Page 1
1
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. I DENGAN TUBERKULOSIS PARU DI RUANG RAWAT PARU RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
Dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH TAHUN 2011
Laporan Hasil Studi Kasus Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan
Pendidikan Diploma III Keperawatan
Oleh :
HERI SAPUTRA NIM: 712006D07121
DINAS KESEHATAN PEMERINTAH ACEH AKADEMI KEPERAWATAN
TJOET NYA’ DHIEN BANDA ACEH
2011
Page 2
2
HALAMAN PERSETUJUAN
Diterima Dan Disetujui Untuk Dipertahankan Dalam Ujian Sidang
Laporan Hasil Studi Kasus Pada Akademi Keperawatan
Tjoet Nya’ Dhien Banda Aceh
Banda Aceh, 19 September 2011
Pembimbing Keperawatan
(MURTALA DAUD, SKM) Nip: 19580212 1980031001
Page 3
3
LEMBARAN PENGESAHAN DEWAN PENGUJI
Laporan Hasil Studi Kasus Berjudul
Asuhan Keperawatan Pada Tn.I Dengan Tuberkulosis Paru Di Ruang Rawat Penyakit Paru Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh 2011
Disusun Oleh:
HERI SAPUTRA Nim: 712006D07121
Telah Dipertahankan Di Depan Sidang Penguji Pada Tanggal 21 September 2011 Dan Dinyatakan
Memenuhi Syarat Untuk Diterima
Dewan Penguji
1. Ketua/Moderator : Murtala Daud, SKM.
2. Anggota : Ns. Aida Rachmiana, S.Kep, M.Pd.
3. Anggota : Ns. Susi Nurita, S.Kep.
Mengetahui
Dinas Kesehatan Pemerintah Aceh
Akademi Keperawatan Tjoet Nya’ Dhien Banda Aceh Direktur
SURYADI, SKM, M.Pd. Nip: 19660921 199503 1001
Page 4
4
Keberhasilan yang telah kuraih Kesuksesan yang telah kudapat Itu semua hanyalah… Buah dari perjuangan dan dukungan dari Keluarga dan juga rekan-rekan tercinta
Ayahanda dan ibunda tercinta Hanya dengan doa dan tetesan keringatmulah Aku bisa menggapai cita dan asa yang pernah kuimpikan Dan kuharapkan
Untuk itu… Pada kesempatan ini… Pada hari ini… Aku mempersembahkan “Karya Tulis Ilmiah” ini Kepada Ayahanda, Ibunda dan kawan-kawan Sebagai tanda terima kasihku atas pengorbananmu Sehingga keberhasilan ini dapat kuperoleh
Walaupun demikian, walaupun aku sekarang adalah orang yang berhasil Tapi perjalananku masih panjang Dan bantuan serta dukungan dari semua masih sangat aku harapkan… Dalam mencapai tingkatan kebahagian dunia dan akhirat yang setinggi-tingginya… Amien …………………… By: Heri Saputra, Amd.Kep
Page 5
5
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadhirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
studi kasus ini dengan judul ”Asuhan Keperawatan Pada Tn. I Dengan Tuberkulosis
Paru Di Ruang Rawat Penyakit Paru Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh Tahun 2011” ditulis sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan Pendidikan Diploma III Keperawatan.
Dalam penulisan laporan studi kasus ini penulis banyak menghadapi hambatan
dan kesulitan, tetapi berkat bimbingan dan arahan dari berbagai pihak sehingga laporan
studi kasus ini dapat diselesaikan pada waktunya. Oleh karena itu pada kesempatan ini
izinkan penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Suryadi, SKM, M.Pd, selaku Direktur Akper Tjoet Nya’ Dhien Banda
Aceh.
2. Bapak Murtala Daud, SKM, sebagai pembimbing laporan studi kasus yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan petunjuk serta saran-
saran dalam penyusunan laporan studi kasus.
3. Bapak Dr. Taufik Mahdi, SpOG, selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah
dr. Zanoel Abidin Banda Aceh.
4. Ibu Ns. Aida Rachmiana, S.Kep, M.Pd, dan Ibu Ns. Susi Nurita, S.Kep, selaku
penguji yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji dan memberi
kritikan dan saran.
Page 6
6
5. Kepala Ruangan beserta Staf Ruang Rawat Penyakit Paru Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
6. Seluruh Dosen dan Staf Pendidikan Akademi Keperawatan Tjoet Nya’ Dhien
Banda Aceh yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan selama
menjalani pendidikan.
7. Yang teristimewa sekali Kepada Ayahanda tercinta Harunuddin dan Ibunda
tersayang Fatimah, dan seluruh keluarga yang tercinta yang telah
menyumbangkan segala bantuan dan telah memberikan motivasi serta do’a
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan studi kasus ini.
8. Seluruh teman-teman seperjuangan, mahasiswa/i Angkatan ke VIII Akper Tjoet
Nya’ Dhien Banda Aceh, yang telah memberikan support, semangat dan saran
dalam menyelesaikan studi kasus ini.
Demikian atas bantuan semuanya dan semoga Allah SWT melimpahkan Rahmat
dan Karunia-Nya kepada kita semua dan meridhai segala sesuatu yang dikerjakan
dengan ikhlas. Akhirnya dengan kerendahan hati penulis menyadari sepenuhnya bahwa
laporan studi kasus ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan
kritikan dan saran yang sifatnya membangun dari seluruh pihak agar studi kasus ini
menjadi lebih baik dan sempurna.
Amiien Ya Rabbal’alamin,,,,,,,,,
Banda Aceh, 19 September 2011
Penulis
Page 7
7
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN ...........................................................................
LEMBARAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................
KATA PENGANTAR ........................................................................................
DAFTAR ISI ......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................
1.1 Latar Belakang ............................................................................
1.2 Tujuan Penulisan .........................................................................
1.3 Metode Penulisan ........................................................................
1.4 Sistematika Penulisan..................................................................
BAB II PEMBAHASAN ...............................................................................
2.1 Pengkajian ..................................................................................
2.2 Analisa Data ...............................................................................
2.3 Diagnosa Keperawatan ................................................................
2.4 Perencanaan Keperawatan ...........................................................
2.5 Implementasi ..............................................................................
2.6 Evaluasi ......................................................................................
BAB III PENUTUP ........................................................................................
3.1 Kesimpulan .................................................................................
3.2 Saran-Saran .................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................
BIODATA PENULIS .........................................................................................
LAMPIRAN .......................................................................................................
Page 8
8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Thorak (atau dada) adalah daerah tubuh yang terletak di antara leher dan
abdomen. Thorak rata di bagian depan dan belakang tetapi melengkung di bagian
samping. Rangka dinding thorak yang dinamakan cavea thoracis dibentuk oleh
columna vertebralis di belakang, costae dan spatium intercostale di samping, serta
sternum dan cartilago costalis di depan. Di bagian atas, thorax berhubungan
dengan leher dan di bagian bawah dipisahkan dari abdomen oleh diafragma, cavea
thoracis melindungi paru-paru dan jantung dan merupakan tempat perlekatan otot-
otot dan thorax, extremitas superior, abdomen, dan punggung. Cavitas thoracis
(ronggga thorax) dapat dibagi menjadi : bagian tengah yang disebut mediastinum
dan bagian lateral yang ditempati pleura dan paru-paru. Paru-paru diliputi oleh
selapis membran tipis yang disebut pleura visceralis, yang beralih di hilus
pulmonalis (tempat saluran udara utama dan pembuluh darah masuk ke paru-paru)
menjadi pleura parietalis dan menuju ke permukaan dalam dinding thorax (Snell,
Richard, 2006).
Paru-paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks,
yang merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan
tekanan. Bagian terluar dari paru-paru dikelilingi oleh membran halus, licin, yaitu
pleura, yang juga meluas untuk membungkus dinding interior toraks dan
permukaan superior diafragma. Paru-paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli,
yang tersusun dalam kluster antara 15 sampai 20 alveolli. Begitu banyaknya alveoli
Page 9
9
ini sehingga jika mereka bersatu untuk membentuk satu lembar, akan menutupi area
70 meter persegi (seukuran lapangan tenis) (Smeltzer & Bare, 2002).
Menurut Price & Wilson (2006) paru-paru merupakan organ yang elastis,
berbentuk kerucut, dan terletak di dalam rongga dada atau thorak. Paru-paru dibagi
dua: paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), lobus pulmo dekstra
superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-
paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior, tiap-tiap lobus
terdiri dari belahan yang lebih kecil bernama segmen, paru-paru kiri mempunyai 10
segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior.
Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior,
2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Tiap-
tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.
Di antara lobulus satu dengan lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi
pembuluh darah getah bening dan saraf, dalam tipa-tiap lobus terdapat sebuah
bronkhiolus. Di dalam lobulus, bronkhiolus ini bercabang-cabang banyak sekali,
cabang-cabang ini disebut duktus alveolus, tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada
alveolus yang diameternya antara 0,2-0,3 mm (Syaifuddin, 2006).
Berbagai macam jenis penyakit paru seperti, Pneumonia, Efusi Pleura,
Bronkitis, Asma, Tuberkulosis Paru, dan masih banyak lagi penyakit paru yang
lainnya. Tetapi dalam hal ini penulis akan membahas tentang penyakit Tuberkulosis
(TB) yang merupakan penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru.
Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meningens,
ginjal, tulang, dan nodus limfe (Smeltzer & Bare, 2002).
Page 10
10
Menurut Aziza & Reny (2008) Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular
granulomatosa kronik yang telah dikenal sejak berabad-abad yang lalu dan paling
sering disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman
TB menyerang paru, 85 % dari seluruh kasus TB adalah TB paru, sisanya (15%)
menyerang organ tubuh lain mulai dari kulit, tulang, organ-organ dalam seperti
ginjal, usus, otak dan lainnya. Sedangkan menurut Price & Wilson (2006)
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini, dapat
merupakan organisme patogen maupun saprofit. Basil tuberkel ini berukuran 0,3x2
sampai 4 mm, ukuran ini lebih kecil dari pada sel darah merah.
Penularan TB terjadi ketika seseorang terinfeksi droplet yang mengandung
kuman TB. Di dalam tubuh, bakteri tumbuh lambat dan bertahan dalam lingkungan
intraselular dan dorman sebelum reaktivasi. Pengertian utama dari patogenesis
kuman TB adalah kemampuan kuman untuk lolos dari mekanisme pertahanan
tubuh host, termasuk makrofag dan sistim hipersensitivitas tipe lambat. Droplet
nukleus yang terinfeksi berukuran sangat kecil (1-5 mikron) dan mengandung
sejumlah 1-10 basil. Setelah terhisap, kuman terkumpul di bronkiolus respiratorius
distal atau alveolus yang letaknya sub pleural. Kemudian makrofag alveolar akan
memfagosit kuman. Tetapi makrofag tidak mampu melisiskan bakteri sehingga
bakteri berkembang dalam makrofag. Kemudian terjadi perpindahan makrofag
yang berisi kuman Mycobacterium tuberculosis ke kelenjar getah bening regional
(penyebaran limfogen) membentuk fokus primer. Sedangkan pada penyebaran
Page 11
11
hematogen kuman Mycobacterium tuberculosis masuk ke sirkulasi darah dan
menyebar ke seluruh tubuh (Aziza & Reny, 2008).
Individu rentan yang menghirup basil tuberkulosis dan menjadi terinfeksi.
Bakteri dipindahkan melalui jalan napas ke alveoli, tempat dimana mereka
terkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan melalui
sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (Ginjal, tulang, korteks
serebri), dan area paru-paru lainnya (lobus atas). Sistem imun tubuh berespons
dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (nuetrofil dan makrofag) menelan
banyak bakteri; limposit spesifik-tuberkulosismelisis (menghancurkan) basil dan
jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam
alveoli, infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajanan
(Smeltzer & Bare, 2002).
Pada individu yang terinfeksi TB, belum tentu menimbulkan sakit TB, tetapi
bisa menyebabkan TB laten atau sembuh. Sebagian besar penyakit TB tidak disertai
gejala klinis. Gejala timbul secara bertahap dan perlahan-lahan sampai penyakit
menjadi berat. Pada pasien immunocompromised gejala timbul dalam minggu
pertama setelah terpajan dengan kuman TB (Aziza & Reny, 2008).
Manifestasi klinis yang sering terjadi berupa gejala sistemik seperti
kelelahan, penurunan berat badan, tidak nafsu makan serta bisa timbul demam yang
tidak terlalu tinggi yang biasanya terjadi pada malam hari, disertai keringat malam.
Gejala sistemik ini bisa terjadi pada semua infeksi kronis lain yang bukan karena
TB, sehingga tidak spesifik. Gejala respiratorik berupa batuk yang disertai sputum
produktif, timbul lebih lambat dan baru timbul setelah terjadi keterlibatan bronkus.
Page 12
12
Bronkus yang terangsang akan menimbulkan peradangan dan menyebabkan batuk
menjadi produktif. Kondisi ini lebih sering terjadi beberapa minggu sampai
beberapa bulan setelah terinfeksi kuman TB. Batuk darah terjadi akibat pecahnya
pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besarnya pembuluh
darah yang pecah. Sesak napas timbul akibat luasnya kerusakan paru. Oleh karena
itu bila sakit TB disertai gejala sesak napas, secara radiologis lesinya sudah luas.
Sakit dada terjadi bila pleura sudah terinfeksi, gejala bisa bersifat lokal atau
pleuritik (Aziza & Reny, 2008).
Komplikasi yang terjadi pada pasien TB Paru adalah: hemoptasis berat
(pendarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena
syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas, lobus yang tidak berfungsi akibat
retraksi bronkial, bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis
(pembentukan jaringan ikat) pada proses pemulihan atau retraksi pada paru,
pneumotorak spontan (adanya udara di dalam rongga pleura), kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru, penyebab infeksi ke organ lainnya seperti otak,
tulang, persendian, ginjal, dan sebagainya, insufisiensi kardio pulmoner. Semua
penderita TBC Paru dengan kerusakan jaringan luas yang sudah sembuh (BTA
negatif) masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini sering kali disamakan
dengan kasus kambuh (Yulizar, 2006).
Diagnosis tuberkulosis ditegakkan dengan mengumpulkan riwayat
kesehatan, pemeriksaan fisik, rontgen dada, usap basil tahan asam BTA, kultur
sputum, dan tes kulit tuberkullin. Rontgen dada biasanya akan menunjukkan lesi
pada lobus atas. Sputum pagi hari untuk kultur BTA dikumpulkan; Usap BTA akan
Page 13
13
menunjukkan apakah terdapat Mycobacterium, yang menandakan diagnosis dari
tuberkulosis (Smeltzer & Bare, 2002).
Menurut Doenges (2000) diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien
TB mencakup: bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekret kental
atau sekret berdarah, resiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan
dengan penurunan efektif paru, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kelemahan, kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi. Sedangkan menurut Asih &
Efendy (2004) Diagnosa yang timbul pada pasien TB adalah: gangguan pola tidur
berhubungan dengan batuk pada malam hari, ketakutan berhubungan dengan
penyakit jangka panjang yang membutuhkan kemoterapi jangka panjang,
perubahan gaya hidup.
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien TB Paru adalah: berikan pasien
posisi semi fowler tinggi, bantu pasien untuk batuk dan latihan napas dalam,
berikan oksigen tambahan sesuai indikasi, berikan perawatan mulut sebelum dan
sesudah tindakan pernapasan, dorong makan sedikit dan sering dengan makanan
tinggi protein dan karbohidrat, rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet,
berikan instruksi dan informasi tertulis khusus pada pasien untuk rujukan contoh
jadwal obat, jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan, dan
alasan pengobatan lama, kaji potensial interaksi dengan obat/substansi lain
(Doenges, 2000).
Menurut Tabrani (2007) pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk
menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, dan
Page 14
14
menurunkan tingkat penularan. Prinsip pengobatan TB adalah, obat TB diberikan
dalam bentuk kombinasi, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan,
agar semua kuman termasuk kuman persisten dapat dibunuh. Tuberkulosis paru
diobati terutama dengan agens kemoterapi (agens antituberkulosis) selama periode
6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis depan digunakan: isoniasid (INH),
rifampin (RIF), streptomisin (SM), ethambutol (EMB), dan pirasinamid (PZA).
Kapreomisin, kanamisin, etionamid, natrium para-aminosalisilat, amikasin, dan
siklisin merupakan obat-obat baris kedua (Smeltzer & Bare, 2002).
World Health Organization (WHO) memperkenalkan strategi Direct
Observation Therapy Short course (DOTS), pada tahun 1993 untuk mengontrol
penyakit TB. Strategi DOTS diperkenalkan terutama untuk mengurangi penularan
TB yang biasanya terjadi pada sputum BTA (+). Di Indonesia, strategi DOTS
diperkenalkan sejak tahun 1995 dan termasuk dalam pengobatan Departemen
Kesehatan (Aziza & Reny, 2008).
Obat-obatan yang digunakan dalam pengobatan tuberkulosis dapat dibagi ke
dalam 2 kategori yaitu OAT primer dan OAT sekunder. OAT primer lebih tinggi
kemanjurannya dan lebih baik keamanannya dari OAT sekunder. OAT primer
adalah isoniazid, rifampin, ethambutol, pyrazinamide. Dengan ke empat macam
OAT primer itu kebanyakan penderita tuberkulosis dapat disembuhkan.
Penyembuhan penyakit umumnya terjadi setelah pengobatan selama 6 bulan. Ke
empat macam OAT primer itu diberikan sekaligus setiap hari selama 2 bulan,
kemudian dilanjutkan dengan dua macam obat (isoniazid dan rifampin) selama 4
bulan berikutnya. Bila dengan OAT primer timbul resistensi, maka yang resisten itu
Page 15
15
digantikan dengan paling sedikit 2-3 macam OAT sekunder yang belum resisten,
sehingga penderita menerima 5 atau 6 macam obat sekaligus. Strategi pengobatan
yang dianjurkan oleh WHO adalah DOTS (Directly Observed Treatment, Short
Course) untuk penggunaan OAT primer dan DOTS-plus untuk penggunaan OAT
sekunder. OAT sekunder adalah asam para-aminosalisilat, ethionamide,
thioacetazone, fluorokinolon, aminoglikosida dan capreomycin, cycloserine,
penghambat beta-laktam, clarithromycin, linezolid, dan lain-lain (Muchtar, 2006).
Sejak tahun 1993, WHO menyatakan bahwa TB merupakan kedaruratan
global bagi kemanusiaan. Walaupun strategi DOTS telah terbukti sangat efektif
untuk pengendalian TB, tetapi beban penyakit TB di masyarakat masih sangat
tinggi. Menurut WHO (2009), dengan berbagai kemajuan yang dicapai sejak tahun
2003, diperkirakan masih terdapat sekitar 9,5 juta kasus baru TB, dan sekitar 0,5
juta orang meninggal akibat TB di seluruh dunia (Tjandra & Muhammad, 2011).
Di negara maju seperti Eropa dan Amerika, TB paru relatif mulai langka,
hal ini disebabkan karena tingginya standar hidup masyarakat serta kemajuan dalam
cara pengobatan. Menurut data Center for Disease Control (CDC), angka kejadian
TB 10 kali lebih tinggi pada orang-orang Asia dan Pasifik, 8 kali lebih tinggi pada
orang-orang kulit hitam non Hispanic, dan 5 kali lebih tinggi pada orang-orang
Hispanic, Amerika asli dan Alaska asli, namun ras bukan faktor resiko yang berdiri
sendiri untuk terjadinya TB. Resiko TB lebih didasarkan atas sosial, ekonomi dan
tingkat kesehatan individu. Tidak ada perbedaan bermakna antara laki-laki dan
perempuan dalam angka kejadian TB. Angka kejadian TB meningkat pada usia
ekstrem (anak-anak dan orang tua) dan kelompok resiko tinggi seperti penderita
Page 16
16
DM, pecandu alkohol, pecandu obat bius, Immuno-compromized conditions seperti
HIV, SLE, malnutrisi, dalam pengobatan kortikosteroid dan kemoterapi,
gelandangan, orang-orang dalam penjara, dan sebagainya (Aziza & Reny, 2008).
Pada tahun 2010, pengendalian Tuberkulosis (TB) di Indonesia telah
menunjukkan kemajuan bermakna, yaitu dengan turunnya peringkat Indonesia dari
negara ke-3 di dunia penyumbang kasus TB terbanyak menjadi peringkat ke-5.
Selain itu target cakupan penemuan kasus TB atau case detection rate sebesar 70%
sudah tercapai, karena Indonesia telah mencapai 77,3%. Demikian pula target
keberhasilan pengobatan atau succes rate yang ditetapkan 85%, kita sudah
mencapai 89,6%. Target Millenium Development Goals atau MDGs untuk
pengendalian TB adalah prevalensi TB menurun menjadi 222 per 100.000
penduduk dan angka kematian TB menurun sampai 46 per 100.000 di tahun 2015.
Berdasarkan Global Report TB tahun 2010, prevalensi TB di Indonesia adalah 285
per 100.000 penduduk. Artinya, target MDGs untuk angka prevalensi TB
diharapkan akan tercapai pada tahun 2015, sedangkan target angka kematian TB
sudah tercapai (Menkes RI, 2011).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Aceh jumlah warga yang
menderita Tuberkulosis (TBC) di daerah ini mencapai 3.424 orang pada tahun
2007. Hingga kini, TBC masih merupakan pembunuh nomor satu terbesar di dunia
dalam kelompok penyakit infeksi. Dari jumlah yang terdata di Dinkes Aceh
tersebut, 2.551 di antaranya merupakan penderita TBC paru BTA (Basil Tahan
Asam) positif, 791 positif BTA rongent, 40 penderita kambuhan, dan 42 menderita
tuberkulosis eks TB paru (TB tulang, TB kulit, dan lain-lain), dan sudah 50% di
Page 17
17
antaranya terpantau Dinas Kesehatan Aceh. Kepala Bidang Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan Dinkes Aceh, Dr. Mafrawi M.Kes mengatakan pada
tahun 2005 Dinas Kesehatan mendeteksi 46,1% Case Detection Rate (CDR)
penderita TBC dan 52% di tahun 2006. Ini berarti terjadi penurunan keberhasilan
CDR di tahun 2007 menjadi 35,5%, karena terkendala pendanaan. Petugas
puskesmas tidak bisa intensif melacak penderita TB, karena kekurangan dan
operasional. Untuk memudahkan pelacakan dan penanggulangan TBC secara
intensif, Dinas Kesehatan Aceh didukung Asian Development Bank (ADB) dan
BRR NAD-Nias menggelar pelatihan Penanggulangan Penyakit TBC bagi dokter,
perawat, dan tenaga laboratorium di Training Center Permata Hati, Aceh Besar,
sepanjang bulan April (Mafrawi, 2009).
Berdasarkan data statistik dari data register Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh sejak tanggal 01 Juli 2010 sampai dengan 31 April
2011, didapatkan jumlah pasien rawat inap di ruang paru tercatat 761 orang. Pasien
yang mengalami TB Paru sebanyak 124 orang (16,3%) dari jumlah semua
penderita. Sedangkan pasien yang meninggal akibat TB Paru berjumlah 19 orang
(2,5%) dari jumlah semua penderita.
Berdasarkan permasalahan tersebut penulis termotivasi untuk memberikan
pelayanan keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan dalam bentuk studi
kasus dengan judul ”Asuhan Keperawatan Pada Tn. I Dengan Tuberkulosis
Paru Di Ruang Rawat Penyakit Paru Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh Tahun 2011”
Page 18
18
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata dalam memberikan
Asuhan keperawatan pada pasien TB Paru melalui pendekatan proses
keperawatan.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian keperawatan secara komprehensif pada Tn.
I dengan TB Paru.
b. Dapat menegakkan diagnosa keperawatan pada Tn. I dengan TB Paru.
c. Dapat menyusun rencana keperawatan pada Tn. I dengan TB Paru sesuai
dengan permasalahan.
d. Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada Tn. I dengan TB Paru.
e. Dapat mengevaluasi dan memodifikasi tindakan keperawatan pada Tn. I
dengan TB Paru.
f. Dapat melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan secara lengkap
dan benar pada Tn. I dengan TB Paru.
1.3 Metode Penulisan
Dalam menyusun laporan studi kasus ini, penulis menggunakan metode
penulisan deskriptif mencangkup pengkajian berupa pengumpulan data yang
dilakukan dengan wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan dokumentasi
medik, kemudian penetapan masalah, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan,
Page 19
19
pelaksanaan tindakan keperawatan dan evaluasi, yang dilakukan melalui
pendekatan:
1.3.1 Studi Kepustakaan
Yaitu mempelajari dan menguraikan konsep teoritis yang diperoleh dari
berbagai referensi yang berhubungan dengan masalah keperawatan yang
diangkat sebagai dasar pemikiran di antaranya melalui buku-buku dan
media internet.
1.3.2 Studi Kasus
Merupakan pelaksanaan asuhan keperawatan yang dilakukan secara
langsung pada pasien melalui pendekatan proses keperawatan berupa
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Adapun teknik pengumpulan data yang dapat dilakukan dengan cara:
a. Wawancara
Melakukan tanya jawab langsung baik dengan pasien maupun dengan
keluarga pasien, dokter, serta tenaga kesehatan lainnya, yang
berhubungan dengan penderita untuk mendapatkan data identitas,
keluhan utama, riwayat penyakit, riwayat kesehatan keluarga dan pola
kebiasaan.
b. Observasi
Melakukan pengamatan langsung terhadap perubahan yang terjadi pada
pasien baik biologis, psikososial, sosio maupun spiritual yang
mempengaruhi derajat kesehatan pasien.
Page 20
20
c. Pemeriksaan Fisik
Untuk mendapatkan data yang aktual mengenai keadaan fisik pasien
secara keseluruhan yang dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi.
d. Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendapat data penunjang laboratorium untuk mengetahui kadar
hemoglobin darah, keadaan protein darah, urine, kadar gula darah, dan
lain-lain. Selain itu juga untuk mendapatkan data pemeriksaan radiologi
seperti foto thorak dan CT-Scan thorak.
e. Dokumentasi Medik
Untuk mendapatkan data mengenai perkembangan pasien selama
menjalani rawatan dan mengenai tindakan yang telah dilakukan terhadap
pasien meliputi terapi dan pemeriksaan penunjang.
1.4 Sistematika Penulisan
Laporan studi kasus ini disusun secara sistematis yang terdiri dari tiga BAB yaitu:
BAB I : Pendahuluan, yang meliputi latar belakang, tujuan penulisan yang
terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus, metode penulisan dan
sistematika penulisan.
BAB II : Pembahasan, yaitu ulasan yang membahas mengenai konsep teoritis
dengan fakta yang ada meliputi pengkajian, analisa data, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
BAB III : Penutup, yang meliputi kesimpulan dan saran-saran.
Page 21
21
Pada bagian akhir laporan studi kasus ini berisikan daftar pustaka, biodata penulis,
serta lampiran pengkajian kasus, analisa data, diagnosa keperawatan, perencanaan
keperawatan, pelaksanaan tindakan keperawatan dan catatan perkembangan atau
evaluasi.
Page 22
22
BAB II
PEMBAHASAN
Pada BAB ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada Tn. I
dengan Tuberkulosis Paru yang dirawat di ruang rawat inap penyakit paru Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh sejak tanggal 20 sampai 22 Juni 2011,
dengan tinjauan teoritis yang diperoleh dari buku dan referensi terkait dan penulis
memperoleh dari pasien sendiri, keluarga pasien, dokter, perawat di ruangan dan
cacatan medik lainnya. Agar lebih terarah sistematika pembahasan ini dibahas
berdasarkan pendekatan proses keperawatan, meliputi pengkajian, analisa data,
diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi dan evaluasi yaitu
sebagai berikut:
2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Di sini, semua
data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status kesehatan klien saat
ini. Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif terkait dengan aspek biologis,
psikologis, sosial, maupun sipiritual klien (Asmadi, 2008). Pengkajian merupakan
tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis
dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan (Nursalam, 2001).
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada tanggal 20 Juni 2011
didapatkan data sebagai berikut: pasien bernama Tn. I, berumur 62 tahun, jenis
kelamin laki-laki, beragama Islam, suku Aceh/Bangsa Indonesia, bahasa yag
digunakan sehari-hari adalah bahasa Aceh, pendidikan terakhir adalah tamat SMP,
Page 23
23
pekerjaan petani, status perkawinan adalah seorang duda yang di tinggal mati oleh
istrinya, dengan alamat Desa Lam Lueng, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh
Besar, dirawat di ruang rawat inap penyakit paru (Gelima II) Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, sejak tanggal 10 Juni 2011, dengan
diagnosa medik TB Paru, No. CM 844653.
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1992,
penyakit TB Paru di Indonesia merupakan penyebab kematian nomor dua terbesar
setelah penyakit jantung. Sebagian besar penderita TB Paru berasal dari kelompok
masyarakat usia produktif dan berpenghasilan rendah. Adanya wabah HIV/AIDS di
seluruh dunia juga turut mempengaruhi jumlah penderita TB Paru, termasuk Asia
Tenggara (Muttaqin, 2008). Lebih dari 80% kasus TB paru yang dilaporkan adalah
berusia lebih 25 tahun, dan kebanyakan mereka terinfeksi di masa lalu. Faktor-
faktor yang berhubungan dengan kecendrungan ini adalah sosioekonomi dan
masalah yang berkaitan dengan masalah kesehatan (Price & Wilson, 2006).
Berdasarkan data statistik dan hasil penelitian, yang berjenis kelamin laki-
laki ternyata lebih rentan terhadap penyakit ini. Hal itu dibuktikan dengan
persentase penderita TB yang didominasi oleh laki-laki. Dari data Departemen
Kesehatan, tahun 2005 pria yang menderita TB paru berjumlah 93.114 orang,
hampir 60 persen penderita TB paru di seluruh Indonesia. Laki-laki penderita TB di
kelompok usia produktif hampir 21.000 orang, sementara penderita perempuan
16.000 orang. Hampir di seluruh kelompok usia yang terdata, laki-laki
mendominasi jumlah penderita TB, kecuali di kelompok usia termuda yaitu 0-14
tahun, perempuan lebih banyak terjangkit (Depkes, 2005).
Page 24
24
Dari pembahasan di atas terdapat adanya kesamaan antara tinjauan kasus
dengan teoritis, dimana pasien dengan TB Paru berusia 62 tahun, jenis kelamin
laki-laki, dan pekerjaannya petani.
Pada pengkajian keluhan utama, pasien mengeluh sesak dan batuk
bercampur darah. Menurut Herdin (2005) keluhan-keluhan pada pasien tuberkulosis
berupa batuk-batuk yang berkepanjangan yang mengeluarkan dahak berwarna
kekuning-kuningan, kadang-kadang bercampur darah, kadang-kadang batuk darah,
lelah, demam, kehilangan nafsu makan, berat badan menurun, yang dapat timbul
bersama-sama atau sendiri-sendiri pada penderita dewasa muda. Gejala tersebut
berlangsung dalam beberapa minggu, malahan berbulan-bulan, terutama pada usia
lanjut.
Batuk merupakan refleks petahanan yang timbul akibat iritasi percabangan
trakeobronkial. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme yang penting
untuk membersihkan saluran napas bagian bawah, dan banyak orang dewasa
normal yang batuk beberapa kali setelah bangun pagi hari untuk membersihkan
trakea dan faring dari sekret yang terkumpul selama tidur. Batuk juga merupakan
gejala tersering penyakit pernapasan. Segala jenis batuk yang berlangsung lebih
dari tiga minggu harus diselidiki untuk memastikan penyebabnya (Price & Wilson,
2006).
Klien TB Paru sering menderita batuk darah. Batuk darah terjadi akibat
pecahnya pembuluh darah. Berat dan ringannya batuk darah yang timbul
bergantung pada besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. Batuk darah tidak
selalu timbul akibat pecahnya aneurisma pada dinding kavitas, tapi juga dapat
Page 25
25
terjadi karena ulserasi pada mukosa bronkus. Kebanyakan batuk darah pada TB
Paru terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
Batuk darah yang dikeluarkan klien mungkin berupa garis atau bercak-bercak darah
dan gumpalan-gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah yang sangat banyak
(Muttaqin, 2008).
Dalam hal ini terdapat kesamaan antara tinjauan kasus dengan teoritis
dimana pasien mengalami batuk bercampur darah ± 1-2 cc, dan pasien juga
mengeluh sesak napas.
Pada riwayat penyakit sekarang, pasien mengatakan bahwa pasien datang
bersama keluarga ke Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
pada tanggal 10 Juni 2011 pada pukul 18.00 WIB dengan keluhan batuk dan sesak.
Sebelum datang ke Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
pasien sudah merasakan keluhan tersebut selama ± 6 bulan dan pasien pernah
melakukan pengobatan rawat jalan ke Puskesmas yang terdekat dengan rumahnya.
Di Puskesmas pasien mendapatkan obat, tetapi pasien tidak tahu apa nama obat
yang diberikan tersebut dan pasien menjalani minum obat selama 6 bulan, tetapi
pasien tidak minum obat dengan tetatur. Pada saat tiba di Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pasien pertama sekali dilakukan
pemeriksaan di Instalasi Gawat Darurat. Pasien mengatakan selama pasien di
Instalasi Gawat Darurat pasien mendapatkan therapy: Infus Ringer Laktat 20
tetes/menit, pemasangan oksigen 3 liter/menit, dan juga dilakukan pemasangan
kateter. Pasien juga mengatakan bahwa di Instalasi Gawat Darurat juga dilakukan
pemeriksaan laboratorium dengan hasil yang tertera di buku status yaitu:
Page 26
26
Haemoglobin 11,5 gr/dl, Leukosit 27,4x103/ul, Trombosit 784x103/ul, Hematokrit
37%, Glukosa 75 mg/dl, ureum darah 171 mg/dl, dan juga foto thoraks PA dengan
hasil tampak fibroinfiltrat di paru kanan dan kiri dengan kesimpulan TB Paru.
Kemudian pasien dipindahkan ke ruang Gelima II (Ruang Paru) pada tanggal 11
Juni 2011 pukul 20.00 WIB untuk dilakukan perawatan lebih lanjut. Selama di
ruang Gelima II pasien mendapatkan therapy: Infus Ringer Laktat 20 tetes/menit,
Dextrose 5% 20 tetes/menit, injeksi ceftriaxone 1gr/12jam, pemasangan oksigen 3
Liter/menit, pemeriksaan laboratorium dengan hasil: Haemoglobin 11,2 gr/dl,
Leukosit 17,5x103/ul, LED 105 mm/jam, Trombosit 520x103/ul, Hematokrit 34%,
Billirubin total 0,94 mg/dl, Billirubin direct 0,77 mg/dl, SGPT 91 U/L, Alk.
Posfatase 449 U/L, Protein total 6,8 g/dl, Albumin 3,7 g/dl, Globulin 3.1 g/dl,
Ureum darah 68 mg/dl, As. Urat darah 14,5 mg/dl, Total kolesterol 197 mg/dl,
Trigliserida 88 mg/dl, Gula Darah Puasa 68 mg/dl, foto thoraks PA ulang dengan
hasil kesimpulan: TB Paru dan juga pemeriksaan CT-Scan Thoraks dengan hasil
kesimpulan: TB Paru dengan Cavitalis Multiple.
Pada klien TB Paru minimal dan tanpa komplikasi, biasanya gerakan
pernapasan tidak mengalami perubahan. Meskipun demikian, jika terdapat
komplikasi yang melibatkan kerusakan luas pada parenkim paru biasanya klien
akan terlihat mengalami sesak napas, peningkatan frekuensi napas, dan
menggunakan otot bantu napas (Muttaqin, 2008).
Terdapat kesamaan antara tinjauan kasus dengan teoritis, dimana pada kasus
didapatkan pasien mengalami sesak napas dan peningkatan frekuensi pernapasan
(RR 33 x/menit).
Page 27
27
Pada riwayat kesehatan dahulu, pasien mengatakan sebelumnya tidak
pernah dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, tapi
pasien hanya berobat ke Puskesmas yang dekat dengan rumahnya karena pasien
pernah mengalami sakit demam biasa saja, dan pasien juga mengalami batuk pada
saat demam, tapi batuknya itu tidak mengeluarkan darah dan pasien menganggap
itu hanya batuk biasa saja.
Menurut Yayi Suryo Prabandari Selain rentan terhadap penyakit dalam,
seperti jantung, kanker paru-paru, dan stroke, perokok juga berisiko lebih tinggi
terkena penyakit tuberkulosis atau TBC dan diabetes dibandingkan dengan orang
yang bukan perokok. Nikotin dan tar yang terkandung di dalam rokok diduga
menjadi penyebabnya. Berbagai penyakit yang diderita perokok adalah investasi
dari kebiasaan merokoknya yang dilakukan pada jangka waktu 5-15 tahun
sebelumnya. Hal itu tergantung kondisi tubuhnya. Mahardinata mengatakan,
nikotin dan tar yang terkandung di dalam rokok memiliki andil bagi perokok
terkena penyakit TBC. Pergerakan rambut getar (silia) di sepanjang saluran
pernapasan akan terhambat dalam menyaring kotoran karena zat nikotin dan tar
yang menempel pada membran di atasnya. Penyebab utama penyakit TBC memang
bakteri Mycobacterium Tuberculosis, namun ketidaksempurnaan silia dalam
menyaring kotoran akan membuat risiko infeksi lebih besar, (Kompas, 2008).
Dalam hal ini terdapat adanya kesamaan antara tinjauan kasus dengan
teoritis, dimana pasien mengalami batuk sudah 6 bulan yang lalu dan pasien juga
merupakan seorang perokok aktif, yang mulai merokok sejak umur 15 tahun dan
Page 28
28
mulai berhenti merokok setelah pasien mengalami keluhan batuk yang parah (kira-
kira 2 bulan yang lalu).
Pada pengkajian riwayat penyakit keluarga, pasien mengatakan bahwa tidak
ada anggota keluarganya yang menderita penyakit yang sama seperti yang
dirasakan pasien saat ini, keluarga pasien juga tidak ada yang menderita penyakit
keturunan seperti, Hipertensi, Dibetes Mellitus, dan lain-lain. Pasien mengatakan
bahwa dalam keluarganya juga tidak ada yang menderita penyakit menular.
Penyakit TBC tidak diwariskan secara genetik, karena penyakit TBC
bukanlah penyakit turunan. Hanya karena penularannya adalah melalui percikan
dahak yang mengandung kuman TBC, maka orang yang hidup dekat dengan
penderita TBC dapat tertular. (Ummukautsar, 2008).
Dalam hal ini terdapat kesamaan antara tinjauan kasus dengan teoritis,
dimana tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami penyakit TB Paru,
Karena penyakit TB Paru ini merupakan bukan penyakit keturunan.
Pada pengkajian pola persepsi dan tata laksana kesehatan, pasien
mengatakan walaupun pasien sesak dan batuk pasien tetap melakukan aktivitas
rutin selama masih bisa bekerja, dan pasien juga merokok 2 bungkus/hari dan
pasien juga minum kopi pada saat pagi dan malam dan pasien juga tidak pernah
berolahraga. Kalau pasien sakit pasien sering berobat ke Puskesmas dan Mantri.
TB Paru merupakan penyakit yang pada umumnya menyerang masyarakat
miskin karena tidak sanggup meningkatkan daya tahan tubuh nospesifik dan
mengkonsumsi makanan kurang bergizi. Selain itu, juga karena ketidaksanggupan
membeli obat, ditambah lagi kemiskinan membuat individunya diharuskan bekerja
Page 29
29
secara fisik sehingga mempersulit penyembuhan penyakitnya. Klien TB Paru
kebanyakan berpendidikan rendah, akibatnya mereka sering kali tidak menyadari
bahwa penyembuhan penyakit dan kesehatan merupakan hal yang penting.
Pendidikan yang rendah sering kali menyebabkan seseorang tidak dapat
meningkatkan kemampuannya untuk mencapai taraf hidup yang baik. Padahal, taraf
hidup yang baik amat dibutuhkan untuk penjagaan kesehatan pada umumnya dan
dalam menghadapi infeksi pada khususnya (Muttaqin, 2008).
Dalam hal ini terdapat kesamaan antara tinjauan kasus dengan teoritis,
dimana pasien tetap melakukan aktivitas rutin meskipun pasien merasa sesak dan
batuk, dan pasien juga merokok dan minum kopi.
Pada pengkajian pola nutrisi, pasien mengatakan sebelum dirawat pasien
makan 2 kali sehari yaitu siang dan malam dengan menu nasi putih, lauk, sayur dan
buah, dengan porsi satu piring. Selain itu pasien juga mengkonsumsi makanan
ringan seperti kacang, keripik yang ada di rumahnya. Selama dirawat pasien makan
3 kali sehari dengan menu nasi putih, lauk, telur, dan juga buah, dan pasien juga
sanggup menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang disediakan di Rumah
Sakit yaitu 1 piring.
Kebutuhan nutrisi bagi tubuh merupakan suatu kebutuhan dasar manusia
yang sangat penting. Dilihat dari kegunaannya, nutrisi merupakan sumber energi
untuk segala aktivitas dalam sistem tubuh. Sumber nutrisi dalam tubuh berasal dari
dalam tubuh sendiri, seperti glikogen yang terdapat dalam otot dan hati ataupun
protein dan lemak dalam jaringan dan sumber lain yang berasal dari luar tubuh
yang sehari-hari dimakan oleh manusia (Hidayat, 2005). Gejala sistemik pada
Page 30
30
pasien TB Paru termasuk demam, menggigil, keringat malam, kelemahan,
hilangnya nafsu makan, dan penurunan berat badan (Price & Wilson, 2006).
Namun, dalam hal ini terdapat sedikit kesenjangan antara tinjauan kasus
dengan teoritis, dimana pasien tidak mengalami gangguan dengan pola nutrisinya.
Pasien sanggup makan tiga kali dalam satu hari dan porsi makannya juga sesuai
dengan porsi makan orang sehat.
Pada pengkajian pola cairan, pasien mengatakan sebelum dirawat pasien
minum ± 6 – 8 gelas duralex panjang (1800-2500 cc) perhari. Selama dirawat
pasien minum ± 6 – 8 aqua gelas (1200 – 1600 cc) perhari dan juga terpasang infus
Dextrose 5% 20 tetes/menit (500 cc/kolf), dalam waktu 24 jam bisa menghabiskan
3 kolf (total cairan ± 3100 cc/hari).
Cairan dan elektrolit sangat berguna dalam mempertahankan fungsi tubuh
manusia. Kebutuhan cairan dan elektrolit bagi manusia berbeda-beda sesuai dengan
tingkat usia seseorang, seperti bayi mempunyai kebutuhan cairan yang berbeda
dengan usia dewasa. Kebutuhan cairan sangat diperlukan tubuh dalam mengangkut
zat makanan ke dalam sel, sisa metabolisme, sebagai pelarut elektrolit dan
nonelektrolit, memelihara suhu tubuh, mempermudah eliminasi, dan membantu
pencernaan. Kebutuhan cairan bagi orang dewasa adalah 2500 – 3500 ml dalam 24
jam (Hidayat, 2005).
Dalam hal ini terdapat kesamaan antara tinjauan kasus dengan teoritis,
dimana pasien dapat memenuhi kebutuhan cairannya dalam waktu 1 x 24 jam, yaitu
pasien minum ± 6 – 8 aqua gelas (1200 – 1600 cc) perhari dan juga terpasang infus
Page 31
31
Dextrose 5% 20 tetes/menit (500 cc/kolf), dalam waktu 24 jam bisa menghabiskan
3 kolf (total cairan ± 3100 cc/hari).
Pada pengkajian pola eliminasi, pasien mengatakan sebelum dirawat pasien
BAK sekitar 15 menit sekali perhari, lemah menetes ± 3-5 cc sekali BAK, berbau
amis, warna kuning pucat, nyeri dan terasa tidak puas setelah BAK, dan BAB 1 kali
perhari pada pagi hari dengan konsistensi lunak, berbau khas, warna kuning
kecokelatan. Selama dirawat pasien BAK melalui selang kateter, warna kuning
pucat, jumlah urin ± 1500-2000 cc perhari dan BAB tidak teratur, kadang-kadang 2
hari sekali dengan konsistensi lunak, berbau amoniak, warna kuning kecokelatan.
Perry dan Potter (2005), mengatakan, setiap orang dewasa memiliki pola
defekasi setiap hari, defekasi hanya 4 hari atau lebih dianggap tidak normal, pola
defekasi yang biasanya setiap 2 sampai 3 hari sekali tanpa ada kesulitan, nyeri, atau
pendarahan dapat dianggap normal pada orang lansia. Dan kandung kemih dalam
kondisi normal dapat menampung 600 ml urine, keinginan berkemih dapat
dirasakan pada saat kandung kemih terisi urine dalam jumlah yang lebih kecil (150-
200 ml) dan dalam kondisi normal mengsekresikan 1500 sampai 1600 ml
urine/hari, dengan warna kekuningan.
Dalam hal ini terdapat kesenjangan antara tinjauan kasus dengan teoritis
dimana pasien mengalami gangguan berkemih yaitu sebelum dirawat pasien BAK
setiap 15 menit sekali perhari, terasa nyeri dan terasa tidak puas setelah berkemih,
dan selama dirawat pasien berkemih melalui selang kateter, dan BAB pasien juga
tidak teratur selama dirawat di rumah sakit.
Page 32
32
Pada pengkajian pola aktivitas dan kebersihan, pasien mengatakan sebelum
dirawat pasien melakukan aktivitas rutin sebagai petani. Aktivitas seperti mandi,
berpakaian, berhias, toileting, makan dan minum dilakukan secara mandiri. Selama
dirawat pasien bedrest dan mobilisasi di atas tempat tidur, makan dan minum dapat
dilakukan secara mandiri, dan pasien juga bisa ke kamar mandi secara mandiri.
Pasien terlihat bersih dan rapi (skala ketergantungan 0).
Dalam hal pola aktivitas dan kebersihan, pasien tidak mengalami gangguan,
tetapi pasien hanya tidak bisa melakukan aktivitas rutin seperti bekerja karena
pasien masih dalam masa perawatan. Pasien juga mampu untuk menjaga kebersihan
dirinya sendiri secara mandiri.
Pada pengkajian pola istirahat/tidur, pasien mengatakan sebelum dirawat
pasien tidur 6-8 jam perhari yaitu pasien tidur pada malam hari mulai pukul 23.00
WIB dan bangun pada pukul 05.00 WIB, kadang-kadang ditambah lagi dengan
tidur siang ± 15-30 menit. Selama dirawat pasien mengatakan susah tidur dan
pasien tidur tidak teratur karena batuk dan sesak, pasien merasa terganggu dengan
pola tidurnya, pasien hanya bisa tidur ± 3 – 4 jam perhari.
Menurut Perry dan Potter (2005), lansia mengalami kurang tidur di malam
hari, karena di antaranya tidur di siang hari, perubahan pola yang berkaitan dengan
penuaan, perubahan fisiologis dan psikologis ini bukan berarti terjadi penurunan
kebutuhan tidur tetapi adanya redistribusi prilaku tidur selama periode 24 jam.
Tidur siang harus selalu dilakukan pada waktu yang sama setiap hari untuk
mempertahankan jadwal yang konsisten. Durasi dan kualitas tidur beragam di
Page 33
33
antara orang-orang dari semua kelompok usia, seseorang mungkin merasa cukup
beristirahat dengan 4 jam tidur, sementara yang lain membutuhkan 10 jam.
Dalam hal ini terdapat kesenjangan antara tinjauan kasus dengan teoritis
dimana pasien mengalami gangguan pola tidur di malam hari disebabkan karena
adanya sesak dan batuk dan pola tidur pasien tidak teratur selama 24 jam.
Pada pengkajian data psikologis, pasien mengatakan tidak merasa cemas
dan gelisah dengan kondisi penyakit yang dialaminya sekarang, tetapi pasien
mengatakan ingin cepat sembuh dan bisa berkumpul kembali bersama keluarganya
semua.
Perry dan Potter (2005), mengatakan pemajanan terhadap stressor
mengakibatkan respons adaptif psikologis dan fisiologis, prilaku adaptif psikologis
dapat konstruktif atau destruktif, prilaku konstruktif membantu individu menerima
tantangan untuk menyelesaikan konflik, bahkan ansietas dapat konstruktif;
misalnya, ansietas dapat menjadi tanda bahwa terdapat ancaman sehingga
seseorang dapat melakukan tindakan untuk mengurangi keparahannya.
Dalam hal ini terdapat kesamaan antara tinjauan kasus dengan teoritis,
dimana pasien bisa menerima kondisinya sekarang yang mana harus menjalani
rawatan, untuk dapat sembuh dan dapat pulang kembali ke rumah seperti dulu lagi.
Pada pengkajian data sosial, pasien mengatakan hubungan dengan
masyarakat di desanya biasa-biasa saja, hubungan dengan keluarganya berjalan
dengan baik dan harmonis. Selama dirawat pasien ditemani oleh anaknya dan juga
adiknya dan pasien juga kelihatan ramah dengan perawat dan juga mahasiswa
praktek.
Page 34
34
Perry dan Potter (2005), mengatakan, mengkaji stesor dan sumber koping
dalam dimensi sosial mencangkup penggalian bersama klien tentang besarnya, tipe,
dan kualitas dari interaksi sosial yang ada. Stresor pada keluarga dapat
menimbulkan efek disfungsi yang mempengaruhi klien atau keluarga secara
keseluruhan.
Dalam hal ini terdapat kesamaan antara tinjauan kasus dengan teoritis,
dimana pasien tampak mampu membina hubungan baik dengan perawat, dokter,
mahasiswa dan anggota keluarga lainnya untuk keberhasilan perawatan kesehatan
dirinya.
Pada pengkajian data spiritual, pasien seorang yang beragama islam, yang
mana sebelum dirawat pasien selalu melaksanakan ibadah seperti shalat 5 waktu,
puasa di bulan Ramadhan, dan juga menunaikan zakat, tetapi selama dirawat pasien
tidak dapat melakukannya lagi karena kondisinya sekarang, pasien hanya tidur dan
istirahat, tetapi pasien tetap berdo’a kepada Allah SWT supaya penyakitnya cepat
sembuh.
Perry dan potter (2005), mengatakan, agama sangat mempengaruhi cara
seseorang berupaya untuk mencegah penyakit, dan agama memainkankan peran
kuat dalam ritual yang berkaitan dengan perlindungan kesehatan. Agama
menggariskan praktik moral, dan sosial.
Dalam hal ini terdapat kesamaan antara tinjauan kasus dengan teoritis,
dimana pasien seorang yang beragama islam yakni menyakini bahwa penyakit yang
dideritanya sekarang adalah ujian dari Allah SWT, pasien tetap berdo’a supaya
penyakit yang dideritanya sekarang cepat sembuh dan tidak kambuh lagi.
Page 35
35
Status kesehatan umum pada tanggal 20 Juni 2011, didapatkan data,
keadaan umum baik, kesadaran Compos Mentis, berat badan sebelum sakit 55 kg,
berat badan saat ini 45 kg, tekanan darah 110/80 mmHg, denyut nadi 96 kali/menit,
temperatur 37,8 ºC, pernapasan 33 kali/menit.
Pemeriksaan tanda vital merupakan suatu cara untuk mendeteksi adanya
perubahan sistem tubuh. Tanda vital meliputi suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi
pernapasan, dan tekanan darah. Tanda vital mempunyai nilai sangat penting pada
fungsi tubuh. Adanya perubahan tanda vital, misalnya suhu tubuh dapat
menunjukkan keadaan metabolisme dalam tubuh, denyut nadi dapat menunjukkan
perubahan pada sistem kardiovaskular, frekuensi pernapasan dapat menunjukkan
fungsi pernapasan, dan tekanan darah dapat menilai kemampuan sistem
kardiovaskular, yang dapat dikaitkan dengan denyut nadi. Semua tanda vital
tersebut saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Perubahan tanda vital dapat
terjadi bila tubuh dalam kondisi aktivitas berat/dalam keadaan sakit dan perubahan
tersebut merupakan indikator adanya gangguan sistem tubuh (Hidayat, 2005).
Pada pengkajian fisik didapatkan data pada kepala dengan inspeksi warna
rambut hitam, distribusi rambut merata, kulit kepala bersih, dan palpasi tidak ada
nyeri tekan dan tidak ada benjolan. Pada wajah dengan inspeksi wajah pucat,
tampak meringis, dan juga tampak gelisah, dan dengan palpasi tidak ada benjolan
dan tidak ada nyeri tekan. Pada mata dengan inspeksi bentuk simetris kiri dan
kanan, konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik, dan dengan palpasi tidak ada nyeri
tekan. Pada hidung dengan inspeksi lubang hidung simetris, tidak ada sekret, tidak
ada gangguan dengan penciuman, pasien dapat membedakan bau/aroma yang
Page 36
36
diciumnya, dan dengan palpasi tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan. Pada
telinga dengan inspeksi bentuk simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, tidak ada
gangguan pendengaran, pasien dapat mendengar pada jarak 1 meter, dan dengan
palpasi tidak ada nyeri tekan. Pada mulut dengan inspeksi mukosa bibir lembab,
gigi terlihat agak kekuning-kuningan, gigi masih lengkap. Pada leher dengan
inspeksi bentuk simetris, dapat digerakkan, tidak ada lesi, dan dengan palpasi tidak
ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada
pembesaran kelenjar getah bening, dan tidak ada pembesaran vena jugularis. Pada
thorak dengan inspeksi bentuk simetris kiri dan kanan, tidak ada lesi, dengan
palpasi tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, dengan perkusi bunyi redup,
dengan auskultasi bunyi paru ronki basah, bunyi jantung I > bunyi jantung II. Pada
abdomen dengan inspeksi letak simetris, tidak ada lesi, dengan auskultasi peristaltik
5 x/menit, dengan palpasi tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, dan dengan
perkusi terdapat bunyi timpani. Pada ekstremitas atas dengan inspeksi bentuk
simetris kiri dan kanan, tidak ada lesi, dapat digerakkan, sebelah kiri terpasang
infus Dextrose 5 % 20 tetes/menit, dengan palpasi tidak ada nyeri tekan. Pada
ekstremitas bawah dengan inspeksi didapatkan bentuk simetris kiri dan kanan, tidak
ada lesi, dan dapat digerakkan, dengan palpasi tidak ada nyeri tekan. Kulit kering
dan tampak bersih.
Secara teoritis, penderita Tuberkulosis mengalami penurunan berat badan,
penderita kurus, keringat pada malam hari diikuti oleh batuk-batuk kronis yang
mengeluarkan dahak yang kadang-kadang berdarah, dada bagian atas mendatar,
terutama pada daerah yang sakit, pada inspirasi dalam gerakan bagian paru yang
Page 37
37
sakit berkurang bila dibandingkan dengan bagian yang normal. Trakea tertarik kea
rah paru yang sakit, bunyi perkusi pada bagian atas paru yang terkena redup
sedangkan bagian yang bawah sonor. Pada auskultasi akan terdengar bunyi nafas
pokok (bising nafas dasar) bronchial dan disertai bunyi ikutan ronchi basah yang
nyaring yang menggambarkan adanya infiltrasi pada jaringan paru (Herdin, 2005).
Dalam hal ini terdapat kesamaan antara tinjauan kasus dengan teoritis,
dimana pada auskultasi thorak bunyi napas pasien terdengar ronki basah, dan pada
perkusi thorak bunyi yang terdengar adalah redup.
Pada pemeriksaan diagnostik dilakukan pemeriksaan laboratorium darah
rutin pada tanggal 20 Juni 2011, didapatkan hasil Haemoglobin 9,1 gr/dl, Leukosit
12, 9 x 103/ul, LED 123 mm/jam, Trombosit 6,7 x 103/ul, Hematokrit 28 %,
Billirubin Total 0,53 mg/dl, Billirubin Direct 0,43 mg/dl, SGOT 45 u/l, SGPT 55
u/l, Alk. Posfatase 348 u/L, Protein Total 5,4 g/dl, Albumin 3,1 g/dl, Globulin 2,3
g/dl, Kreatinin Darah 0,6 mg/dl, Ureum Darah 22 mg/dl, Gula Darah Puasa 62
mg/dl, Gula Darah 2 J PP 115 mg/dl, Na 137 meg/L, K 137 meg/L, Cl 102 meg/L.
Dan pemeriksaan sputum BTA I Negatif (-), pemeriksaan sputum BTA II Negatif (-
), pemeriksaan sputum BTA III Negatif (-).
Secara teoritis, pada saat TBC baru mulai aktif terdapat sedikit leukositosis
dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal.
Laju endap darah (LED) mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah
leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. LED mulai turun ke arah
normal lagi. Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga anemia ringan dengan
gambaran normokrom dan normositer, gama globulin sedikit meningkat dan kadar
Page 38
38
natrium darah menurun. Peningkatan jumlah leukosit (leukositosis) menunjukkan
adanya proses infeksi atau radang akut, penurunan hematokrit terjadi pada pasien
yang mengalami kehilangan darah akut, sedangkan peninggian LED biasanya
terjadi akibat peningkatan kadar globulin dan fibrinogen karena infeksi akut lokal
maupun sistemis atau trauma, kehamilan, infeksi kronis,dan infeksi terselubung
yang berubah menjadi akut. (Jeffry, 2011).
Pemeriksaan mikroskopik langsung dengan BTA (-) bukan berarti tidak
ditemukan Mycobacterium Tuberculosis sebagai penyebab. Faktor-faktor yang
dapat menyebabkan basil bakteriologik negatif adalah belum terlibatnya bronkus
dalam proses penyakit, terutama pada awal sakit, terlalu sedikitnya kuman di dalam
sputum akibat dari cara pengambilan bahan yang tidak adekuat, cara pemeriksaan
bahan yang tidak adekuat, pengaruh pengobatan dengan OAT, terutama rifampisin.
Bila diagnosis TB paru semata-mata berdasarkan pada ditemukannya BTA dalam
sputum, maka sangat banyak TB paru yang terlewat tanpa pengobatan. Sedangkan
justru pada TB paru yang baru dengan sputum BTA (-) dan belum menular pada
orang lain, paling mudah diobati dan disembuhkan dengan sempurna (Nawas,
2011).
Dalam hal ini terdapat kesamaan antara tinjauan kasus dengan teoritis,
dimana pada pemeriksaan laboratorium darah lengkap pasien didapatkan jumlah
leukosit di atas normal, LED di atas normal dan hematokrit di bawah normal dan
pada pemeriksaan sputum juga didapatkan hasil BTA (-).
Pada pemeriksaan radiologi tanggal 11 Juni 2011 melalui Foto Thorak PA
pulmo tampak fibroinfiltrat di paru kanan dan kiri, sinus phrenicocostalis kanan dan
Page 39
39
kiri tajam, dengan kesimpulan TB Paru. Pada pemeriksaan CT-Scan thorak tanggal
17 Juni 2011 didapatkan hasil tampak area hypodens dan hyperdens abnormal di
parenchym paru kanan dan kiri, tampak cavitalis multiple di paru kanan dan kiri,
dengan kesimpulan TB Paru dengan Cavitalis Multiple.
Herdin Sibuea (2005), mengatakan pada foto thorak tampak bayangan padat
pada lobus atas yang merupakan proses pekejuan yang nekrotik, bayangan berawan
seperti kapas pada foto paru menunjukkan proses penyebaran baru pada bagian
paru lainnya. Foto thorak juga menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru,
simpanan kalsium lesi sembuh primer, efusi cairan, akumulasi udara, area cavitas,
area fibrosa dan penyimpangan struktur mediastinal.
Dalam hal ini terdapat kesamaan antara tinjauan kasus dengan teoritis,
dimana pada foto thorak pasien didapatkan hasil pulmo tampak fibroinfiltrat di paru
kanan dan kiri, sinus phrenicocostalis kanan dan kiri tajam, dengan kesimpulan TB
Paru.
Penatalaksanaan medis yang dilakukan adalah bedrest, infus RL 20
tetes/menit, infus Dextrose 20 tetes/menit, (untuk menambah cairan, mengganti
cairan dan elektrolit), drip Ciprofloxasin 200 mg/12 jam (untuk pengobatan infeksi
yang di sebabkan oleh bakteri yang sensitif terhadap siprofloksasin; infeksi berat
saluran nafas, efek samping obat ini seperti rasa terbakar local, gatal; kelopak mata
berbentuk kruta; tidak di anjurkan pada untuk anak di bawah usia 12 tahun, pada
ibu hamil dan ibu menyusui), Oksigen (O2) 3 liter/menit (untuk mengurangi sesak
dan membantu dalam pemenuhan oksigen bagi pasien), Ceftriaxone 1 gr/12 jam
(untuk pengobatan infeksi saluran napas, ginjal, tulang dan jaringan lunak, saluran
Page 40
40
cerna, genetalia, sepsis, meningitis dan pencegahan infeksi pra operasi), Rifampicin
500 mg 1 x sehari 1 tablet (untuk pengobatan tuberkulosis dan lepra, efek samping
obat ini urin berwarna kemerahan, gangguan GI, meningkatnya enzim hati,
hepatitis, ikterus, leukopenia, eosinofilia), Ethambutol 500 mg 1 x sehari 2 tablet
(pengobatan inisial pada pulmonary tuberkulosis dan menghambat kuman TBC
yang resisten terhadap isoniazid dan streptomisin, efek samping obat ini penurunan
ketajaman penglihatan, kehilangan kemampuan membedakan warna, pruritus,
gangguan GI, nyeri sendi dan tidak enak badan), Pyrazinamide 500 mg 1 x sehari 2
tablet (untuk pengobatan tuberkulosis yang resisten terhadap obat lain, dianjurkan
dikombinasikan dengan obat lain untuk mencegah bakteri resisten, efek samping
obat ini kerusakan hati ringan, mual, muntah, tidak nafsu makan, anemia, nyeri
sendi, dan demam) (Dikutip dari Buku ISO, 2007).
2.2 Analisa Data
Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 20 Juni 2011 dibuat
analisa data sebagai berikut: untuk diagnosa pertama yaitu bersihan jalan napas tak
efektif berhubungan dengan sekret kental dan bercampur darah, yang ditandai
dengan data subjektif: pasien mengatakan bahwa pasien merasakan sesak dan batuk
mengeluarkan dahak bercampur darah, data objektif: tekanan darah 110/80 mmHg,
denyut nadi 96 kali/menit, penapasan 33 kali/menit, suhu tubuh 37,8 ºC, pasien
tampak pucat, pasien batuk mengeluarkan darah (1-2 cc), O2 terpasang 3
liter/menit.
Untuk diagnosa kedua yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak
dan batuk, yang ditandai dengan data subjektif: tekanan darah 110/80 mmHg,
Page 41
41
denyut nadi 96 kali/menit, penapasan 33 kali/menit, suhu tubuh 37,8 ºC, pasien
mengatakan susah tidur, data objektif: pasien tampak pucat dan lesu, konjungtiva
pucat, Haemoglobin 9,1 gr/dl, pasien terlihat sering batuk dan sesak.
2.3 Diagnosa Keperawatan
Menurut Shoemaker diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik tentang
individu, keluarga atau masyarakat yang berasal dari proses pengumpulan dan
analisa data yang cermat dan sistematis. Diagnosa ini memberikan dasar ketetapan
untuk terapi definitif dimana perawat bertanggung jawab. Pernyataan ini dituliskan
dengan ringkas dan meliputi etiologi kondisi bila sudah diketahui (Rothrock, 2000).
Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 20 Juni 2011 dan setelah
dilakukan analisa data maka ditegakkan diagnosa yang disusun berdasarkan
prioritas masalah yang timbul pada Tn. I dengan kasus TB Paru antara lain:
bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekret kental dan bercampur
darah, gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan batuk.
Diagnosa keperawatan yang muncul secara teoritis adalah: bersihan jalan
napas tak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret berdarah, resiko
tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan efektif
paru, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kelemahan, kurang pengetahuan tentang proses penyakit dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi (Doenges, 2000). Diagnosa lain yang
timbul pada pasien TB adalah: gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk
pada malam hari, ketakutan berhubungan dengan penyakit jangka panjang yang
Page 42
42
membutuhkan kemoterapi jangka panjang, perubahan gaya hidup (Asih & Efendy,
2004).
Bila dibandingkan antara diagnosa keperawatan pada Tn. I dengan diagnosa
yang timbul secara teoritis, jelas tidak semua diagnosa keperawatan pada pasien TB
Paru yang menurut teori akan muncul pada kasus secara nyata di lahan praktek.
Diagnosa perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak diangkat
dikarenakan pasien tidak mengalami anoreksia atau gangguan dengan pola
makannya dan pasien mampu makan sesuai dengan pola makan yang biasa
dilakukan oleh orang sehat. Diagnosa ketakutan tidak diangkat dikarenakan pasien
tidak mengalami rasa takut dengan penyakit yang dialaminya sekarang ini, namun
pasien hanya berdoa dan tawakkal kepada Allah SWT demi kesembuhannya dan
agar pasien dapat berkumpul kembali bersama keluarganya seperti sebelumnya.
Sedangkan untuk diagnosa resiko tingi terhadap pertukaran gas tidak diangkat
dikarenakan penulis hanya mengangkat diagnosa aktual saja atau diagnosa yang
sudah terjadi secara nyata pada pasien.
2.4 Perencanaan Keperawatan
Menurut A. Aziz Alimul Hidayat (2004), perencanaan adalah suatu proses
penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah,
menurunkan atau mengurangi masalah-masalah klien. Perencanaan ini merupakan
langkah ketiga dalam membuat suatu proses keperawatan. Tahap perencanaan di
susun berdasarkan beratnya masalah sesuai dengan kebutuhan pasien dan
kemampuan keluarga. Disini penulis membuat suatu perencanaan untuk
Page 43
43
menentukan tindakan yang akan diberikan untuk memenuhi kebutuhan pasien pada
saat ini.
Rencana keperawatan untuk diagnosa keperawatan yang pertama: bersihan
jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekret kental dan bercampur darah yang
ditandai dengan data subjektif: pasien mengatakan sesak dan batuk bercampur
darah, data objektif: pasien tampak pucat, pasien batuk mengeluarkan darah, TD:
110/80 mmHg, N: 96 kali/menit, RR: 33 kali/menit, T: 37,8 0C. Intervensi yang
dilakukan adalah: kaji fungsi pernapasan, contoh bunyi napas dan irama pernafasan,
pertahankan pemasukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari, kecuali kontraindikasi,
bersihkan sekret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai keperluan, berikan
pasien posisi semi fowler, bantu pasien untuk batuk dan latihan nafas dalam,
berikan oksigen tambahan sesuai indikasi, beri obat-obatan sesuai indikasi: agen
mukolitik.
Rasionalisasi dari penurunan bunyi napas dapat menunjukkan atelektasis,
ronki, mengi menujukkan akomulasi sekret/ketidakmampuan untuk membersihkan
jalan nafas. Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan sekret,
membuatnya mudah di keluarkan, bersihan sekret dari mulut mencegah obstruksi
dan aspirasi. Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan
upaya pernafasan. Pemberian oksigen merupakan alat dalam memperbaiki
hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi/menurunnya
permukaan alveolar paru dan dapat menghilangkan sesak sehingga dapat
meningkatkan istirahat tidur. Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan
perlengkatan sekret paru untuk memudahkan pembersihan.
Page 44
44
Diagnosa keperawatan kedua, gangguan pola tidur berhubungan dengan
sesak dan batuk yang ditandai dengan data subjektif: pasien mengatakan susah
tidur, pasien mengatakan sesak dan batuk, data objektif: TD: 110/80 mmHg, N: 96
kali/menit, RR: 33 kali/menit, T: 37,8 0C, pasien tampak pucat, konjungtiva pucat,
Hb 9,1 gr/dl, pasien terlihat sering batuk dan sesak. Intervensi yang dilakukan
adalah: atur posisi senyaman mungkin, ciptakan suasana ruangan yang aman dan
nyaman.
Rasionalisasi dari posisi yang nyaman dapat meningkatkan istirahat tidur
pasien. Suasana ruangan yang aman dan nyaman berguna agar pasien dapat tidur
dengan tenang dan nyaman. Mengkaji penyebab gangguan tidur dapat
mengidentifikasi suatu masalah.
2.5 Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan langkah keempat dalam tahap proses
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan
keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam
tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik
dan perlindungan pada klien, tehnik komunikasi, kemampuan dalam prosedur
tindakan, pemahaman tentang hak-hak pasien serta dalam memahami tingkat
perkembangan pasien (Hidayat, 2004).
Berdasarkan intervensi, maka pelaksanaan yang dilakukan pada diagnosa
pertama yaitu bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekret kental
dan sekret berdarah adalah melakukan pemeriksaan bunyi napas pasien dengan
cara: auskultasi hasilnya terdapat bunyi ronki basah dan perkusi pada thorak
Page 45
45
terdengar bunyi redup, menganjurkan pasien untuk minum banyak, dan juga
mempertahankan pemasukan cairan melalui intravena dengan pemasangan infus
Ringer Laktat 20 tetes/menit, menganjurkan pasien untuk membersihkan sekret dari
mulutnya dan melakukan pengisapan lendir apabila sekret banyak menumpuk di
daerah trakea dengan menggunakan suction, membantu pasien melakukan posisi
semi fowler yang sebelumnya adalah dalam posisi berbaring terlentang dan
membantu pasien untuk latihan nafas dalam dan batuk efektif dengan cara
menyuruh pasien menarik napas dalam melalui hidung, tahan beberapa detik
kemudian keluarkan melalui mulut sambil membatukkannya, mempertahankan
pemberian oksigen yang telah dipasang dengan kecepatan 3 liter/menit,
memberikan obat pada pasien; Drip Ciprofloxasin 200 mg pada jam 12.00 WIB,
injeksi Ceftriaxone 1 gr pada jam 12.00 WIB.
Implementasi pada diagnosa kedua yaitu gangguan pola tidur berhubungan
dengan sesak dan batuk adalah membatasi kunjungan dan merapikan kembali
tempat tidur pasien, melakukan pengkajian terhadap penyebab gangguan pola tidur
pasien dengan cara menanyakan kepada pasien apa yang menyebabkan pasien tidak
bisa tidur dan pasien mengatakan bahwa pasien tidak bisa tidur dikarenakan pasien
sering batuk dan pasien juga merasakan sesak, tapi setelah dilakukan pemasangan
oksigen sesak pasien menjadi berkurang.
2.6 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan
Page 46
46
kemampuan dalam memahami respons terhadap intervensi keperawatan,
kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta
kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil
(Hidayat, 2004).
Pada diagnosa keperawatan pertama yaitu bersihan jalan napas tak efektif
berhubungan dengan sekret kental dan bercampur darah, hasil evaluasi tindakan
yang diberikan dinilai masalah belum teratasi sampai dengan hari ketiga yang
ditandai dengan pasien masih batuk, tapi sudah berkurang dari sebelumnya.
Pada diagnosa keperawatan kedua yaitu gangguan pola tidur berhubungan
dengan sesak dan batuk, hasil evaluasi yang didapatkan masalah teratasi pada hari
ketiga yang ditandai dengan pasien mengatakan bahwa pasien sudah bisa tidur,
pasien tidak sesak lagi, pasien dapat beristirahat dengan tenang dan pasien tampak
rileks.
Page 47
47
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas yang penulis kemukakan dalam laporan Karya Tulis
Ilmiah ini mulai dari pendahuluan sampai dengan pembahasan, maka pada BAB
penutup ini penulis menguraikan beberapa kesimpulan dan saran yang bekenaan dengan
perawatan pada kasus Tuberkulosis Paru. Penulis mengarahkan upaya peningkatan
suatu pelayanan asuhan keperawatan secara umum dan khususnya pasien Tuberkulosis
Paru di ruang rawat inap penyakit paru Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh.
3.1 Kesimpulan
3.1.1 Tuberkulosis adalah contoh lain infeksi saluran nafas bawah, penyakit ini
disebabkan oleh mikro-organisme Mycobakterium tuberculosis, yang
biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), orang ke
orang, dan mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus, kuman juga dapat
masuk ke tubuh melalui saluran cerna, melalui ingesti susu tercemar yang
tidak dipasteurisasi, atau kadang-kadang melalui lesi kulit. (Corwin, 2000).
3.1.2 Pengkajian keperawatan pada pasien Tn. I, umur 62 tahun, jenis kelamin
laki-laki, dengan diagnosa medik Tuberkulosis Paru. Pada pengkajian
keluhan utama didapatkan data pasien mengatakan sesak dan batuk
bercampur darah (± 1-2 cc), pemeriksaan sputum BTA I Negatif (-), BTA II
Negatif (-), BTA III Negatif (-), foto thorak PA pulmo tampak fibroinfiltrat
di paru kanan dan kiri, sinus phrenicocostalis kanan dan kiri tajam dengan
kesimpulan TB Paru, CT-Scan thorak tampak area hypodens dan hyperdens
Page 48
48
abnormal di parenchym paru kanan dan kiri, tampak cavitalis multiple di
paru kanan dan kiri dengan kesimpulan TB Paru dengan Cavitalis Multiple,
hasil laboratorium Haemoglobin 9,1 gr/dl, Leukosit 12, 9 x 103/ul, LED
12,3 mm/jam, Trombosit 6,7 x 103/ul, Hematokrit 28 %, Billirubin Total
0,53 mg/dl.
3.1.3 Diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn. I adalah bersihan jalan napas
tak efektif berhubungan dengan sekret kental dan bercampur darah,
gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan batuk.
3.1.4 Intervensi yang dilakukan pada Tn. I pada diagnosa keperawatan bersihan
jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekret kental dan bercampur
darah yaitu kaji fungsi pernapasan, contoh bunyi napas dan irama
pernafasan, pertahankan pemasukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari, kecuali
kontraindikasi, bersihkan sekret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai
keperluan, berikan pasien posisi semi fowler, bantu pasien untuk batuk dan
latihan nafas dalam, berikan oksigen tambahan sesuai indikasi, beri obat-
obatan sesuai indikasi: agen mukolitik. Sedangkan intervensi pada diagnosa
keperawatan gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan batuk
yaitu atur posisi senyaman mungkin, ciptakan suasana ruangan yang aman
dan nyaman.
3.1.5 Implementasi yang dilakukan pada Tn. I pada diagnosa keperawatan
bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekret kental dan sekret
berdarah adalah melakukan pemeriksaan bunyi napas pasien dengan cara:
auskultasi hasilnya terdapat bunyi ronki basah dan perkusi pada thorak
Page 49
49
terdengar bunyi redup, menganjurkan pasien untuk minum banyak, dan juga
mempertahankan pemasukan cairan melalui intravena dengan pemasangan
infus Ringer Laktat 20 tetes/menit, menganjurkan pasien untuk
membersihkan sekret dari mulutnya dan melakukan pengisapan lendir
apabila sekret banyak menumpuk di daerah trakea dengan menggunakan
suction, membantu pasien melakukan posisi semi fowler yang sebelumnya
adalah dalam posisi berbaring terlentang dan membantu pasien untuk latihan
nafas dalam dan batuk efektif dengan cara menyuruh pasien menarik napas
dalam melalui hidung, tahan beberapa detik kemudian keluarkan melalui
mulut sambil membatukkannya, mempertahankan pemberian oksigen yang
telah dipasang dengan kecepatan 3 liter/menit, memberikan obat pada
pasien; Drip Ciprofloxasin 200 mg pada jam 12.00 WIB, injeksi Ceftriaxone
1 gr pada jam 12.00 WIB. Implementasi pada diagnosa keperawatan
gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan batuk adalah membatasi
kunjungan dan merapikan kembali tempat tidur pasien, melakukan
pengkajian terhadap penyebab gangguan pola tidur pasien dengan cara
menanyakan kepada pasien apa yang menyebabkan pasien tidak bisa tidur
dan pasien mengatakan bahwa pasien tidak bisa tidur dikarenakan pasien
sering batuk dan pasien juga merasakan sesak, tapi setelah dilakukan
pemasangan oksigen sesak pasien menjadi berkurang.
3.1.6 Pada tahap evaluasi diagnosa keperawatan bersihan jalan napas tak efektif
berhubungan dengan sekret kental dan bercampur darah, hasil evaluasi
tindakan yang diberikan dinilai masalah belum teratasi sampai dengan hari
Page 50
50
ketiga. Sedangkan pada diagnosa keperawatan gangguan pola tidur
berhubungan dengan sesak dan batuk, hasil evaluasi yang didapatkan adalah
masalah teratasi pada hari ketiga.
3.2 Saran-Saran
3.2.1 Diharapkan kepada pasien dan keluarga pasien agar dapat bekerjasama
dengan petugas kesehatan dalam melakukan asuhan keperawatan dan setiap
perubahan yang terjadi agar dapat dikonsultasikan kepada dokter atau
perawat, serta diharapkan kepada pasien agar selalu menjaga pola hidup
sehatnya dan juga selalu mengontrol keadaannya ke rumah sakit secara
rutin.
3.2.2 Pencegahan pada Tuberkulosis Paru sebaiknya ditujukan pada perorangan
dan juga pada masyarakat luas misalnya dengan menganjurkan penderita
agar menutupi mulut pada saat batuk/bersin, membuang dahak pada tempat
yang tertutup, dan apabila berkunjung ke ruang rawat paru sebaiknya
menggunakan masker dan mencuci tangan dengan cara yang benar.
3.2.3 Diharapkan kepada pembaca agar dapat mempergunakan Karya Tulis Ilmiah
ini sebaik mungkin, dan setelah membaca Karya Tulis Ilmiah ini dapat
mengetahui tentang cara pencegahan dan pengobatan Tuberkulosis Paru.
Page 51
51
DAFTAR PUSTAKA
Asih & Efendy. 2004. Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. EGC. Jakarta.
Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. EGC. Jakarta. Aziza & Reny. 2008. Radiologi Toraks Tuberkulosis Paru. CV. Sagung Seto. Jakarta. Corwin, Elizabet J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta. Depkes.(2005).http://kompas.com/printnews/xml/2008/04/18/02163221/pria.lebih.berpe
luang.terkena. Dhanutirto, Haryanto, dkk. 2007. ISO Indonesia. Volume 42. Penerbit Ikatan Farmasi
Indonesia. Jakarta. Doenges, Marilynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. EGC. Jakarta.
Hidayat, A. Aziz Alimul, dkk. 2005. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar
Manusia. EGC. Jakarta. Hidayat, A. Aziz Alimul. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Edisi I.
Salemba Medika. Jakarta. Jeffry.2011.http://sectiocadaveris.wordpress.com/artikel-kedokteran/pemeriksaan-
laboratorium-patologi-klinik-infeksi-tuberkulosis/ Kompas. (2008). http://sports.groups.yahoo.com/group/mtb-rockers/message/6841. Mafrawi.(2009):http://www.serambinews.net/old/index.php?aksi=bacaberita&beritaid=
45950&rubrik=1&topik=15. Menkes RI. 2011. Pedoman Pelaksanaan Hari TB Sedunia 2011. Jakarta. Muchtar, Armen. 2006. Jurnal Tuberkulosis Indonesia. Vol.3. No. 2. Perkumpulan
Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia. Jakarta. Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Salemba Medika. Jakarta. Nawas,Arifin.2011.http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/05_DiagnosisTuberkulosisPar
u.pdf/05_DiagnosisTuberkulosisParu.html. Nettina, Sandra M. 2002. Pedoman Praktik Keperawatan. EGC. Jakarta.
Page 52
52
Nursalam. 2001. Proses & Dokumentasi Keperawatan : Konsep & Praktik. Edisi Pertama. Salemba Medika. Jakarta.
Perry & Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses, dan
Praktik. Edisi 4. volume 1. EGC. Jakarta. Perry & Potter. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses, dan
Praktik, Edisi 4. volume 2. EGC. Jakarta. Price & Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.
Volume 2. EGC. Jakarta. Rothrock, Jane C. 2000. Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. EGC.
Jakarta. Sibuea, W. Herdin, dkk. 2005. Ilmu Penyakit Dalam. Rineka Cipta. Jakarta. Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Volume 1. EGC. Jakarta. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. EGC.
Jakarta. Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi ke 3. EGC.
Jakarta. Tabrani, Irma. 2007. Konversi Sputum BTA pada Fase Intensif TB Paru Kategori I
Antara Kombinasi Dosis Tetap (KDT) dan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) Generik di RSUP. H. Adam Malik Medan. Medan.
Tjandra & Muhammad. 2011. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2011-
2014. Terobosan Menuju Akses Universal. Jakarta.
Ummukautsar.2008:http://kautsarku.wordpress.com/2008/02/09/penyakit-tbc-perlu dikenali-bukan-ditakuti/
Yulizar, Media, dkk. 2006. Pembawa Pesan Kesehatan. Edisi 2. AMI. Banda Aceh.
Page 53
53
BIODATA PENULIS
I. Data Pribadi
Nama : Heri Saputra
Tempat/Tanggal Lahir : Sawang, 28 Mei 1989
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Status Dalam Keluarga : Anak kedua dari dua bersaudara
Motto Hidup : Katakanlah sesuatu itu dengan jujur meskipun itu
pahit
Alamat : Jl. Setia, No. 3, Kelurahan Keuramat, Kec. Kuta Alam,
Kota Banda Aceh.
II. Orang Tua
Nama Bapak : Harunuddin
Nama Ibu : Fatimah
III. Riwayat Pendidikan
1. Tahun 1995 – 2001 : SDN 1 Sawang, Lulus Berijazah
2. Tahun 2001 – 2004 : SLTPN 1 Sawang, Lulus Berizajah
3. Tahun 2004 – 2007 : SMAN 1 Sawang, Lulus Berizajah
4. Tahun 2008 – 2011 : Di Akademi Keperawatan Tjoet Nya’ Dhien
Banda Aceh.
Page 54
54
Lampiran
FORMAT PENGKAJIAN UMUM
Tanggal/Jam Masuk Rumah Sakit : 10 Juni 2011/Jam 18.00 WIB.
Ruang : Gelima II/Paru
Nomor Register : 844653
Diagnosa Medis : TB Paru
Tanggal Pengkajian : 20 Juni 2011
IDENTITAS PASIEN/KLIEN
Nama : Tn. I
Umur : 62 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Aceh/WNI
Bahasa : Aceh
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Petani
Status : Duda
Alamat : Desa Lam Lueng, Kec. Indrapuri, Kab. Aceh Besar
Penanggung Jawab
Nama : Juniah
Alamat : Lubuk, Kec. Ingin Jaya, Kab. Aceh Besar.
KELUHAN UTAMA
Pasien mengatakan merasa sesak dan batuk mengeluarkan dahak bercampur dengan
darah (± 1-2 cc).
Page 55
55
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien mengatakan bahwa pasien datang bersama keluarga ke Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada tanggal 10 Juni 2011 pada pukul 18.00
WIB dengan keluhan batuk dan sesak. Sebelum datang ke Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pasien sudah merasakan keluhan tersebut selama ± 6
bulan dan pasien pernah melakukan pengobatan rawat jalan ke Puskesmas yang terdekat
dengan rumahnya. Di Puskesmas pasien mendapatkan obat, tetapi pasien tidak tahu apa
nama obat yang diberikan tersebut dan pasien menjalani minum obat selama 6 bulan,
tetapi pasien tidak minum obat dengan tetatur. Pada saat tiba di Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pasien pertama sekali dilakukan pemeriksaan di
Instalasi Gawat Darurat. Pasien mengatakan selama pasien di Instalasi Gawat Darurat
pasien mendapatkan therapy: Infus Ringer Laktat 20 tetes/menit, pemasangan oksigen 3
liter/menit, dan juga dilakukan pemasangan kateter. Pasien juga mengatakan bahwa di
Instalasi Gawat Darurat juga dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan hasil yang
tertera di buku status yaitu: Haemoglobin 11,5 gr/dl, Leukosit 27,4x103/ul, Trombosit
784x103/ul, Hematokrit 37%, Glukosa 75 mg/dl, ureum darah 171 mg/dl, dan juga foto
thoraks PA dengan hasil tampak fibroinfiltrat di paru kanan dan kiri dengan kesimpulan
TB Paru. Kemudian pasien dipindahkan ke ruang Gelima II (Ruang Paru) pada tanggal
11 Juni 2011 pukul 20.00 WIB untuk dilakukan perawatan lebih lanjut. Selama di ruang
Gelima II pasien mendapatkan therapy: Infus Ringer Laktat 20 tetes/menit, Dextrose 5%
20 tetes/menit, injeksi ceftriaxone 1gr/12jam, pemasangan oksigen 3 Liter/menit,
pemeriksaan laboratorium dengan hasil: Haemoglobin 11,2 gr/dl, Leukosit 17,5x103/ul,
LED 105 mm/jam, Trombosit 520x103/ul, Hematokrit 34%, Billirubin total 0,94 mg/dl,
Billirubin direct 0,77 mg/dl, SGPT 91 U/L, Alk. Posfatase 449 U/L, Protein total 6,8
Page 56
56
g/dl, Albumin 3,7 g/dl, Globulin 3.1 g/dl, Ureum darah 68 mg/dl, As. Urat darah 14,5
mg/dl, Total kolesterol 197 mg/dl, Trigliserida 88 mg/dl, Gula Darah Puasa 68 mg/dl,
foto thoraks PA ulang dengan hasil kesimpulan: TB Paru dan juga pemeriksaan CT-
Scan Thoraks dengan hasil kesimpulan: TB Paru dengan Cavitalis Multiple.
RIWAYAT KESEHATAN DAHULU
Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh, tapi pasien hanya berobat ke Puskesmas yang dekat
dengan rumahnya karena pasien pernah mengalami sakit demam biasa saja, dan pasien
juga mengalami batuk pada saat demam, tapi batuknya itu tidak mengeluarkan darah
dan pasien menganggap itu hanya batuk biasa saja.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Pasien mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarganya yang menderita penyakit yang
sama seperti yang dirasakan pasien saat ini, keluarga pasien juga tidak ada yang
menderita penyakit keturunan seperti, Hipertensi, Dibetes Mellitus, dan lain-lain. Pasien
mengatakan bahwa dalam keluarganya juga tidak ada yang menderita penyakit menular.
Page 57
57
Genogram Keluarga
Keterangan:
: Laki-Laki
: Perempuan
: Laki-laki meninggal
: Perempuan meninggal
: Pasien dengan umur 62 tahun.
: Tinggal serumah
POLA FUNGSI KESEHATAN
1. Pola Persepsi dan Tata Laksana Kesehatan
Pasien mengatakan walaupun pasien sesak dan batuk pasien tetap melakukan
aktivitas rutin selama masih bisa bekerja, dan pasien juga merokok 2 bungkus/hari
dan pasien juga minum kopi pada saat pagi dan malam dan pasien juga tidak pernah
berolahraga. Kalau pasien sakit pasien sering berobat ke Puskesmas dan Mantri.
62th
Page 58
58
2. Pola Nutrisi
Pasien mengatakan sebelum dirawat pasien makan 2 kali sehari yaitu siang dan
malam dengan menu nasi putih, lauk, sayur dan buah, dengan porsi satu piring.
Selain itu pasien juga mengkonsumsi makanan ringan seperti kacang, keripik yang
ada di rumahnya. Selama dirawat pasien makan 3 kali sehari dengan menu nasi
putih, lauk, telur, dan juga buah, dan pasien juga sanggup menghabiskan makanan
sesuai dengan porsi yang disediakan di Rumah Sakit yaitu 1 piring.
3. Pola Cairan
Pasien mengatakan sebelum dirawat pasien minum ± 6 – 8 gelas duralex panjang
(1800-2500 cc) perhari. Selama dirawat pasien minum ± 6 – 8 aqua gelas (1200 –
1600 cc) perhari dan juga terpasang infus Dextrose 5% 20 tetes/menit (500 cc/kolf),
dalam waktu 24 jam bisa menghabiskan 3 kolf (total cairan ± 3100 cc/hari).
4. Pola Eliminasi
Pasien mengatakan sebelum dirawat pasien BAK sekitar 15 menit sekali perhari,
lemah menetes ± 3-5 cc sekali BAK, berbau amis, warna kuning pucat, nyeri dan
terasa tidak puas setelah BAK, dan BAB 1 kali perhari pada pagi hari dengan
konsistensi lunak, berbau khas, warna kuning kecokelatan. Selama dirawat pasien
BAK melalui selang kateter, warna kuning pucat, jumlah urin ± 1500-2000 cc
perhari dan BAB tidak teratur, kadang-kadang 2 hari sekali dengan konsistensi
lunak, berbau amoniak, warna kuning kecokelatan.
5. Pola Aktivitas dan Kebersihan
Pasien mengatakan sebelum dirawat pasien melakukan aktivitas rutin sebagai
petani. Aktivitas seperti mandi, berpakaian, berhias, toileting, makan dan minum
Page 59
59
dilakukan secara mandiri. Selama dirawat pasien bedrest dan mobilisasi di atas
tempat tidur, makan dan minum dapat dilakukan secara mandiri, dan pasien juga
bisa ke kamar mandi secara mandiri, pasien juga bisa mandi dan berhias secara
mandiri. Pasien terlihat bersih dan rapi (skala ketergantungan 0).
6. Pola Istirahat/Tidur
Pasien mengatakan sebelum dirawat pasien tidur 6-8 jam perhari yaitu pasien tidur
pada malam hari mulai pukul 23.00 WIB dan bangun pada pukul 05.00 WIB,
kadang-kadang ditambah lagi dengan tidur siang ± 15-30 menit. Selama dirawat
pasien mengatakan susah tidur dan pasien tidur tidak teratur karena batuk dan
sesak, pasien merasa terganggu dengan pola tidurnya, pasien hanya bisa tidur ± 3 –
4 jam perhari.
DATA PSIKOLOGIS
Pasien mengatakan tidak merasa cemas dan gelisah dengan kondisi penyakit yang
dialaminya sekarang, tetapi pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan bisa berkumpul
kembali bersama keluarganya semua.
DATA SOSIAL
Pasien mengatakan hubungan dengan masyarakat di desanya biasa-biasa saja, hubungan
dengan keluarganya berjalan dengan baik dan harmonis. Selama dirawat pasien
ditemani oleh anaknya dan juga adiknya dan pasien juga kelihatan ramah dengan
perawat dan juga mahasiswa praktek.
Page 60
60
DATA SPIRITUAL
Pasien seorang yang beragama islam, yang mana sebelum dirawat pasien selalu
melaksanakan ibadah seperti shalat 5 waktu, puasa di bulan Ramadhan, dan juga
menunaikan zakat, tetapi selama dirawat pasien tidak dapat melakukannya lagi karena
kondisinya sekarang, pasien hanya tidur dan istirahat, tetapi pasien tetap berdo’a kepada
Allah SWT supaya penyakitnya cepat sembuh.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Kesehatan Umum
a. Keadaan/Penampilan Umum : Baik
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Berat Badan Sebelum Sakit : 55 kg
d. Berat Badan Saat Ini : 45 kg
e. Tanda-Tanda Vital
o Tekanan Darah : 110/80 mmHg
o Denyut Nadi : 96 kali/menit
o Temperatur : 37,8 ºC
o Pernapasan : 33 kali/menit
2. Kepala
Inspeksi : Warna rambut hitam, distribusi rambut merata, kulit kepala bersih.
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
3. Wajah
Inspeksi : Wajah pucat, tampak meringis, dan juga tampak gelisah.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan.
Page 61
61
4. Mata
Inspeksi : Bentuk simetris kiri dan kanan, konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik,
pasien dapat membaca buku tanpa pakai kaca mata.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
5. Hidung
Inspeksi : Lubang hidung simetris, tidak ada sekret, tidak ada gangguan dengan
penciuman, pasien dapat mencium bau minyak kayu putih dengan
mata tertutup.
Palpasi : Tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan.
6. Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, tidak ada gangguan
pendengaran, pasien dapat mendengar pada jarak 1 meter.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
7. Mulut
Inspeksi : Mukosa bibir lembab, gigi terlihat agak kekuning-kuningan, gigi
masih lengkap.
8. Leher
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada lesi, dapat digerakkan.
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada
pembesaran vena jugularis.
9. Thorak
Inspeksi : Bentuk simetris kiri dan kanan, tidak ada lesi.
Page 62
62
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : Bunyi redup.
Auskultasi : Bunyi paru ronki basah, bunyi jantung I > bunyi jantung II.
10. Abdomen
Inspeksi : Letak simetris, tidak ada lesi.
Auskultasi : Peristaltik 5 kali/menit, (normal : 6 – 10 kali/menit)
Perkusi : Bunyi timpani.
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
11. Ekstremitas
Ekstremitas atas
Inspeksi : Bentuk simetris kiri dan kanan, tidak ada lesi, dapat digerakkan,
sebelah kiri terpasang infus Dextrose 5% 20 tetes/menit.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
Ekstremitas bawah
Inspeksi : Bentuk simetris kiri dan kanan, tidak ada lesi, dan dapat digerakkan.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
12. Kulit
Kulit kering, tampak bersih.
Page 63
63
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboratorium
Tanggal 10 Juni 2011 (saat pasien berada di IGD)
Yang Diperiksa Hasil Nilai Normal
Haemoglobin
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
Glukosa
Ureum Darah
11,5 gr/dl
27,4 x103/ul
784 x103/ul
37 %
75 mg/dl
171 mg/dl
13,0 – 17,0 gr/dl
4,1 – 10,5 x103/ul
150 – 400 x103/ul
40 – 55 %
100 – 140 mg/dl
20 – 45 mg/dl
Tanggal 13 Juni 2011 (saat pasien berada di ruang Gelima II)
Yang Diperiksa Hasil Nilai Normal
Haemoglobin
Leukosit
LED
Trombosit
Hematokrit
Billirubin Total
Billirubin Direct
SGPT
Alk. Posfatase
Protein Total
11,2 gr/dl
17,5 x103/ul
105 mm/jam
520 x103/ul
34 %
0,94 mg/dl
0,77 mg/dl
91 u/l
449 u/L
6,8 g/dl
13,0 -17,0 gr/dl
4,1 – 10,5 x103/ul
0 – 20 mm/jam
150 – 400 x103/ul
40 – 55 %
0 – 1 mg/dl
0 – 0,25 mg/dl
0 – 37u/l
100 – 290 u/L
6,3 – 8 g/dl
Page 64
64
Albumin
Globulin
Ureum Darah
As. Urat Darah
Total Kolesterol
Trigliserida
Gula Darah Puasa
3,7 g/dl
3,7 g/dl
68 mg/dl
14,5 mg/dl
197 mg/dl
88 mg/dl
68 mg/dl
3,2 – 5,2 g/dl
1,3 – 3,2 g/dl
20 – 45 mg/dl
3 – 7 mg/dl
200 mg/dl
30 – 200 mg/dl
60 – 110 mg/dl
Tanggal 20 Juni 2011 (saat pasien berada di ruang Gelima II)
Yang Diperiksa Hasil Nilai Normal
Haemoglobin
Leukosit
LED
Trombosit
Hematokrit
Billirubin Total
Billirubin Direct
SGOT
SGPT
Alk. Posfatase
Protein Total
Albumin
Globulin
9,1 gr/dl
12,9 x103/ul
123 mm/jam
6,7 x103/ul
28 %
0,53 mg/dl
0,43 mg/dl
45 u/l
55 u/l
348 u/L
5,4 g/dl
3,1 g/dl
2,3 g/dl
13,0 – 17,0 gr/dl
4,1 – 10,5 x103/ul
0 – 20 mm/jam
150 – 400 x103/ul
40 – 55 %
0 – 1 mg/dl
0 – 0,25 mg/dl
0 – 31 u/l
0 – 37 u/l
100 – 290 u/L
6,3 – 8 g/dl
3,2 – 5,2 g/dl
1,3 – 3,2 g/dl
Page 65
65
Kreatinin Darah
Ureum Darah
Gula Darah Puasa
Gula Darah 2 J PP
Na
K
Cl
0,6 mg/dl
22 mg/dl
62 mg/dl
115 mg/dl
137 meg/L
137 meg/L
102 meg/L
0,6 – 1,1 mg/dl
20 – 45 mg/dl
60 – 110 mg/dl
100 – 140 mg/dl
135 – 145 meg/L
3,5 – 4,5 meg/L
90 – 110 meg/L
2. Pemeriksaan Sputum
Tanggal 20 Juni 2011
Pemeriksaan sputum BTA I Negatif (-)
Pemeriksaan sputum BTA II Negatif (-)
Pemeriksaan sputum BTA III Negatif (-)
3. Radiologi
Tanggal 11 Juni 2011
Foto thorak PA : Pulmo tampak fibroinfiltrat di paru kanan dan kiri, sinus
phrenicocostalis kanan dan kiri tajam.
Kesimpulan : TB Paru.
Tanggal 17 Juni 2011
CT – Scan thorak : Tampak area hypodens dan hyperdens abnormal di parenchym
paru kanan dan kiri, tampak cavitalis multiple di paru kanan dan
kiri.
Kesimpulan : TB Paru dengan Cavitalis Multiple.
Page 66
66
4. Terapi
a. Oral
o Rifampicin 500 mg 1 x sehari 1 tablet.
o Ethambutol 500 mg 1 x sehari 2 tablet.
o Pyrazinamide 500 mg 1 x sehari 2 tablet.
b. Parenteral
o IVFD RL 20 tetes/menit.
o IVFD Dextrose 20 tetes/menit.
o Ceftriaxone 1 gr/12 jam.
o Drip Ciprofloxasin 200 mg/12 jam.
c. Lain-Lain
o Bedrest.
o Oksigen (O2) 3 liter/menit.
o Diet TKTP.
Page 67
67
ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1 Data Subjektif:
o Pasien
mengatakan bahwa pasien
merasakan sesak dan batuk
mengeluarkan dahak
bercampur darah.
Data Objektif:
o TD : 110/80
mmHg.
o N : 96
kali/menit.
o RR : 33
kali/menit.
o T : 37,8 ºC.
o Pasien tampak
pucat.
o Pasien batuk
mengeluarkan darah (1-2 cc).
o O2 terpasang 3
liter/menit.
Sekret kental dan
bercampur darah.
Bersihan jalan
napas tak efektif.
Page 68
68
2 Data Subjektif:
o Pasien
mengatakan susah tidur.
Data Objektif:
o TD : 110/80
mmHg.
o N : 96
kali/menit.
o RR : 33
kali/menit.
o T : 37,8 ºC.
o Pasien tampak
pucat dan lesu.
o Konjungtiva
pucat.
o Hb : 9,1 gr/dl.
o Pasien terlihat
sering batuk dan sesak.
o O2 terpasang 3
liter/menit.
Sesak dan batuk.
Gangguan pola
tidur.
Page 69
69
Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas Masalah
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekret kental dan bercampur
darah.
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan batuk.
Page 70
70
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional Tindakan
1 Bersihan jalan napas tak efektif
berhubungan dengan sekret kental dan
bercampur darah yang ditandai dengan:
Data Subjektif:
o Pasien mengatakan sesak dan
batuk mengeluarkan dahak
bercampur darah.
Data Objektif:
o TD : 110/80 mmHg.
Bersihan jalan
napas kembali
efektif atau
kembali normal
o Mempertahankan
jalan napas paten
dengan bunyi
napas normal
(vesikuler).
o Pasien bisa batuk
efektif dan
mengeluarkan
sekret.
o TTV dalam
keadaan normal.
1. Kaji fungsi
pernapasan,
contoh Bunyi
napas dan
irama
pernafasan.
1. Penurunan bunyi napas dapat
menunjukkan atelektasis.
Ronki, mengi menujukkan
akumulasi
sekret/ketidakmampuan untuk
membersihkan jalan nafas yang
dapat menimbulkan gangguan
obat aksesori pernafasan
Page 71
71
No Diagnosa Keperawatan
Rencana Keperawatan
Tujuan Kriteria
Hasil Intervensi Rasional Tindakan
o N : 96 x/menit.
o RR : 33x/menit.
o T : 37,8 ºC.
o Pasien tampak pucat.
o Pasien batuk mengeluarkan
darah (1-2 cc).
o O2 terpasang 3 liter/menit.
2. Pertahankan
pemasukan
cairan
sedikitnya
2500 ml/hari.
3. Bersihkan
sekret dari
mulut dan
trakea,
dan peningkatan kerja
pernafasan.
2. Pemasukan tinggi cairan
membantu untuk
mengencerkan sekret,
membuatnya mudah di
keluarkan.
3. Bersihan sekret dari mulut
mencegah obstruksi dan
aspirasi
Page 72
72
penghisapan
sesuai
keperluan.
4. Berikan pasien
posisi
4. Posisi membantu
semi fowler.
Bantu pasien
untuk batuk
dan latihan
nafas dalam.
5. Berikan
oksigen
tambahan
sesuai indikasi.
memaksimalkan ekspansi paru
dan menurunkan upaya
pernafasan.
5. Alat dalam memperbaiki
hipoksemia yang dapat terjadi
sekunder terhadap penurunan
ventilasi/menurunnya
permukaan alveolar paru dan
dapat
Page 73
73
No Diagnosa Keperawatan Rencana Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional Tindakan
6. Beri obat-
obatan sesuai
indikasi: agen
mukolitik.
menghilangkan sesak
6. Agen mukolitik menurunkan
kekentalan dan perlengketan
sekret paru untuk memudahkan
pembersihan.
2 Gangguan pola tidur
berhubungan dengan sesak dan
batuk yang ditandai dengan:
Pola tidur
pasien
kembali
o Pasien dapat
tidur dengan
nyaman.
1. Atur posisi
senyaman
mungkin.
1. Posisi yang nyaman dapat
meningkatkan istirahat tidur
pasien.
Page 74
74
Data Subjektif:
o Pasien mengatakan susah tidur.
Data Objektif:
o TD : 110/80 mmHg.
o N : 96 x/menit.
o RR : 33x/menit.
o T : 37,8 ºC.
o Pasien tampak pucat
normal. o Kebutuhan tidur
pasien
mencukupi.
2. Ciptakan
suasana
ruangan yang
aman dan
nyaman.
3. Kaji penyebab
gangguan pola
tidur pasien.
2. Berguna agar pasien dapat tidur
dengan tenang dan nyaman.
3. Untuk dapat mengidentifikasi
penyebab dari suatu masalah.
dan lesu.
o Konjungtiva pucat.
o Hb : 9,1 gr/dl.
o Pasien terlihat sering batuk dan
sesak.
Page 75
75
IMPLEMENTASI I
Tangg
al/Ja
m
Diagnosa
Keperawatan Tindakan Keperawatan
20
Juni
2011
Pukul
12.00
WIB
Bersihan jalan
napas tak efektif
berhubungan
dengan sekret
kental dan
bercampur darah.
1. Melakukan pemeriksaan bunyi
napas pasien dengan cara:
auskultasi hasilnya terdapat
bunyi ronki basah dan perkusi
pada thorak terdengar bunyi
redup.
2. Menganjurkan pasien untuk
minum banyak, dan juga
mempertahankan pemasukan
cairan melalui intravena
dengan pemasangan infus
Ringer Laktat 20 tetes/menit.
3. Menganjurkan pasien untuk
membersihkan sekret dari
mulutnya dan melakukan
pengisapan lendir apabila
sekret banyak menumpuk di
daerah trakea dengan
menggunakan suction.
Page 76
76
4. Membantu pasien melakukan
posisi semi fowler yang
sebelumnya adalah dalam
posisi berbaring terlentang dan
membantu pasien untuk latihan
nafas dalam dan batuk efektif
dengan cara menyuruh pasien
menarik napas dalam melalui
hidung, tahan beberapa detik
kemudian keluarkan melalui
mulut sambil
membatukkannya.
5. Mempertahankan pemberian
oksigen yang telah dipasang
dengan kecepatan 3
liter/menit.
6. Memberikan obat pada pasien;
Drip Ciprofloxasin 200 mg
pada jam 12.00 WIB, injeksi
Ceftriaxone 1 gr pada jam
12.00 WIB.
Page 77
77
20
Juni
2011
Pukul
12.30
WIB
Gangguan pola
tidur berhubungan
dengan sesak dan
batuk.
1. Membatasi kunjungan dan
merapikan kembali tempat
tidur pasien.
2. Melakukan pengkajian
terhadap penyebab gangguan
pola tidur pasien dengan cara
menanyakan kepada pasien apa
yang menyebabkan pasien
tidak bisa tidur dan pasien
mengatakan bahwa pasien
tidak bisa tidur dikarenakan
pasien sering batuk dan pasien
juga merasakan sesak, tapi
setelah dilakukan pemasangan
oksigen sesak pasien menjadi
berkurang.
Page 78
78
IMPLEMENTASI II
No Tanggal/Jam Diagnosa
Keperawatan
Tindakan
Keperawatan
1 21 Juni
2011
Jam 10.00
WIB
Bersihan jalan
napas tak
efektif
berhubungan
dengan sekret
kental dan
bercampur
darah.
1. Mempertahankan
pemasangan infus
Ringer Laktat 20
tetes/menit dan juga
menganjurkan
kembali pasien untuk
minum yang banyak.
2. Mempertahankan
pemasangan oksigen
dengan kecepatan 3
liter/menit.
3. Mengauskultasi
kembali bunyi napas
pasien dengan
menggunakan
stetoskop; bunyi
yang terdengar
masih bunyi ronki
basah.
4. Memberikan obat;
Page 79
79
Drip Ciprofloxasin
200 mg melalui infus
pada jam 12.00 WIB
dan juga pemberian
injeksi Ceftriaxone 1
gr pada jam 12.00
WIB.
2 21 Juni
2011
Jam 13.00
WIB
Gangguan
pola tidur
berhubungan
dengan sesak
dan batuk.
1. Mengatur suasana
ruangan yang aman
dan nyaman, yaitu
membatasi
kunjungan dan
merapikan kembali
tempat tidur pasien.
2. Menanyakan
kembali pada pasien
tentang pola
tidurnya dan pasien
mengatakan bahwa
pola tidurnya sudah
sedikit membaik
yaitu pasien sudah
bisa tidur dengan
Page 80
80
sedikit tenang
karena sesak yang
dirasakannya sudah
berkurang.
Page 81
81
IMPLEMENTASI III
No Tanggal/Jam Diagnosa
Keperawatan
Tindakan
Keperawatan
1 22 Juni
2011
Jam 12.30
WIB
Bersihan jalan
napas tak
efektif
berhubungan
dengan sekret
kental dan
bercampur
darah.
1. Mempertahankan
pemasukan cairan
dengan infus Ringer
Laktat 20
tetes/menit.
2. Mempertahankan
pemasangan oksigen
dengan kecepatan 3
liter/menit.
3. Memberikan obat;
Drip Ciprofloxasin
200 mg pada jam
12.00 WIB, dan
injeksi Ceftriaxone 1
gr pada jam 12.00
WIB.
2 22 Juni
2011
Jam 13.00
Gangguan
pola tidur
berhubungan
1. Merapikan kembali
tempat tidur pasien.
Page 82
82
WIB dengan sesak
dan batuk.
Page 83
83
EVALUASI I
No Tanggal/Jam Diagnosa
Keperawatan
Catatan
Perkembangan
(SOAPIE)
1 20 Juni
2011
Jam 15.00
WIB
Bersihan
jalan napas
tak efektif
berhubungan
dengan sekret
kental dan
bercampur
darah.
S:
o Pasien mengatakan
bahwa pasien masih
merasakan sesak dan
batuk.
O:
o TD : 115/80 mmHg.
o N : 92 kali/menit.
o RR : 28 kali/menit.
o T : 37,5 ºC.
o Pasien tampak pucat.
o Pasien terlihat masih
batuk.
o Oksigen terpasang 3
liter/menit.
A: Bersihan jalan nafas
tak efektif masih
terjadi.
P: Intervensi dilanjutkan
Page 84
84
(2, 4, 5)
I :
o Mempertahankan
pemasukan cairan
melalui intravena
dengan
pemasangan infus
Ringer Laktat 20
tetes/menit.
o Menganjurkan
pasien untuk
melakukan batuk
efektif; pasien
menarik nafas
dalam, menahan
beberapa detik dan
pasien
membatukkannya,
dan batuknya itu
mengeluarkan
dahak tapi tidak
lagi bercampur
dengan darah.
Page 85
85
o Mempertahankan
pemberian oksigen
yang telah
dipasang dengan
kecepatan 3
liter/menit.
E: Masalah belum teratasi
(intervensi
dilanjutkan).
o TD : 115/80
mmHg.
o N : 90 kali/menit.
o RR : 27 kali/menit.
o T : 37,5 ºC.
o Pasien tampak
pucat.
o Pasien batuk
mengeluarkan
dahak.
o Oksigen terpasang
3 liter/menit.
2 20 Juni Gangguan S:
Page 86
86
2011
Jam 15.00
WIB
pola tidur
berhubungan
dengan sesak
dan batuk.
o Pasien mengatakan
susah tidur.
O:
o TD : 115/80 mmHg.
o N : 92 kali/menit.
o RR : 28 kali/menit.
o T : 37,5 ºC.
o Pasien tampak pucat.
o Konjungtiva pucat.
o Pasien terlihat masih
sesak.
A: Gangguan pola tidur
masih terjadi.
P: Intervensi 1 dan
2 dilanjutkan.
I :
o Meminta keluarga
pasien untuk tidak
berisik dan tidak
terlalu ramai di dalam
ruangan pasien.
o Menanyakan kembali
pada pasien tentang
Page 87
87
tidurnya, apakah
masih merasa
terganggu atau tidak,
dan pasien
mengatakan bahwa
pasien masih belum
bisa tidur karena
pasien masih
merasakan batuk.
E: Masalah belum teratasi
(intervensi dilanjutkan)
o TD : 115/80 mmHg.
o N : 92 kali/menit.
o RR : 28 kali/menit.
o T : 37,5 ºC.
o Pasien masih batuk.
o Pasien tampak pucat.
Page 88
88
EVALUASI II
N
o
Tanggal/Ja
m
Diagnosa
Keperawata
n
Catatan
Perkembangan
(SOAPIE)
1 21 Juni
2011
Jam 15.30
WIB
Bersihan
jalan napas
tak efektif
berhubunga
n dengan
sekret kental
dan
bercampur
darah.
S:
o Pasien mengatakan
bahwa pasien masih
merasa sesak dan
batuk.
O:
o TD : 120/80 mmHg.
o N : 86 kali/menit.
o RR : 26 kali/menit.
o T : 37,2 ºC.
o Pasien masih tampak
sedikit pucat.
o Pasien batuk tidak
mengeluarkan darah
lagi.
A: Bersihan jalan nafas tak
efektif masih terjadi.
P: Intervensi dilanjutkan (1
dan 2)
Page 89
89
I:
o Mempertahankan
pemasangan infus
Ringer Laktat 20
tetes/menit dan juga
menganjurkan
kembali pasien
untuk minum yang
banyak.
o Mempertahankan
pemasangan oksigen
dengan kecepatan 3
liter/menit.
E: Masalah belum teratasi
(intervensi dilanjutkan)
o TD : 120/80 mmHg.
o N : 86 kali/menit.
o RR : 26 kali/menit.
o T : 37,2 ºC.
o Pasien masih sesak dan
batuk.
2 21 Juni
2011
Gangguan
pola tidur
S:
o Pasien mengatakan
Page 90
90
Jam 15.30
WIB
berhubunga
n dengan
sesak dan
batuk.
bahwa pasien sudah
bisa tidur sedikit.
O:
o TD : 120/80 mmHg.
o N : 86 kali/menit.
o RR : 26 kali/menit.
o T : 37,2 ºC.
o Pasien tampak pucat.
o Konjungtiva pucat
A: Gangguan pola tidur
masih terjadi.
P: Intervensi
dilanjutkan (1).
I :
o Merapikan tempat tidur
pasien dan meminta
keluarga untuk tidak
berisik.
E: Masalah belum teratasi
(intervensi dilanjutkan)
o TD : 120/80 mmHg.
o N : 86 kali/menit.
o RR : 26 kali/menit.
Page 91
91
o T : 37,2 ºC.
o Pasien masih terasa
sesak dan batuk.
o Konjungtiva pucat.
Page 92
92
EVALUASI III
N
o
Tanggal/Ja
m
Diagnosa
Keperawata
n
Catatan
Perkembangan
(SOAPIE)
1 22 Juni
2011
Jam 15.00
WIB
Bersihan
jalan napas
tak efektif
berhubunga
n dengan
sekret kental
dan
bercampur
darah.
S:
o Pasien mengatakan
sesak dan batuk yang
dirasakannya sudah
berkurang.
O:
o TD : 120/80 mmHg.
o N : 85 kali/menit.
o RR : 25 kali/menit.
o T : 37,2 ºC.
o Pasien tampak sedikit
tenang.
o Pasien tidak sesak lagi.
o Batuk pasien sudah
berkurang.
A: Bersihan jalan napas tak
efektif sudah berkurang.
P : Intervensi
dilanjutkan (1).
Page 93
93
I :
o Mempertahankan
pemasukan cairan
dengan infus Ringer
Laktat 20
tetes/menit.
E : Masalah belum teratasi
(intervensi dilanjutkan).
o Pasien masih batuk,
tapi sudah
berkurang dari
sebelumnya.
2 22 Juni
2011
Jam 15.00
WIB
Gangguan
pola tidur
berhubunga
n dengan
sesak dan
batuk.
S:
o Pasien mengatakan
bahwa pasien sudah
bisa tidur.
O:
o Pasien dapat
beristirahat dengan
tenang.
o Pasien tampak rileks.
o Pasien tidak sesak lagi.
A: Gangguan pola tidur
Page 94
94
tidak terjadi lagi.
P : Intervensi
dihentikan.
I : Implementasi
dihentikan.
E : Masalah teratasi.