LAPORAN KASUS
LAPORAN KASUSCharlene Janice / 1305003337
1. IDENTITASNama : Ny. SUmur: 62 tahunJenis kelamin: PerempuanNo
rekam medis: 17***Agama: IslamAlamat: BakungStatus Pernikahan:
MenikahPekerjaan: Ibu rumah tanggaPuskesmas: BalarajaBerat badan:
55 kgTinggi badan:157 centimeter
2. ANAMNESISDilakukan secara autoanamnesis, pada hari Selasa di
Puskesmas Balaraja
a. Keluhan UtamaPasien ingin kontrol tekanan darah.
b. Keluhan TambahanPasien merasa kebas di kedua kaki di bagian
betis sampai telapak kaki bagian dalam.
c. Riwayat Penyakit SekarangPasien datang ingin mengontrol
tekanan darah, selain itu pasien juga mengeluhkan kebas di kedua
kaki bagian betis sampai ke bagian dalam telapak kaki sejak 6 bulan
yang lalu dan muncul terlebih dahulu sebelum rasa yang sama di
jari-jari tangan yang baru muncul 3 minggu yang lalu. Pasien
mengaku telah berusaha untuk mengurangi kebas yang dirasakan dengan
cara mengompres dengan air hangat dan memijat bagian yang kebas
dengan minyak. Tidak ada faktor spesifik yang memperburuk kebas
pasien. Pada 3 minggu yang lalu, pasien pertama kali melakukan
pengecekan kolesterol yang menunjukkan nilai 315 mg/dl serta
tekanan darah 150/90 mmHg.
Pasien juga mengeluhkan sakit di seluruh kepala seperti diikat
sejak 1 bulan yang lalu dan tidak menyebar. Nyeri bertambah berat
saat beraktivitas atau sedang dalam keadaan emosional, menghilang
saat tidak sedang melakukan apa-apa, terutama saat tidur. Saat
sakit kepala kambuh, ia minum panadol untuk meredakan sakit
kepalanya dan memberikan efek. Tidak ada trauma kepala. Dari sakala
0-10, sakitnya ada di angka 5.
Pasien mengalami dislipidemia. Tidak ada penurunan penglihatan.
Tidak ada kesusahan dari jari-jari pasien dalam membuka kancing,
mengangkat gelas, maupun aktivitas lain. Tidak ada muntah dan mual.
Ia menyanggah adanya kesulitan tidur di malam hari dikarenakan
keinginan buang air kecil dengan frekuensi yang sering, buang air
besar dan kecil pasien juga lancar. Tidak ada penurunan berat badan
drastis. Tidak ada bengkak di kaki. Pasien sedang dalam pengobatan
captopril 25 mg/hari dan statin 5 mg/hari.
d. Riwayat Penyakit DahuluPasien tidak memiliki riwayat penyakit
diabetes melitus, operasi, trauma kepala, sakit jantung, stroke,
ginjal.
e. Riwayat Penyakit Keluarga Anak pasien memiliki tekanan darah
tinggi, ayah pasien meninggal karena stroke, ayah pasien memiliki
riwayat penyakit jantung, keluarga pasien tidak memiliki riwayat
penyakit dibetes melitus dan sakit ginjal.
f. Riwayat AlergiPasien tidak memiliki riwayat alergi.
g. Informasi LainnyaPasien sudah menopause, memiliki kebiasaan
meminum kopi hitam sebanyak 1 gelas setiap pagi, tidak merokok dan
minum beralkohol, pasien tidak suka berolahraga.
3. Reaksi PasienFeelings: Pasien terkadang merasa sakit
kepalaInsight: Pasien menduga bahwa tekanan darahnya
meningkatFunctions: Aktivitas pasien sedikit tergangguExpectations:
Ingin pemeriksaan kolesterol dan tekanan darahnya dalam batas nilai
normal.
a. PEMERIKSAAN FISIKb. Tanda vitalKesadaran: Compos
mentisTekanan darah: 150/90 mmHgHeart rate: 87 kali/menit,
simetris, isi penuh, dan kuat angkatRespiratory rate: 17
kali/menitSuhu tubuh: 36.5 oC
c. KulitNormal, berwarna sawo matang, tidak sianotik, tidak
ikterik, tidak edema, elastisitas dan turgor normal.
d. Kepala dan wajah-Rambut: tersebar merata, rambut terlihat
ubanan, kuat, tebal, tidak mudah rontok, sedikit kering-Kulit:
kulit normal, tidak ada lesi, tidak ada kemerahan/rash, tidak ada
scar, tidak ada massa, tidak ada deformitas, tidak sianotik, tidak
ikterik, tidak edema-Fungsi: Pergerakan normal tanpa adanya
keterbatasan range of motion
e. MataKonjungtiva tidak anemis, tidak ada ptosis, sclera tidak
ikterik, tidak ada scar, tidak ada rash, mata tidak cekung, pupil
bulat, isokor, diameter 3mm/3mm, refleks pupil langsung dan tidak
langsung normal untuk keduanya, jarak antar kedua mata simetris,
pergerakan mata normal, tidak ada keterbatasan lapang pandang, air
mata normal, mata tidak cekung.
f. HidungBentuk dan ukuran normal, tidak ada deviasi, septum
nasal normal dan berada di tengah, mukosa normal, tidak ada
perdarahan, tidak ada pus, tidak ada deformitas. Tidak ada nyeri
tekan pada sinus
g. TelingaBentuk dan ukuran normal, simetris, tidak ada pus,
tidak ada perdarahan, tidak ada perbesaran kelenjar getah bening
auricular, tidak ada deformitas, rongga telinga normal, terdapat
serumen, tidak ada nyeri tekan
h. Gigi dan mulut-Bibir simetris, merah, dan lembab.-Gigi utuh,
agak kuning, bukan gigi palsu.-Mukosa mulut normal, tidak ada
ulkus, tidak ada nodul.-Lidah normal, bersih, gerakan normal, tidak
ada deviasi, tidak atrofi.-Palatum normal, tidak ada celah
langit-langit.-Faring normal, tidak hiperemis, uvula intak di
tengah.-Tonsil normal, T1/T1
i. Leher-Leher normal, tidak ada perbesaran tiroid, trakea intak
di tengah, tidak ada deviasi.-Tidak ada perbesaran kelenjar getah
bening leher dan supraklavikular, tidak ada perbesaran kelenjar
parotis.
j. Thorax-JantungInspeksi: Ictus cordis tidak terlihatPalpasi:
Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistraPerkusi:
Batas jantung normal-->batas atas di ICS III linea sternalis
dextra, batas kiri di ICS V linea midclavicula sinistra, dan batas
kanan di IVS IV linea sternalis dextraAuskultasi: S1 S2 regular,
tidak ada murmur, tidak ada gallop-Paru-paruInspeksi: Gerakan nafas
simetris tanpa adanya bagian tertinggal, tidak terlihat Barrel
chest, tidak Pectus excavatum, tidak Pectus carinatum, tidak ada
massa, tidak ada lesi, tidak ada rash, tidak ada scar, tidak
terdapat retraksi interkostal, tidak ada retraksi supraklavikular,
pernapasan abdominothoracalis, tidak ada penggunaan otot pernapasan
abdomen.Palpasi: Tactile vocal fremitus normal, simetris di kedua
lapang paru.Perkusi: Suara sonor di semua lapang paru, batas paru
hati normal, peranjakan di ICS V.Auskultasi: Bunyi napas normal,
tidak ada wheezing, tidak ada ronchi.k. AbdomenInspeksi: Abdomen
normal, cembung, tidak ada distensi, tidak ada lesi, tidak ada
striae, tidak ada massa, tidak ada caput medusae, tidak ada spider
navie.Auskultasi: Bising usus normal, tidak ada bruit aorta
abdominalis, tidak ada bruit arteri renalis.Perkusi: Timpani di
seluruh abdomen, CVA negatif.Palpasi: Tidak ada distensi, tidak ada
massa, nyeri tekan di bagian epigastric, ballotement normal, tidak
ada hepatomegali, tidak splenomegali.a. EkstremitasAkral hangat,
simetris, tidak ada tremor, tidak pucat, tidak sianotik, tidak
ikterik, tidak ada petechiae, tidak ada deformitas, tidak ada
edema, CRT di bawah 2 detik, fungsi sensoris dan motoris normal,
kuku normal.
b. PEMERIKSAAN LABORATORIUMPemeriksaan kolesterol (LDL, VLDL,
HDL, LpA) - dilampirkan
1. RESUME2. Pasien datang ingin mengontrol tekanan darah, selain
itu pasien juga mengeluhkan kebas di kedua kaki bagian betis sampai
ke bagian dalam telapak kaki sejak 6 bulan yang lalu dan muncul
terlebih dahulu sebelum rasa yang sama di jari-jari tangan yang
baru muncul 3 minggu yang lalu. Pasien mengaku telah berusaha untuk
mengurangi kebas yang dirasakan dengan cara mengompres dengan air
hangat dan memijat bagian yang kebas dengan minyak. Tidak ada
faktor spesifik yang memperburuk kebas pasien. Pada 2 bulan yang
lalu, pasien pertama kali melakukan pengecekan kolesterol yang
menunjukkan nilai 315 mg/dl serta tekanan darah 150/90 mmHg. 3.
Pasien juga mengeluhkan sakit di seluruh kepala seperti diikat
sejak 1 bulan yang lalu dan tidak menyebar. Nyeri bertambah berat
saat beraktivitas atau sedang dalam keadaan emosional, menghilang
saat tidak sedang melakukan apa-apa, terutama saat tidur. Saat
sakit kepala kambuh, ia minum panadol untuk meredakan sakit
kepalanya dan memberikan efek. Tidak ada trauma kepala. Dari sakala
0-10, sakitnya ada di angka 5.4. Pasien mengalami dislipidemia.
Tidak ada penurunan penglihatan. Tidak ada kesusahan dari jari-jari
pasien dalam membuka kancing, mengangkat gelas, maupun aktivitas
lain. Tidak ada muntah dan mual. Ia menyanggah adanya kesulitan
tidur di malam hari dikarenakan keinginan buang air kecil dengan
frekuensi yang sering, buang air besar dan kecil pasien juga
lancar. Tidak ada penurunan berat badan drastis. Tidak ada bengkak
di kaki. Pasien sedang dalam pengobatan captopril 25 mg/hari dan
statin 5 mg/hari.5. Dari hasil pemeriksaan fisik, selain tekanan
darah yang tinggi (150/90), sisanya didapat hasil yang normal.
6. DIAGNOSISDiagnosis : Hipertensi essentialDiagnosis Banding :
Hipertensi sekunder
7. PENATALAKSANAANNon pharmacologic therapy:Modifikasi gaya
hidup yaitu dengan cara mengurangi konsumsi garam, maksimal
sebanyak 6 gram sehari disertai penambahan konsumsi natrium sampai
2500 mg per hari. Kebiasaan-kebiasaan seperti merokok, meminum
kopi, minum minuman beralkohol juga harus dikurangi. Selain itu
pasien dianjurkan untuk berolahraga dan mengurangi berat badan
yaitu misalnya jalan pagi atau jogging selama kurang lebih tiga
puluh menit setiap 3 kali seminggu. Diet pasien pun dijaga dengan
mengurangi makanan-makanan berlemak, contohnya goreng-gorengan,
minyak, dan sebagainya. Sementara itu tingkatkan konsumsi
sayur-sayuran dan ikan untuk mencegah peningkatan tekanan darah
lebih lanjut.
Pharmacologic therapy:Pasien diberikan obat kaptopril 25 mg 1
kali sehari satu jam sebelum makan.Pasien juga diberikan statin 5
mg per hari diminum setiap sore.
8. REVIEW HIPERTENSI1. EtiologiBerdasarkan penyebabnya
hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: hipertensi esensial
atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau hipertensi
renal.1) Hipertensi esensial Hipertensi esensial atau hipertensi
primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi
idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang
mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas sistem
saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na,
peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang
meningkatkan risiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta
polisitemia. Hipertensi primer biasanya timbul pada umur 30 50
tahun (Schrier, 2000). 2) Hipertensi sekunderHipertensi sekunder
atau hipertensi renal terdapat sekitar 5 % kasus. Penyebab spesifik
diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi
vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing,
feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan
dengan kehamilan, dan lain lain (Schrier, 2000).
2. KlasifikasiKlasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7
Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah Sistolik (mmHg) Tekanan
Darah Diastolik (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prahipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 > 160 > 100
The Joint National Community on Preventation, Detection
evaluation and treatment of High Blood Preassure dari Amerika
Serikat dan badan dunia WHO dengan International Society of
Hipertention membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan
darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau lebih atau
tekanan diastoliknya 90 mmHg atau lebih atau sedang memakai obat
anti hipertensi. Pada anak-anak, definisi hipertensi yaitu apabila
tekanan darah lebih dari 95 persentil dilihat dari umur, jenis
kelamin, dan tinggi badan yang diukur sekurang-kurangnya tiga kali
pada pengukuran yang terpisah (Bakri, 2008).
3. DiagnosisPeninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan
satu-satunya gejala pada hipertensi esensial dan tergantung dari
tinggi rendahnya tekanan darah, gejala yang timbul dapat
berbeda-beda. Kadang-kadang hipertensi esensial berjalan tanpa
gejala, dan baru timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada
organ target seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung (Julius,
2008). Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita
hipertensi mungkin tidak menunjukkan gejala selama bertahun tahun.
Masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi
kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat gejala biasanya
bersifat tidak spesifik, misalnya sakit kepala atau pusing. Gejala
lain yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah marah, telinga
berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, dan mata
berkunang-kunang. Apabila hipertensi tidak diketahui dan tidak
dirawat dapat mengakibatkan kematian karena payah jantung, infark
miokardium, stroke atau gagal ginjal. Namun deteksi dini dan
parawatan hipertensi dapat menurunkan jumlah morbiditas dan
mortalitas (Julius, 2008).
4. Patofiologi HipertensiKaplan menggambarkan beberapa faktor
yang berperan dalam pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi
rumus dasar:Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer.
(Yogiantoro, 2006). Mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan
peningkatan hipertensi esensial antara lain : 1) Curah jantung dan
tahanan periferKeseimbangan curah jantung dan tahanan perifer
sangat berpengaruh terhadap kenormalan tekanan darah. Pada sebagian
besar kasus hipertensi esensial curah jantung biasanya normal
tetapi tahanan perifernya meningkat. Tekanan darah ditentukan oleh
konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil.
Peningkatan konsentrasi sel otot halus akan berpengaruh pada
peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan
konsentrasi otot halus ini semakin lama akan mengakibatkan
penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin dimediasi oleh
angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang
irreversible (Gray, et al. 2005). 2) Sistem Renin-AngiotensinGinjal
mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan
ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan
sistem endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan darah.
Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai
respon glomerulus underperfusion atau penurunan asupan garam,
ataupun respon dari sistem saraf simpatetik (Gray, et al. 2005).
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya
angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting
enzyme (ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam
mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang
diproduksi hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal)
akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif).
Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II
berpotensi besar meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai
vasoconstrictor melalui dua jalur, yaitu: 1. Meningkatkan sekresi
hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di
hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk
mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH,
sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis)
sehingga urin menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan
cara menarik cairan dari bagian instraseluler. Akibatnya volume
darah meningkat sehingga meningkatkan tekanan darah. 2.
Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk
mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi
ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus
ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan
cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya
akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Gray, et al. 2005). 3)
Sistem Saraf OtonomSirkulasi sistem saraf simpatetik dapat
menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi arteriol. Sistem saraf
otonom ini mempunyai peran yang penting dalam pempertahankan
tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena interaksi antara
sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama sama
dengan faktor lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa
hormon (Gray, et al. 2005). 4) Disfungsi EndoteliumPembuluh darah
sel endotel mempunyai peran yang penting dalam pengontrolan
pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif lokal
yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi
endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer. Secara
klinis pengobatan dengan antihipertensi menunjukkan perbaikan
gangguan produksi dari oksida nitrit (Gray, et al. 2005). 5)
Substansi vasoaktifBanyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi
transpor natrium dalam mempertahankan tekanan darah dalam keadaan
normal. Bradikinin merupakan vasodilator yang potensial, begitu
juga endothelin. Endothelin dapat meningkatkan sensitifitas garam
pada tekanan darah serta mengaktifkan sistem renin-angiotensin
lokal. Arterial natriuretic peptide merupakan hormon yang
diproduksi di atrium jantung dalam merespon peningkatan volum
darah. Hal ini dapat meningkatkan ekskresi garam dan air dari
ginjal yang akhirnya dapat meningkatkan retensi cairan dan
hipertensi (Gray, et al. 2005). 6) HiperkoagulasiPasien dengan
hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari dinding pembuluh
darah (disfungsi endotelium atau kerusakan sel endotelium),
ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet, dan fibrinolisis.
Diduga hipertensi dapat menyebabkan protombotik dan hiperkoagulasi
yang semakin lama akan semakin parah dan merusak organ target.
Beberapa keadaan dapat dicegah dengan pemberian obat
anti-hipertensi (Gray, et al. 2005). 7) Disfungsi
diastolikHipertropi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak
dapat beristirahat ketika terjadi tekanan diastolik. Hal ini untuk
memenuhi peningkatan kebutuhan input ventrikel, terutama pada saat
olahraga terjadi peningkatan tekanan atrium kiri melebihi normal,
dan penurunan tekanan ventrikel (Gray, et al. 2005).
5. Faktor Risiko HipertensiSampai saat ini penyebab hipertensi
secara pasti belum dapat diketahui dengan jelas. Secara umum,
faktor risiko terjadinya hipertensi yang teridentifikasi antara
lain :1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasia. Keturunan
Dari hasil penelitian diungkapkan bahwa jika seseorang mempunyai
orang tua atau salah satunya menderita hipertensi maka orang
tersebut mempunyai risiko lebih besar untuk terkena hipertensi
daripada orang yang kedua orang tuanya normal (tidak menderita
hipertensi). Adanya riwayat keluarga terhadap hipertensi dan
penyakit jantung secara signifikan akan meningkatkan risiko
terjadinya hipertensi pada perempuan dibawah 65 tahun dan laki laki
dibawah 55 tahun (Julius, 2008). b. Jenis kelamin Jenis kelamin
mempunyai pengaruh penting dalam regulasi tekanan darah. Sejumlah
fakta menyatakan hormon sex mempengaruhi sistem renin angiotensin.
Secara umum tekanan darah pada laki laki lebih tinggi daripada
perempuan. Pada perempuan risiko hipertensi akan meningkat setelah
masa menopause yang mununjukkan adanya pengaruh hormon (Julius,
2008). c. Umur Beberapa penelitian yang dilakukan, ternyata
terbukti bahwa semakin tinggi umur seseorang maka semakin tinggi
tekanan darahnya. Hal ini disebabkan elastisitas dinding pembuluh
darah semakin menurun dengan bertambahnya umur. Sebagian besar
hipertensi terjadi pada umur lebih dari 65 tahun. Sebelum umur 55
tahun tekanan darah pada laki laki lebih tinggi daripada perempuan.
Setelah umur 65 tekanan darah pada perempuan lebih tinggi daripada
laki-laki. Dengan demikian, risiko hipertensi bertambah dengan
semakin bertambahnya umur (Gray, et al. 2005) 2. Faktor risiko yang
dapat dimodifikasia. Merokok Merokok dapat meningkatkan beban kerja
jantung dan menaikkan tekanan darah. Menurut penelitian,
diungkapkan bahwa merokok dapat meningkatkan tekanan darah. Nikotin
yang terdapat dalam rokok sangat membahayakan kesehatan, karena
nikotin dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam pembuluh darah
dan dapat menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh darah.
Nikotin bersifat toksik terhadap jaringan saraf yang menyebabkan
peningkatan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik, denyut
jantung bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa,
pemakaian O2 bertambah, aliran darah pada koroner meningkat dan
vasokontriksi pada pembuluh darah perifer (Gray, et al. 2005). b.
Obesitas Kelebihan lemak tubuh, khususnya lemak abdominal erat
kaitannya dengan hipertensi. Tingginya peningkatan tekanan darah
tergantung pada besarnya penambahan berat badan. Peningkatan risiko
semakin bertambah parahnya hipertensi terjadi pada penambahan berat
badan tingkat sedang. Tetapi tidak semua obesitas dapat terkena
hipertensi. Tergantung pada masing masing individu. Peningkatan
tekanan darah di atas nilai optimal yaitu > 120 / 80 mmHg akan
meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler. Penurunan
berat badan efektif untuk menurunkan hipertensi, Penurunan berat
badan sekitar 5 kg dapat menurunkan tekanan darah secara signifikan
(Haffner, 1999). c. Stres Hubungan antara stres dengan hipertensi
diduga melalaui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan
darah secara intermiten. Apabila stres berlangsung lama dapat
mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap. Pada binatang
percobaan dibuktikan bahwa pajanan terhadap stres menyebabkan
binatang tersebut menjadi hipertensi (Pickering, 1999). d.
Aktifitas Fisik Orang dengan tekanan darah yang tinggi dan kurang
aktifitas, besar kemungkinan aktifitas fisik efektif menurunkan
tekanan darah. Aktifitas fisik membantu dengan mengontrol berat
badan. Aerobik yang cukup seperti 30 45 menit berjalan cepat setiap
hari membantu menurunkan tekanan darah secara langsung. Olahraga
secara teratur dapat menurunkan tekanan darah pada semua kelompok,
baik hipertensi maupun normotensi (Simons-Morton, 1999). e.
Asupan1) Asupan Natrium Natrium adalah kation utama dalam cairan
extraseluler konsentrasi serum normal adalah 136 sampai 145 mEg /
L, Natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan dalam kompartemen
tersebut dan keseimbangan asam basa tubuh serta berperan dalam
transfusi saraf dan kontraksi otot (Kaplan, 1999). Perpindahan air
diantara cairan ekstraseluler dan intraseluler ditentukan oleh
kekuatan osmotik. Osmosis adalah perpindahan air menembus membran
semipermiabel ke arah yang mempunyai konsentrasi partikel tak
berdifusinya lebih tinggi. Natrium klorida pada cairan
ekstraseluler dan kalium dengan zat zat organik pada cairan
intraseluler, adalah zat zat terlarut yang tidak dapat menembus dan
sangat berperan dalam menentukan konsentrasi air pada kedua sisi
membran (Kaplan, 1999). Hampir seluruh natrium yang dikonsumsi (3-7
gram sehari) diabsorpsi terutama di usus halus. Mekanisme
penngaturan keseimbangan volume pertama tama tergantung pada
perubahan volume sirkulasi efektif. Volume sirkulasi efektif adalah
bagian dari volume cairan ekstraseluler pada ruang vaskular yang
melakukan perfusi aktif pada jaringan. Pada orang sehat volume
cairan ekstraseluler umumnya berubah ubah sesuai dengan sirkulasi
efektifnya dan berbanding secara proporsional dengan natrium tubuh
total. Natrium diabsorpsi secara aktif setelah itu dibawa oleh
aliran darah ke ginjal, disini natrium disaring dan dikembalikan ke
aliran darah dalam jumlah yang cukup untuk mempertahankan taraf
natrium dalam darah. Kelebihan natrium yang jumlahnya mencapai
90-99 % dari yang dikonsumsi, dikeluarkan melalui urin. Pengeluaran
urin ini diatur oleh hormon aldosteron yng dikeluarkan kelenjar
adrenal bila kadar Na darah menurun. Aldosteron merangsang ginjal
untuk mengasorpsi Na kembali. Jumlah Na dalam urin tinggi bila
konsumsi tinggi dan rendah bila konsumsi rendah (Kaplan, 1999).
Garam dapat memperburuk hipertensi pada orang secara genetik
sensitif terhadap natrium, misalnya seperti: orang Afrika-Amerika,
lansia, dan orang hipertensi atau diabetes. Asosiasi jantung
Amerika menganjurkan setiap orang untuk membatasi asupan garam
tidak lebih dari 6 gram per hari. Pada populasi dengan asupan
natrium lebih dari 6 gram per hari, tekanan darahnya meningkat
lebih cepat dengan meningkatnya umur, serta kejadian hipertensi
lebih sering ditemukan (Kaplan, 1999). Hubungan antara retriksi
garam dan pencegahan hipertensi masih belum jelas. Namun
berdasarkan studi epidemiologi diketahui terjadi kenaikan tekanan
darah ketika asupan garam ditambah (Kaplan, 1999). 2) Asupan Kalium
Kalium merupakan ion utama dalam cairan intraseluler, cara kerja
kalium adalah kebalikan dari Na. konsumsi kalium yang banyak akan
meningkatkan konsentrasinya di dalam cairan intraseluler, sehingga
cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan menurunkan
tekanan darah (Appel, 1999). Sekresi kalium pada nefron ginjal
dikendalikan oleh aldosteron. Peningkatan sekresi aldosteron
menyebabkan reabsorbsi natrium dan air juga ekskresi kalium.
Sebaliknya penurunan sekresi aldosteron menyebabkan ekskresi
natrium dan air juga penyimpanan kalium. Rangsangan utama bagi
sekresi aldosteron adalah penurunan volume sirkulasi efektif atau
penurunan kalium serum. Ekskresi kalium juga dipengaruhi oleh
keadaan asam basa dan kecepatan aliran di tubulus distal (Appel,
1999). Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa asupan rendah
kalium akan mengakibatkan peningkatan tekanan darah dan renal
vascular remodeling yang mengindikasikan terjadinya resistansi
pembuluh darah pada ginjal. Pada populasi dengan asupan tinggi
kalium tekanan darah dan prevalensi hipertensi lebih rendah
dibanding dengan populasi yang mengkonsumsi rendah kalium (Appel,
1999). 3) Asupan Magnesium Magnesium merupakan inhibitor yang kuat
terhadap kontraksi vaskuler otot halus dan diduga berperan sebagai
vasodilator dalam regulasi tekanan darah. The Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of
High Blood Presure (JNC) melaporkan bahwa terdapat hubungan timbal
balik antara magnesium dan tekanan darah (Appel, 1999). Sebagian
besar penelitian klinis menyebutkan, suplementasi magnesium tidak
efektif untuk mengubah tekanan darah. Hal ini dimungkinkan karena
adanya efek pengganggu dari obat anti hipertensi. Meskipun
demikian, suplementasi magnesium direkomendasikan untuk mencegah
kejadian hipertensi (Appel, 1999).
6. KomplikasiHipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh,
naik secara langsung maupun secara tidak langsung. Kerusakan organ
target yang umum ditemui pada pasien hipertensi adalah:1. Penyakit
ginjal kronis2. Jantung a. Hipertrofi ventrikel kiri b. Angina atau
infark miokardium c. Gagal jantung 3. Otak a. Stroke b. Transient
Ischemic Attack (TIA) 4. Penyakit arteri perifer 5. Retinopati
(Yogiantoro, 2006). Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab
kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari
kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung,
antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor ATI angiotensin
II, stress oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric oxide
synthase, dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa
diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap garam berperan besar
dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan pembuluh
darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factor-
(TGF-) (Yogiantoro, 2006).
7. Penatalaksanaana. Penatalaksanaan Non
FarmakologiPenatalaksanaan non farmakologi untuk pasien hipertensi
antara lain adalah penurunan berat badan yaitu BMI dari 18,5 sampai
24,9. Selain itu meningkatkan aktivitas fisik dengan gerak badan
teratur, misalnya jalan 30 menit per hari. Untuk diet, makan kaya
buah, sayur, susu rendah lemak dan lemak total. Kurangi diet garam
menjadi tidak lebih dari 100 mEq/L (2,5g natrium atau 6 gram garam
dapur) sehari.b. Penatalaksanaan Farmakologi1. DiuretikMula-mula
obat ini mengurangi volum ekstraseluler dan curah jantung. Efek
hipotensi dipertahankan selama terapi jangka panjang melalui
berkurangnya tahanan vaskular, sedangkan curah jantung kembali ke
tingkat sebelum pengobatan dan volum ekstraseluler tetap berkurang
sedikit (Benowitz, 1998). Mekanisme yang potensial untuk mengurangi
tahanan vaskular oleh reduksi ion Na yang persisten walaupun
sedikit saja mencakup pengurangan volum cairan interstisial,
pengurangan konsentrasi Na di otot polos yang sekunder dapat
mengurangi konsentrasi ion Ca intraseluler, sehingga sel menjadi
lebih resisten terhadap stimulus yang mengakibatkan kontraksi, dan
perubahan afinitas dan respon dari reseptor permukaan sel terhadap
hormon vasokonstriktor (Benowitz, 1998). Efek Samping:Impotensi
seksual merupakan efek samping yang paling mengganggu pada obat
golongan tiazid. Gout merupakan akibat hiperurisemia yang
dicetuskan oleh diuretik. Kram otot dapat pula terjadi, dan
merupakan efek samping yang terkait dosis (Benowitz, 1998).
Golongan obat:a.Tiazid dan agen yang sejenis ( hidroklorotiazid,
klortalidon)b.Diuretik loop (furosemid, bemetanid, asam
etakrinik)c. Diuretik penyimpan ion K, amilorid, triamteren,
spironolakton. 2. Beta adrenergik blocking agents (betabloker)Jenis
obat ini efektif terhadap hipertensi. Obat ini menurunkan irama
jantung dan curah jantung. Beta bloker juga menurnkan pelepasan
renin dan lebih efektif pada pasien dengan aktivitas renin plasma
yang meningkat (Benowitz, 1998). Beberap mekanisme aksi anti
hipertensi di duga terdapat pada golongan obat ini, mencakup : 1)
Menurunkan frekuensi irama jantung dan curah jantung 2) Menurunkan
tingkat renin di plasma3) Memodulai aktivitas eferen saraf
perifer4) Efek sentral tidak langsung Efek Samping:Semua betabloker
memicu spasme bronkial, misalnya pada pasien dengan asma bronkial.
Golongan Obat :1. Obat yang bekerja sentral (metildopa, klonidin,
kuanabenz, guanfasin) 2. Obat penghambat ganglion (trimetafan) 3.
Agen penghambat neuron adrenergik (guanetidin, guanadrel, reserpin)
4. Antagonis beta adrenergik (propanolol, metoprolol) 5. Antagonis
alfa-adrenergik (prazosin, terazosin, doksazosin, fenoksibenzamin,
fentolamin) 6. Antagonis adrenergik campuran (labetalol) 3.
ACE-inhibitor (Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors)Cara kerja
utamanya ialah menghambat sistem renin-angiotensin-aldosteron,
namun juga menghambat degradasi bradikinin, menstimulasi sintesis
prostaglandin vasodilating, dan kadang-kadang mereduksi aktivitas
saraf simpatis (Benowitz, 1998). Efek Samping:Batuk kering
ditemukan pada 10 persen atau lebih penderita yang mendapat obat
ini. Hipotensi yang berat dapat terjadi pada pasien dengan stenosis
arteri renal bilateral, yang dapat mengakibatkan gagal ginjal.
Golongan obat: Benazepril, captopril, enalapril, fosinoplir,
lisinopril, moexipril, ramipril, quinapril, trandolapril (Benowitz,
1998). 4. Angiotensin II Receptor Blocker (ARB)Efek samping batuk
tidak ditemukan pada pengobatan dengan ARB. Namun efek samping
hipotensi dan gagal ginjal masih dapat terjadi pada pasien dengan
stenosis arteri renal bilateral dan hiperkalemia (Benowitz,
1998).Golongan obat: Candesartan, eprosartan, irbesartan, losartan,
olmesartan, valsartan. 5. Obat penyekat terowongan kalsium (calcium
channel antagonists, calcium channel blocking agents, CCT). Calcium
antagonist mengakibatkan relaksasi otot jantung dan otot polos,
dengan demikian mengurangi masuknya kalsium kedalam sel. Obat ini
mengakibatkan vasodilatasi perifer, dan refleks takikardia dan
retensi cairan kurang bila dibanding dengan vasodilator lainnya
(Benowitz, 1998). Efek samping:Efek samping yang paling sering pada
calcium antagonis ialah nyeri kepala, edema perifer, bradikardia
dan konstipasi.Golongan obat : Diltiazem, verapamil.
8. PrognosisDubia ad Bonam