Page 1
1
LAPORAN AKHIR TAHUN
TEKNOLOGI INTEGRASI KOPI, KAKAO DAN KAMBING PADA LAHAN KERING DATARAN RENDAH-MEDIUM IKLIM BASAH
SPESIFIK BENGKULU UNTUK EFISIENSI PRODUKSI SAMPAI 50% SERTA MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI 20%
Afrizon Siswani Dwi Daliani
Yong Farmanta Marzan
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU
BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2010
No Kode : 26.3.RPTP.1435 A2
Page 2
2
LAPORAN AKHIR TAHUN
TEKNOLOGI INTEGRASI KOPI, KAKAO DAN KAMBING PADA LAHAN KERING DATARAN RENDAH-MEDIUM IKLIM BASAH
SPESIFIK BENGKULU UNTUK EFISIENSI PRODUKSI SAMPAI 50% SERTA MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI 20%
Oleh
Afrizon Siswani Dwi Daliani
Yong Farmanta Marzan
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN
2010
Page 3
3
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul : Teknologi Integrasi Kopi, kakao dan ternak kambing Pada lahan Kering Dataran Rendah – medium iklim basah spesifik Bengkulu untuk efisiensi produksi sampai 50 % serta meningkatkan pendapatan petani 20 %
2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
3. Alamat Unit Kerja : Jalan Irian Km.6,5 Kel.Semarang, Bengkulu 38119
4. Penanggung Jawab : a. Nama : Drs. Afrizon, M.Si b. Pangkat / Golongan : Penata Tk I/IIId c. Jabatan
c1. Struktural c2. Fungsional
: :
- Peneliti Pertama
5. Lokasi Kegiatan : Desa Babakan Bogor Kabupaten Kepahiang
6. Status Kegiatan : Baru 7. Tahun Dimulai : 2010 8. Biaya : Rp 28.050.000,- (Dua puluh delapan juta
lima puluh ribu rupiah) 9. Sumber Dana : Satuan Kerja Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) Bengkulu. Balai Besar Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi Pertanian T.A 2010
Mengetahui, Penanggung Jawab kegiatan, Kepala Balai,
Dr. Ir. Tri Sudaryono, MS NIP. 19580820 198303 1 002
Drs. Afrizon, M.Si
NIP. 19620415199303 1001630301
Page 4
4
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat karunia-Nyalah
Laporan akhir Tahun kegiatan Teknologi Integrasi Kopi, Kakao dan Kambing (K3) Pada
Lahan Kering Dataran Rendah-Medium Iklim Basah Spesifik Bengkulu Untuk Efisiensi
Produksi Sampai 50 % Serta Meningkatkan Pendapatan Petani 20 % dapat diselesaikan.
Laporan ini berisi tentang hasil pelaksanaan kegiatan dari bulan Januari sampai Juni 2010.
Kegiatan K3 yang telah dilaksanakan sampai dengan bulan Desember 2010 antara
lain kegiatan non fisik yang meliputi (1) Koordinasi dengan Dinas Pertanian dan ketahanan
pangan dan dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepahiang untuk mendiskusikan
rencana kegiatan di daerah kabupaten Kepahiang sekaligus penentuan lokasi kegiatan sesuai
potensi dan persyaratan pelaksanaan kegiatan, (2) Peninjauan beberapa desa calon lokasi
untuk melihat kemungkinan dijadikan lokasi pengkajian,(3) Penetapan Desa yang dijadikan
sebagai lokasi Pengkajian,(4) Identifikasi petani dan penetapan nama-nama koperator yang
akan berperan aktif dalam kegiatan. Sedangkan kegiatan fisik dilapangan adalah
pembuatan kompos dan pakan ternak kambing, pemupukan tanaman kopi dan kakao,
pemangkasan serta pengamatan terhadap semua perlakuan yang diberikan terhadap
tanaman dan ternak.
Dengan selesainya laporan akhir tahun ini kami mengucapkan terima kasih kepada
Kepala BPTP Bengkulu atas bimbingan dan arahan-arahannya dalam kegiatan ini sehingga
kagiatan lebih fokus dari segi lokasi dan aplikasi teknologi, demikian juga kepada rekan-
rekan anggota tim yang telah memberikan tenaga dan pikiran sehingga kegiatan ini dapat
terlaksana dengan baik. Harapan kami semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Bengkulu, Desember 2010
Penanggung Jawab Kegiatan
Drs. Afrizon, M.Si
NIP 19620415 199303 1001
Page 5
5
Daftar Isi
halaman
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ iii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iv
DAFTAR ISI .........................................................................................
DAFTAR TABEL.....................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................
ABSTRAK..............................................................................................
ABSTRACT............................................................................................
V
vi
vii
viii
ix
I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2. Tujuan ..................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................
2.1. Potensi .....................................................................................
2.2. Pengertian Integrasi K3..............................................................
3
3
5
III. METODE PENGKAJIAN .................................................................... 6
3.1. Lokasi Pengkajian ..................................................................... 6
3.2. Cakupan Kegiatan .....................................................................
3.3. Metode Pengkajian ....................................................................
6
6
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................
V. KESIMPULAN DAN SARAN..................................................................
VI. KINERJA HASIL PENGKAJIAN...........................................................
9
16
17
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................
LAMPIRAN ...........................................................................................
18
19
Page 6
6
Daftar Tabel
Halaman
1. Inovasi teknologi pada masing masing komoditi ........................................... 6
2. Komposisi anjuran pakan tambahan untuk kambing....................................... 8
3. Analisis C/N pupuk kompos kulit kopi (%) ................................................... 9
4. Perbandingan Kandungan hara kompos limbah kulit kopi dengan Standar SNI.. 10
5. Potensi substitusi limbah kulit kopi terhadap pupuk an organik........................ 12
6. Produksi kopi sebelum dan sesudah aplikasi teknologi...................................... 13
7. Produksi kakao pra dan pasca aplikasi teknologi……………………………………………. 14
8. Rata rata Berat badan kambing pra dan pasca perlakuan setelah 6 bulan.......... 15
Page 7
7
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Sitem Integrasi K3........................................................................................... 20
2. Dokumentasi Kegiatan Pengkajian K3............................................................ 21
Page 8
8
Abstrak
Pengkajian Teknologi Integrasi Kopi, kakao dan ternak kambing Pada lahan Kering
Dataran Rendah – medium iklim basah spesifik Bengkulu untuk efisiensi produksi sampai 50
% serta meningkatkan pendapatan petani 20 % dilaksanakan din lahan petani Desa
Babakan Bogor Kabupaten Kepahiang. Pelaksanaan fisik lapangan dimulai pada bulan Mai
2010. Teknologi yang diterapkan adalah pembuatan kompos dari bahan baku kulit kopi dan
kulit kakao, pembuatan formulasi pakan ternak kambing dari bahan dasar kulit kopi.
Selanjutnya kompos diaplikasi ke tanaman kopi dan kakao dengan dosis 20 kg sebanyak 10
tanaman, 10 kg sebanyak masing masing 10 tanaman kemudian ditambah setengah dosis
pupuk an organk. Sedangkan pakan ternak kambing tambahan diberikan setiap hari dengan
dosis 1 % dari berat badan kambing. Hasil menunjukan perbedaan dalam hal produksi
tanaman kopi dan kakao serta peningkatan berat badan kambing walaupun
perubahan belum signifikan. Pertambahan produksi kopi terjadi sekitar 75
kg/ha/tahun, pertambahan produksi kakao sekitar 75 kg/ha/tahun dan penambahan
berat badan kambing selama 6 bulan pengamatan adalah 5,75 kg (Perlakuan) dan
3,18 kg (kontrol) atau terjadi kenaikan seberat 2,57 kg selama 6 bulan dibandingkan
dengan kebiasaan petani.
Kata kunci : Integrasi tanaman, ternak, limbah kulit kopi
Page 9
9
Abstract
Assessment of Technology Integration Coffee, cocoa and goats in Dry land Lowland -
Bengkulu specific medium wet climate for production efficiency by 50% and 20% increase
farmers' income farmers held land din Village Kepahiang Babakan Bogor Regency. Physical
Implementation of the field began in May 2010. The technology applied is the manufacture
of compost from raw materials leather coffee and cocoa leather, manufacture of animal feed
formulations of ingredients goat leather coffee. Next compost applied to plant coffee and
cocoa with a dose of 20 kg as many as 10 plants, 10 kg of each of 10 plants and then added
a half dose of fertilizer organk. While additional goat feed given each day with a dose of 1%
of body weight of goats. Results showed differences in terms of crop production of coffee
and cocoa as well as weight gain, although sheep do not change significantly. Increased
coffee production occurs around 75 kg / ha / year, cocoa production increase of about 75 kg
/ ha / year and weight gain during 6 months of observation goat was 5.75 kg (treatment)
and 3.18 kg (control) or an increase weighing 2.57 kg during 6 months compared with the
habitsoffarmers.
Keywords : Integration of crop, livestock, coffee leather waste
Page 10
10
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kabupaten Kepahiang merupakan sentra produksi kopi di Propinsi Bengkulu dengan
luas pertanaman saat ini seluas 24.186. Luasan pertanaman ini cenderung fluktiatif akibat
pengaruh harga pasar dan perilaku petani. Bila dilihat dari potensi produksi maka
Produtifitas ini masih tergolong rendah dengan kisaran antara 400 - 600 kg /ha.
Sedangkan produksi rata-rata nasional yang mencapai 900 kg/ha. Berbagai faktor
penyebab rendahnya produtifitas kopi rakyat antara lain teknik budidaya masih tradisional,
tanaman banyak yang sudah tua dan sebagian besar belum menggunakan klon unggul.
Peluang untuk meningkatkan produksi masih terbuka tentunya dengan penerapan inovasi
teknologi yang sesuai dengan kondisi agroekologi setempat.
Kopi termasuk tanaman yang menghasilkan limbah hasil sampingan pengolahan
yang cukup besar yang berkisar antara 50 - 60 persen dari hasil panen berupa kulit kopi.
Bila hasil panen kopi sebanyak 1000 kg kopi segar berkulit, maka yang menjadi biji kopi
hanya sekitar 400 – 500 kg dan sisanya berupa kulit kopi yang bisa sebagai salah satu
bahan dasar untuk pembuatan pupuk kompos (Puslitkoka, 2005). Banyak manfaat dari
limbah kopi disamping sebagai bahan dasar kompos juga berpotensi sebagai bahan pakan
ternak.
Pada beberapa tahun terakhir ini komoditi kakao mulai dikembangkan oleh
pemerintah daerah mengingat komoditi ini cocok dikembangkan diwilayah ini. Kabupaten
Kepahiang pada tahun 2007 sudah mengembangkan 4 juta bibit unggul kakao untuk
ditanam di lahan petani melalui program diversivikasi dengan tanaman kopi rakyat dan saat
ini sudah mulai berproduksi. Hampir 100 persen kakao rakyat di daerah ini dipasarkan
kepedagang pengumpul dalam bentuk biji dan umumnya tanpa fermentasi. Tanaman kakao
ini juga menghasilkan limbah kulit kakao yang mengandung protein cukup baik untuk bahan
pakan ternak kambing.
Produtifitas kakao di Bengkulu masih tergolong rendah yaitu berkisar antara 0,5
sampai 0,9 ton/ha/tahun. Potensi hasil mencapai 2 ton/ha dengan pemeliharaan yang baik.
Melalui inovasi teknologi perbaikan budidaya dan pasca panen produktivitas tanaman kakao
di Bengkulu masih berpeluang untuk ditingkatkan. Pengembangan kakao tidak hanya dalam
skala perkebunan rakyar, namun sebagai tanaman pekarangan dapat meningkatkan
pendapatan petani sepanjang tahun karena kakao dipanen secara berkesinambungan.
Page 11
11
Usahatani kopi dan kakao yang dilakukan petani saat ini masih berjalan secara
sendiri-sendiri atau belum ada mengkombinasikan beberapa komoditi dalam suatu
hamparan, sehingga dengan pola ini belum tercipta produktifitas dan efisiensi yang optimal.
Untuk mengoptimalkan usahatani kopi dan kakao rakyat ini diperlukan adanya suatu inovasi
teknoloigi dengan menghimpun beberapa potensi usahatani yang selama ini belum
dimanfaatkan oleh petani. Salah satu inovasi yang prospektif dikembangkan adalah model
integrasi kopi, kakao dan kambing. Dengan bersinergisnya ketiga komoditi ini diharapkan
ketersediaan sebagian pupuk dan pakan kambing dapat dipenuhi dalam suatu sistem
usahatani terpadu. Diharapkan dengan penerapan Integrasi akan tercipta efisiensi usahatani
dalam upaya untuk meningkatkan produktifitas lahan dan pendapatan petani secara
berkesinambungan serta terciptanya lkelestarian lingkungan.
1.2. Tujuan
1. Menerapkan teknologi integrasi kopi, kakao dan kambing yang sesuai
dengan kondisi setempat.
2. Meningkatkan produktifitas lahan dan pendapatan petani
Page 12
12
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Potensi
Propinsi Bengkulu dengan luas wilayah 1.978.870 ha memiliki potensi lahan
untuk lahan perkebunan seluas 818.748,74 ha ( 41,37 %). Daerah ini merupakan salah
satu wilayah penghasil kopi nasional bersama sama dengan Sumatera Selatan dan Lampung
menyumbang sekitar 60 % produksi kopi Indonesia (Ditjenbun, 2003). Disamping penghasil
devisa negara, kopi juga merupakan salah satu sumber pendapatan bagi petani di Bengkulu.
Luasan pertanaman kopi saat ini sekitar 88.493 ha yang tersebar di Bengkulu Utara 27.745
ha, Bengkulu Selatan 24.855 ha dan Rejang Lebong 35.893 ha dengan produksi 54.843,90
ton (Disbun, 2008).
Kabupaten Kepahiang merupakan sentra produksi kopi di Propinsi Bengkulu.
Disamping menghasilkan devisa komoditi ini merupakan salah satu sumber pendapatan bagi
petani. Luas pertanaman kopi rakyat di Propinsi Bengkulu 98.848 ha yang sebagian besar
seluas 24.186 (24,6%) terdapat di Kabupaten Kepahiang (BPS, 2009). Luasan pertanaman
cenderung fluktiatif akibat pengaruh pasar dan perilaku petani. Produtifitas masih
tergolong rendah dengan kisaran antara 400 - 600 kg /ha (Disbun, 2008). Kondisi ini jauh
dibawah rata-rata nasional yang mencapai 900 kg/ha. Berbagai faktor penyebab
rendahnya produtifitas kopi rakyat antara lain teknik budidaya masih tradisional, tanaman
banyak yang sudah tua dan sebagian besar belum menggunakan klon unggul. Melihat
potensi agroklimat yang ada, maka dengan penerapan inovasi teknologi produktifitas masih
berpeluang untuk ditingkatkan.
Produtifitas masih tergolong rendah yaitu berkisar antara 400 - 600 kg /ha jauh
dibawah rata-rata nasional yang mencapai 900 kg/ha. Berbagai faktor penyebab
rendahnya produtifitas kopi rakyat antara lain teknik budidaya masih tradisional, tanaman
banyak yang sudah tua dan sebagian besar belum menggunakan klon unggul. Melihat
potensi agroklimat yang ada, maka dengan penerapan inovasi teknologi produktifitas masih
berpeluang untuk ditingkatkan.
Kopi termasuk tanaman yang menghasilkan limbah hasil sampingan pengolahan
yang cukup besar yang berkisar antara 50 - 60 persen dari hasil panen berupa kulit kopi.
Bila hasil panen kopi sebanyak 1000 kg kopi segar berkulit, maka yang menjadi biji kopi
hanya sekitar 400 – 500 kg dan sisanya berupa kulit kopi yang bisa sebagai salah satu
bahan dasar untuk pembuatan pupuk kompos (Puslitkoka, 2005). Kandungan organik pada
Page 13
13
setiap bahan organik cenderung berbeda tergantung kepada susunan bahan pembentuknya.
Pemanfaatan pupuk kompos dari limbah kopi dapat dapat mengurangi ketergantungan
pupuk kimia dan menjaga kontinuitas penggunaan lahan serta kelestarian lingkungan.
Pemanfaatan pupuk kompos dari limbah kopi dapat dapat mengurangi
ketergantungan pupuk kimia dan menjaga kontinuitas penggunaan lahan serta kelestarian
lingkungan. Limbah kulit kopi dapat dijadikan pupuk kompos apabila telah mengalami
proses dekomposisi. Kompos dari hasil proses dekomposisi ini banyak mengandung unsur
hara yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman. Unsur yang dikandung antara lain
Nitrogen, Phospor dan Kalium. Limbah kulit kopi termasuk limbah padat. Limbah padat
adalah bahan sisa usaha yang tidak terpakai berbentuk padatan atau semi padatan.
Limbah padat ini merupakan campuran dari berbagai bahan baik yang tidak berbahaya
seperti sisa makanan dan limbah hasil pertanian maupun yang berbahaya seperti limbah
bahan berbahaya dan beracun (B3) yang berasal dari industri (Mulia 2005)
Kakao juga merupakan tanaman perkebunan pada akhir-akhir ini menjadi pusat
perhatian bagi pemerintah untuk dikembangkan. Luas pertanaman saat ini di Propinsi
Bengkulu 1.676 ha yang sebagian besar tersebar di Kabupaten Bengkulu Utara 1.138,8 ha
(67,9 %) dan di Kabupaten Seluma 538 ha. Produtifitas kakao di Bengkulu masih
tergolong rendah yaitu berkisar antara 0,5 sampai 0,9 ton/ha/tahun. Potensi hasil kakao
dengan tingkat pemeliharaan yang baik dapat mencapai 2 ton/ha/tahun. Melalui inovasi
teknologi perbaikan budidaya dan pasca panen produktivitasnya masih berpeluang untuk
ditingkatkan. Tanaman kakao ini limbah kulit buah berkisar antara 60 – 70 %. Kulit buah
ini sangat baik untuk pakan tambahan alternatif ternak kambing dan bahan baku pupuk
kompos (Puslitkoka, 2008)
Produtifitas kakao di Bengkulu masih tergolong rendah yaitu berkisar antara 0,5
sampai 0,9 ton/ha/tahun. Menurut Chatijah dan Limbongan (1999) potensi hasil kakao
dengan tingkat pemeliharaan yang baik dapat mencapai 2 ton/ha/tahun. Melalui inovasi
teknologi perbaikan budidaya dan pasca panen produktivitas tanaman kakao di Bengkulu
masih berpeluang untuk ditingkatkan. Menurut Abdoellah dan Wardani (1993)
pengembangan kakao sebagai tanaman pekarangan dapat meningkatkan pendapatan petani
sepanjang tahun karena kakao dipanen secara berkesinambungan.
Hampir 100 persen kakao diekspor dalam bentuk biji dan umumnya tanpa
fermentasi. Harga kakao saat ini dalam bentuk biji kering ditingkat petani cukup tinggi
berkisar antara Rp 15.000 sampai Rp 20.000/kg dan cendrung naik. Untuk mengoptimalkan
usahatani kopi dan kakao rakyat ini diperlukan adanya suatu inovasi teknoloigi dengan
Page 14
14
menghimpun beberapa potensi usahatani yang selama ini dikelola oleh petani. Salah satu
inovasi yang prospektif dikembangkan adalah model integrasi kakao dengan kopi dan
kambing. Dengan bersinergisnya ketiga komoditi ini diharapkan ketersediaan sebagian
pupuk dan pakan kambing dapat dipenuhi dalam suatu sistem usahatani terpadu.
Diharapkan dengan penerapan Integrasi akan tercipta efisiensi usahatani dalam upaya untuk
meningkatkan pendapatan petani secara berkesinambungan.
2.2. Pengertian Integrasi K3
Integrasi K3 merupakan perpaduan tiga komoditi kopi, kakao dan kambing dalam
suatu system yang saling bersinergis. Tanaman kopi punya hasil sampingan limbah kulit
kopi. Limbah ini memiliki kandungan bahan organik cukup tinggi sehingga bisa sebagai
bahan baku pupuk kompos. Disamping itu berpotensi sebagai salah satu sumber pakan
alternative ternak kambing. Tanaman kakao punya kulit buah dengan kandungan protein
yang bisa sebagai pakan tambahan alternative kambing dan bahan baku pupuk kompos.
Sedangkan ternak kambing menghasilkan kotoran sebagai bahan formulasi pupuk kompos
yang dapat digunakan memupuk tanaman kopi dan kakao sehingga saling menguntungkan
dalam sistim produksi.
Dalam Integrasi K3 terdapat banyak kegiatan yang saling mendukung upaya
peningkatan produktifitas lahan dan perekonomian petani dengan implementasi inovasi
teknologi antara lain 1) penyambungan tanaman kopi, 2), pemangkasan tanaman kakao, 3)
kompos dari limbah kulit kopi, kakao dan kotoran ternak kambing serta pembuatan biogas.
Page 15
15
III. METODE PENGKAJIAN
3.1. Lokasi Pengkajian
Lokasi npenelitian berada di desa Babakan Bogor Kecamatan Kabawetan Kabupaten
Kepahiang
3.2. Cakupan Kegiatan
Setiap komoditi akan diterapkan beberapa teknologi yang mendukung. Untuk limbah
biji kopi dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan pupuk kompos, pemeliharaan tanaman
yang meliputi pemupukan dan pemangkasan. Untuk kulit kakao akan dijadikan sebagai
salah satu bahan dasar pupuk kompos dan pemeliharaan tanaman yang meliputi pemupukan
dan pemangkasan. Sedangkan untuk ternak kambing akan diadakan pengandangan,
perbaikan kandang dan pemberian formulasi pakan tambahan dari bahan dasar limbah kulit
kopi dan kulit buah kakao yang selama ini belum dimanfaatkan sebagai salah satu pakan
alternatif. Kegiatan diikuti oleh 4 petani kooperator yang akan menerapkan model
integrasi kopi, kakao, dan kambing, luas lahan tiap petani 0,5 ha
3.3. Metode Pengkajian
Metode yang diterapkan dalam pengkajian ini adalah seperti tabel dibawah ini :
Tabel 1. Inovasi teknologi pada masing masing komoditi
Komoditi Perlakuan Jumlah sampel Kopi
Diberi kompos 20 kg/ ph Diberi kompos 10 kg/ph Tanpa kompos/ existing Pemangkasan
10 tanaman (a) + 75 g urea, 40 g SP 36, 50 g KCl 10 tanaman (b) + 75 g urea, 40 g SP 36, 50 g KCl 10 tanaman 20 Tanaman (a + b)
Kakao
Diberi kompos 20 kg/ ph Diberi kompos 10 kg/ph Tanpa kompos/existing Pemangkasan
10 tanaman (a) + 75 g urea, 40 g SP 36, 50 g KCl 10 tanaman (b) + 75 g urea, 40 g SP 36, 50 g KCl 10 tanaman 20 tanaman (a + b)
kambing Pemberian pakan dari
limbah kakao
Pemberian pakan cara petani
3 ekor kambing/ petani (umur >1 th) 3 ekor/ petani
Page 16
16
3.4. Pembuatan pupuk kompos.
a. Bahan dan alat :
Limbah kulit kopi, Limbah kulit kakao, Pupuk kandang kambing, Dedak Padi (bekatul),
Gula Merah, EM4, Air bersih, Ember plastik, Terpal plastik, Alat penyiram tanaman
(Gembor) dll.
b. Cara Pembuatan :
1. EM4 + gula merah + 20 liter air diaduk merata
2. 80 % Limbah kopi + 10 % Pupuk kandang + 10 % Dedak padi diaduk sampai
rata (Limbah kulit kakao terlebih dulu dihaluskan/ dicincang)
3. Kalau campuran cukup banyak agar dibagi sesuai dengan luas tempat yang
tersedia
4. Pada setiap tumpukan campuran bahan organik tadi disiram dengan larutan
nomor 1
5. kemudian diaduk agar larutan merata pada semua campuran
6. Setiap satu minggu dilakukan pembalikan campuran bahan organik
7. Kalau campuran terlalu kering lakukan penyiraman secukupnya dengan air bersih
pakai sprayer.
8. Setelah 4 – 5 minggu kompos siap dibongkar
9. Kompos yang sudah terbentuk terlihat berwarna kehitam-hitaman, struktur remah
dan tidak panas
10. Aplikasi ketanaman dapat dilakukan 1 minggu setelah kompos matang
11. Untuk keseragaman pupuk disaring dengan saringan
12. Untuk tanaman kopi dan kakao diberikan sesesuai perlakuan (10 – 20
kg/tanaman) dengan cara membuat lobang sekeliling tanaman.
3.5. Pembuatan pakan ternak kambing
Untuk perkembangan berat badan kambing memerlukan protein yang seimbang.
Sumber protein tidak hanya berasal dari rumput-rumputan yang selama ini diberikan sebagai
pakan utama kambing. Dengan kombinasi beberapa bahan organik yang ada di lokasi dapat
dijadikan sebagai bahan pakan alternatif untuk menambah protein dan karbohidrat bagi
percepatan pertumbuhan berat badan kambing. Adapun bahan dan komposisi yang bisa
digunakan adalah seperti tabel 2
Page 17
17
Tabel 2. Komposisi anjuran pakan tambahan untuk kambing
No Bahan Jumlah (kg) 1 2 3 4 5 6 7
Dedak padi Kulit Kakao Kulit Kopi
Kapur Gula aren
Garam dapur Mineral Premik
40 40 15 1
1,5 1
0,5
Jumlah 100
3.6. Parameter yang diukur
Kandungan N, P dan K kompos (Hasil analisis)
Substitusi terhadap pupuk an organik
Produksi kopi
Produksi Kakao
Peningkatan berat kambing
3.7.Metode Analisis
Membandingkan produktivitas dari inovasi yang diterapkan terhadap kebiasaan
petani sebelumnya. Selanjutnya dilakukan analisis deskriptif antar perlakuan (Petani dan
Inovasi)
Page 18
18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil analisis kompos
3.1. 1. Analisis C/N
Analisis C/N bertujuan untuk melihat sampai sejauh mana tingkat kematangan
bahan organik setelah mengalami proses dekomposisi atau penguraian. Nilai C/N ini
merupakan perbandingan antara karbon dan Nitrogen. Hasil analisis terhadap
perbandingan Carbon dan Nitrogen kompos disajikan dalam tabel 3 berikut :
Tabel 3. Analisis C/N pupuk kompos kulit kopi (%)
N
o
Kandungan Hasil analisis
1
2
3
4
C organic
Nitrogen
C/N
Bahan Organik
24,20
1,98
12,22
30,61
Dari Tabel 3 diatas terlihat bahwa nilai C/N dari pupuk kompos yang diproses
selama 4 minggu nilai C/N 12,22 (dibawah angka 20 %). Hal ini mengindikasikan bahwa
pada proses dekomposisi bahan organik pertanian dari limbah kulit kopi dapat dinyatakan
baik menurut standart kualitas kompos SNI 2004 dan bisa langsung diserap tanaman
setelah diaplikasi karena sudah mendekati atau sama dengan nilai C/N tanah yaitu 10 – 12
% (Isroi, 2008). Pembuatan kompos ini menggunakan bioaktifator, sehingga proses
dekomposisi berlangsung lebih cepat. Bioaktifator adalah bahan aktif mengandung bakteri
yang dapat mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Kecepatan penguraiannya
dipengaruhi banyak faktor antara lain jenis bahan organik, ukuran bahan organik (partikel)
aerasi, porositas, Kandungan air, suhu, pH (Anonim, 2008). Kompos kulit kopi dengan nilai
yang mendekati C/N tanah terlihat dengan cirri secara visual kompos terlihat agak halus dan
berwarna coklat kehitaman.
Page 19
19
3.1.2. Kandungan unsur hara kompos
Kandungan hara kompos dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4: Perbandingan Kandungan hara kompos limbah kulit kopi dengan Standar SNI
No Kandungan hara Limbah kulit kopi
Standar SNI Minimum Maksimum
1 2 3
N
P (P2O5)
K (K2O)
2,443
0,286
2,900
0,4
0,1
0,2
- - -
Berdasarkan data diatas kandungan nilai nitrogen (N) kompos sebesar 2,443%.
Angka ini melebihi standar yang dikeluarkan SNI: 19-7030-2004 tentang standar kualitas
kompos dengan kandungan nilai N minimal 0,40%. Dengan kandungan di atas, pupuk
kompos dalam penelitian ini secara umum telah berada di kisaran nilai standar yang telah
ditetapkan oleh SNI tahun 2004 dan aman untuk digunakan pada tanaman dan lingkungan.
Bila kandungan nilai N kompos ini di bandingkan dengan kandungan nilai N pada pupuk
kandang padat yang sebesar 1% N yang berasal dari kotoran ternak ayam, kotoran ternak
sapi mengandung 0,40% N dan kotoran ternak kambing terdiri dari 0,75% N (Tisdale dan
Nelson, 1975), tentunya nilai N pada kompos ini masih lebih baik. Hal ini diduga dari sususan
komposisi bahan pembuat kompos dimana limbah kulit kopi memiliki proporsi yang terbesar
dibanding bahan lainnya (80%) , sementara disisi lain N kulit kopi juga memiliki kadar yang
relatif tinggi yaitu sebesar 2,98% N.
Kandungan Phospor (P) kompos 0,286 %. Data ini memperlihatkan kandungan nilai
P2O5 (P) kompos kulit kopi melebihi standar yang dikeluarkan SNI: 19-7030-2004 tentang
standar kualitas kompos dengan kandungan nilai P minimal 0,10%.. Oleh karena itu kadar P
yang dihasilkan pada kompos dalam penelitian ini telah memenuhi standar minimal
berdasarkan SNI (min 0,10%). Hal ini sangat dimungkinkan karena kandungan nilai P pada
bahan penyusun kompos relatif lebih besar yaitu 0,18 P2O5 pada kulit kopi (Anonim, 2010)
dan sumbangan P2O5 terbesar didapatkan dari pupuk kandang (10-20%) berkisar 0,80 P2O5
yang berasal dari ternak ayam atau 0,20 P2O5 yang berasal dari ternak sapi atau 0,50 P2O5
yang berasal dari ternak kambing (Tisdale dan Nelson, 1975). Tentunya dengan kandungan
nilai P yang dihasilkan dalam pengkajian ini menunjukkan kualitas kompos yang relatif baik.
Kandungan nilai Kalium dalam bentuk K2O kompos pada tabel diatas adalah sebesar
2,9%. Angka ini telah berada di atas nilai minimal berdasarkan standar yang dikeluarkan
SNI: 19-7030-2004 tentang standar kualitas kompos dengan kandungan nilai K minimal
Page 20
20
0,20%. Bila dilihat bahan penyusun komposnya, kulit kopi sangat memberi kontribusi
terbesar dimana kulit kopi memiliki kandungan nilai K sebesar 2,26% (Anonim, 2010) yang
tersusun atas 80% komposisi bahan penyusun kompos bila dibandingkan terhadap pupuk
kandang yang hanya memiliki kandungan nilai K sebesar 0,40% K2O yang berasal dari
kotoran ayam, atau 0,10 K2O yang berasal dari ternak sapi atau 0,45 K2O yang berasal dari
ternak kambing (Tisdale dan Nelson, 1975). Perbandingan unsur-unsur yang terkandung
dalam pupuk kandang dari berbagai jenis hewan bergantung dari perbandingn makanan dan
jenis yang diberikan. Selanjutnya Buckman dan Brady (1982) menambahkan bahwa usia
(keadaan dan individu hewan), hamparan yang dipakai serta perlakuan dan penyimpanan
pupuk sebelum diberikan pada tanah juga sangat mempengaruhi perbandingan kandungan
unsur hara yang terdapat dalam pupuk kandang. Bahan yang mengandung serat organik
mengandung hanya sedikit Nitrogen dan Pospat, sedang Kalium berada dalam bentuk
persenyawaan mudah larut. Oleh karenanya kandungan nilai K kompos ini relatif masih lebih
baik bila dibandingkan dengan kandungan nilai K pupuk kandang (0,10% - 0,45%)
Bahan penyusun kompos ini mengandung dedak padi sehingga memberikan nilai K
yang lebih besar. Weber (1974) yang menyebutkan kandungan nilai K dalam dedak padi
sebesar 5,4%. Kalium diserap dalam tanah dalam bentuk ion K+. Ketersediaan kalium cukup
melimpah dipermukaan bumi (400-650 kg kalium untuk setiap 93 m2 pada kedalaman 15, 24
cm). Namun sekitar 90-98% berbentuk mineral primer yang tidak dapat diserap tanaman
dan yang hanya tersedia bagi tanaman hanya sekitar 1-2% (Sutedjo, 2001).
3.1.3. Substitusi terhadap pupuk an organik
Konversi hara pupuk kandang setara hara pupuk buatan mengacu kepada jumlah
kandungan N, P2O5, dan K2O pupuk buatan. Jika dilakukan penyetaraan terhadap pupuk an
organik dengan kompos, maka akan terlihat juga ukuran besaran substitusi oleh kompos
limbah kulit kopi terhadap pupuk an organik di Kabupaten Kepahiang yaitu dengan produksi
kopi 16.167 ton/tahun menghasilkan limbah kulit kopi sebanyak 8.277,504 ton/tahun (51,2
% dari berat biji kopi).
Page 21
21
Tabel 5. Potensi substitusi limbah kulit kopi terhadap pupuk an organik
(Produksi 16.167 ton, Limbah 8.227,504 ton)
No Unsur hara Hasil analisis (%) Kesetaraan (ton/th) Substitusi (ton/th)
1
2
3
N
P
K
2,443
0,286
2,900
200,997 N
23,530 P2O5
238,598 K2O
92,459 Urea (46 %)
8,471 SP 36 (36 %)
143,158 KCl (60 %)
Dari tabel diatas dengan data produksi kopi di Kabupaten kepahiang 16.167
ton/tahun dan menghasilkan limbah sebesar 8.277,504 ton/tahun akan mensubstitusi urea
sebanyak Urea 92,459 ton/tahun, SP 36 sebanyak 8,471 ton/tahun dan KCl sebanyak
143,158 ton/tahun
Jika di kembalikan ke lahan tanaman kopi, penggunaan pupuk urea untuk 1 pohon
tanaman kopi yang membutuhkan 150 g urea untuk pemupukan dan dalam 1 tahun
dilakukan 2 kali pemupukan sehingga dibutuhkan 300 g urea/pohon/tahun. Jika dalam 1 ha
luasan areal tanaman kopi dengan jarak tanam 2,5 m di dapati 1600 batang pohon tanaman
kopi maka akan dibutuhkan urea sebanyak 480 kg urea/ha/tahun. Nilai penyetaraan kompos
kulit kopi terhadap urea dengan konversi ratio 1 : 18 maka akan dibutuhkan massa kompos
sebesar 8,640 ton/ha/tahun.
3.2. Produksi kopi
Daerah ini terletak pada ketinggian 550 m dari permukaan laut sehingga 100 % kopi
yang dibudidayakan merupakan kopi Robusta dengan luas pertanaman bervariasi antara
0,25 – 0,75 ha setiap petani. Sebagian tanaman kopi sudah tua dan kurang produktif dan di
diversifikasi dengan tanaman kakao. Dua dari empat petani koperator sudah melakukan
penyambungan tanaman kopi dengan jenis kopi unggul lokal yang entresnya diperoleh dari
kebun petani lainnya di Desa lainnya yang sudah diseleksi dengan baik. Dari hasil
penyambungan terlihat keragaan tanaman cukup baik dan produksi lebih tinggi dibandingkan
dengan tanaman sebelum adanya penyambungan dan terlihat jarak antara ruas brondolan
lebih rapat dan lebih subur pertumbuhannya serta lebih seragam pematangan buahnya.
Page 22
22
Produksi tanaman kopi sebelum dan sesudah pengkajian disajikan dalam tabel 6
dibawah ini,
Tabel 6. Produksi kopi sebelum dan sesudah aplikasi teknologi
Petani Produksi /ha/bl(kg) Prediksi produksi/ha/th (kg)
Pra aplikasi Pasca aplikasi Pra aplikasi Pasca aplikasi
I
II
III
IV
30
45
40
40
40
50
50
40
360
540
480
480
480
600
600
480
Rerata 38,75 45 465 540
Dari tabel 6 terlihat bahwa selama 6 bulan pengamatan terjadi kenaikan dari rata
produksi 38,75 kg/ bulan menjadi 45 kg/bl atau naik 6,25 kg. Adanya kenaikan ini walau
belum signifikan diduga karena kebutuhan unsure hara bagi tanaman kopi sebagian sudah
dapat dipenuhi karena pemberian kompos dan aplikasi separo dosis pupuk an organic
anjuran. Diprediksi produksi dalam satu tahun sekitar 540 kg/tahun. Perlakuan lainnya
berupa pemeliharaan tanaman seperti pemangkasan juga sangat membantu dalam hal ini
karena dengan pemangkasan menyebabkan berkurangnya kelembaban disekitar tanaman
yang dapay menghindari berkembangnya sumber – sumber penyakit tanaman. Produksi ini
sebenarnya masih jauh dari produksi rata-rata Nasional yang mencapai 900 kg/ha/tahun.
Rendahnya produksi ini karena tanaman kopi belum mamasuki masa panen agung yang
biasanya datang pada bulan Mai. Disamping itu masih banyaknya tanaman yang sudah tua
yang perlu diremajakan. Sebagian tanaman petani sudah mulai meremajakan dengan
penyambungan klon unggul lokal yang didapat dari Desa lainnya di Kabupaten Kepahiang.
3.3. Produksi kakao
Tanaman kakao petani yang ada saat ini sebagian besar berasal dari bantuan
Pemerintah daerah Kabupaten Kepahiang melalui program diversifikasi tanaman kopi robusta
yang selama ini dibudidayakan petani. Tanaman saat ini sudah berumur 5 tahun dan sudah
mulai memasuki masa produksi selama 2 tahun. Luas tanaman setiap petani koperator
berkisar antara 0,5 – 1,0 ha. Produktivitas tanaman masih fluktuatif akibat berbagai
Page 23
23
kendala antara lain adanya serangan penyakit busuk buah yang bisa mengakibatkan 30 – 40
% gagal panen. Disamping itu hama tupai juga menjadi penyebab rendahnya produksi
kakao. Secara umum produksi kakao masih dibawah produksi rata – rata dan belum sesuai
dengan potensi produksi yang dimiliki.
Produksi tanaman kakao hasil pengkajian disajikan dalam tabel 6 dibawah ini,
Tabel 7. Produksi kakao pra dan pasca aplikasi teknologi
Petani Produksi/bl (kg) Kenaikan
Pra aplikasi Pasca aplikasi
I
II
III
IV
80
60
60
40
80
65
70
50
0
5
10
10
Rerata 60 66,25 6,25
Dari tabel 6 diatas terlihat kenaikan produksi pasca aplikasi teknologi rata-rata 6,25
kg/ bulan menjadi 66,25 kg/ bulan atau diprediksi menjadi 795 kg/ tahun. Adanya kenaikan
produksi ini walau belum optimal karena sebagian kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan
tanaman kakao sudah bisa dipenuhi dari pemberian pupuk kompos limbah kulit kopi dan
pemberian pupuk an organic setengah dosis yang diaplikasikan. Pemeliharaan tanaman
yang meliputi pemangkasan juga sangat membantu dalam hal ini karena dengan
pemangkasan menyebabkan berkurangnya kelembaban disekitar tanaman yang dapay
menghindari berkembangnya sumber – sumber penyakit tanaman. Produksi ini termasuk
remdah dibandingkan produksi rata – rata Nasional yang mencapai 1200 – 1500 kg/ tahun.
Beberapa penyebab masih rendahnya produksi kakao petani diantaranya adalah petani di
daerah ini belum memahami secara baik teknik budidaya kakao karena komoditi ini baru
berkembang dalam 5 tahun terakhir. Disamping itu banyaknya serangan penyakit busuk
buah dan hama penggerek buah serta hama tupai juga menjadi penyebab rendahnya
produksi dan tingkat penurunan produksi mencapai 50 %. Upaya yang sudah dilakukan
terhadap penyakit busuk buah adalah dengan mengembangkan musuh alami dengan
membuat sarang semut hitam yang diharapkan dapat mengatasi salah satu sumber penyakit
yang berasal dari jamur. Inovasi ini dalam jangka panjang diharapkan bisa menurunkan
tingkat serangan penyakit yang ada pada tanaman kakao. Disamping itu dengan melakukan
Page 24
24
pemangkasan menyebabkan kelembaban disekitar tanaman semakin berkurang dan dapat
menekan berkembangnya inang perantara terhadap penyakit busuk buah tersebut.
3.4. Berat badan kambing.
Kepemilikan ternak kambing petani koperator berkisar antara 6 – 23 ekor yang
terdiri dari tingkatan umur 2 bulan – 12 bulan, 12 bulan sampai 24 bulan dan > dari 24
bula. Selama ini pakan yang diberikan hanya berupa rumput raja (rumput gajah) ang
diberikan setiap pagi dan sore. Penambahan berat badan kambing dengan pemberian pakan
utama rumput gajah ini memperlihatkan lambatnya pertumbuhan berat badan.
Hasil pengamatan berat badan ternak kambing sebelum dan sesudah aplikasi pakan
tambahan alternative disajikan dalam tabel 8 dibawah ini.
Tabel 8. Rata rata Berat badan kambing pra dan pasca perlakuan setelah 6 bulan
Petani Perlakuan Kontrol
Pra Pasca Pra Pasca
I
II
III
IV
33
34
29,3
27,3
39,2
39
34,8
33,6
30,5
33,6
31,3
23,3
34,6
37,0
34,1
25,8
30,9 36,65 29,7 32,88
Dari tabel 8 diatas terlihat adanya perbedaan berat badan kambing yang diberi
pakan tambahan dengan pakan yang biasa diberikan petani. Dari formulasi pakan yang
diberikan (tabel 2) yang terdiri dari dedak padi, kulit kopi, kulit kakao dan campuran lainnya
ternyata bisa menaikan berat badan kambing secara cepat yaitu dari 3,18 kg (kebiasaan
petani) menjadi 5,75 kg selama 6 bulan (pakai pakan tambahan). Formulasi yang diberikan
mengandung karbohidrat, protein dan senyawa lainya yang sangat dibutuhkan oleh kambing
dalam masa pertumbuhan badannya. Penambahan berat badan ini masih belum optimal.
Belum optimalnya penambahan berat badan kambing karena pemberian pakan alternative
tambahan dari formulasi yang dianjurkan belum berjalan secara rutin.
Page 25
25
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan :
1. Penerapan Inovasi teknologi Integrasi tanaman kopi, kakao dan ternak kambing cocok
diterapkan di Kabupaten Kepahiang karena didukung potensi lokal di daerah ini
2. Inovasi Teknologi Integrasi tanaman kopi, kakao dan ternak kambing bisa meningkatkan
produktifitas lahan perkebunan kopi dan kakao rakyat serta mengurangi pencemaran
lingkungan
Saran :
Pengkajian yang dilaksanakan secara fisik di lapangan beru berjalan selama 6 bulan.
Sebagai tanaman tahunan penerapan aplikasi teknologi dalam masa yang singkat
belum menampakkan hasil yang signifikan, apalagi tanaman belum mamasuki masa
panen agung khususnya tanaman kopi. Untuk bisa memperoleh hasil yang nyata dan
signifikan dibutuhkan waktu yang lebih lama lagi
Page 26
26
VI. KINERJA HASIL PENGKAJIAN
Pengkajian yang dilaksanakan di lahan petani dengan 4 petani koperator dalam
aplikasinya dapat diadopsi dengan baik oleh petani. Hal ini dapat dilihat dari peran aktifnya
dalam setiap tahapan inovasi teknologi yang diberikan. Dari aplikasi teknologi yang
dilaksanakan memperlihatkan perbedaan dalam hal produksi tanaman kopi dan kakao serta
peningkatan berat badan kambing walaupun perubahan belum signifikan. Pertambahan
produksi kopi terjadi sekitar 75 kg/ha/tahun, pertambahan produksi kakao sekitar 75
kg/ha/tahun dan penambahan berat badan kambing selama 6 bulan pengamatan adalah
5,75 kg (Perlakuan) dan 3,18 kg (kontrol) atau terjadi kenaikan seberat 2,57 kg selama 6
bulan dibandingkan dengan kebiasaan petani. Disamping adanya kenaikan produksi kopi
dan kakao serta kenaikan berat badan kambing dengan pemberian pakan tambahan juga
berdampak kepada pelestarian lingkungan khususnya lingkungan sekitar karena limbah kulir
kopi dan kakao yang selama ini dibuang dan menjadi salah satu sumber pencemaran sudah
dimanfaatkan untuk bahan baku pupuk kompos dan bahan baku pakan tambahan ternak
kambing
Page 27
27
DAFTAR PUSTAKA.
Abdoellah, S dan A.Wardani. 1993. Impact of Cocoa Development on Marginal Land to
Farmers Income: A Case in Gunung Kidul Regency, Indonesia. Pelita
Perkebunan, no 9. Vol 3. 97 - 104
Anonim. 2010. Potensi Pemanfaatan Limbah Perkebunan Menjadi Pupuk Organik.
Direktorat Perbenihan Dan Sarana Produksi. Ditjenbun Departemen Pertanian.
Biro Pusat Statistik. 2002. Bengkulu Dalam Angka. Kerjasama Biro Pusat Statistik dengan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bengkulu 2002.
Biro Pusat Statistik. 2009. Bengkulu Dalam Angka. Kerjasama Biro Pusat Statistik dengan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bengkulu 2009.
Buckman, H.O dan N.C. Brady. 1982. Ilmu Tanah. Terjemahan Prof. Dr. Soegiman. Penerbit
Bhratara Karya Aksara. Jakarta.
Crawford. J.H. 2003. Composting of Agricultural Waste. In Biotechnology Applications and
Research, Paul N, Cheremisinoff and R. P. Ouellette (ed). P.68-77.
Direktorat jendral Bina Produksi Perkebunan. 2002. Statistik Perkebunan Kopi Indonesia
2000 – 2001. Direktorat Jendral Bina Produksi Perkebunan. Departemen Pertanian.
Jakarta. 97 hal.
Disbun. 2007. Statistik Perkebunan Propinsi Bengkulu. Pemerintah Propinsi Bengkulu. Edisi
Mei 2005, hal 1. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember.
Isroi. 2008. Pengomposan Limbah Padat Organik. Land to Farmers Income: A Case in
Gunung Kidul Regency, Indonesia. Pelita Perkebunan, 9(3), 97 – 104. Balai
Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Bogor
Kesumaningwati, R. 2009. Tanah, lingkungan dan pertanian : Kompos. Ilmu Tanah dan
Lingkungan, Pertanian. http://tjimpolo.blogg.com. p=17. 11 Desember 2009.
Mattjik A.dan A, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan
Minitab Jilid I. Jurusan Statistik – FMIPA, IPB. IPB Press. Bogor.
SNI. 2004. Spesifikasi kompos dari sampah organik no 19-7030-2004. Badan Standar
Nasional Indonesia. Jakarta.
Sutanto R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Pemasyarakatan dan Pengembangannya.
Kanisius. Yogyakarta. Hal 25.
Page 29
29
Lampiran 1. Gambar Sistem Integrasi tanaman kopi, kakao dan ternak kambing
Page 30
30
Lampiran 2. Dokumentasi kegiaqtan pengkajian K3
Gambar 1. Pemupukan awal tanaman kopi dengan pupuk an organik
Gambar 2. Proses pembuatan kompos dari limbak kulit kopi dan kakao\
Page 31
31
Gambar 3. Salah satu tumpukan hasil pembuatan kompos
Gambar 4. Proses pembuatan pakan ternak kambing dari limbah
kulit kopi dan kakao
Page 32
32
Gambar 5. Ternak kambing yang diberi pakan dari limbah kulit kopi dan kakao
Gambar 6. Penampilan buah tanaman kopi pasca pengkajian
Page 33
33
Gambar 7. Tampilan buah tanaman kakao pasca pengkajian
Gambar 8. Buah kakao yang terserang busuk buah
Page 34
34
Gambar 9. Salah satu sampel tanaman kopi pasca penyambungan
Gambar 10. Panen kakao pada salah satu koperator