K O M P A S , M I N G G U , 2 2 S E P T E M BE R 2019 10 Gaya Hidup Figur Langkah Kesadaran Tjok Gde Lahir sebagai bangsawan Bali, Tjok Gde Kerthyasa adalah sosok yang membumi. Jalan hidup membawanya menjadi pembimbing bagi banyak orang untuk menempuh jalan kesembuhan. Dalam darah keluarga besarnya di Puri Ubud, mengalir keturunan balian atau penyembuh. MAWAR KUSUMA WULAN J alan sebagai penyembuh tak lepas dari tanggung ja- wab yang muncul sebagai bagian dari keluarga besar Puri Ubud di Bali. Ayahandanya, Tjok Raka Kerthyasa, menjabat bendesa agung atau kepala adat wilayah Ubud. Keluarga Kerth- yasa juga adalah penjaga mata air suci dan air inilah yang menjadi salah satu bahan untuk remedi homeopati. Hari-hari Tjok Gde lantas di- isi tugas sebagai penyembuh hingga kesibukan menjalankan tugas adat. ”Saya dari keluarga yang bertugas untuk melin- dungi rakyatnya di Bali. Jadi ada rasa tanggung jawab untuk me- lindungi keselamatan. Dulu mungkin bentuknya ksatria. Za- man sekarang, syukur kita eng- gak usah berperang lagi. Ada keturunan penyembuh dalam keluarga,” ujar Tjok Gde. Seorang balian bisa memper- oleh ilmu tentang penyembuh- an dengan cara belajar atau dikenal sebagai istilah balian usada. Namun, ada pula balian yang belajar langsung dari bi- sikan alam secara intuitif. ”Mengapa saya memilih ka- sarnya pekerjaan mendengar- kan masalah orang setiap hari? Kadang ada yang kita pilih sen- diri dalam hidup dan kadang kita dapat pengarahan dari atas,” tambahnya. Ditemui di Jakarta, Agustus lalu, Tjok Gde baru saja me- rampungkan pelatihan tentang penyembuhan homeopati. Le- wat homeopati, tubuh diber- dayakan menyembuhkan diri sendiri dengan bantuan ekstrak bahan alami berdosis sangat en- cer. Tjok Gde mempelajari ilmu tentang homeopati ini di Ju- rusan Ilmu Kesehatan Univer- sity of New England dan Aus- tralasian College of Natural Therapies Sydney di Australia. Selain membagikan ilmu ten- tang penyembuhan dari diri sendiri kepada sebanyak mung- Warga akan datang ke Puri Ubud untuk mencari solusi terkait berbagai hal, mulai da- ri ritual adat, Asta Kosala Kosali (penempatan bangun- an pura atau candi), hingga politik atau masalah emosi- onal. ”Syukur bapak saya ma- sih sangat aktif. Jadi, saya diberi kesempatan menjalan- kan profesi saya tanpa batas. Saya kebetulan senang ikut acara adat,” ujarnya. Sering kali peran dalam ke- giatan adat dan sebagai pe- nyembuh ini pun saling me- lengkapi. Ketika ada upacara adat, ada saja orang yang da- tang ke Tjok Gde untuk ber- tanya tentang beragam ma- salah kesehatan. ”Saya harus menyeimbangkan energi ke sana dan ke kerjaan saya ini,” tambah Tjok Gde yang se- belumnya juga terjun ke bisnis perhotelan hingga musik. Ketika kehidupan adat di Bali dirasa sudah terlalu ra- mai, Tjok Gde menyeimbang- kan energi dengan pulang ke Australia. Ibundanya, Jero Asri Kerthyasa, yang dulunya bernama Jane Gillespie, ber- asal dari Australia. Di Aus- tralia, Tjok Gde yang dari kecil suka meracik ini juga mengelola bisnis perusahaan teh premium. ”Setiap kali saya balik ke Australia, yang saya rindukan suasana kehangatan kehidup- an di Bali. Yang saya rindukan ketika di Bali adalah rasa ke- sepian yang ada di Australia. Blessing and curse. Blessing karena dapat dua pandangan. Penderitaan karena selalu ka- ngen salah satunya,” ujarnya. Jalan hidup Sangat mencintai alam, ja- lan hidup mengarahkan Tjok Gde menjalani peran dalam bidang kesehatan dan kehi- dupan spiritual. Di sisi lain, ia juga mendalami latihan per- napasan yang disebutnya se- bagai tindakan pengobatan holistik yang pertama kali dia dalami. Sejak dia berusia sekitar 21 tahun, ibundanya sudah mengarahkan untuk konsul- tasi ke pelatih pernapasan. Kala itu, ia sangat bergantung pada obat asma yang dibawa ke mana pun pergi. Setelah beberapa kali menjalani la- tihan pernapasan, asma mu- lai membaik. Tanpa obat, la- tihan pernapasan memban- tunya meningkatkan kualitas hidup dan mengatasi penya- kit. Hal ini menjadi pengalam- an pertama, Tjok Gde me- rasakan tubuhnya bisa me- nyembuhkan diri sendiri. Ke- sempatan untuk menyem- buhkan diri sendiri ini di- percaya menjadi bagian dari hak asasi sebagai manusia. Penyembuhan dari dalam diri sendiri ini pula yang selalu ditekankannya dengan ho- meopati. Homeopati diciptakan oleh Samuel Hahnemann dari Jer- man pada 1796. Namun, prin- sip homeopati sudah digu- nakan sejak ribuan tahun la- lu, seperti pengobatan pada masa Hippocrates, pengobat- an tradisional China, Ayurve- da, dan banyak sistem peng- obatan kuno lain di seluruh dunia. Prinsip utama home- opati adalah similia similibus curantur atau unsur yang se- rupa dapat menyembuhkan yang serupa. Dalam homeopati, remedi atau obat dipilih dari ribuan unsur alam. Setiap elemen, misalnya tanaman, dibuat menjadi larutan, kemudian larutan ini diencerkan dan diberikan getaran. Proses ini dilakukan dengan derajat yang bervariasi, tergantung potensi yang diinginkan. Remedi dari ekstrak bahan alami ini hanya diguna- kan sebagai pemicu bagi tu- buh untuk menyembuhkan diri. Kecintaan Tjok Gde pada homeopati berawal dari ke- tertarikannya dengan jamu dan segala macam teh. Ia lan- tas merasakan manfaat dari konsumsi tanaman organik. ”Ibu saya membesarkan saya dan adik-adik enggak 100 persen alami, tetapi dengan kesadaran. Dulu, selalu ada kiriman sayur organik. Sudah ada yang tertanam,” ujarnya. Pelayanan kedokteran mo- dern juga membuatnya tak puas ketika mengajak putra pertamanya berobat. Setelah punya anak, Tjok Gde se- makin mengerti tentang pen- tingnya kesehatan. Sebagai pasien, ia merasa sangat pasif dan harus menerima racikan obat yang sama sekali tidak tahu isi dan efeknya. Pada saat anaknya berusia lima bulan, Tjok Gde me- mutuskan kembali kuliah un- tuk mendalami metode peng- obatan dengan sarana alami atau naturopathy . Namun, ke- tika putranya kembali sakit bronkitis, ternyata obat her- bal tidak bisa membantu un- tuk anak di bawah usia satu tahun. Dosennya lantas me- nyarankan untuk menjajal homeopati yang tingkat pengencerannya sangat tinggi sehingga aman bagi bayi atau- pun lansia. Tingkat keamanan yang tinggi menjadi salah satu ke- lebihan homeopati. ”Saya memang keras kepala. Saya mau tes ini. Saya ke beberapa praktisi homeopati. Ada hasil yang luar biasa dan dari hari itu saya sudah tahu itu profesi yang akan saya dalami. Ini bagian dari satu perjalanan yang ingin mendekatkan diri dengan alam semesta dengan diri yang sejati,” kata Tjok Gde. Agar semakin banyak orang bisa terbantu, Tjok Gde tak henti membagikan materi pengajaran tentang homeo- pati. Kemampuan tubuh me- nyembuhkan diri sendiri se- harusnya menjadi kemampu- an dasar yang bisa dimiliki setiap orang. ”Di dunia sekarang ini kita semakin menjauh dari alam. Kita berpisah dengan un- sur-unsur pokok yang mem- beri kita kehidupan. Di ham- pir setiap rumah, dulu pasti ada nenek atau kakek yang bisa menyembuhkan. Yang mengerti tanaman. Ilmu itu semakin hilang dan enggak ada penerusnya. Saya ingin mengembalikan itu dalam bentuk homeopati,” ujar Tjok Gde. Bagi Tjok Gde, homeopati jadi langkah kesadaran. Ia pun saat ini sedang dalam tahap mewujudkan mimpi membuat sekolah untuk pengajaran homeopati dan menjajal hidup sebagai petani organik. Semakin mendekat ke alam, langkah kesadaran membawanya pada kesem- purnaan dalam keseder- hanaan. Tjok Gde Kerthyasa Pekerjaan: - Pendiri Tirta Usada Holistic Health - Praktisi Pengobatan Homeopati Pendidikan: - Bachelor of Health Science (Homeopathy) dari University of New England - Advanced Diploma of Home- opathy dari Australasian College of Natural Therapies, Sydney. Kegiatan lain: - Pemandu Acara Program Televisi ”Nature Life” yang tayang di Trans TV, termasuk di Singapura dan Malaysia - Penulis Buku “Sehat Alami secara Holistic” FOTO-FOTO: KOMPAS/YUNIADHI AGUNG kin orang, Tjok Gde juga mem- buka ruang konsultasi di tem- pat praktiknya di Tirta Usada Holistic Health di Ubud, Bali. ”Saya sebaliknya malah kewa- lahan karena saking banyaknya (pasien). Banyak yang complain enggak bisa konsultasi,” ujar Tjok Gde tentang tingginya mi- nat pada homeopati. Bertemu pasien dengan bera- gam keluhan, mulai dari pe- nyakit fisik, kasus hormonal, hingga mental emosi kejiwaan, tak lantas membuatnya menye- rap energi negatif. Pelajaran pa- ling berat bagi seorang penyem- buh adalah untuk ”tidak me- lekat” atau non-attachment. Pe- nyembuh dituntut obyektif dan belajar menjadi obyektif, tanpa masuk ke dalam drama atau cerita seseorang. ”Sebab, sebenarnya di dunia ini tidak ada yang mutlak buruk dan mutlak baik. Enggak ada yang selalu negatif selalu positif. Semakin kita lepas dari cerita baik dan buruk, semakin kita enggak diganggu atau menyerap energi negatif. Semakin me- mandang sesuatu buruk, jelas kita akan menyerap energi ne- gatifnya,” kata Tjok Gde. Sempurna yang sederhana Satu hal yang dipercayai oleh Tjok Gde adalah hadirnya ke- sempurnaan dalam kesederha- naan. ”Saya enggak selalu hidup sederhana. Namun, semakin menjalani yang sederhana, jus- tru semakin nyaman, semakin damai, semakin berenergi. Mengutamakan yang pen- ting-penting saja. Namun, me- mang tantangan juga. Tuntutan banyak,” tambahnya. Tuntutan adat sebagai orang Bali, misalnya, bisa dibilang cu- kup berat. Tjok Gde mencon- tohkan peran sang ayah sebagai bendesa agung Ubud. Selain meneruskan tradisi spiritual dan kebudayaan, seorang ben- desa juga dipandang sebagai re- ceiver dari sinyal alam. Tjok Gde