BAB IPENDAHULUAN
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa.1,2Rusaknya kontinuitas tulang ini dapat disebabkan oleh
trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti
degenerasi tulang atau osteoporosis.1,2Sampai saat ini fraktur
femur sering dilaporkan dan masih menjadi tantangan bagi ahli
orthopaedi. Pada orang orang tua, patah tulang pinggul
intrakapsular sering disebabkan oleh trauma yang tidak berat,
seperti akibat terpeleset. Akan tetapi, pada orang- orang muda
patah tulang pinggul biasanya disebabkan oleh trauma yang hebat,
dan sering kali disertai oleh cedera pada daerah yang lainnya serta
meningkatkan kemungkinan terjadinya avaskular, nekrosis, dan
non-union. Walaupun penatalaksanaan dibidang orthopaedi dan
geriatric telah berkembang, akan tetapi mortalitas dalam satu tahun
pasca trauma masih tetap tinggi, berkisar antara 10-20 %. Sehingga
keinginan untuk mengembangkan penanganan fraktur ini masih tetap
tinggi. Reduksi anatomis dini, kompresi fraktur, fiksasi interna,
yang kaku digunakan untuk membantu meningkatkan proses penyembuhan
fraktur, akan tetapi jika suplai darah ke kaput femur tidak
dikontrol dengan baik, dapat menyebabkan peningkatan kemungkinan
terjadinya avaskular nekrosis.
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1. Pengertian Fraktur Fraktur merupakan suatu keadaan dimana
terjadi disintegritas tulang, penyebab terbanyak adalah insiden
kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses degeneratif juga
dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur. Fraktur adalah suatu
patahan pada kontinuitas struktur tulang berupa retakan, pengisutan
ataupun patahan yang lengkap dengan fragmen tulang bergeser.1
2.1.2. Etiologi Fraktur Etiologi fraktur yang dimaksud adalah
peristiwa yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur diantaranya
peristiwa trauma (kekerasan) dan peristiwa patologis.1
2.1.2.1. Peristiwa Trauma (kekerasan) a) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung dapat menyebabkan tulang patah pada titik
terjadinya kekerasan itu, misalnya tulang kaki terbentur bumper
mobil, maka tulang akan patah tepat di tempat terjadinya benturan.
Patah tulang demikian sering bersifat terbuka, dengan garis patah
melintang atau miring.
b)Kekerasan tidak langsung Kekerasan tidak langsung menyebabkan
patah tulang di tempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan.
Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam hantaran
vektor kekerasan. Contoh patah tulang karena kekerasan tidak
langsung adalah bila seorang jatuh dari ketinggian dengan tumit
kaki terlebih dahulu. Yang patah selain tulang tumit, terjadi pula
patah tulang pada tibia dan kemungkinan pula patah tulang paha dan
tulang belakang. Demikian pula bila jatuh dengan telapak tangan
sebagai penyangga, dapat menyebabkan patah pada pergelangan tangan
dan tulang lengan bawah.
c) Kekerasan akibat tarikan otot Kekerasan tarikan otot dapat
menyebabkan dislokasi dan patah tulang. Patah tulang akibat tarikan
otot biasanya jarang terjadi. Contohnya patah tulang akibat tarikan
otot adalah patah tulang patella dan olekranom, karena otot triseps
dan biseps mendadak berkontraksi.
2.1.2.2. Peristiwa Patologis a) Kelelahan atau stres fraktur
Fraktur ini terjadi pada orang yang yang melakukan aktivitas
berulang ulang pada suatu daerah tulang atau menambah tingkat
aktivitas yang lebih berat dari biasanya. Tulang akan mengalami
perubahan struktural akibat pengulangan tekanan pada tempat yang
sama, atau peningkatan beban secara tiba tiba pada suatu daerah
tulang maka akan terjadi retak tulang. b) Kelemahan Tulang Fraktur
dapat terjadi oleh tekanan yang normal karena lemahnya suatu tulang
akibat penyakit infeksi, penyakit metabolisme tulang misalnya
osteoporosis, dan tumor pada tulang. Sedikit saja tekanan pada
daerah tulang yang rapuh maka akan terjadi fraktur.
2.1.3. Klasifikasi Fraktur Fraktur dapat dibedakan jenisnya
berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar, bentuk
patahan tulang, dan lokasi pada tulang fisis.7
2.1.3.1. Berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar
Fraktur dapat dibagi menjadi : a) Fraktur tertutup (closed),bila
tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. b)
Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit.
Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (menurut R. Gustillo),
yaitu:
1. Derajat I : i. Luka 1 cm ii. Kerusakan jaringan lunak, tidak
luas, flap/ avulsi iii. Fraktur kominutif sedang iv. Kontaminasi
sedang
3. Derajat III : Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas,
meliputi struktur kulit, otot, dan neurovaskular serta kontaminasi
derajat tinggi. Fraktur terbuka derajat III terbagi atas: i.
Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun
terdapat laserasi luas/flap/avulsi atau fraktur segmental/sangat
kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa
melihat besarnya ukuran luka. ii. Kehilangan jaringan lunak dengan
fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi masif. iii. Luka pada
pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat
kerusakan jaringan lunak.2 2.1.3.2. Berdasarkan bentuk patahan
tulang a) Transversal Adalah fraktur yang garis patahnya tegak
lurus terhadap sumbu panjang tulang atau bentuknya melintang dari
tulang. Fraktur semacam ini biasanya mudah dikontrol dengan
pembidaian gips. b) Spiral Adalah fraktur meluas yang mengelilingi
tulang yang timbul akibat torsi ekstremitas atau pada alat gerak.
Fraktur jenis ini hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan
lunak.c) Oblik Adalah fraktur yang memiliki patahan arahnya miring
dimana garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang. d) Segmental
Adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen tulang
yang retak dan ada yang terlepas menyebabkan terpisahnya segmen
sentral dari suplai darah. e) Kominuta Adalah fraktur yang mencakup
beberapa fragmen, atau terputusnya keutuhan jaringan dengan lebih
dari dua fragmen tulang. f) Greenstick Adalah fraktur tidak
sempurna atau garis patahnya tidak lengkap dimana korteks tulang
sebagian masih utuh demikian juga periosterum. Fraktur jenis ini
sering terjadi pada anak anak. g) Fraktur Impaksi Adalah fraktur
yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang berada
diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan dua vertebra
lainnya. h) Fraktur Fissura Adalah fraktur yang tidak disertai
perubahan letak tulang yang berarti, fragmen biasanya tetap di
tempatnya setelah tindakan reduksi.
2.1.3.3. Berdasarkan lokasi pada tulang fisis Tulang fisis
adalah bagian tulang yang merupakan lempeng pertumbuhan, bagian ini
relatif lemah sehingga strain pada sendi dapat berakibat pemisahan
fisis pada anak anak. Fraktur fisis dapat terjadi akibat jatuh atau
cedera traksi. Fraktur fisis juga kebanyakan terjadi karena
kecelakaan lalu lintas atau pada saat aktivitas olahraga.
Klasifikasi yang paling banyak digunakan untuk cedera atau fraktur
fisis adalah klasifikasi fraktur menurut Salter Harris : a) Tipe I
: fraktur transversal melalui sisi metafisis dari lempeng
pertumbuhan, prognosis sangat baik setelah dilakukan reduksi
tertutup. b) Tipe II : fraktur melalui sebagian lempeng
pertumbuhan, timbul melalui tulang metafisis , prognosis juga
sangat baik denga reduksi tertutup. c) Tipe III : fraktur
longitudinal melalui permukaan artikularis dan epifisis dan
kemudian secara transversal melalui sisi metafisis dari lempeng
pertumbuhan. Prognosis cukup baik meskipun hanya dengan reduksi
anatomi. d) Tipe IV : fraktur longitudinal melalui epifisis,
lempeng pertumbuhan dan terjadi melalui tulang metafisis. Reduksi
terbuka biasanya penting dan mempunyai resiko gangguan pertumbuhan
lanjut yang lebih besar. e) Tipe V : cedera remuk dari lempeng
pertumbuhan, insidens dari gangguan pertumbuhan lanjut adalah
tinggi.7
Untuk lebih jelasnya tentang pembagian atau klasifikasi fraktur
dapat dilihat pada gambar berikut ini : Gambar 1. Fraktur
Berdasarkan Hubungan Tulang Fraktur Terbuka Fraktur Tertutup
Gambar 2. Fraktur Berdasarkan Bentuk Patahan Tulang Transversal
Spiral Oblik Segmental Kominuta Greenstick Impaksi Fissura
Gambar 3. Fraktur Menurut Salter Harris
2.1.4. Epidemiologi Fraktur 2.1.4.1. Distribusi Frekuensi a)
Berdasarkan Orang Fraktur lebih sering terjadi pada laki laki
daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering
berhubungan dengan olah raga, pekerjaan atau luka yang disebabkan
oleh kendaraan bermotor. Mobilisasi yang lebih banyak dilakukan
oleh laki laki menjadi penyebab tingginya risiko fraktur. Sedangkan
pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada
laki laki yang berhubungan dengan meningkatnya insidens
osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada
menopause.7Tahun 2001, di Amerika Serikat terdapat lebih dari
135.000 kasus cedera yang disebabkan olahraga papan selancar dan
skuter. Dimana kasus cedera terbanyak adalah fraktur 39% yang
sebagian besar penderitanya laki laki dengan umur di bawah 15
tahun.2,7 Di Indonesia, jumlah kasus fraktur yang disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas 4 kali lebih banyak terjadi pada laki laki
daripada perempuan.2,3 b) Berdasarkan Tempat dan Waktu Di negara
maju, masalah patah tulang pangkal paha atau tulang panggul
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang mendapat perhatian
serius karena dampak yang ditimbulkan bisa mengakibatkan
ketidakmampuan penderita dalam beraktivitas. Menurut penelitian
Institut Kedokteran Garvan tahun 2000 di Australia setiap tahun
diperkirakan 20.000 wanita mengalami keretakan tulang panggul dan
dalam setahun satu diantaranya akan meninggal karena komplikasi. 9
Di negara negara Afrika kasus fraktur lebih banyak terjadi pada
wanita karena peristiwa terjatuh berhubungan dengan penyakit
Osteoporosis. Di Kamerun pada tahun 2003, perbandingan insidens
fraktur pada kelompok umur 50 64 tahun yaitu, pria 4,2 per 100.000
penduduk, wanita 5,4 per 100.000 penduduk. Angka yang lebih tinggi
di Maroko pada tahun 2005 insidens fraktur pada pria 43,7 per
100.000 penduduk dan wanita 52 per 100.000 penduduk.2 Di Indonesia
jumlah kasus fraktur akibat kecelakaan lalu lintas meningkat
seiring pesatnya peningkatan jumlah pemakai kendaraan bermotor.
Berdasarkan laporan penelitian dari Depkes RI tahun 2000, di Rumah
Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung terdapat penderita fraktur akibat
kecelakaan lalu lintas sebanyak 444 orang.2,3
2.1.4.2. Determinan Fraktura) Faktor Manusia Beberapa faktor
yang berhubungan dengan orang yang mengalami fraktur atau patah
tulang antara lain dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, aktivitas
olah raga dan massa tulang. a.1. Umur Pada kelompok umur muda lebih
banyak melakukan aktivitas yang berat daripada kelompok umur tua.
Aktivitas yang banyak akan cenderung mengalami kelelahan tulang dan
jika ada trauma benturan atau kekerasan tulang bisa saja patah.
Aktivitas masyarakat umur muda di luar rumah cukup tinggi dengan
pergerakan yang cepat pula dapat meningkatkan risiko terjadinya
benturan atau kecelakaan yang menyebabkan fraktur. Insidens
kecelakaan yang menyebabkan fraktur lebih banyak pada kelompok umur
muda pada waktu berolahraga, kecelakaan lalu lintas, atau jatuh
dari ketinggian. Berdasarkan penelitian Nazar Moesbar tahun 2007 di
Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan terdapat sebanyak 864 kasus patah
tulang, di antaranya banyak penderita kelompok umur muda. Penderita
patah tulang pada kelompok umur 11 20 tahun sebanyak 14% dan pada
kelompok umur 21 30 tahun sebanyak 38% orang.1,3 a.2. Jenis Kelamin
Laki laki pada umumnya lebih banyak mengalami kecelakaan yang
menyebabkan fraktur yakni 3 kali lebih besar daripada perempuan.18
Pada umumnya Laki laki lebih aktif dan lebih banyak melakukan
aktivitas daripada perempuan. Misalnya aktivitas di luar rumah
untuk bekerja sehingga mempunyai risiko lebih tinggi mengalami
cedera. Cedera patah tulang umumnya lebih banyak terjadi karena
kecelakaan lalu lintas. Tingginya kasus patah tulang akibat
kecelakaan lalulintas pada laki laki dikarenakan laki laki
mempunyai perilaku mengemudi dengan kecepatan yang tinggi sehingga
menyebabkan kecelakaan yang lebih fatal dibandingkan perempuan.
Berdasarkan penelitian Juita, pada tahun 2002 di Rumah Sakit St.
Elisabeth Medan terdapat kasus fraktur sebanyak 169 kasus dimana
jumlah penderita laki laki sebanyak 68% dan perempuan sebanyak
32%.1a.3. Aktivitas Olahraga Aktivitas yang berat dengan gerakan
yang cepat pula dapat menjadi risiko penyebab cedera pada otot dan
tulang. Daya tekan pada saat berolah raga seperti hentakan,
loncatan atau benturan dapat menyebabkan cedera dan jika hentakan
atau benturan yang timbul cukup besar maka dapat mengarah pada
fraktur. Setiap tulang yang mendapat tekanan terus menerus di luar
kapasitasnya dapat mengalami keretakan tulang. Kebanyakan terjadi
pada kaki, misalnya pada pemain sepak bola yang sering mengalami
benturan kaki antar pemain. Kelemahan struktur tulang juga sering
terjadi pada atlet ski, jogging, pelari, pendaki gunung ataupun
olahraga lain yang dilakukan dengan kecepatan yang berisiko
terjadinya benturan yang dapat menyebabkan patah tulang. a.4. Massa
Tulang Massa tulang yang rendah akan cenderung mengalami fraktur
daripada tulang yang padat. Dengan sedikit benturan dapat langsung
menyebabkan patah tulang karena massa tulang yeng rendah tidak
mampu menahan daya dari benturan tersebut. Massa tulang berhubungan
dengan gizi tubuh seseorang. Dalam hal ini peran kalsium penting
bagi penguatan jaringan tulang. Massa tulang yang maksimal dapat
dicapai apabila konsumsi gizi dan vitamin D tercukupi pada masa
kanak kanak dan remaja. Pada masa dewasa kemampuan mempertahankan
massa tulang menjadi berkurang seiring menurunnya fungsi organ
tubuh. Pengurangan massa tulang terlihat jelas pada wanita yang
menopause. Hal ini terjadi karena pengaruh hormon yang berkurang
sehingga tidak mampu dengan baik mengontrol proses penguatan tulang
misalnya hormon estrogen. b) Faktor Perantara Agent yang
menyebabkan fraktur sebenarnya tidak ada karena merupakan peristiwa
penyakit tidak menular dan langsung terjadi. Namun bisa dikatakan
sebagai suatu perantara utama terjadinya fraktur adalah trauma
benturan. Benturan yang keras sudah pasti menyebabkan fraktur
karena tulang tidak mampu menahan daya atau tekanan yang
ditimbulkan sehingga tulang retak atau langsung patah. Kekuatan dan
arah benturan akan mempengaruhi tingkat keparahan tulang yang
mengalami fraktur. Meski jarang terjadi, benturan yang kecil juga
dapat menyebabkan fraktur bila terjadi pada tulang yang sama pada
saat berolahraga atau aktivitas rutin yang menggunakan kekuatan
tulang di tempat yang sama atau disebut juga stress fraktur karena
kelelahan. c) Faktor lingkungan Faktor lingkungan yang mempengaruhi
terjadinya fraktur dapat berupa kondisi jalan raya, permukaan jalan
yang tidak rata atau berlubang, lantai yang licin dapat menyebabkan
kecelakaan fraktur akibat terjatuh. Aktivitas pengendara yang
dilakukan dengan cepat di jalan raya yang padat, bila tidak hati
hati dan tidak mematuhi rambu lalu lintas maka akan terjadi
kecelakaan. Kecelakaan lalu lintas yang terjadi banyak menimbulkan
fraktur. Berdasarkan data dari Unit Pelaksana Teknis Makmal Terpadu
Imunoendokrinologi FKUI di Indonesia pada tahun 2006 dari 1690
kasus kecelakaan lalu lintas proporsi yang mengalami fraktur adalah
sekitar 20%. 5 Pada lingkungan rumah tangga, kondisi lantai yang
licin dapat mengakibatkan peristiwa terjatuh terutama pada lanjut
usia yang cenderung akan mengalami fraktur bila terjatuh. Data dari
RSUD Dr. Soetomo Surabaya pada tahun 2005 terdapat 83 kasus fraktur
panggul, 36 kasus fraktur tulang belakang dan 173 kasus pergelangan
tangan, dimana sebagian besar penderita wanita >60 tahun dan
penyebabnya adalah kecelakaan rumah tangga.
2.1.5. Stadium Penyembuhan Fraktur Proses penyembuhan fraktur
terdiri atas lima stadium yaitu : 1. Pembentukan hematom Fraktur
merobek pembuluh darah dalam medulla, korteks dan periosteum
sehingga timbul hematom. 2. Organisasi Dalam 24 jam, kapiler dan
fibroblas mulai tumbuh ke dalam hematom disertai dengan infiltrasi
sel sel peradangan. Dengan demikian, daerah bekuan darah diubah
menjadi jaringan granulasi fibroblastik vaskular. 3. Kalus
sementara Pada sekitar hari ketujuh, timbul pulau pulau kartilago
dan jaringan osteoid dalam jaringan granulasi ini. Kartilago
mungkin timbul dari metaplasia fibroblas dan jaringan osteoid
ditentukan oleh osteoblas yang tumbuh ke dalam dari ujung tulang.
Jaringan osteoid, dalam bentuk spikula ireguler dan trabekula,
mengalami mineralisasi membentuk kalus sementara. Tulang baru yang
tidak teratur ini terbentuk dengan cepat dan kalus sementara
sebagian besar lengkap pada sekitar hari kedua puluh lima. 4. Kalus
definitif Kalus sementara yang tak teratur secara bertahap akan
diganti oleh tulang yang teratur dengan susunan havers kalus
definitif. 5. Remodeling Kontur normal dari tulang disusun kembali
melalui proses remodeling akibat pembentukan tulang osteoblastik
maupun resorpsi osteoklastik. Keadaaan terjadi secara relatif
lambat dalam periode waktu yang berbeda tetapi akhirnya semua kalus
yang berlebihan dipindahkan, dan gambaran serta struktur semula
dari tulang tersusun kembali. 2.1.6. Kelainan Penyembuhan Fraktur
Tulang memperlihatkan kemudahan penyembuhan yang besar tetapi dapat
terjadi sejumlah penyulit atau terdapat kelainan dalam proses
penyembuhan. 1. Malunion Kelainan penyatuan tulang karena
penyerasian yang buruk menimbulkan deformitas, angulasi atau
pergeseran. 2. Penyatuan tertunda Keadaan ini umum terjadi dan
disebabkan oleh banyak faktor, pada umumnya banyak diantaranya
mempunyai gambaran hiperemia dan dekalsifikasi yang terus menerus.
Faktor yang menyebabkan penyatuan tulang tertunda antara lain
karena infeksi, terdapat benda asing, fragmen tulang mati,
imobilisasi yang tidak adekuat, distraksi, avaskularitas, fraktur
patologik, gangguan gizi dan metabolik. 3. Non union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa.
Kadang kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor
faktor yang dapat menyebabkan non union adalah tidak adanya
imobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari
fragmen contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis.1
2.1.7. Komplikasi Fraktur 1.Sindrom Emboli Lemak Merupakan
keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal ini
terjadi ketika gelembung gelembung lemak terlepas dari sumsum
tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini
akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh
pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala
dari sindrom emboli lemak mencakup dyspnea, perubahan dalam status
mental (gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor), tachycardia,
demam, ruam kulit ptechie.
2. Sindrom Kompartemen Komplikasi ini terjadi saat peningkatan
tekanan jaringan dalam ruang tertutup di otot, yang sering
berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan hambatan
aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada
otot. Gejala gejalanya mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan
pada luka, rasa sakit yang berhubungan dengan tekanan yang
berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif
pada otot yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi
lebih sering pada fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta
(radius atau ulna). 3. Nekrosis Avaskular (Nekrosis Aseptik)
Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang
baik. Hal ini paling sering mengenai fraktur intrascapular femur
(yaitu kepala dan leher), saat kepala femur berputar atau keluar
dari sendi dan menghalangi suplai darah. Karena nekrosis avaskular
mencakup proses yang terjadi dalam periode waktu yang lama, pasien
mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia keluar dari rumah
sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal yang
penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang
bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat menahan
beban. 4.Osteomyelitis Adalah infeksi dari jaringan tulang yang
mencakup sumsum dan korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi
masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi yang berasal dari
dalam tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka,
luka tembus, atau selama operasi. Luka tembak, fraktur tulang
panjang, fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi
karena trauma dan fraktur fraktur dengan sindrom kompartemen atau
luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis yang lebih besar. 5.
Gangren Gas Gas gangren berasal dari infeksi yang disebabkan oleh
bakterium saprophystik gram-positif anaerob yaitu antara lain
Clostridium welchii atau clostridium perfringens. Clostridium
biasanya akan tumbuh pada luka dalam yang mengalami penurunan
suplai oksigen karena trauma otot. Jika kondisi ini terus terjadi,
maka akan terdapat edema, gelembung gelembung gas pada tempat luka.
Tanpa perawatan, infeksi toksin tersebut dapat berakibat fatal.
2.1.8. Pencegahan Fraktur Pencegahan fraktur dapat dilakukan
berdasarkan penyebabnya. Pada umumnya fraktur disebabkan oleh
peristiwa trauma benturan atau terjatuh baik ringan maupun berat.
Pada dasarnya upaya pengendalian kecelakaan dan trauma adalah suatu
tindakan pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang
menyebabkan fraktur. 1. Pencegahan Primer Pencegahan primer dapat
dilakukan dengan upaya menghindari terjadinya trauma benturan,
terjatuh atau kecelakaan lainnya. Dalam melakukan aktifitas yang
berat atau mobilisasi yang cepat dilakukan dengan cara hati hati,
memperhatikan pedoman keselamatan dengan memakai alat pelindung
diri. 2. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder dilakukan untuk
mengurangi akibat akibat yang lebih serius dari terjadinya fraktur
dengan memberikan pertolongan pertama yang tepat dan terampil pada
penderita. Mengangkat penderita dengan posisi yang benar agar tidak
memperparah bagian tubuh yang terkena fraktur untuk selanjutnya
dilakukan pengobatan. Pemeriksaan klinis dilakukan untuk melihat
bentuk dan keparahan tulang yang patah. Pemeriksaan dengan foto
radiologis sangat membantu untuk mengetahui bagian tulang yang
patah yang tidak terlihat dari luar. Pengobatan yang dilakukan
dapat berupa traksi, pembidaian dengan gips atau dengan fiksasi
internal maupun eksternal. 3. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier
pada penderita fraktur yang bertujuan untuk mengurangi terjadinya
komplikasi yang lebih berat dan memberikan tindakan pemulihan yang
tepat untuk menghindari atau mengurangi kecacatan. Pengobatan yang
dilakukan disesuaikan dengan jenis dan beratnya fraktur dengan
tindakan operatif dan rehabilitasi. Rehabilitasi medis diupayakan
untuk mengembalikan fungsi tubuh untuk dapat kembali melakukan
mobilisasi seperti biasanya. Penderita fraktur yang telah mendapat
pengobatan atau tindakan operatif, memerlukan latihan fungsional
perlahan untuk mengembalikan fungsi gerakan dari tulang yang patah.
Upaya rehabilitasi dengan mempertahankan dan memperbaiki fungsi
dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi antara lain
meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler, mengontrol
ansietas dan nyeri, latihan dan pengaturan otot, partisipasi dalam
aktivitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktivitas ringan secara
bertahap.
2.2.1. Pengertian Syok HipovolemikSyok hipovolemik merupakan
tipe syok paling umum ditandai dengan penurunan volume
intravaskular. Cairan tubuh terkandung dalam kompartemen
intraselular dan ekstraseluler. Cairan intraseluler menempati
hampir 2/3 dari air tubuh total sedangkan cairan tubuh
ekstraseluler ditemukan dalam salah satu kompartemen intravaskuler
dan interstisial. Volume cairan interstisial adalah kira-kira 3-4x
dari cairan intravaskuler. Hal ini akan menggambarkan kehilangan
750ml sampai 3000 ml pada pria dengan berat badak 70kg. Paling
sering, syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang
cepat (syok hemoragik).5 2.2.2 Etiologi Syok HipovolemikSyok
terbagi atas: 1. Syok hipovolemik 2. Syok kardiogenik 3. Syok
obstruktif 4. Syok distributif
Syok hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat
dari volume darah dalam pembuluh darah yang berkurang. Hal ini bisa
terjadi akibat perdarahan yang masif atau kehilangan plasma darah.
Syok hipovolemik dapat terjadi akibat:1. Kehilangan darah / syok
hemoragik a. Hemoragik eksternal : trauma, pendarahan
gastrointestinal b. Hemoragik internal : hematoma, hematotoraks,
hemoperitonium 2. Kehilangan plasma Misalnya: luka bakar,
dermatitis eksfoliatif, peritonitis
3. Kehilangan cairan dan elektrolit a. Eksternal : muntah,
diare, keringat berlebih, keadaan hiperosmolar (ketoasidosis
diabetik, koma hiperosmolar nonketotik) b. Internal : pankreatitis,
asites, obstruksi usus
Penyebab Syok Hipovolemik21. Perdarahan Hematom subkapsular hati
Aneurisma aorta pecah Perdarahan gastrointestinal Perlukaan
berganda 2. Kehilangan plasma Luka bakar luas Pancreatitis
Deskuamasi kulit Sindrom Dumping 3. Kehilangan cairan ekstraseluler
Muntah Dehidrasi Diare Terapi diuretic yang agresif Diabetes
insipidus Insufisiensi adrenal
Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada
pasien-pasien trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat
maupun perdarahan yang tidak terlihat. Perdarahan yang terlihat,
perdarahan dari luka, atau hematemesis dari tukak lambung.
Perdarahan yang tidak terlihat, misalnya perdarahan dari saluran
cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan di luar
uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk.
Syok hipovolemik juga dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh
yang lain. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan
melalui permukaan kulit yang hangus atau di dalam lepuh. Muntah
hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan banyak cairan
intravaskuler. Pada obstruksi ileus dapat terkumpul beberapa liter
cairan di dalam usus. Pada diabetes atau penggunaan diuretik kuat,
dapat terjadi kehilangan cairan karena diuresis yang berlebihan.
Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat,
pankreatitis akut, atau peritonitis purulenta difus. Pada syok
hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika
miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat
berkurang. Respons tubuh terhadap perdarahan bergantung pada
volume, kecepatan, dan lama perdarahan. Bila volume intravaskular
berkurang, tubuh akan selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi
organ-organ vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi
organ lain seperti ginjal, hati, dan kulit. Akan terjadi
perubahan-perubahan hormonal melalui sistem
renin-angiotensin-aldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf
simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah
untuk mengembalikan volume intravaskular, dengan akibat terjadi
hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi
interstitial. Penyebab-penyebab syok hemoragik adalah trauma,
pembuluh darah, gastrointestinal, atau berhubungan dengan
kehamilan. Penyebab trauma dapat terjadi oleh karena trauma tembus
atau trauma benda tumpul. Trauma yang sering menyebabkan syok
hemoragik adalah sebagai berikut: laserasi dan ruptur miokard,
laserasi pembuluh darah besar, dan perlukaan organ padat abdomen,
fraktur pelvis dan femur, dan laserasi pada tengkorak. Kelainan
pada pembuluh darah yang mengakibatkan banyak kehilangan darah
antara lain aneurisma, diseksi, dan malformasi arteri-vena.
Kelainan pada gastrointestinal yang dapat menyebabkan syok
hemoragik antara lain: perdarahan varises oesofagus, perdarahan
ulkus peptikum, dan Mallory-Weiss tears.6Kelainan yang berhubungan
dengan kehamilan, yaitu kehamilan ektopik terganggu, plasenta
previa, dan solutio plasenta. Syok hipovolemik akibat kehamilan
ektopik umum terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik
pada pasien dengan tes kehamilan negatif jarang terjadi, tetapi
pernah dilaporkan.
2.2.3. Patofisiologi Syok Jalur akhir dari syok adalah kematian
sel. Begitu sejumlah besar sel dari organ vital telah mencapai
stadium ini, syok menjadi ireversibel dan kematian terjadi meskipun
dilakukan koreksi penyebab yang mendasari.Mekanisme patogenetik
yang menyebabkan kematian sel tidak seluruhnya dimengerti. Satu
dari denomiator yang lazim dari ketiga bentuk syok adalah curah
jantung rendah. Pada pasien dengan syok hipovolemik, syok
kardiogenik, dan syok obstruktif ekstrakardiak serta pada sebagian
kecil syok distributif, timbul penurunan curah jantung yang berat
sehingga terjadi penurunan perfusi organ vital. Pada awalnya,
mekanisme kompensasi seperti vasokonstrikisi dapat mempertahankan
tekanan arteri pada tingkat yang mendekati normal. Bagaimanapun,
jika proses yang menyebabkan syok terus berlangsung, mekanisme
kompensasi ini akhirnya gagal dan menyebabkan manifestasi klinis
sindroma syok. Jika syok tetap ada, kematian sel akan terjadi dan
menyebabkan syok ireversibel. Orang dewasa sehat dapat
mengkompensasi kehilangan 10% volume darah total yang medadak
dengan menggunakan mekanisme vasokonstriksi yang diperantarai
sistem simpatis. Akan tetapi, jika 20 sampai 25 persen volume darah
hilang dengan cepat, mekanisme kompensasi biasanya mulai gagal dan
terjadi sindroma klinis syok. Curah jantung menurun dan terdapat
hipotensi meskipun terjadi vasokonstriksi menyeluruh. Pengaturan
aliran darah lokal mempertahankan perfusi jantung dan otak sampai
pada kematian sel jika mekanisme ini juga gagal. Vasokonstriksi
yang dimulai sebagai mekanisme kompensasi pada syok mungkin menjadi
berlebihan pada beberapa jaringan dan menyebabkan lesi destruktif
seperti nekrosis iskemik intestinal atau jari-jari. Faktor depresan
miokard telah diidentifikasi pada anjing dengan syok hemoragik
tetapi faktor ini tidak dikaitkan secara jelas dengan gangguan
fungsi miokard klinis. Akhirnya, jika syok terus berlanjut,
kerusakan organ akhir terjadi yang mencetuskan sindroma distres
respirasi dewasa, gagal ginjal akut, koagulasi intravaskuler
diseminata, dan gagal multiorgan yang menyebabkan
kematian.Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh
darah rata-rata dan menurunkan aliran darah balik ke jantung. Hal
inlah yang menimbulkan penurunan curah jantung. Curah jantung yang
rendah di bawah normal akan menimbulkan beberapa kejadian pada
beberapa organ. 9Mikrosirkulasi Ketika curah jantung turun, tahanan
vaskular sistemik akan berusaha untuk meningkatkan tekanan sistemik
guna menyediakan perfusi yang cukup bagi jantung dan otak melebihi
jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya traktus
gastrointestinal. Kebutuhan energi untuk pelaksanaan metabolisme di
jantung dan otak sangat tinggi tetapi kedua sel organ itu tidak
mampu menyimpan cadangan energi. Sehingga keduanya sangat
bergantung akan ketersediaan oksigen dan nutrisi tetapi sangat
rentan bila terjadi iskemia yang berat untuk waktu yang melebihi
kemampuan toleransi jantung dan otak. Ketika tekanan arterial
rata-rata (mean arterial pressure/MAP) jatuh hingga 750 750-1500
1500-2000 >2000
Blood loss (%)>15% 15-30% 30-40% >40%
Heart rate/min100 >120 >140
Systolic Blood PressureNomal Normal Decreased Decreased
Pulse PressureNormal Decreased Decreased Decreased
Respiratory rate14-20 20-30 30-40 30 20-30 5-15 Minimal
Mental statusSlightly anxious Anxious Confused Confused and
lethargic
Sumber: Parillo JE, Dellnger RP. Critical Care Medicine:
Principle and Management in the Adult. 3rd Edition.p.499.Copyright
Elsevier; 2008.Syok hipovolemik didiagnosis ketika ditemukan tanda
berupa ketidakstabilan hemodinamik dan ditemukan adanya sumber
perdarahan. Diagnosis akan sulit bila perdarahan tak ditemukan
dengan jelas atau berada dalam traktus gastrointestinal atau hanya
terjadi penurunan jumlah plasma dalam darah. Setelah perdarahan
maka biasanya hemoglobin dan hematokrit tidak langsung turun sampai
terjadi gangguan kompensasi, atau terjadi penggantian cairan dari
luar. Jadi kadar hematokrit di awal tidak menjadi pegangan sebagai
adanya perdarahan. Kehilangan plasma ditandai dengan
hemokonsentrasi, kehilangan cairan bebas ditandai dengan
hipernatremia. Temuan terhadap hal ini semakin meningkatkan
kecurigaan adanya hipovolemia. 8
2.2.6.Gejala Klinis Gejala dan tanda yang disebabkan oleh syok
hipovolemik akibat non perdarahan serta perdarahan adalah sama
meski ada sedikit perbedaan dalam kecepatan timbulnya syok. Respons
fisiologi yang normal adalah mempertahankan perfusi terhadap otak
dan jantung sambil memperbaiki volume darah dalam sirkulasi dengan
efektif. Disini akan terjadi peningkatan kerja simpatis,
hiperventilasi, pembuluh vena yang kolaps pelepasan hormon stres
serta ekspansi besar guna pengisian volume pembuluh darah dengan
menggunakan cairan intersisial, intraselular dan menurunkan
produksi urin.6
2.2.7.Klasifikasi Syok Hipovolemia ringan ( 40% volume
darah)
Ekstremitas dingin Waktu pengisian Kapiler meningkat Diaporesis
Vena kolaps Cemas Sama, ditambah: Takikardi Takipnea Oliguria
Hipotensi ortostatik Sama, ditambah: Hemodinamik tak stabil
Takikardi bergejala Hipotensi Perubahan kesadaran
Tanda-tanda Dini Syok Seperti setiap keadaan patologis lain,
diagnosis dini menambah kemungkinan keberhasilan penatalaksaan syok
yang sering terjadi sangat mendadak dan menam-pilkan sedikit tanda
peringatan.Sangat sering kepucatan dan dingin jelas sebelum
sirkulasi memperlihatkan tanda kegagalan. Sedikit penurunan tekanan
sistolik dan penambahan beberapa denyut per menit dalam kecepatan
nadi harus dipandang dengan kecurigaan bila syok cenderung terjadi,
dengan nadi dan tekanan darah diobservasi setiap lima menit setelah
itu. Syok karena endotoksin sering ditandai oleh hipotensi hebat,
demam, dan kekakuan (rigor). Kulit bisa hangat dan kering pada
permulaan, baru kemudian menjadi abu-abu kebiruan. Kegagalan ginjal
dapat menyusul. Dengan kelebihan dosis obat, tonus vaskular hilang
dan darah cenderung "mengumpul" (pool), hipotermia biasa, dan
ventilasi sering tertekan hebat.Bila syok disebabkan oleh
kehilangan darah atau cairan, seperti biasa pada meja operasi,
tanda-tandanya adalah penurunan tekanan darah, kenaikan frekuensi
nadi, pucat, berkeringat dan kulit dingin.5,6
2.2.8. Penatalaksanaan Syok Penanggulangan syok dimulai dengan
tindakan umum yang bertujuan untuk memperbaiki perfusi jaringan;
memperbaiki oksigenasi tubuh; dan mempertahankan suhu tubuh.
Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus
segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal.
Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi
ABC. Jalan nafas (A = air way) harus bebas kalau perlu dengan
pemasangan pipa endotrakeal. Pernafasan (B = breathing) harus
terjamin, kalau perlu dengan memberikan ventilasi buatan dan
pemberian oksigen 100%. Defisit volume peredaran darah (C =
circulation) pada syok hipovolemik sejati atau hipovolemia relatif
(syok septik, syok neurogenik, dan syok anafilaktik) harus diatasi
dengan pemberian cairan intravena dan bila perlu pemberian
obat-obatan inotropik untuk mempertahankan fungsi jantung atau obat
vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi perifer. Manajemen
cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat berakibat
fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka input cairan
harus sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan itu termasuk
air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk kesempurnaan
keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan
angka mortalitas.Larutan parenteral pada syok hipovolemik
diklasifikasi berupa cairan kristaloid, koloid, dan darah. Cairan
kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Resusitasi
cairan yang adekuat dapat menormalisasikan tekanan darah pada
pasien kombustio 18-24 jam sesudah cedera luka bakar. Perdarahan
yang banyak (syok hemoragik) akan menyebabkan gangguan pada fungsi
kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena perdarahan merupakan akibat
lanjut. Pada keadaan demikian, memperbaiki keadaan umum dengan
mengatasi syok yang terjadi dapat dilakukan dengan pemberian cairan
elektrolit, plasma, atau darah. Untuk perbaikan sirkulasi, langkah
utamanya adalah mengupayakan aliran vena yang memadai. Mulailah
dengan memberikan infus Saline atau Ringer Laktat isotonis.
Sebelumnya, ambil darah 20 ml untuk pemeriksaan laboratorium rutin,
golongan darah, dan bila perlu Cross test. Jika hemoglobin rendah
maka cairan pengganti yang terbaik adalah tranfusi darah. Terapi
awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2
liter larutan isotonis Ringer Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak
selalu merupakan cairan terbaik untuk resusitasi. Keuntungan cairan
kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak
menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan
cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan edema
seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah. Larutan
NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik
dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik.
Larutan RL adalah larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan
ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar
kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis
metabolik, kombustio, dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan
Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara untuk mengganti
kehilangan cairan insensibel. Ringer asetat memiliki profil serupa
dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme laktat terutama adalah
hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme
pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat
terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi
patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat
seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam
larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena
dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat. Secara sederhana, tujuan
dari terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk mengganti
kehilangan cairan akut dan rumatan mengganti kebutuhan harian.
Penanganan di UGD terdapat tiga objektif yang ingin dicapai di UGD
pada pasien syok hipovolemik seperti berikut: (1) memaksimalkan
pemberian oksigen-lengkap dengan memastikan pemberian ventilasi
yang adekuat, meningkatkan saturasi oksigen ke dalam darah dan
mengembalikan aliran darah, (2) mengontrol perdarahan lanjut, dan
(3) pemberian resusitasi cairan. Selain itu, desposisi pasien
haruslah ditentukan secara cepat dan tepat.Pemantauan dilakukan
terus menerus terhadap pernapasan, denyut nadi, tekanan darah, suhu
badan dan kesadaran. Ketika syok hipovolemik diketahui maka
tindakan yang harus dilakukan adalah menempatkan pasien dalam
posisi kaki lebih tinggi, menjaga jalur pernafasan dan diberikan
resusitasi cairan dengan cepat lewat akses intravena atau cara lain
yang memungkinkan seperti pemasangan kateter CVP (central venous
pressure) atau jalur intraarterial. Cairan yang diberikan adalah
garam isotonus yang ditetes dengan cepat (hati-hati terhadap
asidosis hiperkloremia) atau dengan cairan garam seimbang seperti
Ringers laktat (RL) dengan jarum infus yang terbesar. Tak ada bukti
medis tentang kelebihan pemberian cairan koloid pada syok
hipovolemik. Pemberian 2-4 L dalam 20-30 menit diharapkan dapat
mengembalikan keadaan hemodinamik. Guna mengetahui cairan sudah
memenuhi kebutuhan untuk meningkatkan tekanan pengisian ventrikel
dapat dilakukan pemeriksaan tekanan baji paru dengan menggunakan
kateter Swan-Ganz. Bila hemodinamik tetap tak stabil, berarti
perdarahan atau kehilangan cairan belum teratasi. Kehilangan darah
yang berlanjut dengan kadar hemoglobin 10 g/dL perlu penggantian
darah dengan transfusi. Jenis darah transfusi tergantung kebutuhan.
Disarankan agar darah yang digunakan telah menjalani tes
cross-match (uji silang), bila sangat darurat maka dapat digunakan
Packed red cells tipe darah yang sesuai atau O-negatif. Pada
keadaaan yang berat atau hipovolemia yang berkepanjangan, dukungan
inotropik dengan dopamin, vasopressin atau dobutamin dapat
dipertimbangkan untuk mendapatkan kekuatan ventrikel yang cukup
setelah volume darah dicukupi dahulu. Pemberian norepinefrin infus
tidak banyak memberikan manfaat pada hipovolemik. Pemberian
nalokson bolus 30 mcg/kg dalam 3 -5 menit dilanjutkan 60 mcg/kg
dalam 1 jam dalam dekstros 5% dapat membantu meningkatkan
MAP.Selain resusitasi cairan, saluran pernapasan harus dijaga.
Kebutuhan oksigen pasien harus terpenuhi dan bila dibutuhkan
intubasi dapat dikerjakan. Kerusakan organ akhir jarang terjadi
dibandingkan dengan syok septik atau traumatik. Kerusakan organ
dapat terjadi pada susunan saraf pusat, hati dan ginjal dan ingat
gagal ginjal merupakan komplikasi yang penting pada syok ini. 1.
Pemantauan Parameter di bawah ini harus dipantau selama stabilisasi
dan pengobatan : denyut jantung, frekuensi pernapasan, tekanan
darah, tekanan vena sentral (CVP) dan pengeluaran urin. Pengeluaran
urin yang kurang dari 30 ml/jam (atau 0.5 ml/kg/jam) menunjukkan
perfusi ginjal yang tidak adekuat.2. Penatalaksanaan pernapasan
Pasien harus diberikan aliran oksigen yang tinggi melalui masker
atau kanula. Jalan napas yang bersih dipertahankan dengan posisi
kepala dan mandibula yang tepat dan aliran pengisapan darah dan
sekret yang sempurna. Penentuan gas darah arterial harus dilakukan
untuk mengamati ventilasi dan oksigenasi. Jika ditemukan kelainan
secara klinis atau laboratorium analisis gas darah, pasien harus
diintubasi dan diventilasi dengan ventilator yang volumenya
terukur. Volume tidal harus diatur sebesar 12 15 ml/kg, frekuensi
pernapasan sebesar 12 16 kali/menit. Oksigen harus diberikan untuk
mempertahankan PO2 sekitar 100 mmHg. Jika pasien melawan terhadap
ventilator, maka obat sedatif atau pelumpuh otot harus diberikan.
Jika cara pemberian ini gagal untuk menghasilkan oksigenase yang
adekuat, atau jika fungsi paru paru menurun harus ditambahkan 3 10
cm tekanan ekspirasi akhir positif. 3. Pemberian cairan Penggantian
cairan harus dimulai dengan memasukkan larutan Ringer laktat atau
larutan garam fisiologis secara cepat. Kecepatan pemberian dan
jumlah aliran intravena yang diperlukan bervariasi tergantung
beratnya syok. Umumnya paling sedikit 1 2 liter larutan Ringer
laktat harus diberikan dalam 45-60 menit pertama atau bisa lebih
cepat lagi apabila dibutuhkan. Jika hipotensi dapat diperbaiki dan
tekanan darah tetap stabil, ini merupakan indikasi bahwa kehilangan
darah sudah minimal. Jika hipotensi tetap berlangsung, harus
dilakukan transfusi darah pada pasien pasien ini secepat mungkin,
dan kecepatan serta jumlah yang diberikan disesuaikan dengan
respons dari parameter yang dipantau. 1) Darah yang belum dilakukan
reaksi silang atau yang bergolongan O-negatif dapat diberikan
terlebih dahulu, apabila syok menetap dan tidak ada cukup waktu
(kurang lebih 45 menit) untuk menunggu hasil reaksi silang selesai
dikerjakan. 2) Segera setelah hasil reaksi silang diperoleh, jenis
golongan darah yang sesuai harus diberikan. 3) Koagulopati
dilusional dapat timbul pada pasien yang mendapat transfusi darah
yang masif. Darah yang disimpan tidak mengandung trombosit hidup
dan faktor pembekuan V dan VI. Satu unit plasma segar beku harus
diberikan untuk setiap 5 unit whole blood yang diberikan. Hitung
jumlah trombosit dan status koagulasi harus dipantau terus-menerus
pada pasien yang mendapat transfusi masif. 4) Hipotermia juga
merupakan konsekuensi dari transfusi masif. Darah yang akan
diberikan harus dihangatkan dengan koil penghangat dan suhu tubuh
pasien dipantau. 4. VasopresorPemakaian vasopresor pada penanganan
syok hipovolemik akhir akhir ini kurang disukai. Alsannya adalah
bahwa hal ini akan lebih mengurangi perfusi jaringan. Pada
kebanyakan kasus, vasopresor tidak boleh digunakan; tetapi
vasopresor mungkin bermanfaat pada beberapa keadaan. Vasopresor
dapat diberikan sebagai tindakan sementara untuk meningkatkan
tekanan darah sampai didapatkannya cairan pengganti yang adekuat.
Hal ini terutama bermanfaat bagi pasien yang lebih tua dengan
penyakit koroner atau penyakit pembuluh darah otak yang berat. Zat
yang digunakan adalah norepinefrin 4-8 mg yang dilarutkan dalam 500
ml dektrosa 5% dalam air (D5W), yang bersifat vasokonstriktor
predominan dengan efek yang minimal pada jantung. Dosis harus
disesuaikan dengan tekanan darah. 6
2.2.9.Pencegahan Syok Mencegah syok lebih mudah daripada mencoba
untuk mengobatinya setelah terjadi. Pencegahan yang dapat dilakukan
adalah cepat dalam mendiagnosis dan bertindak dapat mengurangi
risiko syok berat dan pertolongan pertama dapat membantu kontrol
syok.1. Pemberian jumlah obat anestetik yang sedikit praktis
berlaku sama untuk teknik umum, lokal, dan spinal. 2. Pencegahan
kehilangan cairan yang banyak. Dalam hubungan ini teknik sirkuit
tertutup dapat mempunyai keuntungan lebih dari metode pemberian
terbuka, tetapi tidak cukup untuk memberikan prasangka terhadap
pilihan teknik anestesia anda. 3. Hati-hati untuk tidak terlalu
memanaskan pasien, dan ingat bahwa atropin atau hiosin praoperasi
akan mengurangi kehilangan panas dari kulit dengan menghilangkan
keringat. Jangan menutupi pasien dengan verlak karet, dan jangan
memakaikan terlalu banyak selimut. Jika pasien terasa panas pada
sentuhan jangan ragu-ragu melepaskan sebagian dari penutup
badannya. Suhu dalam kamar operasi harus berada antara 20-22oC, dan
kelembapan sekitar 60%. 4. Di mana jelas bahwa manipulasi ahli
bedah mengacaukan pasien, jangan ragu meminta pasien diberikan
istirahat sebentar. Istirahat beberapa menit tanpa gangguan sering
memberi kesempatan untuk pulihnya sirkulasi, dan dengan demikian
mencegah timbul syok. 5. Penggantian darah atau cairan sebagaimana
perlu.9
2.2.10.Komplikasi Akhirnya, jika syok terus berlanjut, kerusakan
organ akhir terjadi yang mencetuskan sindroma distres respirasi
dewasa, gagal ginjal akut, koagulasi intravaskuler diseminata, dan
gagal multiorgan yang menyebabkan kematian.Hipovolemia dianggap
menimbulkan cedera vaskular alveolus akibat anoksia sel. DIC
terjadi akibat penggunaan PRC tanpa plasma dalam resusitasi selama
syok perdarahan hipovolemik akibat koagulopati dilusional. -
Kerusakan ginjal - Kerusakan otak - Gangren dari lengan atau kaki,
kadang-kadang mengarah ke amputasi - Serangan jantung
2.2.11. Prognosis Syok Hipovolemik selalu merupakan darurat
medis. Namun, gejala-gejala dan hasil dapat bervariasi tergantung
pada: - Jumlah volume darah yang hilang - Tingkat kehilangan darah
- Cedera yang menyebabkan kehilangan - Mendasari pengobatan kondisi
kronis, seperti diabetes dan jantung, paru-paru, dan penyakit
ginjal Secara umum, pasien dengan derajat syok yang lebih ringan
cenderung lebih baik dibandingkan dengan syok yang lebih berat.
Dalam kasus-kasus syok hipovolemik berat, dapat menyebabkan
kematian sehingga memerlukan perhatian medis segera. Orang tua yang
mengalami syok lebih cenderung memiliki hasil yang buruk.8
BAB IIILAPORAN KASUS IGD
I. Identitas pasienNama:Tn. RUmur:20 tahunJenis
kelamin:Laki-lakiPekerjaan:WiraswastaAlamat:Lubuk
PinangAgama:IslamStatus : Belum Menikah
II. AnamnesisAlloanamnesis dan Autoanamnesis tanggal 20 April
2015.
Keluhan Utama :Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas 1 jam
SMRS.Primary survey:Airway : Clear.Pasang collar brace untuk
proteksi servikalGargling (-), Snooring (-), Stridor (-).
Breathing: Bernafas spontanPergerakan dada (+) simetris (+),
ketinggalan bernafas (-), penggunaa otot bantu pernafasan (-), RR :
28 x/i.Circulation : Pasang 2 iv line pada tangan kiri dan
kananBolus NaCl 2000 ml dan pantau urin output dengan memasang
catheter urin.Hentikan perdarahan pada tangan kanan dan paha kanan
dengan balut tekan.HR = 120 x/I ; BP = 70/palpasiDisability :
AlertReflek cahaya (+/+), pupil isokor (3/ 3 mm)Eksposure :
Ditemukan hematom pada regio femur dextra et sinistra; open
fracture ad regio femur dextra anterior; perdarahan aktif (+);
krepitasi (+) ad regio femur dextra sinistra; hematom pada regio
manus dextra; hematom pada deltoid dextraSecondary Survey: periksa
kembali pasien head to toe.Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :1 Jam
Sebelum Masuk Rumah Sakit pasien mengalami kecelakaan lalu lintas,
tidak ada sakit kepala, tidak ada mual dan muntah, tidak pingsan
setelah kecelakaan dan pasien mengingat kejadian saat kecelakaan.
Pasien merasakan sakit pada kedua paha, kedua paha tidak dapat di
gerakkan, pasien juga merasakan sakit pada tangan kanan, jari manis
dan jari kelingking tidak dapat di gerakkan dan pasien juga
mengeluh sakit pada bahu kanan, bahu kanan tidak dapat di
gerakkan.
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :Pasien menyatakan belum pernah
mengalami gejala yang sama sebelumnya. Riwayat Penyakit Keluarga
(RPK) :Pasien menyangkal adanya riwayat DM, hipertensi, asma, dan
penyakit jantung di keluarga. III. Pemeriksaan fisikKeadan umum:
tampak sakit beratKesadaran : Compos mentis- SomnolenVital sign
:Tekanan Darah : 70/palpasiNadi : 120x/menitPernafasan :
28x/menitSuhu : 36,2 CStatus general :Bentuk: normochepalRambut:
hitam, bergelombang, tidak mudah dicabutMata: konjungtiva anemis
(+/+), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek cahaya (+/+),
penglihatan baik.Hidung: simetris, tidak ada secret, tidak ada
deviasi, pernapasan cuping hidung (-)Mulut: mukosa bibir kering,
bibir tidak sianosis, gusi tidak ada pendarahan, lidah tidak kotor,
faring tidak hiperemisTelinga: simetris, liang lapangLeher : dalam
batas normal
ThoraksCor:Inspeksi: Iktus kordis tidak terlihatPalpasi: Iktus
kordis tidak terabaPerkusi: Batas kanan jantung pada sela iga IV
linea parasternalis dekstra. Batas kiri jantung pada sela iga V
linea midklavikularis sinistra. Batas atas jantung pada sela iga II
linea parasternalis sinistra.Auskultasi: Bunyi jantung I-II reguler
murni, gallop (-), murmur (-)
Pulmo:Inspeksi : simetris, jejas (-)Palpasi : fremitus kanan dan
kiri sama, nyeri tekan (-), krepitasi (-), massa (-)Perkusi : sonor
di kedua lapang paru depan dan belakangAuskultasi: suara nafas
vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen:Inspeksi : datar, benjolan (-)Auskultasi : bising usus
(+) normalPerkusi : timpaniPalpasi : supel, nyeri tekan (-), nyeri
lepas (-), defans muskuler (-), massa (-), hepar, lien dan renal
tidak teraba.Ekstremitas: Akral hangat, edema , tremor , Hematom
pada regio femur dextra et sinistra, vulnus laceratum pada regio
femur dextra anterior, krepitasi (+) pada regio femur dextra et
sinistra, range of movement terbatas, hematom pada regio manus
dextra, hematom pada deltoid dextra
IV. Status LokalisRegio: Femur Dextra, Femur Sinistra, Manus
Dextra, Deltoid DextraInspeksi: Tampak hematom pada regio femur
dextra et sinistra, luka terbuka pada regio femur dextra anterior,
hematom pada regio manus dextra dan hematom pada deltoid dextra.
Darah (+). ROM terbatasPalpasi: Krepitasi (+) pada femur dextra et
femur sinistra et manus dextra et deltoid dextra. Nyeri tekan
(+).
V. Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan darah lengkap Pemeriksaan
EKG Pemeriksaan Foto thoraks, foto manus dextra, foto femoralis
dextra dan sinistra.
VI. Hasil Pemeriksaan Penunjang Hematologi Hb: 9,6 mg% Ht: 39 %
Leukosit: 9.200/mm3 Trombosit: 280.000 /L Eritrosit: 4,2 jt/mm3
GDS: 100 mg/dL Masa pembekuan : 0,409 Masa perdarahan : 0200
VII. Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan Foto thoraks, foto manus dextra, foto femoralis dextra
dan sinistra.VIII. Diagnosa kerjaSyok Hipovolemia + Multiple
Fracture (Open Fracture ar Femur Dextra + Close Fracture ar Femur
Sinistra Complete + Close Fracture ar Manus Dextra + Close Fracture
ar 1/3 Proximal Deltoid Dextra)
IX. Diagnosa Banding
X. PenatalaksanaanMedikamentosa: IVFD 2 Jalur Nacl 0,9% guyur 4
kolf selanjutnya 30 tetes/menit makro Cefotaxim 2x1 gram (i.v) Asam
traneksamat 3x1 amp (i.v) Vit C 3x1 amp (i.v) Ketorolac 3x1 amp
(i.v) Ranitidin 2x1 amp (i.v)
Non-Medikamentosa : Oksigen via nasal canul 2-4 liter/menit
Pasang kateter urine Pasang Spalk pada femur dextra et sinistra
Pasang Spalk pada manus dextra Fo Rontgen Femur Dextra et Sinistra
AP Fo Rontgen Manus Dextra Fo Rontgen Deltoid Dextra Cek
Laboratorium cyto Konsul dokter Spesialis Penyakit dalam dan dokter
Spesialis Bedah Rujuk ke dokter Orthopaedi dan Traumatologi
XI. PrognosisAd vitam: dubia ad malamAd sanationam: dubia ad
malamAd fungsionam: dubia ad malam
DAFTAR PUSTAKA
1. Staff Pengajar FKUI. 1994. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah,
Jakarta.2. Editor R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu
Bedah, 1997, EGC, 3. Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta
Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.4. Sudoyo,
W Aru,dkk. Syok Hipovolemik. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV
Jilid 1. Pusat Penerbitan FKUI. Jakarta. 2006. Hal: 183-184.5.
Guyton, C Arthur, Hall, E John. Syok Sirkulasi dan Fisiologi
Pengobatannya. Dalam ; Fisiologi Kedokteran, textbook of medical
physiology. Edisi 11. EGC. Jakarta, 2006. Hal 359-371.6. Price, A
Sylvia, Wilson M Lorraine. Gangguan Volume, Osmolalitas, dan
Elektrolit Cairan. Dalam : Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Edisi Vol.1. EGC. Jakarta. 2006. Hal
328-3737. Apley. A. Graham.1995. Orthopedi dan Fraktur Sistem
Apley. Edisi 1. Jakarta: EGC.8. Zimmerman J L, Taylor R W,
Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and Management of Shock, dalam
buku : Fundamental Critical Support. Society of Critical Care
Medicine, 1997.9. Kolecki P. Hypovolemic Shock.http:
//emedicine.medscape.com/article/760145, 15 Mei 2015.
34