Page 1
SKENARIO B BLOK 11 TAHUN 2012
Tn. S berusia 56 tahun datang ke UGD RSMH dengan keluhan badan lemas disertai
mual muntah sejak 2 minggu SMRS. Sebelumnya (2 bulan terakhir) pasien mengeluh
kepala pusing, muka kelihatan pucat, mudah mengantuk, badan terasa gatal, serta
nafsu makan berkurang. BAB dan BAK seperti biasa. Pasien berobat ke dokter dan
dikatakan sakit maag tapi keluhan tidak berkurang meskipun obat dari dokter sudah
dimakan.
Pasien menderita kencing manis selama 15 tahun dan darah tinggi selama 2 tahun
tapi tidak teratur minum obat.
Pemeriksaan Fisik
TB: 160 cm, BB: 70 kg
Keadaan umum: sakit sedang, pucat, sensorium: compos mentis
TD: 160/90 mmHg, Nadi: 90x/menit, RR: 24X/menit, Temp: 36,8oC
Kepala: konjunctiva pucat (+), lidah: atrofi papil (+), edema pretibial (+)
Lain-lain dalam batas normal
Pemeriksaan Laboratorium
Hb: 8,2 g/dl, GDS: 215 mg/dl, ureum 210 mg/dl, creatinin 7,8 mg/dl, Na: 137 mg/dl,
K: 6 mg/dl
Urin: protein ++
Pemeriksaan Penunjang Lainnya
EKG: LVH
I. Klarifikasi Istilah
1. Mual: perasaan yang sangat tidak enak di belakang tenggorokan dan
epigastrium, sering menyebabkan muntah.
2. Muntah: reflex yang menyebabkan dorongan ekspulsi isi lambung atau usus
atau keduanya dari mulut, terjadi karena ransangan pada pusat muntah di
postrea medulla oblongata di dasar ventrikel keempat.
3. Maag: gastritis; suatu keadaan peradangan lambung atau pendarahan
mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.
4. Atrofi papil: pengecilan dari papil lidah.
1
Page 2
5. Konjungtiva pucat: membran halus yang melapisi kelopak mata dan
menutupi bola mata tampak pucat karena kurangnya suplai darah.
6. Edema pritibial: pembengkakan pada tungkai bawah sekitar tulang.
7. LVH: pembesaran ventrikel kiri jantung sebagai bentuk kompensasi dari
beban jantung yang meningkat.
8. Sakit sedang: pasien sakit tetapi masih bisa melakukan aktivitas sehari-hari.
9. Pusing: gangguan perasaan dari hubungan terhadap ransangan; sensasi tidak
kokoh dengan perasaan kepala berputar; pusing; kepala terasa ringan;
ketidakseimbangan.
10. Muka pucat: kurangnya suplai darah ke jaringan perifer (kulit).
11. Ureum: produk akhir nitrogen utama dari metabolisme protein, yang
dibentuk di dalam hati dari asam amino dan dari senyawa amoniak;
ditemukan di dalam urin, darah, dan limfe.
12. Kreatinin: bentuk anhidrida kreatin, hasil akhir metabolisme fosfokreatin;
pengukuran laju ekskresi urin dipakai sebagai indikator diagnostik fungsi
ginjal dan massa otot.
II. Identifikasi Masalah
1. Tn. S berusia 56 tahun datang ke UGD RSMH dengan keluhan badan lemas
disertai mual muntah sejak 2 minggu SMRS.
2. 2 bulan terakhir pasien mengeluh:
Kepala pusing
Muka kelihatan pucat
Mudah mengantuk
Badan terasa gatal
Nafsu makan berkurang
BAB dan BAK seperti biasa
3. Pasien berobat ke dokter dan dikatakan sakit maag tapi keluhan tidak
berkurang meskipun obat dari dokter sudah dimakan.
4. Pasien menderita kencing manis selama 15 tahun dan darah tinggi selama 2
tahun tapi tidak teratur minum obat.
5. Pemeriksaan Fisik
TB: 160 cm, BB: 70 kg
Keadaan umum: sakit sedang, pucat, sensorium: compos mentis
2
Page 3
TD: 160/90 mmHg, Nadi: 90x/menit, RR: 24X/menit, Temp: 36,8 C
Kepala: konjunctiva pucat (+), lidah: atrofi papil (+), edema pretibial (+)
Lain-lain dalam batas normal
6. Pemeriksaan Laboratorium
Hb: 8,2 g/dl, GDS: 215 mg/dl, ureum 210 mg/dl, creatinin 7,8 mg/dl, Na:
137 mg/dl, K: 6 mg/dl
Urin: protein ++
7. Pemeriksaan Penunjang Lainnya
EKG: LVH
III. Analisis Masalah
1. Apa saja yang dapat menyebabkan badan lemas, mual, dan muntah? (secara
umum)
Badan Lemas
Kurang makan
Kurang tidur
Demam
Miastenia gravis
Hipotiroid
Gangguan elektrolit
Mual dan Muntah
Maag
Uremia
Asidosis
Hepatomegali
Keracunan makanan
2. Bagaimana mekanisme keluhan utama pada kasus ini?
Badan lemas
Bisa disebabkan 2 hal akibat kurangnya energi dalam sel karena diabetes dan
anemia. Akan tetapi, anemia memberikan pengaruh lebih besar. Jadi
mekanismenya adalah kurangnya Hb dalam darah peredaran O2 berkurang
3
Page 4
proses perombakan glukosa terganggu energi yang dihasilkan berkurang
badan lemas.
Mual & Muntah
Gangguan ginjal Peningkatan urea dalam darah Peningkatan urea dalam
traktus GI bakteri produksi urease mendisintergrasi urea menjadi
konsentrasi nitrogen yang lebih tinggi menstimulasi membrane mukosa pada
traktus GI mual & muntah
3. Apa penyebab dan bagaimana mekanisme keluhan 2 bulan terakhir?
Mengeluh kepala pusing
Bisa terjadi karena hipertensi atau anemia, tetapi dalam kasus ini lebih
cenderung ke anemia dilihat dari Hb yg sangat rendah. Kalau hipertensi biasanya
di atas 200 mmHg baru bisa menyebabkan kepala pusing.
Gagal ginjal kronis penurunan produksi eritropoietin penurunan produksi
RBC anemia (Hb rendah) perfusi O2 ke otak berkurang kepala pusing
Muka kelihatan pucat
Disebabkan oleh anemia.
Gagal ginjal kronis penurunan produksi eritropoietin penurunan produksi
RBC anemia (Hb rendah) kompensasi aliran darah ke perifer berkurang
muka pucat
Mudah mengantuk
Disebabkan anemia.
Gagal ginjal kronis penurunan produksi eritropoietin penurunan produksi
RBC anemia (Hb rendah) perfusi O2 ke otak berkurang mudah
mengantuk
Badan terasa gatal
Penumpukan kalsium fosfat dalam kulit.
Mudahnya terinfeksi jamur pada kulit penderita diabetes.
Penurunan fungsi ginjal penurunan ekskresi kalsium melalui urine
hiperkalsemia deposit kalsium di kulit gatal
4
Page 5
DM selama 15 tahun
Peningkatan Produksi sitokin (TNF-α dan IL-1 β)
Memacu Monocyte Chemoattractant Protein-1
(MCP-1) dan kemokin lainnya pada mesengial
Hipertensi selama 2 tahun
Hipertrofi structural dan fungsional nefron yang masih tersisa
Diperantarai sitokin dan Growth Factor
Massa ginjal berkurang
Nafsu makan berkurang
Dapat disebabkan oleh rasa mual dan muntah.
Penurunan fungsi ginjal ekskresi ureum menurun uremia urea
sampai ke saliva merangsang flora normal mulut merubah urea menjadi
amonia bau urine pada napas dan rasa kecap logam menurunkan nafsu
makan.
4. Bagaimana fisiologis ginjal dalam ekskresi zat sisa metabolik?
Fungsi ekskresi ginjal:
Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan
mengubah-ubah ekskresi air.
Mempertahankan volume ECF dan tekanan darah dengan mengubah-ubah
ekskresi Na+.
Mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolit individu
dalam rentang normal.
Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+
dan membentuk kembali HCO3-
Mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein (terutama
urea, asam urat, dan kreatinin).
Bekerja sebagai jalur ekskretori untuk sebagian besar obat.
5. Apakah ada hubungan antara riwayat penyakit pasien (Hipertensi dan DM) dan
kasus sekarang?
5
Page 6
Hipertensi dan gagal ginjal kronis dapat saling mempengaruhi. Pada long
standing hipertensi dapat berakhir pada PGK. Sebaliknya juga PGK dapat
menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain itu, hipertensi dapat terjadi pada
nefropati diabetik karena spasme arteriol aferen intrarenal/intraglomerulus. Dan
pada nefropati diabetik hipertensi biasanya mulai muncul pada stadium 3
bersamaan dengan adanya mikroalbuminuria (kurang lebih pada 10 tahun DM).
6. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik?
Pemeriksaan Tn. S Nilai normal Interpretasi
IMT TB= 160 cm
BB= 70 kg
IMT= 70/(1,6)2=
27,34
18-25 Obese I
Keadaan
umum
Sakit sedang
Pucat
Kompos mentis
Sehat
Pucat (-)
Kompos mentis
Dalam keadaan
sakit tetapi masih
dapat beraktivitas
Anemia
Normal
Tekanan darah 160/90mmHg 120/80mmHg Hipertensi I
6
Page 7
PR
RR
Temperatur
90x/menit
24x/menit
36,8˚C
60-100x/menit
16-24x/menit
36,5-37,2˚C
Normal
Normal
Normal
Kepala
Konjunctiva
Lidah
Edem pretibial
Pucat (+)
Atrofi papil (+)
Edeme Pretibial (+)
Pucat (-)
Atrofi papil (-)
Edeme Pretibial (-)
Anemia
Defisiensi zat besi
Retensi air + Na
7. Bagaimana mekanisme keabnormalitasan hasil pemeriksaan fisik?
Muka pucat + konjunctiva pucat
Kerusakan ginjal → pe↓ fungsi ginjal → pe↓ pembentukan eritropoietin (EPO)
→ pe↓ RBC oleh sumsum tulang belakang → anemia muka + konjunctiva
pucat.
Atrofi papil
Gagal ginjal kronik → pe↑ ureum dalam darah → rasa mual → pe↓ nafsu
makan → pe↓ intake (zat besi) → anemia → atrofi papil lidah.
7
Page 8
Penurunan hormone eritropoetin yang berfungsi membentuk sel-sel darah
merah Hb rendah Anemia (dicurigai juga dipicu dari asupan Fe yang
kurang) lidah menjadi licin dan mengkilap Atrofi papil lidah.
Hipertensi
pe↓ fungsi ginjal → pe↓ massa nefron → hiperfiltrasi glomerulus dari nefron
yang sehat → pelepasan Angiotensin II → vasokonstriksi arteriol aferen →
hipertensi.
Edema pretibial
pe↓ fungsi ginjal → pe↓ massa nefron → hiperfiltrasi glomerulus dari nefron
yang sehat → pelepasan Angiotensin II → meransang sekresi aldosteron
retensi Na dan air → edema pretibial.
Vasokonstriksi di arteri aliran darah ke ginjal menurun aktivasi
hormone renin-angiotensin (1)retensi air dan garam (2) hiperfiltrasi,
sklerosis dan progresifitas terjadi kerusakan nefron retensi air dan garam
tak terkontrol edema pretibial.
Proteinuria dan albuminuria Hipoalbuminemia Penurunan tekanan
onkotik plasma Peningkatan transudasi ke interstitial Hipovolemia sel
Pelepasan ADH dan Aldosteron yang memicu peningkatan Rennin-
Angiotensin Retensi Na dan air Edema pretibial.
8. Apa kesimpulan dari hasil pemeriksaan laboratorium?
8
Page 9
Pemeriksaan Tn. S Nilai Normal Interpretasi
Hb 8,2 g/dl 13,5-18 g/dl Anemia
GDS 215 mg/dl <200 mg/dl Hiperglikemia
Ureum 210 mg/dl 10-38 mg/dl Uremia
Serum kreatinin 7,8 mg/dl 0,7-1,5 mg/dl ↑
Na 137 mEq/dl 135-145 mEq/dl Normal
K 6 mEq/dl 3,5-5,2 mEq/dl ↑
Urin Protein (++) Protein (-) Protenuria
9. Bagaimana mekanisme keabnormalitasan hasil pemeriksaan laboratorium?
Uremia, Peningkatan Kalium dan Kreatinin
Kemampuan filtrasi menurun dan penebalan membran basal Kf (koefisien
filtrasi) atau area filtrasi menurun GFR menurun (10,47 ml/mn/1,73m2)
ekskresi zat-zat yang harusnya dikeluarkan seperti ureum, kreatinin, dan kalium
terhambat uremia, peningkatan kreatinin dan kalium.
Proteinuria dan Hiperglikemi
DM yang tidak terkontrol hiperglikemik berkepanjangan ada beberapa
tempat yang tidak memerlukan insulin untuk transpor glukosa seperti ginjal,
pembuluh darah, retina, saraf peningkatan akivitas jalur poliol sintesis
AGE berikatan dengan reseptor pada banyak sel (endotel, monosit, makrofag,
limfosit, dan sel mesangium (1) menimbulkan aktivitas biologis pengeluaran
sitokin factor pertumbuhan, peningkatan permeabilitas endotel, dan peningkatan
sintesis matriks ekstrasel pada ginjal terjadi penebalan membrane basal akibat
aktivitas growth factor kenegatifan membran basal terganggu proteinuria
nefropati diabetikum
Anemia
(2) peningkatan akitvitas jalur poliol peningkatan fruktosa dan sorbitol dalam
sel mengganggu pompa ion terjadi kerusakan sel nefron di glomerulus
sel nefron yang masih sehat mengalami hipertrofi akibat kompensasi
beberapa sel yang rusak adaptasi seperti peningkatan tekanan kapiler dan
peningkatan aliran darah glomerulus berlangsung singkat maladaptasi terjadi
sklerosis ginjal kerusakan nefron semakin banyak dan progresif kerusakan
9
Page 10
ginjal hormone yang dibentuk oleh ginjal seperti eritropoietin menurun
rangsangan untuk membentuk sel darah merah di sumsum tulang menurun
anemia.
10. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan penunjang lainnya?
Hipertrofi ventrikel kiri menunjukan penambahan rasio tebal dinding / ukuran
ruang ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena beban tekanan pada otot jantung
yang menetap dalam waktu yang cukup lama karena hipertensi yang dialami Tn.
S. sebagai kompensasinya, sarkomer-sarkomer yang tersusun parallel
menyebabkan pelebaran moisit dan menghasilkan bentuk remodeling hipertrofi
konsentrik.
Gambaran EKG Hipertrofi ventrikel kiri
11. Bagaimana anatomi dan fisiologi traktus urogenitalia?
Ginjal letaknya peritoneal dan terletak di bagian dorsal dari abdomen.
Ginjal kiri biasanya setinggi T12-L3, ginjal kanan biasanya lebih rendah 1
corpus vertebrae dari ginjal kiri
10
Page 11
Sistem vaskular ginjal
Aorta arteri renalis arteri segmental arteri interlobar arteri arkuata
arteri interlobular arteri afferent glomerulus arteri efferent kapiler
tubular vasa recta vena interlobular vena arkuata vena interlobar vena
renalis
11
Page 12
Nefron adalah unit structural dan fungsional dari ginjal
Nefron terdiri atas renal korpuskulum, tubulus kontortus proximal, lengkung henle,
dan tubulus kontortus distal
Renal korpuskulum terdiri atas glomerulus dan kapsula bowman’s
Kapsula Bowman’s terdiri atas lapisan visceral, lapisan parietal dan ruang
kapsular.
12
Sel endotel
Sel podosit
Membral basal glomerulus
Page 13
Membran filtrasi glomerulus terdiri atas sel podosit, membrane basal glomerulus,
dan sel endotel.
Proses pembentukan urin terbagi menjadi tiga fase:
1. Proses filtrasi
Di glomerulus terjadi penyerapan darah, yang tersaring adalah
bagian cairan darah kecuali protein dan eritrosit. Cairan yang tersaring
ditampung oleh simpai bowman yang terdiri dari glukosa, air, sodium,
klorida, sulfat, bikarbonat dll, cairan yang disaring disebut filtrate
glomerulus.
2. Proses reabsorpsi
Perpindahan selektif zat-zat yang difiltrasi dari lumen tubulus ke
dalam kapiler peritubulus.
3. Proses sekresi
Perpindahan selektif zat-zat yang tidak difiltrasi dari kapiler
peritubulus ke dalam lumen tubulus.
Dan ketika urin sudah terbentuk maka urine akan siap di ekskresikan.
Kemampuan filtrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. Besar molekul
2. Muatan molekul
Laju glomerular filtrasi ditentukan oleh
1. Tekanan hidrostatik di dalam kapiler glomerulus “Pg”
2. Tekanan hidrostatik di dalam kapsula bowman’s “Pb”
3. Tekanan osmotic protein koloid di kapiler glomerulus “Пg”
4. Tekanan osmotic protein koloid di kapsula bowman’s “Пb”
5. koefisien filtrasi glomerulus (dipengaruhi oleh jumlah nefron dan ketebalan
glomerulus) “Kf”
GFR = Kf x (Pg - Pb - Пg + Пb)
12. Apa diagnosis banding kasus ini?
a. Renal artery stenosis, dengan gejala:
13
Page 14
azotemia
hipertensi
congestive heart failure
edema paru
b. Sindroma Nefrotik
c. Gagal Ginjal Akut
d. Gagal Ginjal Kronik
13. Apa pemeriksaan penunjang lainnya dan bagaimana cara menghitung Creatinine
Clearance Test?
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan biokimia plasma untuk mengetahui fungsi ginjal dan gangguan
elektrolit.
Pemeriksaan mikroskopik urin.
Tes-tes penyaringan sebagai persiapan sebelum dialisis.
USG ginjal sangat penting untuk mengetahui ukuran ginjal dan penyebab
gagal ginjal, misalnya adanya kista atau obstruksi pelvis ginjal.
Foto polos abdomen, jika ginjal kecil dibandingkan usia dan besar tubuh
maka lebih cenderung gagal ginjal kronik
Uji bersihan kreatinin/ creatinin clearance test
Untuk melakukan uji ini, cukup mengumpulkan specimen urin 24 jam dan satu
specimen darah yang diambil dalam 24 jam dan satu specimen darah yang
diambil dalam waktu 24 jam yang sama. Bersihan keratini (Ccr) kemudian
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut C cr=U cr ×V
Pcr
Ket : Ucr = kadar kretinin urin, V = volume urine 24 jam, dan Pcr = kadar
kreatinin plasma.
14
Kreatinin urin(mg/dL) x vol.urin(mL/24 jam)Kreatinin serum(mg/dL) x 1440
Page 15
Ccr merupakan indeks GFR yang cukup baik, meskipun bukan merupakan
pengukuran yang sebenarnya karena kreatinin juga disekresi oleh tubulus.
Kreatinin yang sedikit disekresi ini cenderung memperbesar perkiraan nilai
GFR.
Cara menghitung LFG / GFR menurut rumus Kockcroft-Gault
**Pada wanita hasil tersbut dikali dengan 0,85
LFG Tn.S 10,47 (gagal ginjal derajat 5)
Klasifikasi Penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakit
Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal
atau meningkat
≥90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun
ringan
60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun
sedang
30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG turun
berat
15-29
5 Gagal ginjal <15 atau dialysis
14. Apa diagnosis kerja kasus ini dan bagaimana cara mendiagnosisnya?
Diagnosis kerja kasus ini adalah Penyakit Ginjal Kronis Stadium 5 karena DM.
Cara mendiagnosis:
Manifestasi klinik
1. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, infeksi
traktus urinarius, batu trakturs urinarius, hipertensi, hiperurikemi, LES,
dsb.
15
LFG = (140-umur) x BB (Kg)72 x kreatinin serum
(mg/dL
Page 16
2. Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer,
pruritus, uremic frost, perikarditis, kejng-kejang, sampai koma.
3. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,
payah jantung, asidosis metabolic, gangguan keseimbangan elektrolit
(sodium, kalium, klorida).
Umum Fatig, malaise, gagal tumbuh, debil
Kulit Pucat, mudah lecet, rapuh, leukonikia
Kepala dan leher Fetor uremic, lidah kering, dan berselaput
Mata Fundus hipertensif, mata merah
Kardiovaskular Hipertensi, kelbihan cairan, gagal jantung,
perikarditis uremic, penyakit vaskular
Pernapasan Hiperventilasi asidosis, edema paru, efusi pleura
Gastrointestinal Anoreksia, nausea, gastritis, ulkus peptikum, colitis
uremic, diare yang disebabkan antibiotik
Kemih Nokturia, poliuria, haus, proteinuria, penyakit ginjal
yang mendasarinya
Reproduksi Penurunan libido, impotensi, amenore, infertilitas,
ginekomastia, galaktore
Saraf Letargi, malaise, anoreksia, tremor, mengantuk,
kebingungan, flap, mioklonus, kejang, koma
Tulang Hiperparatiroidisme, defisiensi vitamin D
Sendi Gout, pseudogout, kalsifikasi ekstra tulang
Hematologic Anemia, defisiensi imun, mudah mengalami
perdarahan
Endokrin Multiple
farmakologi Obat-obat yang diekskresi oleh ginjal
Gambaran laboratorium
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan
kreatinin serum, dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan
rumus Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa
dipergunakan untuk meperkirakan fungsi ginjal
16
Page 17
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar haemoglobin,
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia,
hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsrmia, asidosis
metabolic.
d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast,
isostenuria.
15. Bagaimana epidemiologi kasus ini?
Sekitar 35% hingga 40% pasien diabetes tipe 1 akan berkembang menjadi
gagal ginjal kronik dalam waktu 15 hingga 25 tahun setelah awitan diabetes.
Sedangkan, individu diabetes tipe 2 lebih sedikit yang berkembang menjadi
gagal ginjal kronik (sekitar 10% hingga 20%) dengan pengecualian pada
orang Indian Pima dengan insidensi mendekati 50%. Penduduk Amerika
asli dan Afro-Amerika sangat berisiko mengalami gagal ginjal diabetik.
SUMBER: Price, S.A dan Wilson, L.M. 2003. Patofisiologi: Konsep
klinis proses-proses penyakit. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Insiden nefropati diabetikum terutama terjadi pada ras kulit hitam dengan
frekuensi 3-6 kali lipat lebih tinggi daripada ras kulit putih. Tidak ada
perbedaan yang signifikan kejadian nefropati diabetikum antara pria dan
wanita.
16. Apa etiologi dan faktor resiko kasus ini?
Etiologi (IPDL Jilid III hal. 1944):
GDP > 140-160 mg/dl (7,7-8,9mmol/l).
Genetik.
Pe↑ aliran darah ginjal + LFG.
Pe↑ tekanan intra glomerulus.
Hipertensi sistemik.
Sindroma metabolik.
Inflamasi.
Perubahan permeabilitas pembuluh darah.
Kelainan metabolisme polyol.
Pembentukan glycation end product.
Pe↑ sitokin.
17
Page 18
Pelepasan Growth Factors.
Kelainan metabolisme karbohidrat, lemak, protein.
Hiperlipidemia.
Aktivasi Protein Kinase C.
Kelainan struktural (hipertropi glomerulus, ekspansi mesangium, penebalan
membran basal glomerulus).
Gangguan ion pumps (pe↑ Na+ - H+ pump dan pe↓ Ca2+ ATPase pump).
Faktor risiko (IT DR.Dr. H Zulkhair Ali, SpPD-KGH):
Intoleransi GD
Menderita diabetes dan hipertensi yang lama
Komplikasi diabetes
Ras (Asian, Pima, Indians)
Riwayat keluarga hipertensi dan nefropati diabetika
Faktor resiko lainnya:
1. Hipertensi
Hipertensi dapat menjadi penjadi penyebab dan akibat dari nefropati
diabetikum. Dalam glomerulus, efek awal dari hipertensi sistemik adalah
dilatasi arteriola afferentia, yang berkontribusi kepada hipertensi
intraglomerular, hiperfiltrasi, dan kerusakan hemodinamik. Respon ginjal
terhadap system renin-angiotensin menjadi abnormal pada ginjal diabetes.
2. Prediposisi genetika berupa riwayat keluarga mengalami nefropati diabetikum
dan hipertensi.
3. Kepekaan (susceptibility) nefropati diabetikum:
a) Antigen HLA (Human Leukosit Antigen)
Beberapa penelitian menemukan hubungan faktor genetika tipe
antigen HLA dengan kejadian nefropati diabetikum. Kelompok
penderita diabetes dengan nefropati lebih sering mempunyai Ag tipe
HLA-B9.
b) Glukose transporter (GLUT)
Setiap penderita diabetes mellitus yang mempunyai GLUT 1-5
mempunyai potensi untuk mendapat nefropati diabetikum.
4. Hiperglikemia
18
Page 19
Kontrol metabolic yang buruk dapat menjadi memicu terjadinya nefropati
diabetikum. Nefropati diabetikum jarang terjadi pada orang dengan HbA1c
<7.58.0%
Kelainan metabolik lain yang berhubungan dengan keadaan hiperglikemi
juga berperan dalam perkembangan nefropati diabetikum termasuk AGEs
dan polyols. AGEs ialah hasil pengikatan nonenzimatik, yang tidak hanya
mengubah struktur tersier protein, tapi juga menghasilkan intra- dan
intermolekular silang. Berbagai macam protein dipengaruhi oleh proses ini.
Kadar AGEs di sirkulasi dan jaringan diketahui berhubungan dengan
mikroalbuminuria pada pasien diabetes. Kadar AGEs pada dinding kolagen
arteri lebih besar 4 kali lipat pada orang dengan diabetes. Pasien diabetes
dengan ESRD memiliki AGEs di jaringan dua kali lipat lebih banyak
daripada pasien diabetes tanpa gangguan ginjal.
5. Konsumsi protein hewani
6. Merokok
Merokok meningkatkan progresi nefropati diabetikum. Analisis mengenai
faktor risiko menunjukkan bahwa merokok meningkatkan kejadian nefropati
diabetikum sebesar 1,6 kali lipat lebih besar.
17. Bagaimana patofisiologi dan patogenesis kasus ini?
19
Kerusakan nefron
Page 20
Perfusi pembuluh darah ginjal menurun
Kerusakan renal meningkat, jumlah nefron normal menurun
Perfusi pembuluh darah ginjal menurun
Total GFR menurun lebih lanjut
Tubuh tidak mampu membuang sisa garam dan sisa metabolism melalui ginjal
Gagal Ginjal Kronik
Sindrom Uremia (GFR 10-20 mL/menit)
Berkurangnya pembentukan sel-sel darah merah
Hb turun
Meningkatkan fungsi ginjal yang masih normal
Sisa nefron yang normal mengalami hipertrofi
Filtrasi solute meningkatFungsi memekakan/mengkonsentrasikan urine menurun
Fungsi reabsorbsi tubulus menurun secara berangsur-angsur
Ekskresi urine meningkat, cair (Poliuria)
Pasien kehilangan cairan tubuh
AnemiaWajah Pucat, Kepala
pusing, Mudah mengantuk, badan lemas
Atrofi papil
Ekskresi kalium menurun
Hiperkalemia
Distrimia jantung
Reabsorbsi Na menurun
Retensi Air
Sindrom Uremia (GFR 10-20 mL/menit)
Ekskresi Sampah Nitrogen menurun
Uremia pada gastrointestinal
Mual, muntah, anoreksia
Edema pretibial
20
Page 21
18. Apa manifestasi klinis kasus ini?
Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia
sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan
hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan
kelainan kardiovaskular (Sukandar, 2006).
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering
ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi
bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml
per menit.
b. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien
gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam
muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh
flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi
atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna
ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan
antibiotika.
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil
pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari
mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis.
Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris.
Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang
sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam
kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan
hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal
ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan
diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan
segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan
bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan
dinamakan urea frost
21
Page 22
e. Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai
pada gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa
merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.
f. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan
depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat .
seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering
dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai
pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar
kepribadiannya (personalitas).
g. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat
kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi
sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada
stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.
19. Bagaimana tatalaksana kasus ini?
- Farmakologis dan non farmakologis
Farmakologis
Hipertensi = ARB 130/80 mm/hg
Anti platelet theraphy = aspirin
Anemia = ESA(eritropoiesis stimulating agent) + iron Hb > 12%
Lipids = statin, fibrate (pemeriksaan kadar lipid) LDL 100mg/dl
Insulin resistance = metformin, glitazones
Diuretika = furosemide
Non farmakologis
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG <15 ml/mnt. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis,
peritoneal dialysis atau transplantasi ginjal.
- Pengelolaan hipertensi, anemia, hiperkalemi, dan keadaan patologis lainnya
22
Page 23
a. Hipertensi
Tatalaksana hipertensi dengan menggunakan ACE-inhibitor (misalnya:
Kaptopril) yakni dapat menurunkan ekskresi albumin dan memperlambat
nefropati diabetik. ACE-inhibitor efektif dalam memperlambat
perkembangan gagal ginjal karena ACE-inhibitor adalah satu-satunya obat
yang bekerja dengan memperlebar arteriol eferen, sehingga tekanan
intraglomerulus akan menurun. Sebaliknya antagonis kalsium (misalnya,
verapamil) menyebabkan dilatasi arteriol aferen pada ginjal, yang lebih dapat
meningkatkan tekanan intraglomerulus daripada menurunkan tekanan
intraglomerulus.
b. Hiperkalemia
Hiperkalemia akut dapat diobati dengan pemberian glukosa dan insulin
intravena yang akan memasukkan K+ ke dalam sel, atau dengan pemberian
kalsium glukonat 10% intravena dengan hati-hati sementara EKG penderita
terus diawasi akan kemungkinan timbulnya hipotensi disertai pelebaran
kompleks QRS. Efek dari tindakan ini hanya bersifat sementara dan
hiperkalemia harus dikoreksi dengan dialysis. Bila kadar K+ tidak dapat
diturunkan dengan dialysis, maka dapat digunakan resin penukar kation
natrium polistiren sulfonat (Kayexalate). Setiap garam dari resin akan
mengikat satu mEq K+. kayexalate dapat diberikan melalui mulut atau
dengan dimasukkan melalui rectal. Bila diberikan secara rectal, 50-100 gr
dicampur dengan 200-300 ml air. Untuk mempermudah pertukaran K+,
tambahkan 25-30ml sorbitol 70% (suatu alcohol osmotic aktif yang sukar
diabsorbsi dan mempunyai efek laksatif)
c. Anemia
Pemberian EPO (recombinant human erythropoeitin) sebagai injeksi
subkutan (25 hingga 125 U/kgBB) tiga kali seminggu. Komplikasi utama
terapi EPO adalah hipertensi, yang terjadi pada sekitar separuh pasien.
Peningkatan tekanan darah akibat terapi EPO disebabkan oleh peningkatan
viskositas darah dan pulihnya vasodilatasi perifer yang diinduksi anemia.
Selain terapi EPO, tindakan lain untuk meringankan anemia adalah
meminimalkan kehilangan darah dan memberikan vitamin dan
transfuse darah. Multivitamin dan asam folat biasanya diberikan setiap hari
karena dialysis mengurangi vitamin yang larut dalam air. Kompleks besi
23
Page 24
dekstran atau besi oral dapat diberikan secara parenteral (Imferon) karena
defisiensi besi dapat disebabkan oleh kehilangan darah dan ikatan antacid.
d. Asidosis
Asidosis dapat dicegah dengan mengurangi asupan protein
e. Osteodistrofi ginjal
Diet rendah fosfat dan pemberian agen pengikat fosfat (gel antasida
aluminium) dapat mencegah osteodistrofi ginjal
f. Hiperurisemia
Hiperurisemia dapat diobati dengan pemberian alopurinol
g. Infeksi
Pasien gagal ginjal kronis harus dicegah terkena infeksi karena semua jenis
infeksi dapat memperkuat proses katabolisme dan mengganggu nutrisi yang
adekuat serta keseimbangan cairan dan elektrolit.
SUMBER: Price, S.A dan Wilson, L.M. 2003. Patofisiologi: Konsep klinis
proses-proses penyakit. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
- Diet untuk pasien ini
Protein : Protein dianjurkan sesuai dengan tingkatan penurunan fungsi ginjal.
Pada saat ini anjuran asupan protein 0.8gr/kg BB/hari, kurang atau sama dengan
10% dari total energi. Apabila terjadi penurunan fungsi ginjal sudah sangat
buruk GFR/CCT/TKK 10-15 mL/menit maka asupan protein dianjurkan lebih
rendah yaitu 0.6 gr/kg BB. Pada nefropati diabetik dimana pasien sudah
menjalani terapi pengganti hemodialisis protein dianjurkan 1.2 g/kgBB/hari,
sedangkan jika pasien menjalani CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal
Dialysis) protein dianjurkan 1.3 - 1.5 g/kg BB/hari atau sama dengan 20%
dari total kalori.
Energi : secara tepat dapat dihitung kebutuhan energi untuk pasien nefropati
diabetik ini, yaitu 35 Kcal/kgBB/hari.
.
Karbohidrat : Sumber karbohidrat yang dianjurkan adalah 60% dari total
kalori, penggunaan karbohidrat komplek kompleks tetap diutamakan.
24
Page 25
Lemak : Anjuran lemak pada nefropati diabetik adalah 30% dari total kalori.
Lemak diutamakan tidak jenuh ganda maupun tunggal yaitu minyak jagung,
minyak wijen. Asupan lemak jenuh dianjurkan kurang dari 10%. Asupan
kholesterol dianjurkan kurang dari 300mg/hari.
Garam (natrium) : Anjuran asupan garam (Na) untuk pasien diabetik nefropati
berkisar antara 1000- 3000 mg Na sehari, tergantung pada tekanan darah, ada
tidaknya edema atau asites, serta pengeluaran urin sehari. Pada nefropati diabetik
yang sudah menjalani terapi pengganti hemodialisis kebutuhan natrium adalah
1000mg + 2000 mg apabila urine sehari 1000ml.
Kalium : Anjuran asupan kalium tidak selalu dibatasi, kecuali bila terjadi
hiperkalemia yaitu kalium darah > 5.5 mEq, jumlah urine yang sedikit atau
GFR/CCT/TKK kurang atau sama dengan 10mL/menit. Pada kondisi ini anjuran
asupan kalium berkisar 40-70 mEq/hari (1600-2800 mg/hari) atau
40mg/kgBB/hari, hindari makanan tinggi kalium. Pada nefropati diabetik dengan
terapi pengganti hemodialisis kebutuhan kalium dapat dihitung berdasarkan
pengeluaran urine sehari, yaitu kebutuhan dasar 2000 mg + 1000 mg apabila
urine sehari 1000ml. Obat pengikat kalium dapat diusulkan kepada dokter yang
merawat.
Fosfor : Pada pasien diabetik nefropati, apabila terjadi hiperfosfatemia (kadar
fosfat darah >6mg/dL) biasanya diterapi dengan diet rendah fosfat. Apabila
asupan fosfor berkisar 8-12 mg/kgBB/hari. Dengan semakin jeleknya fungsi
ginjal, untuk mengontrol fosfat tidak mungkin hanya dengan diet. Obat pengikat
fosfat diperlukan untuk mengikat fosfat dari makanan dalam saluran cerna yang
bertujuan mencapai serum fosfat darah berkisar 4-6mg/dL.
.
Kalsium : Hipokalsemia (kadar Kalsium darah <8,5 mg/dL) kadang terjadi pada
pasien nefropati diabetik, penyebabnya adalah asupan kalsium yang tidak
adekuat, penyerapan di usus yang tidak baik serta hiperfosfatemia. Oleh karena
itu biasanya pemberian suplemen kalsium diberikan dokter dalam bentuk tablet.
Asupan kalsium yang dianjurkan adalah 1200 mg/hari. Suplemen kalsium yang
25
Page 26
biasa diberikan salah satunya adalah kalsium karbonat, karena selain untuk
suplemen juga sebagai fosfat binder (pengikat fosfat). Kadar kalsium darah yang
diharapkan berkisar 8.5-11 mg/dL.
(Sumber: Indonesia Kidney Care Club)
20. Apakah perlu hemodialisis untuk Tn. S?
Hemodialisis dianggap perlu bila dijumpai salah satu dari hal di bawah ini:
GGK stage 5 → LFG <15ml/menit
Keadaan umum buruk dengan gejala klinik nyata
Kalium serum >6meq/L
Ureum darah >200mg/dl
pH darah <7,1
Anuria berkepanjangan
Kelebihan cairan
Berdasarkan penjelasan diatas, Tn.S memenuhi 4 dari 7 indikasi diatas, hal ini
menandakan perlu dilakukannya hemodialisa pada Tn.S
(Sumber: IPDL Jilid II hal. 1050)
21. Bagaimana komplikasi kasus ini?
Libido
Komplikasi neurologis
Retinopati
Neuropati
Derajat Penjelasan LFG Komplikasi
1 Kerusakan ginjal
dengan LFG normal
atau meningkat
≥90 -
2 Kerusakan ginjal
dengan LFG
menurun ringan
60-89 Tekanan darah mulai meningkat
3 Kerusakan ginjal
dengan LFG
30-59 - Hiperfosfatemia
- Hipokalsemia
26
Page 27
menurun sedang - Anemia
- Hiperparatiroid
- Hipertensi
- Hiperhomosisteinemia
4 Kerusakan ginjal
dengan LFG turun
berat
15-29 Malnutrisi
Asidosis metabolic
Cenderung hiperkalemia
Dislipidemia
5 Gagal ginjal <15
atau
dialysis
Gagal jantung
uremia
22. Bagaimana prognosis kasus ini?
Ad vitam: dubia et malam
Ad functionam : dubia et malam
23. Bagaimana tindakan preventif untuk kasus ini?
Promotif: edukasi
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah
mulai dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai
upaya pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah
penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengaturan diet, pengobatan
hipertensi (makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan
fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak darah, anemia,
penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik (olahraga secara
teratur) dan pengendalian berat badan.
24. Apa KDU pada kasus ini?
Tingkat Kemampuan 2
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan
27
Page 28
laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter mampu merujuk pasien secepatnya
ke spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti sesudahnya.
IV. Hipotesis
Tn. S, 56 tahun, menderita badan lemas disertai mual muntah karena penyakit
ginjal kronis stadium V akibat DM / nefropati diabetik stadium V.
V. Kerangka Konsep
VI. Sintesis
1. Nefropati Diabetikum
A. Definisi
Nefropati diabetikum adalah sindrom klinis pada pasien diabetes
mellitus yang ditandai dengan albuminuria menetap (>300 mg/24 jam atau
>200 lg/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3
sampai 6 bulan, penurunan kecepatan filtrasi glomerulus yang tidak fleksibel
dan peningkatan tekanan darah arterial tetapi tanpa penyakit ginjal lainnya
atau penyakit kardiovaskuler。
28
Tn. S (56 thn) menderita DM
Hipertensi
LVH
Nefropati Diabetikum
Gagal Ginjal Kronis
Uremia Anemia ProteinuriaEdema
Mual Muntah Nafsu makan
menurun
Pucat Mudah mengantuk Kepala pusing Badan lemas Atrofi papil lidah
Page 29
Gambar 1. Kapiler Glomerulus Normal Dan Dengan Proteinuria
B. Prevalensi
Penelitian di luar negeri pada penderita diabetes mellitus tipe 1
menyatakan bahwa 30-40% dari penderita ini akan berlanjut menjadi
nefropati diabetikum dini dalam waktu 5-15 tahun setelah diketahui
menderita diabetes. Apabila telah berlanjut menjadi nefropati diabetikum,
maka perjalanan penyakit tidak dapat dihambat lagi. Dengan demikian
setelah 20-30 tahun menderita diabetes maka sekitar 40-50% akan mengalami
gagal ginjal yang membutuhkan cuci darah dan transplantasi ginjal.
Prevalensi nefropati diabetikum di negara barat sekitar 16%.
Penelitian di Inggris membuktikan bahwa pada orang Asia jumlah penderita
nefropati diabetikum lebih tinggi dibandingkan dengan orang barat. Hal ini
disebabkan karena penderita diabetes melitus tipe 2 di Asia terjadi pada umur
yang relatif lebih muda sehingga berkesempatan mengalami nefropati
diabetikum lebih besar. Di Thailand nefropati diabetikum dilaporkan sebesar
29,4%, di Philipphine sebesar 20,8%, sedang di Hongkong 13,1%. Di
Indonesia terdapat angka yang bervariasi dari 2,0% sampai 39,3% 9.
C. Klasifikasi
Perjalanan penyakit serta kelainan ginjal pada diabetes mellitus lebih
banyak dipelajari pada diabetes mellitus tipe 1 daripada tipe 2, dan oleh
Mogensen dibagi menjadi 5 tahapan.
29
Page 30
Tahap Kondisi Ginjal AER LFG TD Prognosis
1 Hipertrofi
Hiperfungsi
N N Reversible
2 Kelainan Struktur N / N Mungkin
Reversible
3 Mikroalbuminuria
Persisten
20-200
mg/menit
/ N Mungkin
Reversible
4 Makroalbuminuria
Proteinuria
>200
mg/menit
Rendah Hipertensi Mungkin
Bisa
Stabilisasi
5 Uremia Tinggi/
Rendah
< 10
ml/menit
Hipertensi Kesintasan
tahun + 50%
AER = Albumin Excretion Rate, LFG = Laju Filtrasi Glomerulus (GFR), N =
Normal, TD = Tekanan Darah
Tahap I (Stadium Hiperfiltrasi)
Terjadi hiperfiltrasi dan hipertrofi glomerulotubulus pada saat
diagnosis ditegakkan. Laju filtrasi glomerulus dan laju ekskresi albumin
dalam urin meningka. Pada tahap ini LFG meningkat sampai 40% diatas
normal dan disertai pembesaran ukuran ginjal. Albuminuria belum nyata dan
tekanan darah biasanya normal. Tahap ini reversible dan berlangsung 0-5
tahun sejak awal didiagnosis diabetes mellitus. Dengan pengendalian glukosa
darah yang ketat, kelainan fungsi maupun struktur ginjal kembali normal.
Tahap II (Stadium Silent )
Secara klinis belum tampak kelainan yang berarti, LFG tetap
meningkat, eksresi albumin dalam urin dan tekanan darah normal.
Albuminuria akan meningkat apabila setelah latihan jasmani, keadaan stress
atau kendali metabolik yang memburuk. Terdapat perubahan histologis awal
berupa penebalan membrane basalis yang tidak spesifik. Terdapat pula
peningkatan volume mesangium fraksional (dengan peningkatan matriks
mesangium). Terjadi 5-10 tahun setelah didiagnosis diabetes mellitus.
Keadaan ini dapat berlangsung lama dan hanya sedikit yang akan berlanjut ke
30
Page 31
tahap berikutnya. Progresivitas biasanya berlanjut terkait keadaan metabolik
yang memburuk .
Tahap III (Stadium Mikroalbuminuria / Nefropati Insipient)
Merupakan tahap awal dari nefropati. Pada tahap ini ditemukan
mikroalbuminuria atau nefropati insipient. Laju filtrasi glomerulus meningkat
atau dapat menurun sampai derajat normal. Laju ekskresi albumin dalam
urin adalah 20-200 lg/menit (30-300 mg/24 jam). Tekanan darah mulai
meningkat. Secara histologis, didapatkan peningkatan ketebalan membrane
basalis dan volume mesangium fraksional dalam glomerulus. Tahap ini
biasanya terjadi setelah 10-15 tahun didiagnosis diabetes mellitus. Keadaan
ini dapat bertahan bertahun-tahun dan progresivitas masih mungkin dapat
dicegah dengan kendali glukosa dan tekanan darah yang ketat.
Tahap IV (Stadium Makroalbuminuria / Nefropati Lanjut)
Merupakan tahap nefropati yang sudah lanjut (overt nefropati),
nefropati diabetikum bermanifestasi klinis dengan proteinuria yang nyata
dengan pemeriksaan biasa, tekanan darah sering meningkat serta LFG yang
sudah menurun dibawah normal sekitar 10ml/menit/tahun dan kecepatan
penurunan ini berhubungan dengan tingginya tekanan darah. Laju ekskresi
albumin dalam urin adalah di atas 300 mg/24 jam (200 μg/menit). Perubahan
histologis lebih jelas, juga timbul hipertensi pada sebagian besar pasien.
Sindroma nefrotik dan retinopati sering ditemukan pada tahap ini. Terjadi
setelah 15-20 tahun didiagnosis diabetes mellitus. Progresivitas mengarah ke
gagal ginjal hanya dapat diperlambat dengan pengendalian glukosa darah,
lemak darah, dan tekanan darah.
Tahap V (Stadium Uremia / Gagal Ginjal Terminal)
Merupakan tahapan dimana terjadi gagal ginjal terminal. Laju Filtrasi
Glomerulus sudah demikian rendah sehingga pasien menunjukkan tanda-
tanda sindrom uremik dan memerlukan tindakan khusus yaitu terapi
pengganti, dialisis, maupun cangkok ginjal. Rata-rata dibutuhkan waktu 15-
17 tahun untuk sampai pada stadium IV dan 5-7 tahun kemudian akan sampai
stadium V.
D. Faktor Risiko
31
Page 32
Beberapa studi cross-sectional dan longitudinal telah mengidentifikasi
adanya beberapa faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan risiko utama dari
nefropati diabetikum. Faktor-faktor risiko tersebut antara lain : hipertensi,
glikosilasi hemoglobin, hiperglikemi, kolesterol total, peningkatan usia,
resistensi insulin, jenis kelamin, ras (kulit hitam), merokok, dan diet tinggi
protein.
E. Patofisiologi
Berbagai teori tentang patogenesis nefropati diabetik adalah peningkatan
produk glikosilasi dengan proses non enzimatik yang disebut AGEs (Advanced
Glicosylation End Products), peningkatan reaksi jalur poliol (polyol pathway),
glukotoksisitas (oto-oksidasi), dan protein kinase-C memberikan kontribusi
pada kerusakan ginjal. Kelainan glomerulus disebabkan oleh denaturasi protein
karena hiperglikemia dan hipertensi intraglomerulus. Kelainan atau
perubahan terjadi pada membran basalis glomerulus dengan proliferasi dari sel-
sel mesangium. Keadaan ini akan menyebabkan glomerulosklerosis dan
berkurangnya aliran darah, sehingga terjadi perubahan-perubahan pada
permeabilitas membran basalis glomerulus yang ditandai dengan timbulnya
albuminuria.
Hiperfiltrasi dianggap sebagai awal dari mekanisme patogenik dalam laju
kerusakan ginjal, dimana saat jumlah nefron mengalami pengurangan progresif,
glomerulus akan melakukan kompensasi dengan meningkatkan filtrasi nefron
yang masih sehat dan pada akhirnya nefron yang sehat menjadi sklerosis.
Peningkatan laju filtrasi glomerulus pada nefropati diabetikum kemungkinan
disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa,
yang diperantarai hormon vasoaktif, IGF-1, Nitric Oxide, prostaglandin, dan
glukagon. Efek langsung dari hiperglikemia adalah perangsangan hipertrofi sel,
sintesis matriks ekstraseluler, serta produksi Transforming growth factor-
beta (TGF-β) yang diperantarai oleh aktivasi protein kinase-C (PKC) yang
termasuk dalam serine-threonin kinase yang memiliki fungsi pada vaskuler
seperti kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel dan permeabilitas kapiler. TGF-
beta menyebabkan peregangan mesangial dan fibrosis melalui stimulasi kolagen
dan fibronectin.
32
Page 33
Hiperglikemia kronik menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam
amino dan protein (reaksi mallard dan Browning). Pada awalnya, glukosa akan
mengikat residu amino secara nonenzimatik menjadi basa Schiff glikasi, lalu
terjadi penyusunan ulang untuk mencapai bentuk yang lebih stabil tetapi masih
reversible dan disebut sebagai produk amadori. Jika proses ini berlanjut terus,
akan terbentuk Advanced Glycation End-Products (AGEs) yang irreversible.
AGEs diperkirakan menjadi perantara bagi beberapa kegiatan seluler
seperti ekspresi molecule adhesi yang berperan dalam penarikan sel-sel
mononuklear, juga pada terjadinya hipertrofi sel, sintesa matriks
ekstraseluler serta inhibisi sintesis Nitric Oxide. Proses ini akan terus berlanjut
sampai terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis
tubulointerstitialis sesuai dengan tahap-tahap dari Mogensen. Akibat kelainan
rennin-angiotensin system, Angiotensin II (ATII) meningkat pada nefropati
diabetikum, sehingga menyebabkan konstriksi arteriola efferentia di
glomerulus, menyebabkan peningkatan tekanan kapiler glomerulus dan
hipertensi, serta menstimulasi fibrosis dan inflamasi pada glomerulus.
Patogenesis dari nefropati diabetikum sejalan dengan patogenesis diabetes
melitus pada umumnya, dan mikroangiopati pada khususnya. Progresivitas
nefropati diabetikum ditandai dengan adanya proteinuria yang merupakan
penanda penurunan fungsi ginjal, peningkatan creatinine clearance (crcl),
glomerulosklerosis, dan fibrosis interstitial.
Saat ini diketahui bahwa connective tissue growth factor (CTGF)
merupakan faktor penting pada nefropati diabetikum. Pada sel ginjal, CTGF
diinduksi oleh kadar glukosa darah yang tinggi dan berkaitan dengan perubahan
sintesis matriks ekstraselular, migrasi sel, serta transisi epitel menjadi mesenkim.
CTGF merupakan protein yang disekresi dan dapat dideteksi di cairan biologis.
CTGF plasma pada pasien dengan nefropati diabetikum lebih tinggi daripada
pasien dengan normoalbuminuria. Pada pasien dengan nefropati diabetikum,
peningkatan CTGF di atas nilai batas 413 pmol/l plasma merupakan prediktor
independen terhadap ESRD dan berkaitan dengan penurunan LFG. Selain itu hal
tersebut juga dikaitkan dengan penurunan LFG yang lebih tinggi pada pasien
dengan nefropati diabetikum dibandingkan normoalbuminuria, yaitu berturut-
turut 5,4 dan 3,3ml/menit/1,73 m2 per tahun. Pada pasien dengan nefrotik
albuminuria >3 g/hari, CTGF plasma hanya sebagai prediktor ESRD. Kadar
33
Page 34
CTGF plasma juga merupakan prediktor independen terhadap mortalitas secara
keseluruhan. Namun, CTGF plasma pada pasien normoalbuminuria tidak
berkorelasi dengan parameter klinis serta tidak memprediksi hasil.
Beberapa kejadian memegang peranan penting, yaitu kelainan pada
endotel, membrane basalis glomerulus dan mesangium, serta meningkatnya
kompleks imun pada penderita diabetes mellitus.
1. Endotel
Hiperglikemia pada diabetes mellitus akan menyebabkan
pembengkakan endotel akibat timbunan sorbitol dan fruktosa, sehingga
faal endotel terganggu yang mengakibatkan celah endotel bertambah luas dan
timbulnya proteinuria. Kerentanan terjadinya agregasi trombosit akibat
sintesis Faktor VIII meningkat, phosphoglucoisomerase (PGI) sebagai anti
agregan menurun dan aktivator plasminogen yang menurun .
2. Membrana basalis glomerulus
Diabetes mellitus dan hiperglikemia juga menyebabkan terjadinya
penebalan membrane basalis glomerulus sebagai akibat dari deposisi
kolagen tipe I, III, IV dan glikoprotein, serta menurunnya kadar
glikoaminoglikans dan sistein, sehingga menyebabkan hilangnya sifat anionik
dari membrane basalis glomerulus yang mengakibatkan permeabilititasnya
meningkat dan terjadi albuminuria. Albuminuria akan meningkat bila tekanan
intraglomeruler meningkat, misalnya pada latihan dan hipertensi.
3. Mesangium
Pada diabetes mellitus dan hiperglikemia, produksi matriks mesangium
meningkat, sehingga pelebaran mesangium terjadi dengan akibat
permukaan filtrasi efektif mengecil. Pada diabetes mellitus dengan
gangguan faal ginjal yang lanjut, maka permukaan tersebut semakin mengecil
dan akhirnya glomerulus tidak berfungsi lagi .
4. Kompleks imun
Kompleks imun (Ag-Ab) pada diabetes mellitus meningkat, dan
endapan kompleks Ag-Ab banyak didapatkan pada membrane basalis
glomerulus dan mesangium. Dalam keadaan normal, kompleks ini
dibersihkan oleh fagosit (RES) dan sel-sel mesangium, sedangkan pada
diabetes mellitus dengan kendali glukosa yang rendah, fagosit RES dan sel
mesangium kurang mampu membersihkannya, sehingga matriks mesangium
34
Page 35
bertambah lebar dan permukaan filtrasi efektif bertambah sedikit. Kelebihan
kompleks imun di dalam darah juga akan merangsang sistem komplemen dan
faktor-faktor koagulasi, sehingga memacu terjadinya mikroangiopati
diabetes mellitus dengan akibat munculnya dan bertambah beratnya
nefropati diabetikum. Kompleks imun yang berlebihan pada diabetes
mellitus juga akan merangsang sintesis Tromboksan A di trombosit, sehingga
mudah terjadi agregasi trombosit. Seperti diketahui, agregasi trombosit
adalah bahan dasar untuk terbentuknya mikrotrombus.
Secara ringkas, faktor-faktor etiologis timbulnya penyakit ginjal
diabetikum adalah :
1. Kurang terkendalinya kadar gula darah (gula darah puasa >140-160 mg/dl
atau 7,7-7,8 mmol/l) AIC > 7-8% dapat mendesak matriks plasminogen,
sehingga degradasi mesangium terhambat dengan akibat ekspansi mesangium
yang merupakan tanda histopatologis yang khas untuk nefropati diabetikum.
2. Glycated albumin secara langsung merangsang sintesis matriks protein
seperti kolagen IV (kolagen IV berperan pada mesangial expansion)
3. Faktor-faktor genetis
4. Kelainan renal hemodinamik (peningkatan aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulus, peningkatan tekanan intraglomerulus). Dilatasi arteriol afferent
disebabkan oleh hilangnya autoregulatory capacity. Sedangkan konstriksi
arterial efferent merupakan konsekuensi dari angiotensin-II, norepinephrine,
dan vasopressin. Tahap lanjut dari proses tersebut ialah peningkatan
intraglomerular capillary pressure yang merangsang pelepasan sitokin
5. Hipertensi sistemik
6. Sindroma resistensi insulin (sindroma metabolik)
7. Keradangan
8. Perubahan permeabilitas pembuluh darah
9. Asupan protein berlebih
10. Gangguan metabolik (kelainan metabolism polyol, pembentukan advanced
glycation end products, peningkatan produksi sitokin). Sitokin (ET1, VPF1,
TGF-β½, angiotensin-II, PDGF) dirangsang sintesisnya oleh radikal bebas
(radikal bebas hidroksil dan oksigen).
11. Pelepasan growth factor
35
Page 36
12. Kelainan metabolisme karbohidrat/lemak/protein
13. Kelainan struktural (hipertrofi glomerulus, ekspansi mesangium, penebalan
membrane basalis glomerulus)
14. Gangguan ion pumps (peningkatan pompa Na+-H+ dan penurunan pompa
Ca2+-ATPase)
15. Hiperlipedimia (hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia)
16. Mileu hiperglikemia (langsung melalui osmotic barrier), AGE (Advanced
Glycosylated Endproducts), Glycated albumin, dan Peningkatan
intraglomerular pressure bersama-sama merangsang pelepasan radikal bebas.
17. Aktivasi protein kinase C 5,18.
F. Histopatologi
Secara histologis, gambaran utama yang tampak adalah penebalan
membrane basalis, ekspansi mesangium (berupa akumulasi matriks ekstraselular;
penimbunan kolagen tipe IV, laminin dan fibronectin) yang kemudian akan
menimbulkan glomerulosklerosis noduler dan atau difus (Kimmelstiel-Wilsen),
hyalinosis arteriolar aferen dan eferen, serta fibrosis tubulointerstitial 5.
Menurut patologi anatominya, dibagi menjadi:
1. Glomerulosklerosis Noduler (Kimmelstiel-Wilson, 1936), suatu
glomerulosklerosis interkapiler; bentuk noduler inilah yang khas untuk
diabetes mellitus.
2. Glomerulosklerosis Difus (Fahr, 1942), terutama menunjukkan penebalan
membrana basalis glomerulus.
3. Glomeruloskierosis Eksudatif (Spuhler-Zollinger, 1943), menunjukkan lesi
eksudatif atau "fibrin cap" atau "capsular drop".
36
Page 37
Glomerulosklerosis Noduler (Lesi Kimmelstiel-Wilson) Dari Diabetes Mellitus.
Glomerulosklerosis Difus
Defisiensi insulin pada penderita diabetes mellitus akan menyebabkan
ginjal bekerja hiperfungsi. Hiperfungsi ini menyebabkan ginjal menjadi
hipertropi dan terjadi peningkatan tekanan intrakapiler glomerulus.
Peningkatan tekanan intra kapiler menyebabkan kerusakan glomerulus sehingga
terjadi glomerulosklerosis. Namun, ketika terjadi glomerulosklerosis arteriol
afferen vasodilatasi dan kerusakan ini menginduksi vasokonstriksi pembuluh
darah arteri sistemik sehingga terjadi peningkatan tekanan darah sistemik. Hal
ini terjadi karena arteriol afferen yang secara patobiologi hipokontraktil memiliki
sedikit autoregulasi. Sehingga peningkatan tekanan intraglomerulus
menyebabkan peningkatan tekanan darah sistemik dan variasi ini menghasilkan
gangguan hemodinamik.
37
Page 38
Peningkatan tekanan intraglomerulus menyebabkan stress mekanik. Stress
mekanik menyebabkan stress fiber kemudian menyebabkan perlekatan matriks
ekstraseluler hingga menimbulkan endapan matriks ekstraseluler. Endapan
matriks ekstraseluler ini menstimulasi ekspresi growth factor. Growth factor
berperan penting dalam perubahan glomerulus menjadi sklerosis karena
mediator ini menginduksi pemecahan sementara aktin sitoskeleton dalam sel
mesangial, produksi yang tinggi dari fibronectin, kolagen tipe I and IV, hipertropi
sel mesangial. Angiotensin II adalah growth factor tambahan yang menstimulasi
sel ginjal untuk memproduksi TGF β 1 yaitu dengan cara, meningkatkan
akumulasi ECM (Extra Cellular Matrix) sel mesangial yang secara primer
menstimulasi ekspresi TGF β 1. TGF β 1 bersamaan dengan stress mekanik
menginduksi Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Connective
Tissue Growth Factor (CTGF).
Karakteristik Patologi Nefropati Diabetikum
Peningkatan material matriks mesangium
Penebalan membrane basalis glomerulus
Hialinosis arteriol aferen dan eferen
Penebalan membrane basalis tubulus
Atrofi tubulus
Fibrosis interstitial
G. Diagnosis
Diagnosis nefropati diabetikum dapat dibuat apabila dipenuhi persyaratan
seperti di bawah ini:
1. Diabetes Mellitus
2. Retinopati Diabetika
3. Albuminuria menetap (>300 mg/24 jam atau >200 lg/menit) pada minimal
dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan tanpa penyebab
proteinuria yang lain.
Data yang didapatkan pada pasien antara lain pada:
1. Anamnesis
38
Page 39
Dari anamnesis kita dapatkan gejala-gejala khas maupun keluhan
tidak khas dari gejala penyakit diabetes. Keluhan khas berupa poliuri,
polidipsi, polifagi, penurunan berat badan. Keluhan tidak khas berupa:
kesemutan, luka sukar sembuh, gatal-gatal pada kulit, ginekomastia,
impotensi.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Mata
Pada nefropati diabetikum didapatkan kelainan pada retina yang
merupakan tanda retinopati yang spesifik dengan pemeriksaan
Funduskopi, berupa :
i. Obstruksi kapiler, yang menyebabkan berkurangnya aliran darah
dalam kapiler retina
ii. Mikroaneurisma, berupa tonjolan dinding kapiler, terutama daerah
kapiler vena
iii. Eksudat berupa :
Hard exudates : Berwarna kuning, karena eksudasi plasma
yang lama.
Cotton wool patches : Berwarna putih, tak berbatas tegas,
dihubungkan dengan iskhemia retina.
iv. Shunt arteri-vena, akibat pengurangan aliran darah arteri karena
obstruksi kapiler.
v. Perdarahan bintik atau perdarahan bercak, akibat gangguan
permeabilitas mikroaneurisma atau pecahnya kapiler.
vi. Neovaskularisasi
b. Bila penderita jatuh pada stadium end stage (stadium IV-V) atau CRF end
stage, didapatkan perubahan pada :
i. Cardiomegali
ii. Edema pulmo
3. Pemeriksaan Laboratorium
Albuminuria menetap (>300 mg/24 jam atau >200 lg/menit) pada
minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan,
penurunan kecepatan filtrasi glomerulus yang tidak fleksibel dan peningkatan
tekanan darah arterial tetapi tanpa penyakit ginjal lainnya atau penyakit
39
Page 40
kardiovaskuler. Mikroalbuminuria dianggap sebagai prediktor penting untuk
timbulnya nefropati diabetikum.
Laju Ekskresi Albumin Urin
Kondisi
Laju Ekskresi Albumin Urin Perbandingan
Albumin Urin –
Kreatinin
(µg/mg)
24 Jam
(mg/hari)
Sewaktu
(µg/menit)
Normoalbuminuria <30 <20 <30
Mikroalbuminuria 30-300 20-200 30-300 (299)
Makroalbuminuria >300 >200 >300
Diagnosis ditegakkan jika 2 dari 3 pemeriksan berturut-turut dalam 3
bulan menunjukkan adanya mikroalbuminuria 5.
2. Penyakit Ginjal Kronik
A. Definisi
Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam yang menyebabkan penurunan fungsi ginjal yang progresif yang
berakhir pada gagal ginjal.
Gagal ginjal adalah keadaan klinis ditandai penurunan fungsi ginjal yang
ireversibel sehingga perlu pengganti ginjal melalui dialisis/transplantasi ginjal.
B. Kriteria PGK
Kerusakan ginjal > 3 bln, struktural atau fungsional dengan atau tanpa
penurunan LFG dengan manifestasi:
Kelainan patologi atau
Tanda kerusakan ginjal dalam darah ataupun urine atau pada
pemeriksaan imaging
LFG < 60mL/m/1,73m2, > 3bln
C. Klasifikasi PGK
o PGK diabetik
o PGK non diabetik
40
Page 41
Penyakit glomerulus
autoimmune, infeksi sistemik, obat, neoplasia, idiopatik
Penyakit vaskular
Penyakit ginjal iskemik, hypertensive nephrosclerosis,
microangiopathy
Penyakit Tubulointerstitial
UTO, batu, UTI, keracuan obat
Penyakit Kistik
Pasca Transplantasi
D. Perubahan yang terjadi
Pada PGK perubahan yang terjadi:
Ketidakseimbangan cairan
Ketidakseimbangan elektrolit
Ketidakmampuan mengekskresi metabolit
Ketidakmampuan mengontrol tekanan darah
Pengurangan produksi eritrosit
E. Manifestasi Klinis
Sistem Manifestasi Penyebab
1. Integumen
a. Kulit
b. Kuku
c. Rambut
Kulit
kekuningan
Pucat /
pallor
Pruritas
Kering dan
bersisik
Tipis dan
rapuh
Kering,
rapuh
Penimbunan urochrom
Anemia
Penurunan aktifitas kelenjar
keringat (semua kelenjar)
Endapan fosfat
Terbuangnya protein dan Ca
menurun
Aktifitas semua kelenjar menurun
Terbuangnya protein
2. Gastro
inestestinal
a. Oral
Halitosis /
fetor uremicum
Perdarahan
Urea diubah menjadi anemia oleh
bakteri mulut
Perubahan aktifitas platelet
41
Page 42
b. Lambun
g
gusi, stomatitis
Mual,
muntah, anoreksia,
gastritis, ulcreation
Serum uremit toxin akibat bakteri
usus
Mukosa usus lembab
3. Cardiovascular Hipertensi,
oedem
Conjunctiv
a heart failure
Arterioskle
rosis heart disease
Perikarditi
s
Overload cairan mekanisme
rennin angiotensin
Kelebihan cairan, anemia
Hipertensi kronis, pengapuran
jaringan lunak
Toxin uremic dakam pericardium
4. Pulmonary Uremic “lung” atau
pneumonia
Toxin uremic dalam pleura dan
jaringan paru
Retensi asam organic hasil
metabolisme
Toxin uremic
F. Penatalaksanaan
Tujuan:
Mencegah menurunnya faal ginjal yang progresif
Meringankan keluhan uremia
Mengurangi gejala uremia dengan memperbaiki metabolisme:
Pengaturan cairan dan elektrolit dengan pengontrolan yang ketat
terhadap diet & cairan
Pengontrolan tensi / hipertensi dengan obat
Meningkatkan kenyamanan pasien
Indikasi penatalaksanaan konservatif:
GGK dan tahap insufisiensi ginjal
Faal ginjal 10 – 50 % atau creatinin serum 2 mg% - 10 mg%
Bentuk :
Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit:
Penahanan kalium & fosfat dapat terjadi pada GGK (oral dengan
CaCo3)
42
Page 43
Kontrol dapat dilakukan dengan mengurangi intake kalium dalam diit.
Pemberian alumunium hidroksida mengikat fosfat
Pemberian laksatif
Pemberian Vit.D
Keseimbangan transport oksigen
Anemia selalu mengiringi GGK pasien cepat letih dan sesak nafas.
Memberikan rasa nyaman, istirahat dan tidur
Umumnya tidak nyaman pada GGK meliputi pruritus, kram otot, rasa
haus, sakit kepala, kulit kering, stress, emosional, insomnia.
Mengurangi tingkat fosfat serum dengan Alhydrokside mengurangi
gatal-gatal
Menjaga kulit lembab
Memberikan obat anti gatal
3. Hemodialisis
A. Definisi
Hemodialisis adalah terapi pengganti ginjal pada pasien gagal ginjal akut,
gagal ginjal kronis, dan gagal ginjal terminal melalaui mesin. Hemodialisis
temasuk jenis membran dialisis selain cangkok ginjal. Kelebihan dengan
hemodialisis adalah pasien hanya datang ke rumah sakit minimal 2 kali
perminggu sedangkan cangkok ginjal hanya dapat digantikan dengan ginjal
asli yang diberikan oleh donor ginjal.
B. Proses Hemodialisis
Mekanisme proses pada mesin hemodialisis, darah pompa dari tubuh masuk
kedalam mesin dialisis lalu dibersihkan pada dializer(ginjal buatan), lalu
darah pasien yang sudah bersih dipompakan kembali ketubuh pasien. Mesin
dialisis yang paling baru dipasaran telah dilengkapi oleh sistim koputerisasi
dan secara terus menerus memonitor array safty-critical parameter,
mencangkup laju alir darah dan dialysate, tekanan darah, tingkat detak
jantung, daya konduksi, pH dll. Bila ada yang tidak normal, alarm akan
berbunyi. dua diantara mesin dialisis yang paling besar adalah fresenius dan
gambro.
Dalam hemodialisis memerlukan akses vaskular(pembulu darah) hemodalisis
(AVH) yang cukup baik agar dapat diperoleh aliran darah yang cukup besar,
43
Page 44
yaitu diperlukan kecepatan darah sebesar 200 – 300 ml/menit secara kontinu
selama hemodialis 4-5 jam. AVH dapat berupa kateter yang dipasang di
pembuluh darah vena di leher atau paha yang bersifat temporer. Untuk yang
permanen dibuat hubungan antara arteri dan vena, biasanya di lengan bawah
disebut arteriovenous fistula, lebih populer bila disebut (brescia) cimino
fistula. kemudian darah dari tubuh pasien masuk kedalam sirkulasi darah
mesin hemodialisis yang terdiri dari selang inlet/arterial (ke mesin) dan
selang outlet/venous (dari mesin ke tubuh). kedua ujungnya disambung ke
jarum dan kanula yang ditusuk ke pembuluh darah pasien. Darah setelah
melalui selang inlet masuk ke dialisar. Jumlah darah yang menempati
sirkulasi darah di mesin berkisar 200ml. Dalam dialiser darah dibersihkan,
sampah-sampah secara kontinu menembus membran dan menyebrang ke
kompartemen dialisat. di pihak lain cairan dialisat mengalir dalam mesin
hemodialisis dengan kecepatan 500ml/menit masuk kedalam dialiser pada
kompartemen dialisat.
Cairan dialidat merupakan cairan yang pekat dengan bahan utama
elektrolit dan glukosa, cairan ini dipompa masuk ke mesin sambil dicampur
dengan air bersih yang telah mengalami proses pembersihan yang rumit
(water treatment). Selama proses hamodialisis, darah pasien diberi heparin
agar tidak membeku bila berada diluar tubuh yaitu dalam sirkulasi darah
mesin.
Prinsip hemodialisis sama seperti metoda dialisis. Melibatkan difusi
zat terlarut ke sembrang suatu selaput semi permiabel. Prinsip pemisahan
menggunakan membran ini terjadi pada dializer. Darah yang mengandung
sisa-sisa meabolisme dengan konsentrasi yang tinggi dilewatkan pada
membran semipermiabel yang terdapat dalam dializer, dimana dalam dilizer
tersebut dialirkan dialisate dengan arah yang berlawanan (counter current).
Driving force yang digunakan adalah pebedaan konsentrasi zat yang
terlarut berupa racun seperti partikel-partikel kecil, seperti urea, kalium, asam
urea, fosfat dan kelebihan klorida pada darah dan dialysate. Semakin besar
konsentrasi racun tersebut didalam darah dan dialysate maka proses difusi
semakin cepat. berlawanan dengan peritoneal dialysis, dimana pengangkutan
adalah antar kompartemen cairan yang statis, hemodialisis bersandar apda
pengangkutan konvektif dan menggunakan konter mengalir, dimana bila
44
Page 45
diasylate mengalir ke dalam berlawanan arah dengan mengalir extracorporeal
sirkuit. metoda ini dapat meningkatkan efektivitas dialisis.
Dialysate yang digunakan adalah larutan ion mineral yang sudah
disterilkan. urea dan sisa metabolisme lainya, seperti kalium dan fosfat,
berdifusi ke dalam dialysate.
Selain itu untuk memisahkan yang terlarut adalam darah digunakan
prinsip ultrafiltrasi. driving force yang digunakan pada ultrafiltrasi ini
adalah perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dan dialyzer.
Tekanan darah yang lebih tinggi dari dialyzer memaksa air melewati
membran. Jika tekanan dari dialyzer diturunkan maka kecepatan ultrafiltrasi
air dan darah akan meningkat.
Jika kedua proses ini digabungkan, maka akan didapatkan darah yang
bersih setelah dilewatkan melalui dialyzer. Prinsip inilah yang digunakan
pada mesin hemodialisis modern, sehingga keefektifitasannya dalam
menggantikan peran ginjal sangat tinggi.
C. Pelaksanaan Hemodialisis
Cuci darah dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan:
Kelainan fungsi otak (ensefalopati uremik)
Perikarditis (Peradangan kantong jantung)
Asidosis (peningkatan keasaman darah) yang tidak memberikan respon
terhadap pengobata lainnya.
Gagal Jantung
Hiperkalemia (kadar kalium yang sangat tinggi dalam darah)
45
Page 46
Skema proses hemodialisa (National Kidney Foundation, 2001)
D. Komplikasi Hemodialisis
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama
tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara
lain :
1) Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa
sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi
pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
2) Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya
dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan
kelebihan tambahan berat cairan.
3) Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan
kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh
terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
46
Page 47
4) Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan
dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat
dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara
kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan
air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim
dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan
azotemia berat.
5) Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor
pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
6) Perdarahan
47
Page 48
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai
dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa
juga merupakan factor risiko terjadinya perdarahan.
7) Ganguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang
disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan
sakit kepala. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
8 ) Pembekuan darah
Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak
sesuai ataupun kecepatan putaran darah yang lambat
48
Page 49
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Diabetic Neuropathy Symptoms. (http://www.news-medical.net/health/Diabetic-Neuropathy-Symptoms-(Indonesian).aspx, diakses pada 20 Maret 2012 pukul 8.13 WIB).
Anonim. 2012. Mual Muntah. (http://www.totalkesehatananda.com/mualmuntah5.html, diakses pada 20 Maret 2012 pukul 8.19 WIB).
Anonim. 2012. Penyebab Tubuh Gampang Lelah dan Capek. (http://www.beritaunik.net/tips-trik/penyebab-tubuh-gampang-lelah-capek.html, diakses pada 20 Maret 2012 pukul 8.23 WIB).
Price, S.A dan Wilson, L.M. 2006. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Edisi 6 Jilid I dan II. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Suroyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid II dan III. Jakarta: Internal Publishing.
Yayasan Spiritia. 2007. Hasil Tes Lab Normal. (http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=120, diakses pada 20 Maret 2012 pukul 22.34 WIB).
49