Top Banner
1 | Filsafat Sains BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembahasan filsafat, epistemologi dikenal sebagai sub sistem dari filsafat. Sistem filsafat disamping meliputi epistemologi, juga ontologi dan aksiologi. Epistemologi adalah teori pengetahuan, yaitu kajian yang membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek yang ingin dipikirkan. Ontologi adalah teori tentang “ada”, yaitu tentang apa yang dipikirkan, yang menjadi objek pemikiran. Sedangkan aksiologi adalah teori tentang nilai, yang membahas tentang manfaat, kegunaan maupun fungsi dari objek yang dipikirkan itu. Oleh karena itu, ketiga sub sistem ini biasanya disebutkan secara berurutan, mulai dari ontologi, epistemologi, kemudian aksiologi. Dengan gambaran senderhana dapat dikatakan, ada sesuatu yang dipikirkan (ontologi), lalu dicari cara-cara memikirkannnya (epistemologi), kemudian timbul hasil pemikiran yang memberikan suatu manfaat atau kegunaan (aksiologi). Demikian juga, setiap jenis pengetahuan selalu mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan ini saling berkaitan. Ontologi ilmu terkait dengan epistemologi ilmu, epistemologi ilmu terkait dengan aksiologi ilmu dan seterusnya. Kalau kita ingin membicarakan epistemologi ilmu, maka hal ini harus dikaitkan dengan ontologi dan aksiologi ilmu. Secara detail, tidak mungkin bahasan epistemologi terlepas sama sekali dari ontologi dan aksiologi. Apalagi bahasan yang didasarkan model berpikir sistemik, justru ketiganya harus senantiasa dikaitkan. Keterkaitan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi, seperti juga lazimnya keterkaitan masing-masing sub sistem dalam suatu sistem, membuktikan betapa sulit untuk menyatakan yang satu lebih penting dari yang lain, sebab ketiga- tiganya memiliki fungsi sendiri-sendiri yang berurutan dalam mekanisme pemikiran. Hal ini akan lebih jelas lagi, jika kita renungkan bahwa meskipun terdapat objek pemikiran, tetapi jika tidak terdapat cara-cara berpikir, maka objek
21

Landasan-Landasan Filsafat Ilmu - Dana Santika - Fisika - Undiksha

Aug 04, 2015

Download

Documents

Dana Santika
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Landasan-Landasan Filsafat Ilmu - Dana Santika - Fisika - Undiksha

1 | F i l s a f a t S a i n s

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam pembahasan filsafat, epistemologi dikenal sebagai sub sistem dari

filsafat. Sistem filsafat disamping meliputi epistemologi, juga ontologi dan

aksiologi. Epistemologi adalah teori pengetahuan, yaitu kajian yang membahas

tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan dari objek yang ingin

dipikirkan. Ontologi adalah teori tentang “ada”, yaitu tentang apa yang dipikirkan,

yang menjadi objek pemikiran. Sedangkan aksiologi adalah teori tentang nilai,

yang membahas tentang manfaat, kegunaan maupun fungsi dari objek yang

dipikirkan itu. Oleh karena itu, ketiga sub sistem ini biasanya disebutkan secara

berurutan, mulai dari ontologi, epistemologi, kemudian aksiologi. Dengan

gambaran senderhana dapat dikatakan, ada sesuatu yang dipikirkan (ontologi),

lalu dicari cara-cara memikirkannnya (epistemologi), kemudian timbul hasil

pemikiran yang memberikan suatu manfaat atau kegunaan (aksiologi). Demikian

juga, setiap jenis pengetahuan selalu mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai

apa (ontologi), bagaimana (epistemologi) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan

tersebut disusun.

Ketiga landasan ini saling berkaitan. Ontologi ilmu terkait dengan

epistemologi ilmu, epistemologi ilmu terkait dengan aksiologi ilmu dan

seterusnya. Kalau kita ingin membicarakan epistemologi ilmu, maka hal ini harus

dikaitkan dengan ontologi dan aksiologi ilmu. Secara detail, tidak mungkin

bahasan epistemologi terlepas sama sekali dari ontologi dan aksiologi. Apalagi

bahasan yang didasarkan model berpikir sistemik, justru ketiganya harus

senantiasa dikaitkan.

Keterkaitan antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi, seperti juga lazimnya

keterkaitan masing-masing sub sistem dalam suatu sistem, membuktikan betapa

sulit untuk menyatakan yang satu lebih penting dari yang lain, sebab ketiga-

tiganya memiliki fungsi sendiri-sendiri yang berurutan dalam mekanisme

pemikiran. Hal ini akan lebih jelas lagi, jika kita renungkan bahwa meskipun

terdapat objek pemikiran, tetapi jika tidak terdapat cara-cara berpikir, maka objek

Page 2: Landasan-Landasan Filsafat Ilmu - Dana Santika - Fisika - Undiksha

2 | F i l s a f a t S a i n s

pemikiran itu akan “diam”, sehingga tidak diperoleh pengetahuan apapun. Begitu

juga, seandainya objek pemikiran dan cara-cara berpikirnya sudah ada, tetapi

tidak diketahui manfaat apa saja yang bisa dihasilkan dari sesuatu yang dipikirkan

itu, maka hanya akan sia-sia. Jadi, ketiganya adalah interelasi dan interdependensi

(saling berkaitan dan saling bergantung).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka terdapat beberapa

permasalahan yang akan dijadikan sebagai panduan dalam penyusunan makalah

ini.

a. Bagaimanakah konsep landasan ontologis, landasan epistimologis, dan

landasan aksiologis itu?

b. Apa landasan ontologis, landasan epistimologis, dan landasan aksiologis

ilmu fisika?

c. Ilmu apa saja yang memiliki dan tidak memiliki landasan ontologis,

landasan epistimologis, dan landasan aksiologis?

1.3 Tujuan Penulisan

Sejalan dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan dari

penulisan ini adalah sebagai berikut.

a. Mendeskripsikan konsep landasan ontologis, landasan epistimologis, dan

landasan aksiologis.

b. Mendeskripsikan landasan ontologis, landasan epistimologis, dan landasan

aksiologis ilmu fisika.

c. Mengidentifikasi ilmu-ilmu yang memiliki dan tidak memiliki landasan

ontologis, landasan epistimologis, dan landasan aksiologis.

Page 3: Landasan-Landasan Filsafat Ilmu - Dana Santika - Fisika - Undiksha

3 | F i l s a f a t S a i n s

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Landasan Ontologis

Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan

berasal dari Yunani. Kajian tersebut membahas tentang keberadaan sesuatu yang

bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis

dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada masanya, kebanyakan orang

belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai

filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi

terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting

ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu

substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri).

Ontologi terdiri dari dua suku kata, yakni ontos dan logos. Ontos berarti

sesuatu yang berwujud (being) dan logos berarti ilmu. Jadi ontologi adalah bidang

pokok filsafat yang mempersoalkan hakikat keberadaan segala sesuatu yang ada

menurut tata hubungan sistematis berdasarkan hukum sebab akibat yaitu ada

manusia, ada alam, dan ada kausa prima dalam suatu hubungan yang menyeluruh,

teratur, dan tertib dalam keharmonisan (Suparlan Suhartono, 2007). Ontologi

dapat pula diartikan sebagai ilmu atau teori tentang wujud hakikat yang ada.

Obyek ilmu atau keilmuan itu adalah dunia empirik, dunia yang dapat dijangkau

pancaindera. Dengan demikian, obyek ilmu adalah pengalaman inderawi. Dengan

kata lain, ontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hakikat sesuatu yang

berwujud (yang ada) dengan berdasarkan pada logika semata. Pengertian ini

didukung pula oleh pernyataan Runes bahwa “ontology is the theory of being qua

being”, artinya ontologi adalah teori tentang wujud.

Obyek telaah ontologi adalah yang ada. Studi tentang yang ada, pada dataran

studi filsafat pada umumnya dilakukan oleh filsafat metafisika. Istilah ontologi

banyak digunakan ketika kita membahas yang ada dalam konteks filsafat ilmu.

Ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan

tertentu. Ontologi membahas tentang yang ada yang universal, menampilkan

pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam

Page 4: Landasan-Landasan Filsafat Ilmu - Dana Santika - Fisika - Undiksha

4 | F i l s a f a t S a i n s

setiap kenyataan, atau dalam rumusan Lorens Bagus; menjelaskan yang ada yang

meliputi semua realitas dalam semua bentuknya. Berdasarkan hal tersebut, maka

dapat dikatakan bahwa obyek formal dari ontologi adalah hakikat seluruh realitas.

Hal senada juga dilontarkan oleh Jujun Suriasumantri (2000: 34 – 35), bahwa

ontologi membahas apa yang ingin diketahui atau dengan kata lain merupakan

suatu pengkajian mengenai teori tentang ada. Dasar ontologis dari ilmu

berhubungan dengan materi yang menjadi obyek penelaahan ilmu. Berdasarkan

obyek yang telah ditelaahnya, ilmu dapat disebut sebagai pengetahuan empiris,

karena obyeknya adalah sesuatu yang berada dalam jangkauan pengalaman

manusia yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca

indera manusia. Berlainan dengan agama dan bentuk-bentuk pengetahuan lain,

ilmu membatasi diri hanya kepada kejadian-kejadian yang bersifat empiris, selalu

berorientasi terhadap dunia empiris.

Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan

yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat

tentang apa dan bagaimana (yang) “ada” itu (being, sein, het zijn). Paham monism

yang terpecah menajdi idealism atau spiritualisme, paham dualism, pluralism

dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologik yang pada akhirnya

menentukan pendapa bahkan keyakinan kita masing-masing mengenai apa dan

bagaimana (yang) “ada” sebagaimana manifestasi kebenaran yang kita cari.

Ontologi sebagai cabang filsafat yang membicarakan tentang hakikat benda

bertugas untuk memberikan jawaban atas pertanyaan “apa sebenarnya realitas

benda itu? Apakah sesuai dengan wujud penampakannya atau tidak?”. Dari teori

hakikat (ontologi) ini kemudian muncullah beberapa aliran dalam filsafat, antara

lain:

1. Filsafat Materialisme

2. Filsafat Idealisme

3. Filsafat Dualisme

4. Filsafat Skeptisisme

5. Filsafat Agnostisisme

Argumen ontologis ini pertama kali dilontarkan oleh Plato (428-348 SM)

dengan teori ideanya. Menurut Plato, tiap-tiap yang ada di alam nyata ini mesti

Page 5: Landasan-Landasan Filsafat Ilmu - Dana Santika - Fisika - Undiksha

5 | F i l s a f a t S a i n s

ada ideanya. Idea yang dimaksud oleh Plato adalah definisi atau konsep universal

dari tiap sesuatu. Plato mencontohkan pada seekor kuda, bahwa kuda mempunyai

idea atau konsep universal yang berlaku untuk tiap-tiap kuda yang ada di alam

nyata ini, baik itu kuda yang berwarna hitam, putih ataupun belang, baik yang

hidup ataupun sudah mati. Idea kuda itu adalah faham, gambaran atau konsep

universal yang berlaku untuk seluruh kuda yang berada di benua manapun di

dunia ini.

Demikian pula manusia punya idea. Idea manusia menurut Plato adalah badan

hidup yang kita kenal dan bisa berpikir. Dengan kata lain, idea manusia adalah

“binatang berpikir”. Konsep binatang berpikir ini bersifat universal, berlaku untuk

seluruh manusia besar-kecil, tua-muda, lelaki-perempuan, manusia Eropa, Asia,

India, China, dan sebagainya. Tiap-tiap sesuatu di alam ini mempunyai idea. Idea

inilah yang merupakan hakikat sesuatu dan menjadi dasar wujud sesuatu itu. Idea-

idea itu berada dibalik yang nyata dan idea itulah yang abadi. Benda-benda yang

kita lihat atau yang dapat ditangkap dengan panca indera senantiasa berubah.

karena itu, ia bukanlah hakikat, tetapi hanya bayangan, kopi atau gambaran dari

idea-ideanya. Dengan kata lain, benda-benda yang dapat ditangkap dengan panca

indera ini hanyalah khayal dan illusi belaka. Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa ontologi mengkaji tentang “the study of the nature of existence and being

in the abstract” atau “the science of being and universal order”.

Argumen ontologis kedua diajukan oleh St. Augustine (354 – 430 M).

Menurut Augustine, manusia mengetahui dari pengalaman hidupnya bahwa dalam

alam ini ada kebenaran. Namun, akal manusia terkadang merasa bahwa ia

mengetahui apa yang benar, tetapi terkadang pula merasa ragu-ragu bahwa apa

yang diketahuinya itu adalah suatu kebenaran. Menurutnya, akal manusia

mengetahui bahwa di atasnya masih ada suatu kebenaran tetap (kebenaran yang

tidak berubah-ubah), dan itulah yang menjadi sumber dan cahaya bagi akal dalam

usahanya mengetahui apa yang benar. Kebenaran tetap dan kekal itulah kebenaran

yang mutlak. Kebenaran mutlak inilah oleh Augustine disebut Tuhan.

Ontologi sebagai cabang filsafat yang membicarakan tentang hakikat benda

bertugas untuk memberikan jawaban atas pertanyaan “apa sebenarnya realitas

benda itu? apakah sesuai dengan wujud penampakannya atau tidak?”. Dari teori

Page 6: Landasan-Landasan Filsafat Ilmu - Dana Santika - Fisika - Undiksha

6 | F i l s a f a t S a i n s

hakikat (ontologi) ini kemudian muncullah beberapa aliran dalam persoalan

keberadaan, yaitu:

1. Keberadaan Dipandang dari Segi Jumlah (Kuantitas)

a. Monisme, aliran yang menyatakan bahwa hanya satu keadaan

fundamental. Kenyataan tersebut dapat berupa jiwa, materi, Tuhan atau

substansi lainnya yang tidak dapat diketahui.

b. Dualisme, aliran yang menganggap adanya dua substansi yang masing-

masing berdiri sendiri. Misal dunia indera (dunia bayang-bayang) dan

dunia intelek (dunia ide).

c. Pluralisme, aliran yang tidak mengakui adanya sesuatu substansi atau dua

substansi melainkan banyak substansi, misalnya hakikat kenyataan terdiri

dari empat unsur yaitu udara, api, air dan tanah (empedogles).

2. Keberadaan Dipandang dari Segi Sifat (Kualitas)

a. Spiritualisme, mengandung arti ajaran yang menyatakan bahwa kenyataan

yang terdalam adalah roh yaitu roh yang mengisi dan mendasari seluruh

alam.

b. Materialisme, adalah pandangan yang menyatakan bahwa tidak ada hal

yang nyata kecuali materi.

3. Keberadaan dipandang dari segi proses, kejadian, atau perubahan

a. Mekanisme (serba mesin), menyatakan bahwa semua gejala atau peristiwa

dapat dijelaskan berdasarkan asas mekanik (mesin).

b. Teleologi (serba tujuan), berpendirian bahwa yang berlaku dalam kejadian

alam bukanlah kaidah sebab akibat tetapi sejak semula memang ada

sesuatu kemauan atau kekuatan yang mengarahkan alam ke suatu tujuan.

c. Vitalisme, memandang bahwa kehidupan tidak dapat sepenuhnya

dijelaskan secara fisika, kimia, karena hakikatnya berbeda dengan yang tak

hidup.

d. Organisisme (lawannya mekanisme dan vitalisme). Menurut organisisme,

hidup adalah suatu struktur yang dinamik, suatu kebulatan yang memiliki

bagian-bagian yang heterogen, akan tetapi yang utama adalah adanya

sistem yang teratur.

Page 7: Landasan-Landasan Filsafat Ilmu - Dana Santika - Fisika - Undiksha

7 | F i l s a f a t S a i n s

2.2 Landasan Epistimologis

a. Definisi Epistimologis

Epistomologi berasal dari bahasa Yunani ”episteme” dan ”logos”.

“Episteme” berarti pengetahuan (knowledge), “logos” berarti teori. Dengan

demikian epistomologi secara etimologis berarti teori pengetahuan. (Rizal,

2001: 16). Epistomologi mengkaji mengenai apa sesungguhnya ilmu, dari

mana sumber ilmu, serta bagaimana proses terjadinya. Dengan

menyederhanakan batasan tersebut, Brameld (dalam Mohammad Noor Syam,

1984: 32) mendefinisikan epistomologi sebagai “it is epistemology that gives

the teacher the assurance that he is conveying the truth to his student”.

Definisi tersebut dapat diterjemahkan sebagai “epistomologi memberikan

kepercayaan dan jaminan bagi guru bahwa ia memberikan kebenaran kepada

murid-muridnya”. Disamping itu banyak sumber yang mendefinisikan

pengertian Epistomologi diantarannya:

a. Epistemologi adalah cabang ilmu filasafat yang menengarai masalah-

masalah filosofikal yang mengitari teori ilmu pengetahuan.

b. Epistomologi adalah pengetahuan sistematis yang membahas tentang

terjadinnya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan,

metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran

pengetahuan (Ilmiah).

c. Epistomologi adalah cabang atau bagian filsafat yang membicarakan

tentang pengetahuan yaitu tentang terjadinnya pengetahuan dan kesahihan

atau kebenaran pengetahuan.

d. Epistomologi adalah cara bagaimana mendapatkan pengetahuan, sumber-

sumber pengetahuan, ruang lingkup pengetahuan.

b. Aliran-aliran Epistimologis

Epistemologi ilmu, meliputi sumber, sarana, tatacara menggunakan sarana

tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenai pilihan

landasan ontologik akan dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam

menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal (verstand), akal budi (vernuft),

pengalaman, atau kombinasi antara akal dan pengalaman, intuisi, merupakan

Page 8: Landasan-Landasan Filsafat Ilmu - Dana Santika - Fisika - Undiksha

8 | F i l s a f a t S a i n s

sarana yang dimaksud dalam epistemologi, sehingga dikenal model-model

epistemologik seperti rasionalisme, empirisme, kritisisme, dan positivisme.

Berikut adalah aliran-aliran dalam epistemologis.

1. Rationalisme

Aliran ini berpendapat semua pengetahuan bersumber dari akal pikiran

atau ratio. Tokohnya antara lain: Rene Descrates (1596 – 1650), yang

membedakan adanya tiga idea, yaitu: innate ideas (idea bawaan), yaitu

sejak manusia lahir, adventitinous ideas, yaitu idea yang berasal dari luar

manusia, dan faktitinous ideas, yaitu idea yang dihasilkan oleh pikiran itu

sendiri. Tokoh lain yaitu: Spinoza (1632-1677), Leibniz (1666-1716).

2. Empirisme

Aliran ini berpendirian bahwa semua pengetahuan manusia diperoleh

melalui pengalaman indera. Indera memperoleh pengalaman (kesan-kesan)

dari alam empiris, selanjutnya kesan-kesan tersebut terkumpul dalam diri

manusia menjadi pengalaman. Tokohnya antara lain sebagai berikut.

a. John Locke (1632-1704), berpendapat bahwa pengalaman dapat

dibedakan menjadi dua macam yaitu: (a) pengalaman luar (sensation),

yaitu pengalaman yang diperoleh dari luar, dan (b) pengalaman dalam,

batin (reflexion). Kedua pengalaman tersebut merupakan idea yang

sederhana yang kemudian dengan proses asosiasi membentuk idea

yang lebih kompleks.

b. David Hume (1711-1776), yang meneruskan tradisi empirisme. Hume

berpendapat bahw ide yang sederhana adalah salinan (copy) dari

sensasi-sensasi sederhana atau ide–ide yang kompleks dibentuk dari

kombinasi ide-ide sederhana atau kesan–kesan yang kompleks. Aliran

ini kemudian berkembang dan mempunyai pengaruh yang sangat besar

terhadap perkembangan ilmu pengetahuan terutama pada abad 19 dan

20.

3. Realisme

Realisme merupakan suatu aliran filsafat yang menyatakan bahwa obyek-

obyek yang kita serap lewat indera adalah nyata dalam diri obyek tersebut.

Obyek-obyek tersebut tidak tergantung pada subjek yang mengetahui atau

Page 9: Landasan-Landasan Filsafat Ilmu - Dana Santika - Fisika - Undiksha

9 | F i l s a f a t S a i n s

dengan kata lain tidak tergantung pada pikiran subjek. Pikiran dan dunia

luar saling berinteraksi, tetapi interaksi tersebut mempengaruhi sifat dasar

dunia tersebut. Dunia telah ada sebelum pikiran menyadari serta akan tetap

ada setelah pikiran berhenti menyadari. Tokoh aliran ini antara lain:

Aristoteles (384-322 SM), menurut Aristoteles, realitas berada dalam

benda-benda kongkrit atau dalam proses-proses perkembangannya. Dunia

yang nyata adalah dunia yang kita cerap. Bentuk (form) atau idea atau

prinsip keteraturan dan materi tidak dapat dipisahkan. Kemudian aliran ini

terus berkembang menjadi aliran realisme baru dengan tokoh George

Edward Moore, Bertrand Russell, sebagai reaksi terhadap aliran idealisme,

subjektivisme dan absolutisme. Menurut realisme baru: eksistensi obyek

tidak tergantung pada diketahuinya obyek tersebut.

4. Kritisisme

Kritisisme menyatakan bahwa akal menerima bahan-bahan pengetahuan

dari empiri (yang meliputi indera dan pengalaman). Kemudian akal akan

menempatkan, mengatur, dan menertibkan dalam bentuk-bentuk

pengamatan yakni ruang dan waktu. Pengamatan merupakan permulaan

pengetahuan sedangkan pengolahan akal merupakan pembentukannya.

Tokoh aliran ini adalah Immanuel Kant (1724-1804). Kant mensintesakan

antara rasionalisme dan empirisme.

5. Positivisme

Tokoh aliran ini diantaranya adalah August Comte,yang memiliki

pandangan sejarah perkembangan pemikiran umat manusia dapat

dkelompokkan menjadi tiga tahap, yaitu:

a. Tahap Theologis, yaitu manusia masih percaya pengetahuan atau

pengenalan yang mutlak. Manusia pada tahap ini masih dikuasai oleh

tahyul-tahyul sehingga subjek dengan obyek tidak dibedakan.

b. Tahap Metafisis, yaitu pemikiran manusia berusaha memahami dan

memikirkan kenyataan akan tetapi belum mampu membuktikan

dengan fakta.

c. Tahap Positif, yang ditandai dengan pemikiran manusia untuk

menemukan hukum-hukum dan saling hubungan lewat fakta. Maka

Page 10: Landasan-Landasan Filsafat Ilmu - Dana Santika - Fisika - Undiksha

10 | F i l s a f a t S a i n s

pada tahap ini pengetahuan manusia dapat berkembang dan dibuktikan

lewat fakta (Harun H, 1983: 110 dibandingkan dengan Ali Mudhofir,

1985: 52, dlm Kaelan, 1991: 30)

6. Skeptisisme

Menyatakan bahwa pencerapan indera adalah bersifat menipu atau

menyesatkan. Namun pada zaman modern berkembang menjadi

skeptisisme medotis (sistematis) yang mensyaratkan adanya bukti sebelum

suatu pengalaman diakui benar. Tokoh skeptisisme adalah Rene Descrates

(1596-1650).

7. Pragmatisme

Aliran ini tidak mempersoalkan tentang hakikat pengetahuan namun

mempertanyakan tentang pengetahuan dengan manfaat atau guna dari

pengetahuan tersebut. Dengan kata lain kebenaran pengetahuan hendaklah

dikaitkan dengan manfaat dan sebagai sarana bagi suatu perbuatan. Tokoh

aliran ini, antara lain: C.S Pierce (1839- 1914), menyatakan bahwa yang

terpenting adalah manfaat apa (pengaruh apa) yang dapat dilakukan suatu

pengetahuan dalam suatu rencana. Pengetahuan kita mengenai sesuatu hal

tidak lain merupakan gambaran yang kita peroleh mengenai akibat yang

dapat kita saksikan. (Ali Mudhofir, 1985: 53, dalam Kaelan 1991: 30).

Tokoh lain adalah William James (1824-1910, dalam Kaelan 1991: 30),

menyatakan bahwa ukuran kebenaran sesuatu hal adalah ditentukan oleh

akibat praktisnya.

c. Metode

Pengetahuan merupakan daerah persinggungan antara benar dan

dipercaya. Pengetahuan bisa diperoleh dari akal sehat yaitu melalui

pengalaman secara tidak sengaja yang bersifat sporadis dan kebetulan

sehingga cenderung bersifat kebiasaan dan pengulangan. Karena landasannya

yang berakar kurang kuat, maka akal sehat cenderung untuk bersifat kabur dan

samar dan karena kesimpulan yang ditariknya sering berdasarkan asumsi yang

tidak dikaji lebih lanjut maka akal sehat lebih merupakan pengetahuan yang

tidak teruji.

Page 11: Landasan-Landasan Filsafat Ilmu - Dana Santika - Fisika - Undiksha

11 | F i l s a f a t S a i n s

Ilmu pengetahuan (sains) diperoleh berdasarkan analisis dengan langkah-

langkah yang sistematis (metode ilmiah) menggunakan nalar yang

logis. Metode ilmiah menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif

sehingga menjadi jembatan penghubung antara penjelasan teoritis dengan

pembuktian yang dilakukan secara empiris. Dengan metode ilmiah berbagai

penjelasan teoritis (atau juga naluri) dapat diuji, apakah sesuai dengan

kenyataan empiris atau tidak. Kebenaran pengetahuan dilihat dari kesesuaian

artinya dengan fakta yang ada, dengan putusan-putusan lain yang telah diakui

kebenarannya dan tergantung kepada berfaedah tidaknya teori tersebut bagi

kehidupan manusia. Jika seseorang ingin membuktikan kebenaran suatu

pengetahuan maka cara, sikap, dan sarana yang digunakan untuk membangun

pengetahuan tersebut harus benar. Apa yang diyakini atas dasar pemikiran

mungkin saja tidak benar karena ada sesuatu di dalam nalar kita yang salah.

Demikian pula apa yang kita yakini karena kita amati belum tentu benar

karena penglihatan kita mungkin saja mengalami penyimpangan. Itulah

sebabnya ilmu pengetahuan selalu berubah-ubah dan berkembang.

Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan lain-

lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, di antaranya

adalah sebagai berikut.

1. Metode Induktif

Induksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyatan

hasil observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum.

Yang bertolak dari pernyataan-pernyataan tunggal sampai pada

pernyataan-pernyataan universal. Dalam induksi, setelah diperoleh

pengetahuan, maka akan dipergunakan hal-hal lain, seperti ilmu

mengajarkan kita bahwa kalau logam dipanasi, ia mengembang, bertolak

dari teori ini kita akan tahu bahwa logam lain yang kalau dipanasi juga

akan mengembang. Dari contoh di atas bisa diketahui bahwa induksi

tersebut memberikan suatu pengetahuan yang disebut sintetik.

2. Metode Deduktif

Deduksi ialah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empirik

diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut. Hal-hal

Page 12: Landasan-Landasan Filsafat Ilmu - Dana Santika - Fisika - Undiksha

12 | F i l s a f a t S a i n s

yang harus ada dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis

antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Ada penyelidikan bentuk logis

teori itu dengan tujuan apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris atau

ilmiah, ada perbandingan dengan teori teori lain dan ada pengujian teori

dengan jalan menerapkan secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang bisa

ditarik dari teori tersebut.

3. Metode Positivisme

Metode ini dikeluarkan oleh August Comte (1798-1857). Metode ini

berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia

mengenyampingkan segala uraian/persoalan di luar yang ada sebagai

fakta. Oleh karena itu, ia menolak metafisika. Apa yang diketahui secara

positif, adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian

metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada

bidang gejala-gejala saja.

4. Metode Kontemplatif

Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia

untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan

berbeda-beda harusnya dikembangkan suatu kemampuanakal yang disebut

dengan intuisi. Pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi ini bisa diperoleh

dengan cara berkontemplasi seperti yang dilakukan oleh Al-Ghazali.

5. Metode Dialektis

Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk

mencapai kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates. Namun

Plato mengartikannya diskusi logika. Kini dialektika berarti tahap logika,

yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga

analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung

dalam pandangan (Sulaiman, 2009).

Page 13: Landasan-Landasan Filsafat Ilmu - Dana Santika - Fisika - Undiksha

13 | F i l s a f a t S a i n s

2.3 Landasan Aksiologis

Secara etimologis, istilah aksiologis berasal dari bahasa Yunani Kuno, terdiri

dari kata “aksios” yang berarti nilai dan kata “logos” yang berarti teori. Jadi,

aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai. Secara singkat

aksiologi adalah teori nilai.

Dalam Encyclopedia of Philosophy (dalam Bakhtiar, 2006) dijelaskkan,

aksiologi disamakan dengan Value dan Valuation. Ada tiga bentuk Value dan

Valuation.

a. Nilai, digunakan sebagai kata benda abstrak. Dalam pengertian yang lebih

sempit seperti baik, menarik, dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang

lebih luas mencakupi sebagai tambahan segala bentuk kewajiban ,

kebenaran dan kesucian.

b. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah

nilai atau nilai-nilai, ia sering kali dipakai untuk menunjuk kepada sesuatu

yang bernilai, seperti nilainya, nilai dia, dan sistem nilai dia. Kemudian

dipakai untuk apa-apa yang memiliki nilai atau bernilai sebagaimana

berlawanan dengan apa-apa yang tidak dianggap baik atau bernilai.

c. Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi

nilai, dan dinilai. Menilai umumnya sinonim dengan evaluasi ketika hal

tersebut secara aktif digunakan untuk menilai perbuatan. Dewey

membedakan dua hal tentang menilai, ia bisa berarti menghargai dan

mengevaluasi.

Landasan aksiologi ilmu menyangkut permasalahan pertama, apakah ilmu

mendekatkan manusia pada kebenaran Tuhan itu sendiri. Kedua, apakah ilmu

bermanfaat bagi kehidupan manusia itu sendiri. Ketiga, apakah ilmu itu bebas

nilai atau tidak bebas nilai, sebab nilai-nilai menyatu dengan ilmu itu sendiri.

Makna aksiologi ilmu bisa diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan

kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Seperti diketahui setiap pengetahuan,

termasuk pengetahuan ilmiah, mempunyai tiga dasar, yaitu ontologi,

epistemologi, dan aksiologi. Aksiologi ilmu ialah ilmu pengetahuan yang

menyelidiki hakikat nilai-nilai yang terkandung dalam ilmu, yang umumnya

ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.

Page 14: Landasan-Landasan Filsafat Ilmu - Dana Santika - Fisika - Undiksha

14 | F i l s a f a t S a i n s

2.4 Landasan Ontologis Ilmu Fisika

Mengkhusus sekarang kita kaji mengenai lmu fisika. Fisika merupakan sebuah

ilmu, lalu akan timbul pertanyaan kenapa fisika termasuk dalam tatanan ilmu,

landasan ontologis sehingga fisika dikatakan ilmu itu apa? Fisika memiliki objek

materi yang dikaji sehingga dapat dikatakan sebagai sebuah ilmu. Dengan

menjawab setiap pertanyaan sebelumnya kita dapat menentukan apakah

sebenarnya landasan ontologis dari fisika tersebut. Yang pertama adalah cabang

ini menguak tentang objek apa yang di telaah? Fisika disebut sebagai sebuah ilmu

karena mengkaji objek material berupa benda juga sifat-sifat benda tersebut.

Selain itu fisika mengkaji juga masalah gelombang. Bahkan dalam fisika modern

dikaji mengenai dualisme partikel dan gelombang. Jadi objek yang dikaji oleh

fisika bersifat dapat dijelaskan secara ilmiah dan ada. Selanjutnya kenapa

dikatakan ada? Semua kajian fisika ada dan dialami oleh orang-orang, interaksi-

interaksinya dapat diamati oleh panca indra manusia. Objek-objek serta kejadian-

kejadiannya dapat dijelaskan secara ilmiah.

Sebagai contoh misalnya mengenai materi. Fisika mengkaji masalah benda.

Benda itu ada dan dapat dilihat dan ditangkap oleh panca indra manusia. Peristiwa

tumbukan merupakan identitas yang menyatakn bahwa objek kajian fisika ini

adalah sebuah materi. Peristiwa tumbukan mulai dari yang bersifat mikro dan

makro dapat teramati oleh panca indra manusia dan dapat diterangkan secara

ilmiah. Yang bersifat makro misalnya tumbukan yang terjadi saat orang berkelahi.

Disana terdapat tumbukan dan ada materi yang mengalami tumbukan tersebut.

Materi tersebut adalah orang yang melakukan perkelahian. Peristiwa ini dapat

dilihat oleh panca indra manusia.

Yang bersifat mikro misalnya adalah atom. Atom ini ada, dikaji melalui

berbagai eksperimen dapat dijelaskan dan memang benar ada. Sifat-sifat serta

segala bentuk aktivitas atom ini dapat dirasakan oleh panca indra manusia. Ketika

atom ini lepas bagian elektronnya dan mengalir akan terdeteksi oleh alat-alat dan

menimbulkan suatu arus. Arus ini dapat ditangkap oleh panca indra. Sehingga

mengenai keberadaan materi tersebut dapat dibuktikan secara ilmiah.

Contoh selanjutnya kajian mengenai gelombang. Secara kasat mata memang

sulit melihat gelombang-gelombang tertentu, namun melalui alat bantu tertentu

Page 15: Landasan-Landasan Filsafat Ilmu - Dana Santika - Fisika - Undiksha

15 | F i l s a f a t S a i n s

gelombang tersebut dapat diamati oleh panca indra. Terjadinya ombak merupakan

perwujudan dari aktivitas gelombang. Ombak ini bisa diamati dan terjadi karena

adanya gelombang yang menyebabkan materi air laut tersebut bergetar.

Selanjutnya cahaya dikatakan gelombang juga. Dilihat dari keberadaanya

cahaya tersebut memang ada dan dapat dirasakan keberadaannya serta dapat

dijelaskan mengenai sifat-sifat yang dimiliki oleh cahaya. Akan terlihat kalau

objek kajian fisika baik itu yang berupa materi ataupun gelombang ada, dapat

dijelaskan secara ilmiah dan dirasakan oleh panca indra manusia.

2.5 Landasan Epistimologis Ilmu Fisika

Fisika diklasifikasikan kedalam ilmu dikarenakan adanya landasan

epistemologi. Epitemologi berbicara mengenai cara atau proses pemerolehan ilmu

tersebut. Fisika adalah ilmu tentang alam dalam makna yang terluas. Fisika

mempelajari gejala alam yang tidak hidup atau materi dalam lingkup ruang dan

waktu (Wikipedia, 2010). Berbagai bentuk gejala alam yang dikaji dalam fisika

memiliki cara tertentu untuk memperolehnya. Berbagai bentuk metode dapat

dilakukan untuk memperoleh serta mempelajari sifat-sifat fisis dari alam ini.

Metode yang digunakan dalam pengkajian masalah-masalah fisika biasanya

berupa kajian empiris atau eksperimen. Contoh nyatanya adalah seperti berikut

ini.

Salah satu kajian fisika adalah mengenai gelombang. Gelombang merupakan

identitas fisis di fisika. Gelombang dipelajari untuk diketahui berbagai bentuk

manfaatnya, jenisnya serta dampak-dampak yang ditimbulkan. Melalui kajian dan

metode tertentu, maka gelombang ini diteliti melalui berbagai bentuk eksperimen-

ekperimen yang tentunya mengandung metode-metode tertentu dalam

memperoleh jawaban-jawaban yang timbul.

a. Seperti yang sudah kita ketahui, landasan epistimologis berusaha menjawab

bagaimna proses yang memungkinkan di pelajarinya pengetahuan yang berupa

ilmu? Fisika mempelajari identitas fisis yang berupa gelombang, berbagai

proses dapat dilakukan untuk mengkaji kebenaran dari identitas fisis ini.

Melalui eksperimen tentang bunyi dapat menjawab permasalahan seperti yang

diungkapkan sebelumnya.

Page 16: Landasan-Landasan Filsafat Ilmu - Dana Santika - Fisika - Undiksha

16 | F i l s a f a t S a i n s

b. Selanjutnya pertanyaan mengenai bagaimana prosedurnya? Ketika kita

melakukan eksperimen mengenai gelombang tersebut terdapat prosedur-

prosedur yang dapat menjadi pedoman dalam membuktikan keberadaan dan

berbagai sifat dari gelombang tersebut.

c. Hal-hal apa yang harus di perhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang

benar? Dalam melakukan eksperimen mengenai identitas ini, berbagai bentuk

kesalahan, pengabaian, ketidak pastian tentunya ada dan pasti ada. Oleh

karena itu, bentuk-bentuk kesalahan, ketidakpastian, serta pengabaian harus

diperkecil dan diminamisir. Prosedur dalam penelitian harus sesuai dan

minimal harus memenuhi metode umum yang sudah diakui. Selanjutnya, apa

yang disebut kebenaran itu sendiri? Kebenaran mengenai konsep gelombang

ini berkaitan erat tentang keberadaannya di lingkungan kita. Kebenaran akan

terdapatnya sifar fisis yang ada pada gelombang dapat menunjukan kebenaran

dari gelombang tersebut.

d. Cara/tehnik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan

yang berupa ilmu? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita akan cendrung

melangkah kedalam instrument yang dapat kita gunakan. Untuk membuktikan

ada dan tidaknya gelombang tersebut kita membutuhkan instrument terkait

ketika melakukan eksperimen-eksperimen.

Setelah semua bentuk pertanyaan tersebut terjawab, maka kita dapat

memperkuat mengenai kebenaran dari fisika yang termasuk ilmu. Landasan-

landasan mengenai keberadaan (ontologi) mengenai cara memperolehan

(epistemologi) sudah terjawab dalam pengetahuan fisika sehingga dapat

diklasifikasikan menjadi ilmu.

2.6 Landasan Aksiologis Ilmu Fisika

Landasan Aksiologis, membahas untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu

dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-

kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-

pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan

operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional?

Page 17: Landasan-Landasan Filsafat Ilmu - Dana Santika - Fisika - Undiksha

17 | F i l s a f a t S a i n s

Ilmu yang diterapkan di dalam masyarakat hendaknya bertujuan untuk

mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya. Adalah sangat bijaksana apabila

manusia-manusia di muka bumi ini dapat memanfaatkan ilmunya untuk

mempelajari berbagai gejala atau peristiwa yang menurut anggapannya

mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia. Pemanfaatan ilmu hendaknya

membatasi diri pada hal-hal yang asasi, dan semua orang akan menyambut

gembira bila ilmu ini benar-benar dimanfaatkan bagi kemaslahatan manusia.

Tidak dapat dipungkiri bahwa ilmu telah memberikan kemudahan-kemudahan

bagi manusia dalam mengendalikan kekuatan-kekuatan alam. Dengan

mempelajari atom kita dapat memanfaatkan untuk sumber energi bagi

keselamatan manusia, tetapi hal ini juga dapat menimbulkan malapetaka bagi

manusia. Penciptaan bom atom akan meningkatkan kualitas persenjataan dalam

perang, sehingga jika senjata itu dipergunakan akan mengancam keselamatan

umat manusia.

Sampai saat ini ilmu fisika telah menyumbangkan banyak kemudahan dalam

kehidupan manusia. Banyak jenis teknologi baru yang telah ditemukan yang

dasarnya menggunakan konsep-konsep fisika. Namun, jika kita flashback ke masa

lalu, ilmu fisika pernah mengalami masa dimana nilai aksiologisnya sangat

kurang. Sebagai contoh, digunakannya bom oleh pada perang dunia kedua. Hal ini

jelas sekali tidak sesuai dengan landasan aksiologis ilmu fisika yang harus

dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat manusia. Beberapa tahun terakhir ini

dunia sedang dihantui oleh ulah para teroris. Banyak ledakan bom yang terjadi.

Bahkan, di Bali telah terjadi ledakan bom. Peristiwa tersebut jelas menyimpang

dari pandangan bahwa ilmu semestinya dipergunakan untuk kesejahteraan umat

manusia.

Page 18: Landasan-Landasan Filsafat Ilmu - Dana Santika - Fisika - Undiksha

18 | F i l s a f a t S a i n s

2.7 Ilmu-ilmu yang Memiliki Landasan Ontologis, Epistimologis, dan

Aksiologis

Berikut adalah beberapa contoh ilmu yang telah memiliki landasan ontologis,

epistemologis dan aksiologis.

a. Biologi.

Biologi merupakan ilmu karena memiliki kajian materi yang ada dan

terdapat prosedur dalam memperoleh ilmu tersebut. Ilmu ini diperoleh

melalui eksperimen, penalaran-penalaran ilmiah. Hal inilaj yang

menyebabkan biologi juga termasuk kedalam ilmu. Dilihat dari landasan

aksiologis dapat dilihat kegunaan dari ilmu biologi ini. Biologi berfungsi

sebagai pengetahuan terhadap karakter manusia serta otonomi-otonomi

tubuh manusia.

b. Kimia

Kimia juga termasuk ke dalam jajaran ilmu karena landasan ketiganya

kuat. Keberadaan objek yang dikaji nyata dan dapat dilihat dengan panca

indra. Dari segi epistemology memperlihatkan dan menunjukan adanya

proses dalam memperoleh ilmu tersebut.

c. Matematika

Matematika juga termasuk kedalam jajaran ilmu karena memiliki landasan

yang kuat mengenai hal-hal terkait. Matematika mengkaji objek yang

dapat dipahami oleh indra. Selanjutnya epistemologis mengkaji mengenai

proses pemrolehannya juga terpenuhi. Dari segi aksiologi, fungsi dari

matematika adalah dalam hal penalaran-penalaran dan permasalahan-

permasalahan sehari-hari. Matematika dapat memecahkan berbagai bentuk

permasalahan.

d. Ekonomi

Ekonomi memiliki landasan ontologis karena kajian ekonomi yang dapat

dirasakan oleh indra manusia. Cara memperolehnya pun dimiliki, begitu

juga dengan fungsi ekonomi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini akan

berdampak pada ekonomi sebagai ilmu.

Page 19: Landasan-Landasan Filsafat Ilmu - Dana Santika - Fisika - Undiksha

19 | F i l s a f a t S a i n s

e. Sejarah

Sejarah mempelajari berbagai bentuk peninggalan seperti artepak-artepak,

prasasti-prasasti, dan dokumen-dokumen lain yang dapat diamati oleh

panca indra sehingga memiliki dasar ontologis yang kuat. Cara

memperoleh berbagai informasi dalam sejarah dilakukan melalui prosedur

tertentu. Selanjutnya sejarah memiliki fungsi untuk mengetahui sejarah

perkembangan manusia demi pengetahuan manusia tersebut terhadap

sejarahnya sendiri.

f. Geografi

Geografi mengkaji mengenai letak suatu tempat, struktur dari permukaan

bumi dan lapisan-lapisan bumi. Kajian ini dapat dirasakan melalui panca

indra manusia. Cara memperoleh pengetahuan tersebut dapat dilakukan

dengan berbagai bentuk cara. Geografi berguna untuk mengetahui segala

informasi mengenai lapisan bumi, serta struktur bumi yang juga berguna

untuk kepentingan manusia.

Page 20: Landasan-Landasan Filsafat Ilmu - Dana Santika - Fisika - Undiksha

20 | F i l s a f a t S a i n s

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan, maka dapat disimpulkan

beberapa hal sebagai berikut.

a. Ontologi membahas tentang apa yang diketahui oleh manusia. Karena tak

mungkin yang tiada memberikan efek pada pikiran manusia, maka pasti

yang tercermin dalam pikiran manusia adalah suatu realitas. Realitas

(kenyataan) adalah segala sesuatu yang ada. Untuk memudahkan

pemahaman manusia, kenyataan diidentifikasi menjadi dua hal yaitu

kenyataan yang bisa diukur oleh manusia dan yang tidak bisa diukur oleh

manusia. Yang bisa diukur secara kuantitatif oleh manusia disebut sebagai

kenyataan materi, sedangkan kenyataan yang tidak bisa diukur secara

kuantitatif manusia disebut sebagai kenyataan nonmateri. Dengan kata lain

materi adalah kenyataan yang bisa diindera dan nonmateri adalah

sebaliknya. Contoh dari realitas materi adalah kursi, mobil, pesawat,

darah, atom dan lain sebagainya. Realitas non-materi mempunyai ciri

kebalikan dari materi. Contoh dari realitas nonmateri adalah akal, jiwa,

pikiran dll.

b. Epistemologi membahas tentang bagaimana seorang manusia

mendapatkan pengetahuan. Pentingnya pembahasan ini berkaitan dengan

apakah suatu ilmu apakah ia diperoleh dengan cara yang bisa didapatkan

orang lain atau tidak. Jika tidak dapat diketahui orang lain maka

pengetahuannya tidak dapat dipelajari oleh orang lain. Secara garis besar,

dalam epistemologi cara mendapatkan pengetahuan ada dua yaitu secara

ilmiah dan secara tidak ilmiah. Pengetahuan secara ilmiah bukan berarti

lebih benar dari pengetahuan secara tidak ilmiah. Pembagian ini hanya

didasarkan pada dapat atau tidaknya semua orang memperoleh

pengetahuan tersebut.

c. Aksiologi membahas tentang nilai suatu pengetahuan. Nilai dari sesuatu

tergantung pada tujuannya. Maka pembahasan tentang nilai pengetahuan

Page 21: Landasan-Landasan Filsafat Ilmu - Dana Santika - Fisika - Undiksha

21 | F i l s a f a t S a i n s

tidak dapat dipisahkan dari tujuannya. Masing-masing manusia memang

mempunyai tujuan sendiri. Namun pasti ada kesamaan tujuan secara

obyektif bagi semua manusia. Begitu juga dengan pengetahuan. Semua

pengetahuan memiliki tujuan obyektif.

d. Landasan ontologis ilmu fisika adalah sebuah ilmu yang mempelajari

tentang alam, landasan epistimologisnya adalah konsep-konsep fisika

ditemukan berdasarkan metode penelitian tertentu, landasan aksiologis

ilmu fisika adalah ketika hasil penemuan fisika tersebut dipergunakan

untuk kesejahteraan umat manusia.

e. Contoh ilmu yang telah memiliki landasan ontologism, epistimologis, dan

aksiologis adalah Biologi, Kimia, Fisika, Matematika, Sejarah, Ekonomi,

dan Geografi.