Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang AIDS merupakan penyakit yang paling ditakuti pada saat ini. Karena hingga saat ini belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan penyakit ini. AIDS disebabkan oleh virus yang bernama HIV yaitu: H = Human (manusia), I = Immunodeficiency (berkurangnya kekebalan), V = Virus. Maka dapat dikatakan HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh (sistem imun) penderita, sehingga kemampuan pertahanan diri dari serangan penyakit menjadi berkurang. Apabila terinfeksi virus HIV, maka tubuh akan membentuk suatu antibodi untuk melawan virus HIV. Istilah HIV baru dikenal 20 - 25 tahun yang lalu. Di Indonesia sendiri kasus pertama penginfeksian HIV terjadi pada tahun 1987 dan terjadi di Bali. Di dunia sekarang ini, kasus AIDS sangat memprihatinkan.Sudah banyak orang yang tewas dan terjangkit penyakit ini. Adapun di Afrika, yang memiliki penderita terbanyak di dunia, setiap tahunnya jutaan orang mati akibat penginfeksian HIV. Perlu diketahui bahwa penyakit yang diakibatkan penginfeksian HIV ini memiliki
34

KTI MSC Full HIV-AIDS.docx

Sep 27, 2015

Download

Documents

Anne Octavia
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangAIDS merupakan penyakit yang paling ditakuti pada saat ini. Karena hingga saat ini belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan penyakit ini. AIDS disebabkan oleh virus yang bernama HIV yaitu: H = Human (manusia), I = Immunodeficiency (berkurangnya kekebalan), V = Virus.Maka dapat dikatakan HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh (sistem imun) penderita, sehingga kemampuan pertahanan diri dari serangan penyakit menjadi berkurang. Apabila terinfeksi virus HIV, maka tubuh akan membentuk suatu antibodi untuk melawan virus HIV.Istilah HIV baru dikenal 20 - 25 tahun yang lalu. Di Indonesia sendiri kasus pertama penginfeksian HIV terjadi pada tahun 1987 dan terjadi di Bali. Di dunia sekarang ini, kasus AIDS sangat memprihatinkan.Sudah banyak orang yang tewas dan terjangkit penyakit ini. Adapun di Afrika, yang memiliki penderita terbanyak di dunia, setiap tahunnya jutaan orang mati akibat penginfeksian HIV. Perlu diketahui bahwa penyakit yang diakibatkan penginfeksian HIV ini memiliki gejala unik, yang baru muncul setelah 5 - 10 tahun.Kita pun tahu bahwa hingga saat ini, sektor kesehatan belum menemukan obat yang dapat menyembuhkan HIV sepenuhnya. Oleh karena itu, kami berusaha membuat suatu konsep perencanaan untuk mengendalikan HIV sebelum terjadinya epidemi di lingkungan masyarakat Indonesia. Dengan konsep perencanaan yang kami buat ini, diharapkan dapat berperan dengan baik dalam pelaksanaan peningkatan kesehatan masyarakat dan lingkungan yang ada di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalaha. Apa tujuan dilakukannya konsep perencanaan?b. Bagaimana cara mengembangkan pengorganisasian rencana strategis?c. Bagaimana upaya dalam mencegah penularan HIV di lingkungan dan masyarakat Indonesia?d. Bagaimana upaya dalam mengurangi dan mengendalikan penyebaran HIV di Indonesia dalam konteks meningkatkan kesehatan masyarakat dan lingkungannya?

1.3 Tujuan Penulisana. Mengetahui tujuan dilakukannya konsep perencanaan.b. Mengetahui cara mengembangkan pengorganisasian rencana strategis.c. Mengetahui upaya mencegah penularan HIV di lingkungan dan masyarakat Indonesia.d. Mengetahui upaya mengurangi dan mengendalikan penyebaran HIV di Indonesia dalam konteks meningkatkan kesehatan masyarakat dan lingkungannya.

1.4 Manfaat PenulisanHasil penulisan ini dapat digunakan sebagai masukan bagi:1. Pemerintah Daerah SetempatUntuk meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja dalam upaya pencegahan peningkatan kasus penginfeksian HIV. Hal ini dapat dilakukan dengan pembentukan program kesehatan yang dibentuk melalui sekolah-sekolah dan menutup tempat lokalisasi yang ada.2. MasyarakatUntuk meningkatkan pengetahuan tentang HIV dan melakukan upaya dalam melakukan pencegahan penginfeksian HIV serta ikut berperan dalam mengendalikan penyebaran HIV di lingkungannya.3. PenulisPenulis dapat meningkatkan pengetahuan tentang HIV dan dapat meningkatkan kemampuan dalam menulis karya tulis ilmiah.

BAB IITELAAH PUSTAKA2.1 HIV2.1.1 Definisi HIV/AIDSAIDS (Acquired Immunodeficiency Sindrom), adalah stadium akhir pada serangkaian abnormalitas imunologis dan klinis yang yang dikenal sebagai spektrum infeksi HIV. HIV yang dulu disebut sebagai HTLV-III (Human T cell Lymphotropic Virus III) atau LAV (Lymphadenophaty Virus) adalah virus sitopatik dari famili retrovirus (Price, 1992).

2.1.2 Struktur HIVVirion HIV berbentuk sferis dan memiliki inti berbentuk kerucut, dikelilingi oleh selubung lipid yang berasal dari membran sel hospes. Inti virus mengandung protein kapsid terbesar yaitu p24, protein nukleokapsid p7/p9, dua kopi RNA genom, dan tiga enzim virus yaitu protease, reverse transcriptase dan integrase.Protein p24 adalah antigen virus yang cepat terdeteksi dan merupakan target antibodi dalam test screening HIV. Inti virus dikelilingi oleh matriks protein dinamakan p17, yang merupakan lapisan di bawah selubung lipid. Sedangkan selubung lipid virus mengandung dua glikoprotein yang sangat penting dalam proses infeksi HIV dalam sel yaitu gp120 dan gp41. Genom virus yang berisi gen gag, pol, dan env yang akan mengkode protein virus. Hasil translasi berupa protein prekursor yang besar dan harus dipotong oleh protease menjadi protein mature (Jawetz, 2001).

2.1.3 Klasifikasi HIVHuman Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan kelompok virus RNA :Famili : RetroviridaeSub famili : LentivirinaeGenus : LentivirusSpesies : Human Immunodeficiency Virus 1 (HIV-1) Human Immunodeficiency Virus 2 (HIV-2)HIV menunjukkan banyak gambaran khas fisikokimia dari familinya. Terdapat dua tipe yang berbeda dari virus AIDS manusia, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Kedua tipe dibedakan berdasarkan susunan genom dan hubungan filogenetik (evolusioner) dengan lentivirus primata lainnya.Berdasarkan pada deretan gen env, HIV-1 meliputi tiga kelompok virus yang berbeda yaitu M (main), N (New atau non-M, non-O) dan O (Outlier). Kelompok M yang dominan terdiri dari 11 subtipe atau clades (A-K). Telah teridentifikasi 6 subtipe HIV-2 yaitu sub tipe A-F (Jawetz, 2001).

2.1.4 Penularan HIVHIV ditularkan selama kontak seksual (termasuk seks genital-oral), melalui paparan parenteral (pada transfusi darah yang terkontaminasi dan pemakaian bersama jarum suntik / injecting drugs use (IDU)) dan dari ibu kepada bayinya selama masa perinatal.Seseorang yang positif menderita HIV otomatis dapat menularkan virus, adanya penyakit seksual lainnya seperti Sifilis dan Gonorhoe meningkatkan resiko penularan seksual HIV sebanyak seratus kali lebih besar, karena peradangan membantu pemindahan HIV menembus barier mukosa. Sejak pertama kali HIV ditemukan, aktivitas homoseksual telah dikenal sebagai faktor resiko utama tertularnya penyakit ini. Resiko bertambah dengan bertambahnya jumlah pertemuan seksual dengan pasangan yang berbeda.Transfusi darah atau produk darah yang terinfeksi merupakan cara penularan yang paling efektif. Pengguna obat-obat terlarang dengan seringkali terinfeksi melalui pemakaian jarum suntik yang terkontaminasi. Paramedis dapat terinfeksi HIV oleh goresan jarum yang terkontaminasi darah, tetapi jumlah infeksi relatif lebih sedikit.Angka penularan ibu ke anaknya bervariasi dari 13% sampai 48% pada wanita yang tidak diobati. Bayi bisa terinfeksi di dalam rahim, selama proses persalinan atau yang lebih sering melalui air susu ibu (ASI). Tanpa penularan melalui ASI, sekitar 30% dari infeksi terjadi di dalam rahim dan 70% saat kelahiran. Data menunjukkan bahwa sepertiga sampai separuh infeksi HIV perinatal di Afrika disebabkan oleh ASI. Penularan selama menyusui biasanya terjadi pada 6 bulan pertama setelah kelahiran (Jawetz, 2001).

2.2 Kesehatan MasyarakatKesehatan masyarakat merupakan salah satu bidang keilmuan yang memiliki ruang lingkup pembahasan yang sangat luas. Ruang lingkup pembahasan yang luas itu memungkinkan kita untuk dapat memperoleh ataupun mempunyai informasi yang benar. Jika hal-hal itu dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya memperoleh pengetahuan dan informasi tentang bagaimana mencegah suatu penyakit atau tentang pedoman hidup sehat yang kemudian dipraktekan secara langsung, maka akan sangat membantu dalam mengurangi masalah kesehatan/penyakit yang sering kali menimpa masyarakat, khususnya masyarakat di lingkungan kita (Sujudi, 2002).

2.2.1 Definisi dan Pokok-Pokok Pengertian Kesehatan MasyarakatBapak perintis kesehatan masyarakat waktu itu adalah Chadwich, yang kemudian menurunkan Windslow sebagai bapak yang mampu meletakkan dasar-dasar bagi konsep kesehatan masyarakat modern. Rumusan definisi kesehatan masyarakat menurut Windslow adalah sebagai berikut :a. Pencegahan penyakit,b. Perpanjangan hidup, danc. Promosi kesehatan (Hanlon, 4th Edit. P.23).Selain itu, kegiatan Public Health meliputi empat kerangka pokok, yaitu :i. Pencegahan (preventive),ii. Pengobatan (curative),iii. Peningkatan (promotive), daniv. Rehabilitatif.Keempat kegiatan utama dikerjakan secara bersama, menurut kebutuhan dan berimbang serta ditujukan kepada masyarakat seluruhnya (Ryadi, 1982).

2.3 Pengendalian HIVPengendalian HIV dilakukan melalui program yang telah ditetapkan dari berbagai target yang telah disepakati. Target-target tersebut kemudian diformulasikan berupa indikator-indikator pencapaian. Mengingat luasnya ruang lingkup program, maka diperlukan pedoman yang akan menjadi acuan bagi setiap pelaksanaan yang dapat dilakukan secara efisien, efektif, dan mampu mengukur hasil capaian program secara optimal (Aditama, 2009).Berdasarkan hal tersebut, penulis merasa tertarik untuk membahas mengenai konsep perencanaan pengendalian HIV melalui usaha meningkatkan kesehatan masyarakat dan lingkungannya.

BAB IIIMETODE PENULISAN3.1 Pengumpulan Data dan InformasiPengumpulan data dan informasi dilakukan dengan menggunakan sumber dari media internet, beberapa buku-buku sebagai tinjauan/telaah pustaka, dan melakukan wawancara dengan narasumber. Data dan informasi yang telah dikumpulkan kemudian diolah oleh penulis untuk membahas masalah ingin yang dikaji.

3.1.1 Media Internet dan BukuPengumpulan data dan informasi dengan berbagai sumber media internet dan buku, terutama buku-buku mengenai kesehatan dilakukan untuk mengutip landasan-landasan teori dan konsep-konsep serta informasi dan data yang akurat dan relevan terhadap masalah yang ingin dikaji oleh penulis yang kemudian akan diolah untuk dibahas bersama oleh penulis.

3.1.2 Teknik WawancaraPengumpulan data dengan wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi dan data yang akurat dan relevan terhadap masalah yang ingin dikaji oleh penulis dari narasumber yang paham tentang masalah yang dikaji penulis secara langsung.

3.2 Pengolahan Data dan InformasiBerdasarkan data dan informasi yang telah diperoleh penulis dari berbagai sumber dalam mengkaji suatu masalah, baik itu berupa teori-teori, konsep-konsep, maupun pendapat-pendapat dari para tokoh yang berkaitan dengan masalah tersebut, penulis kemudian meneliti dan mengolahnya sebagai kerangka dasar dari pembahasan yang ingin disampaikan oleh penulis.Berdasarkan kerangka dasar yang telah disusun sebelumnya, penulis kemudian menyampaikan serta membahas apa yang menjadi masalah utama. Selanjutnya penulis membahas masalah yang ingin dikaji dengan data dan informasi yang telah diperoleh maupun yang telah penulis miliki.

3.3 Analisis-Sintesisa. Analisis permasalahan didasarkan pada data dan informasi serta telaah pustaka.b. Sintesis untuk menghasilkan alternatif model pemecahan masalah atau gagasan yang kreatif yang mungkin akan disampaikan oleh penulis.

BAB IV PEMBAHASANSejak dahulu kala hingga saat ini, epidemi HIV merupakan masalah dan tantangan serius terhadap kesehatan masyarakat di dunia baik di negara-negara yang sudah maju maupun di negara-negara berkembang, khususnya Indonesia. Penyebaran infeksi HIV pun sangat dinamis, kompleks dan memiliki dampak yang berbahaya, hampir melibatkan seluruh aspek-aspek kehidupan. Kurangnya akses terhadap pelayanan pengobatan dan pencegahan HIV serta pembangunan infrastruktur yang cenderung lebih lambat bila dibandingkan dengan laju perjalanan epidemi HIV itu sendiri merupakan tantangan yang diperhadapkan bagi kita untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan lingkungannya.Sejak ditemukannya kasus pertama di Bali pada tahun 1987, epidemi HIV di Indonesia, dalam periode kurang lebih 20 tahun menunjukkan kecenderungan kenaikan yang luar biasa. Bahkan pada beberapa daerah, angka kesehatan masyarakat semakin menurun diimbangi dengan angka kematian yang terus meningkat. Sejak saat itu perkembangan kasus epidemi HIV secara cepat terus meningkat. Pada saat ini, perkembangan epidemi HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia.

4.1 Konsep PerencanaanBerbagai pengendalian harus dibangun sejak dini dan secara menyeluruh serta didukung oleh semua sektor untuk meminimalisir dampak buruk yang dapat ditimbulkan dari epidemi HIV kepada masyarakat dan lingkungan. Sebuah konsep perencanaan diperlukan untuk dapat berperan dalam mencegah dan mengendalikan epidemi HIV dalam konteks meningkatkan kesehatan masyarakat dan lingkungannya.Konsep perencanaan yang disebutkan di sini menuntut keterlibatan banyak pihak, dimulai dari instansi pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), sektor swasta, dan khususnya anggota masyarakat serta lingkungannya. Semua pihak tersebut harus terlibat dan berpartisipasi penuh.Berbagai upaya program dan sumber daya yang tersedia bagi pengendalian HIV harus dapat digalang, dikelola dan digunakan secara efektif, efisien, tidak tumpang tindih dan berkesinambungan. Luasnya masalah yang dihadapi dan perlunya upaya yang efektif maka diharuskan adanya suatu konsep perencanaan tersebut.Konsep perencanaan tersebut dapat kita mulai dengan penyusunan rencana strategis dalam mengendalikan epidemi HIV. Rencana strategis merupakan sebuah rencana yang disusun berdasarkan kajian rinci tentang keadaan masa kini dan perkiraan kemungkinan tentang keadaan yang akan muncul di masa mendatang, didasarkan pada bukti dan fakta yang telah ada. Dalam hal mengedepankan konsep perencanaan ini, maka rencana yang strategis perlu disusun, dirumuskan dan disepakati bersama dengan melibatkan semua pihak terkait dan lintas sektor. Keterlibatan secara penuh dan aktif dari semua pihak terkait dan lintas sektor (semua instansi pemerintah terkait, LSM, sektor swasta, lembaga pendidikan dan anggota masyarakat) dalam konsep perencanaan strategis akan membantu tumbuhnya rasa memiliki dan tanggung jawab semua pihak serta komitmen masing-masing dalam melaksanakan rencana yang telah disepakati.

4.2 Pengorganisasian PerencanaanDalam mewujudkan konsep perencanaan dilakukan suatu pengorganisasian. Di dalam pengorganisasian tersebut perlu dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut antara lain :1. Tahap persiapanTahap persiapan dapat dimulai dengan menyusun proposal berupa kerangka acuan untuk merumuskan rencana strategi dalam sebuah konsep perencanaan. Proposal berupa kerangka acuan tersebut diajukan ke pemerintah atau lembaga donor untuk persetujuan. Lalu sebuah komite dapat dibentuk untuk memberikan arahan, mengkoordinir dan untuk mengawasi proses penyusunan rencana strategis. Komite yang telah terbentuk tersebut harus mempersiapkan dokumen latar belakang yang mengandung tinjauan singkat dari kegiatan yang sedang berjalan, pencapaian beserta alternatif solusinya.2. Tahap lokakarya dan seminarLokakarya yang dimaksudkan di sini digunakan untuk merancang rencana strategis pengendalian epidemi HIV dengan melibatkan berbagai macam bidang pekerjaan dan instansi pemerintah terkait, LSM, anggota masyarakat, Dinas Kesehatan, perwakilan ODHA (Orang Dengan HIV dan AIDS), dan lain-lain. Lokakarya akan membahas analisis situasi, peluang dan tantangan, tujuan dan strategi yang diprioritaskan untuk mencapai tiap tujuan untuk pengendalian HIV. Sedangkan seminar diadakan untuk menerima umpan balik (opini publik) mengenai rancangan rencana.3. Tahap penulisan rancangan rencana strategisKomite melengkapi dokumen sebelumnya dengan masukan yang diperoleh dalam lokakarya dan pertemuan lainnya.4. Tahap penyerahan rencana strategisPenyerahan rencana strategis kemudian dilakukan pengesahan oleh Dinas Kesehatan dan Komisi Penanggulangan AIDS daerah setempat.5. Tahap penyebarluasan rencana strategis HIVPada tahap ini, rencana strategis HIV yang telah disahkan tersebut kemudian dipublikasikan dan disebarluaskan kepada semua organisasi permerintah, organisasi non-pemerintah, dan mitra lainnya. Dimana rencana strategis ini adalah sebuah konsep yang akan dilaksanakan dalam pengendalian epidemi HIV.Rencana strategis yang telah dirumuskan dan disepakati bersama tersebut bertujuan untuk mencegah, mengurangi dan mengendalikan epidemi HIV.

4.3 Pelaksanaan Rencana StrategisPelaksanaan rencana strategis yang telah dirumuskan dapat dibagi dalam hal-hal perencanaan untuk mencegah, perencanaan untuk mengurangi, dan perencanaan untuk mengendalikan epidemi HIV.4.3.1 Tindakan untuk Mencegah HIV Pelaksanaan untuk mencegah HIV tersebut dapat dilakukan melalui tindakan-tindakan sebagai berikut :1. Konseling dan Tes HIVPelayanan konseling dan testing HIV merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk membuka akses bagi masyarakat agar memperoleh informasi yang akurat dan tepat, sehingga tercapai pola hidup yang lebih sehat dan lebih aman. Program/tindakan pencegahan yang dilakukan ini mengacu pada peningkatan kesehatan masyarakat dan lingkungannya.Konseling dan testing pun dilakukan secara sukarela, meliputi suatu diskusi pembelajaran antara konselor dan masyarakat untuk memahami HIV dan AIDS berserta risiko dan konsekuensi terhadap diri, pasangan dan keluarga serta orang di lingkungan sekitarnya.Pada kegiatan konseling, masyarakat akan dibimbing untuk dapat mengerti dan mengenal lebih jauh mengenai HIV dan cara penyebarannya. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat dapat mencegah dirinya dari penularan infeksi HIV.Sedangkan pada tes HIV, tes HIV dapat memberi tahu masyarakat apakah dirinya terinfeksi HIV atau tidak. Umumnya tes ini mencari antibodi terhadap HIV di tubuh manusia dan dilakukan dengan tes darah, contoh: darah diambil dengan jarum sekali pakai ataupun dengan menusukkan jarum sekali pakai tersebut pada jari dan hanya mengambil beberapa tetes darah untuk dites. Jika hasil tes pertama reaktif (positif), maka hal ini menunjukkan kemungkingan terinfeksi HIV. Tetapi tes harus diulang dua kali dengan cara berbeda untuk memastikan hasilnya benar dan dapat dinyatakan positif.Bila ternyata memang ditemukan antibodi terhadap HIV didalamnya, artinya manusia tersebut terinfeksi HIV. Tes ini dapat menjadi tindakan pencegahan bila hasilnya negatif sehingga masyarakat dapat lebih berhati-hati dalam menanggapi epidemi HIV. Namun jika hasilnya positif, maka akan ditindaki lebih lanjut menuju perencanaan untuk pengendalian HIV. 2. Pencegahan Penularan HIV dengan Pendidikan SeksSebagai salah satu tindakan mencegah penularan HIV, pendidikan seks sangat berperan. Pendidikan mengenai seks semestinya ditanamkan sejak dini. Hal ini penting untuk mencegah dampak seks itu sendiri terhadap kesehatan reproduksi.Sementara meninjau dari berbagai fenomena yang terjadi di Indonesia, tampaknya masih terjadi pro kontra di masyarakat. Adanya anggapan bahwa membicarakan seks adalah hal yang tabu dan bahwa pendidikan seks tersebut akan mendorong remaja untuk berhubungan seks, menyebabkan tidak banyak dari masyarakat tersebut yang ingin memberikan pendidikan seks pada anaknya.Padahal, pendidikan seks dapat mengajarkan kepada masyarakat untuk belajar berhati-hati terhadap penyakit akibat seks tersebut dan bagaimana pendidikan seks itu dapat mencegah penularan HIV melalui hubungan seksual dengan ODHA. Pendidikan seks juga ikut berperan dalam meningkatkan kesehatan masyarakat dan lingkungan di Indonesia.3. Pengamanan DarahPengamanan darah adalah serangkaian upaya yang dilakukan untuk menjamin darah donor dan produknya aman dari penularan HIV dan penyakit menular lainnya yang ditularkan melalui transfusi darah.Penularan HIV melalui transfusi darah dapat dicegah melalui skrining darah donor terhadap semua penyakit yang ditularkan melalui darah seperti HIV. Untuk itu, perencanaan pencegahan melalui skrining darah dan produk darah perlu mutlak dilakukan agar penerima darah tidak tertular dan pemberi layanan transfusi tidak terkena tuntutan hukum.Lingkup kegiatan pengamanan darah donor dan produknya tersebut meliputi uji saring darah donor dan pelayanan transfusi darah. Uji saring darah donor harus dilakukan terhadap semua darah sebelum ditransfusikan. Yang harus dilakukan saat melaksanakan uji saring darah donor terhadap HIV, yaitu : setiap kantong darah donor diperiksa satu kali saja dengan reagensia yang sensitif, menggunakan metode Rapid Test, ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent Assay) atau metode pemeriksaan sesuai kemampuan laboratorium.Sedangkan pelayanan transfusi darah dalam kaitan pencegahan HIV dimaksudkan sebagai kegiatan yang mulai dari pengerahan donor darah sukarela, sehat dan memenuhi kriteria sebagai donor darah risiko rendah terhadap tertular penyakit infeksi menular lewat transfusi darah; penyediaan darah transfusi yang aman; pendistribusian ke rumah sakit dan tindakan medis pemberian darah kepada resipien. 4. Kewaspadaan UniversalProsedur untuk menanggulangi penularan penyakit di rumah sakit dan sarana kesehatan lain dikenal sebagai kewaspadaan universal. Dengan maraknya epidemi HIV di Indonesia, maka kegiatan kewaspadaan universal dipandang sangat strategik untuk mengendalikan infeksi HIV di sektor kesehatan, khususnya disarana pelayanan kesehatan.Prinsip utama Prosedur Kewaspadaan Universal pelayanan kesehatan adalah menjaga kebersihan individu, kebersihan ruangan dan sterilisasi peralatan. Kegiatan yang harus dilakukan untuk dapat menjalankan prinsip tersebut, yaitu : Cuci tangan guna mencegah infeksi silang Pemakaian alat pelindung di antaranya pemakaian sarung tangan guna mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius yang lain Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan Pengelolaan limbah dan kebersihan ruanganMeningkatkan penerapan kewaspadaan universal di seluruh sarana kesehatan merupakan tujuan dari tindakan ini, sehingga mengurangi risiko infeksi pada petugas kesehatan, pasien dan masyarakat, sekaligus meningkatkan kesehatan masyarakat dan lingkungannya.

4.3.2 Tindakan untuk Mengurangi HIVPelaksanaan untuk mengurangi HIV tersebut dapat dilakukan melalui tindakan-tindakan sebagai berikut :1. Pengurangan Dampak Buruk Narkotika, Psikotropika dan zat-zat Adiktif (NAPZA)Pengurangan dampak buruk NAPZA mulai menjadi perhatian di Indonesia pada tahun 1999. Pada saat itu, epidemi HIV bergeser dari penularan melalui hubungan seksual ke penularan melalui penggunaan jarum suntik yang tidak steril secara bergantian/bersama. Jarum suntik yang tidak steril itu menjadi jalan yang sangat efektif dalam penularan HIV.Sampai saat ini, pengurangan dampak buruk NAPZA masih dianggap sebagai salah satu pendekatan yang efektif dan berhasil untuk menangani masalah penyalahgunaan NAPZA dan epidemi HIV, karena dampak dari NAPZA tersebut tidak mungkin dapat diatasi sepenuhnya tetapi dapat dikurangi.Oleh karena itu, upaya pengurangan dampak buruk NAPZA dilakukan secara bertahap sebagai berikut : Pertama, penasun (pengguna NAPZA suntik) didorong untuk berhenti memakai NAPZA. Kedua, jika penasun bersikeras untuk tetap menggunakan NAPZA, maka didorong untuk berhenti menggunakan dengan cara suntik. Ketiga, kalau tetap bersikeras menggunakan dengan cara suntik maka didorong dan dipastikan menggunakan peralatan suntik sekali pakai atau baru. Keempat, jika tetap terjadi penggunaan bersama peralatan jarum suntik, maka didorong dan dilatih untuk menyucihamakan peralatan suntik.Jika jalan efektif epidemi HIV melalui pengurangan dampak NAPZA dapat diatasi dengan hasil yang baik, maka akan lebih menjamin peningkatan kesehatan masyarakat dan lingkungan. 2. Interverensi Perubahan Perilaku (IPP)IPP adalah kegiatan/serangkaian kegiatan yang bertujuan mengubah pengetahuan, sikap, keyakinan, perilaku atau tindakan individu maupun populasi untuk mengurangi perilaku berisikonya. Pendekatan umum dari IPP adalah untuk mengubah perilaku berisiko dan mempertahankan perilaku positif dengan menciptakan lingkungan yang mendukung perubahan dari individu itu sendiri.Sasaran dari IPP ini adalah kelompok populasi dengan risiko tinggi terhadap penularan HIV. Kelompok populasi tersebut terdiri dari : Pekerja seks (perempuan dan laki-laki) Waria Lelaki berhubungan seks dengan laki-laki (LSL) Wanita berhubungan seks dengan wanita Pelanggan/pasangan dari 4 kelompok diatasSasaran sekunder adalah semua orang yang dianggap mempunyai pengaruh secara langsung pada sasaran primer. Oleh karena itu, IPP perlu dijalankan dengan strategi yang menjamin semua tingkat populasi target (individu, kelompok dan komunitas) dapat dipengaruhi. Hal ini didasarkan pada perubahan perilaku manusia yang dapat terjadi dengan beragam cara, kecepatan, pemicu dan alasan. Bila IPP ini dapat berjalan dengan baik maka tindakan mengurangi penularan HIV pun dapat terlaksana dengan baik.

4.3.3 Tindakan untuk Mengendalikan HIVPelaksanaan untuk mengendalikan HIV dapat dilakukan melalui tindakan seperti Kolaborasi TB-HIV.Epidemi HIV menunjukkan pengaruhnya terhadap peningkatan epidemi TB yang berakibat meningkatnya jumlah penderita TB di tengah masyarakat. Tindakan mengkolaborasikan TB-HIV ini dilakukan sebagai upaya mengintergrasikan kegiatan kedua program antara program TB dan program HIV secara fungsional, sehingga mampu mengurangi beban kedua penyakit tersebut secara efektif dan efisien.Karena itu, tindakan kolaborasi ini bertujuan menurunkan beban HIV pada pasien TB ataupun menurunkan beban TB pada ODHA(individu yang terinfeksi HIV). Kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan, seperti : memberikan pelayanan kesehatan dan pengobatan pada penderita TB; menyediakan konseling dan tes HIV; memberikan perawatan, dukungan dan pengobatan ARV untuk ODHA. Jika kolaborasi ini dapat berjalan dengan efisien dan efektif maka TB-HIV pun dapat diatasi bersamaan.

pendidikan seks sejak dini, pengamanan darah, serta kewaspadaan universal yang dipandang strategik untuk mengendalikan epidemi HIV, khusunya di sarana pelayanan kesehatan.Pelaksanaan perencanaan yang dapat dilakukan untuk mengurangi epidemi HIV ialah dengan pengurangan dampak buruk NAPZA dan intervensi perubahan perilaku individu maupun populasi dengan resiko tinggi penularan HIV.Terakhir, pelaksanaan perencanaan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan epidemi HIV ialah dengan mengkolaborasikan kegiatan program TB dan HIV secara fungsional sehingga dapat mengurangi beban kedua penyakit secara bersamaan, efektif, dan efisien.

BAB VPENUTUP5.1 SaranPenulis mengharapkan agar konsep-konsep perencanaan diatas dapat dilaksanakan sebagaimana semestinya oleh pihak-pihak terkait serta masyarakat di dalam kehidupan dan lingkungannya. Selain itu, program-program seperti yang telah disebutkan, baik program yang berkaitan dengan pencegahan, pengurangan, dan pengendalian epidemi HIV dapat diperluas penjangkauannya dan dapat dilaksanakan secara periodik dan maksimal terhadap individu maupun populasi yang beresiko tinggi tertular HIV.

5.2 KesimpulanBerdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa konsep perencanaan yang dimaksud memiliki tujuan dalam mencegah, mengurangi, dan mengendalikan epidemi HIV dengan konteks meningkatkan kesehatan masyarakat dan lingkungannya.Di dalam konsep perencanaan ini, berbagai upaya program dan sumber daya yang tersedia digalang, dikelola, dan digunakan secara efektif dalam pengendalian HIV. Pelaksanaannya pun dilakukan berdasarkan partisipasi dari berbagai pihak, yakni instansi pemerintah, LSM, sektor swasta, lembaga kesehatan, lembaga pendidikan, dan khususnya anggota masyarakat dan lingkungan.Perwujudan dari konsep perencanaan ini dapat dilakukan dengan pengorganisasian rencana strategis. Pengembangan pengorganisasian tersebut dapat dilakukan dengan cara menyusun proposal kerangka acuan dalam merumuskan rencana strategis sebuah konsep perencanaan, lalu merancang rencana strategis pengendalian epidemi HIV dengan melibatkan berbagai pihak serta menerima umpan balik mengenai rancangan rencana tersebut. Selanjutnya rancangan rencana strategis dilengkapi dengan dokumen sebelumnya atau beberapa masukan yang diperoleh, menyerahkan rencana strategis untuk disahkan oleh pihak terkait daerah setempat, serta menyebarluaskan rencana strategis HIV kepada semua organisasi dan mitra lainnya untuk dilaksanakan dalam mengendalikan epidemi HIV.Selain itu, pelaksanaan kegiatan rencana strategis dirumuskan dalam upaya-upaya perencanaan untuk mencegah, mengurangi, dan mengendalikan epidemi HIV.Pelaksanaan perencanaan yang dapat dilakukan untuk mencegah epidemi HIV ialah dengan pengadaan pelayanan konseling dan tes HIV,

DAFTAR PUSTAKADepartemen Kesehatan Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2009. Pedoman Nasional Manajemen Program HIV dan AIDS. Jakarta.

Ryadi, A. L. Slamet, dr. 1982. Public Health Publications Ilmu Kesehatan Masyarakat. Surabaya: Usaha Nasional.

http://wahyurndu.blogspot.com/2009/03/pengaruh-dan-dampaknya-hivaids.html

http://saveyousaveme.wordpress.com/2009/05/12/program-pencegahan-hivaids/