Top Banner

of 22

kutub pertumbhan

Jul 16, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

ANALISIS SUB SATUAN WILAYAH PENGEMBANGAN (SSWP) DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN MALANG BAGIAN TIMUR. Oleh: Ida Nuraini, SE, Msi A. Latar Belakang Pembangunan regional adalah bagian yang integral dalam pembangunan nasional. Karena itu diharapkan bahwa hasil pembangunan akan dapat terdistribusi dan teralokasi ke tingkat regional. Untuk mencapai keseimbangan regional terutama dalam perkembangan ekonominya maka diperlukan beberapa kebijaksanaan dan program pembangunan daerah yang mengacu pada kebijaksanaan regionalisasi atau perwilayahan. Pelaksanaan Otonomi Daerah (OTODA) sebagai upaya yang tepat untuk menggali sumber-sumber pendapatan yang potensial, sehingga meskipun ada perbedaan-perbedaan yang terjaadi antar daerah yang disebabkan oleh terbatasnya sarana dan prasarana, perbedaan kesuburan tanah maupun kondisi daerah (secara geografis) hal tersebut tidak akan mengakibatkan perbedaan dalam kemakmuran masyarakat. Karena itu metode yang sekiranya tepat dalam usaha pengembangan kota-kota agar tercapai pemerataan pembangunan sangat dibutuhkan. Salah satu model pengembangan wilayah yang erat kaitannya dengan aspek tata ruang adalah konsep pusat-pusat pertumbuhan. Konsep pusat-pusat pertumbuhan ini menekankan pada fakta bahwa pembangunan tidak terjadi dimana-mana secara serentak, tetapi di tempat-tempat tertentu yang disebut sebagai pusat pertumbuhan dan pada akhirnya akan menyebar melalui berbagai saluran dan mempunyai akibat akhir yang berlainan pada perekonomian secara keseluruhan.

1

B. Rumusan Masalah Dalam kenyataannya, pembangunan tidak dapat terjadi secara serentak, tetapi muncul di tempat-tempat tertentu dengan intensitas yang berbeda. Dalam hal ini yang menjadi permasalahan yaitu: Bagaimana potensi ekonomi Sub Satuan Wilayah Pengembangan (SSWP) Kabupaten Malang Bagian Timur dan sampai sejauh mana peranan Pusat Sub Satuan Wilayah Pengembangan (SSWP) terhadap wilayah hinterlandnya di Kabupaten Malang Bagian Timur. Dari Hal tersebut maka yang akan dicapai dari penelitian ini adalah: 1. 2. Diketahuinya potensi ekonomi Sub Satuan Wilayah Pengembangan (SSWP) di Kabupaten Malang Bagian Timur. Diketahuinya seberapa besar kontribusi Pusat Satuan Wilayah Pengembangan (SSWP) bagi pengembangan wilayah hinterlandnya di Kabupaten Malang Bagian Timur. Dari hasil penelitian nantinya diharapkan dapat bermanfaat bagi Pemerintah Kabupaten Malang dalam upaya pengambilan kebijakan terkait dengan pengembangan wilayah Kabupaten Malang pada umumnya dan Kabupaten Malang bagian timur pada khususnya serta Pemerintah Tingkat Kecamatan. C. Kajian Pustaka 1. Teori Pembangunan Ekonomi Daerah Pada hakekatnya teori pembangunan ekonomi secara nasional mempunyai definisi dan tujuan yang sama dengan teori pembangunan ekonomi daerah. Perbedaannya hanya terletak pada ruang lingkup wilayahnya, oleh sebab itu sebelum membahas masalah pembangunan daerah ada baiknya dibahas terlebih dahulu pengertian daerah (regional). Daerah adalah suatu areal geografis yang merupakan suatu kesatuan. Pada intinya, ada tiga kosep daerah, yakni daerah homogen, daerah nodal, dan daerah administratif. Di Indonesia daerah administratif dikenal sebagai propinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa. Daerah yang paling tepat untuk keperluan pembangunan daerah adalah nodal, tetapi justru kurang dikembangkan di berbagai negara (Soepono, 1999).

2

2. Ketimpangan Ekonomi Antar Daerah Pembangunan ekonomi yang selama ini telah menghasilkan pertumbuhan yang cukup tinggi belum sepenuhnya dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Jadi masalah ketimpangan ekonomi antar daerah masih merupakan permasalahan yang perlu segera dicarikan jalan keluarnya. Beberapa ahli pembangunan wilayah berpendapat bahwa kesenjangan wilayah adalah suatu proses yang akan terjadi dan tidak dapat dihindari seiring dengan kemajuan dalam pembangunan sosial ekonomi negara, sampai kemudian menurun kembali dengan sendirinya setelah mencapai titik balik (polarization reversal). Kuznets (1995) dalam penelitiannya di negara-negara maju berpendapat bahwa pada tahap-tahap pertumbuhan awal, distribusi pendapatan cenderung memburuk, namun pada tahap-tahap berikutnya hal itu akan membaik. Penelitian inilah yang kemudian dikenal secara luas sebagai konsep kurva Kuznets U terbalik. Sementara itu menurut Oshima (1992) bahwa negaranegara Asia nampaknya mengikuti kurva Kuznets dalam kesejahteraan pendapatan. Ardani (1992) mengemukakan bahwa kesenjangan/ketimpangan antar daerah merupakan konsekuensi logis pembangunan dan merupakan suatu tahap perubahan dalam pembangunan itu sendiri. Kesenjangan antar daerah yang semakin besar menurut Williamson disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu: 1). Adanya migrasi tenaga kerja antar daerah bersifat selektif yang pada umumnya para migran tersebut lebih terdidik, mempunyai ketrampilan yang tinggi dan masih produktif. 2). Adanya migrasi kapital antar daerah. Adanya proses aglomerasi pada daerah yang relatif kaya menyebabkan daya tarik tersendiri bagi investor pada daerah lain yang berakibat terjadinya aliran kapital ke daerah yang memang telah terlebih dahulu maju. 3). Adanya pembangunan sarana publik pada daerah yang lebih padat dan potensial berakibat mendorong terjadinya kesenjangan/ketimpangan antar daerah lebih besar. 4). Kurangnya keterkaitan antar daerah yang dapat menyebabkan terhambatnya proses efek sebar dari

3

proses

pembangunan

yang

berdampak

pada

semakin

besarnya

kesenjangan/ketimpangan yang terjadi.

3. Teori Lokasi Sentral Pada tahun 1933, Walter Christaller memusatkan perhatianya terhadap penyebaran pemukiman, desa dan kota-kota yang berbeda-beda ukuran luasnya. Penyebaran tersebut kadang-kadang bergerombol atau berkelompok dan kadang-kadang terpisah jauh satu sama lain. Atas dasar lokasi dan pola penyebaran pemukiman dalam ruang ia mengemukakan teori yang disebut Teori Tempat Yang Sentral (Central Place Theory) (Nursid Sumaatmadja, 1981). Pada tahun 1945, August Lost memperkuat teori Christaller, mereka berkesimpulan bahwa cara yang baik untuk menyediakan pelayanan berdasasrkan apek keruangan kepada penduduk. Jadi lokasi kegiatan yang melayani kebutuhan penduduk itu harus ada pada tempat yang sentral (yang memungkinkan partisipasi warga yang jumlahnya maksimum). Tempat yang semacam itu oleh Christaller dan Losh diasumsikan sebagai titik simpul-simpul dari suatu bentuk geometrik yang heksagonal. Tempat-tempat semacam itu memiliki kawasan pengaruh terhadap daerah sekitarnya. Hubungan antara lokasi tempat-tempat yang sentral dengan tempat yang sentral disekitarnya membentukhierarki jaringan seperti sarang lebah. Bentu

4. Teori Kutub Pertumbuhan Teori ini dikemukakan oleh Perroux pada tahun 1955, atas dasar pengamatan terhadap proses pembangunan. Perroux mengakui kenyataan bahwa pembangunan tidak terjadi dimana-mana secara serentak, tetapi muncul ditempat-tempat tertentu dengan intensitas yang berbeda. Tempat-tampat itulah yang dinamakan titik-titik dan kutub-kutub pertumbuhan. Dari titik-titik dan kutub-kutub pertumbuhan itulah pembangunan akan menyebar melalui berbagai saluran dan mempunyai akibat akhir yang berlainan pada perekonomian secara keseluruhan.

4

Mengingat pengamatan diatas teori ini menyarankan keperluan untuk memusatkan investasi dalam sejumlah sektor kecil sebagia sektor kunci di beberapa tempat tertentu. Dalam memusatkan usaha pada sejumlah sektor dan tempat yang kecil diharapkan pembangunan akan menjalar pad sektor lain pada seluruh wilayah, dengan demikian sumber-sumber material dan manusiawi yang digunakan dapat dimanfaatkan lebih baik dan lebih efisien. Jadi pada dasarnya teori kutub pertumbuhan menerangkan akibat dari sekelompok kesatuan-kesatuan yang memimpin atau karena polarisasi.

5. Konsep-konsep Pusat Pengembangan Teori tem,pat sentral telah melandasi dikembangkannya Teori Kutub Pertumbuhan. Teori Kutub Pertumbuhan menekankan pada dinamisme dan aglomerasi industri-industri, sehingga memungkinkan kebijakan secara simultan, yaitu yang utama adalah pemilihan pusat-pusat modal yang dominan dan disamping itu mendesntralisasikan kegiatan-kegiatan ekonomi. Mirdal menekankan analisanya pada faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya ketidakseimbangan di berbagai daerah dan negara yaitu backwash effects adalah lebih kuat dari faktor yang menimbulkan spreed effects. Hirchman sependapat dengan pandangan Peurrox dan Mirdal, ia berpendapat bahwa : Kemajuan ekonomi tidak terjadi pada waktu yang sama diberbagai daerah dan apabila di suatu daerah terjadi pembangunan terdapat daya tarik yang kuat yang akan menciptakan konsentrasi pembangunan ekonomi di sekitar daerah dimana pembangunan bermula. (Sadono Sukirno, 1976). Boudeville mendefinisikan Kutub Pertumbuhan wilayah sebagai seperangkat industri-industri sedang berkembang yang berlokasi di suatu daerah perkotaan dan mendorong perkembangan ekonomi lebih lanjut melalui wilayah pengaruhnya.

6. Teori Lokasi Pertumbuhan

5

Teori lokasi merupakan cabang ilmu ekonomi regional paling tua yang dikembangkan sejak abad kesembilan belas (H.W. Richardson, 1979). Teori ini diilhami oleh pertanyaan Weber (1929), yaitu orang yang pertama kali mengajukan pertanyaan mengapa pabrik-pabrik cenderung berlokasi saling berdekatan. Teori lokasi adalah teori yang menjelaskan di mana dan bagaimana suatu aktivitas ekonomi memilih lokasinya secara optimal. Jawaban terhadap pertanyaan tersebut adalah penting bagi para pengambil keputusan publik, perencana-perencana lembaga perdagangan eceran (yang ingin membuat pilihan lokasi yang tepat) maupun pengambang-pengambang komunitas serta real estate, yang berharap untuk dapat menarik bisnis ke kawasan-kawasan mereka (Soepono, 1999). Dengan demikian lokasi perusahaan-perusahaan atau kegiatan ekonomi memerankan peranan penting bagi lokasi daerah/kota-kota. Keputusan-keputusan lokasi perusahaan-perusahaan dan aktivitas ekonomi seharusnya menyebabkan timbul dan berkembangnya kota-kota dan daerahdaerah. Pemilihan lokasi aktivitas ekonomi dipengaruhi oleh faktor-faktor lokasi. Faktor-faktor lokasi adalah faktor yang mempengaruhi keputusan lokasi suatu aktivitas ekonomi, seperti aktivitas poduksi atau aktivitas pemberian jasa. Setiap organisasi dari aktivitas ekonomi dipengaruhi oleh faktor-faktor lokasi. Dengan kata lain, faktor-faktor lokasi adalah variabel-variabel yang mempengaruhi keputusan lokasi (Soepono, 1991). Faktor-faktor lokasi menurut Soepono (1999), dapat dikelompokkan menjadi dua orientasi yaitu, pertama, orientasi transportasi, yang dimaksud dengan orientasi transportasi adalah bahwa trasportasi merupakan porsi terbesar dari biaya total dari organisasi suatu aktivitas ekonomi, sehingga menjadi penentu keputusan lokasi. Faktor-faktor lokasi yang berorientasi transportasi antara lain; faktor transportasi, faktor sumber daya, faktor pasar, dan faktor tenaga kerja. Kedua, orientasi masukan lokal, yang dimaksud dengan orientasi masukan lokal adalah bahwa masukan lokal itulah yang merupakan persentase terbesar dari biaya total dan disebut ke lokasi lain. Faktor-faktor lokasi yang berorientasi masukan lokal antara lain; faktor energi, faktor kenyamanan (mutu

6

hidup, kualitas hidup atau gaya hidup), faktor aglomerasi, pelayanan publik setempat, pajak, insentif pemerintah (pusat dan daerah), iklim bisnis setempat, site costs (harga tanah dna gedung, fasilitas perkantoran dan gedung), dan stabilitas atau iklim politik.

7. Konsep Teori Gravitasi, Indeks Aksesibilitas dan Indeks Williamson. Dalam analisa gratvitasi, daerah dianggap sebagai suatu massa. Hubungan antara daerah dipersamakan dengan hubungan antara masa-masa wilayah yang mempunyai daya tarik, sehingga saling mempengaruhi antara daerah sebagai perwujudan kekuatan tarik menarik antar daerah (Warpani Suwardjoko, 1984). Rumus gavitasi yang digunakan adalah sebagai berikut: Pi . Pj Tij = k -------dij2 Dimana : Tij = kekuatan gravitasional antara kota I dan kota j K = konstata Pi = jumlah penduduk di kota I Pj = jumlah penduduk di kota j dij = jarak fisik antara kota I dan kota j Analisa idek aksesibilitas digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kemudahan transportasi dari suatu daerah ke daerah lainnya. Rumus yang digunakan adalah : Ej Aij = -----dijb Aij Ej dij Indek aksesibilitas untuk kawasan hubungannya dengan kawasan j = jumlah tenaga kerja di kawasan j = jarak fisik dari kota I ke kota j = pusat idalam

7

b

= nilai eksponen

Analisa indek Williamson digunakan untuk mengetahui perbedaan tingkat pendapatan daerah selama proses pembangunan. Untuk mengukur disparitas pendapatan dapat digunakan ukuran ketimpangan regional dari J.G. Williamson sebagai berikut : (Yi Y) . fi/n Vw = ---------------------------Y Dimana : Vw = ketimpangan pendapatan Yi = pendapatan perkapita di sub daerah regional Y = pendapatan perkapita nasional fi = jumlah penduduk di sub daerah regional n = jumlah penduduk nasional Besarnya ukuran koefisien ketimpangan tergantung pada jumlah pembagian daerah dalam suatu negara dan sedikit perkecualian daerah dipengaruhi oleh adanya sektor utama yang menonjol. (Hendra Esmara, 1975).

8. Asumsi-asumsi Asumsi yang digunakan : Yang dimaksud dengan jumlah tenaga kerja pada model gravitasi adalah jumlah penduduk usia 10 tahun keatas Nilai eksponen pada model indek aksesibilitas adalah sebesar 2 Konstanta yang dipakai pada model gravitasi adalah sebesar 1 Semakin besar nilai gravitasi dan indek aksesibilitas maka daerah tersebut semakin besar daya tariknya D. Metode Penelitian Penelitian tentang Peranan Pusat Sub Satuan Wilayah Pengembangan (SSWP) Dalam Pengembangan Wilayah dilaksanakan di Kabupaten Malang khususnya di Sub Satuan Wilayah Pengembangan (SSWP) Malang Timur.

8

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang merupakan hasil pengumpulan dan pengolahan dari Kantor Kecamatan, Beppeda dan BPS Kabupaten Malang. Data-data tersebut dikumpulkan dengan cara dokumentasi. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan analisa keruangan yang terdiri dari : a. Analisa Gravitasi Model gravitasi dapat diestimasikan sebagai ukuran arus diantara dua region dengan mengalihkan kedua masa dari kedua region yang bersangkutan yang kemudian dibagi oleh kelipatan jarak diantara dua region. Rumus model gravitasi : Pi Pj Tij = k ------dij2 Tij Pi Pj dij k = kekuatan gravitasional antara kecamatan pusat SSWP dengan hinterlandnya. = jumlah penduduk kecamatan pusat SSWP = jumlah penduduk kecamatan hinterland = jarak antara antara kecamatan pusat SSWP dengan kecamatan hinterland. = suatu konstanta

Dengan menggunakan model gravitasi akan dapat mengukur interaksi diantara pusat SSWP dengan hinterlandnya. sekitarnya. Selajutnya juga akan dapat mengetahui bahwa pusat SSWP berguna memberi daya tarik bagi wilayah

b.

Analisa Indeks Aksesibilitas Analisa Indeks aksesibilitas digunakan untuk mengetahui seberapa

besar tingkat kemudahan transportasi dari daerah hinterland ke pusat SSWP. Untuk mengetahui seberapa besar tingkat kemudahan transportasi ke pusat SSWP dari hinterllandnya maka rumusnya: Ej Aij = ------

9

dijb Aij = Indek aksesibilitas untuk kawasan pusat i dalam hubungannya dengan kawasan j Ej = jumlah tenaga kerja di kawasan j dij = jarak fisik dari kota i ke kota j b = nilai eksponen Semakin tnggi indeks aksesibilitas maka semakin mudah daerah pusat SSWP dicapai bagi penduduk hinterlandnya. Sehingga pusat SSWP benar-benar menjalankan fungsinya sebagai pusat pertumbuhan bagi wilayah sekitarnya.

c. Analisa Indeks Williamson Indeks ini digunakan untuk mengukur koefisien variasi tertimbang suatu daerah dan disparitas pendapatan dalam proses pembangunan. Indeks ini merupakan ukuran penyebaran tingkat pendapatan perkapita antara wilayah relaatif terhadap rata-rata pusat SWP, tiap deviasi wilayah dibobot sumbangannya dengan penduduk Kabupaten secara keseluruhan. Formulanya: (Yi Y) . fi/n Vw = ---------------------------Y Dimana : Vw = ketimpangan pendapatan Yi = pendapatan perkapita di SSWP Malang Timur/Utara Y = pendapatan perkapita Kabupaten Malang fi = jumlah penduduk di SSWP Malang Timur/Utara n = jumlah penduduk Kabupaten Malang E. Hasil Penelitian 1. Struktur Perekonomian Kabupaten Malang. Struktur perekonomian kabupaten Malang didominasi oleh sektor Tersier dengan dominasi sektor perdagangan, hotel dan restoran (lihat berikut). Tabel 1 Struktur Perekonomian Kabupaten Malang Berdasar Produk Domestik Regional Bruto tabel

10

Atas Dasar Harga Konstan (Persen) Tahun 1996 2000SektorPrimer 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian Sekunder 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 5. Bangunan Tersier 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan

199630,88 30,21 0,67 17,44 13,99 1,46 1,99 51,69 23,61 7,98

199729,13 28,43 0,70 18,80 14,97 1,59 2,24 52,75 23,57 8,28

199831,71 31,02 0,69 17,65 14,09 1,86 1,70 50,64 22,48 8,47

199931,94 31,27 0,67 17,44 13,91 1,88 1,65 50,63 22,63 8,66

200029,81 29,15 0,66 17,90 14,14 2,12 1,64 52,28 23,65 8,89

5,87 Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa 14,23 Sumber : BPS Kabupaten Malang Data Diolah

6,13 14,77

4,92 14,77

4,61 14,71

4,92 14,82

Sektor tersier selama 5 tahun terakir mempunyai prestasi yang cukup bagus, kontribusinya terhadap PDRB rata-rata diatas 50%. Dari sektor ini sub sektor yang mempunyai potensi yaitu sub sektor pengangkutan dan komunikasi yang mempunyai laju pertumbuhan yang tinggi. Sektor yang memiliki dominasi kedua yaitu sektor Primer dengan kontribusi rata-rata 30% terhadap PDRB. Sektor pertanian dalam

perkembangannya mempunyai prestasi yang kurang memuaskan, hal ini terlihat pada minusnya laju pertumbuhan sektor primer tersebut. Sektor Sekunder merupakan sektor yang mempunyai sumbangan paling kecil dibanding sektor primer dan tersier. Namun demikian sub sektor industri pengolahan dan sub sektor listrik, gas dan air bersih mempunyai laju

11

pertumbuhan yang bagus, sehingga sub sektor tersebut mempunyai potensi untuk dikembangkan.

2. Batas-batas Sub Satuan Wilayah Pengembangan Kabupaten Malang. Kabupaten Malang

(SSWP)

dibagi dalam 5 Sub Satuan Wilayah

Pengembangan (SSWP), yaitu SSWP Malang Utara, SSWP Malang Timur Utara, SSWP Malang Selatan, SSWP Malang Tengah dan SSWP Malang Timur Selatan. SSWP Malang Utara terdiri dari 7 Kecamatan, SSWP Malang Timur Utara terdiri dari 5 Kecamatan, SSWP Malang Selatan terdiri dari 5 Kecamatan dan SSWP Malang Tengah terdiri dari 11 Kecamatan serta SSWP Malang Timur Selatan terdiri dari 5 Kecamatan. Perlunya pembagian wilayah pengembangan tersebut adalah dalam rangka memacu pertumbuhan sekaligus mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah. 3. Identifikasi Potensi Sub Satuan Wilayah Pengembangan (SSWP) Malang Timur SSWP Malang Timur dibagi menjadi dua yaitu SSWP Malang Timur Utara dan SSWP Malang Timur Selatan. SSWP Malang Timur Utara terdiri dari 5 Kecamatan yaitu Kec. Pakis, Kec. Jabung, Kec. Tumpang, Kec. Poncokusumo dan Kec. Wajak. SSWP Malang Timur Utara pusat SSWPnya adalah Kec. Tumpang. SSWP Malang Timur Selatan meliputi Kec. Turen, Kec. Dampit, Kec. Tirtoyudo, Kec. Ampelgading dan Kec. Sumbermanjing Wetan, dalam hal ini sebagai pusat SSWPnya adalah Kec. Turen dan Kec. Dampit. a. Sarana Sosial dan Ekonomi Sarana sosial dan ekonomi merupakan penunjang bagi lancarnya pembangunan di suatu daerah. Banyak sedikitnya fasilitas yang dimiliki oleh tiap-tiap kecamatan akan menunjukkan tingkat kegiatan sosial dari kecamatan

12

yang bersangkutan. Sedangkan banyak sedikitnya fasilitas-fasilitas ekonomi menunjukkan struktur kegiatan ekonomi kecamatan yang bersangkutan menjadi lebih komplek. Disamping itu juga menunjukkan derajad ekonomi kecamatan dan kemungkinan akan menarik investasi. Di bawah ini disajikan data-data mengenai sarana sosial dan ekonomi yang ada di Sub Satuan Wilayah Pengembangan (SSWP) Malang Timur. Tabel 2 Jumlah Sarana Sosial di SSWP Malang Timur Selatan di SSWP Malang Timur Utara Tahun 2000Kecamatan TK Jumlah Sekolah SD SLTP SLTA M Tempat Ibadah L G P

dan

V

SSWP Malang Timur Selatan Turen 44 Tirtoyudo 18 Dampit 25 Ampel Gading 22 Sumbermanjing Wetan 28 SSWP Malang Timur Utara Pakis 27 Jabung 17 Tumpang 16 Poncokusumo 14 Wajak 7 Sumber : BPS, Kabupaten. Malang

61 37 72 33 72

15 11 9 8 18

11 4 2 3

62 95 75 48 60

473 203 482 191 492

5 17 19 8 7

2 -

1 1 -

54 63 50 56 41

5 3 7 13 9

4 5 6 4

48 42 47 66 43

270 163 225 113 216

3 1 4 5 4

-

-

Keterangan : TK = Taman Kanak kanak SD = Sekolah Dasar SLTP = Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SLTA = Sekolah Lanjutan Tingkat Atas M = Masjid L = Langgar G = Gereja P = Pura V = Vihara Tabel 3 Jumlah Sarana Ekonomi di SSWP Malang Timur Selatan di SSWP Malang Timur Utara Tahun 2000Kecamatan Pasar Toko Koperasi Bank

dan

13

SSWP Malang Timur Selatan Turen Tirtoyudo Dampit Ampel Gading Sumbermanjing Wetan SSWP Malang Timur Utara Pakis Jabung Tumpang Poncokusumo Wajak

6 3 1 3 5

344 7 737 65 204

13 12 2 21 15

3 1 3 -

3 6 4 4 7

430 397 249 355 473

4 4 4 4 7

1 2 3 1 1

Sumber : BPS, Kabupaten. Malang

b. Struktur perekonomian Struktur perekonomian menunjukkan apakah type dari kegiatan ekonomi daerah merupakan type agraris atau industri. Struktur perekonomian dapat dilihat pada peranan masing-masing sektor ekonomi terhadap pembentukan PDRB untuk SSWP Malang Timur Utara dan SSWP Malang Timur Selatan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4 Struktur Perekonomian SSWP Malang Timur Utara Berdasar PDRB Atas Dasar Harga Konstan (Persen) Tahun 1996 2000SektorPrimer 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian Sekunder 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 5. Bangunan Tersier 6. Perdagangan, Hotel dan

199630,42 29,44 0,98 18,33 14,71 1,53 2,09 51,25 23,44

199726,95 26,19 0,76 20,39 16,31 1,74 2,44 52,56 23,39

199833,75 32,93 0,82 10,26 6,01 2,22 2,03 55,99 25,83

199933,15 32,37 0,78 12,10 8,00 2,18 1,92 54,75 25,66

200027,27 26,51 0,76 19,26 15,02 2,39 1,85 53,48 24,14

14

Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan

6,95

7,44

7,06

6,95

7,17

6,10 Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa 14,76 Sumber : BPS Kabupaten Malang data diolah

6,60 15,13

5,61 17,49

5,18 16,96

5,36 16,81

Untuk SSWP Malang Timur Utara, sektor Tersier merupakan sektor yang mendominasi kontribusinya pada PDRB. Sektor tersier mempunyai kontribusi rata-rata diatas 50%, bahkan pada tahun 1998 sektor ini mempunyai kontribusi hampir 60%. Dari sektor tersier ini maka sektor yang potensial adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran , sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasa-jasa. Ketiga sektor ini mempunyai pertumbuhan yang bagus dari tahun ke tahun. Sementara itu sektor Primer menunjukkan kinerja yang kurang bagus, hal ini dapat dilihat dari pertumbuhannya yang terus menerus menurun selama lima tahun terakir. Sedangkan sektor sekunder mulai menunjukkan pertumbuhan yang positip walaupun pertumbuhannya relatif kecil. Jadi dari kedua SSWP yaitu malang timur utara dan malang timur selatan dapat disimpulkan bahwa sektor tersier merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan di wilayah ini. Sektor tersier ini mempunyai 4 sektor yang terdiri dari 20 sub sektor ekonomi. Untuk SSWP Malang Timur Selatan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5 Struktur Perekonomian SSWP Malang Timur Selatan Berdasar PDRB Atas Dasar Harga Konstan (Persen) Tahun 1996 2000SektorPrimer 1. Pertanian 2. Pertambangan dan Penggalian Sekunder 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 5. Bangunan Tersier

199634,35 33,69 0,66 16,30 13,08 1,36 1,86 49,35

199731,98 31,32 0,66 17,69 14,08 1,50 2,11 50,34

199836,51 35,84 0,67 14,23 10,75 1,82 1,66 50,26

199935,92 35,25 0,67 13,32 9,79 1,88 1,65 50,77

200036,39 35,70 0,69 12,62 8,83 2,19 1,70 50,90

15

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan

20,93 11,09

21,27 11,59

22,48 7,83

23,46 8,14

22,43 8,05

3,95 Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa 13,38 Sumber : BPS Kabupaten Malang data diolah

4,15 13,33

4,27 14,68

4,21 14,96

5,07 15,35

Sama halnya seperti Malang Timur Utara, untuk SSWP Malang Timur Selatan maka sektor yang mempunyai peran terbesar dalam pembentukan PDRB adalah sektor Tersier. Sektor ini mempunyai kontribusi rata-rata sebesar 50%. Dari sektor tersier ini maka sub sektor yang potensial adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sub sektor Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Sektor-sektor tersebut mempunyai pertumbuhan yang positip selama lima tahun terakir. Sektor Primer juga mengalami pertumbuhan yang cukup bagus, tidak seperti pada SSWP Malang timur utara. Pada sektor primer ini sub sektor yang mempunyai pertumbuhan yang bagus adalah sub pertanian. Sektor Sekunder merupakan sektor yang kurang potensial karena selama lima tahun terakir selain mempunyai kontribusi yang kecil terhadap PDRB, sektor sekunder ini juga menunjukkan penurunan kontribusinya terhadap PDRB. Dari sektor ini hanya sektor Listrik, gas dan air bersih yang merupakan sektor yang potensial (memiliki pertumbuhan yang positip). sektor

4. Analisa Ketimpangan Regional. Hasil Analisa Indeks Williamson yang dipakai untuk mengetahui besarnya ketimpangan pembangunan di sub satuan wilayah pengembangan (SSWP) Malang Timur Selatan dan Malang Timur Utara dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 6 Angka Indeks Williamson di SSWP Malang Timur Selatan dan Malang Timur Utara Tahun 1996-2000

16

SSWP Malang Timur Selatan Malang Timur Utara 1996 2,2693 0,0332

Indeks Williamson 1997 1998 1999 1,4307 0,1029 0,6009 1,0618 1,8934 1,2408

2000 0,2177 0,1407

Ratarata 0,9243 0,8739

Sumber: Data Sekunder Diolah Adapun kriteria yang digunakan adalah: - kurang dari 0,30 termasuk ketimpangan rendah - antara 0,30 0,50 termasuk ketimpangan sedang lebih dari 0,50 termasuk ketimpangan tinggi Berdasar kriteria di atas maka semakin besar angka Indeks Williamson menunjukkan keadaan yang semakin kurang baik atau semakin tinggi tingkat ketimpangan antar wilayah. Tabel di atas menunjukkan bahwa kedua SSWP Malang Timur Utara dan Malang Timur Selatan tersebut mempunyai tingkat ketimpangan yang tinggi karena angka Indeks Williamson rata-rata sebesar 0,9243 untuk SSWP Malang Timur Selatan dan 0,8739 untuk SSWP Malang Timur Utara. Angka tersebut diatas angka 0,50. Jadi berdasar kriteria seperti tersebut di atas, maka SSWP Malang Timur mempunyai tingkat ketimpangan yang tinggi. Hal ini berarti bahwa efek penyebaran pembangunan belum dapat dinikmati oleh daerah kecamatan-kecamatan hinterlandnya. Hasil pembangunan hanya dinikmati oleh wilayah-wilayah tertentu saja. 5. Indek Aksesibilitas dan Analisa Gravitasi Analisa Indek Aksesibilitas digunakan untuk mengetahui kemudahan transportasi dari daerah hinterland ke pusat SSWP. Sedangkan analisa Gravitasi digunakan untuk mengukur interaksi diantara pusat SSWP dengan hinterlandnya serta untuk mengetahui apakah pusat SSWP berguna untuk memberi daya tarik bagi wilayah hinterlandnya. Berdasar analisa Indek aksesibilitas dan analisa gravitasi maka diperoleh hasil seperti pada tabel berikut: Tabel 7 Indek Aksesibilitas dan Gravitasi Kecamatan Indek Aksesibilitas Gravitasi

-

17

Turen (Pusat SSWP) - Dampit - Ampelgading Tumpang (Pusat SSWP) - Jabung - Pakis Sumber: Data Sekunder Diolah

735,31 32,08 218,33 1352,06

118637331,7 4923466,39 25825813,65 149953812,5

Indek Aksesibilitas tertinggi terjadi di Kec. Pakis yaitu sebesar 1352,06, hal ini berarti dari Kec. Pakis ke Kec. Tumpang transportasi sudah lancar. Hal ini didukung pula oleh faktor jarak. Jarak antara Kec. Pakis dan Pusat SSWP (Kec. Tumpang) adalah 7 km. Indek Aksesibilitas terbesar kedua (735,31) yaitu Dampit. Jarak dari Dampit ke Turen adalah 10 km, Ketiga adalah Jabung (218). Jarak Jabung ke Tumpang adalah 13 km, keempat adalah Ampelgading (32,08). Jarak dari Ampelgading ke Turen adalah 33 km. Jadi dalam hal ini semakin dekat jarak suatu wilayah hinterland ke pusat SSWP maka Indeks Aksesibilitasnya juga semakin besar, hal ini menunjukkan bahwa semakin mudah sarana transportasinya. Demikian pula dengan analisa gravitasi. Semakin besar Indek Aksesibilitas maka daya gravitasinya juga semakin kuat, berarti interaksi antara pusat SSWP dengan daerah hinterlandnya semakin kuat. Hal ini berarti daerah yang dijadikan pusat SSWP mempunyai daya tarik bagi daerah hinterlandnya. Semakin dekat jarak antara Pusat SSWP dengan hinterlandnya, semakin tinggi tingkat gravitasinya, artinya bahwa Pusat SSWP tersebut semakin memberikan daya tarik bagi wilayah hinterlandnya.

Kesimpulan 1. Struktur perekonomian Kab. Malang didominasi oleh sektor tersier (51%), dominasi kedua adalah sektor Primer (31%) dan ketiga adalah sektor sekunder (18%). Demikian pula dengan SSWP Malang Timur, sektor tersier juga merupakan sektor yang mendominasi pada PDRB. Sektor yang sangat potensial untuk dikembangkan adalah sektor Tersier.

18

2. Di

Kabupaten

Malang

bagian

timur

masih

terjadi

ketimpangan

pembangunan yang cukup tinggi (nilai Indek Williamson sebesar 0,9243 untuk SSWP Malang Timur Selatan dan 0,8739 untuk SSWP Malang Timur Utara) 3. Semakin dekat jarak dari suatu kecamatan dengan kecamatan yang merupakan pusat SSWP maka akan semakin tinggi Indek Aksesibilitas artinya semakin mudah sarana transportasinya. Dan semakin dekat jarak antara Kecamatan Pusat SSWP dengan hinterlandnya juga semakin tinggi tingkat Gravitasinya, berarti semakin besar kedudukan fungsi wilayah kecamatan pusat SSWP terhadap kecamatan yang merupakan daerah hinterlandnya (semakin memberi daya tarik bagi daerah hinterlandnya). Saran-Saran 1. Sektor ekonomi yang potensial untuk dikembangkan di Sub Satuan Wilayah Pengembangan (SSWP) Malang Timur adalah sektor Tersier. Untuk itu PEMDA harus memperhatikan sarana dan prasarana penunjang bagi sektor tersebut, seperti: transportasi, komunikasi, lembaga keuangan dan institusi bagi berkembangnya sektor jasa-jasa. 2. Kebijakan pengembangan wilayah sebaiknya jangan dikonsentrasikan di Kecamatan yang sudah maju (Pusat SSWP) sebab akan mempertajam ketimpangan perkembangan dan pertumbuhan antara kecamatan yang sudah maju dan yang belum maju. 3. Kecamatan yang mempunyai jarak yang jauh dengan kecamatan pusat SSWP di Kabupaten Malang Timur perlu diberi sarana transportasi yang memadai agar interaksi dengan kecamatan (Pusat SSWP) semakin mudah, atau membuat kecamatan yang semula sebagai kecamatan hinterland menjadi Pusat SSWP bagi Kecamatan lainnya. 4. Perlunya menyusun program yang terkoordinir dan berjangka untuk pembentukan modal, baik pemerintah maupun swasta yang nantinya dapat menjadi inti perkembangan dan pertumbuhan. Oleh sebab itu perlu penelitian lebih lanjut mengenai potensi-potensi di kecamatan yang bisa dikembangkan.

19

7.1. Kesimpulan 4. Struktur perekonomian Kab. Malang didominasi oleh sektor tersier

(51%), dominasi kedua adalah sektor Primer (31%) dan ketiga adalah sektor sekunder (18%). Demikian pula dengan SSWP Malang Timur, sektor tersier juga merupakan sektor yang mendominasi pada PDRB. Sektor yang sangat potensial untuk dikembangkan adalah sektor Tersier. 5. Di Kabupaten Malang bagian timur masih terjadi ketimpangan

pembangunan yang cukup tinggi (nilai Indek Williamson sebesar 0,9243 untuk SSWP Malang Timur Selatan dan 0,8739 untuk SSWP Malang Timur Utara) 6. Semakin dekat jarak dari suatu kecamatan dengan kecamatan yang

merupakan pusat SSWP maka akan semakin tinggi Indek Aksesibilitas artinya semakin mudah sarana transportasinya. Dan semakin dekat jarak

20

antara Kecamatan Pusat SSWP dengan hinterlandnya juga semakin tinggi tingkat Gravitasinya, berarti semakin besar kedudukan fungsi wilayah kecamatan pusat SSWP terhadap kecamatan yang merupakan daerah hinterlandnya (semakin memberi daya tarik bagi daerah hinterlandnya).

7.2. Saran-Saran 5. Sektor ekonomi yang potensial untuk dikembangkan di Sub Satuan

Wilayah Pengembangan (SSWP) Malang Timur adalah sektor Tersier. Untuk itu PEMDA harus memperhatikan sarana dan prasarana penunjang bagi sektor tersebut, seperti: transportasi, komunikasi, lembaga keuangan dan institusi bagi berkembangnya sektor jasa-jasa. 6. Kebijakan pengembangan wilayah sebaiknya jangan

dikonsentrasikan di Kecamatan yang sudah maju (Pusat SSWP) sebab akan mempertajam ketimpangan perkembangan dan pertumbuhan antara kecamatan yang sudah maju dan yang belum maju. 7. Kecamatan yang mempunyai jarak yang jauh dengan kecamatan

pusat SSWP di Kabupaten Malang Timur perlu diberi sarana transportasi yang memadai agar interaksi dengan kecamatan (Pusat SSWP) semakin mudah, atau membuat kecamatan yang semula sebagai kecamatan hinterland menjadi Pusat SSWP bagi Kecamatan lainnya. 8. Perlunya menyusun program yang terkoordinir dan berjangka untuk

pembentukan modal, baik pemerintah maupun swasta yang nantinya dapat menjadi inti perkembangan dan pertumbuhan. Oleh sebab itu perlu

21

penelitian lebih lanjut mengenai potensi-potensi di kecamatan yang bisa dikembangkan.

22