BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberian nutrisi secara seimbang pada anak harus dimulai sejak dalam kandungan, yaitu dengan pemberian nutrisi yang cukup memadai pada ibu hamil. Setelah lahir harus diupayakan pemberian ASI secara eksklusif, yaitu pemberian ASI saja sampai anak berumur 6 bulan. Sejak berumur 6 bulan, anak diberikan tambahan atau pendamping ASI (PASI). Pemberian PASI ini penting untuk melatih kebiasaan makan yang baik dan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang meningkat pada masa bayi dan prasekolah. Karena pada masa ini pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi adalah sangat pesat, terutama pertumbuhan otak (Nursalam,dkk.2005). 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemberian nutrisi secara seimbang pada anak harus dimulai sejak dalam
kandungan, yaitu dengan pemberian nutrisi yang cukup memadai pada ibu hamil.
Setelah lahir harus diupayakan pemberian ASI secara eksklusif, yaitu pemberian
ASI saja sampai anak berumur 6 bulan. Sejak berumur 6 bulan, anak diberikan
tambahan atau pendamping ASI (PASI). Pemberian PASI ini penting untuk
melatih kebiasaan makan yang baik dan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang
meningkat pada masa bayi dan prasekolah. Karena pada masa ini pertumbuhan
dan perkembangan yang terjadi adalah sangat pesat, terutama pertumbuhan otak
(Nursalam,dkk.2005).
Namun tidak selamanya nutrisi pada anak terpenuhi dengan seimbang.
Kondisi ini menimbulkan perbedaan keadaan gizi antara anak yang satu dengan
anak yang lain. Ada kalanya anak memiliki keadaan gizi lebih, keadaan gizi baik,
dan keadaan gizi buruk. Keadaan gizi baik akan dapat dicapai dengan pemberian
makanan yang seimbang bagi tubuh menurut kebutuhan. Sedangkan gizi lebih
atau gizi kurang terjadi bila pemberian makanan tidak seimbang menurut
kebutuhan anak.
Obesitas merupakan kelainan atau penyakit yang ditandai dengan
penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan (Damayanti, 2004). Secara
1
1
umum, kegemukan (obesitas) disebabkan oleh tidak seimbangnya energi dari
makanan dengan kalori yang dikeluarkan. Kondisi ini akibat interaksi beberapa
faktor, yaitu keluarga, penggunaan energi, dan keturunan (yatim, 2005).
Terdapat 3 faktor yang berpengaruh terhadap berkembangnya obesitas,
yaitu genetik, lingkungan dan neuro (Juanita, 2004). Namun, berdasarkan hasil
penelitian Badan International Obeysitas Task Force (ITF) dari badan WHO
yang mengurusi anak yang kegemukan, 99% anak obesitas karena faktor
lingkungan, sedangkan yang dianggap genetik biasanya bukan genetik tetapi
akibat faktor lingkungan (Darmono, 2006). Faktor lingkungan ini dipengaruhi
oleh aktifitas dan pola makan orang tua anak, misal pola makan bapak dan ibunya
tidak teratur menurun pada anak, karena di lingkungan itu tidak menyediakan
makanan yang tinggi energi, bahkan aktifitas dalam keluarga juga mendukung
(Darmono, 2006).
Komplikasi dari anak – anak yang mengalami obesitas, bisa terjadi
diabetes tipe 2 yang resisten terhadap insulin, sindrom metabolisme, muncul
tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, dan tingkat blood lipid yang abnormal
(Fauzin, 2006).
Menurut Roskitt dan Clair yang dikutip oleh Subardja D, 2004, “obesitas
pada anak merupakan cikal bakal terjadinya penyakit degeneratif kardiovaskuler,
Diabetes Mellitus, dan penyakit degeneratif lainnya yang dapat timbul sebelum
atau setelah masa dewasa”.
2
Di Indonesia, angka kejadian obesitas terus meningkat, hal ini disebabkan
perubahan pola makan serta pandangan masyarakat yang keliru bahwa sehat
adalah identik dengan gemuk (Soetjiningsih, 1998). Kurangnya pengetahuan dan
salah persepsi tentang kebutuhan makanan dan nilai makanan juga merupakan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang
(Budiyanto, 2004). Obesitas yang terjadi sebelum umur 5 tahun mempunyai
kecenderungan tetap gemuk pada waktu dewasa, dari pada yang terjadi
sesudahnya (Soetjiningsih, 1998).
Peningkatan prevalensi obesitas ini terjadi di Negara maju maupun
berkembang. Menurut Damayanti, 2004 prevalensi obesitas pada anak usia 6-17
tahun di Amerika Serikat dalam tiga dekade terakhir naik dari 7,6 – 10,8%
menjadi 13-14%. Sedangkan anak sekolah di Singapura naik dari 9% menjadi 19
%.
Mengutip Survey Kesehatan Nasional, di Indonesia prevalensi obesitas
pada balita juga naik. Prevalensi obesitas pada tahun 1992 sebanyak 1,26% dan
4,58% pada 1999. Sedangkan berdasarkan data RSU Dr.Soetomo Surabaya
bagian anak menyebutkan jumlah anak kegemukan (obesitas) 8% pada tahun
2004 dan menjadi 11,5% pada tahun 2005.
Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di KB-TKIT
Al-Hikmah Surabaya, dari 122 siswa didapatkan data anak yang mempunyai
status gizi Lebih (obesitas) sebanyak 21 orang atau 17,2%.
3
Melihat dari uraian di atas masalah yang terjadi adalah kejadian obesitas
pada anak dan balita terus meningkat, serta kurangnya pengetahuan orang tua
tentang pemberian makan kepada anak. Pengetahuan yang kurang ini dapat
menyebabkan perilaku yang salah dalam memberikan dan mengawasi pola makan
anaknya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang “Hubungan antara
pengetahuan orang tua tentang pemberian makan kepada anak dengan kejadian
obesitas pada balita”.
1.2 Rumusan masalah
Apakah ada hubungan antara pengetahuan orang tua tentang pemberian makan
kepada anak dengan kejadian obesitas pada balita?
1.3 Tujuan penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk menganalisis hubungan antara pengetahuan orang tua tentang
pemberian makan kepada anak dengan kejadian obesitas pada balita.
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi pengetahuan orang tua dari balita yang obesitas dan balita
yang tidak obesitas di KB-TKIT Al-Hikmah Surabaya tentang pemberian
makan kepada anak
1.3.2.2 Mengidentifikasi kejadian obesitas pada balita di KB-TKIT Al-Hikmah
Surabaya
4
1.3.2.3 Menganalisis hubungan antara pengetahuan orang tua tentang pemberian
makan kepada anak dengan kejadian obesitas pada balita di KB-TKIT Al-
Hikmah Surabaya.
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Bagi program kesehatan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk
meningkatkan pembinaan dan pelatihan serta pioritas program dalam upaya
meningkatkan status gizi masyarakat dan penanggulangan kasus obesitas di
masyarakat, khususnya pada balita.
1.4.2 Bagi Ilmu Pengetahuan
Menambah kajian baru ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kesehatan
dan dapat digunakan sebagai bahan pembuatan penelitian selanjutnya
1.4.3 Bagi penulis
Penulis dapat mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh selama di bangku
kuliah dalam kehidupan yang nyata di tengah-tengah masyarakat.
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan/ sumber rujuan bagi penelitian – penelitian selanjutnya.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
2.1.1 Definisi
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba (Notoatmodjo, 2003).
2.1.2 Tingkat pengetahuan
Menurut Notoatmodjo, 2003 Pengetahuan yang tercakup dalam
domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
2.1.2.1 Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang dipelajari sebelumnya,
yaitu mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan
yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu tahu ini
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2.1.2.2 Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar.
6
2.1.2.3 Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip dan sebagainya dalam situasi yang lain.
2.1.2.4 Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
oganisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
2.1.2.5 Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat
menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan
dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
2.1.2.6 Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada.
7
6
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subyek
penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui
dapat kita sesuaikan dengan tingkat tersebut di atas (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Arikunto, 1998 tingkat pengetahuan dibedakan sebagai berikut:
1 Baik, bila prosentase 76-100%
2 Cukup bila prosentase 56-75%
3 Kurang bila prosentase 40-55%
4 Tidak baik bila prosentase <40%
2.1.3 Pengaruh pengetahuan terhadap perilaku
Sebelum seseorang mengadopsi perilaku (berperilaku baik), ia harus
tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau
keluarganya. Menurut Rogers yang dikutip oleh Notoatmodjo, 1993 sebelum
orang mengadopsi perilaku di dalam diri orang tersebut telah terjadi proses
berurutan, yaitu:
2.1.3.1 Kesadaran (awareness) dimana orang tersebut menyadari dalam arti terlebih
dahulu terhadap stimulus
2.1.3.2 Tertarik (interest) dimana orang mulai tertarik pada stimulus
2.1.3.3 Evaluasi (evaluation) menimbang-nimbang terhadap baik dan buruknya
stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap respon sudah lebih baik
lagi
8
2.1.3.4 Adopsi (adoption) orang telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, serta sikap respon sudah lebih baik lagi.
Indikator-indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau
kesadaran tentang kesehatan, dapat dikelompokkan menjadi:
1 Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi:
1) Penyebab penyakit
2) Gejala atau tanda penyakit
3) Bagaimana cara pengobatan, atau kemana cari pengobatan
4) Bagaimana cara penularannya
5) Bagaimana cara pencegahannya termasuk imunisasi, dan sebagainya
2 Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat
1) Jenis-jenis makanan yang bergizi
2) Manfaat makanan yang bergizi bagi kesehatannya
3) Pentingnya olahraga bagi kesehatan
4) Penyakit-penyakit atau bahaya merokok, minum-minuman keras,
narkoba dan sebagainya
5) Pentingnya istirahat cukup, relaksasi, rekreasi dan sebagainya bagi
kesehatan, dan sebagainya.
3 Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan
1) Manfaat air bersih
2) Cara-cara pembuangan limbah yang sehat ternasuk pembuangan
kotoran yang sehat, dan sampah
9
3) Manfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat
4) Akibat polusi (polusi air, udara dan tanah) bagi kesehatan, dan
sebagainya.
(Notoatmodjo, 2003).
2.2 Makanan
2.2.1 Definisi
Makanan atau pangan adalah bahan-bahan yang dimakan sehari-hari
untuk memenuhi kebutuhan energi bagi pemeliharaan, pertumbuhan, kerja, dan
penggantian jaringan tubuh yang rusak. Kehidupan manusia tidak mungkin
tanpa adanya ketersediaan bahan makanan. Jadi untuk mempertahankan
kehidupan manusia, maka manusia harus makan secukupnya dan memenuhi gizi
(Budiyanto, 2004).
2.2.2 Jenis-jenis zat yang terkandung dalam makanan
Pangan atau makanan menyediakan unsur-unsur kimia tubuh yang
dikenal sebagai zat gizi. Zat gizi tersebut menyediakan tenaga bagi tubuh,
mengatur proses dalam tubuh dan membuat lancarnya pertumbuhan serta
memperbaiki jaringan tubuh. Beberapa zat gizi yang disediakan oleh makanan
tersebut disebut zat gizi esensial, mengingat bahwa unsur-unsur tersebut tidak
dapat dibentuk dalam tubuh, setidak-tidaknya dalam jumlah yang diperlukan
untuk pertumbuhan dan kesehatan yang normal. Jadi zat esensial yang
disediakan untuk tubuh yang dihasilkan dalam makanan, umumnya adalah zat
gizi yang tidak dibentuk dalam tubuh dan harus disediakan dari usur-unsur
10
makanan diantaranya adalah asam amino esensial. Semua zat gizi esensial
diperlukan untuk memelihara pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan yang
baik (Budiyanto, 2004).
Pada umumnya zat gizi dibagi dalam lima kelopok utama, yaitu
karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral dan air. Tiga golongan zat gizi
yang dapat diubah menjadi energi adalah karbohidrat, protein, dan lemak. Akan
tetapi vitamin, mineral dan air diperlukan untuk membantu mengubah zat gizi
tersebut menjadi energi atau menjadi sesuatu dalam biosintesis (Budiyanto,
2004).
2.2.3 Manfaat makanan
Susunan makanan dalam makanan yang seimbang adalah susunan
bahan makanan yang dapat menyediakan zat gizi penting dalam jumlah cukup
yang diperlukan tubuh untuk tenaga, pemeliharaan, pertumbuhan, dan perbaikan
jaringan. Banyaknya gizi yang diperlukan, berbeda antara satu orang dengan
orang lain, tetapi fungsi pada pokoknya sama untuk semua orang. Berdasarkan
asupan gizi tersebutlah seseorang dapat dinilai status gizinya.
Menurut Budiyanto, 2004 ada tiga macam status gizi, yaitu status gizi
seimbang (normal), status gizi kurang dan status gizi lebih. Faktor-faktor yang
mempengaruhi status gizi seseorang adalah:
1 Produk makanan (jumlah dan jenis makanan)
Jumlah macam makanan dan jenis serta banyaknya bahan makanan dalam
pola makanan di suatu negara/ daerah tertentu biasanya berkembang dari
11
makanan setempat atau dari makanan yang telah ditanam di tempat tersebut
untuk jangka waktu yang panjang. Di samping itu kelangkaan makanan dan
kebiasaan bekerja dari keluarga, berpengaruh pula pada pola makanan.
2 Pembagian makan dalam keluarga (biasanya dipengaruhi oleh faktor budaya
atau tradisi)
Secara tradisional, di beberapa daerah ayah mempunyai prioritas utama atas
jumlah dan jenis makanan tertentu dalam keluarga. Jika kebiasaan budaya
tersebut diterapkan, maka setelah kepala keluarga, anak pria yang dilayani,
biasanya dimulai dari yang tertua. Padahal justru anak-anaklah yang harus
diperhatikan terutama untuk proses pertumbuhan dan perkembangannya.
3 Akseptabilitas (daya terima, menyangkut penerimaan, atau penolakan
terhadap makanan yang terkait dengan cara memilih dan menyajikan
makanan)
Akseptabilitas menyangkut penerimaan atau penolakan terhadap makanan
yang terkait dengan cara memilih dan menyajikan makanan. Setiap
masyarakat mengembangkan cara yang turun temurun untuk mencari,
memilih, menangani, menyiapkan, menyajikan, dan makan makanan.pada
umumnya kebiasaan makan seseorang berasal dari pola makan yang yang
diterima budaya kelompok dan diajarkan kepada seluruh keluarga.
4 Prasangka buruk pada makanan tertentu
Berprasangka buruk terhadap bahan makanan tertentu disebabkan karena
kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan makanan dan
12
nilai makanan. Contohnya banyak orang yang menganggap bahwa terong
dapat berdampak buruk, yaitu menyebabkan keloyoan pada tubuh kita,
padahal sebenarnya tidak.
5 Pantangan pada makanan tertentu
Beberapa pola pantangan dianut oleh suatu golongan masyarakat. Misalnya
banyak orang Indonesia yang beranggapan ada beberapa makanan yang harus
dihindari atau menjadi pantangan pada kondisi tertentu, misalnya ibu hamil.
6 Kesukaan terhadap jenis makanan tertentu
Dalam pemenuhan makanan apabila berdasarkan pada makanan kesukaan saja
maka akan berakibat pemenuhan gizi akan menurun atau sebaliknya akan
berlebih. Anjuran empat sehat lima sempurna, enam halalan thoyyiban adalah
anjuran yang perlu diikuti dalam pola makan keluarga.
7 Keterbatasan ekonomi
Keterbatasan ekonomi yang berarti tidak mampu membeli bahan makanan
yang berkualitas baik, maka pemenuhan gizinya juga akan terganggu.
8 Kebiasaan makan
Kebiasaan ini berasal dari pola makan yang didasarkan pada budaya
kelompok dan diajarkan pada seluruh anggota keluarga.
9 Selera makan
Selera makan juga akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan gizi untuk
energi dan pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatannya. Selera makan
orang yang pekerja berat lebih tinggi dari pada orang yang bekerja tidak
13
terlalu berat. Di samping selera makan dipacu oleh sistem tubuh karena lapar,
selera makan juga dapat dipacu oleh pengolahan makanan dan penyajian
makanan.
10 Sanitasi makan (penyiapan, penyajian, dan penyimpanan)
Dimulai dari penyiapan, penyajian, dan penyimpanan suatu bahan makanan
hendaknya jangan sampai kadar gizi yang terkandung dalam bahan makanan
tersebut tercemar atau tidak higienis dan mengandung banyak kuman
penyebab penyakit.
11 Pengetahuan gizi
Kurangnya pengetahuan dan salah persepsi tentang kebutuhan makanan dan
nilai makanan adalah umum di setiap negara di dunia. Penduduk di mana pun
akan beruntung dengan bertambahnya pengetahuan mengenai gizi dan cara
menerapkan informasi tersebut untuk orang yang berbeda tingkat usianya dan
keadaan fisiolgisnya.
2.2.4 Gangguan-gangguan akibat kesalahan pemberian makan
Penyakit gangguan gizi banyak ditemui di masyarakat golongan rentan
yaitu golongan yang mudah sekali menderita akibat kekurangan gizi dan dan
juga kekurangan zat makanan (deficiency) misalnya kwarsiorkor, busung lapar,
marasmus, beri-beri, dan lain-lain. Kegemukan (obesity), kelebihan berat badan
(over weight) merupakan tanda gizi salah yang didasarkan pada kelebihan
dalam makanan (Budiyanto, 2004).
14
Kedudukan gizi (nutrion status) seseorang atau sesuatu golongan
penduduk (population), ialah suatu tingkat kesehatan yang merupakan akibat
dari “intake” dan pengunaan (utilization) semua nutien yang terdapat dalam
makanan sehari-hari (Budiyanto, 2004).
Di antara beberapa penyakit yang disebabkan karena gizi salah adalah
sebagai berikut:
2.2.4.1 Obesitas
Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelebihan lemak dalam tubuh. Obesitas
tidak mempunyai penyebab tunggal, tetapi merupakan gambaran berbagai
keadaan dengan latar belakang etiologi atau sejarah kejadian yang berbeda.
2.2.4.2 Kekurangan Kalori Protein (KKP)
KKP disebabkan oleh karena makan yang tidak cukup mengandung kalori dan
protein, sehingga akan menyebabkan terjadinya defisiensi protein dan kalori
atau kekurangan kombinasi keduanya. Ada tiga jenis KKP, yaitu:
1 Kwarshiorkor yang terjadi akibat tidak cukupnya makanan yang dimakan
dan tidak cukupnya protein.
2 Marasmus yang disebabkan oleh kekurangan kalori yang berlebihan,
sehingga menyebabkan zat cadangan makanan (tersimpan) dalam tubuh
terpaksa dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan yang sangat diperlukan
untuk kelangsungan hidupnya.
15
3 Marasmic Kwarshiorkor yaitu gangguan gizi yang ditandai dengan adanya
odema, menurunnya kadar protein (albumin) dalam darah, kulit mengering
dan kusam, serta otot menjadi lemah.
2.2.4.3 Busung lapar
Busung lapar disebabkan karena kekurangan makanan, terutama protein
dalam waktu yang lama secara berturut-turut. Tandanya badan kurus, kaki dan
tangan bengkak, kulit kering dan kusam, sekitar mata bengkak dan apatis.
2.2.4.4 Defisiensi Vitamin A
Kelainan yang dapat timbul apabila kekurangan vitamin A yaitu buta senja,
dan Xerophthalmia.
2.2.4.5 Defisiensi Thiamine (vitamin B1)
Penyakit defisiensi thiamine dikenal dengan beri-beri, yang dibagi dua beri-
beri basah dan beri-beri kering
2.2.4.6 Defisiensi VitaminB2 (Riboflavin)
Tanda tanda kekurangan vitamin B2 mata tidak dapat melihat dengan baik dan
dermatitis.
2.2.4.7 Defisiensi Niacin (Asam Nikotinat)
Kekurangan Niacin dapat mengakibatkan penyakit Pelagra (kulit kasar),
tanda-tandanya dikenal dengan 4D, yaitu: diare, dermatitis, dimensia
(kemunduran kesehatan pada orangtua), dan death (mati).
16
2.2.4.8 Defisiensi Vitamin B12
Vitamin B12 berguna untuk memberi stimulasi pada jaringan hemopoietik.
Kekurangan Vitamin B12 dapat menimbulkan penyakit anemia.
2.2.4.9 Defisiensi Vitamin C (Asam Askobat)
Tanda-tanda kekurangan vitamin C yaitu: kelainan pada gusi, nyeri pada kaki,
lemas, pucat, berat badan turun, bila ada luka penyembuhannya sangat lambat.
2.2.4.10 Defisiensi Vitamin D
Akibat kekurangan Vitamin D terjadi penyakit Rachitis, umumnya terdapat
pada anak-anak. tanda-tandanya: tulang menjadi bengkok, gigi keluar
terlambat, panggul menjadi kecil dan sempit
2.2.4.11 Defisiensi Vitamin E (Tocopherol)
Vitamin E dikenal sebagai vitamin anti kemandulan dan merupakan zat anti
oksidasi yang melindungi vitamin-vitamin yang mudah teroksidasi.
2.2.4.12 Defisiensi Vitamin K
Vitamin K diperlukan dalam pembentukan protrombin untuk pembekuan
darah. Kekurangan vitamin K menyebabkan hambatan pada pembekuan
darah, sehingga perlukaan-perlukaan akan mengeluaran darah yang lebih
banyak daripada biasa.
2.2.4.13 Defisiensi Kalsium
Gejala kekurangan kalsium pada anak kecil tidak dapat dilihat dengan jelas.
Penyakit Rakhitis dan penghambatan pada pertumbuhan dapat terjadi, apabila
kekurangan kalsium, kekurangan Phosphorus, dan vitamin D .
17
2.2.4.14 Defisiensi Iodium
Kekurangan garam iodium menyebabkan penyaki gondok. Kekurangan
disebabkan karena kadar iodium air minum, tanah, susu, dan bahan makanan
lainnya sangat rendah.
2.2.4.15 Defisiensi Besi
Kekurangan zat besi dalam tubuh mengakibatkan kekurangan darah (anemia
nutritional). Zat besi merupakan bagian dari hemoglobin yang diperlukan oleh
tubuh untuk pengaturan oksigen ke jaringan.
2.2.4.16 Keracunan HCN (Asam Biru)
Misalnya keracunan singkong dengan gejala-gejala: mual dan muntah-
muntah, sesak nafas, koma.
2.2.4.17 Aflatoxin
Aflatoxin adalah racun yang dihasilkan oleh Aspergilus falvus yang dapat
mencemari kacang tanah.
(Budiyanto, 2004)
2.3 Obesitas
2.3.1 Definisi
Menurut Taitz yang dikutip oleh Subardja, (2004) “Obesitas atau
kegemukan adalah suatu keadaan yang terjadi apabila kuantitas fraksi jaringan
lemak tubuh dibandingkan berat badan total lebih besar dari normal”. Obesitas
didefinisikan sebagai suatu kelebihan lemak dalam tubuh (Budiyanto, 2004).
18
Menurut Yatim, kegemukan (obesitas) adalah terlalu banyak lemak bawah
kulit.
Para ahli menetapkan Indeks Massa Tubuh (BMI/Body Mass Index)
yang digunakan untuk mengukur lemak tubuh berdasarkan pembagian berat
badan dalam kg dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (kg/m) yang
umumnya diambil dari nilai pada orang dewasa, atau dengan menggunakan
standar baku antropometri WHO NCHS yang didasarkan pada pengukuran
berat badan terhadap tinggi badan (Subardja, 2004).
2.3.2 Faktor penyebab
Secara umum kegemukan disebabkan oleh tidak seimbangnya energi
dari makanan dengan kalori yang dikeluarkan. Kondisi ini akibat interaksi
beberapa faktor, yaitu kelurga atau lingkungan, penggunaan energi, dan
keturunan atau genetik (Yatim, 2005).
2.3.2.1 Faktor Lingkungan
1 Efek Nutrisi pre dan postnatal
Menrut Denton,dkk yang dikutip oleh Subardja, 2004 “Suatu model yang
baik untuk menggambarkan adanya kemungkinan kelebihan Nutrisi
(overnutrisi) pada masa prenatal terhadap adipositas yang diakibatkannya
adalah pada bayi yang dikandung oleh ibu Diabetes. Kehamilan dengan
Diabetes Mellitus menyebabkan fetus yang nondiabetik terpajan dengan
glukosa konsentrasi tinggi dalam sirkulasi sehingga terjadi lipogenesis”.
19
2 Perilaku makan dan pola makan yang abnormal
Cara bayi-bayi minum ASI maupun PASI tampaknya merupakan pola yang
diturunkan dari orangtuanya, tetapi mungkin pula bahwa hal ini
menggambarkan suatu respon perilaku yang dipelajari dan bagaimana si
bayi itu diperlakukan. Pola ini sedikit banyak akan ada kaitannya dengan
kejadian obesitas. Misalnya cara pemberian minum yang cepat dapat
berhubungan dengan lebih besarnya kemungkinan kegemukan (Subardja,
2004).
3 Komposisi makanan
Menurut Basdevant dkk, yang dikutip oleh Subardja, 2004 “Penelitian
mutakhir menunjukkan adanya kaitan antara obesitas dan ambilan lemak
pada orangtua dengan obsitas dan ambilan lemak pada anak”. Hal ini
menyatakan bahwa pola familial dari kegemukan antara lain diperantarai
oleh kemiripan dalam komposisi makanan. Pada anak faktor yang
menyokong untuk terjadinya kemiripan dalam komposisi makanan meliputi
ketersediaan, keterjangkauan, dan efek pajanan tehadap kesukaan pada
makanan tertentu (Subardja, 2004). Begitu pula peranan orangtua dalam
memutuskan pemilihan makanan.
4 Pola pemberian makanan pada anak
1) ASI-PASI
2) Predisposisi untuk memilih makanan padat energi
3) Pengaruh konteks sosial terhadap pemilihan makanan
20
4) Efek televisi terhadap pemilihan dan kesukaan anak pada makanan
tertentu (Subardja, 2004).
5 Aktivitas fisik
Menurut Klesges,dkk, yang dikutip oleh Subardja, 2004 “Salah satu level
aktivitas fisik pada anak yang banyak disebut-sebut, terutama dalam konteks
sosial adalah jumlah waktu yang dikeluarkan oleh anak untuk menonton
televisi per minggu pada seorang anak tidak jelas hubungannya dengan
penurunan level aktvitas fisik, tetapi jumlah jam menonton ini jelas akan
mengurangi kesempatan untuk aktif”.
2.3.2.2 Penggunaan energi yang rendah
Menurut Yatim, 2005 Sebagian besar anak usia sekolah menggunakan
waktunya sehari untuk menonton televisi. Saat-saat sangat mengurangi aktivitas
fisik. Dari penelitian memang dijumpai anak yang gemuk sering terjadi pada
anak yang banyak menonton televisi. Tidak hanya karena kekurangan aktivitas
fisik, tetapi juga karena sambil menonton, banyak makanan-makanan kecil
manis yang tinggi kalori.
2.3.2.3 Keturunan (genetik)
2.3.3 Karakteristik
Obesitas dapat terjadi pada usia berapa saja, tetapi yang tersering
adalah pada tahun pertama kehidupan, usia 5-6 tahun dan pada masa remaja.
Anak yang obesitas relatif tidak hanya lebih berat daripada anak seusianya, tapi
lebih cepat matang pertumbuhan tulangnya. Anak yang obesitas relatif lebih
21
tinggi pada masa remaja awal, tetapi pertumbuhan memanjangnya selesai lebih
cepat, sehingga hasil akhirnya mempunyai tinggi badan relatif lebih pendek dari
anak sebayanya (Yatim, 2005).
Bentuk muka anak yang obesitas tidak proporsional, hidung dan mulut
relatif lebih kecil, dagu ganda, terdapat timbunan lemak pada payudara, dimana
anak laki-laki sering merasa malu karena peyudaranya seolah-olah tumbuh,
perut menggantung sering disertai striae. Alat kelamin pada anak laki-laki
seolah-olah kecil karena adanya timbunan lemak pada daerah pangkal paha.
Paha dan lengan atas besar, jari-jari tangan relatif kecil dan runcing. Sering
terjadi gangguan psikologis, baik sebagai penyebab ataupun sebagai akibat dari
obesitas (Yatim, 2005).
Anak lebih cepat mencapai masa pubertas. Kematangan seksual lebih
cepat, pertumbuhan payudara, menarche, pertumbuhan rambut kelamin dan
ketiak juga lebih cepat (Soetjiningsih, 1998).
2.3.4 Akibat-akibat obesitas
Menurut Subardja, 2004 terdapat 2 konsekuensi atau akibat obesitas, yaitu:
2.3.4.1 Konsekuensi Psikososial
Karena adanya perbedaan secara fisik dengan anak sebaya, anak obes
merupakan subyek terhadap stres psikilogis terutama dari lingkungan sosial
di rumah ataupun di sekolah. Akibatnya anak lebih memilih anak yang lebih
muda sebagai teman . selain itu anak obesitas akan kesulitan dalam
pemilihan pakaian ataupun perlengkapan lain.
22
2.3.4.2 Konsekuensi Medis
1 Pertumbuhan
Anak berat badan lebih cenderung lebih tinggi dan mengalami proses
maturasi lebih cepat dibandingkan dengan anak yang berat badannya
normal.
2 Hiperlipidemia
Peninggian lipid darah terjadi pada anak dan remaja obes. Karakteristik yang
didapatkan berupa peningkatan kolesterol lipoprotein densitas rendah (Low
Density Lipoprotein/ LDL) dan trigliserida dan penurunan
kadar kolesterol lipoprotein densitas tinggi (High Density Lipoprotein/
HDL) serum.
3 Intoleransi Glukosa
Kasus Diabetes Mellitus di Amerika Serikat tahun 1996 menunjukkan
bahwa sepertiga dari kasus baru sedikit banyak merupakan efek peningkatan
prevalens obesitas pada remaja.
4 Hipertensi
Hipertensi terjadi pada anak dengan frekuensi yang relatif rendah. Meskipun
demikian, hampir 60% anak dengan peningkatan tekanan darah persisten
memiliki berat badan relatif >120% median untuk jenis kelamin, tinggi, dan
umur (Mc Murray,dkk, 1995).
23
5 Gangguan Pernafasan
Apneu pada saat tidur merupakan konsekuensi gangguan pernapasan pada
anak obes yang karena mortalitasnya cukup tinggi memerlukan terapi
agresif.
6 Komplikasi Ortopedik
Komplikasi ortopedik ini misalnya hipertrofi dan hiperplasi bagian medial
metafisis tibia proksimal yang dikenal sebagai penyakit Blount atau
bergesernya kaput femur dari sendi panggul.
Maturitas seksual lebih awal, mentruasi sering tidak teratur (Soetjiningsih,
1998).
2.3.5 klasifikasi Obesitas
Menurut Mansjoer,A,dkk, 2000 berdasarkan etiologinya, umumnya
obesitas dibagi menjadi:
2.3.5.1 Obesitas primer: disebabkan faktor nutrisi dengan berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi masukan makanan, yaitu masukan makanan berlebih
dibanding dengan kebutuhan energi yang diperlukan tubuh.
2.3.5.2 Obesitas sekunder: yang disebabkan adanya penyakit/ kelainan kongenital
Berdasarkan tabel 5.1.1 menunjukkan bahwa usia responden hampir
setengahnya, yaitu sebesar 17 responden atau 44,7 % adalah berusia antara
35 tahun sampai 38 tahun.
5.1.1.2. Pendidikan Terakhir
Tabel 5.1.2 Distribusi frekuensi pendidikan terkhir responden di KB TKIT Al-Hikmah Surabaya tanggal 20 Juni 2007 sampai dengan 29 Juni 2007
Pendidikan Terakhir Frekuensi ProsentaseSMA / SMEA
Diploma / Sarjana1424
36,963,1
Total 38 100
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa pendidikan terakhir
responden sebagian besar yaitu 24 responden atau 63,1% adalah Diploma /
Sarjana.
5.1.1.3. Pekerjaan
Tabel 5.1.3 Distribusi frekuensi pekerjaan responden di KB TKIT Al-Hikmah Surabaya tanggal 20 Juni 2007 sampai dengan 29 Juni 2007
Pekerjaan Frekuensi ProsentaseTidak bekerja
Swasta / WiraswastaPNS
16139
42,134,223,7
Total 38 100
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa pekerjaan responden hampir
setengahnya yaitu 16 responden atau 42,1% adalah tidak bekerja.
42
5.1.1.4. Jenis Kelamin Balita
Tabel 5.1.4 Distribusi frekuensi jenis kelamin balita di KB TKIT Al-Hikmah Surabaya tanggal 20 Juni 2007 sampai dengan 29 Juni 2007
Jenis Kelamin balita Frekuensi ProsentaseLaki-laki
Perempuan2216
57,942,1
Total 38 100
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa jenis kelamin balita sebagian
besar yaitu 22 balita atau 57,9% adalah laki-laki.
5.1.1.5. Usia Balita
Tabel 5.1.5 Distribusi frekuensi usia balita di KB TKIT Al-Hikmah Surabaya tanggal 20 Juni 2007 sampai dengan 29 Juni 2007
Usia Balita Frekuensi Prosentase2 tahun3 tahun4 tahun
11126
2,630
68,4Total 38 100
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa usia balita sebagian besar,
yaitu 26 balita atau 68,4% berumur 4 tahun.
5.1.2. Data Khusus
Data ini menggambarkan pengetahuan orang tua tentang pemberian
makan kepada anak dan tabulasi silang tiap-tiap variabel terhadap kejadian
obesitas pada balita.
43
5.1.2.1. Pengetahuan Orang Tua tentang Pemberian Makan kepada Anak
Tabel 5.2.1 Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang pemberian makan kepada anak di KB TKIT Al-Hikmah Surabaya tanggal 20 Juni 2007 sampai dengan 29 Juni 2007
pengetahuan Frekuensi ProsentaseBaik
Cukup2810
73,726,3
Total 38 100
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan responden
sebagian besar yaitu 28 atau 73,7% masuk dalam kriteria baik.
5.1.2.2. Obesitas pada Balita
Tabel 5.2.2 Distribusi frekuensi obesitas pada balita di KB TKIT Al-Hikmah Surabaya tanggal 20 Juni 2007 sampai dengan 29 Juni 2007
Obesitas balita Frekuensi ProsentaseObesitas
Tidak Obesitas1028
26,373,3
Total 38 100
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar balita yaitu
28 atau 73,7% adalah tidak obesitas.
44
5.1.3. Hubungan Antara Pengetahuan Orang Tua Tentang Pemberian Makan kepada
Anak dengan Kejadian Obesitas pada Balita
Tabel 5.3 Tabel silang pengetahuan orang tua tentang pemberian makan kepada anak dangan kejadian obesitas pada balita di KB TKIT Al-Hikmah Surabaya tanggal 20 Juni 2007 sampai dengan 29 Juni 2007
Obesitas
Pengetahuan
Obesitas Tidak Obesitas
Jumlah
f % f % F %BaikCukup
73
2530
217
7570
2810
100100
Jumlah 10 26,32 28 73,68 38 100
Berdasarkan tabel silang di atas menunjukkan bahwa sebagian besar
responden di KB TKIT Al-Hikmah Surabaya tanggal 20 Juni 2007 sampai
dengan 29 Juni dengan tingkat pengetahuan baik memiliki anak tidak obesitas
yaitu sebesar 21 responden atau 75%.
5.2. Analisis Data
Dari hasil penghitungan dengan menggunakan uji Chi Square diperole
hasil nilai χ2 hitung (0,095) < nilai kritis χ2 (1,095) (3,841)maka dapat disimpulkan
bahwa H1 ditolak, artinya tidak ada hubungan antara pengetahuan orang tua
tentang pemberian makan kepada anak dengan kejadian obesitas pada balita.
Sesuai dengan hasil pengujian r sebesar 0,05 bila dibandingkan dengan
kuat korelasi (0,0 – 0,10), maka taraf signifikan termasuk sangat lemah, dan
artinya semakin baik tingkat pengetahuan orang tua tidak mempengaruhi
kejadian obesitas pada balita.
45
5.3. Pembahasan
Dari hasil penelitian terhadap 38 responden yang dilakukan di KB TKIT
Al-Hikmah Surabaya menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki
tingkat pengetahuan yang baik. Hal ini bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang menunjang, misalnya semua responden memiliki latar belakang pendidikan
SMA / SMEA ke atas, dan sebagian besar berlatar belakang pendidikan Diploma
/sarjana. Hal ini sesuai dengan teori Notoatmodjo, 1996 yang dikutip oleh
Nursalam, 2001 bahwa “pada umumnya semakin tinggi pendidikan maka akan
semakin baik pula tingkat pengetahuannya. Pengetahuan itu sendiri merupakan
kemampuan seseorang untuk mengingat fakta, symbol, prosedur teknik, dan
teori.”
Selain itu pengetahuan juga dipengaruhi oleh pengalaman dan usia.
Menurut Notoatmodjo, 2005 pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau
merupakan cara untuk memperoleh pengetahuan. Pengalaman merupakan
pendekatan yang penting dan bermanfaat. Kemampuan untuk menyimpulkan,
mengetahui aturan, dan membuat prediksi bedasrkan observasi (Nursalam, Siti
Pariani, 2001).
Menurut Hurlock, 1998 yang dikutip oleh Nursalam, 2001 bahwa
kemampuan mental yang diperlukan untuk mempelajari dan menyesuaikan diri
pada situasi-situasi yang baru, misalnya mengingat hal-hal yang dulu pernah
46
dipelajari, penalaran analogis, dan berfikir kreatif mencapai puncaknya dalam
usia dua puluhan, kemudian sedikit demi sedikit menurun.
Faktor-faktor tersebut mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang,
namun dalam penelitian ini tidak diteliti.
Dari 38 balita didapatkan sebaian besar balita tidak obesitas. Hal ini
menunjukkan bahwa kejadian obesitas pada balita di KB TKIT Al-Hikmah
Surabaya masih jarang terjadi. Meskipun demikian, setiap tahun angka kejadian
obesitas terus meningkat. Oleh karena itulah kejadian obesitas tetap
membutuhkan perhatian yang penuh mengingat efek yang ditimbulkan dapat
mengganggu kesehatan anak baik sebelum atau setelah masa dewasa. Hal ini
sesuai dengan teori Fauzin, 2006 yang menyatakan bahwa komplikasi dari anak-
anak yang mengalami obesitas bisa terjadi Diabetes Mellitus tipe 2 yang resisten
terhadap insulin, muncul tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi dan tingkat lipid
yang abnormal.
Menurut Roskitt dan Clair yang dikutip oleh Subardja, 2004 dahwa
“obesitas pada anak merupakan cikal bakal terjadinya penyakit degeneratif
kardiovaskuler, Diabetes Mellitus, dan Penyakit degeneratif lainnya yang dapat
timbul sebelum atau setelah masa dewasa.
Dari 10 balita obesitas, didapatkan 7 balita obesitas dengan pengetahuan
orang tua cukup yang artinya tidak ada hubungan tentang pemberian makan
kepada anak dengan kejadian obesitas pada balita
47
Hal ini menunjukkan bahwa kejadian obesitas pada balita tidak hanya
dipengaruhi oleh pengetahuan saja, melainkan dipengaruhi oleh beberapa faktor
lain misanya faktor lingkungan yang meliputi aktivitas fisik, penggunaan energi
yang rendah, dan faktor keturunan. Hal ini sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Juanita, 2004 yang menyatakan bahwa terdapat 3 faktor yag
barpengaruh terhadap bekembangnya obesitas, yaitu genetik, lingkungan, dan
neuro.
48
BAB 6
SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di KB TKIT Al-Hikmah
Surabaya pada tanggal 20 Juni 2007 sampai dengan 29 Juni 2007 dapat
disimpulkan bahwa :
1. Pengetahuan orang tua tentang pemberian makan kepada anak sebagian
besar termasuk dalam kategori baik.
2. Sebagian besar balita tidak obesitas.
3. Dilihat dari hasil peneltian ysng diuji dengan menggunakan uji hiotesis chi
square didapatkan nilai χ2 = 0,095 < χ2(1,095) = 3,841 sehingga tidak ada
hubungan antara pengetahuan orang tua tentang pemberian makan dengan
kejadian obesitas pada balita.
6.2. Saran
Dengan melihat hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang
dikemukakan sebagai berikut :
1. Bagi Petugas Kesehatan
Diharapkan agar bidan dapat memberikan perhatian yang lebih terhadap
status gizi balita, terutama balita obesitas yang selama ini sangat kurang
mendapatkan perhatian, baik dari tenaga kesehatan maupun masyarakat.
49
Perhatian ini diwujudkan dengan memberikan pendidikan kesehatan tentang
pola makan yang sehat dan benar menurut standar kesehatan.
2. Bagi Peneliti
Diharapkan selanjutnya melakukan penelitian dengan menggunakan metode
penelitian analitik observasional case control untuk memberikan hasil yang
lebih akurat, dan sampel dapat mewakili populasi secara keseluruhan.
50
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,s.1998.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.Jakarta:Rineka Cipta
Anonimus.2002.Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta:Bagian Anak FK Universitas Indonesia
Budiyanto,A.2004.Dasar-Dasar Ilmu Gizi.Malang:UMM
Damayanti.2004.Obesitas Mengancam Anak-Anak.02 Juni 2006.available http.//www.kompas.com
Darmono.2006.Obesitas Pada Anak Bisa Turunkan Tingkat Kecerdasan.26 September.available http.//www.republika.ci.id
Fauzin.2006.Prevalensi Obesitas di Indonesia Naik.available http.//www.suarasurabaya.net
Juanita,V.2004.Obesitas Pada Anak.9 September 2004.available http.//www.sinarharapan.co.id
Mansjoer,A,dkk.2000.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta:Media AesculapiusNursalam.2003.Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika
Nursalam,dkk.2005.Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak.Jakarta:Salemba Medika
Soegianto, B.2004.Penentuan Status Gizi Anak dalam Masa Pertumbuhan (0-18 tahun) Tabel Baku WHO-NCHS.Surabaya:Akademi Gizi Surabaya
Soetjiningsih.1998.Gizi Untuk Tumbuh Kembang Anak.Jakarta:EGC
Subardja,D.2004.Obesitas Primer Pada Anak.Bandung:Kiblat
Yatim,F.2005.30 Gangguan Kesehatan Pada Anak Usia Sekolah.Jakarta:Obor
51
Lampiran 1
LEMBAR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN
Kepada
Yth. Bapak/ibu calon responden
Di KB-TKIT Al-Hikmah Surabaya
Saya mahasiswa Program Studi Kebidanan Soetomo Surabaya yang bernama
Ainun Nafiah, akan melakukan penelitian tentang “Hubungan antara pengetahuan
orang tua tentang pemberian makan kepada anak dengan kejadian obesitas pada
balita” yang betujuan untuk mengidentifikasi penderita obesitas pada balita dan
menganalisa hubungan antara pengetahuan orang tua tentang pemberian makan
kepada balita dengan kejadian obesitas.
Untuk kepentingan tersebut di atas, saya minta kesediaan ibu/bapak untuk
menjadi responden dalam penelitian ini. Selanjutnya saya mohon kesediaan ibu/bapak
untuk diwawancarai dan menjawab pertanyaan dalam kuesioner yang telah saya
sediakan dengan jujur apa adanya. Jawaban yang ibu berikan akan saya jamin
kerahasiaanya.
Demikian permintaan dan permohonan saya. Atas kesediaan dan bantuan serta
kerjasama dari ibu/bapak saya ucapkan terimakasih.
Surabaya, Juni 2007
Hormat saya
52
Ainun Nafiah
Lampiran 2
PERNYATAAN MENJADI RESPONDEN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Umur :
Alamat :
Pekerjaan :
Menerangkan dengan sesungguhnya bahwa saya (bersedia/tidak bersedia*)
berpartisipasi sebagai responden penelitian dengan judul “Hubungan antara
pengetahuan orang tua tentang pemberian makan kepada anak dengan kejadian
obesitas pada balita” yang diselenggarakan oleh mahasiswa Program Studi Kebidanan
Sutomo Surabaya.
Demikian pernyataan ini saya buat atas dasar kemauan sendiri tanpa ada paksaan dari
orang lain.
Surabaya, Juni 2007
Responden
53
*coret yang tidak perlu
Lampiran 3 KUESIONER
Nomor responden :
Tanggal pengisian :
Petunjuk mengerjakan :
Berikan jawaban Bapak/ibu dengan cara memberikan tanda (√) pada jawaban yang
Anda pilih sesuai dengan pengetahuan Anda!
I. Data umum
1. Pendidikan terakhir ibu/bapak:
2. Pekerjaan ibu/bapak :
3. Jenis kelamin anak anda :
4. Tanggal lahir anak anda :
II. Data khusus
Pertanyaan tentang Jumlah makanan
1. Menurut Anda apakah jumlah makanan yang dimakan anak Anda
mempengaruhi berat badannya?
Ya
Tidak
Tidak Tahu
54
2. Jumlah rata-rata nutrisi yang dibutuhkan setiap hari untuk anak usia 1-3 tahun