Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan dan minuman ialah suatu bahan-bahan yang mengandung karbohidrat, lemak, protein, mineral-mineral, vitamin yang diperlukan oleh tubuh. Makanan dan minuman sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri karena mengandung nutrisi yang dibutuhkan dalam metabolisme kuman. (Widianti dkk,2004). Namun makanan dan minuman juga dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Kurangnya hygiene dan sanitasi merupakan faktor yang menunjang terjadinya penyakit yang berasal dari makanan atau minuman ( Mukono, 1996 ). Telur merupakan salah satu bahan makanan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat dunia. Telur memiliki kandungan gizi yang baik dan hampir sempurna, sebab merupakan persediaan pangan selama embrio mengalami perkembangan di dalam telur, tanpa makanan tambahan dari luar. Di balik penampilan kulit yang tampak mulus, telur ternyata mudah rusak akibat bakteri, antara lain oleh bakteri Salmonella sp. Genus Salmonella termasuk dalam famili Enterobacteriaceae, adalah bakteri gram negatif berbentuk batang langsing (0.7– 1.5×2-5 μm), fakultatif anaerobik, oxidase negatif, dan katalase positif. Ini merupakan alasan utama, mengapa telur mentah atau setengah matang tidak baik untuk 1
43

Lap Salmonella I

Jan 02, 2016

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Lap Salmonella I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makanan dan minuman ialah suatu bahan-bahan yang mengandung karbohidrat,

lemak, protein, mineral-mineral, vitamin yang diperlukan oleh tubuh. Makanan dan

minuman sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri karena mengandung nutrisi yang

dibutuhkan dalam metabolisme kuman. (Widianti dkk,2004). Namun makanan dan

minuman juga dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Kurangnya hygiene dan

sanitasi merupakan faktor yang menunjang terjadinya penyakit yang berasal dari

makanan atau minuman ( Mukono, 1996 ).

Telur merupakan salah satu bahan makanan yang banyak dikonsumsi oleh

masyarakat dunia. Telur memiliki kandungan gizi yang baik dan hampir sempurna,

sebab merupakan persediaan pangan selama embrio mengalami perkembangan di

dalam telur, tanpa makanan tambahan dari luar. Di balik penampilan kulit yang tampak

mulus, telur ternyata mudah rusak akibat bakteri, antara lain oleh bakteri Salmonella sp.

Genus Salmonella termasuk dalam famili Enterobacteriaceae, adalah bakteri gram

negatif berbentuk batang langsing (0.7– 1.5×2-5 μm), fakultatif anaerobik, oxidase

negatif, dan katalase positif. Ini merupakan alasan utama, mengapa telur mentah atau

setengah matang tidak baik untuk dikonsumsi, karena pada telur terdapat bakteri

Salmonella sp ( Aidafitriyah, 2012 ).

Kerusakan telur oleh bakteri terjadi karena bakteri masuk ke dalam telur sejak

telur berada di dalam maupun telur sudah berada di luar tubuh induknya. Kerusakan

telur oleh bakteri sejak berada di dalam tubuh induknya terjadi misalnya induk

menderita Salmonellosis sehingga telur mengandung bakteri Salmonella sp. Sedangkan

masuknya bakteri ke dalam telur setelah telur berada di luar tubuh induknya misalnya

berasal  dari kotoran yang menempel pada kulit telur. Kotoran tersebut diantaranya

adalah tinja, tanah atau suatu bahan yang banyak mengandung bakteri perusak. Bakteri

ini masuk ke dalam telur melalui kulit telur yang retak atau menembus kulit ketika

lapisan tipis protein yang menutupi kulit telur telah rusak dan lubang-lubang kecil yang

terdapat pada permukaan telur yang disebut pori-pori. Kerusakan pada telur umumnya

1

Page 2: Lap Salmonella I

disebabkan oleh bakteri yang masuk melalui kulit yang retak atau menembus kulit

ketika lapisan tipis protein yang menutupi kulit telur telah rusak ( Aidafitriyah, 2012 ).

Sedangkan jamu adalah salah satu kelompok obat tradisional. Jamu sudah dikenal

diIndonesia, khususnya sebagai sarana perawatan kesehatan sehari-hari maupun sebagai

sarana pemulihan kesehatan bila telah sembuh dari sakit. Ramuan yang ada di dalam

jamu terdiri dari berbagai bagian tumbuh-tumbuhan yang saling bekerja sama

membantu perawatan dan untuk pencegahan penyakit. Pembuatan jamu yg tidak

higienis dapat menyebabkan tumbuh dan berkembangnya bakteri ( Aidafitriyah, 2012 ).

Dari uraian di atas, maka penting dilakukan pemeriksaan yang bertujuan untuk

mengetahui ada tidaknya cemaran bakteri Salmonella sp. pada sampel putih telur,

kuning telur dan jamu.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana teknik pemeriksaan Salmonella pada sampel putih telur, kuning telur

dan jamu ?

1.2.2 Bagaimana hasil pemeriksaan Salmonella pada sampel putih telur, kuning telur

dan jamu ?

1.3 Tujuan

1.2.3 Untuk mengetahui teknik pemeriksaan Salmonella pada sampel putih telur,

kuning telur dan jamu.

1.3.1 Untuk Bagaimana hasil pemeriksaan Salmonella pada sampel putih telur,

kuning telur dan jamu.

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Praktis

Dengan praktikum ini diharapkan agar mahasiswa dapat teknik

pemeriksaan Salmonella dan hasil pemeriksaan pada sampel putih telur,

kuning telur dan jamu.

1.4.2 Manfaat Teoritis

Dengan laporan ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan dan

pemahaman pembaca tentang pemeriksaan Salmonella pada sampel putih

telur, kuning telur dan jamu.

2

Page 3: Lap Salmonella I

Sebagai sumbangan pemikiran yang akan berguna bagi pihak-pihak yang

membutuhkan.

Dapat digunakan sebagai salah satu referensi bagi kepentingan keilmuan di

bidang mikrobiologi.

3

Page 4: Lap Salmonella I

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Telur

Kandungan Gizi Telur

Telur merupakan salah satu bahan pangan yang paling lengkap gizinya. Selain

itu, bahan pangan ini juga bersifat serba guna karena dapat dimanfaatkan untuk

berbagai keperluan. komposisinya terdiri dari 11% kulit telur, 58% putih telur, dan

31% kuning telur. kandungan gizi terdiri dari protein 6,3 garam, karbohidrat 0,6 gram,

lemak 5 gram vitamin dan mineral di dalam 50 gram telur (Sudaryani, 2003).

Klasifikasi Dan Kualitas Telur

Ada banyak dasar untuk menentukan kualitas telur ayam, dasar inilah yang

disebut dengan grading. Pada awalnya grading banyak berdasarkan ukuran telur saja,

tetapi dalam perkembangannya telah menggunakan ukuran yang bervariasi lagi

seperti berat dan mutu telur ( Salmi, 2006 ).

Berdasarkan beratnya, grading telur umumnya mengahasilkan telur degan

sebutan telur jumbo, telur ekstra besar, medium, kecil dan peewee. Sementara itu

grading telur berdasarkan kualitas akan menghasilkan telur dengan mutu AA. mutu A,

mutu B dan mutu C ( Salmi, 2006 ).

Kerusakan Telur

Telur utuh sekalipun dapat mengalami kerusakan, baik kerusakan fisik

maupun kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba. Mikroba dapat

masuk ke dalam telur melalui pori-pori yang terdapat pada kulit telur, baik melalui

air, udara, maupun kotoran ayam. Mikroba perusak yang dapat mendekomposisi

bahan pangan ini antara lain Pseudomonas, Aloaligenes 

Escherichia dan Salmonella. Pseudomonas dapat menyebabkan green rot, yaitu

kerusakan telur yang ditandai dengan isi telur menjadi encer, kadang-kadang dijumpai

warna kehijauan, kuning telur tertutup oleh lapisan berwarna merah jambu keputih-

putihan, putih telur kadang-kadang  menjadi hitam, serta telur berbau busuk dan

4

Page 5: Lap Salmonella I

rasanya agak asam (Rachmawan, 2001). Bakteri ini juga menyebabkan kerusakan

telur yang disebut red rot yang ditandai dengan timbulnya warna merah pada kuning

telur, putih telur menjadi encer dan berwarna keabu-abuan mendekati

merah. Aloaligenes dan Escherichiamenyebabkan black rot, yaitu telur menjadi sangat

busuk, isinya berwarna coklat kehijauan, encer dan berair, serta kuning telur

berwarna hitam (Rachmawan 2001).

Salah satu mikroba yang sering mengkontaminasi telur

adalah Salmonella (Coufal et al. 2003, Lu et al. 2003) Kontaminasi Salmonella di

dalam telur, terutama oleh Salmonella pullorum, dapat dimulai dari ovari, dimana

bakteri ini masuk ke dalam ovum atau kuning telur pada waktu ovulasi (Hartoko

2009). Kontaminasi Salmonella yang lebih sering terjadi pada telur adalah penetrasi

dari kotoran unggas melalui kulit telur ketika proses bertelur. Jika telur kemudian

tidak disimpan pada suhu rendah, bakteri ini dapat tumbuh dan berkembang biak di

dalam membran kulit, dan akan mengkontaminasi isi telur sewaktu telur dipecahkan

untuk diolah. Endotoksin yang merupakan bagian lipopolisakarida yang terdapat pada

dinding sel bakteri tersebut diduga merupakan penyebab dari timbulnya gejala demam

pada penderita salmonellosis dan demam tifus.

Penyimpanan pada suhu kamar dapat menyebabkan telur mengalami

penurunan berat, pembesaran kantung udara di dalam telur, dan pengenceran putih

dan kuning telur. Hal tersebut mengakibatkan timbulnya bau busuk karena

pertumbuhan bakteri pembusuk, timbulnya bintik-bintik berwarna karena

pertumbuhan bakteri pembentuk warna (bintik-bintik hijau, hitam, dan merah), dan

bulukan yang disebabkan oleh kapang. Pencucian telur dengan air tidak menjamin

telur menjadi lebih awet, karena jika air pencuci yang digunakan tidak bersih dan

tercemar oleh bakteri, maka akan mempercepat terjadinya kebusukan pada telur. Oleh

karena itu dianjurkan untuk mencuci telur yang tercemar oleh kotoran ayam

menggunakan air bersih yang hangat dan segera dikeringkan. Telur utuh yang

disimpan dalam keadaan bersih dan kering dapat bertahan dalam kondisi baik selama

3-4 minggu. Setelah batas jangka waktu tersebut maka akan muncul tanda-tanda

kerusakan secara signifikan.

Produk olahan telur seperti tepung telur mudah dirusak oleh mikroba yang

tahan kekeringan seperti mikrokoki, spora bakteri, dan kapang. Pada umumnya,

5

Page 6: Lap Salmonella I

kandungan air yang sedikit pada produk olahan telur akan mengurangi pertumbuhan

mikroorganisme. Kandungan protein tinggi pada tepung telur terutama mudah

dimanfaatkan mikroba proteolitik sepertiPseudomonas dan Proteus. Munculnya

penyakit akibat adanya Pseudomonas bervariasi tergantung jenis dan toksik yang

dihasilkannya.

2.2    Salmonella sp

Salmonella pertama kali ditemukan bakterium tahun 1885 pada tubuh babi oleh

Theobald Smith (yang terkenal akan hasilnya pada anafilaksis), namun Salmonella

dinamai dari Daniel Edward Salmon, ahli patologi Amerika.

Gambar 1 Bakteri Salmonella

Genus Salmonella masuk dalam anggota family Enterobacteriaceae. Bakteri ini

bergram negatif, tidak berspora, panjang rata-rata 2 - 5 µm dengan lebar 0.8 – 1.5 µm,

bentuk bacillus. Salmonella merupakan bakteri motil (kecuali Salmonella Pullorum dan

Salmonella Gallinarum) dan memiliki banyak flagela. Bakteri ini fakultatif anaerob

yang dapat tumbuh pada temperatur dengan kisaran 5–45°C dengan suhu optimum 35–

37°C. Bentuk Salmonella berupa rantai filamen panjang ketika berada pada temparatur

ekstrim yaitu 4-8°C atau pada suhu 45°C dengan kondisi pH 4.4 atau 9.4. Salmonella

merupakan bakteri motil yang menggunakan flagella peritrichous dalam pergerakannya.

Secara umum Salmonella tidak mampu memfermentasikan laktosa, sukrosa atau salicin,

katalase positif, oksidase negatif dan mefermentasi glukosa dan manitol untuk

memproduksi asam atau asam dan gas.

Bakteri ini dapat tumbuh pada pH rendah dan umumnya sensitif pada

konsentrasi garam tinggi. Salmonella merupakan bakteri yang sensitif panas dimana

tidak tahan pada suhu lebih dari 70 oC. Pasteurisasi pada suhu 71.1oC selama 15 menit

dapat menghancurkan Salmonella pada susu.

6

Page 7: Lap Salmonella I

Bakteri ini dapat bertahan pada kondisi dehidrasi dalam kurun waktu yang sama

pada feses dan makanan untuk konsumsi hewan dan manusia. 

Gambar Bentuk dan warna koloni Salmonella

1. Sumber dan Transmisi

Salmonella terdapat pada usus unggas, reptil, katak, seranga, hewan

peternakan, dan manusia.Ternak merupakan sumber utama untuk foodborne

salmonellosis pada manusia, hal ini karena di peternakan, dalam tubuh unggas terjadi

kolonisasi pada usus unggas dan secara cepat menyebar ke unggas lain. Kolonisasi

intestinal akibat Salmonella dalam tubuh unggas dapat meningkatkan risiko

kontamninasi selama pemotongan. Telur juga merupakan resevoir untuk Salmonella

khusunya S. Enteritidis sebagai organisme yang dapat berkoloni pada ovarium ayam.

Kontaminasi Salmonella enteritidis pada telur diketahui dengan dua

mekanisme yaitu melalui induk yang terinfeksi oleh Salmonella enteritidis atau secara

vertikal dan secara horizontal. Kontaminasi vertikal dikenal juga sebagai kontaminasi

transovarial (transovarial contaminated). Teori penularan vertikal menyebutkan

bahwa Salmonella enteritidis pada telur ayam, berasal dari induk ayam yang

terinfeksi.

Transmisi melalui transovari yang menyebabkan bakteri bisa mencapai bagian

dalam telur sebelum pembentukan cangkang telur dalam oviduk. Sebagai hasilnya,

telur yang disimpan dalam temperatur kamar dapat mengandung konsentrasi S.

Enteritidis yang tinggi, dapat mencapai 1011 sel per telur. Salmonellosis pada

manusia yang umumnya bersifat foodborne dapat diperoleh melalui konsumsi

makanan asal hewan seperti daging, susu, daging ayam dan telur. Produk peternakan

7

Page 8: Lap Salmonella I

termasuk keju, es krim juga dapat mengakibatkan kejadian outbreak bahkan baru-baru

ini juga dilaporkan kasus outbreak akibat mengkonsumsi mentega. Transmisi dapat

terjadi antara hewan ke manusia, transmisi manusia ke manusia juga dapat terjadi.

Pada penyakit enteritik dapat digambarkan prosesnya dimulai masuknya

salmonella kedalam tubuh inang, Salmonella enteritidis tahan terhadap asam

lambung, menempel pada sel epitel ileum melalui mannose-resistant fimbriae. Mereka

ditelan oleh sel dalam proses yang dikenal sebagai receptor mediated endocytosis.

Kemampuan Salmonella untuk masuk ke sel non-phago-cytic merupakan sifat penting

untuk patogenisitasnya. Endosit Salmonella melewati sel-sel epitel dalam vakuola

membran yang terikat, dimana Salmonella memperbanyak diri dan kemudian keluar

menuju lamina propria melalui membrane sel basal. Hal ini menyebabkan sel

inflamasi mengeluarkan prostaglandin yang mengaktifkan adenylate cyclase

memproduksi cairan yang disekresikan kedalam lumen usus. Sementara pada penyakit

sistemik prosesnya dimulai dengan serotip yang dapat beradaptasi dengan inang lebih

invasif dan menyebabkan penyakit sistemik pada inang, sifat/cirri ini dikaitkan

dengan resisten terhadap fagositosis. Salmonella melakukan penetrasi terhadap

epithelium usus dan terbawa oleh lymphatic ke limfonodus mensenterika. Setelah

multiflikasi di makrofag, Salmonella dilepaskan untuk mengalir kedalam aliran darah

dan kemudian disebarkan keseluruh tubuh. Salmonella dibersihkan dari darah oleh

makrofag tetapi kembali memperbanyak diri. Hal ini mampu membunuh makrofag

yang kemudian mengeluarkan bakteri dalam jumlah banyak kedalam darah yang

menyebabkan septicaemia.

2. Diagnosa

Pada manusia diagnosa klinis yang disebabkan oleh salmonella dikonfirmasi

dengan isolasi agen, serologis, dan ketika kita membutuhkan tipe fase dan profil

plasmid. Pada kasus septikemia, agen dapat diisolasi dari darah selama minggu

pertama dan feses pada minggu kedua dan ketiga. Diagnosa salmonella pada manusia

juga dibuat dengan kultur feces. Screening test juga dapat digunakan untuk membantu

diagnosa awal Salmonella enteritidis. Uji serologis dapat dilakukan dengan

menggunakan ELISA dan PCR.

8

Page 9: Lap Salmonella I

3. Pengobatan

Penggobatan gastroenteritis yang disebabkan oleh Salmonella enteritidis

tergantung dari berat ringannya gejala yang ditimbulkan, usia pasien dan

coomobidities penyakit lain yang diderita pasien seperti diabetess, dll). Pengobatan

yang diberikan meliputi:

Menghindari dehidrasi

      Terapi oral : jika muntah dan dehidrasi tidak berat, jumlahnya sedikit dan

sering, idealnya diterapi dengan larutan elektrolit yang seimbang, hindari

minuman dengan kadar gula yang tinggi karena dapat memperparah diare dan

dehidrasi.

      Terapi nasogastrik di rumah sakit dapat dilakukan untuk menghindari terapi

melalui intravena.Terapi intravena bila kondisi muntah/ atau dehidrasi yang parah,

atau terjadi lemahnya tingkat kesadaran serta memiliki penyakit lain.

Pengobatan gejala klinis yang muncul

Pemberian paracetamol atau ibuprofen untuk pengobatan nyeri dan demam

Anti emetic (anti muntah) diberikan bila disertai muntah, namun tidak dianjurkan

untuk anak – anak. Anti diare diberikan untuk mengobati diare yang disebabkan

bakterimia, dapat mengobati diare ringan hingga sedang.

Pemberian antibiotik

Tidak dianjurkan secara rutin karena cinderung meningkatkan efek samping.

Diberikan pada kondisi yang parah, anak – anak berusia kurang dari 2 bulan,

pasien usia lanjut, serta pasien yang menunjukkan gganggguan usus yang parah.

Rawat inap, direkomendasikan untuk :

- Dilakukan terhadap pasien ussia lanjut dan bayi di bawah 6 bulan

- Pasien dengan dehidrasi yang parah dan muntah terus menerus

- Kondisi menurun ssecara signifikan

- Terjadi penurunan kesadaran

9

Page 10: Lap Salmonella I

2.3 Jamu

Menurut UU No 23 tahun 1992 tentang kesehatan, obat tradisional adalah bahan

tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari

bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan

pengalaman. Dan menurut Kontanas 2007, jamu adalah obat tradisional dalam bentuk

rajangan maupun serbuk, yang siap digunakan dengan cara diseduh (Didik, 2004).

Obat-obatan dari bahan alam itu dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: (Didik, 2004)

1. Jamu

Adalah obat asli Indonesia yang ramuan, cara pembuatan, cara penggunaan,

pembuktian khasiat dan keamanannya berdasarkan pengetahuan tradisional.

Pembuktian khasiat jamu hanya berdasarkan pengalaman atau data empiris bukan uji

ilmiah dan uji klinis.

2. Herbal terstandar

Adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya

secara ilmiah melalui uji praklinis (pengujian terhadap hewan percobaan) tapi belum

uji klinis atau pada manusia meski bahan bakunya telah distandarisasi.

3. Fitofarmaka

Adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan secara ilmiah melalui uji

praklinis dan klinis, dimana bahan baku dan produk jadinya telah distandarisasi.

Produk fitofarmaka dapat disetarakan dengan obat moderen dan sudah dapat

diresepkan oleh dokter.

Jamu merupakan obat turun temurun yang telah digunakan untuk pengobatan dan

diterapkan berdasarkan pengalaman yang berlaku di masyarakat. Tapi untuk pelayanan

kesehatan seperti di puskesmas dan rumah sakit, jamu yang digunakan harus telah

distandarisasi.

2.1.1 Pengertian jamu

Jamu atau obat tradisional adalah ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,

bahan hewan, bahan mineral, sedian sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut

yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

Jamu adalah obat yang diolah secara tradisional, baik dalam bentuk serbuk, seduhan, pil

maupun cairan yang berisi seluruh bagian tanaman. Pada umumnya, jamu dibuat

berdasarkan resep peninggalan leluhur yang diracik dan berbagai tanaman obat yang

10

Page 11: Lap Salmonella I

jumlahnya cukup banyak, sekitar 5-10 macam bahkan lebih. Jamu merupakan ramuan

tradisional yang terbuat dari berbagai jenis bahan baku, baik dari tumbuhan maupun

hewan (Anonim, 2012).

2.1.12 Jenis-jenis jamu

Beberapa jamu yang aman bagi orang lain bisa menjadi tidak aman bagi wanita

hamil karena bisa mempengaruhi janin di dalam kandungannya, bisa menyebabkan

janin cacat, atau mengalami keguguran. Jamu tersebut diantaranya adalah : (Anonim,

2012).

a.   Cabe Jawa (Piper retrofracturn Vahl)

Bagian Tanaman yang digunakan adalah buah yang sudah tua, daun, dan akarnya.

Rasanya pedas dan hangat.

1)      Sifat dan Khasiat

Buah cabe jawa masuk dalam meridian limpa dan lambung. Cabe jawa berkhasiat

untuk mengusir dingin, menghilangkan nyeri (analgesik), peluruh keringat

(diaforetik), peluruh kentut (karminatif), dan membersihkan rahim setelah

melahirkan. Akar cabe jawa pedas dan rasanya hangat, berkhasiat sebagai tonik,

diuretik, stomatik, dan peluruh haid (emenagog). Daun cabe jawa untuk mengatasi

kejang perut dan sakit gigi.

2)      Kandungan kimia

Buah cabe jawa mengandung zat pedas piperine, chavicine, palmitic acids,

tetrahydropiperic acids, piperidin, minyak atsiri, dan sesamine. Piperin memiliki

daya antipiretik, analgesik, anti inflamasi, dan menekan susunan saraf pusat.

Bagian akar mengandung piperine, piplartine, dan piperlongimine.

3)      Efek samping

Wanita hamil sebaiknya menghindari minum jamu cabe jawa karena memiliki

efek menghambat kontraksi uterus pada saat persalinan. Kontraksi uterus yang

dihambat terus menerus akan memperkokoh otot tersebut dalam menjaga janin

yang ada didalamnya. Kondisi ini sebenarnya sangat bermanfaat untuk menjaga

resiko keguguran jika diminum pada masa awal kehamilan, tetapi akan berakibat

buruk jika diminum pada masa menjelang persalinan.

b.   Kunyit Asam

1)      Sifat dan khasiat

11

Page 12: Lap Salmonella I

Bagian tanaman yang digunakan adalah akarnya rasanya pahit (kecuali daging

buah rasanya manis). Khasiat dan kunyit tersebut adalah mengobati demam,

terlambat haid, eksim, radang rahim, radang usus buntu, hepatitis, gatal akibat

cacar air, radang gusi, radang amandel, tekanan darah tinggi dan keputihan.

2)      Kandungan kimia

Kunyit sangat kaya dengan kandungan kimia yang sudah diketahui antara lain

azadirachtin, minyak gliserida, asam asetiloksifuranil, dekahidrote, trametil,

oksosiklopentanatolfuran asetat, keton, heksahidro, hidroksitetrametil, fenantenon.

3)      Efek samping

Kunyit asam meningkatkan risiko keguguran pada masa awal kehamilan., karena

ekstrak kunyit memiliki efek stimulan pada kontraksi uterus dan berefek abortus,

sehingga wanita hamil tidak dianjurkan meminum jamu tersebut pada masa awal

kehamilan karena akan meningkatkan risiko keguguran.

c.      Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f) Nees)

Bagian tanaman yang digunakan adalah daunnya.

1)      Sifat dan Khasiat

Herba ini rasanya pahit, dingin, masuk meridian paru, lambung, usus besar dan

usus kecil. Khasiatnya adalah sebagai anti bakteri, anti radang, menghambat

reaksi imunitas (imunosupresi), penghilang nyeri (analagesik), pereda demam

(antipiretik), menghilangkan panas dalam, menghilangkan lembab, penawar racun

(detoksifikasi).

2)      Kandungan kimia

Daun dan percabangannya mengandung laktone yang terdiri dari

deoksiandrografolid, andrografolid (zat pahit), neoandrografolid. Juga terdapat

flavonoid, alkene, keton, aldehid, mineral (kalsium, kalium, natrium), asam

kersik, dan damar. Flavonoid diisolasi terbanyak dari akar yaitu

polimetoksiflavon, andrografin, panikulin. Zat aktif andrografolid terbukti

berkhasiat sebagai hepatoprotektor (pelindung sel hati).

3)      Efek samping

12

Page 13: Lap Salmonella I

Wanita hamil yang mengkonsumsi herba ini dapat mengakibat ketuban keruh dan

volumenya sedikit sehingga bayi yang dilahirkan bisa BBLR dan keriput.

e.       Sirih

Bahan yang digunakan adalah daunnya.

1)      Sifat dan Khasiat

Iler berbau harum, rasanya agak pahit, sifatnya dingin. Berkhasiat sebagai peluruh

haid (emenagog), perangsang nafsu makan, penetralisir racun (detoksikan),

penghambat pertumbuhan bakteri (antiseptik), membuyarkan gumpalan darah,

mempercepat pematangan bisul dan pembunuh cacing (vermisida).

2)      Kandungan kimia

Batang dan daun mengandung minyak atsiri, fenol, tanin, lemak, phytosterol,

calsium oxalat, dan peptic substances.

3)      Efek samping

Penggunaan yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan sirkulasi antara ibu

dan janin sehingga menyebabkan terhambatnya perkembangan janin sehingga

berat badan janin yang dilahirkan kurang (BBLR).

13

Page 14: Lap Salmonella I

BAB III

METODE

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum

Tahap I

Pembuatan Media SCB, SSA, dan Mac Conkey Agar.

Tempat : Laboratorium Bakteriologi Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Denpasar

Waktu : Rabu, 20 Maret 2013

Pukul 11.00 – selesai

Tahap II

Preparasi Sampel dan Inokulasi pada Media SCB.

Tempat : Laboratorium Bakteriologi Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Denpasar

Waktu : Rabu, 3 April 2013

Pukul 11.00 – selesai

Tahap III

Pengamatan Hasil Inokulasi pada Media SCB serta Inokulasi pada Media SSA dan

Mac Conkey Agar.

Tempat : Laboratorium Bakteriologi Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Denpasar

Waktu : Rabu, 4 April 2013

Pukul 11.00 – selesai

3.2 ALAT DAN BAHAN

3.2.1 Alat-alat yang digunakan, antara lain :

A. Pembuatan Media SCB, SSA dan Mac Conkey

1. Neraca Analitik Digital

2. Spatel

3. Gelas Ukur 250 ml

4. Gelas Beaker 50

5. Batang pengaduk

6. Erlenmeyer 250 dan 500 ml

7. Pipet Ukur 10 ml

14

Page 15: Lap Salmonella I

8. Bola hisap

9. Kompor listrik

10. Botol semprot

11. Aluminium foil

12. Kertas

13. Autoclave

14. Api bunsen

15. Benang Pulung

16. Tabung reaksi

17. Plate

18. Rak tabung reaksi

19. Kapas berlemak

B. Preparasi Sampel dan Inokulasi ke dalam Media SCB.

1. Inkubator

2. Gelas beaker 50 dan 250 ml

3. Gelas ukur 250 ml

4. Pipet ukur 10 ml

5. Ball pipet

6. Kapas lemak

7. Rak tabung reaksi

8. Api bunsen

9. Label

10. Spatel

C. Inokulasi ke Media SSA dan Mac Conkey Agar

1. Api bunsen

2. Ose bulat

3. Rak tabung reaksi

4. Inkubator

15

Page 16: Lap Salmonella I

3.2.2 Bahan-bahan yang digunakan, antara lain :

1. Sampel jamu sirih

2. Bubuk Media :

Bubuk media Selenite Cistine Broth (SCB)

Bubuk media Salmonella dan Shigella Agar (SSA)

Bubuk media Mac Conkey Agar (MCA)

3. Air garam fisiologis (PZ 0,85 %)

4. Aquades

3.3 LANGKAH KERJA

3.3.1 Pembuatan Media Enrichment dan Selektif

a. Media Selenite Cystine Broth (SCB)

1. Alat dan bahan disiapkan.

2. Bubuk SCB ditimbang sebanyak 3,8 gr dengan neraca analitik.

3. Dilarutkan dengan aquadest sebanyak 200 ml di dalam erlenmeyer sambil

diaduk.

4. Erlenmeyer ditutup dengan kapas berlemak lalu dipanaskan sampai media larut

sempurna.

5. Lalu dipipet media SCB sebanyak 10 ml, kemudian dituang ke dalam masing-

masing tabung reaksi.

6. Media disterilisasi dengan autoclave pada suhu 1210C selama 15 menit.

7. Dibiarkan media hingga suhu ±40 o C.

8. Media siap digunakan.

b. Media Mac Conkey Agar (MCA)

1. Alat dan bahan disiapkan.

2. Bubuk MCA ditimbang sebanyak 15,3 gr dengan neraca analitik.

3. Dilarutkan dengan aquadest sebanyak 300 ml di dalam erlenmeyer sambil diaduk.

4. Erlenmeyer ditutup dengan kapas berlemak lalu dipanaskan sampai media larut

sempurna.

5. Media disterilisasi dengan autoclave pada suhu 1210C selama 15 menit.

Page 17: Lap Salmonella I

6. Dibiarkan media hingga suhu ±40 o C.

7. Dituangkan media ke dalam plate.

8. Media siap digunakan.

c. Media Salmonella dan Shigella Agar (SSA)

1. Alat dan bahan disiapkan.

2. Bubuk SSA ditimbang sebanyak 18,9 gr dengan neraca analitik.

3. Dilarutkan dengan aquadest sebanyak 300 ml di dalam erlenmeyer sambil diaduk.

4. Erlenmeyer ditutup dengan kapas berlemak lalu dipanaskan sampai media larut

sempurna.

5. Media disterilisasi dengan autoclave pada suhu 1210C selama 15 menit.

6. Dibiarkan media hingga suhu ±40 o C.

7. Dituangkan media ke dalam plate.

8. Media siap digunakan.

3.3.2 Inokulasi sampel (telur dan jamu) pada media SCB

a. Untuk sampel telur ayam, dipisahkan antara bagian putih dan kuningnya

sedangkan sampel jamu langsung dituang pada gelas beaker.

b. Bagian kuning telur dihomogenkan pada gelas beaker dengan ose steril.

c. Lalu bagian kuning, putih telur, dan sampel jamu dipipet masing-masing 5 mL

ke dalam tabung yang telah berisi media SCB.

d. Dihomogenkan.

e. Diinkubasi dalam inkubator pada suhu 370 C selama 18- 24 jam.

3.3.3 Inokulasi biakan ke media MCA dan SSA

a. Media MCA dan SSA yang telah diberi label disiapkan.

b. Dari tabung media SCB, diinokulasikan/digoreskan dengan ose steril ke media

MCA dan SSA dengan metode gores kuadran (4 kuadran)

c. Media yang telah digoreskan tersebut diinkubasi pada suhu 370 C selama 18-24

jam

Page 18: Lap Salmonella I

3.3.4 Pengamatan pada media MCA dan SSA

Diamati koloni yang tumbuh pada media MCA dan SSA secara makroskopis,

dibandingkan dengan ciri-ciri koloni untuk bakteri Salmonella sp. pada media MCA

dan SSA.

Page 19: Lap Salmonella I

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Pengamatan

Sampel yang digunakan adalah jamu sirih dan telur ayam

4.1.1 Pengamatan pada Media Biakan (Sampel Jamu Sirih)

Tahap Uji Hasil Keterangan

Penginokulasian

sampel jamu

sirih

Hasil perbanyakan bakteri Salmonella yang diduga ada pada jamu sirih ke media Selenite Cystine Broth (SCB) menunjukkan hasil positif dengan terjadinya kekeruhan pada media (setelah diinkubasi pada suhu 37 L C selama 24 jam ).

Bakteri dari

media SCB

ditanam ke

media SSA

Hasil penanaman dari media SCB positif ke media SSA. Secara makroskopis, hasil positif ditunjukkan dengan tumbuh koloni berwarna bening pada media SSA dan media menjadi warna kuning (setelah diinkubasi pada suhu 37 L C selama 24 jam ).

Page 20: Lap Salmonella I

Bakteri dari

media SCB

ditanam ke

media MCA

Hasil penanaman dari media SCB positif ke media MCA. Secara makroskopis, hasil positif ditunjukkan dengan tumbuh koloni berwarna bening pada media SSA dan media menjadi warna kuning (setelah diinkubasi pada suhu 37 L C selama 24 jam ).

4.1.2 Pengamatan pada Media Biakan (Sampel Putih Telur)

Tahap Uji Hasil Keterangan

Penginokulasian

sampel putih

telur

Hasil perbanyakan bakteri Salmonella yang diduga ada pada putih telur ke media Selenite Cystine Broth (SCB) menunjukkan hasil negatif karena tidak ada kekeruhan pada media (setelah diinkubasi pada suhu 37 L C selama 24 jam ).

Bakteri dari

media SCB

ditanam ke media

SSA

Hasil penanaman dari media SCB positif ke media SSA. Secara makroskopis, hasil negatif ditunjukkan dengan tidak tumbuh koloni pada media SSA dan warna media tetap merah. (setelah diinkubasi pada suhu 37 L C selama 24 jam ).

Page 21: Lap Salmonella I

Bakteri dari

media SCB

ditanam ke media

MCA

Hasil penanaman dari media SCB positif ke media MCA. Secara makroskopis, hasil negatif ditunjukkan dengan tidak tumbuh koloni pada media MCA dan warna media tetap merah. (setelah diinkubasi pada suhu 37 L C selama 24 jam ).

4.1.3 Pengamatan pada Media Biakan (Sampel Kuning Telur)

Tahap Uji Hasil Keterangan

Penginokulasian

sampel kuning

telur

Hasil perbanyakan bakteri Salmonella yang diduga ada pada jamu sirih ke media Selenite Cystine Broth (SCB) menunjukkan hasil positif dengan terjadinya kekeruhan pada media (setelah diinkubasi pada suhu 37 L C selama 24 jam ).

Bakteri dari

media SCB

ditanam ke

media SSA

Hasil penanaman dari media SCB positif ke media SSA. Secara makroskopis, hasil negatif ditunjukkan dengan tidak tumbuh koloni pada media SSA dan warna media tetap merah. hasil positif ditunjukkan dengan tumbuh koloni berwarna bening pada media SSA dan media menjadi warna kuning (setelah diinkubasi pada suhu 37 L C selama 24 jam ).

Page 22: Lap Salmonella I

Bakteri dari

media SCB

ditanam ke

media MCA

Hasil penanaman dari media SCB positif ke media MCA. Secara makroskopis, hasil negatif ditunjukkan dengan tidak tumbuh koloni pada media MCA dan warna media tetap merah. hasil positif ditunjukkan dengan tumbuh koloni berwarna bening pada media MCA dan media menjadi warna kuning (setelah diinkubasi pada suhu 37 L C selama 24 jam ).

4.2 PEMBAHASAN

4.2.1 Teknik Pemeriksaan Salmonella

Dalam hal ini metode analisa yang digunakan untuk mengidentifikasi adanya bakteri

Salmonella yakni metode analisa secara kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui ada

tidaknya suatu bakteri salmonella dalam suatu makanan.

Salmonella merupakan bakteri gram-negatif berbentuk basil yang dapat

menyebabkan berbagai macam penyakit, seperti tifus, paratifus, dan penyakit foodborne.

Salmonella terdiri dari sekitar 2500 serotipe yang kesemuanya diketahui bersifat pathogen

baik pada manusia atau hewan. Bakteri ini bukan indikator sanitasi, melainkan bakteri

indikator keamanan pangan. Hal ini berarti, karena semua serotipe Salmonella yang

diketahui di dunia ini bersifat patogen maka adanya bakteri ini dalam makanan dianggap

membahayakan kesehatan. Oleh karena itu penting dilakukannya uji Salmonella pada

bahan makanan untuk dapat mengetahui kualitas mikrobiologis bahan pangan tersebut

sehingga dapat menghindari diri dari bahaya penyakit yang ditimbulkan akibat bahan

pangan tersebut.

Page 23: Lap Salmonella I

Untuk mendeteksi keberadaan Salmonella dalam bahan pangan, dilakukan teknik

pemeriksaan yang dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap pengkayaan selektif dan inokulasi dan

identifikasi ke media selektif.

1) Pengkayaan Selektif (Pre-enrichment)

Pada tahap pertama dilakukan pengkayaan selektif pada bakteri Salmonella yang

diduga terdapat dalam sampel telur dan sampel jamu. Proses enrichment atau

pengkayaan selektif ini menggunakan media Selenite Cytine Broth (SCB) yang

dimana media ini memang merupakan media penyubur yang khusus untuk bakteri

Salmonella. Sebelum proses inokulasi dilakukan terlebih dahulu preparasi sampel.

Untuk sampel telur dilakukakn pemisahan sampel putih telur dengan kuning telur dan

masing-masing bagian dihomogenkan. Sedangkan untuk jamu karena merupakan

sampel yang cair maka langsung dilakukan penghomogenan saja.

Tujuan tahap ini adalah dilakukan penumbuhan peningkatan jumlah bakteri

Salmonella yang mungkin ada pada sampel kuning dan putih telur ayam serta jamu

sirih. Masing-masing sampel yang telah disiapkan kemudia dituang sebanyak 5 ml ke

dalam media SCB cair 10 ml dalam tabung dan dihomogenkan. Lalu diinkubasi dalam

inkubator pada suhu 370 C selama 24 jam. Keberhasilan perbanyakan selektif

Salmonella ini nantinya hanya dapat dilihat dari perubahan media SCB setelah masa

inkubasi berakhir. Apabila terjadi kekeruhan, maka perbanyakan bakteri telah terjadi

dan akan dilanjutkan dengan tahap inokulasi ke media selektif. Namun indikator

kekeruhan ini tidak selamanya dapat terlihat karena perbedaan faktor subjektivitas

seseorang, sehingga hasil dalam tahap ini tidak sepenuhnya berarti dan dapat

dilanjutkan pada proses inokulasi selanjutnya.

Page 24: Lap Salmonella I

2) Inokulasi pada media Selektif

Setelah pengkayaan pada media SCB dengan sampel telur dan jamu sirih yang

diduga mengandung bakteri Salmonella, untuk tahap selanjutnya dilakukan proses

identifikasi Salmonella pada media selektif. Dimana tahap ini bertujuan untuk

menyeleksi dan membedakan bakteri Salmonela sehingga akan dapat terlihat morfologi

dan struktur bakteri Salmonella tersebut atau mengkarakteristik bakteri tersebut

(mendapat koloni tunggal). Media yang digunakan dalam praktikum ini adalah media

SSA (Salmonella dan Shigella Agar) dan MCA (Mac Conkey Agar). SSA merupakan

media selektif untuk bakteri Salmonella dan Shigella. Sedangkan media MCA merupakan

media selektif differensial. Selektif untuk golongan bakteri enterobacter, differensial

yaitu berfungsi untuk membedakan bakteri gram positif dan negatif. Seperti yang dapat

diketahui bahwa Salmonella merupakan bakteri gram negatif sehingga dapat

diidentifikasi menggunakan media ini.

Pada praktikum ini, dari tiap-tiap tabung positif dari uji pengkayaan selektif pada

media SCB setelah inkubasi pada suhu 370C, ditanam masing-masing pada 4 plate

media SSA dan MCA untuk jamu, sedangkan pada masing-masing 2 plate media SSA

dan MCA untuk sampel kuning dan putih telur.

Page 25: Lap Salmonella I

Dalam proses inokulasi biakan yang berasal dari media SCB dilakukan dengan

teknik aseptis dimana pengerjaan dilakukan dibelakang api bunsen dan menghindari

terjadinya kontaminasi dengan menggunakan alat-aklat yang sterilisasi juga.

Gambar Teknik Aseptis Penanaman Bakteri

Penginokulasian biakan dari media SCB dilakukan dengan menggunakan

metode gores pada media MCA san SSA karena kedua media ini merupakan media

padat pada plate. Metode gores (streak plate) dilakukan dengan menggunakan ose bulat

dimana bertujuan untuk menghasilkan koloni yang terisolasi sehingga dapat

dipindahkan pada media baru dengan keyakinan bahwa koloni tersebut adalah murni.

Penggoresan ini bertujuan untuk mengisolasi mikroorganisme dari campurannya atau

meremajakan kultur ke dalam medium baru.

Metode gores yang digunakan adalah metode gores kuadran. Yaitu dengan

membagi media menjadi 4 bagian kuadran dimana goresan dilakukan secara bertahap

dari goresan dengan jarak berdekatan atau rapat hingga pada goresan pada jarak yang

renggang. Pada daerah 1 goresan merupakan goresan awal sehingga akan masih

mengandung banyak sel mikroorganisme/bakteri dalam penataan yang bergerombol.

Sedangkan untuk goresan pada daerah 2-4 akan merenggang sehingga jumlah koloni

akan semakin sedikit dan akhirnya terpisah-pisah menjadi koloni tunggal. Tujuan

Page 26: Lap Salmonella I

utama pada penginokulasian pada media selektif ini adalah memperoleh koloni tunggal

yang nantinya akan digunakan dalam proses idntifikasi selanjutnya dengan uji biokimia,

uji gula-gula, dan mikroskopis. Setelah itu media diinkubasi dalam inkubator pada suhu

370 C selam 24 jam.

Gambar Teknik Inokulasi Metode Gores Kuadran

(http://sakamboy.wordpress.com/2011/03/09/hello-world/)

Hasil pengamatan secara makroskopis yang didapat dari inokulasi pada media

SSA dan MCA adalah sebagai berikut :

a. Media MCA ciri-ciri koloni jika dilihat secara makroskopis adalah koloni tidak

berwarna, jernih keping, sedang, bulat,smooth.

b. Media SSA ciri-ciri koloni yang akan tampak jika hasil uji positif adalah koloni

tidak berwarna, kecil-kecil, keping, smooth, bulat.

Secara umum hasil koloni yang diperoleh tidak sepenuhnya tumbuh pada semua

media MCA dan SSA yang diinokulasi, kemungkinan hasil tersebut diperoleh karena

terjadinya kesalahan pada praktikan pada saat proses penginokulasian biakan dari media

SCB misalnya ose yang digunakan masih dalam keadaan panas sehingga hal tersebut

dapat membunuh bakteri yang ada.

4.2.1 Hasil Pemeriksaan Salmonella pada Sampel Telur Ayam

Page 27: Lap Salmonella I

Pemeriksaan Salmonella sp pada sampel telur dan jamu sirih pada praktikum

ini dilakukan dalam 2 tahapan yaitu inokulasi pada media enrichment danmedia

selektif. Adapun hasil pengamatan dari masing-masing tahapan, antara lain :

Tahap pengkayaan selektif (enrichment exclusive) pada media SCB

Dari 4 tabung yang diinokulasikan sampel jamu sirih pada media SCB dan

masing-masing 2 tabung untuk sampel putih telur dan kuning telur,

menunjukkan kekeruhan pada media untuk sampel jamu sirih dan kuning telur.

Sedangkan untuk sampel putih telur dari hasil pengamatan tidak terjadinya

perubahan kekeruhan pada media SCB dengan kata lain media masih sama

seperti sebelum diinkubasi sehingga dapat dikatakan untuk sementara pada

sampel tidak terjadi perbanyakan bakteri. Karena SCB merupakan media

enrichment exclusive untuk bakteri Salmonella, maka kekeruhan pada media

bisa dikatakan menunjukkan telah terjadi perbanyakan bakteri Salmonella yang

diduga ada pada sampel kuning telur tersebut. Namun kekeruhan disini

bukanlah menjadi patokan indikator positif bagi pertumbuhan koloni tersebut.

Untuk itu walaupun pada sampel putih telur tidak menunjukkan terjadinya

kekeruhan, tetap dilakukan inokulasi pada media selektif. Dimana mempunyai

tujuan untuk mengetahui apakah pada sampel putih telur memang tidak

terdapat bakteri Salmonella sp.

Tahap inokulasi ke media Selektif

Selanjutnya untuk mengetahui lebih jauh mengenai morfologi dan struktur

bakteri Salmonella yang diduga telah tumbuh di media SCB tersebut atau

mengkarakteristik bakteri tersebut (mendapat koloni tunggal) dilakukan

inokulasi ke media selektif , yaitu media MCA dan SSA.

Pada hasil inokulasi sampel jamu untuk 4 plate media MCA dan 4 plate

media SSA, setelah diinkubasi pada 370 C selama 1x24 jam, menunjukkan

bahwa terjadi pertumbuhan koloni bakteri pada kedelapan plate media.

Dimana secara makroskopis, ciri-ciri koloni pada kedelapan plate ini

berbeda yaitu ada koloni tidak berwarna dan koloni berwarna hitam, jernih

keping, sedang, bulat,smooth, dan terjadi perubahan warna media menjadi

Page 28: Lap Salmonella I

kuning bening. Hasil pada keempat plate MCA dan empat plate media

SSA ini ada yang menunjukkan ciri-ciri makroskopis yang sesuai untuk

pertumbuhan koloni bakteri Salmonella sp. (gram negatif), namun ada

juga menunjukkan koloni bakteri Salmonella sp dengan strain yang

berbeda. Perubahan warna media pada pengamatan terjadi karena adanya

sifat bakteri Salmonella sp yang tidak dapat memfermentasikan laktosa

sehingga ditandai dengan colorless koloni dan perubahan warna media.

Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa koloni yang tumbuh pada plate

media MCA dan SSA untuk sampel jamu sirih memang merupakan

bakteri Salmonella sp. (menunjukkan hasil positif).

Sedangkan untuk hasil inokulasi sampel kuning telur dan putih telur ke

masing-masing 2 plate media MCA dan masing-masing 2 plate SSA,

setelah diinkubasi pada 370 C selama 1x24 jam, didapatkan bahwa

ternyata untuk sampel putih telur, memang benar tidak terjadi

pertumbuhan koloni bakteri pada kedua plate media MCA dan kedua plate

media SSA (menunjukkan hasil negatif). Sedangkan untuk sampel kuning

telur, terjadi pertumbuhan koloni bakteri pada plate media MCA 1 saja

dan plate media SSA 2. Secara makroskopis, ciri-ciri koloni pada plate

media MCA 1 dan SSA 2 ini adalah koloni tidak berwarna, jernih keping,

sedang, bulat,smooth, dan terjadi perubahan warna media menjadi kuning

bening seperti pada sampel jamu sirih sebelumnya. Sehingga bisa

disimpulkan pertumbuhan koloni pada media MCA 1 dan SSA 2 ini sesuai

dengan pertumbuhan koloni bakteri Salmonella sp. (menunjukkan hasil

positif).

Walaupun sama-sama merupakan bagian dari telur ayam, namun bagian

kuning telur memang akan lebih berpotensi mengandung bakteri

Salmonella dibandingkan putih telur. Hal ini karena bagian kuning telur

merupakan bagian sel hidup yang akan berkembang menjadi embrio dan

seekor anak ayam. Telah diketahui sebelumnya bahwa Salmonella

merupakan jenis bakteri yang hidup dengan memakan sel hidup. Oleh

Page 29: Lap Salmonella I

karena itu tidak jarang bagian kuning telur akan lebih mudah

terkontaminasi bakteri ini.

Dari 2 tahap uji yang dilakukan tersebut dapat disimpulkan bahwa sampel jamu

sirih dan kuning telur yang diperiksa telah terkontaminasi bakteri

Salmonella sp. Namun untuk memastikannya lebih lanjut dapat dilakukan

uji konfirmasi (biokimia, gula-gula ataupun mikroskopis).

Berdasarkan syarat yang telah ditetapkan pada SNI 01-4473-1998, bahwa

Salmonella sp. tidak diperbolehkan sama sekali dalam sampel makanan maupun

minuman, yaitu dengan syarat negatif koloni/ 25 gram atau negatif koloni/25 mL. Jadi

sampel telur ayam dan jamu sirih yang diperiksa tersebut memiliki tingkat sanitasi yang

buruk dan selayaknya tidak dikonsumsi karena akan dapat menyebabkan gangguan

kesehatan.

Namun untuk mengetahui lebih lanjut lagi dilakukanlah penegakkan

pengisolasian kembali terhadap bakteri tersebut dengan uji biokimia, gula-gula dan

uji mikroskopis dengan pewarnaan gram.

Sebagian besar dari proses identifikasi bakteri Salmonella menunjukkan hasil

yang positif bahwa sampel yang dibiakan adalah bakteri Salmonella, namun hal ini

masih juga harus ditegakkan dengan uji lain misalnya uji serologis.

Terdapat beberapa kendala yang dihadapi praktikan saat praktikum ini, antara

lain :

1. Terdapat beberapa kesalahan praktikan dalam penginokulasian media karen

kurangnya pengetahuan praktikan akan bentuk koloni yang seharusnya

positif.

2. Terdapat kendala teknis dalam pengamatan yaitu waktu pengamatan yang

tertunda sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan hasil karena umur

biakan yang tua.

3. Terdapat keraguan praktikan dalam mengidentifikasi koloni hasil biakan

pada setiap ujinya.

Page 30: Lap Salmonella I

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Dari hasil pengamatan dan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa :

5.1.1 Secara umum teknik pemeriksaan Salmonella pada sampel telur ayam dilakukan

melalui 3 tahap utama , yaitu tahap pengkayaan selektif, inokulasi dan

identifikasi ke media selektif, dan konfirmasi terhadap identitas Salmonella yang

diuji dengan melakukan uji biokimia, gula-gula, dan mikroskopis.

5.1.2 Hasil pemeriksaan Salmonella pada sampel kuning telur ayam yang diperiksa

menunjukkan hasil positif terhadap beberapa tahapan. Hasil ini menunjukkan

bahwa sampel telur ini memiliki higienie yang buruk dan tidak baik untuk

dikonsumsi dalam keadaan mentah.

5.2 Saran

Adapun saran-saran dari praktikan, antara lain:

5.2.1 Sebaiknya penjelasan mengenai praktikum harus diberikan terlebih dahulu agar

tidak membingungkan mahasiswa dalm pembuatan laporan hasil praktikum.