BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Odum (1971) benthos adalah berbagai jenis organisme yang
mendiami suatu perairan. Benthos dapat dibedakan menjadi dua jenis
yaitu makroinvertebrata dan mikroinvertebrata. Benthos meliputi
organisme nabati yang disebut fitobenthos dan organisme hewani yang
disebut zoobenthos. Secara umum benthos dibagi menjadi tiga
kelompok yaitu makrobenthos yang merupakan benthos dengan ukuran
besar dari 1 mm, meiobenthos dengan ukuran antara 0,1 mm sampai 1
mm dan mikrobenthos dengan ukuran yang lebih kecil dari 0,1 mm
(Mann, 1982 dalam Muhyin, 2006). Berdasarkan pengertian di atas
maka dapat dikatakan bahwa makrozoobenthos merupakan organisme
hewani yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar
perairan dengan ukuran lebih besar dari 1 mm. Dilihat dari segi
makanannya, Cummins (1974) menyatakan bahwa makrozoobenthos dapat
bersifat autochthonous (misalnya vegetasi meti, periphiton, dan
makrophita) dan bersifat allotochthonous (misalnya vegetasi tepian
sungai, limbah dan sampah dari aktivitas manusia). Sumber makanan
organik berasal dari vegetasi tepian sungai yang jatuh dan langsung
masuk ke dalam sungai, maupun yang telah diproses di darat dan
langsung masuk ke dalam sungai melalui air permukaan dan melalui
air tanah. Selain itu klasifikasi benthos juga dapat dibedakan
berdasarkan ukuran, tempat hidupnya, jenis, cara memperoleh
makanan, dan kepekaannya terhadap bahan pencemar organik (Odum,
1993). Makrozoobenthos berperan sebagai salah satu mata rantai
penghubung dalam aliran energi dan siklus dari alga benthosik
sampai konsumen tingkat tinggi (Rosenberg, 1993). Benthos juga
sering digunakan sebagai indikator atau petunjuk kualitas air.
Menurut Purnomo (1989) kelebihan penggunaan makrozoobenthos sebagai
indikator pencemaran organik adalah mudah diidentifikasi, bersifat
immobil, dan memberikan tanggapan yang berbeda terhadap berbagai
kandungan bahan organik, Makrozoobenthos ini dipengaruhi oleh
kondisi fisika, kimia, dan biologi. Faktor fisika meliputi
substrat, kekeruhan, arus, kedalaman, dan suhu. Faktor kimia
meliputi pH, DO, dan bahan bahan toksik dan faktor biologi meliputi
predator dan competitor. Oleh karena itu, praktikum ini dilakukan
untuk mengetahui kenaekaragaman serta mengetahui enumerasi dan
biomassa benthos yang terdapat di suatu lingkungan perairan dengan
metode sampling.1.2. Tujuan Praktikum
Tujuan dari pelaksanaan praktikum Pendugaan Produktivitas
Sekunder Dengan Menghitung Enumerasi dan Biomassa Benthos ini
adalah :
1. Untuk mempelajari penghitungan enumerasi dan biomassa benthos
di suatu perairan.
2. Untuk mengetahui keanekaragaman benthos yang terdapat di
suatu ekosistem.
3. Untuk mengidentifikasi jenis benthos yang dijadikan
sampling.
1.3. Manfaat Praktikum
Manfaat dari pelaksanaan praktikum Pendugaan Produktivitas
Sekunder Dengan Menghitung Enumerasi dan Biomassa Benthos ini
adalah :
1. Mahasiswa dapat melakukan identifikasi jenis benthos dan
penghitungan enumerasi dan biomassanya.2. Mahasiswa dapat
mengetahui cara pengambilan sampling benthos dari dasar perairan.3.
Mahasiswa dapat melakukan identifikasi jenis benthos dan
penghitungan enumerasi dan biomassanya.BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Benthos
Benthos adalah organisme yang hidup didasar perairan (substrat)
baik yang sesil, merayap, maupun menggali lubang. Benthos hidup di
pasir, lumpur, batuan, patahan karang atau karang yang sudah mati.
Substrat perairan dan kedalaman mempengaruhi pola penyebaran dan
morfologi fungsional serta tingkah laku hewan bentik. Hal tersebut
berkaitan dengan karakteristik serta jenis makanan benthos
(Mulyadi, 1990). Menurut Odum (1971) benthos adalah berbagai jenis
organisme yang mendiami suatu perairan. Benthos dapat hidup pada
dan didalam dasar perairan. Gerakannya sangat terbatas pada
perairan sehingga sangat baik dijadikan indikator biologi untuk
menerangkan atau menunjukkan kondisi perairan apakah perairan itu
tercemar atau tidak. Odum (1971) menyatakan bahwa yang termasuk
kedalam makrozobenthos antara lain insekta, annelida, bivalve, dan
gastropoda. Makrozoobenthos ini dipengaruhi oleh kondisi fisika,
kimia, dan biologi. Faktor fisika meliputi substrat, kekeruhan,
arus, kedalaman, dan suhu. Faktor kimia meliputi pH, DO, dan bahan
bahan toksik dan faktor biologi meliputi predator dan
competitor.3.2. Jenis BenthosBenthos dapat dibedakan menjadi dua
jenis yaitu makroinvertebrata dan mikroinvertebrata. Menurut
fungsinya benthos dibedakan atas fitobenthos dan zoobenthos.
Menurut ukurannya zoobenthos dibedakan menjadi zoobenthos (ukuran
antara 0,1 1 mm) dan makrobenthos (ukuran > 3 mm) (Mulyadi,
1999). Makrozoobenthos adalah organisme hewani yang hidup pada
permukaan atau di dalam substrat dasar perairan dengan ukuran lebih
besar dari 1 mm. Klasifikasi benthos dibedakan berdasarkan ukuran,
tempat hidupnya, jenis, cara memperoleh makanan, dan kepekaannya
terhadap bahan pencemar organik (Odum, 1993).Klasifikasi benthos
menurut ukurannya :
a. MikrofaunaMemiliki ukuran lebih kecil dari 0,1 mm. Contohnya
bakteri, diatom, ciliata, amoeba, dan flagellata.b.
MeiofaunaMemiliki ukuran antara 0,1 mm sampai 1,0 mm. Contohnya
nematoda, copepoda, dan foraminifera.
c. MakrofaunaMemiliki kuran lebih dari 1 mm (0,04 inch).
Contohnya cacing, annelida, molusca, spone, dan crustacea (Ardi,
2012)
Klasifikasi benthos berdasarkan tempat hidupnya :
a. EpifaunaHidup di atas permukaan dasar lautan. Contohnya
kepiting, siput laut, dan bintang laut.
b. Infauna Hidup dengan cara menggali lubang pada dasar lautan.
Contohnya cacing, tiram, macoma, dan remis (Nybakken, 1997)
Klasifikasi benthos berdasarkan jenisnya :a. ZoobenthosPayne
(1989) menyatakan bahwa zoobenthos merupakan hewan yang sebagian
atau selurus siklus hidupnya berada di dasar perairan, baik yang
sesil, merayap maupun menggali lubang. Hewan ini memegang beberapa
peran penting dalam perairan seperti dalam proses dekomposisi dan
mineralisasi material organik yang memasuki perairan, serta
menduduki beberapa tingkatan trofik dalam rantai makanan.
Zoobenthos membantu mempercepat proses dekomposisi materi organik.
Berbagai jenis zoobenthos ada yang berperan sebagai konsumen primer
dan ada pula yang berperan sebagai konsumen sekunder atau konsumen
yang menempati tempat yang lebih tinggi (Sri, 2001). Pada umumnya,
zoobenthos merupakan makanan alami bagi ikan ikan pemakan di dasar
(bottom feeder) (Pennak, 1978).
b. FitobenthosFitobenthos merupakan makanan utama untuk benthos
adalah alga dan bahan organik limpasan dari tanah. di periran
pantai dan tempat-tempat lain di mana cahaya mencapai bagian bawah,
hewan bentik seperti diatom yang mampu berfotosintesis dapat
berkembang biak. adapun cara dari setiap benthos untuk memperoleh
makanannya adalah sebagai berikut :
Filter feeder (suspension feeder) adalah hewan yang makan dengan
cara menyaring padatan tersuspensi dan partikel makanan dari air,
biasanya dengan melewatkan air melalui struktur penyaringan khusus.
contohnya seperti spons dan bivalvia yang memiliki tubuh yang
keras. proses ini dapat terjadi pada daerah yang berpasir.
Deposit feeder adalah hewan tyang mengkonsumsi sisa sisa makanan
pada substrat di bagian bawah air. seperti polychaeta yang memiliki
permukaan tubuh yang lunak.
Klasifikasi benthos berdasarkan kepekaannya terhadap pencemar
karena bahan organik:a. Organisme intoleranOrganisme intoleran
yaitu organisme yang dapat tumbuh dan berkembang dalam kisaran
kondisi lingkungan yang sempit dan jarang dijumpai di perairan yang
kaya bahan organik. Organisme ini tidak dapat beradaptasi bila
kondisi perairan mengalami penurunan kualitas.
b. Organisme fakultatifOrganisme fakultatif adalah organisme
yang dapat bertahan hidup pada kisaran kondisi lingkungan yang
lebih besar bila dibandingkan dengan organisme intoleran. Walaupun
organisme ini dapat bertahan hidup di perairan yang kaya bahan
organik, namun tidak dapat mentolelir tekanan lingkungan.
c. Organisme toleran
Organisme toleran yaitu organisme yang dapat tumbuh dan
berkembang dalam kisaran kondisi lingkungan yang luas, yaitu
organisme yang sering dijumpai di perairan yang berkualitas jelek.
Pada umumnya organisme tersebut tidak peka terhadap berbagai
tekanan lingkungan dan kelimpahannya dapat bertambah di perairan
yang tercemar oleh bahan organik. jumlah organisme.3.3. Benthos
Sebagai Bioindikator
Benthos sering digunakan sebagai indikator atau petunjuk
kualitas air. Suatu perairan yang sehat (belum tercemar) akan
menunjukkan jumlah individu yang seimbang dari hampir semua spesies
yang ada. Sebaliknya suatu perairan tercemar, penyebaran jumlah
individu tidak merata dan cenderung ada spesies yang mendominasi
(Patrick, 1949 dalam Odum, 1994). Dalam penilaian kualitas
perairan, pengukuran keanekaragaman jenis organisme sering lebih
baik daripada pengukuran bahan-bahan organik secara langsung.
Makrozoobenthos sering dipakai untuk menduga ketidakseimbangan
lingkungan fisik, kimia dan biologi perairan. Perairan yang
tercemar akan mempengaruhi kelangsungan hidup organisme
makrozoobenthos karena makrozoobenthos merupakan biota air yang
mudah terpengaruh oleh adanya bahan pencemar, baik bahan pencemar
kimia maupun fisik (Odum, 1994). Hal ini disebabkan makrozoobenthos
pada umumnya tidak dapat bergerak dengan cepat dan habitatnya di
dasar yang umumnya adalah tempat bahan tercemar.
Menurut Wilhm (1975) dalam Marsaulina (1994) perubahan sifat
substrat dan penambahan pencemaran akan berpengaruh terhadap
kemelimpahan dan keanekaragamannya. Menurut Vemiati (1987) dalam
Fachrul (2007) jenis yang berbeda menunjukkan reaksi yang berbeda
terhadap pencemaran, sehingga dengan adanya jenis benthos tertentu
dapat dijadikan petunjuk untuk menafsir kualitas suatu badan air
tertentu, misalnya keberadaan cacing Polychaeta dari suku
Capitellidae, yaitu Capitella capitella menunjukkan perairan
tercemar dan Capitella ambiesta terdapat pada lingkungan yang tidak
tercemar selanjutnya Tesky (2002) mengatakan spesies indikator
merupakan organisme yang dapat menunjukkan kondisi lingkungan
secara akurat yang juga dikenal dengan bioindikator.
Makrozoobenthos umumnya sangat peka terhadap perubahan lingkungan
perairan yang ditempatinya, karena itulah makroinvertebrata ini
sering dijadikan sebagai indikator ekologi di suatu perairan
dikarenakan cara hidup, ukuran tubuh, dan perbedaan kisaran
toleransi di antara spesies di dalam lingkungan perairan. Alasan
pemilihan makrozoobenthos sebagai indikator ekologi menurut Wilhm
(1978), dan Oey et al, (1980) dalam Wargadinata (1995) adalah
sebagai berikut: Mobilitas terbatas sehingga memudahkan dalam
pengambilan sampel. Ukuran tubuh relatif besar sehingga memudahkan
untuk identifikasi. Hidup di dasar perairan, relatif diam sehingga
secara terus menerus terdedah (exposed) oleh air sekitarnya.
Pendedahan yang terus menerus mengakibatkan makrozoobenthos
dipengaruhi oleh keadaan lingkungan.
Menurut Purnomo (1989) kelebihan penggunaan makrozoobenthos
sebagai indikator pencemaran organik adalah mudah diidentifikasi,
bersifat immobil, dan memberikan tanggapan yang berbeda terhadap
berbagai kandungan bahan organik, sedangkan kelemahannya adalah
karena penyebarannya mengelompok dipengaruhi oleh faktor hidrologis
seperti arus dan kondisi substrat dasar. Menurut Cole (1983)
zoobenthos juga berperan dalam proses mineralisasi dan
pendaurulangan bahan-bahan organik, baik yang berasal dari perairan
(autokton) maupun dari daratan (allokton) serta menduduki urutan
kedua dan ketiga dalam rantai kehidupan suatu komunitas
perairan.
2.4. Parameter-parameter yang Mempengaruhi Keberadaan
Benthos
Sifat fisika kimia perairan sangat penting dalam ekologi. Oleh
karena itu selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik
seperti makrozoobenthos, perlu juga dilakukan pengamatan
faktor-faktor abiotik perairan. Dengan mempelajari aspek saling
ketergantungan antara organisme dengan faktor-faktor abiotiknya
maka akan diperoleh gambaran tentang kualitas suatu perairan.
2.4.1. Parameter Fisika
Tipe substrat dasar perairan pesisir ditentukan oleh arus dan
gelombang. Disamping itu juga oleh kelandaian (slope) pantai.
Menurut Sumich (1992), Nybakken (1997) dan Barnes and Hughes (1999)
substrat daerah pesisir terdiri dari bermacam-macam tipe, antara
lain: lumpur, lumpur berpasir, pasir, dan berbatu. Pada daerah
pesisir dengan kecepatan arus dan gelombang yang lemah, subtrat
cenderung berlumpur. Daerah ini biasa terdapat di daerah muara
sungai, teluk atau pantai terbuka dengan kelandaian yang rendah.
Sedangkan pada daerah pesisir yang mempunyai arus dan gelombang
yang kuat disertai dengan pantai yang curam, maka substrat
cenderung berpasir sampai berbatu.
Kedalaman air mempengaruhi kelimpahan dan distribusi zoobenthos.
Dasar perairan yang kedalaman airnya berbeda akan dihuni oleh
makrozoobenthos yang berbeda pula, sehingga terjadi stratifikasi
komunitas menurut kedalaman. Pada perairan yang lebih dalam
makrozoobenthos mendapat tekanan fisiologis dan hidrostatis yang
lebih besar. Karena itu makrozoobenthos yang hidup di perairan yang
dalam ini tidak banyak. Berdasarkan kedalaman laut Wright (1984),
mengelompokkan keberadaan hewan benthos dibagi atas tiga zone yaitu
(1) zona intertidal (intertidal zone), (2) zona paparan benua
(continental shelf) dan (3) zona laut dalam (deep sea).
Suhu mempunyai pengaruh yang besar terhadap kelarutan oksigen di
dalam air, apabila suhu air naik maka kelarutan oksigen di dalam
air menurun. Bersamaan dengan peningkatan suhu juga akan
mengakibatkan peningkatan aktivitas metabolisme akuatik, sehingga
kebutuhan akan oksigen juga meningkat (Sastrawijaya, 2000). Brehm
dan Meijering (1990) dalam Barus (1996) menyatakan bahwa akibat
meningkatnya laju respirasi akan menyebabkan konsumsi oksigen
meningkat, sementara di sisi lain dengan naiknya suhu akan
menyebabkan kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang. Menurut
Suriawiria (1996) kenaikan suhu pada perairan dapat menyebabkan
penurunan oksigen terlarut. Suhu merupakan faktor pembatas bagi
pertumbuhan hewan benthos. Batas toleransi hewan terhadap suhu
tergantung kepada spesiesnya. Umumnya suhu di atas 30oC dapat
menekan pertumbuhan populasi hewan benthos (Nybakken, 1992). 2.4.2.
Parameter Kimia
Nilai pH menunjukkan derajat keasaman atau kebasaan suatu
perairan. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada
umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang sangat
basa maupun yang sangat asam akan membahayakan kelangsungan hidup
organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme
dan respirasi (Barus, 1996). Adanya ion-ion seperti besi sulfur
(FeS) dalam jumlah yang tinggi dalam air meningkatkan keasaman
karena FeS dengan udara dan air akan membentuk H2SO4 dan besi yang
larut (Fardiaz, 1992).
Oksigen terlarut sangat penting bagi pernafasan zoobenthos dan
organisme-organisme akuatik lainnya (Odum, 1993). Kelarutan oksigen
dipengaruhi oleh faktor suhu, pada suhu tinggi kelarutan oksigen
rendah dan pada suhu rendah kelarutan oksigen tinggi. Tiap-tiap
spesies biota akuatik mempunyai kisaran toleransi yang berbeda-beda
terhadap konsentrasi oksigen terlarut di suatu perairan. Spesies
yang mempunyai kisaran toleransi lebar terhadap oksigen
penyebarannya luas dan spesies yang mempunyai kisaran toleransi
sempit hanya terdapat di tempat-tempat tertentu saja. Berdasarkan
kandungan oksigen terlarut (DO), Lee et al. (1978) mengelompokkan
kualitas perairan atas empat yaitu; tidak tercemar (> 6,5 mg/l),
tercemar ringan (4,5 6,5 mg/l), tercemar sedang (2,0 4,4 mg/l) dan
tercemar berat (< 2,0 mg/l).3.4. Alat untuk Mengambil
Benthos
Sampel makrozoobenthos diambil menggunakan jala surber apabila
lokasipengambilan sampel dangkal dan menggunakan Eckman grabb jika
lokasi pengambilan sampel dalam. Jala surber diletakkan di dasar
danau, kemudian substrat dikeruk sehingga makrozoobenthos terjaring
dalam jala sedangkan pengambilan sampel dengan Eckman grabb
dilakukan dengan cara menurunkannya hingga ke dasar danau dengan
kondisi terbuka. Pada saat mencapai dasar danau, pemberat
diturunkan sehingga Eckman grabb menutup bersamaan dengan masuknya
substrat. Sampel yang didapat disortir menggunakan tangan untuk
sampel yang berukuran besar dan metode pengapungan untuk sampel
berukuran kecil (yang tidak bisa disortir) selanjutnya sampel
dibersihkan dengan air dan dimasukkan kedalam wadah untuk
selanjutnya diamati di laboratorium. BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Praktikum
Praktikum Pendugaan Produktivitas Sekunder Dengan Menghitung
Enumerasi dan Biomassa Benthos dilakukan pada hari Senin, 27
Oktober 2014 pukul 12.30 WIB sampai dengan selesai. Pelaksanaan
praktikum dilakukan di Laboratorium Akuakultur FPIK Universitas
Padjadjaran.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
1. Eckman Grabb : alat ini dibuat dari baja yang beratnya kurang
lenih 3,2 kg dan mempunyai 3 macam ukuran yaitu : 15 cm x 15 cm,
23cm x 23 cm, dan 30 cm x 30 cm. Alat ini dipergunakan untuk
pengambilan contoh perairan yang mempunyai dasar yang terdiri dari
lumpur, pasir dan sungai yang arusnya kecil.
2. Jala Surber : alat ini adalah sejenis jaring yang digunakan
untuk mengoleksi benthos yang bersifat epifauna.3. Saringan
bertingkat : untuk menyaring lumpur atau substrat lainnya.4.
Timbangan : untuk menimbang sampel benthos yang telah
diidentivikasi5. Kaca pembesar : untuk membantu mengidentifikasi
sampel benthos.3.2.2. Bahan
1. Lumpur hasil sampling, untuk bahan pengamatan.3.3. Prosedur
Kerja
3.4. Analisis Data
Dalam praktikum Pendugaan Produktivitas Sekunder Dengan
Menghitung Enumerasi dan Biomassa Benthos ini dilakukan analisis
dengan melakukan pengidentifikasian jenis jenis benthos yang
ditemukan dengan melihat pada buku yang dijadikan sumber dan
kemudian dilakukan penghitungan jumlah masing masing jenis yang
selanjutnya dihitung berat benthos menggunakan timbangan analitik
kemudian dihitung berat total keseluruhan jumlah spesies yang
diidentifikasi.3.4.1. Perhitungan Enumerasi Benthos
Sampel yang diidentifikasi, dianalisis dengan menghitung secara
langsung sampel yang didapatkan. Sampel yang didapatkan ditimbang
beratnya menggunakan timbangan analitik kemudian dihitung berat
total keseluruhan jumlah spesies yang diidentifikasi. Setelah itu
dihitung kelimpahannya dan indeks diversitasnya menggunakan rumus
indeks diversitas Shannon Wiener dan indeks dominasi Simpson
sebagai berikut : Kelimpahan
Indeks Diversitas Shannon Wiener Benthos
H = -pi ln pi
Indeks Dominasi SimpsonD = 1- (Pi)23.4.2. Perhitungan Biomassa
Benthos
Sampel yang diidentifikasi, dianalisis dengan cara menghitung
biomassa sampel dengan menggunakan timbangan analitik. Kemudian
hasilnya di catat. Berikut adalah rumus penghitungan biomassa :
Biomassa Total
Biomassa Total = berat total keseluruhan tiap spesies BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1. Data Hasil Enumerasi Benthos Kelompok Tabel 1. Hasil
Pengamatan Enumerasi BenthosSpesiesJumlahBeratRata - rata
Pilsbryoconcha exilis124,43 gram24,43 gram
Pila ampullacea13,98 gram3,98 gram
Goniobasis sp176,89 gram0,41 gram
Pleurocera acuta62,29 gram0,38 gram
Perhitungan kelimpahan benthos pada pengamatan kelompok 5 adalah
sebagai berikut: Kelimpahan
K = 625 individu/ m2
Indeks Diversitas Shannon- Wiener Benthos
H Pilsbryoconcha exilis
= -pi ln pi
= -1 x -3,22
= 3,22H Pila ampullacea
= -pi ln pi
= -1x -3,22
= 3,22H Goniobasis sp
= -pi ln pi
= -1x -0,38
= 0,38
H Pleurocera acuta
= -pi ln pi
= -1 x -1,43
= 1,43
Perhitungan Indeks Dominasi SimpsonD = 1- (Pi)2
= 1- (0,04)2 + (0,04)2 + (0,68)2 + (0,24)2
= 1- 0,5232
= 0,47684.1.2. Data Hasil Biomassa Benthos Kelompok Tabel 2.
Hasil Pengamatan Biomassa BenthosSpesiesJumlahBerat (gram)Berat
rata-rata (gram)Pi LnPi HD
Pilsbryoconcha exilis124,43 24,43 0,04-3,223,22
Pila ampullacea13,98 3,98 0,04-3,223,22
Goniobasis sp176,89 0,41 0,68-0,380,380,4768
Pleurocera acuta62,29 0,38 0,24-1,431,43
Jumlah 2537,591-8,258,25
Biomassa Total
Biomassa Total = 24,43 + 3,98 + 6,89 + 2,29
= 37,594.2 Pembahasan4.2.1 Hasil Enumerasi BenthosDari hasil
identifikasi sampel kelompok 5, terdapat empat jenis spesies yaitu
Pilsbryoconcha exilis, Pila ampullacea, Goniobasis sp, dan
Pleurocera acuta. Pilsbryoconcha exilis terdapat sebanyak 1 ekor
dengan bobot rata rata 24,43 gram. Pila ampullacea terdapat
sebanyak 1 ekor dengan bobot rata rata 3,98 gram. Goniobasis sp
terdapat sebanyak 17 ekor dengan bobot rata rata 0,41 gram.
Pleurocera acuta terdapat sebanyak 6 ekor dengan bobot rata rata
0,38 gram. Menurut (Krebs, 1989 dalam Setianingsih, 2001) komunitas
adalah kumpulan beberapa populasi dalam suatu area atau habitat.
Karakteristik struktur komunitas makrozoobenthos yang dapat
dipelajari meliputi keanekaragaman spesies, pola pertumbuhan,
dominansi spesies, kepadatan relatif dan struktur trofik.Hasil
perhitungaan kelimpahan yang diperoleh yaitu 625 ind/m2. Nybakken
(1992) menyatakan bahwa faktor pembatas yang mempengaruhi
kelimpahan benthos ialah arus, pH, oksigen terlarut, suhu dan
salinitas. Tingginya kelimpahan makrozoobenthos juga diakibatkan
oleh tingginya bahan organik yang dapat mempengaruhi organisme
dasar. Menurut Wood (1987) menyatakan bahwa bahan organik yang
mengendap di dasar perairan merupakan sumber makanan bagi organisme
bentik, sehingga jumlah dan laju pertambahannya dalam sedimen
mempunyai pengaruh yang besar terhadap populasi organisme dasar.
Allard dan Moreau dalam APHA (1992) menyatakan bahwa kelimpahan
hewan benthos pada suatu perairan sangat dipengaruhi oleh berbagai
factor lingkungan baik biotik maupun abiotik Indeks diversitas
Shannon Wiener dari jenis Pilsbryoconcha exilis sebesar 3,22, Pila
ampullacea sebesar 3,22, Goniobasis sp sebesar 0,38, dan Pleurocera
acuta sebesar 1,43. Menurut Krebs (1989) dalam Setiawan (2008)
kategori indeks diversitas Shannon Wiener H < 1 menunjukkan
keanekaragaman spesies tergolong rendah, 1< H 3 menunjukkan
keanekaragaman spesies tinggi. Indeks dominasi Simpson yang
mendekati 0 (C < 0,5) menunjukkan bahwa tidak ada jenis yang
mendominasi dan apabila mendekati 1 (C > 0,5) menunjukkan ada
jenis yang mendominasi. Indeks dominasi Simpson yang didapatkan
oleh kelompok 5 yaitu sebesar 0,4768 yang berarti ada jenis yang
mendominasi. Menurut Simpson (dalam Odum, 1971) bahwa jika nilai
indeks dominansi mendekati nol berarti tidak ada jenis yang dominan
dan dari nilai indeks dominansi (C) dapat dilihat bahwa indeks
dominansi tertinggi akan didapatkan nilai indeks keragaman terendah
dan demikian pula sebaliknya. Odum (1993) dalam Syamsurisal (2011)
menyatakan bahwa nilai indeks dominansi yang tinggi menyatakan
konsentrasi dominansi yang tinggi (ada individu yang mendominansi),
sebaliknya nilai indeks dominansi yang rendah menyatakan
konsentrasi yang rendah (tidak ada yang dominan).4.2.2 Hasil
Biomassa BenthosDari hasil identifikasi kelompok kami, biomasa
total yang didapat yaitu sebesar 37,59 gram. Pilsbryoconcha exilis
memiliki biomassa terbesar yaitu 24,43 gram dan Pleurocera acuta
memiliki biomassa terkecil yaitu 2,29 gram. Menurut Nina (2012)
biomassa makrozoobenthos yang terdapat dalam lingkungan perairan
dapat mencerminkan struktur komunitas lingkungan perairan tersebut.
Perbedaan biomassa makrozoobenthos ini dipengaruhi oleh ukuran dari
organisme tertentu, kepadatan dan beragam jenis makrozoobenthos
yang ditemukan.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Dari hasil identifikasi, terdapat berbagai macam benthos dengan
spesies yang berbeda. Spesies yang ditemukan diantaranya adalah
Pilsbryoconcha exilis, Pila ampullacea, Goniobasis sp, dan
Pleurocera acuta. Perbedaan spesies yang ditemukan ini dikarenakan
parameter fisik maupun kimia yang berbeda dari setiap lokasi
stasiun pengambilan sampel. Dari hasil perhitungan, kelimpahan yang
diperoleh yaitu 625 ind/m2. Indeks diversitas Shannon - Wiener
menunjukan jenis Pilsbryoconcha exilis dan Pila ampullacea memiliki
keanekaragaman yang paling tinggi sedangkan keanekaragaman terendah
adalah jenis Goniobasis sp. Indeks dominasi Simpson sebesar 0,4768
menunjukkan adanya dominasi dari jenis spesies yang ditemukan.
Biomassa terbesar adalah jenis Pilsbryoconcha exilis yaitu 24,43
gram.5.2. Saran
Dalam melakukan praktikum ini dibutuhkan pemahaman yang benar
agar dalam pelaksanaannya bisa berjalan dengan baik. Selain itu
juga dibutuhkan keseriusan dan ketelitian dari praktikan agar
mendapatkan hasil akhir yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
APHA, AWWA, and WEF (1992), Standard Methods for the Examination
of Water and
Wastewater, 17th edition, American Public Health Association,
Washington DC.
Cole, G.A 1983. Buku Teks Limnologi. Dewan Bahasa dan Pustaka
Kementerian Pendidikan
Malaysia, Kuala Lumpur. Hlm. 73-78
Dian Ayu et al. 2013. Struktur Komunitas Makrozoobenthos Pada
Sedimen Mangrove Di
Pulau Los Kelurahan Senggarang Kota Tanjungpinang. FIKP UMRAH.
Kepulauan RiauFachrul, M.F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi
Aksara. Jakarta
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius, Yogyakarta.
Hlm. 22-24.
Lee et al. 1978. Benthic Macroinvertebrate and Fish as
Biological Indicator of Water
Quality With Reference to Community Diversity Development
Countries. Bangkok. P. 233.
Marsaulina, L. 1994. Keberadaan dan Keanekaragaman
Makrozoobenthos di Sungai
Semayang Kecamatan Sunggal. Karya Tulis. Lembaga Penelitian USU,
Medan. Hlm. 2, 6-10
Muhaimin, Haidir. 2013. DISTRIBUSI MAKROZOOBENTHOS PADA SEDIMEN
BAR
(PASIR PENGHALANG) DI INTERTIDAL PANTAI DESA MAPPAKALOMPO
KABUPATEN TAKALAR. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan.
Univeristas Hasanuddin. Makassar
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis.
Diterjemahkan oleh M.
Ediman, D. G. Bangen, M. Hutomo dan S. Sukarjo. Gramedia.
Jakarta. 402 halaman
Nybakken, J.W. 1997. Marine Biology; An Ecologycal Approach.
Edisi ke -4. California:
Addison-Wesley Education Publishers Inc
Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology. W.B. Sounders Company
Ltd. Philadelphia.
Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga . Gajah mada
University Press.
Jogjakarta.
Pennak, R.W. 1978. Fresh Water Invertebrates of United States.
Second Edition. A. Willey
Interscience Publ. John Willey and Sons, New York. Hlm.
1-645.
Hezim, Faisol. 2013. Benthos
http://fairulfh.blogspot.com/2013/12/benthos.html diakses
28November 2014 pukul 22.30 WIB
Santosa, Doddy. 2010. Organisme Benthos
http://doddysantosa-doddysantosa.blogspot.com/2010/11/organisme-benthos.html
diakses 29 November 2014 pukul 6.49 WIB
Sinaga, Tiorinse. 2009. KEANEKARAGAMAN MAKROOZOOBENTHOS
SEBAGAI
INDIKATOR KUALITAS PERAIRAN DANAU TOBA BALIGE KABUPATEN TOBA
SAMOSIR. Tesis. Universitas Sumatera Utara. Medan Setianingsih, I.
2001. Struktur Komunitas Makrozoobenthos di Sedimen Dasar
Sungai
Cileungsi-Bekasi, Kabupaten Bogor dan Bekasi Jawa Barat.
(Skripsi) Institut Pertanian Bogor. Bogor
Setiawan, D. 2008. Struktur Komunitas Makrozoobenthos Sebagai
Bioindikator Kualitas
Lingkungan Perairan Hilir Sungai Musi. (Skripsi) Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Syamsurisal. 2011. Studi Beberapa Indeks Komunitas
Makrozoobenthos Di Hutan Mangrove
Kelurahan Coppo Kabupaten Barru. (Skripsi) Universitas
Hasanuddin. Makassar
Wulansari, Nina. 2012. KONEKTIVITAS KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS
ANTARA
HABITAT MANGROVE, LAMUN DAN TERUMBU KARANG DI PULAU PRAMUKA,
KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DKI JAKARTA. Skripsi.Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
http://www.academia.edu/8569134/Benthos_adalah_organisme diakses
28 nov 2014 pukul 22.11 WIB
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Perhitungan Enumerasi dan Biomassa Benthos
KelasTabel 3. Data Kelas Enumerasi dan Biomassa
BenthosKelSpesiesJumlah IndividuBerat total (gram)Berat Rata-Rata
(Gram)
1Pleuroca acuta
Pomatiosis lapidaria
Vivipapirus sp.
Goniobasis livescens
Ligumia sp.
Anadonta sp.1
4
3
2
1
10,38
0,32
9,69
0,95
24,82
87,220,38
0,08
3,32
0,47
24,82
87,82
2Ligumia sp
Turbo sp
Geniobasis sp
Peurocera sp
Tubifex sp2
2
14
10
1124,16
3,18
5,68
6,00
0,3312,08
1,59
0,40
0,6
0,03
3Ligumia Sp
Anadonta Sp
Pomatiopsis Lapidaria
Goniobosis Sp
Viviparus Sp
1
1
3
10
230,31
100,37
0,71
6,35
6,7830,31
100,37
0,23
0,63
3,39
4Goniobasis sp
Ligumia sp
Pomatiopsis Lapidara
Tubifex sp
Vivivarus sp
Tryonia Clothrata20
2
5
7
1
104,95
32,78
2,34
0,21
2,65
0,320,2475
16,39
0,468
0,03
2,65
0,032
5Pleurocera acutaPilsbryoconcha exilis
Pila ampeilacea
Goniobasis sp61
1
17
2,2924,43
3,98
6,890,3824,43
3,98
0,41
6Campeloma decisum
Anodoontoides sp
Ginobasis livescens
Pleurocera acura
Hydrobia nictikrata1
5
15
3
44,7
56,5
7,2
1,53
1,324.7
11.314
0.48
0,51
0,33
7Pisbryoconeha spGoniobasis sp
Pila ampullacea
Pleurocera sp
Pleurocera acuta 22
1
9
555,641,57
4,14
20,385
0,5327,820,785
4,14
2,315
0,106
8Pomatiapsislapidaria sp
Ligumia sp
Goniobosis
Pleurocera acura sp1
1
6
93.17
25,73
1,46
4,643,17
25,73
0,24
0,52
9Ligumia sp
Turbo sp
Goniobasis sp
Pleurocera sp
Tubifex sp1
4
2
5
323,88
12,42
1,27
0,82
0,1623,88
3,10
0,63
0,16
0,053
10Cumberlandia monodonta
Bithnia tentaculata
Goniobasis livescens
Tubifex sp1
2
12
115,41
4,43
2,30
0,0115,41
2,17
0,19
0,01
11Tubi fex sp
Ligumia sp
Ganiobasis sp
Bithynia tentaculata sp9
1
13
20,69
20,45
1,87
3,920,053
20,45
0,14
1,96
12Bithinia Tertaculata
Ligumia sp
Hydrobia nickliniana
Tubifex sp
Anculosa sp2
4
4
1
1
5,15
87,36
0,77
0,01
0,16
2,57
21,84
0,19
0,01
0,16
13Ligumia sp
Turbo sp
Goniobasis sp
Pleurocera sp
2
2
2
948,75
10,63
1,47
0,65
24,375
5,315
0,735
0,072
14Plectomerus dombe yants
Cumberlandia monodonta
Gillia altilis
Goniobosis Livescens
1
1
3
3
65
19,09
11,30
2,0365
19,09
3,76
0,67
15Ligumia sp
Bithynia tertaculata
Goniobasis Livescens
Hydrobia nickliniana1
2
2
321,89
10,94
2,11
0,4421,89
6,47
1,055
0,147
16Pleurocera ocuta
Hebetancylus sp
Lioplax subcarinata
G. Pleurocera1
1
6
30,15
17,13
9,18
1,220,15
17,13
1,53
0,40
Lampiran 2. Dokumentasi Kegiatan