Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Seksio sesarea sering dikerjakan terutama di negara- negara maju, dengan alasan yang bervariasi. Perbedaan alasan terdapat di antara institusi pendidikan dan populasi umum, namun secara nasional angka seksio sesarea makin meningkat. Beberapa factor yang menyebabkan peningkatan angka seksio sesarea adalah terlambat mendapat keturunan, dan meningkatnya usia ibu saat hamil. Permintaan ibu juga berkontribusi untuk peningkatan angka seksio sesarea. 1 Menurut data WHO, Indonesia mempunyai angka seksio sesarea antara 15 - 20% untuk RS rujukan. Sejak tahun 1986 di Amerika satu dari empat persalinan diakhiri dengan seksio sesaria. Di Inggris angka kejadian seksio sesaria di Rumah Sakit Pendidikan relatif stabil yaitu antara 11-12 %, di Italia pada tahun 1980 sebesar 3,2% - 14,5%, pada tahun 1987 meningkat menjadi 17,5%. Dari tahun 1965 sampai 1988, angka persalinan sesarea di Amerika Serikat meningkat progresif dari hanya 4,5% menjadi 25%. Sebagian besar peningkatan ini terjadi sekitar tahun 1970-an dan tahun 1980-an di seluruh negara barat. Pada tahun 2002 mencapai 26,1%, angka tertinggi yang pernah tercatat di Amerika Serikat. 1,2 Di Indonesia angka persalinan dengan seksio sesaria di 12 Rumah Sakit Pendidikan berkisar antara 2,1%-11,8%. Dengan peningkatan angka persalinan dengan seksio sesarea yang cukup tajam. Hal ini memunculkan dilema tentang pilihan tindakan pada persalinan berikutnya. Baik tindakan seksio 1
31

Lapkas Anestesi Regional

Dec 27, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Lapkas Anestesi Regional

BAB I

PENDAHULUAN

Seksio sesarea sering dikerjakan terutama di negara-negara maju, dengan alasan yang

bervariasi. Perbedaan alasan terdapat di antara institusi pendidikan dan populasi umum,

namun secara nasional angka seksio sesarea makin meningkat. Beberapa factor yang

menyebabkan peningkatan angka seksio sesarea adalah terlambat mendapat keturunan,

dan meningkatnya usia ibu saat hamil. Permintaan ibu juga berkontribusi untuk

peningkatan angka seksio sesarea.1

Menurut data WHO, Indonesia mempunyai angka seksio sesarea antara 15 - 20%

untuk RS rujukan. Sejak tahun 1986 di Amerika satu dari empat persalinan diakhiri

dengan seksio sesaria. Di Inggris angka kejadian seksio sesaria di Rumah Sakit

Pendidikan relatif stabil yaitu antara 11-12 %, di Italia pada tahun 1980 sebesar 3,2% -

14,5%, pada tahun 1987 meningkat menjadi 17,5%. Dari tahun 1965 sampai 1988,

angka persalinan sesarea di Amerika Serikat meningkat progresif dari hanya 4,5%

menjadi 25%. Sebagian besar peningkatan ini terjadi sekitar tahun 1970-an dan tahun

1980-an di seluruh negara barat. Pada tahun 2002 mencapai 26,1%, angka tertinggi

yang pernah tercatat di Amerika Serikat.1,2

Di Indonesia angka persalinan dengan seksio sesaria di 12 Rumah Sakit Pendidikan

berkisar antara 2,1%-11,8%. Dengan peningkatan angka persalinan dengan seksio

sesarea yang cukup tajam. Hal ini memunculkan dilema tentang pilihan tindakan pada

persalinan berikutnya. Baik tindakan seksio sesarea lagi atau partus pervaginam pada

pasien dengan riwayat operasi seksio sesarea. Keputusan tersebut ditentukan oleh dokter

dan pasien2.

Salah satu indikasi seksio sesarea adalah adanya riwayat seksio sesaria sebelumnya.

Sebenarnya, persalinan melalui bedah caesar tidak mempengaruhi persalinan

selanjutnya harus berlangsung secara operasi atau tidak. Apabila memang ada indikasi

yang mengharuskan dilakukanya tindakan pembedahan, seperti bayi terlalu besar,

panggul terlalu sempit, atau jalan lahir yang tidak mau membuka, operasi bisa saja

dilakukan3. Tindakan operasi seksio sesarea seringkali menggunakan teknik anestesi

spinal. Teknik ini merupakan teknik anestesi regional yang baik untuk tindakan-

tindakan bedah, obstetrik, operasi bagian bawah abdomen dan ekstremitas bawah4.

1

Page 2: Lapkas Anestesi Regional

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Seksio Sesarea

2.1.1 Definisi

Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu

insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan rahim dalam keadaan utuh

serta berat janin diatas 500 gram5.

2.1.2 Tipe Sayatan

Ada dua jenis sayatan operasi seksio sesarea yang dikenal yaitu :

a. Sayatan melintang

Sayatan pembedahan dilakukan dibagian bawah rahim (SBR). Sayatan melintang di

atas batas rambut kemaluan sepanjang sekitar 10-14 cm. Keuntunganya adalah parut

pada rahim kuat sehingga cukup kecil risiko menderita rupture uteri (robek rahim) di

kemudian hari. Hal ini karna pada masa nifas, segmen bawah rahim tidak banyak

mengalami kontraksi sehingga luka operasi dapat sembuh lebih sempurna5.

b. Sayatan memanjang (bedah caesar klasik)

Sayatan pembedahan dibagian tengah (midline) yang memberikan suatu ruang yang

lebih besar untuk mengeluarkan bayi. Namun, jenis ini kini jarang dilakukan karena

rentan terhadap komplikasi, seperti rupture uteri5.

Gambar 1. Jenis Insisi pada Seksio Sesarea5

2

Page 3: Lapkas Anestesi Regional

2.1.3 Indikasi

Seksio sesarea dianjurkan apabila kelahiran melalui vagina mungkin membawa

risiko pada ibu dan janin. Berikut merupakan indikasi untuk seksio sesarea, yaitu1,5:

Indikasi Medis

Ada 3 faktor penentu dalam proses persalinan yaitu :

a. Power

Yang memungkinkan dilakukan operasi caesar, misalnya daya mengejan lemah, ibu

berpenyakit jantung atau penyakit menahun lain yang mempengaruhi tenaga untuk

mengejan.

b. Passanger

Diantaranya anak terlalu besar (makrosemia), janin dengan kelainan letak lintang,

primi gravida diatas 35 tahun dengan letak sungsang, dan janin dengan fetal distress

syndrome (denyut jantung janin kacau dan melemah).

c. Passage

Berupa panggul sempit, trauma persalinan serius pada jalan lahir atau pada anak,

adanya infeksi pada jalan lahir yang diduga bisa menular ke anak (seperti herpes

genitalis, condyloma lata (kondiloma sifilitik yang lebar dan pipih), condyloma

acuminata (penyakit infeksi yang menimbulkan massa mirip kembang kol di kulit luar

kelamin wanita), hepatitis B dan hepatitis C.

Indikasi Ibu

a. Usia

Ibu yang melahirkan untuk pertama kali pada usia sekitar 35 tahun, memiliki resiko

melahirkan dengan operasi. Apalagi pada wanita dengan usia 40 tahun ke atas. Pada

usia ini, biasanya seseorang memiliki penyakit yang beresiko, misalnya tekanan darah

tinggi, penyakit jantung, kencing manis, dan preeklamsia. Eklampsia dapat

menyebabkan ibu kejang sehingga dokter memutuskan persalinan dengan seksio

sesarea.

b. Tulang Panggul

Cephalopelvic diproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai

dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak melahirkan

secara alami. Tulang panggul sangat menentukan kelancaran proses persalinan.

3

Page 4: Lapkas Anestesi Regional

c. Persalinan Sebelumnya dengan seksio sesarea

Sebenarnya, persalinan melalui bedah caesar tidak mempengaruhi persalinan

selanjutnya harus berlangsung secara operasi atau tidak. Apabila memang ada indikasi

yang mengharuskan dilakukanya tindakan pembedahan, seperti bayi terlalu besar,

panggul terlalu sempit, atau jalan lahir yang tidak mau membuka, operasi bisa saja

dilakukan.

d. Faktor Hambatan Jalan Lahir

Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang kaku sehingga tidak

memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir,

tali pusat pendek, dan ibu sulit bernafas.

e. Kelainan Kontraksi Rahim

Pada kondisi kontraksi uterus yang lemah dan tidak terkoordinasi (inkordinate

uterine action) atau ketidakelastisan leher rahim dapat mengganggu proses persalinan,

sehingga menyebabkan kepala bayi tidak terdorong, tidak dapat melewati jalan lahir

dengan lancar.

f. Ketuban Pecah Dini

Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi harus segera

dilahirkan. Kondisi ini membuat air ketuban merembes ke luar sehingga tinggal sedikit

atau habis. Air ketuban (amnion) adalah cairan yang mengelilingi janin dalam rahim.

g. Rasa Takut Kesakitan

Umumnya, seorang wanita yang melahirkan secara alami akan mengalami proses

rasa sakit, yaitu berupa rasa mulas disertai rasa sakit di pinggang dan pangkal paha yang

semakin kuat dan “menggigit”. Kondisi tersebut karena keadaan yang pernah atau baru

melahirkan merasa ketakutan, khawatir, dan cemas menjalaninya. Hal ini bisa karena

alasan secara psikologis tidak tahan melahirkan dengan sakit. Kecemasan yang

berlebihan juga akan mengambat proses persalinan alami yang berlangsung.

Indikasi Janin

a. Ancaman Gawat Janin (fetal distress)

Normalnya detak jantung janin berkisar 120-160 kali permenit. Pada fetal distress

dapat ditemukan detak jantung janin melemah pada CTG (cardiotography), dan

biasanya akan dilakukan segera seksio sesarea untuk menyelematkan janin.

4

Page 5: Lapkas Anestesi Regional

b. Bayi Besar (makrosemia)

Makrosemia didefinisikan sebagai berat badan bayi baru lahir yang lebih dari normal

(4000 - 4500 gram). Risiko ruptura uteri akan meningkat dengan meningkatnya berat

badan janin karena terjadinya distensi uterus.

c. Letak Sungsang

Letak yang demikian dapat menyebabkan poros janin tidak sesuai dengan arah jalan

lahir. Pada keadaan ini, letak kepala pada posisi yang satu dan bokong pada posisi yang

lain.

Faktor Plasenta

a. Plasenta previa

Posisi plasenta terletak dibawah rahim dan menutupi sebagian atau seluruh jalan

lahir.

b. Solusio placenta

Kondisi ini merupakan keadaan plasenta yang lepas lebih cepat dari dinding rahim

sebelum waktunya. Persalinan dengan operasi dilakukan untuk menolong janin segera

lahir sebelum ia mengalami kekurangan oksigen atau keracunan air ketuban.

c. Plasenta accreta

Merupakan keadaan menempelnya plasenta di otot rahim. Pada umumnya dialami

ibu yang mengalami persalinan yang berulang kali, ibu berisiko untuk hamil (di atas 35

tahun), dan ibu yang pernah operasi (operasinya meninggalkan bekas yang

menyebabkan menempelnya plasenta).

Kelainan Tali Pusat

a. Prolapsus tali pusat (tali pusat menumbung)

Keadaan penyembulan sebagian atau seluruh tali pusat. Pada keadaan ini, tali pusat

berada di depan atau di samping atau tali pusat sudah berada di jalan lahir sebelum bayi.

b. Terlilit tali pusat

Lilitan tali pusat ke tubuh janin tidak selalu berbahaya. Selama tali pusat tidak

terjepit atau terpelintir maka aliran oksigen dan nutrisi dari plasenta ke tubuh janin tetap

aman.

5

Page 6: Lapkas Anestesi Regional

2.1.4 Menentukan Tindakan Persalinan pada Pasien dengan Riwayat Seksio

Sesarea Sebelumnya

Pada pasien dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya, tindakan persalinan untuk

kehamilan berikutnya dapat berupa persalinan pervaginam atau persalinan dengan

seksio sesarea. Untuk menentukan hal tersebut dapat digunakan penilaian dengan

menggunakan sistem skoring Bruce L. Flamm, MD dan Ann M. Geiger, PhD yaitu6:

No. Kriteria Nilai

1 Usia < 40 tahun 2

2 Riwayat persalinan pervaginam:

- sebelum dan setelah seksio sesarea 4

- setelah seksio sesarea pertama 2

- sebelum seksio pertama 1

- Belum pernah 0

3Indikasi seksio sesarea pertama bukan kegagalan kemajuan

persalinan1

4 Pendataran serviks pada saat masuk rumah sakit

-  > 75% 2

-  25 – 75 % 1

-  < 25% 0

5 Pembukaan serviks pada saat masuk rumah sakit ≥ 4 cm 1

Interpretasi: 

Skor Angka Keberhasilan VBAC(%)

0 – 2 3 4 5 6 7 8 – 10

42-49 59-60 64-67 77-79 88-89 93 95-99

Pada skor < 3 biasanya angka keberhasilan VBAC (vaginal birth after caesarean)

adalah kurang dari 50%, sehingga biasanya dianjurkan untuk memilih persalinan

6

Page 7: Lapkas Anestesi Regional

dengan seksio sesarea kembali. Anjuran untuk melakukan persalinan dengan seksio

sesarea pada pasien dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya juga diberlakukan pada

keadaan-keadaan seperti BSC >2x, bayi letak melintang, bayi besar (makrosemia),

gemeli, dan keadaan lain yang meningkatkan risiko terjadinya rupture uteri5,6.

2.2 Anestesi Spinal

2.2.1 Definisi

Anestesi spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid.

Anestesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang

subarachnoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal

intradural atau blok intratekal4.

Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus kutis,

subkutis, Lig. Supraspinosum, Lig. Interspinosum, Lig. Flavum, ruang epidural,

durameter, ruang subarachnoid.

Gambar 2. Penampang Vertebra

2.2.2 Keuntungan dan Kerugian

Keuntungan

Alat minim dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif lebih murah

Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi emergency, lambung penuh)

karena penderita sadar

Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi

Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi

Perawatan post operasi lebih ringan

Kerugian

Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional

7

Page 8: Lapkas Anestesi Regional

Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif

Sulit diterapkan pada anak-anak

Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional

Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional

2.2.3 Indikasi dan Kontraindikasi

Indikasi 4

Bedah ekstremitas bawah

Bedah panggul

Tindakan sekitar rektum perineum

Bedah obstetrik-ginekologi

Bedah urologi

Bedah abdomen bawah

Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan dengan

anestesi umum ringan

Kontra indikasi absolut 4 :

Pasien menolak

Infeksi pada tempat suntikan

Hipovolemia berat, syok

Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan

Tekanan intrakranial meningkat

Fasilitas resusitasi minim

Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.

Kontra indikasi relatif 4 :

Infeksi sistemik

Infeksi sekitar tempat suntikan

Kelainan neurologis

Kelainan psikis

Bedah lama

Penyakit jantung

Hipovolemia ringan

Nyeri punggung kronik

8

Page 9: Lapkas Anestesi Regional

2.2.4 Obat-obatan4

a. Bupivacaine (Marcaine). 0.5% hyperbaric (heavy). Bupivacaine memiliki durasi

kerja 2-3 jam

b. Lignocaine (Lidocaine/Xylocaine). 5% hyperbaric (heavy), dengan durasi 45-90

minutes. Jika ditambahkan 0.2ml adrenaline 1:1000 akan memperpanjang durasi

kerja.

c. Cinchocaine (Nupercaine, Dibucaine, Percaine, Sovcaine). 0.5% hyperbaric

(heavy) sama dengan bupivacaine.

d. Amethocaine (Tetracaine, Pantocaine, Pontocaine, Decicain, Butethanol,

Anethaine, Dikain).

e. Mepivacaine (Scandicaine, Carbocaine, Meaverin). A 4% hyperbaric (heavy) sama

dengan lignocaine.

2.2.5 Teknik Anestesi

Teknik anestesi spinal yaitu dengan posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus

dengan tusukan pada garis tengah (median) atau paramedian. Tempat penyuntikan pada

perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista illiaka dengan tulang

punggung, ialah L4 atau L4-5. Setelah dilakukan tindakan asepsis dilakukan tusukan

(median atau paramedian). Tusukan introducer sedalam kira-kira 2cm agak sedikit ke

arah sefal, kemudian dimasukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang tersebut.

Struktur yang dilalui oleh jarum spinal sebelum mencapai CSF, diantaranya kulit, lemak

subkutan, ligamentum interspinosa, ligamentum flavum, ruang epidural, dura, ruang

subarachnoid. Setelah resistensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan keluar

likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dimasukkan pelan-pelan (0.5ml/detik)

diselingi aspirasi sedikit4.

2.2.6 Komplikasi4

a. Hipotensi berat

Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa dicegah dengan

memberikan infus cairan elektrolit 1000ml atau koloid 500ml sebelum tindakan.

b. Bradikardia

Dapat terjadi tanpa  disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi akibat blok sampai T-2

c. Hipoventilasi

9

Page 10: Lapkas Anestesi Regional

Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas

d. Trauma pembuluh saraf

e. Trauma saraf

f. Mual-muntah

g. Gangguan pendengaran

h. Blok spinal tinggi atau spinal total

Komplikasi pasca tindakan:

a. Nyeri tempat suntikan

b. Nyeri punggung

c. Nyeri kepala karena kebocoran likuor

d. Retensio urine

e. Meningitis

BAB III

10

Page 11: Lapkas Anestesi Regional

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. E

Umur : 28 tahun

Berat badan : 68 Kg

Tinggi badan : 155 cm

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Air Tiris, Kampar

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : SMP

Tanggal masuk RS : 08-04-2014

No. RM : -

II. ANAMNESIS

a. Keluhan Utama

Nyeri pinggang yang menjalar ke perut depan sejak satu minggu yang lalu

b. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan nyeri pinggang yang menjalar

ke perut depan sejak satu minggu yang lalu, nyeri dirasakan hilang timbul,

seperti diremas-remas, lamanya ± 1 menit dengan jarak muncul nyeri ± 30

menit. Keluar air-air dari kemaluan dan lendir darah disangkal. Tidak ada

keluhan mual muntah, gerakan janin masih dirasakan, tidak ada riwayat

trauma.

- HPHT: 22-04-2013

- Riwayat persalinan :

G3P1A1H1

G1 : keguguran, usia kehamilan 4 minggu.

G2 : laki-laki, berat lahir 2700 gram, SC atas indikasi letak sungsang

(2011)

G3 : hamil sekarang

11

Page 12: Lapkas Anestesi Regional

- Riwayat perkawinan : satu kali menikah

- Riwayat kontrasepsi : tidak pernah menggunakan kontrasepsi

- Pasien puasa dari jam 24.00 WIB

c. Riwayat Penyakit Dahulu:

- Riwayat penyakit hipertensi : disangkal

- Riwayat penyakit DM : disangkal

- Riwayat penyakit alergi obat dan makanan : disangkal

- Riwayat penyakit asma : disangkal

- Riwayat operasi sebelumnya : SC pada tahun 2011 atas indikasi bayi

letak sungsang

d. Riwayat Penyakit Keluarga:

- Riwayat penyakit hipertensi : disangkal

- Riwayat penyakit DM : disangkal

- Riwayat penyakit alergi : disangkal

- Riwayat penyakit asma : disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK

a. Status Generalis

Keadaan umum : tampak sakit ringan

Kesadaran : compos mentis

Vital Sign

- Tekanan darah : 100/80 mmHg

- Respirasi : 20 kali/menit

- Nadi : 80 /menit

- Suhu : 36 C

Kepala

Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera iktenk -/-

Hidung : Discharge (-) epistaksis (-), deviasi septum (-)

Mulut : Bibir kering (-), hiperemis (-), pembesaran tonsil (-),

Gigi : Gigi palsu (-)

Telinga : Discharge (-), deformitas (-)

Leher : Pembesaran tiroid dan limfe (-), JVP tidak meningkat

12

Page 13: Lapkas Anestesi Regional

Thorax :

Paru :

Inspeksi : bentuk dada normal, gerakan dada simetris kanan – kiri,

retraksi dinding dada (-)

Palpasi : vokal fremitus kiri = kanan

Perkusi : sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi : vesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung :

Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : iktus cordis tidak teraba

Perkusi : batas jantung kanan di RIC 4 linea parasternalis dextra, batas

jantung kiri di RIC 4 linea midclavicularis sinistra.

Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : status obstetri

Extremitas : akral hangat, CRT < 2detik, edema tungka (-/-)

Vertebrae : Tidak ada kelainan

b. Status Obstetri

Inpeksi : perut tampak membesar sesuai usia kehamilan, striae

gravidarum (+), linea nigra (+)

Palpasi :

Leopold I : TFU 3 jari di bawah proc.xypoideus, teraba massa bulat,

lunak, tidak melenting

Leopold II : teraba tahanan terbesar di sebelah kanan

Leopold III : teraba massa bulat, keras, melenting

Leopold IV : bagian terbawah janin belum masuk PAP

TFU : 39 cm

TBJ : 4030 gram

His : 1x dalam 10 menit lamanya 20 detik

VBAC skor : 2 angka keberhasilan VBAC <50%

13

Page 14: Lapkas Anestesi Regional

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tanggal 08-04-2014

Pemeriksaan darah lengkap :

Hb : 9,6 g/dl (12 – 16 g/dl)

Leukosit : 12.800 ul (5000 – 10000 ul)

Ht : 27,1 % (W 37 – 43 %)

Trombosit : 562000/ul (150000 – 450000/ul)

GDS : 73 mg/dl (<200mg/dl)

V. DIAGNOSIS KLINIS

Diagnosis pra operasi: G3P1A1H1 gravid 39 – 40 minggu belum inpartu +

BSC 1x a/i letsu (2011) + janin tunggal hidup intra uterin, letak memanjang,

persentasi kepala

Diagnosis post operasi: P2A1H2 post sectio cesarea transperitoneal profunda

a/i BSC 1x (2011) dengan skor VBAC ≤ 2 + makrosemia

VI. STATUS ANASTESI

ASA II (Pasien dengan gangguan sistemik ringan, perubahan anatomi dan

fisiologi dalam masa kehamilan)

VII. TINDAKAN

Dilakukan : Sectio Cesarea

Tanggal : 09 April 2014

VIII. LAPORAN ANESTESI

a. Persiapan Anestesi

- Informed concent

- Puasa

Pengosongan lambung, penting untuk mencegah aspirasi isi lambung

karena regurgitasi. Untuk dewasa dipuasakan 6-8 jam sebelum operasi

- Pemasangan IV line

14

Page 15: Lapkas Anestesi Regional

Sudah terpasang jalur intravena menggunakan IV catheter ukuran 18

atau menyesuaikan keadaan pasien dimana dipilih ukuran yang paling

maksimal bisa dipasang.

- Dilakukan pemasangan monitor tekanan darah, nadi dan saturasi O2

b. Penatalaksanaan Anestesi

Jenis anestesi : Regional Anestesi (RA) spinal anestesi

Premedikasi :

- Ondansetron IV 1 ampul 2 mg

- Midazolam IV 2 mg

Medikasi Intra Operatif:

- Bupivacain spinal IV 2,5 cc (12,5 mg)

- Oksitosin IV 4 ampul ( 40 IU)

- Asam Traneksamat IV 500 mg

- Ketorolac IV 30 mg

Medikasi Post Operatif:

- Ketorolac 30 mg

- Tramadol 200 mg

Teknik anestesi :

Pasien dalam posisi duduk tegak dan kepala menunduk Dilakukan desinfeksi

di sekitar daerah tusukan yaitu di regio vertebra lumbal 4 – 5. Dilakukan Sub

Arakhnoid blok dengan jarum spinal no. 27 pada regio vertebra lumbal 4 – 5

dengan tusukan paramedian.

LCS keluar (+) jernih

Respirasi : Spontan

Posisi : Supine

Jumlah cairan yang masuk :

Kristaloid = 2500 cc (RL 1 + RL 2 + RL 3 + RL 4 + RL 5)

Perdarahan selama operasi : ± 500 cc

15

Page 16: Lapkas Anestesi Regional

Pemantauan selama anestesi :

Mulai anestesi : 12.05 WIB

Mulai operasi : 12.10 WIB

Bayi lahir : 12.20 WIB, laki-laki, BBL : 4000 gram

Selesai operasi : 13.00 WIB

Tekanan darah dan frekuensi nadi :

Pukul (WIB) Tekanan Darah (mmHg) Nadi (kali/menit)

12.10 100 / 60 96

12.20 100 / 60 97

12.30 100/ 60 99

12.40 97/ 47 90

12.50 108 / 66 90

13.00 109 / 70 80

IX. PROGNOSA

Dubia ad bonam

16

Page 17: Lapkas Anestesi Regional

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pre Operatif

Seksio sesarea pada pasien ini termasuk kedalam operasi elektif, walaupun begitu

persiapan anestesi dan pembedahan harus selengkap mungkin karena dalam pemberian

anestesi dan operasi selalu ada risiko. Persiapan yang dilakukan meliputi persiapan alat,

penilaian dan persiapan pasien, dan persiapan obat anestesi yang diperlukan. Penilaian

dan persiapan penderita diantaranya meliputi :

- informasi penyakit

- anamnesis/heteroanamnesis kejadian penyakit

- riwayat alergi, hipertensi, diabetes mellitus, operasi sebelumnya, asma, komplikasi

transfusi darah (apabila pernah mendapatkan transfusi)

- riwayat keluarga (penyakit dan komplikasi anestesia)

- makan minum terakhir (mencegah aspirasi isi lambung karena regurgitasi atau

muntah pada saat anestesi)

- Persiapan operasi yang tidak kalah penting yaitu informed consent, suatu

persetujuan medis untuk mendapatkan ijin dari pasien sendiri dan keluarga pasien

untuk melakukan tindakan anestesi dan operasi, sebelumnya pasien dan keluarga

pasien diberikan penjelasan mengenai risiko yang mungkin terjadi selama operasi

dan post operasi.

Setelah dilakukan pemeriksaan pada pasien, maka pasien termasuk dalam klasifikasi

ASA II.

Salah satu komplikasi anestesi spinal adalah mual-muntah, untuk itu tidak jarang

diberikan premedikasi secara intravena atau intramuskular dengan antasida, antagonis

reseptor H2 atau metoclopramide, walaupun tidak efektif dan menguntungkan. Pada

pasien ini diberikan premedikasi yaitu invomit (ondansentron) sebanyak 2 mg secara

intravena. Pemberian obat anti mual dan muntah ini sangat diperlukan dalam operasi

Sectio Cesarea dimana merupakan usaha untuk mencegah adanya aspirasi dari asam

lambung.

17

Page 18: Lapkas Anestesi Regional

Untuk menenangkan pasien dari rasa cemas pada saat operasi, seringkali diberikan

obat-obatan sedatif seperti pada pasien ini juga diberikan midazolam 2 mg sebagai obat

premedikasinya.

4.2 Intra Operatif

Tindakan pemilihan jenis anestesi pada pasien obstetri diperlukan beberapa

pertimbangan. Teknik anestesi disesuaikan dengan keadaan umum pasien, jenis dan

lamanya pembedahan dan bidang kedaruratan. Metode anestesi sebaiknya seminimal

mungkin mendepresi janin, sifat analgesi cukup kuat, tidak menyebabkan trauma psikis

terhadap ibu dan bayi, toksisitas rendah, aman, nyaman, relaksasi otot tercapai tanpa

relaksasi rahim dan memungkinkan ahli obstetri bekerja optimal. Pada pasien ini

digunakan teknik Regional Anestesi (RA) dengan Sub Arakhnoid Block (SAB), yaitu

pemberian obat anestesi lokal ke ruang subarakhnoid, sehingga pada pasien dipastikan

tidak terdapat tanda-tanda hipovolemia. Teknik ini sederhana, cukup efektif.

Induksi menggunakan Bupivacaine HCL yang merupakan anestesi lokal golongan

amida. Obat anestesi regional bekerja dengan menghilangkan rasa sakit atau sensasi

pada daerah tertentu dari tubuh. Cara kerjanya yaitu memblok proses konduksi syaraf

perifer jaringan tubuh, bersifat reversibel. Mula kerja lambat dibanding lidokain, tetapi

lama kerja 8 jam. Setelah itu pasien diposisikan dalam keadaan terlentang (supine).

Anestesi spinal mulai dilakukan, posisi pasien duduk tegak dengan kepala menunduk

hingga prossesus spinosus mudah teraba. Dicari perpotongan garis yang

menghubungkan kedua crista illiaca dengan tulang punggung yaitu antara vertebra

lumbal 3-4, lalu ditentukan tempat tusukan pada garis tengah. Kemudian disterilkan

tempat tusukan dengan alkohol dan betadin. Jarum spinal nomor 27-gauge ditusukkan

dengan arah paramedian, barbutase positif dengan keluarnya LCS (jernih) kemudian

dipasang spuit yang berisi obat anestesi dan dimasukkan secara perlahan-lahan, dalam

hal ini obat induksi anestesi yang diberikan adalah bupivakain 2,5 cc.

Seksio sesarea merupakan operasi besar dengan risiko perdarahan yang banyak,

untuk itu diberikan asam traneksamat 500 mg sebagai penghambat dari aktivator

plasminogen dan plasmin.

Monitor tekanan darah setiap 5 menit sekali untuk mengetahui penurunan tekanan

darah yang bermakna. Hipotensi terjadi bila terjadi penurunan tekanan darah sebesar 20-

30% atau sistole kurang dari 100 mmHg. Hipotensi merupakan salah satu efek dari

18

Page 19: Lapkas Anestesi Regional

pemberian obat anestesi spinal, karena penurunan kerja syaraf simpatis. Bila keadaan

ini terjadi maka cairan intravena dicepatkan, bolus ephedrin 5-15mg secara intravena,

dan pemberian oksigen. Pada pasien ini terjadi hipotensi tidak terjadi, sehingga tidak

dilakukan pemberian cairan yang dicepatkan dan tidak diberikan bolus ephedrin

sebanyak 10mg secara intravena.

Sesaat setelah bayi lahir dan plasenta diklem diberikan drip oksitosin 10 IU

(1 ampul) di dalam 500 cc RL. Pemberian oksitosin bertujuan untuk mencegah

perdarahan dengan merangsang kontraksi uterus secara ritmik atau untuk

mempertahankan tonus uterus post partum, dengan waktu partus 3-5 menit. Drip

oksitosin ini dilanjutkan hingga operasi selesai.

Ketorolac 30 mg secara intravena diberikan sesaat sebelum operasi selesai. Ketorolac

adalah golongan NSAID (Non steroidal anti-inflammatory drug) yang bekerja

menghambat sintesis prostaglandin. Ketorolac diberikan untuk mengatasi nyeri akut

jangka pendek post operasi, dengan durasi kerja 6-8 jam.

Pada pasien ini berikan cairan infus RL (ringer laktat) sebagai cairan fisiologis untuk

mengganti cairan dan ele ktrolit yang hilang. Pasien sudah tidak makan dan minum ± 10

jam, maka kebutuhan cairan pada pasien dengan BB = 68 kg adalah

- Pemeliharaan cairan per jam:

(4 X 10) + (2 X 10) + (1 X 48) = 108 mL/jam

- Pengganti defisit cairan puasa:

10 jam X 108 mL = 1080 mL

- Kebutuhan kehilangan cairan saat pembedahan:

8 X 68 = 544 mL

- Jumlah darah selama operasi:

500cc x 3 = 1500 mL

- Jumlah terapi cairan:

108 + 1080 + 544 + 1500 = 3232 mL 6-7 kolf RL (kristaloid)

4.3 Post Operatif

Setelah operasi selesai, pasien bawa ke ruang UPPA (unit perawatan pasca anestesi).

Pasien berbaring dengan posisi kepala lebih tinggi untuk mencegah spinal headache,

karena efek obat anestesi masih ada. Observasi post operasi dilakukan selama 2 jam,

dan dilakukan pemantauan vital sign (tekanan darah, nadi, suhu dan respiratory rate),

19

Page 20: Lapkas Anestesi Regional

dan memperhatikan adanya darah dari jalan lahir. Oksigen tetap diberikan 2-3

liter/menit.

15 menit saat observasi pasien tubuhnya menggigil. Menggigil pada pasien pasca

operasi dapat disebabkan karena hipotermia akibat suhu ruang operasi, ruang UPPA

yang dingin, cairan infus dingin, cairan irigasi dingin, atau bedah abdomen luas dan

lama, sehingga untuk penatalaksanaan dapat diberikan selimut yang hangat atau infus

hangat untuk menaikkan suhu tubuh pasien. Medikasi untuk pasien yang menggigil post

operasi bukan karena hipotermi dapat diberikan petidin 10-20 mg IV. Pada pasien ini

untuk mengatasinya keluhan menggigilnya, pasien ini diberikan selimut hangat untuk

menaikkan suhu tubuh, 15 menit kemudian keluhan menggigil menghilang, sehingga

tidak diperlukan pemberian petidin pada pasien ini. Setelah keadaan umum stabil, maka

pasien dibawa ke ruangan.

20

Page 21: Lapkas Anestesi Regional

BAB V

KESIMPULAN

G3P1A1H1 usia 28 tahun, gravid 39 – 40 minggu + belum inpartu + BSC 1x a/i letsu

+ skor VBAC <2 + janin tunggal hidup intra uterin + letak memanjang, persentasi

kepala + makrosemia dengan keluhan nyeri pinggang yang menjalar ke perut depan

sejak 1 minggu yang lalu. Dilakukan tindakan seksio sesarea pada tanggal 09 April

2014 di ruangan operasi RSUD Bangkinang atas indikasi BSC 1x a/i letsu + skor

VBAC <2 + makrosemia.

Teknik anestesi dengan spinal anestesi (subarachnoid blok) merupakan teknik

anestesi sederhana, cukup efektif. Anestesi dengan menggunakan Bupivacain spinal 2,5

cc dan maintenance dengan oksigen 2-3 liter/menit. Untuk mengatasi nyeri digunakan

ketorolac sebanyak 30 mg. Perawatan post operatif dilakukan dibangsal dan dengan

diawasi vital sign, tanda-tanda perdarahan.

21

Page 22: Lapkas Anestesi Regional

DAFTAR PUSTAKA

1. Gondo HK, Sugiharta K, Operasi seksio Sesarea di SMF Obstetri & Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar, Bali 2001 dan 2006. Dept. Obstetri & Ginekologi Fakultas Udayana Bali, 2006.

2. Martel MJ et al, Guidelines for Vaginal Birth After Previous Caesarean Birth. SOGC Clinical Practice Guidelines. No.155. February 2005.

3. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2008.

4. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR.Petunjuk Praktis Anestesiologi.Ed.2.Cet.V.Jakarta:Bagian Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2010.

5. Angsar, MD dan Lilakusuma LS. Ilmu bedah kebidanan Sarwono Prawirohardjo, cetakan ke-7. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007.

6. Caughey AB. Vaginal Birth After Cesarean Delivery. Available on : www.medscape.com. Last update : Aug 27,2013.

22

Page 23: Lapkas Anestesi Regional

23