Bab IIPembahasan Praktikum
II.1. Pengujian MetalografiII.1.1. Hasil MountingProses Mounting
memiliki prinsip, yaitu suatu proses dimana sampel ditempatkan pada
media sehingga dapat memudahkan penanganan sample yang memiliki
bentuk yang tidak beraturan dan berukuran kecil. Prosedur dalam
melakukan proses mounting dalam percobaan metalografi kali ini
ialah jenis castable mounting dimana proses pembuatannya yaitu
dengan mencampurkan resin dan hardener dengan komposisi
tertentu.Castable mounting ialah rasio komposisi pada resin dan
hardener, kecepatan dari pengadukan, serta lamanya pengadukan pada
campuran resin dan hardener tersebut. Namun apabila komposisi dari
hardener kurang, maka kekerasan yang terjadi pada bahan mounting
akan rendah dan keadaannya akan berbeda jauh dengan kekerasan pada
sampel uji. Hal ini berimplikasi pada kedalaman pengamplasan yang
berbeda - beda dan proses pengamplasan menjadi kurang efektif.
Namun apabila komposisi pada hardener berlebih, kekerasan pada
bahan mounting akan melebihi ambang batas dan akan mudah pecah
(brittle), dan efek lainnya ialah proses pengamplasan akan sulit
dilakukan. Variabel kecepatan pengadukan juga tidak boleh dilupakan
seperti telah dijelaskan di awal. Kecepatan ketika melakukan
pengadukan pada resin dan hardener haruslah dengan perkiraan waktu
yang tepat karena apabila terlalu lama akan menyebabkan udara
terperangkap menjadi porositas. Selain itu, pengadukan yang terlalu
sebentar dapat menimbulkan cacat, yaitu kondisi dimana terjadi
ketidakhomogenan antara kedua campuran tersebut seperti yang telah
dialami praktikan ketika melakukan percobaan ini.Pada castable
mounting adalah kebersihan sampel haruslah menjadi perhatian utama.
Maka dari itu sebelum proses mounting sampel dilakukan, terlebih
dahulu kotoran dibersihkan yang terdapat pada permukaan sampel
hingga hilang. Hal ini dilakukan karena kotoran dapat menimbulkan
pada cacat sampel yang dimounting. Hal lain yang patut diperhatikan
untuk mendapatkan kualitas hasil mounting yang baik adalah cetakan
beserta cara penuangan resin tersebut kedalam cetakan. Sehingga
pada intinya apabila variabel tersebut tidak dijaga secara baik,
maka akan timbul cacat dalam proses mounting yang akan mengganggu
proses yang akan terjadi selanjutnya. Berikut ini praktikan
tampilkan tabel yang menunjukan masalah yang mungkin timbul ketika
proses castable mounting terjadi beserta solusi-solusinya.
MasalahPenyebabPenyelesaian
Resin panas
Retak radialCuplikan terlalu besarBesarkan ukuran molding dan
kurangi ukuran cuplikan
PengkerutanSuhu terlalu tinggiTurunkan suhu
Retak melingkarUdara lembab terjebak di dalam resinHilangkan uap
air, turunkan tekanan saat fasa cair
RemukWaktu pemadatan terlalu singkat, tekanan tidak
sesuaiTambahan waktu pemadatan sesuai tekanan
Tidak terjadi penggabuganKondisi tidak sesuaiEvaluasi kondisi
molding
Resin dingin
RetakWaktu pemadatan tidak cocok, suhu terlalu tinggi, komposisi
padatan dan pelarut tidak sesuaiKoreksi kekurangan tersebut
GelembungAda udara dalam resinDisarankan pencampuran dengan
pengadukan atau dilakukan vakum impregnasi
LunakPelarut terlalu banyakKurangi pelarut
Tabel1. masalah, penyebab, dan penyelesaian pada proses
mountingII.1.2. Hasil GrindingPengamplasan bertujuan untuk
meratakan dan menghaluskan permukaan sampel yang akan diamati.
Pengamplasan ini dilakukan secara berurutan yaitu dengan memakai
amplas kasar hingga amplas halus. Prosedur pertama dalam melakukan
pengamplasan ialah dengan menggunting kertas amplas berbentuk
lingkaran disesuaikan dengan bentuk mesin amplas yang digunakan.
Kertas amplas pada percobaan grinding ini memakai beberapa macam
grit yaitu mulai dari 200 sampai 1200. Pengamplasan dilakukan
secara searah dan memperhatikan posisi pengamplasannya.
Pengamplasan dimulai dengan meletakkan sampel pada kertas sampel
dengan permukaan yang diamati bersentuhan langsung dengan bagian
kertas amplas yang kasar. Sampel ditekan dengan gerakan searah.
Selama pengamplasan terjadi gesekan antara permukaan sampel dan
kertas amplas yang memungkinkan terjadinya kenaikan suhu yang dapat
mempengaruhi mikrostruktur sehingga diperlukan pendinginan dengan
cara mengaliri air. Apabila ingin mengganti arah pengamplasan,
sampel diusahakan berada pada kedudukan tegak lurus terhadap arah
mula-mula. Pengamplasan selesai apabila tidak teramati lagi adanya
goresan-goresan pada permukaan sampel.Permukaan yang baik ketika
proses pengamplasan ialah permukaan yang rata (flat) atau tidak
ditemukan bidang pantul. Hal ini erat kaitannya dengan proses
pengamatan struktur mikro dengan menggunakan mikroskop optik.
Mikroskop sendiri memanfaatkan prinsip pemantulan sehingga ketika
mengamplas dan terdapat bidang pantul (tidak rata) maka pengamatan
akan sulit dilakukan dengan mikroskop sebab cahaya akan
terpantulkan melalui bidang pantul tersebut dan kurang terarah pada
lensa mikroskop.Pada proses pengamplasan, hal yang patut
diperhatikan ialah masalah posisi pengamplasan sampel. Secara
prinsip, material yang keras harus berada pada posisi yang paling
luar (lebih jauh dari pusat rotasi amplas) bila dibandingkan dengan
material yang lunak dan diusahakan tidak menggunakan posisi yang
sama untuk material yang berbeda. Sehingga sampel non-ferrous
berada pada posisi yang lebih dalam daripada sampel ferrous pada
saat proses pengamplasan. Hal ini dikarenakan untuk mengurangi
terjadinya proses abrasi 3 bidang (three body abrasion) yang
kemungkinan diakibatkan terdapatnya partikel sampel (yang lebih
keras) yang berada diantara permukaan sampel yang lebih lunak dan
kertas amplas setelah tercampur dengan permukaan sampel keras pada
pengamplasan sebelumnya.Kemudian peningkatan grit yang terjadi
menimbulkan goresan yang semakin halus, dan kecepatan pengkikisan
pun akan semakin lambat namun terkontrol (melalui kecepatan putaran
mesin amplas). Hal ini berakibat pada bidang yang terbentuk pun
semakin terkontrol. Metode pengamplasan yang digunakan praktikan
dalam percobaan kali ini ialah pengamplasan basah dengan
menggunakan mesin amplas otomatis. Hal ini karena selama proses
pengamplasan berlangsung, sampel diberi air. Hal ini bertujuan
untuk memindahkan gram, mengurangi terjadinya kerusakan pada sampel
karena efek panas, dan agar kertas amplas lebih tahan lama
pemakaiannya. Setelah pengamplasan telah selesai maka sampel siap
dipoles.
II.1.3. Hasil PolishingPada prinsipnya polishing atau pemolesan
bertujuan untuk memperhalus permukaan sampel hingga 0,01 mikron
sehingga permukaan sampel tersebut dapat memantulkan cahaya dengan
baik (pantulan cahaya tidak membaur akibat adanya perbedaan bidang
dan butir-butir) sehingga pengamatan mikrostruktur berikutnya dapat
jelas. Mekanisme pemolesan yang digunakan ialah pemolesan secara
mekanik. Kemudian kain poles yang digunakan ketika melakukan
percobaan ini adalah kain beludru atau bahan 21-100 % virgin wool.
Bahan pemoles yang digunakan ialah Alumina berwarna putih yang
telah dicampur air.Permukaan kain beludru harus selalu dibasahi
atau dialiri dengan Alumina yang telah dicampur air untuk mencegah
panas yang berlebihan. Ketika proses pemolesan berjalan, sampel
harus digerakkan dan diputar-putar pada porosnya secara kontinyu
agar terhindar dari pembentukan ekor komet. Ekor komet disini
memiliki definisi goresan melingkar pada permukaan sampel akibat
pemolesan yang statis.Pada proses pemolesan kemungkinan cacat
lainnya ialah munculnya pori-pori kecil pada permukaan sampel yang
kemungkinan disebabkan zat poles yang terlalu banyak. Namun,
apabila bahan poles terlalu sedikit, maka proses pemolesan tidak
akan menghasilkan permukaan yang halus dan berkilat. Selain itu
kurangnya penambahan Alumina yang tidak diimbangi dengan pemberian
air akan mengakibatkan proses pemanasan akibat pemolesan, atau
mungkin geram sehingga dapat mengikis permukaan yang telah
mengkilap.Cacat lain yang mungkin terjadi ialah ketika sampel yang
akan dipoles terlepas dari genggaman tangan (akibat licin atau
genggaman yang kurang kuat), sampel dapat bersinggungan dengan
pinggiran mesin poles yang tidak terlapis beludru dan efeknya ialah
goresan pada sampel. Oleh karena itu, genggaman kuat dalam proses
pemolesan ini sangatlah penting agar tidak terjadi sesuatu yang
tidak diinginkan.Setelah pemolesan berlangsung, maka parameter yang
digunakan dalam menentukan keberhasilan pemolesan ialah
diperolehnya permukaan yang mengkilat, rata, licin, dan bebas dari
goresan ataupun cacat permukaan yang lainnya. Untuk memastikannya,
benda yang mengalami proses pemolesan dapat diperiksa menggunakan
mikroskop optic. Dan bila terlihat jelas, permukaan telah siap
untuk dietsa.
Gambar1. Alat pemolesan pada percobaan
II.1.4. Hasil EtsaPrinsip dari pengujian etsa ini ialah
pengkorosian yang terkontrol untuk memperlihatkan seluruh detail
struktur mikro dari suatu logam agar terlihat lebih jelas ketika
dilakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop optik sehingga
akan lebih mudah teramati. Etsa dilakukan untuk mengikis daerah
batas butir sehingga struktur bahan dapat diamati dengan jelas
dengan bantuan mikroskop optic. Zat etsa yang digunakan nictal 2%,
zat etsa bereaksi dengan sampel secara kimia pada laju reaksi yang
berbeda tergantung pada batas butir, kedalaman butir, dan komposisi
dari sampel. Sampel yang akan dietsa haruslah bersih dan kering.
Selama etsa, permukaan sampel harus selalu dipastikan dalam keadaan
terendam dalam zat etsa. Waktu etsa harus diperkirakan sedemikian
sehingga permukaan sampel yang akan dietsa tidak menjadi gosong
karena pengikisan yang terlalu lama. Dalam pengetsaannya praktikan
mencelupkan sampel ke dalam zat etsa selama 5 detik. Kemudian
setelah pengetsaan dilakukan, spesimen dilumuri alcohol dan
dibersihkan dengan menggunakan air yang kemudian dicelupkan pada
alkohol dan dikeringkan dengan hair dryer. Tujuan pencucian ini
ialah agar sampel bersih tanpa tertinggal zat pengetsa. Hal ini
sesuai dengan pembahasan pada bagian dasar teori sebelumnya,
sehingga proses pengetsaan yang sebenarnya merupakan korosi yang
terkendali. Apabila pemberian zat etsa terlalu berlebihan, maka zat
etsa tersebut akan merusak sampel (sampel terlihat seperti
hangus/relatif hitam terbakar). Kemudian tujuan pencelupan pada
alkohol ialah memanfaatkan sifatnya yaitu solvent (pelarut) yang
mudah menguap, sehingga diharapkan dengan kombinasi pencelupan dan
pengeringan hair dryer, permukaan sampel menjadi lebih kering dan
bersih. Permukaan sampel yang telah dietsa tidak boleh disentuh
untuk mencegah permukaan menjadi kusam. Setelah dietsa, sampel siap
untuk diperiksa di bawah mikroskop. Setelah melalui proses
pengeringan, permukaan spesimen terlihat tidak lagi mengkilap
seperti ketika telah dipoles. Hal ini ialah yang menjadi salah satu
parameter berakhirnya proses etsa.Penggunaan zat etsa yang tidak
sesuai dengan ketentuannya dapat mengakibatkan cacat terutama
ketika terjadi proses etsa kimia. Pada saat pengikisan tidak
menghasilkan hasil yang baik dikarenakan komposisi yang terdapat
pada zat etsa hanya akan bereaksi dengan komposisi material
tertentu. Hal ini berakibat hasil yang didapat pun kurang
maksimal.Variabel waktu ketika terjadi proses pengetsaan terkait
dengan kecepatan penyerangan zat etsa. Pengetsaan yang terlalu
cepat akan berdampak pada batas butir yang tidak terkikis dengan
baik sehingga mikrostruktur yang terlihat tidaklah baik. Sedangkan
bila terlalu lama maka zat etsa akan mengikis butir pada material
dan berimplikasi pada material yang hangus.
II.1.5 Hasil Pengamatan Struktur Mikro Sampel IndividuFoto Hasil
Percobaan dan Literatur Titanium
FOTOHASIL PERCOBAANKeterangan: TitaniumPembesaran:500xEtsa : 2mL
HF, 6mL HNO3 + AlkoholFOTO LITERATUR (ASM Vol.9)Keterangan:
UnalloyedTitaniumPembesaran: 250xEtsa :1-3 mL HF, 2-6 mL HNO3, H2O
to 1000 mL
Titanium merupakan elemen allotropic, yaitu itu memiliki lebih
dari satu bentuk kristalografi. Pada suhu kamar, titanium memiliki
struktur kristal Hexagonal Closed Pack (HCP) yang disebut sebagai
fase alpha. Struktur ini berubah menjadi stuktur kristal Body
Centered Cubic (BCC) yang disebut beta, pada suhu 883C (1621F).
Titanium memiliki unsur paduan pada umumnya yang dapat
diklasifikasikan sebagai stabilisator atau . Stabilisator Alpha,
seperti aluminium dan oksigen dapat meningkatkan suhu di mana fase
stabil. Sedangkan stabilisator beta, seperti vanadium dapat
mengakibatkan stabilitas fase pada temperature rendah. Suhu
transformasi dari + atau semua biasa dikenal sebagai suhu transus.
transus didefinisikan sebagai temperatur kesetimbangan terendah di
mana materi tersebut adalah 100 % . Di bawah suhu transus ,
titanium akan memiliki campuran + jika berisi stabilisator , atau
akan menjadi secara keseluruhan jika tidak berisi stabilisator .
Transus ini penting, karena pengolahan dan perlakuan panas sering
dilakukan dengan mengacu pada beberapa temperaturelebih tinggi atau
lebih rendah dari temperature transus .Bisa dijabarkan lebih jelas
tentang fase alpha atau beta. Dilihat dari foto mikrostruktur
Titanium, fase alpha memiliki bentuk seperti titik-titik hitam.
Berbeda dengan fase alpha, fase beta memiliki bentuk garis-garis
yang saling bersambung. Hal ini ditentukan oleh bentuk struktur
dari fase tersebut. Dengan berbedanya bentuk dari kedua fase itu,
maka berbeda pula sifat dan kekuatannya. Secara luas bisa
didapatkan bahwa fase beta lebih kuat daripada fase alpha. Selain
karena strukturnya, untuk mendapatkan fase beta membutuhkan suhu
yang lebih tinggi dari fase alpha, dengan begitu pasti kekuatan
beta akan lebih besar dari alpha.
Diagram Fasa
Efek Alpha StabilisatorEfek Beta Stabilisator
Efek Beta IsomorphousEfek Beta EutectoidParameterFoto yang
diambil dari sample Titanium ini merupakan foto hasil percobaan
kelompok yang sudah lebih dibenarkan oleh asisten. Jadi foto sample
ini merupakan foto hasil dari proses amplas, poles dan etsa.
Sementara itu foto literatur diambil dari buku ASM Metals HandBook
Volume 9 - Metallography and Microstructuresjadi bisa dibandingkan
secara langsung foto percobaan dengan foto yang didapatkan dari
literatur.
AplikasiTitanium dapat diaplikasikan di banyak bidang, yaitu :a.
MiliterKarena kekuatannya, unsur ini digunakan untuk membuat
peralatan perang (tank) dan untuk membuat pesawat ruang angkasa.b.
IndustriBeberapa mesin pemindah panas (Heat Exchanger) dan bejana
bertekanan tinggi serta pipa pipa tahan korosi memakai bahan
titanium.c. KedokteranBahan implan gigi, penyambung tulang,
pengganti tulang tengkorak, dan sebagai struktur penahan katup
jantung.d. MesinMaterial pengganti untuk batang piston.e.
PerikananDikarenakan sifat titanium yang kuat, ringan, dan tahan
korosif air laut bisa dijadikan menjadi pancingan.
II.1.6 Hasil Pengamatan Struktur Mikro Sampel Kelompok
Foto Hasil PercobaanFoto Hasil PercobaanFoto Hasil Percobaan
NamaRocker Arm ORINamaRocker Arm KW 2NamaRocker Arm Kw 3
Perbesaran500xPerbesaran500xPerbesaran500x
Larutan EtsaNitalLarutan EtsaNitalLarutan EtsaNital
II.1.5.4.2 PembahasanKomposisi Carbon pada Rocker Arm KW3
mencapai 0.008%. Hal itu didapatkan karena berdasarkan pengamatan
melalui mikroskop, terlihat 2 fasa yang terbentuk. Fasa pertama
adalah yang berwarna terang, yaitu fasa austenite sisa. Fasa kedua
adalah bagian yang berwarna hitam, yaitu fase martensite. Fase
austenite sisa terbentuk diduga karena proses heat treatment tidak
dilakukan dengan baik. Khususnya pada proses quenching. Mungkin
pada proses quenching, pendinginannya lambat, jadi tidak terbentuk
fasa martensit. Sementara itu bagian yang berwarna hitam adalah
pengotor-pengotor yang tertinggal pada permukaan rocker
arm.Berdasarkan penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa kualitas
bajanya adalah low carbon steel. Oleh karena itu sifat mekanis dari
rocker arm KW3 ini cenderung lebih lunak daripada gear kualitas ORI
dan KW 2. Berikut adalah diagram fasa dari baja:
Diagram Fasa Fe3C
Salah satu aplikasi baja low carbon steel ini adalah untuk body
mobil. Namun jika diaplikasikan untuk rocker arm tidak cukup kuat.
Oleh karena itu kekuatannya dapat ditingkatkan dengan melakukan
heat treatment. Terutama pada proses quenching, pendinginannya
harus cepat sehingga didapatkan kekerasan yang tinggi.
II.2 Hasil Pengamatan Struktur Mikro Sampel HSTII.2.1 Data
Percobaan Material: JIS S45C Temperatur Pemanasan: 900C Media
Quench: Air
II.2.2 Penjejakan Beban yang digunakan (kg): 187.5 kg Diameter
bola inden (mm): 3.175 mmPenjejakanDiameter Indentasi (mm)BHN
I1.132180.18
II1.104189.76
III1.132180.18
Rata-Rata1.122183.37
Penghitungan BHN berdasarkan rumus BHN yang dilampirkan di
borang pengujian HST.
II.2.3 Pembahasan hasilMaterial yang digunakan adalah Medium
Carbon Steel (JIS S45C). Berdasarkan literatur, komposisi Carbon
(C) mencapai 0.42% 0.48% dan Silicon (Si) 0.15% 0.35%. Oleh karena
itu material sampel ini disebut medium carbon steel. Sifat Mekanis
yang dimiliki oleh JIS S45C ini adalah sulit untuk dibengkokkan,
dila, dan dipotong. Selain itu kekuatan material ini lebih tinggi
dari pada baja karbon rendah, karena kandungan karbonnya lebih
banyak. Aplikasinya adalah pada boiler, crankshaft, dan
hammer.Untuk mencapai struktur martensit maka austenit yang terjadi
harus didinginkan cukup cepat, setidaknya dapat mencapai laju
pendidinginan kritis dari baja yang bersangkutan. Untuk ini baja
harus didinginkan dengan media pendingin tertentu yang umumnya
ditentukan oleh jenis baja/ paduannya. Ada sejumlah media pendingin
yang biasa digunakan dalam proses pengerasan baja yaitu:
AirMedia pendingin air merupakan media pendingin yang memiliki
densitas yang tinggi apabila dibandingkan dengan oli dan udara.
Densitas ini mempengaruhi besar laju pendinginan dari material yang
telah mengalami perlakuan panas. Air mepunyai cooling capacity yang
tinggi sekali ( terjadi pada suhu 300oC yaitu temperatur mulainya
terbentuk martensit ) padahal laju pendinginan tertinggi diperlukan
pada saat melewati nose dari kurva transformasi, yaitu sekitar temp
550o C sehingga air murni kurang baik untuk pendinginan baja yang
mempunyai Hardenability yang tinggi. Untuk memperbaiki/menurunkan
cooling capacity dapat dilakukan dengan menambahkan sedikit [5 10
%] soda atau garam dapur. Minyak oliPendininan dengan minyak akan
lebih lambat dibanding dengan air. Pada minyak mempunyai cooling
capacity tertinggi pada temperatur sekitar 600C dan agak rendah
pada sekitar temperatur pembentukan martensit. Untuk menaikan
cooling capacity minyak dapat dilakukan dengan menaikan
temperaturnya 50-80C. Ada banyak macam minyak mineral yang
digunakan untuk pendingin, yang paling murah dan sederhana adalah
minyak mineral dengan kekentalan rendah. Minyak biasanya digunakan
untuk pendinginan baja paduan rendah dan medium yang ukuran
penampang kecil. UdaraUdara mepunyai cooling capacity yang rendah,
tetapi dalam hal baja paduan justru hal ini menguntungkan karena
dengan laju pendinginan yang rendah, thermal stees juga akan rendah
sehingga benda kerja akan bebas distorsi maupun retak. Udara
digunakan untuk pendinginan baja paduan tinggi dan baja paduan
rendah dngan penampang kecil. Pada gambar 6 memperlihatkan
perbandingan dan hubunganya dengan kecepatan pendinginan berbagai
media pendingin.
Berikut adalah perbandingan data kelompok lain dengan media
quenc berbeda:
DATA PERBANDINGAN QUENCH
1. Data Quench Kelompok 10 Hasil Pengamatan Struktur Mikro
Sampel HST Data Percobaan Material: Medium Carbon Steel (JIS S45C)
Temperature Pemanasan: 895C Media Quench: Air
Penjejakan Beban yang digunakan (kg): 187.5 Diameter bola inden
(mm): 3.175 mmPenjejakanDiameter Indentasi rata-rata (mm)BHN
I0.7325437.012
II0.703476.136
III0.7405429.392
Penghitungan BHN berdasarkan rumus BHN yang dilampirkan di
borang pengujian HST.
2. Data Quench Kelompok 11 Hasil Pengamatan Struktur Mikro
Sampel HST Data Percobaan Material: Medium Carbon Steel (JIS S45C)
Temperature Pemanasan: 900C Media Quench: Oli
Penjejakan Beban yang digunakan (kg): 187.5 Diameter bola inden
(mm): 3.175 mmPenjejakanDiameter Indentasi rata-rata (mm)BHN
I0.872308.178
II0.810358.122
III0.795371.993
Penghitungan BHN berdasarkan rumus BHN yang dilampirkan di
borang pengujian HST.
3. Data Quench Kelompok 12 Hasil Pengamatan Struktur Mikro
Sampel HST Data Percobaan Material: Medium Carbon Steel (JIS S45C)
Temperature Pemanasan: 900C Media Quench: Udara
Penjejakan Beban yang digunakan (kg): 187.5 Diameter bola inden
(mm): 3.175 mmPenjejakanDiameter Indentasi rata-rata (mm)BHN
I0.6935490.39
II0.7225441.18
III0.713464.11
Penghitungan BHN berdasarkan rumus BHN yang dilampirkan di
borang pengujian HST.
Oleh karena itu kekerasan material tergantung pada laju
pendinginnya yang dipengaruhi oleh densitas suatu fluida pendingin
dan viskositas suatu fluida pendingin. Apabila suatu material
berada pada kondisi temperatur yang lebih rendah, maka struktur
butirnya akan cenderung merapat, sehingga tidak ada ruang kosong
yang terjadi, sehingga molekul sulit bergerak dan berdeformasi.
Berdasarkan data diatas, didapatkan urutan media pendingin yang
menghasilkan kekerasan yang lebih tinggi ke yang rendah adalah air,
minyak oli, dan udara.Aplikasi dari material yang didinginkan
dengan cepat adalah untuk alat-alat tool steel. Karena tool steel
membuntuhkan material yang memiliki nilai kekerasan yang tinggi.
Dengan dilakukannya pendinginan (quenching) yang cepat, maka
material tersebut akan mendatkan nilai kekerasan yang tinggi.
II.3 Pengujian JominyII.3.1 Data Percobaan Jenis baja (persen
karbon sampel): Baja S45C Temperature austenisasi: 900C Jenis
Indentor: Baja Diameter Indentor: 3.175mm Beban indentasi: 187.5 kg
Waktu indentasi: 10 detik
II.3.2 Tabel hasil Penjejakan Dan Nilai BHNJarak dari Quench-End
(mm)Dx (mm)Dy (mm)Davg (mm)BHN
21.50.9650.9990.982241.49
36.51.1021.1681.135179.20
44.51.0441.0271.035216.88
49.51.0531.1271.09194.83
54.01.1631.1691.166169.46
59.51.1511.1201.1355179.03
63.51.0491.1061.0755199.52
67.51.0231.0151.019223.83
741.1461.1311.1385178.93
78.51.1871.1751.181165.02
II.3.3 Grafik Hardenability
III.3.4 Pembahasan Hasil PercobaanPercobaan Jominy dilakukan
untuk mengukur kemampuan untuk dikeraskan (hardenability) dari
baja, yaitu ukuran kapasitas dari suatu baja untuk mengeras
(membentuk struktur martensite) dikaitkan dalam fungsi jarak di
bawah pengkondisian tertentu. Percobaan ini juga dikaitkan pada
pengaruh mikrostruktur (ukuran butir, paduan) terhadap nilai
kekerasan baja.Hardenability dari baja penting artinya dalam
pemilihan paduan baja dan perlakuan panas untuk meminimalisasikan
tegangan termal dan distorsi pada proses manufaktur komponen.
Kemampukerasan (hardenability) tergantung pada komposisi kimia dari
baja dan juga oleh kondisi proses seperti temperatur
austenisasi.Prinsip dari percobaan jominy ini adalah pengukuran
kekerasan pada berbagai titik pada batang uji jominy untuk
mengetahui kemampukerasan (kemampuan membentuk fasa keras
martensit) suatu material.Pada tabel tersebut terlihat, secara
umum, bahwa diameter indentasi pada sumbu absis, tidak sama dengan
diameter indentasi pada sumbu ordinat. Dan secara lebih spesifik
lagi, terlihat bahwa diameter pada sumbu absis lebih besar
dibanding sumbu ordinat. Akibatnya maka butir pada baja tersebut
akan cenderung memanjang searah sumbu absis, sehingga akibatnya
panjang daerah untuk pergerakan dislokasi pun berbeda antara sumbu
absis akan lebih besar dibanding pergerakan pada sumbu ordinat.
Akibatnya, karena pergerakan dislokasi akan lebih mudah pada sumbu
absis, maka seolah-olah sumbu absis terlihat lebih lunak dibanding
sumbu ordinat.Dalam ilmu metalurgi fisik, hal ini disebut mekanisme
penguatan strain hardening dan grain boundary strengthening.
Sehingga deformasi plastis pada sumbu absis akan lebih besar
dibanding sumbu ordinat atau dengan kata lain diameter indentasi
yang terjadi pada sumbu absis akan lebih besar dibanding sumbu
ordinat.Selisih diameter tidak selalu sama karena mengingat pada
batang uji ini kekerasan tiap titiknya berbeda (akibat mekanisme
pengerasan quenching), karenanya perbedaan diameter tersebut tidak
dapat dibandingkan satu dengan yang lainnya. Namun untuk meyakinkan
semua asumsi ini perlu adanya suatu penelaaahan lebih lanjut dengan
metode pengujian lainnya (contohnya pengujian tarik terhadap kedua
sumbu berbeda atau pengamatan butir/struktur mikro dari batang uji
atau bahkan pengukuran diameter indentor), sebab mungkin juga
perbedaan ini semua disebabkan oleh karena indentor yang memang
tidak berbentuk bulat sempurna (sesuai indentor standar
Brinell).Kemudian jika memang indentor ini tidak bulat sempurna,
apakah ini berarti bahwa alat uji Brinell yang digunakan tidak lagi
sesuai standar dan tidak lagi dapat digunakan? Secara teoritis,
sebenarnya bisa saja. Sebab yang digunakan dalam dasar perhitungan
kekerasan oleh standar Brinell bukanlah bentuk bola indentor,
melainkan permukaan dan tembereng indentasi yang terbentuk.
Maksudnya selama bentuk tembereng indentasi yang terbentuk masih
bulat dan memiliki diameter d, indentasi tersebut masih dapat
digunakan dan disubstitusikan kedalam rumus perhitungan BHN.
Sehingga sebaliknya, jika indentasi yang terbentuk tidak lagi
bulat, maka indentor tidak dapat digunakan lagi atau perlu
diganti.Dalam pengujian Jominy akan didapatkan hubungan kekerasan
suatu bahan dengan jarak dari permukaan pendinginan dan dengan
kecepatan pendinginannya, dalam hal ini dianggap kecepatan
pendinginan air adalah tak terhingga. Metode perlakuan panas yang
dilakukan dalam praktikum ini adalah end quench. End Quenching
adalah metode di mana bagian bawah dari sampel langsung bersentuhan
dengan media pendingin. Pada praktikum ini media pendingin yang
digunakan adalah air. Air disemprotkan pada bagian bawah sampel
sehingga sampel yang mengalami pendinginan paling cepat adalah
bagian yang paling dekat dengan media pendingin / bersentuhan
langsung, yaitu bagian bawah sampel. Bagian sampel yang mengalami
pendinginan paling lambat adalah bagian yang paling jauh dari media
pendingin, yaitu bagian atas sampel.Hal ini dapat didasarkan pada
diagram CCT yang menunjukan bahwa laju pendinginan yang berbeda
akan menghasilkan kekerasan bahan yang berbeda. Temperatur
austenisasi dimaksudkan untuk mengubah fasa yang dimiliki sampel
menjadi fasa austenit agar dapat ditransformasi, yang menjadi dasar
daripada proses quenching. Sebelum dikeluarkan sampel tetap
didiamkan didalam dapur untuk beberapa menit untuk lebih memastikan
temperatur austenisasi tercapai. Kemudian sampel dikeluarkan dari
dapur dan dibawa ke alat bangku jominy dengan penjepit yang
kemudian sampel dimasukan kedalam lubang alat bangku jominy dan
segera dialiri/disemprotkan air sebagai media pendingin dari bagian
bawah sampel sehingga terjadi pendinginan secara bertahap yang
dimulai dari bagian bawah sampel kebagian atas sampel.Pendinginan
yang bertahap ini dimaksudkan untuk mendapatkan fasa daripada
sampel yang berbeda-beda, yang ditujukan untuk mendapatkan
kekerasan yang berbeda-beda daripada bagian sampel yang disebabkan
struktur yang berbeda. Setelah sampel dingin, kemudian dilanjutkan
dengan pembersihan sampel daripada scale yang melekat, dipermukaan
sampel dan dilanjutkan dengan pengamplasan pada salah satu bagian
sampel untuk meratakan permukaan yang nantinya akan digunakan
sebagai daerah penjejakan. Setelah itu, sampel kemudian diukur
dengan alat penjejak yang memiliki diameter penjejak 3.154 mm.
Penjejakan dilakukan 10 kali dengan jarak antar penjejakan yang
bervariasi. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan kekerasan yang
bervariasi pada sampel.Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa
kekerasan semakin menurun dengan semakin jauhnya jarak dari ujung
yang di Quench. Dalam hal ini kekerasan dapat dilihat dari nilai
BHN yang semakin kecil. Hal ini dikarenakan semakin jauh jarak nya
maka kecepatan penurunan temperatur semakin lambat sehingga
struktur martensite yang terbentuk semakin sedikit sehingga
kekerasannya menurun. Untuk mendapatkan kekerasan yang maksimum
maka martensite yang terbentuk harus 100% semakin jauh dari ujung
yang di quench martensite yang terbentuk semakin sedikit (