Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Dasar Teori
BAKTERI
Bakteri, dari kata Latin bacterium (jamak, bacteria), adalah kelompok besar Prokariota,
selain Archaea, yang berukuran sangat kecil serta memiliki peran besar dalam kehidupan di
bumi. Mereka sangatlah kecil (mikroskopik) dan kebanyakan uniselular (bersel tunggal),
dengan struktur sel yang relatif sederhana, yaitu tanpa nukleus/inti sel, kerangka sel, dan
organel-organel lain seperti mitokondria dan kloroplas.
Bakteri dianggap sebagai organisme paling melimpah di bumi. Bakteri tersebar dan
menghuni hampir semua tempat (di tanah, air, udara, atau dalam simbiosis dengan organisme
lain). Banyak patogen merupakan bakteri. Kebanyakan dari mereka kecil, biasanya hanya
berukuran 0,5-5 μm, meski ada jenis dapat menjangkau 0,3 mm dalam diameter
(Thiomargarita). Mereka umumnya memiliki dinding sel, seperti sel tumbuhan dan jamur,
tetapi dengan bahan pembentuk sangat berbeda (peptidoglikan). Banyak bakteri yang
bergerak menggunakan flagela, yang berbeda dalam strukturnya dari flagela kelompok lain.
Tidak semua bakteri dapat membentuk spora. Jenis-jenis bakteri tertentu, terutama yang
tergolong kedalam genus Bacillus dan Clostridium, membentuk suatu struktur di dalam sel
pada tempat-tempat yang khas, disebut endospora. Sifat dari endospora adalah tahan terhadap
pemanasan serta dalam keadaan kekurangan nutrient, tahan terhadap panas dan unsur fisik
lainnya dari pada bakteri biasanya, yaitu bakteri dalam bentuk vegetatif hal ini disebabkan
karena dinding spora sedikit banyak impermeabel, sedang banyaknya asam ribonukleat di
dalam protoplasma dapat menawar pengaruh buruk dari sinar, lebih – lebih dari sinar ultra
ungu. Berhubung spora itu mengandung sangat sedikit air, maka keadaan ini menyebabkan
spora tidak mudah megalami perubahn temperatur. Endospora dapat tetap tinggal disalah satu
ujung atau di tengah-tengah sel. Sel dapat pecah karena perkembangan endospora. Pecahan
itu kemudian luluh menjadi satu dengan medium.
Jika keadaan luar menguntungkan, maka spora dapat tumbuh lagi menjadi bakteri biasa.
Mula – mula air meresap ke dalam spora, kemudian spora mengembang dan kulit spora
menjadi retak karenanya. Keretakan ini dapat terjadi pada salah ssatu ujung, tetapi dapat juga
1
Page 2
pada tengah-tengah spora, hal ini merupakan salah satu ciri khas pada Bacillus. Jika kulit
spora pecah di tengah-tengah, maka masing-masing pecahan akan merupakan suatu tutup
pada kedua ujung bakteri.
Pada bakteri, spora berfungsi dalam mempertahankan diri terhadap pengaruh buruk dari
luar. Spora bakteri mempunyai fungsi yang sama seperti kista amoeba karena bakteri dalam
bentuk spora dan amoeba dalam bentuk kista berada dalam fase yang sama. Dimana kedua
mikroorganisme ini berubah bentuk dalam usaha melindungi diri dari keadaan tidak
menguntungkan.
Bentuk spora ada yang bulat, ada pula yang bulat panjang dan ada pula yang lebih besar
dari pada diameter sel induk. Hal ini bergantung kepada spesiesnya. Endospora ada yang
lebih kecil dan ada pula yang besar dari pada diameter sel induk. Sel yang mengandung
endospora itu kemudian disebut sporangium atau kotak spora. Biasanya satu sporangium
berisi satu endospora, akan tetapi ada kalanya satu sporangium berisi dua spora, hal ini
disebabkan karena pembelahan sel yang lambat.
Pembentukkan spora disebut dengan sporulasi, pada umumnya sporulasi mudah terjadi,
apabila keadaan medium memburuk, zat-zat yang timbul sebagai tempat pertukaran zat
menumpuk dan faktor merugikan. Beberapa spesies bakteri dapat kehilangan kemampuan
nya untuk dapat membentuk spora.
Adanya spora dapat diketahui dengan pengamatan secara morfologi dan secara fisiologi.
Bentuk spora dapat dilihat dengan mikroskop biasa, apalagi kalau spora itu diwarnai. Ada
dua metode umum yang dipakai, yaitu metode scaeffer-fulton dan metode dorner. Metode
dorner menggunakan nigrosin dan menghasilkan spora berwarna merah dan sporangium
yang tak berwarna.
Pewarnaan spora memerlukan pemanasan lebih dulu. Spora yang tidak meresap zat warna
nampak berlainan dari pada sporangiumnya. Jika spora tidak diwarnai, ia nampak sebagai
benda yang agak suram di samping protoplasma yang tembus cahaya. Biasanya pewarnaan
spora dipakai untuk menyebut alat pembiakkan yang terdapat pada jamur, ganggang, lumut,
paku – pakuan.
2
Page 3
Istilah spora pada bakteri mempunyai arti yang lain. Spora bakteri yang sedang dalam
usaha mengamankan diri terdapat pengaruh buruk dari luar. Spora bakteri mempunyai
fungsi yang sama seperti kista amoeba, sebab bakteri dalam bentuk spora dan amoeba dalam
bentuk kista merupakan suatu fase, dimana kedua mikroorganisme itu berubah bentuk untuk
melindungi diri terhadap faktor – faktor luar yang tidak menguntungkan. Setelah keadaan
luar baik lagi bagi mereka, maka pecahlah bungkus spora atau dinding kista, dan tumbuhlah
bakteri atau amoeba sebagaimana biasanya.
Menurut knaysi terjadinya spora atau sporulasi itu dapat dibagi atas 4 tahap :
1) Tahap permulaan, di mana koloni menunjukkan pertumbuhan yang sangat lambat.
2) Selama beberapa jam kelihatan adanya bahan – bahan lipo protein yang mengumpul
kesalah satu ujung sel, sehingga ujung itu sangat padat.
3) Maka timbullah bungkus yang menyelubungi calon spora. Selubung terdiri atas 2 lapis,
yaitu kulit luar (eksin) dan kulit dalm (intin). Pada beberapa spesies inti itu menjadi
dinding sel, apabila spora melanjutkan pertumbuhannya menjadi bakteri biasa. Dinding
spora melanjutkan pertumbuhannya menjadi bakteri biasa. Dinding spora itu
impermeabel bagi zat – zat yang dapat mengganggu kehidupan bakteri.
4) Pada tahap yang terakhir maka spora tampak berubah bentuk dan berubah volume.
Beberapa macam cara pengecatan spora adalah sebagai berikut :
a. Cara pengecatan spora menurut klein
Biakan bakteri berspora yang berumur 48-72 jam disuspensikan dalam larutan garam
fisiologis kedalam suspensi tersebut ditambahkan larutan karbolfuksin. Kemudian
dipanaskan dalam penangas air pada suhu 80o C selama 10 menit dari suspensi yang
berwarna ini, dibuat film tipis diatas kaca objek. Setelah kering difiksasi, selanjutnya
preparat dicelupkan beberapa detik dalam asam sulfat 1%, disusul pencucian dengan air
akhirnya dicat dengan larutan metilen biru selama 3 menit, dicuci dengan air dan
dikeringkan. Hasil pengecatan adalah spora berwarna merah dan bakteri berwarna biru.
3
Page 4
b. Pewarnaan spora dengan cara lain
Pengecatan Ziehl-Neelsen dengan sediklit modifikasi. Dalam hal ini dekolorisasi hanya
dilakukan dengan alkohol. Hasil pengecatannya adalah spora berwarna merah dan sel bakteri
berwarna biru. Film preparat disiram dengan larutan hijau malakhit jenuh dan ditunggu
selama 10 menit sambil sewaktu-waktu dipanaskan, kemudian dicuci dengan air selama 10
detik. Pengecatan dilanjutkan dengan larutan safranin dalam air (0,25%) selama 15 detik.
Akhirnya dicuci dengan air dan dikeringkan. Hasil pengecatan adalah spora berwana hijau
dan sel berwarna merah
1. Struktur Bakteri
Struktur Sel Bakteri
a. Dinding Sel
Fungsi dinding sel adalah
Memberi bentuk pada sel dan melindungi bakteri dari pengaruh buruk yang datang
dari luar sel (patogen).
Sebagai lapisan penyokong dan pelindung struktur dalam.
Secara medis, fungsi dinding sel sebagai tempat aksi antibiotik serta pembeda tipe
bakteri.
Komposisi kimiawi dari dinding sel yaitu peptidoglikan. Polimer yang amat besar ini
terdiri dari tiga macam bahan pembangun, yaitu N-acetilglukosamin, asamN-acetilmuramik dan
suatu peptide yang terdiri dari 4 asam amino (L-alanin, D-alanin, asam D-glutamat, dan Lisin
4
Page 5
atau asam diaminopimelat). Dinding sel yang utuh juga mengandung kompenen-kompenen
kimiawi yang lain, seperti asam tekoat, protein, polisakarida, lipoprotein, dan lipopolisakrida
yang terikat pada peptydoglikan. Peptydoglikan bersama-sama dengan kedua kompenen lain
dinding sel, hanya dijumpai pada prokariota. Namun, susunan kimiawi secara struktur
peptydoglikan bervariasi dari suatu spesies bakteri ke spesies bakteri yang lain. Penemuan
penting lain yang diperoleh selama berlangsungnya identifikasi komposisi kimiawi dinding sel
bakteri ialah bahwa beberapa dari asam-asam amino di dalam peptide dan peptidoglikan terdapat
dalam konfigurasi D. Ini berlawanan dengan penampilannya di dalam protein, yaitu terdapat
dalam konfigurasi L.
Bakteri dapat digolongkan menjadi dua kelompok berdasarkan pada perbedaan struktur
dinding sel nya, yaitu Gram positif dan Gram negatif. Bakteri Gram positif memiliki dinding sel
yang tersusun dari lapisan peptidoglikan yang tebal dan asam teikoat. Sementara bakteri Gram
negatif memiliki lapisan luar dari lipopolisakarida yang terdiri dari membran dan lapisan
peptidoglikan yang tipis dan terletak pada periplasma (di antara lapisan luar dan membran
sitoplasma).
b. Protoplasma (Cytoplasma)
Merupakan zat hidup dari sel. Terdapat dalam lingkungan dinding sel. Terutama terdiri
dari protein.
c. Membran Cytoplasma
Merupakan bagian terluar dari cytoplasma yang melekat pada dinding sel. Perkiraan
ketebalannya yang didasarkan pada mikrograf electron irisan-irisan tipis ialah sekitar
7,5 nm. Membran sitoplasma juga menyediakan peralatan biokimiawi untuk
memindahkan ion-ion mineral, gula, asam-asam amino, elektron serta metabolit-
metabolit lain melintasi membran. Substansi-substansi dalam larutan ini, atau solute
lewat melintasi membran dengan cara difusi pasif atau angkatan aktif. Membran
sitoplasma dengan cara melipat kearah dalam atau invaginasi ke dalam sitoplasma
menghasilkan struktur yang disebut mesosom. Mesosom selalu sinambung dengan
membran sitoplasma.
5
Page 6
d. Nukleus (Inti)
Di dalamnya terdapat pembawa sifat (chromosome)
e. Kapsul
Yaitu suatu selaput lendir yang membungkus seluruh permukaan bakteri dan
merupakan bagian dari sel bakteri. Kapsul ini bersifat antigen dan merupakan
pelindung bakteri. Bila bakteri itu kehilangan kapsulnya sama sekali, maka ia dapat
kehilangan virulensinya dan dengan demikian kehilangan kemampuannya
menyebabkan infeksi. Bakteri-bakteri berkapsul juga menyebabkan adanya gangguan
seperti lendir dalam beberapa proses industri. Penumpukan lendir dalam peralatan
pabrik dapat menyumbat filter membentuk lapisan yang tidak dikehendaki pada pipa-
pipa atau peralatan atau mempengaruhi kualitas produk akhirnya.
f.Flagel
Salah satu sifat bakteri adalah dapat bergerak. Alat gerak bakteri adalah flagel (bulu
cambuk). Flagel mempunyai ukuran panjang : 1 – 70 μ, tebal : 12–15 mili μ.
Flagelum menyebabkan motilitas (pergerakan) pada sel bakteri. Flagelum dibuat dari
subunit-subunit protein. Protein ini disebut flagelin. Tidak semua bakteri mempunyai
flagellum, banyak spesies Basillus dan Spirillum yang memilikinya, tapi flagellum
jarang dijumpai pada kokus.
Tabel fungsi struktur Permukaan Sel Bakteri
6
Page 7
Ciri
2. Ukuran Bakteri
Bakteri merupakan organisme mikroskopis rata-rata berdiameter 1,25 mikrometer (μm).
Ukuran bakteri adalah mikroskopis artinya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop.
3. Bentuk Bakteri
Berdasarkan bentuknya, bakteri dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu:
Kokus (Coccus) dalah bakteri yang berbentuk bulat seperti bola, dan mempunyai
beberapa variasi sebagai berikut:
Mikrococcus. Jika kecil dan tunggal. Misal Monococcus gonorhoe.
Diplococcus. Jka bergandanya dua-dua. Misal Diplococcus pneumoniae penyebab
penyakit pneumonia (radang, paru-paru).
7
STRUKTURFUNGSI KOMPOSISI KIMIAWI
Flagela Lokomosi (alat gerak) Protein
Kapsul dan bahan ekstra
selular
Penutup lindung pelekatan sel
makanan cadanganPolisakarida, polipeptida
Pili Tabung konjugasi pelekatan sel Protein
Dinding sel Penutup lindung permeabilitasPeptidoglikan, asam teikoat,
polisakarida,l ipid dan protein
Membran sittoplasma dan
mesosom
Penutup semipermeabel
mekanisme traspor pembelahan
sel sintesis makromolekul
Lipid, protein
Page 8
Tetracoccus. Jika bergandengan empat dan membentuk bujursangkar
Sarcina. Jika bergerombol membentuk kubus. Misal Sarcina luten.
Staphylococcus. Jika bergerombol, yaitu bakteri berbentuk bola yang berkoloni
seperti buah anggur, misal Staphlococcus aureus, penyebab penyakit radang paru-
paru.
Streptococcus, jika bergandengan membentuk rantai. Misal Streptococcus lactis,
Streptococcus pyogenes penyebab sakit tenggorokan dan Streptococcus thermophilis
untuk pembuatan yoghurt (susu asam).
Basil (Bacillus) adalah kelompok bakteri yang berbentuk batang atau silinder, dan
mempunyai variasi sebagai berikut:
Basil tunggal : bakteri yang hanya berbentuk satu batang tunggal. Contoh: Escherichia
coli bakteri yang terdapat pada usus dan Lactobacillus.
Diplobacillus. Jika bergandengan dua-dua.
Streptobacillus. Jika bergandengan membentuk rantai. Misal Bacillus anthracis
penyebab penyakit antrak.
Cocobacillus : batang yang sangat pendek menyerupai coccus
Spiril (Spirilum) atau bentuk spiral adalah bakteri yang berbentuk lengkung dan
mempunyai variasi sebagai berikut:
Vibrio, (bentuk koma), jika lengkung kurang dari setengah lingkaran, misal Vibrio
cholerae penyebab penyakit kolera.
Spiral, jika lengkung lebih dari setengah lingkaran atau spiral tidak sempurna.
Spiroseta : yaitu golongan bakteri berbentuk spiral yang dapat bergerak, misal:
Spirochaeta palida, penyebab penyakit sifilis.
8
Page 9
4. Alat Gerak Bakteri
Flagel atau cambuk getar merupakan bagian dari bakteri sebagai alat untuk
bergerak, flagel melekat pada membran luar di dinding sel. Ukuran flagel bakteri
sangat kecil, tebalnya 0,02 – 0,1 μ, dan panjangnya melebihi panjang sel bakteri.
Berdasarkan tempat dan jumlah flagel yang dimiliki, bakteri dibagi menjadi lima
golongan, yaitu:
Atrik, tidak mempunyai flagel.
Monotrik, mempunyai satu flagel pada salah satu ujungnya.
Lofotrik, mempunyai sejumlah flagel pada salah satu ujungnya.
Amfitrik, mempunyai satu flagel pada kedua ujungnya.
Peritrik, mempunyai flagel pada seluruh permukaan tubuhnya.
A:Monotrik
B : Lofotrik
C : Amfitrik
D : Peritrik
9
Page 10
5. Pengaruh Lingkungan Terhadap Bakteri
Kondisi lingkungan yang mendukung dapat memicu pertumbuhan dan reproduksi
bakteri. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
reproduksi bakteri adalah suhu, kelembapan, dan cahaya.
a) Suhu
Berdasarkan kisaran suhu aktivitasnya, bakteri dibagi menjadi 3 golongan:
Bakteri psikrofil, yaitu bakteri yang hidup pada daerah suhu antara 0°– 30°
C, dengan suhu optimum 15° C.
Bakteri mesofil, yaitu bakteri yang hidup di daerah suhu antara 15° – 55° C,
dengan suhu optimum 25° – 40° C.
Bakteri termofil, yaitu bakteri yang dapat hidup di daerah suhu tinggi antara
40° – 75° C, dengan suhu optimum 50o - 65° C
b) Kelembaban udara
Pada umumnya bakteri memerlukan kelembaban udara yang cukup tinggi, kira-
kira 85%. Pengurangan kadar air dari protoplasma menyebabkan kegiatan
metabolisme terhenti, misalnya pada proses pembekuan dan pengeringan.
c) Cahaya
Cahaya sangat berpengaruh pada proses pertumbuhan bakteri. Umumnya
cahaya merusak sel mikroorganisme yang tidak berklorofil. Sinar ultraviolet
dapat menyebabkan terjadinya ionisasi komponen sel yang berakibat
menghambat pertumbuhan atau menyebabkan kematian. Pengaruh cahaya
terhadap bakteri dapat digunakan sebagai dasar sterilisasi atau pengawetan
bahan makanan.
Jika keadaan lingkungan tidak menguntungkan seperti suhu tinggi,
kekeringan atau zat-zat kimia tertentu, beberapa spesies dari Bacillus yang aerob
dan beberapa spesies dari Clostridium yang anaerob dapat mempertahankan diri
dengan spora. Spora tersebut dibentuk dalam sel yang disebut endospora.
Endospora dibentuk oleh penggumpalan protoplasma yang sedikit sekali
10
Page 11
mengandung air. Oleh karena itu endospora lebih tahan terhadap keadaan
lingkungan yang tidak menguntungkan dibandingkan dengan bakteri aktif. Apabila
keadaan lingkungan membaik kembali, endospora dapat tumbuh menjadi satu sel
bakteri biasa. Letak endospora di tengah-tengah sel bakteri atau pada salah satu
ujungnya.
6. Peranan Bakteri
a. Bakteri Menguntungkan
Bakteri Pengurai
Bakteri saprofit menguraikan tumbuhan atau hewan yang mati, serta sisa-sisa
atau kotoran organisme. Bakteri tersebut menguraikan protein, karbohidrat
dan senyawa organik lain menjadi CO2, gas amoniak, dan senyawa-senyawa
lain yang lebih sederhana. Oleh karena itu keberadaan bakteri ini sangat
berperan dalam mineralisasi di alam dan dengan cara ini bakteri
membersihkan dunia dari sampah-sampah organik.
Bakteri Nitrifikasi
Bakteri nitrifikasi adalah bakteri-bakteri tertentu yang mampu menyusun
senyawa nitrat dari amoniak yang berlangsung secara aerob di dalam tanah.
Bakteri Nitrogen
Bakteri nitrogen adalah bakteri yang mampu mengikat nitrogen bebas dari
udara dan mengubahnya menjadi suatu senyawa yang dapat diserap oleh
tumbuhan. Karena kemampuannya mengikat nitrogen di udara, bakteri-bakteri
tersebut berpengaruh terhadap nilai ekonomi tanah pertanian. Kelompok
bakteri ini ada yang hidup bebas maupun simbiosis.
Bakteri Usus
Bakteri Eschereria coli hidup di kolon (usus besar) manusia, berfungsi
membantu membusukkan sisa pencernaan juga menghasilkan vitamin B12,
dan vitamin K yang penting dalam proses pembekuan darah.
Bakteri Fermentasi
Beberapa makanan hasil fermentasi :
No. Nama produk atau Bahan Bakteri yang berperan
11
Page 12
makanan baku
1. Yoghurt susuLactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus thermophilus
2. Mentega susu Streptococcus lactis
4.Asinan buah-
buahan
buah-
buahanLactobacillus sp.
Bakteri Penghasil Antibiotik
Antibiotik merupakan zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan
mempunyai daya hambat terhadap kegiatan mikroorganisme lain. Beberapa
bakteri yang menghasilkan antibiotik adalah:
Bacillus brevis, menghasilkan terotrisin
Bacillus subtilis, menghasilkan basitrasin
Bacillus polymyxa, menghasilkan polimixin
b. Bakteri Merugikan
1. Bakteri Perusak Makanan
Beberapa spesies pengurai tumbuh di dalam makanan. Mereka mengubah
makanan dan mengeluarkan hasil metabolisme yang berupa toksin.
2. Bakteri Denitrifikasi
Jika oksigen dalam tanah kurang maka akan berlangsung denitrifikasi, yaitu
nitrat direduksi sehingga terbentuk nitrit dan akhirnya menjadi amoniak yang
tidak dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan.
3. Bakteri Patogen
Merupakan kelompok bakteri parasit yang menimbulkan penyakit pada
manusia, hewan dan tumbuhan. Contoh Mycobacterium tuberculosis
penyebab penyakit TBC paru-paru.
Pewarnaan ZN (Ziehl-Neelsen) atau Pewarnaan Tahan Asam
Beberapa bakteri sulit diwarnai dengan pewarnaan gram. Zat pewarna ZN disebut juga
zat pewarna tahan asam. Dasarnya dari sebagian organisme menahan fuksin karbol walaupun
12
Page 13
dilunturkan dengan asam. Organisme seperti ini disebut kuman tahan asam. Meskipun demikian,
sifat tahan asam ini disebabkan oleh adanya asam mikolat. Pewarnaan ini digunakan untuk
mengidentifikasi organisme bermarga Mycobacterium dan Spirochaeta. Contoh kuman tahan
asam ialah Mycobacterium, spora kuman, aksospora jamur-jamur tertentu, rangka luar serangga,
benda inklusi pada paru penderita pneumonia lemak, dan pigmen lipid pada hati tikus.
Suatu Mycobacteria dikatakan tahan asam karena dapat mempertahankan zat pewarna
merah (karbolfuchsin) meskipun dicuci dengan alcohol. Perlakuan ini menghilangkan zat
pewarna dari organisme lain dalam olesan. Suatu perkecualian pada bakteri pathogen yaitu
marga Nocardia. Bakteri ini tidak tahan asam seperti Mycobacteria. Dengan pencucian yang
terus-menerus menyebabkan Nocardia kehilangan zat warna.
Mycobacterium memiliki lapisan lilin di sebelah luar dinding sel sehingga zat warna tidak
dapat masuk ke dalam. Mycobacterium memiliki kandungan lipida yang tinggi dan mempunyai
lapisan lilin di luar sel yang bersifat impermeable. Supaya zat warna dapat menembus ke dalam
sel diperlukan pemanasan dan penambahan bahan kimia khusus. Untuk membantu perasukan zat
warna, ditambahkan karbolfuchsin yang mengandung fenol 5%.
Jika warna telah masuk ke dalam sel maka Mycobacterium akan tetap berwarna merah
meski ditambahkan asam alcohol sebagai pemucat. Larutan pemucat dalam pewarnaan ZN lebih
kuat karena mengandung HCl 3%. Lamanya pemucatan tidak akan mempengaruhi reaksi
pewarnaan ZN.
Bakteri-bakteri yang sifat dinding selnya tahan asam ZN (+) akan tetap mengikat
pewarna pertama/merah setelah pelunturan, sebaliknya bakteri yang tidak tahan asam ZN (-)
akan melepaskan pewarna pertama/merah setelah pelunturan dan dengan pemberian counterstain
(pewarna setelah proses pelunturan) akan mengikat warna counterstain/ungu.
Langkah-langkah pewarnaan ZN atau tahan asam adalah sebagai berikut :
Film bakteri pada kaca obyek yang telah difiksasi, disiram dengan karnolfuksin, kemudian
dipanaskan sampai keluar uap (tidak sampai mendidih). Pemanasan diulang beberapa kali
agar bahan cat tetap hangat , kemudian didiamkan selama lima menit.
Dekolorisasi dilakukan dengan asam-alkohol dalam waktu yang singkat, kemudian cepat cuci
dengan air.
13
Page 14
Pewarnaan dengan cat kontras dilakukan dengan metilenbiru dalam larutan KOH 1/1000.
Setelah dicuci kembali dengan air preparat dikeringkan di udara. Hasil pewarnaan adalah :
Mycobacterium berwarna merah dan bakteri lainnya berwarna biru.
Pewarnaan Spora
Jenis-jenis bakteri tertentu, terutama yang digolongkan ke dalam genus Bacillus dan
Clostridium, membentuk struktur di dalam sel pada tempat-tempat yang khas, disebut
Endospora. Endospora dapat bertahan hidup dalam keadaan kekurangan nutrient, tahan terhadap
panas dan unsur-unsur fisik lainnya seperti pembekuan, kekeringan, radiasi sinar ultraviolet serta
terhadap bahan-bahan kimia yang dapat menghancurkan bakteri yang tidak dapat membentuk
spora. Ketahanan tersebut disebabkan oleh adanya selubung spora yang tebal dan keras.
Endospora merupakan bentuk kehidupan yang paling resisten karena organism yang
bersangkutan dapat bertahan dalam debu dan tanah secara bertahun-tahun. Sifat endospora yang
demikian menyebabkan dibutuhkannya perlakuan yang keras untuk mewarnainya. Prosedur
pewarnaan gram misalnya, tidak dapat mewarnainya. Hanya bila diberikan perlakuan panas yang
cukup, pewarna yang sesuai dapat menembus endospora. Tetapi sekali pewarna tersebut
memasuki endospora, sulit dihilangkan. Ada dua metode yang umum dipakai yaitu : metode
Schaeffer-Fulton (SF) dan metode Dorner. Pada metode Schaeffer-Fulton menggunakan larutan
malachite-green (SF I) dan fuksin (SF II) akan menghasilkan spora yang berwarna hijau. Metode
Dorner menggunakan nigrosin dan menghasilkan spora yang berwarna merah dan sporangium
yang tidak berwarna.
Beberapa macam cara pewarnaan spora adalah sebagai berikut :
a. Cara pewarnaan Spora menurut Klein
1. Biakan bakteri spora yang berumur 48-72 jam disuspensi dalam larutan garam fisiologis
2. Ke dalam suspensi tersebut ditambahkan larutan karbolfuksin, kemudian dipanaskan dalam
penangas air pada suhu 80o C selama 10 menit.
3. Dari suspensi yang berwarna ini dibuat film yang tipis di atas kaca objek, setelah kering
difiksasi.
4. Selanjutnya preparat dicelupkan beberapa detik dalam asam sulfat 1%, disusul dengan
pencucian dengan air
14
Page 15
5. Akhirnya diwarna dengan larutan metilenbiru selama 3 menit, dicuci dengan air dan
dikeringkan.
b. Pewarnaan Spora dengan Cara Lain
1. Pewarnaan Ziehl-Neelsen dengan sedikit modifikasi. Dalam hal ini dekolorisasi hanya
dilakukan dengan alkohol. Hasil pewarnaannya adalah spora berwarna merah dan sel
bakteri berwarna biru.
2. Film preparat disiram dengan larutan hijau, malakhit jenuh (kira-kira 7,6%) dan ditunggu
selama 10 menit sambil sewaktu-waktu dipanaskan, kemudian dicuci dengan air selama 10
detik. Pewarnaan dilanjutkan dengan larutan safranin dalam air (0,25%) selama 15 detik.
Akhirnya dicuci dengan air dan keringkan. Hasil pewarnaan adalah spora berwarna hijau
dan sel berwarna merah.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mempelajari spora dari pewarnaan adalah sebagai
berikut :
a. Letak spora dalam sel kemungkinannya adalah sebagai terminal, subterminal, atau sentral
b. Bentuk spora bulat atau lonjong
c. Adanya spora dapat mengubah bentuk sel. Dalam hal letak spora terminal, bila terdapat spora
yang mengubah bentuk bakteri, dan spora menonjol keluar, maka bentuknya seperti pemukul
tambur (Clostridium tetani). Bila letaknya sentral atau subterminal, dan diameter spora lebih
besar dari diameter sel bakteri, maka bentuknya seperti kumparan.
PREPARAT OLESAN UNTUK PEWARNAAN
Sebelum dilakukan pewarnaan, bakteri disuspensikan dalam setets air pada kaca preparat
yang bersih, kemudian disebarkan hingga membentuk lapisan yang tipis. Olesan dibiarkan kering
di udara dan organismenya difiksasi pada kaca preparat dengan cara pemanasan hati-hati atau
secaraka kimiawi. Preparat ini disebut sebagai olesan yang telah difiksasi dan siap diwarnai.
Olesan yang baik tidak mengandung terlalu banyak sel bakteri dalam kondisi mengumpul,
tetapi harus memiliki jumlah sel yang cukup dan menyebar untuk memungkinkan pengamatan
yang tepat. Kaca preparat harus bebas lemak dengan cara dicuci bersih dengan detergen dibilas
dengan air dan dikeringkan dengan tisue atau dilewatkan di atas api. Jarum ose harus dilewatkan
api sebelum dan sesudah mengambil biakan bakteri.
15
Page 16
BAB II
METODE KERJA
TUJUAN PRAKTIKUM
Pewarnaan ZN (Ziehl-Neelsen) atau Pewarnaan Tahan Asam
Melakukan pewarnaan ZN pada sel bakteri
Membedakan kelompok bakteri ZN (+) dan (-)
Pewarnaan Spora
Melakukan pewarnaan spora pada sel bakteri
Membedakan letak spora pada bakteri
1. Pembuatan Preparat Olesan Bakteri untuk Pewarnaan
a. Siapkan kaca obyek bebas lemak. Ambil 4-5 ose suspensi sel yang akan diamati
secara aseptis, kemudian dengan jarum ose sebarkan suspensi bakteri tersebut secara
merata dari tengah-tengah kaca obyek ke arah luas (posisi jarum ose horizontal). Bila
biakan berasal dari biakan padat atau bukan kultur cair maka suspensikan dulu sel-sel
bakteri ke dalam larutan NaCl 0.85 % selanjutnya lakukan cara di atas.
16
Page 17
b. Biarkan olesan bakteri kering di udara, jangan dikeringkan dengan pemanasan. Bila
perlu pengeringan cepat, lewatkan preparat di atas api spiritus pada ketinggian + 33
cm di atas api spiritus.
c. Lakukan fiksasi untuk melekatkan olesan bakteri pada kaca obyek, dengan cara
melewatkan olesan yang telah kering tersebut di atas api soiritus beberapa kali
(bagian yang ada olesan bakteri menghadap ke atas).
2. Pewarnaan ZN
a. Siapkan preparat olesan bakteri Staphylococcus aureus yang telah difiksasi
b. Tetesi dengan beberapa tetes larutan carbol-fuchsin (ZN I). Panaskan di atas api
spiritus hingga timbul uap . Sisihkan dari api hingga uap hilang. Kemudian panaskan
lagi hingga timbul uap lagi dan lakukan lagi seperti di atas sebanyak 2-3 kali (selama
4-5 menit). Jaga jangan sampai larutan pewarna mendidih atau mengering, tambahkan
lagi larutan ZN I bila pewarna mulai berkurang / mengering.
c. Dinginkan preparat. Bilas air, tetesi dengan larutan ZN II (larutan alkohol-HCl)
hingga tidak ada pewarna yang terlunturkan
d. Bilas secara hati-hati dengan air
e. Warnai dengan pewarna tandingan (ZN III) yaitu larutan biru metilen selama 30
detik
f. Bilas dengan air. Kemudian kering-udarakan atau dikeringkan dengan cara menyerap
kelebihan air dengan kertas saring atau tisue.
g. Amati di bawah mikroskop pada perbesaran 400x dan 1000x. Gambar bentuk sel dan
reaksi pewarnaan tahan asam yang anda amati pada perbesaran 1000x.
3. Pewarnaan Spora
a. Siapkan preparat olesan Bacillus subtilis yang telah difiksasi
b. Tetesi dengan beberapa tetes larutan Malachite-green (SF I). Panaskan di atas api
spiritus hingga timbul uap. Sisihkan dari api hingga uap hilang. Kemudian panaskan
lagi hingga timbul uap lagi dan lakukan lagi seperti di atas sebanyak 2-3 kali (selama
4-5 menit). Jaga jangan sampai larutan pewarna mendidih atau mongering,
tambahkan lagi larutan SF I selama pemanasan untuk mencegah pengeringan.
17
Page 18
c. Dinginkan preparat. Bilas dengan air hingga tidak ada pewarna yang terlunturkan.
d. Tetesi dengan larutan fuchsin basa selama 1 menit.
e. Bilas dengan air. Kemudian kering-udarakan atau dikeringkan dengan cara menyerap
kelebihan air dengan kertas saring atau tisue.
f. Amati di bawah mikroskop pada perbesaran 400x dan 1000x. gambar bentuk sel dan
reaksi pewarnaan than asam yang anda amati pada perbesaran 1000x.
g. Lakukan pengamatan juga pada preparat Escherichia coli yang telah disiapkan
petugas.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
Gambar Hasil pengamatan Mikroskopik Pewarnaan Zn
Gambar sel-sel Staphylococus aureus 1000X
Warna sel : Ungu
Sel termasuk ZN : Negatif
18
Page 19
Gambar Hasil pengamatan Mikroskopik Pewarnaan spora
Bacilus subtilis 1000 x
Bentuk sel vegetatif : Basil
Warna sel : merah
Warna spora : hijau
Letak spora : terminal, sentral, dan sub terminal
Escherichia coli
Bentuk sel vegetatif : Coco Basil
Warna sel : merah
Warna spora : -
Letak spora : -
19
Page 20
BAB V
PEMBAHASAN
PEWARNAAN ZN
Fungsi zat warna yang digunakan dalam pewarnaan ini:
1. ZN I sebagai pewarna dasar berupa larutan karbol-fuchsin
Jika setelah proses pewarnaan bakteri berwarna merah, maka bakteri tersebut termasuk
dalam golongan bakteri tahan asam. Carbol fuchsin merupakan fuchsin base yang dilarutkan
dalam suatu campuran (fenol -alkohol-air).
2. ZN II sebagai peluntur berupa Alkohol-HCl
Digunakan untuk menguji ketahanan dinding sel terhadap suasana asam. Pada bakteri tahan
asam dinding sel tidak luntur,warna sel merah. Sedangkan, pada bakteri tidak tahan asam
dinding sel menjadi rusak.
3. ZN III sebagai counterstain atau pewarna tandingan berupa metilen biru
Pada bakteri tahan asam warna sel tetap merah. Sedangkan, pada bakteri tidak tahan asam
warna dari metilen-blue terserap masuk dan warna sel menjadi biru/ungu.
Pewarnaan ZN berdasarkan pada kandungan lapisan lilin atau wax yang terdapat pada
dinding sel bakteri tertentu yang ditandai dengan warna merah jika hasil positif (bakteri ZN
positif). Contoh bakteri yang memberikan hasil positif adalah Mycobacterium dan Spirochaeta.
Mycobacterium mempunyai kandungan lipid yang tebal (50% asam mikolat) dan bersifat
20
Page 21
impermeabel. Lapisan lilin itu sangat tebal di daerah luar dinding sel sehingga pewarnaan tidak
dapat masuk ke dalam dinding sel. Oleh karena itu diperlukan pemanasan. Pemanasan akan
membantu penyerapan zat warna utama (karbol fuchsin) menembus dinding selnya melalui
pemberian larutan pemucat (alkohol-HCl), bakteri tahan asam tetap berwarna merah sedangkan
pada bakteri tidak tahan asam zat warna utama akan luntur sehingga pada penambahan warna
kedua (Methylen blue) bakteri akan menyerap zat warna tersebut (biru).
Pada percobaan yang digunakan adalah Staphylococcus aureus, bakteri ini memiliki lapisan
lilin yang rendah atau tidak ada pada dinding selnya sehingga memberikan hasil negatif (Bakteri
ZN negatif) yang ditandai dengan warna biru-ungu. Mekanismenya adalah sebagai berikut:
1. Setelah pewarnaan ZN I menembus dinding sel yang kandungan lilinnya rendah, maka saat
diberi peluntur ZN II warna merah akan keluar dari sel. Lalu dengan penambahan
counterstain, warna biru akan masuk sehingga tampak dalam mikroskop bakteri tersebut
berwarna biru (ZN negatif)
2. Pada bakteri ZN positif akan menunjukkan warna merah karena setelah pemberian ZN I,
bakteri masih mengikat warna ZN I walaupun setelah pelunturan karena mengandung lapisan
lilin pada dinding selnya sehingga waktu diberi pewarna tandingan tetap memberikan warna
merah.
PEWARNAAN SPORA
Spora bakteri berfungsi sebagai mekanisme pertahanan dari lingkungan yang ekstrim.
Bakteri yang dapat membentuk spora berasal dari bakteri Gram Positif, seperti dari genus
Bacillus, Clostridium.
Lokasi spora membantu identifikasi berbagai spesies bakteri. Spora tahan terhadap proses
pewarnaan biasa, tetapi beberapa pewarna basa dapat dipaksa masuk ke dalam spora dengan cara
pemanasan (pori-pori spora membesar sehingga zat warna dapat masuk). Sekali spora menyerap
zat warna maka spora tidak mudah di dekolorisasi dilunturkan warnanya). Sedangkan zat warna
dapat dengan mudah dicuci dari sel vegetatif. Karena itu, saat olesan dicuci dan diberi pewarna
tandingan dengan zat warna kedua, spora akan tetap mempertahankan pewarna pertama dan sel
vegetatif akan menunjukkan warna dari pewarna kedua.
Fungsi zat warna yang digunakan dalam pewarnaan ini adalah:
21
Page 22
1. SF I sebagai pewarna dasar berupa larutan malachite-green
2. SF II sebagai conterstain berupa larutan fuchsin basa.
Pewarnaan spora termasuk salah satu contoh pewarnaan selektif. Spora umumnya dihasilkan
oleh familia Bacillaceae. Sel bakteri akan membentuk satu spora dan dilepas ke lingkungannya
setelah lepas dari sel vegetatifnya. Spora umumnya tidak terdapat pada kultur muda dan menjadi
banyak pada kultur yang tua. Pembentukkan spora segera terjadi pada kondisi lingkungan yang
tidak menguntungkan. Spora sangat tahan panas, kekeringan, radiasi, desinfektan dan
pembekuan untuk jangka waktu yang lama. Hal ini karena dinding spora lebih bersifat
impermeabel dan spora mengandung sangat sedikit air, sehingga keadaan ini menyebabkan spora
tidak mudah mengalami perubahan temperatur. Spora bakteri berfungsi sebagai mekanisme
pertahanan dan kelangsungan hidup jenis-jenis bakteri tertentu.
Letak spora dalam sel:
1. Terminal, jika spora dibentuk di daerah ujung sel
2. Subterminal, jika spora dibentuk di daerah dekat ujung sel
3. Sentral, jika spora dibentuk di daerah tengah-tengah sel
Larutan SF I berisi Malachite green sebagai pewarna untuk spora. Sehingga pada tahap
pewarnaan ini dilakukan pemanasan supaya dapat menembus dinding spora. Larutan ini memberi
warna hijau. Endospora sukar menyerap zat warna, tetapi sekali diberi zat warna, warna tersebut
sulit dilunturkan. Dalam praktikum pewarnaan spora pada bakteri Bacillus subtilis setelah diberi
warna safarin I ( larutan melachite green ) dilakukan pemanasan 2-3 menit yang ditujukan untuk
membantu masuknya pewarna menembus kulit spora yang tebal, dengan adanya pemanasan pori-
pori membesar , spora meregang dan zat warna dapat masuk dengan mudah. Pewarna pertama
untuk spora belum tentu malachite green, bisa juga menggunakan pewarna lain, misal karbol
fuksin yang berwarna merah, tapi proses tetap diikuti dengan pemanasan. Pada pewarnaan
karbon fuksin, spora berwarna merah. Malachite green segera masuk ke dalam spora dan spora
yang telah terpisah dari sel vegetatif akhirnya terlihat berwarna hijau pada perbesaran dengan
mikroskop. Selanjutnya karena spora telah terpisah dari sel vegetatif dan berwarna oleh safranin
I, maka sel vegetatif terakhir terlihat berwarna merah karena warna yang terserap adalah warna
merah dari safranin II yang terakhir diberikan dan dibiarkan 1 menit, dibilas dan dikeringkan.
Pembilasan dengan air akan melunturkan warna Malachite green dari sel vegetatif. Air berfungsi
sebagai agen dekolorisasi sel.
22
Page 23
Larutan SF II berisi larutan fuchsin basa atau dapat juga digunakan larutan safranin. Larutan
ini digunakan untuk mewarnai sel vegetatif sehingga timbul warna merah, warna ini tidak
mempengaruhi warna hijau dari spora.
Spora tahan proses pewarnaan biasa, tetapi beberapa pewarnaan biasa dapat dipaksa masuk
ke dalam spora dengan cara pemanasan (melalui pori-pori spora zat warna dapat masuk). Sekali
spora menyerap zat warna maka spora tidak mudah didekolorisasi (penghilangan warna),
sedangkan zat warna dapat dengan mudah dicuci dari sel vegetatif. Karena itu saat olesan dicuci
dan diberi pewarna tandingan dengan zat warna kedua, spora akan tetap mempertahankan
pewarna pertama dan sel vegetatif akan menunjukkan pewarna dari pewarna kedua. Larutan
pewarna dari pewarna gram tidak akan mewarnai spora dan akibatnya spora akan tampak tak
berwarna (transparan) dalam sitoplasma sel-sel bakteri yang diwarnai. Berikut merupakan
prosedur pewarnaan endospora dengan metode Schaeffer-Fulton.
Pada percobaan ini kami menemukan spora di dalam sel vegetatif, tetapi sudah terlepas dari
sel vegetatif. Untuk Bacillus subtilis letak sporanya di central (di tengah-tengah) sel vegetatif,
tetapi letak spora yang paling dominan berada di ujung terminal. Bakteri Bacillus subtilis
memiliki sel vegetatif berwarna merah dan spora berwarna hijau, serta memiliki bentuk batang
yang lebih besar daripada E.coli.
Pada E.coli tidak ditemukan adanya spora karena E.coli tidak menghasilkan spora, sehingga
hanya ditemui sel vegetatif berwarna merah. Bakteri yang tidak memiliki spora bisa disebabkan
beberapa faktor, seperti faktor lingkungan. Dalam lingkungan yang menguntungkan, spora
bergerminasi kembali menjadi sel vegetatif. Bila lingkungan tidak menguntungkan sel vegetatif
berubah menjadi spora.
23
Page 24
BAB VI
KESIMPULAN
Pembuatan preparat untuk pewarnaan harus difikasi terlebih dulu sebelum ditetesi larutan
pewarna (gram). Sebelum difikasi preparat harus benar-benar kering karena jika tidak
struktur bakteri akan berubah akibat bakteri terebus bersama air steril.
Pada pengamatan 1000x lensa objektif harus diberi minyak imersi terlebih dulu untuk
memfokuskan cahaya.
Pembuatan olesan tidak boleh terlalu tebal, karena akan membuat sel bakteri bertumpuk
sehingga sukar untuk menentukan bentuk sel secara individu.
Pensuspensian harus merata dan tipis supaya pengamatan bakteri mudah, terutama pada
medium padat cenderung saling melekat dengan sesamanya
PEWARNAAN ZN
- Pewarnaan ZN disebut juga pewarnaan tahan asam
- ZN positif ditunjukkan dengan warna merah, sedangkan ZN negatif berwarna biru.
- Staphylococcus aureus memberikan ungu, yang berarti bakteri ini termasuk ke dalam ZN
negatif. Sehingga dapat disimpulkan bakteri ini tidak tahan asam
- Pemanasan menyebabkan zat warna mudah masuk.
- Letak spora pada bakteri ada tiga yaitu terminal,subterminal dan sentral. Adanya spora
ditunjukkan dengan warna hijau.
24
Page 25
Ukuran dan letak endospora di dalm sel merupakan ciri-ciri yang digunakan untuk
membedakan spesies-spesies bakeri yang membentuknya. Bacillus subtilis tergolong pada jenis
bacillus yang dapat membentuk suatu struktur dalam sel pada tempat- tempat yang khas disebut
endospora. Spora dapat diamati dengan pewarnaan spora terlihat spora berwarna hijau dan letak
spora pada sel vegetatif terletak pada sentral, terminal, dan subterminal
Endospora pada Bacillus dapat membuat bakteri Bacillus bertahan hidup dalam keadaan
kekurangan nutrient, tahan terhadap panas dan unsur-unsur fisik lainnya seperti pembekuan,
kekeringan, radiasi ultraviolet serta terhadap bahan-bahan kimia sehingga dibutuhkan usaha yang
keras untuk mewarnai spora dengan pewarna khusus untuk dapat menembus endospora serta
pemanasan yang cukup untuk memuaikan spora agar pewarna bisa masuk.
25
Page 26
DAFTAR PUSTAKA
Budiyanto, Moch. Agus Krisno. 2002. Mikrobiologi Terapan. Malang : Universitas
Muhammadiyah Malang.
Drs. Koes Irianto. 2006. Mikrobiologi : Menguak Dunia Organisme. Bandung :
Penerbit Yrama Widya.
Entjang Indan. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Michael,j.Pelczar,jr,E.S.C Chan, Merna Foss Pelczar 1986.Dasar-Dasar
Mikrobiologi.Jakarta:UI-Press
Gerard Bonang,Enggar S.Koeswardono 1982.Mikrobiologi kedokteran:Untuk
Laboratorium dan Klinik.Jakarta:Gramedia.
Hadioetomo & Ratna Siri. 1990. Mikrobiaologi Dasar dan Praktek. Jakarta: PT
Gramedia.
Bibiana. 1992. Mikrobiologi. Jakarta : CV. Rajawali
Dwijosepotro, D. 1978. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : Djambatan.
Entjang, Indah. 2003. Mikrobiologi dan Patofisiologi Untuk Akademi Keperawatan
dan Sekolah Tenaga Kesehatan yang Sederajat. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
FK Universitas Indonesia. 1993. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : FK Universitas
Indonesia.
Gupte, Satish. 1982. Mikrobiologi Dasar edisi 3. Jakarta : Binarupa Aksara
Staff Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1993. Mikrobiologi
Kedokteran. Jakarta : Binarupa Aksara.
Waluyo, Iud. 2004. Mikrobiologi Umum. Malang : Universitas Muhammadiyah.
26