid,

asetamiprid, klorfenapir, sipermetrin, atau lamdasihalotrin.

- Kutu Kebul

Kutu kebul tanaman tomat adalah Bemisia tabaci. Hama berwarna

putih, bersayap dan tubuhnya diselimuti serbuk putih seperti lilin. Kutu

kebul menyerang dan menghisap cairan sel daun tanaman tomat sehingga

sel-sel dan jaringan daun rusak. Pengendalian kimiawi menggunakan

14

Page 15: laporan dpt

insektisida berbahan aktif abamektin, tiametoksam, imidakloprid,

asetamiprid, klorfenapir, sipermetrin, atau lamdasihalotrin.

- Lalat Buah

Lalat buah tanaman tomat adalah Dacus dorsalis. Lalat betina

dewasa menyerang buah tomat dengan cara menyuntikkan telurnya ke

dalam buah tomat, kemudian telur berubah menjadi larva, telur-telur ini

akhirnya menggerogoti buah tomat sehingga buah tomat menjadi busuk.

Pengendalian lalat buah dapat menggunakan perangkap lalat

(sexpheromone), caranya : metil eugenol dimasukkan botol aqua yang

diikatkan pada bambu dengan posisi horisontal, atau dapat pula

menggunakan buah-buahan yang aromanya disukai lalat (misal nangka,

timun) kemudian dicampur insektisida berbahan aktif metomil. Selain itu,

dapat dilakukan penyemprotan menggunakan insektisida berbahan aktif

sipermetrin, deltametrin, profenofos, klorpirifos, metomil,

kartophidroklorida, atau dimehipo.

- Nematoda

Nematoda tanaman tomat adalah Meloidogyne incognita. Serangan

nematoda ditandai adanya bintil-bintil pada akar. Nematoda merupakan

cacing tanah berukuran sangat kecil, hama ini merupakan cacing parasit

penyerang bagian akar tanaman tomat. Bekas gigitan cacing akhirnya

menyebabkan serangan sekunder, seperti layu bakteri, layu fusarium, busuk

phytopthora atau cendawan lain penyerang akar. Pengendalian kimiawi

menggunakan insektisida berbahan aktif karbofuran sebanyak 1gram pada

lubang tanam.

2.5 Penyakit yang Mneyerang Komoditas yang Diamati

a) Penyakit Pada Tanaman Apel

- Penyakit embun tepung (Powdery Mildew)

Penyebab: Padosphaera leucotich Salm. Dengan stadia imperfeknya adalah

oidium Sp.

Gejala:

a) Pada daun atas tampak putih, tunas tidak normal, kerdil dan tidak

berbuah

15

Page 16: laporan dpt

b) Pada buah berwarna coklat, berkutil coklat.

Pengendalian:

a) Memotong tunas atau bagian yang sakit dan dibakar;

b) Dengan menyemprotka fungisida Nimrod 250 EC 2,5-5 cc/10 liter air

(500liter/Ha) atau Afugan 300 EC 0,5-1 cc/liter air (pencegahan) dan 1-

1,5 cc/liter air setelah perompesan sampai tunas berumur 4-5 minggu

dengan interval 5-7 hari.

- Penyakit bercak daun (Marssonina coronaria)

Gejala:

Pada daun umur 4-6 minggu setelah perompesan terlihat bercak

putih tidak teratur, berwarna coklat, permukaan atas timbul titik hitam,

dimulai dari daun tua, daun muda hingga seluruh bagian gugur.

Pengendalian:

a) Jarak tanam tidak terlalu rapat, bagian yang terserang dibuang dan

dibakar;

b) Disemprot fungisida Agrisan 60 WP 2 gram/liter air, dosis 1000-2000

gram/ha sejak 10 hari setelah rompes dengan interval 1 minggu sebanyak

10 aplikasi atau Delseme MX 200 2 gram/liter air, Henlate 0,5 gram/liter

air sejak umur 4 hari setelah rompes dengan interval 7 hari hingga 4

minggu.

- Jamur upas (Cortisium salmonicolor)

Pengendalian: Mengurangi kelembapan kebun, menghilangkan bagian

tanaman yang sakit.

- Penyakit kanker (Botryosphaeria Sp.)

Gejala: menyerang batang/cabang (busuk, warna coklat kehitaman,

terkadang mengeluarkan cairan), dan buah (becak kecil warna cokelat muda,

busuk, mengelembung, berair dan warna buah pucat.

Pengendalian:

a) Tidak memanen buah terlalu masak;

b) Mengurangi kelembapan kebun;

c) Membuang bagian yang sakit;

16

Page 17: laporan dpt

d) Pengerokkan batang yang sakit lalu diolesi fungisida Difolatan 4 F100

cc/10 liter air atau Copper sandoz;

e) Disemprot Benomyl 0,5 gram/liter air, Antracol 70 WP 2 gram/liter air.

- Busuk buah (Gloeosporium Sp.)

Gejala: bercak kecil cokelat dan bintik-bintik hitam berubah

menjadi orange.

Pengendalian: Tidak memetik buah terlalu masak dan pencelupan

dengan Benomyl 0,5 gram/liter air untuk mencegah penyakit pada

penyimpanan.

- Busuk akar (Armilliaria Melea)

Gejala: Menjerang tanaman apel pada daerah dingin basah, ditandai

dengan layu daun, gugur, dan kulit akar membusuk.

Pengendalian: Dengan eradifikasi, yaitu membongkar/mencabut

tanaman yang terserang beserta akar-akarnya, bekas lubang tidak ditanami

minimal 1 tahun.

b) Penyakit Pada Tanaman Cabai

- Antracnose

Penyakit Antracnose dikenal juga dengan istilah “pathek” adalah

penyakit yang hingga saat ini masih menjadi momok bagi petani cabai.

Buah yang menunggu panen dalam beberapa waktu berubah menjadi busuk

oleh penyakit ini. Gejala awal dari serangan penyakit ini adalah bercak yang

agak mengkilap, sedikit terbenam dan berair, buah akan berubah menjadi

coklat kehitaman dan membusuk. Ledakan penyakit ini sangat cepat pada

musim hujan. Penyebab penyakit ini adalah jamur carnifora capsici.

Pengendalian membersikan tanaman yang terserang agar tidak menyebar,

saat pemilihan benih harus kita lakukan secara selektif, menanam benih

cabai yang memiliki ketahanan terhadap penyakit pathek. Secara kimia,

disemprot dengan fungisida sistemik berbahan aktif triadianefon dicampur

dengan fungisida kontak berbahan aktif tembaga hidroksida seperti Kocide

54WDG, atau yang berbahan aktif Mankozeb seperti Victory 80WP.

17

Page 18: laporan dpt

- Layu Bakteri

Penyakit ini disebabkan oleh Pseudomonas solanacearum.

Gejalanya tanaman yang sehat tiba-tiba saja layu yang dalam waktu tidak

sampai 3 hari tanaman mati. Bakteri ini ditularkan melalui tanah, benih,

bibit, sisa tanaman, pengairan,nematoda atau alat-alat pertanian.

Pengendalian membuang tanaman yang terserang, tetap menjaga bedengan

tanaman selalu dalam kondisi kering, rotasi tanaman. Secara kimiawi,

semprot dengan larutan Kocide 77WP konsentrasi 5 - 10 gr/liter pada

lubang tanam sebanyak 200 ml/tanaman interval 10 - 14 hari dan dimulai

saat tanaman mulai berbunga.

- Virus Kuning (gemini virus)

Vektor virus kuning adalah whitefly atau kutu kebul (Bemisia

tabaci). Telur diletakkan di bawah daun, fase telur hanya 7 hari. Nimpa

bertungkai yang berfungsi untuk merangkak lama hidup 2-6 hari. Pupa

berbentuk oval, agak pipih berwarna hijau keputih-putihan sampai

kekuning-kuningan pupa terdapat dibawah permukaan daun, lama hidup 6

hari. Serangga dewasa berukuran kecil, berwarna putih dan mudah diamati

karena dibawah permukaan daun yang bertepung, lama hidup 20-38 hari.

Tanaman yang terserang penyakit virus kuning menimbulkan gejala daun

mengeriting dan ukuran lebih kecil. Pengendalian dilakukan dengan

menanam varietas yang agak tahan (contoh cabai keriting Bukittinggi),

menggunakan bibit yang sehat, melakukan rotasi /pergiliran tanaman,

pemanfaatan tanaman border seperti tagetes atau jagung, pemasangan

perangkap kuning sekaligus mengendalikan kutu kebul, serta eradikasi

tanaman sakit yaitu tanaman yang menunjukkan gejala dicabut dan dibakar.

c) Penyakit Pada Tanaman Brokoli

- Busuk hitam (Xanthomonas campestris Dows.)

Penyebab: bakteri, dan merupakan patogen tular benih (seed

borne), dan dapat dengan mudah menular ketanah atau ke tanaman sehat

lainnya.

18

Page 19: laporan dpt

Gejala:

a) Tanaman semai rebah (dumping off), karena infeksi awal terjadi pada

kotiledon, kemudian menjalar keseluruh tanaman secara sistematik;

b) Bercak coklat kehitam-hitaman pada daun, batang, tangkai, bunga

maupun massa bunga yang diserang;

c) Gejala khas daun kuning kecoklat-coklatan berbentuk huruf "V", lalu

mengering. Batang atau massa bunga yang terserang menjadi busuk

berwarna hitam atau coklat, sehingga kurang layak dipanen.

Pengendalian :

a) Memberikan perlakuan pada benih seperti telah dijelaskan pada poin

pembibitan sub poin penyiapan benih;

b) Pembersihan kebun dari tanaman inang alternatif;

c) Rotasi tanaman selama ± 3 tahun dengan tanaman tidak sefamili.

- Busuk lunak (Erwinia carotovora Holland.)

Penyebab: bakteri yang mengakibatkan busuk lunak pada tanaman

sewaktu masih di kebun hingga pasca panen dan dalam penyimpanan yang

diakibatkan dari: luka pada pangkal bunga yang hampir siap panen; luka

akar tanaman scara mekanis, serangga atau organisme lain; luka saat panen;

penanganan atau pengepakan yang kurang baik. Pengendalian prapanen:

a) Membersihkan sisa-sisa tanaman pada lahan yang akan ditanami;

b) Menghindari kerusakan tanaman oleh serangga pengerek atau sewaktu

pemeliharaan tanaman;

c) Menghindari bertanam kubis-kubisan pada musim hujan di daerah basis

penyakit busuk lunak.

Pengendalian pascapanen:

a) Menghindari luka mekanis atau gigitan serangga menjelang panen;

b) Menyimpan hasil panen dalam keadaan kering, atau kalau dicuci dengan

air bersih, harus dikeringkan terlebih dahulu sebelum disimpan;

c) Berhati-hati dalam membawa atau mengangkut hasil panen ketempat

penyimpanan untuk mencegah luka atau memar;

d) Menyimpan hasil ditempat sejuk dan mempunyai sirkulasi udara baik.

19

Page 20: laporan dpt

- Akar bengkak atau akar pekuk (Plasmodiophora brassicae Wor.)

Penyebab: cendawan Plasmodiophora brassicae.

Gejala:

a) Pada siang hari atau cuaca panas, tanaman tampak, tetapi pada malam

atau pagi hari daun tampak segar kembali;

b) Pertumbuhan terlambat, tanaman kerdil dan tidak mampu membentuk

bunga bahkan dapat mati;

c) Akar bengkak dan terjadi bercak-bercak hitam.

Pengendalian:

a) Memberi perlakuan pada benih seperti poin penyiapan benih;

b) Menyemai benih di tempat yang bebas wabah penyakit;

c) Melakukan sterilisasi media semai ataupun tanah kebun dengan

Besamid-G 40-60 gram/m2 untuk arel pembibitan atau 60 gram/m2untuk

kebun;

d) Melakukan pengapuran untuk menaikkan pH;

e) Mencabut tanaman yang terserang penyakit;

f) Pergiliran atau rotasi tanaman dengan jenis yang tidak sefamili

- Bercak hitam (Alternaria sp.)

Penyebab: cendawan Alternaria brassica dan Alternaria brassicicola. Gejala:

a) Bercak-bercak berwarna coklat muda atau tua bergaris konsentris pada

daun;

b) Menyerang akar, pangkal batang, batang maupun bagian lain.

Pengendalian:

a) Menanam benih yang sehat;

b) Perlakuan benih seperti pada poin penyiapan benih.

- Busuk lunak berair

Penyebab: cendawan Sclerotinia scelerotiorumi, menyerang batang dan

daun terutama pada luka-luka tanaman akibat kerusakan mekanis dan dapat

menyebar melalui biji dan spora. Gejala:

a) Pertumbuhan terhambat, membusuk lalu mati;

b) Bila menyerang batang, maka daun akan menguning, layu dan rontok.;

20

Page 21: laporan dpt

c) Bila menyerang daun, maka daun akan membusuk dan berlendir; terdapat

rumbai-rumbai cendawan yang berwarna putih dan lama-kelamaan

menjadi hitam

Pengendalian:

a) Gunakan biji sehat dan rotasi tanaman dengan tanaman yang tidak

sejenis;

b) Pemberantasan dengan insektisida.

- Semai roboh (dumping off)

Penyebab: cendawan Rhizitonia sp. dan Phytium sp. Gejala:

a) Bercak-bercak kebasahan pada pangkal batang atau hipokotil;

b) Pangkal batang busuk sehingga menyebabkan batang rebah dan mudah

putus;

c) Menyerang tanaman di semaian, tetapi dapat pula menyerang tanaman di

lahan.

Pengendalian: perlakuan benih sebelum ditanam, sterilisasi media semaian

dan rotasi tanaman dengan jenis selain kubis-kubisan.

- Penyakit Fisiologis

Penyimpangan yang tidak disebabkan oleh Organisme Pengganggu

Tanaman (OPT) disebut penyakit fisiologis. Kelebihan Nitrogen: warna

bunga kelabu dan berukuran kecil. Kekurangan Kalium: massa bunga tidak

kompak (kurang padat) dan ukurannya mengecil. Kelebihan Kalium:

tumbuh kerdil dan bunganya kecil. Bunga kecil-kecil seperti kancing atau

disebut "Botoning". Pengendalian: dengan pemupukan yang berimbang.

4.Penyakit Pada Tanaman Tomat

- Bercak kering Alternaria (Alternaria solani Sorauer)

Alternaria solani Sorauer. Sebaran geografi : Terdapat di Inggris,

India, Australia, dan Amerika Serikat. Di Indonesia dilaporkan terdapat di

Sumatera dan Jawa. Tanaman inang : Tanaman yang termasuk Solanaceae

antara lain kentang (Solanum tuberosum), terung (S. melongenas), ranti (S.

nigrum), kecubung (Datura stramonium). Gejala serangan : Gejala dapat

terjadi pada daun, batang, dan buah. Pada daun terdapat bercak-bercak kecil

bulat dan bersudut, berwarna coklat tua sampai hitam. Di sekitar bercak

21

Page 22: laporan dpt

nekrotik terdapat halo sempit. Pada serangan berat banyak terdapat bercak,

daun akan layu dan gugur sebelum waktunya. Gejala pada batang ditandai

dengan bercak gelap yang mempunyai lingkaran-lingkaran terpusat. Gejala

pada buah umumnya melalui batang atau calyx, terjadi bercak dengan

lingkaran-lingkaran terpusat. Buah yang terinfeksi akan gugur sebelum .

Penularan penyakit : Melalui sisa-sisa tanaman sakit, tanah dan benih.

Lokasi inokulum pada benih : Miselium dan konidia pada permukaan benih.

Miselium pada lapisan benih. Uji kesehatan benih : Metode Blotter.

Pengendalian penyakit benih : Di Hongaria dikendalikan dengan perlakuan

benih yaitu dengan perendaman selama 15 menit dalam ceresan 0,1 %.

- Layu Fusarium (Fusarium oxysporum)

Sebaran geografi : Terdapat di seluruh dunia. Di Indonesia

dilaporkan terdapat di Sumatera dan Jawa. Tanaman inang : terbatas pada

tomat. Gejala serangan : Bibit yang terserang menunjukkan gejala layu.

Tanaman dewasa yang terserang menunjukkan kelayuan yang diawali

dengan merunduknya petiole dan rachis daun. Daun yang terserang akhirnya

berubah menjadi kuning. Akar yang terinfeksi apabila dicabut dan dibelah

secara vertikal menunjukkan gejala diskolorasi pada pembuluh xylem.

Penularan penyakit : melalui benih dan tanah. Lokasi patogen pada benih :

Pada permukaan benih sering terkontaminasi inokulum patogen. Struktur

seperti klamidospora terdapat dalam hilum benih. Miselium terdapat dalam

lapisan luar benih, mikrokonidia yang dihasilkan terbawa dalam pembuluh

cairan. Uji kesehatan benih : Benih yang telah disterilisasi permukaannya

diletakkan pada media agar Littman : Dextrose 10 g, peptone 10 g, bacto

oxgall 15 g, agar 20 g, air destilasi 1 l. Kemudian diinkubasikan pada 20o C

selama 5 hari dengan pencahayaan ultra violet selama 12 jam. Pada benih

yang terinfeksi akan muncul koloni seperti kapas di sekitar benih.

Pengendalian penyakit benih : Perlakuan dengan benomil dilaporkan di

Taiwan dapat mengeradikasi inokulum. Di Maroko perlakuan benih dengan

2 % Na-hipoklorit dilaporkan dapat mengendalikan penyakit. Peranan

karantina : Penyakit layu Fusarium merupakan penyakit yang menimbulkan

22

Page 23: laporan dpt

banyak kerugian dan terdiri dari beberapa ras maka penyebaran penyakit

melalui lalu lintas benih perlu mendapat perhatian dari pihak karantina.

- Hawar daun (Phytophthora infestans)

Sebaran geografi : Terdapat di Amerika Utara, Amerika Tengah,

dan Eropa. Di Indonesia penyakit ini dilaporkan terdapat di Sumatera, Jawa,

Sulawesi Utara, Bali, dan Nusa Tenggara Timur.

Tanaman inang : Tomat, kentang, dan terung. Gejala serangan :

Bercak pada daun pada awalnya berupa bercak kebasahan kemudian meluas

secara cepat menjadi bercak hijau pucat sampai coklat. Pada kondisi lembab

pada permukaan bawah daun terdapat gejala busuk berwarna abu-abu

keputihan, kemudian berkembang menjadi bercak besar berwarna coklat.

Daun yang terinfeksi menjadi coklat, menggulung, dan mati. Batang dan

petiole juga dapat terserang, sehingga keseluruhan tanaman mati.

Buah yang terserang nampak bercak gelap seperti berminyak.

Bercak dapat membesar sehingga menutupi seluruh buah. Gejala busuk

lunak oleh bakteri biasanya mengikuti gejala hawar daun sehingga

menyebabkan timbulnya bau busuk.

Penularan penyakit : Melalui sisa sisa tanaman sakit dan benih.

Lokasi patogen pada benih : Inokulum terdapat pada permukaan benih,

lapisan luar benih (internal dan eksternal). Uji kesehatan benih : metode

Blotter. Pengendalian penyakit benih : Perlakuan desinfeksi permukaan

benih.

- Rebah kecambah, busuk pangkal batang (Rhizoctonia solani)

Sebaran geografi : Di Indonesia dilaporkan terjadi di Jawa dan

Sumatera. Tanaman inang : Penyakit ini mempunyai sebaran inang yang

luas antara lain tanaman yang termasuk famili Solanaceae. Gejala serangan :

Penyakit terjadi pada pembibitan dan tanaman muda yaitu terjadinya gejala

pembusukan dan rebah kecambah. Gejala awal terjadi pada pangkal batang

dekat permukaan tanah, yaitu adanya pembusukan dengan warna coklat

kemerahan. Pembusukan dimulai dari lapisan luar batang, kemudian

berkembang menjadi cekung, kanker berwarna coklat dan batang menjadi

23

Page 24: laporan dpt

terpilin. Dalam kondisi yang menguntungkan penyakit dapat berkembang ke

bagian atas maupun bawah tanaman.

Penularan penyakit : Inokulum primer berasal dari tanah dan sisa-

sisa tanaman sakit. Lokasi patogen pada benih : Sklerotia tercampur dalam

benih. Uji kesehatan benih : Metode Blotter untuk mengamati miselium.

Sklerotia yang tercampur dengan benih dapat dideteksi dengan pengamatan

secara visual. Pengendalian penyakit benih : Dilaporkan perlakuan benih

dengan Ceresan M dapat mengendalikan penyakit.

- Cucumber Mosaic Virus (CMV) : Cucumovirus)

Sebaran geografi : Terutama didaerah beriklim sedang. Di

Indonesia dilaporkan terdapat di Jawa. Tanaman inang : Lebih dari 49 famili

tanaman terdiri dari tanaman budidaya, tanaman hias, gulma, tanaman

tahunan, dan semak, antara lain : wortel, seledri, ketimun, melon, squash,

kacang-kacangan, selada, cabai, bayam, tanaman hias (anemone, candytuft,

viola, zinnia, columbine, dahlia, delphinium, geranium, petunia, phlox),

pisang, ixora, dan markisa.

Gejala serangan : Gejala bervariasi tergantung pada strain virus dan kultivar

tanaman. Pada tanaman tomat gejala diawali dengan menguning dan kerdil.

Daun menunjukkan gejala mottle mirip gejala tobacco mosaic virus (TMV).

Gejala karakteristik adalah bentuk daun seperti tali sepatu (shoestring-like),

yang dapat dikacaukan dengan gejala ToMV yaitu malformasi daun (fern-

leaf). Pada ketimun dan zucchini menunjukkan gejala mosaik sistemik dan

kerdil, buah ketimun mengalami distorsi. Pada kacang-kacangan terdapat

gejala mild mosaic (mosaik ringan), kerdil dan menguning. Pada bayam

terjadi gejala hawar dan mosaik pada seledri.

Penularan penyakit :secara mekanis Vektor : terdapat 60 spesies aphid.

Melalui benih : pada tomat dan ketimun hanya 1 %, Vigna sequipedalis dan

V. unquiculata 4 – 28 %, Phaseolus vulgaris 20 %, dan Stellaria media 40

%. Lokasi patogen pada benih : Virus CMV terdapat pada embrio. Uji

kesehatan benih : Tanaman indikator : Chenopodium quinoa dan C.

amaranticolor, menimbulkan gejala bercak lokal nekrotik. Vigna

24

Page 25: laporan dpt

unquiculata, bercak lokal berukuran kecil berwarna coklat. Tomat, gejala

daun berbentuk seperti tali sepatu.

- Virus Mosaik Tomat (Tomato Mosaic Virus)

Sebaran geografi : Terdapat di seluruh dunia. Di Indonesia penyakit

ini dilaporkan di Sumatera dan Jawa. Tanaman inang : Tanaman yang

termasuk famili Solanaceae, Amaranthaceae, Aizoaceae, dan

Scrophulariaceae. Beberapa spesies menunjukkan reaksi lokal gejala bercak

nekrotik yaitu Nicotiana tabacum var Xanthi n.c. dan N. sylvestris, N.

glutinosa juga dapat bereaksi lokal tetapi kurang sensitive.

Gejala serangan : Gejala yang timbul sangat dipengaruhi oleh suhu,

penyinaran, umur tanaman, kultivar/varietas tanaman, serta strain virus.

Secara umum dapat dikelompokan dalam tiga tipe gejala :

a) Gejala mosaik dan mottle pada daun (pada musim panas di rumah kaca).

Pada kondisi intensitas rendah dan suhu rendah terjadi gejala kerdil dan

malformasi daun (fern-leaf).

b) Gejala kuning nyata atau “aucuba” mosaik dan mottle pada daun yang

dapat mempengaruhi buah.

c) Gejala nekrotik pada batang, petiole, dan atau buah. Terjadinya nekrotik

dapat menimbulkan kematian tanaman. Pada buah terjadi bercak cekung

nekrotik. Pada cabai yang ditanam setelah tomat, terjadi nekrotik pada

daun, kerontokan/gugur daun, mosaik kronis, serta kekerdilan.

Penularan penyakit : Secara mekanis dan melalui benih. Virus ini

belum diketahui dapat ditularkan melalui vektor (serangga penular). Lokasi

patogen dalam benih : Virus terdapat dalam external mucilage, testa, dan

endosperm. Virus tidak ditularkan melaalui embrio. Virus dapat bertahan

dan bersifat infektif selama beberapa tahun. Virus bersifat sangat stabil dan

mudah ditularkan dari benih ke pembibitan pada saat pengelolaan tanaman

secara mekanis misalnya pada saat pemindahan bibit ke pertanaman. Uji

kesehatan benih :

a) Metode uji tanaman indikator : Inokulasi virus pada tanaman indikator N.

tabacum cv. Xanthi n. c. dapat menimbulkan hasil reaksi lokal bercak

nekrotik dalam 3 – 5 hari. Ukuran diameter bercak 0,5 mm kemudian

25

Page 26: laporan dpt

berkembang menjadi 4 mm. Inokulasi juga dapat dilakukan pada

potongan N. sylvestris yang diinkubasi dalam cawan petri di bawah

penyinaran lampu. Inokulum virus dapat diperoleh dengan cara

menggerus benih terinfeksi dalam larutan air atau buffer.

b) Uji serologi ; Dengan menggunakan antisera pada konsentrasi 1 : 16.000.

Pengendalian penyakit benih : • Benih tomat dapat dibebaskan dari

kontaminasi virus dengan cara merendam benih dalam larutan 10 %

(w/v), Na, PO, selama 20 menit.

Perlakuan benih dengan pemanasan (heat treatment) pada suhu 70o C

selama 2 – 4 hari atau selama 2 hari pada suhu 78o C dapat

mengeradikasi virus yang terbawa dalam endosperm.

Penanganan bibit secara hati-hati agar tidak bersentuhan satu sama lain.

Menghindari menanam tomat pada lahan yang sama untuk jangka

waktu minimum 7 bulan. Peranan karantina : Diketahui ada tipe strain

ToMV yang berdekatan dengan tipe strain TMV (Tobaca Mosaic Virus)

daripada Tobamo Virus.

26

Page 27: laporan dpt

BAB III

KONDISI UMUM WILAYAH

3.1 Lokasi Fieldtrip

Lokasi fieldtrip Dasar Perlindungan Tanaman kali ini bertempat di

desa junggo kecamatan Bumiaji kota Batu Jawa Timur. Desa Junggo

memiliki ketinggian 1300 s/d 1700m dari permukaan laut. Suhu rata-rata di

desa Junggo berkisar antara 18 s/d 24 C. Mata pencaharian penduduk

sehari-hari yaitu sebagai petani sayur-mayur dan petani apel juga sebagian

besar warganya sebagai buruh tani.

3.2 Sejarah Lahan

Lahan di desa Junggo Kecamatan Bumiaji Kota Batu dulunya

berupa hutan. Namun oleh warga lahan hutan itu dirubah menjadi lahan

pertanian oleh warga. Alasan warga mengubah lahan hutan menjadi lahan

pertanian adalah agar warga dapat mempunyai mata pencaharian dan

mampu mencukupi kebutuhan hidup mereka.

Setelah lahan dibabat, warga mengolah lahan tersebut kemudian

warga membuat lahan tersebut menjadi lahan tegalan. Lahan tersebut

kemudian dijadikan lahan budidaya oleh warga. Warga yang sebagian besar

bermata pencaharian sebagai petani menanami lahan tegalan itu dengan

tanaman utama apel, sayur-mayur, dan juga warga menanaminya dengan

cabe serta tomat. Dan ternayata lahan tegalan disana sangat produktif

sehingga petani disana asih tetap menekuni budidaya apel, sayur-mayur, dan

cabe serta tomat hingga saat ini.

27

Page 28: laporan dpt

3.3 Penggunaan Lahan

3.3.1 Jenis Penggunaan Lahan

Jenis lahan yang digunakan pada lahan lokasi pengamatan dasar

perlindungan tanaman merupakan tegalan. Lahan pertaniannya yang dulu

merupakan hutan kemudian dijadikan tegalan agar bisa ditanami tanaman

budidaya seperti cabai, apel, tomat, dan brokoli. Luas tegalan untuk

tanaman cabai adalah 11/4 hektar.

Tegalan adalah lahan kering yang ditanami dengan tanaman

musiman atau tahunan, seperti padi ladang, palawija, dan holtikultura.

Tegalan sangat tergantung pada turunnya air hujan. Tegalan biasanya

diusahakan pada  daerah yang belum  mengenal sistem irigasi atau daerah

yang tidak memungkinkan dibangun saluran irigasi. Kebutuhan air sangat

bergantung pada curah hujan. Peningkatan kesuburan tanah yang dilakukan

oleh para petani tegalan adalah dengan menggunakan pupuk hijau dan

pupuk kandang atau pupuk buatan. Permukaan tanah tegalan tidak selalu

datar. Pada musim kemarau keadaan tanahnya terlalu kering sehingga tidak

ditanami.

3.3.2 Sistem Tanam yang Ada di Lokasi Pengamatan

System pengolahan lahan pada lokasi pengamatan fieldtrip dasar

perlindungan tanaman masih menggunakan system manual, yaitu tidak

menggunakan alat-alat modern seperti mesin traktor dan lainnya, melainkan

petani mengolah lahan pertanian nya dengan menggunakan cangkul. Petani

tidak menggunakan mesin modern karena lahan tegalan hanya cocok diolah

dengan menggunakan alat tradisional seperti cangkul.

Pemberian pupuk juga masih di lakukan dengan penebaran pupuk

organic yaitu pupuk kandang yang diberikan ketika awal masa tanam.

Setelah tanaman mencapai masa subur, diberi pupuk anorganik NPK.

Penggunaan mulsa juga digunakan untuk semua komoditas

tanaman yang ditanam di lahan pertanian tersebut. Mulsa yang digunakan

28

Page 29: laporan dpt

adalah mulsa hitam perak. Mulsa hitam perak berguna untuk mencegah

pembusukan buah cabai yang dikarenakan percikan air hujan yang langsung

jatuh ke tanah yang kemudian terpantul ke buah cabai. Serta mulsa hitam

perak dapat menekan penguapan air dari dalam tanah, sehingga tidak terlalu

sering untuk melakukan penyiraman.

3.3.3 Jenis Komoditas yang Ada di Lokasi Fieldtrip

Jenis komoditas yang ada di lokasi fieldtrip adalah tanaman

sayuran dan buah-buahan. Tanaman sayurannnya adalah cabai, tomat dan

brokoli. Sedangkan tanaman buah-buahannya adalah apel jenis ana.

3.3.4 Potensi Pemanfaatan Musuh Alami Dalam Mengendalikan OPT

Menurut petani, beliau tidak menggunakan musuh alami dalam

pengendalian hama. Beliau hanya menggunakan pengendalian dengan

menggunakan pestisida.

29

Page 30: laporan dpt

BAB IV

METODOLOGI

4.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Fieldtrip mata kuliah Dasaar Perlindungan Tanaman dilaksanakan pada

Minggu, 18 Minggu 2014 pukul 07.30 – 11.00 yang bertempat di Desa Junggo,

Kota Batu, Kabupaten Mal ang.

4.2 Alat, Bahan, dan Fungsi

Alat

1. Plastik : Untuk wadah menyimpan hama

2. Kusioner : Untuk bahan dasar pertanyaan pada saat

wawancara

3. Buku panduan : Untuk panduan pengamatan

4. Buku catatan : Untuk mencatat hasil pengamatan

5. Alat tulis : Untukmencatat hasil pengamatan

6. Kamera : Untuk alat dokumentasi

Bahan

1. Vegetasi Tanaman Budidaya

a. Apel : Sebagai objek pengamatan

b. Cabai besar : Sebagai objek pengamatan

c. Brokoli : Sebagai objek pengamatan

d. Tomat : Sebagai objek pengamatan

4.3 Pengamatan ( Metode Pengamatan)

4.3.1Pengamatan Hama

30

Page 31: laporan dpt

31

Persiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan

Amati hama yang berada pada tanaman budidaya apel dan cabai sesuai dengan plot yang ditentukan dalam lokasi pengamatan di Desa Junggo, Kota

Batu, Kabupaten Malang

Tangkap ataupun ambil hama yang terdapat pada lokasi pengamatan

Simpan hama yang telah tertangkap ke dalam plastic yang telah dipersiapkan

Ikat plastik yang telah berisi hama

Kemudian hama yang tertangkap diidentifikasi agar dapat mengetahui jenis hama apa yang telah ditemukan dan didokumentasikan

Page 32: laporan dpt

4.3.2 Pengamatan Penyakit

32

Persiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan

Amati penyakit yang berada pada tanaman budidaya apel dan cabai sesuai dengan plot yang ditentukan dalam lokasi pengamatan di Desa

Junggo, Kota Batu, Kabupaten Malang

Tangkap ataupun ambil bagian tanaman yang terkena penyakit pada lokasi pengamatan

Simpan bagian tanaman yang terkena penyakit yang telah di ambil dimasukkan ke dalam plastic yang telah dipersiapkan

Ikat plastik yang telah berisi bagian tanaman yang terkena penyakit

Kemudian bagian tanaman yang terkena penyakit yang telah di ambil diidentifikasi agar dapat mengetahui jenis penyakit apa yang telah

ditemukan dan didokumentasikan

Page 33: laporan dpt

4.3.3 Pengamatan Musuh Alami

4.3.4 Pengamatan Pengolahan Tanah/Faktor Edafik

33

Persiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan

melakukan pengamatan melalui data yang diperoleh dari petani

catat hasil dalam form

mencari musuh alami yang ada di lahan

tangkap dan masukkan dalam plastik

basahi kapas menggunakan alkohol 70% dan berikan pada

serangga

identifikasi musuh alami

Page 34: laporan dpt

4.3.5 Pengamatan Penggunaan Pestisida

4.3.6 Pengamatan Penggunaan Vatietas Tahan

34

Siapkan Kuisioner yang telah disediakan

Lakukan wawancara kepada petani

Catat hasil wawancara

Siapkan Kuisioner yang telah disediakan

Lakukan wawancara kepada petani

Catat hasil wawancara

Siapkan Kuisioner yang telah disediakan

Lakukan wawancara kepada petani

Catat hasil wawancara

Page 35: laporan dpt

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

5.1.1 Hama yang Ditemukan

Hama yang ditemukan Ciri Gejala dan Tanda

1. Lalat Buah (Bactrocera dorsalis)

Mempunyai 2 pasang sayap

Mempunyai 2 pasang kaki

Ukuran tubuh sedang kecil

Warna coklat kekuningan

tipe mulut menjilat dan menghisap

(Pracaya, 2007)

buah yang terserang akan membusuk

bintik coklat pada buah

buah terasa lunak

2. Bekicot (Achatina fulica)

mempunyai tentakel bercangkang berlendir warna coklat memiliki sayap entena hidup di daerah lembab

daun berlubang batang mudah

patah tanaman layu terdapat lender ada sisa kotoran

5.1.2 Musuh Alami yang Ditemukan

Pada fieldtrip yang dilakukan kami tidak menemukan musuh alami

pada lokasi.

5.1.3 Klasifikasi Serangga Lain

35

Page 36: laporan dpt

A. Semut (Formica yessensis)

Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Pillum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Hymenoptera

Subordo : Apokrita

Superfamil : Vespoidea

Familia : Formicidae

Genus : Formica

Spesies : Formica yessensis

Tempat tinggal : di meja dapur, tempat sampah dan di tembok

Jumlah spesies : ± lebih dari 100 ekor

Deskripsi:

Semut telah menguasai hampir seluruh bagian tanah di Bumi. Semut

hidup di dalam tanah. Semut pada area inventarisasi, ditemukan muncul dari

lubang yang terdapat di lantai rumah. Semut dikenal dengan koloni dan

sarang-sarangnya yang teratur, yang terkadang terdiri dari ribuan semut per

koloni. Jenis semut dibagi menjadi semut pekerja, semut pejantan, dan ratu

semut. Satu koloni dapat menguasai dan memakai sebuah daerah luas untuk

mendukung kegiatan mereka. Koloni semut kadangkala disebut

superorganisme dikarenakan koloni-koloni mereka yang membentuk sebuah

kesatuan.Tubuh semut terdiri atas tiga bagian, yaitu kepala, mesosoma

(dada), dan metasoma (perut). Morfologi semut cukup jelas dibandingkan

dengan serangga lain yang juga memiliki antena, kelenjar metapleural, dan

bagian perut kedua yang berhubungan ke tangkai semut membentuk

pinggang sempit (pedunkel) di antara mesosoma (bagian rongga dada dan

daerah perut) dan metasoma (perut yang kurang abdominal segmen dalam

petiole).

Petiole yang dapat dibentuk oleh satu atau dua node (hanya yang

kedua,atau yang kedua dan ketiga abdominal segmen ini bisa

36

Page 37: laporan dpt

terwujud).Tubuh semut, seperti serangga lainnya, memiliki eksoskeleton

atau kerangka luar yang memberikan perlindungan dan juga sebagai tempat

menempelnya otot, berbeda dengan kerangka manusia dan hewan bertulang

belakang. Serangga tidak memiliki paru-paru, tetapi mereka memiliki

lubang-lubang pernapasan di bagian dada bernama spirakel untuk sirkulasi

udara dalam sistem respirasi mereka. Serangga juga tidak memiliki sistem

peredaran darah tertutup. Sebagai gantinya, mereka memiliki saluran

berbentuk panjang dan tipis di sepanjang bagian atas tubuhnya yang disebut

"aorta punggung" yang fungsinya mirip dengan jantung. sistem saraf semut

terdiri dari sebuah semacam otot saraf ventral yang berada di sepanjang

tubuhnya, dengan beberapa buah ganglion dan cabang yang berhubungan

dengan setiap bagian dalam tubuhnya.

B. Laba-laba (Araneus diadematus)

Kerajaan : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Arachnida

Ordo : Araneae

Genus : Araneus

Spesies : Araneus diadematus

Tempat tinggal : Labah-labah banyak ditemukan di area seperti langit-

langit, sudut-sudut ruang, dsb., sehingga di sekitar area

banyak terdapat sarang-sarangnya yang sangat

mengganggu dalam hal kebersihan.Jumlah spesiesnya

kurang lebih 13 ekor.

Deskripsi:

Laba-laba, atau disebut juga labah-labah, adalah sejenis hewan

berbuku-buku (arthropoda) dengan dua segmen tubuh, empat pasang kaki,

37

Page 38: laporan dpt

tak bersayap dan tak memiliki mulut pengunyah. Semua jenis laba-laba

digolongkan ke dalam ordo Araneae; dan bersama dengan kalajengking,

ketonggeng, tungau —semuanya berkaki delapan— dimasukkan ke dalam

kelas Arachnida. Bidang studi mengenai laba-laba disebut

arachnologi.Laba-laba merupakan hewan pemangsa (karnivora), bahkan

kadang-kadang kanibal. Mangsa utamanya adalah serangga. Hampir semua

jenis laba-laba, dengan perkecualian sekitar 150 spesies dari suku

Uloboridae dan Holarchaeidae, dan subordo Mesothelae, mampu

menginjeksikan bisa melalui sepasang taringnya kepada musuh atau

mangsanya. Meski demikian, dari puluhan ribu spesies yang ada, hanya

sekitar 200 spesies yang gigitannya dapat membahayakan manusia.Tidak

semua laba-laba membuat jaring untuk menangkap mangsa, akan tetapi

semuanya mampu menghasilkan benang sutera --yakni helaian serat protein

yang tipis namun kuat-- dari kelenjar (disebut spinneret) yang terletak di

bagian belakang tubuhnya. Serat sutera ini amat berguna untuk membantu

pergerakan laba-laba, berayun dari satu tempat ke tempat lain, menjerat

mangsa, membuat kantung telur, melindungi lubang sarang, dan lain-

lain.Klasifikasi Laba-laba terdiri dari beberapa kelas. Hingga sekarang,

sekitar 40.000 spesies laba-laba telah dipertelakan, dan digolong-golongkan

ke dalam 111 suku. Akan tetapi mengingat bahwa hewan ini begitu

beragam, banyak di antaranya yang bertubuh amat kecil, seringkali

tersembunyi di alam, dan bahkan banyak spesimen di museum yang belum

terdeskripsi dengan baik, diyakini bahwa kemungkinan ragam jenis laba-

laba seluruhnya dapat mencapai 200.000 spesies.

C. Nyamuk (Culex pipiens)

Nyamuk (Culex pipiens) adalah serangga tergolong dalam ordo

Diptera; genera Nyamuk mempunyai dua sayap bersisik, tubuh yang

langsing, dan enam kaki panjang; antar spesies berbeda-beda tetapi jarang

sekali melebihi 15 mm.

Klasifikasi nyamuk adalah sebagai berikut :

38

Page 39: laporan dpt

Kingdom :Hewan

Fillum :Arthropoda

Kelas : Serangga (Insecta)

Ordo : Diptera

Famili : Culicidae

Dalam bahasa Inggris, nyamuk dikenal sebagai “Mosquito”,

berasal dari sebuah kata dalam bahasa Spanyol atau bahasa Portugis yang

berarti lalat kecil. Penggunaan kata Mosquito bermula sejak tahun 1583. Di

Britania Raya nyamuk dikenal sebagai gnats.Di antara yang mempunyai

kebiasaan menghisap darah manusia. Dalam hal ini nyamukbetinalah yang

berperan menghisap darah dan nyamuk jantan bertugas menghisap nectar

untuk memenuhi kebutuhannya (Kardinan,2003:4). Pada nyamuk betina,

bagian mulutnya membentuk probosis panjang untuk menembus kulit

mamalia (atau dalam sebagai kasus burung atau juga reptilian dan amfibi

untuk menghisap darah). Nyamuk betina memerlukan protein untuk

pembentukan telur dan oleh karena diet nyamuk terdiri dari madu dan jus

buah, yang tidak mengandung protein, kebanyakan nyamuk betina perlu

menghisap darah untuk mendapat protein yang diperlukan. Nyamuk jantan

berbeda dengan nyamuk betina, dengan bagian mulut yang tidak sesuai

untuk menghisap darah. Larva nyamuk besar ini merupakan pemangsa

jentik-jentik nyamuk yang lain.Nyamuk melalui empat tahap yang jelas

dalam siklus hidupnya: telur, larva, pupa, dan dewasa. Tempo tiga peringkat

pertama bergantung kepada spesies dan suhu. Culex tarsalis bisa

menyelesaikan siklus hidupnya dalam tempo 14 hari pada 20°C dan hanya

sepuluh hari pada suhu 25°C. Sebagian spesies mempunyai siklus hidup

sependek empat hari atau hingga satu bulan.Kebanyakan kelompok nyamuk

modern tidak lagi bergantung kepada racun serangga berbahaya tetapi

menjurus kepada organism kusus yang memakan nyamuk, atau menjangkiti

mereka dengan penyakit yang membunuh mereka. Hal – hal seperti itu bisa

terjadi wlaupun di Kawasan Perlindungan, seperti “Forsyth refuge” dan

39

Page 40: laporan dpt

Scaview Marriott Golf Resort di mana sekawanan nyamuk utama

dilaksanakan dan dipantau menggunakan “killifish” dan belut muda.

Bagaimanapun, wabah penyakit bawaan nyamuk masih menyebabkan

penyemburan dengan bahan kimia yang kurang beracun dibandingkan yang

digunakan pada masa lalu.Capung dewasa dapat memburu dan memakan

nyamuk dewasa, terutama nyamuk harimau asia yang terbang pada waktu

siang. Penyemburan nyamuk bisa memperburuk keadaan dan meningkatkan

populasi nyamuk dalam tempo jangka masa panjang sekiranya

penyemburan itu melenyapkan capung dan pemangsa alami yang

lain.Sebagian nyamuk mampu menyebarkan penyakit protozoa seperti

malaria, penyakit filaria seperti kaki gajah, dan penyakit bawaan virus

seperti demam kuning, demam berdarah dengue, encephalitis, dan virus Nil

Barat. Virus Nil Barat disebarkan secara tidak sengaja ke Amerika Serikat

pada tahun 1999 dan pada tahun 2003 telah merebak ke seluruh Negara

bagian di Amerika Serikat.Berat nyamuk hanya 2 hingga 2,5 mg. Nyamuk

mampu terbang antara 1,5 hingga 2,5 km/jam.

5.1.4 Klasifikasi Penyakit

A. Layu Fusarium (Fusarium oxysporum Sulz.)

Layu Fusarium disebabkan oleh organisme cendawan bersifat tular

tanah. Biasanya penyakit ini muncul pada tanah-tanah yang ber pH rendah

(masam). Gejala serangan yang dapat diamati adalah terjadinya pemucatan

warna tulang-tulang daun di sebelah atas, kemudian diikuti dengan

merunduknya tangkai-tangkai daun; sehingga akibat lebih lanjut seluruh

tanaman layu dan mati. Gejala kelayuan tanaman seringkali sulit dibedakan

dengan serangan bakteri layu (P. solanacearum). Untuk membuktikan

penyebab layu tersebut dapat dilakukan dengan cara memotong pangkal

batang tanaman yang sakit, kemudian direndam dalam gelas berisi air

bening (jernih). Biarkan rendaman batang tadi sekitar 5-15 menit, kemudian

digoyang-goyangkan secara hati-hati. Bila dari pangkal batang keluar cairan

40

Page 41: laporan dpt

putih dan terlihat suatu cincin berwarna coklat dari berkas pembuluhnya, hal

itu menandakan adanya serangan Fusarium.

B. Upasia salmonicolor

Nama Umum : Jamur Upas

Spesies : Upasia salmonicolor

Ordo : Basidoimycetes

Family : Corticiae

Inang : Buah Durian

Morfologi

Jamur ini mempunyai sporangium bulat, dapat berkecambah secara

langsung dengan membentuk pembuluh kecambah, atau secara tidak

langsung dengan membentuk spora kembara (zoospora). Pythium dapat

bertahan lama di tanah. Pemencaran dalam kebun pada umumnya terjadi

bersama-sama dengan tanah atau bahan organik yang terangkut oleh air.

Gejala

Gejala serangan penyakit ini adalah terdapat benang-benang jamur

berwarna mengkilat seperti sarang labah-labah pada cabang.

Pengendalian

Pengendalian dapat dilakukan dengan dua cara yaitu kultur teknis

dan kultur mekanis. Kultur teknis yaitu dengan memagkas bagian tanaman

yang tidak produktif untuk mengurangi kelembaban. Kultur mekanis yaitu

dengan cara memotong bagian tanaman yang terserang lalu dimusnahkan.

41

Page 42: laporan dpt

5.2 Jenis Pengendalian yang Dilakukan oleh Petani

5.2.1 Pengolahan Tanah / Lahan

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan di perkebunan di

Dusun Junggo, Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Sistem

pengolahan tanah / faktor edafik lahan yang dilakukan dengan cara

mencangkul lahan dan membesihkannya secara manual. Pengolahan tanah /

lahan dilakukan secara manual disebabkan karena kondisi lahan yang tidak

memungkinkan untuk diolah menggunakan mesin, penggunaan mesin

pernah dicoba tetapi terhalang kendala terkait lahan yang tidak sesuai.

Sedangkan pemupukan yang dilakukan adalah dengan menggunakan pupuk

organik (pupuk kandang), tujuannya untuk menambah populasi cacing

sehingga kesuburan tanah pada lahan mengalami peningkatan. Akan tetapi

seperti apa yang dikatakan oleh petani, dari pengolahan tanah yang

dilakukan tetap tidak mempengaruhi tingkat populasi hama yang ada pada

lahan tersebut. Menurut pengamatan yang petani lakukan, menambahkan

bahwa tidak ditemukan kaitan antara pengolahan tanah yang dilakukan

dengan serangan hama yang ada.

5.2.2 Pemanfaatan Musuh Alami

Para petani di Dusun Junggo, Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji

Kota Batu, pada umumnya juga menggunakan pengendalian terhadap hama

dengan menggunakan musuh alami. Namun pengelolaannya belum

dilakukan secara maksimal, karena petani masih menganggap pengendalian

secara biologis hanya sebagai alternatif pengendalian. Oleh karena itu,

menurut penuturan petani yang berada di sana, musuh alami yang paling

sering terlihat adalah musuh alami golongan predator yaitu burung. Predator

ini ditemui pada saat masa tanam kubis. Burung ini merupakan predator dari

hama jenis ulat.

Burung tersebut berpotensi sebagai musuh alami karena memekan

sejumlah hama yang menjadi hama pada tanaman apel. Keberadaan burung

ini tentu saja akan mengurangi jumlah populasi hama ulat yang berada di

42

Page 43: laporan dpt

lahan. Namun hal tersebut kurang mendapat perhatian dari para petani,

sehingga perubahan populasinya tidak dapat diketahui secara pasti. Selain

itu, para petani juga menggunakan pestisida dalam kegiatan budidayanya,

sehingga terdapat kemungkinan beberapa musuh alami yang berada di lahan

ikut terkena pengaruh pestisida. Hal ini dapat mengurangi jumlah musuh

alami di lahan, sehingga dampak keberadaannya terhadap hama ulat tidak

terlihat karena jumlahnya yang sudah berkurang.

5.2.3 Penggunaan Pestisida

Pada kesempatan kali ini bapak Handoyo dan bapak Imam dalam

penjelasannya sedikit mengungkapkan perbedaan. Sudah dapat diketahui

bahwa sistem budidaya yang dilakukan pada lahan tegalan tersebut adalah

dengan penggunaan lahan secara polikultur (tumpangsari) yaitu dengan

komoditas apel, cabai, tomat dan brokoli, sedangkan untuk komoditas

utamanya yaitu apel. Dalam suatu penanaman jenis tanaman biasa terjadi

yang namanya OPT (Organisme Pengganggu Tanaman). Dalam pemantauan

terhadap populasi OPT yang ada, bapak Handoyo mengungkapkan bahwa

selalu dilakukan pengamatan setiap hari terhadap komoditas tanaman

dengan cara membalik daun dan melihat apakah terdapat semacam hama,

penyakit ,dan lain – lain.

Untuk pengendalian yang dilakukan terhadap poppulasi OPT bapak

Handoyo mengungkapkan bahwa cara yang dilakukan adalah dengan

pengendalian kimia yaitu pestisida. Disini bapak Handoyo lebih

menekankan pada komoditas cabai. Beliau mengatakan bahwa pestisida

yang digunakan yaitu jenis insektisida dengan merek Dakunil dan Prefikur.

Untuk tanaman cabai, beliau menjelaskan dosis yang digunakan yaitu untuk

semua area lahan (1 14

ha) ialah 150 liter air dan 200 gram dakunil yang

akan menghasilkan 2 drum. Setelah cairan pestida tersebut jadi, barulah

dilakukan penyemprotan. Petani disana menyebut alat tersebut yaitu drum

yang diberi alat bantu diesel. Penyemprotan pestisida ini dilakukan dengan

waktu yang berbeda tergantung dari musimnya. Ketika sedang musing

43

Page 44: laporan dpt

kemarau, penyemprotan dilakukan satu bulan sekali. Sedangkan untuk

musim hujan dilakukan penyemprotan sebanyak 1 minggu dua kali.

Penyemprotan pada saat musim hujan memang lebih di sering dilakukan

karen pada saat musim itulah terjadi resusgensi (peledakan hama dan

penyakit).

Ketika bapak Imam ditanya tentang penggunaan pestisida, beliau

mengatakan bahwa pestisida yang digunakan yaitu Fungisida. Ini berbeda

dengan yang diungkapkan oleh bapak Handoyo. Akan tetapi, pada intinya

jenis dari pestisida tersebut memang sama – sama digunakan, yang

membedakan yaitu tujuan dari pemberian pestisida tersebut. Apabila

menggunakan insektisida, ini berarti petani disana ingin membasmi

serangga. Sedangkan untuk penggunaan fungisida dilakukan dengan tujuan

untuk memberantas atau mencegah fungi (jamur) atau cendawan.

5.2.4 Pengunaan Varietas Tahan

Dalam penggunaaan varietas tahan ini yang digunakan bukanlah

pada tanaman cabai. Melainkan dari tanaman apel anna yang memang

ditanam oleh petani. Apel anna merupakn apel yang masuk kedalam

keanekaragaman morfologi varietas pada Malus sylvestris L. Hal ini juga

didukung dengan jurnal penelitian yang berjudul Biosistematika Varietas

Pada Apel (Malus sylvestris L.) Di Kota Batu Berdasarkan Morfologi oleh

Andrianto (2012) yang mengemukakan terdapat keanekaragaman morfologi

varietas pada Malus sylvestris L., yaitu apel varietas Manalagi, apel varietas

Anna, apel varietas Wanglin, dan apel varietas Rome beauty atau apel

Malang.

Sementara itu, terdapat penelitian yang ditulis Coart (2013) dalam

jurnal berjudul Genetic variation in the endangered wild apple (Malus

sylvestris (L.) Mill.) in Belgium as revealed by amplified fragment length

polymorphism and microsatellite markers, yang mengatakan “model-based

clustering method classified the apples into three major gene pools: wild

44

Page 45: laporan dpt

Malus sylvestris genotypes, edible cultivars and ornamental cultivars.”

artinya metode pengelompokan model berbasis diklasifikasikan apel

menjadi tiga kolam gen utama: genotipe Malus sylvestris liar, kultivar dapat

dimakan dan kultivar hias. Melihat dari penelitian tersebut apel anna bisa

tergolong kedalam ketahanan vertikal. Ini disebabkan suatu bentuk

ketahanan tanaman yang dikendalikan hanya satu gen utama saja yang

nantinya akan dibagi lagi menjadi kelompok – kelompok yaitu Malus

sylvestris genotypes, Edible cultivars dan Ornamental cultivars.

5.3 Pembahasan

5.3.1 Pemabahasan Mengenai Jenis OPT yang Ditemukan Beserta

Hubungannya dengan Pengendalian yang Dilakukan dan

Dibandingkan Dengan literature

Dari hasil pengamatan dan survey yang dilakukan hama yang

ditemukan adalah Lalat Buah (Bractocera dorsalis), Bekicot (Achatina

fulica), Thrips sp., dan Tikus. Namun yang dapat kita temukan di lapang

hanya Lalat Buah dan Bekicot.

Lalat buah merupakan hama yang sangat merugikan di bidang

hortikultura, karena sering membuat produk hortikultura seperti mangga,

cabai, jambu biji, belimbing, nangka, jeruk dan buah-buahan lainnya

menjadi busuk dan berbelatung (Kardinan,2011). Lalat buah juga

menyebabkan buah pada tanaman menjadi salah bentuk dan gugur sebelum

waktunya atau buah memperlihatkan warna kehitaman dan mengeras

(Bateman, 1972; Setiadi, 1987; Pracaya, 1983). Hal ini sesuai dengan

kondisi lapang, dimana banyak cabai yang gugur dan buah busuk dan

bergelantung.

Bekicot merupakan hama yang termasuk filum Molusca dan

termasuk dalam kelas Grastopoda. Hama bekicot (Achatina fulica) merusak

tanaman pada stadia imago atau hewan dewasa. Hama tersebut dapat daun

menghabiskan daun hingga yang tersisa tulang daun beserta jalur-jalur kecil

mesofilnya sehingga daun menjadi kering kecokelatan. Bila ini dibiarkan,

45

Page 46: laporan dpt

produksi buah bisa berkurang. Bagian tumbuhan yang diserang bekicot

berbeda-beda mulai dari bagian kulit batang, daun, bunga, buah, tumbuhan

muda, sisa tumbuhan yang telah kering sampai bagian keseluruhan dari

tumbuhan tersebut (Saraul,2011). Pada survey yang dilakukan di lapang

tanda yang ditimbulkan akibat dari adanya bekicot tidak terlalu menonjol.

Pengendalian yang dilakukan oleh petani di daerah Junggo adalah

dengan pengaplikasian insektisida secara rutin. Pada musim kemarau petani

mengaplikasikan insektisida sekitar 1x selama dua minggu, sedangkan pada

musim hujan seperti sekarang ini pestisida diaplikasikan 2x dalam satu

minggu. Menurut bapak Handoyo, salah satu penyewa lahan yang disana

menjelaskan bahwa beliau hanya mengaplikasikan pestisida kimia saja.

Pestisida yang beliau sering gunakan adalah jenis insektisida Dakunil dan

Prefikur. Pestisida yang digunakan adalah bentuk tepung. Untuk satu pack

insektisida bisa digunakan untuk dua kali. Untuk satu kali penyemprotan

bapak Handoyo menggunakan 200gram insektisida dan dicampur dengan

150liter (satu drum) air bersih. Untuk seluruh luas lahan yang beliau punya,

beliau menggunakan campuran sebanyak 2 drum air. Beliau tidak pernah

mengaplikasikan pestisida alami dan pengendalian yang lainnya.

Namun menurut bapak Imam Gozali pemilik dari lahan tersebut

pengendalian akan hama dilakukan dengan banyak cara. Mulai dari

pengendalian biologis (musuh alami), hayati, mekanis, dan kimia.

Pengendalian secara biologis yaitu dengan menggunakan musuh alami dari

hama yaitu burung. Burung itu datang dengan sendirinya tanpa ada campur

tangan dari pengolah lahan. Selanjutnya pengolahan lahan dengan hayati

yaitu dengan penggunaan varietas tahan. Pengolahan dengan mekanis yaitu

dengan cara memetik dan memotong bagian tanaman yang sudah

menunjukkan tanda terserang hama dan penyakit. Pengolahan mekanis

ditujukan agar apabila ada tanaman yang terserang penyakit tidak menular

kepada tanaman lain. Sedangkan pengendalian secara kimia dilakukan

dengan insektisida dengan intensitas yang lumayan sering. Pengaplikasian

disesuaikan dengan kondisi cuaca.

46

Page 47: laporan dpt

Penggunaan pestisida yang berlebih dapat menyebabkan hama

menjadi resisten terhadap insektisida, terjadinya resurgensi, munculnya

hama sekunder, residu insektisida dalam buah yang membahayakan bagi

konsumen, dan terjadinya pencemaran bagi lingkungan (Annie,2007).

5.3.2 Pembahasan Serangan OPT dikaitkan dengan Konsep Ambang

Ekonomi dan Ambang Kerusakan

Dari pengamatan yang kita lakukan di lapang, ambang ekonomi

dalam penanggulangan OPT dirasa tinggi karena petani setempat berusaha

menanggulangi OPT secara langsung dan efektif sehingga memerlukan

biaya yang banyak untuk menangani serangan OPT. Penanganan yang

dilakukan adalah apabila pada saat perawatan terlihat ada hama, petani

langsung menyemprotnya dengan insektisida. Petani melakukan

penanganan seperti ini karena beliau mengharapkan hasil panennya jauh

dari kerusakan yang disebabkan oleh serangan OPT. Sehingga dari

penanganan yang telah dilakukan, dapat dirasa memiliki ambang

kerusakan dalam tingkat yang rendah. Hal ini didukung oleh kondisi

tanaman cabai yang memang tumbuh dengan baik dan hanya sedikit yang

rusak akibat terserang OPT.

Menurut Sudrajat (2008), kepadatan populasi hama dan tingkat

kerusakan daun oleh lalat buah mempunyai hubungan yang erat dengan

kehilangan hasil cabai merah. Pada tanaman cabai yang diinfestasi lalat

buah saat fase pertumbuhan awal, hubungan antara kepadatan populasi

dengan kehilangan hasil cabai merah sebesar 73,85% dan koefisien

kerusakan sebesar 0,8724 g/ekor. Sedangkan untuk tanaman cabai merah

yang diinfestasi lalat buah saat fase pembungaan awal keefektifan menduga

sebesar 62,18% dan koefisien kerusakan sebesar 0,7170 g/ekor. Hasil ini

berbanding terbalik dengan apa yang telah kita amati di lahan cabai Junggo,

di lahan tersebut memang terdapat serangan hama lalat buah tetapi tidak

menyebabkan kerusakan yang besar seperti yang telah dipaparkan di atas.

Hal ini disebabkan karena petani selalu memberikan insektisida jika terlihat

adanya serangan lalat buah setiap kali melakukan perawatan., sehingga

47

Page 48: laporan dpt

dapat dinilai ambang kerusakan pada cabai lahan Junggo rendah dan

ambang ekonomi semakin meningkat karena biaya yang dikeluarkan untuk

penggunaan insektisida meningkat terkait terlalu intensifnya petani

menggunakan insektisida dalam penanganan hama lalat buah.

5.3.3 Keunggulan Pengendalian yang Diterapkan Petani

Dari hasil praktikum yang kami peroleh bahwa petani

menggunakan sistem tumpangsari untuk sistem penanaman tanaman cabai

dan apel agar meningkatan hasil produksinya dan menghindari menghindari

kegagalan panen pada satu komoditi. Kondisi lahan diamati secara rutin

setiap hari dengan cara dilihat bagian belakang daun terutama pada

komoditas cabai. Gejalanya berupa bercak putih pada bagian belakang

daun komoditas cabai. Untuk penggendalian hama petani menggunakan

pestisida daconil dan previkur. Para petani di daerah Junggo memberikan

insektisida dalam 1 minggu 2x penyemprotan. Petani juga memberikan

pupuk organik dan anorganik berupa pupuk urea, pupuk kandang, pupuk

NPK, dan. Pupuk kandang , pupuk urea dan SP36 diberikan pada saat awal

penanaman sedangkan pupuk NPK di masa perawatan. Jarak tanamnya

umumnya 25cm x 25 cm. Untuk menurunkan pertumbuhan gulma dan

kesuburan tanah para petani juga menggunakan mulsa plastik hitam perak.

Menurut Southern 1996, bahwa pengendalian hama dapat dilakukan

dengan pemantauan hama, pemantauan lahan secara periodik atau rutin ini

sangat penting dilakukan karena kondisi agroekosistem yang bersifat

dinamis. Perubahan-perubahan penting yang perlu diamati misalnya pada

populasi hama dan musuh alaminya. Informasi yang menjadi dasar dalam

pengambilan keputusan pengendalian hama. Dinamika ini dapat diikuti

antara lain dengan:

1. Pengamatan populasi hama dilakukan secara rutin setiap 5−7 hari

bersamaan dengan mengontrol pertanaman tembakau.

2. Tindakan penyemprotan dengan insektisida dilakukan apabila tercapai

ambang kendali jika populasi lebih dari 10% tanaman yang belum

48

Page 49: laporan dpt

dipangkas dijumpai koloni kutu daun tembakau (1 koloni berisi sekitar

50 ekor) atau jika telah dipangkas berjumlah lebih dari 20% tanaman .

3. Penyemprotan insektisida dilakukan apabila tercapai ambang kendali

lebih dari 10% tanaman sebelum berbunga terdapat ulat dengan berbagai

ukuran .Musuh alami sangat penting dalam mengendalikan populasi

hama di pertanaman. Peranannya dapat dipertahankan dan bahkan

ditingkatkan melalui pelestarian. Upaya yang dapat dilakukan antara lain

melalui:

4. Penggunaan pestisida yang selektif dan penggunaan insektisida ramah

lingkungan (insektisida nabati, insektisida berbahan aktif jamur, bakteri,

dan virus).

5. Pengendalian hama berupa ulat dan kelompok telur misalnya telur ulat

grayak dapat dilakukan secara mekanis. Ulat dan kelompok telur diambil

dan dimusnahkan. Setelah pasca penen pada komunitas cabai yang telah

menurun produktivitasnya dilakukan pencabutan tanaman lalu dibakar

atau digunakan sebagai kayu bakar. Pada apel dilakuakan rampes

(menghilangka daun pada tanaman apel) guna pertumbuhannya dapat

serempak dan menghasilkan produkitivitas secara kualitas yang sama.

5.3.4 Analisis Keadaan Pertanian Yang Ada Di Lokasi Pengamatan

Pada awalnya lahan yang digunakan untuk tegalan berupa hutan

kemudian dijadikan menjadi lahan tegalan dengan masyarakat. Luas lahan

yang ada seluas 1 ¼ ha. Petani menggunakan sistem penanaman

tumpangsari dengan komoditas cabai, apel, tomat,dan brokoli. Namun dari

hasil wawancara yang dilakukan di lahan yang kita amati hanya berada pada

lokasi tumpangsari antara cabai dan apel .Tidak terdapat banyak hama yang

menyerang komuditi apel dan cabai karena pada beberapa waktu sebelum

melakukan pengamatan sudah dilakuakan penyemprotan insektisida.

Penyemprotan insektisida dilakukan 2x dalam seminggu pada musim hujan.

Sedangkan pada musim kemarau satu bulan sekali. Petani dalam

49

Page 50: laporan dpt

pengolahan lahannya cukup sederhana yaitu menggunakan cangkul

dikarenakan jika menggunakan mesin kondisi lahan yang berupa tegalan

tidak cocok dan membutuhkan biaya oprasional yang mahal.

5.3.5 Potensi Pemanfaatan Musuh Alami dalam Pengedalian OPT

Secara alami di dalam agroekosistem berlangsung suatu

mekanisme alami yang sering dikenal sebagai umpan balik negatif. Musuh

alami berperan menjaga populasi hama pada taraf keseimbangan. Sifat

musuh alami ini adalah bergantung kerapatan, artinya bahwa populasinya

dipengaruhi oleh populasi hama sebagai inang atau mangsanya. Secara

umum, musuh alami dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu predator,

parasitoid, dan patogen. Ketiganya memiliki kekhasan tersendiri antara

lain dari sisi kelompok organisme dan cara menyerang. Beberapa musuh

alami telah dikenal dan dimanfaatkan untuk pengendalian hama-hama

penting tanaman. Namun dari hasil wawancara yanng kami lakukan tidak

tedapat musuh alami untuk mengendalikan hama yang ada karena terjadi

penggunaan insektisida yang berlebihan sehinnga bukan hanya hama yang

mati namun juga dapat membunuh musuh alami yang ada di lahan.

5.3.6 Rekomendasi Terhadap Kegiatan Budidaya yang Ada di Lokasi

Fieldtrip

Para petani dapat menggunkan varietas tahan untuk tanaman apel

guna mengurangi penggunaan insektisida sehingga musuh alami yang ada

tetap dapat berkembang biak. Sebab, penanaman varietas tahan memiliki

beberapa kelebihan antara lain bersifat praktis dalam penerapannya,

bersifat selektif pada hama, mudah dipadukan dengan komponen

pengendalian lain, dan dampak negatif terhadap lingkungannya bersifat

terbatas.

Penggunaan insektisida yang tidak rasional dapat berdampak buruk.

Dampak tersebut antara lain terjadi pada hama sasarannya sendiri, seperti

resistensi atau kekebalan pada hama, ledakan hama kedua, dan kematian

musuh alami.maka dari itu petani juga dapat mengurangi penggunaan

50

Page 51: laporan dpt

insektisida yang berlebihan. Dengan pemakaian pestisida secara tepat, baik

dosis, waktu, maupun cara aplikasinya. Tindakan lain untuk menekan

terjadinya resistensi adalah melakukan rotasi bahan aktif pestisida. Artinya

bahwa aplikasi pestisida menggunakan berbagai macam bahan aktif yang

berasal dari beberapa golongan misalnya organofosfat, karbamat, piretroid,

nikotinoid, dan golongan lain. Setiap penggunaan pestisida harus membaca

labelnya agar diperoleh hasil yang efektif, efisien, dan aman. Selain

berdampak terhadap hama, pestisida juga dapat menimbulkan keracunan

pada manusia, maka gunakan pengaman (masker) saat melakukan

penyemprotan.

51

Page 52: laporan dpt

BAB V

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengamatan dalam praktikum lapang, diketahui bahwa

petani di desa Junggo menggunakan pola tanam polikultur atau tumpang

sari. Tanaman cabai, apel, tomat dan brokoli yang menjadi komoditas

pilihan petani. Pada komoditas yang ada di lapang terdapat bermacam-

macam OPT. Hama yang berhasil ditemukan adalah lalat buah dan bekicot,

tetapi menurut petani biasanya juga terdapat hama trips yang sayangnya

tidak berhasil ditemukan. Dan musuh alami yang berhasil didapat adalah

semut, namun biasanya juga terdapat burung tetapi tidak berhasil

ditemukan. Sedangkan penyakit yang berhasil ditemukan adalah layu

bakteri, layu fusarium dan bercak daun.

Hama dan penyakit tidak lepas menyerang pada lahan pertanian.

Untuk menanggulangi serangan hama dan penyakit, petani di daerah

Bumiaji mengendalikan hama dengan menggunakan pestisida serta

mengandalkan musuh alami dari alam yang berupa burung dan

mengendalikan penyakit dengan cara mekanis yaitu dengan memotong

tanaman yang terserang penyakit. Terkait hal itu penggunaan varietas tahan

juga berpengaruh terhadap pengendalian OPT, tetapi berbeda halnya dengan

pengolahan tanah dengan cara mencangkul dan pemberian pupuk alami

yang dilakukan oleh petani tidak berpengaruh terhadap populasi OPT.

Serangan OPT di desa Junggo tidak terlalu parah, hal tersebut dapat

dibuktikan dengan keadaan tanaman yang sebagian besar dalam kondisi

baik dan sehat. Jumlah serangan OPT dapat diatasi karena petani disana

cepat dalam menanggapi serangan sehingga tidak melewati ambang

ekonomi dan ambang kerusakan.

52

Page 53: laporan dpt

6.2 Saran

Adapun saran yang dapat diajukan, yaitu sebaiknya petani-petani di

desa Junggo kecamatan Bumiaji bisa meminimalisir penggunaan kimia

dalam pengolahan tanah, pembudidayaan, maupun perawatan tanaman.

Penggunaan kimia dapat lebih diminimalisir kembali dengan penggunaan

bahan alami. Karena penggunaan bahan alami tidak mengakibatkan

keseimbangan ekosistem alam dan tekstur tanah terganggu.

53

Page 54: laporan dpt

DAFTAR PUSTAKA

Adrianto, Hebert;dkk. 2012. BIOSISTEMATIKA VARIETAS PADA APEL (Malus

sylvestris L.) DI KOTA BATU BERDASARKAN MORFOLOGI. Surabaya:

Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Fakultas Airlangga. hal

1-9

Agus Supriana, 2012. Kajian dan Konsep dasar Pengendalian Hama Terpadu

(PHT). http://agussupriana.blogspot.com/2012/04/kajian-dan-konsep-dasar-

pengendalian.html. Diakses tgl 21 Mei 2014.

Bateman, M.A. 1972. The ecology of fruit flies. Ann. Rev. Entomol. 17:439–579.

Bogor Modul Penuntun Praktikum, 2005. Ilmu Hama Tanaman. Fakultas

Pertanian. Universitas Brawijaya.

Bottrel, D.G. 1979. Integrated Pest Management. Council of Environ. Quality.

Washington D.C.

Canene-Adams K., Clinton, S. K., King, J. L., Lindshield, B. L., Wharton C.,

Jeffery, E. & Erdman, J. W. Jr. 2004. The growth of the Dunning R-3327-H

transplantable prostate adenocarcinoma in rats fed diets containing tomato,

broccoli, lycopene, or receiving finasteride treatment. FASEB J. 18: A886

(591.4).

COART, ELS,etc. 2003. Molecular Ecology . Genetic variation in the

endangered wild apple (Malus sylvestris (L.) Mill.) in Belgium as revealed

by amplified fragment length polymorphism and microsatellite markers.

Netherlands: Department of Plant Genetics and Breeding, Agricultural

Research Centre, Caritasstraat 21, 9090 Melle Belgium. hal 845 – 857

Fuhramn B, Elis A, Aviram M: Hypocholesterolemic effect of lycopene and b-

carotene is related to suppression of cholesterol synthesis and augmentation

of LDL receptor activity in macrophage. Biochem Biophys Res Commun

233:658–662, 1997.

Giovannucci, E. 1999. Tomatoes, tomato-based products, lycopene, and cancer:

review of the epidemiologic literature. J. Natl. Cancer Inst. 91:317–331.

54

Page 55: laporan dpt

Irish, H.C. 1898. Revision of the genus Capsicum. Ninth Annales Repertorium

Missouri Botanical Garden: 53-110.

Kardinan, A. 2007. Tanaman Aromatik, Pengendali lalat Buah.

http://www.dispertanjawatengah.go.id. Diakses 21 Mei 2014.

Kenmore, P.E. 1987. IPM Means the Best Mix. Rice IPM Newsletter. VII (7).

IRRI. Manila. Philippines.

Linnaeus, C. 1753. Species Plantarum. Vol. 1, ed. 1. London: The Ray Society.

Modul Penuntun Praktikum, 2005. Ilmu Hama Tanaman. Fakultas Pertanian.

Universitas Brawijaya

Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta: Penebar Swadaya.

Smith, R.F and J.L. Apple. 1978. Principles of Integrated Pest Control. IRRI

Mimeograph.

Soejitno, J. ean Edi S. 1993. Arah dan strategi penelitian ambang ekonomi hama

tanaman pangan. Seminar Hama Tanaman, 4-7 Maret 1993 di Sukarami.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Balai penelitian

Tanaman Pangan Sukarami.

Southern, S. 1996. Insect management. In Flue-Cured Tobacco Information.

Agricultural Extension Service, North Carolina State University.

Stern, V.M., R.F. Smith, R. van den Bosch, and K.S. Hagen. 1959. The integrated

control concept. Hilgardia. 29: 81-101.

Stern, V.M., R.F. Smith, R. van den Bosch, and K.S. Hagen. 1959. The integrated

control concept. Hilgardia. 29: 81-101.

Sudrajat. 2008. Hubungan antara Kepadatan Populasi Lalat Buah dan Tingkat

Kerusakan Daun dengan Kehilangan Hasil Cabai Merah. Volume 19,

Nomor 3, Tahun 2008. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas

Pertanian, Universitas Padjajaran. Bandung

Zadok, J, C, R.D Schein. 1979. Epidemilogy and Plant Disease Management. 

Oxford University Press, 417p

55

Page 56: laporan dpt

56