8/3/2019 kulit referat DH
1/12
0
REFERAT
DERMATITIS HERPETIFORMIS
S.SUBASH SATIAVAN
030.06.347
PEMBIMBING: dr. Retno Sawitri.SpKK
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN KULIT
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 21NOVEMBER 24 DESEMBER 20111
JAKARTA
8/3/2019 kulit referat DH
2/12
1
DAFTAR ISI
NO TOPIK
1 Pendahuluan 2
2 Epidemiologi 2
3 Etiologi & Patogenesis 3
4 Gambaran klinis 3
5 Histopatologi 5
6 Diagnosis 7
7 Diagnosa Banding 7
8 Penatalaksanaan 8
9 Prognosis 10
10 Kesimpulan 10
8/3/2019 kulit referat DH
3/12
2
DERMATITIS HERPETIFORMIS
BAB 1:PENDAHULUAN
Dermatitis Herpetiformis(DH) adalah suatu penyakit vesikulobulosa yang jarang
dijumpai. Penyakit ini ditandai dengan erupsi papulovesikel yang tersusun berkelompok, sangat
gatal denga distribusi simetris pada permukaan ekstensor seperti lutut, siku dan bokong1,2
Pada tahun 1884 Louis Duhring pertama kali menjelaskan gambaran klinis dan sejarah
dari suatu kelainan polimorfik yang sangat gatal, yang disebutnya dermatitis herpetiformis.
Beberapa literature menyebut kelainan ini sebagai penyakit Duhring untuk menghormatinya.
Pada tahun 1888 Brocq menjelaskan penderita dengan kelainan yang sangat mirip dan
disebutnya dermatite polymorphe prurigineuse. Pada tahun 1940 Costello memperlihatkan
kemanjuran dari sulfapiridin dalam pengobatan DH. Pierard, Whimster, Mac Vicak dkk. Pada
awal tahun 1960 menemukan bahwa lesi dini DH ditandai dengan mikroabses netrofil pada
papilla dermis. Pada tahun 1967 Cormane menemukan bahwa kulit DH mengandung deposit
immunoglobulin pada ujing papilla dermis dan pada tahun 1969 Van der Meer melanjutkan
penelititan ini dan menemukan immunoglobulin tersebut adalah IgA.1,2,3
Penyakit ini berhubungan dengan gangguan gastrointestinal. Hubungan antara DH dan
kelainan usus pertama kali diamati oleh Marks dkk. Pada tahun 1966, kemudian Fry dkk dan
Shuster dkk menyebut kelainan tersebut sebagai gluten Senstivie Enteropathy.1,2
BAB 2: EPIDEMIOLOGI
DH dapat mengenai segala usia dan biasanya sering pada usia dekade ke 2 sampai ke 4 4.
DH pada anak biasanya terjadi pada saat usia lebih dari 5 tahun dan jarang pada usia dibawah 2
tahun. Anak perempuan lebih sering daripada anak laki-laki namun jika dewasa laki-laki lebih
banyak dibanding perempuan.1,3
DH dilaporkan lebih sering pada orang Eropa dan jarang pada orang Asia dan
Afroamerika. Prevelansi di Eropa sekitar 1,2-39,2 per 100,000.4,5
8/3/2019 kulit referat DH
4/12
3
BAB 3: ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Etiologi DH belum diketahui secara pasti. Terdapt predisposisi genetik berupa
ditemukannya HLA B8 pada 58-87%, HLA DR3 90-95% dan HLA DQ2 95-100%
4,6
Pathogenesis DH berhubungan dengan Gluten Sensitive Enteropathy(GSE). GSE adalah
kelainan gastrointestinal yang disebabkan oleh gluten. Gluten adalah suatu protein yang terdapat
pada gandum. Pada lebih dari 90% kasus DH didapati enteropati sensitive terhadap gluten pada
jejenum dan ileum. Kelainan yang terjadi bervariasi dari atopi vili yang minimal hingga sel-sel
epitel mukosa usus halus yang mendatar. Sejumlah 1/3 kasus disertai steatorea.,4,6
GSE kemungkinan berhubungan dengan deposit IgA pada kulit penderita DH, meskipun
mekanismanya belum diketahui secara pasti apakah IgA terikat pada antigen yang ditemukan
pada gastrointestinal kemudian beredar dan tertimbun pada kulit atau apakah IgA yang tebentuk
khas untuk antigen kulit yang belum diketahui.2
Ditemukannya IgA dan komplemen diseluruh kulit menimbulkan perkiraan bahwa diperlukan
factor tambahan untuk menerangkan permulaan lesi. Dengan factor tambahan ini, IgA
mengakifkan komplemen (mungkin melalui jalur alternative) sehingga terjadi kemotaksis
neutrophil yang melepaskan enzimnya dan mengakibatkan lesi yang disebut dengan DH.2
Selain gluten, yodium juga disebutkan dapat mempengaruhi timbulnya remisi dan eksaserbasi
penyakit.2,6,7,8
BAB 4: GAMBARAN KLINIS
Keadaan umum penderita biasanya baik. Keluhannya sangat gatal, seperti rasa terbakar
atau rasa tersengat tetapi bisa junga asimptomatik walaupun jarang. Ruam berupa eritema,
papulo vesikel, vesikel/bula yang berkelompok. Kelainan yang utama ialah vesikel, oleh sebab
itu disebut juga herpetiformis yang berarti seperti Herpes Zoster atau Herpes Simpleks. Vesikel-
vesikel tersebut dapat tersusun arsinar atau sirsinar. Dinding vesikel/bula tegang. Bula jarang
dijumpai. Dapat juga dijumpai erosi atau krusta jika vesikel atau bula pecah.1,2,4,5,6
Distribusi lesi biasanya simetris pada permukaan ekstensor seperti siku, lutut, sakrum,
bokong, punggung. Lesi jarang terjadi pada mukosa mulut, telapak tangan dan kaki. Penderita
biasanya dapat memperkirakan tempat timbulnya lesi baru 8-12jam sebelumnya karena daerahtersebut terasa sangat tersengat atau terbakar atau gatal.
2,3,4,6,7
8/3/2019 kulit referat DH
5/12
4
Gambar 1- menunjukkan lesi awal pada DH seperti papula, vesikel berkelompok dan krusta pada siku
seorang pasien berumur 25 tahun2
Gambar 2- menunjukkan gejala klinis DH pada bagian punggung dan bokong seorang pasien berusia 56
tahun. Terdapat papul berkelompok, vesikel kecil, krusta dan erosi pada dasar yang eritema dan juga
terdapat hipo dan hiperpigmentasi pasca inflamasi2
8/3/2019 kulit referat DH
6/12
5
Gambar 3 : lokasi distribusi lesi yang paling sering pada DH2
BAB 5: HISTOPATOLOGI
Gambaran histopatologi DH yang khas paling terlihat pada daerah eritem disekitar
vesikel yang baru muncul. Pada daerah ini terdapat akumulasi netrofil dan beberapa eosinophil
pada ujung papilla dermis yang semakin lama semakin bertambah besar membentuk mikorabses.
Pembentukan mikroabses mengakibatkan pemisah antara ujung papilla dermis dan epidermis
sehingga terbentuk vesikel.7.9.10
Pada awalnya interpapilary ridges epidermis tetap melekat pada dermis sehingga vesikel
yang terbentuk adalah multiokular dan masih terlalu kecil untuk dilihat secara klinis. Dalam 1-2
hari rete ridges ini akan terlepas dari dermis dan terbentuk vesikel unilokuler yang akan tampak
secara klinis. Pada saat ini mungkin masih terlihat mikroabses pada tepi vesikel. Karena itu
biopsy pada tepi vesikel sangat berguna.7,9,10
Pada pemeriksaan dengan mikroskopik electron terlihat bula subepidermal di bawah
lamina basalis. Pada daerah lesi, lamina basalis rusak atau hilang dan pada kulit di dekat lesi,
lamina basalis menjadi tipis.7
8/3/2019 kulit referat DH
7/12
6
IMMUNOFLOURESENSI
Pada pemeriksaan immunoflouresensi direk memperlihatkan timbunan IgA dalam bentuk
granular pada ujung papilla dermis di kulit sekitar lesi dan kulit normal dengan jarak tidak lebih
dari 3mm dari lesi. Ini merupakan kriteria standard untuk diagnosis.4,7,9,10
Pada pemeriksaan immunoflurosensi indirek, tidak ditemukan antibody terhadap
basement membrane zone (BMZ)7
Gambar 4&5 menunjukkan gambaran histologis pada DH yang menunjukkan adaanyasebukan netrofil di papilla dermis yang akan membentuk mikroabses.
12
8/3/2019 kulit referat DH
8/12
7
BAB 6: DIAGNOSIS
Diagnosis DH ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang khas, yaitu adanya lesi kulit
yang sangat gatal berupa vesikel berkelompok dengan distribusi simetris pada permukaan
ekstensor siku, lutut, sakrum, bokong, punggung. Vesikel biasanya berdinding tegang. Dapat
juga dijumpai bula.2,3,4,6,7
Pemeriksaan histopatologis menunjukan adanya mikroabses oleh karena akumulasi netrofil dan
eosinophil pada ujing papilla dermis dan terbentuknya bula supepidermal. Pemeriksaan
immunoflurosensi direk menunjukkan timbunan IgA granular pada ujung papilla dermis.
BAB 7: DIAGNOSIS BANDING
Sebagai diagnosis banding adalah pemphigus Vulgaris(PV). Pemfigoid Bulosa (PB) dan
chronic bulous Disease of Childhood(CDBC)6
Pada PV keadaan umumnya buruk, tidak gatal, kelainan utama adalah bula yang berdinding kendur, generalisata dan eritema bisa terdapat atau tidak. Pada gambaran
histopatologi terdapat akantolisis, letak vesikel intraepidermal. Terdapat IgA di stratum
spinosum.6
PB berbeda dengan DH karena ruam utama adalah bula, tidak begitu gatal, dan pada
pemeriksaan imnunofluoresensi terdapat IgG tersusun seperti pita di subepidermal.6
CBDC terdapat pada anak, kelainan utama ialah bula, tidak begitu gatal, eritema tidak
selalu ada dan dapat berkelompok atau tidak. Terdapat IgA yang linear.6
Pemfigus vulgaris Pemfigoid bulosa Dermatititsherpetiformis
Etiologi Autoimun Disangka albumin Belum jelas
Usia 30-60 tahun Biasanya usia tua Anak atau dewasa
Keluhan Biasanya tidak gatal Biasanya tidak gatal Sangat gatal
Kelainan kulit Bula berdinding
kendur, krustabertahan lama
Bula berdinding
tegang
Vesikel berkelompok,
berdinding tegang
Tanda nikolski + - -
Tempat predileksi Biasanya generalisata Perut, lengan fleksor,lipat paha, tungkai
medial
Simetrik: tengkuk,bahu, lipat ketiak,
posterior, lenganekstensor, daerah
skrotum, bokong
Kelainan mukosa
mulut
60% 10-40% jarang
histopatologi Bula intraepidermal,
akantolisis
Celah di taut dermal-
epidermal, bula di
Celah subepidermal,
terutama netrofil
8/3/2019 kulit referat DH
9/12
8
subdermal, terutama
eosinofil
Immunofluorensensi
langsung
IgG dan komplemen
di epidermis
IgG seperti pita di
membrane basal
IgA granular di
papilla dermis
enteropati - + +
Peka gluten - - +HLA - - B8, DQw2
terapi Kortikosteroid(prednisone 60-
150mg sehari),sitostatik
Kortikosteroid(prednisone) 40-60mg
sehari
B8, DQw2 DDS(diaminodifenil
sulfon) 200-300mgsehari
BAB 8 : PENATALAKSANAAN
1. MEDIKAMENTOSAA. DAPSONDapson dan sulfapiridin merupakan obat yang efektif untuk menghilangkan gejala dan
menekan pembentukkan ruam pada DH pada anak dan dewasa. Obat ini menyebabkan
respon yang dramatis dalam waktu 24 hingga 48 jam, sehingga membantu dalam
mendiagnosis DH11
Dapson untuk anak-anak dapat diberikan mulai dengan dosis 2mg/kgbb/hari, dosis dapat
ditingkatkan tergantung respons klinis dan efek samping dari terapi yang mungkin
timbul. Jika tidak terjadi efek samping dosis dapat ditingkatkan hingga mencapai
maksimal 400mg/hr, namun dosis yang dibutuhkan berkisar 50mg tiga kali sehari. Jika
sudah ada perbaikan dosis dapat diturunkan perlahan-lahan 25 sampai 50mg/hr sampai
mencapai level minimum.11
Efek samping Dapson adalah agranulositosis, anemia hemolitik, methemoglobinemia,
neuritis perifer dan bersifat hepatotoksik. Harus dilakukan pemeriksaan kadar Hb, jumlah
lekosit dan hitung jenis sebelum pengobatan dan 2 minggu sekali. Jika klinis
menunjukkan tanda-tanda anemia atau sianosis segera dilakukan pemeriksaan
lbaratorium. Jika terdapat defisiensi G6PD maka merupakan kontra-indikasi karena dapat
menyebabkan anemia hemolitik.6
B. SULFAPIRIDINDosis awal sulfapiridin untuk anak biasanya 100 sampai 200mg/kgbb/hari, dibagi
menjadi 4 dosis, dengan dosis maksimal 2 sampai 4 gram perhari. Jika sudah ada
perbaikan dosis dapat diturunkan setiap minggu hingga dosis pemeliharaan 500mg/hari
atau kurang.11
8/3/2019 kulit referat DH
10/12
9
Efek samping sulfapiridin adalah anorexia, sakit kepala, demam, leukopenia,
agranulositosis, anemia hemolitik. Harus dilakukan pemeriksaan G6PD sebelum
dilakukan terapi dan pemeriksaan darah tepi setiap bulan. Obat ini kemungkinan akan
menyebabkan terjadinya nephrolithiasis karena sukar larut dalam air sehingga pasien
dianjurkan minum banyak.6,11
Untuk pasien yang tidak dapat diberikan sulfapiridin atau dapson dapat diberikan
kortikosteroid sistemik walaupun tidak efektif. Pernah dilaporkan keberhasilan
pengobatan dengan tetrasiklin atau minosiklin dan nikotinamid. Penhentian nikotainamid
atau minosiklin menyebabkan ruam DH timbul kembali.5
C. Pengobatan TopikalDapat diberikan krim kortikosteroid atau bedak kocok seperti calamine dengan menthol
untuk mengurangi rasa gatal.11
NON MEDIKAMENTOSA
DIET BEBAS GLUTEN
Diet ini harus dilakukan secara ketat, perbaikan pada kulit tampak setelah beberapa
minggu. Dengan diet bebas gluten dapat mengontrol lesi kulit pada 80% penderita. Kelainan
intestinal juga mengalami perbaikan, sedang dengan obat-oba kelainan ini tidak akan mengalami
perbaikan. Dengan diet ini penggunaan obat dapat ditidakan atau dosisnya dapat dikurangi4,7
8/3/2019 kulit referat DH
11/12
10
BAB 9: PROGNOSIS
Sebagian besar penderita akan mengalami DH yang kronis dan residif, biasanya
berlangsung seumur hidup. Remisi spontan terjadi pada 10-15% kasus.6,7
BAB 10: KESIMPULAN
1. Dermatitis Herpetiform adalah penyakit kulit vesikulobulosa yang bersifat kronis danresidif, ruamnya bersifat polimorfik terutama berupa vesikel yang tersusun berkelompok
dan simetris pada permukaan ekstensor disertai rasa gatal.
2. Etiologi dan pathogenesis DH yang belum pasti jelas, sebagai dasar genetic DHdihubungkan dengan HLA B8, HLA DR3 dan HLA DQw2. Gluten sangat berperan pada
pathogenesis DH.
3. Diagnosis DH ditegakkan berdasarkan gambaran klinis yang khas dan pemeriksaanhistopatologis di mana terdapat akumulasi netrofil pada ujung papilla dermis yang
membentuk mikro abses, kemudian terbentuk celah subepidermal dan vesikel
multi/unilokuler pada subepidermal. Pemeriksaan immunofluoresensi menunjukkan
timbunan IgA dalam bentuk granular pada ujung papilla dermis.
4. Pengobatan DH adalah Dapson yang dibarengi dengan diet bebas gluten pada makanan.
8/3/2019 kulit referat DH
12/12
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Leonard JN. Dermatitis Herpetiform In: Harper J. Oranje A, Prose N, eds. Textbook ofPediatric Dermatology. 1
stedition London. Blackwell Science Ltd. 2000: 724-9
2. Katz SI. Dermatitis Herpetiform. In: Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K, eds.Dermatology in General Medicine. 4
th
edition. Vol II. New York. Mc Graw-Hil Inc.1993: 636-40
3. Fine JD. Billous Disease. In: Moschella SL, Hurley HJ eds. Dermatology, 3rd edition.Philladelphia. WB Saunders Company. 1992: 674-76
4. Sams HH. Dermatitis Herpetiform. Available at :http://www.emedicine.com>specialties>dermatology>bullousdisease. Accessed on 25
th
November 2012
5. Habif TP. Clinical Dermatology 3rd edition. St Louis. Mosby Year boo. 1996:499-5076. Wiryadi BE. Dermatitis Vesikobulosa Kronik. Dalam: Djuanda A. Hamzah M. Aisah S,
ed. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketiga. Jakarta. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2011: 193-5
7. Pye RJ. Bullous Eruption. In: Champion RH, Burton JL, Burns DA, eds.Rook/Willkinson/Ebling. Textbook of Dermatology. 6th edition. Vol III. London.
Blackwell Science Ltd. 1998: 1888-91.
8. Scahner LA, Hansen RC. Vesicobullous and Neonatal Diseases. In: PediatricDermatology. 2
ndedition, Vol II. New York. Churchill Livingstone. 1995: 1169-72.
9. Lewer WF, Lever GS. Dermatitis Herpetiformis. In. Histopathology of The Skin. 6 thedition. Philladelphia. JB Lippincot Company. 1983: 118-21.
10.Pinkus H, Mehregan AH. Dermatitis Herpetiformis. In: A Guide toDermatohistopathology. 3
rd
Connecticut. Appleton-Century-Crafts. 1981: 136-711.Hurwitz S. Chronic Nonhereditary Blistering Diseases of Childhood. In: Clinical
Pediatric Dermatology. 2nd
edition. Philadelphia. WB Saunders Company. 1993: 278-82
12.Gambaran histologis pada DH. Available onhttp://www.dermaamin.com/site/histopathology-of-the-skin. Accessed on 29
thNovember
2011