Top Banner
Keadilan Post Juni 2014 1 Keadilan Post Informatif, Komunikatif, Aspiratif Edisi Juni 2014 FOKUS UTAMA Kantor DPPAI yang bertempat di gedung Kahar Mudzakkir UII (18/06). Yogyakarta-Keadilan. Universitas Is- lam Indonesia (UII) merupakan insti- tusi pendidikan yang berlandaskan Ca- tur Dharma, salah satunya yaitu dakwah Islamiah. Landasan itulah yang menjadi ciri khas UII sebagai perguruan tinggi yang mencita-citakan lulusannya mem- punyai latar belakang nilai keislaman. Hal itu direalisasikan melalui pengem- bangan mahasiswa yang berbasis Islam, diantaranya ialah kegiatan pesantrenisasi yang nanti akan dievaluasi melalui pe- nilaian tes Baca Tulis Alquran (BTAQ). Pembekalan melalui pesan- trenisasi ini dianggap sebagai pembe- rian kemampuan dasar bagi seorang Nilai Islam UII di Tengah Problematik Tes BTAQ Tes BTAQ sebagai instrumen sederhana untuk mengukur kemampuan keislaman mahasiswa UII masih menyisakan polemik. Baik dari segi waktu pembinaan, tenaga pelaksana, hingga para pengujinya. Oleh: Ismail Sani Ali Manggala muslim. Hal itu diutarakan oleh Kepala Divisi Pendidikan dan Pembinaan Dak- wah (PPD) Direktorat Pendidikan dan Pengembangan Agama Islam (DPPAI), Supriyanto Pasir. Dia menambahkan, bahwa BTAQ digunakan sebagai indika- tor karena bisa mengukur kemampuan dasar seorang mahasiswa dalam penge- tahuannya tentang agama Islam. Ele- men penilaian dalam BTAQ antara lain kelancaran membaca, menulis, dan hafa- lan ayat Alquran, serta tata cara praktik ibadah salat dan thaharah. Dalam Peraturan Rektor No- mor 7 Bab IV, Strategi Pencapaian Kom- petensi Keislaman melalui pendekatan Ko-Kurikuler Tahun 2011, disebutkan bahwa keislaman merupakan kompe- tensi dasar yang harus dicapai lulusan UII. Program ko-kurikuler berbentuk aktivitas yang dirancang, dikelola, dan menjadi tanggung jawab institusi pro- gam studi, direktorat yang bersesuaian seperti DPPAI—untuk aktivitas antara lain Orientasi Nilai-Nilai Dasar Islam (ONDI), LKID, BTAQ—dan DPPM. Salah satunya melalui kegiatan pesant- renisasi yang diakhiri dengan tes BTAQ. Untuk itu sistem akademik mensyarat- kan kelulusan BTAQ bagi mahasiswa yang akan mengikuti Kuliah Kerja Nya- ta (KKN). Gandar/Keadilan
20

Kpost Juni

Apr 06, 2016

Download

Documents

LPM KEADILAN

 
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Kpost Juni

Keadilan Post Juni 2014 1

Keadilan PostInformatif, Komunikatif, Aspiratif Edisi Juni 2014

FOKUS UTAMA

• KantorDPPAIyangbertempatdigedungKaharMudzakkirUII(18/06).

Yogyakarta-Keadilan. Universitas Is-lam Indonesia (UII) merupakan insti-tusi pendidikan yang berlandaskan Ca-tur Dharma, salah satunya yaitu dakwah Islamiah. Landasan itulah yang menjadi ciri khas UII sebagai perguruan tinggi yang mencita-citakan lulusannya mem-punyai latar belakang nilai keislaman. Hal itu direalisasikan melalui pengem-bangan mahasiswa yang berbasis Islam, diantaranya ialah kegiatan pesantrenisasi yang nanti akan dievaluasi melalui pe-nilaian tes Baca Tulis Alquran (BTAQ). Pembekalan melalui pesan-trenisasi ini dianggap sebagai pembe-rian kemampuan dasar bagi seorang

Nilai Islam UII di Tengah Problematik Tes BTAQTesBTAQsebagaiinstrumensederhanauntukmengukurkemampuankeislamanmahasiswaUIImasihmenyisakanpolemik.Baikdarisegiwaktupembinaan,tenagapelaksana,hinggaparapengujinya.

Oleh: Ismail Sani Ali Manggala

muslim. Hal itu diutarakan oleh Kepala Divisi Pendidikan dan Pembinaan Dak-wah (PPD) Direktorat Pendidikan dan Pengembangan Agama Islam (DPPAI), Supriyanto Pasir. Dia menambahkan, bahwa BTAQ digunakan sebagai indika-tor karena bisa mengukur kemampuan dasar seorang mahasiswa dalam penge-tahuannya tentang agama Islam. Ele-men penilaian dalam BTAQ antara lain kelancaran membaca, menulis, dan hafa-lan ayat Alquran, serta tata cara praktik ibadah salat dan thaharah. Dalam Peraturan Rektor No-mor 7 Bab IV, Strategi Pencapaian Kom-petensi Keislaman melalui pendekatan

Ko-Kurikuler Tahun 2011, disebutkan bahwa keislaman merupakan kompe-tensi dasar yang harus dicapai lulusan UII. Program ko-kurikuler berbentuk aktivitas yang dirancang, dikelola, dan menjadi tanggung jawab institusi pro-gam studi, direktorat yang bersesuaian seperti DPPAI—untuk aktivitas antara lain Orientasi Nilai-Nilai Dasar Islam (ONDI), LKID, BTAQ—dan DPPM. Salah satunya melalui kegiatan pesant-renisasi yang diakhiri dengan tes BTAQ. Untuk itu sistem akademik mensyarat-kan kelulusan BTAQ bagi mahasiswa yang akan mengikuti Kuliah Kerja Nya-ta (KKN).

Gandar/Keadilan

Page 2: Kpost Juni

Keadilan Post Juni 2014 2

Jamroni selaku Kepala Divisi Pengkajian dan Pengembangan Keis-laman (PPK) DPPAI mengatakan, langkah tersebut merupakan upaya universitas untuk mempersiapkan ma-hasiswa-mahasiswa yang hendak meng-ikuti KKN. Persiapan itu dilakukan agar mahasiswa siap dari segi keislaman se-belum mereka terjun untuk melakukan pengabdian kepada masyarakat. Tes BTAQ sendiri masuk dalam rangkaian pesantrenisasi tahap pertama yang diadakan di kampus terpadu Ka-liurang. Kegiatan yang diselenggarakan oleh DPPAI tersebut merupakan tindak lanjut dari kegiatan ONDI serta Place-ment Test Agama (PTA), seperti yang dijelaskan oleh Aunur Rohim Faqih, salah satu dosen Fakultas Hukum (FH) UII. PTA adalah kegiatan pengujian ter-hadap mahasiswa sebagai sarana untuk mengetahui kemampuan yang dimiliki. Kemudian mahasiswa diberi treatment sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki dalam pembinaan berikutnya. Se-bagai tindak lanjut dari PTA, maka hasil dari pelaksanaan tersebut dapat menem-patkan peserta pembinaan berdasarkan kemampuan pemahaman keagamaan-nya. Secara garis besar, pembinaan dikelompokkan dalam tiga tingkatan, yaitu: Tingkat Dasar; Tingkat Mene-ngah; dan Tingkat Lanjut. Dari semua kategori tersebut mahasiswa diwajibkan untuk mengikuti pembinaan yang dimu-lai pada semester pertama. Setelah me-lalui beberapa hari—pesantrenisasi, ma-hasiswa akan diuji oleh dosen peng-uji yang ditunjuk oleh DPPAI berasal dari berbagai fakultas yang ada di UII. Oleh karena itu, penunjukkan dosen penguji dilakukan dengan mem-pertimbangkan berbagai hal karena tidak semua dosen UII bisa menjadi penguji dalam tes BTAQ. Jamroni mengungkap-kan bahwa dosen yang menjadi penguji tentunya harus mempunyai pemahaman tentang agama Islam dengan baik. “Kita utamakan dosen-dosen yang punya background pesantren,” ujarnya. Penentuan dosen penguji itu

dilakukan dengan merinci dosen-dosen yang direkomendasikan oleh fakultas. Setelah itu, penunjukkannya ditentukan melalui Surat Keputusan (SK) Rektor kepada dosen yang ditunjuk menjadi penguji. Untuk menyamakan pemaha-man terkait standar penilaian dalam tes BTAQ, DPPAI mengumpulkan dosen-dosen penguji sebelum pengujian dilak-sanakan.

Pengaruh Dosen Penguji dalam Pe-nilaian Dalam format yang ada di DP-PAI, penilaian BTAQ terdiri dari dua kategori, yaitu Baca Tulis Alquran dan Praktik Ibadah. Klasifikasi penilaian Baca Tulis Alquran terbagi dalam tiga unsur penilaian. Kategori selanjutnya adalah Praktik Ibadah yang terdiri dari tiga unsur penilaian juga. Terkait peran mu-syrif—pemandu—terhadap kelulusan BTAQ ketika pesantrenisasi, hanya sampai pada fungsi peng-awasan dan pemantauan ma-hasiswa. Hasil pemantauan itu dijadikan pertimbangan untuk para dosen penguji dalam menentukan kelulusan BTAQ. Hal tersebut sesuai dengan yang diterangkan oleh Muam-mar Rachman, mahasiswa FH angkatan 2010 yang pernah menjadi musyrif. Dia menjelaskan, ”Kalau dikatakan peng-aruh banget, enggak. Tapi itu berpeng-aruh, karena itu (hasil pemantauan) kan jadi perbandingan”.

Dalam pro-ses penilaian, do-sen diberikan ke-wenangan untuk memberikan nilai berdasarkan uku-ran subjektifnya

sendiri. Walaupun sudah ditentukan standarnya oleh DPPAI, tapi penilai-an subjektif dosen penguji tidak bisa dilepaskan dalam penentuan nilai kelu-lusan tes BTAQ. Hal itu tidak dipungkiri oleh Moh. Hasyim, salah satu dosen FH UII yang juga menjadi dosen penguji. Dia berkata, “Ketika di lapangan itu, ya namanya saja ujian lisan, jadi sangat tergantung pada dosen yang menguji”. Senada dengan Hasyim, Jamroni me-nambahkan, hasil pengujian merupakan penilaian prerogatif dosen, tidak ada campur tangan pihak DPPAI dengan hasil ujian. “Yang berhak menilai dosen penguji. Kita tidak bisa menginterven-si,” ungkapnya. Ari Mulya, mahasiswa Fakul-

tas Ekonomi (FE) jurusan Manajemen menjelaskan, banyaknya mahasiswa yang tidak lulus dalam ujian BTAQ bisa juga terjadi karena ada perbedaan pandangan di antara dosen penguji mengenai standar minimal kelulusan. Menurut mahasiswa angkatan 2010 ini, ada beberapa mahasiswa yang memiliki kemampuan kurang justru bisa lulus, tergantung dosen yang menguji. “Ada teman-teman yang agamanya bagus, cuma waktu ujian itu dia dapat dosen yang enggak sesuai, punya standar yang tinggi. Jadi nilai dari mahasiswa itu se-harusnya sekian, tapi enggak sesuai sama pengujinya, akhirnya enggak lulus,” tu-

• Jamroni,selakuKepalaDivisiPengkajiandanPengembangan

KeislamansaatdimintaiketerangannyamengenaiBTAQ

(18/06).

Baca, Tulis, Alquran Praktik Iba-dah

Nilai Maksi-mal

Kelancaran Membaca Sholat 30Hafalan Surat Thaharah 10

Menulis Hafalan Doa 10

Kompenen Penilaian Tes BTAQ

Data Jumlah Kelulusan Tes BTAQ

8 April 2014 24 April 2014 14 Mei 2014 28 Mei 2014

Jumlah Ma-hasiswa Ikut

Ujian: 292

Jumlah Ma-hasiswa Ikut

Ujian: 222

Jumlah Ma-hasiswa Ikut

Ujian: 72

Jumlah Ma-hasiswa Ikut

Ujian: 27

Mengulang Lulus Sumber: web DPPAI

Gandar/Keadilan

Page 3: Kpost Juni

Keadilan Post Juni 2014 3

turnya. Dalam pengujian BTAQ yang termasuk dalam rangkaian pesantrenisa-si, tiap tahun selalu ada mahasiswa yang tidak lulus. Seperti yang dilansir salah satu buletin pers mahasiswa di UII edisi Maret 2013, penyebab dari hal itu bisa disebabkan oleh berbagai faktor. Fak-tor itu ialah penilaian yang berbeda di-antara dosen penguji dan faktor dari dalam diri mahasiswa yang kadang lalai ketika pesantrenisasi. Dalam rentang waktu tahun 2008 sampai 2012, rata-rata persentase kelulusan mahasiswa yang lulus pesantrenisasi berkisar antara 73 persen sampai 79 persen. Sisanya, sekitar 21 persen sampai 27 persen tidak lulus. Bagi mahasiswa yang tidak lu-lus ini diwajibkan untuk mengikuti ujian ulang. Contohnya Novita Ayu Karmila, mahasiswi FH UII angkatan 2011 ini menuturkan jika dia harus melakukan ujian BTAQ ulang, dengan biaya 20 ribu rupiah di DPPAI yang berlokasi di kam-pus terpadu Kaliurang. Mahasiswa yang mengikuti uji-an BTAQ ulang belum pasti akan lulus. Data yang didapatkan dari web DPPAI menunjukkan, selama bulan April dan Mei banyak mahasiswa yang mengikuti ujian BTAQ ulang namun tidak lulus. Per-bulannya, ujian dilaksanakan seba-nyak dua kali. Dalam hasil pengujian BTAQ, baik dalam rangkaian pesantrenisasi maupun ujian ulang, tidak ada kontrol mengenai penentuan nilai oleh DPPAI. Namun secara peraturan tertulis me-mang sudah ditentukan, “Kita punya dasar secara normatifnya,” jelas Jamro-ni. Ketika diklarifikasi menge-nai pengawasan saat pelaksanakan

BTAQ, Jamroni menegas-kan bahwa pihaknya su-dah memberikan pedoman penilaian berupa format standar penilaian. “Kita kan sering rapat koordinasi, untuk penyamaan visi misi kepada dosen penguji ini selalu kami lakukan,” tam-bahnya. Dia mengungkap-

kan, pemberian penilaian merupakan hak dari dosen penguji. DPPAI tidak bisa meragukan hasil penilaian dosen. “Berarti saya tidak percaya dong dengan dosen UII,” ungkapnya. Maka dari itu dirinya menambahkan, DPPAI memilih orang yang memiliki kompetensi yang baik dan penilaian objektif. Terkait dengan permasalahan kontrol saat pelaksanaan BTAQ dari DPPAI terhadap dosen penguji, Aunur menjelaskan bahwa evaluasi hanya di-lakukan secara spontan untuk menge-tahui perkembangan maha-siswa pada saat ujian. “Cuma selalu ada evaluasi untuk mengetahui seluruh ujian kita selama ini, mahasiswa kita sudah sema-kin meningkat atau tidak. Cross-check itu yang penting spontanitas,” ujar-nya. Senada dengan pernyataan Aunur, Supriyanto mengatakan pihak DPPAI hanya melakukan tindakan evaluatif terhadap kinerja dosen peng-uji setelah ujian BTAQ selesai. Jika ada dosen penguji yang menguji tidak sesuai standar, maka bisa diberikan teguran. “Dosen itu bertanya di luar dari materi nanti dilaporkan ke saya. Mahasiswa bisa kita panggil, untuk kita uji lagi, sebab dia ‘dianiaya’ dan dosen kita tegur,” jelas-nya. Apabila ada mahasiswa yang mera-sa bisa, tapi tidak diluluskan oleh dosen pengujinya, maka dia bisa mengajukan protes. “Dia boleh protes juga to, dan kita fasilitasi,” tam-bahnya.

Permasalahan Ujian BTAQ Ulang Memang bagi mahasiswa yang mengu-lang dan mem-

butuhkan pembimbingan BTAQ, DP-PAI menyediakan fasilitas secara gratis. Hal itu diungkapkan oleh Arjun Tho-huri, alumni Fakultas Ilmu Agama Islam tahun 2013 yang pernah bertugas men-jadi musyrif sejak 2009 hingga 2012. Dia berkata, “(Pihak DPPAI) Memberikan bimbingan gratis bagi temen-temen ma-hasiswa yang mau belajar Alquran lebih jauh lagi”. Namun tidak semua mahasiswa mengetahui kejelasan informasi men-genai bimbingan dari DPPAI. Hal ini terlihat dari pengakuan Ari bahwa dia tidak diberi tahu tentang adanya bimb-ingan tersebut. Dia melakukan latihan BTAQ dengan inisiatif sendiri. Berbeda deng-an yang diungkapkan oleh Ari-na Pramudita, mahasiswa FE jurusan Akuntansi angkatan tahun 2010. Menu-rutnya, bimbingan BTAQ hanya untuk peserta yang tidak menguasai seluruh komponen yang diberikan. Ketika ada

satu atau lebih komponen yang terpenuhi, maka peserta tidak da-pat mengikuti bimbingan BTAQ. Sementara itu, menurut kete-rangan yang disampaikan oleh Jamroni, bahwa DPPAI sudah menyediakan fasilitas untuk ma-hasiswa yang membutuhkan bimbingan. “Nah sekarang sudah

kita fasilitasi, Mas. Setiap mahasiswa yang ujian BTAQ belum lulus, lebih dari dua kali. Silakan ikut kursus di sini. Les, membaca Alquran dan ibadah. Gratis enggak usah bayar,” ucapnya. Sedangkan kaitan tentang pem-binaan bagi mahasiswa yang mengulang BTAQ, Supriyanto menjelaskan, bahwa usaha itu bisa dilakukan melalui pembi-naan di tingkat fakultas. Dia mencon-tohkan di Fakultas Teknik Industri yang menjalankan pembinaannya melalui Asistensi Agama Islam (AAI). Pembi-naan itu dilakukan dengan melibatkan

• SupriyantoPasir,Kepala

DivisiPendidikandanPembinaan

DakwahmenerangkanpermasalahantesBTAQ(19/06).

• ArjunThohuri

• AunurRohimFaqihsebagaisalahsatudosenpengujitesBTAQ(18/06).

Gandar/Keadilan

Ismail/Keadilan

Page 4: Kpost Juni

Keadilan Post Juni 2014 4

EDITORIAL

Terwujudnya Universitas Islam Indonesia (UII) sebagai rahmatan lil’alamin, memiliki komitmen pada kesempurnaan (keunggulan), risalah islamiah, di bidang pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat dan dakwah, setingkat universitas yang berkualitas di negara-negara maju. Salah satu program untuk mengukur hasil realisasi dari visi UII di atas, yakni dengan adanya ujian Baca Tulis Alquran (BTAQ) yang termasuk dalam satu rangkaian kegiatan pesantrenisasi. Ujian ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan Ori-entasi Nilai-Nilai Dasar Islam (ONDI) serta Placement Test Keagamaan (PTA), guna mewujudkan nilai keislaman sebagai kompetensi dasar yang harus dicapai para lulusan UII. Dalam hal ini, pihak yang berwenang memfasilitasi kegiatan tersebut adalah Direktorat Pendidikan dan Pengembangan Agama Islam (DPPAI). Namun pada pelaksanaannya, BTAQ masih ter-dapat beberapa permasalahan. Masalah pertama, pihak DPPAI hanya mengutamakan dosen-dosen lulusan pesantren. Kedua, tidak adanya kejela-san mengenai mekanisme untuk menjadi dosen penguji, sehingga selama ini pola perekrutan hanya berupa rekomendasi dari masing-masing fakultas. Selain itu, ketidakjelasan juga terdapat pada standar baku dalam memberikan penilaian. Dosen penguji yang notabene menjadi komponen penting dalam kelulusan ujian BTAQ—baik ujian BTAQ biasa maupun ujian ulang—sehingga malah menetapkan standar penilaiannya sendiri. Sehingga dalam realitanya, mereka malah tidak tunduk pada standar penilaian yang sudah ditetapkan oleh DPPAI. Padahal, DPPAI sudah memiliki standar penilaian tersendiri yang seharusnya digunakan oleh dosen penguji ketika memberikan penilaian terhadap mahasiswa. Tingginya penilaian subjektif dari dosen penguji berimbas pada ketidaklulusan mahasiswa dalam ujian BTAQ. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa mahasiswa yang mengeluh, yaitu dengan adanya perbedaan pandangan dalam pemberian penilaian antara dosen penguji satu dengan yang lain. Jumlah mahasiswa yang tidak lulus ujian BTAQ setiap tahunnya me-nandakan bahwa peran DPPAI dalam menjalankan program ini masih kurang maksimal, terutama terkait pengawasan ketika ujian BTAQ berlangsung. Pihak DPPAI belum melakukan pengawasan saat ujian BTAQ berlangsung. Padahal, permasalahan yang timbul yakni karena subjektifnya penilaian dari dosen penguji. DPPAI hanya menerima hasil akhir berupa angka-angka. Hal ini ditengarai karena DPPAI tidak mengawasi secara langsung, baik perihal sesuai atau tidaknya dosen penguji dalam mengujikan materi maupun pada saat pemberian nilai pada peserta. Fungsi kontrol dari DPPAI terhadap dosen penguji hanya ada pada saat proses terakhir, yang berupa evaluasi. Permasalahan ketidaklulusan ujian BTAQ juga tidak terlepas dari mahasiswa sebagai peserta ujian. Pihak DPPAI menilai, peserta kurang mempersiapkan materi ujian BTAQ dengan baik, sehingga tidak lulus dan harus menempuh ujian ulang. DPPAI sebenarnya sudah memberikan fasilitas berupa bimbingan gratis bagi mahasiswa yang tidak lulus ujian. Bim-bingan tersebut berguna untuk peserta yang kurang mampu memenuhi kriteria penilaian untuk mendapat tuntunan ekstra agar nantinya dapat menempuh ujian BTAQ. Di sini timbul permasalahan baru, terutama bagi mahasiswa yang lokasinya terpisah dari kawasan kampus terpadu, seperti Fakultas Hukum dan Fakultas Ekonomi. Masalah informasi dan mekanisme bimbingan gratis tersebut kurang sampai kepada peserta ujian BTAQ. Terbukti dengan ketidaktahuan mahasiswa akan adanya bimbingan tersebut. Juga untuk ujian BTAQ ulang, permasalahan lokasi yang terpusat di kampus terpadu agaknya memberatkan mahasiswa. Beberapa dari mereka mengeluhkan hal ini. Untuk kembali merevitalisasi dan memaksimalkan BTAQ sebagai usaha mewujudkan UII yang mempunyai dakwah islamiah, masih banyak hal yang perlu diperbaiki. Jangan sampai program pesantrenisasi dan BTAQ ini hanyalah sebagai formalitas bahkan ritual tahunan semata, yang dapat mengaburkan esensi dari pesantrenisasi dan BTAQ itu sendiri.

pemandu yang berasal dari mahasiswa di setiap fakultas untuk membimbing mahasiswa lainnya yang belum lulus BTAQ. Namun, dia tidak memungkiri kalau itu tidak berjalan secara maksi-mal di beberapa fakultas, seperti FH. Semua itu membutuhkan kebijakan dari tiap pimpinan fakultas, semisal dengan memasukkan AAI sebagai bagian dari komponen penilaian dalam salah satu mata kuliah. “Bahkan di FTI, AAI ma-suk komponen penilaian Mata Kuliah Ibadah dan Akhlaq,” jelasnya. Demi merevitalisasi dan me-maksimalkan BTAQ sebagai usaha mewujudkan UII yang mempunyai

dakwah Islamiah, menurut Aunur perlu dilakukan pembenahan. Bentuk pem-benahan itu diantaranya pembenahan sistem, administrasi, kualitas penguji, dan penjadwalannya. Dia pun mene-kankan tentang pentingnya PTA untuk pemetaan sebagai patokan pembinaan keagamaan mahasiswa. Untuk itu diperlukan pem-bekalan yang lebih komprehensif ke-pada mahasiswa, seperti yang dilon-tarkan oleh Abdul Jamil, Wakil Rektor III. Menurut dia, belum maksimalnya hasil BTAQ merupakan akibat dari tidak maksimalnya pembinaan di pesan-trenisasi. Karenanya, Jamil merencana-

kan ke depan akan menjalankan pesan-trenisasi dengan meletakkan character building sebagai landasan. Hal itu dilaku-kan melalui pesantren selama satu tahun yang kemungkinan baru bisa diterapkan pada angkatan 2015. Karena pesantre-nisasi selama empat hari yang berjalan saat ini menurutnya tidak maksimal. “UII wajib memproses dia (mahasiswa) supaya dia itu layak menjadi orang UII yang beragama Islam,” imbuhnya.

Reportase bersama: Devi Triana., Gandar Mahojwala., Ida Elsha N., Ranu Rahman A., Rini Winarsih, Sekar Santi N., dan M. Zein R.

Page 5: Kpost Juni

Keadilan Post Juni 2014 5

LIPUTAN

Yogyakarta-Keadilan. Dewan Per-wakilan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (DPM FH UII) melayangkan surat permohonan permintaan transparansi dana kepada pihak Dekanat FH UII. Permintaan yang tidak disambut dengan baik, ini-lah yang kemudian menyebabkan pihak DPM FH melaporkan kepada pihak Komisi Informasi Provinsi Daerah Is-timewa Yogyakarta (KIP DIY) pada akhir April 2014 lalu. M. Agvian Megantara, selaku Ketua DPM FH menjelaskan bahwa permintaan transparansi dana yang di-lakukan bukanlah tanpa sebab. Pihak-nya menginginkan adanya keterbukaan informasi dari pihak dekanat dalam hal keuangan kampus. “Biar transparan, biar kita tahu alokasi dana itu lari kema-na saja, terus penggunaan dan realisa-sinya juga,” ujar Mega. Usaha yang dilakukan oleh DPM FH baik formal dan informal ti-dak membuahkan hasil. Pasalnya pihak dekanat tetap tidak mau mengabulkan permintaan mereka. Pihak dekanat ber-alasan jika permohonan itu dikabulkan akan melanggar Statuta UII. Di per-aturan itu, disebutkan bahwa fakultas bertanggung jawab atas penggunaan keuangan kepada Senat Fakultas. Oleh karenanya mahasiswa tidak bisa men-

Tumpulnya Hasil Permintaan Transparansi DanaTransparansi dana didapatkan dengan kesulitan, tetapi keberlanjutannya tidak dapat dirasakan olehmahasiswa.Saatusahamaksimalbelumjugamendapatkanhasilyangmemuaskan,dimanatitikkesalahansebenarnya?

Oleh : Meila Nurul Fajriah

dapatkan laporan pertanggung jawaban keuangan tersebut. Hal tersebut disepa-kati juga oleh Karimatul Ummah selaku dosen FH UII. “Ya, karena dia (DPM FH) minta keseluruhan transparansi anggaran, dan itu dosen pun enggak ber-hak sebenarnya,” tegasnya. Tidak puas dengan hasil yang didapatkan dari pihak dekanat, DPM FH mencoba untuk membawa masalah ini kepada pihak KIP DIY. Menurut kajian mereka, kasus ini bisa diajukan kepada pihak yang berwenang untuk mengadili. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik disebut-kan, “Badan Publik adalah Lembaga Ek-sekutif, Legislatif, Yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan ne-gara, yang sebagian atau selu-ruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Ang-garan Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dana-nya bersumber dari Anggaran Pendapa-tan dan Belanja Negara dan/atau Ang-garan Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.”

Zayanti Mandasari, relawan yang pernah bertugas di Klinik Keter-bukaan Informasi Publik UII membe-narkan hal tersebut. “Jadi UII ini da-pat dikategorikan sebagai badan publik yang keuangannya berasal dari maha-siswa. Nah dan terdapat juga bantuan dari pemerintah,” ujarnya. Proses permohonan permin-taan transparansi dilakukan melalui ta-hap sidang mediasi oleh KIP DIY. Sebe-lumnya, pihak DPM FH mendaftar dan kemudian mengajukan beberapa berkas perlengkapan. Setelah berkas dinya-takan lengkap, maka pihak-pihak yang bersangkutan diundang ke persidangan dalam tahapan mediasi yang difasilitasi oleh KIP DIY. Pada sidang pertama, hanya diikuti oleh pihak penggugat saja tanpa dihadiri oleh pihak dekanat selaku tergugat. Selang beberapa hari setelah sidang pertama diadakan, pihak dekanat membuat sebuah Tim Mediasi yang ter-diri dari beberapa dosen FH UII. Tim Mediasi dibagi ke dalam dua kelompok, bagian litigasi yang diketuai oleh Abdul Jamil dan non litigasi diketuai oleh Muk-min Zakie. Dua hari menjelang sidang ke-dua diadakan, Tim Mediasi dari pihak non litigasi memanggil pihak DPM FH untuk bermusyawarah bersama. Hasilnya yaitu pihak tergugat akan mem-berikan apa yang diminta oleh pihak

penggugat dengan catatan gu-gatan dicabut. Menurut Muk-min, yang bisa diberikan oleh dekanat hanyalah berupa lapo-ran keuangan yang ditujukan kepada senat, bukan rincian bi-aya yang dikeluarkan oleh kam-pus sebagaimana yang diminta oleh DPM FH. Sebab, rincian

keuangan fakultas hanya boleh dipegang dan diaudit oleh Yayasan Badan Wakaf Universitas. Gugatan akhirnya dicabut oleh pihak penggugat setelah mendapatkan transparansi dana dari pihak Tim Medi-asi. Selanjutnya, transparansi dana terse-

• Laporanpertanggung-jawabankeuangan

DekanFHUIIkepadaSenat

(19/06).

• AuliaRifqiHidayat

Meila/Keadilan

Page 6: Kpost Juni

Keadilan Post Juni 2014 6

but diumumkan ke mahasiswa FH UII pada tanggal 13 Mei 2014 melalui akun jejaring sosial twitter Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) FH UII dan DPM FH UII. Akan tetapi, data itu hanya ber-bentuk laporan pihak fakultas kepada pihak Senat Fakultas tanpa ada penjela-san apapun terkait laporan tersebut dari pihak DPM FH. Selain menyebarkan laporan keuangan, ternyata pihak internal DPM FH juga menganalisis dan membahas beberapa kejanggalan yang menurut mereka mencurigakan. Kejanggalan itu berupa beban transport mengajar, be-ban pengembangan laboratorium, be-ban transport hadir, beban rekreasi dan beberapa kejanggalan lain yang mereka temukan. Setelah itu, DPM FH ber-usaha untuk meminta penjelasan dan memusyawarahkan temuan tersebut ke-pada pihak dekanat sebelum nantinya disebarkan kepada mahasiswa FH UII. Ketika DPM meminta penje-lasan, pihak dekanat yang diwakili oleh Saifudin menolak untuk memberikan penjelasan. Karena alasan laporan terse-but adalah laporan yang diberikan un-tuk Senat Fakultas. Alasan lainnya, pada akhir bulan April Saifudin sudah tidak lagi menjabat sebagai Wakil Dekan FH UII. Kemudian, dia berdalih bahwa yang memberikan hasil laporan terse-but yaitu Tim Mediasi non litigasi, bu-kan dekanat. Saat ditemui tim Keadilan pun, dia juga menolak untuk berbicara. Karimatul membenarkan sikap Saifudin yang menolak saat dimintai kejelasan transparasi dana. Menurut dia, hak dan

wewenang Saifudin sudah dilimpahkan kepada Wak-il Dekan selanjutnya. Terkait hal pemberian laporan keuangan, Muk-min membenarkan kalau bukan Saifudin langsung yang memberikan ke-pada pihak DPM FH, tetapi Tim Mediasi non litigasi. Hal itu dikarena-kan, pihak dekanat sudah memberikan wewenang kepada tim mediasi non litigasi, untuk menyelesai-kan kasus tersebut di luar proses sidang KIP DIY. “Ya, karena pada awalnya kan saya minta (pihak de-kanat), apapun yang saya

ambil langkah itu, yang penting tar-getnya tidak diteruskan,” tegas Mukmin saat dimintai pendapat di ruang dosen. Kemudian Mukmin selaku Tim Mediasi yang juga berkedudukan seba-gai Sekretaris Senat Universitas men-jelaskan, bahwa rincian pengeluaran seharusnya ditanyakan kepada pihak Yayasan Badan Wakaf. Karena menurut dia, pihak yayasan-lah yang mengaudit seluruh keuangan universitas termasuk fakultas. Laporan yang diberikan oleh pihak dekanat kepada senat hanya lapo-ran dalam bentuk umum. “Kalau rincian awal yang sampai mungkin kuitansi se-gala macam tentang keuangan, ya ke-pada badan wakaf. Badan wakaf yang mengaudit, silahkan saja kesana,” tam-bahnya.

Tindak lanjut kasus terhadap maha-siswa Aulia Rifqy Hidayat, mahasiswa

FH UII angkatan 2012 menyayangkan tidak adanya penjelasan oleh DPM FH atas transparansi keuangan yang telah mereka dapatkan. “Sudah bagus tapi be-lum maksimal. Karena yang maksimal itu ya memang selain tahu terperinci kita bayarnya kemana saja, trus juga tahu to-tal dananya berapa, dibayarkan kemana saja. Trus efektif atau tidak duit tadi,” ungkapnya. DPM FH pun merasa kesulitan dalam hal pembacaan dan pemahaman laporan keuangan tersebut. Kesulitan itu dibenarkan oleh Mukmin Zakie. “Saya sudah menjelaskan, diberikan juga susah kita untuk membaca itu,” ujar-nya. Dia menambahkan, bahwa kesu-litan dalam hal pembacaan dikarenakan ketidakpahaman DPM FH dalam hal penulisan laporan yang ada. Senada den-gan Mukmin, Karimatul menambahkan, “Kita aja enggak bisa kalo bukan bidang keuangan.” Mengenai keberlanjutan kasus tersebut, DPM FH berharap kepada periode selanjutnya, untuk mengada-kan public hearing mengenai laporan keuangan fakultas yang dilakukan oleh pihak dekanat. Karena untuk saat ini, mereka hanya memfasilitasi pemberian data kepada mahasiswa melalui akun je-jaring sosial twitter. Saat ditemui Keadilan, DPM FH masih mencoba untuk meminta penjela-san dari dekanat, tetapi, dengan belum adanya ketetapan dekan yang baru oleh fakultas, permintaan diberhentikan. Se-lain itu, banyaknya agenda yang sedang dilakukan oleh mereka—dekanat—juga berdampak pada berhentinya kasus ini tanpa ada hasil akhir yang jelas. Untuk mengantisipasi ketidak-berlanjutan kasus tersebut, DPM FH

• MukminZakie,TimMediasinonlitigasipadakasus

transparasidanaFHUII(17/06).

• KarimatulUmmah,dosenFHUIImemberitanggapanmengenailaporan

pertanggung-jawabankeuangan(17/06).

Zein/Keadilan

Fajrul/Keadilan

Page 7: Kpost Juni

Keadilan Post Juni 2014 7

yang akan mengakhiri masa periodenya dalam beberapa minggu ke depan, su-dah mencoba untuk mentransformasi-kan hal ini kepada DPM FH selan-jutnya. Pernyataan ini dibenarkan oleh Harry Setya Nugraha selaku anggota DPM FH terpilih periode 2014/2015. Dia mengatakan, “...itu yang kemudian di-amanahkan sama DPM sekarang un-

tuk jadi PR legislatif ke depan”. Penyebaran data transparansi dana tersebut juga kurang disambut baik oleh mahasiswa. Saat ditanyakan mengenai reaksi mahasiswa, Mega me-ngatakan, “Tidak ada reaksi. Mereka itu bereaksi kalau tentang remediasi, kuota key-in, ya sudah”. Hal ini pula yang men-jadi perhatian Harry, “Yang menjadi

Reportase bersama : M. Indra W. A. Bagan, Mada Pudyatama, Fajrul Umam A.R., Sri Devi Annisa Fitri, Nuranisyah.

kekhawatiran saya, usaha teman-teman DPM untuk membuka transparansi dana ini dianggap sebelah mata oleh teman-teman mahasiswa lainnya, yang bisa dikatakan ya sedikit apatis,” ungkap dia.

Yogyakarta-Keadilan. Pusat Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum Uni-versitas Islam Indonesia (FH UII), Se-lasa (17/06), mengadakan kuliah umum. Acara yang bertemakan “Membedah Berbagai Permasalahan yang Dihadapi Konsumen di Indonesia, Upaya Solusi, dan Perlindungan Hukumnya” dengan menghadirkan pembicara, David M. L. Tobing, SH., M.Kn. dari Koordinator Komisi II Badan Perlindungan Kon-sumen Nasional (BPKN) Republik In-donesia dan aktivis pembela konsumen. Acara yang digelar di ruang sidang uta-ma FH UII ini dimulai pukul 13.00 dan tidak dipungut biaya. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari kerjasama antara Memo-randum of Understanding (MoU) UII dengan BPKN, dalam rangka memberi-kan edukasi kepada masyarakat. Menu-rut David, acara ini bersejarah karena baru pertama kali diselenggarakan oleh komisioner BPKN. Masalah konsumen di Indonesia semakin kompleks, dian-taranya dengan sikap konsumen yang terima-terima saja dan kurang meng-kritisi pelanggaran hak-hak konsumen. Acara yang semestinya dimu-lai pukul 13.00 ini mundur dari renca-na awal, dan baru dimulai pada pukul 13.25. Diawali dengan pembukaan oleh pembawa acara dan sambutan yang di-sampaikan oleh Aunur Rohim Faqih, selaku Pejabat Sementara FH UII. M. Syamsudin, selaku modera-tor, membuka sesi penyampaian materi dengan memperkenalkan profil pema-teri dan beberapa video selingan tentang

SEKITAR KITA

Konsumen dengan Perlindungan HakPematerimemberikankasus-kasusyangpernahdiatangani.MasalahpenggugatanmaskapaiLionAir,hinggaparkirandidaerahJakartayangmembuatnyamendapatjulukan‘advokatseriburupiah’.

Oleh: Rendu Saadan Thandi

David terkait permasalahan konsumen dalam talkshow Kick Andy dan Mata Na-jwa. Dalam waktu sekitar setengah jam, jumlah audiens bertambah dan kur-si-kursi mulai terpenuhi. Peserta itu di-antaranya adalah mahasiswa FH UII—khususnya yang menempuh mata kuliah Hukum Perlindungan Konsumen, Hu-kum Dagang, dan Hukum Telemati-ka—,mahasiswa FH se-Yogyakarta, akademisi, dan organisasi perlindungan konsumen di Daerah Istimewa Yogya-karta, serta beberapa peserta umum. Pemateri mulai menjelaskan isi materinya kepada peserta. Dengan tema yang diberikan, David mengupas per-masalahan secara global dan mengambil dasar-dasar yang penting di bidang kon-sumen. Pemberian kasus-kasus terbaru

yang ada di masyarakat semakin mem-buat menarik materi yang diberikan, se-hingga peserta dapat memahaminya. Dalam acara ini, David menje-laskan bahwa konsumen memiliki hak atas perlindungannya terhadap pelaku usaha. Perlindungan konsumen ber-tujuan untuk melindungi hak-hak bagi konsumen dalam mengonsumsi, memi-lih, dan mendapatkan barang dan atau jasa yang sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Materi yang disampaikan se-makin menarik, terlebih ketika David memberikan pengetahuan lebih de-ngan kasus yang dia punya. Salah sa-tunya saat dia menggugat permasalahan delay maskapai Lion Air. Saat itu, David selaku penum-pang dari pesawat Lion Air memosisi-kan dirinya sebagai konsumen. Pada saat dia hendak melakukan perjalanan menggunakan maskapai tersebut, mun-cul pemberitahuan delay pesawat selama 90 menit. David menggugat atas keter-lambatan pesawat tersebut ke pengadi-lan karena dia memiliki hak atas kon-

• Studium Generalebertema

permasalahyang

dihadapiolehkonsumendiIndonesiayangdiselenggarakan

olehPSHdenganBPKNdiFHUII(17/06).

Benny/Keadilan

Page 8: Kpost Juni

Keadilan Post Juni 2014 8

sumen. Dan David adalah orang ketiga yang menggugat Lion Air atas kasus yang serupa. Dia juga bercerita mengenai kasus kenaikan biaya parkir yang per-nah ditanganinya. David menggugat PT. Securindo Packtama Indonesia, penge-lola lahan parkir di Supermarket Conti-nent, Jakarta Pusat, yang menaikkan tarif parkir dengan jumlah yang tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku pada tahun 2003 hingga tingkat Mahkamah Agung dan akhirnya gugatan dikabulkan. Aki-bat gugatan itulah, David sering disebut dengan julukan ‘advokat seribu rupiah’ atau ‘pengacara seceng’. Dalam seminar ini juga dibahas mengenai UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menjelaskan mengenai, segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk perlindungan kepada konsumen. Perlindungan yang dimaksud adalah yang bersifat preventif dan represif. Es-ensi dari UU ini yaitu adanya sistem per-lindungan konsumen yang berkepastian hukum dan keterbukaan, meningkatkan kesadaran konsumen untuk melindungi diri, serta meningkatkan tanggung jawab pelaku usaha. Dari esensinya, konsumen me-miliki hak yang tercantum dalam Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen tentang Hak Konsumen. Pasal ini membahas mengenai hak-hak apa saja yang bisa didapat oleh konsumen. Setelah hak ter-penuhi, Pasal 5 UU Perlindungan Kon-sumen menjelaskan bahwa konsumen memiliki kewajiban. Sebelum hak dipe-nuhi, konsumen memenuhi kewajiban-nya agar mendapatkan hak-haknya. Menariknya materi yang disa-jikan dan pemateri yang berkompeten membuat beberapa mahasiswa tertarik

untuk hadir dalam kuliah umum ini. Na-mun, ada juga mahasiswa yang datang hanya untuk memenuhi absensi. Salah satunya untuk mata kuliah Hukum Per-lindungan Konsumen yang diampu oleh Syamsudin. Kasus-kasus konsumen yang ada dan materi yang mudah dipahami, menjadikan peserta lebih mengerti pen-jelasan dari pemateri. David juga menje-laskan materi dengan semangat, sehing-ga keadaan semakin kondusif ketika peserta mendengarkan dengan saksama. Setelah penyampaian materi, sampailah acara pada sesi tanya-jawab. Di sesi pertama, ada lima orang pe-serta yang bertanya, diantaranya adalah kalangan mahasiswa dan akademisi. Salah satu peserta yang menarik perha-tian audiens meminta penjelasan dari pemateri mengenai permasalahan kon-sumen yang mendapat produk kadalu-warsa. Kemudian dia juga menanyakan apakah lambang Garuda boleh diguna-kan pada jersey atlet sepak bola. Dalam kasus gugatan warga ne-gara atau Citizen Lawsuit (CLS) yang dia-jukan oleh David atas lambang Garuda di jersey tim nasional, terdapat pelang-garan pada UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Dalam kasus ini, David menggugat empat pihak yaitu Presiden, Men-teri Pendidikan Nasional, Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia, dan perusahaan sepatu Nike. Tetapi pengadilan tidak me-nerima gugatan David, karena hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat me-nilai adanya kekurangan notifikasi kepada warga negara. David meng-kritisi terkait penolakan gugatannya tersebut. Dia memberikan contoh

pada gugatan pemadaman listrik. Dalam perkara ini, gugatan diterima karena hakim tidak mempermasalahkan noti-fikasi. Setelah gugatannya tidak dapat diterima, muncul putusan Mahkamah Konstitusi untuk menghapus Pasal 57 huruf d dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 yang tidak tepat karena tidak me-muat rumusan yang jelas. Selanjutnya pada sesi kedua tanya-jawab, hanya ada satu orang pe-serta yang bertanya. Pasifnya audiens pada sesi kedua ini menjadikan acara berakhir pada pukul 15.00. Padahal, da-lam rundown, acara ini seharusnya selesai pukul 16.00. Sebelum acara dimulai, pema-teri juga mempersiapkan materi dan menambah persiapan-persiapan lain un-tuk dapat menjawab pertanyaan dari pe-serta. Pertanyaan yang dilontarkan para peserta kadang tidak terkait pada tema atau penjelasan. Pemateri telah mem-persiapkan bahan agar dapat menjawab pertanyaan peserta. “Misalnya tadi ada yang menanyakan tentang perdagangan elektronik, itu sudah saya persiapkan jawabannya,” ujar David terkait persia-pan sebelum dia memberikan materi. Derri menanyakan tentang adanya per-lindungan konsumen terhadap transaksi perdagangan elektronik. Dan David menjawab sudah ada rancangan menge-nai perdagangan elektronik itu sendiri. Di akhir acara, PSH memberi-kan kenang-kenangan kepada BPKN sebagai tanda atas selesainya kuliah umum tersebut, yang dilanjutkan deng-an sesi berfoto bersama pemateri yang diikuti panitia dan peserta acara. Untuk publikasi, panitia telah menggunakan beberapa media seperti poster, spanduk, undangan-undangan, pemberitahuan melalui situs web dan pemberian surat-surat melalui fax dan e-mail. Tidak hanya di wilayah kampus,

• Fotobersama

denganDavidL.Tobingdiakhiracara(17/06).

• DavidLTobingsaatmempre-sentasikanmengenai

perlindungankonsumen(17/06).

Tegar/Keadilan

Saadan/Keadilan

Page 9: Kpost Juni

Keadilan Post Juni 2014 9

panitia juga mengundang instansi-ins-tansi, akademisi, dan mahasiswa FH se-DIY untuk turut serta dalam kuliah umum tersebut melalui undangan. Saat ditanya mengenai persia-pan kuliah umum ini, David mengata-kan sudah sangat baik. “Paling tidak, sosialisasi tentang acara ini sudah di-lakukan sejak beberapa hari yang lalu. Jadi sudah sangat baik dari audiensi yang sangat banyak,” tuturnya ketika ditemui Keadilan seusai acara. Namun menurut salah satu ma-hasiswa, masih ada kekurangan dari aca-ra ini. Seperti peserta yang keluar masuk ruangan saat acara berlangsung. “Kalau kekurangan sih terlalu pasif. Banyak ma-hasiswa yang mereka tuh masuk, terus abis itu keluar lagi. Istilahnya, kayak sepi banget gitu lah kuliah umum ini,” tutur

Wulandari Setyoningrum, salah satu pe-serta acara yang juga seorang mahasiswa FH UII angkatan 2011. Dari kuliah umum tersebut, peserta mendapat pengetahuan menge-nai kepekaan pada konsumen, hak-hak para konsumen serta para pelaku usaha. Salah satu peserta, Derri Pahrullah, ma-hasiswa FH UII angkatan 2011 menga-takan jika dia mendapat lebih banyak informasi dari acara ini. Pengetahuan para peserta pun bertambah terutama mengenai kasus-kasus konsumen yang ada pada masyarakat, serta cara penye-lesaian untuk menghadapi permasala-han yang ada. Setelah peserta dapat mema-hami isi materi yang disampaikan, para peserta dapat menyosialisasikannya dan memahami kembali untuk mengimple-

mentasikannya. “Saya akan melapor kalau ada hak saya yang terlanggar seba-gai konsumen,” tambah Wulan. Nafiatul Munawaroh, selaku sekretaris dalam kepanitiaan acara ini menyampaikan beberapa harapan se-usai acara, yaitu agar para peserta dapat mengembangkan pengetahuan meng-enai perlindungan konsumen. Selain itu, setiap adanya sengketa dalam per-masalahan konsumen, audiens juga harus bisa menindak lanjutinya, tidak hanya diam saja, serta mau bergerak untuk menangani gugatan atas hak-hak dari konsumen.

Reportase bersama: Tegar Dwi Permata, Siska Novista, Benny Trisdiyanto.

Assalamualaikum Wr. WbSalam sejahtera bagi kita semua Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW kita haturkan atas terbitnya Keadilan Post edisi Juni 2014. Kami menyajikan informasi yang berimbang dan teraktual bagi segenap pembaca. Kami haturkan terima kasih kepada narasumber dan tak lupa kepada seluruh pengurus yang turut andil dalam penulisan dan penyusunan Keadilan Post edisi Juni 2014. Atas nama LPM Keadilan kami mohon maaf apabila ada kesalahan dalam terbitan ini. Pembaca pun dapat mengirimkan surat pembaca kepada kami, baik itu permasalahan di lingkup UII dan sekitar Yogyakarta. Kami juga selalu menerima kritik dan saran sebagai koreksi untuk terbitan selanjutnya. Selain itu kami membuka peluang untuk mahasiswa, dosen ataupun publik untuk menulis di Keadilan Post dalam rubrik Opini dan Artikel.Redaksi Wassalamualaikum Wr.Wb

DARI KAMI

PEMIMPIN UMUM : JEFREI KURNIADISEKRETARIS UMUM : RINI WINARSIHBENDAHARA UMUM : SISKA NOVISTA

PIMPINAN REDAKSI : ADITYA PRATAMA PUTRAREDAKTUR PELAKSANA : DANAR MASYKUR S.SEKRETARIS REDAKSI : DEVI TRIANA

KOOR. KEADILAN POST : KAUSAR WILDANTIO A.KOOR. KEADILAN ONLINE : IDA ELSHA NASTITIDESAIN : BENNY TRISDIYANTO SEKAR SANTI NASTITI RENDU SAADAN THANDI YUNIAR DWI ASTUTIEDITOR BAHASA : M. INDRA W. A. BAGAN TEGAR DWI PERMATA FAJRUL UMAM A. R.

LALU SUBANDARI SRI DEVI ANNISA FITRIFOTOGRAFI : AUSSY NURBANI DINAR LUTFANI HUSNA N. FALUTHI FATURAHMAN INA RACHMA N. PIMPINAN LITBANG : KAUKAB RAHMAPUTRASTAF LITBANG : M. ADHIKA RAHMANTO ISMAIL SANI A.M. MOHAMMAD ZEIN R. YOGI WIRANUGRAHA PUTRI AYU PRAYOGO DIAN RACHMANINGSIH PIMPINAN PENGKADERAN : MUDZAKIRSTAF PENGKADERAN : RANU RAHMAN A.

MADA PUDYATAMA MEILA NURUL. FAJRIAH NURANISYAH IRKHAM ZAMZURI GANDAR MAHOJWALA P. HENDRA Y.REPORTER : SELURUH PENGURUS KEADILAN

JL. TAMAN SISWA 158 YOGYAKARTA 55515TELP (0274) 377043 - 379171 / HP [email protected]

Keadilan PostInformatif, Komunikatif, Aspiratif

KEADILAN POST DITERBITKAN OLEH LPM KEADILAN

Page 10: Kpost Juni

FRAGMEN

Seorang lelaki paruh baya tengah mencari nafkah untuk kelangsungan hidup keluarganya. Dengan menjual keranjang pakaian yang terbuat dari anyaman bambu, dia bersahabat dengan gelapnya malam Yogyakarta. Sugi namanya, seorang bapak yang berasal dari dusun Tangkil, Delingo, Bantul. Keranjang pakaian itu hasil dari buatan tangannya sendiri. Sugi, dalam membuat keranjang dibantu oleh Istri yang mengidap gegar otak karena kecelakaan lalu lintas. Pembuatan keranjang ini memakan waktu yang tidak sebentar, minimal dua hari hingga keranjang tersebut siap untuk dijual. Dengan alat yang sederhana, Sugi dan istrinya melakukan pembuatan keranjang mulai dari ngirat atau memotong bambu tipis-tipis. Kemudian memasuki proses pewarnaan. Setelah itu mulai menganyam, hingga berbentuk keranjang. Dengan berbekal motor yang masih dicicil, Sugi melewati lika-liku jalan menuju Yogyakarta. Dahulu sebelum memiliki motor, bapak dari dua anak ini menempuh jalur itu dengan berjalan kaki, saat berangkat maupun pulang dari berjualan sambil memikul keranjangnya. Bapak yang sudah memasuki usia 63 tahun tersebut biasanya menjual dagangannya di tempat yang menurutnya strategis, seperti di kawasan Universitas Gajah Mada, Selokan Mataram, dan di depan Balai Kota Yogyakarta. Keranjang yang dijual Sugi memiliki harga yang bervariasi sesuai dengan ukurannya. Mulai dengan harga 35 ribu untuk keranjang paling kecil hingga seharga 50 ribu untuk yang paling besar. Tidak jarang calon pembeli menawar hingga setengah dari harga yang ditawarkan. Meskipun sudah terjadi tawar-menawar, dia belum pasti mendapatkan hasil. Akan tetapi apabila pembeli setuju dengan harga yang ditawarkan, maka itu rejeki bagi Sugi. Menunggu menjadi hal yang biasa bagi Sugi, rasa bosan tidak pernah terlintas dalam benaknya, rasa takut diabaikan, apalagi gelap malam bukan halangan. Baginya, nafkah untuk keluarga dan biaya pengobatan istrinya menjadi prioritas utama. Rasa lelah tidak dirasakan meskpun ketika pulang kerumah dia hanya beristirahat selama dua jam. Tidak ada yang mudah hidup di dunia, dan seorang penjual keranjang pakaian ini memilih untuk tidak menyerah. Hidup apa adanya, sesuatu yang sudah ditanamkan oleh orang tuanya sejak dahulu dan tidak pernah dia ingkari.

Keranjang Penyambung Kehidupan

Proses pembuatan tutup keranjang

Membelah tali pengikat keranjang

Saling membantu

1

Uni/Keadilan

2

Ina/Keadilan

Ina/Keadilan

3

Page 11: Kpost Juni

Foto : Yuniar Dwi A., Ina Rachma N., M. Adhika R.

Narasi : Yuniar Dwi A.

Mengawali anyaman

Pola anyaman keranjang

Menunggu pembeli

Akhirnya terjual

1

2

3

Ina/Keadilan

4

Adhika/Keadilan

Adhika/Keadilan

Adhika/Keadilan

5

6

7

Page 12: Kpost Juni

Keadilan Post Juni 2014 12

RESENSI

Maryam kecil tumbuh di ling-kungan pesisir pantai, se-buah kampung bernama

Gerupuk di sudut timur pesisir selatan Pulau Lombok. Maryam lahir dan tum-buh dalam keluarga yang taat menjala-kan ajaran Ahmadiyah. Semua orang di kampungnya mengetahui bahwa kelurga Maryam agak sedikit berbeda. Keluarga-nya kadang menerima tamu dari tempat yang jauh untuk mengadakan pengajian, karena mempunyai kelompok pengajian sendiri dan tidak pernah mau ikut pe-ngajian bersama warga sekitar. Tidak pernah ada yang mempermasalahkan apa yang Maryam dan kelurganya yakini. Mereka hidup harmonis dan saling ber-dampingan dalam perbedaan. Tidak seperti anak-anak keba-nyakan di Gerupuk yang bersekolah di madrasah, Maryam di sekolah negeri. Sekolah yang seharusnya menjadi tem-pat menuntut segala ilmu dan aman dari intimindasi, justru tidak demikian bagi Maryam. Saat kelas lima sekolah dasar, dia merasa gelisah. Sebab dalam buku pelajarannya, dia menemukan tulisan yang menyatakan Ahmadiyah ajaran sesat. Maryam takut, dia merasa berdosa dan membayangkan siksaan yang akan diterima oleh orang-orang yang ber-dosa. Inilah yang membuat dia gamang akan keimanannya. Semakin tumbuh dewasa, Maryam semakin menyadari

Gugatan Orang-orang TerusirKetikakeyakinandianggapsesat,bahkanmenjadialasanpembenarmelakukanintimidasi,tindakkekerasan,dantermasuktindakanyangtidakberprikemanusiaan.

Oleh : Yogi Wiranugraha

Judul : Maryam

Penulis : Okky Madasari

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tebal : 288 halaman

Tahun terbit : 2012

memang ada yang berbeda antara dia dan keluarganya dengan para tetangga terkait keyakinan. Ketika iman Maryam mulai goyah, orang tuanya-lah yang berperan untuk menguatkan imannya dengan berbagai cara, seperti tidak pernah ab-sen mengajaknya ke pengajian-pengaji-an orang Ahmadi, sebutan untuk orang yang menganut Ahmadiyah. Termasuk ibunya yang selalu bercerita tentang kisah orang-orang dari masa lalu yang dimusuhi, banyak orang yang ditindas, dan dianiaya ketika mengatakan ke-benaran. Sejak saat itu Maryam akrab dengan kata sesat dan tidak merubah keyakinannya. Kata sesat ini juga kerap kali didengar Maryam. Kata sesat memang sangat sensitif ketika sudah disemat-kan pada individu maupun kelompok, terlebih jika kata ini dikaitkan dengan kepercayaan. Karena merujuk pada ja-lan yang tidak benar, menyimpang dari kebenaran. Selanjutnya, cerita mengenai keputusan Maryam untuk melanjutkan kuliah ke Surabaya menjadi titik dimana dia mulai meninggalkan kampung hala-

man dan orang tuanya. Di kota pahla-wan itu, dia tinggal bersama keluarga Zul yang juga seorang Ahmadi, sahabat bapaknya. Orang tuanya khawatir dia akan bertemu dengan orang luar—bu-kan Ahmadiyah. Dalam beberapa kesempatan, bapaknya sering bercerita tentang kega-galan rumah tangga yang dialami orang Ahmadi yang menikah dengan orang luar. “Segala kesengsaraan dan kesusa-han muncul,” ucapnya pada Maryam. Kekhawatiran orang tuanya tidak terbukti karena dia menjalin hubungan dengan Gamal, seorang pemuda yang juga Ahmadi. Maryam bertemu dengan Gamal dari acara-acara pengajian rutin Ahmadiyah. Gamal merupakan menan-tu idaman orang tuanya di Lombok. Se-lain sama-sama Ahmadi, dia juga orang yang berpendidikan. Hingga suatu ke-tika Gamal menghilang dan membuat Maryam terpuruk. Di tengah keterpurukanya, Maryam terus berusaha menyelesai-kan kuliahnya dan buru–buru melamar pekerjaan. Akhirnya, Maryam pindah ke ibu kota karena pekerjaan yang meng-haruskannya berada di Jakarta. Saat ge-jolak kehidupannya yang ditinggal pergi oleh Gamal, Alam datang dan menjadi penyelamat kehidupannya. Namun di sisi lain, Alam bukan seorang Ahmadi. Hubunganya dengan Alam jelas tidak

Ilustrasi oleh: Yogi/Keadilan

Page 13: Kpost Juni

Keadilan Post Juni 2014 13

diinginkan oleh orang tuanya. Tetapi, Maryam bersikeras melanjutkan hubu-nganya dengan Alam dan memilih me-ninggalkan keyakinanya yang sejak kecil dia pegang. Meninggalkan orang tuanya dengan rasa kecewa. Perjalanan rumah tangganya dengan Alam dia lalui dengan tidak mulus. Maryam begitu mencintai Alam, sampai-sampai dia rela menanggalkan kepercayaanya. Ketika orang tua Alam mulai menginginkan kehadiran cucu, Maryam tidak kunjung juga dikaruniai anak. Orang tua Alam mengaitkan hal itu dengan masa lalu Maryam yang se-orang Ahmadi dan menganggap itu ada-lah hukuman atas kepercayaan dia dulu. Inilah yang membuat rumah tangga Maryam dan Alam tidak dapat diper-tahankan. Dia memilih bercerai dan kembali pada orang tuanya di Lombok dalam situasi penuh rasa penyesalan atas apa yang telah dia pilih selama ini, me-ninggalkan orang tuanya. Maryam men-dapati tempatnya menjadi asing dan ber-beda, orang-orang di sana seperti tidak mengenal dia. Maryam terkejut ketika dia mendapati keluarganya sudah tidak menetap lagi di Gerupuk. Walaupun rumah yang dulu dia tinggali masih berdiri kokoh, keluarganya sudah tidak tinggal lagi di sana. Keluarganya terusir dari kampungnya sendiri. Hanya karena orang-orang di kampungnya mengang-gap sesat. Tetangga yang tadinya mam-

pu hidup harmonis dalam perbedaan, kini menjadi beringas. Menganggap apa yang mereka percayai adalah satu-satu kebenaran dan apa yang berbeda harus disisihkan, seperti halnya keluarga Mar-yam. Novel ini merupakan karya Okky Madasari yang ketiga setelah karya sebelumnya Entrok dan 86. Dia meru-pakan penulis yang cukup produktif, karena sejak novel pertamanya, Entrok pada 2010, setiap tahunnya Okky ber-hasil meluncurkan novel baru. Hingga Saat ini Okky sudah meluncurkan em-pat novel yaitu Entrok, 86, Maryam dan Pasung Jiwa. Novel Maryam ini juga mendapatkan penghargaan Khatulistiwa Literary Award saat usia Okky masih relatif muda, 28 tahun. Untuk menulis novel Maryam, Okky melakukan riset langsung ke Pu-lau Lombok, guna menemui dan me-wawancarai para pengungsi Ahmadiyah yang terusir dari kampungnya. Selain itu, pemilihan kata yang dia gunakan dalam novel ini, membuat karyanya ‘membumi’. Itu semua tak terlepas dari pengalamannya di dunia jurnalistik. Ka-ta-kata yang dia tulis sederhana, tanpa menghilangkan esensi yang ingin disam-paikan. Okky berhasil menggambarkan sosok Maryam dengan pergolakan ba-tin yang terjadi, pengorbanan cinta yang dibalut dengan perbedaan keyakinan. Namun, buku ini memiliki kekurangan pada beberapa bagian

yang sedikit vulgar. Membuat novel ini kurang layak di baca oleh orang yang belum dewasa. Dari segi cerita, novel ini berakhir dengan cerita yang anti kli-maks, sehingga menimbulkan pembaca bertanya-tanya seperti apa kelanjutan nasib Maryam dan keluarganya. Dalam novel ini, Okky tidak berbicara tentang Ahmadiyah dan larut dalam perdebatan tentang kesesatan. Lebih luas lagi novel ini berbicara ten-tang orang-orang yang terpinggirkan. Melalui kisah Maryam, dia menggam-barkan hal lain yang sedang terjadi di negara ini, dimana tindakan intoleransi merebak dimana-mana. Novel ini sebuah gugatan yang disampaikan pada penguasa—pemerin-tah—atas hak perlindungan. Ini terlihat pada bagian terakhir novel, Maryam menggugat penguasa mereka dengan surat. Dia tidak meminta lebih, hanya ingin agar hidup mereka normal. Tidak ada intimidasi, penghinaan, pengucilan dan penindasan atas dasar apapun. Se-olah ingin menyampaikan, untuk men-jadikan negara ini seperti taman bunga yang berwarna warni. Gugatan Maryam bukan hanya untuk penguasa, tetapi juga untuk kita semua yang terkadang menyi-kapi perbedaan dengan tidak bijak.

Awal film ini memperlihatkan latar waktu dini hari di sebuah jalan yang diberi pencahayaan

lampu remang, yang menambah suasana kesuraman dalam suatu malam. Tak lama dan tak jauh, terlihat sosok sese-orang yang tidak terlihat jelas, sosok itu terlihat blur di kejauhan. Hasil gambar blur tersebut terlihat disengaja, mem-buat cerita ini lebih dramatis dan suram. Dengan tambahan suara latar musik yang menggugah perasaan, penonton akan terasa dihipnotis serta dipaksa un-tuk ikut merasakan emosi dan pikiran sosok itu. Dari sosok tadi, terlihat sebuah

Menilai dari Sebuah Inti yang TerdalamKisah yang mengajarkan kita, untuk tidak menilai sesuatu daripenampilan luar. Lihatlah apa yang sebenarnya ada di balikpenampilanitu.

Oleh: Faluthi Faturahman

Sutradara dan penulis:

Teddy Soeraatmadja

Pemain:

Donny Damara, Raihaanun

Tanggal rilis:

30 September 2011

Durasi : 75 menit

warna merah menyala. Semakin dekat tampak seseorang dengan badan dan cara berjalan yang tegap layaknya le-laki. Tetapi ada sesuatu yang berbeda, sosok itu menenteng sepatu hak tinggi di tangan kanan dan rambut palsu di tangan kirinya. Lalu, warna merah tadi merupakan pakaian yang tidak biasa dipakai seorang lelaki. Pakaian yang sa-ngat mini, terlihat ketat dan juga mem-perlihatkan belahan dada serta paha si lelaki. Sosok itu bernama Syaiful, atau biasa di panggil Ipuy di lingkungan-nya. Ipuy, hidup sebagai waria—peker-jaan dan gaya hidup. Tidak terlihat ada paksaan, malah dibilang menikmati dan menerima hidup seperti itu. Ipuy diperankan oleh Donny Damara. Sebagai aktor senior, akting

Page 14: Kpost Juni

Keadilan Post Juni 2014 14

Donny terlihat hidup dan menjiwai sosok Ipuy, tidak terasa setengah-sete-ngah atau dipaksakan. Dari film ini Donny mendapatkan penghargaan Best Actor pada Asian Film Awards 2012 di Hong Kong. Lalu tokoh utama yang lain, seorang gadis bernama Cahaya, anak yang dilahirkan dari hubungan Ipuy dan istrinya 19 tahun yang lalu. Cahaya diperankan oleh Raihaanun, istri Teddy Soeriaatmadja sutradara dan penulis film Lovely Man sendiri. Sosok Raihaanun sebagai Ca-haya terlihat alim. Dia memakai pakaian layaknya seorang anak pesantren pada umumnya. Dia hanya ingin bertemu sosok ayahnya, seorang ayah yang per-nah ada dalam hidupnya. Cahaya dan ibunya yang ditinggal Ipuy 15 tahun lalu, membuat anak ini rindu dan pena-saran pada sosok ayahnya. Kemudian, dia hanya tahu alamat tempat tinggal ayahnya, dan tak pernah tahu apa yang dilakukan Ipuy. Hanya bermodal uang yang nge-pas, Cahaya pergi dengan menggunakan kereta ekonomi. Cahaya berencana men-cari ayahnya dalam satu malam saja. Dia berjalan tidak tahu arah, hanya meng-ikuti kakinya berjalan. Pertama kali data-ng ke kota besar, dia terlihat takjub meli-hat gedung-gedung tinggi bertingkat.

dok.

Dalam perjalanan, dia bertanya-ta-nya dima-na tempat ayahnya. Orang pertama yang ditanya Cahaya, tidak mengetahui alamat tersebut. Tidak pupus semangat, dia terus berjalan mencari dan bertanya pada orang yang mengetahui le-tak alamat ayahnya. Akhirnya Ca-haya berhasil mene-mukan alamat yang dicari. Dengan kepo-losan anak desa, dia menanyakan nama Syaiful dan menga-takan bahwa dirinya adalah anak Syaiful. Dia merasa bingung ketika banyak orang yang tinggal di ling-kungan Ipuy merasa heran dan tidak per-caya. Seorang tetang-ga Ipuy bahkan me-

ngatakan, “Hah! Kamu anaknya Ipuy? Ipuy bisa juga punya anak ye”. Cahaya terlihat bingung kem-bali, ketika dia disuruh mencari Ipuy di luar rusun. Kata tetangganya, Ipuy kerja di sekitar jalan itu. Tidak jauh dari sana, dia berjalan keluar menuju jalan besar. Tak percaya ayahnya bekerja di sana, ka-rena yang dia lihat hanya mobil, motor, kendaraan umum, jalan besar dan fly over yang menjulang di atasnya. Dia bertemu dengan salah satu waria yang ada di jalan, dan menanya-kan apa ada kantor atau tempat usaha di sekitar situ. Namun tidak ada tem-pat usaha di jalan, yang ada hanya waria yang menggoda pelintas jalan. Ketika dia bertanya mengenai ayahnya, Ipuy, waria tadi menunjuk salah satu teman-nya. Iya, dia adalah Ipuy, seseorang yang bekerja sebagai waria. Di sisi jalan Ipuy merokok, belum menghiraukan Cahaya yang mendekati, dengan menggunakan pakaian mini merah menyala, memakai wig yang menutupi bahunya. Namun Cahaya tidak jadi mendekat, dia berpaling, pergi. Mera-sa kecewa melihat ayahnya yang bekerja sebagai waria. Tidak lama, Ipuy dengan rasa penasaran mengejar Cahaya dan menanyakan siapa dia dan mau apa,

“Siapa loe, ngapain cari-cari gue?” Cahaya yang terlihat shock dan sedih, menjawab, “Aku Cahaya, aku cuma mau ketemu Bapak.” Film yang berjudul Lovely Man bercerita tentang kehidupan seorang waria yang juga harus berperan seba-gai bapak dari seorang anak. Film ini, banyak mendapat perhatian dari dunia perfilman luar negeri. Lovely Man dipu-tar dalam beberapa festival perfilman di berbagai negara, salah satunya Palm Spring International Film Socciety. Dengan ciri khas gaya seorang waria, yang biasa mengganti kata aku dengan eke ditambah dengan tingkah genit dari seorang lelaki, membuat film ini memiliki bumbu humor tersendiri, dan inilah yang dapat membuat penon-ton tertawa. Di samping itu, masih ada yang dapat kita ambil. Misal, dari dialog kedua tokoh utama yang sederhana saja, namun dapat menyentuh dan bermakna sangat dalam. Tetapi masih ada beberapa kekurangan dalam Lovely Man. Dilihat dari jalan cerita yang pada akhirnya menggantung dan penataan kamera yang terus bergerak-gerak sehingga mengganggu kefokusan pengambilan gambar. Selain itu kalangan masyarakat Indonesia sendiri, masih banyak yang belum bisa menerima film dengan tema waria. Masyarakat masih menganggap hal-hal yang ada di film ini bertentang-an dengan budaya di Indonesia. Namun tetap, Lovely Man patut diacungi jempol. Film karya anak bang-sa ini diakui industri perfilman dunia. Padahal jika dilihat dari hasil penggara-pan film ini saja, bisa dibilang sangat se-derhana. Latar tempat serta waktu yang tidak begitu banyak dan luas, membuat film ini terasa simpel, namun tetap ber-bobot. Tidak banyak film Indonesia dapat diterima masyarakat dunia dan masih berpatokan pada tuntutan pasar. Hal ini sangat membatasi kreativitas, tidak bisa selamanya industri film han-ya eksis di pasar Indonesia. Harus ada bukti bahwa bangsa Indonesia juga bisa membawa dunia filmnya ke kancah In-ternasional. Seperti kata-kata Ipuy di film ini, “Kamu adalah kamu,” artinya kita harus menjadi diri kita sendiri, tidak bisa menjadi orang yang hanya ikut dalam arus kehidupan.

Page 15: Kpost Juni

Keadilan Post Juni 2014 15

OPINI

Demokrasi kita telah berjalan selama lebih dari 15 tahun. Na-

mun, banyak suara minor dari berbagai daerah di Indonesia yang terabaikan, atau mungkin sengaja diabaikan. Gaung oto-nomi daerah yang digadang-gadang akan menjadi salah satu solusi untuk kesejahteraan yang merata bagi masyarakat, pada praktiknya kini masih meng-alami stagnasi. Hal tersebut bu-kanlah omong kosong belaka. Mari kita lihat contoh nyata dari kawan-kawan kita di timur Indonesia. Biarkan mereka menceritakan tentang kesen-jangan yang ada di daerahnya. Tentu sangat mengulik kepedi-han hati kita sebagai rakyat Indonesia. Minimnya infrastruktur yang ada di daerah, membuat ketertinggalan ini semakin nyata. Rendahnya kualitas pendidikan dan sedikitnya jumlah se-kolah hingga perguruan tinggi, mem-buat kesenjangan ini semakin terlihat jelas. Hal ini perlu untuk diperhatikan lebih oleh negara. Negeri ini sudah lama merdeka. Namun tangis rakyat dan jerit kelaparan masih terdengar dimana-mana. Padahal kita sering mendengar pemberitaan media tentang pesatnya pertumbuhan ekonomi, tetapi masih banyak rakyat yang sengsara kedingin-an tidak bertempat tinggal. Tidak pula mengecap ‘manisnya’ devisa negara. Hingga detik ini, mereka masih mempertanyakan kesejahteraan yang merata. Alih-alih membicarakan glo-balisasi, kondisi mereka sekarang masih banyak yang buta huruf dan tertinggal dalam pendidikan. Sangat ironi kiranya, jika fakta itu disandingkan dengan kita yang sibuk mengejar gemerlapnya ke-hidupan dunia dengan segala fasilitas yang ada. Alangkah ngerinya negeri ini! Website resmi Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal meri-lis tiga kriteria daerah tertinggal. Perta-ma, perekonomian masyarakat, dengan indikator utama persentase keluarga miskin dan konsumsi perkapita; Kedua,

Mengembalikan Esensi Pengabdian MasyarakatOleh: Mia Permata Sari*

sumber daya manusia, dengan indikator utama angka harapan hidup, rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf; Ketiga, prasarana—infrastruktur. Ber-dasarkan kriteria tersebut, maka saat ini terdapat 183 kabupaten yang dikate-gorikan sebagai daerah tertinggal. Daf-tar kabupaten tersebut telah dimasuk-kan dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 sebagai target Pembangunan Daerah Tertinggal. Saat ini 70 persen daerah tertinggal terdapat di kawasan timur Indonesia. Diberitakan dalam www.kemendagri.go.id, website resmi Ke-menterian Dalam Negeri (Kemendagri) terdapat kurang lebih 27.360 desa tert-inggal tersebar diseluruh Indonesia. Ketertinggalan daerah-daerah di Indonesia berdampak pada ren-dahnya perkembangan dan kualitas hidup masyarakat. Hal itu telah menjadi rahasia umum bagi kita. Lalu bagaimana peran mahasiswa yang konon merupa-kan agen perubahan bangsa? Mahasiswa sibuk berdiskusi tentang realita yang terjadi. Sibuk berdialektika tanpa ada follow-up nyata untuk saudara-saudara kita. Mampukah mahasiswa untuk da-pat memperjuangkan kebebasan mere-ka dari belenggu kebodohan, jika tidak sedikitpun memberi kepedulian kepada masyarakat. Kita sebagai mahasiswa me-

miliki sarana untuk turut mem-bantu. Memberi sedikit kontri-busi bagi masyarakat. Salah satu sarana itu yakni Kuliah Kerja Nyata (KKN). Namun apa daya, KKN yang ada saat ini hanya berkisar di lokasi yang bukan daerah terbelakang. Tempat di-adakannya KKN pun ditentukan oleh pihak kampus. Entah apa yang menjadi parameter penen-tuan lokasi KKN tersebut. Lu-cunya, kegiatan KKN mahasiswa saat ini sebagian besar hanya pada hal-hal sepele yang kurang produktif. Seperti pembuatan pelang nama, pengadaan tempat sampah, pengecatan gapura dan lain sebagainya. Lalu dimana letak esensi kita

sebagai mahasiswa yang merupakan agen pencerah dan agen perubahan, jika ilmu yang kita dapatkan hanya mentok pada bangku perkuliahan serta praktik kegiatan-kegiatan KKN yang sepele te-rus terjadi. Saya memimpikan agar dise-diakan program KKN mandiri. Yakni KKN yang dapat menentukan secara mandiri lokasi pelaksanaannya. Hal ini kiranya akan menjadi solusi yang dapat menjawab peran kita sebagai mahasiswa. Dengan tersedianya program KKN mandiri, mahasiswa akan dituntut se-cara aktif untuk mencari informasi mengenai daerah-daerah yang memang benar-benar membutuhkan. Hal itu membuka kesempatan bagi mahasiswa untuk mengimplementasikan peran yang seharusnya. Berada di lokasi yang benar-benar membutuhkan akan meng-antarkan mahasiswa untuk mengonsep program-program aplikatif yang sesuai dengan kebutuhan daerah dimana ia akan mengabdi. KKN mandiri telah dilaksana-kan di pelbagai universitas di Indonesia. Salah satunya adalah Universitas Gajah Mada (UGM). Setiap tahunnya banyak mahasiswa UGM melakukan KKN di berbagai pelosok negeri seperti: tanah Papua, Flores, Nusa Tenggara dan ber-bagai daerah lainnya yang jarang atau bahkan tidak pernah kita temui dalam

dok.

Page 16: Kpost Juni

Keadilan Post Juni 2014 16

sistem KKN penempatan kampus atau sering saya sebut dengan KKN konven-sional. Pengabdian diri selama KKN di pelbagai penjuru negeri dengan pro-gram-program kerja yang telah disesuai-kan dengan kebutuhan masyarakat se-tempat, inilah yang menjadi semangat kita bersama untuk melihat kembali ur-gensi KKN. Apakah hanya sebagai for-malitas belaka atau memang semangat mengabdi inilah esensi KKN sesung-guhnya. Penulis yakin, dengan ran-cangan program sosialisasi dan pro-gram aplikatif yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, sedikit demi sedikit melepaskan saudara–saudara kita dari keterbelakangan dan kebodohan. Setidaknya hal ini menunjukkan kepada mereka bahwa kita peduli dan ingin ber-juang bersama. Tentunya, KKN man-diri tidak lepas dari peran serta kampus. Diperlukan sinergitas antara berbagai pihak dalam penyelenggaraan KKN mandiri ini. Selain keaktifan dari ma-hasiswa, dituntut pula kesediaan kam-pus untuk membantu berbagai proses

guna kelancaran program pengabdian masyarakat ini secara proaktif. Hal ini kiranya adalah langkah kecil yang dapat kita lakukan untuk mereka. Menerapkan pengetahuan dan menyebarkan informasi selama di lokasi KKN. Berkontribusi secara nyata tentu akan sangat membantu bagi perkem-bangan masyarakat. Jika KKN yang dilaksanakan saat ini hanya berorientasi pada kegiatan sepele, perlu dikhawatir-kan mahasiswa kini hanya akan menge-jar sesuatu yang sifatnya pragmatis dan kurang peka atas realita sosial yang ada. Bukan hanya itu saja, kini kita semakin jauh dari asas gotong royong. Asas yang diilhami dari budaya asli bangsa dima-na kita satu sama lain peduli dan saling menopang dalam kekurangan. Kegiatan KKN hanya sebagai kegiatan seremo-nial yang sifatnya prosedural. Hanya di-gunakan sebagai syarat untuk penulisan skripsi atau mendapatkan gelar sarjana tanpa melihat esensi didalamnya. Pada-hal disanalah ‘tempat’ yang sebenarnya bagi mahasiswa. KKN merupakan bentuk peng-

abdian mahasiswa kepada masyarakat. Didalam pengabdian itu mahasiswa di-harapkan mampu mengimplementasi-kan ilmu yang didapat di bangku kuliah untuk mencapai kesejahteraan dan sebe-sar-besar manfaat bagi masyarakat. Sa-ngat mengherankan ketika kampus se-lalu menggemakan pengabdian kepada masyarakat, namun di lain sisi menutup ‘keran’ pengabdian yang sebenarnya. Lalu pengabdian yang dimaksud itu yang seperti apa, dan masyarakat yang dimaksud itu adalah masyarakat yang mana dan bagaimana? Hal ini sangat perlu untuk dipertanyakan. Memang banyak hal yang da-pat kita lakukan bagi saudara-saudara kita disana. Pertanyaannya kemudian adalah kapan kita dapat melakukannya. Ketika lulus nanti kita akan sibuk untuk mencari perkerjaan. Lalu apa yang da-pat kita lakukan? Maka dari itu menjadi mahasiswa adalah saat yang tepat untuk melakukannya. Dengan KKN mandiri merupakan langkah nyata untuk peng-abdian masyarakat yang sebenarnya.

*Penulis adalah mahasiswa FH UII angkatan 2012

Gak bisa KKN karena terganjal BTAQ

Ya … harus ngulang dan bayar lagi

Tidak lulus BTAQ karena dosen penguji

Katanya, penguji pun gak diseleksi

Mahasiswa UII kok gak bisa ngaji

Malu ah… sama Islamnya

Data transparansi yang di-publish masih mentah

Disana-sini saling menjelekkan PraJoko

Terus yang baik siapa?

Ormas garis keras mulai anarki

Ho o dab … praktik intoleransi

Gang dolly mungkin tak lagi beroperasi

DIALEK

Masa data mentah di-publish gitu aja, kasihan yang ga paham dong

Si singa betina ngamuk, kaumnya dipandang sebelah mata sih!

Page 17: Kpost Juni

Keadilan Post Juni 2014 17

PROFIL

Saat ini, lapangan pekerjaan untuk para penyandang disabilitas di kota Yogyakarta masih terbilang mi-nim. Banyak instansi-instansi peme-rintah atau swasta yang masih belum mampu mempekerjakan kaum difabel. Memang banyak faktor yang mempe-ngaruhi, mulai dari kaum disabilitas yang membutuhkan fasilitas khusus un-tuk menunjang segala bentuk kegiatan, serta pengaruh status pendidikan dapat menjadi penghalang. Belum lagi keba-nyakan orang tua yang memiliki anak difabel membatasi dunia anaknya sejak dini. Mereka tersingkirkan, namun tidak di Yayasan Penyandang Cacat Mandiri Craft. Berjalan dari ujung lorong ru-angan, perlahan menghampiri sembari mengelap keringat di tangan dan dahi-nya dengan menggunakan tangan. Per-awakannya sedikit tambun, tidak tinggi tidak juga pendek. Ukuran proporsional bagi laki-laki paruh baya. Dia adalah Tarjono Slamet, pendiri Mandiri Craft. Yayasan yang berdiri secara independen ini diperuntukkan bagi para penyandang cacat. Tidak sedikitpun terlihat diwa-jahnya rasa sedih atau malu, ketika dia meceritakan kisah pahit yang dialami-nya 24 tahun yang lalu. Tubuhnya ter-kena setrum arus listrik tegangan tinggi pada saat menjalani tugas kerja bersama kedua temannya di Perusahaan Listrik Negara (PLN) unit Klaten. “(Jari-jari) tangan saya dua-duanya tidak bisa dige-rakkan, kemudian kaki kiri diamputasi,” ucapnya sambil melirik jari-jari tangan-nya. Sejak itu, dia dan kedua teman-nya menjadi penyandang disabilitas, kemudian terpaksa pensiun dini. Hal itu

Mendobrak Keterbatasan Demi Kesejahteraan

UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat ditegaskan bahwa penyandang cacat berhak untuk memperoleh pekerjaan, penghidupan yang layak, dan mendapat perlakuan yang sama tanpa diskriminasi. Undang-undang ini menjadi landasan Slamet untuk mensejahterakan teman-temannya.

Oleh : Dian Rachmaningsih

merupakan titik balik kehidupan yang dialami Slamet. Pria kelahiran Batang Tahun 1974 ini tidak lantas putus asa terha-dap musibah yang menimpanya. Ketika dalam masa keterpurukan atas kejadian yang dialaminya, dia banyak bertemu dengan orang-orang difabel. Selang setahun, ketika memiliki kesempatan, Slamet memutuskan untuk bersekolah dengan beasiswa yang dia cari sendiri di Oakland University, Selandia Baru. Pembiayaan penuh selama tiga tahun dari pemerintah Australia tersebut, menghantarkannya menjadi seorang D3 Ilmu Sosial. Dia berharap potensi yang dimilikinya dapat dikembangkan untuk membantu teman-teman difabel lain-nya. Pulang ke Indonesia, bekal su-dah dibawa. Pelajaran sosial, praktek lapangan, dan kuliah yang berpindah-pindah selama tujuh bulan sekali ke lima negara bagian Australia juga pernah dilakoninya. Bertemu dengan teman baru dari pelbagai negara membuat dia mengerti kehidupan manusia. Pengala-man itu menjadi modal awalnya untuk merintis karir. Tahun 1994, setelah kembali dari pendidikan, Slamet bergabung di Yayasan Kristen untuk Kesehatan Umum (Yakkum) Yogyakarta. Disana, potensi yang telah dia kantongi sebe-lumnya kini semakin bertambah. Dia diajarkan untuk membuat proposal membangun usaha dan memproduksi kerajinan tangan dari kayu oleh guru be-sarnya di Yakkum, MC. Leenan Collin, seorang voulenteer disana. Slamet bekerja selama 10 ta-hun di Yakkum. Setelah merasa me-

miliki keahlian yang cukup, dia ke-luar dari Yakkum dan membuat usaha sendiri.“Melihat situasi lapangan, te-man-teman difabel pada minta-minta dijalan. Tujuan pertama saya ingin mem-beri, berbagi ilmu dan kemampuan ke-pada temen-temen difabel,” katanya lirih. Mandiri Craft menjadi bukti nyata ke-sungguhannya. Bermodalkan dana pribadi sebesar 70 persen serta bantuan dari orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia sebesar 30 persen, Slamet mencoba merintis usahanya dari nol. “Awal mula inisiator ya saya sendiri, kemudian saya bentuk tim enam orang saya rekrut dari Yakum yang sudah me-miliki kemampuan membuat kerajinan mainan,” tutur Slamet. Mereka menjadi supervisor untuk membimbing sekaligus tim produksi, juga memberi pelatihan. Ketika ditemui usai jam makan siang hari itu, Nur Wakidi mengungkap-kan hal yang sama, “Kami dulu kan berkelompok, dari Yakkum lalu memu-tuskan untuk memisahkan diri supaya lebih mandiri, membuka usaha sendiri,” ungkapnya. Nur adalah teman Slamet sejak di Yakkum Craft, hingga saat ini bekerja di bengkel kerajinan mainan Mandiri Craft, proses mengebor salah satu keahliannya. Tidak hanya itu yang dilakukan Slamet, pada awal berdirinya Mandiri Craft tahun 2003, dia juga telah meng-gandeng 25 orang untuk dipekerjakan di bengkel kerajinan miliknya. Semua pekerja merupakan kaum difabel pen-derita cacat fisik. Mereka bersama melakukan kegiatan industri, memasar-kan hasil kerajinan tangannya sampai mancanegara seperti Australia, Selan-

Dian/Keadilan

• TarjonoSlamet,pendiriMandiriCraft

(17/06).

Page 18: Kpost Juni

Keadilan Post Juni 2014 18

dia Baru, dan beberapa negara lain di Eropa. Berkat relasi yang dibangun Slamet ketika bersekolah dan kursus di luar negeri, omset pasarannya kian ting-gi, usaha yang dirintis berbuah manis.

Pasang Surut Sampai pertengahan tahun 2006, semuanya kembali mengalami rintangan. Rumah produksi yang ber-lokasi di Jalan Parangtritis kilometer 9 menjadi saksi bisu kesuksesan yang dirasakan Slamet serta kawan-kawan. Hingga pertengahan 2006, perubahan terjadi sedemikian drastis. Gempa di Bantul kala itu ber-dampak hebat pada yayasan miliknya, rumah produksi yang dibangun deng-an keringat telah hancur, mesin-mesin tidak bisa dioperasikan kembali, ke-jadian itu juga menyisakan duka, salah satu pengrajin meninggal akibat gempa. Ditambah saat itu Mandiri Craft masih terikat kontrak buyer dengan orang asing, namun modal produksi sudah habis. Duka bagi mereka, yang bisa dilakukan Slamet dan kawan-kawan saat itu hanyalah merenung, tanpa dapat berbuat lebih. Usaha miliknya sempat collapse 4 bulan, tidak berproduksi dan tidak melayani pesanan, mati suri. Ketika temannya dari Belanda datang menjenguk, angin segar datang menghampiri Slamet. “Mereka memberi harapan bagi kami, mereka membuat-kan shelter bengkel kerja. Shelter peng-inapan dari bambu, sampai sekarang masih ada,”dia menceritakan dengan nada semangat. Pascagempa, pria yang diang-kat sebagai direktur oleh teman kelom-poknya ini kemudian bangkit kembali. Proposal yang diajukan kepada Hendi-cap Internasional, membuatnya mem-

peroleh bantuan mesin serta semua peralatan. Man-diri Craft yang hancur, lalu dibangun kembali dilokasi berbeda, Jalan Parangtritis kilometer 7,5. Sampai kini berdiri dua bangunan saling menyerong, dibagian de-pannya terpampang plakat “Red Cross Japanese”. Yang memperlihatkan bahwa ba-ngunan ini dibangun atas donasi Jepang. Arif Wibowo, selaku Sekretaris Mandiri Craft mengiyakan hal itu. Pria yang bergabung dengan Man-diri Craft sejak 2010 atas ajakan Slamet itu mengatakan bahwa semua fasilitas yang mereka gunakan saat ini adalah ha-sil pemberian dari donatur luar negeri. “Yang nyewa tanah juga dari pihak Ma-laysia, sayangnya enggak ada bantuan dari pemerintah sama sekali,” tambahnya. Mandiri Craft yang semula mati suri berangsur bangkit kembali dan sis-temnya semakin berkembang. Dulunya tidak ada setting pemasaran kini mulai dibangun, serta sistem kerja diperbaha-rui. Yang terpenting dari usahanya ini adalah memperkerjakan orang-orang difabel agar tetap berdiri teguh de-ngan tujuan awalnya. Pasar yang dituju adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau Non Government Organization (NGO), kemudian masuk pasar lokal di area Malioboro, serta mulai memasar-kan produknya di hotel-hotel kawasan Yogyakarta. Sempat pula waktu itu pasar Australia memutuskan kerja sama de-ngan Mandiri Craft. Karena permintaan tidak sesuai. Kualitas dan kuantitas yang diminta tidak sebanding dengan harga yang ditawarkan. “Ekspornya otomatis terhenti, kan kita harus mencari pasaran

lagi yang mem-butuhkan wak-tu panjang. Itu pengalaman pa-hit bagi kami,” tutur Nur Waki-di, ketika dita-nyai mengenai suka dukanya. “Karena usaha itu ada pahit ada manis. Ke-tika tujuan kita mulia, banyak sekali tantangan

halangan yang datang,” imbuh Slamet. Mobil, puzzle, miniatur hewan, dan segala bentuk mainan anak dibuat 1500 buah tiap bulannya. Semua mai-nan berbahan kayu mahoni dikeringkan selama dua minggu untuk hasil kualitas barang yang maksimal, cat yang diguna-kan pun telah diuji di laboratorium demi terjaminnya mutu Standar Nasional In-donesia (SNI). Tujuan utamanya bukan profit oriented, melainkan kenyamanan, keselamatan, kesehatan serta memiliki nilai edukasi penggunanya. Dorongan nurani yang dirasa-kannya beberapa tahun lalu kini men-jadikan dia orang yang berguna bagi para difabel kawasan Jogja, memper-kerjakan penyandang disabilitas sampai sekarang gencar dilakukannya. “Yang pertama mereka difabel. Yang kedua, secara ekonomi mereka kurang. Dua itu saja prioritas yang harus dipenuhi, masalah keterampilan nanti bisa diberi pelatihan,” jelas Slamet. Tujuan utama juga tidak dilupa-kan, Slamet melihat undang-undang tidak sesuai dengan kenyataan, hal itu didapat ketika melihat perbedaan per-lakuan antara kalangan penyandang disabilitas dan orang normal. “Mereka menjadi pengangguran, tidak pula pu-nya pendidikan. Karena itulah dasar kepedulian saya dalam merekrut te-man-teman yang kesulitan mendapat pekerjaan,” ungkap pria yang dikenal sebagai pemimpin humoris dikalangan karyawannya. Pria berkulit sawo matang ini kesehariannya menghabiskan waktu di Mandiri Craft. Mengawasi, membantu pengrajin, hingga turut menyiapkan barang-barang produksinya ketika ada agenda pameran. Arif kembali menga-takan dalam kepemimpinannya, Slamet tidak membedakan antara pimpinan dan karyawan. Slamet yang suka guyon dan mengaget-ngageti karyawannya membuat

• TarjonoSlametdenganbeberapahasil

kerajinannya(17/06).

• ArifWibowosebagaisekretaris

MandiriCraftyangdimilikiSlamet(17/06).

Jefrei/Keadilan

Nanda/Keadilan

Page 19: Kpost Juni

Keadilan Post Juni 2014 19

dirinya akrab dengan mereka. Sikap kepeduliannya tidak se-batas pada kaum difabel saja. Terbukti ketika menjalani aktifitas di kediaman-nya, Slamet dikenal sebagai pribadi yang dermawan. Dia sering menyalur-kan bantuan pada desanya, tidak hanya materiil, bantuan jasa juga diberikan se-perti ronda dan rapat RT. “Kegiatannya bagus kalau untuk masyarakat sini,”ujar Pardi, tetangga Slamet sekaligus teman nonton bolanya. Dengan nada sema-ngat, sambil tangannya menunjuk ke arah rumah Slamet yang terlihat tanpa pintu itu dia menambahkan, “Pun pokok e apik tenan, wong pun lima tahun ana luwih niku”. Kalimat serupa juga didapat-kan ketika menemui ketua RT 01, Tim-bulharjo, Sewon. Mujiono mengata-kan bahwa Slamet dikenal aktif dalam masyarakat, sering memberikan ide-ide saat diadakan rapat RT. “Setelah gempa

2006, Slamet pernah membuka sekolah berjalan, namun belum genap setahun, program itu ditinggalkan karena seper-tinya warga sini gak tertarik,” ungkap Mujiono sambil tertawa malu-malu. Ketua RT sekaligus teman Siskamling Slamet ini juga menuturkan bahwa pan-dangan masyarakat terhadapnya itu sa-ngat baik. Slamet berharap, rumah pro-duksi yang dipimpinnya bisa lebih berkembang agar mampu member-dayakan kaum difabel. “Pasar Mandiri Craft harus go Internasional, agar dapat mendorong kesejahteraan bagi difabel. Kalau begitukan yang minta-minta dija-lan tidak ada,” tambahnya lagi. Menge-nai regenerasi selanjutnya, Slamet juga mengatakan agar teman-teman difabel yang masih belajar, agar terus belajar. Rasa sosial, serta pola pikir untuk tidak bersikap individualis harus tetap dita-nam dalam diri.

“Sampai kapan pun saya tetap akan menjaga komitmen, bagi saya mempekerjakan teman-teman difabel bukan suatu kerepotan, namun men-jadi kewajiban saya, apa yang harus saya lakukan yang penting bermanfaat bagi orang lain,” tegas Slamet sembari tangannya sibuk menyiapkan mainan untuk pameran. Slamet kembali berharap, agar pemerintah dapat lebih aktif dalam membuka kesempatan lapangan peker-jaan bagi para kaum difabel. “Sebenar-nya mudah jika pemerintah mau peduli, berikanlah fasilitas,” tutur Slamet, sese-orang yang telah banyak mengubah na-sib banyak difabel.

Reportase bersama: Lalu Subandari, Jefrei Kurniadi

KARIKATUR

REDAKSI LPM KEADILANMenerima tulisan berbentuk opini, artikel dan surat pembaca bertemakan bebas

Tulisan yang dikirim akan dimuat setelah melalui proses editing

Tulisan dapat dikirim langsung ke sekretariat LPM Keadilan atau via email

via email: [email protected]

Page 20: Kpost Juni

Keadilan Post Juni 2014 20

KARIKATUR