Top Banner
1 KRISTA NEURAL Sedemikian, disamping seluruh pertanyaan tentang kuantitas, ada juga perta-nyaan tentang pola yang sangat penting untuk mengenal Alam. (Alfred North Whitehead, 1934). Seperti halnya ahli entomologi dalam meneliti kemisteriusan kupu-kupu sebagai makhluk yang berwarna sangat indah, perhatian perburuan kita, adalah sel-sel dengan bentuk yang halus dan elok di dalam kebun material kelabu. (Santiago Ramony Cajal (1937). Pada Bab ini kita meneruskan pembicaraan perkembangan ektoderma kita. Fokus pembicaraan saat ini pada sel-sel krista neural dan panduan akson. Sel-sel krista neural dan pertumbuhan konus-konus akson menyediakan sarana bermigrasinya mereka dari sumber asal- mulanya ke tempat-tempat spesifik di dalam embrio. Mereka berdua harus mengenal isarat untuk memulai migrasinya, dan mereka berdua harus merespon sinyal-sinyal yang memandu mereka sepanjang rute-rute spesifik ke tempat tujuan akhir mereka. Riset akhir-akhir ini telah ditemukan bahwa banyaknya sinyal yang dikenali oleh sel-sel krista neural dan oleh konus pertumbuhan akson, adalah sama. KRISTA NEURAL Walaupun diderivatkan dari ektoderma, krista neural kadang-kadang disebut sebagai lapisan germinal ke-4 dikarenakan kepentingannya. Bahkan sering disebut, kemungkinan secara hiperbolik, bahwa “sesuatu yang menarik tentang vertebrata hanyalah krista neural” (dari Thorogood, 1989). Sel-sel krista neural berasal mula dari region paling dorsal pipa neural. Eksperimen-eksperimen transplantasi ketika lempeng neural burung puyuh dicangkokkan ke dalam ektoderma non neural ayam, memperlihatkan bahwa jaringan-jaringan yang dijajarkan ini menginduksi pembentukan sel-sel krista neural, dan calon lempeng neural maupun calon epidermis mengkontribusi untuk krista neural (Slleck and Bronner-Fraser, 1995; juga Mancila and Mayor, 1996). Sel-sel krista neural bermigrasi secara luas untuk menggenerasikan suatu jumlah sangat banyak tipe-tipe sel yang terdiferensiasi. Tipe-tipe sel ini termasuk (1) sel-sel neuron dan sel-sel glial sensorii sistem syaraf simpatik, dan parasimpatik; (2) sel-sel medula kelenjar adren yang memproduksi epineprin; (3) sel-sel mengandung pigmen epidermis, dan (4) banyak komponen jaringan skelet dan jaringan ikat kepala. Nasib sel-sel krista neural tergantung pada, kemana mereka bermigrasi dan ditempatkan. Tabel 13.1 merupakan ringkasan beberapa tipe sel yang berasal mula (diderivatkan) dari krista neural.
23

Krista Neural

Nov 14, 2015

Download

Documents

Ardianti Dianti

TT
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 1

    KRISTA NEURAL

    Sedemikian, disamping seluruh pertanyaan tentang kuantitas, ada juga perta-nyaan

    tentang pola yang sangat penting untuk mengenal Alam. (Alfred North Whitehead, 1934).

    Seperti halnya ahli entomologi dalam meneliti kemisteriusan kupu-kupu sebagai makhluk

    yang berwarna sangat indah, perhatian perburuan kita, adalah sel-sel dengan bentuk

    yang halus dan elok di dalam kebun material kelabu. (Santiago Ramony Cajal (1937).

    Pada Bab ini kita meneruskan pembicaraan perkembangan ektoderma kita. Fokus

    pembicaraan saat ini pada sel-sel krista neural dan panduan akson. Sel-sel krista neural dan

    pertumbuhan konus-konus akson menyediakan sarana bermigrasinya mereka dari sumber asal-

    mulanya ke tempat-tempat spesifik di dalam embrio. Mereka berdua harus mengenal isarat untuk

    memulai migrasinya, dan mereka berdua harus merespon sinyal-sinyal yang memandu mereka

    sepanjang rute-rute spesifik ke tempat tujuan akhir mereka. Riset akhir-akhir ini telah ditemukan

    bahwa banyaknya sinyal yang dikenali oleh sel-sel krista neural dan oleh konus pertumbuhan

    akson, adalah sama.

    KRISTA NEURAL

    Walaupun diderivatkan dari ektoderma, krista neural kadang-kadang disebut sebagai

    lapisan germinal ke-4 dikarenakan kepentingannya. Bahkan sering disebut, kemungkinan secara

    hiperbolik, bahwa sesuatu yang menarik tentang vertebrata hanyalah krista neural (dari

    Thorogood, 1989). Sel-sel krista neural berasal mula dari region paling dorsal pipa neural.

    Eksperimen-eksperimen transplantasi ketika lempeng neural burung puyuh dicangkokkan ke

    dalam ektoderma non neural ayam, memperlihatkan bahwa jaringan-jaringan yang dijajarkan ini

    menginduksi pembentukan sel-sel krista neural, dan calon lempeng neural maupun calon

    epidermis mengkontribusi untuk krista neural (Slleck and Bronner-Fraser, 1995; juga Mancila

    and Mayor, 1996).

    Sel-sel krista neural bermigrasi secara luas untuk menggenerasikan suatu jumlah sangat

    banyak tipe-tipe sel yang terdiferensiasi. Tipe-tipe sel ini termasuk (1) sel-sel neuron dan sel-sel

    glial sensorii sistem syaraf simpatik, dan parasimpatik; (2) sel-sel medula kelenjar adren yang

    memproduksi epineprin; (3) sel-sel mengandung pigmen epidermis, dan (4) banyak komponen

    jaringan skelet dan jaringan ikat kepala. Nasib sel-sel krista neural tergantung pada, kemana

    mereka bermigrasi dan ditempatkan. Tabel 13.1 merupakan ringkasan beberapa tipe sel yang

    berasal mula (diderivatkan) dari krista neural.

    HpHighlight

    HpHighlight

    HpHighlight

    HpHighlight

  • 2

    Tabel 13.1 Derivatif krista neural

    Derivatif Tipe sel atau struktur derivatif

    Sistem syaraf perifer Neuron-neuron, termasuk ganglia sensorii, ganglia simpatik dan parasimpatik

    dan pleksus-pleksus

    Sel-sel neuroglia

    Sel-sel Schwann

    Derivatif endokrin dan Medula adren

    paraendokrin Sel-sel pensekresi kalsitonin

    Sel-sel tipe I carotid body

    Sel-sel pigmen Sel-sel pigmen epidermis

    Kartilago dan tulang muka Kartilago dan tulang muka dan tulang tengkorak ventral

    Jaringan ikat Stroma dan endothelium kornea

    Papila gigi

    Dermis, otot mulut dan jaringan adipose kulit kepala dan leher

    Jaringan ikat saliva dan lakrimal, timus, tiroid, dan kel.pituitaria

    Jaringan ikat dan otot halus dalam arteri yang berasal dari arkus aor-

    tikus

    Sumber: Sesudah Jacobson 1991, diambil dari banyak sumber

    Krista neural dapat dibagi menjadi 4 domain fungsional utama (tetapi juga overlap)

    (Gambar 13.1):

    Krista neural kranial (sefalik), sel-sel yang bermigrasi kearah dorsolateral untuk

    membentuk mesenkhim-mesenkhim kraniofasial yang berdiferensiasi menjadi kartilago,

    tulang, neuron-neuron kranial, glia dan jaringan ikat muka. Sel-sel ini masuk arkus

    arkus dan kantung-kantung faring untuk memunculkan sel-sel timus, odontoblas

    primordial gigi dan tulang telinga tengah dan tulang rahang.

    Krista neural badan (batang tubuh), sel-sel yang menerima dua jalur utama. Sel-sel krista

    neural yang menjadi melanosit pensintesis pigmen, bermigrasi dorso-lateral ke dalam

    ektoderma untuk melanjutkan jalurnya kearah linia mediana ventral perut. Jalur migrasi

    kedua menempatkan sel-sel krista neural badan kearah ventrolateral melewati tengahan

    anterior setiap sklerotoma. (Sklerotoma adalah blok-blok sel mesoderma derivat somit,

    yang akan berdiferensiasi menjadi kartilago vertebra bagian korda spinal). Sel-sel krista

    neural yang tetap dalam sklerotoma membentuk radik ganglia dorsal yang berisi neuron-

    neuron sensorii. Sel-sel krista neural yang terus ke lebih ventral membentuk ganglia

    simpatik, medulla adren dan kelompok-kelompok syaraf yang mengelilingi aorta.

    Sel-sel krista neural daerah vaga (leher) dan daerah sakral, sel-sel yang menggenerasikan

    ganglia-ganglia parasimpatik (enterik) perut (Le Douarin and Teillet 1973; Pomeranz et

    al. 1991). Krista neural vagal berada berbalikan somit-somit ayam 1-7, sedang krista

    neural sakral terletak posterior somit ke-28.Kegagalan migrasi sel-sel krista neural dari

    region ini ke colon, menghasilkan ketiadaan tumbuhnya ganglion enterik dan dengan

    demikian meniadakan gerakan peristaltik di dalam usus besar.

    HpHighlight

    HpHighlight

    HpHighlight

    HpHighlight

  • 3

    Krista neural kardiaka berlokasi diantara krista neural badan dan krista neural kranial.

    Pada embio ayam, region krista neural ini meluas dari somit pertama sampai somit ke-3,

    beroverlap dengan bagian anterior krista neural pertama vagal (Kirby 1987; Kirby dan

    Waldo, 1990). Sel-sel krista neural kardiaka dapat berkembang menjadi melanosit,

    neuron-neuron, kartilago dan jaringan ikat (arkus faring ke-3, ke-4 dan ke-6). Selain itu,

    krista neural region ini membentuk seluruh dinding jaringan muskulo-konektif arteri-

    arteri besar ketika mereka muncul dari jantung, termasuk juga mengkontribusi septum-

    septum yang memisahkan sirkulasi pulmonaris dari aorta (Le Lievre and Le Douarin

    1975).

    Gambar 13.1 Region-region krista ne-ural. Krista neural kranial

    bermigrasi ke arkus brankhia dan ke muka untuk

    membentuk tulang-tulang dan kartilago muka dan leher.

    Krista neural ini juga membentuk pigmen dan nervus-

    nervus kranial. Krista neural vagal (dekat somit 1 7) dan krista neural sakral (sebelah posterior somit ke-28)

    membentuk nervus-nervus parasimpa-tik perut. Sel-sel

    krista neural kardiaka timbul sekitar somit 1-3; mereka

    kritis dalam pembelahannya diantara aorta dan arteri

    pulmonaris. Sel-sel krista neural badan (sekitar somit

    ke-6 sam-pai ekor) membentuk neuron-neuron simpatik,

    dan perangkat-perangkat di-bawahnya (pada level somit

    ke-18-24) membentuk bagian medulla kelenjar adren

    (Sesudan Le Douarin, 1982).

    KRISTA NEURAL BADAN ( BATANG TUBUH)

    Jalur migrasi sel-sel Krista neural badan

    Krista neural badan merupakan suatu struktur transient (bersifat sementara), sel-selnya

    mengalami dispersi sesegera setelah pipa neural menutup. Ada dua jalur yang digunakan untuk

    migrasi sel-selnya (Gambar 13.2A). Sel-sel tersebut bermigrasi sepanjang jalur dorso-lateral

    untuk menjadi melanosit, yaitu sel-sel yang membentuk pigmen melanin. Mereka berpindah

    lewat dermis, memasuki ektoderma lewat lubang-lubang kecil pada lamina basal (yang mungkin

    mereka buat). Di sini mereka mengkoloni kulit dan folikel-folikel rambut (Mayer, 1973;

    Erickson et al., 1992). Jalur ini diperagakan dengan serangkaian eksperimen klasik oleh Mary

    Rawles dan yang lain (1948), yang mencangkokkan pipa neural dan krista dari strain ayam

    berpigmen ke dalam pipa neural embrio ayam albino (lihat Gambar 1.11).

    HpHighlight

  • 4

    Gambar 13.2 Migrasi sel-sel krista neu-ral pada badan embrio ayam.

    (A) Diagram skematik migrasi sel krista neural. Pada

    jalur I (jalur ventral), sel-sel berjalan kearah ventral

    lewat sklerotoma anterior (bagian somit yang

    menggenerasikan kartilago vertebra). Sel-sel tadi

    awalnya diseberang bagian posterior sklerotoma yang

    bermigrasi sepanjang pipa neural sampai mereka masuk

    region anterior seberangnya. Sel-sel ini menyumbang

    ganglia simpatik dan parasimpatik termasuk juga sel-sel

    medula kelejar adren dan radik ganglia dorsal. Sel-sel

    krista neural badan yang lain masuk kejalur II (jalur

    dorso-lateral) agak lanjut. Sel-sel ini bergerak

    sepanjang rute dorso-lateral di bawah ektoderma, dan

    menjadi melanosit penghasil pigmen. (Jalur migrasi

    terlihat hanya pada salah satu sisi embrio). (B)

    Fotomikrograf fluorescen irisan longitudinal embrio

    ayam 2 hari ini diwarnai merah dengan antibodi HNK-

    1, yang secara selektif mengenali sel-sel krista neural.

    Pewarnaan yang terang terlihat pada bagian anterior,

    tetapi tidak pa-da posterior, tengahan setiap sklerotoma.

    (C,D) Irisan melintang lewat area-area ini, yang

    memperlihatkan migrasi luas lewat bagian anterior

    sklerotoma, tetapi tidak di-temukan migrasi lewat

    bagian posterior. (B dari Wang and Anderson, 1997; C-

    D dari Bronner-Fracer, 1986; foto seijin author).

  • 5

    Peta nasib sel-sel krista neural telah memperlihatkan juga bahwa mereka adalah jalur

    ventral, karena sel-sel krista neural badan menjadi neuron-neuron sensorii (radik dorsal) dan

    neurin-neuron simpatis, sel-sel adrenomedulari dan sel-sel Schwann (Wetson 1963; Le Douarin

    dan Teillet, 1974). Pada burung dan mamalia (tidak pada ikan dan katak), sel-sel ini bermigrasi

    kearah ventral lewat anterior tetapi tidak lewat irisan posterior sklerotoma-sklerotoma (Gambar

    13.2B, C; Rickman et al., 1985; Bronner- Frazer, 1986; Loring dan Erickson, 1987; Teillet et al.,

    1987). Dengan mencangkokkan pipa neural burung puyuh ke embrio ayam, Teillet dan

    pembantu-pembantunya mampu menandai sel-sel krista neural baik secara genetik maupun

    imunologik. Penanda antibodi mengenalkan dan melabel sel-sel krista neural dari kedua spesies;

    penanda genetik memungkinkan peneliti membedakan antara sel-sel burung puyuh dan sel-sel

    ayam. Pengkajian seperti ini memperlihatkan bahwa sel-sel krista neural awalnya berlokasi

    diseberng region-region posterior somit, bermigrasi keanterior dan keposterior sepanjang pipa

    neural kemudian memasuki region anterior somit-somit dirinya sendiri atau somit-somit di

    dekatnya. Sel-sel krista neural ini bergabung dengan sel-sel krista neural yang pada awalnya

    diseberang bagian anterior somit, dan mereka membentuk struktur yang sama. Jadi, setiap radik

    ganglion dorsal terusun dari 3 populasi krista neural: satu dari krista neural seberang bagian

    anterior somit dan satu dari setiap region krista neural dekatnya seberang region bagian posterior

    somit.

    MEKANISME MIGRASI SEL KRISTA NEURAL BADAN

    Emigrasi dari pipa neural. Beberapa analisis migrasi ( pada burung, kupu-kupu, atau sel-

    sel kista neural) harus menjawab 4 pertanyaan.

    1. Bagaimana migrasi dimulai 2. Bagaimana agensia migratori mengetahui rute yang harus dilalui 3. Sinyal apa yang mengindikasikan bahwa tujuan telah dicapai dan yang menyebabkan

    migrasi dihentikan

    4. Kapan agensia migratoris menjadi kompeten untuk berespon pada sinyal in ?

    Gambar 13.3 Seluruh sel krista neural yang sedang bermigrasi mengekspresikan gen

    HNK-1 (berwarna merah), seperti pada Gambar 13.2. Protein RhoB

    (berwarna hijau) diekspresikan dalam sel krista ketika mereka

    meninggalkan krista neural. Sel-sel yang mengekspresikan gen HKN-1

    maupun gen RhoB tampak berwarna kuning. (Se-sudah Liu dan Jessell

    1998; foto seijin T. M.Jessell).

  • 6

    Sel-sel krista neural berasal-mula dari lipatan neural lewat interaksi lempeng neural

    dengan presumtif epidermis. Dalam ektoderma embrio ayam yang dikultur, presumtif epidermis

    dapat menginduksi pembentukan krista neural dalam lempeng neural tempat ia berhubungan

    (Dickinson et al. 1995). Perubahan ini dapat dimimikkan lewat pengkulturan sel-sel lempeng

    neural dengan bone morfognetic protein 4 (BMP-4) dan BMP-7, dua protein yang diketahu

    disekresikan oleh presumptif epidermis (Liem et al. 1997; lihat Bab 12). BMP-4 dan BMP-7

    menginduksi ekspresi Slug protein dan Rhob protin di dalam sel yang dipersiapkan untuk

    menjadi krista neural (Gambar 13.3; Nieto et al. 1994; Mancila dan Mayor 1996; Liu dan Jessel

    1998). Bila salah satu dari protein ini diinaktifkan atau dihambat pembentukanya, sel-sel krista

    neural gagal bermigrai dari pipa neural. (Sinyal BMP-4 kemungkinan ditingkatkan oleh sinyal-sinyal lain

    dari presumtif ektoderma. Fibroblas growth factor dan protein Wnt kemungkinan esensial untuk menjaga even-

    even yang diinisiasi BMP (lihat mayor et al. 1997; LaBonne and Bronner-Frazer 1998).

    Sel-Sel agar meninggalkan krista neural, harus ada dorongan nyata. Protein RhoB

    kemungkinan dilibatkan dalam penyusunan kondisi sitoskeleton yang mengawali migrasi (Hall

    1998). Tetapi, sel-sel tidak dapat meninggalkan pipa neural sepanjang mereka saling

    berhubungan sangat ketat satu dengan yang lain. Salah satu fungsi slug protein adalah

    mengakifkan faktor-faktor yang mendisosiasi jungtion ketat diantara sel-sel tersebut (Savagne et

    al. 1997). Faktor lain dalam penginisiasian migrasi sel-sel krista neural adalah hilangnya N-

    cadherin yang telah merangkai mereka. Protein pengadesi sel yang biasanya ada pada permukaan

    sel-sel krista neural, diregulasi kembali pada saat sel-sel bermigrasi. Sel-sel krista neural batang

    tubuh yang sedang bermigrasi ini idak memiliki N-cadherin pada permukaannya, tetapi mereka

    mulai mengekspresikannya kembali saat mereka beragregasi untuk membentuk radik dorsal dan

    ganglion simpatik (Taleichi 1998; Akitaya and Bronner-Frazer 1992).

    Pengenalan matrik ekstrasel di sekitar sel

    Jalur yang diambil oleh migrasi sel-sel krista neural batang tubuh (badan)

    dikontrol leh matrik ekstra sel yang mengelilingi pipa neural (Newgreen and Gooday 1985;

    Newgreen et al. 1986). Tetapi apa molekul matrik ekstrasel yang memungkinkan dan mencegah

    migrasi? Satu perangkat protein mempromosi migrasi. Protein ini diantaranya fibronektin,

    laminin, tenaskin, beberapa molekul kolagen dan proteoglikan, dan mereka terlihat disepanjang

    matrik yang dilintasi sel-sel krista neural. Perangkat protein lain merintangi migrasi dan

    menyediakan spesifisitas untuk gerakan selula. Proten-protein utama yang terlibat pada

    penghentian migrasi sel krista neural ini adalah protein-protein ephrin (ephrins protein). Protein-

    protein ini berekspresi pada potongan posterior setiap sklerotoma, dan dimana saja mereka, sel-

  • 7

    sel krista neural tidak pergi (Gambar 13.4). Bila sel-sel krista neural dilapiskan ke dalam suatu

    cawan kultur yang mengandung lajur-lajur matrik ekstasel dengan dan tanpa ephrin bergantian,

    sel-sel ini akan meninggalkan matrik yang mengandung ephrin dan bergerak sepanjang strip-

    strip matrik yang tidak mengandung ephrin (Gambar 13.4B; Krull et al. 1997; Wang and

    Anderson 1997). Sel-sel krista neural mengenali protein ephrin lewat reseptor-reseptor Eph

    dipermukaan sel-selnya. Jadi sel-sel krista neural mengandung reseptor Eph dalam membran

    plasmanya, sementara sklerotoma bagian posterior batang tubuh mengandung suatu ligand Eph

    di dalam membrannya. Pengikatan pada ephrin mengaktifkan domain tirosin kinase reseptor Eph

    di dalam

    Gambar 13.4 Pemberhentian (pembatasan) segmental sel-sel krista

    neural dan neuron-neuron motorii oleh protein Ephrin

    sklerotoma. (A) Korelasi negativ antara region-region e-

    phrin dalam sklerotoma (warna biru gelap, ki-ri) dan

    migrasi sel krista neural (HNK-1 ter-warnai hijau, kanan).

    (B) Ketika sel-sel krista neural dioleskan pada matrik

    berisi fibronektin dengan diselai strip-strip ephrin, mereka

    terikat pada region-region yang tak ber ephrin. (C) Skema

    komposit yang memperlihatkan migrasi sel-sel krista

    neutral korda spinal dan neuron-neuron motorii lewat

    sklerotoma region ante-rior yang tidak mengandung

    ephrin. (Untuk penjelasan, sel-sel krista neural dan

    neuron-neuron motorii masing-masing hanya digambar

    pada satu sisi korda spinal. (A dan B dari Krull et al.

    1997; C sesudah OLeary dan Wilkinson 1999)

    sel-sel krista neural, dan kinase-kinase ini kemungkinan protein yang terfosforilasi yang

    bekerjasama dengan sitoskeleton aktin yang mengkritisi migrasi sel. Selain ephrin ada protein-

    protein lain pada bagian posterior setiap sklerotoma yang juga tampak berkontribusi pada sifat

    ketidak-ramahan region ini (Krull et al. 1995). Pola migrasi sel krista neural menggenerasikan

  • 8

    keseluruhan karakter segmental sistem syaraf periper, yang dicerminkan pada pemosisian radik

    ganglia dorsal dan struktur-struktur derivat krista neural lain.

    Faktor kemotaksis dan faktor pemelihara juga penting dalam migrasi sel-sel krista

    nural.Faktor sel stem adalah penting untuk memberi kemungkinan keberlanjutan proliferasi sel-

    sel krista neural ini yang memasuki kulit, dan ini dapat juga membantu sebagai faktor anti

    apoptosis dan sebagai suatu faktor kemotaktik. Bila faktor sel stem disekresikan dari sel-sel yang

    tidak biasa mensintesis protein ini (seperti epithelium pipi atau telapak kaki), sel-sel krista neural

    akan masuk pada region tersebut dan menjadi melanosit (Kunisada et al. 1998). Oleh karenanya,

    migrsi sel-sel krista neural tampak diatur oleh matrik ekstrasel maupun faktor-faktor soluble

    yang disekresi oleh tempat tujuan potensial. Seperti akan kita lihat nanti, gerakan konus

    pertumbuhan akson dapat juga diatur oleh isarat yang sama (dan kadang-kadang identik).

    DIFERENSIASI SEL-SEL KRISTA NEURAL BATANG TUBUH

    Pluripotensi sel-sel krista neural batang tubuh

    Salah satu gambaran paling menarik sel-sel krista neural adalah pluripotensinya. Satu sel

    krista neural tunggal dapat terdiferensiasi menjadi berbagai tipe sel apa saja, tergantung pada

    lokasinya dalam embrio. Sebagai contoh, neuron-neuron parasimpatik yang dibentuk oleh sel-sel

    krista neural vagal (leher) memproduksi asetilkolin sebagai neurotransmiternya; oleh karenanya

    mereka adalah neuron-neuron kolinergik. Neuron-neuron simpatik yang terbentuk oleh sel-sel

    krista neural toraksis (dada) memproduksi norepinephrin; mereka sebagai neuron-neuron

    adrenergik. Tetapi ketika sel-sel krista neural vagal dan toraksis ayam ditransplantasikan dengan

    dipertukarkan posisinya, sel-sel krista neural yang semula dada memproduksi neuron-neuron

    kolinergik ganglia parasimpaik, dan yang semula sel kista neural leher membentuk neuron-

    neuron adrenergik pada ganglia simpatik (Le Douarin et al. 1975). Kahn dan pembatunya (1980)

    menemukan bahwa sel-sel krista neural premigratori dari baik region vagal maupun region

    toraksis memiliki enzim untuk mensintesis asetilkolin maupun norepinephrin. Jadi sel-sel krista

    neural toraksis mampu berkembang menjadi neuron-neuron kolinergik ketika mereka

    ditempatkan ke dalam leher, dan sel-sel krista neural leher mampu menjadi neuron-neuron

    adrenergik ketika mereka ditempatkan pada batang tubuh (badan).

    Pluripotensi beberapa sel krista neural seperti yang bahkan region-region krista neural

    yang tidak pernah membentuk neuron di dalam embrio normal dapat membentuk neuron pada

    kondisi tertentu. Sel-sel krista neural kranial dari region otak tengah normalnya bermigrasi ke

    mata dan berinteraksi dengan retina berpigmen untuk menjadi sel-sel kartilago sklera (Noden

  • 9

    1978). Tetapi bila region krista neural ini ditransplantasikan ke dalam region badan, ia dapat

    membentuk neuron-neuron ganglion sensorii, sel-sel adrenomedularia, glia dan sel Schwann

    (Schweizer et al. 1983).

    Gambar 13.5 Pluripotensi sel-sel krista neural badan. (A) Satu sel tunggal krista neural diinjeksi dengan dextran berfluorescen tinggi sebentar sebelum migrasi sel krista neural dimulai. Progeni sel-sel ini masing-masing akan

    menerima beberapa molekul fluorescen ini. (B) Dua hari kemudian jaringan derivate krista neural yang

    mengandung sel-sel berlabel dextrans turun dari prekursor yang diinjeksi. Gambar meringkas data dari dua

    eksperimen berbeda (kasus 1 dan kasus 2). (Sesudah Lumsden 1988a).

    Riset yang baru saja dibicarakan mengkaji potensial populasi sel. Masih belum diketahui

    apakah sebagian besar individu-individu sel yang meninggalkan kista neural adalah pluripoten

    atau apakah sebagian besar telah menjadi dibatasi kearah nasib-nasib tertentu. Bronner-Frazer

    (1988, 1989) menyediakan bukti bahwa beberapa, bila tidak sebagian besar, individu-idividu sel

    krista neural adalah pluripoten ketika mereka meninggalkan krista neural. Mereka menginjeksi

    molekul dextrans fluorescen ke dalam setiap sel-sel krista yang masih sedang berada di atas pipa

    neural, dan kemudian diamati untuk melihat apa tipe sel yang diturunkan sesudah bermigrasi.

    Progeni suatu sel krista neural tunggal dapat menjadi neuron-neuron sensorii, sel-sel pigmen, sel-

    sel adrenomedularia dan sel-sel glia (Gambar 13.5). Pada mamalia, sel-sel krista neural tampak

    menyerupai suatu sel stem yang dapat menggenerasikan sel-sel krista neural multipotent lebih

    jauh.

    Tetapi Laboratorium D.J. Anderson (Lo et al. 1997; Ma et al. 1998; Perez et al. 1999)

    menemukan bukti bahwa beberapa populasi sel krista neural sangat segera dikomitmen sesudah

    meninggalkan pipa neural. Mereka telah melihat bahwa neuron-neuron sensorii dari krista neural

    dispesifikasi lewat faktor transkripsi neurogenin, sementara neuron simpatik dan parasimpatik

    dari krista neural dispesifikasi oleh faktor transkripsi yang berhubungan yaitu Mash-1. Ekspresi

    neurogenin (yang akan mencegah sel-sel krista neural untuk menjadi selain neuron-neuron

    sensorii) tampak sangat segera sesudah krista neural terlepas dari pipa meural. Belum diketahui

  • 10

    bagaimana komitmen sel-sel ini untuk memperkuat persangkaan asli ini. Kemudian tampak

    bahwa sel-sel krista neural memperkuat kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi sejumlah

    besar tipe sel yang berbeda, sementara populasi sel krista neural lainnya dispesifikasi awal dalam

    perkembangan awal.

    Diferensiasi Akhir Sel Krista Neural Badan

    Difernsiasi akhir krista neural badan sebagian besar ditetapkan oleh lingkungan tempat

    bermigrasi. Diferensiasi krista neural badan tidak melibatkan kematian sel selektif yang telah

    melibatkan diri untuk mensekresi suatu neurotransmiter lain selain satu yang diperlukan

    (Coulombe and Bronner-frazer 1987). Sebagai contoh, sel jantung, mensekresi suatu protein,

    leukemia inhibiting factor (LIF), yang dapat merubah neuron-neuron simpatik adrenergik

    menjadi neuron kolinergik tanpa memengaruhi kesurvivalan dan pertumbuhannya (Chun and

    Pattterson 1977; Fukada 1980; Yamamori et al. 1989). Hal serupa, BMP2, suatu protein yang

    disekresi oleh jantung, paru dan aorta dorsal, memengaruhi sel-sel krista neural ratus untuk

    berdiferensiasi menjadi neuron-neuron kolinergik. Neuron-neuron tadi membentuk ganglia

    simpatik pada region organ-organ ini (Shah et al. 1996). Sementara BMP2 dapat menginduksi

    sel-sel krista neural menjadi neuron-neuron, glyal growth factor (GGF; neuregulin) menekan

    diferensiasi neuronal dan mengarahkan perkembangan kearah nasib glial (Shah et al. 1994).

    Faktor parakrin lain, endothelin-3, tampak menstimuli sel-sel krista neural menjadi melanosit

    dalam kulit dan neuron-neuron adrenergik dalam perut (Baynash et al. 1994; Lahav et al. 1996).

    Untuk membedakan diantara dua nasib ini, sel-sel krista neural yang memasuki kulit juga

    bertemu protein-protein Wnt yang menghambat perkembangan kearah neural dan memicu ke

    diferensiasi melanosit (Dorsky et al. 1998). Hal yang serupa, sel-sel krista neural badan ayam

    yang bermigrasi ke region yang dipersiapkan untuk menjadi medula adren dapat terdiferensiasi

    ke dalam dua arah. Kehadiran faktor parakrin tertentu menginduksi sel-sel ini menjadi neuron-

    neuron parasimpatik (Warley et al.1995), sementara sel-sel yang juga bertemu dengan

    glukokortikoid seperti yang dibentuk oleh sel-sel kortikal kelenjar adren terdiferensiasi menjadi

    sel-sel adrenome-dularia (Gambar 13.6; Anderson and Axel 1986; Vogel dan Weston 1990). Jadi

    nasib satu sel krista neural dapat diarahkan oleh keadaan jaringan lingkungan tempat ia

    ditempatkan.

  • 11

    Gambar 13.6 Diferensiasi akhir sel Krista neural badan diarahkan menjadi salah satu sel adrenomedularia (chromafin) atau neuron simpatik. Glukokortikoid tampak beraksi pada dua tempat dalam jalur ini, yaitu

    menghambat aksi factor-faktor yang memajukan diferesiasi neuronal dan yang kedua, mereka menginduksi enzim-

    enzim yang karakteristik sel-sel adrenomedularia. Sel-sel yang didedahkan secara sekuensial pada fibroblast growth

    factor basa (FGF2) dan nerve growth factor (NGF) terdiferensiasi menjadi neuron-neuron simpatik.

    KRISTA NEURAL KRANIAL Sel-sel krista neural kranial memiliki suatu daftar nasib yang berbeda dari sel-sel krista

    neural badan. Sementara kedua tipe sel krista neural ini dapat membentuk melanosit, neuron, dan

    ganglia, hanya sel-sel krista neural kranial yang mampu membentuk kartilago dan tulang. Selain

    itu, bila ditransplantasikan ke dalam region badan, sel-sel krista neural kranial berpartisipasi

    dalam pembentukan kartilago badan yang normalnya tidak timbul dari komponen krista neural.

    Muka (wajah) sebagian besar produk sel-sel krista neural kranial, dan evolusi rahang,

    gigi dan kartilago fasial terjadi lewat perubahan-perubahan penempatan sel-sel krista ini.

    Seperti dijelaskan pada Bab 12, otak belakang tersegmentasi sepanjang aksis anterior-posterior

    menjadi kompartmen-kompartmen yang disebut rhombomer. Sel-sel krista neural kranial ayam

    bermigrasi dari sel-sel krista neural region-region sebelah anterior rombomer ke-6, yang

    mengambil salah satu dari tiga jalur utama (Gambar 13.7; Lumsden and Guthri 1991).Pertama

    sel-sel dari rombomer 1 dan 2 bermigrasi ke arkus faringeal pertama yang membentuk tulang

    rahang termasuk juga tulang inkus dan tulang maleus telinga. Mereka juga terdorong oleh

    perkembangan epidermis untuk membentuk prosesus frosonasal. Sel-sel krista neural prosesus

    fronso-nasal menggenerasikan tulang-tulang muka. Jalur kedua, sel-sel krista neural dari

    rhombomer 4 mempopulasi arkus faringeal ke-2 (yang membentuk kartilago hioid leher). Jalur

    ke-3, sel-sel dari rhombomer ke-6 bermigrasi menuju ke arkus faringeal ke-3 dan ke-4 dan

    kantung faringealnya untuk membentuk kelejar thimus, kelejar paratiroid dan kelenjar tiroid.

  • 12

    Bila krista neural diambil dari region-region tadi termasuk rhobomer ke-6, pembentukan kelenjar

    timus, paratiroid dan kelenjar tiroid gagal (Bockman and Kirby 1984). (Arkus faringeal atau arkus

    brankhial, adalah arkus yang membentuk kantung menghadap keluar region leher dan kepala sebagai tempat

    migrasinya sel-sel krista neural (lihat Gambar 13.1). Kantung faringeal terbentuk diantara arkus-arkus ini dan

    menjadi tiroid, paratiorid dan timus)

    Pada embrio mamalia, sel-sel krista neural kranial bermigrasi sebelum pipa neural

    menutup (Tan and Morris-Kay 1985). Sel-sel krista neural yang berasal-mula dari otak depan

    (forebrain) dan otak tengah (midbrain) menyumbang prosesus frontonasal, palatum dan

    mesenkim-mesenkim arkus faringeal pertama. Struktur ini menjadi bagian apparatus insang pada

    ikan; pada manusia, ia membentuk tulang rahang dan tulang inkus dan tulang malleus telinga

    tengah. Sel-sel krista neural yang berasal mula region sebelah anterior otak belakang

    menggenerasikan mesenkim-mesenkim arkus faringeal kedua, yang menggenerasikan tulang

    stapes termasuk juga kartilago muka (lihat Gambar 13.7; Tabel 13.2) Sel-sel krista neural kranial

    juga membentuk mesenkim-mesenkim arkus faringeal ke-3, ke-4 dan ke-6 (arkus faringeal ke-5

    berdegenerasi pada manusia), yang membentuk tulang dan otot leher.

    Gambar 13.7 Migrasi sel-sel krista neural kra-nial pada kepala mamalia. (A) Mikrograf skaning m.e. embrio tikus dengan ektoderma

    bagian lateral di-ambil dari permukaan. Migrasi sel-sel krista neural

    tampak jelas diatas midbrain, dan kolumna sel krista neural yang

    bermigrasi menuju arkus faringeal pertama yang akan datang. (B)

    Gambaran skematik migrasi sel-sel krista neural kranial ke arkus-

    arkus fa-ringeal, yang memperlihatkan pola ekspresi gen Hog.

    Perhatikan bahwa pola diatur bergiliran diantara pipa neural dan arkus

    faringeal, seperti halnya sel-sel krista neural dari rhombomer ke-4

    masuk ke arkus faringeal ke-2. Batas-batas ekspresi gen Hog

    bertepatan benar dengan tepi-tepi rhombomer.(C) Struktur-struktur

    muka manusia mesenkimal derivat sel-sel krista neural. Elemen-

    elemen kartilagoneus arkus faringeal berwarna, dan region titik-titik

    menunjukkan skelet muka yang dibentuk oleh region anterior krista

    neural. ( A dari Tan and Morriss-Kay 1985, seijin S.-S. Tan; B

    sesudah McGinnis dan Krumlauf 1992; C sesudah Carlson 1999).

  • 13

    Pada setidak-tidaknya beberapa kasus, sel-sel krista neural ini diinduksi sangat awal pada

    jaringan yang dapat ia bentuk. Noden (1983) mengambil region krista neural yang normalnya

    menunaskan arkus faringeal ke-2 dan menggantikan region tadi dengan sel-sel yang akan

    bermigrasi menuju arkus faringeal ke-1. Embrio inang mengembangkan dua set struktur rahang

    bawah, dikarenakan sel-sel derivat cangkokan juga membentuk mandibula.

    Tabel 13.2 Beberapa derivat arkus faringeal

    Arkus

    faringeal

    Elemen skelet

    (krista neural +

    mesoderma)

    Arkus, arteri

    (mesoderma)

    Otot

    (mesoderma)

    Nervus kranial

    (pipa neural)

    1 Inkus dan malleus (dari

    kristal neural),

    mandibula dan maxila

    dan region tulang

    temporal (dari

    mesenkim kristal

    derma)

    Arteri carotid cabang

    maxilla (ke telingga,

    hidung dan rahang)

    Otot rahang lantai

    mulut, otot telinga dan

    palatum lunak

    N. Trigeminal cabang

    maxila dan

    mandibula (V)

    2 Tulang stapes telinga

    tengah, prosesus stiloid

    tulang temporal, bagian

    tulang hioid leher

    (seluruhnya dari

    kartilago kristal neural)

    Arteri ke region

    telinga, arteri

    kortikotimpani

    (dewasa), arteri

    stapedia (embrio)

    Otot-otot ekspresi

    fascial, otot rahang dan

    otot leher bagian atas

    N. Fascial (VII)

    3 Bibir bawah dan tanduk

    lebih besar tulang hioid

    (dari kristal neural

    Arteri carotid

    gabungan, radik

    karotid internal

    Stilo faringeus (untuk

    mengangkat faring)

    N. Glosofaringus

    (IX)

    4 Kartilago laringeal (dari

    mesoderma lempeng

    lateral)

    Aorta arkus, arteri

    subklavia kanan, cerat

    asliarteri pulmonaris

    Pengkerutan pembatas

    faring dan korda suara

    Cabang laringeal N.

    Vagus (X)

    5 Kartilago laringeal (dari

    mesoderma lempeng

    lateral)

    Duktus arteriosus,

    radik arteri

    pulmonaris

    Otot intrisik laring Rekuren cabang

    laringeal N.Vagus

    (X)

    Sumber: Didasarkan pada Larsen 1992.

    Tampaknya kombinasi ekspresi gen Hog pada berbagai region sel krista neural

    menspesifikasi nasib mereka. Ketika gen Hoxa-2 di knock-out dari embrio mencit, sel-sel krista

    neural arkus faringeal ke-2 ditransformasi menuju struktur arkus faringeal ke-1 (Gendron-

    Marquire et al. 1993; Rijli et al. 1993). Seperti kita bicarakan pada Bab 11, Chisaka dan Capcchi

    (1991) menknock-out gen Hoxa-3 dari mencit inbreed dan menemukan bahwa mencit mutan ini

    mengalami deficiensi berat atau tanpa kelenjar timus, tiroid dan paratiroid, vertebrae leher

    memendek dan mengalami malformasi pembuluh-pebuluh utama jantung (lihat Gambar 11.38).

    Tampaknya bahwa gen Hoxa-3 bertanggung jawab untuk penspesifikasian sel-sel krista neural

    kranial yang membentuk kartilago leher dan derivatif arkus faringeal. Hoxa-1 dan Hoxb-1 kedua-

    duanya diperlukan untuk migrasinya sel-sel krista neural rhombomer 4 ke dalam kantung

    faringeal ke-2. Bila kedua gen diknock-out dari mencit, tidak ada migrasi yang terjadi dari r-4

    (rhombomer-4), dan struktur telinga tengah derivat kantung faringeal-2 tidak terbentuk (Gavalas

  • 14

    et al. 1998; Studer et al. 1998). Selain itu, asam retionoid menginduksi ekspresi gen-gen Hox

    anterior yang biasanya diekspresikan hanya disebelah lebih posterior, dan mereka menyebabkan

    rhombomer 2 dan rhombomer 3 menerima identitas rhombomer 4 dan 5 (Gambar 13.8; Marshall

    et al. 1992; Kesel 1993). Pada keadaan ini, nervus trigeminal (yang timbul dari rhomomer-2)

    diubah menjadi nervus fascial lain (ciri rhombomer-4) dan keabnormalan arkus faringeal ke-1

    yang menunjukkan bahwa sel-sel krista neural rhombomer-2 dan 3 telah diubah menjadi fenotip

    lebih posterior.

    Sedemikian berada di dalam arkus dan kantung faringeal, sel-sel krista neural harus

    melanjutkan prolifrasinya dan kemudian terdiferensiasi. Mencit yang menderita defisiensi pada

    gen untuk endothelin-1 memiliki keabnormalan spesifik arkus faringeal 3 dan 4 (termasuk juga

    jantung); sel-sel krista neural memasuki arkus tetapi tidak terpacu untuk membelah (Thomas et

    al. 1998). Hasilnya, mencit ini memiliki spektrum cacat yang mirip dengan keadaan manusia

    yang disebut CATCH-22, suatu akronim untuk cacat kardiaka, muka abnormal, hipoplasia

    timus, celah palatum, hipokalsimea dan tiadanya kromosom 22.

    Gambar 13.8 Perubahan pola ekspresi gen Hox merubah penspesifikasian sel-sel krista neural. (A) Asam retinoid merubah pola ekspresi gen Hoxb-1 dan memediasi

    perubahan homeotik region-region otak belakang. (A) Pada embrio-embrio mencit yang

    tidak diperlakukan (kiri) dan pada hari ke 8,5, ekspresi gen Hoxb-1 terbatas pada

    rhombomer- 4. Bila embrio didedahkan pada asam retinoid pada saat tersebut (kanan),

    ekspresi gen Hoxb-1 diperluas ke anterior kearah otak tengah. Sesudah 2 hari, gen

    Hoxb-1 di dalam embrio normal diekspresikan dalam sel keturunan rhombomer-4 dan

    dalam sel linia mediana rhombomer-5. Pada embrio yang diperlakukan dengan RA, pola

    normal rhombomer-4/5 telah diduplikasi pada rhombomer 2/3. Pola ekspresi krista

    neural gen Hoxb-2 juga diduplikasi, dan nervus motorii faskial ke-2 dibentuk. Hasil ini

    menunjukkan asam retinoik memediasi transformasi homeotik rhombomer2/3 ke

    rhombomer 4/5. (B-E) dalam mutan Hoxa-1 dan Hoxb-1 yang gagal mengekspresikan

    gen-gen ini pada rhombomer-4, mencit tidak berhasil menumbuhkan telinga. (B) Mencit

    tipe liar, yang memiliki telinga luar. (C) Homozigot dobel defisiensi Hoxa-1, Hoxb-1

    tidak memiliki telinga. (D-E) Irisan melintang lewat tipe liar dan dobel mutan tulang

    kepala, memperlihatkan ketidak hadiran struktur tengah dan struktur dalam telinga pada

    mencit mutan. St = stapes; ma, maleus; co, kohlea; ttm, membran timpani. (A sesudah

    Krumlauf 1993; B-E dari Galvlas et al. 1998, foto seijin P.Chambon).

  • 15

    PERKEMBANGAN GIGI Selama morfogenesis beberapa organ, banyak dibicarakan tentang interaksi yang terjadi

    diantara jaringan. Pada interaksi epithel-mesenkim, mesenkhim mempengaruhi epithelium;

    jaringan epithelial sedemikian diubah oleh mesenkim, dapat mensekresi faktor-faktor yang

    mengubah mesenkhim tersebut. Interaksi tersebut berlanjut sampai suatu organ dibentuk dengan

    organ spesifik sel mesenkim dan organ spesifik epithelia. Beberapa diantara yang dikaji paling

    intensif adalah interkasi epithel-mesenkhim yang membentuk gigi mamalia. Dalam proses ini,

    sel-sel mesenkhim derivat krista neural menjadi dentin yang mensekresi odontoblas, sementara

    epithelium rahang terdiferen-siasi menjadi enamel yang mensekresi ameloblas. Ringkasan riset

    akhir-akhir ini yang mengkorelasikan induksi mesenkhim dan diferensiasi di dalam gigi mamalia

    disajikan pada Gambar 13.9.

    Perkembangan gigi dimulai ketika epithel mandibula (rahang) menyebabkan

    ektomesenkhim derivat krista neural (artinya mesenkhim yang diproduksi dari ektoderma)

    beragregasi pada tempat spesifik. Polaritas epithel mandibula ditetapkan oleh interaksi antara

    BMP4, yang berlokasi sebelah distal, dan FGF8, yang berlokasi sebelah proksimal (merapat

    tulang tengkorak). Dengan demikian gigi yang terbentuk pada region FGF8 akan menjai molar,

    sementara gigi yang terbentuk pada region BMP4 menjadi inkisor (Tucker et al. 1998). Segera

    sesudah itu, pola ekspresi BMP4 dan FGF8 berubah, dan tempat primordial gigi ditentukan oleh

    interaksi antara molekul-molekul yang sama ini di dalam epithelium. FGF8 menginduksi

    ekspresi Pax9 pada ektome-senkhim di bawahnya, sementara BMP4 menghambat ekspresi Pax9.

    Pax9 merupakan suatu faktor pentranskripsi yang berekspresi dalam ektomesenkhim sebagai

    suatu pengkritis untuk inisiasi morfogenesis gigi, dan di dalam mencit defisiensi Pax9,

    perkembangan gigi berhenti awal. Hanya tempat beradanya kondensasi ektomesekim dan gigi

    berkembang, ada FGF8 dan tidak ada BMP (Vainio et al. 1993; Neubuser et al. 1997). Jadi,

    ruang berkembang diantara gigi.

    Pada saat ini, epithelium memiliki potensi untuk menggenerasikan struktur gigi diluar

    berbagi tipe sel mesenkim (Mina dan Kollar 1987; Lumsden 1988b).tetapi, potensi untuk

    membentuk gigi segera menjadi dipindahkan ke ektomesenkim yang beragregasi di sebelah

    bawahnya. Sel-sel ektomesenkim ini membentuk papilla dental dan sekarang mampu

    menginduksi morfogenesis pada epithelia lain (Kollar dan Baird 1970). Pada tingkat ini, epithel

    rahang bawah telah kehilangan kemampuannya untuk memerintahkan pembentukan gigi pada

    mesenkim lain. Jadi potensi odontogeniktelah dipindahkan dari epithel ke mesenkim.

    Pemindahan potensi odontogenik ini bertepatan dengan pemindahan sintesis BMP4 dari

    epithelium ke ektomesenkim.

  • 16

    Gambar 13.9 Koordinasi diferensiasi dan morfogenesis gigi mamalia. (A) Ketika perkembangan berjalan, mesenkim rahang bawah derivat krista neural mengalami tahapan diferensiasi ketika ia berinteraksi dengan epithel

    rahang bawah. (B) Konsentrasi paracrine growth dan differentiation factor pada region tempat morfogenesis dan

    diferensiasi molar gigi bawah terjadi pada embrio mencit umur 14 hari. Batas epithel gigi digambarkan putih. Factor

    paracrine menjadi disekresi oleh titik enamel, suatu masa epithel yang tidak membelah. (Bingkai pada kiri

    memperlihatkan bahwa titik enamel tidak mereplikasi DNA). Gambar atas setiap fotograf hibridisasi insitu

    merupakan suatu rekontruksi seri area ekspresi gen. (A sesudah Thesleff et al. 1990 dan Thesleff and Sahlberg 1996;

    B dari Jerfall 1995, foto seijin A.Vaahtokari, J.Jernvall and I. Thesleff.).

    Ketika sel-sel mesenkim dental berkondensasi, mereka diinduksi untuk mensintesis

    protein membran syndecan dan protein matrik ekstrasel tenascin. Protein-protein ini (yang dapat

    saling berikatan) tampak pada saat epithel yang menginduksi agregasi mesenkim, dan Thesleff

    dan teman-temannya (1990) mengusulkan bahwa kedua molekul ini mungkin berinteraksi untuk

  • 17

    meneyebabkan terjadinya kondensasi ini.Selain itu, sesudah ektomesenkim beragregasi, ia mulai

    mensekresi BMP4 termasuk juga faktor pertumbuhan dan faktor diferensiasi (FGF3, BMP3,

    HGF dan aktivin)(Wilkinson et al. 1989; Thesleff and Sahlberg 1996).Protein-protein dari

    ektomesenkim ini menginduksi suatu struktur penting di dalam epithelium. Struktur ini disebut

    titik enamel (enamel krnot), dan ia berfungsi sebagai pusat pensinyal utama untuk

    perkembangan gigi (Jernvall et al. 1994). Kelompok sel ini tampak sebagai populasi sel yang

    tidak mengalami pembelahan ditengah-tengah gigi (cusp) yang sedang berkembang. Selain itu,

    hibridisasi in situ telah memperagakan bahwa titik enamel merupakan sumber Sonic hedgehox

    yang mensekresi FGF4, BMP7, BMP4 dan BMP2 (Gambar 13.9B; Koyama et al. 1996;

    Vaahtokari et al. 1996a). Sebagai populasi sel yang non-dividing, yang mensekresi faktor

    pertumbuhan yang dapat diterima baik oleh epithelium maupunn ektomesenkim, titik enamel

    diduga mengarahkan morfogenesis gigi (cusp) gigi dan menjadi penting dalam mengarahkan

    perubahan-perubahan evolusioner struktur gigi pada mamalia (Jernvall 1955).

    Sel-sel mesenkim mulai terdiferensiasi menjadi odontoblas, dan ekspresi tenascin

    diinduksi pada level yang jauh lebih tinggi dan pada tempat-tempat yang sama ekspresi basa

    fosfatase. Kedua protein ini telah dihubungkan dengan diferensiasi tulang dan kartilago, dan

    protein-protein ini mungkin mempromot mineralisasi matrik ekstrasel (Mckie et al.

    1987).Akhirnya, ketika fenotip odontoblas muncul, osteonectin dan kolagen tipe I disekresi

    sebagai komponen matrik ekstrasel. Titik enamel menghilang lewat apoptosis, sebagai respon

    pada BMP4nya sendiri (Vaahtokari et al. 1996b; Jernvall et al. 1998). Lewat proses bertahap ini,

    sel-sel krista neural rahang diubah menjadi odontoblas yang mensekresi dentin.

    KRISTA NEURAL KARDIAKA

    Seperti kita lihat, jantung asli-nya dibentuk dalam region leher, tepat di bawah arkus

    faringeal, sehingga tidak mengherankan bila jantung membutuh-kan sel-sel dari krista neural.

    Tetapi sumbangan krista neural pada jantung baru diapresiasi akhir-akhir ini. Region kaudal

    krista neural kranial kadang-kadang disebut krista neural kardiaka, karena sel-sel krista neural

    ini (dan isitimewa hanya sel-sel krista neural ini) dapat menggenerasikan endothelium arteri-

    arteri arkus aortikus dan sekat-sekat antara aorta dengan arteri pulmonaris (Waldo et al. 1998;

    lihat Gambar 13.10). Pada ayam, krista neural kardiaka berada diatas region pipaneural dari

    rombomer 7 sampai bagian korda spinal yang berhadapan dengan somit ke-3, dan sel-sel-nya

    bermigrasi kedalam arkus faring ke-3, ke-4 dan ke-6. Krista neural kardiaka unik karena bila ia

    diambil dan diganti dengan krista neural anterior kranial atau krista neural batang tubuh, timbul

  • 18

    kardiak abnormal (khususnya kegagalan trunkus areteriosus untuk terpisah menjadi arteri

    pulmonaris dan arteri aortic).Jadi krista neural kardiaka selalu menetapkan penggenerasian sel-

    sel kardiaka, dan regon krista neural lain tidak bisa menggantikannya (Kirby 1989; Kuratani dan

    Kirby 1991).

    Pada mencit, sel-sel krista neural kardiaka aneh, karena mereka mengekpresikan faktor

    pentranskripsi Pax3. Mutasi Pax3 menyebabkan penetapan trunkus arteriosus (kegagalan

    pemisahan aorta dan arteri pulmonaria), termasuk juga cacat pada kelenjar timus, kelenjar

    paratiroid (Conway et al. 1997). Cacat jantung bawaan pada manusia dan mencit sering terjadi

    dengan cacat pada kelenjar paratiroid, kelenjar tiroid dan kelenjar timus. Tidak mengherankan

    bila seluruhnya ini berhubungan dengan cacad migrasinya sel-sel dari krista neural.

    Spesifikasi neuronal dan spesifikasi aksonal

    Tidak hanya pada migrasi sel-sel prekursor neuronal maupun krista neural ketempat ia

    akan berfungsi, tetapi juga terjadi pada perluasan akson dari badan sel neuron. Tidak seperti

    kebanyakan sel, Seluruh bagian mana saja terletak pada tempat yang sama, neuron mampu

    membentuk akson yang panjangnya hingga meteran. Seperti kita lihat pada Bab 12, akson

    memiliki apparatus lokomosi sendiri, yang ditempatkan pada konus pertumbuhan. Konus

    pertumbuhan dapat merespon tipe-tipe sinyal yang sama yang dapat dirasakan oleh sel-sel yang

    sedang bermigrasi. Selain itu, isarat untuk migrasi akson, kemungkinan lebih spesifik dibanding

    isarat untuk memandu tipe-tipe sel tertentu pada area-area tertentu. Setiap 1011

    neuron di dalam

    otak manusia memiliki potensi untuk berinteraksi secara spesifik dengan ribuan neuron lain, dan

    neuron besar (seperti sel Purkinye atu neuron motorii), dapat menerima input dari lebih 105 sel

    lain (Gambar 13.11; Gershon et al.1985). Untuk mengetahui munculnya kompleksitas order yang

    mempesonakan ini merupakan salah satu tantangan terbesar ilmu pengetahuan modern.

    Goodman dan Doe (1993) menyusun 8 tingkat neurogenesis:

    1. Induksi dan pemolaan suatu region pembentuk neuron (neurogenik) 2. Muncul dan migrasi neuron-neuron dan glia 3. Spesifikasi nasib sel 4. Pemanduan konus pertumbuhan akson ke target spesifik 5. Pembentukan hubungan sinaptika 6. Pengikatan faktor-fakor tropik untuk keberhasilan dan diferensiasi 7. Penyusunan ulang kompetitif sinaptika fungsional 8. Keberlanjutan plastisitas sinaptika selama masa kehidupann organisme.

  • 19

    Gambar 13.10 Pemisahan trunkus arteriosus menjadi arteri pulmonaris dan aorta. Septa transcoconal (antara aorta dan trunkus

    pulmonaris) terbentuk dari sel-sel krista neural kardiaka. (A) Sel-sel

    krista neural kardiaka manusia bermigrasi ke arkus faringeal 4 dan 6

    selama minggu ke-5 kehamilan dan masuk trunkus arteriosus untuk

    membentuk septa. (B) Sel krista neural burung puyuh yang

    dicangkokan ke dalam region analognya pada embrio ayam, dan

    embrio dibiarkan berkembang. Sel-sel krista neural kardiaka burung

    puyuh dapat dikenali dengan anti bodi spesifik-burung puyuh, yang

    mewarnainya gelap. Di dalam jantung, sel-sel ini dapat dilihat

    memisahkan trunkus arteriosus (kanan) menjadi arteri pulmonaris

    dan aorta (kiri). (A sesudah Kirby dan Waldo 1990; B dari Waldo et

    al. 1998, foto seijin K.Waldo and M.L.Kirby).

    Munculnya diversitas neuronal

    Neuron-neuron dispesifikasi menurut herarki. Penetapan pertama apakah ia akan menjadi

    epidermis atau menjadi neuron. Bila sel menjadi neuron, penetapan berikutnya akan menjadi tipe

    neuron apa; apakah ia akan enjadi neuron motorii, neuron sensorii, neuron komisura, atau

    beberapa tipe lain.Sesudah nasib ini ditetapkan, penetapan lain target spesifik neuron. Untuk

    melukiskan proses-proses perjalanan spesifikasi ini, kita akan menfokuskan pembicaraan pada

    neuron-neuron motorii vertebrata.

    Vertebrata membentuk pipa neural dorsal lewat pemblokiran sinyal BMP, dan penspesifikasian

    nasib neural (akan menjadi glial atau epidermal) dikerjakan lewat jalur Notch-Delta (lihat Bab

    12). Spesifikasi tipe neuron tampak dikontrol oleh posisi prekursor neuronal di dalam pipa syaraf

    dan oleh saat kemunculannya. Seperti dibicarakann pada Bab 12, neuron-neuron pada tepi

    ventrolateral pipa neural vertebrata menjadi neuron motorii, sementara interneuron-interneuron

    yang berbeda diderivatkan dari sel-sel pada region dorsal pipa neural. Sejak pencangkokan

    lempeng lantai atau sel-sel notokorda (yang mensekresi protein sonic hedgehog) ke area lateral

    dapat merespesifikasi sel-sel dorsolateral sebagai neuron motorii, keputusan tentang tipe neuron

    barangkali suatu fungsi posisi sel relative ke lempeng lantai. Ericson dan kawan-kawan (1966)

    telah melihat bahwa dua periode pensinyalann Sonic hedgehog diperlukan untuk menspesifikasi

    neuron-neuron motorii: suatu periode awal ketika sel-sel tepi ventrolateral diintruksikan untuk

    menjadi neuron-neuron ventral, dan periode lanjut (yang termasuk fase S pembelahan terakhir

  • 20

    sel-nya) yang mengintruksikan neuron-neuron ventral untuk menjadi neuron motorii (lebih

    dibanding interneuron). Keputusann pertama kemungkinan diregulasi oleh sekresi Sonic

    hedgehog dari notokorda, sementara keputusan lanjut lebih mungkin diregulasi oleh Sonic

    hedgehog dari sel-sel lempeng lantai. Sonic hedgehog tampaknya menspesifikasi neuron motorii

    lewat penginduksian faktor pentranskrispsi tertentu pada konsentrasi berbeda (Ericson et al.

    1992; Tanabe et al. 1998; lihat Gambar 12.14).

    Gambar 13.11 Saling hubungan akson pada neuron hipocampal ratus yang dikultur. Neuron ratus telah diwarnai merah oleh antibody

    fluorescen pada tubulin. Neuron (merah) tampak dioutline oleh protein

    sinapsis Synapsin (terwarnai hijau), yang berada di ujung akson yang

    mengkontaknya. (Foto seijin R.Fitzsimmomns dan Perkin Elmer Life

    Sciences)

    Gambar 13.12 Organisasi dan spesifikasi LIM neuron motorii. Pada bagian kiri setengah korda spinal yang menunjukkan pembelahan neuron motorii menjadi 3 kolomna. Neuron pada kolumna berbeda medisplai set-set

    spesifik gen LIM, dan neuron-neuron di dalam setap kolumna membuat jalur penemuan keputusan. Neuron-neuron

    motorii CT terproyeksi ke ventral ke ganglia simpatik. Neuron-neuron MMC terproyeksi ke ototo-otot aksial, dan

    neuron-neuron LMC mengirim akson ke perototan membra. Ditempat kolumna ini terbagi lagi, subdivisi medial (m)

    terproyeksi ke posisi ventral dan subdivisi lateral (l) mengirim akson ke jaringan target region dorsal. (Sesudah

    Tsushida et al. 1994; Tosney et al.1995).

    Keputusan selanjutnya melibatkan spesifisitas target. Bila sel adalah sel yang akan

    menjadi neuron, dan secara spesifik adalah neuron motorii, apakah neuron motorii salah satunya

    menginervasi paha, membra depan atau lidah ? Penspesifikasian anterior-posterior pipa neural

    diregulasi terutama oleh gen Hog dari otak belakang (hindbrain) sepanjang korda spinal, dan

    oleh gen-gen kepala spesifik (seperti Otx) dalam otak. Pada region tubuh, spesifikasi neuron

    motorii diregulasi oleh umur sel ketika ia membelah terakhir. Seperti dibicarakan pada Bab 12,

    saat munculnya (lahirnya) neuron menetapkan lapisan kortek mana yang akan dimasuki. Ketika

  • 21

    neuron motorii yang lebih muda bermigrasi ke periper, mereka harus lewat melalui neuron-

    neuron yang terdiferensiasi lebih awal dalam perkembangan (terdiferensiasi lebih dulu). Ketika

    neuron motorii lebih muda bermigrasi melewati neuron-neuron motorii yang lebih tua pada zona

    intermediet, mereka mengekspresikan faktor pentranskripsi baru sebagai hasil sinyal asam

    retinoid (atau r3etinoid lain) yang disekresikan oleh neuron-neuron motor yang baru saja muncul

    (Sockanathan and Jessel 1998). Faktor pentranskripsi ini dikode oleh gen-gen Lim dan secara

    struktural berhubungan pada faktor pentranskripsi yang dikode oleh gen Hox.

    Sebagai hasil pembentukannya dan pola migrasinya yang berbeda, neuron-neuron motorii

    membentuk pengelompokan-pengelompokan yang utama (Landmesser 1978; Hollyday 1980).

    Badan-badan sel neuron-neuron motorii yang diproyeksikan ke otot-otot tunggal diklusterkan

    pada suatu kolumna longitudinal yang disebut pool. Pool-pool in dikelompokkan bersama-

    sama menjadi 3 kolumna yang lebih besar menurut target-target mereka. Neuron-neuron motorii

    di dalam kolumna Terni (CT) diproyeksikan ke ventral ke ganglia simpatikus. Pool-pool neuron

    motorii kolumna motorii lateral (LMC) terentang ke perototan membra, sedangkan kolumna

    motorii medial (MMC) diproyeksikan keotot-otot aksial. Kolumna motorii lateral dan medial

    terbagi lagi sepanjang aksis mediolateral dalam suatu proses yang berkorelasi dengan posisi

    dorso-ventral target berikutnya (Gambar 13.12; Torsey et al. 1995). Susunan neuron-neuron

    motorii seperti ini konstan pada hampir seluruh vertebrata.

    Target neuron-neuron motorii ini dispesifikasi sebelum akson-akson mereka memanjang

    ke periper. Ini terlihat dari Lanse-Jones dan Landmesser (1980), yang membalik-balikkan

    segmen-segmen korda spinal embrio ayam sehingga neuron motorii menjadi berada pada lokasi

    baru. Akson akan menuju ke target-target aslinya, tidak menuju kearah salah satu posisi barunya

    yang diharapkan (Gambar 13.13). Dasar molekuler untuk spesifitas ini terletak pada anggota

    keluarga protein LIM yang diinduksi selama migrasi neuron (lihat Gambar 13-12; Tsusida et al.

    1994). Sebagai contoh, seluruh neuron motorii mengekspresikan Islet-1 dan (agak lanjut) Islet-2.

    Bila tidak ada protein LIM lain yang diekspresikan, neuron-neuron terproyeksi ke dinding otot

    tubuh ventral. Neuron-neuron yang pada bagian medial MMC juga mengekspresikan Lim-3,

    yang membedakannya dari neuron-neuron motorii yang lain. Pool lateral LMC dibedakan

    dengan ekspresi yang singkat LIM-1, sementara neuron motorii CT menghentikan ekspresi Islet-

    2. Jadi setiap kelompok neuron dicirikan dengan suatu pengumpulan (konstelasi) khusus faktor-

    faktor pentranskripsi LIM.

  • 22

    Gambar 13.13 Kompensasi untuk dislo-kasi posisi awal akson di da-lam embrio

    ayam. (A) Korda spinal panjang yang

    tersusun dari seg-men T7-LS3 ( segmen

    daerah torak ke-7 ke segmen lumbosakral ke-

    3) dibalikkan dalam em-brio umur 2,5 hari.

    (B) pola normal proyeksi ak-son ke otot pada

    umur 6 hari. (C) Proyeksi akson pada

    segmen-segmen yang dibalikkan. Neuron

    yang ditempatkan ektopik akhirnya menemu-

    kan jalur neural semula dan menginervasi

    otot-ototnya. (Dari Lance-Jones and

    Landmesser 1980).

    Pola Penggenerasian di dalam sistem syaraf

    Fungsi otak vertebrata tidak hanya tergantung pada diferensiasi dan pemosisian neuron,

    tetapi tergantung juga pada hubungan spesifik sel-sel ini yang dibuat diantara mereka dan target

    peripernya. Pada beberapa peristiwa, syaraf-syaraf dari organ sensorii seperti mata harus

    berhubungan ke neuron-neuron spesifik di dalam otak yang dapat menginterpretasikan stimuli

    visual, dan akson-akson dari sistem syaraf harus menyeberangi (menembus) permukaan jaringan

    besar sebelum menginervasi jaringan targetnya. Bagaimana akson neuron mengetahui untuk

    melintasi banyak sekali sel-sel target potensial untuk membuat hubungan spesifiknya ?

    Catatan: Konus pertumbuhan neuron-neuron pioner bermigrasi ke jaringan targetnya sementara panjang embrio masih sangat pendek dan jaringan-jaringn embrionik yang menghalangi masih relatif belum komplikated. Dalam

    perkembangan lanjut, neuron-neuron lain menempel pada neuron-neuron pioner dan kerenanya masuk ke jaringan

    target. Klose and Bentey (1989) melihat bahwa dalam beberapa kejadian , neuron-neuron pioneer mati sesudah

    neuron lain mencapai peruntukannya. Tetapi bila neuron-neuron pioner dicegah berdiferensiasi , akson-akson lain

    tidak akan pernah mencapai jaringan targetnya.

    Ross G. Harrison (lihat Gambar 4.3) mengusulkan bahwa spesifisitas pertum-buhan

    akson dilakukan oleh serabut syaraf pioner, yang pergi mendahului akson-akson lain dan

    membantu sebagai pemandu mereka (Harrison 1910). Penemuan yang sangat sederhana, tetapi

    tidak menyelesaikan masalah tentang bagaimana neuron-neuron membentuk pola-pola hubungan

    yang sesuai. Tetapi, Harisson juga mencatat bahwa akson akson harus tumbuh pada substrat

    yang padat, dan ia berspekulasi bahwa perbedaan diantara permukaan embrionik memungkinkan

    akson untuk berjalan pada arah spesifik tertentu. Hubungan akhir akan terjadi lewat interaksi

    saling melengkapi (komplementer) pada permukaan sel target:

  • 23

    Harus dipilih suatu reaksi permukaan sel target diantara setiap macam serabut syaraf dan

    struktur-struktur tertentu yang diinervasi, rupa-rupanya menjadi jelas dari kenyataan bahwa

    serabut sensorii dan serabut motorii, saling berjalan beriringan dalam berkas yang sama,

    meskipun membentuk hubungan periperal yang terpilih, yang satu dengan epidermis dan yang

    satunya dengan otot...... Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa kemungkinan dalam hal

    ini ada suatu analogi tertentu dengan persatuan sel telur dengan spermatozoon.

    Riset pada spesifikasi hubungan neuronal telah difokuskan pada dua sistem utama,

    neuron motorii, yang aksonnya menghantarkan dari syraf ke otot khusus dan sistem optik, yang

    akson-akson berasal mula dari dalam retina menemukan jalan kembali ke otak. Dalam kedua

    kasus ini, spesifitas hubungan akson tampak terbentang dalam tiga tahapan (Goodman and Shatz

    1993):

    1. Pemilihan jalur, jalan tempat akson-akson menyelusuri sepanjang rute yang menuntunnya ke region embrio tertentu

    2. Pemilihan target, tempat akson-akson, sedemikian akson-akson tadi menca-pai area yang tepat, mengenalinya dan mengikat pada perangkat sel tempat mereka membentuk

    hubungan yang stabil

    3. Pemilihan tempat (alamat), ketika pola awal diperhalus seperti setiap akson tertambat pada subperangkat (kadang-kadang hanya satu) dari target yang dimungkinkan.

    Kedua proses pertama sebagai independen aktivitas neuronal. Proses ketiga melibatkan

    interaksi antara beberapa neuron aktif dan merubah proyeksi saling menutupi menjadi pola

    hubungan rangkaian yang sesuai.

    Telah diketahui sejak tahun 1930-an bahwa akson-akson motorii dapat menemukan otot-

    otot yang sesuai bahkan bila aktivitas neuronal akson diblok. Twitty (siswa Harison) dan

    sejawatnya menemukan bahwa embrio newt, Taricha torosa mensekresi toksin, tetrodotoksin,

    yang memblok transmisi neural spesies lain. Dengan mencangkokkan potongan kecil embrio

    T.torosa ke dalam embrio spesies salamander lain, potongan kecil tersebut mampu memparalisis

    embrio inang untuk hari-hari sementara perkembangan terjadi. Hubungan neuronal normal

    disusun, bahkan walaupun tidak ada aktivitas neuronal terjadi. Pada kira-kira waktu berudu siap

    untuk makan, toksin menghilang, dan salamander muda berenang dan makan secara normal

    (Twitty and Johnson 1934; Twitty 1937). Eksperimen yang lebih baru yang menggunakan mutan

    zebrafish dengan reseptor-reseptor neurotransmiter yang tidak berfungsi, secara serupa

    memperagakan pula bahwa neuron-neuron motorii dapat menyusun pola inervasi normal pada

    ketiadaan aktivitas neuronal (Westerfield et al.1990).