BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan dan minuman ialah suatu bahan-bahan yang mengandung karbohidrat, lemak, protein, mineral-mineral, vitamin yang diperlukan oleh tubuh. Makanan dan minuman sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri karena mengandung nutrisi yang dibutuhkan dalam metabolisme kuman. (Widianti dkk,2004). Namun makanan dan minuman juga dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Kurangnya hygiene dan sanitasi merupakan faktor yang menunjang terjadinya penyakit yang berasal dari makanan atau minuman ( Mukono, 1996 ). Telur merupakan salah satu bahan makanan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat dunia. Telur memiliki kandungan gizi yang baik dan hampir sempurna, sebab merupakan persediaan pangan selama embrio mengalami perkembangan di dalam telur, tanpa makanan tambahan dari luar. Di balik penampilan kulit yang tampak mulus, telur ternyata mudah rusak akibat bakteri, antara lain oleh bakteri Salmonella sp. Genus Salmonella termasuk dalam famili Enterobacteriaceae, adalah bakteri gram negatif berbentuk batang langsing (0.7– 1.5×2-5 μm), fakultatif anaerobik, oxidase negatif, dan katalase positif. Ini merupakan alasan utama, mengapa telur mentah atau setengah matang tidak baik untuk 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makanan dan minuman ialah suatu bahan-bahan yang mengandung karbohidrat,
lemak, protein, mineral-mineral, vitamin yang diperlukan oleh tubuh. Makanan dan
minuman sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri karena mengandung nutrisi yang
dibutuhkan dalam metabolisme kuman. (Widianti dkk,2004). Namun makanan dan
minuman juga dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Kurangnya hygiene dan
sanitasi merupakan faktor yang menunjang terjadinya penyakit yang berasal dari
makanan atau minuman ( Mukono, 1996 ).
Telur merupakan salah satu bahan makanan yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat dunia. Telur memiliki kandungan gizi yang baik dan hampir sempurna,
sebab merupakan persediaan pangan selama embrio mengalami perkembangan di
dalam telur, tanpa makanan tambahan dari luar. Di balik penampilan kulit yang tampak
mulus, telur ternyata mudah rusak akibat bakteri, antara lain oleh bakteri Salmonella sp.
Genus Salmonella termasuk dalam famili Enterobacteriaceae, adalah bakteri gram
negatif berbentuk batang langsing (0.7– 1.5×2-5 μm), fakultatif anaerobik, oxidase
negatif, dan katalase positif. Ini merupakan alasan utama, mengapa telur mentah atau
setengah matang tidak baik untuk dikonsumsi, karena pada telur terdapat bakteri
Salmonella sp ( Aidafitriyah, 2012 ).
Kerusakan telur oleh bakteri terjadi karena bakteri masuk ke dalam telur sejak
telur berada di dalam maupun telur sudah berada di luar tubuh induknya. Kerusakan
telur oleh bakteri sejak berada di dalam tubuh induknya terjadi misalnya induk
menderita Salmonellosis sehingga telur mengandung bakteri Salmonella sp. Sedangkan
masuknya bakteri ke dalam telur setelah telur berada di luar tubuh induknya misalnya
berasal dari kotoran yang menempel pada kulit telur. Kotoran tersebut diantaranya
adalah tinja, tanah atau suatu bahan yang banyak mengandung bakteri perusak. Bakteri
ini masuk ke dalam telur melalui kulit telur yang retak atau menembus kulit ketika
lapisan tipis protein yang menutupi kulit telur telah rusak dan lubang-lubang kecil yang
terdapat pada permukaan telur yang disebut pori-pori. Kerusakan pada telur umumnya
1
disebabkan oleh bakteri yang masuk melalui kulit yang retak atau menembus kulit
ketika lapisan tipis protein yang menutupi kulit telur telah rusak ( Aidafitriyah, 2012 ).
Sedangkan jamu adalah salah satu kelompok obat tradisional. Jamu sudah dikenal
diIndonesia, khususnya sebagai sarana perawatan kesehatan sehari-hari maupun sebagai
sarana pemulihan kesehatan bila telah sembuh dari sakit. Ramuan yang ada di dalam
jamu terdiri dari berbagai bagian tumbuh-tumbuhan yang saling bekerja sama
membantu perawatan dan untuk pencegahan penyakit. Pembuatan jamu yg tidak
higienis dapat menyebabkan tumbuh dan berkembangnya bakteri ( Aidafitriyah, 2012 ).
Dari uraian di atas, maka penting dilakukan pemeriksaan yang bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya cemaran bakteri Salmonella sp. pada sampel putih telur,
kuning telur dan jamu.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana teknik pemeriksaan Salmonella pada sampel putih telur, kuning telur
dan jamu ?
1.2.2 Bagaimana hasil pemeriksaan Salmonella pada sampel putih telur, kuning telur
dan jamu ?
1.3 Tujuan
1.2.3 Untuk mengetahui teknik pemeriksaan Salmonella pada sampel putih telur,
kuning telur dan jamu.
1.3.1 Untuk Bagaimana hasil pemeriksaan Salmonella pada sampel putih telur,
kuning telur dan jamu.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Praktis
Dengan praktikum ini diharapkan agar mahasiswa dapat teknik
pemeriksaan Salmonella dan hasil pemeriksaan pada sampel putih telur,
kuning telur dan jamu.
1.4.2 Manfaat Teoritis
Dengan laporan ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan dan
pemahaman pembaca tentang pemeriksaan Salmonella pada sampel putih
telur, kuning telur dan jamu.
2
Sebagai sumbangan pemikiran yang akan berguna bagi pihak-pihak yang
membutuhkan.
Dapat digunakan sebagai salah satu referensi bagi kepentingan keilmuan di
bidang mikrobiologi.
3
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Telur
Kandungan Gizi Telur
Telur merupakan salah satu bahan pangan yang paling lengkap gizinya. Selain
itu, bahan pangan ini juga bersifat serba guna karena dapat dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan. komposisinya terdiri dari 11% kulit telur, 58% putih telur, dan
31% kuning telur. kandungan gizi terdiri dari protein 6,3 garam, karbohidrat 0,6 gram,
lemak 5 gram vitamin dan mineral di dalam 50 gram telur (Sudaryani, 2003).
Klasifikasi Dan Kualitas Telur
Ada banyak dasar untuk menentukan kualitas telur ayam, dasar inilah yang
disebut dengan grading. Pada awalnya grading banyak berdasarkan ukuran telur saja,
tetapi dalam perkembangannya telah menggunakan ukuran yang bervariasi lagi
seperti berat dan mutu telur ( Salmi, 2006 ).
Berdasarkan beratnya, grading telur umumnya mengahasilkan telur degan
sebutan telur jumbo, telur ekstra besar, medium, kecil dan peewee. Sementara itu
grading telur berdasarkan kualitas akan menghasilkan telur dengan mutu AA. mutu A,
mutu B dan mutu C ( Salmi, 2006 ).
Kerusakan Telur
Telur utuh sekalipun dapat mengalami kerusakan, baik kerusakan fisik
maupun kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Mikroba dapat
masuk ke dalam telur melalui pori-pori yang terdapat pada kulit telur, baik melalui
air, udara, maupun kotoran ayam. Mikroba perusak yang dapat mendekomposisi
bahan pangan ini antara lain Pseudomonas, Aloaligenes
Escherichia dan Salmonella. Pseudomonas dapat menyebabkan green rot, yaitu
kerusakan telur yang ditandai dengan isi telur menjadi encer, kadang-kadang dijumpai
warna kehijauan, kuning telur tertutup oleh lapisan berwarna merah jambu keputih-
putihan, putih telur kadang-kadang menjadi hitam, serta telur berbau busuk dan
4
rasanya agak asam (Rachmawan, 2001). Bakteri ini juga menyebabkan kerusakan
telur yang disebut red rot yang ditandai dengan timbulnya warna merah pada kuning
telur, putih telur menjadi encer dan berwarna keabu-abuan mendekati
merah. Aloaligenes dan Escherichiamenyebabkan black rot, yaitu telur menjadi sangat
busuk, isinya berwarna coklat kehijauan, encer dan berair, serta kuning telur
berwarna hitam (Rachmawan 2001).
Salah satu mikroba yang sering mengkontaminasi telur
adalah Salmonella (Coufal et al. 2003, Lu et al. 2003) Kontaminasi Salmonella di
dalam telur, terutama oleh Salmonella pullorum, dapat dimulai dari ovari, dimana
bakteri ini masuk ke dalam ovum atau kuning telur pada waktu ovulasi (Hartoko
2009). Kontaminasi Salmonella yang lebih sering terjadi pada telur adalah penetrasi
dari kotoran unggas melalui kulit telur ketika proses bertelur. Jika telur kemudian
tidak disimpan pada suhu rendah, bakteri ini dapat tumbuh dan berkembang biak di
dalam membran kulit, dan akan mengkontaminasi isi telur sewaktu telur dipecahkan
untuk diolah. Endotoksin yang merupakan bagian lipopolisakarida yang terdapat pada
dinding sel bakteri tersebut diduga merupakan penyebab dari timbulnya gejala demam
pada penderita salmonellosis dan demam tifus.
Penyimpanan pada suhu kamar dapat menyebabkan telur mengalami
penurunan berat, pembesaran kantung udara di dalam telur, dan pengenceran putih
dan kuning telur. Hal tersebut mengakibatkan timbulnya bau busuk karena
pertumbuhan bakteri pembusuk, timbulnya bintik-bintik berwarna karena
pertumbuhan bakteri pembentuk warna (bintik-bintik hijau, hitam, dan merah), dan
bulukan yang disebabkan oleh kapang. Pencucian telur dengan air tidak menjamin
telur menjadi lebih awet, karena jika air pencuci yang digunakan tidak bersih dan
tercemar oleh bakteri, maka akan mempercepat terjadinya kebusukan pada telur. Oleh
karena itu dianjurkan untuk mencuci telur yang tercemar oleh kotoran ayam
menggunakan air bersih yang hangat dan segera dikeringkan. Telur utuh yang
disimpan dalam keadaan bersih dan kering dapat bertahan dalam kondisi baik selama
3-4 minggu. Setelah batas jangka waktu tersebut maka akan muncul tanda-tanda
kerusakan secara signifikan.
Produk olahan telur seperti tepung telur mudah dirusak oleh mikroba yang
tahan kekeringan seperti mikrokoki, spora bakteri, dan kapang. Pada umumnya,
5
kandungan air yang sedikit pada produk olahan telur akan mengurangi pertumbuhan
mikroorganisme. Kandungan protein tinggi pada tepung telur terutama mudah
dimanfaatkan mikroba proteolitik sepertiPseudomonas dan Proteus. Munculnya
penyakit akibat adanya Pseudomonas bervariasi tergantung jenis dan toksik yang
dihasilkannya.
2.2 Salmonella sp
Salmonella pertama kali ditemukan bakterium tahun 1885 pada tubuh babi oleh
Theobald Smith (yang terkenal akan hasilnya pada anafilaksis), namun Salmonella
dinamai dari Daniel Edward Salmon, ahli patologi Amerika.
Gambar 1 Bakteri Salmonella
Genus Salmonella masuk dalam anggota family Enterobacteriaceae. Bakteri ini
bergram negatif, tidak berspora, panjang rata-rata 2 - 5 µm dengan lebar 0.8 – 1.5 µm,
bentuk bacillus. Salmonella merupakan bakteri motil (kecuali Salmonella Pullorum dan
Salmonella Gallinarum) dan memiliki banyak flagela. Bakteri ini fakultatif anaerob
yang dapat tumbuh pada temperatur dengan kisaran 5–45°C dengan suhu optimum 35–
37°C. Bentuk Salmonella berupa rantai filamen panjang ketika berada pada temparatur
ekstrim yaitu 4-8°C atau pada suhu 45°C dengan kondisi pH 4.4 atau 9.4. Salmonella
merupakan bakteri motil yang menggunakan flagella peritrichous dalam pergerakannya.
Secara umum Salmonella tidak mampu memfermentasikan laktosa, sukrosa atau salicin,
katalase positif, oksidase negatif dan mefermentasi glukosa dan manitol untuk
memproduksi asam atau asam dan gas.
Bakteri ini dapat tumbuh pada pH rendah dan umumnya sensitif pada
konsentrasi garam tinggi. Salmonella merupakan bakteri yang sensitif panas dimana
tidak tahan pada suhu lebih dari 70 oC. Pasteurisasi pada suhu 71.1oC selama 15 menit
mempercepat pematangan bisul dan pembunuh cacing (vermisida).
2) Kandungan kimia
Batang dan daun mengandung minyak atsiri, fenol, tanin, lemak, phytosterol,
calsium oxalat, dan peptic substances.
3) Efek samping
Penggunaan yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan sirkulasi antara ibu
dan janin sehingga menyebabkan terhambatnya perkembangan janin sehingga
berat badan janin yang dilahirkan kurang (BBLR).
13
BAB III
METODE
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum
Tahap I
Pembuatan Media SCB, SSA, dan Mac Conkey Agar.
Tempat : Laboratorium Bakteriologi Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Denpasar
Waktu : Rabu, 20 Maret 2013
Pukul 11.00 – selesai
Tahap II
Preparasi Sampel dan Inokulasi pada Media SCB.
Tempat : Laboratorium Bakteriologi Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Denpasar
Waktu : Rabu, 3 April 2013
Pukul 11.00 – selesai
Tahap III
Pengamatan Hasil Inokulasi pada Media SCB serta Inokulasi pada Media SSA dan
Mac Conkey Agar.
Tempat : Laboratorium Bakteriologi Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Denpasar
Waktu : Rabu, 4 April 2013
Pukul 11.00 – selesai
3.2 ALAT DAN BAHAN
3.2.1 Alat-alat yang digunakan, antara lain :
A. Pembuatan Media SCB, SSA dan Mac Conkey
1. Neraca Analitik Digital
2. Spatel
3. Gelas Ukur 250 ml
4. Gelas Beaker 50
5. Batang pengaduk
6. Erlenmeyer 250 dan 500 ml
7. Pipet Ukur 10 ml
14
8. Bola hisap
9. Kompor listrik
10. Botol semprot
11. Aluminium foil
12. Kertas
13. Autoclave
14. Api bunsen
15. Benang Pulung
16. Tabung reaksi
17. Plate
18. Rak tabung reaksi
19. Kapas berlemak
B. Preparasi Sampel dan Inokulasi ke dalam Media SCB.
1. Inkubator
2. Gelas beaker 50 dan 250 ml
3. Gelas ukur 250 ml
4. Pipet ukur 10 ml
5. Ball pipet
6. Kapas lemak
7. Rak tabung reaksi
8. Api bunsen
9. Label
10. Spatel
C. Inokulasi ke Media SSA dan Mac Conkey Agar
1. Api bunsen
2. Ose bulat
3. Rak tabung reaksi
4. Inkubator
15
3.2.2 Bahan-bahan yang digunakan, antara lain :
1. Sampel jamu sirih
2. Bubuk Media :
Bubuk media Selenite Cistine Broth (SCB)
Bubuk media Salmonella dan Shigella Agar (SSA)
Bubuk media Mac Conkey Agar (MCA)
3. Air garam fisiologis (PZ 0,85 %)
4. Aquades
3.3 LANGKAH KERJA
3.3.1 Pembuatan Media Enrichment dan Selektif
a. Media Selenite Cystine Broth (SCB)
1. Alat dan bahan disiapkan.
2. Bubuk SCB ditimbang sebanyak 3,8 gr dengan neraca analitik.
3. Dilarutkan dengan aquadest sebanyak 200 ml di dalam erlenmeyer sambil
diaduk.
4. Erlenmeyer ditutup dengan kapas berlemak lalu dipanaskan sampai media larut
sempurna.
5. Lalu dipipet media SCB sebanyak 10 ml, kemudian dituang ke dalam masing-
masing tabung reaksi.
6. Media disterilisasi dengan autoclave pada suhu 1210C selama 15 menit.
7. Dibiarkan media hingga suhu ±40 o C.
8. Media siap digunakan.
b. Media Mac Conkey Agar (MCA)
1. Alat dan bahan disiapkan.
2. Bubuk MCA ditimbang sebanyak 15,3 gr dengan neraca analitik.
3. Dilarutkan dengan aquadest sebanyak 300 ml di dalam erlenmeyer sambil diaduk.
4. Erlenmeyer ditutup dengan kapas berlemak lalu dipanaskan sampai media larut
sempurna.
5. Media disterilisasi dengan autoclave pada suhu 1210C selama 15 menit.
6. Dibiarkan media hingga suhu ±40 o C.
7. Dituangkan media ke dalam plate.
8. Media siap digunakan.
c. Media Salmonella dan Shigella Agar (SSA)
1. Alat dan bahan disiapkan.
2. Bubuk SSA ditimbang sebanyak 18,9 gr dengan neraca analitik.
3. Dilarutkan dengan aquadest sebanyak 300 ml di dalam erlenmeyer sambil diaduk.
4. Erlenmeyer ditutup dengan kapas berlemak lalu dipanaskan sampai media larut
sempurna.
5. Media disterilisasi dengan autoclave pada suhu 1210C selama 15 menit.
6. Dibiarkan media hingga suhu ±40 o C.
7. Dituangkan media ke dalam plate.
8. Media siap digunakan.
3.3.2 Inokulasi sampel (telur dan jamu) pada media SCB
a. Untuk sampel telur ayam, dipisahkan antara bagian putih dan kuningnya
sedangkan sampel jamu langsung dituang pada gelas beaker.
b. Bagian kuning telur dihomogenkan pada gelas beaker dengan ose steril.
c. Lalu bagian kuning, putih telur, dan sampel jamu dipipet masing-masing 5 mL
ke dalam tabung yang telah berisi media SCB.
d. Dihomogenkan.
e. Diinkubasi dalam inkubator pada suhu 370 C selama 18- 24 jam.
3.3.3 Inokulasi biakan ke media MCA dan SSA
a. Media MCA dan SSA yang telah diberi label disiapkan.
b. Dari tabung media SCB, diinokulasikan/digoreskan dengan ose steril ke media
MCA dan SSA dengan metode gores kuadran (4 kuadran)
c. Media yang telah digoreskan tersebut diinkubasi pada suhu 370 C selama 18-24
jam
3.3.4 Pengamatan pada media MCA dan SSA
Diamati koloni yang tumbuh pada media MCA dan SSA secara makroskopis,
dibandingkan dengan ciri-ciri koloni untuk bakteri Salmonella sp. pada media MCA
dan SSA.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Pengamatan
Sampel yang digunakan adalah jamu sirih dan telur ayam
4.1.1 Pengamatan pada Media Biakan (Sampel Jamu Sirih)
Tahap Uji Hasil Keterangan
Penginokulasian
sampel jamu
sirih
Hasil perbanyakan bakteri Salmonella yang diduga ada pada jamu sirih ke media Selenite Cystine Broth (SCB) menunjukkan hasil positif dengan terjadinya kekeruhan pada media (setelah diinkubasi pada suhu 37 L C selama 24 jam ).
Bakteri dari
media SCB
ditanam ke
media SSA
Hasil penanaman dari media SCB positif ke media SSA. Secara makroskopis, hasil positif ditunjukkan dengan tumbuh koloni berwarna bening pada media SSA dan media menjadi warna kuning (setelah diinkubasi pada suhu 37 L C selama 24 jam ).
Bakteri dari
media SCB
ditanam ke
media MCA
Hasil penanaman dari media SCB positif ke media MCA. Secara makroskopis, hasil positif ditunjukkan dengan tumbuh koloni berwarna bening pada media SSA dan media menjadi warna kuning (setelah diinkubasi pada suhu 37 L C selama 24 jam ).
4.1.2 Pengamatan pada Media Biakan (Sampel Putih Telur)
Tahap Uji Hasil Keterangan
Penginokulasian
sampel putih
telur
Hasil perbanyakan bakteri Salmonella yang diduga ada pada putih telur ke media Selenite Cystine Broth (SCB) menunjukkan hasil negatif karena tidak ada kekeruhan pada media (setelah diinkubasi pada suhu 37 L C selama 24 jam ).
Bakteri dari
media SCB
ditanam ke media
SSA
Hasil penanaman dari media SCB positif ke media SSA. Secara makroskopis, hasil negatif ditunjukkan dengan tidak tumbuh koloni pada media SSA dan warna media tetap merah. (setelah diinkubasi pada suhu 37 L C selama 24 jam ).
Bakteri dari
media SCB
ditanam ke media
MCA
Hasil penanaman dari media SCB positif ke media MCA. Secara makroskopis, hasil negatif ditunjukkan dengan tidak tumbuh koloni pada media MCA dan warna media tetap merah. (setelah diinkubasi pada suhu 37 L C selama 24 jam ).
4.1.3 Pengamatan pada Media Biakan (Sampel Kuning Telur)
Tahap Uji Hasil Keterangan
Penginokulasian
sampel kuning
telur
Hasil perbanyakan bakteri Salmonella yang diduga ada pada jamu sirih ke media Selenite Cystine Broth (SCB) menunjukkan hasil positif dengan terjadinya kekeruhan pada media (setelah diinkubasi pada suhu 37 L C selama 24 jam ).
Bakteri dari
media SCB
ditanam ke
media SSA
Hasil penanaman dari media SCB positif ke media SSA. Secara makroskopis, hasil negatif ditunjukkan dengan tidak tumbuh koloni pada media SSA dan warna media tetap merah. hasil positif ditunjukkan dengan tumbuh koloni berwarna bening pada media SSA dan media menjadi warna kuning (setelah diinkubasi pada suhu 37 L C selama 24 jam ).
Bakteri dari
media SCB
ditanam ke
media MCA
Hasil penanaman dari media SCB positif ke media MCA. Secara makroskopis, hasil negatif ditunjukkan dengan tidak tumbuh koloni pada media MCA dan warna media tetap merah. hasil positif ditunjukkan dengan tumbuh koloni berwarna bening pada media MCA dan media menjadi warna kuning (setelah diinkubasi pada suhu 37 L C selama 24 jam ).
4.2 PEMBAHASAN
4.2.1 Teknik Pemeriksaan Salmonella
Dalam hal ini metode analisa yang digunakan untuk mengidentifikasi adanya bakteri
Salmonella yakni metode analisa secara kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya suatu bakteri salmonella dalam suatu makanan.
Salmonella merupakan bakteri gram-negatif berbentuk basil yang dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit, seperti tifus, paratifus, dan penyakit foodborne.
Salmonella terdiri dari sekitar 2500 serotipe yang kesemuanya diketahui bersifat pathogen
baik pada manusia atau hewan. Bakteri ini bukan indikator sanitasi, melainkan bakteri
indikator keamanan pangan. Hal ini berarti, karena semua serotipe Salmonella yang
diketahui di dunia ini bersifat patogen maka adanya bakteri ini dalam makanan dianggap
membahayakan kesehatan. Oleh karena itu penting dilakukannya uji Salmonella pada
bahan makanan untuk dapat mengetahui kualitas mikrobiologis bahan pangan tersebut
sehingga dapat menghindari diri dari bahaya penyakit yang ditimbulkan akibat bahan
pangan tersebut.
Untuk mendeteksi keberadaan Salmonella dalam bahan pangan, dilakukan teknik
pemeriksaan yang dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap pengkayaan selektif dan inokulasi dan
identifikasi ke media selektif.
1) Pengkayaan Selektif (Pre-enrichment)
Pada tahap pertama dilakukan pengkayaan selektif pada bakteri Salmonella yang
diduga terdapat dalam sampel telur dan sampel jamu. Proses enrichment atau
pengkayaan selektif ini menggunakan media Selenite Cytine Broth (SCB) yang
dimana media ini memang merupakan media penyubur yang khusus untuk bakteri
Salmonella. Sebelum proses inokulasi dilakukan terlebih dahulu preparasi sampel.
Untuk sampel telur dilakukakn pemisahan sampel putih telur dengan kuning telur dan
masing-masing bagian dihomogenkan. Sedangkan untuk jamu karena merupakan
sampel yang cair maka langsung dilakukan penghomogenan saja.
Tujuan tahap ini adalah dilakukan penumbuhan peningkatan jumlah bakteri
Salmonella yang mungkin ada pada sampel kuning dan putih telur ayam serta jamu
sirih. Masing-masing sampel yang telah disiapkan kemudia dituang sebanyak 5 ml ke
dalam media SCB cair 10 ml dalam tabung dan dihomogenkan. Lalu diinkubasi dalam
inkubator pada suhu 370 C selama 24 jam. Keberhasilan perbanyakan selektif
Salmonella ini nantinya hanya dapat dilihat dari perubahan media SCB setelah masa
inkubasi berakhir. Apabila terjadi kekeruhan, maka perbanyakan bakteri telah terjadi
dan akan dilanjutkan dengan tahap inokulasi ke media selektif. Namun indikator
kekeruhan ini tidak selamanya dapat terlihat karena perbedaan faktor subjektivitas
seseorang, sehingga hasil dalam tahap ini tidak sepenuhnya berarti dan dapat
dilanjutkan pada proses inokulasi selanjutnya.
2) Inokulasi pada media Selektif
Setelah pengkayaan pada media SCB dengan sampel telur dan jamu sirih yang
diduga mengandung bakteri Salmonella, untuk tahap selanjutnya dilakukan proses
identifikasi Salmonella pada media selektif. Dimana tahap ini bertujuan untuk
menyeleksi dan membedakan bakteri Salmonela sehingga akan dapat terlihat morfologi
dan struktur bakteri Salmonella tersebut atau mengkarakteristik bakteri tersebut
(mendapat koloni tunggal). Media yang digunakan dalam praktikum ini adalah media
SSA (Salmonella dan Shigella Agar) dan MCA (Mac Conkey Agar). SSA merupakan
media selektif untuk bakteri Salmonella dan Shigella. Sedangkan media MCA merupakan
media selektif differensial. Selektif untuk golongan bakteri enterobacter, differensial
yaitu berfungsi untuk membedakan bakteri gram positif dan negatif. Seperti yang dapat
diketahui bahwa Salmonella merupakan bakteri gram negatif sehingga dapat
diidentifikasi menggunakan media ini.
Pada praktikum ini, dari tiap-tiap tabung positif dari uji pengkayaan selektif pada
media SCB setelah inkubasi pada suhu 370C, ditanam masing-masing pada 4 plate
media SSA dan MCA untuk jamu, sedangkan pada masing-masing 2 plate media SSA
dan MCA untuk sampel kuning dan putih telur.
Dalam proses inokulasi biakan yang berasal dari media SCB dilakukan dengan
teknik aseptis dimana pengerjaan dilakukan dibelakang api bunsen dan menghindari
terjadinya kontaminasi dengan menggunakan alat-aklat yang sterilisasi juga.
Gambar Teknik Aseptis Penanaman Bakteri
Penginokulasian biakan dari media SCB dilakukan dengan menggunakan
metode gores pada media MCA san SSA karena kedua media ini merupakan media
padat pada plate. Metode gores (streak plate) dilakukan dengan menggunakan ose bulat
dimana bertujuan untuk menghasilkan koloni yang terisolasi sehingga dapat
dipindahkan pada media baru dengan keyakinan bahwa koloni tersebut adalah murni.
Penggoresan ini bertujuan untuk mengisolasi mikroorganisme dari campurannya atau
meremajakan kultur ke dalam medium baru.
Metode gores yang digunakan adalah metode gores kuadran. Yaitu dengan
membagi media menjadi 4 bagian kuadran dimana goresan dilakukan secara bertahap
dari goresan dengan jarak berdekatan atau rapat hingga pada goresan pada jarak yang
renggang. Pada daerah 1 goresan merupakan goresan awal sehingga akan masih
mengandung banyak sel mikroorganisme/bakteri dalam penataan yang bergerombol.
Sedangkan untuk goresan pada daerah 2-4 akan merenggang sehingga jumlah koloni
akan semakin sedikit dan akhirnya terpisah-pisah menjadi koloni tunggal. Tujuan
utama pada penginokulasian pada media selektif ini adalah memperoleh koloni tunggal
yang nantinya akan digunakan dalam proses idntifikasi selanjutnya dengan uji biokimia,
uji gula-gula, dan mikroskopis. Setelah itu media diinkubasi dalam inkubator pada suhu