1
8
BAB 1PENDAHULUAN
Jantung merupakan organ yang terpenting dalam sistem
sirkulasi.Pekerjaan jantung adalah memompa darah ke seluruh tubuh
yang berguna untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh pada setiap
saat, baik saat istirahat maupun saat bekerja atau menjalani
aktivitas sehari-hari.Gagal jantung kongestif adalah keadaan
patologis ketika jantung sebagai pemompa tidak mampu memenuhi
kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Gagal jantung kongestif
dapat disebabkan oleh beberapa kondisi, di antaranya adalah
penyakit arteri koroner, penyakit jantung hipertensi serta kelainan
katup berupa stenosis mitral dan regurgitasi mitral.1Gagal jantung
adalah suatu sindrom klinis yang kompleks akibat gangguan
structural atau fungsional jantung yang menyebabkan kegagalan
pemompaan (sistolik) atau pengisian (diastolik) darah ke dalam
ventrikel sehingga jantung gagal untuk memenuhi kebutuhan O2dan
metabolisme jaringan. Jadi gagal jantung merupakan kumpulan gejala
dan tanda yang harus dicari etiologinya yang mungkin dapat
dikoreksi.Gagal jantung merupakan tahap akhir perjalanan dari
seluruh penyakit jantung, penyebabnya dapat malfungsi miokard (CAD,
hipertensi, katup, kardiomiopati, beban volume, tekanan, dll)
ataupun dengan fungsi sistolik normal namun dengan kebutuhan
jaringan yang tinggi (hi-output).2,3,6
BAB 2PEMBAHASAN
2.1 Gagal Jantung
2.1.1 DefinisiGagal jantung merupakan sindrom klinis yang
kompleks akibat gangguan struktural atau fungsional jantung yang
menyebabkan kegagalan pemompaan (sistolik) atau pengisian
(diastolik) darah ke dalam ventrikel sehingga jantung gagal untuk
memenuhi kebutuhan O2 dan metabolisme jaringan.1,2Singkatnya, gagal
jantung adalah keadaan di mana jantung tidak lagi mampu memompa
darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh,
walaupun darah balik masih normal. Dengan kata lain, gagal jantung
adalah ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah dalam jumlah
yang memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh (forward
failure), atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan
tekanan pengisian jantung yang tinggi (backward failure), atau
keduanya.12.1.2 EpidemiologiDiperkirakan terdapat 23 juta orang
mengidap gagal jantung di seluruh dunia.American Heart Association
memperkirakan terdapat 4,7 juta orang menderita gagal jantung di
Amerika Serikat pada tahun 2000 dan dilaporkan terdapat 550.000
kasus baru setiap tahunnya. Prevalensi gagal jantung di Amerika dan
Eropa sekitar 1-2%.Diperkirakan setidaknya ada 550.000 kasus gagal
jantung baru didiagnosis setiap tahunnya.3Kira-kira 1-2% populasi
dewasa di negara-negara berkembang mengalami gagal jantung, dengan
peningkatan prevalensi lebih dari 10% pada usia di atas 70 tahun.
International Acute Decompensated Heart Failure Registry tahun 2006
bekerja sama dengan 5 rumah sakit partisipan di pulau Jawa dan
Bali. Tercatat 1687 kasus gagal jantung dekompensasi akut baru
dalam satu tahun tersebut dengan karakteristik yang berbeda dengan
negara lain seperti usia muda, penampilan klinis yang lebih buruk,
dan lebih banyak menggunakan inotropik. Etiologi terbanyak gagal
jantung di Indonesia berdasarkan data tahun 2006 menyebutkan adalah
hipertensi (54,8%), CAD (49,9%). Angka kematian di rumah sakit saat
dirawat berkisar 6-12%, sedangkan angka rawatan ulang dalam 6 bulan
pertama pasca rawat sekitar 30%.4,52.1.3 Etiologi6
Table 2.1. Penyebab Gagal Jantung Kiri
Gangguan Kontraktilitas Infark MyocardiumTransient Myocardial
Ischemia Beban volume : regurgitasi katup (mitral atau aorta)
Kardiomiopati dilatasiPeningkatan afterload (beban tekanan)
Hipertensi sistemik Obstruksi aliran : stenosis aortaObstruksi
pengisian ventrikel kiri Stenosis mitral Konstriksi pericardial
atau tamponadeGangguan relaksasi ventrikel Hipertrofi ventrikel
kiri Kardiomiopati hipertrofi Kardiomiopati restriktif
Sumber : Sah, R.V., Fifer, M.A., 2007. Heart Failure. In :
Lilly, L.S., ed. Pathophysiology of Heart Disease. 4th ed.
Philadelphia : Lippincott William & Wilkins, 234Table 2.2.
Penyebab Gagal Jantung Kanan
Penyebab jantung Gagal jantung kiri Stenosis katup pulmonal
Infark ventrikel kananPenyakit parenkim paru Penyakit paru
obstruksi kronis Penyakit paru interstisialAdult respiratory
distress syndrome Infeksi paru kronis atau bronkiektasisPenyakit
vascular paru Emboli paru Hipertensi pulmonal primer
Sumber : Sah, R.V., Fifer, M.A., 2007. Heart Failure. In :
Lilly, L.S., ed. Pathophysiology of Heart Disease. 4th ed.
Philadelphia : Lippincott William & Wilkins, 2352.1.4
PatofisiologiSecara umum, pada gagal jantung didapati 3 fase
keadaan yang secara sederhana terdiri dari : Fase awal (pada saat
penurunan CO) Respon kompensasi neurohumoral (adaptasi)
DekompensasiPatofisiologi gagal jantung merupakan suatu
progresifitas kerusakan otot jantung akibat mekanisme kompensasi
yang pada awalnya berguna untuk mempertahankan CO, tetapi justru
memperberat kerja jantung (viscous cycle) hingga jatuh pada fase
dekompensasi. Kompensasi penurunan CO ada 3 : Mekanisme
Frank-Starling Aktivasi Neurohumoral : vasokonstriksi arteri dan
vena peningkatan SVR dan penurunan kompliens vena. Hal ini sebagai
upaya untuk meningkatkan venous return (preload) yang selanjutnya
meningkatkan konstraksi miokardium (hukum Frank-Starling),
diharapkan terjadi kenaikan CO. Peningkatan volume akhir
diastolikini juga akan meningkatkan tekanan pengisian. Kondisi ini
mempunyai arti bahwa kompensasi untuk memperoleh agar CO norma,
fase diastole mesti diisi dengan tekanan pengisian yang lebih
tinggi dari normal, sehingga volume darah akhir diastol meningkat
dan cukup kuat untuk mendistensi ruang ventrikel kiri. Distensi
ruang ini menyebabkan dilatasi ventrikel kiri, secara radiologis
akan terlihat peningkatan ukuran CTR >50% (kardiomegali). Sistem
RAA juga akan mengakibatkan peningkatan voume intravascular yang
juga semakin meningkatkan venous return. Simpatis akan menyebabkan
takikardia (HR > 100x/i) selain vasokonstriksi. Hal ini juga
merupakan upaya kompensasi untuk memperoleh CO normal. Hipertrofi
dan Remodelingventrikel : gagal jantung menyebabkan peningkatan
wall stress(volume dilatasi/eccentric, tekanan
hipertrofi/concentric) dan penumpukan kadar angiotensin 2 dan
aldosteron (RAAS) yang mengakibatkan hipertrofi dan deposisi
extracellular matrix (ECM). Ditambah lagi proses apoptosis yang
berlangsung (akibat katekolamin/simpatis, TNF- yang ketiganya
merupakan konsenkuensi dari aktivasi neurohumoral). Kompensasi
ketiga ini menyebabkan kekakuan otot jantung.
Patofisiologi kompleks ini merupakan hal umum yang terjadi pada
gagal jantung, baik fase akut maupun kronik.Pada gagal jantung akut
terjadi penurunan CO secara mendadak, sedangkan pada kronis terjadi
secara bertahap dengan tetap melewati patofisiologi di atas.
Penderita gagal jantung kronis pada suatu fase, akibat faktor
presipitasi (table 2.3) tertentu akan menyebabkan eksaserbasi akut.
Pada kondisi ini kontraktilitas ventrikel kiri semakin menurun
dibandingkan sebelumnya, terjadi disfungsi diastolik akut yang
berat, reaktivasi neurohumoral akut yang berlebihan, serta
penurunan fungsi ginjal yang progresif (pre-renal).Terdapat dua
presentasi klinis yang penting pada gagal jantung, terutama fase
akut yang dapat mengancam jiwa, yaitu edema paru dan syok
kardiogenik.
a. Edema ParuSecara anatomis terdapat hubungan antara ventrikel
kiri, atrium kiri, vena pulmonalis, kapiler paru, ventrikel kanan,
atrium kanan, vena sentral (CVP) dan vena jugularis. Hubungan ini
seperti sebuah bejana, sehingga tekanan pengisian ventrikel
(diastol) kiri/LVEDP akan mempengaruhi ruang-ruang lainnya ; bila
LVEDP 2 mmHg maka tekanan akhir diastolik atrium kiri sampai CVP
juga 2 mmHg. Pada level kapiler paru terjadi perfusi nutrisi dan
pertukaran gas (O2 dan CO2) dengan alveoli paru. Bila terjadi
peningkatan LVEDP maka tekanan di kapiler paru akan meningkat. Pada
level tekanan kapiler paru/kapiler wedge (TKW) > 18 mmHg, maka
akan terjadi pergeseran/ekstravasi cairan (transudasi) ke ruang
interstitial, hal ini disebabkan dorongan oleh gaya hidrostatik.
Bila hal ini terus berlanjut, akan menyebabkan cairan masuk ke
lumen alveolus, hal ini dikenal dengan edema paru.Pada kondisi
normal atau fisiologis, tekanan hidrostatis intrakapiler (wedge)
paru lebih besar dibanding interstitial, sehingga memang secara
normal terdapat transudasi namun dalam jumlah yang masih bisa dapat
diatasi (sekitar 10-20 cc per jam) dengan absorbsi limfatik untuk
selanjutnya didrainase ke vena kembali. Kapasitas limfatik dapat
mencapai 10 x normal, sehingga interstitial paru dapat terjaga
dengan baik. Cairan yang telah sampai ke ruang interstitial secara
klinis akan timbul sesak nafas hebat, tetapi rales baru dapat
dideteksi bila cairan telah masuk ke lumen alveoli. Pada TKW antara
12-18 mmHg ditandai sebagai kongesti kapiler paru. Secara klinis,
ralesyang meliputi 1/3 basal sampai 120 x/i
Kriteria mayor atau minor dengan diikuti adanya penurunan berat
badan 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan.Berdasarkan gejala dan
penemuan klinis, diagnosis gagal jantung dapat ditegakkan bila pada
pasien didapatkan paling sedikit 1 kriteria mayor + 2 kriteria
minor dari criteria Framingham.
Gambar 2.1 Algoritma diagnosis pada pasien gagal jantung7
2.1.8 PenatalaksanaanKlasifikasi NYHA digunakan untuk menentukan
apakah penderita hanya memerlukan rawat jalan (kelas 1 & 2)
atau rawat inap (kelas 3 & 4), juga dalam menentukan
penatalaksanaan dan prognosis dari kelainan yang dialami.10a.
Tujuan Pengobatan8 Identifikasi dan koreksi penyakit dasar :
penyakit jantung koroner, hipertensi, kelainan katup. Eliminasi
penyebab dan tatalaksana factor presipitasi seperti infeksi akut,
asupan garam, menghentikan obat yang memperburuk gejala. Pengobatan
terhadap gejala/simptomatik, seperti kongesti (diuretic dan
pembatasan asupan garam) maupun hipoperfusi (inotropik positif,
vasodilator) Modulasi Neurohumoral : ACEi/ARB, BB, MRA (obat
wajib/jangka panjang) Meningkatkan survival rate.
b. Farmakologis7 Diuretik : Golongan obat diuretik bekerja di
nefron yang menghambat reabsorbsi natrium dan air sehingga
menurunkan volume intravascular yang menyebabkan penurunan venous
return. Hal ini mengakibatkan penurunan kongesti melalui penurunan
tekanan pengisian ventrikel dan tekanan hidrostatik pulmonal. Agen
yang termasuk diuretic adalah loop diuretik (furosemid) dan
thiazid. Efek samping penggunaan diuretic adalah hipokalemia dan
hipomagnesia yang dapat mencetuskan aritmia. Vasodilator : Ada 2
mekanisme kerja vasodilator, yaitu venodilator dan arteriodilator.
Venodilator berefek terhadap penurunan venous return yang
seterusnya berefek sama degan diuretik, agen venodilator murni
adalah nitrat. Arteriodilator berefek terhadap penurunan tahanan
perifer sistemik yang menurunkan afterload sehingga meningkatkan SV
dan CO, yang termasuk aden arteriodilator murni adalah hydralazine.
Sedangkan agen yang menghambat sistem RAS seperti ACEi dan ARB
mempunyai efek ganda yaitu arteriovenodilator. Selain agen ini juga
menghambat pembentukan aldosteron sehingga membantu penurunan
volume intravascular. Inotropik (+) : Golongan ini bekerja melalui
peningkatan kalsium intraselular sehingga meningkatkan
kontraktilitas jantung. Ada 3 agen yang termasuk pada golongan ini,
yaitu : agonis reseptor beta (dobutamin, dopamine),
phospodiesterase inhibitor (amrione, milrinone), dan digitalis
(digoxin). Beta Blocker : Bekerja melalui efek inotropik (-) yang
menyebabkan waktu diastolik lebih lama (efektifitas siklus jantung)
sehingga menurunkan kebutuhan O2 miokardium (efek anti-iskemik),
selain itu agen ini mempunyai peran modulasi neurohumoral melalui
penghambatan simpatis. Pemberian BB harus hati-hati pada fase akut
atau perburukan gagal jantung. Mineralcorticoid Receptor Antagonist
(MRA) : Aldosteron yang dikeluarkan sebagai mekanisme kompensasi
pada gagal jantung, mempunyai efek buruk yaitu menyebabkan fibrosis
dan remodeling. Sehingga pemberian spironolakton ada tempatnya di
samping juga membantu penurunan volume intravascular.
c. Non-Farmakologis7 Diet rendah garam (2-3 g/hari) dan
restriksi cairan (1,5-2 L/hari) Aktifitas fisik sesuai kemampuan
Pengawasan terhadap penambahan BB, tekanan darah, dan irama jantung
Cardiac Resnchronization Therapy : gangguan konduksi sering
menyertai gagal jantung stadium lanjut (advanced heart failure)
terutama LBBB (Left Bundle Branch Block) yang memperparah tampilan
klinis pasien gagal jantung. Penggunaan CRT ini dimaksudkan untuk
menstimulasi ventrikel kanan dan kiri agar terkoordinir dengan
baik. CRT dapat membantu meningkatkan fungsi sistolik, peningkatan
kapasitas fungsional, penurunan resiko eksaserbasi. Penggunaan CRT
diindikasikan pada pasien gagal jantung lanjut dengan EF < 35%
yang disertai pelebaran kompleks ORS (>0,12 s) setelah pemberian
agen sesuai denga algoritma. Cardiac Replacement Therapy : Ini
merupakan terapi definitive pada kasus gagal jantung. Transplantasi
jantung diindikasikan pada pasien degnan disfungsi ventrikel kiri
yang parah. Pada pelaksanaannya diperlukan banyak pertimbangan,
baik dari segi kondisi penyakit, donor, toleransi, dsb.
d. Algoritma Tatalaksana Gagal Jantung7 Diuretik : sebagai
terapi simptomatik, diindikasikan hanya bila ada bukti klinis dari
retensi cairan (kongesti). Perlu diperhatikan kadar kalium dan
fungsi ginjal dalam pemberian diuretik. Pilihan utama adalah
golongan loop diuretik (furosemid) dibandingkan dengan thiazid
karena potensiasi diuresisnya. Penyesuaian dosis didasarkan dari
pengukuran berat badan harian dan klinis. ACEi : merupakan terapi
first line pada gagal jantung. Pemberiannya dimulai dengan dosis
rendah dan ditirasi secara bertahap setelah 2-4 minggu (evaluasi
efek samping dan tekanan darah). Pada gangguan fungsi ginjal dan
hiperkalemia, perlu penyesuaian dosis. Kadar kreatinin 3,5 mg/dL
dosis atau kalium > 5,5 diberikan setengah dengan monitoring
ketat, tetapi pemberian ACEi harus dihentikan apabila kadar
kreatinin > 3,5 mg/dL atau kalium > 6. ARB : merupakan
alternatif pada pasien gagal jantung yang tidak toleransi terhadap
ACEi seperti batuk angioedema, hal ini karena ACEi menghambat
inaktifasi bradikinin sehingga tetap aktif. Antagonis-Beta :
Pemberian harus saat pasien stabil dengan riwayat dekompensasi
gagal jantung dengan titrasi setiap 2-4 minggu secara perlahan dan
perhatikan pantau adanya perburukan klinis gagal jantung, hoyong,
hipotensi, bradikardia. MRA : Pemberian diindikasiakn pada pasien
gagal jantung dengan EF < 35%, setelah pemberian ACEi/ARB dan
antagonis-beta dosis optimal pada pasien dengan NYHA II-IV. Dosis
titrasi secara perlahan 4-8 minggu dengan memperhatikan fungsi
ginjal (kreatinin > 2,5 mg/dL diberikan setengah dosis dan stop
bila > 3,5 mg/dL) dan kadar kalium (> 5,5 setengah dosis dan
> 6 stop pemberian). Ivabradine :obat yang menghambat If-kanal
di SA node, mempunyai efek memperlambat HR pada pasien dengan irama
sinus. Indikasi sebagai tambahan setelah pemberian ACEi/ARB, BB,
dan MRA dengan EF < 35% dan SR dengan rate > 70 x/i. Digoxin
: Merupakan terapi simptomatik terutama pasien dengan penyerta AF
RVR untuk rate control. Pada pasien dengan SR dan EF < 40%
diindikasikan setelah pemberian dosis maksimal ACEi/ARB, BB dan MRA
yang masih bergejala.
Gambar 2.2 Algoritma penatalaksanaan pada pasien gagal
jantung9
Table 2.6 Dosis dan Pemakaian Farmakologis Gagal
Jantung7GolonganRegimenDosis Awal (mg)Dosis Target (mg)
ACEi
ARB
Antagonis-Beta
Diuretik
MRACaptoprilEnalaprilLisinoprilRamiprilTrandolaprilCandesartanValsartanLosartanBisoprololCarvedilolMetoprolol
(CR/XL)NebivololFurosemidHCTSpironolakton3 x 6,252 x
2,52,5-52,50,54 atau 82 x 4050 1,253 x 3,12512,5 atau
251,2520-405-10253 x 502 x 10-2020-3554322 x 160150102 x
25-502001040-24010-201 x 50
2.2 Mitral Stenosis2.2.1 Defenisi Mitral stenosis adalah keadaan
dimana terjadi gangguan aliran darah dari atrium kiri melalui katup
mitral oleh karena obstruksi pada level katup mitral. Kelainan
struktural mitral ini menyebabkan gangguan pembukaan sehingga
timbul gangguan pengisisan ventrikel kiri ketika diastol9.
2.2.2 EpidemiologiLebih dari 50% pasien yang terkena ARF
menderita mitral stenosis. Menurut Dima (2012) angka kejadian
pasien yang terkena ARF di negara berkembang terus menurun dengan
angka perkiraan 1 : 100.000. Sedangkan berdasarkan international,
angka kejadian ARF di negara berkembang lebih tinggi dibanding
negara maju. Seperti di India, angka kejadian 100-150 kasus dari
100.000 kasus dan di Africa terdapat 35 kasus dari 100000 kasus
yang ada.Sedangkan di Indonesia, angka kejadian tidak diketahui
secara pasti namun dari pola etiologi penyakit jantung di
poliklinik Rumah Sakit Moehammad Hoesin Palembang selama 5 tahun
(1990-1994) didapatkan angka 13,94% dengan penyakit kelainan
jantung9.
2.2.3 EtiologiPenyebab utama dari mitral stenosis adalah ARF.
Selain itu, penyebab yang lain adalah congenital stenosis dari
katup mitral, endokarditis congenital mitral stenosis, malignant
carcinoid disease, systemic lupus erythematosus, rheumatoid
arthritis, mucopolysaccharidoses of the Hunter-Hurler phenotype,
Fabry disease, Whipple disease3.
2.2.4 PatofisiologiStenosis mitral terjadi karena adanya
fibrosis dan fusi komisura katup mitral pada fase penyembuhan demam
reumatik. Terbentuknya sekat jaringan ikat tanpa pengapuran yang
mengakibatkan lubang katup mitral pada waktu diastolik lebih kecil
dari normal (Yusak,2001).Fusi dari komissura akan menimbulkan
penyempitan dari orifisium primer sedangkan fusi komisura akan
mengakibatkan penyempitan dari orifisium sekunder. Proses perubahan
patologi sampai terjadinya gejala klinis (periode laten) biasanya
memakan waktu bertahun tahun ( 10-20 tahun)9Pada jantung sehat,
katup mitral akan terbuka pada saat diastolik dan darah akan
mengalir dari atrium kiri ke ventrikel kiri. Namun pada mitral
stenosis, terdapat obstruksi yang dapat menyebabkan aliran darah
dari atrium kiri ke atrium kanan terhambat dan ini akan
menghasilkan tekanan yang abnormal antara LA dan LV. Dan hasilnya,
tekanan atrium kiri lebih tinggi dari normal. Normalnya, luas dari
orifisium dari katup mitral adalah 4 sampai 6 cm2. Tetapi gejala
hemodinamik muncul pada MS jika luas dari katup mitral adalah
kurang dari 2 cm2 14.
Gambar 2.1 Patofisiologi mitral stenosisSumber : Miller,C.,A.,
Ogara,P.,T.,Lilly, L.,S.,2012. Valvular Heart Disease. In:Lilly,
L.,S., ed Pathofisiology of Heart Disease. Edisi 15.Cina: Harvard
Medical student.
Akibat tingginya tekanan di LA, menyebabkan tekanan vena dan
kapiler paru juga meningkat. Peningkatan tekanan hidrostatik ni
akan menyebabkan transudat dari cairan akan masuk ke daerah
interstitium dan pasien merasakan dyspnea pada saat istirahat
maupun bekerja ringan. Hemoptysis juga dapat terjadi jika vena
bronchial ruptur dan jika LA dilatasi maka akan menyebabkan resiko
untuk terkenanya atrial fibrilasi dan akan meyebakan
thromboemboli3. Peningkatan tekanan arteri pulmonary akan
menyebabkan RV dilatasi, tricuspid regurgitasi, peningkatan TVJ,
liver kongesti, asites dan edema perifer (Dima,2012). Derajat berat
ringan stenosis mitral dapat ditentukan dari luasnya area katup
mitral, gradien transmitral dan hubungan antara lamanya penutupan
katup aorta dan kejadian opening snap. Berdasarkan luasnya area
katup mitral derajat stenosis mitral sebagai berikut:1. Minimal :
bila area >2.5 cm22. Ringan: bila area 1.4-2.5 cm23. Sedang:
bila area 1-1.4 cm24. Berat : bila area