BAB I PEDAHULUAN Anestesiologi ialah ilmu kedokteran yang pada awalnya berprofesi menghilangkan nyeri dan rumatan pasien sebelum, selama, dan sesudah pembedahan. Definisi anestesiologi berkembang terus sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran. 1 Anestesi regional adalah suatu cara untuk menghilangkan rasa sakit pada sebagianmatau beberapa bagian tubuh yang tidak disertai dengan hilangnya kesadaran dan bersifat sementara. Analgesia regional sering digunakan karena sederhana, murah, obatnya mudah disuntikkan, alatnya sederhana dan perawatan pasca bedah tidak rumit.Tahun-tahun terakhir ini analgesia regional berkembang dengan pesat di Indonesia. Dari sekian banyak teknik analgesia regional, blok subarakhnoid (SAB) termasuk diantaranya. SAB atau lebih populer disebut anestesi spinal adalah suatu tindakan atau usahamenghentikan transmisi impuls syaraf yang melintas medulla spinalis anterior dandengan jalan menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid melalui interspace L2-3, L3-4, L4-5. 2 Sub-arachnoid block (SAB) atau anestesi spinal merupakan salah satutehnik anestesi yang aman, ekonomis dan dapat dipercaya serta sering digunakanpada tindakan anestesi sehari-hari. Kelebihan utama tehnik ini adalah kemudahan dalam tindakan, peralatan yangminimal, efek samping yang minimal pada biokimia darah, menjaga level optimal dari analisa gas darah, pasien tetap sadar
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PEDAHULUAN
Anestesiologi ialah ilmu kedokteran yang pada awalnya berprofesi menghilangkan nyeri
dan rumatan pasien sebelum, selama, dan sesudah pembedahan. Definisi anestesiologi
berkembang terus sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran.1
Anestesi regional adalah suatu cara untuk menghilangkan rasa sakit pada sebagianmatau
beberapa bagian tubuh yang tidak disertai dengan hilangnya kesadaran dan bersifat sementara.
Analgesia regional sering digunakan karena sederhana, murah, obatnya mudah disuntikkan,
alatnya sederhana dan perawatan pasca bedah tidak rumit.Tahun-tahun terakhir ini analgesia
regional berkembang dengan pesat di Indonesia. Dari sekian banyak teknik analgesia regional,
blok subarakhnoid (SAB) termasuk diantaranya. SAB atau lebih populer disebut anestesi spinal
adalah suatu tindakan atau usahamenghentikan transmisi impuls syaraf yang melintas medulla
spinalis anterior dandengan jalan menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid
melalui interspace L2-3, L3-4, L4-5.2
Sub-arachnoid block (SAB) atau anestesi spinal merupakan salah satutehnik anestesi
yang aman, ekonomis dan dapat dipercaya serta sering digunakanpada tindakan anestesi sehari-
hari. Kelebihan utama tehnik ini adalah kemudahan dalam tindakan, peralatan yangminimal, efek
samping yang minimal pada biokimia darah, menjaga level optimal dari analisa gas darah, pasien
tetap sadar selama operasi dan menjaga jalan nafas,serta membutuhkan penanganan post operatif
dan analgesia yang minimal.
Adanya inovasi terhadap obat-obatan dan teknik menjadikan anestesi spinal dapat
menjadi pilihan pada prosedur-prosedur operasi rawat jalan dan pada operasi dengan indikasi
anestesi spinal.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anestesi Blok Subaraknoid (Anestesi Spinal)
1. Definisi3
Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan
penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal atau blok
subaraknoid disebut juga sebagai analgesi atau blok spinal intradural atau blok
intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal ke
dalam ruang subaraknoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5.Jarum
spinal hanya dapat diinsersikan di bawah lumbal 2 dan di atas vertebra sakralis. Batas
atas ini dikarenakan adanya ujung medula spinalis dan batas bawah dikarenakan
penyatuan vertebra sakralis yang tidak memungkinkan dilakukan insersi.
2. Anatomi Tulang Belakang4
Untuk mempelajari kelainan Tulang Belakang atau Tulang Punggung seperti
scoliosis terlebih dahulu kita harus mengenal anatominya.
Tulang punggung atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang
membentuk punggung yang mudah digerakkan, terdapat 33 tulang punggung pada
manusia, 5 diantaranya bergabung membentuk bagian sacral, dan 4 tulang
membentuk tulang ekor (coccyx). Tiga bagian di atasnya terdiri dari 24 tulang yang
dibagi menjadi 7 tulang cervical (leher), 12 tulang thorax (thoraks atau dada) dan, 5
tulang lumbal. Banyaknya tulang belakang dapat saja terjadi ketidaknormalan. Bagian
terjarang terjadi ketidaknormalan adalah bagian punggung.
Struktur umum
Sebuah tulang punggung terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri
dari badan dan tulang atau corpus vertebrae dan bagian posterior yang terdiri dari arcus
vertebrae. Arcus vertebrae dibentuk oleh dua “kaki” atau pediculus dan dua lamina,
serta didukung oleh penonjolan atau procesus yakni procesus articularis, procesus
transversus, dan procesus spinosus. Procesus tersebut membentuk lubang yang disebut
foramen vertebrale. Ketika tulang punggung disusun, foramen ini akan membentuk
saluran sebagai tempat sumsum tulang belakang atau medulla spinalis. Di antara dua
tulang punggung dapat ditemui celah yang disebut foramen intervertebrale.
Tulang punggung cervical
Secara umum memiliki bentuk tulang yang kecil dengan spina atau procesus
spinosus (bagian seperti sayap pada belakang tulang) yang pendek, kecuali tulang ke-2
dan 7 yang procesus spinosusnya pendek. Diberi nomor sesuai dengan urutannya dari
C1-C7 (C dari cervical), namun beberapa memiliki sebutan khusus seperti C1 atau atlas,
C2 atau aksis.
Tulang punggung thorax
Procesus spinosusnya akan berhubungan dengan tulang rusuk. Beberapa gerakan
memutar dapat terjadi. Bagian ini dikenal juga sebagai ”tulang punggung dorsal”.
Bagian ini diberi nomor T1 hingga T12.
Tulang punggung lumbal
Bagian ini (L1-L5) merupakan bagian paling tegap konstruksinya dan
menanggung beban terberat dari yang lainnya. Bagian ini memungkinkan gerakan fleksi
dan ekstensi tubuh, dan beberapa gerakan rotasi dengan derajat yang kecil.
Tulang punggung sacral
Terdapat 5 tulang di bagian ini (S1-S5). Tulang-tulang bergabung dan tidak
memiliki celah atau diskus intervertebralis satu sama lainnya.
Tulang punggung coccygeal
Terdapat 3 hingga 5 tulang (Co1-Co5) yang saling bergabung dan tanpa celah.
3. Indikasi dan Kontraindikasi1:
Indikasi :
Bedah ekstremitas bawah
Bedah panggul
Tindakan sekitar rektum perineum
Bedah obstetrik-ginekologi
Bedah urologi
Bedah abdomen bawah
Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikandengan
anesthesia umum ringan.
Kontraindikasi absolut:
Pasien menolak
Infeksi pada tempat suntikan
Hipovolemia berat, syok
Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan
Tekanan intrakranial meningkat
Fasilitas resusitasi minim
Kurang pengalaman atau tanpa didampingi konsulen anestesi.
Kontra indikasi relatif 1 :
Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi)
Infeksi sekitar tempat suntikan
Kelainan neurologis
Kelainan psikis
Bedah lama
Penyakit jantung
Hipovolemia ringan
Nyeri punggung kronis
4. Persiapan dan peralatan analgesia spinal :
Persiapan analgesia spinal 1 :
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada
anastesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan
kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali
sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal
di bawah ini:
1. Informed consent (izin dari pasien)
Tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesia spinal.
2. Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung.
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran
Hemoglobin, trombosit, PT (prothrombine time) dan APTT (activated
partial thromboplastine time)
Peralatan analgesia spinal 1 :
1. Peralatan monitor
Tekanan darah, nadi, oksimetri denyut dan EKG.
2. Peralatan resusitasi/anestesi umum
3. Jarum spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing, quinckebacock)
atau jarum spinal dengan ujung pensil (pencil point whitecare).
5. Teknik analgesia spinal1:
Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis
tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja
operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien.
Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan
menyebarnya obat.
1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri
bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat
pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain
adalah duduk.
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis krista iliaka, misal
L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma
terhadap medulla spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol.
4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3 ml.
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G
dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan
menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan
introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan
jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan
jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat
duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah,
untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala
pasca spinal. Setelah resensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan
keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan
(0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap
baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak
keluar, putar arah jarum 90º biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal
kontinyu dapat dimasukan kateter.
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid
dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa ± 6cm.
6. Anestesi Lokal untuk Anastesi Spinal1:
Berat jenis cairan cerebrospinalis pada 37 derajat celcius adalah 1.003-1.008.
Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan CSS disebut isobaric. Anastetik lokal
dengan berat jenis lebih besar dari CSS disebut hiperbarik. Anastetik lokal dengan
berat jenis lebih kecil dari CSS disebut hipobarik.
Anestetik lokal yang paling sering digunakan:
- Lidokain (xylobain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobarik, dosis 20-100
mg (2-5ml).
- Lidokain (xylobain,lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.003, sifat
hiperbarik, dosis 20-50 mg (1-2 ml).
- Bupivakain (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobarik, dosis 5-20
mg
- Bupivakain (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat
hiperbarik, dosis 5-15 mg (1-3 ml)
Bupivakain
Obat anestetik lokal yang sering digunakan adalah prokain, tetrakain, lidokain,
atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran obat dan
perluasan daerah teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar dari
berat jenis CSS (hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat
gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke
atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat
penyuntikan.
Bupivakain adalah obat anestetik lokal yang termasuk dalam golongan amino
amida. Bupivakain diindikasi pada penggunaan anestesi lokal termasuk anestesi
infiltrasi, blok serabut saraf, anestesi epidura dan anestesi intratekal. Bupivakain
kadang diberikan pada injeksi epidural sebelum melakukan operasi athroplasty
pinggul. Obat tersebut juga biasa digunakan untuk luka bekas operasi untuk
mengurangi rasa nyeri dengan efek obat mencapai 20 jam setelah operasi.
Bupivakain dapat diberikan bersamaan dengan obat lain untuk memperpanjang
durasi efek obat seperti misalnya epinefrin, glukosa, dan fentanil untuk analgesi
epidural. Kontraindikasi untuk pemberian bupivakain adalah anestesi regional IV
(IVRA) karena potensi risiko untuk kegagalan tourniket dan adanya absorpsi
sistemik dari obat tersebut.
Bupivakain bekerja dengan cara berikatan secara intaselular dengan natrium
dan memblok influk natrium kedalam inti sel sehingga mencegah terjadinya
depolarisasi. Dikarenakan serabut saraf yang menghantarkan rasa nyeri mempunyai
serabut yang lebih tipis dan tidak memiliki selubung mielin, maka bupivakain dapat
berdifusi dengan cepat ke dalam serabut saraf nyeri dibandingkan dengan serabut
saraf penghantar rasa proprioseptif yang mempunyai selubung mielin dan ukuran
serabut saraf lebih tebal.
7. Komplikasi Anastesi Spinal :
Komplikasi anastesi spinal dibagi menjadi komplikasi tindakan dan
komplikasi pasca tindakan.
Komplikasi tindakan :
1. Hipotensi berat4
Efek samping penggunaan anestesi spinal salah satunya adalah terjadinya
hipotensi. Kejadian hipotensi pada tindakan anestesi spinal merupakan
manifestasi fisiologis yang biasa terjadi. Hal ini terjadi karena : (1) Penurunan
darah balik, penurunan secara fungsional volume sirkulasi efektif karena
venodilatasi, dan penumpukan darah. (2) Penurunan tahanan pembuluh darah
sistemik karena vasodilatasi dan (3) Penurunan curah jantung karena penurunan
kontraktilitas dan denyut jantung.
Mekanisme utama penyebab hipotensi setelah anestesi spinal adalah blok
simpatis yang menyebabkan dilatasi arteri dan vena. Dilatasi arteri menyebabkan
penurunan tahanan perifer total dan tekanan darah sistolik sampai 30%. Dilatasi
vena dapat menyebabkan hipotensi yang berat sebagai akibat penurunan aliran
balik vena dan curah jantung. Tetapi sebetulnya hal ini tidak boleh terjadi karena
ketika terjadi hipotensi, perfusi organ menjadi tidak adekuat sehingga
oksigenasinya tidak adekuat. Hal ini sangat berbahaya pada pasien dengan
kelainan pembuluh coroner (misalnya pada geriatri). Dikatakan hipotensi jika
terjadi penurunan tekanan darah sistolik, biasanya 90 atau 100 mmhg, atau
penurunan prosentase 20% atau 30% dari biasanya. Dan lamanya perubahan
bervariasi dari 3 sampai 10 menit.Oleh karena itu kejadian hipotensi harus
dicegah.
Ada beberapa cara untuk mencegah atau mengatasi hipotensi akibat spinal
anestesi adalah dengan pemberian cairan prabeban yaitu Ringer Laktat (RL) dan
atau obat vasopressor salah satunya dengan pemberian efedrin. Efedrin
merupakan vasopresor pilihan yang digunakan pada anestesi obstetric sebagai
obat yang diberikan untuk mencegah hipotensi akibat anestesi spinal. Efedrin
adalah obat sintetik non katekolamin yang mempunyai aksi langsung yang
menstimuli reseptor β1, β2, α1 adrenergik dan aksi tak langsung dengan
melepaskan nor-epinefrin endogen.
Efedrin akan menyebabkan peningkatan cardiac output, denyut jantung
dan tekanan darah sistolik maupun diastolik. Menurunkan aliran darah splanikus
dan ginjal tetapi meningkatkan aliran darah ke otak dan otot. Pemberian efedrin
dapat secara subkutan, intra muskuler, bolus intravena, dan infus kontinyu dan
pada praktek sehari-hari, efedrin diberikan secara bolus IV 5-10mg bila terjadi
hipotensi akibat anestesi spinal.
2. Bradikardia5
Efek samping kardiovaskuler, terutama hipotensi dan bradikardi adalah
perubahan fisiologis yang paling penting dan sering pada anestesi spinal.
Pemahaman tentang mekanisme homeostasis yang bertujuan untuk mengontrol
tekanan darah dan denyut jantung penting untuk merawat perubahan
kardiovaskuler terkait dengan anestesi spinal.
Perubahan frekuensi denyut nadi merupakan salah satu tanda vital pada
anestesi spinal. Frekuensi denyut nadi yang tidak stabil dapat menyebabkan
bradikardi apabila terdapat penurunan frekuensi denyut nadi yang berlebihan.
Karena itu pemilihan obat anestesi spinal merupakan hal yang penting mengingat
adanya efek-efek yang ditimbulkan. Apabila terjadi penurunan tekanan darah dan
frekuesi denyut nadi yang berlebihan dapat digunakan efedrin yang berfungsi
berdasarkan reseptor adrenergik yang menghasilkan respon simpatis. Oleh karena
efedrin dapat menyebabkan vasokonstriksi perifer, sehingga pada penggunaan
klinis efedrin meningkatkan tekanan darah dan frekuensi denyut nadi.
3. Hipoventilasi
Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas
4. Trauma pembuluh saraf
5. Trauma saraf
6. Mual-muntah
7. Gangguan pendengaran
8. Blok spinal tinggi atau spinal total3
Faktor yang mempengaruhi tinggi blok anestesi spinal:
Volume obat analgetik lokal makin besar makin tinggi daerah analgesia
Konsentrasi obat makin pekat makin tinggi batas daerah analgesia
Barbotase penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan batas daerah
analgetik
Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia yang
tinggi. Kecepatan penyuntikan yang dianjurkan : 3 detik untuk 1 ml larutan.