Top Banner
1 LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI SEL MOLEKULER Oleh : A T A N G NIM : P2BA09007 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PROGRAM PASCASARJANA BIOLOGI MAGISTER BIOLOGI PURWOKERTO 2010
23

Lap Prak Bio Mol 2010 Atang09007

Jul 12, 2015

Download

Education

asengsat95
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Lap Prak Bio Mol 2010 Atang09007

1

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI SEL MOLEKULER

Oleh :

A T A N G

NIM : P2BA09007

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PROGRAM PASCASARJANA BIOLOGI

MAGISTER BIOLOGI

PURWOKERTO

2010

Page 2: Lap Prak Bio Mol 2010 Atang09007

2

ACARA 1. ISOLASI DNA PLASMID

LANDASAN TEORI

Plasmid adalah molekul DNA sirkuler berukuran relatif kecil di luar kromosom

yang terdapat di dalam sel prokariot, khususnya bakteri. Gen-gen yang terdapat di dalam

plasmid pada umumnya tidak esensial bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup individu

bakteri, tetapi sering kali menyandi sintesis protein untuk resistensi terhadap antibiotik.

Dalam rekayasa genetika plasmid sering digunakan sebagai vektor untuk membawa gen-

gen tertentu yang diinginkan ke dalam suatu sel inang. Gen-gen tersebut selanjutnya akan

mengekspresikan produk komersial tertentu seperti insulin, interferon, dan berbagai enzim.

TUJUAN

Mengisolasi DNA Plasmid pUC19 dari E.coli JM109 menggunakan Kit QIAprep

BAHAN DAN ALAT

1. E. coli JM109 yang didalamnya terdapat plasmid pUC19

2. Medium Luria Bertani (LB) agar dan LB cair

3. Ampisilin

4. QIAprep Spin Miniprep Kit (Qiagen, USA)

5. Microsentrifuga 5415D (Eppendorf)

6. Tabung mikrosentrifuga

7. Sarung tangan

8. Seperangkat mikropipet beserta tip nya (Bio- Rad dan Axygen Scientific)

9. Lemari pendingin

10. Kamera digital

CARA KERJA

1. Koloni tunggal bakteri JM transforman pUC19 diinokulasikan ke 25 ml medium

LB cair dan dinkubasi di dalam shaker incubator dengan kecepatan rotasi 15C rpm

pada suhu 370 C selama 16 jam (semalam)

2. Kultur bakteri hasil inkubasi 16 jam sebanyak 3 ml diambil dan dimasukkan ke

dalam tabung mikrosentrifuga kemudian dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan

5700 x g selama 5 menit

Page 3: Lap Prak Bio Mol 2010 Atang09007

3

3. Pelet sel diresuspensi dengan 1 ml larutan STE dan disentrifugasi dengan kecepatan

5700 x g selama 5 menit

4. Pelet sel diresuspensi dengan 250 μl Buffer P1 sampai homogen

5. Suspensi ditambah 250 μl buffer P2 dan diresuspensi kembali dengan cara dibolak-

balik sebanyak 4-5 kali

6. Suspensi yang dihasilkan akan berubah warnanya menjadi biru

7. Suspensi selanjutnya ditambah 350 μl N3 dan diresuspensi dengan cara yang sama

sehingga warna suspensi kembali seperti warna awal

8. Tahap selanjutnya tabung mikrosentrifuga disentrifugasi dengan kecepatan 13000

rpm (17.900 x g) selama 10 menit

9. Supernatan yang dihasilkan dipindah dengan cara dituang ke dalam collection tube

yang dilengkapi dengan QIAprep spin column dan disentrifugasi kembali dengan

kecepatan 13000 rpm (17.900 x g) selama satu menit

10. Cairan yang melewati membran dibuang dan QIAprep spin column dimasukkan

kembali ke dalam tabung mikrosentrifuga

11. QIAPrep spin column dicuci dengan 500 μl PB dan disentrifugasi dengan kecepatan

13000 rpm selama 1 menit

12. Cairan yang melewati QIAprep spin column dibuang, dan ke dalam QIAprep spin

column ditambahkan kembali 750 μl buffer PE, dan dilakukan sentrifugasi dengan

kecepatan 13000 rpm selama 1 menit

13. Cairan yang melewati QIAprep spin column kembali dibuang dan disentrifugasi

ulang untuk menghilangkan sisa buffer pencuci

14. QIAprep spin column dipindahkan ke tabung mikrosentrifuga 1, 5 ml baru dan

ditambah dengan 50 μl buffer EB, dan dilanjutkan dengan sentrifugasi pada

kecepatan 13000 rpm selama 1 menit (elusi pertama)

15. QIAprep spin column dipindahkan ke tabung sentrifuga 1, 5 ml yang lain dan

ditambah dengan 50 μl buffer EB. Tabung mikrosentrifuga beserta QIAprep spin

column disentrifugasi pada kecepatan 13000 selama 1 menit (elusi kedua)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara umum, isolasi DNA plasmid menghasilkan DNA plasmid yang diinginkan.

Isolasi DNA plasmid dilakukan dengan cara isolasi DNA plasmid pUC19 yang terdapat di

dalam E. coli JM 109. Isolasi tersebut dilakukan berdasarkan kit dari Qiagen (USA), yaitu

Page 4: Lap Prak Bio Mol 2010 Atang09007

4

QIAprep Spin Miniprep Kit. Hasil yang diperoleh dapat diketahui dengan cara

elektroforesis gel agarosa. Adapun hasil dari elektroforesis gel agarosa adalah sebagai

berikut :

Komponen penting dalam eksperimen kloning gen adalah vektor yang membawa

gen masuk sel inang dan bertanggung jawab atas replikasinya. Untuk dapat bertindak

sebagai vektor suatu molekul DNA harus mampu memasuki sel inang serta mengadakan

replikasi untuk menghasilkan kopi dalam jumlah yang besar. Salah satu vektor penting

yang sering digunakan dalam kloning gen adalah plasmid. Plasmid adalah molekul DNA

non kromosomal sirkuler yang terdapat bebas dalam sel bakteri.

Ukuran plasmid berkisar antara 1 kb untuk yang terkecil dan lebih dari 250 kb

untuk yang besar. Ukuran kurang dari 10 kb adalah yang terbaik untuk vektor kloning.

Jumlah kopi menunjukkan jumlah molekul plasmid masing- masing yang biasanya

ditemukan dalam satu sel bakteri, biasanya berkisar antara 1 sampai 50 atau lebih. Vektor

kloning perlu ada dalam sel dengan banyak kopi sehingga dapat dihasilkan molekul DNA

rekombinan dalam jumlah besar.

Plasmid pUC19 adalah satu dari tujuh buah plasmid yang diketahui berada dalam

sel Eschericia coli. Bakteri inang pembawa pUC19 ini ditumbuhkan dalam medium

kompleks: Luria Bertani (LB) sebagai sumber DNA. Dalam medium LB pada suhu 370

C

Page 5: Lap Prak Bio Mol 2010 Atang09007

5

dengan pengocokan pada kecepatan 150-250 r/menit, sel E. coli akan membelah sekali

setiap 20 menit sampai kultur mencapai densitas maksimum kira-kira 2-3 x 109

sel/ml.

E. coli JM109 dipanen, diambil 3 ml dan disentrifuse pada kecepatan 5700 x g

selama 5 menit. Tujuan dari sentrifugasi ini adalah untuk mengendapkan bakteri pada

dasar tabung karena untuk penyiapan ekstrak sel bakteri harus diperoleh dalam volume

yang sekecil mungkin.

Setelah didapatkan ekstrak sel, langkah pertama dalam proses isolasi DNA adalah

perusakan dan atau pembuangan dinding sel bakteri inang dapat dilakukan dengan cara

mekanis seperti sonikasi, tekanan tinggi, beku leleh maupun dengan cara enzimatis seperti

pemberian lisozim. Pada praktikum acara ini, perusakan dinding sel dilakukan dengan

pemberian STE sebanyak 1 ml kedalam pelet sel hasil sentrifugasi pertama.

Pemurnian atau isolasi DNA plasmid menggunakan kit QIAprep ini menggunakan

metode pemurnian berdasarkan konformasi DNA (dengan denaturasi alkali). Kebanyakan

DNA plasmid berada dalam sel sebagai molekul yang sangat berlilitan (supercoiled) atau

disebut covalently closed circular (CCC) DNA. DNA kromosom jauh lebih longgar ikatan

kedua untainya. Molekul supercoiled ini jauh lebih tahan terhadap denaturasi apabila

dibandingkan dengan DNA kromosom dan dapat dipisahkan dengan dua cara yaitu:

denaturasi dengan alkali, dan pemurnian berdasarkan kerapatan apung (bouyant density)

atau dikenal dengan istilah equilibrium density gradient centrifugation atau sentrifugasi

isopiknik.

Langkah berikutnya dalam isolasi DNA adalah lisis sel, dimana pada acara ini

digunakan buffer P1 dan P2. Buffer P1 sebelumnya telah ditambah dengan enzim RNAse A

dan deterjen Sodium Dodesil Sulfat (SDS) dan indikator LyseBlue. RNAse dan SDS adalah

kombinasi untuk tujuan perusakan dinding dan lisis sel. Pada pH 12 -12,5 ikatan hidrogen

dari DNA kromosom non supercoiled akan terdenaturasi, heliks ganda terurai dan kedua

rantai polipeptida memisah. Untuk mengecek apakah denaturasi ini telah berhasil dengan

baik atau tidak, maka penambahan P2 akan memperjelas proses ini. Apabila denaturasi

telah terjadi, maka suspensi pelet sel akan berwana biru karena adanya reaksi dengan

indikator LyseBlue.

Proses re-naturasi selanjutnya dilakukan dengan cara mengembalikan DNA pada

kondisi asam yaitu dengan penambahan buffer N3 yang mengandung asam asetat.

Pemberian asam akan menyebabkan DNA bakteri yang sebelumnya terdenaturasi,

mengelompok dalam massa DNA linier yang kusut. Sentrifugasi selanjutnya pada

Page 6: Lap Prak Bio Mol 2010 Atang09007

6

kecepatan 13000 selama 10 menit akan mengendapkan massa DNA ini di dasar tabung

sentrifugasi dan meninggalkan plasmid murni dalam supernatan.

Penambahan RNAse A (ribonuklease) dan SDS di buffer pertama (P1)

menyebabkan sebagian besar protein dan RNA menjadi tidak larut dan dapat dihilangkan

pada tahap sentrifugasi (ikut mengendap bersama massa DNA, dinding serta debris sel

lainnya). Presipitasi menggunakan fenol atau pelarut organik seperti kloroform untuk

menghilangkan sisa protein, tidak perlu dilakukan jika kita menggunakan metode

denaturasi alkali.

Supernatan berisi plasmid murni kemudian dicuci dua kali menggunakan buffer PB

isinya mengandung isopropanol dan buffer PE yang mengandung 96 – 100% ethanol. Dari

Qiaprep spin column, supernatan plasmid kemudian dipindahkan ke tabung

mikrosentrifuse baru dan di elusi dua kali dengan buffer EB (Elution Buffer) dimana

masing- masing melewati sentrifugasi pada 13000 rpm selama satu menit. Hasil elusi

inilah DNA plasmid pUC19 yang telah berhasil kita isolasi dari E.coli JM109.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa isolasi DNA plasmid

dapat dilakukan menggunakan kit yang telah tersedia (pabrikan), pada praktikum

digunakan QIAprep Spin Miniprep Kit. Jumlah pasangan basa DNA plasmid hasil isolasi

dapat diketahui dengan elektroforesis gel agarosa.

Page 7: Lap Prak Bio Mol 2010 Atang09007

7

ACARA 2. RESTRIKSI DNA PLASMID

LANDASAN TEORI

Teknologi DNA rekombinan merupakan suatu teknologi yang dapat diterapkan

sebagai pendekatan dalam mengatasi masalah sulitnya memurnikan protein dan materi

lainnya dari suatu organisme dalam jumlah besar. Salah satu teknik yang digunakan dalam

teknologi DNA rekombinan adalah teknik pemotongan DNA (restriksi DNA). Molekul

DNA rekombinan dapat diperoleh dengan cara memotong DNA vektor pada tempat

tertentu yang memiliki daerah pemotongan yang sama dengan hasil pemotongan DNA

kromosom. Manipulasi pemotongan DNA dilakukan oleh enzim yang disebut

endonuklease restriksi.

Beberapa enzim seperti BamHI, EcoRI dan PstI dapat memotong masing-masing

strand DNA. Molekul DNA yang dihasilkan memiliki ujung lengket yang kemudian dapat

berasosiasi dengan pasangan basa komplementer pada beberapa fragmen DNA lain yang

juga telah dipotong dengan enzim restriksi.

TUJUAN

Memotong DNA plasmid pUC19

BAHAN DAN ALAT

1. Plasmid pUC19

2. Enzim restriski (PstI)

3. Microsentrifuga 5415D (Eppendorf)

4. Tabung mikrosentrifuga

5. Sarung tangan

6. Seperangkat mikropipet beserta tipnya (Bio-Rad dan Axygen Scientific)

7. Pemanas air (water bath) tipe WB-20E (JEIO TECH, Korea)

8. Thermometer

9. Lemari pendingin (Freezer)

10. Kamera Digital

CARA KERJA

1. Vektor pUC19 dipotong dengan enzim restriksi PstI.

Page 8: Lap Prak Bio Mol 2010 Atang09007

8

2. Reaksi restriksi dipersiapkan dalam tabung mikrosentrifuga berukuran 1 ml dengan

komposisi Buffer E sebanyak 5 µl, BSA sebayak 0,5 µl, DNA pUC19 sebayak 20

µl, dan PstI sebayak 2 µl untuk vinal volume 50 µl.

3. Tabung mikrosentrifuga diketuk sebentar untuk memastikan campuran sudah

tersuspensi.

4. Tabung mikrosentrifuga yang berisi campuran reaksi tersebut diinkubasi pada suhu

370

C selama 2 jam menggunakan pemanas air (Water Bath).

5. Tabung mikrosentrifuga selanjutnya diinkubasi pada suhu 650

C selama 15 menit

menggunakan Water Bath. Hal ini dilakukan untuk inaktifasi enzim restriksi.

6. Larutan DNA hasil restriksi disimpan di dalam Frezer.

7. Hasil pemotongan diuji dengan teknik elektroforesis gel agarosa

HASIL DAN PEMBAHASAN

Beberapa syarat suatu plasmid dapat digunakan sebagai vektor kloning adalah:

mempunyai sekurang- kurangnya dua gen marker yang dapat menandai masuk tidaknya

plasmid ke dalam sel inang, dan mempunyai tempat pengenalan restriksi sekurang-

kurangnya di dalam salah satu marker yang dapat digunakan sebagai tempat penyisipan

fragmen DNA.

Plasmid pUC19 memiliki jumlah kopi yang tinggi dan ukuran panjang 2686 bp.

pUC19 memiliki komposisi seperti plasmid buatan pBR322 dan M13mp19. Plasmid

pUC19 mengandung origin of replication (ORI) yang berupa pMB1 replikon rep, gen bla

yang membuat resisten ampicilin, operon lac mengandung CAP situs pengikatan protein,

promoter Plac, lac repressor situs pengikatan, dan 5’ bagian terminal gen lacZ yang

mengkode fragmen N-terminal beta galactosidase. Plasmid ini memiliki multiple cloning

site (MCS) pada frame gen lacZα, dimana beberapa enzim restriksi dapat diaplikasikan

pada satu situs pemotongan (pada urutan basa yang sama). Misalnya Apo I dan EcoRI yang

sama –sama memotong plasmid pada basa ke 396.

Endonuklease adalah enzim yang memecah ikatan fosfodiester internal pada

molekul DNA. Salah satu endonuklease yang penting adalah endonuklease restriksi tipe II,

yang memiliki sifat-sifat antara lain: mengenali urutan tertentu sepanjang empat hingga

tujuh pasang basa di dalam molekul DNA, memotong kedua untai molekul DNA di tempat

tertentu pada atau di dekat tempat pengenalannya, menghasilkan fragmen-fragmen DNA

Page 9: Lap Prak Bio Mol 2010 Atang09007

9

dengan berbagai ukuran dan urutan basa. Tempat pemotongan pada kedua untai DNA

sering kali terpisah sejauh beberapa pasang basa. Pemotongan DNA dengan tempat

pemotongan semacam ini akan menghasilkan fragmen- fragmen dengan ujung 5’ yang

runcing karena masing- masing untai tunggalnya menjadi tidak sama panjang. Dua

fragmen DNA dengan ujung yang runcing akan mudah disambungkan satu sama lain

sehingga ujung runcing sering pula disebut sebagai ujung lengket (sticky end) atau ujung

kohesif.

Tiga enzim restriksi tipe II yang digunakan dalam praktikum ini adalah HindIII,

Pst l, dan EcoRI. Semua enzim restriksi produk Promega, dalam aplikasinya ditambahkan

buffer tambahan (misalnya buffer D, E, H) dan Acetylated BSA yang berfungsi untuk

meningkatkan aktifitas atau untuk mengoptimalkan kerja enzim. 1 unit enzim restriksi

didefinisikan sebagai jumlah atau banyaknya enzim yang dibutuhkan untuk memotong

1 µg DNA λ dalam 1 jam pada suhu 370 C dalam 50 µl buffer uji mengandung Acetylated

BSA yang ditambahkan sampai konsentrasi final sebanyak 0,1 mg/ml.

Buffer diberikan dalam tabung mikrosentrifuse berisi DNA plasmid, sebelum

pemberian enzim restriksi. Hal ini dilakukan karena larutan DNA harus disesuaikan agar

memberikan kondisi yang tepat untuk aktifitas enzim yang maksimal. Kebanyakan

endonuklease restriksi akan berfungsi baik pada pH 7,4 dan bervariasi dalam kekuatan

ionik yang diperlukan (biasanya berasal dari NaCl dan Mg2+

). Perlu diketahui bahwa

semua endonuklease restriksi tipe II membutuhkan Mg2+

untuk berfungsi. Senyawa

pereduksi seperti Ditiotreitol juga perlu ditambahkan untuk menstabilkan enzim dan

mencegah nonaktifitasnya. Maka komposisi buffer yang ditambahkan adalah sama yaitu:

Tris-HCl dengan pH 7,5; NaCl; MgCl2, dan Ditiotreitol (DDT).

Perbedaan satu buffer dengan buffer lainnya hanyalah pada konsentrasi tiap-tiap

elemen tersebut, disesuaikan dengan karakter atau sifat dari masing- masing enzimnya.

Misalnya buffer E dengan 10x konsentrasi kerja, memiliki komposisi: 60mM Tris-HCl (pH

7,5); 1M NaCl; 60mM MgCl2, dan 10mM DDT, sedangkan buffer H memiliki komposisi:

900mM Tris-HCl (pH 7,5); 500mM NaCl; 100mM MgCl2, dan 10mM DDT. Penting

kiranya membuat kondisi yang tepat untuk aktifitas enzim karena konsentrasi NaCl atau

Mg2+

yang tidak tepat dapat menyebabkan penurunan aktifitas, bahkan mengubah

spesifikasi enzim sehingga pemotongan DNA terjadi pada sekuens pengenal tambahan

yang tidak semestinya.

Dalam manual untuk tiap-tiap enzim akan disertakan pula informasi tambahan

seperti persentase aktifitas buffer yang digunakan, suhu yang optimal untuk menginaktifasi

Page 10: Lap Prak Bio Mol 2010 Atang09007

10

kerja enzim, frekuensi pemotongan pada beberapa jenis plasmid dan DNA λ, persentase

terjadinya pemotongan (Cut), ligasi (Ligation), dan pemotongan kembali (Recut) akan

tertulis misalnya C/L/R: 100%:90%:90%. Pada praktiknya, enzim restriksi dapat

memotong DNA dalam waktu minimal 2 jam, maksimal 4 jam inkubasi setelah

pencampuran DNA dan enzim. Informasi tambahan dalam hal pemakaian buffer juga

disertakan. Misalnya buffer B, C, dan D dapat digunakan dalam reaksi restriksi dengan

enzim Pst I tetapi persentase keberhasilan pemotongan hanyalah 50-75%. Apabila

menggunakan buffer H maka tingkat keberhasilan adalah 100%, maka buffer H inilah yang

kita pakai.

Suhu yang optimal untuk aktifitas enzim restriksi biasanya adalah 370 C, tetapi

beberapa yang lain memerlukan suhu optimal yang berbeda. Sebagai contoh, Taq I yang

dimurnikan dari Thermus aquaticus yang hidup pada tempat dengan temperatur sangat

tinggi,sumber air panas misalnya. Digesti restriksi dengan Taq I harus diinkubasi pada 650

C untuk memperoleh aktifitas enzim yang maksimum.

Perlakuan untuk inakftifasi enzim berbeda-beda pula antara satu dengan yang

lainnya. Inaktifasi enzim perlu dilakukan dalam proses kloning gen, karena bila tidak

dinon-aktifkan, enzim akan mendigesti DNA lain yang mungkin ditambahkan pada tahap

selanjutnya. Beberapa perlakuan yang dapat menon aktifkan enzim adalah pemanasan pada

suhu 65- 700 C dalam waktu yang pendek, atau penambahan EDTA yang akan mengikat

ion Mg2+

sehingga mencegah kerja endonuklease restriksi.

Berdasarkan petunjuk manual yang dikeluarkan Promega (2008) ketiga enzim ini

memiliki karakter yang berbeda-beda, yang pertama kita bahas adalah HindIII. HindIII

diisolasi dari Haemophilus influenzae Rd, dengan sekuens pengenalan: 5’...A▼

AGCT T...3’

dan 3’...T TCGA▲A...5’ dan ujung lengket (sticky end). HindIII berukuran 5000 u, dengan

konsentrasi 10 u/µl. Buffer yang ditambahkan dalam reaksi restriksi adalah buffer E,

dengan suhu reaksi optimal 370

C, suhu penyimpanan -200 C. Semua enzim dalam

penyimpanan, tidak boleh terlalu sering berada dalam kondisi suhu yang berubah-ubah

karena akan merusak enzim. Untuk HindIII, suhu inaktifasi adalah 650 C selama 15 menit.

Enzim kedua yaitu Pst I yang dimurnikan dari Providencia stuartii, dengan sekuens

pengenalan: 5’...C TGCA▼

G...3’ dan 3’...G▲ACGT C...5’, ujung lengket. Ukuran Pst I

adalah 3000 u dengan konsentrasi 10u/µl. Buffer yang ditambahkan dalam reaksi adalah

buffer H, suhu reaksi optimal 370 C, suhu penyimpanan -20

0 C. Suhu inaktifasi 65

0 C

selama 15 menit.

Page 11: Lap Prak Bio Mol 2010 Atang09007

11

Enzim ketiga adalah EcoRI yang dimurnikan dari Eschericia coli RY13 dengan

sekuens pengenalan: 5’...G▼

AATT C...3’ dan 3’...C TTAA▲G...5’, ujung lengket. Ukuran

EcoRI adalah 5000 u dengan konsentrasi 12u/µl. Buffer H digunakan dalam reaksi. Suhu

reaksi optimal 370 C, suhu penyimpanan -20

0 C.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa restriksi DNA plasmid

dapat dilakukan menggunakan beberapa enzim restriksi,diantara HindIII, EcoR1, dan PstI.

Jumlah pasangan basa DNA plasmid hasil restriksi dapat diketahui dengan elektroforesis

gel agarosa.

Page 12: Lap Prak Bio Mol 2010 Atang09007

12

ACARA 3. ELEKTROFORESIS GEL AGAROSA

LANDASAN TEORI

Elektroforesis DNA merupakan teknik untuk memisahkan sampel DNA

berdasarkan atas ukuran (berat molekul) dan struktur fisik molekulnya. Gel yang biasa

digunakan antara lain agarosa. Elektroforesis gel agarosa dapat dilakukan untuk

memisahkan sampel DNA dengan ukuran dari beberapa ratus hingga 20.000 pasang basa

(bp).

Molekul DNA bermuatan negatif sehingga di dalam medan listrik akan

bermigrasi melalui matriks gel menuju kutub positif (anode). Makin besar ukuran

molekulnya, makin rendah laju migrasinya. Berat molekul suatu fragmen DNA dapat

diperkirakan dengan membandingkan laju migrasinya dengan laju migrasi fragmen-

fragmen molekul DNA standar (DNA marker) yang telah diketahui ukurannya. Visulisasi

DNA selanjutnya dilakukan di bawah paparan sinar ultraviolet setelah terlebih dahulu gel

dalam pembuatannya ditambahkan larutan etidium bromid. Cara lain untuk melihat

visualisasi DNA adalah gel direndam di dalam larutan etidium bromid sebelum dipaparkan

di atas sinar ultraviolet.

TUJUAN

Melakukan elektroforesis gel agarosa untuk melihat keberhasilan pemotongan plasmid

dengan enzim restriksi EcoRI, Pst I, dan HindIII

BAHAN DAN ALAT

1. DNA marker, misalnya DNA λ yang dipotong dengan HindIII

2. Sampel DNA, misalnya :

1. DNA kromosom bakteri,

2. DNA plasmid hasil isolasi (uncut)

3. DNA plasmid hasil restriksi (cut)

3. Agarosa

4. Larutan buffer TAE 50x (242 g tris-base; 57,1 g asam asetat glacial; 100 ml EDTA

0,5 M pH 8; dilarutkan dalam akuades hingga 1000 ml)

5. Akuades

6. Gelas Ukur 1000 ml

Page 13: Lap Prak Bio Mol 2010 Atang09007

13

7. Labu Erlenmeyer 50 ml

8. Tabung mikrosentrifuga

9. Sarung tangan

10. Seperangkat mikropipet beserta tipnya (Bio-Rad dan Axygen Scientific)

11. seperangkat alat elektroforesis

12. Loading dye 6x (0,25% bromophenol blue; 0,25% xylene cyalol; 15% ficoll tipe

4000; EDTA 120 mM)

13. larutan Etidium Bromid (EtBr)

14. UV transluminator

15. Kaca mata UV

16. kamera digital

CARA KERJA

1. Buat 250 ml larutan buffer TAE 1x dengan cara mencamnpurkan 5 ml TAE 50x ke

dalam 245 ml akuades.

2. Buat gel agarosa 1% dengan cara menimbang agarosa 0,2 g untuk dilarutkan ke

dalam bufer TAE 1x hingga volume 20 ml. Larutan agarosa dididihkan hingga larut

sempurna.

3. Siapkan baki gel agarosa, lekatkan selotip di tiap ujung baki gel agarosa (pastikan

bahwa selotip melekat kuat dan tidak ada lubang pada masing-masing ujung baki)

4. Pasang sisir elektroforesis di salah satu ujung baki gel agarosa dengan posisi

hampir menyentuh dasar baki

5. Periksalah suhu larutan agarosa dengan cara menempelkan erlenmeyer ke tangan,

jika suhunya sudah turun hingga sekitar 50-60 0C, tambahkan 1 µl etidium bromid

(PERINGATAN KERAS!!, gunakan sarung tangan karena bersifat karsinogenik).

6. Larutan agarosa dihomogenkan sebentar, kemudian tuangkan larutan ke dalam baki

gel agarosa, biarkan hingga larutan berubah menjadi gel yang padat.

7. ambil sisir dengan hati-hati, lepaskan selotip dari ujung-ujung baki.

8. masukkan baki yang telah berisi gel agarosa ke dalam tangki elektroforesis yang

telah diisi dengan larutan bufer TAE 1x (pastikan bahwa gel terendam seluruhnya

dalam TAE).

9. siapkan sekitar 5 cm kertas parafilm di dekat tangki elektroforesis.

Page 14: Lap Prak Bio Mol 2010 Atang09007

14

10. masukkan 10 µl sampel DNA dan 2 µl loading dye 6x ke dalam sumuran gel

agarosa dengan cara mencampurkan kedua bahan tersebut terlebih dahulu secara

merata pada kertas parafilm menggunakan mikropipet.

11. buatlah catatan mengenai nomor sumuran dan jenis sampel DNA yang dimasukkan.

12. hubungkan kabel dari sumber arus ke tangki elektroforesis (pastikan bahwa kabel

yang tersambung ke kutub negatif berada di dekat sumuran; jika tidak demikian,

ubahlah posisi baki/gel ke arah sebaliknya).

13. nyalakan sumber arus, aturlah volatase dan waktu running hingga diperoleh angka

70 V dan 45 menit dengan cara menekan tombol yang sesuai pada sumber arus.

14. jalankan elektroforesis (lakukan running) dengan cara menekan tombol run pada

sumber arus.

15. elektroforesis akan berhenti apabila waktu yang ditetapkan sudah habis, yang

ditandai oleh adanya bunyi alarm. Matikan sumber arus dan angkatlah baki dari

tangki elektroforesis.

16. keluarkan gel dan letakkan di atas UV transluminator (letakkan selubung kaca

hitam di atas UV transluminator).

17. nyalakan UV transluminator, amati pita-pita DNA yang tervisualisasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

DNA plasmid yang dipotong dan akan digunakan sebagai vektor gen tertentu dari

bakteri lain, harus diuji dulu keberhasilan pemotongannya oleh enzim restriksi. DNA hasil

digesti restriksi divisualisasikan menggunakan teknik elektroforesis. Prinsip kerja

elektroforesis adalah memisahkan molekul- molekul bermuatan listrik berdasarkan atas

ukuran (berat molekul) dan muatan listriknya. Khusus untuk DNA pemisahan dilakukan

berdasarkan ukuran dan konformasi molekulnya dengan menggunakan gel, biasanya

agarosa, poliakrilamid, atau campuran keduanya.

DNA bermuatan listrik negatif sehingga akan berjalan menuju kutub positif (anoda)

pada saat di running. Agarosa gel akan membentuk kerangka lubang-lubang yang

kompleks untuk dilewati molekul DNA menuju elektroda positif. Makin kecil molekul

DNA makin cepat migrasinya melewati gel, sebaliknya makin besar molekul makin lambat

laju migrasinya melewati gel. Komposisi gel juga menentukan ukuran molekul DNA yang

dapat dipisahkan. Lempeng 0,3% agarosa dengan tebal 0,5 cm yang mempunyai lubang

relatif besar digunakan untuk molekul dengan ukuran 5-60 kb, sehingga memungkinkan

misalnya, molekul 30 dan 35 kb dapat dibedakan dengan jelas. Molekul yang jauh lebih

Page 15: Lap Prak Bio Mol 2010 Atang09007

15

kecil (1 hingga 300 bp, RNA misalnya) digunakan gel poliakrilamid 40% yang sangat tipis

(0,3 mm). Dengan gel poliakrilamid ini dapat dibedakan molekul- molekul dengan

perbedaan panjang hanya 1 nukleotida. Berat molekul suatu fragmen DNA dapat

diperkirakan dengan melihat atau membandingkan laju migrasinya dengan laju migrasi

fragmen-fragmen molekul DNA standard (marker) yang telah diketahui ukurannya,

misalnya menggunakan DNA λ.

Elektroforesis gel agarosa dilakukan menggunakan DNA plasmid pUC19 hasil

restriksi dengan beberapa enzim restriksi, yaitu : HindIII, EcoR1, dan PstI dan DNA

plasmid pUC19 hasil isolasi. Beberapa DNA tersebut dirunning bersama dengan marker

yang berupa DNA λ yang dipotong menggunakan HindIII dengan elektroforesis gel

agarosa dan menghasilkan pita-pita pendaran seperti gambar berikut ini :

Keterangan sumuran (well): 1 = Marka berupa DNA λ terpotong hind III

2 = K1 (plasmid pUC dipotong HindIII)

3 = K2 (plasmid pUC dipotong EcoRI)

4 = K3 (plasmid pUC dipotong Pst I)

5 = K4 (plasmid pUC dipotong EcoRI)

6 = A1 (plasmid pUC dipotong EcoRI)

7 = A2 (plasmid pUC dipotong Pst I)

8 = A3 (plasmid pUC dipotong HindIII)

9 = A4 (plasmid pUC yang tidak dipotong)

10 = K1 (plasmid pUC hasil isolasi)

11 = K2 (plasmid pUC hasil isolasi)

Page 16: Lap Prak Bio Mol 2010 Atang09007

16

Berdasarkan hasil di atas, dapat diketahui bahwa pita (fragmen) DNA plasmid yang

direstriksi menghasilkan pita-pita yang jelas, kecuali sumuran no. 6. Hal ini terjadi

kemungkinan karena pita DNA pada sumuran no. 6 belum terpotong dengan baik sebelum

di running dengan eletroforesis gel agarosa. Sumuran no. 1 menghasilkan beberapa pita

karena sumuran ini merupakan marker yang merupakan DNA λ dengan HindIII. Sumuran

ke-2 sampai dengan ke-8 adalah DNA plasmid yang dipotong dengan beberapa enzim

restriksi yang berbeda untuk tiap sumuran. Sumuran ke-9 sampai dengan ke-11 adalah

DNA plasmid hasil isolasi. Berdasarkan gambar 2, dapat dinyatakan bahwa DNA dengan

konformasi linier akan lebih lambat runningnya dibandingkan dengan DNA plasmid

dengan konformasi sirkuler. Selain itu, kecepatan running DNA juga ditentukan oleh

jumlah basa pada fragmen DNA. Adapun hasil perhitungan jumlah basa dari DNA pada

praktikum disajikan pada tabel berikut ini :

Tabel 1: Tabel jumlah pasangan basa DNA hasil Elektroforesis Gel Agarosa

bp

marker

jarak

marker log 10bp

unknown

distance m*distance y value unknown bp

No.

Sumuran

23130 14 4,364 53 -1,664 3,074 1186,315 2

9416 23 3,961 51 -1,601 3,137 1370,882 3

6557 27 3,817 50 -1,570 3,168 1473,669 4

4361 37 3,640 51 -1,601 3,137 1370,882 5

57 -1,790 2,949 888,3825 6

47 -1,476 3,263 1830,628 7

51 -1,601 3,137 1370,882 8

58 -1,821 2,917 826,418 9

60 -1,884 2,854 715,155 10

58 -1,821 2,917 826,418 11

Laju migrasi DNA pada gel juga dapat ditentukan oleh konformasi molekulnya.

DNA dengan bentuk covalently closed circular (CCC) akan bergerak paling cepat disusul

berikutnya konformasi open circular (OC), dan yang terakhir bentuk linier. Berdasarkan

hal ini, maka penentuan ukuran suatu fragmen DNA dilakukan pada konformsi linier agar

mudah dibedakan dari DNA yang belum terpotong. Fragmen DNA dengan jumlah basa

lebih banyak memiliki jarak dari sumuran lebih dekat dibandingkan dengan fragmen DNA

dengan jumlah basa yang lebih sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran

pasangan basa fragmen DNA maka semakin cepat running fragmen DNA tersebut.

Pada praktikum ini, gel agarosa yang dipakai adalah sebanyak 1% ditambah TAE

20 ml. Setelah dipanaskan hingga agarosa mencair dan ditunggu suhunya sekitar 600 C,

ditambahkan Etidium bromide sebanyak 1 μl. Etidium bromida akan menyisip diantara

Page 17: Lap Prak Bio Mol 2010 Atang09007

17

basa nukleotida sehingga pada saat dipaparkan sinar UV DNA akan berfluoresens sehingga

dapat dilihat secara visual.

Sebelum sampel DNA di running pada gel agarosa, harus ditentukan lebih dahulu

berapa jumlah DNA dan loading dye yang akan dimasukkan ke dalam sumuran. Loading

dye berfungsi memudahkan masuknya DNA ke dalam sumuran gel. Dalam praktikum ini

sample DNA yang dicampurkan adalah 5 μl sedangkan loading dye 6x sebanyak 1 μl

sehingga didapatkan volume final sebanyak 6 μl yang dipipet ke dalam sumuran gel.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa elektroforesis gel

agarosa dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu pembuatan gel agarosa, menyiapkan

sampel DNA yang akan dirunning (sampel DNA tersebut dicampur dengan loading buffer

terlebih dulu pada parafilm), running sampel DNA, DNA yang telah bermigrasi kemudian

dilihat pada transluminator UV.

Page 18: Lap Prak Bio Mol 2010 Atang09007

18

ACARA 4. TRANSFORMASI SEL E. coli JM109

LANDASAN TEORI

Transformasi merupakan teknik transfer molekul DNA ke dalam sel inang bakteri

misalnya bakteri E.coli. Sel E. coli disisipi vektor DNA rekombinan yang disisipkan ke

dalam plasmid. Setelah diinkubasi, sel tersebut akan memperbanyak diri sehingga

jumlahnya menjadi banyak, karena fenotip strain E. coli hasil transforman mengandung

plasmid dan salah satu ciri sel yang disisipi plasmid adalah resisten terhadap antibiotik

(ampisilin), maka untuk mendapatkan sel transforman cukup mudah yaitu dengan

menumbuhkan sel hasil transformasi pada media yang mengandung ampisilin. Strain E.

coli tersebut akan berubah karena mendapatkan gen-gen penyandi baru yang dibawa oleh

molekul DNA tersebut. Apabila vektor DNA rekombinan telah terintegrasi dengan sel

inang maka sel tersebut dapat dikatakan telah ditransformasi. Transformasi merupakan hal

yang penting karena menghasilkan organisme rekombinan sesuai dengan gen yang

disipkan pada vektor. Teknologi ini digunakan dalam usaha memperoleh tanaman yang

tahan terhadap infeksi bakteri, jamur, herbisida.

Transformasi dilakukan dengan menggunakan sel kompeten. Sel kompeten

merupakan sel yang memiliki kemampuan untuk disisipi DNA dari luar. E. coli biasanya

digunakan sebagai sel kompeten.

TUJUAN

Praktikum ini bertujuan untuk melakukan transformasi pada sel E. coli

BAHAN ADAN ALAT

1. strain E. coli JM 109

2. media LB cair

3. media cawan LB ampisilin dan media cawan LB tanpa ampisilin

4. media cawan LB/Amp/X-Gal/IPTG

5. es batu

6. shaker-incubator

7. termometer

8. Tabung mikrosentrifuga

9. Seperangkat mikropipet beserta tipnya (Bio-Rad dan Axygen Scientific)

10. Microsentrifuga 5415D (Eppendorf)

Page 19: Lap Prak Bio Mol 2010 Atang09007

19

11. pemanas air (water bath) tipe WB-20E (JEIO TECH, Korea)

12. jarum ose

13. batang drugalsky

14. cawan Petri

15. Erlenmeyer

16. shaker-incubator tipe EFM-60 (Seiwa Rico, Ltd.)

17. kamera digital.

CARA KERJA

1. Kultur semalam strain E. coli JM 109 dikultivasi ke media LB cair 25 ml dengan cara

memindahkan satu koloni strain E. coli JM 109 ke media LB cair. Inkubasi di dalam

shaker-incubator dengan kecepatan rotasi 125 rpm pada suhu 37oC selama 16 jam

(semalam).

2. Pindahkan kultur E. coli JM 109 hasil inkubasi semalam ke media LB cair 25 ml

dengan cara mengambil 250 μl kultur E. coli JM 109 ke dalam media LB cair 25 ml,

atau dengan kata lain perbandingan antara volume media dan volume kultur 10:1,

kemudian dilakukan inkubasi dalam shaker-incubator dengan kecepatan rotasi 125 rpm

selama 120 menit (2 jam) pada suhu 37oC.

3. Sebanyak 1,5 ml kultur hasil inkubasi 2 jam diambil dan dimasukkan ke dalam tabung

mikrosentrifuga dan dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 5.700 x g selama 5 menit.

4. Supernatan yang dihasilkan dibuang dan ke dalam tabung ditambahkan 500 μl CaCl2

dingin, diresuspensi kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 5.700 x g selama 5

menit.

5. Supernatan dibuang kembali dan ke dalam tabung ditambahkan kembali 200 μl CaCl2

dingin, diresuspensi dan diinkubasi dalam es. Dalam perlakuan ini terdapat lima

tabung mikrosentrifuga, dua diantaranya untuk inkubasi 2 jam dan 3 lainnya untuk

inkubasi 16 jam.

6. Tabung mikrosentrifuga hasil inkubasi 2 jam yang masing-masing berisi 200 μl sel

kompeten, salah satunya atau tabung nomor 1 ditambah dengan 10 μl palsmid pUC19

sirkuler, sedangkan tabung nomor 2 tidak ditambah dengan palsmid.

7. Kedua tabung diinkubasi lebih lanjut dalam es selama 20 menit, kemudian diberi kejut

panas (heat-shock) selama 90 detik dengan suhu 42oC dan segera dipindahkan ke

dalam es untuk diinkubasi kembali selama 10 menit.

Page 20: Lap Prak Bio Mol 2010 Atang09007

20

8. Tabung mikrosentrifuga ditambahkan media LB hingga 1 ml setelah inkubasi 10 menit,

dilanjutkan dengan inkubasi dalam shaker-incubator pada suhu 37oC dengan kecepatan

rotasi 150 rpm selama 1,5 jam.

9. Sebanyak 100 μl hasil inkubasi ditumbuhkan dengan cara plating ke media cawan

LB/Amp untuk kedua tabung. Selain itu, sebanyak 50 μl hasil inkubasi pada tabung

nomor 2 ditumbuhkan juga pada media LB tanpa ampisilin. Inkubasi dilakukan selama

16 jam pada suhu 37oC.

10. Sementara itu, ke dalam tabung mikrosentrifuga hasil inkubasi 16 jam yang masing-

masing berisi 200 μl sel kompeten, ditambahkan 10 μl vektor pUC19 sirkuler untuk

penentuan efisiensi transformasi (tabung nomor 3), 2 μl vektor pUC19 rekombinan

(tabung nomor 4) dan tidak ditambahkan apapun (tabung nomor 5).

11. Ketiga tabung mikrosentrifuga diinkubasi lebih lanjut dalam es selama 20 menit dan

diberi kejut panas (heat-shock) selama 90 detik pada suhu 42oC dan segera dipindahkan

ke es untuk diinkubasi kembali selama 10 menit.

12. Tabung mikrosentrifuga selanjutnya ditambahkan dengan media LB hingga 1 ml,

dilanjutkan dengan inkubasi dalam shaker-incubator selama 1,5 jam pada suhu 37oC.

13. Disiapkan media cawan LB/Amp/X-Gal/IPTG dengan cara menambahkan 50 μl X-Gal

dan 100 μl IPTG ke media cawan LB/Amp, lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama

lebih kurang 30 menit.

14. Hasil inkubasi tabung nomor 3 ditumbuhkan dengan cara plating ke media cawan

LB/Amp/X-Gal/IPTG sebanyak 100 μl.

15. Tabung nomor 4 disentrifugasi dengan kecepatan 5.700 x g selama 5 menit.

Supernatan dibuang hingga tersisa 100 μl, dan kemudian ditumbuhkan dengan cara

plating ke media LB/Amp/X-Gal/IPTG.

16. Hasil inkubasi pada tabung no.5 ditumbuhkan dengan cara plating ke media cawan

LB/Amp sebanyak 100 μl dan ke media cawan LB sebanyak 50 μl, dilanjutkan dengan

inkubasi selama 16 jam pada suhu 37oC.

17. Untuk cawan yang berisi E. coli dengan pUC19 sirkuler dilakukan penjumlahan koloni

untuk diketahui efisiensi transformasinya.

18. Efisiensi transformasi dihitung dengan cara sebagai berikut

Dimana,

Σkoloni = jumlah koloni putih (dalam cfu)

[pUC19] = konsentrasi pUC19 (dalam ng)

Page 21: Lap Prak Bio Mol 2010 Atang09007

21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transformasi pada praktikum ini dilakukan dengan tujuan menyisipkan plasmid

ke dalam sel. Praktikum ini menggunakan sel E. coli sebagai sel kompeten. Sel tersebut

kemudian digunakan untuk transformasi yaitu disisipkannya plasmid ke dalam sel tersebut.

Sel yang telah ditransformasi disebut transforman. Hasil yang diperoleh dari praktikum

transformasi ini adalah koloni E. coli dalam cawan.

Gambar 3. Koloni E. coli hasil transformasi dan koloni E. coli non transformasi dalam

cawan.

Koloni E. coli tumbuh pada semua cawan. Cawan pertama berisi media tanpa

ampisilin. Cawan kedua berisi media dengan ampisilin. Cawan ketiga berisi media tanpa

ampisilin. Cawan keempat berisi media dengan ampisilin. Sel yang dikultur pada media –

media tersebut adalah E. coli transforman dan bukan transforman. Sel transforman dikultur

pada media dengan ampisilin dan tanpa ampisilin. Begitu pula sel yang bukan transforman.

E. coli transforman dapat tumbuh di kedua media. Hal ini sesuai dengan teori yang

ada. Sel tersebut mampu tumbuh pada media dengan ampisilin karena di dalam selnya

terdapat plasmid. Keberadaan plasmid di dalam sel E. coli membuat sel tersebut resisten

terhadap antibiotik ampisilin (Lodish et al.).

Page 22: Lap Prak Bio Mol 2010 Atang09007

22

Hasil yang diperoleh untuk sel transforman adalah tumbuh pada kedua cawan

kultur. Pada cawan kultur dengan ampisilin dan tanpa ampisilin, koloni E. coli tumbuh

dengan koloni – koloni kecil dan koloni lebar (TBUD) (Tabel 2.).

Tabel 2. Jumlah koloni sel transforman dan nontransforman pada media kultur.

Jenis Sel

Jumlah koloni pada media

Media + ampisilin Media tanpa ampisilin

E.coli transformasi 40 TBUD

E.coli non transformasi - TBUD

Sel non transformasi merupakan sel yang tidak disisipi plasmid sehingga tidak

dapat tumbuh pada media dengan ampisilin (Lodish et al.). Hasil praktikum menunjukkan

bahwa sel nontransformasi tidak tumbuh pada media dengan ampisilin.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa transformasi yang

dilakukan pada E. coli berhasil.

Page 23: Lap Prak Bio Mol 2010 Atang09007

23

DAFTAR REFERENSI

Brown, T.A; editor: Soemiati Ahmad Muhammad & Praseno. 1991. Pengantar Kloning

Gena. Penerbit Yayasan Essentia Medica, Yogyakarta.

Lodish. Berk. Matsudaira. Kaiser. Krieger. Scott. Zipursky. Darnell. Molecular Cell

Biology fifth Edition.

Promega Corporation. 2008. Promega Product Information. 2800 Woods Hollow Road,

Madison WI 53711-5399, USA.