Top Banner
BAB I PEDAHULUAN Anestesiologi ialah ilmu kedokteran yang pada awalnya berprofesi menghilangkan nyeri dan rumatan pasien sebelum, selama, dan sesudah pembedahan. Definisi anestesiologi berkembang terus sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran. 1 Anestesi regional adalah suatu cara untuk menghilangkan rasa sakit pada sebagianmatau beberapa bagian tubuh yang tidak disertai dengan hilangnya kesadaran dan bersifat sementara. Analgesia regional sering digunakan karena sederhana, murah, obatnya mudah disuntikkan, alatnya sederhana dan perawatan pasca bedah tidak rumit.Tahun-tahun terakhir ini analgesia regional berkembang dengan pesat di Indonesia. Dari sekian banyak teknik analgesia regional, blok subarakhnoid (SAB) termasuk diantaranya. SAB atau lebih populer disebut anestesi spinal adalah suatu tindakan atau usahamenghentikan transmisi impuls syaraf yang melintas medulla spinalis anterior dandengan jalan menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid melalui interspace L2-3, L3-4, L4-5. 2 Sub-arachnoid block (SAB) atau anestesi spinal merupakan salah satutehnik anestesi yang aman, ekonomis dan dapat dipercaya serta sering digunakanpada tindakan anestesi sehari-hari. Kelebihan utama tehnik ini adalah kemudahan dalam tindakan, peralatan yangminimal, efek samping yang minimal pada biokimia darah, menjaga level optimal dari analisa gas darah, pasien tetap sadar
42

Lapkas Anestesi

Dec 12, 2015

Download

Documents

Tiven Stive

Anestesi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Lapkas Anestesi

BAB I

PEDAHULUAN

Anestesiologi ialah ilmu kedokteran yang pada awalnya berprofesi menghilangkan nyeri

dan rumatan pasien sebelum, selama, dan sesudah pembedahan. Definisi anestesiologi

berkembang terus sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran.1

Anestesi regional adalah suatu cara untuk menghilangkan rasa sakit pada sebagianmatau

beberapa bagian tubuh yang tidak disertai dengan hilangnya kesadaran dan bersifat sementara.

Analgesia regional sering digunakan karena sederhana, murah, obatnya mudah disuntikkan,

alatnya sederhana dan perawatan pasca bedah tidak rumit.Tahun-tahun terakhir ini analgesia

regional berkembang dengan pesat di Indonesia. Dari sekian banyak teknik analgesia regional,

blok subarakhnoid (SAB) termasuk diantaranya. SAB atau lebih populer disebut anestesi spinal

adalah suatu tindakan atau usahamenghentikan transmisi impuls syaraf yang melintas medulla

spinalis anterior dandengan jalan menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid

melalui interspace L2-3, L3-4, L4-5.2

Sub-arachnoid block (SAB) atau anestesi spinal merupakan salah satutehnik anestesi

yang aman, ekonomis dan dapat dipercaya serta sering digunakanpada tindakan anestesi sehari-

hari. Kelebihan utama tehnik ini adalah kemudahan dalam tindakan, peralatan yangminimal, efek

samping yang minimal pada biokimia darah, menjaga level optimal dari analisa gas darah, pasien

tetap sadar selama operasi dan menjaga jalan nafas,serta membutuhkan penanganan post operatif

dan analgesia yang minimal.

Adanya inovasi terhadap obat-obatan dan teknik menjadikan anestesi spinal dapat

menjadi pilihan pada prosedur-prosedur operasi rawat jalan dan pada operasi dengan indikasi

anestesi spinal.3

Page 2: Lapkas Anestesi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anestesi Blok Subaraknoid (Anestesi Spinal)

1. Definisi3

Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan

penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal atau blok

subaraknoid disebut juga sebagai analgesi atau blok spinal intradural atau blok

intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal ke

dalam ruang subaraknoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5.Jarum

spinal hanya dapat diinsersikan di bawah lumbal 2 dan di atas vertebra sakralis. Batas

atas ini dikarenakan adanya ujung medula spinalis dan batas bawah dikarenakan

penyatuan vertebra sakralis yang tidak memungkinkan dilakukan insersi.

2. Anatomi Tulang Belakang4

Untuk mempelajari kelainan Tulang Belakang atau Tulang Punggung seperti

scoliosis terlebih dahulu kita harus mengenal anatominya.

Tulang punggung atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang

membentuk punggung yang mudah digerakkan, terdapat 33 tulang punggung pada

manusia, 5 diantaranya bergabung membentuk bagian sacral, dan 4 tulang

Page 3: Lapkas Anestesi

membentuk tulang ekor (coccyx). Tiga bagian di atasnya terdiri dari 24 tulang yang

dibagi menjadi 7 tulang cervical (leher), 12 tulang thorax (thoraks atau dada) dan, 5

tulang lumbal. Banyaknya tulang belakang dapat saja terjadi ketidaknormalan. Bagian

terjarang terjadi ketidaknormalan adalah bagian punggung.

Struktur umum

Sebuah tulang punggung terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang terdiri

dari badan dan tulang atau corpus vertebrae dan bagian posterior yang terdiri dari arcus

vertebrae. Arcus vertebrae dibentuk oleh dua “kaki” atau pediculus dan dua lamina,

serta didukung oleh penonjolan atau procesus yakni procesus articularis, procesus

transversus, dan procesus spinosus. Procesus tersebut membentuk lubang yang disebut

foramen vertebrale. Ketika tulang punggung disusun, foramen ini akan membentuk

saluran sebagai tempat sumsum tulang belakang atau medulla spinalis. Di antara dua

tulang punggung dapat ditemui celah yang disebut foramen intervertebrale.

Tulang punggung cervical

Secara umum memiliki bentuk tulang yang kecil dengan spina atau procesus

spinosus (bagian seperti sayap pada belakang tulang) yang pendek, kecuali tulang ke-2

dan 7 yang procesus spinosusnya pendek. Diberi nomor sesuai dengan urutannya dari

C1-C7 (C dari cervical), namun beberapa memiliki sebutan khusus seperti C1 atau atlas,

C2 atau aksis.

Page 4: Lapkas Anestesi

Tulang punggung thorax

Procesus spinosusnya akan berhubungan dengan tulang rusuk. Beberapa gerakan

memutar dapat terjadi. Bagian ini dikenal juga sebagai ”tulang punggung dorsal”.

Bagian ini diberi nomor T1 hingga T12.

Tulang punggung lumbal

Bagian ini (L1-L5) merupakan bagian paling tegap konstruksinya dan

menanggung beban terberat dari yang lainnya. Bagian ini memungkinkan gerakan fleksi

dan ekstensi tubuh, dan beberapa gerakan rotasi dengan derajat yang kecil.

Tulang punggung sacral

Terdapat 5 tulang di bagian ini (S1-S5). Tulang-tulang bergabung dan tidak

memiliki celah atau diskus intervertebralis satu sama lainnya.

Tulang punggung coccygeal

Terdapat 3 hingga 5 tulang (Co1-Co5) yang saling bergabung dan tanpa celah.

3. Indikasi dan Kontraindikasi1:

Indikasi :

Bedah ekstremitas bawah

Bedah panggul

Tindakan sekitar rektum perineum

Bedah obstetrik-ginekologi

Bedah urologi

Bedah abdomen bawah

Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikandengan

anesthesia umum ringan.

Kontraindikasi absolut:

Pasien menolak

Infeksi pada tempat suntikan

Hipovolemia berat, syok

Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan

Tekanan intrakranial meningkat

Page 5: Lapkas Anestesi

Fasilitas resusitasi minim

Kurang pengalaman atau tanpa didampingi konsulen anestesi.

Kontra indikasi relatif 1 :

Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi)

Infeksi sekitar tempat suntikan

Kelainan neurologis

Kelainan psikis

Bedah lama

Penyakit jantung

Hipovolemia ringan

Nyeri punggung kronis

4. Persiapan dan peralatan analgesia spinal :

Persiapan analgesia spinal 1 :

Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada

anastesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan

kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali

sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal

di bawah ini:

1. Informed consent (izin dari pasien)

Tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesia spinal.

2. Pemeriksaan fisik

Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung.

3. Pemeriksaan laboratorium anjuran

Hemoglobin, trombosit, PT (prothrombine time) dan APTT (activated

partial thromboplastine time)

Peralatan analgesia spinal 1 :

1. Peralatan monitor

Tekanan darah, nadi, oksimetri denyut dan EKG.

Page 6: Lapkas Anestesi

2. Peralatan resusitasi/anestesi umum

3. Jarum spinal

Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing, quinckebacock)

atau jarum spinal dengan ujung pensil (pencil point whitecare).

5. Teknik analgesia spinal1:

Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis

tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja

operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien.

Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan

menyebarnya obat.

1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri

bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat

pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain

adalah duduk.

2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis krista iliaka, misal

L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma

terhadap medulla spinalis.

3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol.

4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3 ml.

5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G

dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan

menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan

introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan

jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan

jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat

duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah,

untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala

pasca spinal. Setelah resensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan

keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan

(0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap

Page 7: Lapkas Anestesi

baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak

keluar, putar arah jarum 90º biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal

kontinyu dapat dimasukan kateter.

6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid

dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa ± 6cm.

6. Anestesi Lokal untuk Anastesi Spinal1:

Berat jenis cairan cerebrospinalis pada 37 derajat celcius adalah 1.003-1.008. 

Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan CSS disebut isobaric. Anastetik lokal

dengan berat jenis lebih besar dari CSS disebut hiperbarik. Anastetik lokal dengan

berat jenis lebih kecil dari CSS disebut hipobarik.

Anestetik lokal yang paling sering digunakan:

- Lidokain (xylobain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobarik, dosis 20-100

mg (2-5ml).

- Lidokain (xylobain,lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.003, sifat

hiperbarik, dosis 20-50 mg (1-2 ml).

- Bupivakain (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobarik, dosis 5-20

mg

- Bupivakain (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat

hiperbarik, dosis 5-15 mg (1-3 ml)

Bupivakain

Obat anestetik lokal yang sering digunakan adalah prokain, tetrakain, lidokain,

atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran obat dan

perluasan daerah teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih besar dari

berat jenis CSS (hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat

gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke

atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di tempat

penyuntikan.

Page 8: Lapkas Anestesi

Bupivakain adalah obat anestetik lokal yang termasuk dalam golongan amino

amida. Bupivakain diindikasi pada penggunaan anestesi lokal termasuk anestesi

infiltrasi, blok serabut saraf, anestesi epidura dan anestesi intratekal. Bupivakain

kadang diberikan pada injeksi epidural sebelum melakukan operasi athroplasty

pinggul. Obat tersebut juga biasa digunakan untuk luka bekas operasi untuk

mengurangi rasa nyeri dengan efek obat mencapai 20 jam setelah operasi.

Bupivakain dapat diberikan bersamaan dengan obat lain untuk memperpanjang

durasi efek obat seperti misalnya epinefrin, glukosa, dan fentanil untuk analgesi

epidural. Kontraindikasi untuk pemberian bupivakain adalah anestesi regional IV

(IVRA) karena potensi risiko untuk kegagalan tourniket dan adanya absorpsi

sistemik dari obat tersebut.

Bupivakain bekerja dengan cara berikatan secara intaselular dengan natrium

dan memblok influk natrium kedalam inti sel sehingga mencegah terjadinya

depolarisasi. Dikarenakan serabut saraf yang menghantarkan rasa nyeri mempunyai

serabut yang lebih tipis dan tidak memiliki selubung mielin, maka bupivakain dapat

berdifusi dengan cepat ke dalam serabut saraf nyeri dibandingkan dengan serabut

saraf penghantar rasa proprioseptif yang mempunyai selubung mielin dan ukuran

serabut saraf lebih tebal.

7. Komplikasi Anastesi Spinal :

Komplikasi anastesi spinal dibagi menjadi komplikasi tindakan dan

komplikasi pasca tindakan.

Komplikasi tindakan :

1. Hipotensi berat4

Efek samping penggunaan anestesi spinal salah satunya adalah terjadinya

hipotensi. Kejadian hipotensi pada tindakan anestesi spinal merupakan

manifestasi fisiologis yang biasa terjadi. Hal ini terjadi karena : (1) Penurunan

darah balik, penurunan secara fungsional volume sirkulasi efektif karena

venodilatasi, dan penumpukan darah. (2) Penurunan tahanan pembuluh darah

sistemik karena vasodilatasi dan (3) Penurunan curah jantung karena penurunan

kontraktilitas dan denyut jantung.

Page 9: Lapkas Anestesi

Mekanisme utama penyebab hipotensi setelah anestesi spinal adalah blok

simpatis yang menyebabkan dilatasi arteri dan vena. Dilatasi arteri menyebabkan

penurunan tahanan perifer total dan tekanan darah sistolik sampai 30%. Dilatasi

vena dapat menyebabkan hipotensi yang berat sebagai akibat penurunan aliran

balik vena dan curah jantung. Tetapi sebetulnya hal ini tidak boleh terjadi karena

ketika terjadi hipotensi, perfusi organ menjadi tidak adekuat sehingga

oksigenasinya tidak adekuat. Hal ini sangat berbahaya pada pasien dengan

kelainan pembuluh coroner (misalnya pada geriatri). Dikatakan hipotensi jika

terjadi penurunan tekanan darah sistolik, biasanya 90 atau 100 mmhg, atau

penurunan prosentase 20% atau 30% dari biasanya. Dan lamanya perubahan

bervariasi dari 3 sampai 10 menit.Oleh karena itu kejadian hipotensi harus

dicegah.

Ada beberapa cara untuk mencegah atau mengatasi hipotensi akibat spinal

anestesi adalah dengan pemberian cairan prabeban yaitu Ringer Laktat (RL) dan

atau obat vasopressor salah satunya dengan pemberian efedrin. Efedrin

merupakan vasopresor pilihan yang digunakan pada anestesi obstetric sebagai

obat yang diberikan untuk mencegah hipotensi akibat anestesi spinal. Efedrin

adalah obat sintetik non katekolamin yang mempunyai aksi langsung yang

menstimuli reseptor β1, β2, α1 adrenergik dan aksi tak langsung dengan

melepaskan nor-epinefrin endogen.

Efedrin akan menyebabkan peningkatan cardiac output, denyut jantung

dan tekanan darah sistolik maupun diastolik. Menurunkan aliran darah splanikus

dan ginjal tetapi meningkatkan aliran darah ke otak dan otot. Pemberian efedrin

dapat secara subkutan, intra muskuler, bolus intravena, dan infus kontinyu dan

pada praktek sehari-hari, efedrin diberikan secara bolus IV 5-10mg bila terjadi

hipotensi akibat anestesi spinal.

2. Bradikardia5

Efek samping kardiovaskuler, terutama hipotensi dan bradikardi adalah

perubahan fisiologis yang paling penting dan sering pada anestesi spinal.

Pemahaman tentang mekanisme homeostasis yang bertujuan untuk mengontrol

Page 10: Lapkas Anestesi

tekanan darah dan denyut jantung penting untuk merawat perubahan

kardiovaskuler terkait dengan anestesi spinal.

Perubahan frekuensi denyut nadi merupakan salah satu tanda vital pada

anestesi spinal. Frekuensi denyut nadi yang tidak stabil dapat menyebabkan

bradikardi apabila terdapat penurunan frekuensi denyut nadi yang berlebihan.

Karena itu pemilihan obat anestesi spinal merupakan hal yang penting mengingat

adanya efek-efek yang ditimbulkan. Apabila terjadi penurunan tekanan darah dan

frekuesi denyut nadi yang berlebihan dapat digunakan efedrin yang berfungsi

berdasarkan reseptor adrenergik yang menghasilkan respon simpatis. Oleh karena

efedrin dapat menyebabkan vasokonstriksi perifer, sehingga pada penggunaan

klinis efedrin meningkatkan tekanan darah dan frekuensi denyut nadi.

3. Hipoventilasi

Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali nafas

4. Trauma pembuluh saraf

5. Trauma saraf

6. Mual-muntah

7. Gangguan pendengaran

8. Blok spinal tinggi atau spinal total3

Faktor yang mempengaruhi tinggi blok anestesi spinal:

Volume obat analgetik lokal makin besar makin tinggi daerah analgesia

Konsentrasi obat makin pekat makin tinggi batas daerah analgesia

Barbotase penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan batas daerah

analgetik

Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia yang

tinggi. Kecepatan penyuntikan yang dianjurkan : 3 detik untuk 1 ml larutan.

Maneuver valsava : mengejan meninggikan tekanan liquor serebrospinal

dengan akibat batas analgesia bertambah tinggi.

Tempat pungsi : pengaruhnya besar pada L4-5 obat hiperbarik cenderung

berkumpul kekaudal (saddle block) pungsi L2-3 atau L3-4 obat cenderung

menyebar ke cranial.

Berat jenis larutan : hiper, iso atau hipo barik.

Page 11: Lapkas Anestesi

Tekanan abdominal yang meningkat : dengan dosis yang sama didapat batas

analgesia yang lebih tinggi.

Tinggi pasien : makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis makin besar

dosis yang diperlukan (berat badan tidak berpengaruh terhadap dosis obat)

Waktu : setelah 15 menit dari saat penyuntikan, umumnya larutan analgetik

sudah menetap sehingga batas analgesia tidak dapat lagi diubah dengan posisi

pasien.

Makin tinggi spinal anestesia, semakin tinggi blokade vasomotor, motoris dan

hipotensi, serta respirasi yang tidak adekuat semakin mungkin terjadi.

Komplikasi pasca tindakan 1 :

1. Nyeri tempat suntikan

2. Nyeri punggung

3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor

Sakit kepala pascaspinal anestesi mungkin disebabkan karena adanya

kebocoran likuor serebrospinal. Makin besar jarum spinal yang dipakai, semakin

besar kebocoran yang terjadi, dan semakin tinggi kemungkinan terjadinya sakit

kepala pascaspinal anestesi. Bila duramater terbuka bisa terjadi kebocoran cairan

serebrospina l sampai 1-2 minggu. Kehilangan CSS sebanyak 20 ml dapat

menimbulkan terjadinya sakit kepala. Post spinal headache (PSH) ini pada 90%

pasien terlihat dalam 3 hari postspinal, dan pada 80% kasus akan menghilang

dalam 4 hari. Supaya tidak terjadi postspinal headache dapat dilakukan

pencegahan dengan :

Memakai jarum spinal sekecil mungkin (misalnya no. 25,27,29).

Menusukkan jarum paralel pada serabut longitudinal duramater sehingga

jarum tidak merobek dura tetapi menyisihkan duramater.

Hidrasi adekuat, dapat diperoleh dengan minum 3lt/hari selama 3 hari, hal

ini akan menambah produksi CSF sebagai pengganti yang hilang.

Bila sudah terjadi sakit kepala dapat diterapi dengan :

Memakai abdominal binder

Page 12: Lapkas Anestesi

Epidural blood patch : suntikkan 10ml darah pasien itu sendiri di ruang

epidural tempat kebocoran.

Berikan hidrasi dengan minum sampai 4lt/hari.

Kejadian post spinal headache10-20% pada umur 20-40 tahun; >10% bila

dipakai jarum besar (no. 20 ke bawah); 9% bila dipakai jarum no.22 ke atas.

Wanita lebih banyak yang mengalami sakit kepala daripada laki-laki.

4. Retensio urine

5. Meningitis.

8. Persiapan dan Penilaian Pra Anastesia

Persiapan   Tindakan Anestesi 1

Dokter anestesi memberi salam kepada pasien dan memperkenalkan dirinya.

Memeriksa identitas pasien, bila perlu: tanggal lahir, jenis dan lokasi operasi

(misalnya, lutut kanan).

Bertanya mengenai kapan pasien  makan terakhir kali

Memeriksa mulut dan keadaan gigi (dalam keadaan terbuka).

Memasang alat monitor standar: EKG, oksimetri nadi, pengukur

tekanantekanandarah arteri.

Tujuan utama kunjungan pra anesthesia ialah untuk mengurangi angka kesakitan

operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

Kunjungan pre-anestesi dilakukan untuk mempersiapkan pasien sebelum pasien

menjalani suatu tindakan operasi. Pada saat kunjungan, dilakukan wawancara

(anamnesis) sepertinya menanyakan apakah pernah mendapat anestesi sebelumnya,

adakah penyakit-penyakit sistemik, saluran napas, dan alergi obat. Kemudian pada

pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, ukuran

lidah, leher kaku dan pendek. Perhatikan juga hasil pemeriksaan laboratorium atas

indikasi sesuai dengan penyakit yang sedang dicurigai, misalnya pemeriksaan darah

(Hb, leukosit, masa pendarahan, masa pembekuan), radiologi, EKG.

Dari hasil kunjungan ini dapat diketahui kondisi pasien dan dinyatakan dengan

status anestesi menurut The American Society Of Anesthesiologist (ASA).

Kelas I : Pasien sehat organic, fisiologik, psikiatrik, biokimia.

Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.

Page 13: Lapkas Anestesi

Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas

rutin terbatas.

Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat

Melakukanaktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancamankehidupan

setiap saat.

Kelas V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa

pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.

Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan darurat dengan mencantumkan tanda

darurat huruf E (E = EMERGENCY).

2.2. Hernia

1. Definisi Hernia

Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau

bagian yang lemah dari dinding yang bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut

menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding

perut. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia.1

2. Epidemiologi

Tujuh puluh lima persen dari semua kasus hernia di dinding abdomen muncul

disekitar lipatan paha. Hernia sisi kanan lebih sering terjadi daripada di sisi kiri. Hernia

indirect lebih banyak daripada hernia direct yaitu 2:1, perbandingan pria:wanita pada

hernia indirect adalah 7:1. Hernia femoralis kejadiaanya kurang dari 10% dari semua

hernia tetapi 40% dari itu muncul kasus emergensi dengan inkaserasi atau strangulasi.

Hernia femoralis lebih sering terjadi pada lansia dan laki-laki yang pernah menjalani

operasi hernia inguinal.2,3

3. Etiologi

Penyebab terjadinya hernia adalah1,2:

a) Lemahnya dinding rongga perut. Dapat sejak lahit atau didapat kemudian dalam

hidup

b) Akibat dari pembedahan senelumnya

c) Kongenital

Hernia kongenital sempurna

Page 14: Lapkas Anestesi

Bayi sudah menderita hernia karena adanya defek pada tempat-tempat tertentu.

Hernia kongenital tidak sempurna

Bayi dilahirkan normal (kelainan belum tampak) tapi mempunyai defek pada

tempat-tempat tertentu (predisposisi) dan beberapa bulan (0-1 tahun) setelah

lahir akan terjadi melalui defek tersebut karena dipengaruhi oleh kenaikan

tekanan intraabdominal (mengejan, batuk, menangis)

d) Aquisial adalah hernia yang bukan disebabkan karena adanya defek bawaan tetapi

disebabkan oleh faktor lain yang dialami manusia, antara lain:

Tekanan intraabdominal yang tinggi, yaitu pada pasien yang sering mengejan

pada saat buang air besar atau buang air kecil.

Konstitusi tubuh. Pada orang kurus terjadinya hernia karena jairngan ikatnya

yang sedikit, sedangkan pada orang gemuk disebabkan karena jaringan lemak

yang banyak sehingga menambah beban jaringan ikat penyokong.

Distensi diding abdomen karena peningkatan tekanan intaabdominal

Penyakit yang melemahkan dinding perut

Merokok

Diabetes mellitus

4. Bagian Hernia

Bagian-bagian dari hernia menurut:

1) Kantong hernia. Pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis. Tidak semua

hernia memiliki kantong, misalnya hernia incisional, hernia adiposa, hernia

internalis.

2) Isi hernia: berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong hernia, misalnya

usus, ovarium, dan jaringan penyangga usus (omentum).

3) Pintu hernia: merupakan bagian locus minoris resistance yang dilalui kantong hernia.

4) Leher hernia: bagian tersempit kantong hernia.

Page 15: Lapkas Anestesi

5. Klasifikasi Hernia

Menurut sifat dan keadaannya hernia dibedakan menjadi3:

Hernia reponibel: bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika berdiri atau

mengedan dan masuk lagi bila berbaring atau didorong masuk perut, tidak ada

keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.

Hernia ireponibel: Bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke dalam rongga

perut. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong

hernia.

Hernia inkarserata atau strangulata: bila isinya terjepit oleh cincin hernia sehingga isi

kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut. Akibatnya,

terjadi gangguan vaskularisasi. Reseksi usus perlu segera dilakukan untuk

menghilangkan bagian yang mungkin nekrosis.

Menurut Erickson (2009) dalam Muttaqin 2011, ada beberapa klasifikasi hernia yang

dibagi berdasarkan regionya, yaitu: hernia inguinalis, hernia femoralis, hernia

umbilikalis, dan hernia skrotalis.

Hernia Inguinalis, yaitu: kondisi prostrusi (penonjolan) organ intestinal masuk ke

rongga melalui defek atau bagian dinding yang tipis atau lemah dari cincin inguinalis.

Materi yang masuk lebih sering adalah usus halus, tetapi bisa juga merupakan suatu

jaringan lemak atau omentum. Predisposisi terjadinya hernia inguinalis adalah

terdapat defek atau kelainan berupa sebagian dinding rongga lemah. Penyebab pasti

hernia inguinalis terletak pada lemahnya dinding, akibat perubahan struktur fisik dari

dinding rongga (usia lanjut), peningkatan tekanan intraabdomen (kegemukan, batuk

yang kuat dan kronis, mengedan akibat sembelit, dll).

Page 16: Lapkas Anestesi

Hernia Femoralis, yaitu: suatu penonjolan organ intestinal yang masuk melalui

kanalis femoralis yang berbentuk corong dan keluar pada fosa ovalis di lipat paha.

Penyebab hernia femoralis sama seperti hernia inguinalis.

Hernia Umbilikus, yaitu: suatu penonjolan (prostrusi) ketika isi suatu organ

abdominal masuk melalui kanal anterior yang dibatasi oleh linea alba, posterior oleh

fasia umbilicus, dan rektus lateral. Hernia ini terjadi ketika jaringan fasia dari dinding

abdomen di area umbilicus mengalami kelemahan.

Hernia Skrotalis, yaitu: hernia inguinalis lateralis yang isinya masuk ke dalam

skrotum secara lengkap. Hernia ini harus cermat dibedakan dengan hidrokel atau

elevantiasis skrotum.

6. Diagnosis

a. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan Finger test menggunakan jari ke 2

atau jari ke 5, dimasukkan lewat skrotum melalui

anulus eksternus ke kanal inguinal, penderita disuruh

batuk. Bila impuls diujung jari berarti hernia

ingunalis lateralis, bila impuls disamping jari hernia

inguinalis medialis.4

Pemeriksaan Ziemen test posisi

berbaring, bila ada benjolan masukkan

Page 17: Lapkas Anestesi

dulu, hernia kanan diperiksa dengan tangan kanan, penderita disuruh batuk bila

rangsangan pada jari ke-2 hernia ingunalis lateralis, jari ke-3 hernia inguinalis

medialis, jari ke-4 hernia femoralis.4

Pemeriksaan Thumb test anulus ditekan dengan

ibu jari dan penderita disuruh mengejan, bila keluar

benjolan berarti hernia inguinalis medialis, bila tidak

keluar benjolan berarti hernia inguinalis lateralis.4

b. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan ultrasonografi juga berguna untuk membedakan hernia incaserata dari

suatu nodus limfatikus patologis atau penyebab lain dari suatu massa yang teraba di

inguinal.

CT scan dapat digunakan untuk mngevaluasi pelvis untuk mencari adanya hernia

obturator.

7. Diagnosis banding

a. Keganasan : limfoma, retroperitoneal sarcoma, metastasis, tumor testis

b. Penyakit testis primer: varicocele, epididimitis, torsio testis, hidrokel, testis ectopic,

undescenden testis

c. Aneurisma artery femoralis

d. Nodus limfatikus

e. Kista limfatikus

f. Kista sebasea

g. Psoas abses

h. Hematoma

i. Ascites

8. Penatalaksanaan

Operasi elektif dilakukan untuk mengurangi gejala dan mencegah komplikasi seperti

inkeserasi dan strangulasi. Pngobatan non operatif direkomendasikan hanya pada hernia

yang asimptomatik. Prinsip utama operasi hernia adalah herniotomy: membuka dan

Page 18: Lapkas Anestesi

memotong kantong hernia. Herniorraphy: memperbaiki dinding posterior abdomen

kanalis ingunalis.1,2

Herniotomy

Insisi 1-2 cm diatas ligamentum inguinal dan aponeurosis obliqus eksterna dibuka

sepanjang canalis inguinalis eksterna. Kantong hernia dipisahkan dari m.creamester

secara hati-hati sampai ke kanalis inguinalis internus, kantong hernia dibuka, lihat isinya

dan kembalikan ke kavum abdomen kemudian hernia dipotong. Pada anak-anak cukup

hanya melakukan herniotomy dan tidak memerlukan herniorrhapy.1,2

Herniorrhapy

Dinding posterior di perkuat dengan menggunakan jahitan atau non-absorbable mesh

dengan tekhnik yang berbeda-beda. Meskipun tekhnik operasi dapat bermacam-macam

tekhnik bassini dan shouldice paling banyak digunakan. Teknik operasi liechtenstein

dengan menggunakan mesh diatas defek mempunyai angka rekurensi yang rendah.1,2

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien

Nama : Tn. C.D

Umur : 62 tahun

Page 19: Lapkas Anestesi

Alamat : Dok VIII

BB : 67 Kg

TB : 170 cm

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen Protestan

Pekerjaan : Nelayan

Suku bangsa : Papua

Ruangan : Bedah Pria

Tanggal masuk rumah sakit : 6 Agustus 2014

Tanggal operasi : 7 Agustus 2014

3.2. Anamnesis

Keluhan utama:

Timbul benjolan di lipatan paha kiri disertai nyeri

Riwayat penyakit sekarang:

Pasien datang dengan keluhan timbul benjolan di lipatan paha kiri disertai nyeri. Pasien

mengaku sejak 3 tahun yang lalu merasakan ada benjolan di lipat paha kiri yang timbul

saat beraktivitas seperti berjalan dan hilang saat istirahat. Benjolan pada awalnya tidak

menimbulkan rasa nyeri. Pada tahun 2013, pasien sempat berobat ke poliklinik karena

keluhan ini dan disarankan oleh dokter untuk dioperasi agar benjolan tidak muncul lagi

tetapi pasien belum bersedia .

Riwayat penyakit dahulu:

- Riwayat hipertensi : disangkal

- Riwayat diabetes melitus : disangkal

- Riwayat Penyakit kardiovaskular : disangkal

- Riwayat Penyakit Pernapasan : disangkal

(Asma, TBC)

Page 20: Lapkas Anestesi

- Riwayat Alergi Obat : disangkal

- Riwayat operasi sebelumnya : tidak ada

3.3. Pemeriksaan Penunjang

Hasil laboratorium tanggal 30 Juli 2015

Hasil laboratorium 30 Juli 2015

Pemeriksaan Hasil

CT

BT

9’30’’

2’00’’

Hasil laboratorium tanggal 30 Juli 2015

Pemeriksaan Hasil

Gula darah sewaktu

Ureum

Kreatinin

SGOT

SGPT

87 mg/dL

25 mg/dL

1,2 mg/dL

31 U/L

13 U/L

3.4. Status Anestesi

PS. ASA : I

Hari/Tanggal : 07/08/2015

Ahli Anestesiologi : dr. D. S. Sp.An KIC

Ahli Bedah : dr. S.Y. Sp.B

Pemeriksaan Hasil

Hb

Leukosit

Trombosit

11,8 g/d

12.760

151.000 /ult

Page 21: Lapkas Anestesi

Diagnosa Pra Bedah : - Hernia Inguinalis Lateralis (S) Reponible

Diagnosa Pasca Bedah : - Hernia Inguinalis Lateralis (S) Reponible

Makan terakhir

BB

TTV

SpO2

:

:

:

:

8 jam yang lalu

67 Kg

TD :140/80 mmHg, N: 87x/m, SB: 36,3

100 %

B1 : Airway bebas, thorax simetris, ikut gerak

napas,RR:18 x/m, palpasi: Vocal Fremitus

D=S, perkusi: sonor, suara napas vesikuler+/+,

ronkhi-/-, wheezing -/-,malampati score: I

B2 : Perfusi: hangat, kering, merah. Capilari Refill

Time< 2 detik, BJ: I-II murni regular,

konjungtiva anemis -/-

B3 : Kesadaran Compos Mentis, GCS: 15(E4V5M6),

riwayat kejang (-), riwayat pingsan (-)

B4 : Terpasang DC, produksi urin durante op 50 cc,

warna kuning jernih.

B5 : Perut tampak cembung, palpasi: nyeri tekan (-),

perkusi : tympani,BU (+) normal

B6 : Akral hangat (+), edema (-), fraktur (-).

Medikasi Pra Bedah : -

Jenis Pembedahan : Herniotomi

Lama Operasi : (12.30 –13.15WIT)

Jenis Anestesi : Blok subaraknoid (blok spinal)

Anestesi Dengan : Decain 0,5% 20 mg

Teknik Anestesi : Pasien duduk di meja operasi dan kepala

menunduk, dilakukan aseptic di sekitar daerah

tusukan yaitu di regio vertebra lumbal 3-4,

Page 22: Lapkas Anestesi

dilakukan blok subaraknoid (injeksi Decain 0,5 %20

mg) dengan jarum spinal pada regio vertebra antara

lumbal 3-4, Cairan serebro spinal keluar (+) jernih,

dilakukan blok.

Pernafasan : Spontan

Posisi : Tidur terlentang

Infus : Tangan Kanan, IV line abocath 18 G, cairan RL

Penyulit pembedahan : -

Tanda vital pada akhir

pembedahan

: TD: 142/98 mmHg, N:88x/m, SB: 36,6°C RR:

24 x/m

Medikasi : Durante operasi:

- Decain 0,5% (20 mg)

- Fentanyl

- Sedacum

- Ranitidin 50 mg

- Ondansentrom 4 mg

- Santagesik

- Tramadol II

3.5. Observasi selama operasi

Page 23: Lapkas Anestesi

Diagram 1. Observasi tekanan darah

3.6. BALANCE CAIRAN

Waktu Input Output

Pre operasi RL :500 cc IWL : 670 ccUrin : 250 cc

Durante operasi RL : 700cc Urin : 340 ccPerdarahan : 160 cc

Total 1200 cc 2470

3.7. Follow Up Post-Operasi

1. Hari/Tanggal : Sabtu, 08-08-2015 Jam : 16.30 WIT

S : Pasien dapat beraktifitas di tempat tidur, merasakan nyeri pada lipatan paha kiri

bekas tempat bekas operasi. Pasien juga sudah dapat makan dan minum. Demam (-).

Page 24: Lapkas Anestesi

O :

Keadaan Umum = Tampak sakit ringan,

Kesadaran = pupil bulat isokor, Ɵ 3 mm.

Nadi = 78x/m ,

Respirasi = 20 x/m,

Suhu Badan = 36,8oC

B1 : Bebas, gerak leher bebas, simetris +/+, suara napas

vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-, RR: 20 x/m.

B2 : Perfusi: hangat, kering, merah. Capilari Refill

Time < 2 detik, Nadi 78x/m, kuat angkat, regular.

BJ: I-II murni regular, murmur (-), galop (-).

B3 : pupil bulat isokor, Ɵ 3 mm,riwayat pingsan (-),

riwayat kejang (-).

B4 : DC (+), BAK (+) spontan, warna kuning jernih.

B5 : Abdomen supel, cembung,nyeri tekan (-), timpani,

BU (+) normal

B6 : Fraktur (-), edema (-), motorik aktif

A : Hernia Inguinalis Lateralis (S) Reponible Post Herniotomi Hari I

P :

IVFD RL 1000 cc : D5 500 cc / 24 Jam Cefuroxime 3 x 1 gr (H.1) Antrain 3 x 1 amp GV/2 hari

2. Hari/Tanggal : Minggu, 09-08-2015 Jam : 17.45 WIT

S : Pasien sudah dapat duduk, masih merasakan nyeri di daerah bekas operasi tetapi

berkurang.

Page 25: Lapkas Anestesi

O :

Keadaan Umum = Tampak sakit ringan,

Kesadaran = pupil bulat isokor, Ɵ 3 mm.

Nadi = 89x/m ,

Respirasi = 22x/m,

Suhu Badan = 35,8oC

B1 : Bebas, gerak leher bebas, simetris +/+, suara napas

vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-, RR: 22 x/m.

B2 : Perfusi: hangat, kering, merah. Capilari Refill

Time < 2 detik, Nadi 89x/m, kuat angkat, regular.

BJ: I-II murni regular, murmur (-), galop (-).

B3 : pupil bulat isokor, Ɵ 3 mm,riwayat pingsan (-),

riwayat kejang (-).

B4 : DC (+), BAK (+) spontan, warna kuning jernih.

B5 : Abdomen supel, cembung,nyeri tekan (-), timpani,

BU (+) normal

B6 : Fraktur (-), edema (-), motorik aktif

A : Hernia Inguinalis Lateralis (S) Reponible Post Herniotomi Hari II

P :

IVFD RL 1000 cc : D5 500 cc / 24 Jam Cefuroxime 3 x 1 gr (H.II) Antrain 3 x 1 amp GV/2 hari.

3.8. RESUME

Page 26: Lapkas Anestesi

Seorang pasien, pria, 61 tahun, datang berobat ke rumah sakit tanggal 28Agustus 2014

dengan keluhanNyeri pada kaki kanan disertai kesulitan dalam berjalan. Setelah diperiksa

dengan pemeriksaan fisik dan foto radiologi, ditemukan adanya deformitas pada tulang

tibia, tampak malunion pada tibia dekstra. Pasien didiagnosis Malunion fr. Tibia dekstra

post screwing. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi dan diabetes melitus. Klasifikasi

status fisik penderita digolongkan dalam ASA Isehat organik, fisiologik, psikiatrik, dan

biokimia. Saat pertama kali pasien datang tensi pasien 120/80 mmHg, N : 87x/menit.

Pasien dioperasi Rekonstruksi Tibia pada tanggal 3 September 2014 dengan anestesi blok

subaraknoid. Saat dioperasi tampak deformitas pada tulang tibia dekstra. Salah satu efek

samping anestesi blok subaraknoid adalah hipotensi.Untuk mencegah hipotensi pasien

diberi cairan prabeban yaitu Ringer Laktat sebanyak 800 ml dan diberi obat vasopresor

Efedrin sebanyak 10 mg. Selain itu pasien juga diberi Sulfat atropineyang dapat

mengurangi sekresi dan merupakan obat pilihanutama untuk mengurangi efek bronchial

dan kardial yang berasal dariperangsangan saraf parasimpatis. Selain itu juga, selama

operasi diberikan obat injeksi ranitidine dan ondansentron.

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien seorang Pria, 61 tahun, datang berobat ke rumah sakit tanggal 28Agustus 2014

dengan keluhankeluhannyeri pada kaki kanan disertai kesulitan dalam berjalan. Setelah diperiksa

Page 27: Lapkas Anestesi

dengan pemeriksaan fisik dan foto radiologi, ditemukan adanya deformitas pada tulang tibia,

tampak malunion pada tibia dekstra. Pasien didiagnosis Malunion fr. Tibia dekstra post

screwing.. Klasifikasi status penderita digolongkan dalam PS ASA I karenasehat organik,

fisiologik, psikiatrik, dan biokimia.

Pasien dioperasi tanggal 3 September 2014. Pada kasus ini dilakukan tindakan Rekonstruksi

Tibiadengan anestesi spinal (blok subaraknoid).Anestesi blok subaraknoid banyak digunakan

karena relatif murah, pengaruh sistemik minimal, menghasilkan analgesi adekuat dan

kemampuan mencegah respon stresslebih sempurna.

Pasien dianestesi spinal dengan Decain 0,5% 20 mg pada posisi dudukantara vertebra L3–

L4. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam ruang sub

araknoid di daerah antara vertebra L2 - L3 atau L3 - L4 atau L4 - L5. Jarum spinal hanya dapat

diinsersikan di bawah lumbal 2 dan di atas vertebra sakralis. Batas atas ini dikarenakan pada

batas atas adanya ujung medula spinalis dan batas bawah dikarenakan penyatuan vertebra

sakralis yang tidak memungkinkan dilakukan insersi.

Isi dari obat Decain 0,5% adalah Bupivakain HCl. Bupivakain merupakan anestesi lokal

isobarik. Bupivakain bekerja dengan cara berikatan secara intaselular dengan natrium dan

memblok influk natrium kedalam inti sel sehingga mencegah terjadinya depolarisasi.

Dikarenakan serabut saraf yang menghantarkan rasa nyeri mempunyai serabut yang lebih tipis

dan tidak memiliki selubung mielin, maka bupivakain dapat berdifusi dengan cepat ke dalam

serabut saraf nyeri dibandingkan dengan serabut saraf penghantar rasa proprioseptif yang

mempunyai selubung mielin dan ukuran serabut saraf lebih tebal.

Salah satu efek samping anestesi blok subaraknoid adalah hipotensi. Untuk mencegah

hipotensi pasien diberi cairan prabeban yaitu Ringer Laktat sebanyak 1000 ml dan diberi obat

vasopresor Efedrin sebanyak 10 mg.Pada beberapa penelitian menganjurkan cairan kristaloid

untuk digunakan sebagai preload pada tindakan anestesi spinal. Hal ini dikarenakan cairan

kristaloid ini mudah didapat, komposisi menyerupai plasma (acetated ringer, lactated ringer),

bebas reaksi anafilaksis, dan dari segi biayanya lebih ekonomis.

Efedrin merupakan vasopresor pilihan yang digunakan pada anestesi obstetrik-ginekologi

sebagai obat yang diberikan untuk mencegah hipotensi akibat anestesi spinal. Efedrin adalah

obat sintetik non katekolamin yang mempunyai aksi langsung yang menstimuli reseptor β1, β2,

α1 adrenergik dan aksi tak langsung dengan melepaskan nor-epinefrin endogen.Efedrin akan

Page 28: Lapkas Anestesi

menyebabkan peningkatan cardiac output, denyut jantung dan tekanan darah sistolik maupun

diastolik. Menurunkan aliran darah splanikus dan ginjal tetapi meningkatkan aliran darah ke otak

dan otot. Pemberian efedrin dapat secara subkutan, intra muskuler, bolus intravena, dan infus

kontinyu dan pada praktek sehari-hari, efedrin diberikan secara bolus IV dengan dosis 5-10mg.

Selama dioperasi pasien juga diberi sulafas atropin mg dengan tujuan untuk mengurangi

sekresi dan merupakan obat pilihan utama untuk mengurangi efek bronchial dan kardial yang

berasal dari perangsangan parasimpatis, baik akibat obat atau anestesikum maupun tindakan lain

dalam operasi. Disamping itu efek lainnya adalah melemaskan tonus otot polos organ-organ dan

menurunkan spasme gastrointestinal. Setelah penggunaan obat ini (golongan baladona) dalam

dosis terapeutik ada perasaan kering dirongga mulut dan penglihatan jadi kabur. Karena itu

sebaiknya obat ini tidak digunakan untukanestesi regional atau lokal.

BAB V

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis menderita

Malunion fr. Tibia dekstra post screw. Berdasarkan pemeriksaan foto Rontgenterdapat gambaran

Page 29: Lapkas Anestesi

malunian pada tulang tibia dan fibula sehingga dilakukan tindakan rekonstruksi tibia.Klasifikasi status

penderita digolongkan dalam PS ASA Ikarena pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, dan

biokimia .

Kemudian pasien dioperasi tanggal 3 September 2014. Pada kasus ini dilakukan tindakan

rekonstruksi tibi dengan anestesi spinal (blok subaraknoid).Anestesi blok subaraknoid banyak

digunakan karena relatif murah, pengaruh sistemik minimal, menghasilkan analgesi adekuat dan

kemampuan mencegah respon streslebih sempurna.

Salah satu efek samping anestesi blok subaraknoid adalah hipotensi. Untuk mencegah

hipotensi pasien diberi cairan prabeban yaitu Ringer Laktat sebanyak 1000 ml dan diberi

vasopresor Efedrin sebanyak 10 mg. Selain itu pasien juga diberi sulfas atropinselama operasi

dengan tujuan tujuan untuk mengurangi sekresi bronchial.