Top Banner
1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. I DENGAN TUBERKULOSIS PARU DI RUANG RAWAT PARU RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH TAHUN 2011 Laporan Hasil Studi Kasus Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Keperawatan Oleh : HERI SAPUTRA NIM: 712006D07121 DINAS KESEHATAN PEMERINTAH ACEH AKADEMI KEPERAWATAN TJOET NYA’ DHIEN BANDA ACEH 2011
94

KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

Oct 31, 2015

Download

Documents

hesaandessa

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. I DENGAN TUBERKULOSIS PARU DI RUANG RAWAT PARU RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH TAHUN 2011

Laporan Hasil Studi Kasus Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan Diploma III Keperawatan

Oleh :

HERI SAPUTRA NIM: 712006D07121

DINAS KESEHATAN PEMERINTAH ACEH AKADEMI KEPERAWATAN TJOET NYA’ DHIEN BANDA ACEH 2011

1

HALAMAN PERSETUJUAN

Diterima Dan Disetujui Untuk Dipertahankan Dalam Ujian Sidang Laporan Hasil Studi Kasus Pada Akademi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

1

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. I DENGAN TUBERKULOSIS PARU DI RUANG RAWAT PARU RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

Dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH TAHUN 2011

Laporan Hasil Studi Kasus Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan

Pendidikan Diploma III Keperawatan

Oleh :

HERI SAPUTRA NIM: 712006D07121

DINAS KESEHATAN PEMERINTAH ACEH AKADEMI KEPERAWATAN

TJOET NYA’ DHIEN BANDA ACEH

2011

Page 2: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

2

HALAMAN PERSETUJUAN

Diterima Dan Disetujui Untuk Dipertahankan Dalam Ujian Sidang

Laporan Hasil Studi Kasus Pada Akademi Keperawatan

Tjoet Nya’ Dhien Banda Aceh

Banda Aceh, 19 September 2011

Pembimbing Keperawatan

(MURTALA DAUD, SKM) Nip: 19580212 1980031001

Page 3: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

3

LEMBARAN PENGESAHAN DEWAN PENGUJI

Laporan Hasil Studi Kasus Berjudul

Asuhan Keperawatan Pada Tn.I Dengan Tuberkulosis Paru Di Ruang Rawat Penyakit Paru Rumah Sakit Umum Daerah

Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh 2011

Disusun Oleh:

HERI SAPUTRA Nim: 712006D07121

Telah Dipertahankan Di Depan Sidang Penguji Pada Tanggal 21 September 2011 Dan Dinyatakan

Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Dewan Penguji

1. Ketua/Moderator : Murtala Daud, SKM.

2. Anggota : Ns. Aida Rachmiana, S.Kep, M.Pd.

3. Anggota : Ns. Susi Nurita, S.Kep.

Mengetahui

Dinas Kesehatan Pemerintah Aceh

Akademi Keperawatan Tjoet Nya’ Dhien Banda Aceh Direktur

SURYADI, SKM, M.Pd. Nip: 19660921 199503 1001

Page 4: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

4

Keberhasilan yang telah kuraih Kesuksesan yang telah kudapat Itu semua hanyalah… Buah dari perjuangan dan dukungan dari Keluarga dan juga rekan-rekan tercinta

Ayahanda dan ibunda tercinta Hanya dengan doa dan tetesan keringatmulah Aku bisa menggapai cita dan asa yang pernah kuimpikan Dan kuharapkan

Untuk itu… Pada kesempatan ini… Pada hari ini… Aku mempersembahkan “Karya Tulis Ilmiah” ini Kepada Ayahanda, Ibunda dan kawan-kawan Sebagai tanda terima kasihku atas pengorbananmu Sehingga keberhasilan ini dapat kuperoleh

Walaupun demikian, walaupun aku sekarang adalah orang yang berhasil Tapi perjalananku masih panjang Dan bantuan serta dukungan dari semua masih sangat aku harapkan… Dalam mencapai tingkatan kebahagian dunia dan akhirat yang setinggi-tingginya… Amien …………………… By: Heri Saputra, Amd.Kep

Page 5: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

5

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadhirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan

studi kasus ini dengan judul ”Asuhan Keperawatan Pada Tn. I Dengan Tuberkulosis

Paru Di Ruang Rawat Penyakit Paru Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel

Abidin Banda Aceh Tahun 2011” ditulis sebagai salah satu syarat dalam

menyelesaikan Pendidikan Diploma III Keperawatan.

Dalam penulisan laporan studi kasus ini penulis banyak menghadapi hambatan

dan kesulitan, tetapi berkat bimbingan dan arahan dari berbagai pihak sehingga laporan

studi kasus ini dapat diselesaikan pada waktunya. Oleh karena itu pada kesempatan ini

izinkan penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Suryadi, SKM, M.Pd, selaku Direktur Akper Tjoet Nya’ Dhien Banda

Aceh.

2. Bapak Murtala Daud, SKM, sebagai pembimbing laporan studi kasus yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan petunjuk serta saran-

saran dalam penyusunan laporan studi kasus.

3. Bapak Dr. Taufik Mahdi, SpOG, selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah

dr. Zanoel Abidin Banda Aceh.

4. Ibu Ns. Aida Rachmiana, S.Kep, M.Pd, dan Ibu Ns. Susi Nurita, S.Kep, selaku

penguji yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji dan memberi

kritikan dan saran.

Page 6: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

6

5. Kepala Ruangan beserta Staf Ruang Rawat Penyakit Paru Rumah Sakit Umum

Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.

6. Seluruh Dosen dan Staf Pendidikan Akademi Keperawatan Tjoet Nya’ Dhien

Banda Aceh yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan selama

menjalani pendidikan.

7. Yang teristimewa sekali Kepada Ayahanda tercinta Harunuddin dan Ibunda

tersayang Fatimah, dan seluruh keluarga yang tercinta yang telah

menyumbangkan segala bantuan dan telah memberikan motivasi serta do’a

sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan studi kasus ini.

8. Seluruh teman-teman seperjuangan, mahasiswa/i Angkatan ke VIII Akper Tjoet

Nya’ Dhien Banda Aceh, yang telah memberikan support, semangat dan saran

dalam menyelesaikan studi kasus ini.

Demikian atas bantuan semuanya dan semoga Allah SWT melimpahkan Rahmat

dan Karunia-Nya kepada kita semua dan meridhai segala sesuatu yang dikerjakan

dengan ikhlas. Akhirnya dengan kerendahan hati penulis menyadari sepenuhnya bahwa

laporan studi kasus ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan

kritikan dan saran yang sifatnya membangun dari seluruh pihak agar studi kasus ini

menjadi lebih baik dan sempurna.

Amiien Ya Rabbal’alamin,,,,,,,,,

Banda Aceh, 19 September 2011

Penulis

Page 7: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

7

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ...........................................................................

LEMBARAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................

KATA PENGANTAR ........................................................................................

DAFTAR ISI ......................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................

1.1 Latar Belakang ............................................................................

1.2 Tujuan Penulisan .........................................................................

1.3 Metode Penulisan ........................................................................

1.4 Sistematika Penulisan..................................................................

BAB II PEMBAHASAN ...............................................................................

2.1 Pengkajian ..................................................................................

2.2 Analisa Data ...............................................................................

2.3 Diagnosa Keperawatan ................................................................

2.4 Perencanaan Keperawatan ...........................................................

2.5 Implementasi ..............................................................................

2.6 Evaluasi ......................................................................................

BAB III PENUTUP ........................................................................................

3.1 Kesimpulan .................................................................................

3.2 Saran-Saran .................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................

BIODATA PENULIS .........................................................................................

LAMPIRAN .......................................................................................................

Page 8: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Thorak (atau dada) adalah daerah tubuh yang terletak di antara leher dan

abdomen. Thorak rata di bagian depan dan belakang tetapi melengkung di bagian

samping. Rangka dinding thorak yang dinamakan cavea thoracis dibentuk oleh

columna vertebralis di belakang, costae dan spatium intercostale di samping, serta

sternum dan cartilago costalis di depan. Di bagian atas, thorax berhubungan

dengan leher dan di bagian bawah dipisahkan dari abdomen oleh diafragma, cavea

thoracis melindungi paru-paru dan jantung dan merupakan tempat perlekatan otot-

otot dan thorax, extremitas superior, abdomen, dan punggung. Cavitas thoracis

(ronggga thorax) dapat dibagi menjadi : bagian tengah yang disebut mediastinum

dan bagian lateral yang ditempati pleura dan paru-paru. Paru-paru diliputi oleh

selapis membran tipis yang disebut pleura visceralis, yang beralih di hilus

pulmonalis (tempat saluran udara utama dan pembuluh darah masuk ke paru-paru)

menjadi pleura parietalis dan menuju ke permukaan dalam dinding thorax (Snell,

Richard, 2006).

Paru-paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks,

yang merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan

tekanan. Bagian terluar dari paru-paru dikelilingi oleh membran halus, licin, yaitu

pleura, yang juga meluas untuk membungkus dinding interior toraks dan

permukaan superior diafragma. Paru-paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli,

yang tersusun dalam kluster antara 15 sampai 20 alveolli. Begitu banyaknya alveoli

Page 9: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

9

ini sehingga jika mereka bersatu untuk membentuk satu lembar, akan menutupi area

70 meter persegi (seukuran lapangan tenis) (Smeltzer & Bare, 2002).

Menurut Price & Wilson (2006) paru-paru merupakan organ yang elastis,

berbentuk kerucut, dan terletak di dalam rongga dada atau thorak. Paru-paru dibagi

dua: paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), lobus pulmo dekstra

superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-

paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior, tiap-tiap lobus

terdiri dari belahan yang lebih kecil bernama segmen, paru-paru kiri mempunyai 10

segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior.

Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior,

2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-

tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.

Di antara lobulus satu dengan lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi

pembuluh darah getah bening dan saraf, dalam tipa-tiap lobus terdapat sebuah

bronkhiolus. Di dalam lobulus, bronkhiolus ini bercabang-cabang banyak sekali,

cabang-cabang ini disebut duktus alveolus, tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada

alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3 mm (Syaifuddin, 2006).

Berbagai macam jenis penyakit paru seperti, Pneumonia, Efusi Pleura,

Bronkitis, Asma, Tuberkulosis Paru, dan masih banyak lagi penyakit paru yang

lainnya. Tetapi dalam hal ini penulis akan membahas tentang penyakit Tuberkulosis

(TB) yang merupakan penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru.

Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meningens,

ginjal, tulang, dan nodus limfe (Smeltzer & Bare, 2002).

Page 10: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

10

Menurut Aziza & Reny (2008) Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular

granulomatosa kronik yang telah dikenal sejak berabad-abad yang lalu dan paling

sering disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman

TB menyerang paru, 85 % dari seluruh kasus TB adalah TB paru, sisanya (15%)

menyerang organ tubuh lain mulai dari kulit, tulang, organ-organ dalam seperti

ginjal, usus, otak dan lainnya. Sedangkan menurut Price & Wilson (2006)

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini, dapat

merupakan organisme patogen maupun saprofit. Basil tuberkel ini berukuran 0,3x2

sampai 4 mm, ukuran ini lebih kecil dari pada sel darah merah.

Penularan TB terjadi ketika seseorang terinfeksi droplet yang mengandung

kuman TB. Di dalam tubuh, bakteri tumbuh lambat dan bertahan dalam lingkungan

intraselular dan dorman sebelum reaktivasi. Pengertian utama dari patogenesis

kuman TB adalah kemampuan kuman untuk lolos dari mekanisme pertahanan

tubuh host, termasuk makrofag dan sistim hipersensitivitas tipe lambat. Droplet

nukleus yang terinfeksi berukuran sangat kecil (1-5 mikron) dan mengandung

sejumlah 1-10 basil. Setelah terhisap, kuman terkumpul di bronkiolus respiratorius

distal atau alveolus yang letaknya sub pleural. Kemudian makrofag alveolar akan

memfagosit kuman. Tetapi makrofag tidak mampu melisiskan bakteri sehingga

bakteri berkembang dalam makrofag. Kemudian terjadi perpindahan makrofag

yang berisi kuman Mycobacterium tuberculosis ke kelenjar getah bening regional

(penyebaran limfogen) membentuk fokus primer. Sedangkan pada penyebaran

Page 11: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

11

hematogen kuman Mycobacterium tuberculosis masuk ke sirkulasi darah dan

menyebar ke seluruh tubuh (Aziza & Reny, 2008).

Individu rentan yang menghirup basil tuberkulosis dan menjadi terinfeksi.

Bakteri dipindahkan melalui jalan napas ke alveoli, tempat dimana mereka

terkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui

sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (Ginjal, tulang, korteks

serebri), dan area paru-paru lainnya (lobus atas). Sistem imun tubuh berespons

dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (nuetrofil dan makrofag) menelan

banyak bakteri; limposit spesifik-tuberkulosismelisis (menghancurkan) basil dan

jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam

alveoli, infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajanan

(Smeltzer & Bare, 2002).

Pada individu yang terinfeksi TB, belum tentu menimbulkan sakit TB, tetapi

bisa menyebabkan TB laten atau sembuh. Sebagian besar penyakit TB tidak disertai

gejala klinis. Gejala timbul secara bertahap dan perlahan-lahan sampai penyakit

menjadi berat. Pada pasien immunocompromised gejala timbul dalam minggu

pertama setelah terpajan dengan kuman TB (Aziza & Reny, 2008).

Manifestasi klinis yang sering terjadi berupa gejala sistemik seperti

kelelahan, penurunan berat badan, tidak nafsu makan serta bisa timbul demam yang

tidak terlalu tinggi yang biasanya terjadi pada malam hari, disertai keringat malam.

Gejala sistemik ini bisa terjadi pada semua infeksi kronis lain yang bukan karena

TB, sehingga tidak spesifik. Gejala respiratorik berupa batuk yang disertai sputum

produktif, timbul lebih lambat dan baru timbul setelah terjadi keterlibatan bronkus.

Page 12: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

12

Bronkus yang terangsang akan menimbulkan peradangan dan menyebabkan batuk

menjadi produktif. Kondisi ini lebih sering terjadi beberapa minggu sampai

beberapa bulan setelah terinfeksi kuman TB. Batuk darah terjadi akibat pecahnya

pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besarnya pembuluh

darah yang pecah. Sesak napas timbul akibat luasnya kerusakan paru. Oleh karena

itu bila sakit TB disertai gejala sesak napas, secara radiologis lesinya sudah luas.

Sakit dada terjadi bila pleura sudah terinfeksi, gejala bisa bersifat lokal atau

pleuritik (Aziza & Reny, 2008).

Komplikasi yang terjadi pada pasien TB Paru adalah: hemoptasis berat

(pendarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena

syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas, lobus yang tidak berfungsi akibat

retraksi bronkial, bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis

(pembentukan jaringan ikat) pada proses pemulihan atau retraksi pada paru,

pneumotorak spontan (adanya udara di dalam rongga pleura), kolaps spontan

karena kerusakan jaringan paru, penyebab infeksi ke organ lainnya seperti otak,

tulang, persendian, ginjal, dan sebagainya, insufisiensi kardio pulmoner. Semua

penderita TBC Paru dengan kerusakan jaringan luas yang sudah sembuh (BTA

negatif) masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini sering kali disamakan

dengan kasus kambuh (Yulizar, 2006).

Diagnosis tuberkulosis ditegakkan dengan mengumpulkan riwayat

kesehatan, pemeriksaan fisik, rontgen dada, usap basil tahan asam BTA, kultur

sputum, dan tes kulit tuberkullin. Rontgen dada biasanya akan menunjukkan lesi

pada lobus atas. Sputum pagi hari untuk kultur BTA dikumpulkan; Usap BTA akan

Page 13: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

13

menunjukkan apakah terdapat Mycobacterium, yang menandakan diagnosis dari

tuberkulosis (Smeltzer & Bare, 2002).

Menurut Doenges (2000) diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien

TB mencakup: bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekret kental

atau sekret berdarah, resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan

dengan penurunan efektif paru, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan kelemahan, kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan

pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi. Sedangkan menurut Asih &

Efendy (2004) Diagnosa yang timbul pada pasien TB adalah: gangguan pola tidur

berhubungan dengan batuk pada malam hari, ketakutan berhubungan dengan

penyakit jangka panjang yang membutuhkan kemoterapi jangka panjang,

perubahan gaya hidup.

Penatalaksanaan keperawatan pada pasien TB Paru adalah: berikan pasien

posisi semi fowler tinggi, bantu pasien untuk batuk dan latihan napas dalam,

berikan oksigen tambahan sesuai indikasi, berikan perawatan mulut sebelum dan

sesudah tindakan pernapasan, dorong makan sedikit dan sering dengan makanan

tinggi protein dan karbohidrat, rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet,

berikan instruksi dan informasi tertulis khusus pada pasien untuk rujukan contoh

jadwal obat, jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan, dan

alasan pengobatan lama, kaji potensial interaksi dengan obat/substansi lain

(Doenges, 2000).

Menurut Tabrani (2007) pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk

menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, dan

Page 14: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

14

menurunkan tingkat penularan. Prinsip pengobatan TB adalah, obat TB diberikan

dalam bentuk kombinasi, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan,

agar semua kuman termasuk kuman persisten dapat dibunuh. Tuberkulosis paru

diobati terutama dengan agens kemoterapi (agens antituberkulosis) selama periode

6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis depan digunakan: isoniasid (INH),

rifampin (RIF), streptomisin (SM), ethambutol (EMB), dan pirasinamid (PZA).

Kapreomisin, kanamisin, etionamid, natrium para-aminosalisilat, amikasin, dan

siklisin merupakan obat-obat baris kedua (Smeltzer & Bare, 2002).

World Health Organization (WHO) memperkenalkan strategi Direct

Observation Therapy Short course (DOTS), pada tahun 1993 untuk mengontrol

penyakit TB. Strategi DOTS diperkenalkan terutama untuk mengurangi penularan

TB yang biasanya terjadi pada sputum BTA (+). Di Indonesia, strategi DOTS

diperkenalkan sejak tahun 1995 dan termasuk dalam pengobatan Departemen

Kesehatan (Aziza & Reny, 2008).

Obat-obatan yang digunakan dalam pengobatan tuberkulosis dapat dibagi ke

dalam 2 kategori yaitu OAT primer dan OAT sekunder. OAT primer lebih tinggi

kemanjurannya dan lebih baik keamanannya dari OAT sekunder. OAT primer

adalah isoniazid, rifampin, ethambutol, pyrazinamide. Dengan ke empat macam

OAT primer itu kebanyakan penderita tuberkulosis dapat disembuhkan.

Penyembuhan penyakit umumnya terjadi setelah pengobatan selama 6 bulan. Ke

empat macam OAT primer itu diberikan sekaligus setiap hari selama 2 bulan,

kemudian dilanjutkan dengan dua macam obat (isoniazid dan rifampin) selama 4

bulan berikutnya. Bila dengan OAT primer timbul resistensi, maka yang resisten itu

Page 15: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

15

digantikan dengan paling sedikit 2-3 macam OAT sekunder yang belum resisten,

sehingga penderita menerima 5 atau 6 macam obat sekaligus. Strategi pengobatan

yang dianjurkan oleh WHO adalah DOTS (Directly Observed Treatment, Short

Course) untuk penggunaan OAT primer dan DOTS-plus untuk penggunaan OAT

sekunder. OAT sekunder adalah asam para-aminosalisilat, ethionamide,

thioacetazone, fluorokinolon, aminoglikosida dan capreomycin, cycloserine,

penghambat beta-laktam, clarithromycin, linezolid, dan lain-lain (Muchtar, 2006).

Sejak tahun 1993, WHO menyatakan bahwa TB merupakan kedaruratan

global bagi kemanusiaan. Walaupun strategi DOTS telah terbukti sangat efektif

untuk pengendalian TB, tetapi beban penyakit TB di masyarakat masih sangat

tinggi. Menurut WHO (2009), dengan berbagai kemajuan yang dicapai sejak tahun

2003, diperkirakan masih terdapat sekitar 9,5 juta kasus baru TB, dan sekitar 0,5

juta orang meninggal akibat TB di seluruh dunia (Tjandra & Muhammad, 2011).

Di negara maju seperti Eropa dan Amerika, TB paru relatif mulai langka,

hal ini disebabkan karena tingginya standar hidup masyarakat serta kemajuan dalam

cara pengobatan. Menurut data Center for Disease Control (CDC), angka kejadian

TB 10 kali lebih tinggi pada orang-orang Asia dan Pasifik, 8 kali lebih tinggi pada

orang-orang kulit hitam non Hispanic, dan 5 kali lebih tinggi pada orang-orang

Hispanic, Amerika asli dan Alaska asli, namun ras bukan faktor resiko yang berdiri

sendiri untuk terjadinya TB. Resiko TB lebih didasarkan atas sosial, ekonomi dan

tingkat kesehatan individu. Tidak ada perbedaan bermakna antara laki-laki dan

perempuan dalam angka kejadian TB. Angka kejadian TB meningkat pada usia

ekstrem (anak-anak dan orang tua) dan kelompok resiko tinggi seperti penderita

Page 16: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

16

DM, pecandu alkohol, pecandu obat bius, Immuno-compromized conditions seperti

HIV, SLE, malnutrisi, dalam pengobatan kortikosteroid dan kemoterapi,

gelandangan, orang-orang dalam penjara, dan sebagainya (Aziza & Reny, 2008).

Pada tahun 2010, pengendalian Tuberkulosis (TB) di Indonesia telah

menunjukkan kemajuan bermakna, yaitu dengan turunnya peringkat Indonesia dari

negara ke-3 di dunia penyumbang kasus TB terbanyak menjadi peringkat ke-5.

Selain itu target cakupan penemuan kasus TB atau case detection rate sebesar 70%

sudah tercapai, karena Indonesia telah mencapai 77,3%. Demikian pula target

keberhasilan pengobatan atau succes rate yang ditetapkan 85%, kita sudah

mencapai 89,6%. Target Millenium Development Goals atau MDGs untuk

pengendalian TB adalah prevalensi TB menurun menjadi 222 per 100.000

penduduk dan angka kematian TB menurun sampai 46 per 100.000 di tahun 2015.

Berdasarkan Global Report TB tahun 2010, prevalensi TB di Indonesia adalah 285

per 100.000 penduduk. Artinya, target MDGs untuk angka prevalensi TB

diharapkan akan tercapai pada tahun 2015, sedangkan target angka kematian TB

sudah tercapai (Menkes RI, 2011).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Aceh jumlah warga yang

menderita Tuberkulosis (TBC) di daerah ini mencapai 3.424 orang pada tahun

2007. Hingga kini, TBC masih merupakan pembunuh nomor satu terbesar di dunia

dalam kelompok penyakit infeksi. Dari jumlah yang terdata di Dinkes Aceh

tersebut, 2.551 di antaranya merupakan penderita TBC paru BTA (Basil Tahan

Asam) positif, 791 positif BTA rongent, 40 penderita kambuhan, dan 42 menderita

tuberkulosis eks TB paru (TB tulang, TB kulit, dan lain-lain), dan sudah 50% di

Page 17: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

17

antaranya terpantau Dinas Kesehatan Aceh. Kepala Bidang Pengendalian Penyakit

dan Penyehatan Lingkungan Dinkes Aceh, Dr. Mafrawi M.Kes mengatakan pada

tahun 2005 Dinas Kesehatan mendeteksi 46,1% Case Detection Rate (CDR)

penderita TBC dan 52% di tahun 2006. Ini berarti terjadi penurunan keberhasilan

CDR di tahun 2007 menjadi 35,5%, karena terkendala pendanaan. Petugas

puskesmas tidak bisa intensif melacak penderita TB, karena kekurangan dan

operasional. Untuk memudahkan pelacakan dan penanggulangan TBC secara

intensif, Dinas Kesehatan Aceh didukung Asian Development Bank (ADB) dan

BRR NAD-Nias menggelar pelatihan Penanggulangan Penyakit TBC bagi dokter,

perawat, dan tenaga laboratorium di Training Center Permata Hati, Aceh Besar,

sepanjang bulan April (Mafrawi, 2009).

Berdasarkan data statistik dari data register Rumah Sakit Umum Daerah Dr.

Zainoel Abidin Banda Aceh sejak tanggal 01 Juli 2010 sampai dengan 31 April

2011, didapatkan jumlah pasien rawat inap di ruang paru tercatat 761 orang. Pasien

yang mengalami TB Paru sebanyak 124 orang (16,3%) dari jumlah semua

penderita. Sedangkan pasien yang meninggal akibat TB Paru berjumlah 19 orang

(2,5%) dari jumlah semua penderita.

Berdasarkan permasalahan tersebut penulis termotivasi untuk memberikan

pelayanan keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan dalam bentuk studi

kasus dengan judul ”Asuhan Keperawatan Pada Tn. I Dengan Tuberkulosis

Paru Di Ruang Rawat Penyakit Paru Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel

Abidin Banda Aceh Tahun 2011”

Page 18: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

18

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata dalam memberikan

Asuhan keperawatan pada pasien TB Paru melalui pendekatan proses

keperawatan.

1.2.2 Tujuan Khusus

a. Dapat melakukan pengkajian keperawatan secara komprehensif pada Tn.

I dengan TB Paru.

b. Dapat menegakkan diagnosa keperawatan pada Tn. I dengan TB Paru.

c. Dapat menyusun rencana keperawatan pada Tn. I dengan TB Paru sesuai

dengan permasalahan.

d. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada Tn. I dengan TB Paru.

e. Dapat mengevaluasi dan memodifikasi tindakan keperawatan pada Tn. I

dengan TB Paru.

f. Dapat melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan secara lengkap

dan benar pada Tn. I dengan TB Paru.

1.3 Metode Penulisan

Dalam menyusun laporan studi kasus ini, penulis menggunakan metode

penulisan deskriptif mencangkup pengkajian berupa pengumpulan data yang

dilakukan dengan wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan dokumentasi

medik, kemudian penetapan masalah, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan,

Page 19: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

19

pelaksanaan tindakan keperawatan dan evaluasi, yang dilakukan melalui

pendekatan:

1.3.1 Studi Kepustakaan

Yaitu mempelajari dan menguraikan konsep teoritis yang diperoleh dari

berbagai referensi yang berhubungan dengan masalah keperawatan yang

diangkat sebagai dasar pemikiran di antaranya melalui buku-buku dan

media internet.

1.3.2 Studi Kasus

Merupakan pelaksanaan asuhan keperawatan yang dilakukan secara

langsung pada pasien melalui pendekatan proses keperawatan berupa

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Adapun teknik pengumpulan data yang dapat dilakukan dengan cara:

a. Wawancara

Melakukan tanya jawab langsung baik dengan pasien maupun dengan

keluarga pasien, dokter, serta tenaga kesehatan lainnya, yang

berhubungan dengan penderita untuk mendapatkan data identitas,

keluhan utama, riwayat penyakit, riwayat kesehatan keluarga dan pola

kebiasaan.

b. Observasi

Melakukan pengamatan langsung terhadap perubahan yang terjadi pada

pasien baik biologis, psikososial, sosio maupun spiritual yang

mempengaruhi derajat kesehatan pasien.

Page 20: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

20

c. Pemeriksaan Fisik

Untuk mendapatkan data yang aktual mengenai keadaan fisik pasien

secara keseluruhan yang dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi,

perkusi dan auskultasi.

d. Pemeriksaan Penunjang

Untuk mendapat data penunjang laboratorium untuk mengetahui kadar

hemoglobin darah, keadaan protein darah, urine, kadar gula darah, dan

lain-lain. Selain itu juga untuk mendapatkan data pemeriksaan radiologi

seperti foto thorak dan CT-Scan thorak.

e. Dokumentasi Medik

Untuk mendapatkan data mengenai perkembangan pasien selama

menjalani rawatan dan mengenai tindakan yang telah dilakukan terhadap

pasien meliputi terapi dan pemeriksaan penunjang.

1.4 Sistematika Penulisan

Laporan studi kasus ini disusun secara sistematis yang terdiri dari tiga BAB yaitu:

BAB I : Pendahuluan, yang meliputi latar belakang, tujuan penulisan yang

terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus, metode penulisan dan

sistematika penulisan.

BAB II : Pembahasan, yaitu ulasan yang membahas mengenai konsep teoritis

dengan fakta yang ada meliputi pengkajian, analisa data, diagnosa

keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

BAB III : Penutup, yang meliputi kesimpulan dan saran-saran.

Page 21: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

21

Pada bagian akhir laporan studi kasus ini berisikan daftar pustaka, biodata penulis,

serta lampiran pengkajian kasus, analisa data, diagnosa keperawatan, perencanaan

keperawatan, pelaksanaan tindakan keperawatan dan catatan perkembangan atau

evaluasi.

Page 22: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

22

BAB II

PEMBAHASAN

Pada BAB ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada Tn. I

dengan Tuberkulosis Paru yang dirawat di ruang rawat inap penyakit paru Rumah Sakit

Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh sejak tanggal 20 sampai 22 Juni 2011,

dengan tinjauan teoritis yang diperoleh dari buku dan referensi terkait dan penulis

memperoleh dari pasien sendiri, keluarga pasien, dokter, perawat di ruangan dan

cacatan medik lainnya. Agar lebih terarah sistematika pembahasan ini dibahas

berdasarkan pendekatan proses keperawatan, meliputi pengkajian, analisa data,

diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi dan evaluasi yaitu

sebagai berikut:

2.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Di sini, semua

data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status kesehatan klien saat

ini. Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif terkait dengan aspek biologis,

psikologis, sosial, maupun sipiritual klien (Asmadi, 2008). Pengkajian merupakan

tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis

dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan

mengidentifikasi status kesehatan (Nursalam, 2001).

Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada tanggal 20 Juni 2011

didapatkan data sebagai berikut: pasien bernama Tn. I, berumur 62 tahun, jenis

kelamin laki-laki, beragama Islam, suku Aceh/Bangsa Indonesia, bahasa yag

digunakan sehari-hari adalah bahasa Aceh, pendidikan terakhir adalah tamat SMP,

Page 23: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

23

pekerjaan petani, status perkawinan adalah seorang duda yang di tinggal mati oleh

istrinya, dengan alamat Desa Lam Lueng, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh

Besar, dirawat di ruang rawat inap penyakit paru (Gelima II) Rumah Sakit Umum

Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, sejak tanggal 10 Juni 2011, dengan

diagnosa medik TB Paru, No. CM 844653.

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1992,

penyakit TB Paru di Indonesia merupakan penyebab kematian nomor dua terbesar

setelah penyakit jantung. Sebagian besar penderita TB Paru berasal dari kelompok

masyarakat usia produktif dan berpenghasilan rendah. Adanya wabah HIV/AIDS di

seluruh dunia juga turut mempengaruhi jumlah penderita TB Paru, termasuk Asia

Tenggara (Muttaqin, 2008). Lebih dari 80% kasus TB paru yang dilaporkan adalah

berusia lebih 25 tahun, dan kebanyakan mereka terinfeksi di masa lalu. Faktor-

faktor yang berhubungan dengan kecendrungan ini adalah sosioekonomi dan

masalah yang berkaitan dengan masalah kesehatan (Price & Wilson, 2006).

Berdasarkan data statistik dan hasil penelitian, yang berjenis kelamin laki-

laki ternyata lebih rentan terhadap penyakit ini. Hal itu dibuktikan dengan

persentase penderita TB yang didominasi oleh laki-laki. Dari data Departemen

Kesehatan, tahun 2005 pria yang menderita TB paru berjumlah 93.114 orang,

hampir 60 persen penderita TB paru di seluruh Indonesia. Laki-laki penderita TB di

kelompok usia produktif hampir 21.000 orang, sementara penderita perempuan

16.000 orang. Hampir di seluruh kelompok usia yang terdata, laki-laki

mendominasi jumlah penderita TB, kecuali di kelompok usia termuda yaitu 0-14

tahun, perempuan lebih banyak terjangkit (Depkes, 2005).

Page 24: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

24

Dari pembahasan di atas terdapat adanya kesamaan antara tinjauan kasus

dengan teoritis, dimana pasien dengan TB Paru berusia 62 tahun, jenis kelamin

laki-laki, dan pekerjaannya petani.

Pada pengkajian keluhan utama, pasien mengeluh sesak dan batuk

bercampur darah. Menurut Herdin (2005) keluhan-keluhan pada pasien tuberkulosis

berupa batuk-batuk yang berkepanjangan yang mengeluarkan dahak berwarna

kekuning-kuningan, kadang-kadang bercampur darah, kadang-kadang batuk darah,

lelah, demam, kehilangan nafsu makan, berat badan menurun, yang dapat timbul

bersama-sama atau sendiri-sendiri pada penderita dewasa muda. Gejala tersebut

berlangsung dalam beberapa minggu, malahan berbulan-bulan, terutama pada usia

lanjut.

Batuk merupakan refleks petahanan yang timbul akibat iritasi percabangan

trakeobronkial. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme yang penting

untuk membersihkan saluran napas bagian bawah, dan banyak orang dewasa

normal yang batuk beberapa kali setelah bangun pagi hari untuk membersihkan

trakea dan faring dari sekret yang terkumpul selama tidur. Batuk juga merupakan

gejala tersering penyakit pernapasan. Segala jenis batuk yang berlangsung lebih

dari tiga minggu harus diselidiki untuk memastikan penyebabnya (Price & Wilson,

2006).

Klien TB Paru sering menderita batuk darah. Batuk darah terjadi akibat

pecahnya pembuluh darah. Berat dan ringannya batuk darah yang timbul

bergantung pada besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. Batuk darah tidak

selalu timbul akibat pecahnya aneurisma pada dinding kavitas, tapi juga dapat

Page 25: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

25

terjadi karena ulserasi pada mukosa bronkus. Kebanyakan batuk darah pada TB

Paru terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

Batuk darah yang dikeluarkan klien mungkin berupa garis atau bercak-bercak darah

dan gumpalan-gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah yang sangat banyak

(Muttaqin, 2008).

Dalam hal ini terdapat kesamaan antara tinjauan kasus dengan teoritis

dimana pasien mengalami batuk bercampur darah ± 1-2 cc, dan pasien juga

mengeluh sesak napas.

Pada riwayat penyakit sekarang, pasien mengatakan bahwa pasien datang

bersama keluarga ke Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

pada tanggal 10 Juni 2011 pada pukul 18.00 WIB dengan keluhan batuk dan sesak.

Sebelum datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

pasien sudah merasakan keluhan tersebut selama ± 6 bulan dan pasien pernah

melakukan pengobatan rawat jalan ke Puskesmas yang terdekat dengan rumahnya.

Di Puskesmas pasien mendapatkan obat, tetapi pasien tidak tahu apa nama obat

yang diberikan tersebut dan pasien menjalani minum obat selama 6 bulan, tetapi

pasien tidak minum obat dengan tetatur. Pada saat tiba di Rumah Sakit Umum

Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pasien pertama sekali dilakukan

pemeriksaan di Instalasi Gawat Darurat. Pasien mengatakan selama pasien di

Instalasi Gawat Darurat pasien mendapatkan therapy: Infus Ringer Laktat 20

tetes/menit, pemasangan oksigen 3 liter/menit, dan juga dilakukan pemasangan

kateter. Pasien juga mengatakan bahwa di Instalasi Gawat Darurat juga dilakukan

pemeriksaan laboratorium dengan hasil yang tertera di buku status yaitu:

Page 26: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

26

Haemoglobin 11,5 gr/dl, Leukosit 27,4x103/ul, Trombosit 784x103/ul, Hematokrit

37%, Glukosa 75 mg/dl, ureum darah 171 mg/dl, dan juga foto thoraks PA dengan

hasil tampak fibroinfiltrat di paru kanan dan kiri dengan kesimpulan TB Paru.

Kemudian pasien dipindahkan ke ruang Gelima II (Ruang Paru) pada tanggal 11

Juni 2011 pukul 20.00 WIB untuk dilakukan perawatan lebih lanjut. Selama di

ruang Gelima II pasien mendapatkan therapy: Infus Ringer Laktat 20 tetes/menit,

Dextrose 5% 20 tetes/menit, injeksi ceftriaxone 1gr/12jam, pemasangan oksigen 3

Liter/menit, pemeriksaan laboratorium dengan hasil: Haemoglobin 11,2 gr/dl,

Leukosit 17,5x103/ul, LED 105 mm/jam, Trombosit 520x103/ul, Hematokrit 34%,

Billirubin total 0,94 mg/dl, Billirubin direct 0,77 mg/dl, SGPT 91 U/L, Alk.

Posfatase 449 U/L, Protein total 6,8 g/dl, Albumin 3,7 g/dl, Globulin 3.1 g/dl,

Ureum darah 68 mg/dl, As. Urat darah 14,5 mg/dl, Total kolesterol 197 mg/dl,

Trigliserida 88 mg/dl, Gula Darah Puasa 68 mg/dl, foto thoraks PA ulang dengan

hasil kesimpulan: TB Paru dan juga pemeriksaan CT-Scan Thoraks dengan hasil

kesimpulan: TB Paru dengan Cavitalis Multiple.

Pada klien TB Paru minimal dan tanpa komplikasi, biasanya gerakan

pernapasan tidak mengalami perubahan. Meskipun demikian, jika terdapat

komplikasi yang melibatkan kerusakan luas pada parenkim paru biasanya klien

akan terlihat mengalami sesak napas, peningkatan frekuensi napas, dan

menggunakan otot bantu napas (Muttaqin, 2008).

Terdapat kesamaan antara tinjauan kasus dengan teoritis, dimana pada kasus

didapatkan pasien mengalami sesak napas dan peningkatan frekuensi pernapasan

(RR 33 x/menit).

Page 27: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

27

Pada riwayat kesehatan dahulu, pasien mengatakan sebelumnya tidak

pernah dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, tapi

pasien hanya berobat ke Puskesmas yang dekat dengan rumahnya karena pasien

pernah mengalami sakit demam biasa saja, dan pasien juga mengalami batuk pada

saat demam, tapi batuknya itu tidak mengeluarkan darah dan pasien menganggap

itu hanya batuk biasa saja.

Menurut Yayi Suryo Prabandari Selain rentan terhadap penyakit dalam,

seperti jantung, kanker paru-paru, dan stroke, perokok juga berisiko lebih tinggi

terkena penyakit tuberkulosis atau TBC dan diabetes dibandingkan dengan orang

yang bukan perokok. Nikotin dan tar yang terkandung di dalam rokok diduga

menjadi penyebabnya. Berbagai penyakit yang diderita perokok adalah investasi

dari kebiasaan merokoknya yang dilakukan pada jangka waktu 5-15 tahun

sebelumnya. Hal itu tergantung kondisi tubuhnya. Mahardinata mengatakan,

nikotin dan tar yang terkandung di dalam rokok memiliki andil bagi perokok

terkena penyakit TBC. Pergerakan rambut getar (silia) di sepanjang saluran

pernapasan akan terhambat dalam menyaring kotoran karena zat nikotin dan tar

yang menempel pada membran di atasnya. Penyebab utama penyakit TBC memang

bakteri Mycobacterium Tuberculosis, namun ketidaksempurnaan silia dalam

menyaring kotoran akan membuat risiko infeksi lebih besar, (Kompas, 2008).

Dalam hal ini terdapat adanya kesamaan antara tinjauan kasus dengan

teoritis, dimana pasien mengalami batuk sudah 6 bulan yang lalu dan pasien juga

merupakan seorang perokok aktif, yang mulai merokok sejak umur 15 tahun dan

Page 28: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

28

mulai berhenti merokok setelah pasien mengalami keluhan batuk yang parah (kira-

kira 2 bulan yang lalu).

Pada pengkajian riwayat penyakit keluarga, pasien mengatakan bahwa tidak

ada anggota keluarganya yang menderita penyakit yang sama seperti yang

dirasakan pasien saat ini, keluarga pasien juga tidak ada yang menderita penyakit

keturunan seperti, Hipertensi, Dibetes Mellitus, dan lain-lain. Pasien mengatakan

bahwa dalam keluarganya juga tidak ada yang menderita penyakit menular.

Penyakit TBC tidak diwariskan secara genetik, karena penyakit TBC

bukanlah penyakit turunan. Hanya karena penularannya adalah melalui percikan

dahak yang mengandung kuman TBC, maka orang yang hidup dekat dengan

penderita TBC dapat tertular. (Ummukautsar, 2008).

Dalam hal ini terdapat kesamaan antara tinjauan kasus dengan teoritis,

dimana tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami penyakit TB Paru,

Karena penyakit TB Paru ini merupakan bukan penyakit keturunan.

Pada pengkajian pola persepsi dan tata laksana kesehatan, pasien

mengatakan walaupun pasien sesak dan batuk pasien tetap melakukan aktivitas

rutin selama masih bisa bekerja, dan pasien juga merokok 2 bungkus/hari dan

pasien juga minum kopi pada saat pagi dan malam dan pasien juga tidak pernah

berolahraga. Kalau pasien sakit pasien sering berobat ke Puskesmas dan Mantri.

TB Paru merupakan penyakit yang pada umumnya menyerang masyarakat

miskin karena tidak sanggup meningkatkan daya tahan tubuh nospesifik dan

mengkonsumsi makanan kurang bergizi. Selain itu, juga karena ketidaksanggupan

membeli obat, ditambah lagi kemiskinan membuat individunya diharuskan bekerja

Page 29: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

29

secara fisik sehingga mempersulit penyembuhan penyakitnya. Klien TB Paru

kebanyakan berpendidikan rendah, akibatnya mereka sering kali tidak menyadari

bahwa penyembuhan penyakit dan kesehatan merupakan hal yang penting.

Pendidikan yang rendah sering kali menyebabkan seseorang tidak dapat

meningkatkan kemampuannya untuk mencapai taraf hidup yang baik. Padahal, taraf

hidup yang baik amat dibutuhkan untuk penjagaan kesehatan pada umumnya dan

dalam menghadapi infeksi pada khususnya (Muttaqin, 2008).

Dalam hal ini terdapat kesamaan antara tinjauan kasus dengan teoritis,

dimana pasien tetap melakukan aktivitas rutin meskipun pasien merasa sesak dan

batuk, dan pasien juga merokok dan minum kopi.

Pada pengkajian pola nutrisi, pasien mengatakan sebelum dirawat pasien

makan 2 kali sehari yaitu siang dan malam dengan menu nasi putih, lauk, sayur dan

buah, dengan porsi satu piring. Selain itu pasien juga mengkonsumsi makanan

ringan seperti kacang, keripik yang ada di rumahnya. Selama dirawat pasien makan

3 kali sehari dengan menu nasi putih, lauk, telur, dan juga buah, dan pasien juga

sanggup menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang disediakan di Rumah

Sakit yaitu 1 piring.

Kebutuhan nutrisi bagi tubuh merupakan suatu kebutuhan dasar manusia

yang sangat penting. Dilihat dari kegunaannya, nutrisi merupakan sumber energi

untuk segala aktivitas dalam sistem tubuh. Sumber nutrisi dalam tubuh berasal dari

dalam tubuh sendiri, seperti glikogen yang terdapat dalam otot dan hati ataupun

protein dan lemak dalam jaringan dan sumber lain yang berasal dari luar tubuh

yang sehari-hari dimakan oleh manusia (Hidayat, 2005). Gejala sistemik pada

Page 30: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

30

pasien TB Paru termasuk demam, menggigil, keringat malam, kelemahan,

hilangnya nafsu makan, dan penurunan berat badan (Price & Wilson, 2006).

Namun, dalam hal ini terdapat sedikit kesenjangan antara tinjauan kasus

dengan teoritis, dimana pasien tidak mengalami gangguan dengan pola nutrisinya.

Pasien sanggup makan tiga kali dalam satu hari dan porsi makannya juga sesuai

dengan porsi makan orang sehat.

Pada pengkajian pola cairan, pasien mengatakan sebelum dirawat pasien

minum ± 6 – 8 gelas duralex panjang (1800-2500 cc) perhari. Selama dirawat

pasien minum ± 6 – 8 aqua gelas (1200 – 1600 cc) perhari dan juga terpasang infus

Dextrose 5% 20 tetes/menit (500 cc/kolf), dalam waktu 24 jam bisa menghabiskan

3 kolf (total cairan ± 3100 cc/hari).

Cairan dan elektrolit sangat berguna dalam mempertahankan fungsi tubuh

manusia. Kebutuhan cairan dan elektrolit bagi manusia berbeda-beda sesuai dengan

tingkat usia seseorang, seperti bayi mempunyai kebutuhan cairan yang berbeda

dengan usia dewasa. Kebutuhan cairan sangat diperlukan tubuh dalam mengangkut

zat makanan ke dalam sel, sisa metabolisme, sebagai pelarut elektrolit dan

nonelektrolit, memelihara suhu tubuh, mempermudah eliminasi, dan membantu

pencernaan. Kebutuhan cairan bagi orang dewasa adalah 2500 – 3500 ml dalam 24

jam (Hidayat, 2005).

Dalam hal ini terdapat kesamaan antara tinjauan kasus dengan teoritis,

dimana pasien dapat memenuhi kebutuhan cairannya dalam waktu 1 x 24 jam, yaitu

pasien minum ± 6 – 8 aqua gelas (1200 – 1600 cc) perhari dan juga terpasang infus

Page 31: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

31

Dextrose 5% 20 tetes/menit (500 cc/kolf), dalam waktu 24 jam bisa menghabiskan

3 kolf (total cairan ± 3100 cc/hari).

Pada pengkajian pola eliminasi, pasien mengatakan sebelum dirawat pasien

BAK sekitar 15 menit sekali perhari, lemah menetes ± 3-5 cc sekali BAK, berbau

amis, warna kuning pucat, nyeri dan terasa tidak puas setelah BAK, dan BAB 1 kali

perhari pada pagi hari dengan konsistensi lunak, berbau khas, warna kuning

kecokelatan. Selama dirawat pasien BAK melalui selang kateter, warna kuning

pucat, jumlah urin ± 1500-2000 cc perhari dan BAB tidak teratur, kadang-kadang 2

hari sekali dengan konsistensi lunak, berbau amoniak, warna kuning kecokelatan.

Perry dan Potter (2005), mengatakan, setiap orang dewasa memiliki pola

defekasi setiap hari, defekasi hanya 4 hari atau lebih dianggap tidak normal, pola

defekasi yang biasanya setiap 2 sampai 3 hari sekali tanpa ada kesulitan, nyeri, atau

pendarahan dapat dianggap normal pada orang lansia. Dan kandung kemih dalam

kondisi normal dapat menampung 600 ml urine, keinginan berkemih dapat

dirasakan pada saat kandung kemih terisi urine dalam jumlah yang lebih kecil (150-

200 ml) dan dalam kondisi normal mengsekresikan 1500 sampai 1600 ml

urine/hari, dengan warna kekuningan.

Dalam hal ini terdapat kesenjangan antara tinjauan kasus dengan teoritis

dimana pasien mengalami gangguan berkemih yaitu sebelum dirawat pasien BAK

setiap 15 menit sekali perhari, terasa nyeri dan terasa tidak puas setelah berkemih,

dan selama dirawat pasien berkemih melalui selang kateter, dan BAB pasien juga

tidak teratur selama dirawat di rumah sakit.

Page 32: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

32

Pada pengkajian pola aktivitas dan kebersihan, pasien mengatakan sebelum

dirawat pasien melakukan aktivitas rutin sebagai petani. Aktivitas seperti mandi,

berpakaian, berhias, toileting, makan dan minum dilakukan secara mandiri. Selama

dirawat pasien bedrest dan mobilisasi di atas tempat tidur, makan dan minum dapat

dilakukan secara mandiri, dan pasien juga bisa ke kamar mandi secara mandiri.

Pasien terlihat bersih dan rapi (skala ketergantungan 0).

Dalam hal pola aktivitas dan kebersihan, pasien tidak mengalami gangguan,

tetapi pasien hanya tidak bisa melakukan aktivitas rutin seperti bekerja karena

pasien masih dalam masa perawatan. Pasien juga mampu untuk menjaga kebersihan

dirinya sendiri secara mandiri.

Pada pengkajian pola istirahat/tidur, pasien mengatakan sebelum dirawat

pasien tidur 6-8 jam perhari yaitu pasien tidur pada malam hari mulai pukul 23.00

WIB dan bangun pada pukul 05.00 WIB, kadang-kadang ditambah lagi dengan

tidur siang ± 15-30 menit. Selama dirawat pasien mengatakan susah tidur dan

pasien tidur tidak teratur karena batuk dan sesak, pasien merasa terganggu dengan

pola tidurnya, pasien hanya bisa tidur ± 3 – 4 jam perhari.

Menurut Perry dan Potter (2005), lansia mengalami kurang tidur di malam

hari, karena di antaranya tidur di siang hari, perubahan pola yang berkaitan dengan

penuaan, perubahan fisiologis dan psikologis ini bukan berarti terjadi penurunan

kebutuhan tidur tetapi adanya redistribusi prilaku tidur selama periode 24 jam.

Tidur siang harus selalu dilakukan pada waktu yang sama setiap hari untuk

mempertahankan jadwal yang konsisten. Durasi dan kualitas tidur beragam di

Page 33: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

33

antara orang-orang dari semua kelompok usia, seseorang mungkin merasa cukup

beristirahat dengan 4 jam tidur, sementara yang lain membutuhkan 10 jam.

Dalam hal ini terdapat kesenjangan antara tinjauan kasus dengan teoritis

dimana pasien mengalami gangguan pola tidur di malam hari disebabkan karena

adanya sesak dan batuk dan pola tidur pasien tidak teratur selama 24 jam.

Pada pengkajian data psikologis, pasien mengatakan tidak merasa cemas

dan gelisah dengan kondisi penyakit yang dialaminya sekarang, tetapi pasien

mengatakan ingin cepat sembuh dan bisa berkumpul kembali bersama keluarganya

semua.

Perry dan Potter (2005), mengatakan pemajanan terhadap stressor

mengakibatkan respons adaptif psikologis dan fisiologis, prilaku adaptif psikologis

dapat konstruktif atau destruktif, prilaku konstruktif membantu individu menerima

tantangan untuk menyelesaikan konflik, bahkan ansietas dapat konstruktif;

misalnya, ansietas dapat menjadi tanda bahwa terdapat ancaman sehingga

seseorang dapat melakukan tindakan untuk mengurangi keparahannya.

Dalam hal ini terdapat kesamaan antara tinjauan kasus dengan teoritis,

dimana pasien bisa menerima kondisinya sekarang yang mana harus menjalani

rawatan, untuk dapat sembuh dan dapat pulang kembali ke rumah seperti dulu lagi.

Pada pengkajian data sosial, pasien mengatakan hubungan dengan

masyarakat di desanya biasa-biasa saja, hubungan dengan keluarganya berjalan

dengan baik dan harmonis. Selama dirawat pasien ditemani oleh anaknya dan juga

adiknya dan pasien juga kelihatan ramah dengan perawat dan juga mahasiswa

praktek.

Page 34: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

34

Perry dan Potter (2005), mengatakan, mengkaji stesor dan sumber koping

dalam dimensi sosial mencangkup penggalian bersama klien tentang besarnya, tipe,

dan kualitas dari interaksi sosial yang ada. Stresor pada keluarga dapat

menimbulkan efek disfungsi yang mempengaruhi klien atau keluarga secara

keseluruhan.

Dalam hal ini terdapat kesamaan antara tinjauan kasus dengan teoritis,

dimana pasien tampak mampu membina hubungan baik dengan perawat, dokter,

mahasiswa dan anggota keluarga lainnya untuk keberhasilan perawatan kesehatan

dirinya.

Pada pengkajian data spiritual, pasien seorang yang beragama islam, yang

mana sebelum dirawat pasien selalu melaksanakan ibadah seperti shalat 5 waktu,

puasa di bulan Ramadhan, dan juga menunaikan zakat, tetapi selama dirawat pasien

tidak dapat melakukannya lagi karena kondisinya sekarang, pasien hanya tidur dan

istirahat, tetapi pasien tetap berdo’a kepada Allah SWT supaya penyakitnya cepat

sembuh.

Perry dan potter (2005), mengatakan, agama sangat mempengaruhi cara

seseorang berupaya untuk mencegah penyakit, dan agama memainkankan peran

kuat dalam ritual yang berkaitan dengan perlindungan kesehatan. Agama

menggariskan praktik moral, dan sosial.

Dalam hal ini terdapat kesamaan antara tinjauan kasus dengan teoritis,

dimana pasien seorang yang beragama islam yakni menyakini bahwa penyakit yang

dideritanya sekarang adalah ujian dari Allah SWT, pasien tetap berdo’a supaya

penyakit yang dideritanya sekarang cepat sembuh dan tidak kambuh lagi.

Page 35: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

35

Status kesehatan umum pada tanggal 20 Juni 2011, didapatkan data,

keadaan umum baik, kesadaran Compos Mentis, berat badan sebelum sakit 55 kg,

berat badan saat ini 45 kg, tekanan darah 110/80 mmHg, denyut nadi 96 kali/menit,

temperatur 37,8 ºC, pernapasan 33 kali/menit.

Pemeriksaan tanda vital merupakan suatu cara untuk mendeteksi adanya

perubahan sistem tubuh. Tanda vital meliputi suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi

pernapasan, dan tekanan darah. Tanda vital mempunyai nilai sangat penting pada

fungsi tubuh. Adanya perubahan tanda vital, misalnya suhu tubuh dapat

menunjukkan keadaan metabolisme dalam tubuh, denyut nadi dapat menunjukkan

perubahan pada sistem kardiovaskular, frekuensi pernapasan dapat menunjukkan

fungsi pernapasan, dan tekanan darah dapat menilai kemampuan sistem

kardiovaskular, yang dapat dikaitkan dengan denyut nadi. Semua tanda vital

tersebut saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Perubahan tanda vital dapat

terjadi bila tubuh dalam kondisi aktivitas berat/dalam keadaan sakit dan perubahan

tersebut merupakan indikator adanya gangguan sistem tubuh (Hidayat, 2005).

Pada pengkajian fisik didapatkan data pada kepala dengan inspeksi warna

rambut hitam, distribusi rambut merata, kulit kepala bersih, dan palpasi tidak ada

nyeri tekan dan tidak ada benjolan. Pada wajah dengan inspeksi wajah pucat,

tampak meringis, dan juga tampak gelisah, dan dengan palpasi tidak ada benjolan

dan tidak ada nyeri tekan. Pada mata dengan inspeksi bentuk simetris kiri dan

kanan, konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik, dan dengan palpasi tidak ada nyeri

tekan. Pada hidung dengan inspeksi lubang hidung simetris, tidak ada sekret, tidak

ada gangguan dengan penciuman, pasien dapat membedakan bau/aroma yang

Page 36: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

36

diciumnya, dan dengan palpasi tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan. Pada

telinga dengan inspeksi bentuk simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, tidak ada

gangguan pendengaran, pasien dapat mendengar pada jarak 1 meter, dan dengan

palpasi tidak ada nyeri tekan. Pada mulut dengan inspeksi mukosa bibir lembab,

gigi terlihat agak kekuning-kuningan, gigi masih lengkap. Pada leher dengan

inspeksi bentuk simetris, dapat digerakkan, tidak ada lesi, dan dengan palpasi tidak

ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada

pembesaran kelenjar getah bening, dan tidak ada pembesaran vena jugularis. Pada

thorak dengan inspeksi bentuk simetris kiri dan kanan, tidak ada lesi, dengan

palpasi tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, dengan perkusi bunyi redup,

dengan auskultasi bunyi paru ronki basah, bunyi jantung I > bunyi jantung II. Pada

abdomen dengan inspeksi letak simetris, tidak ada lesi, dengan auskultasi peristaltik

5 x/menit, dengan palpasi tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, dan dengan

perkusi terdapat bunyi timpani. Pada ekstremitas atas dengan inspeksi bentuk

simetris kiri dan kanan, tidak ada lesi, dapat digerakkan, sebelah kiri terpasang

infus Dextrose 5 % 20 tetes/menit, dengan palpasi tidak ada nyeri tekan. Pada

ekstremitas bawah dengan inspeksi didapatkan bentuk simetris kiri dan kanan, tidak

ada lesi, dan dapat digerakkan, dengan palpasi tidak ada nyeri tekan. Kulit kering

dan tampak bersih.

Secara teoritis, penderita Tuberkulosis mengalami penurunan berat badan,

penderita kurus, keringat pada malam hari diikuti oleh batuk-batuk kronis yang

mengeluarkan dahak yang kadang-kadang berdarah, dada bagian atas mendatar,

terutama pada daerah yang sakit, pada inspirasi dalam gerakan bagian paru yang

Page 37: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

37

sakit berkurang bila dibandingkan dengan bagian yang normal. Trakea tertarik kea

rah paru yang sakit, bunyi perkusi pada bagian atas paru yang terkena redup

sedangkan bagian yang bawah sonor. Pada auskultasi akan terdengar bunyi nafas

pokok (bising nafas dasar) bronchial dan disertai bunyi ikutan ronchi basah yang

nyaring yang menggambarkan adanya infiltrasi pada jaringan paru (Herdin, 2005).

Dalam hal ini terdapat kesamaan antara tinjauan kasus dengan teoritis,

dimana pada auskultasi thorak bunyi napas pasien terdengar ronki basah, dan pada

perkusi thorak bunyi yang terdengar adalah redup.

Pada pemeriksaan diagnostik dilakukan pemeriksaan laboratorium darah

rutin pada tanggal 20 Juni 2011, didapatkan hasil Haemoglobin 9,1 gr/dl, Leukosit

12, 9 x 103/ul, LED 123 mm/jam, Trombosit 6,7 x 103/ul, Hematokrit 28 %,

Billirubin Total 0,53 mg/dl, Billirubin Direct 0,43 mg/dl, SGOT 45 u/l, SGPT 55

u/l, Alk. Posfatase 348 u/L, Protein Total 5,4 g/dl, Albumin 3,1 g/dl, Globulin 2,3

g/dl, Kreatinin Darah 0,6 mg/dl, Ureum Darah 22 mg/dl, Gula Darah Puasa 62

mg/dl, Gula Darah 2 J PP 115 mg/dl, Na 137 meg/L, K 137 meg/L, Cl 102 meg/L.

Dan pemeriksaan sputum BTA I Negatif (-), pemeriksaan sputum BTA II Negatif (-

), pemeriksaan sputum BTA III Negatif (-).

Secara teoritis, pada saat TBC baru mulai aktif terdapat sedikit leukositosis

dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal.

Laju endap darah (LED) mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah

leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. LED mulai turun ke arah

normal lagi. Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga anemia ringan dengan

gambaran normokrom dan normositer, gama globulin sedikit meningkat dan kadar

Page 38: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

38

natrium darah menurun. Peningkatan jumlah leukosit (leukositosis) menunjukkan

adanya proses infeksi atau radang akut, penurunan hematokrit terjadi pada pasien

yang mengalami kehilangan darah akut, sedangkan peninggian LED biasanya

terjadi akibat peningkatan kadar globulin dan fibrinogen karena infeksi akut lokal

maupun sistemis atau trauma, kehamilan, infeksi kronis,dan infeksi terselubung

yang berubah menjadi akut. (Jeffry, 2011).

Pemeriksaan mikroskopik langsung dengan BTA (-) bukan berarti tidak

ditemukan Mycobacterium Tuberculosis sebagai penyebab. Faktor-faktor yang

dapat menyebabkan basil bakteriologik negatif adalah belum terlibatnya bronkus

dalam proses penyakit, terutama pada awal sakit, terlalu sedikitnya kuman di dalam

sputum akibat dari cara pengambilan bahan yang tidak adekuat, cara pemeriksaan

bahan yang tidak adekuat, pengaruh pengobatan dengan OAT, terutama rifampisin.

Bila diagnosis TB paru semata-mata berdasarkan pada ditemukannya BTA dalam

sputum, maka sangat banyak TB paru yang terlewat tanpa pengobatan. Sedangkan

justru pada TB paru yang baru dengan sputum BTA (-) dan belum menular pada

orang lain, paling mudah diobati dan disembuhkan dengan sempurna (Nawas,

2011).

Dalam hal ini terdapat kesamaan antara tinjauan kasus dengan teoritis,

dimana pada pemeriksaan laboratorium darah lengkap pasien didapatkan jumlah

leukosit di atas normal, LED di atas normal dan hematokrit di bawah normal dan

pada pemeriksaan sputum juga didapatkan hasil BTA (-).

Pada pemeriksaan radiologi tanggal 11 Juni 2011 melalui Foto Thorak PA

pulmo tampak fibroinfiltrat di paru kanan dan kiri, sinus phrenicocostalis kanan dan

Page 39: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

39

kiri tajam, dengan kesimpulan TB Paru. Pada pemeriksaan CT-Scan thorak tanggal

17 Juni 2011 didapatkan hasil tampak area hypodens dan hyperdens abnormal di

parenchym paru kanan dan kiri, tampak cavitalis multiple di paru kanan dan kiri,

dengan kesimpulan TB Paru dengan Cavitalis Multiple.

Herdin Sibuea (2005), mengatakan pada foto thorak tampak bayangan padat

pada lobus atas yang merupakan proses pekejuan yang nekrotik, bayangan berawan

seperti kapas pada foto paru menunjukkan proses penyebaran baru pada bagian

paru lainnya. Foto thorak juga menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru,

simpanan kalsium lesi sembuh primer, efusi cairan, akumulasi udara, area cavitas,

area fibrosa dan penyimpangan struktur mediastinal.

Dalam hal ini terdapat kesamaan antara tinjauan kasus dengan teoritis,

dimana pada foto thorak pasien didapatkan hasil pulmo tampak fibroinfiltrat di paru

kanan dan kiri, sinus phrenicocostalis kanan dan kiri tajam, dengan kesimpulan TB

Paru.

Penatalaksanaan medis yang dilakukan adalah bedrest, infus RL 20

tetes/menit, infus Dextrose 20 tetes/menit, (untuk menambah cairan, mengganti

cairan dan elektrolit), drip Ciprofloxasin 200 mg/12 jam (untuk pengobatan infeksi

yang di sebabkan oleh bakteri yang sensitif terhadap siprofloksasin; infeksi berat

saluran nafas, efek samping obat ini seperti rasa terbakar local, gatal; kelopak mata

berbentuk kruta; tidak di anjurkan pada untuk anak di bawah usia 12 tahun, pada

ibu hamil dan ibu menyusui), Oksigen (O2) 3 liter/menit (untuk mengurangi sesak

dan membantu dalam pemenuhan oksigen bagi pasien), Ceftriaxone 1 gr/12 jam

(untuk pengobatan infeksi saluran napas, ginjal, tulang dan jaringan lunak, saluran

Page 40: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

40

cerna, genetalia, sepsis, meningitis dan pencegahan infeksi pra operasi), Rifampicin

500 mg 1 x sehari 1 tablet (untuk pengobatan tuberkulosis dan lepra, efek samping

obat ini urin berwarna kemerahan, gangguan GI, meningkatnya enzim hati,

hepatitis, ikterus, leukopenia, eosinofilia), Ethambutol 500 mg 1 x sehari 2 tablet

(pengobatan inisial pada pulmonary tuberkulosis dan menghambat kuman TBC

yang resisten terhadap isoniazid dan streptomisin, efek samping obat ini penurunan

ketajaman penglihatan, kehilangan kemampuan membedakan warna, pruritus,

gangguan GI, nyeri sendi dan tidak enak badan), Pyrazinamide 500 mg 1 x sehari 2

tablet (untuk pengobatan tuberkulosis yang resisten terhadap obat lain, dianjurkan

dikombinasikan dengan obat lain untuk mencegah bakteri resisten, efek samping

obat ini kerusakan hati ringan, mual, muntah, tidak nafsu makan, anemia, nyeri

sendi, dan demam) (Dikutip dari Buku ISO, 2007).

2.2 Analisa Data

Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 20 Juni 2011 dibuat

analisa data sebagai berikut: untuk diagnosa pertama yaitu bersihan jalan napas tak

efektif berhubungan dengan sekret kental dan bercampur darah, yang ditandai

dengan data subjektif: pasien mengatakan bahwa pasien merasakan sesak dan batuk

mengeluarkan dahak bercampur darah, data objektif: tekanan darah 110/80 mmHg,

denyut nadi 96 kali/menit, penapasan 33 kali/menit, suhu tubuh 37,8 ºC, pasien

tampak pucat, pasien batuk mengeluarkan darah (1-2 cc), O2 terpasang 3

liter/menit.

Untuk diagnosa kedua yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak

dan batuk, yang ditandai dengan data subjektif: tekanan darah 110/80 mmHg,

Page 41: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

41

denyut nadi 96 kali/menit, penapasan 33 kali/menit, suhu tubuh 37,8 ºC, pasien

mengatakan susah tidur, data objektif: pasien tampak pucat dan lesu, konjungtiva

pucat, Haemoglobin 9,1 gr/dl, pasien terlihat sering batuk dan sesak.

2.3 Diagnosa Keperawatan

Menurut Shoemaker diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik tentang

individu, keluarga atau masyarakat yang berasal dari proses pengumpulan dan

analisa data yang cermat dan sistematis. Diagnosa ini memberikan dasar ketetapan

untuk terapi definitif dimana perawat bertanggung jawab. Pernyataan ini dituliskan

dengan ringkas dan meliputi etiologi kondisi bila sudah diketahui (Rothrock, 2000).

Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 20 Juni 2011 dan setelah

dilakukan analisa data maka ditegakkan diagnosa yang disusun berdasarkan

prioritas masalah yang timbul pada Tn. I dengan kasus TB Paru antara lain:

bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekret kental dan bercampur

darah, gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan batuk.

Diagnosa keperawatan yang muncul secara teoritis adalah: bersihan jalan

napas tak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret berdarah, resiko

tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan efektif

paru, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

kelemahan, kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatan

berhubungan dengan kurangnya informasi (Doenges, 2000). Diagnosa lain yang

timbul pada pasien TB adalah: gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk

pada malam hari, ketakutan berhubungan dengan penyakit jangka panjang yang

Page 42: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

42

membutuhkan kemoterapi jangka panjang, perubahan gaya hidup (Asih & Efendy,

2004).

Bila dibandingkan antara diagnosa keperawatan pada Tn. I dengan diagnosa

yang timbul secara teoritis, jelas tidak semua diagnosa keperawatan pada pasien TB

Paru yang menurut teori akan muncul pada kasus secara nyata di lahan praktek.

Diagnosa perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak diangkat

dikarenakan pasien tidak mengalami anoreksia atau gangguan dengan pola

makannya dan pasien mampu makan sesuai dengan pola makan yang biasa

dilakukan oleh orang sehat. Diagnosa ketakutan tidak diangkat dikarenakan pasien

tidak mengalami rasa takut dengan penyakit yang dialaminya sekarang ini, namun

pasien hanya berdoa dan tawakkal kepada Allah SWT demi kesembuhannya dan

agar pasien dapat berkumpul kembali bersama keluarganya seperti sebelumnya.

Sedangkan untuk diagnosa resiko tingi terhadap pertukaran gas tidak diangkat

dikarenakan penulis hanya mengangkat diagnosa aktual saja atau diagnosa yang

sudah terjadi secara nyata pada pasien.

2.4 Perencanaan Keperawatan

Menurut A. Aziz Alimul Hidayat (2004), perencanaan adalah suatu proses

penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah,

menurunkan atau mengurangi masalah-masalah klien. Perencanaan ini merupakan

langkah ketiga dalam membuat suatu proses keperawatan. Tahap perencanaan di

susun berdasarkan beratnya masalah sesuai dengan kebutuhan pasien dan

kemampuan keluarga. Disini penulis membuat suatu perencanaan untuk

Page 43: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

43

menentukan tindakan yang akan diberikan untuk memenuhi kebutuhan pasien pada

saat ini.

Rencana keperawatan untuk diagnosa keperawatan yang pertama: bersihan

jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekret kental dan bercampur darah yang

ditandai dengan data subjektif: pasien mengatakan sesak dan batuk bercampur

darah, data objektif: pasien tampak pucat, pasien batuk mengeluarkan darah, TD:

110/80 mmHg, N: 96 kali/menit, RR: 33 kali/menit, T: 37,8 0C. Intervensi yang

dilakukan adalah: kaji fungsi pernapasan, contoh bunyi napas dan irama pernafasan,

pertahankan pemasukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari, kecuali kontraindikasi,

bersihkan sekret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai keperluan, berikan

pasien posisi semi fowler, bantu pasien untuk batuk dan latihan nafas dalam,

berikan oksigen tambahan sesuai indikasi, beri obat-obatan sesuai indikasi: agen

mukolitik.

Rasionalisasi dari penurunan bunyi napas dapat menunjukkan atelektasis,

ronki, mengi menujukkan akomulasi sekret/ketidakmampuan untuk membersihkan

jalan nafas. Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan sekret,

membuatnya mudah di keluarkan, bersihan sekret dari mulut mencegah obstruksi

dan aspirasi. Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan

upaya pernafasan. Pemberian oksigen merupakan alat dalam memperbaiki

hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi/menurunnya

permukaan alveolar paru dan dapat menghilangkan sesak sehingga dapat

meningkatkan istirahat tidur. Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan

perlengkatan sekret paru untuk memudahkan pembersihan.

Page 44: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

44

Diagnosa keperawatan kedua, gangguan pola tidur berhubungan dengan

sesak dan batuk yang ditandai dengan data subjektif: pasien mengatakan susah

tidur, pasien mengatakan sesak dan batuk, data objektif: TD: 110/80 mmHg, N: 96

kali/menit, RR: 33 kali/menit, T: 37,8 0C, pasien tampak pucat, konjungtiva pucat,

Hb 9,1 gr/dl, pasien terlihat sering batuk dan sesak. Intervensi yang dilakukan

adalah: atur posisi senyaman mungkin, ciptakan suasana ruangan yang aman dan

nyaman.

Rasionalisasi dari posisi yang nyaman dapat meningkatkan istirahat tidur

pasien. Suasana ruangan yang aman dan nyaman berguna agar pasien dapat tidur

dengan tenang dan nyaman. Mengkaji penyebab gangguan tidur dapat

mengidentifikasi suatu masalah.

2.5 Implementasi

Implementasi keperawatan merupakan langkah keempat dalam tahap proses

keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan

keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam

tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik

dan perlindungan pada klien, tehnik komunikasi, kemampuan dalam prosedur

tindakan, pemahaman tentang hak-hak pasien serta dalam memahami tingkat

perkembangan pasien (Hidayat, 2004).

Berdasarkan intervensi, maka pelaksanaan yang dilakukan pada diagnosa

pertama yaitu bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekret kental

dan sekret berdarah adalah melakukan pemeriksaan bunyi napas pasien dengan

cara: auskultasi hasilnya terdapat bunyi ronki basah dan perkusi pada thorak

Page 45: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

45

terdengar bunyi redup, menganjurkan pasien untuk minum banyak, dan juga

mempertahankan pemasukan cairan melalui intravena dengan pemasangan infus

Ringer Laktat 20 tetes/menit, menganjurkan pasien untuk membersihkan sekret dari

mulutnya dan melakukan pengisapan lendir apabila sekret banyak menumpuk di

daerah trakea dengan menggunakan suction, membantu pasien melakukan posisi

semi fowler yang sebelumnya adalah dalam posisi berbaring terlentang dan

membantu pasien untuk latihan nafas dalam dan batuk efektif dengan cara

menyuruh pasien menarik napas dalam melalui hidung, tahan beberapa detik

kemudian keluarkan melalui mulut sambil membatukkannya, mempertahankan

pemberian oksigen yang telah dipasang dengan kecepatan 3 liter/menit,

memberikan obat pada pasien; Drip Ciprofloxasin 200 mg pada jam 12.00 WIB,

injeksi Ceftriaxone 1 gr pada jam 12.00 WIB.

Implementasi pada diagnosa kedua yaitu gangguan pola tidur berhubungan

dengan sesak dan batuk adalah membatasi kunjungan dan merapikan kembali

tempat tidur pasien, melakukan pengkajian terhadap penyebab gangguan pola tidur

pasien dengan cara menanyakan kepada pasien apa yang menyebabkan pasien tidak

bisa tidur dan pasien mengatakan bahwa pasien tidak bisa tidur dikarenakan pasien

sering batuk dan pasien juga merasakan sesak, tapi setelah dilakukan pemasangan

oksigen sesak pasien menjadi berkurang.

2.6 Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara

melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau

tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan

Page 46: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

46

kemampuan dalam memahami respons terhadap intervensi keperawatan,

kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta

kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil

(Hidayat, 2004).

Pada diagnosa keperawatan pertama yaitu bersihan jalan napas tak efektif

berhubungan dengan sekret kental dan bercampur darah, hasil evaluasi tindakan

yang diberikan dinilai masalah belum teratasi sampai dengan hari ketiga yang

ditandai dengan pasien masih batuk, tapi sudah berkurang dari sebelumnya.

Pada diagnosa keperawatan kedua yaitu gangguan pola tidur berhubungan

dengan sesak dan batuk, hasil evaluasi yang didapatkan masalah teratasi pada hari

ketiga yang ditandai dengan pasien mengatakan bahwa pasien sudah bisa tidur,

pasien tidak sesak lagi, pasien dapat beristirahat dengan tenang dan pasien tampak

rileks.

Page 47: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

47

BAB III

PENUTUP

Berdasarkan uraian di atas yang penulis kemukakan dalam laporan Karya Tulis

Ilmiah ini mulai dari pendahuluan sampai dengan pembahasan, maka pada BAB

penutup ini penulis menguraikan beberapa kesimpulan dan saran yang bekenaan dengan

perawatan pada kasus Tuberkulosis Paru. Penulis mengarahkan upaya peningkatan

suatu pelayanan asuhan keperawatan secara umum dan khususnya pasien Tuberkulosis

Paru di ruang rawat inap penyakit paru Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin

Banda Aceh.

3.1 Kesimpulan

3.1.1 Tuberkulosis adalah contoh lain infeksi saluran nafas bawah, penyakit ini

disebabkan oleh mikro-organisme Mycobakterium tuberculosis, yang

biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), orang ke

orang, dan mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus, kuman juga dapat

masuk ke tubuh melalui saluran cerna, melalui ingesti susu tercemar yang

tidak dipasteurisasi, atau kadang-kadang melalui lesi kulit. (Corwin, 2000).

3.1.2 Pengkajian keperawatan pada pasien Tn. I, umur 62 tahun, jenis kelamin

laki-laki, dengan diagnosa medik Tuberkulosis Paru. Pada pengkajian

keluhan utama didapatkan data pasien mengatakan sesak dan batuk

bercampur darah (± 1-2 cc), pemeriksaan sputum BTA I Negatif (-), BTA II

Negatif (-), BTA III Negatif (-), foto thorak PA pulmo tampak fibroinfiltrat

di paru kanan dan kiri, sinus phrenicocostalis kanan dan kiri tajam dengan

kesimpulan TB Paru, CT-Scan thorak tampak area hypodens dan hyperdens

Page 48: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

48

abnormal di parenchym paru kanan dan kiri, tampak cavitalis multiple di

paru kanan dan kiri dengan kesimpulan TB Paru dengan Cavitalis Multiple,

hasil laboratorium Haemoglobin 9,1 gr/dl, Leukosit 12, 9 x 103/ul, LED

12,3 mm/jam, Trombosit 6,7 x 103/ul, Hematokrit 28 %, Billirubin Total

0,53 mg/dl.

3.1.3 Diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn. I adalah bersihan jalan napas

tak efektif berhubungan dengan sekret kental dan bercampur darah,

gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan batuk.

3.1.4 Intervensi yang dilakukan pada Tn. I pada diagnosa keperawatan bersihan

jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekret kental dan bercampur

darah yaitu kaji fungsi pernapasan, contoh bunyi napas dan irama

pernafasan, pertahankan pemasukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari, kecuali

kontraindikasi, bersihkan sekret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai

keperluan, berikan pasien posisi semi fowler, bantu pasien untuk batuk dan

latihan nafas dalam, berikan oksigen tambahan sesuai indikasi, beri obat-

obatan sesuai indikasi: agen mukolitik. Sedangkan intervensi pada diagnosa

keperawatan gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan batuk

yaitu atur posisi senyaman mungkin, ciptakan suasana ruangan yang aman

dan nyaman.

3.1.5 Implementasi yang dilakukan pada Tn. I pada diagnosa keperawatan

bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekret kental dan sekret

berdarah adalah melakukan pemeriksaan bunyi napas pasien dengan cara:

auskultasi hasilnya terdapat bunyi ronki basah dan perkusi pada thorak

Page 49: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

49

terdengar bunyi redup, menganjurkan pasien untuk minum banyak, dan juga

mempertahankan pemasukan cairan melalui intravena dengan pemasangan

infus Ringer Laktat 20 tetes/menit, menganjurkan pasien untuk

membersihkan sekret dari mulutnya dan melakukan pengisapan lendir

apabila sekret banyak menumpuk di daerah trakea dengan menggunakan

suction, membantu pasien melakukan posisi semi fowler yang sebelumnya

adalah dalam posisi berbaring terlentang dan membantu pasien untuk latihan

nafas dalam dan batuk efektif dengan cara menyuruh pasien menarik napas

dalam melalui hidung, tahan beberapa detik kemudian keluarkan melalui

mulut sambil membatukkannya, mempertahankan pemberian oksigen yang

telah dipasang dengan kecepatan 3 liter/menit, memberikan obat pada

pasien; Drip Ciprofloxasin 200 mg pada jam 12.00 WIB, injeksi Ceftriaxone

1 gr pada jam 12.00 WIB. Implementasi pada diagnosa keperawatan

gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan batuk adalah membatasi

kunjungan dan merapikan kembali tempat tidur pasien, melakukan

pengkajian terhadap penyebab gangguan pola tidur pasien dengan cara

menanyakan kepada pasien apa yang menyebabkan pasien tidak bisa tidur

dan pasien mengatakan bahwa pasien tidak bisa tidur dikarenakan pasien

sering batuk dan pasien juga merasakan sesak, tapi setelah dilakukan

pemasangan oksigen sesak pasien menjadi berkurang.

3.1.6 Pada tahap evaluasi diagnosa keperawatan bersihan jalan napas tak efektif

berhubungan dengan sekret kental dan bercampur darah, hasil evaluasi

tindakan yang diberikan dinilai masalah belum teratasi sampai dengan hari

Page 50: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

50

ketiga. Sedangkan pada diagnosa keperawatan gangguan pola tidur

berhubungan dengan sesak dan batuk, hasil evaluasi yang didapatkan adalah

masalah teratasi pada hari ketiga.

3.2 Saran-Saran

3.2.1 Diharapkan kepada pasien dan keluarga pasien agar dapat bekerjasama

dengan petugas kesehatan dalam melakukan asuhan keperawatan dan setiap

perubahan yang terjadi agar dapat dikonsultasikan kepada dokter atau

perawat, serta diharapkan kepada pasien agar selalu menjaga pola hidup

sehatnya dan juga selalu mengontrol keadaannya ke rumah sakit secara

rutin.

3.2.2 Pencegahan pada Tuberkulosis Paru sebaiknya ditujukan pada perorangan

dan juga pada masyarakat luas misalnya dengan menganjurkan penderita

agar menutupi mulut pada saat batuk/bersin, membuang dahak pada tempat

yang tertutup, dan apabila berkunjung ke ruang rawat paru sebaiknya

menggunakan masker dan mencuci tangan dengan cara yang benar.

3.2.3 Diharapkan kepada pembaca agar dapat mempergunakan Karya Tulis Ilmiah

ini sebaik mungkin, dan setelah membaca Karya Tulis Ilmiah ini dapat

mengetahui tentang cara pencegahan dan pengobatan Tuberkulosis Paru.

Page 51: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

51

DAFTAR PUSTAKA

Asih & Efendy. 2004. Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. EGC. Jakarta.

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. EGC. Jakarta. Aziza & Reny. 2008. Radiologi Toraks Tuberkulosis Paru. CV. Sagung Seto. Jakarta. Corwin, Elizabet J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta. Depkes.(2005).http://kompas.com/printnews/xml/2008/04/18/02163221/pria.lebih.berpe

luang.terkena. Dhanutirto, Haryanto, dkk. 2007. ISO Indonesia. Volume 42. Penerbit Ikatan Farmasi

Indonesia. Jakarta. Doenges, Marilynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. EGC. Jakarta.

Hidayat, A. Aziz Alimul, dkk. 2005. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar

Manusia. EGC. Jakarta. Hidayat, A. Aziz Alimul. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Edisi I.

Salemba Medika. Jakarta. Jeffry.2011.http://sectiocadaveris.wordpress.com/artikel-kedokteran/pemeriksaan-

laboratorium-patologi-klinik-infeksi-tuberkulosis/ Kompas. (2008). http://sports.groups.yahoo.com/group/mtb-rockers/message/6841. Mafrawi.(2009):http://www.serambinews.net/old/index.php?aksi=bacaberita&beritaid=

45950&rubrik=1&topik=15. Menkes RI. 2011. Pedoman Pelaksanaan Hari TB Sedunia 2011. Jakarta. Muchtar, Armen. 2006. Jurnal Tuberkulosis Indonesia. Vol.3. No. 2. Perkumpulan

Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia. Jakarta. Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Sistem Pernapasan. Salemba Medika. Jakarta. Nawas,Arifin.2011.http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/05_DiagnosisTuberkulosisPar

u.pdf/05_DiagnosisTuberkulosisParu.html. Nettina, Sandra M. 2002. Pedoman Praktik Keperawatan. EGC. Jakarta.

Page 52: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

52

Nursalam. 2001. Proses & Dokumentasi Keperawatan : Konsep & Praktik. Edisi Pertama. Salemba Medika. Jakarta.

Perry & Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses, dan

Praktik. Edisi 4. volume 1. EGC. Jakarta. Perry & Potter. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses, dan

Praktik, Edisi 4. volume 2. EGC. Jakarta. Price & Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.

Volume 2. EGC. Jakarta. Rothrock, Jane C. 2000. Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. EGC.

Jakarta. Sibuea, W. Herdin, dkk. 2005. Ilmu Penyakit Dalam. Rineka Cipta. Jakarta. Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &

Suddarth. Edisi 8. Volume 1. EGC. Jakarta. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. EGC.

Jakarta. Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi ke 3. EGC.

Jakarta. Tabrani, Irma. 2007. Konversi Sputum BTA pada Fase Intensif TB Paru Kategori I

Antara Kombinasi Dosis Tetap (KDT) dan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Generik di RSUP. H. Adam Malik Medan. Medan.

Tjandra & Muhammad. 2011. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2011-

2014. Terobosan Menuju Akses Universal. Jakarta.

Ummukautsar.2008:http://kautsarku.wordpress.com/2008/02/09/penyakit-tbc-perlu dikenali-bukan-ditakuti/

Yulizar, Media, dkk. 2006. Pembawa Pesan Kesehatan. Edisi 2. AMI. Banda Aceh.

Page 53: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

53

BIODATA PENULIS

I. Data Pribadi

Nama : Heri Saputra

Tempat/Tanggal Lahir : Sawang, 28 Mei 1989

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Status Dalam Keluarga : Anak kedua dari dua bersaudara

Motto Hidup : Katakanlah sesuatu itu dengan jujur meskipun itu

pahit

Alamat : Jl. Setia, No. 3, Kelurahan Keuramat, Kec. Kuta Alam,

Kota Banda Aceh.

II. Orang Tua

Nama Bapak : Harunuddin

Nama Ibu : Fatimah

III. Riwayat Pendidikan

1. Tahun 1995 – 2001 : SDN 1 Sawang, Lulus Berijazah

2. Tahun 2001 – 2004 : SLTPN 1 Sawang, Lulus Berizajah

3. Tahun 2004 – 2007 : SMAN 1 Sawang, Lulus Berizajah

4. Tahun 2008 – 2011 : Di Akademi Keperawatan Tjoet Nya’ Dhien

Banda Aceh.

Page 54: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

54

Lampiran

FORMAT PENGKAJIAN UMUM

Tanggal/Jam Masuk Rumah Sakit : 10 Juni 2011/Jam 18.00 WIB.

Ruang : Gelima II/Paru

Nomor Register : 844653

Diagnosa Medis : TB Paru

Tanggal Pengkajian : 20 Juni 2011

IDENTITAS PASIEN/KLIEN

Nama : Tn. I

Umur : 62 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Aceh/WNI

Bahasa : Aceh

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Petani

Status : Duda

Alamat : Desa Lam Lueng, Kec. Indrapuri, Kab. Aceh Besar

Penanggung Jawab

Nama : Juniah

Alamat : Lubuk, Kec. Ingin Jaya, Kab. Aceh Besar.

KELUHAN UTAMA

Pasien mengatakan merasa sesak dan batuk mengeluarkan dahak bercampur dengan

darah (± 1-2 cc).

Page 55: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

55

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien mengatakan bahwa pasien datang bersama keluarga ke Rumah Sakit Umum

Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada tanggal 10 Juni 2011 pada pukul 18.00

WIB dengan keluhan batuk dan sesak. Sebelum datang ke Rumah Sakit Umum Daerah

Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pasien sudah merasakan keluhan tersebut selama ± 6

bulan dan pasien pernah melakukan pengobatan rawat jalan ke Puskesmas yang terdekat

dengan rumahnya. Di Puskesmas pasien mendapatkan obat, tetapi pasien tidak tahu apa

nama obat yang diberikan tersebut dan pasien menjalani minum obat selama 6 bulan,

tetapi pasien tidak minum obat dengan tetatur. Pada saat tiba di Rumah Sakit Umum

Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pasien pertama sekali dilakukan pemeriksaan di

Instalasi Gawat Darurat. Pasien mengatakan selama pasien di Instalasi Gawat Darurat

pasien mendapatkan therapy: Infus Ringer Laktat 20 tetes/menit, pemasangan oksigen 3

liter/menit, dan juga dilakukan pemasangan kateter. Pasien juga mengatakan bahwa di

Instalasi Gawat Darurat juga dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan hasil yang

tertera di buku status yaitu: Haemoglobin 11,5 gr/dl, Leukosit 27,4x103/ul, Trombosit

784x103/ul, Hematokrit 37%, Glukosa 75 mg/dl, ureum darah 171 mg/dl, dan juga foto

thoraks PA dengan hasil tampak fibroinfiltrat di paru kanan dan kiri dengan kesimpulan

TB Paru. Kemudian pasien dipindahkan ke ruang Gelima II (Ruang Paru) pada tanggal

11 Juni 2011 pukul 20.00 WIB untuk dilakukan perawatan lebih lanjut. Selama di ruang

Gelima II pasien mendapatkan therapy: Infus Ringer Laktat 20 tetes/menit, Dextrose 5%

20 tetes/menit, injeksi ceftriaxone 1gr/12jam, pemasangan oksigen 3 Liter/menit,

pemeriksaan laboratorium dengan hasil: Haemoglobin 11,2 gr/dl, Leukosit 17,5x103/ul,

LED 105 mm/jam, Trombosit 520x103/ul, Hematokrit 34%, Billirubin total 0,94 mg/dl,

Billirubin direct 0,77 mg/dl, SGPT 91 U/L, Alk. Posfatase 449 U/L, Protein total 6,8

Page 56: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

56

g/dl, Albumin 3,7 g/dl, Globulin 3.1 g/dl, Ureum darah 68 mg/dl, As. Urat darah 14,5

mg/dl, Total kolesterol 197 mg/dl, Trigliserida 88 mg/dl, Gula Darah Puasa 68 mg/dl,

foto thoraks PA ulang dengan hasil kesimpulan: TB Paru dan juga pemeriksaan CT-

Scan Thoraks dengan hasil kesimpulan: TB Paru dengan Cavitalis Multiple.

RIWAYAT KESEHATAN DAHULU

Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.

Zainoel Abidin Banda Aceh, tapi pasien hanya berobat ke Puskesmas yang dekat

dengan rumahnya karena pasien pernah mengalami sakit demam biasa saja, dan pasien

juga mengalami batuk pada saat demam, tapi batuknya itu tidak mengeluarkan darah

dan pasien menganggap itu hanya batuk biasa saja.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Pasien mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarganya yang menderita penyakit yang

sama seperti yang dirasakan pasien saat ini, keluarga pasien juga tidak ada yang

menderita penyakit keturunan seperti, Hipertensi, Dibetes Mellitus, dan lain-lain. Pasien

mengatakan bahwa dalam keluarganya juga tidak ada yang menderita penyakit menular.

Page 57: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

57

Genogram Keluarga

Keterangan:

: Laki-Laki

: Perempuan

: Laki-laki meninggal

: Perempuan meninggal

: Pasien dengan umur 62 tahun.

: Tinggal serumah

POLA FUNGSI KESEHATAN

1. Pola Persepsi dan Tata Laksana Kesehatan

Pasien mengatakan walaupun pasien sesak dan batuk pasien tetap melakukan

aktivitas rutin selama masih bisa bekerja, dan pasien juga merokok 2 bungkus/hari

dan pasien juga minum kopi pada saat pagi dan malam dan pasien juga tidak pernah

berolahraga. Kalau pasien sakit pasien sering berobat ke Puskesmas dan Mantri.

62th

Page 58: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

58

2. Pola Nutrisi

Pasien mengatakan sebelum dirawat pasien makan 2 kali sehari yaitu siang dan

malam dengan menu nasi putih, lauk, sayur dan buah, dengan porsi satu piring.

Selain itu pasien juga mengkonsumsi makanan ringan seperti kacang, keripik yang

ada di rumahnya. Selama dirawat pasien makan 3 kali sehari dengan menu nasi

putih, lauk, telur, dan juga buah, dan pasien juga sanggup menghabiskan makanan

sesuai dengan porsi yang disediakan di Rumah Sakit yaitu 1 piring.

3. Pola Cairan

Pasien mengatakan sebelum dirawat pasien minum ± 6 – 8 gelas duralex panjang

(1800-2500 cc) perhari. Selama dirawat pasien minum ± 6 – 8 aqua gelas (1200 –

1600 cc) perhari dan juga terpasang infus Dextrose 5% 20 tetes/menit (500 cc/kolf),

dalam waktu 24 jam bisa menghabiskan 3 kolf (total cairan ± 3100 cc/hari).

4. Pola Eliminasi

Pasien mengatakan sebelum dirawat pasien BAK sekitar 15 menit sekali perhari,

lemah menetes ± 3-5 cc sekali BAK, berbau amis, warna kuning pucat, nyeri dan

terasa tidak puas setelah BAK, dan BAB 1 kali perhari pada pagi hari dengan

konsistensi lunak, berbau khas, warna kuning kecokelatan. Selama dirawat pasien

BAK melalui selang kateter, warna kuning pucat, jumlah urin ± 1500-2000 cc

perhari dan BAB tidak teratur, kadang-kadang 2 hari sekali dengan konsistensi

lunak, berbau amoniak, warna kuning kecokelatan.

5. Pola Aktivitas dan Kebersihan

Pasien mengatakan sebelum dirawat pasien melakukan aktivitas rutin sebagai

petani. Aktivitas seperti mandi, berpakaian, berhias, toileting, makan dan minum

Page 59: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

59

dilakukan secara mandiri. Selama dirawat pasien bedrest dan mobilisasi di atas

tempat tidur, makan dan minum dapat dilakukan secara mandiri, dan pasien juga

bisa ke kamar mandi secara mandiri, pasien juga bisa mandi dan berhias secara

mandiri. Pasien terlihat bersih dan rapi (skala ketergantungan 0).

6. Pola Istirahat/Tidur

Pasien mengatakan sebelum dirawat pasien tidur 6-8 jam perhari yaitu pasien tidur

pada malam hari mulai pukul 23.00 WIB dan bangun pada pukul 05.00 WIB,

kadang-kadang ditambah lagi dengan tidur siang ± 15-30 menit. Selama dirawat

pasien mengatakan susah tidur dan pasien tidur tidak teratur karena batuk dan

sesak, pasien merasa terganggu dengan pola tidurnya, pasien hanya bisa tidur ± 3 –

4 jam perhari.

DATA PSIKOLOGIS

Pasien mengatakan tidak merasa cemas dan gelisah dengan kondisi penyakit yang

dialaminya sekarang, tetapi pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan bisa berkumpul

kembali bersama keluarganya semua.

DATA SOSIAL

Pasien mengatakan hubungan dengan masyarakat di desanya biasa-biasa saja, hubungan

dengan keluarganya berjalan dengan baik dan harmonis. Selama dirawat pasien

ditemani oleh anaknya dan juga adiknya dan pasien juga kelihatan ramah dengan

perawat dan juga mahasiswa praktek.

Page 60: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

60

DATA SPIRITUAL

Pasien seorang yang beragama islam, yang mana sebelum dirawat pasien selalu

melaksanakan ibadah seperti shalat 5 waktu, puasa di bulan Ramadhan, dan juga

menunaikan zakat, tetapi selama dirawat pasien tidak dapat melakukannya lagi karena

kondisinya sekarang, pasien hanya tidur dan istirahat, tetapi pasien tetap berdo’a kepada

Allah SWT supaya penyakitnya cepat sembuh.

PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Kesehatan Umum

a. Keadaan/Penampilan Umum : Baik

b. Kesadaran : Compos Mentis

c. Berat Badan Sebelum Sakit : 55 kg

d. Berat Badan Saat Ini : 45 kg

e. Tanda-Tanda Vital

o Tekanan Darah : 110/80 mmHg

o Denyut Nadi : 96 kali/menit

o Temperatur : 37,8 ºC

o Pernapasan : 33 kali/menit

2. Kepala

Inspeksi : Warna rambut hitam, distribusi rambut merata, kulit kepala bersih.

Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.

3. Wajah

Inspeksi : Wajah pucat, tampak meringis, dan juga tampak gelisah.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan.

Page 61: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

61

4. Mata

Inspeksi : Bentuk simetris kiri dan kanan, konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik,

pasien dapat membaca buku tanpa pakai kaca mata.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.

5. Hidung

Inspeksi : Lubang hidung simetris, tidak ada sekret, tidak ada gangguan dengan

penciuman, pasien dapat mencium bau minyak kayu putih dengan

mata tertutup.

Palpasi : Tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan.

6. Telinga

Inspeksi : Bentuk simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, tidak ada gangguan

pendengaran, pasien dapat mendengar pada jarak 1 meter.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.

7. Mulut

Inspeksi : Mukosa bibir lembab, gigi terlihat agak kekuning-kuningan, gigi

masih lengkap.

8. Leher

Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada lesi, dapat digerakkan.

Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran

kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada

pembesaran vena jugularis.

9. Thorak

Inspeksi : Bentuk simetris kiri dan kanan, tidak ada lesi.

Page 62: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

62

Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.

Perkusi : Bunyi redup.

Auskultasi : Bunyi paru ronki basah, bunyi jantung I > bunyi jantung II.

10. Abdomen

Inspeksi : Letak simetris, tidak ada lesi.

Auskultasi : Peristaltik 5 kali/menit, (normal : 6 – 10 kali/menit)

Perkusi : Bunyi timpani.

Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.

11. Ekstremitas

Ekstremitas atas

Inspeksi : Bentuk simetris kiri dan kanan, tidak ada lesi, dapat digerakkan,

sebelah kiri terpasang infus Dextrose 5% 20 tetes/menit.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.

Ekstremitas bawah

Inspeksi : Bentuk simetris kiri dan kanan, tidak ada lesi, dan dapat digerakkan.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.

12. Kulit

Kulit kering, tampak bersih.

Page 63: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

63

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Laboratorium

Tanggal 10 Juni 2011 (saat pasien berada di IGD)

Yang Diperiksa Hasil Nilai Normal

Haemoglobin

Leukosit

Trombosit

Hematokrit

Glukosa

Ureum Darah

11,5 gr/dl

27,4 x103/ul

784 x103/ul

37 %

75 mg/dl

171 mg/dl

13,0 – 17,0 gr/dl

4,1 – 10,5 x103/ul

150 – 400 x103/ul

40 – 55 %

100 – 140 mg/dl

20 – 45 mg/dl

Tanggal 13 Juni 2011 (saat pasien berada di ruang Gelima II)

Yang Diperiksa Hasil Nilai Normal

Haemoglobin

Leukosit

LED

Trombosit

Hematokrit

Billirubin Total

Billirubin Direct

SGPT

Alk. Posfatase

Protein Total

11,2 gr/dl

17,5 x103/ul

105 mm/jam

520 x103/ul

34 %

0,94 mg/dl

0,77 mg/dl

91 u/l

449 u/L

6,8 g/dl

13,0 -17,0 gr/dl

4,1 – 10,5 x103/ul

0 – 20 mm/jam

150 – 400 x103/ul

40 – 55 %

0 – 1 mg/dl

0 – 0,25 mg/dl

0 – 37u/l

100 – 290 u/L

6,3 – 8 g/dl

Page 64: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

64

Albumin

Globulin

Ureum Darah

As. Urat Darah

Total Kolesterol

Trigliserida

Gula Darah Puasa

3,7 g/dl

3,7 g/dl

68 mg/dl

14,5 mg/dl

197 mg/dl

88 mg/dl

68 mg/dl

3,2 – 5,2 g/dl

1,3 – 3,2 g/dl

20 – 45 mg/dl

3 – 7 mg/dl

200 mg/dl

30 – 200 mg/dl

60 – 110 mg/dl

Tanggal 20 Juni 2011 (saat pasien berada di ruang Gelima II)

Yang Diperiksa Hasil Nilai Normal

Haemoglobin

Leukosit

LED

Trombosit

Hematokrit

Billirubin Total

Billirubin Direct

SGOT

SGPT

Alk. Posfatase

Protein Total

Albumin

Globulin

9,1 gr/dl

12,9 x103/ul

123 mm/jam

6,7 x103/ul

28 %

0,53 mg/dl

0,43 mg/dl

45 u/l

55 u/l

348 u/L

5,4 g/dl

3,1 g/dl

2,3 g/dl

13,0 – 17,0 gr/dl

4,1 – 10,5 x103/ul

0 – 20 mm/jam

150 – 400 x103/ul

40 – 55 %

0 – 1 mg/dl

0 – 0,25 mg/dl

0 – 31 u/l

0 – 37 u/l

100 – 290 u/L

6,3 – 8 g/dl

3,2 – 5,2 g/dl

1,3 – 3,2 g/dl

Page 65: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

65

Kreatinin Darah

Ureum Darah

Gula Darah Puasa

Gula Darah 2 J PP

Na

K

Cl

0,6 mg/dl

22 mg/dl

62 mg/dl

115 mg/dl

137 meg/L

137 meg/L

102 meg/L

0,6 – 1,1 mg/dl

20 – 45 mg/dl

60 – 110 mg/dl

100 – 140 mg/dl

135 – 145 meg/L

3,5 – 4,5 meg/L

90 – 110 meg/L

2. Pemeriksaan Sputum

Tanggal 20 Juni 2011

Pemeriksaan sputum BTA I Negatif (-)

Pemeriksaan sputum BTA II Negatif (-)

Pemeriksaan sputum BTA III Negatif (-)

3. Radiologi

Tanggal 11 Juni 2011

Foto thorak PA : Pulmo tampak fibroinfiltrat di paru kanan dan kiri, sinus

phrenicocostalis kanan dan kiri tajam.

Kesimpulan : TB Paru.

Tanggal 17 Juni 2011

CT – Scan thorak : Tampak area hypodens dan hyperdens abnormal di parenchym

paru kanan dan kiri, tampak cavitalis multiple di paru kanan dan

kiri.

Kesimpulan : TB Paru dengan Cavitalis Multiple.

Page 66: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

66

4. Terapi

a. Oral

o Rifampicin 500 mg 1 x sehari 1 tablet.

o Ethambutol 500 mg 1 x sehari 2 tablet.

o Pyrazinamide 500 mg 1 x sehari 2 tablet.

b. Parenteral

o IVFD RL 20 tetes/menit.

o IVFD Dextrose 20 tetes/menit.

o Ceftriaxone 1 gr/12 jam.

o Drip Ciprofloxasin 200 mg/12 jam.

c. Lain-Lain

o Bedrest.

o Oksigen (O2) 3 liter/menit.

o Diet TKTP.

Page 67: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

67

ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1 Data Subjektif:

o Pasien

mengatakan bahwa pasien

merasakan sesak dan batuk

mengeluarkan dahak

bercampur darah.

Data Objektif:

o TD : 110/80

mmHg.

o N : 96

kali/menit.

o RR : 33

kali/menit.

o T : 37,8 ºC.

o Pasien tampak

pucat.

o Pasien batuk

mengeluarkan darah (1-2 cc).

o O2 terpasang 3

liter/menit.

Sekret kental dan

bercampur darah.

Bersihan jalan

napas tak efektif.

Page 68: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

68

2 Data Subjektif:

o Pasien

mengatakan susah tidur.

Data Objektif:

o TD : 110/80

mmHg.

o N : 96

kali/menit.

o RR : 33

kali/menit.

o T : 37,8 ºC.

o Pasien tampak

pucat dan lesu.

o Konjungtiva

pucat.

o Hb : 9,1 gr/dl.

o Pasien terlihat

sering batuk dan sesak.

o O2 terpasang 3

liter/menit.

Sesak dan batuk.

Gangguan pola

tidur.

Page 69: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

69

Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas Masalah

1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekret kental dan bercampur

darah.

2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan batuk.

Page 70: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

70

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan

Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional Tindakan

1 Bersihan jalan napas tak efektif

berhubungan dengan sekret kental dan

bercampur darah yang ditandai dengan:

Data Subjektif:

o Pasien mengatakan sesak dan

batuk mengeluarkan dahak

bercampur darah.

Data Objektif:

o TD : 110/80 mmHg.

Bersihan jalan

napas kembali

efektif atau

kembali normal

o Mempertahankan

jalan napas paten

dengan bunyi

napas normal

(vesikuler).

o Pasien bisa batuk

efektif dan

mengeluarkan

sekret.

o TTV dalam

keadaan normal.

1. Kaji fungsi

pernapasan,

contoh Bunyi

napas dan

irama

pernafasan.

1. Penurunan bunyi napas dapat

menunjukkan atelektasis.

Ronki, mengi menujukkan

akumulasi

sekret/ketidakmampuan untuk

membersihkan jalan nafas yang

dapat menimbulkan gangguan

obat aksesori pernafasan

Page 71: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

71

No Diagnosa Keperawatan

Rencana Keperawatan

Tujuan Kriteria

Hasil Intervensi Rasional Tindakan

o N : 96 x/menit.

o RR : 33x/menit.

o T : 37,8 ºC.

o Pasien tampak pucat.

o Pasien batuk mengeluarkan

darah (1-2 cc).

o O2 terpasang 3 liter/menit.

2. Pertahankan

pemasukan

cairan

sedikitnya

2500 ml/hari.

3. Bersihkan

sekret dari

mulut dan

trakea,

dan peningkatan kerja

pernafasan.

2. Pemasukan tinggi cairan

membantu untuk

mengencerkan sekret,

membuatnya mudah di

keluarkan.

3. Bersihan sekret dari mulut

mencegah obstruksi dan

aspirasi

Page 72: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

72

penghisapan

sesuai

keperluan.

4. Berikan pasien

posisi

4. Posisi membantu

semi fowler.

Bantu pasien

untuk batuk

dan latihan

nafas dalam.

5. Berikan

oksigen

tambahan

sesuai indikasi.

memaksimalkan ekspansi paru

dan menurunkan upaya

pernafasan.

5. Alat dalam memperbaiki

hipoksemia yang dapat terjadi

sekunder terhadap penurunan

ventilasi/menurunnya

permukaan alveolar paru dan

dapat

Page 73: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

73

No Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan

Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional Tindakan

6. Beri obat-

obatan sesuai

indikasi: agen

mukolitik.

menghilangkan sesak

6. Agen mukolitik menurunkan

kekentalan dan perlengketan

sekret paru untuk memudahkan

pembersihan.

2 Gangguan pola tidur

berhubungan dengan sesak dan

batuk yang ditandai dengan:

Pola tidur

pasien

kembali

o Pasien dapat

tidur dengan

nyaman.

1. Atur posisi

senyaman

mungkin.

1. Posisi yang nyaman dapat

meningkatkan istirahat tidur

pasien.

Page 74: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

74

Data Subjektif:

o Pasien mengatakan susah tidur.

Data Objektif:

o TD : 110/80 mmHg.

o N : 96 x/menit.

o RR : 33x/menit.

o T : 37,8 ºC.

o Pasien tampak pucat

normal. o Kebutuhan tidur

pasien

mencukupi.

2. Ciptakan

suasana

ruangan yang

aman dan

nyaman.

3. Kaji penyebab

gangguan pola

tidur pasien.

2. Berguna agar pasien dapat tidur

dengan tenang dan nyaman.

3. Untuk dapat mengidentifikasi

penyebab dari suatu masalah.

dan lesu.

o Konjungtiva pucat.

o Hb : 9,1 gr/dl.

o Pasien terlihat sering batuk dan

sesak.

Page 75: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

75

IMPLEMENTASI I

Tangg

al/Ja

m

Diagnosa

Keperawatan Tindakan Keperawatan

20

Juni

2011

Pukul

12.00

WIB

Bersihan jalan

napas tak efektif

berhubungan

dengan sekret

kental dan

bercampur darah.

1. Melakukan pemeriksaan bunyi

napas pasien dengan cara:

auskultasi hasilnya terdapat

bunyi ronki basah dan perkusi

pada thorak terdengar bunyi

redup.

2. Menganjurkan pasien untuk

minum banyak, dan juga

mempertahankan pemasukan

cairan melalui intravena

dengan pemasangan infus

Ringer Laktat 20 tetes/menit.

3. Menganjurkan pasien untuk

membersihkan sekret dari

mulutnya dan melakukan

pengisapan lendir apabila

sekret banyak menumpuk di

daerah trakea dengan

menggunakan suction.

Page 76: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

76

4. Membantu pasien melakukan

posisi semi fowler yang

sebelumnya adalah dalam

posisi berbaring terlentang dan

membantu pasien untuk latihan

nafas dalam dan batuk efektif

dengan cara menyuruh pasien

menarik napas dalam melalui

hidung, tahan beberapa detik

kemudian keluarkan melalui

mulut sambil

membatukkannya.

5. Mempertahankan pemberian

oksigen yang telah dipasang

dengan kecepatan 3

liter/menit.

6. Memberikan obat pada pasien;

Drip Ciprofloxasin 200 mg

pada jam 12.00 WIB, injeksi

Ceftriaxone 1 gr pada jam

12.00 WIB.

Page 77: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

77

20

Juni

2011

Pukul

12.30

WIB

Gangguan pola

tidur berhubungan

dengan sesak dan

batuk.

1. Membatasi kunjungan dan

merapikan kembali tempat

tidur pasien.

2. Melakukan pengkajian

terhadap penyebab gangguan

pola tidur pasien dengan cara

menanyakan kepada pasien apa

yang menyebabkan pasien

tidak bisa tidur dan pasien

mengatakan bahwa pasien

tidak bisa tidur dikarenakan

pasien sering batuk dan pasien

juga merasakan sesak, tapi

setelah dilakukan pemasangan

oksigen sesak pasien menjadi

berkurang.

Page 78: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

78

IMPLEMENTASI II

No Tanggal/Jam Diagnosa

Keperawatan

Tindakan

Keperawatan

1 21 Juni

2011

Jam 10.00

WIB

Bersihan jalan

napas tak

efektif

berhubungan

dengan sekret

kental dan

bercampur

darah.

1. Mempertahankan

pemasangan infus

Ringer Laktat 20

tetes/menit dan juga

menganjurkan

kembali pasien untuk

minum yang banyak.

2. Mempertahankan

pemasangan oksigen

dengan kecepatan 3

liter/menit.

3. Mengauskultasi

kembali bunyi napas

pasien dengan

menggunakan

stetoskop; bunyi

yang terdengar

masih bunyi ronki

basah.

4. Memberikan obat;

Page 79: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

79

Drip Ciprofloxasin

200 mg melalui infus

pada jam 12.00 WIB

dan juga pemberian

injeksi Ceftriaxone 1

gr pada jam 12.00

WIB.

2 21 Juni

2011

Jam 13.00

WIB

Gangguan

pola tidur

berhubungan

dengan sesak

dan batuk.

1. Mengatur suasana

ruangan yang aman

dan nyaman, yaitu

membatasi

kunjungan dan

merapikan kembali

tempat tidur pasien.

2. Menanyakan

kembali pada pasien

tentang pola

tidurnya dan pasien

mengatakan bahwa

pola tidurnya sudah

sedikit membaik

yaitu pasien sudah

bisa tidur dengan

Page 80: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

80

sedikit tenang

karena sesak yang

dirasakannya sudah

berkurang.

Page 81: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

81

IMPLEMENTASI III

No Tanggal/Jam Diagnosa

Keperawatan

Tindakan

Keperawatan

1 22 Juni

2011

Jam 12.30

WIB

Bersihan jalan

napas tak

efektif

berhubungan

dengan sekret

kental dan

bercampur

darah.

1. Mempertahankan

pemasukan cairan

dengan infus Ringer

Laktat 20

tetes/menit.

2. Mempertahankan

pemasangan oksigen

dengan kecepatan 3

liter/menit.

3. Memberikan obat;

Drip Ciprofloxasin

200 mg pada jam

12.00 WIB, dan

injeksi Ceftriaxone 1

gr pada jam 12.00

WIB.

2 22 Juni

2011

Jam 13.00

Gangguan

pola tidur

berhubungan

1. Merapikan kembali

tempat tidur pasien.

Page 82: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

82

WIB dengan sesak

dan batuk.

Page 83: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

83

EVALUASI I

No Tanggal/Jam Diagnosa

Keperawatan

Catatan

Perkembangan

(SOAPIE)

1 20 Juni

2011

Jam 15.00

WIB

Bersihan

jalan napas

tak efektif

berhubungan

dengan sekret

kental dan

bercampur

darah.

S:

o Pasien mengatakan

bahwa pasien masih

merasakan sesak dan

batuk.

O:

o TD : 115/80 mmHg.

o N : 92 kali/menit.

o RR : 28 kali/menit.

o T : 37,5 ºC.

o Pasien tampak pucat.

o Pasien terlihat masih

batuk.

o Oksigen terpasang 3

liter/menit.

A: Bersihan jalan nafas

tak efektif masih

terjadi.

P: Intervensi dilanjutkan

Page 84: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

84

(2, 4, 5)

I :

o Mempertahankan

pemasukan cairan

melalui intravena

dengan

pemasangan infus

Ringer Laktat 20

tetes/menit.

o Menganjurkan

pasien untuk

melakukan batuk

efektif; pasien

menarik nafas

dalam, menahan

beberapa detik dan

pasien

membatukkannya,

dan batuknya itu

mengeluarkan

dahak tapi tidak

lagi bercampur

dengan darah.

Page 85: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

85

o Mempertahankan

pemberian oksigen

yang telah

dipasang dengan

kecepatan 3

liter/menit.

E: Masalah belum teratasi

(intervensi

dilanjutkan).

o TD : 115/80

mmHg.

o N : 90 kali/menit.

o RR : 27 kali/menit.

o T : 37,5 ºC.

o Pasien tampak

pucat.

o Pasien batuk

mengeluarkan

dahak.

o Oksigen terpasang

3 liter/menit.

2 20 Juni Gangguan S:

Page 86: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

86

2011

Jam 15.00

WIB

pola tidur

berhubungan

dengan sesak

dan batuk.

o Pasien mengatakan

susah tidur.

O:

o TD : 115/80 mmHg.

o N : 92 kali/menit.

o RR : 28 kali/menit.

o T : 37,5 ºC.

o Pasien tampak pucat.

o Konjungtiva pucat.

o Pasien terlihat masih

sesak.

A: Gangguan pola tidur

masih terjadi.

P: Intervensi 1 dan

2 dilanjutkan.

I :

o Meminta keluarga

pasien untuk tidak

berisik dan tidak

terlalu ramai di dalam

ruangan pasien.

o Menanyakan kembali

pada pasien tentang

Page 87: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

87

tidurnya, apakah

masih merasa

terganggu atau tidak,

dan pasien

mengatakan bahwa

pasien masih belum

bisa tidur karena

pasien masih

merasakan batuk.

E: Masalah belum teratasi

(intervensi dilanjutkan)

o TD : 115/80 mmHg.

o N : 92 kali/menit.

o RR : 28 kali/menit.

o T : 37,5 ºC.

o Pasien masih batuk.

o Pasien tampak pucat.

Page 88: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

88

EVALUASI II

N

o

Tanggal/Ja

m

Diagnosa

Keperawata

n

Catatan

Perkembangan

(SOAPIE)

1 21 Juni

2011

Jam 15.30

WIB

Bersihan

jalan napas

tak efektif

berhubunga

n dengan

sekret kental

dan

bercampur

darah.

S:

o Pasien mengatakan

bahwa pasien masih

merasa sesak dan

batuk.

O:

o TD : 120/80 mmHg.

o N : 86 kali/menit.

o RR : 26 kali/menit.

o T : 37,2 ºC.

o Pasien masih tampak

sedikit pucat.

o Pasien batuk tidak

mengeluarkan darah

lagi.

A: Bersihan jalan nafas tak

efektif masih terjadi.

P: Intervensi dilanjutkan (1

dan 2)

Page 89: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

89

I:

o Mempertahankan

pemasangan infus

Ringer Laktat 20

tetes/menit dan juga

menganjurkan

kembali pasien

untuk minum yang

banyak.

o Mempertahankan

pemasangan oksigen

dengan kecepatan 3

liter/menit.

E: Masalah belum teratasi

(intervensi dilanjutkan)

o TD : 120/80 mmHg.

o N : 86 kali/menit.

o RR : 26 kali/menit.

o T : 37,2 ºC.

o Pasien masih sesak dan

batuk.

2 21 Juni

2011

Gangguan

pola tidur

S:

o Pasien mengatakan

Page 90: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

90

Jam 15.30

WIB

berhubunga

n dengan

sesak dan

batuk.

bahwa pasien sudah

bisa tidur sedikit.

O:

o TD : 120/80 mmHg.

o N : 86 kali/menit.

o RR : 26 kali/menit.

o T : 37,2 ºC.

o Pasien tampak pucat.

o Konjungtiva pucat

A: Gangguan pola tidur

masih terjadi.

P: Intervensi

dilanjutkan (1).

I :

o Merapikan tempat tidur

pasien dan meminta

keluarga untuk tidak

berisik.

E: Masalah belum teratasi

(intervensi dilanjutkan)

o TD : 120/80 mmHg.

o N : 86 kali/menit.

o RR : 26 kali/menit.

Page 91: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

91

o T : 37,2 ºC.

o Pasien masih terasa

sesak dan batuk.

o Konjungtiva pucat.

Page 92: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

92

EVALUASI III

N

o

Tanggal/Ja

m

Diagnosa

Keperawata

n

Catatan

Perkembangan

(SOAPIE)

1 22 Juni

2011

Jam 15.00

WIB

Bersihan

jalan napas

tak efektif

berhubunga

n dengan

sekret kental

dan

bercampur

darah.

S:

o Pasien mengatakan

sesak dan batuk yang

dirasakannya sudah

berkurang.

O:

o TD : 120/80 mmHg.

o N : 85 kali/menit.

o RR : 25 kali/menit.

o T : 37,2 ºC.

o Pasien tampak sedikit

tenang.

o Pasien tidak sesak lagi.

o Batuk pasien sudah

berkurang.

A: Bersihan jalan napas tak

efektif sudah berkurang.

P : Intervensi

dilanjutkan (1).

Page 93: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

93

I :

o Mempertahankan

pemasukan cairan

dengan infus Ringer

Laktat 20

tetes/menit.

E : Masalah belum teratasi

(intervensi dilanjutkan).

o Pasien masih batuk,

tapi sudah

berkurang dari

sebelumnya.

2 22 Juni

2011

Jam 15.00

WIB

Gangguan

pola tidur

berhubunga

n dengan

sesak dan

batuk.

S:

o Pasien mengatakan

bahwa pasien sudah

bisa tidur.

O:

o Pasien dapat

beristirahat dengan

tenang.

o Pasien tampak rileks.

o Pasien tidak sesak lagi.

A: Gangguan pola tidur

Page 94: KTI HERI SAPUTRA, A.Md.Kep

94

tidak terjadi lagi.

P : Intervensi

dihentikan.

I : Implementasi

dihentikan.

E : Masalah teratasi.