Top Banner
SKENARIO B BLOK 11 TAHUN 2012 Tn. S berusia 56 tahun datang ke UGD RSMH dengan keluhan badan lemas disertai mual muntah sejak 2 minggu SMRS. Sebelumnya (2 bulan terakhir) pasien mengeluh kepala pusing, muka kelihatan pucat, mudah mengantuk, badan terasa gatal, serta nafsu makan berkurang. BAB dan BAK seperti biasa. Pasien berobat ke dokter dan dikatakan sakit maag tapi keluhan tidak berkurang meskipun obat dari dokter sudah dimakan. Pasien menderita kencing manis selama 15 tahun dan darah tinggi selama 2 tahun tapi tidak teratur minum obat. Pemeriksaan Fisik TB: 160 cm, BB: 70 kg Keadaan umum: sakit sedang, pucat, sensorium: compos mentis TD: 160/90 mmHg, Nadi: 90x/menit, RR: 24X/menit, Temp: 36,8 o C Kepala: konjunctiva pucat (+), lidah: atrofi papil (+), edema pretibial (+) Lain-lain dalam batas normal Pemeriksaan Laboratorium Hb: 8,2 g/dl, GDS: 215 mg/dl, ureum 210 mg/dl, creatinin 7,8 mg/dl, Na: 137 mg/dl, K: 6 mg/dl Urin: protein ++ Pemeriksaan Penunjang Lainnya 1
72

laporan 2010

Dec 29, 2015

Download

Documents

Randa Dp
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: laporan 2010

SKENARIO B BLOK 11 TAHUN 2012

Tn. S berusia 56 tahun datang ke UGD RSMH dengan keluhan badan lemas disertai

mual muntah sejak 2 minggu SMRS. Sebelumnya (2 bulan terakhir) pasien mengeluh

kepala pusing, muka kelihatan pucat, mudah mengantuk, badan terasa gatal, serta

nafsu makan berkurang. BAB dan BAK seperti biasa. Pasien berobat ke dokter dan

dikatakan sakit maag tapi keluhan tidak berkurang meskipun obat dari dokter sudah

dimakan.

Pasien menderita kencing manis selama 15 tahun dan darah tinggi selama 2 tahun

tapi tidak teratur minum obat.

Pemeriksaan Fisik

TB: 160 cm, BB: 70 kg

Keadaan umum: sakit sedang, pucat, sensorium: compos mentis

TD: 160/90 mmHg, Nadi: 90x/menit, RR: 24X/menit, Temp: 36,8oC

Kepala: konjunctiva pucat (+), lidah: atrofi papil (+), edema pretibial (+)

Lain-lain dalam batas normal

Pemeriksaan Laboratorium

Hb: 8,2 g/dl, GDS: 215 mg/dl, ureum 210 mg/dl, creatinin 7,8 mg/dl, Na: 137 mg/dl,

K: 6 mg/dl

Urin: protein ++

Pemeriksaan Penunjang Lainnya

EKG: LVH

I. Klarifikasi Istilah

1. Mual: perasaan yang sangat tidak enak di belakang tenggorokan dan

epigastrium, sering menyebabkan muntah.

2. Muntah: reflex yang menyebabkan dorongan ekspulsi isi lambung atau usus

atau keduanya dari mulut, terjadi karena ransangan pada pusat muntah di

postrea medulla oblongata di dasar ventrikel keempat.

3. Maag: gastritis; suatu keadaan peradangan lambung atau pendarahan

mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.

4. Atrofi papil: pengecilan dari papil lidah.

1

Page 2: laporan 2010

5. Konjungtiva pucat: membran halus yang melapisi kelopak mata dan

menutupi bola mata tampak pucat karena kurangnya suplai darah.

6. Edema pritibial: pembengkakan pada tungkai bawah sekitar tulang.

7. LVH: pembesaran ventrikel kiri jantung sebagai bentuk kompensasi dari

beban jantung yang meningkat.

8. Sakit sedang: pasien sakit tetapi masih bisa melakukan aktivitas sehari-hari.

9. Pusing: gangguan perasaan dari hubungan terhadap ransangan; sensasi tidak

kokoh dengan perasaan kepala berputar; pusing; kepala terasa ringan;

ketidakseimbangan.

10. Muka pucat: kurangnya suplai darah ke jaringan perifer (kulit).

11. Ureum: produk akhir nitrogen utama dari metabolisme protein, yang

dibentuk di dalam hati dari asam amino dan dari senyawa amoniak;

ditemukan di dalam urin, darah, dan limfe.

12. Kreatinin: bentuk anhidrida kreatin, hasil akhir metabolisme fosfokreatin;

pengukuran laju ekskresi urin dipakai sebagai indikator diagnostik fungsi

ginjal dan massa otot.

II. Identifikasi Masalah

1. Tn. S berusia 56 tahun datang ke UGD RSMH dengan keluhan badan lemas

disertai mual muntah sejak 2 minggu SMRS.

2. 2 bulan terakhir pasien mengeluh:

Kepala pusing

Muka kelihatan pucat

Mudah mengantuk

Badan terasa gatal

Nafsu makan berkurang

BAB dan BAK seperti biasa

3. Pasien berobat ke dokter dan dikatakan sakit maag tapi keluhan tidak

berkurang meskipun obat dari dokter sudah dimakan.

4. Pasien menderita kencing manis selama 15 tahun dan darah tinggi selama 2

tahun tapi tidak teratur minum obat.

5. Pemeriksaan Fisik

TB: 160 cm, BB: 70 kg

Keadaan umum: sakit sedang, pucat, sensorium: compos mentis

2

Page 3: laporan 2010

TD: 160/90 mmHg, Nadi: 90x/menit, RR: 24X/menit, Temp: 36,8 C

Kepala: konjunctiva pucat (+), lidah: atrofi papil (+), edema pretibial (+)

Lain-lain dalam batas normal

6. Pemeriksaan Laboratorium

Hb: 8,2 g/dl, GDS: 215 mg/dl, ureum 210 mg/dl, creatinin 7,8 mg/dl, Na:

137 mg/dl, K: 6 mg/dl

Urin: protein ++

7. Pemeriksaan Penunjang Lainnya

EKG: LVH

III. Analisis Masalah

1. Apa saja yang dapat menyebabkan badan lemas, mual, dan muntah? (secara

umum)

Badan Lemas

Kurang makan

Kurang tidur

Demam

Miastenia gravis

Hipotiroid

Gangguan elektrolit

Mual dan Muntah

Maag

Uremia

Asidosis

Hepatomegali

Keracunan makanan

2. Bagaimana mekanisme keluhan utama pada kasus ini?

Badan lemas

Bisa disebabkan 2 hal akibat kurangnya energi dalam sel karena diabetes dan

anemia. Akan tetapi, anemia memberikan pengaruh lebih besar. Jadi

mekanismenya adalah kurangnya Hb dalam darah peredaran O2 berkurang

3

Page 4: laporan 2010

proses perombakan glukosa terganggu energi yang dihasilkan berkurang

badan lemas.

Mual & Muntah

Gangguan ginjal Peningkatan urea dalam darah Peningkatan urea dalam

traktus GI bakteri produksi urease mendisintergrasi urea menjadi

konsentrasi nitrogen yang lebih tinggi menstimulasi membrane mukosa pada

traktus GI mual & muntah

3. Apa penyebab dan bagaimana mekanisme keluhan 2 bulan terakhir?

Mengeluh kepala pusing

Bisa terjadi karena hipertensi atau anemia, tetapi dalam kasus ini lebih

cenderung ke anemia dilihat dari Hb yg sangat rendah. Kalau hipertensi biasanya

di atas 200 mmHg baru bisa menyebabkan kepala pusing.

Gagal ginjal kronis penurunan produksi eritropoietin penurunan produksi

RBC anemia (Hb rendah) perfusi O2 ke otak berkurang kepala pusing

Muka kelihatan pucat

Disebabkan oleh anemia.

Gagal ginjal kronis penurunan produksi eritropoietin penurunan produksi

RBC anemia (Hb rendah) kompensasi aliran darah ke perifer berkurang

muka pucat

Mudah mengantuk

Disebabkan anemia.

Gagal ginjal kronis penurunan produksi eritropoietin penurunan produksi

RBC anemia (Hb rendah) perfusi O2 ke otak berkurang mudah

mengantuk

Badan terasa gatal

Penumpukan kalsium fosfat dalam kulit.

Mudahnya terinfeksi jamur pada kulit penderita diabetes.

Penurunan fungsi ginjal penurunan ekskresi kalsium melalui urine

hiperkalsemia deposit kalsium di kulit gatal

4

Page 5: laporan 2010

DM selama 15 tahun

Peningkatan Produksi sitokin (TNF-α dan IL-1 β)

Memacu Monocyte Chemoattractant Protein-1

(MCP-1) dan kemokin lainnya pada mesengial

Hipertensi selama 2 tahun

Hipertrofi structural dan fungsional nefron yang masih tersisa

Diperantarai sitokin dan Growth Factor

Massa ginjal berkurang

Nafsu makan berkurang

Dapat disebabkan oleh rasa mual dan muntah.

Penurunan fungsi ginjal ekskresi ureum menurun uremia urea

sampai ke saliva merangsang flora normal mulut merubah urea menjadi

amonia bau urine pada napas dan rasa kecap logam menurunkan nafsu

makan.

4. Bagaimana fisiologis ginjal dalam ekskresi zat sisa metabolik?

Fungsi ekskresi ginjal:

Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan

mengubah-ubah ekskresi air.

Mempertahankan volume ECF dan tekanan darah dengan mengubah-ubah

ekskresi Na+.

Mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolit individu

dalam rentang normal.

Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+

dan membentuk kembali HCO3-

Mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein (terutama

urea, asam urat, dan kreatinin).

Bekerja sebagai jalur ekskretori untuk sebagian besar obat.

5. Apakah ada hubungan antara riwayat penyakit pasien (Hipertensi dan DM) dan

kasus sekarang?

5

Page 6: laporan 2010

Hipertensi dan gagal ginjal kronis dapat saling mempengaruhi. Pada long

standing hipertensi dapat berakhir pada PGK. Sebaliknya juga PGK dapat

menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain itu, hipertensi dapat terjadi pada

nefropati diabetik karena spasme arteriol aferen intrarenal/intraglomerulus. Dan

pada nefropati diabetik hipertensi biasanya mulai muncul pada stadium 3

bersamaan dengan adanya mikroalbuminuria (kurang lebih pada 10 tahun DM).

6. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik?

Pemeriksaan Tn. S Nilai normal Interpretasi

IMT TB= 160 cm

BB= 70 kg

IMT= 70/(1,6)2=

27,34

18-25 Obese I

Keadaan

umum

Sakit sedang

Pucat

Kompos mentis

Sehat

Pucat (-)

Kompos mentis

Dalam keadaan

sakit tetapi masih

dapat beraktivitas

Anemia

Normal

Tekanan darah 160/90mmHg 120/80mmHg Hipertensi I

6

Page 7: laporan 2010

PR

RR

Temperatur

90x/menit

24x/menit

36,8˚C

60-100x/menit

16-24x/menit

36,5-37,2˚C

Normal

Normal

Normal

Kepala

Konjunctiva

Lidah

Edem pretibial

Pucat (+)

Atrofi papil (+)

Edeme Pretibial (+)

Pucat (-)

Atrofi papil (-)

Edeme Pretibial (-)

Anemia

Defisiensi zat besi

Retensi air + Na

7. Bagaimana mekanisme keabnormalitasan hasil pemeriksaan fisik?

Muka pucat + konjunctiva pucat

Kerusakan ginjal → pe↓ fungsi ginjal → pe↓ pembentukan eritropoietin (EPO)

→ pe↓ RBC oleh sumsum tulang belakang → anemia muka + konjunctiva

pucat.

Atrofi papil

Gagal ginjal kronik → pe↑ ureum dalam darah → rasa mual → pe↓ nafsu

makan → pe↓ intake (zat besi) → anemia → atrofi papil lidah.

7

Page 8: laporan 2010

Penurunan hormone eritropoetin yang berfungsi membentuk sel-sel darah

merah Hb rendah Anemia (dicurigai juga dipicu dari asupan Fe yang

kurang) lidah menjadi licin dan mengkilap Atrofi papil lidah.

Hipertensi

pe↓ fungsi ginjal → pe↓ massa nefron → hiperfiltrasi glomerulus dari nefron

yang sehat → pelepasan Angiotensin II → vasokonstriksi arteriol aferen →

hipertensi.

Edema pretibial

pe↓ fungsi ginjal → pe↓ massa nefron → hiperfiltrasi glomerulus dari nefron

yang sehat → pelepasan Angiotensin II → meransang sekresi aldosteron

retensi Na dan air → edema pretibial.

Vasokonstriksi di arteri aliran darah ke ginjal menurun aktivasi

hormone renin-angiotensin (1)retensi air dan garam (2) hiperfiltrasi,

sklerosis dan progresifitas terjadi kerusakan nefron retensi air dan garam

tak terkontrol edema pretibial.

Proteinuria dan albuminuria Hipoalbuminemia Penurunan tekanan

onkotik plasma Peningkatan transudasi ke interstitial Hipovolemia sel

Pelepasan ADH dan Aldosteron yang memicu peningkatan Rennin-

Angiotensin Retensi Na dan air Edema pretibial.

8. Apa kesimpulan dari hasil pemeriksaan laboratorium?

8

Page 9: laporan 2010

Pemeriksaan Tn. S Nilai Normal Interpretasi

Hb 8,2 g/dl 13,5-18 g/dl Anemia

GDS 215 mg/dl <200 mg/dl Hiperglikemia

Ureum 210 mg/dl 10-38 mg/dl Uremia

Serum kreatinin 7,8 mg/dl 0,7-1,5 mg/dl ↑

Na 137 mEq/dl 135-145 mEq/dl Normal

K 6 mEq/dl 3,5-5,2 mEq/dl ↑

Urin Protein (++) Protein (-) Protenuria

9. Bagaimana mekanisme keabnormalitasan hasil pemeriksaan laboratorium?

Uremia, Peningkatan Kalium dan Kreatinin

Kemampuan filtrasi menurun dan penebalan membran basal Kf (koefisien

filtrasi) atau area filtrasi menurun GFR menurun (10,47 ml/mn/1,73m2)

ekskresi zat-zat yang harusnya dikeluarkan seperti ureum, kreatinin, dan kalium

terhambat uremia, peningkatan kreatinin dan kalium.

Proteinuria dan Hiperglikemi

DM yang tidak terkontrol hiperglikemik berkepanjangan ada beberapa

tempat yang tidak memerlukan insulin untuk transpor glukosa seperti ginjal,

pembuluh darah, retina, saraf peningkatan akivitas jalur poliol sintesis

AGE berikatan dengan reseptor pada banyak sel (endotel, monosit, makrofag,

limfosit, dan sel mesangium (1) menimbulkan aktivitas biologis pengeluaran

sitokin factor pertumbuhan, peningkatan permeabilitas endotel, dan peningkatan

sintesis matriks ekstrasel pada ginjal terjadi penebalan membrane basal akibat

aktivitas growth factor kenegatifan membran basal terganggu proteinuria

nefropati diabetikum

Anemia

(2) peningkatan akitvitas jalur poliol peningkatan fruktosa dan sorbitol dalam

sel mengganggu pompa ion terjadi kerusakan sel nefron di glomerulus

sel nefron yang masih sehat mengalami hipertrofi akibat kompensasi

beberapa sel yang rusak adaptasi seperti peningkatan tekanan kapiler dan

peningkatan aliran darah glomerulus berlangsung singkat maladaptasi terjadi

sklerosis ginjal kerusakan nefron semakin banyak dan progresif kerusakan

9

Page 10: laporan 2010

ginjal hormone yang dibentuk oleh ginjal seperti eritropoietin menurun

rangsangan untuk membentuk sel darah merah di sumsum tulang menurun

anemia.

10. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan penunjang lainnya?

Hipertrofi ventrikel kiri menunjukan penambahan rasio tebal dinding / ukuran

ruang ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena beban tekanan pada otot jantung

yang menetap dalam waktu yang cukup lama karena hipertensi yang dialami Tn.

S. sebagai kompensasinya, sarkomer-sarkomer yang tersusun parallel

menyebabkan pelebaran moisit dan menghasilkan bentuk remodeling hipertrofi

konsentrik.

Gambaran EKG Hipertrofi ventrikel kiri

11. Bagaimana anatomi dan fisiologi traktus urogenitalia?

Ginjal letaknya peritoneal dan terletak di bagian dorsal dari abdomen.

Ginjal kiri biasanya setinggi T12-L3, ginjal kanan biasanya lebih rendah 1

corpus vertebrae dari ginjal kiri

10

Page 11: laporan 2010

Sistem vaskular ginjal

Aorta arteri renalis arteri segmental arteri interlobar arteri arkuata

arteri interlobular arteri afferent glomerulus arteri efferent kapiler

tubular vasa recta vena interlobular vena arkuata vena interlobar vena

renalis

11

Page 12: laporan 2010

Nefron adalah unit structural dan fungsional dari ginjal

Nefron terdiri atas renal korpuskulum, tubulus kontortus proximal, lengkung henle,

dan tubulus kontortus distal

Renal korpuskulum terdiri atas glomerulus dan kapsula bowman’s

Kapsula Bowman’s terdiri atas lapisan visceral, lapisan parietal dan ruang

kapsular.

12

Sel endotel

Sel podosit

Membral basal glomerulus

Page 13: laporan 2010

Membran filtrasi glomerulus terdiri atas sel podosit, membrane basal glomerulus,

dan sel endotel.

Proses pembentukan urin terbagi menjadi tiga fase:

1. Proses filtrasi

Di glomerulus terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah

bagian cairan darah kecuali protein dan eritrosit. Cairan yang tersaring

ditampung oleh simpai bowman yang terdiri dari glukosa, air, sodium,

klorida, sulfat, bikarbonat dll, cairan yang disaring disebut filtrate

glomerulus.

2. Proses reabsorpsi

Perpindahan selektif zat-zat yang difiltrasi dari lumen tubulus ke

dalam kapiler peritubulus.

3. Proses sekresi

Perpindahan selektif zat-zat yang tidak difiltrasi dari kapiler

peritubulus ke dalam lumen tubulus.

Dan ketika urin sudah terbentuk maka urine akan siap di ekskresikan.

Kemampuan filtrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor:

1. Besar molekul

2. Muatan molekul

Laju glomerular filtrasi ditentukan oleh

1. Tekanan hidrostatik di dalam kapiler glomerulus “Pg”

2. Tekanan hidrostatik di dalam kapsula bowman’s “Pb”

3. Tekanan osmotic protein koloid di kapiler glomerulus “Пg”

4. Tekanan osmotic protein koloid di kapsula bowman’s “Пb”

5. koefisien filtrasi glomerulus (dipengaruhi oleh jumlah nefron dan ketebalan

glomerulus) “Kf”

GFR = Kf x (Pg - Pb - Пg + Пb)

12. Apa diagnosis banding kasus ini?

a. Renal artery stenosis, dengan gejala:

13

Page 14: laporan 2010

azotemia

hipertensi

congestive heart failure

edema paru

b. Sindroma Nefrotik

c. Gagal Ginjal Akut

d. Gagal Ginjal Kronik

13. Apa pemeriksaan penunjang lainnya dan bagaimana cara menghitung Creatinine

Clearance Test?

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan biokimia plasma untuk mengetahui fungsi ginjal dan gangguan

elektrolit.

Pemeriksaan mikroskopik urin.

Tes-tes penyaringan sebagai persiapan sebelum dialisis.

USG ginjal sangat penting untuk mengetahui ukuran ginjal dan penyebab

gagal ginjal, misalnya adanya kista atau obstruksi pelvis ginjal.

Foto polos abdomen, jika ginjal kecil dibandingkan usia dan besar tubuh

maka lebih cenderung gagal ginjal kronik

Uji bersihan kreatinin/ creatinin clearance test

Untuk melakukan uji ini, cukup mengumpulkan specimen urin 24 jam dan satu

specimen darah yang diambil dalam 24 jam dan satu specimen darah yang

diambil dalam waktu 24 jam yang sama. Bersihan keratini (Ccr) kemudian

dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut C cr=U cr ×V

Pcr

Ket : Ucr = kadar kretinin urin, V = volume urine 24 jam, dan Pcr = kadar

kreatinin plasma.

14

Kreatinin urin(mg/dL) x vol.urin(mL/24 jam)Kreatinin serum(mg/dL) x 1440

Page 15: laporan 2010

Ccr merupakan indeks GFR yang cukup baik, meskipun bukan merupakan

pengukuran yang sebenarnya karena kreatinin juga disekresi oleh tubulus.

Kreatinin yang sedikit disekresi ini cenderung memperbesar perkiraan nilai

GFR.

Cara menghitung LFG / GFR menurut rumus Kockcroft-Gault

**Pada wanita hasil tersbut dikali dengan 0,85

LFG Tn.S 10,47 (gagal ginjal derajat 5)

Klasifikasi Penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakit

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal

atau meningkat

≥90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun

ringan

60-89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun

sedang

30-59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG turun

berat

15-29

5 Gagal ginjal <15 atau dialysis

14. Apa diagnosis kerja kasus ini dan bagaimana cara mendiagnosisnya?

Diagnosis kerja kasus ini adalah Penyakit Ginjal Kronis Stadium 5 karena DM.

Cara mendiagnosis:

Manifestasi klinik

1. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, infeksi

traktus urinarius, batu trakturs urinarius, hipertensi, hiperurikemi, LES,

dsb.

15

LFG = (140-umur) x BB (Kg)72 x kreatinin serum

(mg/dL

Page 16: laporan 2010

2. Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah,

nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer,

pruritus, uremic frost, perikarditis, kejng-kejang, sampai koma.

3. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,

payah jantung, asidosis metabolic, gangguan keseimbangan elektrolit

(sodium, kalium, klorida).

Umum Fatig, malaise, gagal tumbuh, debil

Kulit Pucat, mudah lecet, rapuh, leukonikia

Kepala dan leher Fetor uremic, lidah kering, dan berselaput

Mata Fundus hipertensif, mata merah

Kardiovaskular Hipertensi, kelbihan cairan, gagal jantung,

perikarditis uremic, penyakit vaskular

Pernapasan Hiperventilasi asidosis, edema paru, efusi pleura

Gastrointestinal Anoreksia, nausea, gastritis, ulkus peptikum, colitis

uremic, diare yang disebabkan antibiotik

Kemih Nokturia, poliuria, haus, proteinuria, penyakit ginjal

yang mendasarinya

Reproduksi Penurunan libido, impotensi, amenore, infertilitas,

ginekomastia, galaktore

Saraf Letargi, malaise, anoreksia, tremor, mengantuk,

kebingungan, flap, mioklonus, kejang, koma

Tulang Hiperparatiroidisme, defisiensi vitamin D

Sendi Gout, pseudogout, kalsifikasi ekstra tulang

Hematologic Anemia, defisiensi imun, mudah mengalami

perdarahan

Endokrin Multiple

farmakologi Obat-obat yang diekskresi oleh ginjal

Gambaran laboratorium

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya

b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan

kreatinin serum, dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan

rumus Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa

dipergunakan untuk meperkirakan fungsi ginjal

16

Page 17: laporan 2010

c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar haemoglobin,

peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia,

hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsrmia, asidosis

metabolic.

d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast,

isostenuria.

15. Bagaimana epidemiologi kasus ini?

Sekitar 35% hingga 40% pasien diabetes tipe 1 akan berkembang menjadi

gagal ginjal kronik dalam waktu 15 hingga 25 tahun setelah awitan diabetes.

Sedangkan, individu diabetes tipe 2 lebih sedikit yang berkembang menjadi

gagal ginjal kronik (sekitar 10% hingga 20%) dengan pengecualian pada

orang Indian Pima dengan insidensi mendekati 50%. Penduduk Amerika

asli dan Afro-Amerika sangat berisiko mengalami gagal ginjal diabetik.

SUMBER: Price, S.A dan Wilson, L.M. 2003. Patofisiologi: Konsep

klinis proses-proses penyakit. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Insiden nefropati diabetikum terutama terjadi pada ras kulit hitam dengan

frekuensi 3-6 kali lipat lebih tinggi daripada ras kulit putih. Tidak ada

perbedaan yang signifikan kejadian nefropati diabetikum antara pria dan

wanita.

16. Apa etiologi dan faktor resiko kasus ini?

Etiologi (IPDL Jilid III hal. 1944):

GDP > 140-160 mg/dl (7,7-8,9mmol/l).

Genetik.

Pe↑ aliran darah ginjal + LFG.

Pe↑ tekanan intra glomerulus.

Hipertensi sistemik.

Sindroma metabolik.

Inflamasi.

Perubahan permeabilitas pembuluh darah.

Kelainan metabolisme polyol.

Pembentukan glycation end product.

Pe↑ sitokin.

17

Page 18: laporan 2010

Pelepasan Growth Factors.

Kelainan metabolisme karbohidrat, lemak, protein.

Hiperlipidemia.

Aktivasi Protein Kinase C.

Kelainan struktural (hipertropi glomerulus, ekspansi mesangium, penebalan

membran basal glomerulus).

Gangguan ion pumps (pe↑ Na+ - H+ pump dan pe↓ Ca2+ ATPase pump).

Faktor risiko (IT DR.Dr. H Zulkhair Ali, SpPD-KGH):

Intoleransi GD

Menderita diabetes dan hipertensi yang lama

Komplikasi diabetes

Ras (Asian, Pima, Indians)

Riwayat keluarga hipertensi dan nefropati diabetika

Faktor resiko lainnya:

1. Hipertensi

Hipertensi dapat menjadi penjadi penyebab dan akibat dari nefropati

diabetikum. Dalam glomerulus, efek awal dari hipertensi sistemik adalah

dilatasi arteriola afferentia, yang berkontribusi kepada hipertensi

intraglomerular, hiperfiltrasi, dan kerusakan hemodinamik. Respon ginjal

terhadap system renin-angiotensin menjadi abnormal pada ginjal diabetes.

2. Prediposisi genetika berupa riwayat keluarga mengalami nefropati diabetikum

dan hipertensi.

3. Kepekaan (susceptibility) nefropati diabetikum:

a) Antigen HLA (Human Leukosit Antigen)

Beberapa penelitian menemukan hubungan faktor genetika tipe

antigen HLA dengan kejadian nefropati diabetikum. Kelompok

penderita diabetes dengan nefropati lebih sering mempunyai Ag tipe

HLA-B9.

b) Glukose transporter (GLUT)

Setiap penderita diabetes mellitus yang mempunyai GLUT 1-5

mempunyai potensi untuk mendapat nefropati diabetikum.

4. Hiperglikemia

18

Page 19: laporan 2010

Kontrol metabolic yang buruk dapat menjadi memicu terjadinya nefropati

diabetikum. Nefropati diabetikum jarang terjadi pada orang dengan HbA1c

<7.58.0%

Kelainan metabolik lain yang berhubungan dengan keadaan hiperglikemi

juga berperan dalam perkembangan nefropati diabetikum termasuk AGEs

dan polyols. AGEs ialah hasil pengikatan nonenzimatik, yang tidak hanya

mengubah struktur tersier protein, tapi juga menghasilkan intra- dan

intermolekular silang. Berbagai macam protein dipengaruhi oleh proses ini.

Kadar AGEs di sirkulasi dan jaringan diketahui berhubungan dengan

mikroalbuminuria pada pasien diabetes. Kadar AGEs pada dinding kolagen

arteri lebih besar 4 kali lipat pada orang dengan diabetes. Pasien diabetes

dengan ESRD memiliki AGEs di jaringan dua kali lipat lebih banyak

daripada pasien diabetes tanpa gangguan ginjal.

5. Konsumsi protein hewani

6. Merokok

Merokok meningkatkan progresi nefropati diabetikum. Analisis mengenai

faktor risiko menunjukkan bahwa merokok meningkatkan kejadian nefropati

diabetikum sebesar 1,6 kali lipat lebih besar.

17. Bagaimana patofisiologi dan patogenesis kasus ini?

19

Kerusakan nefron

Page 20: laporan 2010

Perfusi pembuluh darah ginjal menurun

Kerusakan renal meningkat, jumlah nefron normal menurun

Perfusi pembuluh darah ginjal menurun

Total GFR menurun lebih lanjut

Tubuh tidak mampu membuang sisa garam dan sisa metabolism melalui ginjal

Gagal Ginjal Kronik

Sindrom Uremia (GFR 10-20 mL/menit)

Berkurangnya pembentukan sel-sel darah merah

Hb turun

Meningkatkan fungsi ginjal yang masih normal

Sisa nefron yang normal mengalami hipertrofi

Filtrasi solute meningkatFungsi memekakan/mengkonsentrasikan urine menurun

Fungsi reabsorbsi tubulus menurun secara berangsur-angsur

Ekskresi urine meningkat, cair (Poliuria)

Pasien kehilangan cairan tubuh

AnemiaWajah Pucat, Kepala

pusing, Mudah mengantuk, badan lemas

Atrofi papil

Ekskresi kalium menurun

Hiperkalemia

Distrimia jantung

Reabsorbsi Na menurun

Retensi Air

Sindrom Uremia (GFR 10-20 mL/menit)

Ekskresi Sampah Nitrogen menurun

Uremia pada gastrointestinal

Mual, muntah, anoreksia

Edema pretibial

20

Page 21: laporan 2010

18. Apa manifestasi klinis kasus ini?

Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia

sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan

hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan

kelainan kardiovaskular (Sukandar, 2006).

a. Kelainan hemopoeisis

Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering

ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi

bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml

per menit.

b. Kelainan saluran cerna

Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien

gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam

muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh

flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi

atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna

ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan

antibiotika.

c. Kelainan mata

Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil

pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari

mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis.

Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris.

Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang

sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam

kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan

hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal

ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.

d. Kelainan kulit

Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan

diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan

segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan

bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan

dinamakan urea frost

21

Page 22: laporan 2010

e. Kelainan selaput serosa

Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai

pada gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa

merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.

f. Kelainan neuropsikiatri

Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan

depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat .

seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering

dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai

pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar

kepribadiannya (personalitas).

g. Kelainan kardiovaskular

Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat

kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi

sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada

stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.

19. Bagaimana tatalaksana kasus ini?

- Farmakologis dan non farmakologis

Farmakologis

Hipertensi = ARB 130/80 mm/hg

Anti platelet theraphy = aspirin

Anemia = ESA(eritropoiesis stimulating agent) + iron Hb > 12%

Lipids = statin, fibrate (pemeriksaan kadar lipid) LDL 100mg/dl

Insulin resistance = metformin, glitazones

Diuretika = furosemide

Non farmakologis

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu

pada LFG <15 ml/mnt. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis,

peritoneal dialysis atau transplantasi ginjal.

- Pengelolaan hipertensi, anemia, hiperkalemi, dan keadaan patologis lainnya

22

Page 23: laporan 2010

a. Hipertensi

Tatalaksana hipertensi dengan menggunakan ACE-inhibitor (misalnya:

Kaptopril) yakni dapat menurunkan ekskresi albumin dan memperlambat

nefropati diabetik. ACE-inhibitor efektif dalam memperlambat

perkembangan gagal ginjal karena ACE-inhibitor adalah satu-satunya obat

yang bekerja dengan memperlebar arteriol eferen, sehingga tekanan

intraglomerulus akan menurun. Sebaliknya antagonis kalsium (misalnya,

verapamil) menyebabkan dilatasi arteriol aferen pada ginjal, yang lebih dapat

meningkatkan tekanan intraglomerulus daripada menurunkan tekanan

intraglomerulus.

b. Hiperkalemia

Hiperkalemia akut dapat diobati dengan pemberian glukosa dan insulin

intravena yang akan memasukkan K+ ke dalam sel, atau dengan pemberian

kalsium glukonat 10% intravena dengan hati-hati sementara EKG penderita

terus diawasi akan kemungkinan timbulnya hipotensi disertai pelebaran

kompleks QRS. Efek dari tindakan ini hanya bersifat sementara dan

hiperkalemia harus dikoreksi dengan dialysis. Bila kadar K+ tidak dapat

diturunkan dengan dialysis, maka dapat digunakan resin penukar kation

natrium polistiren sulfonat (Kayexalate). Setiap garam dari resin akan

mengikat satu mEq K+. kayexalate dapat diberikan melalui mulut atau

dengan dimasukkan melalui rectal. Bila diberikan secara rectal, 50-100 gr

dicampur dengan 200-300 ml air. Untuk mempermudah pertukaran K+,

tambahkan 25-30ml sorbitol 70% (suatu alcohol osmotic aktif yang sukar

diabsorbsi dan mempunyai efek laksatif)

c. Anemia

Pemberian EPO (recombinant human erythropoeitin) sebagai injeksi

subkutan (25 hingga 125 U/kgBB) tiga kali seminggu. Komplikasi utama

terapi EPO adalah hipertensi, yang terjadi pada sekitar separuh pasien.

Peningkatan tekanan darah akibat terapi EPO disebabkan oleh peningkatan

viskositas darah dan pulihnya vasodilatasi perifer yang diinduksi anemia.

Selain terapi EPO, tindakan lain untuk meringankan anemia adalah

meminimalkan kehilangan darah dan memberikan vitamin dan

transfuse darah. Multivitamin dan asam folat biasanya diberikan setiap hari

karena dialysis mengurangi vitamin yang larut dalam air. Kompleks besi

23

Page 24: laporan 2010

dekstran atau besi oral dapat diberikan secara parenteral (Imferon) karena

defisiensi besi dapat disebabkan oleh kehilangan darah dan ikatan antacid.

d. Asidosis

Asidosis dapat dicegah dengan mengurangi asupan protein

e. Osteodistrofi ginjal

Diet rendah fosfat dan pemberian agen pengikat fosfat (gel antasida

aluminium) dapat mencegah osteodistrofi ginjal

f. Hiperurisemia

Hiperurisemia dapat diobati dengan pemberian alopurinol

g. Infeksi

Pasien gagal ginjal kronis harus dicegah terkena infeksi karena semua jenis

infeksi dapat memperkuat proses katabolisme dan mengganggu nutrisi yang

adekuat serta keseimbangan cairan dan elektrolit.

SUMBER: Price, S.A dan Wilson, L.M. 2003. Patofisiologi: Konsep klinis

proses-proses penyakit. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

- Diet untuk pasien ini

Protein : Protein dianjurkan sesuai dengan tingkatan penurunan fungsi ginjal.

Pada saat ini anjuran asupan protein 0.8gr/kg BB/hari, kurang atau sama dengan

10% dari total energi. Apabila terjadi penurunan fungsi ginjal sudah sangat

buruk GFR/CCT/TKK 10-15 mL/menit maka asupan protein dianjurkan lebih

rendah yaitu 0.6 gr/kg BB. Pada nefropati diabetik dimana pasien sudah

menjalani terapi pengganti hemodialisis protein dianjurkan 1.2 g/kgBB/hari,

sedangkan jika pasien menjalani CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal

Dialysis) protein dianjurkan 1.3 - 1.5 g/kg BB/hari atau sama dengan 20%

dari total kalori. 

Energi : secara tepat dapat dihitung kebutuhan energi untuk pasien nefropati

diabetik ini, yaitu 35 Kcal/kgBB/hari.

.

Karbohidrat : Sumber karbohidrat yang dianjurkan adalah 60% dari total

kalori, penggunaan karbohidrat komplek kompleks tetap diutamakan.

24

Page 25: laporan 2010

Lemak : Anjuran lemak pada nefropati diabetik adalah 30% dari total kalori.

Lemak diutamakan tidak jenuh ganda maupun tunggal yaitu minyak jagung,

minyak wijen. Asupan lemak jenuh dianjurkan kurang dari 10%. Asupan

kholesterol dianjurkan kurang dari 300mg/hari. 

Garam (natrium) : Anjuran asupan garam (Na) untuk pasien diabetik nefropati

berkisar antara 1000- 3000 mg Na sehari, tergantung pada tekanan darah, ada

tidaknya edema atau asites, serta pengeluaran urin sehari. Pada nefropati diabetik

yang sudah menjalani terapi pengganti hemodialisis kebutuhan natrium adalah

1000mg + 2000 mg apabila urine sehari 1000ml.

Kalium : Anjuran asupan kalium tidak selalu dibatasi, kecuali bila terjadi

hiperkalemia yaitu kalium darah > 5.5 mEq, jumlah urine yang sedikit atau

GFR/CCT/TKK kurang atau sama dengan 10mL/menit. Pada kondisi ini anjuran

asupan kalium berkisar 40-70 mEq/hari (1600-2800 mg/hari) atau

40mg/kgBB/hari, hindari makanan tinggi kalium. Pada nefropati diabetik dengan

terapi pengganti hemodialisis kebutuhan kalium dapat dihitung berdasarkan

pengeluaran urine sehari, yaitu kebutuhan dasar 2000 mg + 1000 mg apabila

urine sehari 1000ml. Obat pengikat kalium dapat diusulkan kepada dokter yang

merawat. 

Fosfor : Pada pasien diabetik nefropati, apabila terjadi hiperfosfatemia (kadar

fosfat darah >6mg/dL) biasanya diterapi dengan diet rendah fosfat. Apabila

asupan fosfor berkisar 8-12 mg/kgBB/hari. Dengan semakin jeleknya fungsi

ginjal, untuk mengontrol fosfat tidak mungkin hanya dengan diet. Obat pengikat

fosfat diperlukan untuk mengikat fosfat dari makanan dalam saluran cerna yang

bertujuan mencapai serum fosfat darah berkisar 4-6mg/dL.

.

Kalsium : Hipokalsemia (kadar Kalsium darah <8,5 mg/dL) kadang terjadi pada

pasien nefropati diabetik, penyebabnya adalah asupan kalsium yang tidak

adekuat, penyerapan di usus yang tidak baik serta hiperfosfatemia. Oleh karena

itu biasanya pemberian suplemen kalsium diberikan dokter dalam bentuk tablet.

Asupan kalsium yang dianjurkan adalah 1200 mg/hari. Suplemen kalsium yang

25

Page 26: laporan 2010

biasa diberikan salah satunya adalah kalsium karbonat, karena selain untuk

suplemen juga sebagai fosfat binder (pengikat fosfat). Kadar kalsium darah yang

diharapkan berkisar 8.5-11 mg/dL.

(Sumber: Indonesia Kidney Care Club)

20. Apakah perlu hemodialisis untuk Tn. S?

Hemodialisis dianggap perlu bila dijumpai salah satu dari hal di bawah ini:

GGK stage 5 → LFG <15ml/menit

Keadaan umum buruk dengan gejala klinik nyata

Kalium serum >6meq/L

Ureum darah >200mg/dl

pH darah <7,1

Anuria berkepanjangan

Kelebihan cairan

Berdasarkan penjelasan diatas, Tn.S memenuhi 4 dari 7 indikasi diatas, hal ini

menandakan perlu dilakukannya hemodialisa pada Tn.S

(Sumber: IPDL Jilid II hal. 1050)

21. Bagaimana komplikasi kasus ini?

Libido

Komplikasi neurologis

Retinopati

Neuropati

Derajat Penjelasan LFG Komplikasi

1 Kerusakan ginjal

dengan LFG normal

atau meningkat

≥90 -

2 Kerusakan ginjal

dengan LFG

menurun ringan

60-89 Tekanan darah mulai meningkat

3 Kerusakan ginjal

dengan LFG

30-59 - Hiperfosfatemia

- Hipokalsemia

26

Page 27: laporan 2010

menurun sedang - Anemia

- Hiperparatiroid

- Hipertensi

- Hiperhomosisteinemia

4 Kerusakan ginjal

dengan LFG turun

berat

15-29 Malnutrisi

Asidosis metabolic

Cenderung hiperkalemia

Dislipidemia

5 Gagal ginjal <15

atau

dialysis

Gagal jantung

uremia

22. Bagaimana prognosis kasus ini?

Ad vitam: dubia et malam

Ad functionam : dubia et malam

23. Bagaimana tindakan preventif untuk kasus ini?

Promotif: edukasi

Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah

mulai dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai

upaya pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah

penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengaturan diet, pengobatan

hipertensi (makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan

fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak darah, anemia,

penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik (olahraga secara

teratur) dan pengendalian berat badan.

24. Apa KDU pada kasus ini?

Tingkat Kemampuan 2

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan

27

Page 28: laporan 2010

laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter mampu merujuk pasien secepatnya

ke spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya.

IV. Hipotesis

Tn. S, 56 tahun, menderita badan lemas disertai mual muntah karena penyakit

ginjal kronis stadium V akibat DM / nefropati diabetik stadium V.

V. Kerangka Konsep

VI. Sintesis

1. Nefropati Diabetikum

A. Definisi

Nefropati diabetikum adalah sindrom klinis pada pasien diabetes

mellitus yang ditandai dengan albuminuria menetap (>300 mg/24 jam atau

>200 lg/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3

sampai 6 bulan, penurunan kecepatan filtrasi glomerulus yang tidak fleksibel

dan peningkatan tekanan darah arterial tetapi tanpa penyakit ginjal lainnya

atau penyakit kardiovaskuler。

28

Tn. S (56 thn) menderita DM

Hipertensi

LVH

Nefropati Diabetikum

Gagal Ginjal Kronis

Uremia Anemia ProteinuriaEdema

Mual Muntah Nafsu makan

menurun

Pucat Mudah mengantuk Kepala pusing Badan lemas Atrofi papil lidah

Page 29: laporan 2010

Gambar 1. Kapiler Glomerulus Normal Dan Dengan Proteinuria

B. Prevalensi

Penelitian di luar negeri pada penderita diabetes mellitus tipe 1

menyatakan bahwa 30-40% dari penderita ini akan berlanjut menjadi

nefropati diabetikum dini dalam waktu 5-15 tahun setelah diketahui

menderita diabetes. Apabila telah berlanjut menjadi nefropati diabetikum,

maka perjalanan penyakit tidak dapat dihambat lagi. Dengan demikian

setelah 20-30 tahun menderita diabetes maka sekitar 40-50% akan mengalami

gagal ginjal yang membutuhkan cuci darah dan transplantasi ginjal.

Prevalensi nefropati diabetikum di negara barat sekitar 16%.

Penelitian di Inggris membuktikan bahwa pada orang Asia jumlah penderita

nefropati diabetikum lebih tinggi dibandingkan dengan orang barat. Hal ini

disebabkan karena penderita diabetes melitus tipe 2 di Asia terjadi pada umur

yang relatif lebih muda sehingga berkesempatan mengalami nefropati

diabetikum lebih besar. Di Thailand nefropati diabetikum dilaporkan sebesar

29,4%, di Philipphine sebesar 20,8%, sedang di Hongkong 13,1%. Di

Indonesia terdapat angka yang bervariasi dari 2,0% sampai 39,3% 9.

C. Klasifikasi

Perjalanan penyakit serta kelainan ginjal pada diabetes mellitus lebih

banyak dipelajari pada diabetes mellitus tipe 1 daripada tipe 2, dan oleh

Mogensen dibagi menjadi 5 tahapan.

29

Page 30: laporan 2010

Tahap Kondisi Ginjal AER LFG TD Prognosis

1 Hipertrofi

Hiperfungsi

N N Reversible

2 Kelainan Struktur N / N Mungkin

Reversible

3 Mikroalbuminuria

Persisten

20-200

mg/menit

/ N Mungkin

Reversible

4 Makroalbuminuria

Proteinuria

>200

mg/menit

Rendah Hipertensi Mungkin

Bisa

Stabilisasi

5 Uremia Tinggi/

Rendah

< 10

ml/menit

Hipertensi Kesintasan

tahun + 50%

AER = Albumin Excretion Rate, LFG = Laju Filtrasi Glomerulus (GFR), N =

Normal, TD = Tekanan Darah

Tahap I (Stadium Hiperfiltrasi)

Terjadi hiperfiltrasi dan hipertrofi glomerulotubulus pada saat

diagnosis ditegakkan. Laju filtrasi glomerulus dan laju ekskresi albumin

dalam urin meningka. Pada tahap ini LFG meningkat sampai 40% diatas

normal dan disertai pembesaran ukuran ginjal. Albuminuria belum nyata dan

tekanan darah biasanya normal. Tahap ini reversible dan berlangsung 0-5

tahun sejak awal didiagnosis diabetes mellitus. Dengan pengendalian glukosa

darah yang ketat, kelainan fungsi maupun struktur ginjal kembali normal.

Tahap II (Stadium Silent )

Secara klinis belum tampak kelainan yang berarti, LFG tetap

meningkat, eksresi albumin dalam urin dan tekanan darah normal.

Albuminuria akan meningkat apabila setelah latihan jasmani, keadaan stress

atau kendali metabolik yang memburuk. Terdapat perubahan histologis awal

berupa penebalan membrane basalis yang tidak spesifik. Terdapat pula

peningkatan volume mesangium fraksional (dengan peningkatan matriks

mesangium). Terjadi 5-10 tahun setelah didiagnosis diabetes mellitus.

Keadaan ini dapat berlangsung lama dan hanya sedikit yang akan berlanjut ke

30

Page 31: laporan 2010

tahap berikutnya. Progresivitas biasanya berlanjut terkait keadaan metabolik

yang memburuk .

Tahap III (Stadium Mikroalbuminuria / Nefropati Insipient)

Merupakan tahap awal dari nefropati. Pada tahap ini ditemukan

mikroalbuminuria atau nefropati insipient. Laju filtrasi glomerulus meningkat

atau dapat menurun sampai derajat normal. Laju ekskresi albumin dalam

urin adalah 20-200 lg/menit (30-300 mg/24 jam). Tekanan darah mulai

meningkat. Secara histologis, didapatkan peningkatan ketebalan membrane

basalis dan volume mesangium fraksional dalam glomerulus. Tahap ini

biasanya terjadi setelah 10-15 tahun didiagnosis diabetes mellitus. Keadaan

ini dapat bertahan bertahun-tahun dan progresivitas masih mungkin dapat

dicegah dengan kendali glukosa dan tekanan darah yang ketat.

Tahap IV (Stadium Makroalbuminuria / Nefropati Lanjut)

Merupakan tahap nefropati yang sudah lanjut (overt nefropati),

nefropati diabetikum bermanifestasi klinis dengan proteinuria yang nyata

dengan pemeriksaan biasa, tekanan darah sering meningkat serta LFG yang

sudah menurun dibawah normal sekitar 10ml/menit/tahun dan kecepatan

penurunan ini berhubungan dengan tingginya tekanan darah. Laju ekskresi

albumin dalam urin adalah di atas 300 mg/24 jam (200 μg/menit). Perubahan

histologis lebih jelas, juga timbul hipertensi pada sebagian besar pasien.

Sindroma nefrotik dan retinopati sering ditemukan pada tahap ini. Terjadi

setelah 15-20 tahun didiagnosis diabetes mellitus. Progresivitas mengarah ke

gagal ginjal hanya dapat diperlambat dengan pengendalian glukosa darah,

lemak darah, dan tekanan darah.

Tahap V (Stadium Uremia / Gagal Ginjal Terminal)

Merupakan tahapan dimana terjadi gagal ginjal terminal. Laju Filtrasi

Glomerulus sudah demikian rendah sehingga pasien menunjukkan tanda-

tanda sindrom uremik dan memerlukan tindakan khusus yaitu terapi

pengganti, dialisis, maupun cangkok ginjal. Rata-rata dibutuhkan waktu 15-

17 tahun untuk sampai pada stadium IV dan 5-7 tahun kemudian akan sampai

stadium V.

D. Faktor Risiko

31

Page 32: laporan 2010

Beberapa studi cross-sectional dan longitudinal telah mengidentifikasi

adanya beberapa faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan risiko utama dari

nefropati diabetikum. Faktor-faktor risiko tersebut antara lain : hipertensi,

glikosilasi hemoglobin, hiperglikemi, kolesterol total, peningkatan usia,

resistensi insulin, jenis kelamin, ras (kulit hitam), merokok, dan diet tinggi

protein.

E. Patofisiologi

Berbagai teori tentang patogenesis nefropati diabetik adalah peningkatan

produk glikosilasi dengan proses non enzimatik yang disebut AGEs (Advanced

Glicosylation End Products), peningkatan reaksi jalur poliol (polyol pathway),

glukotoksisitas (oto-oksidasi), dan protein kinase-C memberikan kontribusi

pada kerusakan ginjal. Kelainan glomerulus disebabkan oleh denaturasi protein

karena hiperglikemia dan hipertensi intraglomerulus. Kelainan atau

perubahan terjadi pada membran basalis glomerulus dengan proliferasi dari sel-

sel mesangium. Keadaan ini akan menyebabkan glomerulosklerosis dan

berkurangnya aliran darah, sehingga terjadi perubahan-perubahan pada

permeabilitas membran basalis glomerulus yang ditandai dengan timbulnya

albuminuria.

Hiperfiltrasi dianggap sebagai awal dari mekanisme patogenik dalam laju

kerusakan ginjal, dimana saat jumlah nefron mengalami pengurangan progresif,

glomerulus akan melakukan kompensasi dengan meningkatkan filtrasi nefron

yang masih sehat dan pada akhirnya nefron yang sehat menjadi sklerosis.

Peningkatan laju filtrasi glomerulus pada nefropati diabetikum kemungkinan

disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa,

yang diperantarai hormon vasoaktif, IGF-1, Nitric Oxide, prostaglandin, dan

glukagon. Efek langsung dari hiperglikemia adalah perangsangan hipertrofi sel,

sintesis matriks ekstraseluler, serta produksi Transforming growth factor-

beta (TGF-β) yang diperantarai oleh aktivasi protein kinase-C (PKC) yang

termasuk dalam serine-threonin kinase yang memiliki fungsi pada vaskuler

seperti kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel dan permeabilitas kapiler. TGF-

beta menyebabkan peregangan mesangial dan fibrosis melalui stimulasi kolagen

dan fibronectin.

32

Page 33: laporan 2010

Hiperglikemia kronik menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam

amino dan protein (reaksi mallard dan Browning). Pada awalnya, glukosa akan

mengikat residu amino secara nonenzimatik menjadi basa Schiff glikasi, lalu

terjadi penyusunan ulang untuk mencapai bentuk yang lebih stabil tetapi masih

reversible dan disebut sebagai produk amadori. Jika proses ini berlanjut terus,

akan terbentuk Advanced Glycation End-Products (AGEs) yang irreversible.

AGEs diperkirakan menjadi perantara bagi beberapa kegiatan seluler

seperti ekspresi molecule adhesi yang berperan dalam penarikan sel-sel

mononuklear, juga pada terjadinya hipertrofi sel, sintesa matriks

ekstraseluler serta inhibisi sintesis Nitric Oxide. Proses ini akan terus berlanjut

sampai terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis

tubulointerstitialis sesuai dengan tahap-tahap dari Mogensen. Akibat kelainan

rennin-angiotensin system, Angiotensin II (ATII) meningkat pada nefropati

diabetikum, sehingga menyebabkan konstriksi arteriola efferentia di

glomerulus, menyebabkan peningkatan tekanan kapiler glomerulus dan

hipertensi, serta menstimulasi fibrosis dan inflamasi pada glomerulus.

Patogenesis dari nefropati diabetikum sejalan dengan patogenesis diabetes

melitus pada umumnya, dan mikroangiopati pada khususnya. Progresivitas

nefropati diabetikum ditandai dengan adanya proteinuria yang merupakan

penanda penurunan fungsi ginjal, peningkatan creatinine clearance (crcl),

glomerulosklerosis, dan fibrosis interstitial.

Saat ini diketahui bahwa connective tissue growth factor (CTGF)

merupakan faktor penting pada nefropati diabetikum. Pada sel ginjal, CTGF

diinduksi oleh kadar glukosa darah yang tinggi dan berkaitan dengan perubahan

sintesis matriks ekstraselular, migrasi sel, serta transisi epitel menjadi mesenkim.

CTGF merupakan protein yang disekresi dan dapat dideteksi di cairan biologis.

CTGF plasma pada pasien dengan nefropati diabetikum lebih tinggi daripada

pasien dengan normoalbuminuria. Pada pasien dengan nefropati diabetikum,

peningkatan CTGF di atas nilai batas 413 pmol/l plasma merupakan prediktor

independen terhadap ESRD dan berkaitan dengan penurunan LFG. Selain itu hal

tersebut juga dikaitkan dengan penurunan LFG yang lebih tinggi pada pasien

dengan nefropati diabetikum dibandingkan normoalbuminuria, yaitu berturut-

turut 5,4 dan 3,3ml/menit/1,73 m2 per tahun. Pada pasien dengan nefrotik

albuminuria >3 g/hari, CTGF plasma hanya sebagai prediktor ESRD. Kadar

33

Page 34: laporan 2010

CTGF plasma juga merupakan prediktor independen terhadap mortalitas secara

keseluruhan. Namun, CTGF plasma pada pasien normoalbuminuria tidak

berkorelasi dengan parameter klinis serta tidak memprediksi hasil.

Beberapa kejadian memegang peranan penting, yaitu kelainan pada

endotel, membrane basalis glomerulus dan mesangium, serta meningkatnya

kompleks imun pada penderita diabetes mellitus.

1. Endotel

Hiperglikemia pada diabetes mellitus akan menyebabkan

pembengkakan endotel akibat timbunan sorbitol dan fruktosa, sehingga

faal endotel terganggu yang mengakibatkan celah endotel bertambah luas dan

timbulnya proteinuria. Kerentanan terjadinya agregasi trombosit akibat

sintesis Faktor VIII meningkat, phosphoglucoisomerase (PGI) sebagai anti

agregan menurun dan aktivator plasminogen yang menurun .

2. Membrana basalis glomerulus

Diabetes mellitus dan hiperglikemia juga menyebabkan terjadinya

penebalan membrane basalis glomerulus sebagai akibat dari deposisi

kolagen tipe I, III, IV dan glikoprotein, serta menurunnya kadar

glikoaminoglikans dan sistein, sehingga menyebabkan hilangnya sifat anionik

dari membrane basalis glomerulus yang mengakibatkan permeabilititasnya

meningkat dan terjadi albuminuria. Albuminuria akan meningkat bila tekanan

intraglomeruler meningkat, misalnya pada latihan dan hipertensi.

3. Mesangium

Pada diabetes mellitus dan hiperglikemia, produksi matriks mesangium

meningkat, sehingga pelebaran mesangium terjadi dengan akibat

permukaan filtrasi efektif mengecil. Pada diabetes mellitus dengan

gangguan faal ginjal yang lanjut, maka permukaan tersebut semakin mengecil

dan akhirnya glomerulus tidak berfungsi lagi .

4. Kompleks imun

Kompleks imun (Ag-Ab) pada diabetes mellitus meningkat, dan

endapan kompleks Ag-Ab banyak didapatkan pada membrane basalis

glomerulus dan mesangium. Dalam keadaan normal, kompleks ini

dibersihkan oleh fagosit (RES) dan sel-sel mesangium, sedangkan pada

diabetes mellitus dengan kendali glukosa yang rendah, fagosit RES dan sel

mesangium kurang mampu membersihkannya, sehingga matriks mesangium

34

Page 35: laporan 2010

bertambah lebar dan permukaan filtrasi efektif bertambah sedikit. Kelebihan

kompleks imun di dalam darah juga akan merangsang sistem komplemen dan

faktor-faktor koagulasi, sehingga memacu terjadinya mikroangiopati

diabetes mellitus dengan akibat munculnya dan bertambah beratnya

nefropati diabetikum. Kompleks imun yang berlebihan pada diabetes

mellitus juga akan merangsang sintesis Tromboksan A di trombosit, sehingga

mudah terjadi agregasi trombosit. Seperti diketahui, agregasi trombosit

adalah bahan dasar untuk terbentuknya mikrotrombus.

Secara ringkas, faktor-faktor etiologis timbulnya penyakit ginjal

diabetikum adalah :

1. Kurang terkendalinya kadar gula darah (gula darah puasa >140-160 mg/dl

atau 7,7-7,8 mmol/l) AIC > 7-8% dapat mendesak matriks plasminogen,

sehingga degradasi mesangium terhambat dengan akibat ekspansi mesangium

yang merupakan tanda histopatologis yang khas untuk nefropati diabetikum.

2. Glycated albumin secara langsung merangsang sintesis matriks protein

seperti kolagen IV (kolagen IV berperan pada mesangial expansion)

3. Faktor-faktor genetis

4. Kelainan renal hemodinamik (peningkatan aliran darah ginjal dan laju filtrasi

glomerulus, peningkatan tekanan intraglomerulus). Dilatasi arteriol afferent

disebabkan oleh hilangnya autoregulatory capacity. Sedangkan konstriksi

arterial efferent merupakan konsekuensi dari angiotensin-II, norepinephrine,

dan vasopressin. Tahap lanjut dari proses tersebut ialah peningkatan

intraglomerular capillary pressure yang merangsang pelepasan sitokin

5. Hipertensi sistemik

6. Sindroma resistensi insulin (sindroma metabolik)

7. Keradangan

8. Perubahan permeabilitas pembuluh darah

9. Asupan protein berlebih

10. Gangguan metabolik (kelainan metabolism polyol, pembentukan advanced

glycation end products, peningkatan produksi sitokin). Sitokin (ET1, VPF1,

TGF-β½, angiotensin-II, PDGF) dirangsang sintesisnya oleh radikal bebas

(radikal bebas hidroksil dan oksigen).

11. Pelepasan growth factor

35

Page 36: laporan 2010

12. Kelainan metabolisme karbohidrat/lemak/protein

13. Kelainan struktural (hipertrofi glomerulus, ekspansi mesangium, penebalan

membrane basalis glomerulus)

14. Gangguan ion pumps (peningkatan pompa Na+-H+ dan penurunan pompa

Ca2+-ATPase)

15. Hiperlipedimia (hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia)

16. Mileu hiperglikemia (langsung melalui osmotic barrier), AGE (Advanced

Glycosylated Endproducts), Glycated albumin, dan Peningkatan

intraglomerular pressure bersama-sama merangsang pelepasan radikal bebas.

17. Aktivasi protein kinase C 5,18.

F. Histopatologi

Secara histologis, gambaran utama yang tampak adalah penebalan

membrane basalis, ekspansi mesangium (berupa akumulasi matriks ekstraselular;

penimbunan kolagen tipe IV, laminin dan fibronectin) yang kemudian akan

menimbulkan glomerulosklerosis noduler dan atau difus (Kimmelstiel-Wilsen),

hyalinosis arteriolar aferen dan eferen, serta fibrosis tubulointerstitial 5.

Menurut patologi anatominya, dibagi menjadi:

1. Glomerulosklerosis Noduler (Kimmelstiel-Wilson, 1936), suatu

glomerulosklerosis interkapiler; bentuk noduler inilah yang khas untuk

diabetes mellitus.

2. Glomerulosklerosis Difus (Fahr, 1942), terutama menunjukkan penebalan

membrana basalis glomerulus.

3. Glomeruloskierosis Eksudatif (Spuhler-Zollinger, 1943), menunjukkan lesi

eksudatif atau "fibrin cap" atau "capsular drop".

36

Page 37: laporan 2010

Glomerulosklerosis Noduler (Lesi Kimmelstiel-Wilson) Dari Diabetes Mellitus.

Glomerulosklerosis Difus

Defisiensi insulin pada penderita diabetes mellitus akan menyebabkan

ginjal bekerja hiperfungsi. Hiperfungsi ini menyebabkan ginjal menjadi

hipertropi dan terjadi peningkatan tekanan intrakapiler glomerulus.

Peningkatan tekanan intra kapiler menyebabkan kerusakan glomerulus sehingga

terjadi glomerulosklerosis. Namun, ketika terjadi glomerulosklerosis arteriol

afferen vasodilatasi dan kerusakan ini menginduksi vasokonstriksi pembuluh

darah arteri sistemik sehingga terjadi peningkatan tekanan darah sistemik. Hal

ini terjadi karena arteriol afferen yang secara patobiologi hipokontraktil memiliki

sedikit autoregulasi. Sehingga peningkatan tekanan intraglomerulus

menyebabkan peningkatan tekanan darah sistemik dan variasi ini menghasilkan

gangguan hemodinamik.

37

Page 38: laporan 2010

Peningkatan tekanan intraglomerulus menyebabkan stress mekanik. Stress

mekanik menyebabkan stress fiber kemudian menyebabkan perlekatan matriks

ekstraseluler hingga menimbulkan endapan matriks ekstraseluler. Endapan

matriks ekstraseluler ini menstimulasi ekspresi growth factor. Growth factor

berperan penting dalam perubahan glomerulus menjadi sklerosis karena

mediator ini menginduksi pemecahan sementara aktin sitoskeleton dalam sel

mesangial, produksi yang tinggi dari fibronectin, kolagen tipe I and IV, hipertropi

sel mesangial. Angiotensin II adalah growth factor tambahan yang menstimulasi

sel ginjal untuk memproduksi TGF β 1 yaitu dengan cara, meningkatkan

akumulasi ECM (Extra Cellular Matrix) sel mesangial yang secara primer

menstimulasi ekspresi TGF β 1. TGF β 1 bersamaan dengan stress mekanik

menginduksi Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Connective

Tissue Growth Factor (CTGF).

Karakteristik Patologi Nefropati Diabetikum

Peningkatan material matriks mesangium

Penebalan membrane basalis glomerulus

Hialinosis arteriol aferen dan eferen

Penebalan membrane basalis tubulus

Atrofi tubulus

Fibrosis interstitial

G. Diagnosis

Diagnosis nefropati diabetikum dapat dibuat apabila dipenuhi persyaratan

seperti di bawah ini:

1. Diabetes Mellitus

2. Retinopati Diabetika

3. Albuminuria menetap (>300 mg/24 jam atau >200 lg/menit) pada minimal

dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan tanpa penyebab

proteinuria yang lain.

Data yang didapatkan pada pasien antara lain pada:

1. Anamnesis

38

Page 39: laporan 2010

Dari anamnesis kita dapatkan gejala-gejala khas maupun keluhan

tidak khas dari gejala penyakit diabetes. Keluhan khas berupa poliuri,

polidipsi, polifagi, penurunan berat badan. Keluhan tidak khas berupa:

kesemutan, luka sukar sembuh, gatal-gatal pada kulit, ginekomastia,

impotensi.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan Mata

Pada nefropati diabetikum didapatkan kelainan pada retina yang

merupakan tanda retinopati yang spesifik dengan pemeriksaan

Funduskopi, berupa :

i. Obstruksi kapiler, yang menyebabkan berkurangnya aliran darah

dalam kapiler retina

ii. Mikroaneurisma, berupa tonjolan dinding kapiler, terutama daerah

kapiler vena

iii. Eksudat berupa :

Hard exudates : Berwarna kuning, karena eksudasi plasma

yang lama.

Cotton wool patches : Berwarna putih, tak berbatas tegas,

dihubungkan dengan iskhemia retina.

iv. Shunt arteri-vena, akibat pengurangan aliran darah arteri karena

obstruksi kapiler.

v. Perdarahan bintik atau perdarahan bercak, akibat gangguan

permeabilitas mikroaneurisma atau pecahnya kapiler.

vi. Neovaskularisasi

b. Bila penderita jatuh pada stadium end stage (stadium IV-V) atau CRF end

stage, didapatkan perubahan pada :

i. Cardiomegali

ii. Edema pulmo

3. Pemeriksaan Laboratorium

Albuminuria menetap (>300 mg/24 jam atau >200 lg/menit) pada

minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan,

penurunan kecepatan filtrasi glomerulus yang tidak fleksibel dan peningkatan

tekanan darah arterial tetapi tanpa penyakit ginjal lainnya atau penyakit

39

Page 40: laporan 2010

kardiovaskuler. Mikroalbuminuria dianggap sebagai prediktor penting untuk

timbulnya nefropati diabetikum.

Laju Ekskresi Albumin Urin

Kondisi

Laju Ekskresi Albumin Urin Perbandingan

Albumin Urin –

Kreatinin

(µg/mg)

24 Jam

(mg/hari)

Sewaktu

(µg/menit)

Normoalbuminuria <30 <20 <30

Mikroalbuminuria 30-300 20-200 30-300 (299)

Makroalbuminuria >300 >200 >300

Diagnosis ditegakkan jika 2 dari 3 pemeriksan berturut-turut dalam 3

bulan menunjukkan adanya mikroalbuminuria 5.

2. Penyakit Ginjal Kronik

A. Definisi

Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah proses patofisiologis dengan etiologi yang

beragam yang menyebabkan penurunan fungsi ginjal yang progresif yang

berakhir pada gagal ginjal.

Gagal ginjal adalah keadaan klinis ditandai penurunan fungsi ginjal yang

ireversibel sehingga perlu pengganti ginjal melalui dialisis/transplantasi ginjal.

B. Kriteria PGK

Kerusakan ginjal > 3 bln, struktural atau fungsional dengan atau tanpa

penurunan LFG dengan manifestasi:

Kelainan patologi atau

Tanda kerusakan ginjal dalam darah ataupun urine atau pada

pemeriksaan imaging

LFG < 60mL/m/1,73m2, > 3bln

C. Klasifikasi PGK

o PGK diabetik

o PGK non diabetik

40

Page 41: laporan 2010

Penyakit glomerulus

autoimmune, infeksi sistemik, obat, neoplasia, idiopatik

Penyakit vaskular

Penyakit ginjal iskemik, hypertensive nephrosclerosis,

microangiopathy

Penyakit Tubulointerstitial

UTO, batu, UTI, keracuan obat

Penyakit Kistik

Pasca Transplantasi

D. Perubahan yang terjadi

Pada PGK perubahan yang terjadi:

Ketidakseimbangan cairan

Ketidakseimbangan elektrolit

Ketidakmampuan mengekskresi metabolit

Ketidakmampuan mengontrol tekanan darah

Pengurangan produksi eritrosit

E. Manifestasi Klinis

Sistem Manifestasi Penyebab

1. Integumen

a. Kulit

b. Kuku

c. Rambut

Kulit

kekuningan

Pucat /

pallor

Pruritas

Kering dan

bersisik

Tipis dan

rapuh

Kering,

rapuh

Penimbunan urochrom

Anemia

Penurunan aktifitas kelenjar

keringat (semua kelenjar)

Endapan fosfat

Terbuangnya protein dan Ca

menurun

Aktifitas semua kelenjar menurun

Terbuangnya protein

2. Gastro

inestestinal

a. Oral

Halitosis /

fetor uremicum

Perdarahan

Urea diubah menjadi anemia oleh

bakteri mulut

Perubahan aktifitas platelet

41

Page 42: laporan 2010

b. Lambun

g

gusi, stomatitis

Mual,

muntah, anoreksia,

gastritis, ulcreation

Serum uremit toxin akibat bakteri

usus

Mukosa usus lembab

3. Cardiovascular Hipertensi,

oedem

Conjunctiv

a heart failure

Arterioskle

rosis heart disease

Perikarditi

s

Overload cairan mekanisme

rennin angiotensin

Kelebihan cairan, anemia

Hipertensi kronis, pengapuran

jaringan lunak

Toxin uremic dakam pericardium

4. Pulmonary Uremic “lung” atau

pneumonia

Toxin uremic dalam pleura dan

jaringan paru

Retensi asam organic hasil

metabolisme

Toxin uremic

F. Penatalaksanaan

Tujuan:

Mencegah menurunnya faal ginjal yang progresif

Meringankan keluhan uremia

Mengurangi gejala uremia dengan memperbaiki metabolisme:

Pengaturan cairan dan elektrolit dengan pengontrolan yang ketat

terhadap diet & cairan

Pengontrolan tensi / hipertensi dengan obat

Meningkatkan kenyamanan pasien

Indikasi penatalaksanaan konservatif:

GGK dan tahap insufisiensi ginjal

Faal ginjal 10 – 50 % atau creatinin serum 2 mg% - 10 mg%

Bentuk :

Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit:

Penahanan kalium & fosfat dapat terjadi pada GGK (oral dengan

CaCo3)

42

Page 43: laporan 2010

Kontrol dapat dilakukan dengan mengurangi intake kalium dalam diit.

Pemberian alumunium hidroksida mengikat fosfat

Pemberian laksatif

Pemberian Vit.D

Keseimbangan transport oksigen

Anemia selalu mengiringi GGK pasien cepat letih dan sesak nafas.

Memberikan rasa nyaman, istirahat dan tidur

Umumnya tidak nyaman pada GGK meliputi pruritus, kram otot, rasa

haus, sakit kepala, kulit kering, stress, emosional, insomnia.

Mengurangi tingkat fosfat serum dengan Alhydrokside mengurangi

gatal-gatal

Menjaga kulit lembab

Memberikan obat anti gatal

3. Hemodialisis

A. Definisi

Hemodialisis adalah terapi pengganti ginjal pada pasien gagal ginjal akut,

gagal ginjal kronis, dan gagal ginjal terminal melalaui mesin. Hemodialisis

temasuk jenis membran dialisis selain cangkok ginjal. Kelebihan dengan

hemodialisis adalah pasien hanya datang ke rumah sakit minimal 2 kali

perminggu sedangkan cangkok ginjal hanya dapat digantikan dengan ginjal

asli yang diberikan oleh donor ginjal.

B. Proses Hemodialisis

Mekanisme proses pada mesin hemodialisis, darah pompa dari tubuh masuk

kedalam mesin dialisis lalu dibersihkan pada dializer(ginjal buatan), lalu

darah pasien yang sudah bersih dipompakan kembali ketubuh pasien. Mesin

dialisis yang paling baru dipasaran telah dilengkapi oleh sistim koputerisasi

dan secara terus menerus memonitor array safty-critical parameter,

mencangkup laju alir darah dan dialysate, tekanan darah, tingkat detak

jantung, daya konduksi, pH dll. Bila ada yang tidak normal, alarm akan

berbunyi. dua diantara mesin dialisis yang paling besar adalah fresenius dan

gambro.

Dalam hemodialisis memerlukan akses vaskular(pembulu darah) hemodalisis

(AVH) yang cukup baik agar dapat diperoleh aliran darah yang cukup besar,

43

Page 44: laporan 2010

yaitu diperlukan kecepatan darah sebesar 200 – 300 ml/menit secara kontinu

selama hemodialis 4-5 jam. AVH dapat berupa kateter yang dipasang di

pembuluh darah vena di leher atau paha yang bersifat temporer. Untuk yang

permanen dibuat hubungan antara arteri dan vena, biasanya di lengan bawah

disebut arteriovenous fistula, lebih populer bila disebut (brescia) cimino

fistula. kemudian darah dari tubuh pasien masuk kedalam sirkulasi darah

mesin hemodialisis yang terdiri dari selang inlet/arterial (ke mesin) dan

selang outlet/venous (dari mesin ke tubuh). kedua ujungnya disambung ke

jarum dan kanula yang ditusuk ke pembuluh darah pasien. Darah setelah

melalui selang inlet masuk ke dialisar. Jumlah darah yang menempati

sirkulasi darah di mesin berkisar 200ml. Dalam dialiser darah dibersihkan,

sampah-sampah secara kontinu menembus membran dan menyebrang ke

kompartemen dialisat. di pihak lain cairan dialisat mengalir dalam mesin

hemodialisis dengan kecepatan 500ml/menit masuk kedalam dialiser pada

kompartemen dialisat.

Cairan dialidat merupakan cairan yang pekat dengan bahan utama

elektrolit dan glukosa, cairan ini dipompa masuk ke mesin sambil dicampur

dengan air bersih yang telah mengalami proses pembersihan yang rumit

(water treatment). Selama proses hamodialisis, darah pasien diberi heparin

agar tidak membeku bila berada diluar tubuh yaitu dalam sirkulasi darah

mesin.

Prinsip hemodialisis sama seperti metoda dialisis. Melibatkan difusi

zat terlarut ke sembrang suatu selaput semi permiabel. Prinsip pemisahan

menggunakan membran ini terjadi pada dializer. Darah yang mengandung

sisa-sisa meabolisme dengan konsentrasi yang tinggi dilewatkan pada

membran semipermiabel yang terdapat dalam dializer, dimana dalam dilizer

tersebut dialirkan dialisate dengan arah yang berlawanan (counter current).

Driving force yang digunakan adalah pebedaan konsentrasi zat yang

terlarut berupa racun seperti partikel-partikel kecil, seperti urea, kalium, asam

urea, fosfat dan kelebihan klorida pada darah dan dialysate. Semakin besar

konsentrasi racun tersebut didalam darah dan dialysate maka proses difusi

semakin cepat. berlawanan dengan peritoneal dialysis, dimana pengangkutan

adalah antar kompartemen cairan yang statis, hemodialisis bersandar apda

pengangkutan konvektif dan menggunakan konter mengalir, dimana bila

44

Page 45: laporan 2010

diasylate mengalir ke dalam berlawanan arah dengan mengalir extracorporeal

sirkuit. metoda ini dapat meningkatkan efektivitas dialisis.

Dialysate yang digunakan adalah larutan ion mineral yang sudah

disterilkan. urea dan sisa metabolisme lainya, seperti kalium dan fosfat,

berdifusi ke dalam dialysate.

Selain itu untuk memisahkan yang terlarut adalam darah digunakan

prinsip ultrafiltrasi. driving force yang digunakan pada ultrafiltrasi ini

adalah perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dan dialyzer.

Tekanan darah yang lebih tinggi dari dialyzer memaksa air melewati

membran. Jika tekanan dari dialyzer diturunkan maka kecepatan ultrafiltrasi

air dan darah akan meningkat.

Jika kedua proses ini digabungkan, maka akan didapatkan darah yang

bersih setelah dilewatkan melalui dialyzer. Prinsip inilah yang digunakan

pada mesin hemodialisis modern, sehingga keefektifitasannya dalam

menggantikan peran ginjal sangat tinggi.

C. Pelaksanaan Hemodialisis

Cuci darah dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan:

Kelainan fungsi otak (ensefalopati uremik)

Perikarditis (Peradangan kantong jantung)

Asidosis (peningkatan keasaman darah) yang tidak memberikan respon

terhadap pengobata lainnya.

Gagal Jantung

Hiperkalemia (kadar kalium yang sangat tinggi dalam darah)

45

Page 46: laporan 2010

Skema proses hemodialisa (National Kidney Foundation, 2001)

D. Komplikasi Hemodialisis

Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama

tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara

lain :

1) Kram otot

Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa

sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi

pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.

2) Hipotensi

Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya

dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan

kelebihan tambahan berat cairan.

3) Aritmia

Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan

kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh

terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.

46

Page 47: laporan 2010

4) Sindrom ketidakseimbangan dialisa

Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan

dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat

dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara

kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan

air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim

dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan

azotemia berat.

5) Hipoksemia

Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor

pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.

6) Perdarahan

47

Page 48: laporan 2010

Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai

dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa

juga merupakan factor risiko terjadinya perdarahan.

7) Ganguan pencernaan

Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang

disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan

sakit kepala. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.

8 ) Pembekuan darah

Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak

sesuai ataupun kecepatan putaran darah yang lambat

48

Page 49: laporan 2010

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Diabetic Neuropathy Symptoms. (http://www.news-medical.net/health/Diabetic-Neuropathy-Symptoms-(Indonesian).aspx, diakses pada 20 Maret 2012 pukul 8.13 WIB).

Anonim. 2012. Mual Muntah. (http://www.totalkesehatananda.com/mualmuntah5.html, diakses pada 20 Maret 2012 pukul 8.19 WIB).

Anonim. 2012. Penyebab Tubuh Gampang Lelah dan Capek. (http://www.beritaunik.net/tips-trik/penyebab-tubuh-gampang-lelah-capek.html, diakses pada 20 Maret 2012 pukul 8.23 WIB).

Price, S.A dan Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Edisi 6 Jilid I dan II. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Suroyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid II dan III. Jakarta: Internal Publishing.

Yayasan Spiritia. 2007. Hasil Tes Lab Normal. (http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=120, diakses pada 20 Maret 2012 pukul 22.34 WIB).

49