Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang banyak terjadi pada ibu hamil adalah anemia gizi, yang merupakan masalah gizi mikro terbesar dan tersulit diatasi di seluruh dunia. Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, terdapat 37,1% ibu hamil anemia, yaitu ibu hamil dengan kadar Hb kurang dari 11,0 gram/dl, dengan proporsi yang hampir sama antara di kawasan perkotaan (36,4%) dan perdesaan (37,8%). Di Indonesia anemia disebabkan karena defisiensi zat gizi mikro dengan penyebab terbanyak defisiensi zat besi. Anemia defisiensi zat besi lebih cenderung berlangsung di Negara yang sedang berkembang. Diperkirakan 36% atau kira-kira 1400 juta orang dari perkiraan populasi 3800 juta orang di Negara sedang berkembang menderita anemia jenis ini, sedangkan prevalensi di Negara maju hanya sekitar 8% (atau kira-kira 100 juta orang) dari perkiraan populasi 1200 juta orang (Arisman, 2010). Dampak anemia bagi ibu hamil diantaranya adalah memperlemah otot rahim saat persalinan yang menyebabkan masa persalinan memanjang (partus lama) dengan bahaya perdarahan dan infeksi, dan pada bayi dapat terjadi kekurangan oksigen (hipoksia). (Sadikin, M.. 2002) Berdasarkan Laporan KIA Provinsi tahun 2011 dalam Factsheet Upaya Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu, Penyebab kematian ibu terbanyak masih didominasi Perdarahan (32%), disusul Hipertensi (Eklamsia) dalam kehamilan (25%), Infeksi (5%), Partus lama (5%), dan Abortus (1%). Penyebab Lain-lain (32%) cukup besar, termasuk didalamnya penyebab penyakit non obstetrik. World Health Organization (WHO) (2013) melaporkan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih 190 per 100.0000 kelahiran hidup, angka tersebut turun jika dibandingkan dengan tahun 2005 yaitu 250 per 100.000 kelahiran. Angka tersebut masih jauh dari yang ditargetkan MDGs yaitu sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.
25

KTI BISMILLLAH

Dec 11, 2015

Download

Documents

ini KTI ku mana KTI mu
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: KTI BISMILLLAH

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu masalah gizi yang banyak terjadi pada ibu hamil adalah

anemia gizi, yang merupakan masalah gizi mikro terbesar dan tersulit diatasi

di seluruh dunia. Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, terdapat 37,1% ibu hamil

anemia, yaitu ibu hamil dengan kadar Hb kurang dari 11,0 gram/dl, dengan

proporsi yang hampir sama antara di kawasan perkotaan (36,4%) dan

perdesaan (37,8%).

Di Indonesia anemia disebabkan karena defisiensi zat gizi mikro

dengan penyebab terbanyak defisiensi zat besi. Anemia defisiensi zat besi

lebih cenderung berlangsung di Negara yang sedang berkembang.

Diperkirakan 36% atau kira-kira 1400 juta orang dari perkiraan populasi 3800

juta orang di Negara sedang berkembang menderita anemia jenis ini,

sedangkan prevalensi di Negara maju hanya sekitar 8% (atau kira-kira 100

juta orang) dari perkiraan populasi 1200 juta orang (Arisman, 2010).

Dampak anemia bagi ibu hamil diantaranya adalah memperlemah

otot rahim saat persalinan yang menyebabkan masa persalinan memanjang

(partus lama) dengan bahaya perdarahan dan infeksi, dan pada bayi dapat

terjadi kekurangan oksigen (hipoksia). (Sadikin, M.. 2002)

Berdasarkan Laporan KIA Provinsi tahun 2011 dalam Factsheet

Upaya Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu, Penyebab kematian ibu

terbanyak masih didominasi Perdarahan (32%), disusul Hipertensi (Eklamsia)

dalam kehamilan (25%), Infeksi (5%), Partus lama (5%), dan Abortus (1%).

Penyebab Lain-lain (32%) cukup besar, termasuk didalamnya penyebab

penyakit non obstetrik.

World Health Organization (WHO) (2013) melaporkan bahwa Angka

Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih 190 per 100.0000 kelahiran hidup,

angka tersebut turun jika dibandingkan dengan tahun 2005 yaitu 250 per

100.000 kelahiran. Angka tersebut masih jauh dari yang ditargetkan MDGs

yaitu sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.

Page 2: KTI BISMILLLAH

2

Program pemberian tablet zat besi pada ibu hamil sudah dijalankan

sejak tahun 1970 dan mengalami penurunan dalam kasus anemia.

Pengumpulan data nasional pada Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)

tahun 1992, mencatat bahwa 63,5% perempuan hamil menderita anemia.

Angka ini menurun pada Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)

tahun 1995, menjadi 50,5% dan menjadi 40,1% pada tahun 2001 (Depkes,

2007). Namun penurunan yang terjadi tidak signifikan dan masih tinggi jika

dibandingkan dengan negara maju. Hal ini disebabkan karena program

pemerintah tersebut kurang memperhatikan aspek lain. Misalnya bau khas

tablet Fe yang memperparah mual dan muntah pada ibu hamil, dan kurangnya

efektifitas tubuh untuk mengabsorbsi Fe karena tidak disertai faktor

pendukung yang dapat membantu absorbsi Fe seperti protein, vitamin C dan

asam folat. (Azhar, D. S., 2013)

Indonesia merupakan negeri yang memiliki potensi alam yang sangat

melimpah, dan kekayaan ini tentu dapat dan harus dimanfaatkan sebagai salah

satu solusi pemecahan masalah kesehatan yang ada. Daun kelor merupakan

salah satu tanaman yang banyak terdapat di Indonesia, dengan kandungan

gizinya yang diketahui berkali lipat dibandingkan bahan makanan nabati

lainnya tentu daun kelor memiliki potensi yang sangat besar untuk

memecahkan berbagai masalah kesehatan termasuk anemia. Hal ini didukung

oleh Fuglie, bahwa dalam 100 gram daun kelor segar terdapat energi 92.0

kcal, protein 6.7 gram, lemak 1.7 gram, karbohidrat 13.4 gram, zat besi 7 mg,

dan vitamin C 220 mg.

Berdasarkan hal ini, maka penulis tartarik untuk membuat formula

taburia daun kelor yang diharapkan mampu menurunkan tingkat anemia pada

ibu hamil sehingga resiko kematian ibu dapat berkurang.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana formulasi taburia daun kelor untuk menangani anemia

defisiensi zat gizi besi pada ibu hamil ?

Page 3: KTI BISMILLLAH

3

1.3 Tujuan

Tujuan umum:

Menghasilkan formulasi taburia daun kelor untuk penanganan anemia

defisiensi zat gizi besi pada ibu hamil.

Tujuan khusus:

Formulasi taburia daun kelor

Menganalisis kadar zat besi, protein, dan vitamin C pada taburia daun

kelor

Menganalisis sifat organoleptik dari taburia daun kelor

Menilai kelemahan serta keuntungan dari daun kelor dalam penanganan

masalah anemia gizi besi pada ibu hamil

1.4 Manfaat

1.4.1 Praktis

Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa bahan pangan

baku lokal yang mudah, murah, dan berkualitas mempunyai kandungan nilai

gizi yang tinggi yaitu kelor yang mampu menunjang pemenuhan masalah

gizi pada ibu hamil serta mampu memperbaiki kondisi kesehatan ibu hamil.

1.4.2 Teoritis

Dapat dijadikan sebagai pedoman untuk mengaplikasikan metode

penelitian khususnya tentang pemberian gizi pada ibu hamil

dengan anemia gizi besi.

Sebagai pendukung dan sarana untuk penelitian lebih lanjut serta

sebagai pengembangan khasanah ilmu pengetahuan mengenai

pemberdayaan sumber daya lokal untuk pemecahan masalah

anemia gizi besi pada ibu hamil.

Page 4: KTI BISMILLLAH

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anemia dalam Kehamilan

2.1.1 Pengertian Anemia dalam Kehamilan

Anemia ialah keadaan dimana massa eritrosit dan/atau massa

hemoglobin yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk

menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratorik dijabarkan

sebagai penurunan dibawah normal kadar hemohlobin, hitung eritrosit dan

hematokrit (Bakta, 2007).

Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah (eritrosit)

dalam sirkulasi darah atau massa hemoglobin sehingga tidak mampu

memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen ke seluruh jaringan (Tarwoto,

2007).

2.1.2 Penyebab Anemia pada Ibu Hamil

Menurut Winkjosastro (2002) dalam Azhar, D. S. (2013), peningkatan

sel darah merah dan volume darah memiliki perbandingan: plasma 30%, sel

darah 18% dan hemoglobin 19%. Bertambahnya darah dalam kehamilan

sudah dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam

kehamilan antara 32 dan 36 minggu. Secara fisiologis, pengenceran darah ini

berfungsi untuk membantu meringankan kerja jantung yang semakin berat

dengan adanya kehamilan.

2.1.3 Gejala dan Tanda Anemia pada Ibu Hamil

Menurut Tarwoto (2007), anemia pada ibu hamil ditandai dengan gejals

seperti cepat lelah; nyeri kepala; pusing; kesulitan bernapas; palpitasi; serta

pucat pada wajah, telapak tangan, kuku, membran mukosa mulut, dan

konjungtiva.

Page 5: KTI BISMILLLAH

5

2.1.4 Klasifikasi Anemia dalam Kehamilan

Klasifikasi anemia dalam kehamilan menurut Winkjosastro (2002)

dalam Azhar, D. S. (2013), adalah Anemia Defisiensi Besi, Anemia

Megaloblastik, Anemia Hipoblastik, Anemia Hemolitik, dan Anemia-anemia

lain.

2.1.5 Pengaruh anemia Terhadap Kehamilan

Organ uterus atau rahim memerlukan kontraksi yang kuat ketika terjadi

persalinan dan beberapa saat sesudah itu. Kontraksi kuat dalm persalinan

tentu saja untuk mendorong bayi yang beratnya 2,5 sampai 4 kg melalui

saluran yang sempit yang dengan sendirinya mempunyai tahanan tinggi.

Kontraksi sesudah persalinan sangat diperlukan untuk pengecilan (inovulasi)

uterus. Proses ini tidak hanya diperlukan untuk mengembalikan uterus ke

ukuran dan keadaan semula, tetapi juga untuk menghentikan perdarahan

akibat lepasnya plasenta dari perlekatannya di permukaan dalam rahim

(endometrium) yang luas selama kehamilan. Semua proses ini memerlukan

energi dalam jumlah besar, yang hanya bisa dipenuhi oleh metabolisme

aerob. Ini berarti diperlukan oksigen dalam jumlah yang besar. Anemia jelas

akan memperlemah kontraksi otot rahim ketika terjadi persalinan (atonia

uteri), menyebabkan masa persalinan memanjang (partus lama) dengan

bahaya perdarahan dan infeksi. Di pihak lain, pada bayi akan terjadi

kekurangan oksigen (hipoksia) karena tali pusat yang merupakan sumber

darah kaya akan oksigen terlalu lama terjepit oleh badan bayi yang berada di

jalan lahir yang sempit, akibat lemahnya dorongan oleh kontraksi rahim yang

juga lemah tersebut. Lambat atau terganggunya proses inovulasi uterus akan

menyebabkan permukaan luka akibat lepasnya plasenta tetap luas, sehingga

kehilangan darah menjadi lebih banyak. Selain itu, luka yang luas membuka

peluang yang besar untuk infeksi pasca melahirkan. Semua keadaan yang

disebutkan dan dapat terjadi ini merupakan faktor-faktor yang sangat

meningkatkan angka kesakitan dan kematian ibu dan anak oleh persalinan.

(Sadikin, M. 2002)

Page 6: KTI BISMILLLAH

6

2.2 Daun Kelor

2.2.1 Pengertian Daun Kelor

Kelor atau merunggai (Moringa oleifera) adalah sejenis tumbuhan dari

suku Moringaceae. Tumbuhan ini memiliki ketinggian batang 7—11 meter.

Daun majemuk, bertangkai panjang, tersusun berseling, beranak daun gasal

(imparipinnatus), helai daun saat muda berwarna hijau muda. Bunganya

berwarna putih kekuning-kuningan dan tudung pelepah bunganya berwarna

hijau, bunga ini keluar sepanjang tahun dengan aroma bau semerbak. Buah

kelor berbentuk segitiga memanjang yang disebut kelentang. Batangnya

berkayu (lignosus), tegak, berwarna putih kotor, kulit tipis, permukaan kasar;

percabangan simpodial, arah cabang tegak atau miring, cenderung tumbuh

lurus dan memanjang.

2.2.2 Klasifikasi Kelor

Klasifikasi dari kelor yaitu berasal dari Kingdom Plantae, dari Ordo

Brassicales, dari Famili Moringaceae, dari Genus Moringa, dan merupakan

spesies M. Oleifera.

2.2.3 Kandungan Gizi Daun Kelor

Berdasarkan hasil penelitian Lowell J. Fuglie, dalam 100 gram daun

kelor, mengandung zat gizi sebagai berikut:

Daun Kelor Segar

Bubuk Daun Kelor

Energi (kkal) 92.0 205.0Protein (g) 6.7 27.1Lemak (g) 1.7 2.3Karbohidrat (g) 13.4 38.2Serat (g) 0.9 19.2Mineral (g) 2.3 -Ca (mg) 440.0 2.003Mg (mg) 24.0 368.0P (mg) 70.0 204.0K (mg) 259.0 1.324Cu (mg) 1.1 0.57Fe (mg) 7.0 28.2S (mg) 137.0 870.0

Page 7: KTI BISMILLLAH

7

Asam oksalat (mg) 101.0 1.6%Vitamin A – ß carotene (mg) 6.8 16.3Vitamin B- choline (mg) 423.0 -Vitamin C-ascorbic acid (mg) 220.0 17.3Vitamin E-tocopherol acetate (mg)

- 113.0

2.3 Zat Besi

2.3.1 Pengertian Zat Besi

Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam

tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia

dewasa. Besi mempunyai beberapa fungsi esensial bagi tubuh: sebagai alat

angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron

di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam

jaringan tubuh. (Almatsier, 2001)

2.3.2 Absorbsi Zat Besi

Zat besi yang berasal dari makanan yang telah dikonsumsi akan diserap

dalam usus. Menurut (Bakta, 2000) proses absorbsi zat besi dalam usus terdiri

atas tiga fase, yaitu:

2.3.2.1 Fase Luminal

Pada fase luminal ikatan dari bahan makanan dilepaskan atau diubah

menjadi bentuk terlarut dan terionisasi. Kemudian zat besi dalam bentuk feri

(Fe3+) direduksi menjadi bentuk fero (Fe2+) sehingga siap diserap usus. Dalam

proses ini getah lambung dan asam lambung memegang peranan penting.

Absorbsi paling baik terjadi pada duodenum dan jejenum proksimal. Hal ini

dihubungkan dengan jumlah reseptor pada permukaan usus dan pH usus. Di

dlam usus, besi akan dibedakan menjadi:

a. Besi hem: Diserap secara langsung, tidak dipengaruhi oleh bahan

penghambat maupun pemacu. Prosentase absorbsinya 10-25 % atau 4 kali

dari besi non hem. Senyawa besi hem terdapat daginf, ikan, dan hati. Besi

hem ini diserap secara utuh dan setelah berada pada epitel usus (enterosit)

Page 8: KTI BISMILLLAH

8

akan dilepaskan dari rantai porfirin oleh enzim haemoxygenase, kemudian

ditransfer ke dalam plasma atau disimpan dalam ferritin.

b. Besi non hem: Absorbsinya sangat dipengaruhi oleh zat pengikat (ligand)

yang dapat menghambat ataupun memacu ansorbsi.

- Zat pemacu

Adalah zat-zat yang mempertahankan besi agar tetap dalam keadaan

terlarut. Bahan-bahan yang bekerja sebagai pemacu utama ialah daging,

ikan, hati, asam askorbat atau vitamin C. Beberapa bahan yang terdapat

dalam daging yang dikenal sebagai meat factor seperti asam amino,

cysteine dan glutathion dapat meningkatkan absorbsi besi melalui

pembentukan soluble chelate yang mencegah polimerisasi dan presipitasi

besi. Asam askorbat merupakan bahan pemacu absorbsi yang sangat kuat

yang berfungsi sebagai reduktor yang dapat mengubah feri menjadi fero,

mempertahankan pH usus tetap rendah sehingga mencegah presipitasi

feri dan bersifat sebagai monomeric chelator yang membentuk iron-

ascorbate chelate yang lebih mudah diserap.

- Zat penghambat atau inhibitor

Adalah zat yang membentuk kompleks yang mengalami presipitasi

sehingga besi sulit diserap. Zat penghambat absorbsi besi sebagian besar

terdapat dalam makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.

Penghambat paling kuat adalah senyawa polifenol seperti tanin dalam

teh. Teh dapat menurunkan absorbsi hingga 80% sebagai akibat

terbentuknya kompleks besi-tanat. Kopi juga mengandung polifenol

tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan teh. Bahan

penghambat lain diantaranya adalah phytate, bekatul, kalsium, fosfat,

oksalat, dan serat (fiber) yang dapat membentuk kompleks polimer besar.

2.3.2.2 Fase Mukosal

Pada fase mukosal besi diserap secara aktif melalui reseptor. Jika dosis

terlalu besar besi akan masuk secara difusi pasif. Dalam sel enterosit, besi

akan diikat oleh suatu karier protein spesifik dan ditransfer melaluoi sel ke

Page 9: KTI BISMILLLAH

9

kapiler atau disimpan dalam bentuk firitin dalam enterosit kemudian dibuang

bersamaan dengan deskuamisi epitel usus.

2.3.2.3 Fase Sistemik

Pada fase sistemik, besi yang masuk ke plasma diikat oleh apotransferin

menjadi transferim dan diedarkan ke seluruh tubuh, terutama ke sel eritroblast

dalam sumsum tulang. Semua sel mempunyai reseptor transferin pada

permukaannya. Transferin ditangkap oleh reseptor ini dan kemudian melalui

proses pinositosis (endositosis) masuk ke dalam vesikel (endosome) dalam

sel. Penurunan pH akan membuat besi, transferin, dan reseptor terlepas dari

ikatannya. Besi akan dipakai oleh sel sedangkan reseptor dan transferin

dikeluarkan dan dipakai ulang. Besar kecilnya penyerapan besi oleh usus

ditentukan oleh faktor intraluminal dan faktor regulasi eksternal. Faktor

intraluminal ditentukan oleh jumlah besi dalam makanan, kualitas besi (besi

hem atau non hem), perbandingan jumlah pemacu dan penghambat dalam

makanan. Faktor regulasi luar ditentukan oleh cadangan besi tubuh dan

kecepatan eritropoesis.

2.4 Hubungan antara Anemia dalam Kehamilan dengan Daun Kelor

Perubahan fisiologis ibu hamil menyebabkan kebutuhannya akan

berbagai zat gizi meningkat, diantaranya adalah kebutuhan zat besi. Jika

kebutuhan ini tidak terpenuhi, ibu hamil dapat menderita anemia dan anemia

akan memberikan dampak buruk terhadap ibu maupun janin. Untuk

mencegah dan atau mengatasi anemia pada ibu hamil, bahan alami yang dapat

dimanfaatkan karena kandungan zat besinya tinggi dan mudah didapat adalah

daun kelor.

Menurut Fuglie, daun kelor segar mengandung zat besi sebanyak 7 mg

per 100 gram bahan. Namun, zat besi yang terdapat pada daun kelor

merupakan zat besi non hem yang absorbsinya sangat dipengaruhi oleh zat

pengikat (ligand) yang dapat memacu maupun menghambat absorbsi. Salah

satu bahan yang dapat berperan sebagai zat pemacu adalah asam askorbat

atau vitamin C. Asam askorbat merupakan zat pemacu kuat yang berfungsi

Page 10: KTI BISMILLLAH

10

mereduksi besi feri menjadi fero dalam usus halus sehingga mudah

diabsorbsi, menghambat pembentukan homosiderin yang sukar dimobilisasi

untuk membebaskan besi bila diperlukan, serta berperan dalam memindahkan

besi dari transferin di dalam plasma ke feritin hati. Absorpsi besi dalam

bentuk nonhem meningkat empat kali lipat bila ada vitamin C (Almatsier,

2001). Pada daun kelor, dapat ditemukan sebanyak 220 mg vitamin C dalam

100 gram bahan.

Pada fase sistemik, besi yang masuk ke plasma diikat oleh apotransferin

menjadi transferim dan diedarkan ke seluruh tubuh, terutama ke sel eritroblast

dalam sumsum tulang (Bakta, 2000). Dengan kata lain, apotransferin

merupakan zat yang sangat penting dalam proses distribusi zat besi. Penyusun

dasar apotransferin adalah protein yang juga banyak terdapat dalam daun

kelor, yaitu sebesar 6.7 gram dalam 100 gram bahan.

Page 11: KTI BISMILLLAH

11

2.5 Kerangka Konsep

Kehamilan

Kebutuhan Oksigen ↑

Serum darah meningkat 25-30%, sel darah meningkat

20%

Kerja jantung meningkat

Hemodilusi

Peningkatan hormon Gangguan penyerapan zat besi

Emesis Gravidarum

Undernutrition

Kurangnya asupan zat besi pada

makanan sehari-hari

Gangguan pencernaan

Konsumsi zat penghambat

penyerapan zat besi

Konstipasi

Hb dan konsentrasi hematokrit ↓

Anemia pada kehamilan

Sumber: (Azhar, D. S. dkk, 2013)

Transport Fe dari duodenum ke hati

meningkat

Transferin ↑

Asupan protein↑

Hb meningkat

Penyerapan zat besi optimal

Reduktor

Fe3+ → Fe2+

Asupan zat besi ↑+

Asam askorbat ↑

Abikel (Abon ikan kelor)Ikan Daun kelor

Page 12: KTI BISMILLLAH

12

BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menerapkan

desain penelitian Rancangan Acak Lengkap (RAL), menggunakan faktor tunggal.

Pada tahap formulasi faktor tunggalnya adalah daun kelor dengan berbagai

proporsi.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan bulan Mei 2015, bertempat di: laboratorium Ilmu

Teknologi Pangan / ilmu bahan makanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang

3.3 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam yang digunakan dalam pembuatan

formulasi abon ikan dan kelor (abikel) adalah sebagai berikut:

Alat : Bahan :

Baskom : 3 buah

Wajan : 1 buah

Pisau : 4 buah

Blender : 1 buah

Spatula : 1 buah

Timbangan : 1 buah

Piring olah : 5 buah

Gelas ukur : 1 buah

Telenan : 2 buah

Panci : 1 buah

Oven : 1 buah

Loyang : 4 buah

Risopan : 1 buah

Ikan gabus : 1 kg

Santan kelapa : 1 butir kelapa

(santan kental)

Gula merah : 250 gram

Lengkuas : 100 gram

Garam : 30 gram

Cabe merah besar : 100 gram

Kemiri : 100 gram

Bawang merah : 50 gram

Bawang putih : 50 gram

Daun salam : 8 lembar

Daun jeruk : 8 lembar

Minyak goreng : 30 ml

Page 13: KTI BISMILLLAH

13

Sedangkan alat yang digunakan dalam pengujian sifat organoleptik

formula abon ikan dan kelor (abikel) adalah sebagai berikut:

Alat : Bahan :

Formulir uji hedonik :10 lembar

Baki orlep : 5 set

Sendok : 10 buah

Gelas : 10 buah

Abon ikan (standar) : 100 g

Formula 1 : 100 g

Formula 2 : 100 g

Sa

3.5 Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Jenis penelitian yang kami lakukan adalah true eksperimen. Kami menguji

kadar protein, Fe, dan vitamin C dengan menggunakan pendekatan teoritis

untuk menguji kadar pada produk abon ikan kelor, karena keterbatasan dana

dan waktu untuk mendapatkan reagen

3.6 Pengolahan Data

Proporsi formulasi Abikel (abon ikan kelor) merupakan proporsi yang

didasarkan pada sifat organoleptik pangan meliputi warna, aroma, rasa dan

tekstur. Peralatan untuk analisis mutu organoleptik adalah formulir uji

hedonik.

Page 14: KTI BISMILLLAH

14

3.7 Metode Pelaksanaan Penelitian

BAB IV

Daun kelor

Blanching daun kelor

Ikan

Abon ikan

Abon ikan kelor

Analisis sifat dan mutu organoleptik

Pencacahan daun kelor

Page 15: KTI BISMILLLAH

15

BAB IVPEMBAHASAN

4.1 Formulasi Abon Ikan Kelor

Berdasarkan Angka Kecukupan Zat Gizi (AKG) 2013, kebutuhan zat

besi ibu hamil adalah sebesar 26 mg/hari. Takaran yang digunakan dalam

setiap konsumsi yaitu 5 gram dengan frekuensi 3 kali sehari, yang berarti

masih menyisakan 10 gram abon ikan kelor.

Terdapat tiga variasi formulasi abon ikan kelor dengan proporsi yaitu

satu sampel standart, formulasi 1 dengan penambahan daun kelor sebanyak

30%, dan formulasi 2 dengan penambahan daun kelor sebanyak 40%,

a) Standar

Berat (g) Fe (mg) Protein (gram)

Vitamin C (mg)

Abon ikan 393 130,7 148,5 233,3Total 393 140,2 157,7 239,2Dalam 100 gram Abon

100 33,25 37,78 59,36

b) Formulasi 1

Berat (g) Fe (mg) Protein (gram)

Vitamin C (mg)

Abon ikan 393 130,7 148,5 233,330% daun kelor segar

117,9(setara dengan 20,3 g tepung)

5,7 5,5 3,5

Total Abikel 413,3 136,4 154,0 236,8Dalam 100 gram Abikel

100 33,02 37,28 57,33

Dalam 15 gram Abikel

15 4,95 5,58 8,55

Dalam 5 gram Abikel

5 1,65 1,86 2,85

Page 16: KTI BISMILLLAH

16

c) Formulasi 2

Berat (g) Fe (mg) Protein (gram)

Vitamin C (mg)

Abon ikan 393 130,7 148,5 233,340% daun kelor segar

157,2(setara dengan 27,19 g tepung)

7,7 7,4 4,7

Total Abikel 420,19 138 155,9 238Dalam 100 gram Abikel

100 32,85 37,11 56,67

Dalam 15 gram Abikel

15 4,92 5,55 8,49

Dalam 5 gram Abikel

5 1,64 1,85 2,83

Adapaun hasil penilaian sifat organoleptik dari ketiga formulasi tersebut

adalah sebagai berikut:

NO. SIFAT ORGANOLEPTIK

STANDAR(974)

FORMULA 1(221)

FORMULA 2(521)

1 Warna 39 47 43

2 Aroma 28 44 40

3 Rasa 28 46 48

4 Tekstur 36 39 36

Keterangan:

Sangat Tidak suka = 0 – 10

Tidak suka = 11 – 20

Agak tidak suka = 21 – 30

Agak suka = 31 – 40

Suka = 41 – 50

Sangat suka = 51 - 60

Dari kedua formula tersebut, dapat disimpulkan bahwa formulasi

dengan kandungan Fe, protein, dan vitamin C tertinggi dan sifat organoleptik

terbaik adalah formulasi 1.

Page 17: KTI BISMILLLAH

17

Jika setiap kali makan ibu hamil mengkonsumsi abikel sebanyak 5

gram (setara dengan 1 sendok makan) dengan frekuensi 3 kali sehari, maka

setiap harinya ibu hamil mendapat asupan Fe sebanyak 4,92 mg dari 15 gram

abikel yang memenuhi 19% AKG.

4.2 Keunggulan Teknologi

Keunggulan pada produk ini adalah bentuknya abon bisa dijadikan

lauk setiap saat serta dapat diolah kembali menjadi kudapan, misalnya

menjadi isian kue lemper, pastel, sumpia, dan kudapan. Formulasi pada

produk ini merupakan abon ikan dengan penambahan daun kelor, dengan

kandungan Fe pada ikan dan daun kelor yang lebih kompleks karena disertai

vitamin C sebagai reduktor yang dapat mengubah feri menjadi fero serta

protein yang berguna untuk mendistribusikan Fe. Sehingga pemenuhan Fe

pada ibu hamil lebih efektif. Penambahan kelor selain menambah nilai gizi

juga meningkatkan cita rasa, karena mengurangi rasa amis dari ikan tersebut.

4.3 Kelemahan Produk

Kelemahan pada produk ini adalah produk ini belum dapat memnuhi

100% kebutuhan ibu hamil terhadap Fe. Dengan penambahan 30% daun kelor

pada abon dapat mememnuhi 18,92 % dari kebutuhan Fe per hari.

Page 18: KTI BISMILLLAH

18

BAB VPENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

formula 1 (abon dengan penambahan 30% daun kelor) adalah formula

terbaik, baik dari segi kandungan zat gizi maupun sifat organoleptiknya.

Kandungan gizi abon ikan kelor formula 1 adalah sebagai berikut:

Berat (g) Fe (mg)

Protein (gram)

Vitamin C (mg)

Abon ikan 393 130,7 148,5 233,3

30% daun kelor segar

117,9(setara dengan 20,3 g tepung)

5,7 5,5 3,5

Total Abikel 413,3 136,4 154,0 236,8Dalam 100 gram Abikel 100 33,02 37,28 57,33

Dalam 15 gram Abikel 15 4,95 5,58 8,55

Dalam 5 gram Abikel 5 1,65 1,86 2,85

5.2 Saran

Adapun beberapa saran yang ingin kami berikan, antara lain:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu

alternatif penanganan kasus anemia pada ibu hamil

2. Diperlukan penelitian lebih lanjut dan mendalam agar bisa bermanfaat

secara nyata bagi penderita anemia

Page 19: KTI BISMILLLAH

19

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka

Utama

Arisman, 2010. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta : Buku Ajar Ilmu Gizi ECG

Azhar, D. S. Dkk. 2013. “Formulasi Sirup ‘Edukasi’ untuk Penanganan Anemia

Defisiensi Gizi Besi pada Ibu Hamil”. KTI Mahasiswa Poltekkes Kemenkes

Malang dalam Polytechnic’s Event and Recognition Technopreneurship of

Health (PERTH) Tahun 2013.

Bakta, I., 2007. Hematologi. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta

Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013.

http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%

202013.pdf [diakses pada tanggal 18 Maret 2015]

Kementrian Kesehatan RI. Upaya Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu.

http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/wp-

content/uploads/downloads/2013/01/ Factsheet_Upaya-PP-AKI.pdf [diakses

pada tanggal 18 Maret 2015]

Sadikin, Mohammad. 2002. Biokimia Darah. Jakarta:Widya Medika

World Health Organization (WHO). 2014. Trends in Maternal Mortality: 1990 to

2013. http://www.who.int/gho/maternal_health/countries/idn.pdf [diakses

pada tanggal 5 April 2015]

Lowell J. Fuglie. Moringa Tree : A Local Solution for Malnutrition?.

http://miracletrees.org/ moringa-doc/moringa_the_miracle_tree.pdf. [diakses

pada tanggal 5 April 2015]

Page 20: KTI BISMILLLAH

20

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Faiz Wildani Nisa

Umur : 20 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Tempat dan tanggal lahir : Kediri, 13 Maret 1995

Status : Belum Menikah

Alamat : Jalan Mastrip 20 Kediri

Email : [email protected]

No telpon : 085736351670

Riwayat pendidikan :

1. TK BHAYANGKARI 41 Kota Kediri2. SDN SUKORAME 2 Kota Kediri3. SMPN 1 Kota Kediri4. MAN KOTA KEDIRI 35. POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG JURUSAN GIZI

Page 21: KTI BISMILLLAH

21

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Rizka Nizar Kurniawati

Umur : 19 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Tempat dan tanggal lahir : Ngawi, 17 Oktokber 1995

Status : Belum Menikah

Alamat : Dsn Tempurejo RT 03 RW 07 Ds Tempuran Kecamatan Paron Kabupaten Ngawi

Email : [email protected]

No telpon : 085790283891

Riwayat pendidikan :

1. TK RA NAWAKARTIKA IV Tempuran Ngawi 2. MI FIESABILIL MUTTAQIEN TEMPUREJO3. MTSN 1 PARON NGAWI4. SMAN 2 NGAWI5. POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG JURUSAN GIZI

Page 22: KTI BISMILLLAH

22

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Putri Nila Widuriana

Umur : 20 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Tempat dan tanggal lahir : Sidoarjo, 14 Februari 1995

Status : Belum Menikah

Alamat : Dsn Kisik RT 01/ RW 11 Desa Gempol kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan

Email : [email protected]

No telpon : 085790283891

Riwayat pendidikan :

1. TK PKK 02 KISIK GEMPOL2. SDN GEMPOL 1 KABUPATEN PASURUAN3. SMPN 3 BANGIL KABUPATEN PASURUAN4. SMAN 1 BANGIL KABUPATEN PASURUAN5. POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG JURUSAN GIZI

Page 23: KTI BISMILLLAH

23

Lampiran 1

Prosedur Pembuatan Formula Abon, Ikan, dan Kelor (Abikel)

Campurkan kedua bahan tersebut lalu sangrai hingga kering (setelah kering baru masukkan gula merah

yang sudah di iris tipis)

Campurkan kedua bahan tersebut lalu sangrai

hingga kering

Oven bahan yang sudah disangrai hingga memperoleh tekstur yang diinginkan ± 12 jam dengan suhu

60o

Siangi dan cuci ikan sampai bersih dari duri dan darah

Kukus ikan selama ±35 menit hingga ikan matang

Suir ikan hingga menyerupai tekstur abon yang diinginkan

Haluskan bumbu bumbu abon (bawang merah, bawang putih,

cabai, lengkuas dihaluskan)

Tumis bumbu hingga harum lalu masukkan ikan, sangrai hingga

kering

Blanching daun kelor ± 1 menit lalu tiriskan

Cacah kecil daun kelor

Page 24: KTI BISMILLLAH

24

Lampiran 2

Tabel Hasil Uji Hedonik terhadap Formula Abon, Ikan, dan Kelor (Abikel)

FORMULA panelis Warna Aroma Rasa Tekstur

1 4 4 2 52 5 3 5 33 5 3 2 44 5 5 1 25 5 2 5 56 1 2 4 17 3 2 3 38 3 3 3 59 4 3 2 5

STANDART

10 4 1 1 3Total 39 28 28 36

1 5 5 4 52 4 4 2 43 4 3 4 24 6 3 3 45 4 3 5 46 6 6 6 67 4 5 5 68 5 5 6 29 6 5 6 4

FORMULASI 1

10 3 5 5 2Total 47 44 46 39

1 6 5 6 52 4 5 6 53 4 4 5 34 5 3 2 35 4 3 5 46 2 4 6 27 4 4 6 38 4 5 2 39 5 5 5 4

FORMULA 2

10 5 2 5 4Total 43 40 48 36

Page 25: KTI BISMILLLAH

25