LAPORAN KINERJA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI TAHUN 2017 BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2018
LAPORAN KINERJA
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI
TAHUN 2017
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
TAHUN 2018
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri i
Laporan Kinerja Tahun 2017 Ikhtisar Eksekutif
KATA PENGANTAR
Penyusunan Laporan Kinerja Tahun 2017 merupakan pelaksanaan amanah Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, yang selanjutnya dipertegas melalui Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah. Setiap Kementerian/Lembaga harus menyusun Laporan Kinerja (LK), sebagai perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawaban keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan melalui sistem pertanggungjawaban secara periodik.
Penyusunan Laporan Kinerja Tahun 2017 bertujuan untuk mengetahui pencapaian target
pada unit kerja di lingkungan BPPI yaitu keberhasilan capaian yang terukur setiap tahunnya, berdasarkan Rencana Kinerja yang disusun tahun 2017 disamping peran strategisnya dalam mewujudkan industri yang berdaya saing tinggi berbasis riset. Berpedoman kepada mekanisme yang berlaku, penyusunan Laporan Kinerja BPPI tahun 2017, mengacu kepada Renstra dan Indikator Kinerja Utama (IKU) Kementerian Perindustrian.
Laporan Kinerja merupakan suatu perwujudan transparansi dan akuntabilitas kinerja BPPI
karena laporan ini memuat rencana kerja (performance plan) berdasarkan rencana strategis yang telah dirumuskan, capaian kinerja (result performance) dan kendala yang dihadapi selama tahun 2017. Beberapa kendala yang menyebabkan kegagalan dalam pencapaian output kinerja tidak dapat ditangani oleh internal BPPI karena merupakan kewenangan pihak lain. Laporan ini juga dapat digunakan sebagai tolok ukur sinkronisasi antara rencana kerja dan hasil yang dicapai.
Demikian Laporan Akuntabilitas Kinerja ini dibuat agar dapat menjadi informasi dan
sebagai bahan evaluasi bagi Unit/Satuan Kerja di lingkungan BPPI dan Unit Kerja yang terkait. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu saran yang membangun sangat kami harapkan. Kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini kami ucapkan terima kasih.
Jakarta, Februari 2018
Kepala BPPI ,
Ngakan Timur Antara
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri ii
Laporan Kinerja Tahun 2017 Ikhtisar Eksekutif
IKHTISAR EKSEKUTIF
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri merupakan salah satu unit kerja di
lingkungan Kementerian Perindustrian di bidang penelitian dan pengembangan industri yang
mengemban tugas menyelenggarakan penelitian dan pengembangan di bidang perindustrian.
BPPI mendapat tanggung jawab untuk mengkoordinasi program peningkatan daya saing dan
produktivitas industri. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI), sesuai dengan tugas
pokok dan fungsinya memiliki peran dalam perumusan kebijakan pengembangan industri
strategis untuk mewujudkan industri yang berdaya saing tinggi berbasis inovasi teknologi.
Selama Tahun 2015, BPPI telah menjalankan program dan kegiatan sesuai dengan tugas
dan fungsi yang diamanahkan dalam rangka untuk mendukung pembangunan industri nasional.
Berikut kinerja BPPI selama tahun 2017.
Sasaran Strategis BPPI Tahun 2017 terdiri dari:
1. Meningkatnya peran fasilitas fiskal dalam investasi sektor industri, dengan indikator kinerja
yaitu kontribusi investasi yang memanfaatkan fasilitas fiskal, target 5,6% dengan realisasi
sebesar 4,21% atau capaian sebesar 75,18%;
2. Meningkatnya peran fasilitas fiskal dalam peningkatan ekspor produk industri, dengan capaian
indikator kinerja yaitu Meningkatnya jumlah industri berorientasi ekspor, target 60% dengan
realisasi sebesar 66,67% atau capaian sebesar 111,11%;
3. Meningkatnya penguasaan pangsa pasar dalam negeri, dengan capaian indikator kinerja yaitu
Penurunan Impor Produk Industri yang SNI, ST dan/atau PTC diberlakukan Secara Wajib,
target 5% dengan realisasi sebesar 3,50% atau capaian sebesar 70,00%, (data periode Januari –
Oktober 2017);
4. Meningkatnya penguasaan teknologi industri, dengan capaian indikator kinerja sebagai
berikut:
a. Produk industri yang dikuasai teknologinya, target 5% dengan realisasi 29,61% atau
capaian sebesar 592,20%;
b. Tingkat kesiapterapan teknologi (TRL) yang dikuasai, target 60% dengan realisasi sebesar
38,90% atau capaian sebesar 64,83%;
5. Meningkatnya industri yang menerapkan industri hijau, dengan indikator kinerja sebagai
berikut :
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri iii
Laporan Kinerja Tahun 2017 Ikhtisar Eksekutif
a. Industri Manufaktur yang memenuhi standar industri hijau, target 0,5% dengan realisasi
sebanyak 1,25% atau capaian sebesar 250,00%;
b. Penetapan Standar Industri Hijau, target 16% dengan capaian sebanyak 27,78% dan atau
capaian sebesar 173,62%;
6. Meningkatnya Layanan Jasa Teknis kepada Industri, dengan indikator kinerja Tingkat
Kepuasan Pelanggan, target 3,5 skala indeks dengan capaian 3,5 skala indeks atau capain
sebesar 100,00%;
7. Meningkatnya penerapan reformasi birokrasi, dengan indikator kinerja tingkat maturitas
Satker di lingkungan BPPI mencapai level 3, target 80%, dengan capaian sebanyak 100% atau
capaian sebesar 125,00%.
Realisasi anggaran Tahun 2017 untuk mendukung Program Pengembangan Teknologi
dan Kebijakan Industri adalah Rp 524.266.259.453,- dari Pagu Rp 579.264.032.000,- atau sebesar
90.51%, dengan uraian kegiatan sebagai berikut:
1. Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Iklim Usaha Industri Pagu sebesar Rp
5.272.924.000,- telah direalisasikan sebesar Rp 4.956.093.920,-atau sebesar 93,99%;
2. Perencanaan Kebijakan Standardisasi Industri pagu anggaran sebesar Rp 7.437.165.000,- telah
direalisasikan sebesar Rp 7.199.363.599,- atau sebesar 96,80%;
3. Penelitian dan Pengembangan Industri Hijau dan Lingkungan Hidup Pagu sebesar Rp
5.702.626.000,- telah direalisasikan sebesar Rp. 5.286.861.115,- atau 92,71%;
4. Penyusunan Rencana dan Evaluasi Program Pengembangan Teknologi dan Kebijakan Industri
pagu anggaran yang ditetapkan sebesar Rp 36.921.237.000,-telah direalisasikan sebesar Rp
32.480.881.363,- atau 87,97%;
5. Penelitian dan Pengembangan Teknologi Industri dan Kekayaan Intelektual memiliki Pagu
sebesar Rp 18.078.441.000,- telah direalisasikan sebesar Rp 15.650.968.346,- atau 86,57%;
6. Penelitian dan Pengembangan Teknologi yang dilaksanakan 11 Balai Besar mempunyai
Anggaran Pagu DIPA tahun 2017 sebesar Rp 330.574.071.000,- dengan realisasi sebesar Rp
301.726.280.476,- atau sebesar 91,27 %;
7. Riset dan Standardisasi Bidang Industri yang dilaksanakan oleh 11 Baristand Industri Anggaran
Pagu Dipa sebesar Rp 158.829.461.000,- dan telah direalisasikan sebesar Rp 144.685.410.956,-
atau 91,09%;
8. Sertifikasi Industri Anggaran Pagu Dipa sebesar Rp 16.448.107.000,- dan telah direalisasikan
sebesar Rp 12.280.399.678,- atau 74,66%.
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri iv
Laporan Kinerja Tahun 2017 Daftar Isi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................................................... i
IKHTISAR EKSEKUTIF ...................................................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
A. Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi ........................................................................................... 1
B. Peran Strategis Organisasi ......................................................................................................... 2
C. Struktur Organisasi ..................................................................................................................... 3
BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA ..................................................................... 6
A. Rencana Strategis BPPI .............................................................................................................. 6
B. Rencana Kinerja BPPI Tahun 2017 ............................................................................................. 13
C. Rencana Anggaran .................................................................................................................... 14
D. Dokumen Perjanjian Kinerja ..................................................................................................... 14
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA ................................................................................................ 16
A. Analisis Capaian Kinerja ............................................................................................................ 16
B. Akuntabilitas Keuangan ............................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB IV PENUTUP .......................................................................................................................... 60
LAMPIRAN Pengukuran Kinerja BPPI TA. 2017
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
1
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab I Pendahuluan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi
Dengan diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) No. 29 Tahun 2015 tentang
Kementerian Perindustrian, Badan Pengkajian Kebijakan Iklim dan Mutu Industri (BPKIMI)
mengalami perubahahan nomenklatur menjadi Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
(BPPI). Berdasarkan perubahan nomenklatur ini, tugas dan fungsi BPPI lebih dititikberatkan
kepada kegiatan penelitian dan pengembangan (Litbang).
Berdasarkan Perpres tersebut, BPPI mengemban tugas menyelenggarakan penelitian dan
pengembangan di bidang perindustrian. Dalam melaksanakan tugas, BPPI menyelenggarakan
fungsi sebagai berikut:
1. Penyusunan kebijakan teknis, rencana, dan program penelitian, pengkajian, dan
pengembangan di bidang teknologi industri, jasa industri, standardisasi industri, konservasi,
diversifikasi energi, industri hijau, iklim usaha dan kebijakan makro industri jangka
menengah dan jangka panjang, serta promosi dan perlindungan hak kekayaan intelektual di
bidang industri;
2. Pelaksanaan penelitian, pengkajian, dan pengembangan di bidang teknologi industri, jasa
industri, standardisasi industri, konservasi, diversifikasi energi, industri hijau, iklim usaha
dan kebijakan makro industri jangka menengah dan jangka panjang, serta promosi dan
perlindungan hak kekayaan intelektual di bidang industri;
3. Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan penelitian, pengkajian, dan
pengembangan di bidang teknologi industri, jasa industri, standardisasi industri, konservasi,
diversifikasi energi, industri hijau, iklim usaha dan kebijakan makro industri jangka
menengah dan jangka panjang, serta promosi dan perlindungan hak kekayaan intelektual di
bidang industri;
4. Pelaksanaan administrasi Badan Penelitian dan Pengembangan Industri; dan
5. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh menteri.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi tersebut, BPPI didukung 5 (lima) unit kerja
setingkat Eselon II di pusat dan 23 (dua puluh tiga) Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang tersebar di
beberapa daerah.
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
2
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab I Pendahuluan
1.2. Peran Strategis Organisasi
Kementerian Perindustrian merupakan lembaga yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang perindustrian. Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya,
Kemenperin telah menetapkan visi dan misi sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri
Perindustrian Nomor 85.1/M.IND/PER/12/2016 tentang Rencana Strategis Kementerian
Perindustrian Tahun 2015-2019 Perubahan.
Visi pembangunan industri tahun 2015–2019 adalah “Mewujudkan Indonesia Menjadi
Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber
Daya Alam”. Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, diperlukan tindakan nyata yang tertuang
dalam 4 (empat) misi sesuai dengan tugas dan fungsi Kementerian Perindustrian sebagai
berikut:
1. Pemerataan pembangunan industri melalui pengembangan perwilayahan industri ke luar
pulau Jwa guna memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional;
2. Peningkatan populasi industri untuk memperkuat dan memperdalam struktur industri
nasional;
3. Peningkatan daya saing dan produktivitas industri untuk mewujudkan industri nasional yang
mandiri, berdaya saing, maju, dan berwawasan lingkungan.
Untuk mewujudkan visi tersebut, diperlukan upaya-upaya yang dijabarkan ke dalam
peta strategi 2015–2019 yang mengakomodir perspektif pemangku kepentingan berupa
pencapaian strategis yaitu:
1) Meningkatnya peran industri dalam perekonomian nasional;
2) Meningkatnya penguasaan pasar dalam dan luar negeri;
3) Meningkatnya penyebaran dan pemerataan industri;
4) Meningkatnya peran industri kecil dan menengah (IKM) dalam perekonomian nasional;
5) Meningkatnya pengembangan inovasi dan penguasaan teknologi industri;
6) Meningkatnya penyerapan tenaga kerja di sektor industri;
7) Menguatnya struktur industri.
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019 dan
Renstra Kementerian Perindustrian 2015-2019, arah kebijakan pembangunan industri nasional
yang menjadi program prioritas Kemenperin adalah : 1) Meningkatnya populasi dan persebaran
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
3
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab I Pendahuluan
industri dan 2) Meningkatnya daya saing dan produktivitas industri. Untuk mendorong program
prioritas tersebut, BPPI mendapat tanggung jawab untuk mengkoordinasi program
peningkatan daya saing dan produktivitas industri. Badan Penelitian dan Pengembangan
Industri (BPPI), sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya memiliki peran dalam perumusan
kebijakan pengembangan industri strategis untuk mewujudkan industri yang berdaya saing
tinggi berbasis inovasi teknologi.
Di samping memiliki peran strategis tersebut, BPPI juga diharapkan dapat menyediakan
fasilitas jasa bagi pengembangan industri khususnya industri kecil dan menengah (IKM), baik
melalui riset, rancang bangun dan perekayasaan di bidang industri, standardisasi dan sertifikasi,
pengujian, kalibrasi serta pelatihan teknis.
Untuk mewujudkan peran litbang dalam rangka mendukung pengembangan industri
nasional khususnya mendukung pengembangan industri prioritas sebagaimana tertuang dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pengembangan Industri
Nasional Tahun 2015-2035, Balai Besar dan Balai Riset dan Standardisasi Industri terus
diperkuat sehingga dapat menghasilkan litbang yang implementatif.
Pengembangan Teknologi dan Kebijakan Industri yang menjadi program BPPI bertujuan
untuk meningkatkan daya saing industri melalui perumusan kebijakan strategis, pelaksanaan
penelitian dan pengembangan industri dan meningkatkan kemampuan industri dalam
menciptakan, mengembangkan, menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam uji
komersialisasi hasil penelitian dan pengembangan, rancangan produk baru, proses produksi,
energi terbarukan, lingkungan hidup, dan tenaga kerja serta sarana dan prasarana industri
sebagai faktor pendukung berhasilnya pembangunan industri.
1.3. Struktur Organisasi
Berdasarkan Permenperin Nomor 107 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Perindustrian, untuk mendukung tugas dalam menyelenggarakan penelitian dan
pengembangan di bidang perindustrian, BPPI didukung oleh Sekretariat Badan dan 4 (empat)
unit kerja pusat dengan tugas masing-masing sebagai berikut:
1) Sekretariat Badan, mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis dan administratif
kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan Industri;
2) Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Industri dan Kekayaan Intelektual
mempunyai tugas melaksanakan penelitian, pengkajian, dan pengembangan teknologi
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
4
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab I Pendahuluan
industri, jasa industri, serta promosi dan perlindungan kekayaan intelektual di bidang
industri;
3) Pusat Penelitian dan Pengembangan Industri Hijau dan Lingkungan Hidup mempunyai
tugas melaksanakan penyusunan kebijakan teknis, rencana, dan program penelitian,
pengkajian, dan pengembangan di bidang industri hijau, lingkungan hidup, manajemen
energi dan air;
4) Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Iklim Usaha Industri mempunyai tugas
melaksanakan perumusan kebijakan teknis, rencana, program, pelaksanaan penelitian,
pengkajian, pengembangan, fasilitasi, pemantauan dan pelaporan di bidang kebijakan iklim
usaha dan kebijakan makro industri jangka menengah dan jangka panjang;
5) Pusat Standardisasi Industri mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan teknis,
rencana, program, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan penelitian,
pengkajian, pengembangan standardisasi industri.
Selain unit kerja pusat, BPPI juga didukung oleh 23 (dua puluh tiga) Unit Pelayanan
Teknis (UPT) di berbagai daerah yang terdiri dari 11 unit (sebelas) Balai Besar, 11 (sebelas) Balai
Riset dan Standardisasi Industri (Baristand Industri) dan Balai Sertifikasi Industri yang tersebar
di 15 provinsi di Indonesia. Satker tersebut mempunyai peranan yang penting sebagai
pelaksana tugas teknis operasional dan/atau tugas teknis penunjang di lingkungan Kementerian
Perindustrian.
Dalam mendukung tugas dan fungsi BPPI, unit kerja pusat dan UPT daerah saling
berkolaborasi. Unit kerja pusat berperan sebagai perumus kebijakan dan regulasi secara makro,
sedangkan UPT daerah berperan sebagai unit yang melaksanakan kebijakan secara teknis
operasional dan memberikan layanan teknis kepada dunia industri.
Kegiatan yang dilaksanakan oleh 11 (sebelas) Balai Besar dan 11 (sebelas) Baristand
Industri tersebut adalah kegiatan litbang yang bersifat litbang terapan, rancang bangun dan
perekayasaan di bidang industri, standardisasi dan sertifikasi, pengujian, kalibrasi serta
pelatihan teknis. Masing-masing Balai Besar dan Baristand Industri memiliki kompetensi inti
seperti terlihat pada Tabel dibawah ini:
Tabel 1.1. Kompetensi Inti Balai Besar Industri
Balai Besar
Kompetensi Inti
1. Tekstil (BBT), Bandung Desain Struktur dan Permukaan Tekstil
2. Bahan dan Barang Teknik (B4T), Bandung
Quality Assurance untuk teknologi pengelasan bawah air, instrumentasi virtual & material teknik/maju berbasis polimer
3. Logam dan Mesin (BBLM), Desain Proses dan Produk engineering (fokus: peralatan energi
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
5
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab I Pendahuluan
Balai Besar
Kompetensi Inti
Bandung dan tooling)
4. Keramik (BBK), Bandung Material Engineering for Electric & Structural Ceramic
5. Pulp dan Kertas (BBPK), Bandung
Bioengineering untuk pulp dan kertas
6. Industri Agro (BBIA), Bogor Komponen aktif bahan alami komoditas agro
7. Kimia dan Kemasan (BBKK), Jakarta
Fine Chemical & Degradable Packaging Design
8. Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI), Semarang
Teknologi terapan untuk pengendalian buangan industri
9. Kulit, Karet dan Plastik (BBKKP), Yogyakarta
Desain bahan dan konstruksi sepatu
10. Kerajinan dan Batik (BBKB), Yogyakarta
Desain dan bahan baku baru untuk produk-produk kerajinan dan batik
11. Industri Hasil Perkebunan (BBIHP), Makassar
Proses produksi dan teknologi terapan untuk pengolahan kakao
Tabel 1.2 Fokus Balai Riset dan Standardisasi Industri Baristand Industri Fokus
1. Aceh Rempah dan Minyak Atsiri
2. Medan Mesin dan Peralatan Pabrik
3. Padang Makanan Tradisional
4. Palembang Karet Komponen Teknis
5. Lampung Tepung Industri Agro
6. Surabaya Mesin Listrik & Peralatan Listrik
7. Banjarbaru Teknologi pengolahan kayu, rotan, dan bambu
8. Samarinda Hasil Perikanan dan Perkebunan
9. Pontianak Bahan baku kosmetik alami dan pangan semi basah
10. Manado Teknologi Pengolahan Palma
11. Ambon Teknologi Pengolahan Hasil Laut
Gambar berikut menjelaskan struktur organisasi BPPI secara lengkap:
11 (sebelas) Baristand
Industri Balai Setifikasi Industri
PUSAT
STANDARDISASI INDUSTRI
PUSAT
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU DAN LINGKUNGAN HIDUP
SEKRETARIAT
BADAN
11 (sebelas) Balai Besar
PUSAT
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
TEKNOLOGI INDUSTRI DAN HAK KEKAYAAN
INTELEKTUAL
PUSAT
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN
IKLIM USAHA INDUSTRI
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
6
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab I Pendahuluan
Gambar 1.1. Struktur Organisasi BPPI
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
6
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab II Perencanaan dan Perjanjian Kinerja
BAB II
PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA
2.1 Rencana Strategis BPPI
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-
2019 disebutkan bahwa salah satu misi pemerintah adalah mewujudkan bangsa yang
berdaya saing. Misi ini dapat dicapai melalui pembangunan sumber daya manusia,
penguasaan iptek melalui penelitian, pengembangan dan penerapan di industri untuk
menghasilkan produk berdaya saing. Oleh karena itu, arah pembangunan nasional Tahun
2015 –2019 adalah membangun keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis pada
sumber daya alam, SDM yang berkualitas dan kemampuan iptek.
Terkait dengan daya saing, peringat indeks daya saing global Indonesia periode
2017-2018 menurut Global Competitiveness Index (GCI) yang dibuat oleh World Economic
Forum (WEF), naik peringkat ke urutan ke-36 dari semula urutan ke-41 pada periode 2016-
2017. Sedangkan menurut World Competitiveness Yearbook yang dikembangkan oleh
Management Development (IMD) 2017, peringkat daya saing Indonesia naik enam peringkat
dari peringkat 48 menjadi peringkat 42. Pada level Asia Tenggara, peringkat Indonesia
masih berada di bawah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Singapura menempati
peringkat tiga atau naik satu peringkat, Malaysia turun lima peringkat ke posisi 24, Thailand
naik satu peringkat ke posisi 27, sedangkan Filipina naik satu peringkat ke posisi 41.
Untuk mencoba mengantisipasi berbagai tantangan global tersebut arah kebijakan
Rencana Strategis (Renstra) BPPI mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN),
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian, RPJMN
Tahun 2015 – 2019, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2015
tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun 2015-2035.
Pada Renstra BPPI 2015-2019 tertuang Visi BPPI yaitu ”Menjadi lembaga penyedia
rumusan kebijakan yang visioner dan pelayanan teknis teknologis terkini yang mampu
menjadi katalis peningkatan produktivitas dan daya saing sektor industri di tingkat
nasional maupun global”
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
7
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab II Perencanaan dan Perjanjian Kinerja
Dalam rangka mewujudkan visi tersebut di atas, BPPI pada lima tahun ke depan
(2015-2019) mengemban misi sebagai berikut:
1. Mengembangkan kebijakan dan iklim usaha industri yang kondusif;
2. Meningkatkan peran standardisasi sebagai referensi pasar;
3. Mendorong pengembangan teknologi industri yang maju dan berdaya saing termasuk
di dalamnya perlindungan HKI;
4. Mendorong pengembangan industri yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan
(industri hijau);
5. Meningkatkan penguasaan teknologi dan penggunaan SDA lokal melalui kegiatan
litbang dan pelayanan jasa teknis.
Dalam mewujudkan tujuan tersebut, diperlukan upaya-upaya sistematis yang dijabarkan
ke dalam Indikator Kinerja Utama (IKU) dengan sasaran-sasaran strategis yang
mengakomodasi Perspektif Pemangku kepentingan, Perspektif Proses Internal, dan Perspektif
Pembelajaran Organisasi. Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Sasaran Strategis untuk
periode Tahun 2015 – 2019 adalah sebagai berikut:
1. Perspektif Pemangku Kepentingan
Sasaran Strategis 1: Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri, dengan
indikator kinerja sasaran strategis yaitu:
1) Penguasaan teknologi industri;
2) Tingkat kesiapterapan teknologi (TRL) yang dikuasai;
3) Penurunan impor produk industri yang SNI, ST dan/atau PTC diberlakukan secara wajib;
2. Perspektif Proses Internal
Sasaran Strategis 1: Tersedianya kebijakan pembangunan industri yang efektif, dengan
indikator kinerja sasaran strategis yaitu:
1) Penetapan Standar Industri Hijau;
2) Industri Manufaktur yang memenuhi standar industri hijau;
Sasaran Strategis 2: Terselenggaranya urusan pemerintahan di bidang perindustrian
yang berdaya saing dan berkelanjutan, dengan indikator kinerja sasaran strategis yaitu:
1) Kontribusi investasi yang memanfaatkan fasilitas fiskal;
2) Industri berorientasi ekspor;
3) Indeks kepuasan pelanggan;
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
8
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab II Perencanaan dan Perjanjian Kinerja
3. Perspektif Pembelajaran Organisasi
Sasaran Strategis 1: Terwujudnya birokrasi yang efektif, efisien dan berorientasi pada
pelayanan prima, dengan indikator kinerja sasaran strategis yaitu:
1) Tingkat kematangan SPIP Satker mencapai level 3.
Pada Tahun 2017 telah dilaksanakan reviu Renstra BPPI. Reviu Renstra BPPI ini dilaksanakan
untuk mengakomodir perubahan-perubahan yang terdapat pada Renstra Kementerian
Perindustrian 2015-2019 Perubahan yang ditetapkan pada akhir Tahun 2016. Sehingga Sasaran
Strategis tersebut di atas merupakan hasil cascading dari Renstra Kementerian Perindustrian
2015-2019 Perubahan.
2.1.1 Arah Kebijakan dan Strategi BPPI
Arah kebijakan dan strategi BPPI dalam mendukung visi dan misi pembangunan industri
adalah:
1. Peningkatan kemampuan penguasaan teknologi maju;
2. Peningkatan fasilitasi penerapan teknologi dan perlindungan Hak dan Kekayaan Intelektual
(HKI);
3. Peningkatan kualitas hasil litbang industri;
4. Pengembangan kebijakan regulasi teknis dan kemampuan pelayanan teknis Standar
Nasional Indonesia (SNI) lingkup industri;
5. Pengembangan kebijakan menuju iklim usaha kondusif dan Kebijakan Industri Nasional
(KIN) yang efektif;
6. Peningkatan fasilitasi pengembangan industri hijau;
7. Peningkatan pemanfaatan SDA lokal di industri.
Berdasarkan Renstra Kemenperin Tahun 2015-2019 Perubahan, BPPI terdapat dalam
Program VII yaitu Program Pengembangan Teknologi dan Kebijakan Industri. Program
Pengembangan Teknologi dan Kebijakan Industri bertujuan untuk meningkatkan efisiensi,
produktivitas, nilai tambah, daya saing dan kemandirian industri nasional. Program
Pengembangan Teknologi dan Kebijakan Industri mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
9
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab II Perencanaan dan Perjanjian Kinerja
1. Penyusunan Rencana dan Evaluasi Program Pengembangan Teknologi Dan Kebijakan
Industri
Kegiatan Penyusunan Rencana dan Evaluasi Program Pengembangan Teknologi dan
Kebijakan Industri dilaksanakan oleh Sekretariat BPPI dengan Sasaran kegiatan/output yang
dihasilkan adalah (1) Terwujudnya kebijakan dan program BPPI yang berkualitas dan
berkelanjutan, (2) Sistem tatakelola keuangan dan BMN yang transparan dan akuntabel, (3)
Monitoring dan evaluasi pelaksanaan Pengembangan Teknologi dan Kebijakan Industri, (4)
Sistem informasi yang handal, dan (5) Peningkatan Kompetensi SDM Aparatur.
2. Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Iklim Usaha Industri
Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Iklim Usaha Industri dilaksanakan oleh
Pusat Pengkajian Kebijakan dan Iklim Usaha Industri dengan Sasaran kegiatan/output yang
dihasilkan adalah (1) Tersusunnya kebijakan penciptaan iklim usaha yang kondusif, dan (2)
Meningkatnya pemanfaatan insentif (fiskal dan nonfiskal) oleh industri.
3. Perencanaan Kebijakan Standardisasi Industri
Kegiatan Perencanaan Kebijakan Standardisasi Industri dilaksanakan oleh Pusat
Standardisasi dengan Sasaran kegiatan/output yang dihasilkan adalah (1) Tersedianya RSNI,
ST, PTC, (2) Tersedianya Regulasi Teknis Standardisasi Industri, (3) Tersedianya SDM di
bidang Standardiasi Industri, dan (4) Tersedianya Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK)
untuk Pelaksanaan Penilaian Kesesuaian.
4. Penelitian dan Pengembangan Industri Hijau dan Lingkungan Hidup
Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Industri Hijau dan Lingkungan Hidup dilaksanakan
oleh Pusat Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup dengan Sasaran
kegiatan/output yang dihasilkan adalah (1) Tersedianya Kebijakan Industri Hijau, (2)
Tersedianya Infrastruktur Industri Hijau, (3) Tersedianya Infrastruktur Industri Hijau, dan (4)
Terwujudnya Industri yang menerapkan prinsip industri hijau.
5. Penelitian dan Pengembangan Teknologi Industri dan Kekayaan Intelektual
Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Teknologi Industri dan Kekayaan Intelektual
dilaksanakan oleh Pusat Pengkajian Teknologi dan HKI dengan Sasaran kegiatan/output
yang dihasilkan adalah (1) Tersedianya rumusan Kebijakan Teknis Bidang Teknologi Industri
dan HK, (2) Tersedianya sistem dan infrastruktur audit teknologi, (3) Terfasilitasinya
pemanfataan dan penerapan teknologi industri, (4) Meningkatnya motivasi berinovasi bagi
peneliti dan industri, (5) Meningkatnya litbang prioritas teknologi industri, (6) Tersedianya
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
10
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab II Perencanaan dan Perjanjian Kinerja
Pembinaan Perlindungan HKI di Bidang Teknologi Industri, dan (7) Terlaksananya program,
monitoring, pengembangan SDM, dan operasional di bidang teknologi industri.
6. Penelitian, Pengembangan Teknologi dan Perekayasaan Industri
Kegiatan Penelitian, Pengembangan Teknologi dan Perekayasaan Industri dilaksanakan
oleh Balai Besar di lingkungan BPPI dengan sasaran kegiatan/output yang dihasilkan adalah
(1) hasil penelitian dan rekayasa industri dan (2) layanan jasa teknis industri.
7. Riset dan Standardisasi Industri
Kegiatan Riset dan Standardisasi Industri dilaksanakan oleh Balai Riset dan Standardisasi
Industri di lingkungan BPPI dengan Sasaran kegiatan/output yang dihasilkan adalah (1) hasil
penelitian dan rekayasa industri dan (2) layanan jasa teknis industri.
8. Sertifikasi Industri
Kegiatan Sertifikasi Industri dilaksanakan oleh Balai Sertifikasi Industri dengan sasaran
kegiatan/output yang dihasilkan dari kegiatan ini antara lain adalah layanan jasa teknis
industri.
Strategi BPPI dalam mendukung visi dan misi pembangunan industri adalah :
a) Mengembangkan jejaring dengan instituisi kebijakan litbang dan teknologi terkemuka
melalui organiasi internasional, kerangka kerjasama perdagangan bebas dan kemitraan
dengan akademisi;
b) Mendorong pengembangan kerjasama dengan dunia usaha untuk mengembangkan
teknologi dan memanfaatkan potensi bahan baku lokal;
c) Mengembangkan bank data yang lengkap dan mutakhir;
d) Meningkatkan kompentensi SDM BPPI sesuai perkembangan iptek industri;
e) Mengembangkan kapasitas kelembagaan litbang dan lembaga penilaian kesesuaian.
Selanjutnya, dalam peta strategi akan diuraikan langkah-langkah dalam mewujudkan Strategi
BPPI tersebut. Peta Strategi BPPI dapat dilihat seperti pada Gambar 2.1 berikut:
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
11
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab II Perencanaan dan Perjanjian Kinerja
Gambar 2.1. Peta Strategi BPPI
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
12
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab II Perencanaan dan Perjanjian Kinerja
Sasaran-sasaran dari Program Pengembangan Teknologi dan Kebijakan Industri ini
adalah sebagai berikut:
1. Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Iklim Usaha Industri
Sasaran kegiatan yang dihasilkan dari kegiatan ini antara lain adalah meningkatnya
peran fasilitas fiskal dalam investasi sektor industri dan peningkatan ekspor;
2. Penelitian dan Pengembangan Teknologi Industri dan dan Kekayaan Intelektual
Sasaran kegiatan yang dihasilkan dari kegiatan ini antara lain adalah meningkatnya
penguasaan teknologi industri;
3. Perencanaan Kebijakan Standardisasi Industri
Sasaran kegiatan yang dihasilkan dari kegiatan ini antara lain adalah penurunan
impor produk industri yang SNI, ST dan/atau PTC diberlakukan secara wajib.
4. Penelitian Dan Pengembangan Industri Hijau Dan Lingkungan Hidup
Sasaran kegiatan yang dihasilkan dari kegiatan ini antara lain adalah Standar Industri
Hijau, lembaga sertifikasi industri hijau, dan pelatihan-pelatihan bagi auditor industri
hijau yang tersertifikasi.
5. Penyusunan Rencana Dan Evaluasi Program Pengembangan Teknologi dan Kebijakan
Industri
Sasaran kegiatan yang dihasilkan dari kegiatan ini adalah meningkatnya industri yang
menerapkan industri hijau;
6. Penelitian, Pengembangan Teknologi dan Perekayasaan Industri
Sasaran kegiatan yang dihasilkan dari kegiatan ini antara lain adalah hasil penelitian
dan rekayasa industri serta layanan jasa teknis industri.
7. Riset dan Standardisasi Industri
Sasaran kegiatan yang dihasilkan dari kegiatan ini antara lain adalah hasil penelitian
dan rekayasa industri serta layanan jasa teknis industri.
8. Sertifikasi Industri
Sasaran kegiatan yang dihasilkan dari kegiatan ini antara lain adalah layanan jasa
teknis industri.
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
13
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab II Perencanaan dan Perjanjian Kinerja
2.2 Rencana Kinerja BPPI Tahun 2017
Program Pengembangan Teknologi dan Kebijakan Industri, terdiri dari kegiatan-kegiatan
yang telah ditetapkan untuk mendukung program tersebut terdiri atas:
1. Penyusunan Rencana dan Evaluasi Program Pengembangan Teknologi dan Kebijakan
Industri;
2. Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Iklim Usaha Industri;
3. Perencanaan Kebijakan Standardisasi Industri;
4. Penelitian dan Pengembangan Industri Hijau dan Lingkungan Hidup;
5. Penelitian dan Pengembangan Teknologi Industri dan Kekayaan Intelektual;
6. Penelitian dan Pengembangan Teknologi;
7. Riset dan Standardisasi Bidang Industri;
8. Sertifikasi Industri
Berdasarkan program dan kegiatan tersebut di atas maka dapat diuraikan Rencana
Kinerja BPPI pada tahun 2017 sebagai berikut:
Tabel 2.1. Rencana Kinerja BPPI TA. 2017
No. Sasaran Program/Kegiatan Indikator Kinerja Target
1. Meningkatnya peran fasilitas fiskal dalam investasi sektor industri
Kontribusi investasi yang memanfaatkan fasilitas fiscal
5,6 persen
2. Meningkatnya peran fasilitas fiskal dalam peningkatan ekspor produk industri
Meningkatnya jumlah industri berorientasi ekspor
60 persen
3. Meningkatnya Penguasaan Pangsa Pasar Dalam Negeri
Penurunan Impor Produk Industri yang SNI, ST dan/atau PTC diberlakukan Secara Wajib
5 persen
4 Meningkatnya Penguasaan Teknologi Industri
Produk industri yang dikuasai teknologinya 5 persen
Tingkat kesiapterapan teknologi (TRL) yang dikuasai
60 persen
5 Meningkatnya Industri yang Menerapkan Industri Hijau
Industri Manufaktur yang memenuhi standar industri hijau
0,5%
Penetapan Standar Industri Hijau (SIH) 16%
6 Meningkatnya Layanan Jasa Teknis kepada Industri
Tingkat Kepuasan Pelanggan Skala indeks 3,5
7 Meningkatnya penerapan reformasi birokrasi
Tingkat Maturitas Satker di lingkungan BPPI mencapai level 3
80%
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
14
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab II Perencanaan dan Perjanjian Kinerja
2.3 Rencana Anggaran
Pagu awal BPPI TA. 2017 sebesar Rp 552.468.929.000,-, pada pertengan tahun
terjadi revisi PNBP, revisi DIPA, dan pemotongan anggaran, sehingga akhir Desember TA.
2017 Pagunya menjadi Rp 579.264.032.000,-. Pagu tersebut terdiri dari anggaran
Sekretariat, 4 (empat) Pusat-Pusat, 11 (sebelas) Balai Besar, 11 (sebelas) Balai Riset
Standardisasi Industri dan Balai Sertifikasi Industri. Berikut rincian anggaran dari tiap-tiap
satker BPPI :
Tabel 2.2. Pagu Anggaran Program BPPI 2017
Program/Kegiatan Pagu Anggaran
(Rp 000,-)
Program: Pengembangan Teknologi dan Kebijakan Industri 579.264.032
Kegiatan 1: Penelitian dan Pengembangan Kebijakan dan Iklim Usaha Industri 5.241.585
Kegiatan 2: Perencanaan Kebijakan Standardisasi Industri 7.382.693
Kegiatan 3: Penelitian dan Pengembangan Industri Hijau dan Lingkungan Hidup 5.670.298
Kegiatan 4: Penyusunan Rencana Dan Evaluasi Program Kebijakan Iklim Usaha, Dan Mutu Industri 36.921.237
Kegiatan 5: Penelitian dan Pengembangan Teknologi dan Kekayaan Intelektual 18.196.580
Kegiatan 6: Penelitian dan Pengembangan Teknologi a. Peningkatan Dan Pengembangan Teknologi 330.574.071 b. Riset Dan Standardisasi Bidang Industri 158.829.461 c. Sertifikasi Industri 16.448.107
2.4 Dokumen Penetapan Kinerja
Dokumen Perjanjian Kinerja merupakan suatu dokumen pernyataan
kinerja/kesepakatan kinerja/perjanjian kinerja antara atasan dan bawahan untuk mewujudkan
target kinerja tertentu berdasarkan pada sumber daya yang dimiliki. Perjanjian Kinerja TA. 2017
yang disesuaikan dengan IKU Renstra BPPI 2015-2019 yang merujuk pada Rancangan
Teknokratik Renstra Kementerian 2015-2019, dimana sasaran program lebih berorientasi
outcome. Pada TA. 2017 program lanjutan quick wins dan target yang ada pada Renkin TA. 2017
mengalami perubahan karena adanya penyesuaian alokasi anggaran. Untuk Perspektif
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
15
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab II Perencanaan dan Perjanjian Kinerja
Pembelajaran Organisasi tidak semua dicantumkan pada Perjanjian Kinerja eselon I, terdapat
beberapa indikator yang dicantumkan di unit Eselon II. Berikut Perjanjian Kinerja BPPI TA. 2017
sebagaimana tabel dibawah ini:
Tabel 2.3.
Perjanjian Kinerja Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Tahun 2017
No. Sasaran Program/Kegiatan Indikator Kinerja Target
1. Meningkatnya peran fasilitas fiskal dalam investasi sektor industri
Kontribusi investasi yang memanfaatkan fasilitas fiskal
5,6 persen
2. Meningkatnya peran fasilitas fiskal dalam peningkatan ekspor produk industri
Meningkatnya jumlah industri berorientasi ekspor
60 persen
3. Meningkatnya Penguasaan Pangsa Pasar Dalam Negeri
Penurunan Impor Produk Industri yang SNI, ST dan/atau PTC diberlakukan Secara Wajib
5 persen
4 Meningkatnya Penguasaan Teknologi Industri
Produk industri yang dikuasai teknologinya 5 persen
Tingkat kesiapterapan teknologi (TRL) yang dikuasai
60 persen
5 Meningkatnya Industri yang Menerapkan Industri Hijau
Industri Manufaktur yang memenuhi standar industri hijau
0,5%
Penetapan Standar Industri Hijau (SIH) 16%
6 Meningkatnya Layanan Jasa Teknis kepada Industri
Tingkat Kepuasan Pelanggan Skala indeks 3,5
7 Meningkatnya penerapan reformasi birokrasi
Tingkat Maturitas Satker di lingkungan BPPI mencapai level 3
80%
16
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA
3.1 Analisis Capaian Kinerja
Dalam mencapai visi dan misinya, BPPI melaksanakan program/kegiatan yang
mengacu pada Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Perindustrian Tahun 2015-
2019. Berdasarkan Renstra tersebut, pada setiap awal tahun anggaran ditetapkan
dokumen Perjanjian Kinerja (Perkin) BPPI. Pada TA. 2017, Perjanjian Kinerja BPPI
meliputi 7 (tujuh) Sasaran Strategis untuk melaksanakan kinerjanya yaitu:
1. Sasaran Strategis I: Meningkatnya Peran Fasilitas Fiskal Dalam Investasi Sektor
Industri;
2. Sasaran Strategis II: Meningkatnya Peran Fasilitas Fiskal Dalam Peningkatan
Ekspor Produk Industri;
3. Sasaran Strategis III: Meningkatnya Penguasaan Pangsa Pasar Dalam Negeri;
4. Sasaran Strategis IV: Meningkatnya Penguasaan Teknologi Industri;
5. Sasaran Strategis V: Meningkatnya Industri yang Menerapkan Industri Hijau;
6. Sasaran Strategis VI: Meningkatnya Layanan Jasa Teknis kepada Industri;
7. Sasaran Strategis VII: Meningkatnya Penerapan Reformasi Birokrasi.
Walaupun BPPI telah menetapkan Sasaran Strategis untuk Program
Pengembangan Teknologi dan Kebijakan Industri, akan tetapi masih terdapat
beberapa sasaran strategis dalam Renstra yang tidak tercantum pada Perjanjian
Kinerja Eselon I BPPI. Hal ini disebabkan adanya pemilihan skala prioritas dari sasaran
strategis yang akan ditampilkan dalam Perkin TA. 2017. Sasasaran Strategis yang
tidak dicantumkan dalam Perkin BPPI diturunkan menjadi indikator dalam Perkin
Unit eselon II di bawah BPPI.
Pada TA. 2017, realisasi program/kegiatan BPPI berdasarkan dokumen RPJMN
2015-2019 dapat dilihat dalam tabel berikut:
17
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
Tabel 3.1 Perkembangan Kinerja BPPI Berdasarkan Dokumen RPJMN 2015-2019
No Program/Kegiatan Indikator 2015 2016 2017 2018 2019
T R T R T R T T
1 Perencanaan Kebijakan standardisasi Industri
Meningkatnya RSNI, ST, dan PTC
100 120 100 102 100 95 100 100
Tersusunnya regulasi teknis terkait dengan SNI, ST dan/atau PTC
14 30 10 10 10 19 10 10
Tersusunnya skema sertifikasi produk SNI, ST, dan/atau PTC
6 7 6 7 6 5 6 6
Terlaksananya pengawasan SNI, ST, dan PTC
3 3 3 3 3 3 3 3
2 Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup
Jumlah industri yang mengikuti expo produk-produk industri hijau di dalam dan luar negeri
12 13 - - - - - -
Jumlah industri yang memperoleh informasi benefit penerapan industri hijau
350 322 - - - - - -
3 Pengkajian Teknologi dan Hak Kekayaan Intelektual
Jumlah Perusahaan/Balai yang mengikuti expo tingkat nasional
6 9 6 23 6 10 6 6
Jumlah Perusahaan yang mendapatkan penghargaan Rintisan Teknologi Industri
- 4 8 - - 4 -
Program/kegiatan Pengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup seperti yang
tercantum pada tabel di atas merupakan program Quick Wins TA. 2015, sehingga untuk TA.
2016 sampai TA. 2019 tidak ditetapkan targetnya. Hampir seluruh indikator kinerja TA. 2017
capaiannya telah melampaui target bahkan beberapa indikator tersusunnya regulasi teknis
SNI/ST/PTC telah mencapai realisasi yang tinggi. Hal ini disebabkan terdapat 8 (delapan)
konsep Permenperin yang dipanelkan pada Tahun 2016, dan baru diterbitkan/diundangkan
pada Tahun 2017. Indikator yang tidak tercapai adalah meningkatnya RSNI, ST, dan PTC; dan
tersusunnya skema sertifikasi produk SNI, ST, dan/atau PTC. Penyebab tidak dapat tercapainya
kedua indikator tersebut adalah anggaran yang tidak memadai. Seperti contoh rencana
anggaran perumusan SNI, ST, dan PTC yang diajukan tidak sesuai sesuai dengan anggaran yang
ditetapkan dalam DIPA. Hal ini menyebabkan target jumlah RSNI yang disusun turun dari
semula 100 RSNI (target RPJMN) menjadi 80 RSNI (target Perkin Eselon II Pusat Standardisasi
Industri).
18
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
Tabel 3.2 Realisasi Kinerja IKU Renstra BPPI
(Berdasarkan Renstra Kemenperin Perubahan Pada TA. 2017)
No. Sasaran
Program/Kegiatan Indikator Kinerja
2015 2016 2017
2018
2019
T
R T R T
R T T
S1 Meningkatnya Investasi Sektor Industri
Pertumbuhan Industri Pionir dan Industri Prioritas (%)
5,2 8,00 5,85 17,53 6.49 - 7.13 7.75
S2 Kuatnya struktur industri
Penurunan Impor Produk Industri yang SNI, ST dan/atau PTC Diberlakukan Secara Wajib (%)
5 10,18 5 13,07 5 3,5 5 30
S2 (peru
bahan)
Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri
Penguasaan teknologi industri (%)
- - - - 5 29,61 5 6
T1 Meningkatnya Penguasaan Teknologi Industri dan Penerapan HKI
Pertumbuhan Pengembangan Teknologi Industri (%)
10 0 20 -12,90 35 - 50 60
Pertumbuhan Penerapan Inovasi Teknologi Industri (%)
10 -22,22 20 2,86 35 - 50 60
Pertumbuhan Penerapan HKI di Sektor Industri (%)
10 175,00 20 -7,14 35 - 50 60
T1 (peru
bahan)
Tersedianya kebijakan pembangunan industri yang efektif
Peraturan perundangan yang diselesaikan (jumlah)
- - - - 2 2 - -
Penetapan standar industri hijau
16 27,78 17 18
T2 Meningkatnya Industri yang Menerapkan Prinsip-Prinsip Industri Hijau
Pertumbuhan Industri yang Menerapkan Konservasi Energi (%)
20 25 40 12,41 60 - 80 20
Jumlah Kebijakan dan Infrastruktur Industri Hijau
10 12 10 12 54 - 75 15
T2 (peru bahan)
Terselenggaranya urusan pemerintahan di bidang perindustrian yang berdaya saing dan berkelanjutan
Kontribusi investasi yang memanfaatkan fasilitas fiskal (%)
- - - - 5 4,21 5 5
Industri berorientasi ekspor (%)
- - - - 60 66,67 60 60
19
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
No. Sasaran
Program/Kegiatan Indikator Kinerja
2015 2016 2017
2018
2019
T
R T R T
R T T
T3 Meningkatnya Kualitas Layanan Publik Kepada Pelaku Usaha Industri dan Masyarakat
Indeks kepuasan pelanggan
3,5 3,8 3.5 3,5 3.6 - 3.7 3.8
L1 Meningkatnya Fasilitasi Kelembagaan Teknologi, Industri Hijau, Sarana dan Prasarana dan SDM dalam Rangka Meningkatkan Daya Saing Industri
Peningkatan paket peralatan Laboratorium dan Sarana Pendukung Balai (pkt)
10 10 18 19 22 - 22 22
Peningkatan Kompetensi SDM BPPI (orang)
275 308 275 292 275 - 275 275
L2 Terwujudnya Kebijakan dan Program BPPI yang Berkualitas dan Berkelanjutan
Tingkat Persetujuan Rencana Kegiatan (%)
90 100 90 99,81 90 - 90 90
Tingkat Kesesuaian Realisasi Anggaran dengan Target yang Ditetapkan pada Awal Tahun Anggaran (%)
90 98,46 90 101,54 90 - 90 90
Tingkat Kesesuaian Realisasi Fisik dengan Target yang Ditetapkan pada Awal Tahun Anggaran (%)
92 96,21 93 98.60 94 - 95 95
L3 Sistem Tata Kelola Keuangan dan Barang Milik Negara (BMN) yang Transparan dan Akuntabel
Penyelesaian Temuan Tertib Pengelolaan Anggaran (%)
75 100 76 100 78 - 79 80
L3 (perubahan)
Terwujudnya birokrasi yang efektif, efisien, dan berorientasi pada layanan prima
Tingkat kematangan SPIP Satker BPPI mencapai tingkat 3
- - - - 80 100 100 100
L4 Tersusunnya perencanaan program, pengelolaan keuangan serta pengendalian yang berkualitas dan akuntabel
Anggaran BPPI yang diblokir
- - - - 10 16 5 5
20
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
Terdapat beberapa indikator yang tidak mencapai target yaitu penurunan impor produk
industri yang SNI, ST dan/atau PTC diberlakukan secara wajib; kontribusi investasi yang
memanfaatkan fasilitas fiskal; dan anggaran BPPI yang diblokir. Penjelasan selengkapnya
mengenai indikator yang tidak mencapai target akan diulas pada capaian/realisasi perjanjian
kinerja.
BPPI telah menyusun Perjanjian Kinerja TA. 2017 yang disesuaikan dengan IKU Renstra
BPPI (Perubahan) 2015-2019 dan merujuk pada Renstra Kementerian (Perubahan) 2015-2019.
Untuk memonitor perkembangan capaian indikator kinerja setiap triwulan, telah disusun
Rencana Aksi Perjanjian Kinerja BPPI sebagaimana tabel berikut:
21
Tabel 3.3 Rencana Aksi 2017
Target
Fisik(%)Rencana kegiatan
Target
Fisik(%)Rencana Kegiatan
Target
Fisik(%)Rencana Kegiatan
Target
Fisik(%)Rencana Kegiatan
1 5 6 7 8 9 10 11 12
1 1 20 Menyiapkan usulan
rekomendasi dan
fasilitas fskal dan non
fiskal; menyusun
rancangan kebijakan
untuk fasilitasi.
50 Identifikasi industri
yang akan diusulkan
untuk mendapatkan
insentif fiskal dan non
fiskal; pembahasan
rancangan kebijakan.
75 Fasilitasi industri untuk
mendapatkan insentif
fiskal dan non fiskal;
pembahasan rancangan
kebijakan.
100 Penetapan industri
yang mendapatkan
insentif fiskal dan
non fiskal; penetapan
peraturan Menteri,
Evaluasi peningkatan
investasi sektor
industri.
2 1 20 Mengidentifikasi
industri yang akan
mendapatkan fasilitas
fiskal (pembiayaan
ekspor) pada tahun
2017; menghitung
total fasilitas fiskal
(pembiayaan ekspor)
pada tahun 2016
sebagai data baseline.
50 Memonitor dan
menghitung nilai
pembiayaan ekspor
yang telah diberikan
kepada industri.
75 Memonitor dan
menghitung nilai
pembiayaan ekspor yang
telah diberikan kepada
industri.
100 Memonitor dan
menghitung nilai
pembiayaan ekspor
yang telah diberikan
kepada industri;
evaluasi peningkatan
pembiayaan impor
tahun 2017.
3 1 25 Memonitor dan
menghitung nilai
impor dari produk-
produk diberlakukan
SNI, ST dan/atau PTC
secara wajib;
koordinasi dengan
BPS dan Pusdatin
Kemenperin.
50 Memonitor dan
menghitung nilai impor
dari produk-produk
diberlakukan SNI, ST
dan/atau PTC secara
wajib; koordinasi
dengan BPS dan
Pusdatin Kemenperin.
75 Memonitor dan
menghitung nilai impor
dari produk-produk
diberlakukan SNI, ST
dan/atau PTC secara
wajib; koordinasi dengan
BPS dan Pusdatin
Kemenperin.
100 Memonitor dan
menghitung nilai
impor dari produk-
produk diberlakukan
SNI, ST dan/atau PTC
secara wajib;
koordinasi dengan
BPS dan Pusdatin
Kemenperin; Evaluasi
trend nilai impor
untuk komoditi SNI,
ST, dan/atau PTC
wajib.
2 3 4
Meningkatnya Peran Fasilitas
Fiskal Dalam Peningkatan Ekspor
Produk Industri
Jumlah Industri Berorientasi
Ekspor
Perspektif Pemangku Kepentingan
Meningkatnya Peran Fasilitas
Fiskal Dalam Investasi Sektor
Industri
Kontribusi Investasi yang
Memanfatkan Fasilitas Fiskal
5,6 Persen
60 Persen
Meningkatnya Penguasaan Pangsa
Pasar Dalam Negeri
Penurunan Impor Produk
Industri yang SNI, ST dan/atau
PTC Diberlakukan Secara Wajib
5 Persen
No. Sasaran Strategis (SS) Indikator Kinerja Utama (IKU) Target
Rencana Aksi
Progress Triwulan I Progress Triwulan II Progress Triwulan III Progress Triwulan IV
22
Target
Fisik(%)Rencana kegiatan
Target
Fisik(%)Rencana Kegiatan
Target
Fisik(%)Rencana Kegiatan
Target
Fisik(%)Rencana Kegiatan
1 5 6 7 8 9 10 11 12
4 1 15 Menetapkan industri
prioritas, koordinasi
dengan pihak-pihak
terkait yang
berwenang dalam
penyediaan data,
menetapkan tim
narasumber/tim ahli.
40 Melakukan kajian
kondisi teknologi
industri prioritas yang
telah ditetapkan
70 Melakukan kajian kondisi
teknologi industri
prioritas yang telah
ditetapkan
100 Melakukan evaluasi
terhadap teknologi
industri prioritas dan
menghitung tingkat
penguasaan
teknologi dalam
negeri.
2 20 Studi literatur,
survey, merekap
bahan-bahan yang
diperlukan, dan
penyusunan desain
riset.
50 Pelaksanaan kegiatan
Litbang
70 Pelaksanaan kegiatan
Litbang
100 Finalisasi kegiatan
Litbang, workshop
dan diseminasi.
1 10 Pemilihan dan
penetapan jenis dan
jumlah industri yang
akan dilakukan
sertifikasi industri
hijau; Penetapan
auditor yang akan
melakukan sertifikasi.
40 Pelaksanaan audit
Standar Industri Hijau
ke industri yang telah
ditetapkan.
80 Pelaksanaan audit
Standar Industri Hijau ke
industri yang telah
ditetapkan; penerbitan
sertifikat industri hijau.
100 Pelaksanaan audit
Standar Industri
Hijau ke industri
yang telah
ditetapkan;
penerbitan sertifikat
industri hijau.
2 10 Koordinasi dengan
pihak terkait;
penetapan
narasumber dan
rekruitmen panitia
teknis perumusan
Standar Industri
Hijau
40 Pengumpulan data
primer dan sekunder,
survey, penyusunan
draft Standar Industri
Hijau
70 Rapat teknis dan rapat
konsensus untuk
pembahasan Standar
Industri Hijau
100 Finalisasi Standar
Industri Hijau dan
penetapan dengan
Peraturan Menteri
Perindustrian.
1 1 15 Penyusunan
kuesioner dan
penetapan calon
responden
50 Penyebaran kuesioner
dan rekapitulasi data
hasil kuesioner
75 Penyebaran kuesioner
dan rekapitulasi data
hasil kuesioner
100 Rekapitulasi data
akhir dan
penyusunan laporan
2 1 15 Review Tim Satgas
SPIP, identifikasi
kemampuan satker
dalam penerapan
SPIP dan penetapan
satker yang perlu
pembinaan lebih
lanjut
45 Penyusunan LKK BPPI
dan Satker BPPI,
pelaksanaan SPIP,
melakukan bimbingan
dan monitoring
pelaksanaan SPIP
80 Pelaksanaan SPIP di BPPI
dan satker di lingkungan
BPPI, melakukan
bimbingan dan
monitoring pelaksanaan
SPIP
100 Evaluasi tingkat
maturitas SPIP Satker
BPPI
5 Meningkatnya Industri yang
Menerapkan Industri Hijau
2 3 4
Perspektif Pemangku Kepentingan
Perspektif Proses Bisnis Internal
Meningkatnya Layanan Jasa Teknis
kepada Industri
Meningkatnya Penerapan
Reformasi Birokrasi
5 Persen
0,5 Persen
Tingkat Kepuasan Pelanggan
Tingkat Maturitas Satker di
Lingkungan BPPI Mencapai Level
3
16 Persen
3,5 Skala Indeks
Tingkat Kesiapan Teknologi
(TRL) yang dikuasai
Meningkatnya
Penguasaan
Teknologi Industri
60 Persen
Industri Manufaktur yang
Memenuhi Standar Industri Hijau
Penetapan Standar Industri Hijau
(SIH)
Produk Industri yang Dikuasai
Teknologinya
80 Persen
No. Sasaran Strategis (SS) Indikator Kinerja Utama (IKU) Target
Rencana Aksi
Progress Triwulan I Progress Triwulan II Progress Triwulan III Progress Triwulan IV
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
23
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
Tabel 3.4
Realisasi Perjanjian Kinerja BPPI TA. 2017 Per Triwulan
Secara fisik semua kegiatan sudah terealisasi, namun pada beberapa indikator kinerja,
realisasinya tidak mencapai target. Adapun hasil capaian kinerja yang telah dilaksanakan dari
masing-masing sasaran strategis tersebut adalah sebagai berikut:
I. Sasaran Strategis I : Meningkatnya peran fasilitas fiskal dalam investasi sektor industri
a) Hasil yang telah dicapai
Sasaran strategis meningkatnya peran fasilitas fiskal dalam investasi sektor
industri dengan indikator kinerja kontribusi investasi yang memanfaatkan fasilitas fiskal
dihitung dengan cara menjumlahkan data investasi sektor industri pada Tahun 2017
yang menggunakan fasilitas fiskal (tax holiday dan tax allowance) dibagi dengan
forecasting total investasi sektor industri pada Tahun 2016 dengan baseline Tahun 2013.
Tahun 2017 ditargetkan nilai investasi yang menggunakan fasilitas fiskal adalah sebesar
Rp.19 Triliun sedangkan total investasi sektor industri Tahun 2016 adalah sebesar
Rp.331,6 Trilyun. Berikut adalah hasil yang telah dicapai dari indikator kinerja kontribusi
investasi yang memanfaatkan fasilitas fiskal :
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
24
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
Tabel 3.5 Target dan Realisasi Indikator I.1
b) Analisis capaian kinerja
Kegiatan yang telah dilaksanakan pada Tahun 2017 untuk dapat mencapai target
indikator yang ditetapkan adalah melaksanakan beberapa kegiatan sebagai berikut:
- Sosialisasi program pembiayaan;
- Pengumpulan data dan informasi;
- Menyusun rekomendasi untuk usulan fasilitas fiskal;
- FGD dalam rangka penyusunan usulan fasilitas;
- Mengeluarkan surat rekomendasi terkait fasilitas fiskal;
- Mengajukan permohonan pemanfaatan fasilitas fiskal kepada Kementerian
Keuangan;
- Menghitung nilai investasi industri yang mengajukan fasilitas fiskal selama Tahun
2017.
Dari target investasi sektor industri yang mengajukan permohonan fasilitas fiskal
(Tax Holliday dan tax Allowance – TA & TH) sebesar 5,6% realisasinya adalah 4,21%.
Sehingga indikator kontribusi investasi yang memanfaatkan fasilitas fiskal (TA&TH)
pada Tahun 2017 tidak mencapai target. Hingga Desember 2017, perusahaan industri
yang telah mendapatkan Tax Allowance adalah sebanyak 6 (enam) perusahaan industri
dengan nilai investasi sebesar Rp.13.963.543.865.149,-. Nilai investasi pada indikator ini
hanya dihitung dari investasi industri yang memanfaatkan fasilitas tax allowance karena
pada Tahun 2017 tidak ada perusahaan yang mengajukan fasilitas tax holiday.
Tabel di bawah menunjukkan perusahaan-perusahaan yang telah mendapatkan
fasilitas fiskal berupa Tax Allowance:
Tabel 3.6 Perusahaan yang Mendapat Tax Allowance
NO PERUSAHAAN BIDANG USAHA LOKASI INVESTASI AKTIVA
TETAP
1 COR INDUSTRI INDONESIA
Industri pembuatan logam dasar bukan besi
Kabupaten Morowali Utara
Rp. 1.260.000.000.000
Indikator Kinerja Target Realisasi % Capaian
Kontribusi Investasi yang Memanfatkan Fasilitas Fiskal
5,60% 4,21% 75,18%
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
25
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
NO PERUSAHAAN BIDANG USAHA LOKASI INVESTASI AKTIVA
TETAP
2 KALBIO GLOBAL MEDIKA
Industri Bahan Farmasi Kabupaten Bekasi Rp. 83.229.741.000
3 SULAWESI MINING INVESTMENT
Industri besi dan baja dasar (iron and steel making)
Kabupaten Morowali
USD 95.970.000
4 SAMSUNG ELECTRONICS INDONESIA
Industri semi konduktor dan komponen elektronik lainnya
Kabupaten Bekasi Rp. 398.150.000.000
5 PT. INTI PANTJA PRESS INDUSTRI
Industri suku cadang dan aksesori kendaraan bermotor roda empat atau lebih
Kawasan industri Suryacipta
Rp. 524.768.124.149
6 PT. PANCA AMARA UTAMA
Industri kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi, gas alam dan batubara
Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap)
USD 776.970.000
Realisasi Indikator “kontribusi investasi yang memanfaatkan fasilitas fiskal” ini jika
dibandingkan dengan tahun sebelumnya mengalami penurunan. Pada Tahun 2016 nilai
investasi yang mendapatkan fasilitas fiskal adalah sebesar Rp.56,8 Trilyun dengan jumlah
perusahaan industri sebanyak 25 perusahaan. Fasilitas fiskal yang diberikan terhadap 25
perusahaan tersebut adalah tax allowance karena tidak ada perusahaan yang mengajukan
fasilitas tax holiday pada Tahun 2016.
c) Kendala
Kendala yang dihadapi dalam mencapai target yang ditetapkan pada indikator
Kontribusi Investasi yang Memanfatkan Fasilitas Fiskal yaitu proses penerbitan persetujuan
fasilitas fiskal mayoritas tidak dapat diselesaikan dalam 1 tahun berjalan karena proses
pembahasan dan verifikasi yang dilaksanakan oleh tim membutuhkan waktu yang panjang.
Persetujuan terhadap permohonan fasilitas fiskal (TA & TH) membutuhkan kesepakatan
dari seluruh pihak yang tergabung dalam Tim Teknis/Komite, yang terdiri dari Kementerian
Keuangan (Staf Ahli, Ditjen Pajak, BKF), Kemenko Perekonomian, BKPM, dan Kementerian
Perindustrian.
d) Rekomendasi
Perlu koordinasi yang lebih intensif dengan stakeholder pengambil keputusan
pemberi insentif fiscal dan perusahaan industri yang akan diajukan untuk mendapatkan
fasilitasi.
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
26
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
II. Sasaran Strategis II : Meningkatnya peran fasilitas fiskal dalam peningkatan ekspor produk industri
a) Hasil yang telah dicapai
Sasaran strategis meningkatnya peran fasilitas fiskal dalam peningkatan ekspor
produk industri memiliki indikator kinerja meningkatnya jumlah industri berorientasi
ekspor. Realisasi indikator ini dapat diketahui dengan menjumlahkan industri yang
memanfaatkan fasilitas fiskal (pembiayaan ekspor) pada tahun 2017 dibagi dengan industri
yang memanfaatkan fasilitas fiskal (pembiayaan ekspor) pada tahun 2016. Baseline industri
yang mendapatkan fasilitas fiskal pada Tahun 2016 adalah sebanyak 3 (tiga) perusahaan
industri. Berikut adalah hasil yang telah dicapai dari indikator kinerja meningkatnya jumlah
industri berorientasi ekspor :
Tabel 3.7 Target dan Realisasi Indikator II.1
b) Analisis capaian kinerja
Kegiatan yang telah dilaksanakan pada Tahun 2017 untuk dapat mencapai target
indikator yang ditetapkan adalah melaksanakan beberapa kegiatan sebagai berikut:
- Sosialisasi program pembiayaan;
- Pengumpulan data dan informasi;
- FGD dalam penyusunan usulan program penugasan khusus ekspor;
- Mengajukan permohonan pemanfaatan fasilitas fiskal kepada Kementerian Keuangan;
- Evaluasi kegiatan fasilitas fiskal pembiayaan ekspor Tahun 2017.
Pada tahun 2016 telah terdapat 3 (tiga) perusahaan industri memperoleh fasilitas
pembiayaan ekspor yang terdiri dari 2 (dua) perusahaan industri furniture, dan 1 (satu)
perusahaan industri tekstil. Sedangkan pada Tahun 2017 terdapat 2 (dua) perusahaan baru
yang memperoleh fasilitas pembiayaan ekspor yang terdiri dari perusahaan industri
pesawat udara dan perusahaan industri kereta api. Total perusahaan yang sudah terfasilitasi
pembiayaan ekspor sepanjang 2016-2017 sebanyak 5 (lima) perusahaan, sehingga realisasi
Indikator Kinerja Target Realisasi % Capaian
Jumlah Industri Berorientasi Ekspor 60% 66,67% 111,12%
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
27
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
indikator ini adalah total perusahaan yang mendapatkan fasilitas pembiayaan ekspor pada
Tahun 2017 sebanyak 2 (dua) perusahaan dibagi dengan total perusahaan yang telah
mendapatkan fasilitas pembiayaan ekspor pada Tahun 2016 sebanyak 3 (tiga) perusahaan
adalah 66,67%.
Tabel di bawah menunjukkan perusahaan-perusahaan yang telah mendapatkan
fasilitas fiskal berupa pembiayaan ekspor:
Tabel 3.8 Perusahaan yang Mendapat Pembiayaan Ekspor
NO PERUSAHAAN BIDANG USAHA TAHUN PENETAPAN
1 PT. ARAPUTRA Industri Furnitur 2016
2 PT. CHAKRA NAGA Industri Furnitur 2016
3 PT. PAJITEX Industri Tekstil 2016
4 PT. DIRGANTARA INDONESIA
Industri pesawat terbang 2017
5 PT. INKA Industri kereta api 2017
Indikator “Jumlah Industri Berorientasi Ekspor” merupakan indikator baru yang
ditetapkan pada perjanjian kinerja BPPI Tahun 2017. Diharapkan indikator ini dapat
digunakan pada tahun selanjutnya sesuai dengan dokumen Renstra Kemenperin 2015-2019
perubahan.
c) Kendala
Walaupun target dari indikator telah tercapai akan tetapi terdapat potensi kendala
dalam pelaksanaan kegiatan seperti perubahan kebijakan pembiayaan ekspor ke wilayah
Afrika. Hal ini menyebabkan lingkup pembiayaan menjadi lebih sempit dan terbatas kepada
perusahaan industri yang melakukan ekspor ke Afrika.
d) Rekomendasi
Diperlukan koordinasi dan sosialisasi dengan Ditjen Terkait dan industri terkait
tentang program ekspor ke Afrika sehingga industri yang memanfaatkan fasilitas fiskal
pembiayaan ekspor dapat meningkat pada Tahun 2018. Ditargetkan perusahaan industri
yang mendapatkan fasilitas pembiayaan ekspor pada Tahun 2018 sebanyak 4 (empat)
perusahaan industri.
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
28
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
III. Sasaran Strategis III : Meningkatnya Penguasaan Pangsa Pasar Dalam Negeri
a) Hasil yang telah dicapai
Sasaran strategis meningkatnya penguasaan pangsa pasar dalam negeri dengan
indikator kinerja penurunan impor produk industri yang SNI, ST dan atau PTC
diberlakukan secara wajib dihitung dengan persentase penurunan nilai impor produk
industri yang SNI, ST dan/atau PTC diberlakukan secara wajib pada tahun 2017
dibandingkan dengan tahun 2016. Berikut adalah hasil yang telah dicapai dari indikator
kinerja penurunan impor produk industri yang SNI, ST dan atau PTC diberlakukan secara
wajib :
Tabel 3.9 arget dan Realisasi Indikator III.1
b) Analisis capaian kinerja
Kegiatan yang telah dilakukan untuk mendukung capaian indikator tersebut
antara lain adalah:
- Penyusunan RSNI, ST dan PTC;
- Kajian pengembangan standar;
- Kajian analisis dampak regulasi;
- Penyusunan regulasi teknis;
- Penyusunan skema sertifikasi;
- Pengawasan Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK);
- Pendidikan dan pelatihan PPNS;
- Kerja sama antar Negara dalam rangka saling pengakuan terhadap hasil pengujian
laboratorium dan sertifikasi produk;
- Pengawasan pemberlakuan SNI, pelaksanaan penyidikan/wasmatlitrik.
Sampai dengan tahun 2017 jumlah SNI wajib sebanyak 105. Namun, dalam
perhitungan indikator kinerja penurunan impor produk industri yang SNI, ST dan atau
PTC diberlakukan secara wajib ini, hanya digunakan 92 SNI wajib. Sedangkan 13 SNI
Indikator Kinerja Target Realisasi % Capaian
Penurunan impor produk industri yang SNI, ST dan atau PTC diberlakukan secara wajib
5% 3,5% 70%
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
29
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
wajib yang tidak masuk dalam perhitungan capaian kinerja adalah terkait dengan produk
baja, disebabkan karena kapasitas produksi baja nasional masih dibawah kebutuhan baja
nasional, dimana pada saat ini pemerintah sedang menggenjot pembangunan
infrastruktur.
Pengukuran indikator kinerja penurunan impor produk industri yang SNI, ST dan
atau PTC diberlakukan secara wajib adalah dengan membandingkan data Year on Year
(YoY) nilai impor pada periode Januari – Oktober 2016 dibandingkan dengan periode
yang sama tahun 2017. Nilai impor periode Januari-Oktober 2016 sebesar USD
3.340.265.440 sedangkan pada periode Januari-Oktober 2017 sebesar USD
3.220.744.699. Capaian indikator kinerja tersebut sebesar 3,5%, sehingga tidak mencapai
sasaran yaitu sebesar 5%.
Kebijakan standardisasi, khususnya penerapan SNI wajib diharapkan dapat
menurunkan jumlah impor khususnya produk dengan kualitas di bawah standar.
Dengan berkurangnya impor, industri dalam negeri diharapkan dapat mengisi
kebutuhan domestik. Dengan adanya standar, akses pasar untuk ekspor juga akan
terbuka terlebih di era perdagangan bebas ASEAN. Dalam lima tahun terakhir, nilai
impor menunjukkan trend yang terus turun walaupun persentase penurunannya setiap
tahun bervariasi dan naik turun. Perkembangan nilai impor produk dengan SNI wajib
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel
3.10
Perkembangan Impor
Selain kegiatan tersebut diatas, untuk menunjang capaian target penurunan
impor yang telah ditetapkan, selama TA. 2017 Badan Penelitian dan Pengembangan
Industri telah mengkonsensuskan sebanyak 95 RSNI; penambahan 6 LPK sehingga total
LPK pada Tahun 2017 adalah 124 LPK terdiri dari 44 LSPro dan 80 Lab. Uji; telah disusun
5 (lima) Skema Sertifikasi; dan telah disusun 19 regulasi teknis terkait dengan SNI;
pengawasan 48 LPK.
Tahun 2014 2015 2016 2017
Penurunan impor (Milyar USD)
5,73 4,94 2,26 0,119
% Penurunan 13,66 13,76 6,51 12,8
Jumlah SNI Wajib 97 102 105 92
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
30
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
Dalam rangka menjamin mutu produk dan meningkatkan daya saing industri dari
tahun 2014-2017 telah ditetapkan; regulasi SNI wajib, LSPro dan laboratorium penguji.
Perkembangan jumlah SNI wajib, laboratorium penguji dan LS Pro sebagai berikut :
Tabel 3.11 Perkembangan SNI Wajib
2014 2015 2016 2017
Jumlah SNI Wajib 97 102 103 105
Laboratorium Penguji 121 124 75 80
Ls Pro 34 38 38 44
c) Kendala
Pada Tahun 2016 terdapat beberapa kendala dalam pencapaian target indikator
Penurunan Impor Produk Industri yang SNI, ST dan/atau PTC diberlakukan secara wajib,
diantaranya:
1) Infrastruktur Laboratorium Penguji yang belum mampu mendukung sepenuhnya
pemberlakuan SNI, ST dan/atau PTC;
2) Belum siapnya industri kecil dan menengah dalam pemberlakuan SNI, ST dan/atau
PTC;
3) Belum semua Peraturan Menteri Pemberlakuan SNI Wajib memiliki Skema Sertifikasi,
dari 105 SNI wajib baru 31 yang tersedia Skema Sertifikasinya.
Untuk mengatasi kendala tersebut telah dilakukan beberapa langkah berikut,
diantaranya:
1) Pembahasan secara regular untuk penyusunan skema sertifikasi untuk semua produk
yang SNI-nya akan dan telah diberlakukan secara wajib. Untuk Tahun 2017 skema
yang dibahas adalah SNI 4513:2012, SNI ISO 12543-2:2011, SNI ISO 12543-3:2011, SNI
04-6253-2003, SNI 1049:2008, SNI 8224:2016, SNI ISO 7069.1:2012, SNI ISO
7069.2:2012, SNI ISO 7069.3:2012, SNI ISO 7069.4:2012, SNI ISO 7069.5:2012, SNI
ISO 7069.6:2012, SNI ISO 7069.7:2012;
2) Peningkatan peran serta KT/SKT dalam mengusulkan dan merumuskan RSNI untuk
menunjang program pemerintah, tersedianya RSNI untuk menunjang program
pemerintah dan tersedianya SNI bidang industri yang dibutuhkan melalui
pengumpulan kebutuhan standar dengan mengacu kepada neraca perdagangan
setiap komoditi atau perjanjian kerjasama ekonomi. Pada Tahun 2017 melalui
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
31
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
anggaran Pusat Standardisasi Industri, telah dihasilkan 60 RSNI3 hasil rapat
konsensus dan 7 RSNI2 hasil rapat teknis yang melibatkan KT/SKT. Untuk mencapai
target yang ditetapkan, Pustan Industri melakukan koordinasi dengan Direktorat
Pembina Industri, Kemenperin dan BSN untuk melaksanakan rapat konsensus dan
menghasilkan 35 RSNI3 sehingga tercapailah target sebesar 95 RSNI3;
3) Untuk meningkatkan infrastruktur Laboratorium Penguji yang belum mampu
mendukung sepenuhnya pemberlakuan SNI, ST dan/atau PTC, Pustan Industri telah
merencanakan bantuan alat uji pada Tahun 2018 yang masuk ke dalam program
prioritas Kemenperin sebesar Rp.37,5 Milyar.
Kendala yang dihadapi pada Tahun 2017 terkait pencapaian target adalah terdapat
banyak faktor yang mempengaruhi peningkatan impor barang, sehingga SNI wajib bukan
satu-satunya faktor penentu utama dalam penurunan impor.
d) Rekomendasi
Perlu ditinjau kembali indikator “Penurunan impor produk industri yang SNI, ST dan
atau PTC diberlakukan secara wajib”, utamanya dalam menentukan cara perhitungan
target dan realisasi capaian. Hal ini untuk mengantisipasi perubahan-perubahan
kebijakan yang ditetapkan pemerintah terkait impor pada tahun mendatang.
IV. Sasaran Strategis IV : Meningkatnya Penguasaan Teknologi Industri
Sasaran strategis meningkatnya penguasaan teknologi industri memiliki dua
indikator kinerja. Adapun indikator kinerja yang ditetapkan adalah:
a) Produk industri yang dikuasai teknologinya;
b) Tingkat kesiapterapan teknologi (TRL) yang dikuasai.
IV.1. Indikator Kinerja IV.1. : Produk Industri yang dikuasai Teknologinya
a. Hasil yang telah dicapai
Cara perhitungan sasaran strategis meningkatnya penguasaan teknologi
industri dengan indikator kinerja produk industri yang dikuasai teknologinya adalah
pertumbuhan permohonan paten WNI di sektor industri TA. 2017 terhadap 2016 atau
year on year (YoY), yang diusulkan ke Kementerian Hukum & Hak Asasi Manusia.
Berikut adalah hasil yang telah dicapai dari indikator kinerja produk industri yang
dikuasai teknologinya:
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
32
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
Tabel 3.12
Target dan Realisasi Indikator IV.1
b. Analisis capaian kinerja
Kegiatan yang telah dilaksanakan untuk mencapai target indikator tersebut
adalah evaluasi Kebijakan Teknologi (Pohon Teknologi), Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Industri, Bimbingan Penerapan Kekayaan Intelektual,
Operasional Pusat Manajemen Hak Kekayaan Intelektual. Kegiatan evaluasi
kebijakan teknologi dilaksanakan dalam rangka memetakan subjek penelitian yang
berpotensi untuk diteliti namun belum dipatenkan, sehingga hal ini menjadi
pedoman bagi para peneliti dalam pelaksanaan dan pengembangan litbang.
Bimbingan penerapan kekayaan intelektual dilaksanakan untuk mengakomodasi
kebutuhan para pemohon paten dalam pendaftaran paten. Proses pendaftaran
paten merupakan tahap yang penting karena membutuhkan pengetahuan yang
memadai dalam bidang kekayaan intelektual. Melalui bimbingan penerapan
kekayaan intelektual diharapkan usulan paten di lingkungan Kementerian
Perindustrian dapat diterima oleh kementerian terkait.
Target pertumbuhan permohonan paten WNI sebesar 5% pada Tahun 2017
dapat tercapai. Jumlah permohonan paten pada Tahun 2017 adalah sebanyak 2.110
paten, sedangkan jumlah permohonan paten pada Tahun 2016 adalah sebanyak
1.628 paten. Hal ini berarti pertumbuhan permohonan paten WNI TA. 2017 terhadap
permohonan paten WNI TA. 2016 adalah sebesar 29,61% ((2.110-1.628) / 1.6228)) x
100%). Realisasi tersebut jauh melebihi target yang ditetapkan yaitu sebesar 5%.
Tabel 3.13
Permohonan Paten WNI Tahun 2014-2017
Keterangan
Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017
Realisasi 2014
Realisasi 2015
Pertumbuhan (%)
Realisasi 2015
Realisasi 2016
Pertumbuhan (%)
Realisasi 2016
Realisasi 2017
Pertumbuhan (%)
Indikator Kinerja Target Realisasi % Capaian
Produk industri yang dikuasai teknologinya
5% 29,61% 592,20%
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
33
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
Permohonan Paten oleh WNI
1004 1410 40.44 1410 1628 15.46 1628 2110 29.61
Jumlah permohonan paten WNI dari Tahun 2014 sampai dengan Tahun 2017
menunjukkan perkembangan yang signifikan. Hal ini sejalan dengan peningkatan
paten internasional dimana Indonesia mencatat prestasi yang terbukti dari jumlah
permohonan paten internasional asal Indonesia ke World Intellectual Property
Organization (WIPO) meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan tahun
sebelumnya 2015.
World Intelectual Property Organization (WIPO) dalam World Intelectual
Property Indicators 2017 merilis data pengarsipan paten, merek dan desain industri
pada Tahun 2016. Hasilnya, China menduduki peringkat teratas untuk setiap
pengajuan aplikasi kekayaan intelektual. Pengajuan paten di China Tahun 2016
mencapai 1,3 juta pendaftaran, atau naik 21,5% dari tahun sebelumnya. Capaian
pengajuan paten di China, berkontribusi sebesar 42,6%, dari total aplikasi paten
yang diajukan pada 2016. Urutan kedua ada Amerika Serikat sebanyak 606.571
aplikasi paten, sementara Jepang di posisi ketiga sebanyak 318.381 aplikasi paten.
Sementara itu pada Tahun 2016 Indonesia menempati urutan ke 112 untuk
pengajuan aplikasi paten, dengan jumlah pendaftaran paten mencapai 8538 paten.
Pendaftaran paten ini terdiri dari pendaftar paten dalam negeri (WNI) sebanyak 1628
dan sisanya adalah pendaftar paten non-WNI. Dari angka pendaftaran paten
tersebut, terlihat bahwa pendaftaran paten oleh WNI masih minim. Hal ini
merupakan indikator bahwa Indonesia dibanjiri oleh produk-produk impor.
Sementara para produsen memasarkan produknya di Indonesia lengkap dengan
perlindungan hak kekayaan intelektualnya.
Untuk meningkatkan aplikasi paten dalam negeri, khususnya teknologi
produk/proses yang dihasilkan Satker/UPT di lingkungan Kementerian Perindustrian
maka Puslitbang Teknologi Industri dan Kekayaan Intelektual (TIKI) terus berusaha
untuk meningkatkan kualitas produk KI yang akan difasilitasi oleh Puslitbang TIKI.
Oleh karena itu dilakukan seleksi atas pendaftaran produk Kekayaan Intelektual (KI)
yang diajukan dari tiap-tiap unit kerja. Kriteria seleksi terhadap pengajuan produk KI
dimaksud memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Potensi komersialisasi/nilai jual dari produk KI yang diajukan;
Tingkat kesiapterapan teknologi dari hasil litbang yang dihasilkan;
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
34
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
Rencana MOU/kerjasama dengan industri;
Problem solving untuk industri;
Kriteria Commercialization Readiness Level (CRL) yang dibuat LIPI .
Prosedur pengajuan insentif fasilitasi produk KI meliputi :
Pengajuan resmi dari unit kerja untuk insentif fasilitasi produk KI yang
diinginkan beserta dokumen pendukungnya untuk tahun berjalan dibatasi
hingga bulan Juni 2017;
Seleksi atas pengajuan pada poin diatas dilakukan oleh pusat;
Informasi resmi atas diterima/ditolaknya pengajuan fasilitasi produk KI ke unit
kerja;
Pemberian insentif berupa proses dan pembiayaan pendaftaran produk KI ke
Ditjen KI Kemenkum HAM, proses dan pembiayaan percepatan publikasi dan
proses pemeriksaan oleh pemeriksa paten.
Pada Tahun 2017 Puslitbang TIKI telah melaksanakan fasilitasi pendaftaran
kekayaan intelektual kepada 16 (enam belas) Satker di lingkungan Kementerian
Perindustrian seperti Baristand Aceh, Baristand Ambon, SMAK Padang, B4T, BBIHP,
BBLM, BBT, BBPK, BBKK, BBKKP, Baristand Padang, Baristand Banjarbaru,
Baristand Palembang, Baristand Medan dan BBTPPI. Selain itu kegiatan lain yang
telah dilaksanakan adalah bimbingan teknis Intelectual Property (IP) Valuation,
bimbingan teknis fasilitator HKI, dan paten mapping industri prioritas.
c. Kendala
Pelaksanaan dari indikator kinerja produk industri yang dikuasai teknologinya
tidak terdapat kendala yang dihadapi, namun demikian apabila melihat seluruh
usulan paten HKI sektor industri yang berasal dari WNI di Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia jumlahnya masih relatif kecil dibandingkan usulan paten HKI
sektor industri yang berasal dari WNA.
d. Rekomendasi
Rekomendasi perbaikan untuk indikator ini adalah mendorong kegiatan
penelitian dan pengembangan teknologi yang dilaksanakan oleh peneliti melalui
peningkatan kompetensi peneliti, kerjasama, keberpihakan terhadap pembiayaan
penelitian dan peningkatan infrastruktur litbang untuk mengejar ketertinggalan
paten yang berasal dari WNA.
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
35
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
IV.2. Indikator Kinerja IV.2. : Tingkat Kesiapterapan Teknologi (TRL) yang dikuasai
a) Hasil yang telah dicapai
Sasaran strategis meningkatnya penguasaan teknologi industri dengan
indikator kinerja tingkat kesiapterapan teknologi (TRL) yang dikuasai dihitung
dengan dengan menghitung level litbang yang dilaksanakan di lingkungan BPPI
pada Tahun 2017, dimana litbang tersebut harus mencapai level 6 berdasarkan
pengukuran Technology Readiness Level (TRL). TRL 6 menunjukkan bahwa model
atau prototype dalam suatu penelitian dan pengembangan, telah diuji dalam
lingkungan yang relevan. Berikut adalah hasil yang telah dicapai dari indikator
kinerja tingkat kesiapterapan teknologi (TRL) yang dikuasai:
Tabel 3.14
Target dan Realisasi Indikator IV.2
b) Analisis capaian kinerja
Kegiatan yang telah dilaksanakan untuk mencapai target indikator adalah
melaksanakan kegiatan sebagai berikut:
Penelitian dan pengembangan teknologi industri;
Pengukuran hasil litbang balai besar dan baristand industri;
Perumusan kebijakan dan evaluasi program prioritas litbang industri;
Jumlah Penelitian, Pengembangan dan Perekayasaan (Litbangyasa) dari
total 22 Balai Besar/Baristand Industri pada Tahun 2017 adalah sebanyak 95
Litbangyasa. Hasil Litbangyasa yang dilakukan oleh 22 Balai Besar/Baristand
Industri pada Tahun 2017 yang telah mencapai TRL 6 ke atas hanya 37
Litbangyasa. Jadi, capaian indikator kinerja tingkat kesiapterapan teknologi
(TRL) yang dikuasai pada Tahun 2017 adalah 37/95 x 100% = 38,90%, sehingga
realisasinya belum mencapai target. TRL 6 ini menunjukkan bahwa model atau
prototipe dalam suatu Litbangyasa telah diuji dalam lingkungan yang relevan
Indikator Kinerja Target Realisasi % Capaian
Tingkat kesiapterapan teknologi (TRL) yang dikuasai
60% 38,90% 64,83%
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
36
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
sehingga hasil litbang dianggap telah melewati titik kritis (death valley) sehingga
siap diterapkan.
Grafik di bawah menunjukkan perbandingan jumlah total hasil litbang
yang dilaksanakan Satker di lingkungan BPPI selama 5 (lima) tahun terakhir
dengan litbang yang berhasil mencapai level 6:
Gambar 3.1 Hasil litbang Tahun 2014-2017
Gambar di atas memperlihatkan bahwa secara kuantitas jumlah litbang
yang dihasilkan oleh Balai Besar dan Baristand Industri sejak Tahun 2015
cenderung menurun. Begitu pula proporsi litbang yang mencapai level TRL 6
cenderung menurun mengikuti jumlah total litbang. Penurunan jumlah litbang ini
disebabkan oleh berkurangnya alokasi anggaran kegiatan serta meningkatnya
persyaratan/kriteria kualitas litbang yang dikategorikan sebagai litbang yang siap
diterapkan. Tahun 2017 merupakan tahun pertama dimana Puslitbang Teknologi
Industri dan Kekayaan Intelektual diberi mandat untuk melaksanakan seleksi
secara komprehensif terhadap proposal Litbangyasa yang diajukan oleh Balai
Besar/Baristand Industri di lingkungan BPPI. Tujuannya adalah agar riset yang
dilakukan lebih fokus terhadap industri prioritas, meningkatkan kualitas riset yang
dilaksanakan seiring standardisasi kriteria riset, meningkatkan kolaborasi riset
dengan akademisi dan industri, serta meningkatkan kualitas publikasi hasil riset
melalui prosiding, jurnal, workshop, expo dan pameran.
c) Kendala
Beberapa hal yang menjadi hambatan dalam pencapaian target indikator
kinerja Tingkat kesiapterapan teknologi (TRL) yang dikuasai pada Tahun 2016
adalah:
161
200 185
95
62 62 54 37
0
50
100
150
200
250
2014 2015 2016 2017
Jumlah litbang Litbang TRL 6
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
37
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
Terbatasnya akses terhadap sumber-sumber informasi teknologi serta layanan
pendukung litbang;
Terbatasnya sumber daya litbang;
Kerja sama dan kolaborasi litbang yang relatif rendah, baik kerja sama dengan
industri maupun akademisi;
Sedangkan hambatan/ permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan
Litbangyasa untuk mencapai hasil TRL 6 ke atas pada tahun 2017 adalah sebagai
berikut:
Sistem Litbangyasa Balai Besar/Baristand Industri masih belum terintegrasi;
Rendahnya pemahaman Peneliti/Perekayasa mengenai proses scale-up dari
tahapan laboratorium ke skala industri.
Beberapa langkah yang telah dilakukan pada tahun 2017 untuk
menyelesaikan kendala pada tahun 2016 adalah; menetapkan Puslitbang TIKI
sebagai unit yang bertanggung jawab dalam pengelolaan litbang sehingga arah
litbang lebih fokus untuk meningkatkan kualitas litbang, meningkatkan jejaring
dengan lembaga dalam dan luar negeri serta pelaku industri dalam implementasi
hasil litbang, meningkatkan kapasitas peneliti/perekayasa/litkayasa dalam rangka
memperkuat sumber daya litbang, dan meningkatkan sarana prasarana litbang.
d) Rekomendasi
Rekomendasi perbaikan di tahun mendatang untuk indikator ini adalah:
Mengintegrasikan program Litbangyasa Balai Besar/Baristand Industri;
Meningkatkan pemahaman lebih lanjut kepada para peneliti tentang metode
scale-up dari tahapan laboratorium ke skala industri.
V. Sasaran Strategis V : Meningkatnya Industri yang Menerapkan Industri Hijau
Sasaran strategis meningkatnya industri yang menerapkan industri hijau memiliki dua
indikator kinerja. Adapun indikator kinerja yang ditetapkan adalah:
a) Industri manufaktur yang memenuhi standar industri hijau;
b) Penetapan Standar Industri Hijau.
V.1. Indikator Kinerja V.1. : Industri manufaktur yang memenuhi standar industri hijau
a) Hasil yang telah dicapai
Sasaran startegis meningkatnya industri yang menerapkan industri hijau
dengan indikator kinerja Industri manufaktur yang memenuhi standar industri hijau
dihitung berdasarkan persentase Industri Manufaktur (Semen Portland; Crumb Rubber;
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
38
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
Pengasapan Karet; Susu Bubuk; Tekstil Pencelupan, Pencapan dan Penyempurnaan;
Ubin Keramik; Pupuk Buatan Tunggal Hara Makro Primer; Pulp dan Pulp Terintegrasi
Kertas ) yang memperoleh Sertifikat Industri Hijau dibandingkan dengan jumlah total
industri Menengah besar yang sudah ditetapkan SIH nya. Jumlah total industri
menengah besar yang sudah ditetapkan SIH nya sampai tahun 2016 sebanyak 400
perusahaan industri.
Berikut adalah hasil yang telah dicapai dari indikator kinerja Industri manufaktur
yang memenuhi standar industri hijau :
Tabel 3.15. Target dan Realisasi Indikator V.1
b) Analisis capaian kinerja
Penerapan prinsip hijau mengutamakan efisiensi dalam proses produksi dengan
karakteristik sebagai berikut: penggunaan material, energi, dan air dengan intensitas
yang rendah; penggunaan energi alternatif; melakukan minimisasi limbah dan
pemenuhan baku mutu lingkungan; menggunakan teknologi rendah karbon dan SDM
yang kompeten. Dengan penerapan industri hijau melalui penggunaan teknologi
rendah karbon, tentunya akan memberikan dampak penghematan energi, air dan
bahan baku. Selain itu juga akan meningkatkan produktivitas dan menghasilkan limbah
yang lebih sedikit.
Saat ini sumber daya alam semakin berkurang, peningkatan penggunaan
sumberdaya alam disebabkan oleh pertumbuhan populasi, mesin dan sistem produksi
kurang efisien, adanya kesepakatan tentang lingkungan hidup global dan terjadinya
degradasi lingkungan. Hal tersebut menyebabkan kita tidak bisa lagi melaksanakan
proses business as usual. Oleh karena itu, penerapan industri hijau adalah salah satu
solusi untuk mengatasi hal tersebut. Penerapan standar industri hijau akan
meningkatkan daya saing produk industri, peningkatan daya saing disebabkan karena
produk yang dihasilkan melalui proses produksi yang efisien dan ramah lingkungan
serta dapat memenuhi tuntutan perdagangan global. Penerapan industri hijau akan
mengefisienkan pemakaian bahan baku, energi, dan air sehingga meminimalkan
limbah maupun emisi.
Target yang ditetapkan untuk indikator kinerja industri manufaktur yang
memenuhi standar industri tahun 2017 adalah sebesar 0,5 persen (2 industri). Realisasi
Indikator Kinerja V.1 Target Realisasi % Capaian
Industri manufaktur yang memenuhi standar industri hijau
0,5 persen 1,25 persen 250%
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
39
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
tahun 2017 adalah sebanyak 5 industri sudah memenuhi standar industri hijau dan
menerima sertifikat industri hijau, atau realisasi capaian sebesar 125%. 5 (lima) industri
yang memperoleh sertifikat industri hijau tahun 2017 adalah :
PT. Djambi Waras Jujuhan (crumb rubber);
PTPN VII Tulung Buyut (pengasapan karet);
PT. Nestle Kejayan (susu bubuk);
PT. Pupuk Kaltim (pupuk);
PT. Indoceent Citeureup (semen).
Kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian indikator industri
manufaktur yang memenuhi standar industri hijau antara lain:
Pendaftaran perusahaan calon penerima sertifikat industri hijau;
Seleksi administrasi terhadap perusahaan pendaftar;
Audit industri hijau;
Evaluasi hasil audit industri hijau;
Penetapan perusahaan penerima sertifikat industri hijau;
Pemberian sertifikat industri hijau.
Untuk mendorong upaya industri dalam menerapkan industri hijau, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Industri Hijau dan Lingkungan sebagai unit kerja yang
memiliki tupoksi terkait, telah melakukan beberapa kegiatan penunjang, yaitu :
Implementasi konservasi dan diversifikasi energi di sektor industri;
Pilot project Energy Management System (EnMS) kerjasama dengan Energy
Conservation Center Japan (ECCJ);
Pengendalian Pencemaran Lingkungan di Sektor Industri;
Penyusunan nationally appropriate mitigation actions (Nama’s) dalam rangka
penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di Sektor industri;
Sosialisasi dan Monitoring Profil Emisi GRK Sektor Industri.
Selain itu, untuk meningkatkan industri yang menerapkan industri hijau,
Pemerintah dalam hal ini Kemenperin telah memberikan penghargaan industri hijau.
Penghargaan diserahkan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian pada
tanggal 21 Desember 2017. Penghargaan Industri Hijau tahun 2017 merupakan
penghargaan industri hijau yang ke-8 (delapan) kalinya dan diikuti oleh 133 perusahaan
industri yang terdiri dari 118 industri besar, 14 industri menengah dan 1 industri kecil.
Dari 133 perusahaan industri yang mendaftar, yang berhasil mendapatkan
penghargaan industri sebanyak 124 industri, yang terdiri dari 87 industri mencapai level
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
40
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
5 dan 37 industri mencapai level 4. Peserta penghargaan industri Hijau terdiri dari
berbagai perusahaan industri penghasil komoditi antara lain industri gula, herbisida &
pestisida, otomotif, semen, baja, tekstil, pakaian jadi, crumb rubber, makanan &
minuman, pulp & kertas, keramik, oleokimia, petrokimia, pupuk, crude palm oil (CPO),
alas kaki, elektronika, penyamakan kulit, Resin dan deterjen.
c) Kendala
Permasalahan yang dihadapi sektor industri saat ini dalam upaya penerapan
industri hijau adalah kegiatan proses produksinya masih banyak menggunakan
teknologi obsolete sehingga boros energi, air, bahan baku dan berdampak dalam
peningkatan emisi GRK.
d) Rekomendasi
Untuk mengatasi masalah tersebut sekaligus menerapkan amanat yang
terkandung dalam Undang-Undang No. 3 tahun 2014 tentang Perindustrian,
pemerintah perlu memfasilitasi upaya industri untuk melakukan
revitalisasi/penggantian maupun memodifikasi peralatan/mesin dengan teknologi yang
efisien dalam penggunaan sumber daya alam termasuk energi, bahan baku dan air.
V.2. Indikator Kinerja V.2 : Penetapan Standar Industri Hijau
a) Hasil yang telah dicapai
Sasaran strategis meningkatnya industri yang menerapkan industri hijau
dengan indikator kinerja Industri manufaktur yang memenuhi standar industri hijau
dihitung berdasarkan persentase Standar Industri Hijau (SIH) yang telah ditetapkan
pada tahun 2017 dibandingkan dengan total SIH yang telah ditetapkan hingga tahun
2016. Total SIH yang telah ditetapkan hingga tahun 2016 sebanyak 18.
Berikut adalah hasil yang telah dicapai dari indikator kinerja penetapan standar
industri hijau :
Tabel 3.16. Target dan Realisasi Indikator V.2
b) Analisis capaian kinerja
Indikator Kinerja V.2 Target Realisasi % Capaian
Penetapan standar industri hijau (SIH)
16 persen
27,78 persen
173,62%
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
41
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
Pengembangan Industri Hijau bertujuan untuk mewujudkan industri yang
berkelanjutan dan mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan
kelangsungan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan memberikan manfaat bagi
masyarakat. Berbagai langkah serius telah dilaksanakan oleh pemerintah untuk
mengembangkan industri hijau. Puncaknya adalah dilakukannya revisi terhadap
Undang-Undang nomor 5 tahun 1984 tentang Perindustrian, yang kemudian
menghasilkan Undang – Undang nomor 3 tahun 2014 tentang Perindustrian. Dalam
Undang-Undang tersebut, secara jelas disebutkan bahwa salah satu tujuan
perindustrian nasional adalah untuk mewujudkan industri yang mandiri, berdaya saing,
maju, serta Industri Hijau. Kebijakan Industri Hijau kemudian diatur lebih jauh lagi
dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015 – 2035.
Kementerian Perindustrian telah menerbitkan aturan mengenai pedoman
penyusunan standar industri hijau (SIH) yang tertuang dalam Peraturan Menteri
Perindustrian Nomor 51/M-IND/PER/6/2015. Standar Industri Hijau merupakan acuan
para pelaku industri dalam menyusun secara konsensus terkait dengan bahan baku,
bahan penolong, energi, proses produksi, produk, manajemen pengusahaan,
pengelolaan limbah dan/atau aspek lain yang bertujuan untuk mewujudkan industri
hijau.
Permenperin yang merupakan bagian dari amanat UU No. 3 tahun 2014 tentang
Perindustrian ini menjelaskan, perencanaan penyusunan SIH dilakukan dengan
memperhatikan berbagai aspek antara lain: kebijakan nasional di bidang standarisasi,
perkembangan industri di dalam dan luar negeri, perjanjian internasional, serta
kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sementara itu, dalam penyusunan SIH diterapkan beberapa prinsip
diantaranya: transparansi dan keterbukaan, konsensus dan tidak memihak, efektif dan
relevan, koheren, serta dimensi pengembangan. Penyusunan SIH juga harus
memperhatikan metode dan jenis verifikasi serta perolehan data yang tepat, benar,
konsisten, dan tervalidasi.
Target yang ditetapkan untuk industri penetapan standar industri hijau tahun
2017 adalah sebesar 16 persen (3 SIH). Realisasi tahun 2017 adalah sebanyak 5 SIH yang
telah ditetapkan, atau realisasi capaian sebesar 27,78%. 5 (lima) SIH yang telah
ditetapkan pada tahun 2017 adalah :
RASIH Batik
RASIH tableware;
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
42
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
RASIH sanitare;
RASIH kertas budaya;
RASIH kertas bergelombang;
c) Kendala
Kendala terbesar dalam penyusunan SIH adalah minimnya ketersediaan data
baik data primer dan sekunder. Data tersebut sangat diperlukan dalam menyusun
baseline untuk penetapan batasan awal kriteria dalam RASIH. Kebanyakan perusahaan
industri menyampaikan data yang tidak faktual dan tidak menunjukkan kondisi yang
sebenarnya. Hal ini dapat menimbulkan misleading terhadap batasan yang akan
disusun. Minimnya penganggaran untuk survey juga mempersulit tim penyusun untuk
memperoleh data yang representatif.
Selain itu, ketersediaan benchmark atau best practice sebagai acuan masih
sangat sedikit. Sistem label ramah lingkungan, ekolabel, atau standar lingkungan
lainnya di negara-negara maju tidak serta merta dapat dijadikan acuan dalam
penetapan batasan dalam RASIH. Skema standar yang paling mendekati skema SIH
adalah China Cleaner Production Standard yang dikeluarkan oleh Ministry of
Environmental Protection (MEP) of China. Namun, berbeda dengan sistem SIH, CCPS
mengenal sistem rating: bronze, silver, dan gold.
d) Rekomendasi
Pada tahun 2017 diharapkan kesemua RASIH tersebut akan dapat ditetapkan
menjadi SIH melalui peraturan menteri perindustrian. Selain itu, juga Penyusunan 4
(empat) komoditi SIH TA. 2018 direncanakan sesuai arahan Menteri Perindustrian
yaitu akan mendorong industri di sektor logam dasar, makanan dan minuman, alat
angkutan, mesin dan perlengkapan, kimia, farmasi, dan elektronika. Di tahun yang
sama, berjalan secara paralel proses sertifikasi industri hijau sebagai bentuk penerapan
industri hijau secara penuh di tahun 2018 mendatang.
VI. Sasaran Strategis VI: Meningkatnya layanan jasa teknis kepada industri
a) Hasil yang telah dicapai
Sasaran strategis meningkatnya layanan jasa teknis kepada industri dengan indikator
kinerja tingkat kepuasan pelanggan dihitung berdasarkan rata-rata indeks kepuasan
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
43
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
pelanggan atas layanan Balai Besar, Baristand Industri dan Balai Sertifikasi Industri. Berikut
adalah hasil yang telah dicapai dari indikator kinerja tingkat kepuasan pelanggan:
Tabel 3.17. Target dan Realisasi Indikator VI.1
b) Analisis capaian kinerja
Balai Besar, Baristand Industri dan Balai Sertifikasi Industri merupakan Unit
Pelayanan Teknis (UPT) yang memberikan berbagai pelayanan kepada masyarakat,
khususnya dunia industri. Salah satu cara untuk mengetahui kualitas layanan yang diberikan
adalah melalui pengukuran tingkat kepuasan pelanggan.
Mengetahui tingkat kepuasan pelanggan merupakan hal yang sangat penting bagi
instansi penyedia jasa layanan. Dengan mengetahui tingkat kepuasan pelanggan, maka
dapat diketahui sejauh mana kualitas layanan yang diberikan kepada pelanggan. Balai Besar
dan Baristand Industri di Lingkungan BPPI sebagai instansi penyelenggara jasa layanan
teknis perlu mengetahui kualitas pelayan yangtelah diberikan salah satunya melalui tingkat
kepuasan pelanggan. Pada umumnya Satker di lingkungan BPPI mengukur kepuasan
pelanggan secara kuantitatif dengan menyebarkan kuesioner yang berisi pertanyaan yang
dapat mengukur tingkat harapan dan kinerja pelayanan yang dirasakan oleh pelanggan.
Kuesioner diberikan kepada seluruh pelanggan yang telah mendapatkan jasa layanan teknis
berupa Pengujian, Sertifikasi, Pelatihan, dan Rancang Bangun Perekayasaaan Industri (RBPI).
Survey kepuasan pelanggan yang dilakukan Balai Besar/Baristand/Balai Sertifikasi
Industri dengan menggunakan metode tertentu melalui kuesioner yang telah diuji
validitasnya sehingga dapat diukur. Adapun target yang ditetapkan adalah skala indeks 3,5
dengan range indeks 1-4. Sampai Desember 2017, berdasarkan seluruh kuesioner yang telah
dikumpulkan, dari 3347 responden rata-rata tingkat kepuasan dari 23 balai yang ada di
lingkungan BPPI (11 Balai Besar, 11 Baristand Industri dan 1 Balai Sertifikasi Industri) telah
memenuhi target yang ditetapkan yaitu Skala Indeks 3,5 (realisasi 100%). Jumlah Responden
dengan indeks 1 sebanyak 1 responden, jumlah Responden dengan indeks 2 sebanyak 85
Indikator Kinerja VI Target Realisasi % Capaian
Tingkat Kepuasan Pelanggan Indeks 3,5 Indeks 3,5 100,00%
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
44
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
responden, jumlah Responden dengan indeks 3 sebanyak 2.178 responden dan jumlah
Responden dengan indeks 4 : sebanyak 1.083 responden. Berdasarkan hasil perhitungan rata
- rata indeks kepuasan pelanggan pada Balai Besar, Baristand Industri dan Balai Sertifikasi
Industri : 3,5 %.
Pengolahan data kuesioner dilakukan dengan metode pengukuran Skala yang
digunakan untuk mengukur nilai harapan dan kinerja adalah skala likert 1 sampai 5. Nilai 1
(satu) berarti “sangat tidak berharap” untuk kelompok harapan dan berarti “sangat buruk”
untuk kelompok kinerja. Sedangkan nilai 5 (lima) berarti “sangat berharap” untuk kelompok
harapan dan berarti “sangat baik” untuk kelompok kinerja
Tabel 3.18 Indeks Kepuasan Pelanggan
2015 2016 2017
Target Indeks Kepuasan Pelanggan (skala 1-4) 3,5 3,5 3,5
Realisasi (skala 1-4) 3,8 3,5 3,5
Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai target ini adalah penyusunan kuesioner,
penyebaran kuesioner, rekapitulasi hasil kuesioner dan perhitungan skala indeks kepuasan
pelanggan.
c) Kendala
Adapun kendala dari pengukuran indeks kepuasan pelanggan ini adalah:
Belum tersosialisasi dengan baik informasi mengenai sarana pengaduan kepada
pelanggan;
Beberapa satker belum menetapkan SOP mengenai standar waktu penyelesaian
pengaduan secara resmi.
Prosedur Pengaduan Masyarakat belum ada ketentuan bakunya;
Sosialisasi atau promosi hasil litbang dan pelayanan jasa teknis Balai kepada industri
masih belum maksimal;
Kompetensi SDM Pelayanan Publik perlu ditingkatkan;
Terdapat kuesioner yang belum dikembalikan oleh responden;
d) Rekomendasi
Rekomendasi dan langkah antisipatif yang akan dilakukan terkait indikator kinerja tingkat
kepuasan pelanggan di tahun-tahun mendatang adalah :
Mensosialisasikan informasi mengenai sarana pengaduan kepada pelanggan.
Memenyusun SOP mengenai standar waktu penyelesaian pengaduan resmi.
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
45
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
Meningkatkan promosi, publikasi, diseminasi, dan sosialisasi jasa layanan teknis
terhadap masyarakat industri dan penambahan ruang lingkup pengujian;
Diusahakan peningkatan jumlah pelanggan yang mengisi survey melalui strategi-
strategi pemasaran;
Meningkatkan pelayanan terhadap publik untuk mendapatkan kepercayaan dan
mencapai kepuasan pelanggan;
Perlunya diadakan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi SDM Pelayanan Publik;
Meningkatkan komunikasi kepada pelanggan terhadap pentingnya evaluasi tingkat
kepuasan pelanggan untuk perbaikan pelayanan jasa teknis.
Nilai indeks kepuasan pelanggan tersebut diharapkan memacu Satker
untuk memberikan pelayanan yang lebih baik lagi.
VII. Sasaran Strategis VII: Meningkatnya penerapan reformasi birokrasi
Indikator kinerja ini dihitung dari rata-rata satker yang telah mencapai level maturitas 3
dibandingkan dengan total seluruh satker. Tingkat Maturitas menunjukkan tingkat
kematangan penyelenggaraan SPIP yang berstruktur dan berkelanjutan.
a) Hasil yang telah dicapai
Sasaran strategis meningkatnya penerapan reformasi birokrasi dengan indikator
kinerja tingkat kepuasan pelanggan dihitung dengan rata-rata satker yang telah mencapai
level maturitas 3 dibandingkan dengan total seluruh satker. Tingkat Maturitas
menunjukkan tingkat kematangan penyelenggaraan SPIP yang berstruktur dan
berkelanjutan. Berikut adalah hasil yang telah dicapai dari indikator kinerja tingkat
kepuasan pelanggan:
Tabel 3.19. Target dan Realisasi Indikator 7.1
b) Analisis capaian kinerja
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) merupakan salah satu area perubahan
yang harus dilakukan untuk mendukung terlaksananya reformasi birokrasi. Sebagaimana
diketahui, untuk mendorong reformasi birokrasi terdapat 8 (delapan) area perubahan yang
harus dilakukan yaitu: manajemen perubahan, penguatan sistem pengawasan, penguatan
akuntabilitas kinerja, penguatan kelembagaan, penguatan tata laksana, penguatan sistem
Indikator Kinerja VII Target Realisasi % Capaian
Tingkat Maturitas Satker di lingkungan BPPI mencapai level 3
80% 100% 125%
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
46
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
manajemen SDM ASN, penguatan peraturan perundang-undangan, dan peningkatan
kualitas pelayanan publik. Secara khusus, SPIP diharapkan dapat memperkuat sistem
pengawasan dan akuntabilitas kinerja unit di lingkungan Kementerian Perindustrian. Oleh
karena itu, penerapan SPIP menjadi salah satu kunci keberhasilan reformasi birokrasi yang
dilakukan.
Sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008,
setiap pimpinan instansi pemerintah wajib melakukan penilaian risiko. Dalam rangka
penilaian risiko, pimpinan instansi pemerintah menetapkan tujuan instansi pemerintah yang
memuat pernyataan dan arahan spesifik, terukur, dapat dicapai, realistis, dan terikat waktu.
Tujuan tersebut selanjutnya dikomunikasikan kepada seluruh pegawai. Untuk mencapai
tujuan tersebut maka pimpinan harus menetapkan strategi operasional yang konsisten serta
strategi menajemen terintegrasi dan rencana penilaian risiko.
Jumlah Satuan Kerja (Satker) di Lingkungan BPPI pada TA. 2017 terdiri dari 23 balai
yang ada di lingkungan BPPI (11 Balai Besar, 11 Baristand Industri dan 1 Balai Sertifikasi
Industri), 1 Sekretariat dan 4 Pusat (untuk penyelenggaraan SPIP Satker Sekretariat da Pusat
dianggap 1 Satker), sehingga total Satker di Lingkungan BPPI sebanyak 24 Satker. Adapun
target yang ditetapkan untuk indikator Tingkat Maturitas Satker di lingkungan BPPI
mencapai level 3 adalah 80% (19 Satker mencapai level maturitas 3). Realisasi TA. 2017
adalah sebanyak 24 Satker sudah mencapai level maturitas, atau realisasinya mencapai
125%.
Jika dibandingkan dengan tahun 2016, terjadi peningkatan jumlah satker yang
mencapai level maturitas 3. Hal ini disebabkan karena segera dilakukannya tindak lanjut dari
rekomendasi yang diberikan oleh tim penilai maturitas Itjen pada saat penilaian maturitas
SPIP tahun yang lalu, baru beberapa yang ditindaklanjuti oleh Balai Besar/Baristand terkait.
Berikut perbandingkan tingkat maturitas SPIP satker BPPI tahun 2016-2017 :
Tabel 3.20.
Tingkat Maturitas SPIP Satker BPPI
No Satker Tingkat
Maturitas tahun 2016
Tingkat Maturitas
tahun 2017
1 Balai Besar Kimia Kemasan 3,298 3,698
2 Balai Sertifikasi Industri 3,018 3,443
3 Balai Besar Industri Agro 3,684 3,880
4 Balai Besar Logam dan Mesin 3,116 3,459
5 Balai Besar Kimia dan Kemasan 3,305 3,422
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
47
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
K
e
g
i
a
t
a
n
y
a
n
g
d
i
l
a
kukan untuk mencapai target ini adalah melakukan bimbingan dan monitoring pelaksanaan
SPIP serta pendampingan penilaian maturitas SPIP di Balai Besar, Baristand Industri dan
Balai Sertifikasi Industri.
c) Kendala
Adapun kendala dari pencapaian tingkat maturitas Satker di Lingkungan BPPI ini
antara lain :
Masih terdapat kesalahan-kesalahan dalam identifikasi risiko termasuk pernyataan
risiko dan penyebabnya;
Masih terdapat balai yang mengacu pada perjanjian kinerja dalam menyusun atau
mengidentifikasi risiko;
Masih terdapat balai dalam menyusun ataupun identifikasi risiko belum melibatkan
koordinator kegiatan/seluruh pegawai;
6 Balai Besar Tekstil 3,202 3,723
7 Balai Besar Keramik 3,399 3,480
8 Balai Besar Bahan dan Barang Teknik 3,373 3,632
9 Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri
3,208 3,352
10 Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik 3,216 3,475
11 Balai Besar Kerajinan dan Batik 3,283 3,475
12 Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 3,073 3,405
13 Baristand Industri Surabaya 3,431 3,644
14 Baristand Industri Aceh 2,807 3,386
13 Baristand Industri Medan 2,857 3,182
16 Baristand Industri Palembang 2,925 3,093
17 Baristand Industri Pontianak 3,114 3,449
18 Baristand Industri Lampung 2,832 3,039
19 Baristand Industri Padang 3,061 3,450
20 Baristand Industri Samarinda 2,777 3,297
21 Baristand Industri Banjarbaru 3,080 3,286
22 Baristand Industri Ambon 2,877 3,218
23 Baristand Industri Manado 2,536 3,091
24 BPPI Pusat 3,216 3,374
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
48
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
Masih terdapat balai yang belum menyiapkan bukti-bukti pemantauan sesuai dengan
jadwal pemantauan yang telah ditetapkan dalam LKK.
c. Rekomendasi
Adapun rekomendasi untuk perbaikan pencapaian indikator ini adalah:
Mendorong balai agar segera menindaklanjuti hal-hal yang disarankan terkait
peningkatan maturitas SPIP di Satker masing-masing;
Sekretariat BPPI agar mengadakan kembali workshop penyusunan LKK dan dalam
workshop tersebut agar dibahas LKK per balai;
Mendorong setiap Satker agar mengikutsertakan setiap koordinator kegiatan dalam
penyusunan LKK SPIP serta melakukan sosialisasi LKK yang telah disusun agar seluruh
pegawai mengetahuinya;
Mendorong Satgas agar melaporkan hasil pemantauan sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan.
3.2 Akuntabilitas Keuangan 3.2.1 Realisasi Rupiah Murni
Pada tahun anggaran 2017 Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI)
memperoleh anggaran sesuai Surat Pengesahan (SP-DIPA) Induk Nomor SP DIPA-019.07-
0/2017 tanggal 7 Desember 2016 sebesar Rp552.468.929.000,00. Pagu akhir Program
Pengembangan Teknologi dan Kebijakan Industri TA. 2017 adalah Rp 579.264.032.000,00.
Dari pagu tersebut, target realisasi keuangan Kementerian Perindustrian adalah
sebesar 95,00%, namun Program Pengembangan Teknologi dan Kebijakan Industri TA.
2017 realisasinya mencapai 90,51% sehingga tidak mencapai target. Berdasarkan perjanjian
kinerja, maka realisasinya adalah sebagai berikut :
Tabel 3.21. Realisasi Keuangan Sasaran Program/Kegiatan dalam Perjanjian Kinerja
Sasaran Program/Kegiatan
Indikator Kinerja Target Realisasi Kegiatan/Komponen/
Subkomponen/
Anggaran
Pagu %
Pengembangan Teknologi dan Kebijakan Industri
579.264.032.000
90,51
Meningkatnya peran fasilitas fiskal dalam investasi sektor industri
Kontribusi investasi yang memanfaatkan fasilitas fiskal
5,6 Persen Penelitian Dan Pengembangan Kebijakan Iklim Usaha Industri
5.272.924.000 93,99
Meningkatnya peran fasilitas fiskal dalam peningkatan ekspor produk industri
Meningkatnya jumlah industri berorientasi ekspor
60 persen
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
49
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
Meningkatnya Penguasaan Pangsa Pasar Dalam Negeri
Penurunan Impor Produk Industri yang SNI, ST dan/atau PTC diberlakukan Secara Wajib
5 Persen Perencanaan Kebijakan Standardisasi Industri
7.437.165.000 96,80
Meningkatnya Penguasaan Teknologi Industri
Produk industri yang dikuasai teknologinya
5 Persen Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Industri Dan Kekayaan Intelektual
18.078.441.000 86,57
Tingkat kesiapterapan teknologi (TRL) yang dikuasai
60 Persen
Meningkatnya Layanan Jasa Teknis kepada Industri
Tingkat Kepuasan Pelanggan
Skala Indeks 3,5
Sertifikasi Industri 16.448.107.000 74,66
Meningkatnya Industri yang Menerapkan Industri Hijau
Industri Manufaktur yang memenuhi standar industri hijau
0,50% Penelitian Dan Pengembangan Industri Hijau Dan Lingkungan Hidup
5.702.626.000
92,71
Penetapan Standar Industri Hijau (SIH)
16%
Meningkatnya penerapan reformasi birokrasi
Tingkat Maturitas Satker di lingkungan BPPI mencapai level 3
80% Penyusunan Rencana Dan Evaluasi Program Pengembangan Teknologi Dan Kebijakan Industri
36.921.237.000 87,9
Dari tabel diatas tergambar bahwa :
1. Terdapat dua sasaran strategis dengan pagu alokasi kegiatan yang sama yaitu
meningkatnya peran fasilitasi fiskal dalam investasi sektor industri dan meningkatnya
peran fasilitas fiskal dalam peningkatan ekspor produk industri, menggunakan alokasi
anggaran kegiatan Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Iklim Usaha Industri
dengan pagu Rp 5.272.924.000,00 atau 0,91% dari total pagu dengan realisasi 93,99%
dari Pagu kegiatan dan 0,86% dari Pagu program.
Realisasi tidak mencapai target keuangan karena beberapa kegiatan tertunda karena
menunggu revisi, beberapa kali pemotongan anggaran sehingga ada beberapa kegiatan
yang tidak dapat terlaksana, kurangnya manajemen perencanaan sehingga terdapat
kegiatan yang tidak dilaksanakan karena keterbatasan waktu, beberapa kegiatan yang
seharusnya dilaksanakan di hotel tetapi karena keterbatasan waktu pelaksanaan
(pelaksanaan menjelang akhir tahun) sehingga kegiatan tersebut dilaksanakan di kantor.
2. Sasaran strategis meningkatnya penguasaan pangsa pasar dalam negeri menggunakan
alokasi anggaran kegiatan Perencanaan Kebijakan Standardisasi Industri dengan pagu
Rp 7.437.165.000,00 atau 1,28% dari total pagu dengan realisasi 96,80% dari pagu
kegiatan dan 1,24% dari pagu program.
Meskipun realisasi telah mencapai target, namun dalam pelaksanaan kegiatan terdapat
beberapa hal yang sempat menjadi kendala yaitu : adanya sebagian akun yang direvisi
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
50
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
dari belanja jasa lainnya menjadi belanja jasa profesi dan adanya revisi pemotongan
anggaran sehingga menghambat pelaksanaan kegiatan yang telah dijadwalkan. Hal
tersebut mengakibatkan pencairan anggaran mundur sehingga banyaknya kegiatan
serta kurangnya SDM, pelaksanaan kegiatan terkendala pada penjadwalan dan
pengaturan waktu kegiatan yang telah menumpuk di Triwulan IV. Selain itu sebagian
dari pegawai mengikuti diklat PPNS pada awal Oktober hingga awal Desember 2017
sehingga menyebabkan kurangnya SDM dalam pelaksanaan kegiatan.
3. Meningkatnya Penguasaan Teknologi Industri dan Layanan Jasa Teknis kepada Industri,
keduanya menggunakan alokasi anggaran 3 (tiga) kegiatan: Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Industri dan Kekayaan Intelektual; Penelitian dan
Pengembangan Teknologi; Riset dan Standardisasi Bidang Industri; serta Sertifikasi
Industri. Sasaran-sasaran strategis tersebut menggunakan alokasi anggaran sebesar Rp
505.851.639.000,00 atau 87,33% dari total pagu dengan realisasi 90,68% dari pagu
kegiatan dan 79,19% dari total pagu program.
Realisasi tidak mencapai target karena adanya pemotongan/revisi anggaran pada akhir
tahun menyebabkan realisasi terhambat dalam waktu pelaksanaan; terdapat Satker
yang target penerimaannya tidak tercapai, adanya gagal lelang kegiatan pembangunan
laboratorium di Satker BLU BBIA; keterlambatan dalam memulai aktivitas pelaksanaan
anggaran, realisasi anggaran belanja untuk Puslitbang TIKI rendah karena mendapat
tambahan anggaran sebesar hampir Rp. 12 Milyar untuk Penyusunan Roadmap
Implementasi Industry 4.0 di Indonesia dari Direktorat Jenderal.
4. Meningkatnya Industri yang menerapkan Industri Hijau, sasaran strategis ini
menggunakan alokasi anggaran kegiatan Penelitian Dan Pengembangan Industri Hijau
dan Lingkungan Hidup dengan pagu Rp 5.702.626.000,00 atau 0,98% dari total pagu
dengan realisasi 92,71% dari pagu kegiatan dan 0,91% dari total pagu program.
Kendala rencana penarikan yang dibuat kurang memperhitungkan faktor waktu
pemeriksaan berkas pertanggungjawaban administrasi keuangan dan revisi anggaran.
5. Meningkatnya penerapan reformasi birokrasi, sasaran strategis ini menggunakan alokasi
anggaran kegiatan Penyusunan Rencana Dan Evaluasi Program Pengembangan
Teknologi dan Kebijakan Industri dengan pagu Rp 36.921.237.000,00 atau 7,05% dari
total pagu dengan realisasi 87,97% dari pagu kegiatan dan 5,61% dari total pagu
program. Realisasi tidak mencapai target karena adanya pemotongan anggaran dan
keterbatasan SDM yang melaksanakan kegiatan teknis menyebabkan realisasi tidak
dapat optimal.
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
51
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
Secara keseluruhan realisasi program/kegiatan tergambar pada tabel di bawah ini:
Tabel 3.22 Realisasi TA. 2017
Sumber Dana Pagu Realisasi %
Rupiah Murni 405.160.874.000 369.279.112.159 91,14%
Penerimaan Negara Bukan Pajak 86.634.005.000 74.259.228.935 85,72%
Badan Layanan Umum 86.927.208.000 80.240.078.944 92,31%
Hibah Langsung Luar Negeri 541.945.000 487.099.316 89,88%
Total 579,264,032,000 579,264,032,000 90.51%
Pada umumnya persentase realisasinya menurun dibanding tahun TA. 2016, kecuali
untuk Badan Layanan Umum yang TA. 2016 realisasinya 78,74 %, padaTA. 2017 meningkat
menjadi 92,31 %. Realisasi keuangan dari tiap kegiatan per triwulan dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 3.23
Realisasi Anggaran Program Pengembangan Teknologi dan Kebijakan Industri Per Triwulan Tahun 2017
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
52
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
Pada Triwulan I sampai III terdapat kegiatan yang realisasinya tidak mencapai
target dikarenakan berbagai kendala, namun pada Triwulan IV kendala-kendala yang ada
dapat ditindaklanjuti sehingga pada umumnya realisasi anggaran cukup berimbang dengan
target, meskipun ada beberapa kegiatan yang realisasi keuangannya kurang optimal.
Adapun rician realisasi keuangan program dan kegiatan BPPI pada TA. 2016 adalah sebagai
berikut :
Tabel 3.24 Realisasi Anggaran Program Pengembangan Teknologi dan Kebijakan Industri
Tahun 2016
No. Kegiatan Pagu Realisasi %
Program Pengembangan Teknologi dan Kebijakan Industri
579.264.032.000 524.266.259.453 90,51
A Kegiatan Pusat BPPI 73.412.393.000 65.574.168.343 89,32
1 Penyusunan Rencana Dan Evaluasi Program Kebijakan Iklim Usaha, Dan Mutu Industri
36.921.237.000 32.480.881.363 87,97
2 Pengkajian Kebijakan Dan Iklim Usaha Industri 5.272.924.000 4.956.093.920 93,99
3 Perencanaan Kebijakan Standardisasi Industri 7.437.165.000 7.199.363.599 96,80
4 Pengkajian Industri Hijau Dan Lingkungan Hidup 5.702.626.000 5.286.861.115 92,71
5 Pengkajian Teknologi Dan Hak Kekayaan Intelektual
18.078.441.000 15.650.968.346 86,57
B Kegiatan Balai Besar Industri 330.574.071.000 301.726.280.476 91,27
1 Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Kimia Dan Kemasan
27.938.990.000 24.948.824.667 89,30
2 Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Industri Agro
62.062.457.000 57.793.864.426 93,12
3 Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Pulp Dan Kertas
21.716.298.000 20.441.431.437 94,13
4 Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Tekstil 22.536.641.000 20.847.984.668 92,51
5 Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Keramik 26.441.881.000 22.299.815.556 84,34
6 Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Logam Dan Mesin
22.710.907.000 20.796.062.487 91,57
7 Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Bahan Dan Barang Teknik
48.357.296.000 42.623.323.785 88,14
8 Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri
30.333.731.000 27.876.654.000 91,90
9 Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Kulit, Karet Dan Plastik
25.722.903.000 23.481.995.026 91,29
10 Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Kerajinan Dan Batik
22.535.707.000 20.933.152.751 92,89
11 Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Hasil Perkebunan
20.217.260.000 19.683.171.673 97,36
C Riset Dan Standardisasi Bidang Industri 175.277.568.000 156.965.810.634 89,55
1 Riset Dan Standardisasi Bidang Industri Aceh 12.825.826.000 11.252.186.856 87,73
Riset Dan Standardisasi Bidang Industri Medan 20.010.280.000 16.033.148.320 80,12
2 Riset Dan Standardisasi Bidang Industri Padang 13.907.532.000 13.031.598.200 93,70
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
53
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
No. Kegiatan Pagu Realisasi %
4 Riset Dan Standardisasi Bidang Industri Palembang
14.505.701.000 13.816.191.173 95,25
5 Riset Dan Standardisasi Bidang Industri Bandar Lampung
15.187.344.000 13.242.667.481 87,20
6 Riset Dan Standardisasi Bidang Industri Surabaya 20.648.033.000 19.271.597.846 93,33
7 Riset Dan Standardisasi Bidang Industri Samarinda 12.779.956.000 12.281.305.656 96,10
8 Riset Dan Standardisasi Bidang Industri Banjarbaru 11.932.794.000 11.086.372.465 92,91
9 Riset Dan Standardisasi Bidang Industri Pontianak 13.901.580.000 13.299.548.005 95,67
10 Riset Dan Standardisasi Bidang Industri Manado 12.182.687.000 11.060.171.246 90,79
11 Riset Dan Standardisasi Bidang Industri Ambon 10.947.728.000 10.310.623.708 94,18
12 Sertifikasi Industri 16.448.107.000 12.280.399.678 74,66
Pada TA. 2017 kegiatan dengan realisasi tertinggi Penelitian Dan Pengembangan
Teknologi Hasil Perkebunan 97,36% dan realisasi terendah adalah Sertifikasi Industri
dengan realisasi keuangan sebesar 74,66%. Realisasi keuangan BPPI TA. 2017 tidak
mencapai target Kementerian Perindustrian yang menetapkan 95,00%, sedangkan realisasi
BPPI hanya mencapai 90,51%. Adapun perkembangan realisasi keuangan
program/kegiatan di lingkungan BPPI selama 5(lima) tahun terakhir bila dibandingkan
dengan target yang ditetapkan adalah sebagai berikut :
Tabel 3.25 Perbandingan antara Target dan Realisasi Keuangan BPPI TA. 2011-2016
2013 2014 2015 2016 2017
PAGU 552.876.445.000 593.868.295.000 579.139.170.000 576.657.149.000 579.264.032.000
Target(%) 93,92% 100,00% 93.39 92,00 95,00
Realisasi Keuangan
503.252.259.009 529.113.671.000 532.489.746.334 538.695.005.554 524.266.259.453
Realisasi(%) 91,02% 89,10% 91,95 93,42 90,51
Gambar 3.2. Realisasi Anggaran Program Pengembangan Teknologi dan Kebijakan Industri TA. 2012-2016
TA. 2013 TA.2014 2015 2016 2017
PAGU 552,876,445,000 582,234,951,000 579,139,170,000 576,657,149,000 579,264,032,000
Realisasi 503,252,259,009 522,140,568,344 532,508,200,319 538,722,205,554 524,266,259,453
% Realisasi 91.02% 89.68% 91.95% 93.42% 90.51%
0
100,000,000,000
200,000,000,000
300,000,000,000
400,000,000,000
500,000,000,000
600,000,000,000
700,000,000,000
PAGU Realisasi % Realisasi
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
54
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
Realisasi keuangan BPPI mengalami penurunan bila dibanding TA. 2016. Bila
dibandingkan dengan Unit Eselon I lain di lingkungan Kementeria Perindustrian adalah
sebagai berikut :
Tabel 3.26 Realisasi Keuangan Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Perindustrian TA 2017
Jumlah Persentase
realisasi TA 2016 Pagu Realisasi %
Ditjen IA 171.211.050 164.294.124 95,96 99.13
Ditjen IKM 305.424.611 289.725.786 94,86 96.80
Itjen 38.435.964 36.287.394 94,41 97.28
Setjen 988.049.560 928.836.276 94,01 96.67
PPI 259.104.577 243.066.004 93,81 91.34
Ditjen IKTA 117.386.833 109.203.214 93,03 99.12
BPPI 579.264.032 524.266.259 90,51 93.45
KPAII 44.686.187 39.347.241 88,05 96.59
Ditjen ILMATE 119.549.089 99.212.398 82,99 95.88
TOTAL 2.623.111.903 2.430.035.683 92,64 95.60
Dari tabel diatas tampak bahwa realisasi anggaran BPPI ada di peringkat 7 dari 9 Unit
Eselon I di lingkungan Kementerian Perindustrian, sedang TA. 2016 BPPI ada di peringkat
ke 8 dari 9 unit. Rata-rata realisasi keuangan TA. 2017 di lingkungan eselon I mengalami
penurunan.
3.2.2 Realisasi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Bila melihat dari PNBP realisasi penerimaan dan penggunaan pada TA. 2017 Satker
di lingkungan BPPI dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 3.27 Realisasi PNBP Satker di lingkungan BPPI TA 2017
NO NAMA BALAI
ESTIMASI / PAGU REALISASI PNBP TA. 2017 %
PENERIMAAN
PENGGUNAAN
PENERIMAAN
PENGGUNAAN
PENERIMA AN
PENGGUNA AN
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
55
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
I BALAI BESAR 107.488.605.000 118.873.188.000 109.978.787.601 109.542.637.043 102,32 92,15
1 Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Kimia Dan Kemasan
6.973.600.000 6.591.446.000 7.370.353.938 6.000.272.709 105,69 91,03
2 Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Industri Agro (BLU)*
24.000.000.000 38.830.627.000*) 26.508.852.989 36.917.154.416 110,45 95,07
3 Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Pulp Dan Kertas
3.025.000.000 2.869.212.000 3.144.497.712 2.748.198.656 103,95 95,78
4 Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Tekstil
5.000.000.000 4.736.500.000 4.520.141.351 4.168.346.587 90,40 88,00
5 Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Keramik
9.075.600.000 8.646.660.000 10.119.605.879 7.189.698.158 111,50 83,15
6 Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Logam Dan Mesin
3.746.393.000 3.559.073.000 3.424.321.259
3.012.081.052 91,40 84,63
7 Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Bahan Dan Barang Teknik(BLU)*
28.200.000.000 28.200.000.000 28.331.560.321
24.974.234.892 100,47 88,56
8 Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BLU)
12.962.436.000 13.497.781.000**) 12.689.003.332
13.000.731.284 97,89 96,32
9 Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Kulit, Karet Dan Plastik
4.538.000.000 4.333.790.000 5.008.724.978
4.012.307.509 110,37 92,58
10 Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Kerajinan Dan Batik
2.143.746.000 2.023.405.000 2.169.952.414
2.003.438.148 101,2 99,01
11 Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Hasil Perkebunan
7.823.830.000 5.584.694.000 6.691.773.428
5.516.173.632 85,53 98,77
II BARISTAND DAN BSI 64.374.234.000 54.688.025.000 59.092.050.973 43.875.157.248 91,79 80,23
1 Riset Dan Standardisasi Bidang Industri Aceh
2.813.074.000 2.413.250.000 2.630.159.909 1.643.880.700 93,50 68,12
2 Riset Dan Standardisasi Bidang Industri Medan
6.509.800.000 6.205.792.000 4.044.574.550
3.542.300.940 62,13 57,08
3 Riset Dan Standardisasi Bidang Industri Padang
3.800.000.000 3.607.340.000 3.821.347.300
3.058.711.591 100,56 84,79
4 Riset Dan Standardisasi Bidang Industri Palembang
3.364.640.000 3.195.533.000 3.192.766.266
2.837.987.260 94,89 88,81
5 Riset Dan Standardisasi Bidang Industri Bandar Lampung (BLU)
6.398.800.000 6.398.800.000 6.409.998.082
5.270.398.398 100,18 82,37
6 Riset Dan Standardisasi Bidang Industri Surabaya
10.200.000.000 9.737.940.000 10.424.028.757
8.969.742.703 102,20 92,11
7 Riset Dan Standardisasi Bidang Industri Samarinda
2.900.000.000 2.757.030.000 3.413.263.914
2.301.882.570 117,70 83,49
8 Riset Dan Standardisasi Bidang Industri Banjarbaru
3.397.320.000 3.237.985.000 3.976.640.250
3.052.146.571 117,05 94,26
9 Riset Dan Standardisasi Bidang Industri Pontianak
5.005.969.000 4.754.872.000 6.030.882.462
4.618.006.913 120,47 97,12
10 Riset Dan Standardisasi Bidang Industri Manado
1.026.469.000 866.352.000 1.161.619.000
820.858.000 113,17 94,75
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
56
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
11 Riset Dan Standardisasi Bidang Industri Ambon
400.000.000 378.235.000 245.759.946 156.309.000 61,44 41,33
12 Balai Sertifikasi Industri (BSI)
18.558.162.000 11.134.896.000 13.741.010.537
7.602.932.602 74,04 68,28
III BPPI PUSAT -
94.000.165 -
0,00 0,00
JUMLAH SELURUHNYA 171.862.839.000 173.561.213.000 169.164.838.739 153.417.794.291 98,43 88,39
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa:
- Untuk kegiatan litbang teknologi: kegiatan Litbang Teknologi Keramik realisasi penerimaan
tertinggi yaitu 111,50% juga penggunaan terendah yaitu 83,15%; kegiatan Litbang Teknologi
Hasil Perkebunan realisasi penerimaan terendah yaitu 85,53%; serta Litbang Teknologi
Kerajinan Dan Batik realisasi Penggunaan Tertinggi dengan 101,22%.
- Untuk kegiatan riset dan standardisasi bidang industri Pontianak realisasi penggunaan
tertinggi 94,26%; riset dan standardisasi bidang industri Samarinda realisasi penerimaan
tertinggi 120,47%; riset dan standardisasi bidang industri Ambon Realisasi Penerimaan
terendah yaitu 61,44% dan Penggunaan Terendah yaitu 41,33%, .
- Secara total realisasi PNBP BPPI dari penerimaan 98,43% dan dari penggunaan 88,39%.
- Realisasi penerimaan : Satker yang memiliki persentase realisasi penerimaan PNBP di atas
100% sebanyak 14 satker. Satker yang memiliki persentase realisasi penerimaan PNBP di
bawah 100% sebanyak 9 (sembilan) satker, adalah BBTPPI(97,89%), BI Palembang (94,89%),
BI Aceh (93,50%), BBLM(91,40%), BBT (90,40%), BBIHP (85,53%), BSI (74,04%), BI Medan
(62,13%), dan BI Ambon (61,44%).
- Persentase realisasi penggunaan PNBP Satker di atas rata-rata sebanyak 14(empat belas) dan
yang dibawah rata-rata 9 (sembilan) satker. Tiga Satker dengan persentase tertinggi adalah
BBKB, BBIHP, BBTPPI. Sedangkan 3 (tiga) Satker dengan persentase terendah adalah BI
Ambon (41,33%), Medan (57,08%), BI Aceh(68,12%).
3.2.3 Kendala Dalam Realisasi Keuangan
Realisasi keseluruhan Kementerian Perindustrian sebesar 92,64 %. Kendala yang
menyebabkan realisasi BPPI cukup rendah dibandingkan dengan Unit Eselon I yang lain
karena:
a) Sisa belanja pegawai Tahun 2017 adalah Rp. 29,6 Milyar tidak terealisasi karena terdapat
154 orang pegawai yang pensiun dan adanya alokasi untuk dana kenaikan tunjangan
kinerja yang tidak dapat dicairkan;
b) Total belanja yang masih diblokir pada Tahun 2017 adalah Rp. 3,955 Milyar;
c) Terdapat realisasi penerimaan PNBP yang masih rendah dan penggunaan PNBP juga
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
57
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
lambat. Hal tersebut dikarenakan semakin banyaknya saingan penyelenggara Jasa
Pelayanan Teknis; sistem pembayaran yang harus bayar di muka dianggap
memberatkan sebagian konsumen; beberapa Satker anggaran honor PNBP nya masih
dibintang; ada Satker yang telah merealokasi anggaran honor namun proses realisasinya
tidak secepat realisasi honorarium.
d) Realisasi anggaran belanja untuk Puslitbang TIKI sangat rendah karena mendapat
tambahan anggaran sebesar hampir Rp. 12 Milyar untuk Penyusunan Roadmap
Implementasi Industri 4.0 di Indonesia dari Direktorat Jenderal Pengembangan
Perwilayan Industri, sesuai DIPA BPPI Revisi ke-5 tanggal 25 September 2017. Dari pagu
yang hampir Rp. 12 Milyar tersebut, yang dapat direalisasikan hanya Rp. 10 Milyar yaitu
berupa Jasa Konsultan, sisanya masih di blokir. Selain itu, penguatan infrastruktur
kegiatan litbang teknologi industri dan kekayaan intelektual tidak dapat terealisasi
karena
paket pengadaan Alat Litbang Karet untuk Baristand Palembang mengalami gagal
lelang sebab tidak ada yang memasukkan penawaran.
e) Terdapat pembangunan gedung laboratorium di BBIA yang pengerjaan fisiknya baru
mencapai 91%, sehingga pembayarannya pun mengikuti capaian fisiknya
f) Pengadaan kendaraan fungsional laboratorium di BBKK dan Baristand Padang dengan
total anggaran sebesar Rp.932.903.000 tidak bisa dilaksanakan karena masih diblokir.
g) Ada beberapa Satker yang tidak dapat mencapai target PNBP sehingga berpengaruh
pada penyerapan anggaran.
h) Komposisi struktur anggaran bertumpu pada kegiatan swakelola sementara SDM yang
ada terbatas, mengakibatkan penyelesaian kegiatan bertumpuk di akhir tahun dan
beberapa tidak dapat terealisasi;
3.2.4 Rekomendasi
Tidak tercapainya target realisasi keuangan, baik target yang ditetapkan BPPI
maupun Kementerian Perindustrian maka hal-hal yang perlu dilaksanakan agar target
realisasi keuangan pada Tahun 2018 dapat tercapai.
Pada TA. 2016 terdapat rekomendasi yang telah ditindaklanjuti pada TA. 2017
yaitu :
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
58
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
Sebagian besar Satker telah merubah pola aktivitas kegiatan, yaitu kegiatan
dilaksanakan mulai awal tahun untuk menghindari kegiatan bertumpuk diakhir tahun,
namun proses administrasi sebagian besar baru terselesaikan di Triwulan III.
Di tahun 2017, PNBP diupayakan semaksimal mungkin disetorkan ke kas negara setiap
hari, untuk mempercepat realisasi penerimaan dan mencegah temuan berulang BPK
terkait keterlambatan setor PNBP.
Anggaran perjalanan dinas yang tidak terealisasi pada TA. 2017 telah menurun
dibanding tahun sebelumnya.
Satker dan Unit Kerja agar meningkatkan koordinasi dengan unit kerja lain, pembina
Eselon I , Inspektorat Jenderal, KPPN, dll agar tidak ada kendala yang terjadi dalam
pelaksanaan kegiatan.
Reviu Renstra BPPI 2015-2019 telah dilaksanakan pada pertengahan TA. 2017 untuk
menyesuaikan dokumen-dokumen Perencanaan yang ada.
Pada TA. 2018 target realisasi anggaran adalah 95,00%. Hal-hal yang akan
dilaksanakan pada tahun 2018 agar mencapai target, adalah:
a. Perencanaan
Berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk percepatan proses penyelesaian
revisi anggaran dan buka bintang;
BPPI perlu kembali melaksankan Reviu Renstra 2015-2019 yang sesuai dengan
dokumen-dokumen Perencanaan terbaru untuk mendukung Renstra Kementerian
Perindustrian dan Capaian IKU Kementerian Perindustrian.
b. Pengadaan Barang/Jasa
Segera melaksanakan proses pengadaan barang/jasa secepatya;
Melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa secara
rutin dan menginventarisir permasalahan yang dihadapi dalam pengadaan
barang/jasa;
Meningkatnya koordinasi dengan para pihak terkait untuk segera menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi.
c. Pelaksanaan anggaran
Menetapkan target penyerapan dan melakukan pemantauan atas pencapaian output
untuk memenuhi kinerja yang telah ditetapkan;
Segera melaksanakan aktivitas pelaksanaan anggaran dengan mempersiapkan segala
sesuatu yang dipersyaratkan (SK Pengelola DIPA, Korgiat dan Pelaksana Kegiatan,
Badan Penelitian dan Pengembangan Industri
59
Laporan Kinerja Tahun 2017 Bab III Akuntabilitas Kinerja
Pejabat pengadaan, Pejabat Penerima Pekerjaan, Petugas SAI dan BMN, mengajukan
UP, dll);
PPK segera menyediakan data dukung yang terkait dengan proses pelelangan dan
segera mengusulkan Paket Pengadaan Ke ULP sesuai dengan rencana yang telah di-
input di SIRUP (Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan);
Menyusun petunjuk teknis yang diperlukan sebagai acuan dalam pelaksanaan
kegiatan yang tercantum dalam DIPA;
Segera melakukan revolving uang persediaan jika penggunaanya minimal telah
mencapai 50%;
Memperhatikan capaian output dan tidak hanya fokus pada penyerapan anggaran;
Meningkatkan koordinasi dalam rangka pelaksanaan program dan kegiatan di
lingkungan BPPI;
Selalu berkoordinas dengan KPPN jika mengalami kendala dalam proses
pembayaran.
60
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Secara umum BPPI telah melaksanakan program dan kegiatannya sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan. Adapun capaian Sasaran Strategis Program Pengembangan
Teknologi dan Kebijakan Industri adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya peran fasilitas fiskal dalam investasi sektor industri, dengan indikator
kinerja yaitu kontribusi investasi yang memanfaatkan fasilitas fiskal, target 5,6 persen
dengan realisasi sebesar 4,21 persen atau capaian sebesar 75,18 persen;
2. Meningkatnya peran fasilitas fiskal dalam peningkatan ekspor produk industri, dengan
capaian indikator kinerja yaitu meningkatnya jumlah industri berorientasi ekspor, target
60 persen dengan realisasi sebesar 66,67 persen atau capaian sebesar 111,11 persen;
3. Meningkatnya penguasaan pangsa pasar dalam negeri, dengan capaian indikator kinerja
yaitu Penurunan Impor Produk Industri yang SNI, ST dan/atau PTC diberlakukan Secara
Wajib, target 5 persen dengan realisasi sebesar 3,50 persen atau capaian sebesar 70,00
(data periode Januari – Oktober 2017);
4. Meningkatnya penguasaan teknologi industri, dengan capaian indikator kinerja sebagai
berikut:
a. Produk industri yang dikuasai teknologinya, target 5 persen dengan realisasi 29,61
persen atau capaian sebesar 592,20 persen;
b. Tingkat kesiapterapan teknologi (TRL) yang dikuasai, target 60 persen dengan
realisasi sebesar 38,90% atau capaian sebesar 64,83 persen;
5. Meningkatnya industri yang menerapkan industri hijau, dengan indikator kinerja sebagai
berikut :
a. Industri Manufaktur yang memenuhi standar industri hijau, target 0,5 persen dengan
realisasi sebanyak 1,25 persen atau capaian sebesar 250,00 persen;
b. Penetapan Standar Industri Hijau, target 16% dengan capaian sebanyak 27,78% dan
atau capaian sebesar 173,62 persen.
61
6. Meningkatnya Layanan Jasa Teknis kepada Industri, dengan indikator kinerja Tingkat
Kepuasan Pelanggan, target 3,5 skala indeks dengan capaian 3,5 skala indeks atau
capain sebesar 100,00 persen;
7. Meningkatnya penerapan reformasi birokrasi, dengan indikator kinerja tingkat maturitas
Satker di lingkungan BPPI mencapai level 3, target 80%, dengan capaian sebanyak 100%
atau capaian sebesar 125,00%.
Realisasi anggaran Tahun 2017 untuk mendukung Program Pengembangan Teknologi dan
Kebijakan Industri sebesar Rp 524.266.259.453,- dari Pagu Rp 579.264.032.000,- atau
sebesar 90,51%.
4.2 Permasalahan Dan Kendala
Permasalahan dan kendala yang dialami :
1. Sisa belanja pegawai Tahun 2017 adalah Rp. 29,6 Milyar tidak terealisasi karena terdapat
154 orang pegawai yang pensiun dan adanya alokasi untuk dana kenaikan tunjangan
kinerja yang tidak dapat dicairkan dan total belanja yang masih diblokir pada Tahun
2017 adalah Rp. 3,955 Milyar;
2. Terdapat realisasi penerimaan PNBP yang masih rendah dan penggunaan PNBP juga
lambat. Hal tersebut dikarenakan semakin banyaknya saingan penyelenggara Jasa
Pelayanan Teknis; sistem pembayaran yang harus bayar di muka dianggap
memberatkan sebagian konsumen; beberapa Satker anggaran honor PNBP nya masih
dibintang; ada Satker yang telah merealokasi anggaran honor namun proses
realisasinya tidak secepat realisasi honorarium.
3. Komposisi struktur anggaran masih bertumpu pada kegiatan swakelola, sementara SDM
yang ada terbatas sehingga beberapa kegiatan tidak mencapai target karena sangat
tergantung pada kapasitas kemampuan SDM.
4.3 Saran Dan Rekomendasi
Saran dan rekomendasi untuk pelaksanaan program kegiatan di tahun selanjutnya :
a. Perencanaan
Berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk percepatan proses penyelesaian
revisi anggaran dan buka bintang;
62
BPPI perlu kembali melaksankan Reviu Renstra 2015-2019 yang sesuai dengan
dokumen-dokumen Perencanaan terbaru untuk mendukung Renstra Kementerian
Perindustrian dan Capaian IKU Kementerian Perindustrian.
b. Pengadaan Barang/Jasa
Segera melaksanakan proses pengadaan barang/jasa secepatya;
Melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa secara
rutin dan menginventarisir permasalahan yang dihadapi dalam pengadaan
barang/jasa;
Meningkatnya koordinasi dengan para pihak terkait untuk segera menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi.
c. Pelaksanaan anggaran
Menetapkan target penyerapan dan melakukan pemantauan atas pencapaian output
untuk memenuhi kinerja yang telah ditetapkan;
Segera melaksanakan aktivitas pelaksanaan anggaran dengan mempersiapkan segala
sesuatu yang dipersyaratkan (SK Pengelola DIPA, Korgiat dan Pelaksana Kegiatan,
Pejabat pengadaan, Pejabat Penerima Pekerjaan, Petugas SAI dan BMN, mengajukan
UP, dll);
PPK segera menyediakan data dukung yang terkait dengan proses pelelangan dan
segera mengusulkan Paket Pengadaan Ke ULP sesuai dengan rencana yang telah di-
input di SIRUP (Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan);
Menyusun petunjuk teknis yang diperlukan sebagai acuan dalam pelaksanaan
kegiatan yang tercantum dalam DIPA;
Segera melakukan revolving uang persediaan jika penggunaanya minimal telah
mencapai 50%;
Memperhatikan capaian output dan tidak hanya fokus pada penyerapan anggaran;
Meningkatkan koordinasi dalam rangka pelaksanaan program dan kegiatan di
lingkungan BPPI;
Selalu berkoordinas dengan KPPN jika mengalami kendala dalam proses
pembayaran.
PENGUKURAN KINERJA TAHUN 2017 BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI
Sasaran Program/Kegiatan Indikator Kinerja Target Realisasi Capaian Kegiatan/Komponen/ Subkomponen/
Anggaran
Pagu %
Pengembangan Teknologi dan Kebijakan Industri 579.264.032.000 90,51%
Meningkatnya peran fasilitas fiskal dalam investasi sektor industri
Pertumbuhan Industri Pionir dan Industri Prioritas
5,60% 4,21% 75,18% Penelitian Dan Pengembangan Kebijakan Iklim Usaha Industri
5.272.924.000 93,99%
Meningkatnya peran fasilitas fiskal dalam peningkatan ekspor produk industri
Jumlah Industri Berorientasi Ekspor
60,00% 66,67% 111,12%
Meningkatnya Penguasaan Pangsa Pasar Dalam Negeri
Penurunan Impor Produk Industri yang SNI, ST dan/atau PTC Diberlakukan Secara Wajib
5% 3,50% 70,00% Perencanaan Kebijakan Standardisasi Industri 7.437.165.000 96,80%
Meningkatnya Penguasaan Teknologi Industri
Produk Industri yang dikuasai Teknologinya
5% 29,61% 592,20% Total Realisasi Sasaran Strategis II 507.481.973.000 90,54%
Tingkat kesiapterapan teknologi (TRL) yang dikuasai
60% 38,90% 64,83% Penelitian Dan Pengembangan Teknologi Industri Dan Kekayaan Intelektual
18.078.441.000 86,57%
Penelitian Dan Pengembangan Teknologi 330.574.071.000 91,27%
Riset Dan Standardisasi Bidang Industri 158.829.461.000 89,55%
Meningkatnya Industri yang Menerapkan Industri Hijau
Meningkatnya Industri yang Menerapkan Industri Hijau
0,50% 1,25% 250,00% Penelitian Dan Pengembangan Industri Hijau Dan Lingkungan Hidup
5.702.626.000 92,71%
Penetapan stándar industri hijau (SIH)
16,00% 27,78% 173,63%
Meningkatnya layanan jasa teknis kepada industri
Tingkat Kepuasan Pelanggan 3,5 Skala
Indeks
3,5 Skala
Indeks
100,00% Sertifikasi Industri 16.448.107.000 74,66%
Meningkatnya penerapan reformasi birokrasi
Tingkat Maturitas Satker di lingkungan BPPI mencapai level 3
80% 1,00 125,00% Penyusunan Rencana Dan Evaluasi Program Pengembangan Teknologi Dan Kebijakan Industri
36.921.237.000 87,97%