Top Banner

of 42

KTI RICA (Bab I-VI)

Oct 11, 2015

Download

Documents

kti
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

42

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Klinik Gora didirikan sejak tahun 2011, tepatnya 21 November 2011 yang sebelumnya berdiri Laboraturium klinik 21 Desember 2000. Pendirian awalnya dimotivasi untuk melandasi oleh keinganan dan motivasi untuk memberikan pelayanan kesehatan yang baik khususnya pemeriksaan kesehatan Laboraturiumdengan mengutamakan pelayanan yang ramah dan simpatik dengan di tunjang serta didukung pula dengan akurasi hasil yang baik.Pada awalnya, Klinik Gora berdiri dengan melihat segmen pasar saat itu yang kecendrungannya lebih bertolak pada pemeriksaan kesehatan Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI). Banyak di antara tenaga kerja Indonesia asal NTB yang melakukan pemeriksaan kesehatan di propinsi dengan membutuhkan waktu dan biaya yang cukup besar. Hal ini disebabkan karena fasilitas pemeriksaan kesehatan tenaga kerja di Nusa Tenggara Barat khususnya Kota Mataram sangat minim sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja yang ada.Dengan semakin berkembangnya laju perekonomian di NTB pada umumnya dan di Kota Mataram khususnya, berdampak pula pada perubahan pola pikir masyarakat. Kecendrungan masyarakat untuk mengetahui secara berkala status kesehatan mereka mulai berkembang.Bertolak dari kenyataan itulah kemudian pada tahun 2005, Laboratorium Klinik Gora kembali membenahi diri dengan tidak hanya memiliki satu segmen saja dalam hal pemeriksaan kesehatan Calon Tenaga Kerja Indonesia akan tetapi juga mulai menggarap segmen lainnya, yaitu pemeriksaan kesehatan masyarakat khususnya pemeriksaan Laboratorium kesehatan secara umum. 1

Pada awal tahun 2006, tepatnya Januari 2006 Laboraturium Klinik Gora mendapat kepercayaan dari BIDDOKES Polda NTB untuk melaksanakan pemeriksaan terhadap calon Bintara Polda NTB, khususnya pemeriksaan Laboraturium. Di samping itu juga BIDDOKES Polda NTB juga menunjuk Laboratorium Klinik Gora sebagai pelaksana pemeriksaan Laboratorium untuk Calon Taruna Akpol, PTIK (Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian), Secaba (Sekolah Calon Perwira). Pemeriksaan kesehatan bagi Calon Tenaga Kerja Indonesia yang akan dikirim bekerja ke luar negeri merupakan bagian tidak terpisahkan dari program penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Calon Tenaga Kerja Indonesia harus melakukan pemeriksaan kesehatan (Medical Check Up) terlebih dahulu. Dewasa ini banyak penyakit menular yang telah mampu diatasi bahkan ada yang telah dapat dibasmi, akan tetapi masalah penyakit menular masih tetap dirasakan oleh sebagian besar penduduk negara sedang berkembang. Berbagai macam penyakit menular yang perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan antara lain : Hepatitis, HIV dan Sifilis. (Achmad, 2002, Nur, 2006)Hepatitis dapat didefinisikan sebagai suatu proses nekroinflamatorik yang mengenai sel-sel hati. Proses itu sendiri dapat disebabkan oleh berbagai hal, misalnya virus, bahan kimia, obat-obatan, alkohol dan dapat pula disebabkan karena ischemia, misalnya shock atau proses autoimun (Soemoharjo, 1999). Hepatitis virus B disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B (VHB) yang dapat menimbulkan hepatitis kronik, yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan atau hepatoma (Hadi, 1999).Hepatitis B menyebabkan empat juta infeksi akut di seluruh dunia setiap tahun. Kira-kira 350 juta individu di seluruh dunia merupakan karier kronik hepatitis B dengan 100 juta individu karier berada di Cina dan satu juta karier berada di Amerika Serikat. Prevalensi hepatitis B sangat tinggi di semua wilayah Afrika beberapa bagian Amerika Selatan, Alaska, Kanada Utara, Eropa Timur, Jepang, New Zealand, Asia Tenggara dan Cina. Di Amerika Utara infeksi terjadi pada remaja (Mahoney dkk, 1999). Menurut kriteria WHO Indonesia termasuk daerah endemitas tinggi yang berkisar antara 10-15% (Soemohardjo, 1999).Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 prevalensi penduduk yang terinfeksi virus hepatitis B sebesar 9.4% (rentang 0.2- 1.9%). Salah satu daerah dengan prevalensi tinggi hepatitis B di Indonesia adalah provinsi Nusa Tenggara Barat. Berbagai penelitian yang dilakukan di NTB membuktikan bahwa angka pengidap HBsAg (Hepatitis B surface Antigen) cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan di Desa Segenter Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara didapatkan prevalensi HBsAg sebesar 20.3%, kemudian pada pendonor darah di Mataram didapatkan prevalensi HBsAg sebesar 7.3%. Pada penduduk Gili Gede didapatkan prevalensi HBsAg sebesar 13.45, serta penelitian yang dilakukan di Sumbawa Besar dan Bima didapatkan prevalensi HBsAg sebesar 11,7% dan 11,3% (Soemohardjo, 2008).Perjalanan penyakit Hepatitis B kronik seringkali tanpa gejala selama bertahun-tahun sehingga seseorang tidak sadar mengidap virus tersebut dan berpotensi menularkan kepada orang lain. Terkadang keluhannya hanya lemas, cepat lelah, gangguan pencernaan, kembung, mual dan kehilangan nafsu makan. Hepatitis B mempunyai dua cara penularan yaitu vertikal dan horizontal. Penularan horizontal dapat terjadi melalui kulit atau selaput lendir contohnya yaitu tato, tranfusi darah, perlukaan kulit, cukuran kumis, sikat gigi, penggunaan jarum suntik bersama, hubungan seksual yang berganti-ganti pasangan. Penularan secara vertikal terjadi bila seorang wanita dengan HBsAg positif menularkan kepada bayi yang dilahirkannya (Oswari, 2003).B. Rumusan MasalahDari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : Berapa besar prevalensi Hepatitis B berdasarkan umur dan jenis kelamin pada Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI) di Klinik Gora Mataram periode Januari s/d Maret 2013?C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan UmumUntuk mengetahui prevalensi Hepatitis B berdasarkan umur dan jenis kelamin Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI) di Klinik Gora Mataram Periode Januari s/d Maret 2013.2. Tujuan Khususa. Menghitung jumlah Penderita HBsAg Positif berdasarkan umurb. Menghitung jumlah Penderita HBsAg Positif berdasarkan jenis kelaminc. Menganalisis prevalensi Hepatitis B (HBsAg) berdasarkan umur dan jenis kelamin pada CTKI di Klinik Gora Mataram.D. Manfaat Penelitian1. Bagi MasyarakatUntuk memberikan informasi tentang prevalensi Hepatitis B berdasarkan umur dan jenis kelamin, serta memberikan pengetahuan betapa pentingnya menjaga kesehatan.2. Bagi Pendidikan Sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan bahan bacaan mahasiswa di Perpustakaan Jurusan Analis Kesehatan Mataram.3. Bagi Dinas Kesehatan Memberikan masukan tentang prevalensi Hepatitis B dalam menentukan program - program kesehatan terutama di daerah kerja Dinas Kesehatan Kota Mataram.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2 A. Kerangka Teoritis1. Definisi HepatitisHepatitis dapat didefinisikan sebagai suatu proses nekroinflamatorik yang mengenai sel-sel hati. Proses itu sendiri dapat disebabkan oleh berbagai hal misalnya virus, bahan kimia, obat-obatan, alkohol dan dapat pula disebabkan oleh karena ischemia, misalnya karena shock atau suatu proses autoimun (Soemohardjo, 1999). Hepatitis terdiri dari beberapa jenis, yaitu :a) Hepatitis A Hepatitis A adalah penyakit peradangan hati yang termasuk kategori ringan dan apabila ditangani sejak dini dengan baik tidak menyebabkan kematian. Hepatitis A (disebabkan virus hepatitis A, VHA) adalah jenis hepatitis yang paling ringan, namun sangat menular. Virusnya ditemukan dalam tinja penderita hepatitis A sekitar 2 minggu sebelum dan 7 hari setelah terinfeksi. Penularan jenis hepatitis A ini melalui: (1) Kontak langsung, contohnya setelah membersikan seorang anak penderita hepatitis yang baru saja BAB, Anda tidak mencuci tangan dengan sabun. Anda bisa tertular. (2) Makanan dan minuman yang telah terkontaminasi dengan virus hepatitis A. karena itu, jangan minum sembarangan atau mengonsumsi makanan mentah yang belum dicuci. sangat mudah dan cepat menyebar merupakan salah satu pengertian hepatitis A, terutama ditularkan oleh tukang masak yang tidak mencuci tangan secara bersih setelah BAB. (Anonim, 2013)6

b) Hepatits BHepatitis B ialah penyakit hepatitis jenis B yang dikategorikan sebagai penyakit menular dan termasuk penyakit menular berbahaya. jenis Hepatitis B ini masuk dalam kategori hepatitis akut atau menahun. Jenis hepatitis B dapat menimbulkan peradangan dan kerusakan sel-sel hati, virus mampu bertahan dan menetap di dalam tubuh, sehingga bersifat kronis dan selanjutnya berpotensi merusak jaringan hati secara perlahan. Akhirnya organ hati rusak, mengecil dan mengeras (sirosis) atau timbul kanker hati. (Anonim, 2013)c) Hepatitis CHepatitis C adalah penyakit jenis hepatitis yang disebabkan oleh virus C (Hepatitis C Virus HCV) dan ditularkan melalui jarum suntik, jarum tindik, dan tato yang terinfeksi dan transfusi darah atau produk darah yang terinfeksi, cuci darah, cangkok organ. Selain itu juga alat perawatan tubuh bersama seperti silet cukur, sikat gigi dan gunting kuku. Bedanya dengan jenis hepatitis B, penularan jenis hepatitis C tidak melalui kontak pribadi (misalnya hubungan seks atau kelahiran bayi dari ibu yang terinfeksi). Namun sumber penularan terbesar adalah jarum suntik yang digunakan bersama-sama di antara para pengguna narkoba. Jenis hepatitis C lebih ganas dibanding Jenis hepatitis B. Jenis Hepatitis C ini seringkali tanpa gejala, sehingga penderita bisa bertahun-tahun terinfeksi tanpa menyadari bahwa dirinya mengidap VHC dan berpotensi menularkannya. Virus hepatitis C berada dalam darah dan cairan tubuh, dapat dideteksi dengan pemeriksaan darah khusus, dimana di dalam darah ditemukan adanya HCV-RNA setelah 1-2 minggu terinfeksi virus jenis hepatitis C (VHC). (Anonim, 2013)d) Hepatitis DHepatitis D adalah penyakit hepatitis jenis D yang disebabkan oleh virus yang dikenal dengan sebutan Delta yaitu virus cacat yang perkembangannya dibantu oleh hepatitis B. Dan virus hepatitis D inilah yang paling berbahaya walaupun jarang memasuki jaringan tubuh manusia. (Anonim, 2013)e) Hepatitis EHepatitis E adalah penyakit hati yang disebabkan virus jenis hepatitis E ( VHE ). Jenis Hepatitis E ditemukan pada tahun 1980-an, Hepatitis E didiagnosis setelah ditemukan virus VHE dalam darah yang disertai dengan zat anti-IgM dan anti-VHE. (Anonim, 2013)Partikel virion lengkap VHB disebut partikel Dane. Komponen lapisan luar adalah HBsAg. Pada bagian dalam terdiri dari HBcAg. Didalam nukleokapsid didapatkan DNA untai ganda dan DNA polymerase. Terdapat pula HBeAg yang merupakan partikel lepas tidak membentuk virus hepatitis B.

Gambar 2.1 : Inti struktur virus secara umum

Inti virus tersusun atas satu jenis asam nukleat. Beberapa jenis virus menggunakan asam deoksiri-bonukleat (DNA) sebagai bahan genetiknya, tetapi sebagian besar jenis virus menggunakan asam ribo-nukleat (RNA). Tidak ada jenis virus yang menggunakan dua macam asam nukleat sekaligus. Virus yang berinti DNA disebut virus DNA, sedangkan virus yang berinti RNA disebut virus RNA. Polimer asam nukleat tersebut mengandung sekitar 4-7 gen untuk virus kecil dan sekitar 150-200 gen untuk virus besar. Asam nukleat tersebut bersifat khas dan merupakan salah satu dasar pengelompokan (klasifikasi) virus. 2. PatogenesisVirus hepatitis B masuk ke dalam tubuh secara parental. Dari peredaran darah partikel dane masuk kedalam hati terjadi proses replikasi virus. Selanjutnya sel-sel hati akan memproduksi dan mensekresi partikel dane utuh, partikel HBsAg bentuk bulat dan tubuler dan HBeAg yang tidak ikut membentuk partikel virus. VHB merangsang respon imun, yang pertama kali dirangsang adalah respon imun non spesifik (innate immune respon) karena dapat terangsang dalam waktu singkat, dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Untuk proses eradikasi VHB lebih lanjut diperlukan respon imun spesefik, yaitu mengaktivasi sel limfosit T dan sel limfosit B. Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan CD4+ akan menyebabkan produksi antibodi antara lain anti HBs, anti-HBc dan anti-HBe. Anti HBs akan mencegah penyebaran virus dari sel ke sel. Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien, maka infeksi VHB dapat diakhiri, sedangkan bila proses tersebut kurang efisien, maka terjadi infeksi VHB yang menetap. Proses eliminasi VHB oleh respon imun yang tidak efisien disebabkan oleh faktor viral ataupun faktor penjamu (Soemohardjo, 2008).Ada 2 golongan cara penularan infeksi VHB yaitu penularan horizontal dan penularan vertikal. Penularan horizontal dapat terjadi melalui kulit atau selaput lendir, sedangkan penularan vertikal terjadi dari seseorang penderita yang hamil kepada bayi yang dilahirkannya. Ada 2 macam penularan melalui kulit yaitu penularan melalui kulit yang disebabkan tusukan yang jelas (penularan parental), misalnya melalui suntikan, tranfusi darah atau pemberian produk yang berasal dari darah, tato dan lain-lain. Kelompok kedua adalah penularan melalui kulit tanpa tusukan yang jelas, misalnya masuknya bahan infektif melalui proses goresan atau abrasi kulit, radang kulit dan lain-lain. Selaput lendir yang dapat menjadi tempat masuk infeksi VHB adalah selaput lendir mulut, mata, hidung, saluran makanan bagian bawah dan selaput lendir genitalia (Soemohardjo, 2008).Transmisi utama VHB terjadi melalui parental. Di Asia dengan tingkat endemitas VHB tinggi, pola transmisi yang banyak berperan adalah transmisi perinatal dan transmisi karena kontak erat antar anggota keluarga. Transmisi dari ibu (vertikal) ke bayi dapat terjadi pada saat intra uterin (prenatal), saat lahir (intranatal) dan setelah lahir (pasca-natal). Transmisi horizontal dapat terjadi melalui kontak erat antar anggota keluarga. Umumnya transmisi prenatal (vertikal) diyakini terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh ibu yang terkontaminasi VHB pada saat kelahiran. Infeksi intaruterin lebih jarang terjadi (sekitar 2,45 dari seluruh kejadian transmisi perinatal). Infeksi ini diduga karena adanya defek plasenta, sehingga barier plasenta yang seharusnya dapat mencegah HBsAg masuk ke janin tidak dapat berfungsi dengan baik. Infeksi VHB yang terjadi intrauterine ini umumnya tidak dapat dicegah (Oswari, 2003).Paradigma dari empat fase infeksi kronik, terdiri dari immune tolerance, immune clearance, inactive carrier dan HBeAg-negative chronic hepatitis B, akan tetapi tidak semua pasien akan mengalami 4 fase tersebut. Fase-fase tersebut yaitu: Fase pertama, hepatitis B kronik immune tolerance. Terutama terlihat pada infeksi yang didapat pada masa perinatal, ditandai dengan tingginya kadar replikasi virus (HBeAg positif, anti HbeAg negative, tingginya kadar DNA virus hepatitis B didalam darah tepi) dan kadar Alanine Aminotransaminase (ALT) yang normal hingga peningkatan minimal yang mengindikasikan adanya hepatitis ringan (Valsamakis, 2007). Pada fase ini sangat jarang terjadi serokonversi HBeAg tersebut biasanya tidak efektif (Soemohardjo, 2008).Pada sekitar 30% individu dengan presistensi VHB akibat terjadinya replikasi VHB yang berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi yang tampak dari kenaikan kadar ALT. Pada keadaan ini, penderita mulai kehilangan toleransi imun terhadap virus hepatitis B. Fase ini disebut fase imunoaktif atau immune clearance, serokonversi HBeAg baik secara spontan maupun karena terapi lebih sering terjadi (Soemohardjo, 2008). Sisanya 70% dari individu tersebut akhirnya dapat menghilangkan sebagian besar partikel VHB tanpa kerusakan sel hati yang berarti. Pada keadaan ini, titer HBsAg rendah dengan HBeAg yang menjadi negative dan anti Hbe yang menjadi positif secara spontan, dan kadar ALT normal, yang menandai terjadinya fase nonreflikatif dan fase residual. Pada sebagian penderita dalam fase inactive carriers dan residual, pada waktu terjadi serokonversi HBeAg positif menjadi anti-HBe, sudah terjadi sirosis. Hal ini dikarenakan terjadinya fibrosis setelah terjadi serokonversi tersebut (Soemohardjo, 2008).Fase keempat adalah reaktivasi, ditandai dengan HBeAg negative, anti HBe positif, adanya peningkatan enzim hati dan tingginya jumlah DNA VHB. HBeAg dapat berubah menjadi positif pada beberapa individu. Pada biopsi hati terdapat aktivitas hepar dengan indeks skore 4 atau lebih. Pada keadaan sistem imun yang cukup maka akan terlihat mirip dengan hepatitis B akut dan perubahan IgM anti-HBc menjadi positif. Bila terjadi pada keadaan sistem imun yang tinggi maka akan menjadi hepatitis fulminant (Soemohardjo, 2008).3. Gambaran Klinis a) Gambaran Klinis Hepatitis B AkutSetelah masa inkubasi berakhir, akan terjadi gejala prodomal yang dapat berupa anoreksia, mual, muntah, mialgia, atau coryza berkisar selama 1-2 minggu. Fase ini disusul dengan fase ikterik yang ditandai dengan timbulnya ikterus dan berkurangnya keluhan-keluhan prodomal. Pada saat itu, hepar teraba dan nyeri tekan. Dapat timbul limpadenopati dan splenomegali. Kadang-kadang terdapat tanda-tanda kolestasis yang disertai ikterus berkepanjangan serta gatal-gatal (Soemohardjo, 2008).b) Gambaran Klinis Hepatitis B KronikGambaran klinis hepatitis B kronik sangat bervariasi. Pada banyak kasus, tidak didapatkan keluhan maupun gejala dan hasil pemeriksaan tes faal hati normal. Pada sebagian lagi, didapatkan hepatomegali, atau bahkan splenomegali, atau tanda-tanda penyakit hati kronik lainnya, misalnya Eriterma Palmaris, spider nevi dan pada pemeriksaan laboratorium, sering didapatkan kenaikan kadar ALT walaupun tidak selalu (Soemohardjo, 2008).c) Gambaran Klinis Sirosis HatiPasien dengan sirosis dapat datang dengan sedikit keluhan, dapat tanpa keluhan sama sekali, atau dengan keluhan. Beberapa keluhan atau gejala yang sering timbul pada sirosis, antara lain : kulit berwarna kuning, rasa lelah, lemah, nafsu makan menurun, gatal, mual, penurunan berat badan, nyeri perut dan mudah berdarah (akibat penurunan produksi faktor-faktor pembekuan darah). Pasien sirosis dapat tetap berjalan kompensata selama bertahun-tahun, sebelum berubah menjadi dekompensata. Sirosis dekompensata dapat dikenal dari timbulnya bermacam komplikasi seperti ikterus, perdarahan varises, asites, atau ensefalopati (Kusumobroto, 2007).d) Gambaran Klinis HepatomaGambaran klinik kanker hati sering sangat bervariasi. Kanker hati harus selalu dicurigai pada penderita sirosis yang keadaannya cepat menjadi jelek apalagi disertai nyeri perut kanan atas dan bila teraba tumor. Penderita kanker hati sering mengalami penurunan berat badan. Rasa nyeri relatif jarang didapatkan. Nyeri perut hebat dapat terjadi akibat adanya perihepatitis atau bila tumor mengenai diafragma. Sering ditemukan keluhan saluran makan, misalnya nafsu makan berkurang, kembung, atau konstipasi. Namun terdapat juga penderita yang mengalami diare kronik yang sulit diatasi karena kanker tersebut memproduksi zat aktif, misalnya prostalglandin sering ditemukan hepatomegali. Asites didapatkan pada sekitar 50% penderita kanker hati (Soemohardjo, 2008).4. EpidemiologiVirus Hepatitis B (VHB) telah menginfeksi lebih dari 350 juta orang didunia atau kurang lebih 5% populasi dunia. Virus Hepatitis B merupakan penyebab utama hepatitis kronis dan karsinoma hepatoseluler (KHS), serta menyebabkan 1 juta kematian tiap tahunnya ( Oswari, 2003).Di Eropa dan Amerika 15-25% penderita hepatitis B kronik akan meninggal karena proses hati atau kanker hati primer. Penelitian yang dilakukan di Taiwan pada 3.654 pria China yang HBsAg positif bahkan mendapat angka yang lebih besar yaitu antara 40-50% (Soemohardjo, 2007).Penelitian tentang HBsAg pada orang dewasa di Taiwan telah mendapat infeksi pada masa perinatal, kejadian sirosis pertahun 0.5%, kemungkinan terjadinya sirosis setelah 17 Tahun kira-kira 13%. Umumnya sekitar 85% pasien mengalami serokonversi HBeAg diantara usia 20 sampai 29 tahun (Valsamakis, 2007).Penilaian paparan hepatitis B terhadap tenaga kesehatan di Uganda yang merupakan negara dengan daerah endemis yang tinggi. Tenaga kesehatan dipilih melalui random sampling dari urutan tenaga kesehatan di tingkat daerah, setiap daerah masing-masing populasi proporsinya sama. Pada kasus ini, terdapat 60.1% tenaga kesehatan yang terinfeksi hepatitis B, dengan 8.7% menjadi karier kronik dan 0.3% terinfeksi akut, 36.3% rentan dan harus vaksinasi. Hanya 5.1% yang dilaporkan pernah melakukan vaksinasi hepatitis B 1 kali dari 3.5% kebal vaksinasi. Trauma jarum suntik dilaporkan sebanyak 77% dari tenaga kesehatan yang merupakan model paparan terhadap darah dan cairan tubuh (Braka dkk, 2006).Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 prevalensi penduduk yang terinfeksi virus hepatitis B sebesar 9.4% (rentang 0.2- 1.9%). Salah satu daerah dengan prevalensi tinggi hepatitis B di Indonesia adalah provinsi Nusa Tenggara Barat. Berbagai penelitian yang dilakukan di NTB membuktikan bahwa angka pengidap HBsAg (hepatitis B surface Antigen) cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan di desa Segenter didapatkan prevalensi HBsAg sebesar 20.3%, kemudian pada pendonor darah di Mataram didapatkan prevalensi HBsAg sebesar 7.3% pada penduduk Gili Gede didapatkan prevalensi HBsAg sebesar 13.45, serta penelitian yang dilakukan di Sumbawa Besar dan Bima didapatkan prevalensi HBsAg sebesar 11,7% dan 11,3% (Soemohardjo, 2008).5. DiagnosisDiagnosis hepatitis B secara umum dibuat berdasarkan pemeriksaan serologi. Pada umumnya individu yang terinfeksi hepatitis B akan menimbulkan HBsAg positif (Worman, 2002).Deteksi HBsAg dapat dilakukan dengan beberapa metode tapi yang sering digunakan adalah metode ELISA. Metode ini dapat mendeteksi HBsAg sampai kadar 0,2 ng/cc. Metode lain yang lebih sederhana yang masih banyak digunakan adalah metode RPHA (Reserve Passive Haemagglutination) dengan batas deteksi HBsAg sampai 1 ng/cc. Keuntungan metode ini adalah sifatnya semikuantitatif serat dapat digunakan untuk jumlah sampel yang sedikit, cepat dan reagen yang tahan lama, sedangkan kerugiannya adalah dalam pembacanya subjektif dan kurang sensitif. Selain menggunakan metode RPHA, terdapat juga tes cepat (rapid tes) yaitu dipstick atau imunokhromatografi dengan kepekaan yang sebanding dengan RPHA. Untuk mendeteksi anti-HBS, HBeAg, anti-HBe, serta anti-HBc menggunakan metode ELISA dan Imunokromatografi (Soemodhardjo, 1999). Pemeriksaan DNA virus hepatitis B sangat berguna dalam menetapkan replikasi virus yang sedang berlangsung. Pemeriksaan DNA virus hepatitis B digunakan untuk evaluasi terapi dan ada atau tidaknya resistensi terhadap obat yang diberikan. Terdapat berbagai metode pemeriksaan DNA VHB seperti PCR (Polymerase Chain Reaction) dan hibridisasi. Pemeriksaan slot atau dot blot hibridasi dapat mendeteksi jumlah DNA VHB 5 pg/ml (1,5 x106 genom per ml), sedangkan PCR yang merupakan pemeriksaan yang lebih sensitif dapat mendeteksi jumlah DNA VHB hingga 10-3 pg/ml( 100-1000 genom). Deteksi DNA VHB dengan menggunakan PCR mengindikasikan infeksi VHB yang sedang berlangsung, sedangkan bila menggunakan hibridisasi mengindikasikan replikasi virus serta penyakit hati aktif (Mahoney, 1999).Umumnya dilakukan tes faal hati, USG (ultrasonography), CT scan (Computed tomoghraphy scan), MRI (Magnetic Resonance Imaging) dan biopsi hati untuk mengidentifikasi adanya sirosis atau massa di hati seperti hepatoma (Ocama, 2005). Meningkatnya aminotransferase terutama ALT (alanine aminotranferase) pada saat hepatitis B akut bervariasi dari ringan hingga sedang. Konsentrasi ALT biasanya lebih tinggi dari pada konsentrasi AST (Aspartate aminotransferase). Prothrombin time merupakan indicator yang paling baik untuk prognosis. Kadar alpha-fetoprotein yang tinggi 8000 ng/ml juga sering terlihat (Gitlin, 1997). B. Tenaga Kerja1. PengertianMenurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 3, tenaga kerja berarti orang yang bekerja atau mengerjakan sesuatu; pekerja, pegawai atau orang yang mampu melakukan pekerjaan, baik didalam maupun di luar hubungan kerja. Menurut UU 13 Tahun 2003, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untukmasyarakat. Menurut Payaman Simanjuntak, tenaga kerja (man power) adalah penduduk yang sudah atau sedang bekerja, sedang mencari pekerjaan dan yang melaksanakan kegiatan lain, seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja menurutnya ditentukan oleh umur/usia. Menurut Kesuma, SDM menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut. Mampu bekerja berarti mampu melakukan kagiatan yang mempunyai nilai ekonomis, yaitu bahwa kegiatan tersebut menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Secara fisik, kemampuan bekerja diukur dengan usia. Dengan kata lain, orang dalam usia kerja dianggap mampu bekerja. Kelompok penduduk dalam usia kerja tersebut dinamakan tenaga kerja atau manpower. Secara singkat, tenaga kerja didefinisikan sebagaipenduduk dalam usia kerja. Pengertian tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah bekerja atau sedang bersekolah dan mengurus rumah tangga. Tiga golongan yang disebut terakhir, walaupun sedang tidak bekerja, mereka dianggap secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja. Penggunaan SDM untuk kegiatan produksi dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas SDM serta kondisi perekonomian yang mempengaruhi SDM. di Indonesia, semula dipilih batas umur minimum 10 tahun tanpa batas umur maksimum. Dengan demikian tenaga kerja di Indonesia dimaksudkan sebagai penduduk yang berumur 10 tahun atau lebih. Pemilihan 10 tahun sebagai batas umur minimum adalah berdasarkan kenyataan bahwa dalam umur tersebut sudah banyak penduduk berumur muda terutama di desa-desa sudah bekerja atau mencari pekerjaan. Dengan bertambahnya kegiatan pendidikan maka jumlah penduduk dalam usia sekolah yang melakukan kegiatan ekonomi akan berkurang. Bila wajib sekolah 9 tahun diterapkan, maka anak-anak sampai dengan umur 14 tahun akan berada di sekolah. Dengan kata lain jumlah pendudukyang bekerja dalam batas umur tersebut akan menjadi sangat kecil, sehingga batas umur minimum lebih tepat dinaikkan menjadi 15 tahun. Atas pertimbangan tersebut, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 telah menetapkan batas usia kerja menjadi 15 tahun. Dengan kata lain, sesuai dengan mulai berlakunya Undang-undang ini, mulai tanggal 1 Oktober 1998, tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk umur 15 tahun atau lebih. Ketentuan ini juga mengacu pada ketentuan internasional dalam hal ini World Bank yang menyatakan batas usia kerja adalah 15-64 tahun. Jadi, tenaga kerja (manpower) adalah seluruh penduduk dalam usia kerja (berusia 15 tahun atau lebih) yang potensial dapat memproduksi barang dan jasa (Anonim, 2012).2. Klasifikasi Tenaga KerjaMenurut pendekatan angkatan kerja yang diperkenalkan oleh InternationalLabour Organization (ILO), penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua golongan yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja adalah seluruh jumlah penduduk yang dianggap dapat bekerja dan sanggup bekerja jika tidak ada permintaan kerja. Menurut Undang-Undang Tenaga Kerja, mereka yang dikelompokkan sebagai tenaga kerja yaitu mereka yang berusia antara 15 tahun sampai dengan 64 tahun. Bukan tenaga kerja adalah mereka yang dianggap tidak mampu dan tidak mau bekerja, meskipun ada permintaan bekerja. Menurut Undang-Undang Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2003, mereka adalah penduduk di luar usia, yaitu mereka yang berusia di bawah 15 tahun dan berusia di atas 64 tahun. Contoh kelompok ini adalah para pensiunan, para lansia (lanjut usia) dan anak-anak (Anonim 2012).Berdasarkan kualitasnya tenaga kerja dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:a) Tenaga kerja terdidikTenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memiliki suatu keahlian atau kemahiran dalam bidang tertentu dengan cara sekolah atau pendidikan formal dan nonformal. Contohnya: pengacara,dokter, guru, dan lain-lain.b) Tenaga kerja terampilTenaga kerja terampil adalah tenaga kerjayang memiliki keahlian dalam bidang tertentudengan melalui pengalaman kerja. Tenaga kerja terampil ini dibutuhkan latihan secara berulang-ulang sehingga mampu menguasai pekerjaan tersebut. Contohnya: apoteker, ahli bedah, mekanik dan lain-lain.c) Tenaga kerja tidak terdidikTenaga kerja tidak terdidik adalah tenaga kerja kasar yang hanya mengandalkan tenaga saja. Contoh: kuli, buruh angkut, pembantu rumah tangga (Anomin 2012).

C. Tenaga Kerja IndonesiaTenaga Kerja Indonesia (disingkat TKI) adalah sebutan bagi warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri (seperti Malaysia, Timur Tengah, Taiwan, Australia dan Amerika Serikat) dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah. Namun demikian, istilah TKI seringkali dikonotasikan dengan pekerja kasar. TKI perempuan seringkali disebut Tenaga Kerja Wanita (TKW). TKI sering disebut sebagai pahlawan devisa karena dalam setahun bisa menghasilkan devisa 60 trilyun rupiah (2006), tetapi dalam kenyataannya, TKI menjadi ajang pungli bagi para pejabat dan agen terkait. Bahkan di Bandara Soekarno-Hatta, mereka disediakan terminal tersendiri (terminal III) yang terpisah dari terminal penumpang umum. Pemisahan ini beralasan untuk melindungi TKI tetapi juga menyuburkan pungli, termasuk pungutan liar yang resmi seperti pungutan Rp. 25.000,- berdasarkan Surat Menakertrans No. 437.HK.33.2003, bagi TKI yang pulang melalui Terminal III wajib membayar uang jasa pelayanan Rp. 25.000. Pada 9 Maret 2007 kegiatan operasional di bidang Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri dialihkan menjadi tanggung jawab BNP2TKI. Sebelumnya seluruh kegiatan operasional di bidang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri dilaksanakan oleh Ditjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) Depnakertrans (Anonim, 2012).

D. Standar Nasional Pelayanan Pemeriksaan Kesehatan Calon Tenaga Kerja Indonesia

Standar pemeriksaan kesehatan calon tenaga kerja Indonesia (TKI) saat ini bersifat nasional. Kebijakan ini dituangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1158/Menkes/SK/XII/2008. Adapun standar pemeriksaan berupa :1. Standar pemeriksaan Fisika. AnamnesisDokter pemeriksa kesehatan menegaskan agar pertanyaanpertanyaan yang diajukan dijawab oleh calon TKI dengan jelas dan benar, diantaranya seperti :1) Riwayat penyakit sekarang2) Riwayat penyakit dahulu3) Riwayat perawatan di rumah sakit : pernah dirawat,alasan dirawat, lama dan jenis penyakit yang diderita.4) Riwayat kecelakaan : pernah mendapat kecelakaan, dirawat atau tidak, berapa lama perawatan dan menderita cacat sementara atau tetap.5) Riwayat operasi : pernah operasi atau tidak, jenis operasi, kapan di operasi, dimana dan berapa lama perawatan pasca operasi.6) Riwayat pekerjaan sebelumnya : pernah bekerja atau belum, dimana dan berapa lama serta mengapa berhenti dari pekerjaan tersebut.7) Riwayat haid, bagi tenaga kerja wanita perlu ditanyakan kapan mulai haid, teratur atau tidak, sakit atau tidak, masalah kehamilan, melahirkan, keluarga berencana, keguguran dan jumlah anak.8) Riwayat penyakit keluarga : Diabetes Melitus, Hipertiroid, kanker, dan lain-lain.b. Pemeriksaan FisikPemeriksaaan fisik lengkap dilakukan menurut perincian dalam kartu pemeriksaan, pemeriksaaan fisik diselenggarakan di tempat yang penerangannya cukup dan dalam suasana tenang serta tidak tergesa-gesa. Adapun rincian pemeriksaan meliputi :1) Berat badan2) Tinggi badan 3) Denyut nadi4) Frekuensi pernafasan5) Tekanan darah6) Pemeriksaan mata7) Pemeriksaan THT8) Pemeriksaan gigi dan mulut9) Pemeriksaan leher10) Pemeriksaan dada11) Pemeriksaan jantung12) Pemeriksaan paru13) Pemeriksaan abdomen14) Pemeriksaan urogenital15) Pemeriksaan kulit dan kelamin16) Pemeriksaan ekstrimitas17) Pemeriksaan EKGPemeriksaan fisik dilakukan secara teliti agar hasil pemeriksaan sesuai dengan negara tujuan yang bersangkutan. Selain itu bila diperlukan dapat menggunakan Spirometri, Audiometri dan lain-lain sesuai permintaan negara tujuan.c. Kesimpulan Hasil Pemeriksaan Fisik Ada / tidak ada kelainan (bila ada kelainan agar dijelaskan).2. Standar Pemeriksaan Jiwa / PsikiatrikPada pemeriksaan psikiatrik yang bertujuan mendapatkan data tentang fungsi kejiwaan dapat dilakukan melalui :a. Kontak verbal antara dokter dengan CTKI (anamnesis)b. Observasi tampakan umum dan perilaku CTKIc. Pengamatan interaksi antara dokter dengan CTKId. Pengamatan interaksi antara CTKI dengan lingkungane. Pemahaman humanistik dokter mengenai CTKI.Tahapan pemeriksaan psikiatrik meliputi :a. AnamnesisDokter pemeriksa kesehatan menegaskan agar pertanyaan dijawab oleh CTKI dengan jelas dan benar. Adapun pertanyaan yang diajukan adalah sebagai berikut :1) Hal hal yang pernah dikeluhkan (dalam setahun terakhir) atau alasan CTKI pernah berobat.2) Hal hal yang pernah dialami berkaitan dengan jiwa.b. Pemeriksaan PsikiatrikDokter pemeriksa melakukan pengamatan yang meliputi :1) Penampakan umum (kesadaran),2) Sikap dan perilaku motoric,3) Pikiran dan4) Perasaan (afek /emosi)c. Pemeriksaan Penunjang PsikiatrikDokter pemeriksa melakukan pemeriksaan penunjang psikiatrik melalui :1) MINI (Mini Neuropsychiatric Interview),2) MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory).Pemeriksaan penunjang psikiatrik dilakukan untuk konfirmasi.

d. Kesimpulan Hasil Pemeriksaan Psikiatrik Ada / tidak ada gangguan neurotik berat atau psikotik.3. Standar Pemeriksaan LaboratoriumKemampuan pemeriksaan laboratorium kesehatan terdiri dari jenis pemeriksaan yang dilaksanakan sesuai tabel dibawah ini. Pemeriksaan hematologi, menggunakan hematology analyzer, pemeriksaan immunologi : HBsAg, Anti HCV dan Anti HIV minimal menggunakan peralatan Elisa Lengkap (mikroplate, washer, reader dan incubator) dan dilengkapi dengan pembacaan absorbance /cut off serta ada print out, pemeriksaan kimia basah (wet chemistry). Pemeriksaan kimia klinik tidak boleh memakai reagen dry chemistry. Pemeriksaan mikrobiologi dengan menggunakan mikroskop binokuler, sedang pemeriksaan Narkotika Psikotropika dan tes kehamilan dengan cara rapid.Tabel 2.1: Jenis Pemeriksaan LaboratoriumNoJenis PemeriksaanNoJenis Pemeriksaan

1.2.3.4.5.6.7.8.Jenis pemeriksaanGolongan darah, ABO, RhHitung trombositHitung lekositHitung eritrositHitung jenis lekositKadar HbLaju endap darahNilai hematocrit

26.27.28.293031.32.33.34.35.36.37.

Kimia Klinik (Wet chemistry)Albumin / GlobulinAsam uratBillirubinAlkali fosfataseGlukosaKreatitninProtein totalSGOTSGPTUreumKolesterol totalTrigeliserida

9.10.11.12.13.14.15.16.17.18.19.20.

UrinalisisWarna, bau, kejernihanBillirubinBenda ketonBerat jenisDarah samarGlukosapHProteinUrobilinogenSedimenNarkotika psikotropikaTes kehamilan

38.39.40.41.42.43.44.45.ImunologiAnti HCVAnti HIVHBsAgHBeAgAnti HBeTPHAVDRLWidal

21.22.23.24.25.TinjaWarna, konsistensiAmoebaDarah samarSalmonella, ShigellaTelur cacing46.47.48.49.50.51MikrobiologiFilariaJamurMalariaM. tuberculosisM. LepraeN. gonorhoeae

Pemeriksaan konfirmasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan.4. Standar Pemeriksaan RadiologiPemeriksaan radiologi dilakukan dengan memperhatikan hal hal meliputi persiapan, posisi, pengambilan foto, skema interpretasi, pembacaan dan pelaporan hasil pemeriksaan serta kesimpulan. Jenis foto yang dibuat adalah foto thoraks.a. Persiapan1) Perhatikan kontra indikasi pemeriksaan sinar-X pada CTKI hamil,2) Semua pakaian bagian atas dilepas dan mengenakan pakaian khusus,3) Perhiasan dan asesori lain di lepas,4) Rambut diikat di atas kepala,5) Pemberian label identitas da penanda kanan atau kiri (R atau L).b. Posisi1) CTKI berdiri dengan dada menghadap ke vertical cassete stand dan sedikit condong ke depan,2) Dinding dada dan kedua bahu kontak dengan kaset film (posisi ke dua bahu turun),3) Pososi tangan bertolak pinggang dengan siku ke depan,4) Kepala ke depan dengan dagu di atas tepi kaset film,5) Alat reproduksi dilindungi apron.c. Pengambilan Foto1) Proyeksi PA dan tegak lurus dengan film,2) Central ray tertuju ke kolummna spinalis pada level bagian bawah skapula,3) Centering, Collimation pada permukaan kulit arkus kosta inferior, identifikasi tepinya,4) Menahan nafas pada inspirasi yang dalamd. Skema Interpretasi Tipe dan Kualitas Radiografi1) Identitas terbaca dengan jelas,2) Penanda kanan dan kiri pada posisi yang benar,3) Skapula tidak superposisi dengan rongga toraks,4) Simetris (Prosesus spinosus terletak di tengah antara clavikula),5) Inspirasi cukup, iga posterior 9 atau 10 tidak superposisi dengan diagfragma,6) Kondisi foto baik terlihat sampai vertebra torakal 3 dan 4,7) Foto toraks mampu mendeteksi kelainan pada : Dinding dada (jaringan lunakdan tulang), diagfragma dan pleura, mediastinum dan jantung, parenkim paru dan benda asinge. Pembacaan dan Pelaporan Hasil Pemeriksaan1) Hasil pemeriksaan radiodiagnostik menjadi tanggung jawab dokter spesialis radiologi.2) Semua foto di baca oleh spesialis radiologi.f. KesimpulanNormal atau ada kelainan (dijelaskan).

E. Kerangka Konsep

Faktor Internal : Obat-obatan Umur Jenis kelamin

Calon TKI :

Hepatitis B (HbsAg)

Calon TKI :

Umur Jenis Kelamin

Faktor Eksternal : Sosial Ekonomi Pendidikan Lingkungan Makanan

Keterangan:

= Varibel yang diteliti

= Variabel yang tidak diteliti

BAB IIIMETODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian1. Tempat PenelitianPenelitian ini dilakukan di Klinik Gora Mataram2. Waktu PenelitianPenelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, dari bulan Januari s/d Maret 2013.B. Rancangan PenelitianPenelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriftif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara obyektif (Notoatmojo, 2010).C. Populasi dan Sampel 1. PopulasiPopulasi pada penelitian ini adalah semua pasien yang melakukan pemeriksaan di Klinik Gora Mataram.2. Sampel Sampel pada penelitian ini adalah sebagian pasien CTKI yang melakukan pemeriksaan Hepatitis B berdasarkan umur dan jenis kelamin di Klinik Gora Mataram periode Januari s/d Maret 2013.

30

D. Variabel Penelitian Variabel independen dalam penelitian ini adalah Calon Tenaga Kerja Indonesia yang melakukan pemeriksaaan Hepatitis B di Klinik Gora Mataram.

E. Definisi Operasional1. PrevalensiPrevalensi adalah jumlah kasus penyakit HBsAg yang terjadi dalam populasi pada waktu tertentu, pada suatu titik waktu tertentu atau selama periode waktu.2. HBsAg ( Hepatitis B surface Antigen)Hepatitis B merupakan peradangan pada sel-sel hati yang disebabkan oleh HBV (Hepatitis B Virus) dan ditularkan melalui kontak darah maupun cairan tubuh.

F. Metode dan Alur Kerja PenelitianMetode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pra ELISA (Enzime Linked Immuno Sorbance Assay) dan dengan menggunakan alur kerja sebagai berikut :Persiapan Alat dan Bahan

Pengumpulan Sampel

Pemeriksaan Sampel

Pembacaan Hasil

Pengumpulan dan Analisis Data

Kesimpulan

G. Pengumpulan DataSumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu informasi yang tertulis dalam buku register pasien di Klinik Gora Mataram. Pengumpulan data dilakukan dengan mencatat informasi-informasi penting yang ada dalam buku register pasien.

Data yang dicatat meliputi :1. Jumlah CTKI yang melakukan pemeriksaan Klinik Gora Mataram periode Januari s/d Maret 20132. Umur 3. Jenis Kelamin4. Jumlah kasus HBsAg positif setiap bulannya.H. Cara Pengumpulan Data 1. Alat dan Bahan a. Alat :1) Imunologi Fothometer Human2) Washer Human 3) Inkubator Human4) Mikropipet 5) Yellowtipb. Bahan :1) Kit reagen HBsAg : Control negative Control positif Conjugate Buffer Substrate Larutan stop solution2) Aquadest2. Prosedur Kerja a. Masukkan 50 l sampel, 50 l control positif dan 50 l control negatif ke dalam masing-masing well,b. Tambahkan 50 l conjugate ke dalam well,c. Inkubasi 60 menit pada suhu 37 C,d. Cuci dan buang sebanyak 6 kali dengan jeda waktu 30 menit, gunakan mikroplate washer,e. Tambahkan 100 l substrate ke dalam well,f. Inkubasi pada suhu ruangan selama 15-25 menit,g. Tambahkan 50 l larutan stop solution ke dalam well,h. Baca absorbance dengan panjang gelombang 450 nm.I. Cara Pengolahan Data dan Analisis Data1. Cara Pengolahan DataData yang diperoleh untuk mengetahui hasil penelitian dapat dimasukkan dalam tabel dibawah ini :

Tabel 3.1. Data Penderita Hepatitis B Pada Calon Tenaga Kerja Indonesia di KlinikGora Mataram Periode Januari s/d Maret 2013.

NoBulanJumlah PasienUsia (tahun)HBsAg%

Laki-lakiPerempuan( + )( - )( + )( - )

1Januari

2Februari

3Maret

Jumlah

Prevalensi

2. Analisis DataData yang dikumpulkan kemudian diolah dengan uji deskriptif sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan prevalensi Hepatitis B pada CTKI di Klinik Gora Mataram.

BAB IVHASIL PENELITIAN

Data hasil pemeriksaan HBsAg CTKI periode Januari s/d Maret 2013 di Klinik Gora Mataram disajikan pada :Tabel 4.1. Distribusi Hasil HBsAg pada Calon Tenaga Kerja Indonesia di Klinik Gora Mataram periode Januari s/d Maret 2013 No.BulanJumlah Kasus HBsAg

( + )( % )( - )( % )

1Januari401.962930.25

2Februari371.7880038.48

3Maret512.4552225.11

Jumlah1286.16195193.83

Prevalensi HBsAg positif (+) paling tinggi pada bulan Maret sebanyak 51 kasus dengan persentase 2.45% dan HBsAg positif (+) terendah pada bulan Februari sebanyak 37 kasus dengan persentase 1.78%.

36

Tabel 4.2. Distribusi Jumlah HBsAg Positif (+) dan Negatif (-) berdasarkan Kelompok Umur pada Calon Tenaga Kerja Indonesia di Klinik Gora Mataram Rentang Umur (tahun)Jumlah HBsAg

( + )( % )( - )( % )

15 244031.2557229.32

25 345341.4191847.05

35 443124.2243722.40

45 5443.13211.08

55 6400.0030.15

Total128100.001951100.00

Prevalensi HBsAg positif (+) yang tertinggi pada rentang umur 25-34 tahun sebanyak 53 kasus dengan persentase 41.41% dan HBsAg positif (+) terendah pada rentang umur 55-64 tahun sebanyak 0 dengan persentase 0.00%.

Tabel 4.3. Distribusi HBsAg (+) dan HBsAg (-) berdasarkan jenis kelamin pada Calon Tenaga Kerja Indonesia di Klinik Gora Mataram Jenis KelaminJumlah HBsAg

( + )( % )( - )( % )

Laki-laki10078.13150577.14

Perempuan2821.8844622.86

Total128100.001951100.00

Prevalensi HBsAg positif (+) tertinggi pada laki-laki sebanyak 100 kasus dengan persentase 78.13% dan HBsAg positif (+) terendah pada perempuan sebanyak 28 kasus dengan persentase 21.86%BAB VPEMBAHASAN

Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari buku registrasi pasien yang melakukan pemeriksaan di Klinik Gora Mataram periode Januari s/d Maret 2013 yang disajikan pada tabel 4.1. didapatkan pasien CTKI yang melakukan pemeriksaan di Klinik Gora Mataram sebanyak 2079. Dari jumlah sampel tersebut didapatkan 128 kasus HBsAg positif dan 1.951 kasus HBsAg negatif, jadi prevalensi hepatitis B positif (+) adalah 6,16%. Berdasarkan rentang umur, hasil penelitian yang diperoleh pada tabel 4.2. didapatkan bahwa usia 25-34 tahun memperoleh persentase HBsAg positif (+) yang paling tinggi yaitu sebanyak 53 orang (41.41 %). Usia 25-34 tahun merupakan usia produktif dalam berproduksi dimana manusia pada usia tersebut juga banyak melakukan aktivitas di luar lingkungan seperti: mengkonsumsi makanan tidak higienis, melakukan hubugan seksual secara bebas, menggunakan jarum suntik secara bergantian, mengkonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan sehingga rentan terinfeksi HBsAg. Berdasarkan jenis kelamin, data yang disajikan pada tabel 4.3., diketahui bahwa dari 128 kasus HBsAg positif (+), terdiri dari CTKI laki-laki sebanyak 100 orang (78,13 %) dari 128 kasus penderita penyakit Hepatitis B dan CTKI perempuan sebanyak 28 orang (21,88 %) 128 kasus penderita Hepatitis B periode Januari s/d Maret 2013. Di Nusa Tenggara Barat masih banyak kasus penyakit yang menular salah satunya penyakit Hepatitis B. Dari Hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa laki-laki lebih banyak terkena penyakit Hepatitis B daripada perempuan. Hal ini disebabkan karena laki-laki cenderung mengkonsumsi alkohol dan tingkat kebersihan yang rendah dibandingkan perempuan. Hasil penelitian ini sesuai dengan peneitian yang dilakukan oleh Rahmadewi (2007) yang menyatakan bahwa jumlah laki-laki (58,1%) lebih banyak mengidap penyakit hepatitis dibandingkan dengan perempuan (41,9%) dari 31 orang sampel. Sedangkan, berdasarkan kategori umur pada penelitian didapatkan golongan umur 25-34 tahun merupakan golongan terbanyak yang mengidap hepatitis (41,41%) dari 128 orang sampel. Hal ini tidak sama dengan penelitian yang telah dilakukan Rahmawati (2007) bahwa golongan umur 41-60 tahun merupakan golongan terbanyak yang mengidap hepatitis (45,2%) dari 31 orang sampel. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan tingkat insidensi hepatitis terjadi dimana Nusa tengga barat merupakan insiden tertinggi mengalami hepatitis. 38

39

Indonesia digolongkan ke dalam kelompok daerah dengan prevalensi hepatitis B dengan tingkat endemisitas menengah sampai tinggi. Prevalensi Hepatitis B kronik di Indonesia diperkirakan mencapai 10-15% dari total penduduk atau setara 13,5 juta penderita Hepatitis B. Jumlah ini membuat Indonesia menjadi Negara ke-3 di Asia yang pengidap Heptitis B kronik paling banyak, setelah Cina dan India. (Soemohardjo S, 1999), sedangkan pada tahun 2010, jumlah penderita Hepatitis B di Indonesia diperkirakan mencapai 30 juta orang dan sekitar 15 juta diantaranya berpotensi menderita chronic liver diseases. (Anonim, 2010). Faktor penyebab tingginya Hepatitis B yang perlu di waspadai adalah faktor penularannya. Adapun cara dan media yang merupakan sarana penularan hepatitis B yang mungkin terjadi dikalangan CTKI disebabkan beberapa faktor yaitu : penggunaan jarum suntik atau jarum tato yang tidak steril yang dipakai lebih dari satu kali, penggunaan alat kebersihan diri seperti sikat gigi dan handuk bersama, hubungan seksual dan menggunakan pisau cukur bersama secara bergantian.Pencegahan hepatitis B (HBsAg) dapat dilakukan dengan cara menggunakan alat suntik yang steril dan sekali pakai, menggunakan alat kebersihan (sikat gigi dan handuk) secara tidak bersama dengan penderita, pasangan seksual dianjurkan vaksinasi.

BAB VIPENUTUP

A. Kesimpulan1. Berdasarkan kelompok umur, jumlah penderita HBsAg positif usia 15 24 tahun sebanyak 40 orang dengan persentase 31,25 %, usia 25 34 tahun sebanyak 53 orang (41,41%), usia 35 44 tahun sebanyak 31 orang (24,22%), usia 45 -54 tahun sebanyak 4 orang (3,13%) dan usia 55 64 tahun tidak menderita HBsAg positif. Jadi persentase HBsAg positif tertinggi pada usia 25 34 tahun sebesar 41,41 %.2. Berdasarkan jenis kelamin, jumlah penderita HBsAg positif untuk jenis kelamin laki laki sebanyak 100 orang dengan persentase 78,13 % sedangkan untuk jenis kelamin perempuan sebanyak 28 orang dengan persentase 21,88 %.3. Prevalensi Hepatitis B (HBsAg) positif yang tertinggi pada usia 25-34 sebanyak 53 orang dengan persentase 41.41%, sedangkan dari jenis kelamin laki laki sebnyak 100 orang dengan persentase 78.13%.B. Saran 1. Bagi CTKI dengan HBsAg Negatif, disarankan untuk melakukan vaksinasi sebagai tindakan pencegahan infeksi terhadap Hepatitis B.2. Bagi CTKI dengan HBsAg Positif, diharapkan untuk melakukan pemeriksaan penunjang hepatitis lainnya, untuk mengetahui derajat infeksi hepatitisnya. 41

3. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan untuk meneliti lebih lanjut mengenai demografi penyebaran hepatitis berdasarkan wilayah asalnya dan menggunakan periode yang lebih lama.