Top Banner

of 25

Laporan Akhir Pemetaan BLK

Oct 13, 2015

Download

Documents

Laporan Akhir Pemetaan BLK
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

    Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja i

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmatNya,

    Laporan Kegiatan Pemetaan Program Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja Tahun 2010 ini

    dapat diselesaikan. Program yang diinisiasi oleh Presiden Republik Indonesia dan diamanahkan

    kepada Kementerian Pendidikan Nasional untuk dikoordinasikan di antara Kementerian Kabinet

    Indonesia Bersatu II ini merupakan program nasional yang sangat kritis untuk mengatasi masalah

    pengangguran di Indonesia. Selain bertujuan mengatasi ketidaksesuaian kompetensi lulusan

    pendidikan dengan kebutuhan Dunia Usaha Dunia Industri (DUDI), program ini juga diarahkan untuk

    meningkatkan jumlah wirausaha pencipta lapangan kerja di Indonesia.

    Menyadari bahwa penyelarasan pendidikan dengan DUDI bukanlah masalah yang mudah

    untuk diselesaikan, di tahun 2010 telah disusun kerangka kerja penyelarasan dan tahapan

    penyelarasan yang akan dilakukan setidaknya sampai dengan tahun 2014. Dalam laporan ini

    disampaikan hasil kegiatan pemetaan yang merupakan komponen penting dalam program

    penyelarasan.

    Dalam kegiatan pemetaan tahun 2010, telah dilakukan lima aktivitas pemetaan yang

    berbeda yaitu pemetaan sisi permintaan dalam empat dimensi penyelarasan (kuantitas, kompetensi,

    lokasi, dan waktu), pemetaan dan analisis kebijakan sisi permintaan yang mendorong maupun

    menghambat penyelarasan antara pendidikan dengan dunia kerja, pemetaan sisi pasokan dalam

    empat dimensi, pemetaan dan analisis kebijakan sisi pasokan, serta analisis efektivitas implementasi

    kebijakan di sisi pasokan. Kegiatan pemetaan tersebut telah dilakukan di 6 kota yang tersebar di

    Sumatera dan Jawa. Selain hasil-hasil penting dari kegiatan pemetaan di 6 kota tersebut, dalam

    laporan ini juga dipaparkan rekomendasi instrumen dan mekanisme kegiatan yang dapat direplikasi

    di kota-kota lain di Indonesia.

    Laporan ini terselesaikan karena dukungan dan kerja keras berbagai pihak. Karenanya

    penghargaan dan ucapan terimakasih kami sampaikan pada semua pihak yang telah terlibat dalam

    proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, serta penulisan laporan ini.

    Walaupun telah diupayakan semaksimal mungkin, kami menyadari bahwa laporan ini

    tidaklah sempurna. Untuk itu saran dan kritik demi perbaikan sangat kami harapkan.Semoga apa

    yang dipaparkan dalam laporan ini dapat memberikan gambaran hasil kerja tahun 2010 dan dapat

    dijadikan landasan bagi pelaksanaan program di tahun selanjutnya.

    Penyusun,

    Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja

  • Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

    Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja ii

    EXECUTIVE SUMMARY

    Tingginya angka pasokan angkatan kerja berpendidikan yang tidak terserap dunia kerja

    merupakan masalah nasional yang diduga kuat disebabkan oleh disharmonisasi antara ketersediaan

    angkatan kerja terdidik dan kebutuhan DUDI pada beberapa dimensi situasional dan kondisional.

    Untuk menuntaskan masalah ini secara komprehensif dan berkelanjutan, empat dimensi

    penyelarasan (kuantitas, kualitas, waktu, dan tempat) telah ditetapkan sebagai acuan dasar

    pelaksanaan program Penyelarasan Pendidikan dan Dunia Kerja. Program pemetaan sendiri

    ditetapkan sebagai langkah awal program Penyelarasan dengan tujuan utama mengidentifikasi

    sedetil mungkin masalah-masalah yang dihadapi pada lima aspek, yaitu situasi dan kondisi pasokan

    dunia pendidikan (selanjutnya disebut program P1), kebijakan bidang pendidikan (P2), permintaan

    dunia kerja (M1), kebijakan bidang ketenagakerjaan (M2), dan efektifitas implementasi kebijakan

    (P3). Dalam pelaksanaannya pemetaan dilaksanakan oleh 21 (duapuluh satu) perguruan tinggi di 6

    (enam) kota, yaitu Medan, Pekanbaru, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Malang. Sektor yang

    menjadi fokus kajian di tahun 2010 adalah sektor pertanian, manufaktur, perdagangan dan jasa.

    Hasil pemetaan menunjukkan beberapa temuan yang bersifat umum (terjadi di seluruh kota)

    dan temuan-temuan yang bersifat khusus (spesifik di sebuah kota). Temuan umum menunjukkan

    bahwa pemahaman yang komprehensif terhadap keterkaitan antara potensi wilayah, kekuatan

    ekonomi, kondisi dunia kerja, serta kondisi dunia pendidikan di sebuah wilayah merupakan faktor

    penting yang mutlak ada untuk memperoleh potret awal situasi keselarasan yang aktual dan akurat.

    Cukup disayangkan bahwa pemahaman yang demikian belum dijumpai baik di kalangan birokrasi,

    lembaga penyelenggara pendidikan dan pelatihan, maupun dunia kerja di keenam lokasi pemetaan.

    Kondisi umum lainnya, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) saat ini tengah menjadi pusat perhatian

    pengembangan sistem pendidikan di enam kota yang menjadi obyek pemetaan. Secara umum baik

    di lembaga kursus bidang manufaktur maupun bidang jasa peserta kursus didominasi oleh peserta

    kursus berlatar belakang pendidikan formal setingkat SMA/SMK. Hasil kajian menunjukkan bahwa

    sertifikat kursus ternyata menjadi faktor penting dalam menentukan kemudahan mendapatkan

    pekerjaan para lulusan kursus. Temuan khusus yang sangat menarik, dari 86% yang mengalami

    kenaikan gaji setelah mengikuti kursus, sekitar separuhnya mendapatkan kenaikan gaji di atas 20%

    dari gaji yang diperoleh sebelum mengikuti kursus.

    Kegiatan pemetaan juga mencatat sejumlah fenomena umum dari dunia kerja. Pertama,

    dunia kerja menganggap produktivitas tenaga kerja terdidik di Indonesia rendah. Kedua, dunia kerja

    mengeluhkan kualifikasi lulusan yang tidak sesuai kebutuhan dunia kerja, diperkirakan hal ini terjadi

    karena disain sistem pendidikan tidak relevan dengan kebutuhan dunia kerja. Dunia kerja sangat

    berharap dunia pendidikan membangun sebuah sistem untuk membangun empat karakter dasar

    kepribadian, yaitu rasa tanggung jawab, sikap jujur, memiliki inisiatif, dan memiliki keinginan untuk

    belajar.

    Dari hasil pemetaan dan analisis kebijakan dapat disimpulkan bahwa ketersediaan informasi

    pasar kerja yang dinamis dan up-to-date belum memadai apalagi optimal, sementara pelaksanaan

    urusan pemerintah kota dalam bidang ketenagakerjaan, pendidikan dan industri lebih berorientasi

    pada aspek teknis operasional. Kreativitas untuk menciptakan kebijakan sesuai dengan karakter lokal

    dalam konteks respon atas permintaan tenaga kerja pada pasar tenaga kerja menjadi sangat

    terbatas dan merupakan salah satu faktor penyebab ketidakselarasan.

  • Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

    Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja iii

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR ............................................................................................................................................ I

    EXECUTIVE SUMMARY ..................................................................................................................................... II

    DAFTAR ISI ......................................................................................................................................................III

    1. TUJUAN DAN INDIKATOR KEBERHASILAN PEMETAAN ........................................................................ 3 A. TUJUAN PEMETAAN ............................................................................................................................. 3 B. INDIKATOR KEBERHASILAN .................................................................................................................. 4

    2. MODEL PEMETAAN ............................................................................................................................... 4 3. PELAKSANA PROGRAM PEMETAAN ..................................................................................................... 4 4. PELAKSANAAN KEGIATAN PEMETAAN ................................................................................................ 5

    A. PEMETAAN SISI PASOKAN DUNIA PENDIDIKAN (P1) .......................................................................... 6 B. PEMETAAN DAN ANALISIS KEBIJAKAN SISI PASOKAN (P2) ............................................................... 12 C. PEMETAAN SISI PERMINTAAN DUNIA USAHA/ DUNIA INDUSTRI (M1) ........................................... 13 D. PEMETAAN DAN ANALISIS KEBIJAKAN SISI PASOKAN (M2) ............................................................. 16

    5. KESIMPULAN ....................................................................................................................................... 17 A. KESIMPULAN KEGIATAN PEMETAAN ................................................................................................. 17 B. KESIMPULAN METODOLOGIS ............................................................................................................. 19

  • Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

    Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 1

    PEMETAAN Sebuah kebetulan saja Hari Pendidikan Nasional kita jatuh bersebelahan dengan Hari Pekerja

    Sedunia. Tapi kalau keterkaitan antara subyek dan obyek dalam kedua hari peringatan tersebut,

    yaitu dunia pendidikan dan dunia usaha/ dunia industri (DUDI) pasti bukan kebetulan. Secara

    teoritis, hubungan kedua dunia ini kian akrab seiring kemajuan peradaban sebuah masyarakat.

    DUDI akan makin membutuhkan dunia pendidikan dalam proses pembentukan kualitas sumber daya

    manusia dalam kuantitas tertentu, dunia pendidikan akan makin membutuhkan DUDI sebagai

    penyerap sumber daya manusia terdidik yang mereka hasilkan. Secara khusus, pelaksanaan

    pendidikan nasional bertumpu pada 5 prinsip: 1) ketersediaan berbagai program layanan

    pendidikan; 2) biaya pendidikan yang terjangkau bagi seluruh masyarakat; 3) semakin berkualitasnya

    setiap jenis dan jenjang pendidikan; 4) tanpa adanya perbedaan layanan pendidikan ditinjau dari

    berbagai segi; dan 5) jaminan lulusan untuk melanjutkan dan keselarasan dengan dunia kerja. Dan

    prinsip ke-5 inilah, yang menjadi pendorong utama pelaksanaan program pemetaan yang

    merupakan bagian dari Program Penyelarasan Pendidikan dan DUDI.

    Di tengah saling ketergantungan tadi, ternyata masih terus beredar isu (baca: hasil

    penelitian) tidak sedap yang menunjukkan tingginya angka pasokan angkatan kerja berpendidikan

    yang tidak terserap dunia kerja. Kabar ini makin menusuk dunia pendidikan ketika tertuduh

    utamanya justru pengelola dunia pendidikan.

    Gambar 1 Persentase Pengangguran Terbuka Berdasarkan Jenjang Pendidikan

    Sistem pendidikan kita di berbagai jenjang dituding beberapa pihak tidak mampu

    menghasilkan manusia-manusia dengan kualitas yang diharapkan DUDI. Kualitas sumberdaya

    manusia acap kali dituduh sebagai penyebab utama produk-produk dalam negeri menjadi tidak

    kompetitif. Keahlian yang tidak memadai, kejujuran dan disiplin kerja yang relatif rendah, dan minim

    inisiatif seolah menjadi ciri khas pekerja Indonesia. Produktivitas rendah menjadi alasan dibalik

    pemberian upah minimum yang sangat minim. Dan ini semua karena ketidakmampuan dunia

    pendidikan! Benarkah?

  • Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

    Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 2

    Gambar 2 Permasalahan/Hambatan investasi (2005-2007), Sumber: LPEM UI

    Berikut ini adalah beberapa fakta terkait alur pembuatan keputusan dalam memilih sebuah jurusan

    di perguruan tinggi. Siswa-siswa lulusan SMA berburu jurusan-jurusan di perguruan tinggi yang

    sedang naik daun karena aktifitas promosional lembaga penyelenggara pendidikan, bukan dunia

    usaha. Padahal lembaga-lembaga pendidikan -bahkan bisa dibilang seluruh jenjang- tidak memiliki

    informasi yang akurat dan presisi tentang kebutuhan tenaga kerja. Kebutuhan yang diketahui dunia

    pendidikan adalah angka dan spesifikasi kebutuhan tenaga kerja yang ada saat ini. Itupun data-data

    sekunder yang sifatnya sangat umum. Artinya, kalaupun bermanfaat, informasi kebutuhan tenaga

    kerja -versi lembaga pendidikan- tersebut hanya bernilai bagi mahasiswa yang akan lulus satu atau

    dua tahun ke depan (pada bidang ilmu yang bersesuaian). Bukan bagi siswa SMA yang akan lulus

    tahun ini. Keadaan makin buruk, jika dua atau tiga tahun yang lalu, jurusan ini masih sepi peminat/

    sepi penyelenggara, akan muncul kesan di masyarakat luas bahwa permintaan terhadap lulusan

    dengan kompetensi yang dimaksud tadi menjadi makin luar biasa besarnya (undersupply). Kelatahan

    masal pun terjadi. Banyak lembaga pendidikan berbondong-bondong mendirikan jurusan tertentu,

    dan masyarakat berduyun-duyun mengarahkan anaknya untuk mempelajari bidang ini.

    Dalam beberapa FGD, sempat tercetus pemikiran, mengapa DUDI tidak ikut mencoba/

    memperbanyak frekuensi terjun lebih dini ke dunia pendidikan khususnya di jenjang pendidikan

    menengah atas (tidak hanya pada pendidikan vokasional seperti SMK atau BLK, tapi juga SMA) dan

    pendidikan non-formal/ informal. Kegiatan informasional ini sangat efektif untuk menunjukkan

    kebutuhan riel sumber daya manusia (dimensi kuantitas dan kompetensi) khususnya kebutuhan

    dunia kerja pada tiga sampai lima tahun ke depan di wilayah di mana dunia usaha beraktifitas

    (dimensi lokasi dan waktu). Informasi-informasi semacam ini bisa menjadi panduan para siswa SMA/

    SMK untuk memilih jurusan yang tepat di perguruan tinggi. Informasi semacam ini jauh lebih sahih

    dibanding informasi promosional lembaga-lembaga pendidikan. Kalau informasi semacam ini baru

    diberikan perusahaan kepada mahasiswa perguruan tinggi jelas sudah sangat terlambat. Seseorang

    yang sudah berstatus mahasiswa adalah manusia yang sudah menentukan arah masa depan

  • Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

    Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 3

    kehidupan ekonominya. Dan arah tersebut bisa saja sangat salah kalau

    dasar pemilihan bidangnya tidak mempertimbangkan kebutuhan dunia

    kerja, apalagi hanya atas dasar minat individual dan tren yang ada di

    masyarakat.

    Berbekal hasil pendidikan, seseorang yang tadinya tidak

    bekerja (menganggur) diharapkan bekerja. Paling tidak, waktu tunggu

    untuk memperoleh pekerjaan diharapkan menjadi lebih pendek. Dan

    seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Federman dan Levine

    (2005), didukung hasil proses pendidikan yang dialaminya, seseorang

    mestinya akan memperoleh penghasilan (gaji) lebih besar dibanding

    sebelum mengenyam pendidikan. Berpijak pada jenis dan tingkat

    pendidikan yang dimiliki, seseorang seharusnya dapat bekerja sesuai

    dengan bidang pendidikan yang ditekuninya, asal pemilihan bidang

    pendidikan didasarkan pada kebutuhan dunia kerja di masa yang akan

    datang (baca: bukan pada tren pendidikan atau preferensi pribadi

    semata).

    Selain itu, pendidikan seharusnya juga menjadi tambahan

    modal yang sangat besar bagi para calon wirausahawan. Seseorang

    yang berwirausaha dengan modal tambahan pendidikan memiliki

    kekuatan sosial ekonomi yang lebih besar dibanding yang tidak

    berpendidikan sederajad, pada kekuatan finansial yang sama. Menurut Simanjuntak (1998) dalam

    bukunya Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia, tenaga kerja terdidik memiliki produktivitas

    kerja lebih tinggi daripada yang tidak terdidik. Karena itu, pendidikan harus membuat kondisi dunia

    usaha menjadi lebih baik.

    Seperti memasuki rimba raya yang tak berpangkal dan berujung, harmonisasi sistem

    pendidikan terhadap dunia kerja adalah proses yang sangat kompleks dan dipenuhi liku-liku tak

    terduga. Butuh waktu lama untuk mendapatkan kondisi jumlah dan kompetensi pasokan angkatan

    kerja berpendidikan yang tepat, di saat, dan di lokasi permintaan yang tepat. Pendidikan harus

    mampu menunjukkan kontribusinya dalam memperbaiki membuat kondisi sosial ekonomi

    masyarakat secara nyata. Kalau tidak, ungkapan miring bahwa sekolah tidak ada gunanya bisa

    menjadi benar adanya.

    1. TUJUAN DAN INDIKATOR KEBERHASILAN PEMETAAN

    Agar kegiatan pemetaan berjalan sesuai rencana, di awal program telah disusun beberapa

    tujuan dan indikator keberhasilan program.

    A. TUJUAN PEMETAAN

    1. Untuk mendapatkan peta pasokan angkatan kerja terdidik (P1), peta permintaan dunia

    usaha/ dunia industri (M1), peta kebijakan pendidikan (P2), peta kebijakan sektor dunia

    usaha dunia industri (M2), dan analisa efektifitas implementasi kebijakan (P3) di enam

    kota kajian.

    2. Untuk memperoleh gambaran situasional dan kondisional tentang keterkaitan

    komponen-komponen P1, P2, M1, M2, dan M3 yang nantinya akan direkomendasikan

    sebagai acuan perbaikan model Penyelarasan Dunia Pendidikan dan DUDI.

    Didukung hasil proses pendidikan yang dialaminya, seseorang mestinya akan memperoleh penghasilan (gaji) lebih besar dibanding sebelum mengenyam pendidikan (Federman et al, 2005).

  • Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

    Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 4

    3. Menyusun usulan perbaikan metodologi penelitian yang diharapkan dapat digunakan

    untuk kegiatan sejenis di masa yang akan datang.

    B. INDIKATOR KEBERHASILAN

    1. Adanya hasil pemetaan pasokan/ permintaan pada sektor yang strategis dan menjadi

    prioritas (pertanian, manufaktur, dan jasa) dalam dimensi kuantitas, kompetensi, waktu,

    dan lokasi.

    2. Adanya laporan penyelenggaraan program pemetaan.

    3. Adanya peta pasokan/ permintaan pendidikan untuk sepuluh tahun ke depan pada

    sektor yang strategis dan menjadi prioritas dalam dimensi kuantitas, kompetensi, dan

    lokasi.

    4. Adanya data pendukung yang mendukung program pemetaan guna dilakukan verifikasi

    ulang.

    5. Adanya hasil analisis terhadap hasil pemetaan dikaitkan dengan persoalan penyelarasan

    pendidikan dengan dunia kerja.

    2. MODEL PEMETAAN

    Untuk menjaga konsistensi metodologis dalam rangka pencapaian tujuan, sebuah model

    pemetaan beserta empat buah dimensi (kuantitas, kompetensi, tempat, dan waktu) telah ditetapkan

    sebagai bagian dari parameter analisis hasil pemetaan.

    Gambar 3 Model Pemetaan

    3. PELAKSANA PROGRAM PEMETAAN

    Seiring dengan penetapan tujuan dan model kegiatan program pemetaan, melalui

    mekanisme tertentu telah ditetapkan beberapa elemen perguruan tinggi yang dinilai berkompeten

    untuk melaksanakan kegiatan pemetaan di 6 (enam) buah kota (Medan, Pekan Baru, Bandung,

    Semarang, Surabaya, dan Malang).

    Di awal proses sosialisasi, telah dipilih 30 (tigapuluh) perguruan tinggi pelaksana, namun

    dalam perjalanan kegiatan, hanya 21 (duapuluh) satu perguruan tinggi yang melaksanakan kegiatan

    sesuai rencana.

  • Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

    Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 5

    Tabel 1 Pelaksana Program Pemetaan 2010

    Medan Pekan Baru Bandung Semarang Surabaya Malang

    Pemetaan Sisi Pasokan Dunia

    Pendidikan (P1)

    Universitas

    Medan

    Area

    Universitas

    Islam Riau

    Universitas

    Pendidikan

    Bandung

    Universitas

    Negeri

    Surabaya

    Sekolah

    Tinggi

    Teknik

    Surabaya

    Universitas

    Negeri

    Malang

    Pemetaan dan analisis Kebijakan Sisi

    Pasokan (P2)-

    Universitas

    Sriwijaya

    Universitas

    Pajajaran

    Bandung

    Universitas

    Gundarma

    Jakarta

    -

    Universitas

    Merdeka

    Malang

    Pemetaan Sisi Permintaan Dunia Kerja

    (M1)-

    Universitas

    Lancang

    Kuning

    -

    Universitas

    Pelita

    Harapan

    Jakarta

    Universitas

    Surabaya

    Universitas

    Tribuana

    Tunggadewi

    Pemetaan dan analisis Kebijakan Sisi

    Permintaan (M2)-

    Universitas

    Riau

    Universitas

    Negeri

    Jakarta

    -Universitas

    Airlangga-

    Analisis Efektivitas Implementasi

    Kebijakan dalam Penyelarasan

    Pendidikan dengan Dunia Kerja (P3)

    -

    Universitas

    Andalas

    Padang

    Institut

    Teknologi

    Bandung

    Universitas

    Diponegoro

    Institut

    Teknologi

    Sepuluh

    Nopember

    -

    Kota Obyek Pemetaan

    K

    o

    m

    p

    o

    n

    e

    n

    4. PELAKSANAAN KEGIATAN PEMETAAN

    Berikut ini adalah hasil-hasil (temuan) kegiatan pemetaan

    yang telah dilaksanakan sejak Desember 2010-April 2011. Beberapa

    temuan bersifat umum (terjadi di seluruh kota), beberapa lagi

    bersifat khusus (spesifik di sebuah kota).

    Pemahaman komprehensif terhadap keterkaitan antara

    potensi sumber kekuatan ekonomi, kondisi DUDI, serta dunia

    pendidikan di sebuah wilayah (kota) merupakan faktor penting

    untuk memperoleh potret awal situasi kondisi keselarasan antara

    pasokan dunia pendidikan dan permintaan dunia kerja yang aktual

    dan akurat. Setiap kota memiliki potensi sumber kekuatan ekonomi

    yang berbeda, baik dari sisi jenis maupun kadar/ kandungannya.

    Contohnya, menurut keputusan walikota Semarang (tahun 2004),

    produk hasil industri yang ditetapkan sebagai produk unggulan

    daerah kota Semarang terdiri dari budidaya anggrek, jamu, sapi

    perah, pakaian jadi, mebel, ikan hias, bandeng, ikan panggang/ikan

    asap. Sudah barang tentu, keputusan-keputusan ini dibuat

    berdasarkan potensi kekuatan ekonomi yang memang ada di

    Semarang.

    Dari hasil kajian awal program pemetaan, diperoleh fakta

    bahwa tidak semua pemerintah kota secara gamblang

    mengungkapkan potensi/ produk andalannya. Padahal, informasi ini

    dapat menjadi acuan bagi pembangunan bidang konsentrasi usaha

    dan pendidikan (penyelarasan sektor andalan). Ada kota yang telah

    mengeksploitasi potensi yang dimaksud, ada yang baru mulai

    mengeksplorasi. Ada yang hampir tidak melakukan tindakan

    apapun. Dan yang menarik, ada pula yang justru mulai

    meninggalkan potensi-potensi yang dimaksud dan beralih ke

    potensi-potensi yang lain. Contohnya, meski memiliki garis pantai yang luar biasa panjang di

    Tidak semua pemerintah kota secara gamblang mengungkapkan potensi andalannya. Padahal, informasi ini dapat menjadi acuan bagi pembangunan bidang konsentrasi pendidikan dan DUDI (penyelarasan sektor andalan).

  • Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

    Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 6

    kawasan Serdang Bedagai (Sumatera Utara), masyarakat

    Medan dan sekitarnya bisa dikatakan tidak memiliki

    ketertarikan terhadap pendidikan bidang kemaritiman.

    Pertanian di Malang misalnya, pendidikan di bidang ini dari

    waktu ke waktu ternyata semakin tidak diminati masyarakat

    kota Malang.

    A. PEMETAAN SISI PASOKAN DUNIA PENDIDIKAN (P1)

    Sisi pasokan pendidikan (P1) merupakan satu dari

    lima komponen kajian yang ditetapkan dalam Program

    Penyelarasan Pendidikan dan Dunia Kerja 2010. Di sisi ini,

    kajian difokuskan pada proses identifikasi dan analisis

    berbagai hal terkait kemampuan sistem pendidikan pada

    berbagai jenjang dan jenis satuan penyelenggara pendidikan

    (SMA/ SMK, Politeknik, Perguruan Tinggi, Lembaga Kursus/

    Balai Latihan Kerja, dan PKBM), dalam memasok kebutuhan tenaga kerja.

    Kondisi umum yang ditemui adalah, SMK sedang menjadi pusat perhatian pengembangan

    sistem pendidikan di ke enam buah kota yang menjadi obyek pemetaan. Secara umum, jumlah

    peminat SMK Negeri memang semakin banyak dari waktu ke waktu (hal sebaliknya dialami SMK

    Swasta). Namun ketika ditelusuri lebih lanjut, beberapa bidang keahlian di SMK (negeri maupun

    swasta) ternyata mengalami masalah yang cukup serius, seperti kualitas pengajaran, sarana

    prasarana, magang, termasuk jumlah peminat.

    Contohnya, dari 48 bidang keahlian yang ada di SMK-SMK di Medan, 12 bidang mengalami

    kekurangan siswa. Yang perlu mendapat perhatian khusus 6 (enam) bidang dari 12 bidang yang

    dimaksud adalah bidang-bidang kelautan, yaitu Program keahlian Nautika Kapal Penangkap Ikan,

    Teknik Kapal Penangkap Ikan, Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Nautika Kapal Niaga, dan

    Teknik Kapal Niaga.

    Di Surabaya, selama rentang waktu 2007-2009, peningkatan jumlah siswa yang masuk ke

    SMK ternyata tersebar di hampir semua bidang keahlian yang diselenggarakan, kecuali bidang

    agribisnis dan agroteknologi. Bidang-bidang yang dimaksud adalah: bidang teknologi dan rekayasa,

    bidang teknik informatika dan komunikasi, bidang kesehatan, bidang seni, kerajinan dan pariwisata,

    serta bidang bisnis dan manajemen.

    Jumlah lulusan SMK di Malang sebagai pasokan tenaga kerja cukup memenuhi kebutuhan di

    DUDI, bahkan cenderung berlebih pada bidang-bidang tertentu. Jumlah tenaga pengajar termasuk

    kategori baik, karena secara umum di setiap SMK telah ada keseimbangan antara jumlah siswa

    dengan jumlah guru yang tersedia. Jumlah guru di bidang produktif termasuk kategori kurang. Selain

    itu jumlah guru di bidang tertentu juga masih kurang, salah satunya guru Bahasa Inggris dan

    Perhotelan. Jumlah peralatan sebagai pendukung pengembangan keterampilan masih termasuk

    kategori kurang. Utamanya yang sesuai dengan kemutakhiran alat yang digunakan di DUDI. Jumlah

    kompetensi keahlian yang dikembangkan di SMK wilayah Malang Raya cenderung bertambah

    banyak dan bervariasi pada masing-masing SMK sesuai dengan tren kebutuhan di DUDI. Jumlah SMK

    secara keseluruhan swasta dan negeri termasuk kategori cukup dan cenderung lebih untuk bidang

    keahlian tertentu jika dibandingkan dengan ketersediaan peluang kerja. Namun ada pula bidang

    keahlian yang dibutuhkan oleh DUDI akan tetapi jumlah lulusan yang dihasilkan tidak mencukupi.

    Kualitas tenaga pengajar dari segi akademik termasuk kategori baik karena hampir secara

    6 (enam) bidang dari 12 bidang keahlian SMK yang kurang diminati di Medan adalah bidang-bidang kelautan, di Surabaya bidang yang tidak diminati adalah bidang agribisnis dan agroteknologi (PSB, 2011).

  • Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

    Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 7

    keseluruhan telah bersatus sarjana S1, dan sebagian kecil yang lain telah menempuh S2, serta 1

    orang S3. Kualitas lulusan antar SMK beragam, ada yang termasuk kategori.

    Sedikit bergeser ke SMA. Di Surabaya, pada tahun 2008, terjadi fenomena yang cukup

    menarik, yaitu berkurangnya jumlah SMA swasta di seluruh wilayah Surabaya.

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    40

    Surabaya

    Pusat

    Surabaya

    Utara

    Surabaya

    Timur

    Surabaya

    Barat

    Surabaya

    Selatan

    Kecamatan

    Ju

    mla

    h S

    MA SMA Swasta 2007

    SMA Swasta 2008

    SMA Negeri 2007

    SMA Negeri 2008

    Gambar 4 Jumlah SMA/kecamatan di Surabaya

    Penurunan yang cukup menonjol terjadi di wilayah Surabaya Pusat dan di wilayah Surabaya

    Barat. Dari data yang ada, diduga berkurangnya jumlah SMA swasta tadi terkait dengan

    berkurangnya jumlah pasokan siswa SMP di setiap wilayah.

    0

    2,000

    4,000

    6,000

    8,000

    10,000

    12,000

    14,000

    16,000

    Surabaya

    Pusat

    Surabaya

    Utara

    Surabaya

    Timur

    Surabaya

    Barat

    Surabaya

    Selatan

    Kecamatan

    Ju

    mla

    h S

    isw

    a

    SMA Swasta 2007

    SMA Swasta 2008

    SMA Negeri 2007

    SMA Negeri 2008

    Gambar 5 Perbandingan jumlah siswa SMA Swasta dan Negeri 2007-2008 di Surabaya

  • Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

    Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 8

    Berbeda dengan SMK, proporsi jumlah peserta/ bidang

    ketrampilan yang diselenggarakan oleh sebuah lembaga kursus,

    seolah menunjukkan bahwa setiap tempat kursus memiliki

    keunggulan/ daya tarik bidang kursus yang berbeda. Contoh BLK

    Surabaya merupakan tempat yang dianggap tepat untuk

    memperdalam ketrampilan manufaktur, sedangkan Institut

    Pembangunan (salah satu lembaga kursus di Surabaya yang

    dijadikan obyek penelitian) adalah tempat yang dianggap tepat

    untuk belajar ketrampilan bidang jasa.

    Secara umum, baik di lembaga kursus bidang manufaktur

    maupun bidang jasa, peserta kursus didominasi oleh peserta kursus

    berpendidikan formal setingkat SMA/ SMK. Namun demikian,

    proporsi kecil peserta berlatarbelakang pendidikan formal

    perguruan tinggi tetap menjadi fenomena yang menarik.

    Dari aspek kompetensi, sertifikat merupakan faktor yang

    cukup penting dalam menentukan kemudahan mendapatkan

    pekerjaan. Baik data keseluruhan, data dari lembaga kursus,

    maupun data dari BLK menunjukkan hubungan yang cukup signifikan

    antara sertifikat dan kemudahan mendapatkan pekerjaan.

    Studi lebih jauh menunjukkan, meski tidak menunjukkan

    hubungan sebab akibat, terlihat adanya perubahan proporsi status

    pekerjaan peserta saat sebelum mengikuti kursus (dari tidak/ belum

    bekerja) dan setelah mengikuti kursus (menjadi bekerja).

    Dari aspek lokasi, meski di lembaga-lembaga yang disurvei, asal peserta pelatihan di BLK

    sangat bervariasi. Namun proporsi terbesar tetap diisi oleh peserta kursus asal kota di mana BLK

    berada (Surabaya). Jika ditelusuri lebih jauh, proporsi minat peserta berdasarkan asal peserta

    ternyata juga berbeda. Peserta asal Surabaya menyukai bidang administrasi kantor, peserta asal

    Gresik (luar kota Surabaya) menyukai bidang las. Kondisi ini seolah menjelaskan beberapa hal.

    Pertama, seorang peserta pelatihan di BLK sudah memiliki rencana yang jelas di bidang apa mereka

    akan bekerja/ berwirausaha (bukan lagi sebatas angan-angan). Kedua, kondisi ini seolah

    menunjukkan bahwa peserta pelatihan sudah memiliki informasi tentang DUDI yang akan menjadi

    tujuan melamar kerja. Ketiga, kondisi ini menunjukkan ketidaktersediaan (kuantitas dan kompetensi)

    pelatihan sejenis termasuk pola pembiayaannya- yang ada di kota asal peserta pelatihan.

    Jika ditelusuri lebih jauh, proporsi minat peserta berdasarkan asal peserta pelatihan di BLK Surabaya ternyata berbeda. Peserta asal Surabaya menyukai bidang administrasi kantor, peserta asal Gresik (luar kota Surabaya) menyukai bidang las.

  • Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

    Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 9

    Gambar 6 Proporsi Asal Peserta Pelatihan di BLK

    Terkait dengan tempat kerja setelah lulus dari BLK, secara

    keseluruhan tempat asal responden berhubungan dengan tempat

    kerjanya.

    Dari sisi waktu, jenis keterampilan dan waktu tunggu

    mendapatkan pekerjaan tidak menunjukkan hubungan yang

    signifikan. Jadi, tidak ada jenis keterampilan tertentu yang lebih

    cepat atau lebih lambat dalam memperoleh pekerjaan. Semua

    alumni pelatihan di BLK mempunyai peluang yang sama dalam

    aspek waktu tunggu mendapatkan pekerjaan. Meskipun demikian,

    data deskriptif menunjukkan; peserta yang sudah mengikuti

    pelatihan umumnya langsung mendapatkan pekerjaan tanpa perlu menunggu. Faktanya, sebelum

    (dan saat mengikuti kursus), sebagian besar status peserta pelatihan di BLK Surabaya adalah belum

    bekerja (69%)

    Gambar 7 Status Pekerjaan Saat Mengikuti Kursus

    Meskipun kondisi ini tidak menunjukkan hubungan sebab-akibat, data menunjukkan, setelah

    mengikuti pelatihan di BLK, proporsi peserta pelatihan yang bekerja meningkat menjadi 44% dengan

    komposisi 34% sesuai dengan bidang keahlian yang didalami di BLK, 10% lainnya juga bekerja namun

    tidak sesuai dengan bidang keahlian yang didalami di BLK.

    Data deskriptif menunjukkan; peserta yang sudah mengikuti

    pelatihan di BLK umumnya langsung

    mendapatkan pekerjaan tanpa perlu menunggu.

  • Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

    Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 10

    Gambar 8 Status Pekerjaan Setelah Selesai Mengikuti Pelatihan di BLK

    Sebagian besar (63%) alumni BLK yang berstatus bekerja ternyata

    langsung memperoleh pekerjaan setelah lulus dari pelatihan (waktu tunggu

    relatif sangat singkat). Sementara itu yang menunggu sampai lebih dari 6

    bulan proporsinya hanya sekitar 4%.

    Yang juga cukup menarik adalah dari 86% yang mengalami kenaikan

    gaji setelah mengikuti kursus, sebesar 45% mendapatkan kenaikan gaji diatas

    20% dari gaji yang diperoleh sebelum mengikuti kursus. Ini merupakan angka

    yang sangat baik karena menggambarkan adanya perbaikan gaji setelah

    mengikuti kursus, walaupun tidak secara serta merta disimpulkan bila

    mengikuti kursus akan mendapatkan peningkatan gaji.

    Gambar 9 Waktu Tunggu Memperoleh Pekerjaan

    Sebagian besar (74%) alumni BLK Surabaya (yang bekerja setelah lulus) berpendapat

    sertifikat dan ketrampilan yang mereka miliki sangat penting untuk memperoleh pekerjaan.

    Pengakuan terhadap keberadaan sertifikat dapat dipandang sebagai salah satu syarat formal yang

    ditetapkan oleh perusahaan penerima alumni BLK Surabaya. Sedangkan besarnya proporsi jumlah

    responden yang menganggap penting peran ketrampilan yang diperolehnya (di tempat kursus) saat

    bekerja, secara langsung atau tidak langsung menunjukkan kemampuan lembaga kursus (BLK) dalam

    membentuk kompetensi calon tenaga kerja yang dibutuhkan DUDI.

    Yang cukup menarik adalah dari 86%

    responden di Surabaya yang

    mengalami kenaikan gaji setelah

    mengikuti kursus, sekitar separuhnya

    mendapatkan kenaikan gaji di atas

    20% dari gaji yang diperoleh sebelum mengikuti kursus.

  • Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

    Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 11

    Gambar 10 Peran Ketrampilan untuk Memperoleh Pekerjaan

    Masih terkait dengan pekerjaan, yang agak tidak terduga adalah

    sebagian besar alumni BLK Surabaya yang bekerja setelah lulus,

    ternyata bekerja di luar Surabaya (56%).

    Gambar 11 Tempat Kerja Alumni BLK Setelah Lulus

    Mirip dengan yang terjadi di BLK, meskipun tidak serta merta menunjukkan hubungan sebab

    akibat, tapi ada hal yang menarik terkait status pekerjaan peserta kursus setelah mengikuti kursus.

    Jumlah peserta kursus yang bekerja (setelah selesai kursus) meningkat menjadi 61% dari semula

    yang besarnya 48%.

    Jika dirinci, 61% bekerja sesuai keahlian, 18% bekerja tidak sesuai keahlian, dan ini yang

    menarik, meskipun proporsinya hanya 2%, tapi bidang wirausaha yang dijalankan adalah sejalan

    dengan bidang ketrampilan yang didalami.

    Gambar 12 Prosentase Status Pekerjaan Setelah Kursus

    Sertifikat kursus merupakan faktor yang sangat penting untuk memperoleh pekerjaan.

  • Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

    Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 12

    Situasi dan kondisi pasokan dari perguruan

    tinggi tidak tergambar dengan jelas. Selain karena

    permasalahan metodologi, alokasi waktu kegiatan

    pemetaan yang sangat pendek membuat perguruan

    tinggi relatif tidak terpotret. Dari sekian banyak

    temuan, salah satu fakta yang cukup menarik untuk

    diangkat adalah jumlah lulusan PTS yang mengalami

    penurunan dari tahun ajaran ke tahun ajaran. Hal ini

    dikarenakan jumlah mahasiswa yang diterima juga

    mengalami penurunan dari tahun ke tahun.

    Fenomena ini seolah menunjukkan gejala berkurangnya jumlah siswa SMA/ SMK yang masuk ke

    perguruan tinggi.

    Gambar 13 Penurunan Jumlah Lulusan PTS di Surabaya

    B. PEMETAAN DAN ANALISIS KEBIJAKAN SISI PASOKAN (P2)

    Analisis lebih mendalam komponen P2 ini adalah untuk mengidentifikasi kebijakan-kebijakan

    yang saling memperkuat, bertentangan, multi tafsir, dan dibutuhkan (namun belum ada). Pemetaan

    kebijakan pemerintah terkait sisi pasokan dunia pendidikan yang berpengaruh pada permintaan

    DUDI ditekankan pada inventarisasi kebijakan yang ada dan diberlakukan di tingkat pusat hingga di

    tingkat kota.

    Gambar 14 Jenjang Penerapan Kebijakan

    Salah satu fakta yang menarik adalah jumlah lulusan PTS yang mengalami penurunan dari tahun ajaran ke tahun ajaran.

  • Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

    Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 13

    Dari beberapa kebijakan operasional yang telah dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Kota, di

    Malang misalnya, masih terfokus pada bidang pengembangan SMK sementara pada bidang

    pendidikan non formal belum ada kebijakan yang terdokumentasi sehingga hanya bersifat

    meneruskan kebijakan dari pemerintah pusat yang secara operasional belum tentu tepat untuk

    diimplementasikan di daerah.

    Hal-hal yang telah diatur oleh Pemerintah adalah sebagai berikut Peraturan Pemerintah

    nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Permen

    Diknas nomor 16 tentang Standar kualifikasi akademik dan

    kompetensi guru, pedoman jaminan mutu SMK tentang indikator

    kunci dan indikator kinerja kunci tambahan, Keputusan presiden

    nomor; 68 th. 1998 pasal 2 yang menyatakan : Kursus merupakan

    lembaga pendidikan yang diselenggarakan bagi warga belajar yang

    memerlukan bekal untuk mengambangkan diri, bekerja mencari

    nafkah atau melanjutkan ke jenjang atau tingkat yang lebih tinggi, UU

    No. 20/ 2003 pasal 26 yang menyatakan bahwa; Kursus dan pelatihan

    diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal

    pengetahuan, ketrampilan dan kecakapan hidup, dan sikap untuk

    mengambangkan diri, mengambangkan profesi, usaha mandiri dan

    atau melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi

    C. PEMETAAN SISI PERMINTAAN DUNIA USAHA/ DUNIA

    INDUSTRI (M1)

    Untuk dapat memetakan sisi permintaan dalam dimensi

    kuantitas, kompetensi, lokasi dan waktu, tahap awal yang harus

    diidentifikasi adalah karakteristik lokasi yang menjadi fokus pada

    penelitian ini dan keunggulan sektor industri pada lokasi tersebut.

    Surabaya sebagai kota terbesar kedua setelah Jakarta

    mempunyai sektor manufaktur unggulan di 8 (delapan) bidang:

    Industri Manufaktur,Industri Kemasan plastik, Industri Sepeda,

    Industri Perhiasan, Industri Consumer Good, Industri peralatan rumah

    tangga, Industri produk elektronik, Industri hollow pipe. Di sektor

    pertanian 4 (empat) bidang, yaitu: Industri pengolahan Agro (Industri/Pabrik Gula, pabrik pakan

    ternak dan industry pengolahan kayu), Usaha budidaya tanaman bunga, Usaha budidaya Jamur,

    Usaha budidaya dan pengelolaan hasil sayur dan pertanian lainnya. Di Industri Jasa 7 (tujuh) bidang,

    yaitu: Industri jasa angkutan kapal, Industri Jasa travel, Industri Perbankan, Jasa kesehatan dan

    rumah sakit, Industri Jasa Kosntruksi dan Fabrikasi, Industri Jasa repair Kapal, Jasa kuliner.

    Sementara itu di Semarang, aktivitas ekonomi masyarakat Kota Semarang didominasi oleh

    sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri manufaktur dan sektor bangunan.

    Perkembangan industri di kota Semarang juga tersebar di daerah-daerah di sekitarnya seperti di

    kabupaten Semarang. Di Kabupaten Semarang, tenaga kerja banyak terserap terutama pada

    kelompok industri kecil dan industri besar. Industri besar dan menengah yang banyak tersebar di

    daerah ini antara lain industri kayu olahan, mebel, tekstil, garment, karung plastik, sarung tangan

    kulit, sepatu, barang pecal belah, kertas karton, bulu itik, roti dan kue, keramik, alat rumah tangga,

    handuk, manisan, tutup botol, saus tomat, pasta ketela rambat, pupuk organik, pestisida,

    percetakan, CO2, minuman ringan, air mineral dan karoseri.

    Pada bidang pendidikan non formal belum ada kebijakan yang terdokumentasi sehingga hanya bersifat meneruskan kebijakan dari pemerintah pusat yang secara operasional belum tentu tepat untuk diimplementasikan di daerah

  • Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

    Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 14

    Selain itu, berdasarkan Muhdori dalam publikasi Kementerian

    Perindustrian, Kementerian Perindustrian sedang mengembangkan

    industri makanan dan minuman di Jawa Tengah, Jawa Barat dan

    Sulawesi Selatan. Salah satu pengembangannya adalah melalui

    pengemasan produk yang baik, pemberian label dan sosialisasi

    standar. Sertifikasi-sertifikasi yang mendukung pengembangan

    industri makanan juga dikembangkan sepergi serfifikasi halal, Good

    Manufacturing Practice (GMP) dan Hazard Analysis Critical Control

    Point (HACCP).

    Sementara itu, Kota Malang memiliki pola pertumbuhan

    industri yang unik, di mana sebagian besar industrinya disokong oleh

    sektor industri kecil dan mikro. Hanya terdapat beberapa industri

    manufaktur besar yang terdapat di Kota Malang. Utamanya disusun

    atas industri manufaktur padat karya. Pengelompokan industri

    manufaktur yang terdapat di Kota Malang adalah sebagai berikut,

    untuk skala besar ada dua jenis yaitu, industri Rokok dan industri

    Tekstil & Garmen, untuk industri kecil dan mikro adalah Industri

    Tempe dan Keripik Tempe, Industri Makanan & Minuman, Industri

    Kerajinan Kaos/ Garment, Industri Kerajinan Sarung Bantal Dekorasi,

    Industri Kerajinan Rotan, Industri Kerajinan Mebel, Industri Kerajinan

    Topeng Malangan, Industri Kerajinan Lampion, Industri Kerajinan Patung & Taman, Industri

    Kerajinan Keramik & Gerabah, Industri Advertising dan Percetakan. Di Malang, berdasarkan tingkat

    pendidikan formal tenaga kerja, terlihat proporsi tenaga kerja berpendidikan SMK sangat dominan di

    industri kecil dan mikro.

    Gambar 15 Komposisi SDM dalam DUDI berdasarkan skalanya di Malang (dalam%)

    Dari hasil pemetaan, terlihat bahwa proporsi terbesar penyerap tenaga kerja adalah jenjang

    operator (89%). Sedangkan proporsi posisi manajerial hanya sekitar 2%.

    Kota Malang memiliki pola pertumbuhan industri yang unik, di mana sebagian besar industrinya disokong oleh sektor industri kecil dan mikro.

  • Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

    Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 15

    Gambar 16 Komposisi Jabatan Pekerjaan

    Jelas terlihat, posisi operator di DUDI menjadi posisi penempatan tenaga kerja

    berpendidikan D1 ke bawah (termasuk SMA, SMK, SMP, dan SD). Di Malang, fenomena semacam ini

    terlihat di seluruh skala industri.

    Gambar 17 Proporsi Tingkat Pendidikan Formal Akhir Berdasarkan Jabatan Pekerjaan

    Dari hasil studi pemetaan di Pekanbaru tidak terdapat informasi mengenai sektor industri

    yang menjadi unggulan di lokasi tersebut. Sehingga hasil pemetaan tidak dapat disimpulkan apakah

    industri-industri yang disurvei merupakan industri unggulan atau bukan. Namun dari hasil analisis

    pemetaan di Pekanbaru, didapatkan fakta kualitatif yang kurang menggembirakan seperti:

    Daya saing tenaga kerja lokal lebih rendah dibanding dengan tenaga kerja non lokal

    (pendatang).

    Gairah kerja, tenaga kerja lokal juga lebih rendah dibanding dengan tenaga kerja non

    lokal (pendatang).

    Tingkat pengetahuan diri, tenaga kerja lokal juga lebih rendah dibanding tenaga kerja

    non lokal (pendatang).

    Wawasan diri, tenaga kerja lokal lebih redah dibanding dengan tenaga kerja non lokal

    (pendatang).

    Gairah kerja, tenaga kerja lokal juga lebih rendah dibanding dengan tenaga kerja non

    lokal. Hal ini kelihatannya berhubungan dengan besarnya upah yang mereka terima

    yakni antara Rp. 650.000,- hingga Rp.850.000,- (masih dibawah Upah Minimum Regional

    Kota Pekanbaru), yaitu Rp. 975.000,00. Disamping itu, pekerjaan di sektor perdagangan

  • Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

    Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 16

    (Mall) ternyata hanya merupakan batu loncatan, sambil

    menunggu mendapatkan pekerjaan lain yang lebih baik atau

    lebih sesuai.

    D. PEMETAAN DAN ANALISIS KEBIJAKAN SISI PASOKAN (M2)

    Ditemukan cukup banyak kebijakan yang dikeluarkan

    pemerintah terkait dengan sisi permintaan DUDI, tapi kebijakan yang

    terkait dengan penyelarasan pendidikan dan DUDI ternyata sangat

    sedikit.

    Beberapa kebijakan yang dimaksud adalah: Undang-Undang No.

    13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Peraturan Pemerintah No. 31

    Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional, Peraturan

    Pemerintah No. 15 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh

    Informasi Ketenagakerjaan dan Penyusunan Serta Pelaksanaan

    Perencanaan Tenaga Kerja, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

    Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi,

    Permennakertrans RI Nomor Per.16/Men/XI/2010 Tentang

    Perencanaan Tenaga Kerja Makro, Permennakertrans RI Nomor

    Per.17/Men/XI/2010 Tentang Perencanaan Tenaga Kerja Mikro,

    Permennakertrans RI Nomor Per.03/Men/II/2009 Tentang Pedoman

    Penyajian Informasi Ketenagakerjaan, Permennakertrans RI Nomor :Per.21/Men/X/2007 Tentang

    Tata Cara Penetapan Standard Kompetensi Kerja Nasional Indonesia.

    Kebijakan bidang ketenagakerjaan yang diambil oleh perusahaan pada umumnya tidak

    bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, baik di tingkat nasional (yang

    dibuat oleh Pemerintah Pusat dalam bentuk UU. Ketenagakerjaan, maupun oleh Pemerintah

    Daerah dalam bentuk PERDA tentang Penempatan Tenaga Kerja). Namun demikian ada beberapa hal

    yang direkomendasikan

    1. UU No. 13 Th. 2003 perlu diperbaiki agar posisi pekerja lebih aman, tidak mudah di PHK,

    tetapi pengusaha juga tidak menjadi berat.

    2. Pelaksanaan Permen Keu. Th. 2008 ttg. ACFTA harus difasilitasi secara besar-besaran

    oleh Pemerintah agar pengusaha Indonesia dapat bertahan, bersaing dengan produk

    luar negeri, dan menghindarkan pengangguran.

    3. Pelaksanaan Perda untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) perlu

    mempertimbangkan pengusaha kecil agar dapat terus hidup dan menghindarkan

    terjadinya pengangguran.

    Berikut ini merupakan salah satu model alur kebijakan (dari Pusat hingga di tingkat pelaku

    DUDI) yang seharusnya diatur sedemikian rupa agar menunjang program penyelarasan.

    Ditemukan cukup banyak kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkait dengan sisi permintaan DUDI, tapi kebijakan yang terkait dengan penyelarasan pendidikan dan DUDI ternyata sangat sedikit.

  • Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

    Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 17

    Gambar 18 Peta Keterkaitan Antar Kebijakan dalam Mendukung Penyelarasan di Bandung

    5. KESIMPULAN

    Kesimpulan kegiatan pemetaan ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kesimpulan kegiatan

    pemetaan dan kesimpulan metodologis:

    A. KESIMPULAN KEGIATAN PEMETAAN

    Hasil pemetaan khususnya di bidang Pasokan Dunia Pendidikan (P1) dan Permintaan Dunia

    Usaha/ Dunia Industri (M1) menunjukkan dua hal penting yang bersifat umum.

    Pertama, setiap kota memiliki masalah pendidikan dan ketenagakerjaan dalam dimensi

    kuantitas (pasokan berlebih/ pasokan kurang) dan kompetensi (kompetensi rendah) yang spesifik

    dengan kompleksitas sangat tinggi. Untuk mencapai tujuan penyelarasan, berbagai pendekatan

    lokal perlu dioptimalkan.

    Kedua, permasalahan pasokan dan permintaan pada dimensi waktu dan tempat, sebenarnya

    lebih mudah diatasi jika ada kerjasama informasional antar kota yang mengalami masalah kuantitas

    maupun kompetensi, melalui institusi-institusi/ lembaga/ dinas terkait yang kemudian

    dikembangkan kepada dunia pendidikan maupun kepada DUDI. Permasalahan pada dimensi waktu

    dan tempat akan dapat dikurangi, jika setiap kota memiliki keseriusan dalam melakukan pengelolaan

    (termasuk peramalan) data permintaan tenaga kerja didasarkan pada kondisi-kondisi aktual (mikro,

    makro, maupun global), termasuk di dasarkan pada potensi wilayah yang hendak dikembangkan.

    Kesimpulan terinci lainnya adalah sebagai berikut:

    1. PEMETAAN SISI PASOKAN DUNIA PENDIDIKAN (P1)

    Jumlah pengangguran angkatan kerja terdidik di seluruh tingkat pendidikan formal

    masih tinggi.

    Kondisi internal dunia pendidikan (penyediaan sarana prasarana, fasilitator, dan sistem

    pembelajaran) belum responsif alias selalu terlambat menyikapi perubahan

    situasi/kondisi/ kebutuhan pasar kerja.

    Adanya kesenjangan antara kompetensi lulusan dengan kualifikasi yang diperlukan oleh

    dunia kerja.

  • Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

    Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 18

    Jumlah lulusan yang terus meningkat tidak dibarengi dengan penyiapan lulusan ke dunia

    kerja misalnya kemampuan wirausaha dan softskill lainnya.

    Pada sebagian lokasi/wilayah, pemenuhan kebutuhan tenaga kerja belum tersuplai oleh

    lulusan pendidikan di wilayah tersebut alias mengindikasikan kekurangmerataan.

    Makin tinggi tingkat pendidikan formal, maka peluang untuk menduduki jabatan

    manajerial menjadi lebih tinggi pula.

    Pendidikan (termasuk kursus) ternyata memperbesar peluang untuk memperoleh

    pekerjaan dan meningkatkan penghasilan.

    2. PEMETAAN DAN ANALISIS KEBIJAKAN SISI PASOKAN (P2)

    Kebijakan pusat yang mengatur pendidikan sebagian besar berasal dari Kepmendiknas.

    Kebijakan daerah yang ada dibuat berdasarkan kearifan lokal yang ada.

    Kekurangefektifan sosialisasi kebijakan di daerah.

    Diperlukan kebijakan/peraturan yang bersifat aplikatif langsung ke sasaran.

    3. PEMETAAN SISI PERMINTAAN DUNIA USAHA/ DUNIA INDUSTRI (M1)

    Keluhan dunia kerja terhadap kualifikasi lulusan yang tidak sesuai kebutuhan DUDI,

    diperkirakan hal ini terjadi karena disain sistem pendidikan tidak relevan dengan

    kebutuhan dunia kerja.

    DUDI menganggap produktivitas tenaga kerja terdidik di Indonesia rendah.

    Kurang adanya komunikasi aktif dan berkesinambungan antara pelaku DUDI (sisi

    permintaan) dengan dunia pendidikan (sisi pasokan).

    Daerah tertinggal sulit memperoleh tenaga kerja berkualitas.

    Penciptaan usaha baru dan kemampuan berwirausaha di masyarakat sangat rendah.

    Belum optimalnya informasi pasar kerja yang dinamis dan up-to-date.

    Ada empat karakter dasar yang diharapkan oleh DUDI dibangun melalui sistem

    pendidikan, yaitu rasa tanggung jawab, sikap jujur, memiliki inisiatif, dan memiliki

    keinginan untuk belajar.

    4. PEMETAAN DAN ANALISIS KEBIJAKAN SISI PERMINTAAN (M2)

    Kebijakan nasional bidang ketenagakerjaan menyediakan perangkat hukum sistem

    perencanaan tenaga kerja sebagai basis penyusunan kebijakan tenaga kerja dan

    kebijakan umum, terutama dalam rangka merespon pasar tenaga kerja dan menjadi

    basis bagi perencanaan ekonomi.

    Pelaksanaan urusan pemerintah kota dalam bidang ketenagakerjaan, pendidikan dan

    industri, lebih berorientasi pada aspek teknis operasional. Hal ini mengakibatkan

    kreativitas untuk menciptakan kebijakan sesuai dengan karakter lokal dalam konteks

    respon atas permintaan tenaga kerja pada pasar tenaga kerja menjadi sangat terbatas.

    Desain pembagian urusan dan penyelenggaraan urusan pemerintah dalam bidang

    ketenagakerjaan memiliki keterkaitan dengan bidang pendidikan tetapi sebaliknya

    dalam urusan wajib pendidikan, ruang lingkup penyelenggaraan urusan dibidang

    pendidikan tidak berkaitan dengan bidang ketenagakerjaan. Hal ini mengindikasikan

    bahwa belum terdapat pijakan yang komprehensif atas relasi antara kebutuhan dunia

  • Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

    Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 19

    pendidikan dan dunia kerja sehingga desain sistem pendidikan dan kurikulum terdapat

    kesenjangan dengan dunia kerja.

    Kebijakan yang paling berpengaruh terhadap tersedianya lapangan kerja dalam konteks

    pemenuhan kualifikasi angkatan kerja yang sesuai permintaan tenaga kerja adalah

    kompetensi kerja. Oleh karena itu dalam rangka mendorong dan menciptakan

    kesesuaian kualifikasi dan permintaan pada pasar tenaga kerja, kebijakan bidang

    ketenagakerjaan lebih menekankan pada model-model pelatihan pasca sekolah (formal),

    melalui penyediaan sistem pelatihan kerja dan sertifikasi profesi, tetapi tidak memberi

    tekanan pada aspek relasi dunia kerja dan pendidikan secara umum.

    Kebijakan nasional terkait dengan kualifikasi tenaga kerja untuk memenuhi permintaan

    pasar tenaga kerja memberi peran kepada pemerintah untuk memetakan permintaan

    dan ketersediaan tenaga kerja melalui suatu sistem informasi ketenagakerjaan dan

    perencanaan ketenagakerjaan yang komprehensif.

    Pada setiap jenjang pemerintahan; nasional, propinsi dan kabupaten/ kota harus

    membuat sistem informasi tenaga kerja dan perencanaan tenaga kerja yang sebenarnya

    merupakan instrumen informatif untuk mempertemukan kepentingan para pihak dalam

    pasar tenaga kerja (SMBD).

    Selain sebagai instrumen informatif, sistem informasi dan perencanaan tenaga kerja

    menjadi dasar bagi kerangka pengembangan kebijakan tenaga kerja termasuk menjadi

    dasar bagi memperkecil hambatan dunia kerja pada sisi permintaan yang berupa

    kesenjangan antara permintaan pasar tenaga kerja dengan ketersediaannya.

    Pengembangan kebijakan ketenagakerjaan dalam rangka pengembangan kompetensi

    kerja perlu memperluas konsentrasinya tidak hanya pada model-model pelatihan tetapi

    juga mendekatkan kompetensi kerja tersebut dengan desain kurikulum pendidikan

    secara umum.

    Dalam kerangka penetapan standard kompetensi kerja sebagai sisi permintaan dalam

    pasar tenaga kerja, perlu sinergi kelembagaan yang komprehensif dengan berbagai

    stakeholder guna menghasilkan lulusan sekolah yang memiliki kompetensi siap pakai

    dalam dunia kerja.

    5. ANALISA EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN (P3)

    Dalam kegiatan pemetaan ini, telah dihasilkan empat buah model analisis efektifitas

    implementasi kebijakan. Mengingat kompleksitasnya permasalahan yang ditemui di

    lapangan, maka perlu dilakukan upaya membuat sebuah model analisis generik yang

    dapat menampung data-data temuan P1 dan P2.

    B. KESIMPULAN METODOLOGIS

    Berikut ini adalah tingkat keberhasilan pelaksanaan program pemetaan yang diukur

    berdasarkan indikator keberhasilan yang telah ditetapkan di awal pelaksanaan program:

    Tabel 2 Pelaksana Program Pemetaan 2010

  • Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

    Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 20

    P1 P2 M1 M2 P3

    1 Adanya hasil pemetaan pasokan/

    permintaan pada sektor yang strategis dan

    menjadi prioritas dalam dimensi kualitas,

    kuantitas dan lokasi.

    5 kota

    (83%)

    4 kota

    (66.7%)

    4 kota

    (66.7%)

    3 kota

    (50%)

    4 kota

    (66.7%)

    2 Adanya laporan penyelenggaraan program

    pemetaan.5 kota

    (83%)

    4 kota

    (66.7%)

    4 kota

    (66.7%)

    3 kota

    (50%)

    4 kota

    (66.7%)

    3 Adanya peta pasokan/ permintaan

    pendidikan untuk sepuluh tahun ke depan

    pada sektor yang strategis dan menjadi

    prioritas dalam dimensi kualitas, kuantitas

    dan lokasi.

    0 kota

    (0%)

    0 kota

    (0%)

    0 kota

    (0%)

    0 kota

    (0%)

    0 kota

    (0%)

    4 Adanya data pendukung yang mendukung

    program pemetaan guna dilakukan verifikasi

    ulang.

    5 kota

    (83%)

    4 kota

    (66.7%)

    4 kota

    (66.7%)

    3 kota

    (50%)

    4 kota

    (66.7%)

    5 Adanya hasil analisis terhadap hasil

    pemetaan dikaitkan dengan persoalan

    penyelarasan pendidikan dengan dunia

    kerja.

    5 kota

    (83%)

    4 kota

    (66.7%)

    4 kota

    (66.7%)

    3 kota

    (50%)

    4 kota

    (66.7%)

    Pencapaian (proporsi terhadap 6 kota yang diteliti)

    Indikator Keberhasilan

    Dari hasil evaluasi akhir, seluruh pelaksana kegiatan pemetaan mengidentifikasi

    permasalahan-permasalahan metodologis yang diperkirakan sangat mempengaruhi hasil kegiatan ini

    sendiri. Permasalahan-permasalahan tersebut khususnya terletak pada dua hal. Pertama,

    ketertutupan penyedia data (Dunia Pendidikan (P1) dan DUDI (M1) untuk berbagi data (birokrasi).

    Kedua, masalah kelengkapan data. Karena itu perlu didorong terbentuknya sebuah mekanisme

    penyediaan data dan pembaharuan data yang mudah, tidak merepotkan, dapat menguntungkan

    seluruh pemangku kepentingan, yang dimotori oleh Lembaga/ Instansi Pemerintahan terkait.

    1. PEMETAAN SISI PASOKAN DUNIA PENDIDIKAN (P1)

    Beberapa kekurangan yang terdapat dalam kegiatan pemetaan sisi pasokan (P1) ini

    diusulkan untuk diperbaiki, yaitu standarisasi dan penyederhanaan metode pengumpulan data,

    standarisasi kelengkapan data, standarisasi metode analisa, dan standarisasi penyajian hasil

    penelitian. Usulan perbaikan yang dimaksud tadi sedapat mungkin ditampung dalam sebuah sistem

    manajemen basis data (SMBD) yang dapat diperbarui secara terus-menerus/ berkelanjutan. Agar

    proses pembaharuan data P1 dapat terjamin pelaksanaannya, perlu dirancang sebuah mekanisme

    pengumpulan data yang diperoleh secara berkelanjutan dari lembaga-lembaga penyelenggara

    pendidikan/ direktorat terkait (DIKTI, DITPSMK, dsb)/ badan-badan milik pemerintah (BAN-PT,

    Kopertis, infokursus, dsb) secara offline maupun online.

    2. PEMETAAN DAN ANALISIS KEBIJAKAN SISI PASOKAN (P2)

    Selain melakukan inventarisasi kebijakan sisi pasokan, agar konektifitas antar komponen

    pemetaan terbentuk (khususnya dengan P1), direkomendasikan agar dilakukan analisis-analisis

    khusus terhadap masalah-masalah pasokan yang berhasil diidentifikasi oleh pelaksana pemetaan

    pasokan dunia pendidikan (P1). Disamping itu, alignment kebijakan antara pusat dan daerah perlu

    dieksplorasi lebih jauh karena hal ini sering menjadi kendala efektivitas implementasi di lapangan.

    3. PEMETAAN SISI PERMINTAAN DUNIA USAHA/ DUNIA INDUSTRI (M1)

  • Laporan Kegiatan Pemetaan 2010

    Tim Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja 21

    Beberapa kelemahan dalam penerapan metodologi serta keadaan lapangan menyebabkan

    perlu dilakukan penyesuaian saat proses analisa dan penyusunan laporan. Kesemuanya ditujukan

    untuk tetap mencapai tujuan penelitian ini secara optimal

    Berdasarkan hasil studi ini juga dapat disimpulkan bahwa walaupun secara ideal diperlukan

    estimasi di masa depan mengenai kebutuhan jumlah tenaga kerja pada setiap industri namun pada

    kenyataan sangat sedikit industri yang dapat memberikan informasi ini. Secara statistik, jumlah data

    historis selama 3 tahun terakhir juga tidak representatif untuk dapat melakukan interpolasi untuk

    data di masa mendatang. Di lain pihak, industri juga jarang mempunyai data sampai dengan 10

    tahun, sehingga analisis tetap tidak dapat dilakukan secara optimal. Karena perbedaan antara satu

    perusahaan dengan perusahaan lain walaupun dalam industri yang sama, sulit untuk dapat

    menentukan kebutuhan industri akan tenaga kerja, apalagi ketrampilan/skill, secara umum. Secara

    umum, pertanyaan-pertanyaan yang sudah ditanyakan melalui survei dan in-depth interview atau

    FGD sudah sesuai. Keterbatasan data yang didapatkan karena adanya keterbatasan dokumentasi

    oleh industri, terutama pada industri berskala kecil dan menengah. Peluang wirausaha masih belum

    dapat teridentifikasi. Kebanyakan dari responden mengutamakan perluasan pasar dan beberapa

    mengutakaman diferensiasi usaha. Peran Depnakertrans dan Deperindag, beserta dinas-dinas

    terkait, perlu menyusun prosedur pendokumentasian yang sederhana tapi terus menerus diperbarui.

    4. PEMETAAN DAN ANALISIS KEBIJAKAN SISI PERMINTAAN (M2)

    Selain melakukan inventarisasi kebijakan sisi pasokan, agar konektifitas antar komponen

    pemetaan terbentuk (khususnya dengan M1), direkomendasikan agar dilakukan analisis-analisis

    khusus terhadap masalah-masalah pasokan yang berhasil diidentifikasi oleh pelaksana pemetaan

    pasokan DUDI (M1). Pada bagian ini, kebijakan di semua sektor terkait permintaan perlu ditinjau dan

    dianalisis, sehingga diharapkan dapat muncul solusi berimbang untuk perbaikan secara paralel

    antara sisi pasokan (pendidikan) dan sisi permintaan (sektor DUDI).

    5. ANALISA EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN (P3)

    Dari kegiatan pemetaan yang sudah berjalan, terlihat betapa sulitnya pelaksana kegiatan P3

    membuat model analisis efektifitas implementasi kebijakan karena keterbatasan data yang diperoleh

    pelaksana P1 dan M1. Karena itu, disarankan agar pelaksana P3 menjadi inisiator program pemetaan

    dengan membuat model acuan dasar berdasarkan variabel-variabel standar yang telah disepakati

    dan pasti dapat dipenuhi oleh pelaksana P1, P2, M1, dan M2.