Top Banner
PENENTUAN POTENSI TIGA DOSIS DARI ANTIBIOTIKA TETRASIKLIN TERHADAP AKTIVITAS BAKTERI Staphylococcus aureus I. TUJUAN Menentukan besarnya potensi sampel antibiotika tetrasiklin di pasaran terhadap antibiotika standar. II. PRINSIP 1. Membandingkan respon yaitu derajat hambatan pertumbuhan dari jasad renik yang peka dan sesuai dalam kondisi pertumbuhan yang sama dari dosis sediaan yang diperiksa (control) terhadap dosis sediaan baku. 2. Metode penetapan dengan metode lempeng silinder/difusi, dimana zat yang diperiksa akan berdifusi dari reservoir ke dalam media agar yang telah diinokulasikan dengan bakteri, diameter zona bening diukur dan dibandingkan dengan larutan standar baku. 3. Pengenceran Bertingkat Memperoleh konsentrasi yang lebih kecil dengan cara menambahkan pelarutnya. M 1 V 1 =M 2 V 2 M 1 = Konsentrasi awal
22

Lapak Ujian Tetrasiklin

Jul 03, 2015

Download

Documents

Ananda Annisa
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Lapak Ujian Tetrasiklin

PENENTUAN POTENSI TIGA DOSIS DARI ANTIBIOTIKA

TETRASIKLIN TERHADAP AKTIVITAS BAKTERI

Staphylococcus aureus

I. TUJUAN

Menentukan besarnya potensi sampel antibiotika tetrasiklin di

pasaran terhadap antibiotika standar.

II. PRINSIP

1. Membandingkan respon yaitu derajat hambatan pertumbuhan dari jasad

renik yang peka dan sesuai dalam kondisi pertumbuhan yang sama dari

dosis sediaan yang diperiksa (control) terhadap dosis sediaan baku.

2. Metode penetapan dengan metode lempeng silinder/difusi, dimana zat

yang diperiksa akan berdifusi dari reservoir ke dalam media agar yang

telah diinokulasikan dengan bakteri, diameter zona bening diukur dan

dibandingkan dengan larutan standar baku.

3. Pengenceran Bertingkat

Memperoleh konsentrasi yang lebih kecil dengan cara menambahkan

pelarutnya.

M 1 V 1=M 2 V 2

M 1 = Konsentrasi awal

V 1 = Volume awal

M 2 = Keonsentrasi campuran

V 2 = Volume pencampuran

III. TEORI

Potensi adalah perbandingan dosis sedian uji dengan dosis larutan

standar atau larutan pembanding yang menghasilkan derajat hambatan

Page 2: Lapak Ujian Tetrasiklin

pertumbuhan pada kondisi yang sama, pada biakan jasad renik yang peka

dan sesuai (Prescott, H. K. and Langsing, M. P. 1999)

Antibiotika berasal dari kata anti = lawan dan, bios = hidup.

Sehingga mempunyai pengertian zat-zat kimia yang dihasilkan oleh

bakeri dan fungi, yang mempunyai khasiat mematikan atau menghambat

pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relative

kecil. Turunan zat tersebut yang dibuat secara semi-sintesis, termasuk

kelompok ini; begitu pula senyawa sintesis dengan khasiat anti bakteri

lazimnya disebut antibiotika (Mutschler,1991).

Antibiotika menurut ensiklopedia Indonesia adalah zat-zat yang

berasal dari jasad renik yang mempunyai daya menghalangi timbulnya

jasad renik lain (Mutschler,1991).

Antibiotika menurut Kamus Besar Indonesia adalah zat kimia yang

dalam kadar rendah sudah mempunyai kemampuan untuk menghambat

kehidupan atau menghancurkan bakteri atau mikroorganisme

(Mutschler,1991).

Antibiotika menurut Obat-obat penting, Khasiat, Penggunaan,dan

Efek-efek sampingnya adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi

dan bakteri yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat

pertumbuhan sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil

(Mutschler,1991).

Kegiatan antibiotis untuk pertama kalinya ditemukan secara

kebetulan oleh dr. Alexander Flemming (Inggris. 1928, penisilin).

Kemudian para peneliti lainnya memperoleh zat lain diantaranya yang

terpenting : streptomisin (1944), kloramfenikol (1947), tetrasiklin (1948),

eritromisin (1952), rifampisin (1960), bleomisin (1965), dan

doksorubisin (1969), niinosiklin (1972), dan tobramisin (1974).

Syarat untuk antibiotik yaitu :

Mempunyai toksisitas selektif, minimal untuk hospes dan maksimal

untuk bakteri.

Mempunyai potensi yang baik.

Page 3: Lapak Ujian Tetrasiklin

Memenuhi persyaratan kualitas sesuai dengan yang tertera pada

farmakope (Mutschler,1991).

Pada keadaan awal kekuatan antibiotik bisa ditentukan karena

kadarnya ekuivalen dengan konsentrasinya. Tetapi uji yang paling tepat

adalah uji secara mikrobiologi untuk mengetahui efeknya secara

langsung terhadap mikroba (in vitro) dan berapa MIC-nya. Bila diuji

secara in vitro perlu dilihat waktu pemberian obat sehingga didapatkan

potensi maksimumnya yang mempunyai daya kerja yang optimal jangan

sampai pada pemberian berikutnya diberikan pada saat konsentrasi obat

dalam darah habis., karena itu konsentrasi obat dalam darah diusahakan

selalu tetap stabil dengan menggunakan aturan pakai obat antibiotik.

Farmakope menentukan potensi antibiotik standar antara 85 %-105 %

(Warsa, U.C., 1994).

Untuk menguji potensi antibiotik obat tersebut dibandingkan

dengan obat standar internasional, di Indonesia digunakan standar baku

nasional, untuk skala labolatorium bisa juga digunakan standar baku

labolatorium. Standar obat yang ditetapkan oleh WHO adalah Standar

Internasional, obat-obat di negara kita ditara dengan standar internasional

dengan menggunakan jenis obat yang sama maka didapat Standar

Nasional. Obat yang ada di laboratorium ditara dengan Standar Nasional

maka didapat Standar Laboratorium (Merchant, I. A. And Parker, R.A.,

1961).

Antibiotik dapat memberikan potensi yang lebih basar dari nilai

ini, hal ini disebabkan karena antibiotik itu terurai menjadi zat lain yang

lebih bagus potensinya, jadi yang terjadi adalah suatu potensi campuran.

Bila suatu antibiotik dikonsumsi dalam jumlah besar tetapi potensinya

tetap dibandingkan dengan antibiotik lain maka dapat berakibat

menambah besarnya efek samping dengan potensi yang tetap (Warsa,

U.C., 1994).

Potensi suatu antibiotik lama-lama dapat menurun, hal ini

disebabkan oleh:

Page 4: Lapak Ujian Tetrasiklin

1. Waktu kadaluwarsa telah dicapai.

2. Penyimpanan yang tidak baik.

3. Terjadi penguraian obat yang menghasilkan zat lain sehingga tidak

memiliki efek lagi (Pelczar, Michael.J, dan Chan, E.C.S, 1988).

Selain itu suatu zat antibiotik kemoterapeutik yang ideal

hendaknya memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

a. Mempunyai kemampuan untuk merusak atau menghambat

mikroorganisme patogen spesifik. Makin luas spectrum kerjanya,

makin baik.

b. Tidak mengakibatkan berkembangnya bentuk-bentuk resisten parasit.

c. Tidak menimbulkan efek samping yang tidak dikehendaki.

d. Tidak melenyapkan flora normal pada inang.

e. Dapat diberikan melalui mulut tanpa diinaktifkan oleh asam lambung

atau melalui suntikan tanpa terjadi pengikatan dengan protein darah.

f. Memiliki kelarutan yang tinggi dalam zat alir tubuh.

g. Konsentrasi antibiotik di dalam darah atau jaringan harus dapat

mencapai taraf cukup tinggi sehingga mampu menghambat atau

mematikan penyebab infeksi (Pelczar, Michael.J, dan Chan, E.C.S,

1988).

Tetrasiklin merupakan basa yang sukar larut dalam air, tetapi

bentuk garam natrium atau garam HClnya mudah larut. Dalam keadaan

kering, bentuk basa dan garam HCl tetrasiklin bersifat relatif stabil.

Dalam larutan, kebanyakan tetrasiklin sangat labil sehingga cepat

berkurang potensinya (Anonim, 2007).

Tetrasiklin adalah zat anti mikroba yang diperolah denga cara

deklorrinasi klortetrasiklina, reduksi oksitetrasiklina, atau denga

fermentasi (Anonim, 1979).

Tetrasiklin mempunyai mempunyai potensi setara dengan tidak

kurang dari 975 μg tetrasiklin hidroklorida,(C22H24N2O8.HCl),per mg

di hitung terhadap zat anhidrat. Tetrasiklin memiliki struktur dasar

Page 5: Lapak Ujian Tetrasiklin

seperti yang diperlihatkan di bawah ini. Bentuk-bentuk radikal terjadi

dalam bentuk yang berbeda:

(Anonim, 1995).

Tetrasiklin mempunyai toksisitas kecil yang sama seperti pada

antibiotika spektrum luas lainnya. Gangguan kesetimbangan biologik flora

usus fisiologik akan bertambah banyak karena galur yang resisten dari

mikroba dan jamur. Kerusakan hati hanya tampak pada penggunaan

dengan dosis tinggi. Reaksi alergi jarang terjadi. Tetrasiklin dapat

menyebabkan perubahan gigi yang ireversibel, berwarna kuning sampai

coklat, hipoplasia email gigi dan kadang-kadang gangguan pertumbuhan

Oleh karena itu tetrasiklin tidak digunakan saat kehamilan, pada bayi dan

anak-anak sampai usia 8 tahun. Tetrasiklin tidak digunakan pada gangguan

fungsi ginjal dan hati yang parah (Mutschler, 1991).

Suatu zat antimikroba yang ideal memiliki toksisitas selektif.

Istilah ini berarti bahwa suatu obat berbahaya bagi parasit, tetapi tidak

membahayakan inang. Seringkali, toksisitas selektif lebih bersifat relative

dan bukan absolut; ini berarti bahwa suatu obat yang pada konsentrasi

tertentu dapt ditoleransi oleh inang, dapat merusak parasit (Jawetz et. al.,

1996).

Staphylococcus aureus berbentuk sel bulat gerombol seperti buah

anggur, kadang terlihat sel tunggal atau berpasangan (Foster, 2004).

Staphylococcus aureus juga dapat bergerombol empat coccus,

secara khas membelah lebih dari satu bidang pada bentuk cluster yang

tidak beraturan (Prescott and Langsing, 1999).

Page 6: Lapak Ujian Tetrasiklin

Staphylococcus aureus termasuk bakteri Gram positif, non motil,

ukurannya 0,5 hingga 1,5 µm (Todar, 2002).

Staphylococcus aureus dapat tumbuh optimum pada pH 7,0-7,5

dan suhu 30ºC - 37ºC. Dinding sel tersusun dari peptidoglikan dan asam

teikoat. Staphylococcus aureus merupakan bakteri anaerob dan katalase

positif (Prescott and Langsing, 1999).

Pertumbuhan terbaik pada suasana aerob, tetapi juga bersifat

anaerob fakultatif, pada lempeng agar darah koloni lebih besar, dan pada

varietas tertentu koloninya dikelilingi oleh zona hemolisis (Warsa,1994).

Taksonomi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut :

Regnum : Plant

Filum : Protophyta

Kelas : Schyzomycetes

Ordo : Eubacteriales

Famili : Microccaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus mempunyai daya tahan yang lebih kuat jika

dibandingkan dengan bakteri lain yang tidak membentuk spora. Pada agar

miring masih dapat bertahan hidup sampai berbulan–bulan baik di dalam

lemari es maupun pada suhu kamar (Warsa, 1994).

Pada media PAD Staphylococcus aureus memproduksi pigmen

lipochrome yang membuat koloni tampak berwarna kuning keemasan dan

kuning jeruk atau putih (Mahon et. al., 1995).

Staphylococcus aureus membentuk koloni berwarna abu-abu

sampai kuning emas tua (Jawetz et. al., 1996).

Pada uji katalase memberi hasil positif, uji koagulase positif,

memfermentasi glukosa dalam keadaan anaerobik fakultatif dan

membentuk asam dari fermentasi manitol secara anaerobik (Todar, 2005).

Staphylococcus aureus mempunyai sifat mengasamkan dan

mengkoagulasikan susu litmus dan secara perlahan akan membentuk

Page 7: Lapak Ujian Tetrasiklin

pepton pada beberapa strain. Sifat bakteri ini adalah indol negatif, NH3

positif, methyl red positif, Voges-Proskauer positif, mereduksi methylene

blue, mereduksi nitrat menjadi nitrit, menghasilkan H2S, menghidrolisis

gelatin dan mengkoagulasi plasma Staphylococcus aureus menghasilkan

asam dari glukosa, maltosa, manitol, laktosa, sukrosa dan gliserol, tetapi

tidak memfermentasi salisin, rafinosa ataupun inulin (Merchant and

Parker, 1961).

Staphylococcus aureus dapat menyebabkan lesi permukaan pada

kulit seperti melepuh dan furunkulosis. Patogenitas bakteri ini sering

dihubungkan dengan infeksi luka bernanah baik pada manusia maupun

pada hewan, yang merupakan penyebab utama kasus pyemia. Infeksi

serius dapat berupa pneumonia, mastitis, meningitis, dan infeksi saluran

perkencingan. Infeksi bagian dalam bisa berupa osteomyelitis dan

endocarditis. Staphylococcus aureus menyebabkan kerusakan jaringan

epitel mammae akibat adanya enzim koagulase, berbagai eksotoksin dan

toksin hemolisin. Hemolisin α biasanya dihasilkan oleh Staphylococcus

aureus yang diisolasi dari manusia, sedangkan hemolisin β diisolasi dari

hewan. Kadang-kadang dari radang ambing sapi dapat diisolasi

Staphylococcus aureus yang memproduksi hemolisin α akibat tertular dari

manusia (Subronto, 2003).

Staphylococcus aureus menyebabkan keracunan makanan, karena

mengeluarkan enterotoksin, dan dapat menyebabkan toxic shock

syndrome, karena mengakibatkan sitokinin berlebihan dalam peredaran

darah. Flora normal Staphylococcus aureus yang terdapat pada saluran

pernafasan, kulit, dan membran mukosa, patogen untuk manusia sehingga

dapat menyebabkan infeksi yang bersifat supuratif (Todar, 2005).

Pada hewan, bakteri ini merupakan penyebab utama kasus mastitis

pada sapi dan kambing, pustular dermatitis pada anjing dan pembentukan

abses pada semua spesies hewan (Merchant and Parker, 1961).

IV. ALAT DAN BAHAN

Page 8: Lapak Ujian Tetrasiklin

1. Alkohol

2. Antibiotik Tertrasiklin

3. Bakteri Staphylococcus aureus

4. Botol vial

5. Cawan petri

6. Jangka sorong

7. Media agar

8. Mikropipet

9. Pembakar spiritus

10. Tabung reaksi

11. Volume pipet 10 ml dan 1 ml

V. PROSEDUR

Suspensi bakteri disiapkan dalam Nutrient Broth. Bakteri ini harus

dalam keadaan homogen. Sediaan uji dimasukan ke dalam botol vial dan

dilarutkan dengan sedikit pelarutnya. Pengenceran larutan sampel dan

baku direncanakan hingga didapat variasi 3 seri dosis yang diinginkan

( dosis tinggi, dosis sedang, dan dosis rendah ). Larutan inokulum dibuat

dengan cara, suspensi biakan bakteri dimasukan ke dalam nutrient agar

yang telah disterilisasi. Dalam keadaan masih cair, nutrient agar yang

telah mengandung suspensi tersebut dituangkan dalam cawan petri secara

aseptis sebanyak 20 mL. Dibiarkan sampai membeku. Permukaan dasar

cawan dibagi menjadi 6 area sama besar. Masing-masing area tersebut

diberi label tergantung variasi seri dosis yang akan digunakan. Enam

cetakan reservoir (lubang) dibuat pada masing-masing cawan petri

dengan menggunakan perforator secara aseptis. Reservoir tersebut dibuat

dengan cara membuang agar dalam cetakan reservoir tersebut dengan

menggunakan spatel. Hasil buangan dimasukan ke dalam desinfektan

yang telah disediakan. Larutan sampel dan baku dimasukan pada masing-

masing reservoir sesuai dosis yang ditentukan dengan menggunakan

mikropipet secara aseptis. Kemudian diinkubasikan dalam inkubator

Page 9: Lapak Ujian Tetrasiklin

pada suhu 37º C selama 18-24 jam. Diameter daerah bening (zona lisis)

yang terjadi di sekeliling reservoir yang telah mengandung antibiotika

tersebut, diukur dan dicatat dengan menggunakan jangka sorong. Potensi

antibiotik dihitung.

VI. DATA PENGAMATAN

CAWAN BAKU (mm) SAMPEL (mm)

BT BS BR ST SS SR

1 21,5 21,4 18,8 20,4 19,5 17,8

2 21,1 20,6 20,4 20,9 20,5 18,1

JUMLAH 42,6 42 39,2 41,3 40 35,9

RATA-RATA 21,3 21 19,6 20,65 20 17,95

Cawan 1

Page 10: Lapak Ujian Tetrasiklin

Cawan 2

VII. PERHITUNGAN

1. Dosis Tetrasiklin

Dosis tinggi = 2,5 μg/50mL=50 μg/mL

Dosis menengah = 1 ,25 μg /50 μL=25 μg /mL

Dosis rendah = 0 ,625 μg/50 μL=12 ,5 μg /mL

2. Pengenceran

Rumus umum : V1 N1 = V2 N2

Pengenceran larutan sampel dan baku

V1 N1 = V2 N2

2500 . 1 = V2 . 500

V2 = 5 ml

Volume antibiotika dosis 2500µg/mL yang diambil = 1 mL

Volume aquadest = 4 mL

a. Dosis tinggi

V1 N1 = V2 N2

0,5 . 500 = V2 . 50

V2 = 5 mL

Volume antibiotika dosis 500 µg/mL yang diambil = 0,5 mL

Volume aquadest = 4,5 mL

b. Dosis sedang

V1 N1 = V2 N2

1 . 50 = V2 . 25

V2 = 2 mL

Volume antibiotika dosis 43,2 µg/mL yang diambil = 1 mL

Volume aquadest = 1 mL

c. Dosis rendah

V1 N1= V2 N2

Page 11: Lapak Ujian Tetrasiklin

1 . 25 = V2 . 12,5

V2 = 2 mL

Volume antibiotika dosis 14,4 µg/mL yang diambil = 1 mL

Volume aquadest = 1 mL

3. Perhitungan Potensi Tetrasiklin

I = log

DTDM = log

DMDR

= log 2 = 0,301

E = ¼ ( ( ST – SR) + (BT - BR) )

= ¼ ( (20,65 – 17,95) + (21,3 – 19,6) )

= 1,1

b =

EI= 1,1

0 ,301=3 ,654

F = 1/3 [(ST+SM+SR) – (BT+BM+BR)]

= 1/3 [ (20,65+20+17,95 )−(21,3+21+19,6)] = -1,1

M =

Fb

= −1,13 , 654

=−0 ,301

POTENSI = anti log M x 100%

= anti log (-0,301) x 100%

= 0,50 x 100%

= 50 %

VIII. PEMBAHASAN

Percobaan ini dilakukan untuk menentukan besarnya potensi

sampel terhadap antibiotika standar. Pada percobaan digunakan antibiotik

tetrasiklin dengan bakteri ujinya Staphylococcus aureus. Bakteri

Staphylococcus aureus dipilih sebagai bakteri uji karena merupakan

bakteri yang peka terhadap tetrasiklin. Antibiotik sampel maupun baku

dibuat dalam tiga konsentrasi yang berbeda (dosis tinggi, dosis sedang,

dan dosis rendah). Antibiotik baku yang digunakan adalah antibiotik

Page 12: Lapak Ujian Tetrasiklin

dengan konsentrasi 12,5 µg/mL sebagai dosis rendah, 25 µg/mL sebagai

dosis menengah, dan 50 µg/mL sebagai dosis tinggi. Ketiga konsentrasi

ini didapatkan melalui proses pengenceran dari larutan sampel dan

larutan baku. Proses pengenceran ini menggunakan perhitungan rumus:

V1.N1 = V2.N2

Hasil pengenceran kemudian digunakan sebagai dasar perhitungan untuk

menentukan potensi antibiotik tetrasiklin dengan melihat zona bening

yang dihasilkan.

Semua tahap pengerjaan prosedur harus dilakukan secara aseptis,

agar tidak ada bakteri lain yang tercampur dan tumbuh pada hasil uji.

Alat yang digunakan juga harus steril. Sterilisasi peralatan dilakukan

dengan cara mencucinya dengan cairan desinfektan. Kemudian semua

alat dikeringkan dan dipanaskan di dalam autoklaf agar tidak ada

mikroorganisme yang tumbuh dalam peralatan yang akan digunakan.

Perforator yang digunakan diambil dari larutan desinfektan yang

kemudian dikeringkan dengan dibakar diatas api spiritus. Hal ini

dimaksudkan supaya tidak ada desinfektan yang tercampur pada

perforator. Cetakan yang dibuat dengan perforator digunakan untuk

menampung antibiotik.

Pada saat proses membuat cetakan reservoir pada cawan petri,

perforator harus difiksasi terlebih dahulu untuk menghidari kontaminasi

bakteri lain. Proses pencetakan dilakukan di dekat nyala api spiritus

supaya bakteri dari udara tidak mengkontaminasi media agar yang berisi

bakteri. Saat pencetakan posisi perforator harus benar-benar lurus agar

didapat zona bening yang bulat sempurna. Potongan agar bulat hasil

cetakan diambil dengan menggunakan spatel yang sebelumnya telah

difiksasi terlebih dahulu di atas api. Spatel hasil fiksasi tidak boleh

dimasukan kedalam agar dalam keadaan panas, karena dapat membunuh

bakteri uji Saat mengambil potongan agar harus dilakukan hati-hati

supaya tidak merusak lempeng agar. Setelah keenam lubang pada

lempeng agar selesai dibuat, kemudia dimasukkan 50 µL larutan

Page 13: Lapak Ujian Tetrasiklin

antibiotik baku dan sampel pada lubang tersebut dengan menggunakan

mikropipet. Proses ini harus dilakukan secara hati-hati, dan ujung

mikropipet jangan sampai terfiksasi karena bagian tersebut terbuat dari

plastik sehingga akan meleleh. Ujung mikropipet yang menampung

cairan antibiotik cukup dicelupkan pada desinfektan untuk mencegahnya

dari kontaminasi. Setelah itu cawan petri dibungkus dengan koran

kemudian diinkubasikan pada suhu 370C selama 18-24 jam. Hal ini

bertujuan agar bakteri dapat tumbuh secara optimal.

Hasil dari inkubasi adalah berupa zona bening yang berada

mengelilingi daerah reservoir. Data yang digunakan untuk menghitung

potensi ialah rata-rata dari cawan 1 dan cawan 2. Dari perbandingan

diameter yang dihasilkan antibiotik sampel dengan antibiotik baku maka

diperoleh bahwa potensi sampel adalah 50 %. Dari hal ini dapat

dikatakan bahwa sampel memiliki potensi yang lebih rendah dari sediaan

baku. Kesalahan dapat terjadi diantaranya karena :

1. Pengenceran yang tidak tepat.

2. Perhitungan yang salah.

3. Prosedur kerja yang kurang aseptis.

IX. KESIMPULAN

Potensi sampel Tetrasiklin yang diperoleh terhadap baku adalah 50%.

Page 14: Lapak Ujian Tetrasiklin

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Bagian farmakologi Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Gayabaru. Jakarta

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi 3. Depkes RI. Jakarta

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi 4. Depkes RI. Jakarta

Foster, T. J. 2004. Staphylococcus. Medmicro, Chapter 12

Jawetz, E., J. L. Melnick, & L. N. Ornston. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi

20, alih bahasa: Edi Nugroho & RF Maulany. EGC. Jakarta.

Mahon, C. R., and Manuselis, G. 1995. Staphylococcus aureus in Text Book of

Diagnostic Microbiology. Printed in USA, Pp. 325-331.

Merchant, I. A. And Parker, R.A., 1961. Veterinary Bacteriology and Virology.

The Iowa State University Press, Ames, Iowa, United States of America.

Pp 306-308.

Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat. Penerjemah : Mathilda B.W. dan Anna S.R.

Bandung: Penerbit ITB.

Pelczar, Michael.J, dan Chan, E.C.S. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi II.

Penerjemah : Ratna Sri Hadioetomo dkk. UI Press. Jakarta

Prescott, H. K. and Langsing, M. P. 1999. Microbiology. 4th ed. WBC, MC The

Graw – Hill Companies, Inc. p. 771.

Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak II. Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta, Hal. 320-325.

Todar, K. 2005. Staphylococcus. J. Bacteriology. University of

Wisconsinmadison Departement of Bacteriology, Pp. 330.

Warsa, U.C., 1994. Buku Ajar Mikrobioligi Kedokteran. Edisi Revisi. Binarupa

Aksara. Jakarta. Hal 103