Top Banner
TESIS KORESPONDENSI FONEM PROTO-AUSTRONESIA DALAM BAHASA KAILI DAN BAHASA UMA DI SULAWESI TENGAH I KOMANG ARDANA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011
156

korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

Dec 30, 2016

Download

Documents

buithien
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

TESIS

KORESPONDENSI FONEM PROTO-AUSTRONESIA DALAM BAHASA KAILI DAN BAHASA UMA

DI SULAWESI TENGAH

I KOMANG ARDANA

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2011

Page 2: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

i

TESIS

KORESPONDENSI FONEM PROTO-AUSTRONESIA DALAM BAHASA KAILI DAN BAHASA UMA

DI SULAWESI TENGAH

I KOMANG ARDANA NIM 0990161083

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI LINGUISTIK

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2011

Page 3: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

ii

KORESPONDENSI FONEM PROTO-AUSTRONESIA

DALAM BAHASA KAILI DAN BAHASA UMA DI SULAWESI TENGAH

Tesis untuk memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Linguistik Program Pascasarjana Universitas Udayana

I KOMANG ARDANA NIM 0990161083

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI LINGUISTIK

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2011

Page 4: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

iii

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 5 SEPTEMBER 2011

Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. Dr. Aron Meko Mbete Dr. A.A. Putu Putra, M.Hum. NIP 19470723 197903 1 002 NIP 19600825 198602 1 001

Mengetahui

Ketua Program Studi Magister Linguistik Direktur Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana, Universitas Udayana, Prof.Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum Prof.Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP 19620310 198503 1 005 NIP 19590215 198510 2 001

Page 5: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

iv

PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS

Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 14 September 2011

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Program Pascasarjana Universitas Udayana, No :1569/UN14.4/HK/2011, Tanggal 12 September 2011

Ketua : Prof. Dr. Aron Meko Mbete. Sekretaris : Dr. A.A. Putu Putra, M. Hum. Anggota :

1. Prof. Dr. Ida Bagus Putra Yadnya, M.A. 2. Prof. Drs. I Made Suastra, Ph.D. 3. Dr. Made Sri Satyawati, S.S.,M.Hum.

Page 6: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

v

Kupersembahan kepada orangtuaku,

I Nyoman Suweta, S.E dan Ni Nyoman Sadri

Page 7: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Berkat karunia Tuhan, bantuan, dorongan, dan kemurahan hati beberapa

pihak, tesis yang berjudul “Korespondensi Fonem Proto-Austronesia dalam

Bahasa Kaili dan Bahasa Uma di Sulawesi Tengah” dapat terwujud. Oleh karena

itu, melalui tulisan ini penulis sampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya

dan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya.

Pertama-tama penghargaan dan terima kasih itu, penulis sampaikan kepada

para pembimbing dalam penulisan tesis ini.

1) Prof. Dr. Aron Meko Mbete, guru besar pada Fakultas Sastra Universitas

Udayana, yang telah membimbing dengan sepenuh hati dan penuh kecermatan

dari awal persiapan sampai tesis ini terwujud sebagai yang sekarang ini;

2) Dr. A.A. Putu Putra, M. Hum, dosen pada Fakultas Sastra Universitas

Udayana, yang telah membimbing dan mendorong penulis, baik dari segi

teknis maupun nonteknis selama penulisan tesis ini;

Kedua, penghargaan dan terima kasih itu penulis sampaikan kepada

segenap anggota panitia penguji yang telah memberikan sumbangan pemikiran

demi perbaikan tesis ini. Panitia penguji itu terdiri atas 1) Prof. Dr. Ida Bagus

Putra Yadnya, M.A, 2) Prof. Drs. I Made Suastra, Ph.D, 3) Dr. Made Sri

Satyawati,S.S.,M.Hum.

Ketiga, penghargaan dan terima kasih itu penulis sampaikan kepada

segenap jajaran Universitas, Fakultas, Jurusan, Lembaga, dan Instansi yang telah

memberikan fasilitasnya, yakni;

Page 8: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

vii

1) Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. Dr. I Made Bakta, Sp. PD (K) dan

Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A. A. Raka

Sudewi, Sp. S (K) atas fasilitas yang diberikan kepada penulis selama menjadi

mahasiswa dan izin untuk melakukan penelitian.

2) Dekan Fakultas Sastra Universitas Udayana, Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A.,

atas fasilitas yang diberikan selama penulis menjadi mahasiswa.

3) Ketua Program Studi Magister Linguistik, Program Pascasarjana Universitas

Udayana, Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M. Hum., yang telah banyak

memberikan arahan kepada penulis selama menjadi mahasiswa.

4) Para Dosen pada Konsentrasi Linguistik Murni, Program Studi Magister

Linguistik, Program Pascasarjana Universitas Udayana: Prof. Dr. Aron Meko

Mbete, Prof. Dr. I Wayan Jendra, S.U., Prof. Dr. N. L. Sutjiati Beratha, M.A.,

Prof. Dr. Drs. I Ketut Riana, S.U., Prof. Drs. Made Suastra, Ph.D., Prof. Dr. I

Gusti Made Sutjaja, M.A., Prof. Dr. Drs. I. B. Putra Yadnya, M.A., Prof. Dr. I

Nyoman Weda Kusuma, M.S., Prof. Drs. I Ketut Artawa, M.A., Ph.D., Prof.

Dr. I Nengah Sudipa, M.A., Prof. Dr. I Wayan Pastika, M.S., Prof. Dr. Made

Budiarsa, M.A., Prof. Dr. I Nyoman Suparwa, M.Hum., Prof. Dr. I Ketut

Dharma Laksana, M.Hum., Dr. Ni Made Dhanawaty, M.S., Dr. I Nyoman

Sedeng, M. Hum., Dr. A.A. Putu Putra, M. Hum., dan Drs. Margono, M.A.

yang telah banyak memberikan ilmu kepada penulis selama mengikuti

perkuliahan.

5) Staf Administrasi, I Ketut Ebuh, S. Sos, I Nyoman Sadra, S.S., Nyoman Adi

Triani, S.E., Ibu I Gusti Ayu Supadmini, dan Staf Perpustakaan Dra. Ni

Page 9: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

viii

Nyoman Sumitri, Ibu Ni Nyoman Sukartini pada Program Studi Magister

Linguistik atas segala bantuan dan layanannya selama penulis mengikuti

perkuliahan.

Keempat, penghargaan dan terima kasih itu penulis sampaikan kepada

Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi Bali dan Provinsi Sulawesi Tengah yang

telah memberikan izin rekomendasi, yakni;

1) Kabid Kewaspadaan Daerah Provinsi Bali, Drs. I Gede Made Jaya

Serataberana, M.Si yang telah memberikan izin rekomendasi untuk penelitian

studi formal ini;

2) Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Daerah (KP2TD), Ramli

Sanudin, SE, M.Si yang telah memberikan izin rekomendasi untuk penelitian

ini;

Kelima, penghargaan dan terima kasih itu penulis sampaikan kepada

teman-teman se-angkatan 2009, khususnya Konsentrasi Linguistik Murni,

Program Studi Magister Linguistik yang tidak bisa disebutkan satu per satu, atas

dukungan, masukan, dan kerjasamanya, baik yang bersifat spiritual maupun

material selama mengikuti perkuliahan sampai dengan terwujudnya tesis ini.

Keenam, penghargaan dan terima kasih itu penulis sampaikan kepada

orang tua penulis, I Nyoma Suweta, S.E dan Ni Nyoman Sadri, dan secara khusus

penulis sampaikan kepada kakak pertama, almarhum I Gede Putu Artono, serta

kakak tercinta Ni Made Murni Kartika Dewi, S.E, yang selalu penulis jadikan

sebagai kekuatan dan motivasi selama penulis menjalani kehidupan ini.

Page 10: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

ix

Ketujuh, penghargaan dan terima kasih itu penulis sampaikan kepada

teman tercinta Ida Ayu Asri Anggraeni Puspitasari Damayanti Putri, S.E, yang

selalu dengan segenap hati dan tulus iklas menemani, memotivasi, dan

mendoakan sehingga penulis terfokus dan memiliki konsentrasi yang baik dalam

menyelesaikan studi formal ini.

Kedelapan, penghargaan dan terima kasih itu penulis sampaikan kepada

keluarga dr. Ida Bagus Yadnya Putra, dan Keluarga Ir. Calvin Tawil, serta Untung

Bowowigianto, S.T, M.Si, atas segala bantuan dan fasilitasnya selama penulis

berada di Provinsi Sulawesi Tengah sehingga penelitian ini dapat terselesaikan

dengan lancar.

Kesembilan, penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada para

informan yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas informasi yang diberikan

selama penulis mengadakan penelitian di Kota Palu dan Kabupaten Sigi.

Akhirnya, kepada siapa pun yang telah memberikan berbagai bantuan

demi terwujudnya tesis ini, tetapi tidak dapat disebutkan satu per satu di sini,

penulis sampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan terima kasih. Akhir

kata, semoga amal baik semua pihak mendapatkan pahala dari Ida Sang Hyang

Widhi Wasa/ Tuhan Yang Mahaesa.

Denpasar, 10 Juli 2011

I Komang Ardana

Page 11: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

x

ABSTRACT

PROTO-AUSTRONESIAN PHONEMES CORRESPONDENCE IN KAILI AND UMA LANGUAGES

This thesis is focused on Uma and Kaili languages, all of which can be

seen as being descended from a single ancestor (proto-language) for their phonology, lexicon, and grammatical features. In general, this study provides an in-depth information about the data and information concerning Uma and Kaili language for comparative historical linguistic research in Indonesia. Specifically, this study (i) describes the inheritance of Proto-Austronesian phonemes, (ii) analyzes the Proto-Austronesian phoneme correspondence in both languages, and (iii) explains the types of its sound change.

This research is a linguistic fieldwork that uses three participants, namely researchers, elicitators, and observers. For the determination of kinship language studied, two approaches are applied, namely quantitative approaches that of lexicostatistics methods and qualitative approaches that of comparison method.

Through this study, the sound correspondences between the Proto-Austronesian, Kaili, and Uma language are observed: (i) some Proto-Austronesian phonemes in the languages are linearly inherited in Kaili and Uma including the vowels of */i/, */u/, */a/, and consonants of */b/, */p/, */t/, */d/, */n/, */ŋ/, */j/, */k/, */l/, */r/, */s/, */g/, */q/; (ii) some Proto-Austronesian phonemes are inherited with changes, namely, phoneme */i/ is inherited into phoneme /e/ when followed by the phoneme /t/, /r/, /p/ in, phoneme */ə/ is inherited into phonemes /e/, /o/, /a/ as phoneme */ə/ is not owned in both languages, phoneme */b/, when preceded by high vowels, decreases into phoneme /v/ in Kaili and into /w/ in Uma, phoneme */d/ is inherited into phoneme /r/ when preceeded by the phoneme /i/, and diphthongs */ay/ and diphthongs */uy/ changes into monophthongs /e/ and /u/ respectively in the final position in both languages; (iii) some of the inherited Proto-Austronesian phonemes, such those */p/, */t/, */d/, */l/, */m/, */n/, */ŋ/, */j/, */q/, */k/, */g/, */r/, experienced for the loss of word final consonant; (iv) lastly, several types of sound change, namely split, merger, phonemic lose, shift and metathesis, are found.

Based on the analysis of the sound correspondences, a conclusion can be drawn, that is Kaili and Uma, quantitatively shown, have the highest percentage (63%) in terms of their relationship. Qualitative evidence of their relationship is shown through number of inovative words found, i.e. eighty words. Further recollection of the historical problems in relation to the comparative studies of languages in nusantara is absolutely needed for the advanced growth of the historical comparative linguistics study.

Key Words: Sound Correspondences, Proto-Austronesia, Kaili language, Uma language.

Page 12: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

xi

ABSTRAK

KORESPONDENSI FONEM PROTO-AUSTRONESIA DALAM BAHASA KAILI DAN BAHASA UMA

Tesis ini difokuskan pada bahasa Kaili dan bahasa Uma. Kedua bahasa itu,

jika dilihat dari segi fonologis, leksikon, serta gramatikalnya memiliki persamaan dan perbedaan yang menandakan kedua bahasa itu diturunkan dari moyang yang sama (proto-bahasa). Secara umum, penelitian ini memberikan informasi mengenai data dan keterangan bahasa Kaili dan bahasa Uma untuk penelitian linguistik historis komparatif di Indonesia dan secara khusus mendeskripsikan pewarisan fonem Proto-Austronesia, menganalisis korespondensi fonem Proto-Austronesia, dan mendeskripsikan tipe-tipe perubahan bunyinya. Penelitian ini merupakan penelitian linguistik lapangan yang menggunakan tiga partisipan, yaitu peneliti, pengelisitasi, dan pengobservasi. Untuk penentuan hubungan kekerabatan bahasa yang diteliti digunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan kuantitatif ikhwal metode leksikostatistik dan pendekatan kualitatif ikhwal metode perbandingan.

Melalui penelitian ini diperoleh pertalian bunyi antara bahasa Proto-Austronesia, bahasa Kaili dan bahasa Uma yang diperincikan sebagai berikut: pertama, beberapa fonem Proto-Austronesia terwaris linear, diantaranya: vokal: */i/, */u/, */a/, dan konsonan: */b/, */p/, */t/, */d/, */n/, */ŋ/, */j/, */k/, */l/, */r/, */s/, */g/, */q/, kedua, beberapa fonem Proto-Austronesia terwaris dengan perubahan, yaitu fonem */i/ menurunkan fonem /e/ bila diikuti oleh fonem /t/, /r/, /p/, fonem */ə/ mengalami penggantian menjadi fonem /e/, /o/, /a/ karena fonem */ə/ tidak dimiliki pada kedua bahasa tersebut, fonem */b/ menurunkan fonem bahasa Kaili /v/ dan bahasa Uma /w/ bila didahului oleh vokal tinggi, fonem */d/ menurunkan fonem /r/ bila didahului oleh fonem /i/, diftong */ay/ dan diftong */uy/ menjadi monoftong /e/ dan /u/ bila berada pada posisi akhir, ketiga, beberapa fonem Proto-Austronesia terwaris mengalami peluluhan bunyi pada posisi akhir, yaitu: */p/, */t/, */d/, */l/, */m/, */n/, */ŋ/, */j/, */q/, */k/, */g/, */r/, keempat, ditemukan beberapa tipe perubahan bunyi, yaitu: perengkahan (split), peleburan (merger), peluluhan bunyi (phonemic lose), penggantian (shift) dan metatesis (metathesis).

Berdasarkan kajian tentang korespondensi fonemis dapat disimpulkan bahwa melalui bukti kuantitatif ditemukan bahasa Kaili dan bahasa Uma memiliki persentase kekerabatan yang paling tinggi yaitu enam puluh tiga persen dan melalui bukti-bukti kualitatif ditemukan delapan puluh kata yang inovatif. Selanjutnya, masalah-masalah sejarah perbandingan bahasa-bahasa nusantara kiranya perlu dihimpun kembali untuk kemudian dapat diutamakan masalah-masalah yang mendesak demi perkembangan ilmu linguistik historis komparatif.

Kata Kunci: Korespondensi Fonemis, Proto-Austronesia, Bahasa Kaili, Bahasa Uma.

Page 13: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

xii

DAFTAR ISI

Halaman

PRASYARAT GELAR ………………………………………………….

LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………

PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ……………………………..

UCAPAN TERIMA KASIH …………………………………………….

ABSTRACT …………………………………………………………….

ABSTRAK ………………………………………………………………

DAFTAR ISI …………………………………………………………….

DAFTAR TABEL ……………………………………………………….

DAFTAR BAGAN ………………………………………………………

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN ……………………………

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………….

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………….

1.1 Latar Belakang ………………………………………………………

1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………...

1.3 Tujuan Penelitian …………………………………………………….

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN

MODEL PENELITIAN………………………………………………….

2.1 Kajian Pustaka ……………………………………………………..

2.2 Konsep ……………………………………………………………..

2.3 Landasan Teori …………………………………………………….

2.4 Asumsi Dasar………………………………………………………..

ii

iii

iv

vi

x

xi

xii

xv

xvi

xvii

xix

1

1

5

5

9

9

14

19

26

Page 14: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

xiii

2.5 Model Penelitian …………………………………………………….

BAB III METODE PENELITIAN ………………………………………

3.1 Pendekatan Penelitian ……………………………………………….

3.2 Lokasi Penelitian …………………………………………………….

3.3 Jenis dan Sumber Data ………………………………………………

3.4 Instrumen Penelitian …………………………………………………

3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data …………………...………...

3.6 Metode dan Teknik Analisis Data …………………………………...

3.7 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ……………….....

BAB IV PROTO-AUSTRONESIA, BAHASA KAILI, BAHASA

UMA: GAMBARAN FONEM………………………………………….

4.1 Gambaran Fonem Proto-Austronesia…………………………….

4.2 Gambaran Fonem Bahasa Kaili dan Uma …………………………

4.3 Bukti-Bukti Pengelompokan ………………………………………

BAB V PEWARISAN FONEM PROTO-AUSTRONESIA DAN TIPE-

TIPE PERUBAHAN FONEMNYA PADA BAHASA KAILI DAN

BAHASA UMA …………………………………………………………

5.1 Pewarisan Fonem Vokal PAN pada BK dan BU……….……………

5.2 Pewarisan Fonem Konsonan PAN pada BK dan BU..………………

5.3 Pewarisan Diftong PAN pada BK dan BU………………..…………

5.4 Tipe-Tipe Perubahan Bunyi………………………………………….

BAB VI KORESPONDENSI FONEM PROTO-AUSTRONESIA

PADA BAHASA KAILI DAN BAHASA UMA………………………

27

29

29

29

32

33

33

35

38

40

40

43

50

63

64

73

93

95

103

Page 15: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

xiv

6.1 Perangkat Korespondensi Fonemis………………………………….

6.2 Rekurensi Fonemis…………………………………………………..

6.3 Pasangan Kognat…………………………………………………….

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN…………………………………...

7.1 Simpulan…………………………………………………………….

7.2 Saran ………………………………………………………………...

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………...

LAMPIRAN-LAMPIRAN

103

105

108

110

110

112

113

Page 16: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

4.1.2a Segmen Vokal Proto-Austronesia …………………………………….

4.1.2b Segmen Konsonan Proto-Austronesia ………………………………..

4.2.1a Segmen Vokal BK …………………………………………………….

4.2.1b Segmen Konsonan BK ……………………………………………......

4.2.2a Segmen Vokal BU …………………………………………………….

4.2.1b Segmen Konsonan BU ………………………………………………..

4.3.1a Persentase kekerabatan ………………………………………………..

5.1.3 Segmen Vokal ………………………………………………………….

42

43

44

45

48

48

52

70

Page 17: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

xvi

DAFTAR BAGAN

Halaman

1.1 Proto-Austronesia (Blust, 1981:21) ……………………………………

2.5 Model penelitian ……………………………………………………….

4.3.1b Garis Silsilah Kekerabatan …………………………………………

2

27

53

Page 18: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

xvii

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

LAMBANG

*

//

>

[ ]

( )

+

#

Ø

‘..’

/_

Untuk menunjukkan bentuk Proto

Lambang fonemis

Menyatakan terjadinya perubahan dari kiri ke kanan

Menunjukkan bahwa satuan di dalamnya adalah satuan fonetis

Menyatakan formatif yang ada di dalamnya memiliki alternasi sejumlah

formatif yang berada di dalamnya

Menyatakan batas morfem

Menyatakan batas kata

Simbol nol, Ø, di sebelah kiri tanda panah digunakan untuk kaidah

penyisipan, sedangkan kemunculannya di sebelah kanan tanda panah

menyatakan pelesapan

Pengapit glos

Menyatakan lingkungan

Menyatakan terjadinya perubahan dari kiri ke kanan

Menyatakan beberapa satuan lingual yang ada di dalamnya dapat dipilih

salah satu

SINGKATAN

B

Tb

BK

:Bersuara

:Tak bersuara

: Bahasa Kaili

Page 19: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

xviii

BU

BP

BB

IE

LHK

PAN

PTS

Jml

: Bahasa Uma

: Bahasa Pamona

: Bahasa Bada’

: Bahasa Indo-Eropah

: Linguistik Historis Komparatif

: Proto-Austronesia

: Pelesapan tak segera

: Jumlah

Page 20: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Peta Sulawesi Tengah

Lampiran 2: Daftar Kognat Lampiran 3: Fonem PAN */i/ terwaris secara linear pada BK /i/, BU /i/

Lampiran 4: Fonem PAN */u/ terwaris secara linear pada BK /u/, BU /u/

Lampiran 5: Fonem PAN */a/ terwaris secara linear pada BK /a/, BU /a/

Lampiran 6: Fonem PAN */b/ terwaris secara linear pada BK /b/, BU /b/

Lampiran 7: Fonem PAN */p/ terwaris secara linear pada BK /p/, BU /p/

Lampiran 8: Fonem PAN */t/ terwaris secara linear pada BK /t/, BU /t/

Lampiran 9: Fonem PAN */n/ terwaris secara linear pada BK /n/, BU /n/

Lampiran 10: Fonem PAN */k/ terwaris secara linear pada BK /k/, BU /k/

Lampiran 11: Fonem PAN */l/ terwaris secara linear pada BK /l/, BU /l/

Lampiran 12: Daftar Informan

Page 21: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

1

BAB I

PEDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumpun bahasa Austronesia merupakan salah satu keluarga bahasa tua.

Nama Austronesia berasal dari kata Latin auster "angin selatan" dan kata Greek

nêsos "pulau". Para penutur bahasa Austronesia dihipotesiskan berasal dari daerah

yang sekarang disebut China bagian selatan. Mereka sekitar 4000 tahun yang lalu

bermigrasi ke Taiwan, kemudian menyebar ke Filipina, Indonesia, dan ke

Madagaskar dekat benua Afrika serta ke seluruh lautan Pasifik (Dempwolff, 1956).

Kekerabatan antarbahasa sekerabat dalam kajian komparatif pada intinya

dapat dibuktikan berdasarkan unsur-unsur warisan dari protobahasa pada bahasa-

bahasa berkerabat (Hock, 1988). Protobahasa merupakan suatu rakitan teoretis

yang dirancang dengan merangkaikan sistem bahasa-bahasa yang memiliki

hubungan kesejarahan melalui rumusan kaidah-kaidah secara sangat sederhana

dan dirancang bangun dan dirakit kembali sebagai gambaran tentang masa lalu

suatu bahasa (Bynon, 1979, Jeffers, 1979). Dengan munculnya ciri-ciri warisan

yang sama pada bahasa-bahasa yang berkerabat, keeratan hubungan keseasalan

bahasa-bahasa tersebut dapat ditemukan dan sistem protobahasanya dapat dijejaki

(Mbete, 1990: 22).

Blust (1981) membagi bahasa-bahasa Austronesia atas empat kelompok

utama, yaitu; Atayal, Tsou, Paiwan, Melayu-Polinesia. Perhatikan bagan di

bawah ini.

1

Page 22: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

2

Proto-Austronesia

Atayal Tsou Paiwan Melayu-Polinesia

Melayu-Polinesia Barat Melayu-Polinesia Tengah Melayu-Polinesia Timur Halmahera-Selatan,Irian Oseania

1.1 Proto-Austronesia (Blust, 1981:21)

Tiga kelompok utama, yaitu; Atayal, Tsou, dan Paiwan terdapat di Formosa.

Kelompok Melayu-Polinesia Barat terdiri atas semua bahasa di Indonesia Barat

(bahasa Sulawesi dan bahasa Sundik), Pilipina, Chamorro, Palau, Chami, dan

Malagasi; kelompok Melayu-Polinesia Tengah terdiri atas semua bahasa di Flores,

Timor, Sumba, Sumbawa Timur (bahasa Bima) Maluku tengah dan Selatan;

kelompok Melayu-Polinesia Timur meliputi bahasa-bahasa Halmahera Selatan

dan Iran Jaya. Bahasa-bahasa Melanesia, Mikronesia, dan Polinesia ditempatkan

ke dalam subkelompok Oseania (Blust, 1981:21).

Betapapun telah cukup banyak hasil penelitian, belumlah dapat dikatakan

bahwa pendekatan secara linguistik historis komparatif atas bahasa-bahasa

Austronesia telah selesai. Adanya unsur-unsur bahasa Proto-Austronesia yang

ditemukan oleh para ahli sejarah perbandingan, patutlah disadari bahwa hasil-

hasilnya, setidak-tidaknya sebagiannya masih bersifat hipotesis. Ini berarti bahwa

penelitian yang belakangan di samping pengembangan dan pendalaman, masih

diperlukan untuk membuktikan kembali hasil-hasil penelitian terdahulu. Disisi itu

perlu diinsyafi bahwa karena hukum perubahan berlangsung pula atas kehidupan

bahasa maka masalah-masalah ilmu linguistik historis komparatif, tidak akan

Page 23: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

3

selesai, apabila berkembangnya metodologi ilmu linguistik historis komparatif

khusunya, serta ilmu pengetahuan umumnya.

Bahasa yang ada di kawasan nusantara ini merupakan fakta sejarah

kehidupan bahasa. Ada yang berkembang secara mapan, dan ada juga yang

perkembangannya mengarah kepunahan, khususnya bahasa-bahasa daerah yang

didukung oleh jumlah penutur yang sedikit. Punahnya bahasa daerah adalah

proses alami, di antara penyebabnya adalah tiadanya penutur akibat bencana alam

dan pernikahan antaretnis serta menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi

sehari-hari sebagai pengantar. Sejumlah bahasa ibu atau bahasa daerah di kawasan

nusantara ini, mulai punah seiring meninggalnya para penutur bahasa itu.

Punahnya suatu bahasa menyebabkan hilangnya berbagai bentuk warisan budaya,

khususnya warisan tradisi dan ekspresi berbicara masyarakat

penuturnya. Punahnya bahasa-bahasa itu, lanjutnya, juga telah merebut

keanekaragaman manusia, yang telah menyebarkan banyak pengetahuan tentang

alam dan semesta. Agar tidak pelan-pelan lenyap, penggunaan bahasa daerah

harus digiatkan, terutama di kalangan penuturnya. Punahnya bahasa daerah juga

berarti hilangnya sebagian kebudayaan, nilai dan kearifan lokal yang terkandung

di dalamnya. Saat ini ada kecenderungan penutur bahasa-bahasa di Sulawesi

Tengah khususnya bahasa Kaili dan bahasa Uma mulai berkurang, terutama

kalangan muda tak lagi berbahasa Kaili ataupun berbahasa Uma walau secara

genelogi adalah orang Kaili ataupun orang Kulawi, tetapi secara kultural tidak lagi

menampakkan kekalian ataupun kekulawian, terutama sebagai penutur bahasa

yang paling utama dan pertama yang mengidentifikasi suatu suku.

Page 24: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

4

Melihat hal itu, bahasa sebagai anugerah Tuhan dan harta karun yang tak

ternilai harganya ternyata telah disia-siakan oleh sebagian umat manusia.

Punahnya bahasa adalah fenomena sosial yang dipicu oleh kebutuhan sosial.

Tidak ada bukti bahwa ada sesuatu yang salah dengan bahasa tersebut. Untuk itu,

sangat diperlukan penelitian linguistik historis komparatif agar dapat

membuktikan kembali secara lebih lengkap dan tuntas tentang adanya hubungan

keseasalan bahasa-bahasa di kawasan nusantara ini khususnya di Sulawesi Tengah.

Seperti halnya bahasa-bahasa daerah lainnya di Indonesia, BK dan BU

mempunyai kedudukan dan fungsi bagi kedua suku bahasa tersebut. Perannya

tampak dalam kehidupan kebudayaan, termasuk juga dalam kehidupan keagamaan,

sosial, dan ekonomi. Di tengah-tengah keanekaragaman budaya bahasa, kedua

bahasa itu masih tetap menunjukkan identitas kelompok masyarakat

pendukungnya. Dengan demikian, pembinaan dan pengembangan terhadap bahasa

daerah sangat perlu dilakukan.

Barr mengelompokkan bahasa-bahasa di Sulawesi Tengah menjadi dua

kelompok besar. Kelompok yang pertama yaitu kelompok Pamona. Bahasa-

bahasa yang termasuk dalam kelompok ini adalah bahasa Pamona, Bada’, dan

Rampi. Yang kedua adalah kelompok Kaili. Bahasa-bahasa yang yang termasuk

kelompok Kaili adalah bahasa Uma, Sarudu, Baras, Kaili, dan Topoiyo. Kedua

subkelompok bahasa ini sangat menarik (Barr, 1979: 11).

Hasil penelitan yang dilakukan oleh Barr hanya berdasarkan pada metode

leksikostatistik. Dengan demikian, penelitian ini agak lemah karena tidak

didukung atas bukti kekerabatan yang ditunjang dengan pendekatan kualitatif.

Page 25: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

5

Berdasarkan uraian di atas, penelitian bahasa ini menjadi sangat penting

bila dikaitkan ke arah pembangunan bangsa. Adanya evidensi tentang keseasalan

dan kekerabatan yang lebih lengkap dan tuntas, sudah tentu membuka pintu ikatan

budaya bahasa yang kurang terjamah secara ilmiah dan sekaligus ikut

menanamkan kesadaran sejarah budaya dan kesadaran budaya bahasa khususnya.

Dalam hal ini dicoba untuk dibuktikan kembali hubungan kekerabatan BK dan

BU berdasarkan korespondensi fonem PAN pada BK dan BU.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian di atas pengkajian difokuskan pada aspek historis dari fonem-

fonem BK dan BU dalam kaitannya dengan fonem PAN, sehingga rumusan

masalahnya dapat formulasikan sebagai berikut.

(1) Bagaimanakah pewarisan atau penerusan fonem PAN pada BK dan BU?

(2) Mengapa fonem PAN berkorespondensi dengan fonem BK dan BU?

(3) Apa sajakah tipe-tipe perubahan bunyi PAN dalam pewarisannya pada BK

dan BU?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rancangan penelitian, secara garis besar penelitian ini

mempunyai dua tujuan. Tujuan tersebut adalah tujuan khusus dan tujuan umum.

Untuk lebih jelasnya, tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut.

Page 26: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

6

1.3.1 Tujuan umum

Penelitian ini dapat memberikan sumbangan terhadap ilmu linguistik

historis komparatif terutama dalam bahasa-bahasa Austronesia, yang sampai saat

ini belum banyak dikerjakan oleh sarjana-sarjana Indonesia sendiri. Selanjutnya,

hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan penunjang untuk penelitian-

penelitian linguistik historis komparatif selanjutnya, yakni berupa subgrouping

bahasa-bahasa Melayu Polinesia Barat dan untuk mencari bahasa meso dari

bahasa-bahasa yang telah ditentukan subgrouping-nya. Secara lebih luas

penelitian ini dapat dipakai sebagai bukti linguistik bagi penelitian linguistik

historis komparatif di Indonesia.

1.3.2 Tujuan khusus

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan khusus penelitian ini adalah

sebagai berikut.

(1) Mendeskripsikan pewarisan atau penerusan fonem PAN dalam pewarisannya

pada BK dan BU.

(2) Menemukan faktor-faktor perubahan fonem PAN yang terwaris pada BK dan

BU.

(3) Mendeskripsikan tipe-tipe perubahan bunyi PAN dalam pewarisannya pada

BK dan BU.

Page 27: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

7

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoretis

maupun secara praktis. Kedua manfaat ini dapat diuraikan sebagai berikut.

1.4.1 Manfaat teoretis

Secara toeritis penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai

berikut.

(1) Melalui penelitian ini diharapkan adanya pemahaman yang mendalam

mengenai bentuk-bentuk pewarisan fonem PAN pada bahasa-bahasa

turunannya.

(2) Melalui penelitian ini diharapkan adanya pemahaman yang mendalam

mengenai korespondensi fonem PAN dalam BK dan BU ditinjau dari

pendekatan linguistik historis komparatif.

(3) Melalui penelitian ini dapat memperkaya data korespondensi fonem PAN

dalam BK dan BU.

(4) Secara lebih luas hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bukti linguistik

bagi penelitian-penelitian sejarah Indonesia purba.

1.4.2 Manfaat praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut.

(1) Mengembangkan dan melestarikan kebudayaan warisan nenek moyang yang

dapat memperkaya kebudayaan nasional.

Page 28: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

8

(2) Membangun kesadaran masyarakat penutur BK dan BU, ikhwal adanya relasi

kesajarahan bahasa.

(3) Hasil penelitian ini diharapkan juga bermanfaat sebagai bahan ajar khususnya

mengenai LHK.

Page 29: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,

DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Penelitian mengenai kekerabatan bahasa-bahasa di Sulawesi Tengah

belum banyak dilakukan, dan dari hasil penelitian oleh para peneliti bahasa belum

memberikan dasar analisis yang kuat terhadap tegasan pengelompokan-

pengelompokan bahasa di Sulawesi Tangah. Dari beberapa kajian pustaka ini akan

di jadikan tolak banding terhadap penelitian ini.

Mead (1995) mengkaji kekerabatan bahasa-bahasa yang berada dalam

wilayah Sulawesi Tenggara dan sebagian lagi berada dalam wilayah Sulawesi

Tengah. Dengan menggunakan metode leksikostatistik, penelitian ini hanya

menekankan pada kelompok bahasa-bahasa Bungku-Laki yang ada di daratan

Kendari Sulawesi Tenggara dan di kepulauan Menui Sulawesi Tangah. Jadi,

belum mencakupi bahasa-bahasa daerah lain di Sulawesi Tenggara, khususnya

bahasa-bahasa daerah di Pulau Buton. Di sisi lain, peneliatan ini juga agak lemah

karena tidak dilengkapi oleh bukti-bukti kualitatif.

Kaseng (1987) melakukan pemetaan bahasa-bahasa di Sulawesi Tenggara

dengan menggunakan metode deskritif dan teknik utamanya adalah teknik

pengisian daftar kata. Teknik elisitasi juga digunakan dengan tujuan untuk

mengecek kebenaran data yang masuk melalui pengisian daftar kata, terutama

untuk mencocokkan ketepatan penulisan atau ejaan setiap bunyi bahasa dalam

9

Page 30: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

10

abjad Latin yang digunakan. Penelitian ini hanya melihat hubungan kekerabatan

bahasa yang lebih dekat secara sinkronis, tanpa menerapkan metode kualitatif

untuk melihat hubungan kekerabatan secara diakronis. Selain itu, pemetaan

bahasa-bahasa yang dilakukan tidak didasarkan pada kajian dialektologis, tetapi

hanya berdasarkan anggapan penutur yang diwawancarai oleh peneliti tersebut.

Oleh karena itu, hasil penelitian Kaseng tentu saja masih mengadung kelemahan

karena untuk mendapatkan hasil penelitian tentang kekerabatan bahasa yang lebih

memuaskan dan meyakinkan, bukti-bukti yang diperoleh dengan metode

kuantitatif perlu dilengkapi dengan bukti-bukti kualitatif.

Lauder (2000) melakukan penelitian tentang kekerabatan dan pemetaan

bahasa-bahasa daerah di Provinsi Sulawesi Tenggara. Hasil penelitian itu

berdasarkan perhitungan leksikostatistik, penghimpunan berkas isogloss,

perhitungan isoglos, dan dialektometri, menunjukkan bahwa di Provinsi Sulawesi

Tenggara diperkirakan terdapat lima kelompok bahasa, yaitu; (1) kelompok

bahasa-bahasa Tolaki yang terdiri atas tiga subkelompok, yaitu; subkelompok

Tolaki, subkelompok Wawonii-Kulisusu, dan subkelompok Morenene-Rahantari,

(2) kelompok bahasa-bahasa Muna-Cia-cia yang terdiri atas empat subkelompok,

yaitu; subkelompok Muna, subkelompok Cia-cia, subkelompok Kumbewaha, dan

subkelompok Todangan-Kambowa, (3) kelompok bahasa-bahasa Pulo yang hanya

terdiri atas satu subkelompok, yaitu; subkelompok Pulo Kapota-Tomia-Kaledupa-

Binongko, (4) kelompok bahasa Bugis yang hanya terdiri atas satu subkelompok,

yaitu; subkelompok Bugis Lamunde, dan (5) kelompok bahasa jawa yang hanya

terdiri atas satu subkelompok, yaitu; subkelompok Jawa Bangun Sari.

Page 31: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

11

Berdasarkan pembagian kelompok tersebut, bahasa Wolio tidak

dimasukkan dalam kelompok mana pun padahal sebagaimana diketahui bahwa

bahasa Wolio merupakan bahasa yang dipilih untuk digunakan sebagai bahasa

resmi kerajaan. Hal ini disebabkan oleh pada lokasi titik pengamatan yang dipilih

tidak ada informan yang mewakili penggunaan bahasa Wolio tersebut. Penelitian

yang dilakukan Lauder tersebut memperlihatkan hasil yang bertolak belakang

bahwa bahasa Cia-Cia termasuk dalam kelompok bahasa Muna, begitu pula

dengan kelompok bahasa Pulo atau lebih dikenal dengan bahasa Wakatobi

merupakan satu kelompok tersendiri.

Selain itu, hasil penelitian itu tidak cukup hanya berdasarkan 200 kosakata

dasar Swadesh yang dijadikan sebagai bukti kuantitatif kekerabatan bahasa-

bahasa, diperlukan juga bukti-bukti kualitatif yang dapat dipergunakan sebagai

dasar yang lebih terpercaya dalam upaya pengelompokan bahasa.

Mbete (1990) melakukan pengkajian terhadap rekonstruksi Protobahasa

Bali-Sasak-Sumbawa. Hasil penelitian itu berdasarkan pendekatan kuantitatif dan

kualitatif, menunjukkan bahwa (1) bahasa Bali bahasa, Sasak, dan bahasa

Sumbawa memiliki hubungan kekerabatan yang erat sebagai satu kelompok

tersendiri, (2) pengelompokan dan pengsubkelompokan bahasa Bali, bahasa Sasak,

dan bahasa Sumbawa memperlihatkan hubungan keasalan yang dwipilah

(bipartite), (3) secara kuantitatif persentase kesamaan rata-rata kata-kata dasar

Daftar Swadesh di antara bahasa Bali-Sasak-Sumbawa ditemukan bahwa terpilah

menjadi dua subkelompok, yakni subkelompok bahasa Bali dan subkelompok

bahasa Sasak-Sumbawa. Ini dibuktikan dari hasil penelitian pada data yang

Page 32: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

12

ditemukannya (kognat) yaitu sebesar 50%. Persentase yang paling rendah adalah

49%. Persentase kesamaan tertinggi ditemukan pada bahasa Sasak dan bahasa

Sumbawa yaitu 64%, (4) rekonstruksi fonologis menghasilkan sistem fonem

PBSS (Protobahasa-Bali-Sasak-Sumbawa) dan PSS (Protobahasa-Sasak-

Sumbawa). Rekonstruksi leksikal yang berlandaskan kaidah-kaidah perubahan

fonem, menghasilkan sejumlah 703 etimon.

Penelitian linguistik historis yang dilakukan Mbete hanya mencangkup

segi-segi fonologi dan leksikal, segi-segi kebahasaan yang lain yaitu morfologi,

sintaksis, dan semantik belum dikaji. Walaupun demikian, betapapun kecil dan

sederhana, penelitian linguistik historis komparatif tentang pengelompokan

bahasa Bali, bahasa Sasak, dan bahasa Sumbawa telah dapat dibuktikan baik

secara kuantitatif maupun secara kualitatif.

Erawati (2002) mengkaji pewarisan afiks-afiks bahasa jawa kuna dalam

bahasa jawa modern. Hasil dari penelitian yang dilakukan yang bersifat historis

komparatif generatif menunjukkan bahwa; (1) afiks-afiks bahasa Jawa Kuno yang

terwaris ke dalam bahasa Jawa Modern terdiri atas prefik, infiks, sufiks, dan

konfiks. Delapan buah prefik terwaris secara linear dan dua buah prefiks terwaris

dengan perubahan, (2) afiks-afiks bahasa Jawa Kuno dan bahasa Jawa Modern

ketika bergabung dalam membentuk sebuah kata banyak mengalami perubahan

yang dapat dipandang sebagai perbedaan. Perbedaan yang mendasar adalah pada

saat terjadinya proses peleburan, vokal bergabung dengan vokal, (3) kaidah-

kaidah yang ada dalam kedua bahasa berbeda, (4) distribusi di dalam pewarisan

ada yang mengalami penyempitan dan ada pula yang mengalami pengembangan

Page 33: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

13

pada saat bergabung dengan bentuk dasar dan fungsi yang ada tergantung pula

pada distribusinya.

Penelitian yang dilakukan Erawati merupakan langkah awal yang sangat

terbatas dalam menelusuri keberadaan bahasa Jawa Kuno maupun bahasa Jawa

Modern, karena masih banyak afiks-afiks yang lain dalam bahasa Jawa Modern

yang belum diangkat dalam penelitian ini. Misalnya, afiks-afiks yang tidak

memiliki kemiripan bentuk ataupun makna, atau afiks-afiks tersebut bukanlah

merupakan penerusan dari bahasa Jawa Kuno. Dalam hal ini, perlu dilakukan

penelitian lanjutan mengenai afiks-afiks tersebut sehingga hasil penelitian tentang

afiks itu dapat terangkum lebih komprehensif.

Barr (1979) mengelompokkan bahasa-bahasa di Sulawesi Tengah.

Pengelompokan yang cukup tuntas itu terutama berdasarkan atas pendekatan

kuantitatif. Hasil pengelompokannya adalah kelompok Pamona dan kelompok

Kaili. Bahasa-bahasa yang termasuk dalam kelompok Pamona adalah bahasa

Pamona, Bada’, dan Rampi. Bahasa-bahasa yang termasuk kelompok Kaili adalah

bahasa Uma, Sarudu, Baras, Kaili, dan Topoiyo. Berdasarkan perhitungan

leksikostatistik ditemukan bahwa persentase kekerabatan bahasa Kaili dan bahasa

Uma sebesar 69% dan paling rendah sebesar 47% yang dimiliki oleh pasangan

Pamona dan Rampi.

Penelitian ini juga agak lemah karena tidak didukung dengan pendekatan

kualitatif, maka, pembuktian lebih lanjut secara kualitatif merupakan upaya yang

layak dilakukan, karena tanpan ditunjang dengan bukti-bukti kualitaitif penelitian

ini menjadi agak lemah. Dalam hal ini, atas dasar pendekatan kualitatif peneliti

Page 34: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

14

mencoba untuk melanjutkan dan membuktikan kembali hubungan kekerabatan

BK dan BU berdasarkan korespondensinya.

2.2 Konsep

Sebelum mengacu pada uraian teori, perlunya dijelaskan beberapa konsep

yang digunakan dalam penelitian ini. Konsep-konsep yang dijelaskan adalah

konsep yang ada kaitannya dengan judul dari penelitan historis ini.

2.2.1 Korespondensi

Istilah korespondensi bermula dari hukum bunyi yang dikumandangkan

oleh aliran Junggramatiker dengan tokohnya Jacob Grim. Dikatakannya bahwa

bunyi-bunyi akan memiliki pergeseran secara teratur antara bahasa satu dengan

bahasa lain tanpa kecuali. Mengingat hukum bunyi dirasakan mengandung

tendensi adanya ikatan yang ketat, maka istilah ini diganti dengan korespondensi

fonemis atau kesepadanan bunyi. Maksudnya segmen-segmen yang

berkorespondensi bagi glos yang sama baik dilihat dari segi bentuk maupun

makna dalam bermacam-macam bahasa diperbandingkan satu sama lain.

Kesejajaran atau kesesuaian ini terlihat pada kesamaan atau kemiripan bentuk dan

arti (Crowley, 1992: 91).

2.2.2 Fonem

Fonem adalah satu bunyi terkecil yang mampu menunjukkan kontras

makna. Fonem merupakan abstraksi, sedangkan wujud fonetisnya tergantung

Page 35: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

15

beberapa faktor, terutama posisinya dalam hubungannya dengan bunyi lain.

Fonem berbentuk bunyi. Contoh kata perang; perkataan yang terdiri dari enam

unit bunyi, unit-unit bunyi itu disebut fonem, jika /p/ diganti dengan /b/, maka

parang akan menjadi barang. Oleh itu, /p/ dan /b/ merupakan unit yang

membedakan makna (Kridalaksana, 1982:23).

2.2.3 Etimon

Bentuk proto atau etimon adalah protokata yang menurunkan leksem-

leksem pada bahasa-bahasa sekerabat. Dengan kata lain, etimon adalah

protoleksem pada tataran leksikal. Bentuk proto atau etimon ini merupakan hasil

terakhir dari kegiatan rekonstruksi yang dihipotesiskan sebagai bentuk asal dari

bahasa-bahasa turunan sebelum mereka terpisah pada ribuan tahun yang lalu, di

samping sebagai penentuan kriteria pengelompokan bahasa melalui inovasi.

Bentuk ini ditandai dengan asterisk (*) (Blust, 1977: 25).

2.2.4 Protobahasa

Protobahasa merupakan suatu bentuk yang dirancang bangun atau dirakit

kembali sebagai gambaran tentang masa lalu suatu bahasa. Ini merupakan

gagasan teoretis yang dirancang dengan cara yang amat sederhana guna

menghubungkan sistem-sistem bahasa kerabat dengan menggunakan sejumlah

kaidah. (Bynon, 1979:71).

Page 36: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

16

2.2.5 Retensi

Retensi adalah unsur warisan, baik bentuk maupun makna yang tertinggal

atau bertahan pada bahasa-bahasa turunan sama dengan yang terdapat pada

protonya (Anderson, 1979:103; Crowley, 1992:164).

2.2.6 Inovasi

Inovasi adalah unsur warisan dari bahasa asal yang telah mengalami

perubahan pada bahasa sekarang (Hock, 1988:581). Jika dalam perkembanganya

terjadi perubahan pada kelompok bahasa turunan tertentu dan tidak terjadi pada

kelompok bahasa lain, maka ini disebut inovasi bersama yang eksluksif

(exclusively shared linguistic innovation) (Greenberg, 1957:49).

2.2.7 Perangkat kognat

Aspek bahasa yang paling cocok untuk dijadikan bahan studi

perbandingan adalah bentuk. Dalam kenyataan, struktur formal suatu bahasa tidak

banyak menimbulkan masalah dalam perbandingan apabila dibandingkan dengan

struktur makna. Dapat bahwa bentuk–bentuk yang dimiliki itu akan lebih

meyakinkan kalau bentuk-bentuk itu memperlihatkan kesamaan-kesamaan

semantik. Kesamaan atau kemiripan bentuk dan makna yang dapat dikembalikan

ke dalam bentuk protonya yang disebut kata-kata kognat (cognat set) karena

setiap bahasa memiliki bentuk-bentuk tertentu yang dikaitkan dengan maknanya

untuk memudahkan referensi (Keraf, 1996: 33-34).

Page 37: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

17

2.2.8 Fitur distingtif

Fitur distingtif atau ciri pembeda adalah ciri yang menandai suatu fonem

segmental. Dalam kajian fonologi generatif ciri pembeda merupakan satuan

terkecil. Ciri pembeda ini merupakan unsur-unsur terkecil fonetik, leksikal, dan

suatu transkripsi yang dibentuk oleh kombinasi dan rangkaian (Schane, 1973:24).

Misalnya, bunyi [i] ditandai dengan seperangkat ciri yang kompleks, yaitu

[+silabis, -konsonan, +tinggi, -belakang, -bulat].

Konsep ciri pembeda atau distinctive feature pertama kali diperkenalkan

oleh N. Trubetzkoy dari aliran Praha. Dia menemukan adanya ciri-ciri pada bunyi

segmental dalam konteks yang kontras. Kontras yang diamatinya ada yang

bersifat bilateral dan ada juga yang bersifat multilateral. Kontras-kontras inilah

yang membedakan antara satu bunyi segmental dan bunyi segmental lain. Kontras

ini menunjukkan ciri pembeda. Misalnya, kontras antara bunyi [p] dan [b].

Fitur distingtif digunakan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan

atarsegmen dalam bahasa karena secara ideal membentuk seperangkat parameter

yang universal untuk mengklasifikasikan segmen-segmen yang ada. Mempunyai

sifat fonetis karena ciri itu dibuat berdasarkan sifat artikulatoris (seperti koronal,

tinggi) atau perseptual (seperti silabis, bertekanan). Mampu menjelaskan kelas

wajar yang memiliki sifat fonologis yang sama dalam perubahan bunyi. Sangat

berguna, terutama, dalam hubungan dengan penjelasan kaidah perubahan bunyi.

Fitur dikelompokkan ke dalam enam macam golongan, yaitu: (1) golongan fitur

kelas utama meliputi fitur; silabis, sonoran, konsonantal. Fitur [+silabis] dimiliki

oleh bunyi yang berpotensi menjadi puncak kenyaringan suku kata, fitur

Page 38: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

18

[+sonoran] dimiliki oleh bunyi yang memiliki sifat nyaring, fitur [+konsonantal]

dimiliki oleh bunyi yang mendapat hambatan di rongga mulut saat

pembentukannya, (2) golongan fitur cara artikulasi yang dibedakan menjadi lima

macam, yaitu; malar (kontinuan), pengelepasan tidak segera (PTS), kasar (striden),

nasal, dan lateral. Fitur [+ malar] merupakan bunyi yang dihasilkan dengan

geseran terus-menerus, seperti bunyi frikatif, sedangkan bunyi yang dimulai

dengan hambatan total (afrikat) tergolong fitur [+ PTS], fitur [+ kasar] dimiliki

oleh bunyi yang dihasilkan oleh udara yang keluar mengenai gigi atau uvula, fitur

[+ nasal] dimiliki oleh bunyi yang dihasilkan dengan udara keluar dari hidung,

fitur [+lateral] dimiliki oleh bunyi yang dihasilkan dengan menaikkan lidah,

sehingga terjadi hambatan, tetapi sisi lidah yang satu atau keduanya diturunkan

untuk memungkinkan udara keluar melewati mulut, (3) golongan fitur daerah

artikulasi dibedakan atas fitur [+ anterior] dan fitur [+ koronal]. Fitur [+ anterior]

dimiliki oleh konsonan yang dihasilkan oleh penyempitan sebelum alveolum

sedangkan fitur [+ koronal] dimiliki oleh konsonan yang dihasilkan oleh

penyempitan oleh artikulator daun lidah, (4) golongan fitur batang lidah dan

bentuk bibir dibedakan menjadi lima empat, yaitu; fitur [+ tinggi] dimiliki oleh

bunyi yang dihasilkan dengan menaikkan lidah, fitur [+ rendah] dengan

menurunkan lidah, fitur [+ belakang] dihasilkan oleh lidah bagian belakang, dan

fitur [+ bundar] dimiliki oleh bunyi yang dihasilkan dengan pembundaran bibir, (5)

golongan fitur tambahan meliputi, antara lain, fitur [+ tegang], [+ bersuara], [+

aspirasi], dan fitur [+ glotalisasi]. Fitur tegang dimiliki oleh bunyi yang dihasilkan

dengan ketegangan otot, fitur bersuara dimiliki oleh bunyi yang dihasilkan dengan

Page 39: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

19

getaran pita suara, fitur aspirasi serta glotalisasi dimiliki oleh bunyi yang

beraspirasi dan bunyi yang dihasilkan oleh glottis, dan (6) golongan fitur prosodi

dibedakan atas tekanan dan panjang yang dimiliki oleh bunyi yang dihasilkan

dengan bertekanan [+tekanan] dan suara panjang [+panjang] (Schane, 1973:24—

33).

2.3 Landasan Teori

Penelitian ini mempunyai tiga permasalahan yang mendasar, yaitu masalah

pewarisan, tipe-tipe perubahan bunyi, dan korespondensi fonem PAN dalam BK

dan BU. Semua permasalahan di atas dibedah dengan teori linguistik historis

komparatif.

Pemilihan teori linguistik historis komparatif tentunya mempunyai

beberapa alasan, pertama, pendekatan linguistik historis komparatif, khususnya di

Eropah, Amerika, dan di Asia, sudah cukup mapan digunakan untuk merumuskan

tentang adanya hubungan kekerabatan dan keseasalan (hubungan genetika) bahasa

Indo-Eropah (IE) dan juga kekerabatan bahasa-bahasa di kawasan Asia Tenggara.

Kedua, teori linguistik historis komparatif ini dibangun oleh para ahli

sejarah perbandingan bahasa-bahasa Austronesia, di antaranya oleh Bynon (1979),

Hock (1988) dan Crowley (1992). Ketiga ahli itu pada prinsipnya memiliki

pandangan yang sama terhadap kajian linguistik historis komparatif. Pandangan-

pandangan itu terangkum pada uraian berikut ini.

Setiap bahasa, setelah secara evolusi berpisah dari protobahasanya,

bahasa-bahasa itu berkembang dan berubah dengan cara yang berbeda pula

Page 40: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

20

(Bynon, 1979: 22). Bahasa-bahasa yang berasal dari kelompok yang sama

pastinya mewarisi unsur-unsur yang secara genetis sama/mirip yang membedakan

bahasa tersebut dari kelompok bahasa yang lain yang bukan merupakan anggota

dari kolompok bahasa tersebut. Adanya kesamaan tidak selalu berarti bahwa dua

bahasa tersebut termasuk dalam kelompok yang sama. Kemiripan/ kesamaan

antara bahasa-bahasa kerabat bisa dijelaskan sebagai akibat shared retention

ataupun shared innovations dari proto-bahasanya. Dua bahasa yang sama/mirip

karena telah mengalami inovasi bersama dapat dikatakan sebagai bukti bahwa

mereka diturunkan dari moyang yang sama yang menjadikan bahasa-bahasa

tersebut menjadi subkelompok yang sama. Inovasi bersama adalah bukti bahwa

mereka termasuk dalam subkelompok yang sama, karena perubahan yang sama

persis tidak mungkin berlangsung secara mandiri dalam dua bahasa terpisah

(Crowley, 1992: 164). Jadi, dapat diartikan bahwa pengelompokan bertumpu pada

asumsi bahwa inovasi bersama tidak mungkin muncul karena kebetulan.

Dalam perubahan-perubahan bunyi, ada beberapa jenis perubahan bunyi,

seperti berikut. Pertama, pelemahan dan penguatan, beberapa bunyi secara relatif

bisa lebih kuat ataupun lebih lemah dari bunyi yang lain, misalnya: b, p, f, x, b, v,

a, l, d, s, lebih kuat dari p, f, h, h, w, w, ə, I, l, r. Jadi, bunyi bersuara lebih kuat

dari bunyi yang tak bersuara, bunyi stop lebih tinggi dari bunyi kontinyuan,

konsonan lebih tinggi dari semi vokal, bunyi oral lebih tinggi dari bunyi glotal.

Istilah tertentu pada jenis bunyi yang hilang dijelaskan sebagai berikut.

Page 41: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

21

a) aphaeresis, yakni penghilangan terjadi pada posisi awal kata. Contoh

aphaeresi ada pada bahasa Angkamuthi dari semenanjung Cape York Australia,

perhatikan data di bawah ini.

Angkamuthi

*/maji/ /Øaji/ ‘makanan’

*/nani/ /Øani/ ‘tanah’

*/ŋampu/ /Øampu/ ‘gigi’

b) apocope, yakni penghilangan terjadi pada posisi akhir kata. contohnya

ada pada bahasa Ambrym di vaunatu, perhatikan data di bawah ini.

Ambrym

*/utu/ /utØ/ ‘kutu’

*/aŋo/ /aŋØ/ ‘lalat’

*/asue/ /asuØ/ ‘tikus’

c) syncope, istilah ini diucapkan (siŋkəpi) merupakan proses apocope yang

mirip tetapi penghilangan vokalnya ditengah kata, yang ada pada bahasa Lenakel,

perhatikan data di bawah ini.

Lenakel

*/namatama/ /nimØrin/ ‘matanya’

*/nalimana/ /nelØmin/ ‘tangannya’

*/masa/ /mØha/ ‘surut’

pelemahan dari */t/ menjadi /r/, dari */s/ menjadi /h/, dari */a/ menjadi /i/

dan nada tinggi */a/ menjadi /e/

Page 42: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

22

d) Pengurangan kluster, merupakan istilah ketika konsonan berjejer tanpa

vokal di tengahnya mengalami penghilangan satu atau lebih konsonan. contohnya

ada pada sejarah kata dalam Pidjin Malanesia yang merupakan turunan bahasa

Inggris dimana konsonan terakhir dihilangkan, perhatikan data di bawah ini.

Inggris Pidjin Malanesia

/distrikt/ /distrikØ/ ‘daerah’

/poust/ /posØ/ ‘post’

/graeund/ /graunØ/ ‘tanah’

/paint/ /penØ/ ‘cat’

/raeŋk/ /taŋØ/ ‘bak’

e) haplologi, merupakan jenis perubahan yang jarang dan cendrung

sporadis dalam penerapannya, dengan menghilangkan semua suku kata. Ketika

suku kata itu ada pada suku kata yang mirip, maka pengucapaannya dengan cepat

seperti dalam kata “she sells sea shells by the sea shore”

Kedua, penambahan bunyi, tidak hanya kehilangan bunyi (lenition) tetapi

bunyi juga bisa ditambahkan. Ada beberapa istilah untuk penambahan bunyi,

yaitu.

a) excrescence, merupakan penambahan dengan konsonan pada konsonan

lain. Sejarah kata bahasa Inggris memunculkan penambahan konsonan, seperti

contoh di bawah ini.

Inggris

/æmtig/ /εmpti/ ‘kosong’

/θymle/ /θimbl/ ‘bidal’

Page 43: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

23

b) ephentesis atau anaptysis, merupakan perubahan yang mana sebuah

vokal ditambah di tengah kata untuk memisahkan konsonan kluster. Dalam

contoh Tok Pisin dengan bahasa Inggris merupakan aplikasi ephentesis,

perhatikan contoh di bawah ini.

Inggris Tok Pisin

/blæk/ /bilak/ ‘hitam’

/blu:/ /bulu/ ‘biru’

/nεkst/ /nekis/ ‘berikutnya’

/siks/ /sikis/ ‘sakit’

c) prothesis, merupakan penambahan bunyi yang ada pada awal kata pada

bahasa Moto di Papua Nugini, contoh:

Moto

*/api/ /laki/ ‘api’

*/asan/ /lada/ ‘insang’

*/au/ /lau/ ‘saya’

Ketiga, metathesis, perubahan yang dikenal metathesis ini tidak biasa

karena tidak ada penghilangan dan penambahan bunyi tertentu tetapi disebabkan

salah pengucapan. Contoh ada pada bahasa Ilakano di Filipina dengan mengalih

akhiran (s) dan awalan (t) dengan Tagalog bahasa resmi Filipina:

Tagalog ilakano

/taŋis/ /sa:ŋit/ ‘menangis’

/tubus/ /subut/ ‘merebus’

/tamis/ /samqit/ ‘manis’

Page 44: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

24

Keempat, peleburan, merupakan jenis perubahan bunyi yang mana dua

bunyi terpisah menjadi bunyi tunggal (merger) dan membawa unsur fonetis dari

kedua bunyi asalnya. Perhatikan contoh di bawah ini.

Prancis

*/oen/ /oē/ ‘satu’

*/bon/ /bō/ ‘bagus’

*/blan/ /blā/ ‘putih’

Kelima, unpacking, adalah proses fonetik yang merupakan lawan dari

peleburan, yakni dari satu bunyi tunggal yang asli menjadi dua bunyi yang

masing-masing memiliki beberapa fitur yang dimiliki bunyi aslinya. Perhatikan

contoh di bawah ini.

Prancis Bislama

avance /avãs/ /avoŋ/ ‘upah’

Keenam, vowel breaking, perubahan vowel breaking (pemecahan vokal),

vokal tunggal berubah menjadi diftong, dengan vokal asli yang tetap sama,

dengan beberapa jenis glide (bunyi luncuran) yang ditambahkan sebelum dan

sesudahnya.

Kairiru

*/pale/ /pial/ ‘rumah’

*/manu/ /mian/ ‘burung’

Ketujuh, asimilasi, ketika satu bunyi menyebabkan bunyi lainnya berubah,

sehingga dua bunyi itu menjadi lebih mirip satu sama lain.

Page 45: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

25

Jerman

*/ba:d/ /ba:t/ ‘mandi’

*/ta:g/ /ta:k/ ‘hari’

*/ga:b/ /ga:p/ ‘memberi’

Kedelapan, disimilasi, proses ini merupakan lawan dari asimilasi yang

berarti satu bunyi berubah menjadi tidak mirip dengan bunyi didekatnya.

Afrika

*/sxo:n/ /sko:n/ ‘bersih’

*/sxoudər/ /skouər/ ‘bahu’

Kesembilan, perubahan bunyi abnormal, dalam artian tidak memenuhi

syarat perubahan-perubahan yang telah disebutkan di atas. Hal ini terjadi karena

ketika perubahan antar dua bentuk terlihat sangat besar sehingga menjadi sangat

tidak mirip. Contohnya dalam bahasa Perancis cent yang diucapkan [sã] (Crowley,

1992:38-57, bandingkan juga Hock, 1988: 34-166).

Di sisi lain, di dalam kesepadanan-kesepadanan terdapat perubahan-

perubahan yang teratur dan yang tidak teratur. Perubahan yang teratur disyarati

oleh lingkungan tertentu, sedangkan perubahan yang tidak teratur hanya terjadi

pada beberapa kata, tidak tergantung pada lingkungan yang ditempati oleh bunyi

itu (Bynon, 1979: 29-30). Rumusan keteraturan perubahan bunyi itu, oleh kaum

Neogrammarian disebut hukum bunyi dan istilah hukum bunyi itu diperhalus

menjadi korespondensi atau kesepadanan bunyi (Keraf, 1996: 49).

Perubahan bahasa dapat terjadi dalam aspek fonologi, gramatikal, dan

semantik (Bynon, 1979). Perubahan bahasa seperti itu merupakan perubahan yang

Page 46: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

26

bersifat internal. Ada tiga model perubahan bahasa, yaitu model neogramarian,

model strukturalis, dan model transformasi generatif (Bynon, 1979: 17-169).

2.4 Asumsi Dasar

Dilihat dari hubungan kekerabatannya, berdasarkan perhitungan

leksikostatistik BK dan BU dengan menggunakan 200 kosakata daftar Swades,

bahwa BK dan BU memiliki 63% keeratan hubungan kekerabatan sehingga dapat

dikatakan rentang itu merupakan subkeluarga bahasa, namun, di sisi lain, sistem

dan kaidahnya banyak mengalami perubahan. Selanjutnya, dalam penelitian ini

dapat diasumsikan bahwa setiap bahasa memiliki pola perubahan tersendiri

(Bynon, 1979: 22). Oleh karena itu, beberapa unsur-unsur Proto-Austronesia yang

diturunkan atau terwaris pada BK dan BU dapat dihipotesiskan telah berubah, di

samping juga ada yang bertahan. Dengan kata lain, beberapa unsur-unsur Proto-

Austronesia mengalami perubahan atau pergeseran pada BK dan BU baik bentuk,

distribusi, fungsi, maupun maknanya. Perubahan-perubahan ini disebabkan oleh

adanya proses morfofonemik.

Page 47: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

27

Objek penelitian: pewarisan Proto Fomen PAN dalam BK & BU

2.5 Model Penelitian

2.5 Model penelitian

Bagan ini menjelaskan bahwa penelitian historis ini diawali dengan

penentuan objek penelitian yaitu BK dan BU. Berdasarkan pada objek penelitian

tersebut, barulah dirumuskan permasalahan-permasalahan yang relevan untuk

dikaji dalam penelitian studi formal ini. Dalam hal ini, ada tiga rumusan

permasalahan yaitu: (1) bagaimanakah pewarisan atau penerusan fonem PAN

pada BK dan BU, (2) mengapa fonem PAN berkorespondensi dengan fonem BK

dan BU, (3) apa sajakah tipe-tipe perubahan bunyi PAN dalam pewarisannya pada

BK dan BU.

Permasalahan-permasalahan tersebut dibedah dengan teori LHK

(Linguistik Historis Komparatif) yang ditunjang oleh dua metode, pertama metode

kuantitatif dan kedua metode kualitatif. Metode kuantitatif ikhwal metode

leksikostatistik digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai persentase

keeratan hubungan kekerabatan BK dan BU, sedangkan metode kualitatif ikhwal

Masalah penelitian: pola pewarisan, faktor perubahan, dan tipe-tipe perubahan bunyi.

Teori LHK

Metode penelitian: 1. Metode Leksikostatistik 2. Metode Perbandingan

Hasil penelitian

Page 48: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

28

metode perbandingan (comparative method) digunakan untuk menganalisis dan

mendeskripsikan keterwarisan fonem PAN pada BK dan BU, serta menemukan

perangkat korespondensi fonemis terkait dengan perubahan fonemnya. Hasil

penelitian historis ini diharapkan ditemukannya bukti-bukti pengelompokan BK

dan BU berupa unsur-unsur PAN yang terwaris pada BK dan BU.

Page 49: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

29

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian historis ini dilakukan terhadap PAN, BK dan BU, dengan

demikian, untuk menentukan dan membuktikan apakah bahasa-bahasa tersebut

memiliki keeratan hubungan kekerabatan, maka dilakukan dengan dua pendekatan,

yaitu pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif

mengawali terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan pendekatan kualitatif.

Pendekatan kuantitatif ikhwal metode leksikostatistik digunakan untuk

memperoleh gambaran mengenai persentase keeratan hubungan kekerabatan BK

dan BU, sedangkan pendekatan kualitatif ikhwal metode perbandingan digunakan

untuk: (1) mendeskripsikan keterwarisan fonem PAN pada BK dan BU, (2)

menganalisis perubahan fonem PAN yang terwaris pada BK dan BU, (3)

menuntukan tipe-tpe perubahan bunyi PAN terkait dengan perubahan fonemnya,

(4) menentukan perangkat korespondensi fonemis.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian historis ini dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Tengah. Secara

geografis Provinsi Sulawesi Tengah terletak di antara 2° 22’ Lintang Utara dan 4°

48’ Lintang Selatan serta 119° 22’ dan 124° 22’ Bujur Timur dengan luas

68.089,83 km² dan jumlah penduduk sekitar 2.242.914 jiwa. Batas-batas

wilayahnya adalah sebagai berikut. Bagian utara berbatasan dengan Provinsi

29

Page 50: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

30

Gorontalo, bagian selatan berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan dan

Provinsi Sulawesi Tenggara, bagian barat berbatasan dengan Selat Makassar dan

Provinsi Sulawesi Barat, dan bagian timur berbatasan dengan Provinsi Maluku.

Secara administratif, Sulawesi Tengah dibagi dalam 10 kabupaten, yaitu;

Kabupaten Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan, Kabupaten Buol, Kabupaten

Donggala, Kabupaten Morowali, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Poso,

Kabupaten Tojo Una-Una, Kabupaten Toli-Toli, Kabupaten Sigi, dan kesepuluh

kabupaten meliputi 85 kecamatan.

Penelitian BK dilaksanakan di Kota Palu, tepatnya Kecamatan Palu

Selatan. Kota Palu dibagi atas empat kecamatan, yaitu: Palu Barat, Palu Selatan,

Palu Timur, dan Palu Utara. Kecamatan Palu Selatan memiliki dua belas

desa/kelurahan, yaitu; Kelurahan Birobuli, Kelurahan Kawatuna, Kelurahan Lolu

Selatan, Kelurahan Lolu Utara, Kelurahan Palupi, Kelurahan Pengavu, Kelurahan

Petobo, Kelurahan Sambale Juraga, Kelurahan Tamalanja, Kelurahan

Tanamondidi, Kelurahan Tatura, Kelurahan Tavanjuka. Dari dua belas

desa/kelurahan yang dimiliki oleh Kecamatan Palu Selatan, Kelurahan Birobuli

dipilih sebagai lokasi penelitian. Pemilihan lokasi tersebut karena alasan berikut.

Pertama, penutur asli BK sebagian besar mendiami Kecamatan Palu Selatan.

Kedua, BK yang terdiri atas beberapa dialek yaitu: Ledo, Ija, Ado, Unde, Rai,

Da’a, Tara, Kulavi-Lindu dan Tavaelia. Dalam hal ini, memilih Ledo yang

penuturnya tersebar di Palu, sebagai dialek standar, sebab penutur BK yang

berbeda dialek umumnya menggunakan dialek Ledo dalam berkomunikasi. Ketiga,

Page 51: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

31

dialek Ledo merupakan dialek standar bagi penutur BK yang sebagian besar

penutur BK berdialek Ledo bermukim di Kelurahan Birobuli.

Penelitian BU dilaksanakan di Kabupaten Sigi, tepatnya Kecamatan

Pipikoro, Desa Kantewu. Kabupaten Sigi dibentuk berdasarkan Undang-Undang

Nomor 27 Tahun 2008 yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Donggala.

Kabupaten Sigi terbagi atas lima belas kecamatan, yaitu: Kecamatan Dolo,

Kecamatan Dolo Barat, Kecamatan Dolo Selatan, Kecamatan Gumbasa,

Kecamatan Kinovaro, Kecamatan Kulawi, Kecamatan Kulawi Selatan,

Kecamatan Lindu, Kecamatan Marawola, Kecamatan Marawola Barat,

Kecamatan Nokilalaki, Kecamatan Palolo, Kecamatan Pipikoro, Kecamatan Sigi

Biromaru, dan Kecamatan Tanambulawa. Pemilihan Desa Kantewu sebagai lokasi

penelitian karena alasan berikut. Pertama, penutur asli BU yang masih bertahan

hanya di Desa Kantewu. Kedua, sejauh ini BU tidak memiliki varian dialek yang

disebabkan oleh jumlah penutur asli BU yang relatif sedikit. Di soroti bahwa, BU

sebagai bahasa yang mengalami pekunahan.

Selain penduduk asli, Sulawesi Tengah dihuni pula oleh transmigran,

seperti dari Bali, Jawa, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, masyarakat

Bugis dan Makasar serta etnis lainnya di Indonesia sejak awal abad ke 19 dan

sudah membaur.

Page 52: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

32

3.3 Jenis dan Sumber Data

Penelitian historis ini mengambil objek penelitian pada PAN, BK dan BU,

dengan demikian, sasaran penelitian ini mencakupi semua tuturan yang bersumber

dari para penutur asli BK dan BU pada khususnya.

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua

macam, yaitu: informan yang terpilih dan pustaka. Selanjutnya, data penelitian

dibagi menjadi dua jenis, yaitu: data primer dan sekunder. Data primer BK berupa

data lisan diambil dari tiga informan yang merupakan penutur asli BK berdialek

Ledo dan data sekunder diambil dari kamus Kaili-Ledo Indonesia Inggris (2003),

sedangkan data primer BU juga diambil dari tiga informan yang merupakan

penutur asli BU yang tinggal di Kabupaten Sigi, Kecamatan Pipikoro, Desa

Kantefu dan khususnya untuk BU tidak memiliki data skunder layaknya BK.

Untuk data-data PAN diambil dari English Finderlist of Reconstructions in

Austronesian Languages (1978).

Selanjutnya, untuk mendapatkan sumber data lisan dalam penelitian ini,

sejumlah ketentuan digunakan untuk memilih penutur sebagai informan.

Ketentuan yang dimaksudkan untuk memilih informan yang baik, meliputi usia

dewasa yaitu di atas empat puluh tahun, cerdas, memiliki pengetahuan dan

ketrampilan berbahasa yang memadai, komunikatif, mempunyai pendengaran

yang tajam, dan termasuk penutur asli (Mahsun, 2007: 141).

Untuk mendapatkan informan yang telah ditentukan di atas, dapat

diperoleh dari informan kunci khususnya para kepala desa setempat. Untuk

mamastikan apakah informan tersebut layak dijadikan informan dalam penelitian

Page 53: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

33

ini maka, setiap informan diberi kesempatan untuk melafalkan angka dari satu

sampai sepuluh dari dengan baik dan benar sesuai dengan bahasa yang

dimilikinya, dengan ini peneliti dapat mengatahui apakah informan tersebut layak

dijadikan informan dalam penelitian historis ini (Mithun, 1993:48).

3.4 Instrumen Penelitian

Berdasarkan data primer yang diperoleh dari para informan dapat terjaring

melalui daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Daftar pertanyaan yang dipakai

adalah Daftar Holle sejumlah 1400 kata, dan selanjutnya, untuk memperoleh data

kuantitatif, dipakai Daftar Swadesh 200 kata dasar hasil revisi Blust (1980).

Melalui alat penjaring data tersebut, diperoleh sejumlah kata yang dapat disaring

dan dicalonkan sebagai kata-kata seasal (cognate).

Data awal yang bersifat kuantitatif digunakan untuk menentukan

persentase keeratan hubungan kekerabatan BK dan BU dan data lanjutan yang

bersifat kualitatif digunakan untuk menentukan korespondensi fonemis PAN

terkait dengan keterwarisannya pada BK dan BU. Alat rekam dan camera

digunakan sebagai arsip atau dokumentasi, dan alat tulis digunakan untuk

mencatat data lisan guna mengatisipasi kehilangan atau kekaburan data dari hasil

perakaman.

3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data analisis diperoleh melalui penelitian lapangan dan

penelaahan pustaka. Pengumpulan data penelitian untuk BK dan BU masing-

Page 54: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

34

masing menggunakan tiga informan, selanjutnya dari keenam informan,

diwawancarai dengan metode cakap atau metode elisitasi langsung atau dapat

disejajarkan dengan metode wawancara (Mahsun, 2007:128; Mithun, 1993:35)

dengan menggunakan daftar tanyaan yang telah dipersiapkan, daftar tanyaan

berupa daftar glos yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia.

Pewawancaraan dari masing-masing bahasa yang diteliti khususnya BK dan BU

dilakukan dalam waktu terpisah. Selanjutnya, untuk setiap kali wawancara dari

masing-masing bahasa yang diteliti hanya menggunakan per 200 daftar tanyaan

dari total 1400 Daftar Holle dan 200 Daftar Swadesh. Penerjemahan dilakukan

juga dengan memakai teknik pemancingan karena tuturan yang diperoleh pun

pada umumnya pendek-pendek berwujud kata dasar. Dalam pengumpulan data

primer BK dan BU, juga ditunjang dengan teknik catat, semua data yang

diperoleh dari informan dicatat secara langung dalam bentuk fonemis. Jadi, setiap

informan yang diwawancarai harus diperhatikan benar bagaimana bunyi itu

dihasilkan dengan cara melihat organ bicara pada saat bunyi itu dihasilkan.

Selanjutnya, untuk kevalidasian data dilakukan pengecekan terhadap beberapa

informan. Pengecekan data dilakukan untuk mendapatkan data yang benar dan

memang dituturkan pada bahasa tersebut. (Mahsun, 2007: 128-132).

Dalam pengumpulan data diatas juga didukung oleh teknik rekam sebagai

arsip atau dokumentasi (Mahsun, 2007: 132). Selanjutnya, data yang diperoleh

dari para informan yang telah dicatat secara fonemis, dikartukan dan disusun

berdasarkan urutan alfabetis demi kemudahan pemeriksaan.

Page 55: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

35

Penelaahan pustaka dilakukan pada PAN dan BK. Pengumpulan data

sekunder PAN dan BU dilakukan dengan metode simak dan dibantu oleh teknik

catat. Jadi, data-data PAN dicari satu per satu pada kamus PAN berdasarkan

daftar glos dan yang menjadi patokan dalam English Finderlist of Reconstructions

in Austronesian Languages (1978) adalah temuan Dempwolff (1938), Blust

(1972), dan Stresemann (1927), sedangkan pengumpulan data sekunder BK

diambil dari kamus Kaili-Ledo Indonesia Inggris (2003). Sama halnya dengan

pengumpulan data sekunder PAN, pengumpulan data sekunder BK dilakukan

dengan mencari data satu per satu pada kamus Kaili-Ledo Indonesia Inggris

berdasarkan daftar glosnya.

Selanjutnya, data-data yang diperoleh dari informan tersebut yakni BK dan

BU dipisahkan dari unsur-unsur serapan seperti: unsur-unsur bahasa Jawa, bahasa

Bali, bahasa Bugis, bahasa Mori, dan bahasa Melayu. Unsur-unsur serapan itu

dapat diamati pada korespondensi fonemisnya, karena kata-kata yang dapat

dikenal sebagai serapan pada umumnya masuk setelah masa perubahan bunyi usai,

sehingga tidak tampak kesesuaian dengan kaidah kesepadanan yang ada dan dapat

dijelaskan pula bahwa ketidaksesuaian kesepadanan itu hanya tampak pada

sejumlah kecil saja (Jeffers dan Lehiste, 1979: 51).

3.6 Metode dan Teknik Analisis Data

Ada dua metode yang digunakan dalam analisis data ini. Kedua metode

tersebut adalah metode lesikostatistik dan metode perbandingan (Crowley,

1992:90; Bynon, 1979:45). Sebelum menginjak pada metode perbandingan,

Page 56: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

36

metode leksikostatistik mengawali terlebih dahulu, dengan maksud untuk

memperoleh gambaran mengenai persentase keeratan hubungan kekerabatan BK

dan BU. Adapun langkah-langkah (teknik-teknik) yang ditempuh dalam upaya

penentuan persentase keeratan hubungan kekerabatan BK dan BU. Teknik-tekni

yang dimakud adalah: (1) mendaftar glos dalam hal pengumpulan data, (2)

menetapkan kata kerabat yang memiliki hubungan genetis dengan kriteria sebagai

berikut: (a) pasangan yang identik, (b) pasangan yang memiliki korespondensi

fonemis, (c) pasangan yang mirip secara fonetis, (d) pasangan satu fonem berbeda

(Keraf, 1996:128), (3) membuat persentase kekerabatan, dan (4) menghubungkan

persentase kekerabatan dengan kategori tingkat kekerabatan bahasa, apakah

sebagai satu bahasa (language), keluarga bahasa (subfamily), rumpun bahasa

(stock), mikrofilum, mesofilum, atau makrofilum. Tingkat hubungan kekerabatan

BK dan BU dapat diketahui dengan rumusan sebagai berikut.

J H = x 100 G Keterangan: H= Hubungan kekerabatan

J = Jumlah kata kerabat

G = Glos

Dari hasil perhitungan persentase kekerabatan, Crowley menggunakan

batas status kebahasaan berdasarkan tingkat persentase kesamaan/kemiripan

kognat sebagai berikut.

Level of subgroping Cognate presentage

Dialect of language 81-100

Language of a family 36-81

Page 57: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

37

Families of a stock 12-36

Stock of a microphylum 4-12

Microphyla of a mesophylum 1-4

Mesophyla of a macrophylum 0-4

(Crowley, 1992:168-170).

Metode perbandingan sebagai metode lanjutan dari metode sebelumnya

memungkinkan diperolehnya sejumlah kesamaan sebagai unsur warisan (retensi)

dan perbedaan-perbedaan sebagai tanda adanya perubahan (inovasi) pada BK dan

BU bila dikomparasikan dengan PAN, khususnya sistem fonemnya. Metode yang

digunakan dalam analisis data adalah metode perbandingan (comparative method)

yang merupakan metode utama dalam bidang linguistik historis karena dengan

menggunakan metode ini dapat ditelusuri perkembangan historis bahasa-bahasa

yang diteliti, baik melalui perbandingan data yang aktual maupun data masa lalu

(Crowley, 1992:90; Bynon, 1979:45).

Alasan lain adalah penemuan bentuk kata-kata PAN oleh sejumlah ahli

bahasa, di antaranya oleh Dempwolff, Brandstetter, dan Blust.

Data yang dikomparasikan adalah bentuk-bentuk kata yang memiliki

kesamaan atau kemiripan bentuk dan makna. Bentuk-bentuk yang demikian itu

disebut cognates (Arlotto, 1939: 91; Bynon, 1979: 47). Melalui hasil komparasi

ini kemudian dapatlah ditemukan sejumlah kesamaan dan refleksi-refleksi fonem

PAN pada BK dan BU. Dengan ini kiranya dapat digambarkan korespondensi

fonemis PAN di dalam pewarisannya pada BK dan BU.

Page 58: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

38

Selanjutnya, analisis data dengan metode perbadingan menempuh

langkah-langkah (teknik-teknik) sebagai berikut.

1. Menentukan unsur-unsur PAN yang terwaris pada BK dan BU.

2. Menentukan tipe-tipe perubahan bunyi PAN dalam pewarisannya pada BK

dan BU.

3. Menentukan perangkat korespondensi fonemis.

4. Menentukan cognate set

Fonem PAN, BK, dan BU dikomparasikan sehingga terlihat beberapa

persamaan dan perbedaan. Misalnya, sebuah fonem PAN */b/ terjadi penerusan

menjadi BK /v/ dan BU /w/, maka fenomena yang terjadi sebagaimana yang telah

diilustrasikan, dapat dijabarkan hal-hal sebagai berikut; (1) hal-hal apasajakah

yang menyebabkan perubahan itu serta kaidah apa yang dapat diterapkan dalam

membuat kaidah yang umum, (2) apakah bentuk-bentuk itu mengandung

kebertahanan, ataupun mengalami perubahan.

3.7 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Dalam penyajian hasil analisis data, metode yang digunakan adalah

metode informal dan formal. Metode informal digunakan untuk merumuskan dan

mendeskripsikan hasil analisis sedangkan metode formal adalah digunakan untuk

merumuskan tanda-tanda dan lambang-lambang. Tanda yang dimaksud adalah:

tanda tambah (+), tanda kurang (-), tanda bintang asterisk (*), tanda panah (>),

tanda kurung biasa (( )), tanda kurung siku ([ ]), tanda kurung kurawal ({ }),

tanda kurung miring (/ /). Adapun lambang yang dimaksud di antaranya: lambang

Page 59: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

39

huruf sebagai singkatan, seperti: PAN (Proto-Austronesia), PM (Proto-Melayu),

BK (bahasa Kaili), BU (bahasa Uma) (Sudaryanto, 1993: 144-157, Mahsun, 2005:

224-226).

Page 60: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

40

BAB IV

PROTO-AUSTRONESIA, BAHASA KAILI, BAHASA UMA;

GAMBARAN FONEM

4.1 Gambaran Fonem Proto-Austronesia

Bahasa–bahasa yang hidup di kawasan Asia Tenggara berasal dari suatu

bahasa purba yang lazim disebut bahasa Austronesia Purba atau Proto-Austronesia.

Bahasa Austronesia Purba inilah yang menjadi asal dari beratus-ratus bahasa yang

tersebar luas di wilayah kepulauan di Asia Tenggara. Betapa wujud dan struktur

bahasa Austronesia Purba adalah sesuatu yang bersifat teoritis hipotesis. Sebab,

yang perlu diketahui ialah bahwa kita akan menemukan kesulitan untuk menyusun

secara lengkap wujud bahasa purba ini. Bahasa purba tidak lain adalah suatu

konstruksi teoritis yang dirancang dan dihubung-hubungkan melalui kaidah-

kaidah sistem di antara bahasa-bahasa yang memiliki hubungan keseasalan dan

kemudian dirumuskan secara praktis (Bynon, 1979:71). Melalui penggalian dan

pembandingan secara mendalam dan luas antara bahasa-bahasa yang dianggap

seasal itulah kemudian dirumuskan unsur-unsur asal atau yang dianggap seasal.

Rumusan-rumusan tersebut antara lain dapat berupa sistem fonem, pola-pola

ketatabahasaan, dan perbendaharaan kata dasar (basic vocabulary).

Hasil-hasil penelitian yang sangat bermanfaat untuk perumusan unsur-

unsur bahasa purba, telah cukup banyak dilakukan, antara lain oleh Dempwolff,

Brandstetter, Dahl, Blust, dan beberapa ahli sejarah perbandingan bahasa

Austronesia lainnya. Di antara segi-segi kebahasaan yang sudah cukup banyak

40

Page 61: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

41

digali dalam hubungannya dengan bahasa Austronesia Purba adalah unsur fonem

dan kata-kata dasar (basic vocabulary). Bidang morfologi dan unsur sintaksis

bahasa-bahasa Austronesia sudah pula dikerjakan terutama oleh Blust.

Berdasarkan pertalian bunyi sebagai hasil penelitian yang dirintis oleh

Dempwolff, Blust dan Dahl, para ahli sejarah perbandingan bahasa Austronesia,

kemudian dapatlah dirumuskan sistem fonem bahasa Austronesia Purba. Pertalian

bunyi secara teratur itu terbukti dengan adanya hukum bunyi yang di temukan

oleh Van Der Tuuk berupa hukum /R/ > /g/ > /h/ dan /r/ > /d/ > /l/. Selain itu,

disepakati pula hukum pepet sebagai kaidah pertalian antara bahasa-bahasa

Austronesia (Keraf, 1996:44).

4.1.1 Sistem Bunyi Proto-Austronesia

Setiap bahasa memiliki sistem bunyi tersendiri. Hal ini berlaku pula bagi

bahasa Austronesia Purba sebelum bahasa itu pecah menjadi bahasa-bahasa

turunannya, sekalipun kita tidak dapat membangun dan menyusun secara lengkap

dan utuh sistem bunyi itu. Di samping memiliki sistem tersendiri, baik

perbendaharaan dan distribusinya, tetapi di balik itu, ada pula persamaan apalagi

bila bahasa itu dianggap seasal dan seketurunan dengan bahasa-bahasa lainnya.

Persamaan umum yang dimaksudkan adalah bahwa setiap sistem bunyi

bahasa mana pun pasti memiliki dua golongan yang disebut fonem-fonem

segmental dan suprasegmental. Bunyi-bunyi segmental terdiri atas konsonan dan

vokal yang jumlah dan distribusinya berbeda-beda pada setiap bahasa. Perbedaan

ini sebagai tanda adanya perubahan ini, berlaku pula atas bahasa-bahasa yang

Page 62: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

42

dianggap seasal. Demikian pula unsur-unsur suprasegmental (tekanan, nada,

pemanjangan) terdapat pada setiap bahasa. Unsur-unsur yang sama dan berbeda

itu, berlaku pula atas bahasa-bahasa Austronesia.

4.1.2 Perbendaharaan Fonem-Fonem Proto-Austronesia

Berdasarkan hasil rekonstruksi, yang kemudian ditemukan pula sejumlah

kata dasar, bahasa Austronesia Purba memiliki sistem fonem sebagai berikut

(Blust, 1978:32)

Fonem vokal sebanyak empat buah yaitu */i/, */u/, */ə/, */a/. Segmen

vokal PAN dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

4.1.2a Segmen Vokal Proto-Austronesia

Posisi Lidah

Depan Tak bundar

Tengah Tak bundar

Belakang Bundar

Tinggi *i *u

Sedang *ə

Rendah *a

Diftong:

*/uy/ */iw/

*/ey/ */ew/

*/ay/ */aw/

Fonem konsonannya terdiri atas 22 buah, yaitu */p/, */b/, */m/, */w/, */t/,

*/d/, */n/, */l/, */T/, */D/, */r/, */s/, */z/, */ñ/, */y/, */c/,*/j/, */k/, */g/, */ŋ/, */R/,

*/h/.

Page 63: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

43

4.1.2b Segmen Konsonan Proto-Austronesia

Tempat Artikulasi Cara Artikulasi Bilabial

Labio- dental

Dental/ Alveolar Palatal Velar Glotal

Hambat Tb *p *t / *T *c *k *q B *b *d / *D *j *g

Frikatif Tb *s *h B *z

Nasal B *m *n *ñ

(ny) *ŋ

(ng) Lateral B *l Getar/Tril B * r *R Semivokal B *w *y

4.2 Gambaran Fonem Bahasa Kaili dan Uma

Kedua bahasa yang diteliti, baik BK maupun BU, secara geografi terletak

Sulawesi Tengah. Batas-batas wilayahnya: bagian utara berbatasan dengan

Provinsi Gorontalo, bagian selatan berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan

dan Provinsi Sulawesi Tenggara, bagian barat berbatasan dengan Selat Makassar

dan Provinsi Sulawesi Barat, bagian timur berbatasan dengan Provinsi Maluku.

Secara administratif, kedua bahasa itu menempati dua kebupaten yang

berbeda. Bahasa Kaili terdapat di Kabupaten Donggala, Parigi dan Kota Madya

Palu di Provinsi Sulawesi Tengah. Bahasa Uma terdapat di Kabupaten Sigi.

Kabupaten Sigi dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2008

yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Donggala. Kabupaten Sigi terbagi

atas 15 kecamatan, yaitu: Kecamatan Dolo, Kecamatan Dolo Barat, Kecamatan

Dolo Selatan, Kecamatan Gumbasa, Kecamatan Kinovaro, Kecamatan Kulawi,

Kecamatan Kulawi Selatan, Kecamatan Lindu, Kecamatan Marawola, Kecamatan

Page 64: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

44

Marawola Barat, Kecamatan Nokilalaki, Kecamatan Palolo, Kecamatan Pipikoro,

Kecamatan Sigi Biromaru, Kecamatan Tanambulawa.

4.2.1 Bahasa Kaili

Bahasa Kaili adalah bahasa yang digunakan oleh etnik Kaili di Sulawesi

Tengah. Untuk data bahasa Kaili adalah bahasa Kaili dialek Ledo. Memilih Ledo

dikarenakan penuturnya tersebar di sebagian besar kota Palu dan merupakan

dialek standar, sebab masyarakat penutur bahasa Kaili yang berbeda dialek

umumnya menggunakan dialek Ledo dalam berkomunikasi.

Fonem bahasa Kaili tidak jauh berbeda dengan fonem bahasa Indonesia.

Fonem vokal terdiri atas: /i/, /e/, /u/, /o/, /a/, dan bahasa Kaili tidak memiliki bunyi

pepet [ə].

4.2.1a Segmen Vokal BK

Posisi Lidah

Depan Tak bundar

Tengah Tak bundar

Belakang bundar

Tinggi i u

Sedang e o

Rendah a

Konsonan terdiri dari /b/, /c/, /d/, /g/, /h/, /j/, /k/, /l/, /m/, /n/, /ŋ/, / ñ/, /p/,

/r/, /s/, /t/, /v/, /w/, /y/, tidak ada /f/, /q/, /x/, /z/ atau hamzah.

Page 65: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

45

4.2.1b Segmen Konsonan BK

Tempat Artikulasi

Cara Artikulasi Bilabial Labio- dental

Dental/ Alveolar Palatal Velar Glotal

Hambat Tb p t c k B b d j g

Frikatif Tb s h B

Nasal B m n ñ (ny) ŋ (ng) Lateral B l Getar/Tril B r Semivokal B w y

4.2.1.1 Lokasi dan Penutur Bahasa Kaili

Suku Kaili adalah suku bangsa di Indonesia yang secara turun-temurun

tersebar mendiami sebagian besar dari Provinsi Sulawesi Tengah, khususnya

wilayah Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi, dan Kota Palu.

Untuk menyatakan "orang Kaili" disebut dalam bahasa Kaili dengan

menggunakan prefix "to" yaitu to Kaili. Ada beberapa pendapat yang

mengemukakan etimologi kata Kaili, salah satunya menyebutkan bahwa kata yang

menjadi nama suku Kaili ini berasal dari nama pohon dan buah kaili yang

umumnya tumbuh di hutan-hutan di kawasan daerah ini, terutama di tepi Sungai

Palu dan Teluk Palu. Pada zaman dulu, tepi pantai Teluk Palu letaknya menjorok

34 km dari letak pantai sekarang, yaitu di Kampung Bangga. Sebagai buktinya, di

daerah Bobo sampai ke Bangga banyak ditemukan karang dan rerumputan laut.

Bahkan, di sana ada sebuah sumur yang airnya pasang pada saat air di laut sedang

pasang demikian juga akan surut pada saat air laut surut.

Page 66: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

46

Menurut cerita, dahulu kala, di tepi pantai dekat Kampung Bangga tumbuh

sebatang pohon kaili yang tumbuh menjulang tinggi. Pohon ini menjadi arah atau

panduan bagi pelaut atau nelayan yang memasuki Teluk Palu untuk menuju

pelabuhan pada saat itu.

Mata pencaharian utama masyarakat Kaili adalah bercocok tanam di

sawah, di ladang dan menanam kelapa. Di samping itu masyarakat suku Kaili

yang tinggal di dataran tinggi mereka juga mengambil hasil bumi di hutan seperti

rotan, damar dan kemiri, dan beternak, sedangkan masyarakat suku Kaili yang di

pesisir pantai disamping bertani dan berkebun, mereka juga hidup sebagai nelayan

dan berdagang antarpulau ke Kalimantan.

Pada umumnya, makanan asli suku Kaili adalah nasi karena sebagian besar

tanah dataran di lembah Palu, Parigi sampai ke Poso merupakan daerah

persawahan. Kadang pada musim paceklik masyarakat menanam jagung sehingga

sering juga mereka memakan nasi dari beras jagung (campuran beras dan jagung

giling).

Alat pertanian suku Kaili di antaranya: pajeko (bajak), salaga (sisir),

pomanggi, pandoli (linggis), taono (parang); alat penangkap ikan di antaranya:

panambe, meka, rompo, jala, dan tagau.

Sebagaimana suku-suku lainnya di nusantara, Suku Kaili juga mempunyai

adat istiadat sebagai bagian kekayaan budaya di dalam kehidupan social memiliki

hukum adat sebagai aturan dan norma yang harus dipatuhi, serta mempunyai

aturan sanksi dalam hukum adat. Penyelenggaraan upacara adat biasanya

dilaksanakan pada saat pesta perkawinan (no-Rano, no-Raego, kesenian

Page 67: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

47

berpantun), pada upacara kematian (no-Vaino, menuturkan kebaikan orang yg

meninggal), pada upacara panen (no-Vunja, penyerahan sesaji kepada dewa

kesuburan), dan upacara penyembuhan penyakit (no-Balia, memasukkan ruh

untuk mengobati orang yang sakit); pada masa sebelum masuknya agama Islam

dan Kristen, upacara-upacara adat seperti ini masih dilakukan dengan mantera-

mantera yang mengandung animisme.

Setelah masuknya agama Islam dan Kristen, pesta perkawinan dan

kematian sudah disesuaikan antara upacara adat setempat dengan upacara menurut

agama penganutnya. Demikian juga upacara yang mengikuti ajaran Islam seperti:

khitan (posuna), khatam (popatama) dan gunting rambut bayi usia 40 hari (niore

ritoya), penyelenggaraannya berdasarkan ajaran agama Islam.

Beberapa instrumen musik yang dikenal dalam kesenian suku Kaili antara

lain: kakula (disebut juga gulintang, sejenis gamelan pentatonis), lalove (serunai),

nggeso-nggeso (rebab berdawai dua), gimba (gendang), gamba-gamba (gamelan

datar/kecil), goo (gong), suli (suling).

Salah satu kerajinan masyarakat suku Kaili adalah menenun sarung. Ini

merupakan kegiatan para wanita di daerah Wani, Tavaili, Palu, Tipo dan

Donggala. Sarung tenun ini dalam bahasa Kaili disebut Buya Sabe tetapi oleh

masyarakat umum sekarang dikenal dengan Sarung Donggala. Jenis Buya Sabe ini

pun mempunyai nama-nama tersendiri berdasarkan motif tenunannya, seperti

Bomba, Subi atau Kumbaja. Demikian juga sebutan warna sarung Donggala

didasarkan pada warna alam, seperti warna sesempalola / kembang terong (ungu),

lei-kangaro/merah betet (merah-jingga), lei-pompanga (merah ludah sirih).

Page 68: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

48

4.2.2 Bahasa Uma

BU adalah bahasa yang digunakan oleh etnik Kulawi di Sulawesi Tengah.

BU tidak memiliki berbagai macam dialek, seperti halnya BK. Hal ini disebabkan

jumlah penutur dari BU tidak sebanyak jumlah penutur bahasa Kaili.

Fonem BU tidak jauh berbeda dengan fonem bahasa Indonesia. Fonem

vokal terdiri atas: /i/, / e/, /u/, /o/, /a/, dan BU juga tidak memiliki bunyi pepet [ə]

tapi yang istimewa BU memiliki vokal panjang yaitu: [a:]

4.2.2a Segmen Vokal BU

Posisi Lidah

Depan Tak bundar

Tengah Tak bundar

Belakang bundar

Tinggi i u

Sedang e o

Rendah a [a:]

Konsonan terdiri atas /b/, /c/, /d/, /g/, /h/, /j/, /k/, /l/, /m/, /n/, /ŋ/, / ñ/, /p/,

/r/, /s/, /t/, /v/, /w/, /y/, tidak ada /f/, /q/, /x/, /z/ atau hamzah. Perhatikan bagan

konsonan di bawah ini.

4.2.1b Segmen Konsonan BU

Tempat Artikulasi

Cara Artikulasi Bilabial Labio- dental

Dental/ Alveolar Palatal Velar Glotal

Hambat Tb p t c k B b d j g

Frikatif Tb s h B

Nasal B m n ñ (ny) ŋ (ng) Lateral B l Getar/Tril B r Semivokal B w y

Page 69: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

49

4.2.2.1 Lokasi dan Penutur Bahasa Uma

Untuk penutur bahasa Uma sebagian besar tinggal di Desa Kantefu.

Karena jumlah penutur dari bahasa Uma yang relatif sedikit, yaitu hanya terdapat

di Desa Kantefu, maka bahasa Uma tidak memiliki dialek seperti halnya bahasa

Kaili.

Sama seperti suku Kaili, mata pencaharian utama masyarakat suku Kulawi

adalah bercocok tanam di sawah, di ladang dan menanam kelapa. Di samping itu

masyarakat suku Kulawi yang tinggal didataran tinggi mereka juga mengambil

hasil bumi dihutan seperti rotan, damar dan kemiri, dan beternak, sedangkan

masyarakat suku Kaili yang di pesisir pantai di samping bertani dan berkebun,

mereka juga hidup sebagai nelayan dan berdagang antarpulau ke Kalimantan.

Sama juga seperti suku Kaili, pada umumnya, makanan asli suku Kulawi

adalah nasi, kadang pada musim paceklik masyarakat menanam jagung sehingga

sering mereka memakan nasi dari beras jagung (campuran beras dan jagung

giling).

Sebagaimana suku-suku lainnya di nusantara, suku Kulawi juga

mempunyai adat-istiadat sebagai bagian kekayaan budaya di dalam kehidupan

sosial, memiliki hukum adat sebagai aturan dan norma yang harus dipatuhi, serta

mempunyai aturan sanksi dalam hukum adat. Penyelenggaraan upacara adat

biasanya dilaksanakan pada saat pesta perkawinan, pada upacara kematian, pada

upacara panen, dan upacara penyembuhan penyakit.

Page 70: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

50

4.2.3 Fungsi Bahasa Kaili dan Bahasa Uma

Seperti halnya bahasa-bahasa daerah lainnya di Indonesia, bahasa Kaili

dan bahasa Uma mempunyai kedudukan dan fungsi bagi kedua suku bahasa

tersebut. Perannya tampak dalam kehidupan kebudayaan, termasuk dalam

kehidupan keagamaan, sosial, dan ekonomi. Di tengah-tengah keanekaragaman

budaya bahasa, kedua bahasa itu masih tetap menunjukkan identitas kelompok

masyarakat pendukungnya. Bahasa Kaili digunakan sebagai alat komunikasi

intraetnis oleh masyarakat suku kaili, sedangkan bahasa Uma digunakan oleh

masyarakat suku kulawi di Kabupaten Sigi, Kecamatan Pipikoro, Desa Kantefu.

4.3 Bukti-Bukti Pengelompokan

Pengelompokan adalah prosedur penyusunan silsilah keluarga bahasa-

bahasa seasal. Melalui pengelempokan, dapat ditemukan kedudukan bahasa-

bahasa yang memiliki keeratan hubungan sebagai subkelompok tersendiri, jika

dibandingkan dengan bahasa atau bahasa-bahasa di luar subkelompok atau

kelompok itu (Dyen, 1975:52). Penentuan dan pembuktian hubungan dua bahasa

atau lebih sebagai satu (sub-) kelompok tersendiri, berlandaskan kerangka teoretis

hipotesis, bahwa bahasa-bahasa itu bermula dari satu bahasa asal atau diturunkan

dari satu moyang bahasa yang karena perkembangan sejarahnya, pecah menjadi

dua atau lebih bahasa turunan.

Penyusunan silsilah keluarga bahasa-bahasa seasal, berarti penempatan

bahasa-bahasa ke dalam satu susunan kekerabatan, baik pada jenjang

subkelompok maupun kelompok. Upaya tersebut dapat dilakukan berdasarkan

Page 71: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

51

adanya evidensi-evidensi kebahasaan yang hanya dimiliki oleh bahasa-bahasa itu

dan memperlihatkan ciri-ciri kebahasaan khas yang menandai keeratan hubungan

sebagai satu subkelompok tersendiri.

Menurut Dyen (1975:22) evidensi-evidensi kebahasaan yang

memperlihatkan tingkat keeratan hubungan itu, dapat berupa harkat keterwarisan

(retensi) kata-kata dasar (basic vocabulary) dan kebaruan ciri-ciri kebahasaan

yang eksklusif (inovasi).

Pembuktian keeratan hubungan kekerabatan BK dan BU sebagai satu

kelompok berikut ini menggunakan retensi dan inovasi. Unsur-unsur bahasa yang

inovatif meliputi fonologi dan kosa kata. Berdasarkan evidensi-evidensi

kebahasaan, baik retensi maupun inovasi, kedudukan BK dan BU dalam susunan

kekerabatan menjadi jelas secara internal sebagai satu kelompok tersendiri,

dengan bahasa-bahasa di luar kelompok itu.

4.3.1 Bukti Kuantitatif

Kejelasan hubungan kekerabatan pada jenjang paling bawah yaitu

keluarga dan subkeluarga (family dan subfamily) bahasa-bahasa, dapat dibuktikan

secara kuantitatif. Tata kaji ini mengolah persentase kesamaan 200 kata dasar

daftar Swadesh. Dengan cara ini, dapat diperoleh kesamaan kata-kata dasar antara

Bk dan BU dalam bentuk persentase.

Kesamaan persentase kata-kata dasar kedua bahasa itu dibandingkan pula

dengan persentase kesamaan dengan bahasa-bahasa: Pamona dan Bada'.

Pembandingan kedua bahasa itu, BK dan BU, dengan kedua bahasa di sekitarnya

Page 72: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

52

beralasan geografi terdekat. Pembandingan kedua bahasa itu dengan kedua bahasa

kerabat lainnya itu bertujuan untuk memperjelas tingkat keeratan hubungan secara

leksikostatistik, baik hubungan ke dalam sebagai kelompok tersendiri, maupun ke

luar sebagai tanda keterpisahan kelompok BK dan BU dari kelompok di luarnya.

Persentase kekerabatan Bk, BU, BP, dan BB dapat diamati pada tabel di bawah ini.

4.3.1a Persentase kekerabatan

Keterangan: BK : bahasa Kaili BP : bahasa Pamona

BU : bahasa Uma BB : bahasa Bada’

Seperti yang terlihat pada tabel 4.3.1a di atas, persentase

kesamaan/kemiripan kata-kata seasal di antara keempat bahasa kerabat itu cukup

bervariasi. Persentase kesamaan/kemiripan itu berada di antara 38% dan 63%.

Terlihat pula bahwa BK dan BU memiliki persentase kesamaan/kemiripan yang

paling tinggi yaitu 63%, yang paling rendah ialah BU dan BB yaitu 38%. Jika

dicari rata-rata persentase kesamaan/kemiripan keempat bahasa yaitu BK, BU, BP

dan BB maka didapat sebesar 24%. Berikutnya rata-rata persentase

kesamaan/kemiripan untuk pasangan BK, BU, dan BP yaitu 37% dan untuk

pasangan BK, BU, dan BB yaitu 31%. Dari perbandingan persentase itu, dapat

BU 63

BP 41 39

BB 40 38 43

BK BU BP

Page 73: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

53

dihipotesiskan bahwa BK, BU, dan BP memiliki tinggkat kekerabatan yang lebih

dekat dibandingkan dengan BB.

Bertolak dari rata-rata persentase kesamaan/kemiripan BK, BU dan BP,

maka selanjutnya dapat diperjelas kembali dengan garis silsilah kekerabatan

bahasa-bahasa seperti yang terlihat pada diagram di bawah ini.

Persentase Kata Seasal

Garis Silsilah Kekerabatan BK, BU, BP Status Bahasa

30- 35- ---------- 40- 45- 50- 55- 60- ------------ 65- 70- 75- 80- ------------ 85-

----------------------------------------------------------------- 37 (BP-BK-BU) ----------------------------------------------------------------- 63(BK-BU) -----------------------------------------------------------------

Stock

-------- 36%

Family

-------- 61%

Subfamily

-------- 81%

Dialek BP BU BK

Subkelompok

4.3.1b Garis Silsilah Kekerabatan

Dari garis silsilah di atas dapat dijelaskan sebagai berikut; (i) BK, BU dan

BP merupakan satu kelompok atau satu keluarga bahasa, (ii) secara

leksikostatistik BK, BU dan BP merupakan satu keluarga bahasa, sedangkan BK

dan BU merupakan subkeluarga bahasa.

Page 74: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

54

Berdasarkan hasil perhitungan leksikostatistik yang disajikan di atas, maka

hubungan kekerabatan BK dan BU sudah dapat dibuktikan. Pembuktian ini

menjadi salah satu landasan untuk merekonstruksi protobahasa yang

dihipotesiskan menurunkan dua bahasa itu sesuai dengan persentase kekerabatan

dan silsilahnya.

4.3.2 Bukti Kualitatif

Hubungan kekerabatan yang didiagramkan untuk menentukan jenjang

hubungan keasalan yang bersifat kuantitatif, dapat diperkuat dengan bukti-bukti

kualitatif. Pembuktian secara kualitatif menggunakan fakta-fakta kebahasaan yang

digolongkan sebagai unsur-unsur inovasi bersama yang eksklusif (Exclusively

Shared Linguistic Features). Pembuktian secara kualitatif dilakukan untuk

pembuktian BK dan BU sebagai subkelompok tersendiri yang terpisah dari

kelompok Pamona, yaitu: BP dan BB. Bukti-bukti kualitatif yang meliputi unsur-

unsur kebahasaan yang inovatif dapat diamati pada uraian di bawah ini.

4.3.2.1 Bukti Penyatu Kelompok

Melalui pengamatan dan pembandingan secara cermat terhadap BK, BU,

BP, dan BB, terbukti bahwa keempat bahasa itu memiliki perubahan bunyi yang

tak teratur berupa metatesis bersama dan seperangkat kata yang inovatif.

Page 75: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

55

1) Inovasi Fonologis

Berdasarkan perbandingan dengan etmon-etimon PAN, ditemukan

metatesis bersama BK, BU, BP, dan BB. Metatesis bersama tampak pada kata-

kata seasal di bawah ini.

PAN BK BU BP BB

*/diki/ /kodi/ /kedi/ /kodi/ /kodi/ ‘kecil’

*/tia/ /tai/ /tai/ /tai/ /tai/ ‘perut’

*/luqa/ /kula/ /kula/ /kula/ /kula/ ‘jahe’ Berdasarkan pada data-data di atas, terlihat tidak ada penyisipan, ataupun

peluluhan bunyi. Jadi, unsur-unsur PAN yang terwaris pada BK, BU, BP, dan BB

dengan pola perubahan di atas mutlak merupakan proses metatesis. Perubahan

metatesis ini tidak biasa, jadi tidak bisa dikaidahkan secara umum. Perubahan

metatesis ini disebabkan oleh salah pengucapan.

2) Inovasi Leksikal

Ciri-ciri secara eksklusif yang dipunyai oleh BK, BU, BP, dan BB, tetapi

ada pada PAN yang menunjukkan bahwa ciri-ciri tersebut hanyalah merupakan

retensi dari ciri yang ada pada PAN. Untuk pembuktian pendapat Barr, bahwa BK,

BU, BP, dan BB pernah mengalami masa perkembangan bersama pada masa

lampau, haruslah dapat dibuktikan ciri-ciri yang secara eksklusif yang hanya

dimiliki oleh keempat bahasa tersebut, tetapi tidak dimiliki oleh bahasa kerabat

lainnya. Untuk lebih jelasnya perhatikan data di bawah ini.

Page 76: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

56

PAN BK BU BP BB

*/rano/ /rano/ /rano/ /rano/ /rano/ ‘danau’

*/ŋisi/ /ŋisi/ /ŋihi/ /ŋisi/ /ŋihi/ ‘gigi’

*/vari/ /eo/ /eo/ /eo/ /eo/ ‘hari’

*/qatey/ /ate/ /ate/ /ate/ /ate/ ‘hati’

*/iguŋ/ /oŋe/ /oŋe/ /oŋe/ /oŋe/ ‘hidung’

*/hudip/ /tuvu/ /tuwu/ /tuwu/ /tuwo/ ‘hidup’

*/itəm/ /moeta/ /moeta/ /moeta/ /maeta/ ‘hitam’

*/uda/ /uda/ /uda:/ /uja/ /uda/ ‘hujan’

*/ina/ /ina/ /ina/ /ine/ /ina/ ‘ibu’

*/ikan/ /bau/ /bau/ /bou/ /bou/ ‘ikan’

*/datuq/ /nanavu/ /monawu/ /manawu/ /manawo/ ‘jatuh’

*/dantuŋ/ /sule/ /hule/ /sule/ /hule/ ‘jantung’

*/tasi/ /tasi/ /tahi/ /tasi/ /tahi/ ‘laut’

*/dilaq/ /dila/ /jila/ /jila/ /dila/ ‘lidah’

*/mata/ /mata/ /mata/ /mata/ /mata/ ‘mata’

*/matay/ /mate/ /mate/ /mate/ /mate/ ‘mati’

*/alir/ /no.ili/ /mo.ili/ /mo.ili/ /mo.ili/ ‘mengalir’

*/taqun/ /mpae/ /mpae/ /mpae/ /mpare/ ‘tahun’

*/tano/ /tana/ /tana/ /tana/ /tana/ ‘tanah’

*/lima/ /pale/ /pale/ /pale/ /pale/ ‘tangan’

*/taliŋa/ /taliŋa/ /tiliŋa/ /taliŋa/ /taliŋa/ ‘telingan’

*/təlur/ /ntalu/ /ntolu/ /toyu/ /tulu/ ‘telur’

Page 77: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

57

*/tikut/ /valesu/ /walesu/ /walesu/ /walehu/ ‘tikus’

*/tua/ /natua/ /motua/ /matua/ /matua/ ‘tua’

*/buke/ /buku/ /buku/ /wuku/ /buku/ ‘tulang’

*/ular/ /ule/ /ule/ /ule/ /ile/ ‘ular’

4.3.2.2 Bukti Pemisah Kelompok

Bukti-bukti pemisah kelompok adalah fakta-fakta kebahasaan berupa

inovasi yang hanya ditemukan dalam bahasa atau subkelompok tertentu saja.

Dalam hubungan ini, inovasi hanya ditemukan dalam BK dan BU. Dengan kata

lain, inovasi bersama hanya terjadi dan ditemukan dalam BK dan BU dan tidak

terjadi dalam bahasa kerabat lain ataupun kelompok Pamona yaitu: BP dan BB.

Jadi, fakta-fakta kebahasaan yang inovatif itu dianggap sebagai bukti kualitatif

adanya subkelompok Kaili-Uma. Selain itu dapat dijelaskan pula bahwa inovasi

bersama dalam Kaili-Uma itu merupakan bukti bahwa kedua bahasa itu berpisah

dari kelompok Pamona. Unsur-unsur inovasi pemisah kelompok berdasarkan

inovasi fonologis dapat diamati pada bab V.

Perlu untuk dijelaskan pula bahwa ditemukan inovasi fonologis pemisah

kelompok berupa metatesis bersama berdasarkan perbandingan dengan BK, BU,

BP, dan BB. Metatesis bersama sebagai pemisah kelompok tampak pada kata

seasal di bawah ini.

PAN BK BU BP BB

*/kutu/ /kutu/ /kutu/ /tuku/ /tuku/ ‘kutu’

Page 78: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

58

Berdasarkan pada data-data di atas terlihat bahwa BP dan BB mengalami

metatesis bersama yang menandakan bahwa BP dan BB merupakan subkelompok

tersendiri sebagai kelompok Pamona.

1) Inovasi Leksikal Kaili-Uma

Untuk pembuktian BK dan BU pernah mengalami masa perkembangan

bersama pada masa lampau, haruslah dapat ditunjukkan ciri-ciri yang secara

eksklusif yang hanya dipunyai oleh kedua bahasa tersebut, tetapi tidak dipunyai

oleh PAN dan bahasa kerabat lainnya.

Inovasi leksikal berikut ini adalah perbandingan antara PAN dengan BK

dan BU. Untuk lebih jelasnya perhatikan data di bawah ini.

PAN BK BU

*/vada/ /naria/ /ria/ ‘ada’

*/avan/ /kulimu/ /limu/ ‘awan’

*/bantal/ /luna/ /luna/ ‘bantal’

*/bavan/ /pia/ /pia/ ‘bawang’

*/baqen/ /baku/ /boku/ ‘bekal’

*/bəRat/ /nantamo/ /motomo/ ‘berat’

*/lijak/ /noŋare/ /moŋare/ ‘berteriak’

*/besi/ /ase/ /ahe/ ‘besi’

*/buhaya/ /kapuna/ /kapuna/ ‘buaya’

*/kata/ /puruka/ /puruka/ ‘celana’

*/kulat/ /rava/ /rawa/ ‘jamur’

*/gəlaŋ/ /luba/ /luba/ ‘gelang’

*/guluk/ /taono/ /to.ono/ ‘golok’

*/gəndit/ /sulepe/ /sulepe/ ‘ikat pinggang’

Page 79: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

59

*/d'antuŋ/ /sule/ /hule/ ‘jantung’

*/moko/ /bulaili/ /buleli/ ‘kadal’

*/banua/ /ngata/ /ngata/ ‘kampung’

*/niyuR/ /nukaluku/ /kuluku/ ‘kelapa’

*/kamudi/ /pompaja/ /pajala/ ‘kemudi’

*/bə uk/ /ibo/ /ibo/ ‘kera’

*/kebaw/ /beŋa/ /beŋka/ ‘kerbau’

*/Riŋet/ /ini/ /ini/ ‘keringat’

*/lə m bəŋ/ /dayo/ /dayo/ ‘kuburan’

*/lima/ /pale/ /pale/ ‘lengan’

*/lepas/ /basaka/ /bahaka/ ‘lepas’

*/laŋis/ /lenguru/ /molenuru/ ‘licin’

*/mahal/ /nasuli/ /mosuli/ ‘mahal’

*/maŋga/ /taipa/ /taipa/ ‘mangga’

*/masuk/ /nesua/ /mi sua/ ‘masuk’

*/gale/ /noana/ /moana/ ‘melahirkan’

*/pintah/ /nerapi/ /merapi/ ‘meminta’

*/taka/ /notuda/ /mohu.a/ ‘menanam’

*/kali/ /nokae/ /mokai/ ‘menggali’

*/saŋIaR/ /nosole/ /mohole/ ‘menggoreng’

*/pitpit/ /nogepe/ /regepe/ ‘menjepit’

*/nakaŋ/ /ganaga/ /ganaga/ ‘nangka’

*/ubad/ /pakuli/ /pokuli/ ‘obat’

*/kaŋkul/ /pomaŋi/ /pomaŋki/ ‘pacul’

*/kavah/ /kura / /kura / ‘panci’

*/pasar/ /potomu/ /potomu/ ‘pasar’

*/peDes/ /nalala/ /molala/ ‘pedas’

*/kanakan/ /kabilasa/ /kabi lasa/ ‘pemuda’

*/pintu/ /vamba/ /wobo/ ‘pintu’

Page 80: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

60

*/pipi/ /kalimpi/ /kilimpi/ ‘pipi’

*/punti/ /loka/ /loka/ ‘pisang’

*/babah/ /naede// /rede/ ‘rendah’

*/arit/ /sabi/ /sabi/ ‘saksi’

*/kabus/ /sakide/ /hankedi/ ‘sedikit’

*/diŋin/ /naleni/ /moleŋi/ ‘sejuk’

*/suliŋ/ /lalove/ /lalowe/ ‘suling’

*/tahun/ /mpae/ /mpae/ ‘tahun’

*/takut/ /naeka/ /me.eka/ ‘takut’

*/tamu/ /torata/ /torata/ ‘tamu’

*/lima/ /pale/ /pale/ ‘tangan’

*/batuk/ /baŋga/ /baŋka/ ‘tempurung’

*/tikam/ /jalo/ /jalo/ ‘tikam’

*/labaw/ /valesu/ /wulehu/ ‘tikus’

*/hawak/ /kope/ /hope/ ‘pinggang’

*/dajuŋ/ /vose/ /mowose/ ‘dayung’

*/tiləm/ /kasoro/ /kasoro/ ‘kasur’

*/aratiŋi/ /sopu/ /hopu/ ‘sumpit’

*/maŋga/ /taipa/ /taipa/ ‘mangga’

*/saguqh/ /tabaro/ /tabaro/ ‘sagu’

*/kubaj/ /uta/ /uta/ ‘sayur’

*/beRas/ /ose/ /once/ ‘beras’

*/batuk/ /meke/ /meke/ ‘batuk’

*/baRani/ /nabiya/ /bia/ ‘berani’

*/halut/ /nalusu/ /alusu/ ‘halus’

*/matiwa/ /napakasi/ /mpeahi/ ‘miskin’

*/Reqan/ /naga'a/ /moga'a/ ‘ringan’

*/gantuŋ/ /soda/ /hoda/ ‘gantung’

*/ajam/ /nomore/ /mo ore/ ‘bermain’

Page 81: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

61

*/peluk/ /kapui/ /kupui/ ‘peluk’

*/ijak/ /noŋgare/ /mogare/ ‘teriak’

*/tuRun/ /nanau/ /mona'u ‘turun’

*/teqeki/ /dopa/ /kopa/ ‘belum’

Inovasi leksikal Kaili-Uma berikut ini adalah perbandingan antara BK dan

BU dengan kelompok Pamona, yaitu BP dan BB. Untuk lebih jelasnya perhatikan

data di bawah ini.

BK BU BP BB

/kale/ /kale/ /waka/ /waka/ ‘akar’

/toma/ /tuama/ /papa/ /papa/ ‘bapak’

/betue/ /betue/ /wuyu/ /wuyu/ ‘bintang’

/vuŋa/ /wuŋa/ /sese/ /sese/ ‘bunga’

/dagi/ /dagi/ /saŋa/ /saŋa/ ‘daging’

/lelo/ /lelo/ /iku/ /iku/ ‘ekor’

/gara / /gara/ /bure/ /bure/ ‘garam’

/kada/ /kada/ /witi/ /biti/ ‘kaki’

/kutu/ /kutu/ /tuku/ /tuku/ ‘kutu’

/naeka/ /me.eka/ /laŋa/ /laŋa/ ‘takut’

/tana/ /tana/ /tampo/ /tampo/ ‘tanah’

/pale/ /pale/ /taiye/ /taiye/ ‘tangan’

Selanjutnya, bukti-bukti kualitatif itu dapat dijadikan landasan untuk

merumuskan kesimpulan tentang pengelompokan BK, BU, BP, dan BB yang

memiliki keeratan hubungan kekerabatan. Keeratan hubungan kekerabatan itu

Page 82: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

62

terbukti pada unsur-unsur inovasi penyatu kelompok BK, BU, BP, dan BB berupa

perubahan bunyi bersama dan perangkat leksikal yang inovatif. Berdasarkan

bukti-bukti kualitatif itu pula, ditemukan adanya hubungan kekerabatan yang

lebih erat antara BK dan BU. Kedua bahasa itu merupakan satu subkelompok

tersendiri. Sebagai satu subkelompok, unsur-unsur inovasi pananda hubungan

kekerabatan erat itu tampak pada unsur-unsur inovasi pemisah kelompok berupa

korespondensi fonemis dan inovasi leksikal.

Selanjutnya, kesimpulan kualitatif berupa kejelasan adanya keeratan

hubungan kekerabatan yang berjenjang itu, dibandingkan pula dengan kesimpulan

kuantitatif yang telah dirumuskan di bagian terdahulu (lihat 4.3.1), ternyata bahwa

bukti-bukti kualitatif dan kuantitatif tidak berbeda bahkan saling menguatkan.

Dengan demikian, maka pertalian keseasalan antara BK dan BU, sebagai hipotesis

penelitian ini telah dapat dibuktikan, baik secara kuantitatif maupun secara

kualitatif.

Page 83: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

63

BAB V

PEWARISAN FONEM PROTO-AUSTRONESIA DAN TIPE-TIPE

PERUBAHAN FONEMNYA PADA BAHASA KAILI DAN BAHASA UMA

Berdasarkan inventarisasi fonem PAN, BK, dan BU, maka fonem-fonem

tersebut dapat diklasifikasikan menjadi: vokal, konsonan, dan diftong. Fonem-

fonem PAN yang ditemukan adalah sebagai berikut: empat buah fonem vokal

yaitu */i/, */u/, */ə/, */a/, empat belas fonem konsonan yaitu */b /, */p/, */m/, */t/,

*/d/, */n/, */ŋ/, */j/, */k/,*/l/,*/r/,*/s/,*/g/,*/q/, dan dua diftong yaitu */uy/, */ay/.

Fonem-fonem BK yang ditemukan adalah sebagai berikut: lima fonem

vokal yaitu /i/, /e/, /u/, /o/, /a/ dan empat fonem konsonan yaitu /b /, /p/, /m/, /t/, /d/,

/n/, /ŋ/, /j/, /k/, /g/, /l/, /r/, /s/, /v/. Fonem-fonem BU yang ditemukan adalah

sebagai berikut: lima fonem vokal yaitu /i/, / e/, /u/, /o/, /a/ dan empat fonem

konsonan yaitu /b /, /p/, /m/, /t/, /d/, /n/, /ŋ/, /j/, /k/, /g/, /l/, /r/, /s/, /w/.

Kesemua unsur tersebut dalam perkembangannya ada yang masih

memperlihatkan bentuk aslinya, mengalami perubahan, dan bahkan ada yang

mengalami peluluhan, sehingga yang tampak pada pewarisan itu dapat dipilah

menjadi tiga bagian, yaitu: pewarisan secara linear atau utuh, pewarisan dengan

perubahan, dan pewarisan dengan peluluhan atau zero. Realisasi dari pewarisan

unsur-unsur PAN pada BK dan BU dijelaskan berikut ini.

63

Page 84: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

64

5.1 Pewarisan Fonem Vokal PAN pada BK dan BU

5.1.1 PAN */i/ > BK /i/, BU /i/

Fonem PAN */i/ secara teratur menurunkan fonem BK /i/ dan BU /i/

seperti tampak pada data-data yang dicontohkan di bawah ini.

Posisi PAN BK BU

Awal */i-koe / /iko/ /iko/ ‘kamu’

*/ina/ /ina/ /ina/ ‘ibu’

Tengah */ŋisi/ /ŋisi/ /ŋihi/ ‘gigi’

*/timun/ /kantimu/ /ntimu/ ‘ketimun’

*/kalibaŋbaŋ/ /kalibamba/ /kalibama/ ‘kupu-

kupu’

*/lima/ /alima/ /lima/ ‘lima’

*/taliŋa/ /taliŋa/ /tiliŋa/ ‘telinga’

Akhir */di/ /ri/ /ri/ ‘di’

*/tudi/ /ladi/ /ladi/ ‘pisau’

*/mauri/ /boli/ /raboli/ ‘simpan’

*/tasi/ /tasi/ /tahi/ ‘laut’

*/boŋi/ /naboŋi/ /mobeŋi/ ‘malam’

Fonem PAN */i/ terwaris secara linear BK /i/ dan BU /i/. Pewarisan linear

PAN */i/ terjadi secara teratur BK /i/ dan BU /i/ pada posisi awal, tengah, dan

akhir. Bedasarkan tabulasi data fonem PAN */i/ yang terwaris secara linear BK /i/

dan BU /i/ pada posisi awal ditemukan dua dari 200 pasangan cognat, fonem PAN

Page 85: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

65

*/i/ yang terwaris secara linear BK /i/ dan BU /i/ pada posisi tengah ditemukan

dua puluh enam dari 200 pasangan cognat, dan fonem PAN */i/ yang terwaris

secara linear BK /i/ dan BU /i/ pada posisi akhir ditemukan delapan dari 200

pasangan cognat, untuk jelasnya dapat dilihat pada lampiran 3.

Di samping fonem PAN */i/ terwaris secara linear ditemukan juga fonem

PAN */i/ terwaris mengalami perubahan, yaitu fonem PAN */i/ menurunkan

fonem BK /e/ dan BU /e/, jelasnya, perhatikan data di bawah ini.

Posisi PAN BK BU

Awal */itu(h)/ /etu/ /etu/ ‘itu’

Tengah */[l]intaq/ /parenta/ /parenta/ ‘memerintah’

*/sipa/ /sepa/ /sepa/ ‘tendang’

*/bintaŋ/ /betue/ /betue/ ‘bintang’

*/bile/ /beli/ /beli/ ‘juling’

Akhir - - -

Seperti yang terlihat pada data di atas, fonem PAN */i/ terwaris mengalami

perubahan BK /e/ dan BU /e/. Fonem PAN */i/ yang menurunkan fonem BK /e/

dan BU /e/ pada posisi awal ditemukan satu dari 200 pasangan cognat dan fonem

PAN */i/ yang menurunkan fonem BK /e/ dan BU /e/ pada posisi tengah

ditemukan empat dari 200 pasangan cognat, sedangkan pewarisan fonem PAN */i/

yang menurunkan fonem BK /e/ dan BU /e/ pada posisi akhir tidak ditemukan.

Page 86: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

66

Perubahan fonem PAN */i/ yang menurunkan fonem BK /e/ dan BU /e/

dikarenakan, fonem PAN */i/ diikuti oleh fonem /t/, /r/, dan /p/ pada BK dan BU.

Hal ini dapat dikaidahkan sebagai berikut.

K +konsonantal /e/ -lateral */i/ K +konsonantal /e/ - malar +anterior

Perubahan fonem PAN */i/ yang lain yang menurunkan fonem BK /e/ dan

BU /e/ pada contoh data di bawah ini.

PAN BK BU

*/bile/ /beli/ /beli/ ‘juling’

Perubahan fonem PAN */i/ yang menurunkan fonem BK /e/ dan BU /e/

seperti yang dicontohkan di atas merupakan proses metatesis, karena tidak ada

penghilangan dan penambahan fonem tertentu, tetapi disebabkan oleh salah

pengucapan.

Selain fonem PAN */i/ menurunkan BK /e/ dan BU /e/ ditemukan juga

korenspondensi yang lain, yaitu */i/ > /o/ - /o/ dan */i/ > /a/ - /a/ dengan jumlah

yang sangat terbatas. Perhatikan data di bawah ini.

PAN BK BU

*/jibu/ /jobu/ / jobu/ ‘seribu’

*/pinter/ /pante/ /pante/ ‘cerdas’

Perubahan fonem PAN */i/ di atas adalah perubahan yang bersifat sporadis.

Jadi, berdasarkan kesemua uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fonem PAN

Page 87: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

67

*/i/ memiliki daya awat yang tinggi. Hal ini terlihat bahwa sebagian besar fonem

PAN */i/ terwaris linear dan dengan teratur tetap mempertahankan ciri-ciri fonetis

fonem protonya pada posisi awal, tengah, dan akhir pada BK dan BU.

5.1.2 PAN */u/ > BK /u/, BU /u/

Fonem PAN */u/ terwaris secara linear BK /u/ dan BU /u/ seperti tampak

pada data-data yang dicontohkan di bawah ini.

Posisi PAN BK BU

Awal */uda/ /uja/ /uda/ ‘hujan’

*/ular/ /ule/ /ule/ ‘ular’

*/urat/ /uva/ /ua/ ‘urat’

*/untuŋ/ /untu/ /untu/ ‘untung’

Tengah */bulud/ /bulu/ /bulu/ ‘bukit’

*/bulan/ /vula/ /wula/ ‘bulan’

*/bulu/ /vulu/ /wulu/ ‘bulu’

*/buŋa/ /vuŋa/ /wuŋa/ ‘bungan’

*/kuniŋ/ /kuni/ /mokuni/ ‘kuning’

Akhir */abu/ /avu/ /awu/ ‘abu’

*/ŋasu/ /raŋasu/ /raŋahu/ ‘asap’

*/batu/ /vatu/ /watu/ ‘batu’

*/kaju/ /kayu/ /kaju/ ‘kayu’

*/təbu/ /tovu/ /towu/ ‘tebu’

Page 88: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

68

Pewarisan linear PAN */u/ terjadi secara teratur BK /u/ dan BU /u/ pada

posisi awal, tengah, dan akhir. Bedasarkan tabulasi data fonem PAN */u/ yang

terwaris secara linear BK /u/ dan BU /u/ pada posisi awal ditemukan empat dari

200 pasangan cognat, fonem PAN */u/ yang terwaris secara linear BK /u/ dan BU

/u/ pada posisi tengah ditemukan sembilan belas dari 200 pasangan cognat, dan

fonem PAN */u/ yang terwaris secara linear BK /u/ dan BU /u/ pada posisi akhir

ditemukan dua puluh lima dari 200 pasangan cognat. Jelasnya dapat dilihat pada

lampiran 4.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa fonem PAN */u/

memiliki daya awat yang tinggi, karena fonem PAN */u/ tidak ditemukan terwaris

mengalami perubahan pada BK dan BU. Jadi, fonem PAN */u/ dengan teratur

tetap mempertahankan ciri-ciri fonetis fonem protonya.

5.1.3 PAN */ə/ > BK /a/, BU /a/

Fonem PAN */ə/ terwaris dengan mengalami perubahan BK /a/ dan BU /a/

seperti tampak pada data-data di bawah ini.

Posisi PAN BK BU

Awal - - -

Tengah */bənaŋ/ /bana/ /bana/ ‘benang’

*/ləbiq/ /nelabi/ /melabi/ ‘lebih’

Akhir - - -

Page 89: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

69

Seperti yang terlihat pada data di atas, fonem PAN */ə/ pada BK dan BU

direfleksikan dengan fonem /a/. Bedasarkan tabulasi data fonem PAN */ə/ yang

terwaris dengan perubahan BK /a/ dan BU /a/ pada posisi tengah ditemukan dua

dari 200 pasangan cognat, sedangkan fonem PAN */ə/ yang terwaris dengan

perubahan BK /a/ dan BU /a/ pada posisi awal atau akhir tidak ditemukan.

Perubahan fonem PAN */ə/ yang menurunkan fonem BK /a/ dan BU /a/,

karena fonem PAN */ə/ tidak dimiliki oleh BK dan BU. Jadi, fonem PAN */ə/

diganti dengan fonem /a/. Penggantian fonem PAN */ə/ dengan fonem /a/ dapat

disimpulkan bahwa fonem /a/ berada pada satu tempat artikulasi, yaitu posisi

batang lidah sama-sama berada pada posisi tengah tak bundar.

Di sisi lain, PAN */ə/ di samping direfleksikan dengan fonem /a/

ditemukan juga korespondensi fonemis yang lain, yaitu */ə/ > /o/ - /o/. Jelasnya,

perhatikan data di bawah ini.

Posisi PAN BK BU

Awal - - -

Tengah */bəŋəl/ /boŋo/ /boŋo/ ‘tuli’

*/təbu/ /tovu/ /towu/ ‘tebu’

*/təkik/ /toke/ /toke/ ‘tokek’

Akhir - - -

Berdasarkan tabulasi data perubahan fonem PAN */ə/ yang menurunkan

fonem BK /o/ dan BU /o/ pada posisi tengah di temukan tiga dari 200 pasangan

kognat. Perubahan fonem PAN */ə/ yang menurunkan fonem BK /o/ dan BU /o/

Page 90: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

70

merupkan hal yang hampir sama dengan proses sebelumnya. Fonem PAN */ə/

seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa fonem PAN */ə/ tidak dimiliki

oleh BK dan BU. Jadi, fonem PAN */ə/ diganti dengan fonem lain yang memiliki

tempat artikulasi yang sama. Penggantian fonem PAN */ə/ dengan fonem /o/

dapat disimpulkan bahwa fonem /o/ berada pada satu tempat artikulasi yang sama,

yaitu posisi batang lidah sama-sama berada pada posisi sedang. Perhatikan tabel

di bawah ini.

Posisi Lidah

Depan Tak bundar

Tengah Tak bundar

Belakang bundar

Tinggi i u

Sedang e *ə o

Rendah a

5.1.3 Segmen Vokal

Pada tabel di atas tidak menutup kemungkinan bahwa fonem PAN */ə/

juga dapat digantikan dengan fonem /e/ melihat berada pada satu tempat artikulasi.

Perhatikan contoh di bawah ini.

PAN BK BU

*/ləŋat/ /naleŋi/ /moleŋi/ ‘lembab’

Berdasarkan tabulasi data fonem PAN */ə/ yang menurunkan fonem BK

/e/ dan BU /e/ ditemukan satu dari 200 pasangan kognat.

Perubahan fonem PAN */ ə / juga ditemukan secara sporadis menurunkan

fonem BK /a/ dan BU /o/ pada contoh data di bawah ini.

Page 91: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

71

Posisi PAN BK BU

Awal - - -

Tengah */təlur/ /ntalu/ /ntolu/ ‘telur’

Akhir - - -

Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan, bahwa BK dan BU secara

sporadis fonem PAN */ə/ menurunkan fonem BK /a/ dan BU /o/. Jadi,

berdasarkan uraian di atas mengenai pewarisan fonem PAN */ə/ dapat

disimpulkan bahwa fonem PAN */ə/ tidak memiliki daya awet yang tinggi,

dengan kata lain, fonem PAN */ə/ mempunyai kecendrungan berubah atau

digantikan dengan fonem yang lain.

5.1.4 PAN */a/ > BK /a/, BU /a/

Fonem PAN */a/ terwaris secara linear BK /a/ dan BU /a/ seperti tampak

pada data-data yang dicontohkan di bawah ini.

Posisi PAN BK BU

Awal */abu/ /avu/ /awu/ ‘abu’

*/apuy/ /apu/ /apu/ ‘api’

*/ane/ /ane/ /ane/ ‘rayap’

*/ade/ /ade/ /aje/ ‘dagu’

*/atəp/ /ata/ /ata/ ‘atap’

Tengah */ŋasu/ /raŋasu/ /raŋahu/ ‘asap’

*/manuk/ /manu/ /manu/ ‘ayam’

Page 92: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

72

*/babuy/ /bavu/ /bawu/ ‘babi’

*/batu/ /vatu/ /watu/ ‘batu’

*/sakay-an/ /sakaya/ /sakaya/ ‘sampan’

Akhir */apa/ /nuapa/ /apa/ ‘apa’

*/tama/ /toma/ /tuama/ ‘ayah’

*/cerita/ /nojarita/ /mojarita/ ‘berbicara’

*/buŋa/ /vuŋa/ /wuŋa/ ‘bunga’

Seperti terlihat pada data-data di atas, fonem PAN */a/ terwaris linear

secara teratur pada BK /a/ dan BU /a/ pada posisi awal, tengah, dan akhir.

Bedasarkan tabulasi data fonem PAN */a/ yang terwaris secara linear BK /a/ dan

BU /a/ pada posisi awal ditemukan tujuh dari 200 pasangan cognat, fonem PAN

*/a/ yang terwaris linear BK /a/ dan BU /a/ pada posisi tengah ditemukan dua

puluh delapan dari 200 pasangan cognat, dan fonem PAN */a/ yang terwaris

secara linear BK /a/ dan BU /a/ pada posisi akhir ditemukan empat belas dari 200

pasangan cognat. Jelasnya dapat dilihat pada lampiran 5.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fonem PAN */a/

memiliki daya awat yang tinggi, karena fonem PAN */a/ tidak ditemukan terwaris

mengalami perubahan pada BK dan BU. Jadi, fonem PAN */a/ dengan teratur

tetap mempertahankan ciri-ciri fonetis fonem protonya.

Page 93: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

73

5.2 Pewarisan Fonem Konsonan PAN pada BK dan BU

5.2.1 PAN */b/ > BK /b/, BU /b/

Fonem PAN */b/ terwaris linear BK /b/ dan BU /b/ seperti tampak pada

data-data yang dicontohkan di bawah ini.

Posisi PAN BK BU

Awal */baqen/ /baku/ /boku/ ‘bekal’

*/binatan/ /binata/ /binata/ ‘binatang’

*/buDbud/ /buburu/ /bubur/ ‘bubur’

*/bulud/ /bulu/ /bulu/ ‘bukit’

Tengah */jibu/ /jobu/ /jobu/ ‘seribu’

*/kalibaŋbaŋ/ /kalibamba/ /kalibama/ ‘kupu-

kupu’

*/ləbiq/ /nelabi/ /melabi/ ‘lebih’

*/tebus/ /tobusi/ /tebusi/ ‘menebus’

Akhir - - -

Berdasarkan pada data-data di atas, fonem PAN */b/ terwaris linear

dengan teratur BK /b/ dan BU /b/ pada posisi awal dan tengah. Bedasarkan

tabulasi data fonem PAN */b/ yang terwaris linear BK /b/ dan BU /b/ pada posisi

awal ditemukan delapan belas dari 200 pasangan cognat, fonem PAN */b/ yang

terwaris secara linear BK /b/ dan BU /b/ pada posisi tengah ditemukan empat dari

200 pasangan cognat, dan fonem PAN */b/ yang terwaris secara linear BK /b/ dan

BU /b/ pada posisi akhir tidak ditemukan. Jelasnya dapat dilihat pada lampiran 6.

Page 94: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

74

Selain fonem PAN */b/ terwaris linear BK /b/ dan BU /b/, ditemukan juga

korespondensi fonemis lain yiatu */b/ > /v/ - /w/. Dapat dijelaskan bahwa fonem

PAN */b/ memiliki korespondensi dengan fonem BK /v/ dan BU /w/. Jelasnya,

perhatikan data di bawah ini.

Posisi PAN BK BU

Awal */bəŋəl/ /voŋo/ /woŋo/ ‘tuli’

*/bibir/ /vivi/ /wiwi/ ‘bibir’

*/bala/ /vala/ /wala/ ‘kandang’

*/batu/ /vatu/ /watu/ ‘batu’

*/bulan/ /vula/ /wula/ ‘bulan’

*/bulu/ /vulu/ /wulu/ ‘bulu’

*/buŋa/ /vuŋa/ /wuŋa/ ‘bunga’

*/baRa/ /viŋa/ /wiŋa / ‘bahu’

Tengah */abu/ /avu/ /awu/ ‘abu'

*/ləbu/ /sovu/ /awu/ ‘debu’

*/tu(m)buh/ /natuvu/ /tu:wu/ ‘tumbuh’

*/təbu/ /tovu/ /towu/ ‘tebu’

Akhir - - -

Seperti terlihat pada contoh di atas, perubahan fonem PAN */b/ yang

menurunkan fonem BK /v/ dan BU /w/ pada posisi awal ditemukan sembilan dari

200 pasangan cognat, dan fonem PAN */b/ yang menurunkan fonem BK /v/ dan

BU /w/ pada posisi tengah ditemukan empat dari 200 pasangan cognat, sedangkan

Page 95: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

75

pewarisan fonem PAN */b/ yang menurunkan fonem BK /v/ dan BU /w/ pada

posisi akhir tidak ditemukan. Perubahan fonem PAN */b/ yang menurunkan

fonem BK /v/ dan BU /w/ terjadi karena fonem PAN */b/ diikuti oleh bunyi vokal

tinggi yaitu fonem /i/ dan /u/. Hal ini dapat dikaidahkan sebagai berikut.

/v/ V */b/ /w/ [+tinggi]

Pada data di atas juga terlihat bahwa perubahan fonem PAN */b/ yang

menurunkan BK /v/ dan BU /w/ bukan karena diikuti oleh vokal tinggi, melainkan

didahului oleh vokal rendah, yaitu fonem /a/, seperti pada data di bawah ini.

PAN BK BU

*/batu/ /vatu/ /watu/ ‘batu’

Disini dapat dihipotesiskan bahwa korespondensi fonemis */b/ > /v/ - /w/

yang dipengaruhi oleh fonem /a/ merupakan proses analogi. Hal ini dapat

dibuktikan dengan ditemukan data sebagai berikut.

PAN BK BU

*/babuy/ /bavu/ /bawu/ ‘babi’

*/baqen/ /baku/ /boku/ ‘bekal’

Dengan demikian dapat dibuktikan, bahwa perubahan fonem PAN */b/

yang menurunkan fonem BK /v/ dan BU /w/ bukan karena diikuti oleh vokal

rendah, melainkan diikuti oleh vokal tinggi. Jadi, berdasarkan analisis di atas

dapat disimpulkan bahwa fonem PAN */b/ akan mengalami perubahan bila

didahului oleh fonem tinggi, yaitu fonem /a/ dan fonem, /i/.

Page 96: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

76

5.2.2 PAN */p/ > BK /p/, BU /p/

Fonem PAN */p/ terwaris linear BK /p/ dan BU /p/ seperti tampak pada

data-data yang dicontohkan di bawah ini

Posisi PAN BK BU

Awal */ponuq/ /ponu/ /ponu/ ‘penuh’

*/pinter/ /pante/ /pante/ ‘cerdas’

*/panaq/ /pana/ /pana/ ‘panah’

Tengah */apa/ /nuapa/ /apa/ ‘apa’

*/apuy/ /apu/ /apu/ ‘api’

*/sipa/ /sepa/ /sepa/ ‘tendang’

*/sampulu/ /sapuluh/ /hampulu/ ‘sepuluh’

*/lipan/ /lipa/ /lipa/ ‘lipan’

Akhir - - -

Seperti terlihat pada data-data di atas, fonem PAN */p/ terwaris linear

dengan teratur BK /p/ dan BU /p/ pada posisi awal dan tengah. Bedasarkan

tabulasi data fonem PAN */p/ yang terwaris secara linear BK /p/ dan BU /p/ pada

posisi awal ditemukan delapan dari 200 pasangan cognat, fonem PAN */p/ yang

terwaris linear BK /p/ dan BU /p/ pada posisi tengah ditemukan lima dari 200

pasangan cognat, dan fonem PAN */p/ yang terwaris secara linear BK /p/ dan BU

/p/ pada posisi akhir tidak ditemukan. Jelasnya dapat dilihat pada lampiran 7.

Fonem PAN */p/ khususnya dalam BK dan BU pada posisi akhir

mengalami peluluhan bunyi. Perhatikan contoh data di bawah ini.

Page 97: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

77

PAN BK BU

*/atəp/ /ataØ/ /ataØ/ ‘atap’

*/alap/ /alaØ/ /alaØ/ ‘ambil’

Setiap fonem konsonan pada posisi akhir pada BK dan BU akan

mengalami peluluhan bunyi sebagai tanda dari bahasa vokalis. Peluluhan bunyi

pada posisi akhir dikenal dengan istilah apocope.

5.2.3 PAN */m/ > BK /m/, BU /m/

Fonem PAN */m/ terwaris linear BK /m/ dan BU /m/ seperti tampak pada

data-data di bawah ini.

Posisi PAN BK BU

Awal */manuk/ /manu/ /manu/ ‘ayam’

*/madu/ /madu/ /madu/ ‘madu’

*/mata/ /mata/ /mata/ ‘mata’

*/ma(n)taq/ /mata/ /mata/ ‘mentah’ */matay/ /namate/ /mate/ ‘mati’

Tengah */harimaw/ /harimaw/ /harimaw/ ‘harimau’

*/lima/ /alima/ /lima/ ‘lima’

*/ome/ /ome/ /ome/ ‘telan’

*/timun/ /kantimu/ /ntimu/ ‘ketimun’

*/timah/ /tima/ /timah/ ‘timah’

*/tama/ /toma/ /tuama/ ‘bapak’

Akhir - - -

Page 98: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

78

Berdasarkan pada data-data di atas, fonem PAN */m/ terwaris linear

dengan teratur BK /m/ dan BU /m/ pada posisi awal dan tengah. Bedasarkan

tabulasi data fonem PAN */m/ yang terwaris linear BK /m/ dan BU /m/ pada

posisi awal ditemukan lima dari 200 pasangan cognat, fonem PAN */m/ yang

terwaris secara linear BK /m/ dan BU /m/ pada posisi tengah ditemukan enam dari

200 pasangan cognat, dan fonem PAN */m/ yang terwaris secara linear BK /m/

dan BU /m/ pada posisi akhir tidak ditemukan, tatapi fonem PAN */m/ pada posisi

akhir ditemukan mengalami peluluhan bunyi seperti pada data di bawah ini.

Jumlahnya sangat terbatas.

PAN BK BU

*/jarum/ /jaruØ/ /jaruØ/ ‘jarum’

*/tadəm/ /natadaØ/ /motajaØ/ ‘tajam’

Jadi, setiap fonem konsonan pada posisi akhir pada BK dan BU akan

mengalami peluluhan bunyi sebagai tanda dari bahasa vokalis.

5.2.4 PAN */d/ > BK /d/, BU /d/

Fonem PAN */d/ terwaris linear BK /d/ dan BU /d/ seperti tampak pada

data-data di bawah ini.

Posisi PAN BK BU

Awal */dusah/ /dosa/ /dosa/ ‘dosa’

*/dala/ /dara/ /dara/ ‘merpati’

*/dilaq/ /dila/ /dila/ ‘lidah’

Page 99: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

79

Tengah */landak/ /landa/ /landa/ ‘landak’

*/madu/ /madu/ /madu/ ‘madu’

*/sedia/ /sadia/ /sadia/ ‘menyediakan’

*/tanda/ /tandana/ /tanda/ ‘pertanda’

Akhir - - -

Seperti terlihat pada data-data di atas, fonem PAN */d/ terwaris linear

dengan teratur BK /d/ dan BU /d/ pada posisi awal dan tengah. Bedasarkan

tabulasi data fonem PAN */d/ yang terwaris linear BK /d/ dan BU /d/ pada posisi

awal ditemukan tiga dari 200 pasangan cognat, fonem PAN */d/ yang terwaris

secara linear BK /d/ dan BU /d/ pada posisi tengah ditemukan empat dari 200

pasangan cognat, dan fonem PAN */d/ yang terwaris secara linear BK /d/ dan BU

/d/ pada posisi akhir tidak ditemukan, tatapi fonem PAN */d/ pada posisi akhir

ditemukan mengalami peluluhan bunyi seperti pada data di bawah ini. Jumlahnya

sangat terbatas.

PAN BK BU

*/bulud/ /buluØ/ /buluØ/ ‘bukit’

Jadi, setiap fonem konsonan pada posisi akhir pada BK dan BU akan

mengalami peluluhan bunyi sebagai tanda dari bahasa vokalis. Di sisi lain fonem

PAN */d/ juga ditemukan mengalami perubahan. Perhatikan data di bawah ini.

PAN BK BU

*/di/ /ri/ /ri/ ‘di’

*/bayad/ /bayari/ /bayari/ ‘membayar’

Page 100: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

80

Seperti yang terlihat pada data di atas, bahwa fonem PAN */d/

menurunkan fonem BK /r/ dan BU /r/. Perubahan fonem PAN */d/ yang

menurunkan fonem BK /r/ dan BU /r/ karena fonem PAN */d/ diikuti oleh fonem

/i/. hal ini dapat dikaidahkan sebagai berikut.

V +tinggi */d/ /r/ -belakang

Jadi, dapat dijelaskan bahwa fonem PAN */d/ akan menjadi /r/ bila diikuti

oleh bunyi /i/ pada posisi akhir.

Pada data berikut ini perlu juga untuk dijelaskan bahwa fonem PAN */d/

ditemukan mengalami perubahan yang spodaris. Jelasnya, perhatikan data di

bawah ini.

PAN BK BU

*/daga/ /jagai/ /jaga/ ‘menjaga’

*/uda/ /uja/ /uda/ ‘hujan’

*/ade/ /ade/ /aje/ ‘dagu’

Berdasarkan pada data-data di atas, fonem */d/ PAN mengalami

perubahan yang spodaris pada posisi awal dan tengah. jumlahnya sangat terbatas.

5.2.5 PAN */t/ > BK /t/, BU /t/

Fonem PAN */t/ terwaris linear BK /t/ dan BU /t/ seperti tampak pada

data-data yang dicontohkan di bawah ini.

Posisi PAN BK BU

Page 101: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

81

Awal */tama/ /toma/ /tuama/ ‘ayah’

*/timah/ /tima/ /tima/ ‘timah’

*/tau/ /tona/ /tauna/ ‘orang’

Tengah */batu/ /vatu/ /watu/ ‘batu’

*/itik/ /titi/ /titih/ ‘itik’ */kutu/ /kutu/ /kutu/ ‘kutu’ */mata/ /mata/ /mata/ ‘mata’ */matay/ /namate/ /mate/ ‘mati’

Akhir - - -

Seperti terlihat pada data-data di atas, fonem PAN */t/ secara linear

terwaris teratur BK /t/ dan BU /t/ pada posisi awal dan tengah. Bedasarkan

tabulasi data fonem PAN */t/ yang terwaris linear BK /t/ dan BU /t/ pada posisi

awal ditemukan dua puluh tiga dari 200 pasangan cognat, fonem PAN */t/ yang

terwaris secara linear BK /t/ dan BU /t/ pada posisi tengah ditemukan dua puluh

dari 200 pasangan cognat, dan fonem PAN */t/ yang terwaris secara linear BK /t/

dan BU /t/ pada posisi akhir tidak ditemukan. Jelasnya dapat dilihat pada lampiran

8.

Di sisi lain fonem PAN */t/ pada posisi akhir ditemukan mengalami

peluluhan bunyi seperti pada data di bawah ini. Jumlahnya sangat terbatas.

PAN BK BU

*/surat/ /suraØ/ /suraØ/ ‘surat’

*/laŋit/ /laŋiØ/ /laŋiØ/ ‘angit’

Page 102: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

82

*/ləŋat/ /naleniØ/ /moleŋiØ/ ‘lembab’

*/kilat/ /kilaØ/ /kila:Ø/ ‘kilat’

Jadi, setiap fonem konsonan /t/ pada posisi akhir pada BK dan BU akan

mengalami peluluhan bunyi sebagai tanda dari bahasa vokalis.

5.2.6 PAN */n/ > BK /n/, BU /n/

Fonem PAN */n/ terwaris linear BK /n/ dan BU /n/ seperti tampak pada

data-data yang dicontohkan di bawah ini.

Posisi PAN BK BU

Awal - - -

Tengah */manuk/ /manu/ /manu/ ‘ayam’

*/bənaŋ/ /bana/ /bana/ ‘benang’

*/kuniŋ/ /kuni/ /mokuni/ ‘kuning’

*/tunu/ /notunu/ /tunu/ ‘panggang’

Akhir - - -

Seperti terlihat pada data-data di atas, fonem PAN */n/ terwaris linear BK

/n/ dan BU /n/ pada posisi tengah. Bedasarkan tabulasi data fonem PAN */n/ yang

terwaris linear BK /n/ dan BU /n/ pada posisi tengah ditemukan dua puluh satu

dari 200 pasangan cognat. Jelasnya dapat dilihat pada lampiran 9.

Selain fonem PAN */n/ dengan teratur menurunkan fonem BK /n/ dan BU

/n/ pada posisi tengah, juga ditemukan fonem PAN */n/ pada posisi akhir

Page 103: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

83

mengalami peluluhan bunyi seperti pada data di bawah ini. Jumlahnya sangat

terbatas.

PAN BK BU

*/bulan/ /vulaØ/ /wulaØ/ ‘bulan’

*/lipan/ /lipaØ/ /lipaØ/ ‘lipan’

*/timun/ /kantimuØ/ /ntimuØ/ ‘ketimun’

Jadi, setiap fonem konsonan /n/ pada posisi akhir pada BK dan BU akan

mengalami peluluhan bunyi sebagai tanda dari bahasa vokalis.

5.2.7 PAN */ŋ/ > BK /ŋ/, BU /ŋ/

Fonem PAN */ŋ/ terwaris linear BK /ŋ/ dan BU /ŋ/ seperti tampak pada

data-data di bawah ini.

Posisi PAN BK BU

Awal */ŋisi/ /ŋisi/ /ŋihi/ ‘gigi’

Tengah */taliŋa/ /taliŋa/ /tiliŋa/ ‘telinga’

*/laŋit/ /laŋi/ /laŋi/ ‘angit’

*/ləŋat/ /naleŋi/ /moleŋi/ ‘lembab’

*/buŋa/ /vuŋa/ /wuŋa/ ‘bunga’

*/bəŋəl/ /voŋo/ /woŋo/ ‘tuli’

*/boŋi/ /naboŋi/ /mobeŋi/ ‘malam’

Akhir - - -

Page 104: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

84

Seperti terlihat pada data-data di atas, fonem PAN */ŋ/ secara linear

terwaris teratur BK /ŋ/ dan BU /ŋ/ pada posisi awal dan tengah. Bedasarkan

tabulasi data fonem PAN */ŋ/ yang terwaris linear BK /ŋ/ dan BU /ŋ/ pada posisi

awal ditemukan satu dari 200 pasangan cognat, fonem PAN */ŋ/ yang terwaris

secara linear BK /ŋ/ dan BU /ŋ/ pada posisi tengah ditemukan enam dari 200

pasangan cognat, dan fonem PAN */ŋ/ yang terwaris secara linear BK /ŋ/ dan BU

/ŋ/ pada posisi akhir tidak ditemukan, tetapi ditemukan mengalami peluluhan

bunyi seperti pada data di bawah ini.

PAN BK BU

*/bənaŋ/ /banaØ/ /banaØ/ ‘benang’

*/dagiŋ/ /dagiØ/ /dagiØ/ ‘daging’

*/kuniŋ/ /kuniØ/ /mokuniØ/ ‘kuning’

*/kalibaŋbaŋ/ /kalibambaØ/ /kalibamaØ/ ‘kupu-kupu’

*/u(n)tuŋ/ /nauntuØ/ /mo untuØ/ ‘untung’

*/tu(ŋ)kaŋ/ /tukaØ/ /tukaØ/ ‘tukang’

Jadi, setiap fonem konsonan /ŋ/ pada posisi akhir pada BK dan BU akan

mengalami peluluhan bunyi sebagai tanda dari bahasa vokalis.

5.2.8 PAN */j/ > BK /j/, BU /j/

Fonem PAN */j/ terwaris linear BK /j/ dan BU /j/ seperti tampak pada

data-data di bawah ini.

Posisi PAN BK BU

Awal */jara/ /jara/ /jara/ ‘kuda’

Page 105: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

85

Tengah */baju/ /baju/ /baju/ ‘baju’

Akhir - - -

Seperti terlihat pada data-data di atas, fonem PAN */j/ secara linear

terwaris teratur BK /j/ dan BU /j/ pada posisi awal dan tengah. Bedasarkan

tabulasi data fonem PAN */j/ yang terwaris linear BK /j/ dan BU /j/ pada posisi

awal ditemukan satu dari 200 pasangan cognat, fonem PAN */j/ yang terwaris

secara linear BK /j/ dan BU /j/ pada posisi tengah juga ditemukan satu dari 200

pasangan cognat, dan fonem PAN */j/ yang terwaris secara linear BK /j/ dan BU

/j/ pada posisi akhir tidak ditemukan, tetapi ditemukan mengalami peluluhan

bunyi seperti pada data di bawah ini.

PAN BK BU

*/bulaj/ /nabulaØ/ /bulaØ/ ‘putih’

Jadi, setiap fonem konsonan /j/ pada posisi akhir pada BK dan BU akan

mengalami peluluhan bunyi sebagai tanda dari bahasa vokalis.

5.2.9 PAN */k/ > BK /k/, BU /k/

Fonem PAN */k/ terwaris linear BK /k/ dan BU /k/ seperti tampak pada

data-data yang dicontohkan di bawah ini.

Posisi PAN BK BU

Page 106: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

86

Awal */kai (nN)/ /kae/ /kai/ ‘kain’

*/kaju/ /kayu/ /kaju/ ‘kayu’

*/kilat/ /kila/ /kila:/ ‘kilat’

*/kalibaŋbaŋ/ /kalibamba/ /kalibama/ ‘kupu-

kupu’

Tengah */sakay-an/ /sakaya/ /sakaya/ ‘sampan’

*/pakay/ /pake/ /pake/ ‘memakai’

*/aku/ /yaku/ /aku/ ‘saya’

Akhir - - -

Seperti terlihat pada data-data di atas, fonem PAN */k/ secara linear

terwaris teratur BK /k/ dan BU /k/ pada posisi awal dan tengah. Bedasarkan

tabulasi data fonem PAN */k/ yang terwaris linear BK /k/ dan BU /k/ pada posisi

awal ditemukan delapan dari 200 pasangan cognat, fonem PAN */k/ yang terwaris

secara linear BK /k/ dan BU /k/ pada posisi tengah ditemukan tujuh dari 200

pasangan cognat, dan fonem PAN */k/ yang terwaris secara linear BK /k/ dan BU

/k/ pada posisi akhir tidak ditemukan. Jelasnya dapat dilihat pada lampiran 10.

Di sisi lain fonem PAN */k/ pada posisi akhir ditemukan mengalami

peluluhan bunyi seperti pada data di bawah ini.

PAN BK BU

*/anak/ /anaØ/ /anaØ/ ‘anak’

*/təkik/ /tokeØ/ /tokeØ/ ‘tokek’

*/tusuk/ /tosuØ/ /tohuØ/ ‘tusuk’

Page 107: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

87

*/landak/ /landaØ/ /landaØ/ ‘landak’

*/manuk/ /manuØ/ /manuØ/ ‘ayam’

Jadi, setiap fonem konsonan /k/ pada posisi akhir pada BK dan BU akan

mengalami peluluhan bunyi sebagai tanda dari bahasa vokalis.

5.2.10 PAN */g/ > BK /g/, BU /g/

Fonem PAN */g/ terwaris linear BK /g/ dan BU /g/ seperti tampak pada

data-data di bawah ini.

Posisi PAN BK BU

Awal */gazi/ /gaji/ /gaji/ ‘gergaji’

Tengah */daga/ /nojagai/ /rajaga/ ‘menjaga’

Akhir - - -

Seperti terlihat pada data-data di atas, fonem PAN */g/ secara linear

terwaris teratur BK /g/ dan BU /g/ pada posisi awal dan tengah. Bedasarkan

tabulasi data fonem PAN */g/ yang terwaris linear BK /g/ dan BU /g/ pada posisi

awal ditemukan satu dari 200 pasangan cognat, fonem PAN */g/ yang terwaris

secara linear BK /g/ dan BU /g/ pada posisi tengah juga ditemukan satu dari 200

pasangan cognat, dan fonem PAN */g/ yang terwaris secara linear BK /k/ dan BU

/g/ pada posisi akhir tidak ditemukan.

Di sisi lain fonem PAN */g/ pada posisi akhir ditemukan mengalami

peluluhan bunyi seperti pada data di bawah ini.

Page 108: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

88

PAN BK BU

*/kunig/ /kuni/ /kuni/ ‘kunyit’

*/laləg/ /lali/ /dali/ ‘lalat’

Jadi, setiap fonem konsonan /k/ pada posisi akhir pada BK dan BU akan

mengalami peluluhan bunyi sebagai tanda dari bahasa vokalis.

5.2.11 PAN */l/ > BK /l/, BU /l/

Fonem PAN */l/ terwaris linear BK /l/ dan BU /l/ seperti tampak pada

data-data yang dicontohkan di bawah ini.

Posisi PAN BK BU

Awal */laŋit/ /laŋi/ /laŋi/ ‘langit’

*/lipan/ /lipa/ /lipa/ ‘lipan’

*/lana/ /lana/ /lana/ ‘minyak’

Tengah */ular/ /ule/ /ule/ ‘ular’

*/bulud/ /bulu/ /bulu/ ‘bukit’

*/bulan/ /vula/ /wula/ ‘bulan’

*/bulu/ /vulu/ /wulu/ ‘bulu’

Akhir - - -

Fonem PAN */l/ terwaris secara linear BK /l/ dan BU /l/. Pewarisan linear

PAN */l/ terjadi secara teratur BK /l/ dan BU /l/ pada posisi awal dan tengah.

Bedasarkan tabulasi data fonem PAN */l/ yang terwaris secara linear BK /l/ dan

BU /l/ pada posisi awal ditemukan delapan dari 200 pasangan cognat, fonem PAN

Page 109: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

89

*/l/ yang terwaris secara linear BK /l/ dan BU /l/ pada posisi tengah ditemukan

tujuh belas dari 200 pasangan cognat, dan fonem PAN */l/ yang terwaris secara

linear BK /l/ dan BU /l/ pada posisi akhir tidak ditemukan, tatapi fonem PAN */l/

pada posisi akhir ditemukan mengalami peluluhan bunyi seperti pada data di

bawah ini. Jumlahnya sangat terbatas.

PAN BK BU

*/bəŋəl/ /voŋoØ/ /woŋoØ/ ‘tuli’

Jadi, berdasarkan analisis di atas dapat disimpulkan bahwa fonem PAN

*/l/ memiliki daya awat yang tinggi. Terlihat fonem PAN */l/ sebagian besar

terwaris secara linear dengan teratur tetap mempertahankan ciri-ciri fonetis fonem

protonya pada posisi awal dan tengah pada BK dan BU. Jelasnya dapat dilihat

pada lampiran 11.

5.2.12 PAN */r/ > BK /r/, BU /r/

Fonem PAN */r/ terwaris linear BK /r/ dan BU /r/ seperti tampak pada

data-data di bawah ini.

Posisi PAN BK BU

Awal */rasa/ /rasai/ /rasa/ ‘mencicipi’

*/rantay/ /rante/ /rante/ ‘rantai’

*/rano/ /rano/ /rano/ ‘danau’

*/rusu/ /rusu/ /ruhu/ ‘rusuk’

Page 110: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

90

Tengah */cerita/ /nojarita/ /mojarita/ ‘berbicara’

*/dara/ /ra/ /ra:/ ‘darah’

*/harimaw/ /harimaw/ /harimaw/ ‘harimau’

*/maturu/ /naturu/ /turu/ ‘tidur’

*/surat/ /sura/ /sura/ ‘surat’

Akhir - - -

Seperti terlihat pada data-data di atas, fonem PAN */r/ secara linear

terwaris teratur BK /r/ dan BU /r/ pada posisi awal dan tengah. Bedasarkan

tabulasi data fonem PAN */r/ yang terwaris linear BK /r/ dan BU /r/ pada posisi

awal ditemukan empat dari 200 pasangan cognat, fonem PAN */r/ yang terwaris

secara linear BK /r/ dan BU /r/ pada posisi tengah ditemukan lima dari 200

pasangan cognat, dan fonem PAN */r/ yang terwaris secara linear BK /r/ dan BU

/r/ pada posisi akhir tidak ditemukan, tetapi di sisi lain fonem PAN */k/ pada

posisi akhir ditemukan mengalami peluluhan bunyi seperti pada data di bawah ini.

PAN BK BU

*/bibir/ /viviØ/ /wiwiØ/ ‘bibir’

*/ular/ /uleØ/ /uleØ/ ‘ular’

*/təlur/ /ntaluØ/ /ntoluØ/ ‘telur’

*/pinter/ /panteØ/ /panteØ/ ‘cerdas’

Jadi, dapat disimpulkan bahwa fonem PAN */r/ memiliki daya awat yang

tinggi. Terlihat fonem PAN */r/ sebagian besar terwaris secara linear dengan tetap

mempertahankan ciri-ciri fonetis fonem protonya pada posisi awal dan tengah

Page 111: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

91

pada BK dan BU, kecuali pada posisi akhir PAN */r/ akan mengalami peluluhan

bunyi seperti pada pola-pola sebelumnya.

5.2.13 PAN */s/ > BK /s/, BU /s/

Fonem PAN */s/ terwaris linear BK /s/ dan BU /s/ seperti tampak pada

data-data yang dicontohkan di bawah ini.

Posisi PAN BK BU

Awal */sakay-an/ /sakaya/ /sakaya/ ‘sampan’

*/salaq/ /nasala/ /sala/ ‘keliru’

*/susu/ /susu/ /susu / ‘payudara’

*/seDia/ /sadia/ /sadia/ ‘menyediakan’

*/sumbuq/ /sumbu/ /sumpu/ ‘sumbu’

*/surat/ /sura/ /sura/ ‘surat’

*/sia/ /sasio/ /sio/ ‘sembilan’

*/sala/ /nasala/ /sala/ ‘salah’

*/sipa/ /sepa/ /sepa/ ‘tendang’

Tengah */dusah/ /dosa/ /dosa/ ‘dosa’

*/rasa/ /perasai/ /perasa/ ‘mencicipi’

Akhir - - -

Seperti terlihat pada data-data di atas, fonem PAN */s/ secara linear

terwaris teratur BK /s/ dan BU /s/ pada posisi awal dan tengah. Bedasarkan

tabulasi data fonem PAN */s/ yang terwaris linear BK /s/ dan BU /s/ pada posisi

Page 112: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

92

awal ditemukan sembilan dari 200 pasangan cognat, fonem PAN */s/ yang

terwaris secara linear BK /s/ dan BU /s/ pada posisi tengah ditemukan dua dari

200 pasangan cognat, dan fonem PAN */s/ yang terwaris secara linear BK /s/ dan

BU /s/ pada posisi akhir tidak ditemukan, tetapi jika fonem PAN */s/ berada pada

posisi akhir pada BK dan BU maka fonem PAN */s/ akan ditambahkan dengan

fonem /i/. Perhatikan data di bawah ini.

PAN BK BU

*/tebus/ /notobusi/ /retebusi/ ‘menebus’

Data di atas menjelaskan bahwa BK dan BU adalah bahasa vokalis yang

menolak kehadiran fonem konsonan pada posisi akhir. Hal ini dapat dikaidahkan

sebagai berikut.

Ø /i/ /s/ #

Pada data berikut ini juga perlu untuk dijelaskan bahwa selain fonem PAN

*/s/ secara linear menurunkan BK /s/ dan BU /s/, fonem PAN */s/ secara khusus

ditemukan mengalami perubahan yang spodaris pada BU, yaitu fonem PAN */s/

secara sporadis menurunkan fonem /h/ pada BU. Jelasnya, perhatikan data di

bawah ini.

PAN BK BU

*/sa(m)pulu/ /sapuluh/ /hampulu/ ‘sepuluh’

*/siku/ /siku/ /hiku/ ‘siku’

*/ŋisi/ /ŋisi/ /ŋihi/ ‘gigi’

*/rusa/ /rusa/ /ruha/ ‘rusa’

Page 113: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

93

*/rusu/ /rusu/ /ruhu/ ‘rusuk’

Berdasarkan pada data-data di atas, fonem */s/ PAN mengalami perubahan

secara spodaris pada BU pada posisi awal dan tengah. jumlahnya sangat terbatas.

5.3 Pewarisan Diftong PAN pada BK dan BU

5.3.1 PAN */ay/ > BK /e/, BU /e/

Diftong PAN */ay/ terwaris mengalami perubahan BK /e/ dan BU /e/

seperti tampak pada data-data yang dicontohkan di bawah ini.

Posisi PAN BK BU

Awal - - -

Tengah - - -

Akhir */binay/ /mombine/ /tobine/ ‘istri’

*/rantay/ /rante/ /rante/ ‘rantai’

*/matay/ /namate/ /mate/ ‘mati’

*/pakay/ /nompake/ /mopake/ ‘memakai’

Seperti terlihat pada data di atas, diftong PAN */ay/ terwaris dengan

perubahan pada BK /e/ dan BU /e/ pada posisi akhir. Berdasarkan tabulasi data

diftong PAN */ay/ yang terwaris menjadi monoftong BK /e/ dan BU /e/ pada

posisi akhir ditemukan empat dari 200 pasang kognat.

Perubahan diftong PAN */ay/ menjadi monoftong BK /e/ dan BU /e/ pada

posisi akhir, karena BK dan BU adalah bahasa yang tergolong bahasa vokalis, jadi

Page 114: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

94

konsekuensinya, setiap silabel pada posisi akhir akan mengalami peluluhan bunyi,

begitu juga halnya dengan diftong akan menjadi monoftong.

5.3.2 PAN */uy/ > BK /u/, BU /u/

Diftong PAN */uy/ terwaris menjadi monoftong BK /u/ dan BU /u/ seperti

tampak pada data-data yang dicontohkan di bawah ini.

Posisi PAN BK BU

Awal - - -

Tengah - - -

Akhir */apuy/ /apu/ /apu/ ‘api’

*/babuy/ /bavu/ /bawu/ ‘babi’

Demikian pula dengan diftong PAN */ay/, diftong PAN */uy/ juga

terwaris menjadi monoftong BK /u/ dan BU /u/ pada posisi akhir. Berdasarkan

tabulasi data diftong PAN */uy/ yang terwaris menjadi monoftong BK /u/ dan BU

/u/ pada posisi akhir ditemukan dua dari 200 pasang kognat. Perubahan diftong

PAN */uy/ menjadi monoftong BK /u/ dan BU /u/ pada posisi akhir, karena setiap

silabel pada posisi akhir pada BK dan BU akan mengalami proses monoftongisasi.

Jadi diftong PAN */uy/ akan menjadi monoftong /u/ pada posisi akhir pada BK

dan BU.

Page 115: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

95

5.4 Tipe-Tipe Perubahan Bunyi

Berdasarkan gambaran pewarisan fonem-fonem PAN pada BK dan BU di

atas, dapat diuraikan kembali tipe-tipe perubahan fonem PAN pada BK dan BU.

Tipe-tipe perubahan fonem tersebut dijelaskan berikut ini.

5.4.1 Perengkahan (split)

*/ə/ > /a/ PAN BK BU

*/bənaŋ/ /bana/ /bana/ ‘benang’

*/ləbiq/ /nelabi/ /melabi/ ‘lebih’

*/ə/ > /e/ PAN BK BU

*/ləŋat/ /naleni/ /moleŋi/ ‘lembab’

*/ə/ > /o/ PAN BK BU

*/bəŋəl/ /voŋo/ /woŋo/ ‘tuli’

*/təbu/ /tovu/ /towu/ ‘tebu’

*/təkik/ /toke/ /toke/ ‘tokek’

*/ə/ > /a/ - /o/ PAN BK BU

*/təlur/ /ntalu/ /ntolu/ ‘telur’

/a/

Jadi : */ə/ /e/

/o/

Berdasarkan data-data di atas, fonem PAN */ə/ yang memiliki fitur

[+silabis, +sonoran, +bersuara] mengalami perengkahan atau pecah menjadi tiga

fonem yaitu fonem /e/, /a/, dan /o/.

Page 116: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

96

Fonem /a/ yang mewarisi semua fitur protonya yaitu [+silabis, +sonoran,

+bersuara], fonem /o/ juga mewarisi semua fitur protonya yaitu [+silabis,

+sonoran, +bersuara], dan fonem /e/ yang juga mewarisi semua fitur protonya

yaitu [+silabis, +sonoran, +bersuara]. Proses ini terbukti merupakan proses

perengkahan kerena masing-masing fonem mewarisi beberapa fitur protonya.

Pecahnya fonem PAN */ə/ yang menurunkan beberapa fonem pada BK

dan BU, karena fonem /ə/ tidak dimiliki oleh BK dan BU. Jadi, fonem PAN */ə/

diganti dengan fonem-fonem yang lain yang berada pada satu tempat artikulasi.

Perangkahan fonem PAN yang lain juga ditemukan pada BK dan BU,

perhatikan data di bawah ini.

*/i/ > /e/ PAN BK BU

*/bile/ /beli/ /beli/ ‘juling’

*/[l]intaq/ /parenta/ /parenta/ ‘memerintah’

*/sipa/ /sepa/ /sepa/ ‘tendang’

*/bintaŋ/ /betue/ /betue/ ‘bintang’

*/itu(h)/ /etu/ /etu/ ‘itu’

*/i/ > /o/ PAN BK BU

*/jibu/ /jobu/ / jobu/ ‘seribu’

*/i/ > /a/ PAN BK BU

*/pinter/ /pante/ /pante/ ‘cerdas’

*/i/ > /i/, jelasnya dapat dilihat pada lampiran 3.

Page 117: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

97

/e/

Jadi : */i/ /o/

/a/

/i/

Proses ini juga terbukti merupakan proses perengkahan atau pecahnya

suatu fonem proto menjadi beberapa fonem pada bahasa turunannya, karena setiap

fonem pada bahasa turunannya yaitu BK dan BU mewarisi beberapa fitur dari

fonem protonya. Fonem PAN */i/ yang memiliki fitur [+silabis, +sonoran,

+bersuara, +depan], mengalami perengkahan atau pecah menjadi empat buah

fonem yaitu; fonem /i/ yang mewarisi semua fitur protonya yaitu [+silabis,

+sonoran, +bersuara], fonem /e/ yang juga mewarisi beberapa fitur protonya yaitu

[+silabis, +sonoran, +bersuara], fonem /o/ yang juga mewarisi beberapa fitur

protonya yaitu [+silabis, +sonoran, +bersuara], dan fonem /a/ yang juga mewarisi

beberapa fitur protonya yaitu [+silabis, +sonoran, +bersuara].

Perengkahan fonem PAN */i/ yang menurunkan tiga fonem pada BK dan

BU disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, fonem PAN */i/ jika diikuti oleh

fonem /t/, /r/, dan /p/ pada BK dan BU maka fonem PAN */i/ akan menjadi fonem

BK/e/ dan BU /e/, lebih jelasnya perhatihan kaidah di bawah ini.

K +konsonantal /e/ -lateral */i/ K +konsonantal /e/ - malar +anterior

Page 118: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

98

Kedua, fonem PAN */i/ secara sporadis menurunkan fonem /o/ dan /a/

dengan jumlah yang sangat terbatas.

5.4.2 Peleburan (merger)

*/ay/ > /e/ PAN BK BU

*/binay/ /mombine/ /tobine/ ‘istri’

*/rantay/ /rante/ /rante/ ‘rantai’

*/matay/ /namate/ /mate/ ‘mati’

*/pakay/ /nompake/ /mopake/ ‘memakai’

*/uy/ > /u/ PAN BK BU

*/apuy/ /apu/ /apu/ ‘api’

*/babuy/ /bavu/ /bawu/ ‘babi’

Jadi: */a/ /e/

*/y/

*/u/ /u/

*/y/

Fonem PAN */a/ yang berfitur [+silabis, +sonoran, +bersuara, +rendah],

fonem PAN */u/ yang berfitur [+silabis, +sonoran, +bersuara, +belakang, -bulat],

dan fonem PAN */y/ yang berfitur [+sonorant, +bersuara, +tinggi]. Pada data-data

di atas terlihat diftong PAN */ay/ melebur menjadi monoftong BK /e/ dan BU/e/

pada posisi akhir. Ini merupakan proses peleburan karena fonem /e/ mewarisi

beberapa fitur protonya yaitu [+silabis, +sonoran, +bersuara]. Di sisi lain diftong

Page 119: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

99

PAN */uy/ juga mengalami peleburan pada BK /u/ dan BU /u/ pada posisi akhir.

Sama halnya dengan fonem /e/, fonem /u/ pada BK dan BU juga mewarisi

beberapa fitur protonya yaitu [+silabis, +sonoran, +bersuara, +belakang].

Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas, setiap diftong pada BK dan

BU pada posisi akhir akan mengalami proses monoftongisasi, yaitu suatu gejala

perubahan bunyi, dari diftong menjadi monoftong. Hal ini dapat diilustrasikan

sebagai berikut.

*/ay/ /e/ _____#

*/uy/ /u/ _____#

5.4.3 Peluluhan bunyi (Phonemic lose)

Sistem fonem BK dan BU yang tergolong bahasa vokalis, maka sebagian

besar konsonan pada posisi akhir mengalami peluluhan bunyi pada BK dan BU.

Peluluhan bunyi yang ditemukan pada BK dan BU adalah sebagai berikut.

Posisi PAN BK BU

Awal - - -

Tengah - - -

Akhir */alap/ /alaØ/ /alaØ/ ‘ambil’

*/jarum/ /jaruØ/ /jaruØ/ ‘jarum’

*/bulud/ /buluØ/ /buluØ/ ‘bukit’

*/laŋit/ /laŋiØ/ /laŋiØ/ ‘angit’

*/bulan/ /vulaØ/ /wulaØ/ ‘bulan’

Page 120: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

100

*/bənaŋ/ /banaØ/ /banaØ/ ‘benang’

*/bulaj/ /nabulaØ/ /bulaØ/ ‘putih’

*/manuk/ /manuØ/ /manuØ/ ‘ayam’

*/kunig/ /kuniØ/ /kuniØ/ ‘kunyit’

*/bəŋəl/ /voŋoØ/ /woŋoØ/ ‘tuli’

*/təlur/ /ntaluØ/ /ntoluØ/ ‘telur’

*/dilaq/ /dilaØ/ /jilaØ/ ‘lidah’

Berdasarkan pada data-data di atas, dapat dikaidahkan sebagai berikut.

*/p/,*/t/,*/d/,*/l/,*/m/,*/n/,*/ŋ/,*/j/,*/q/,*/k/,*/g/,*/r/ Ø ____ #

Fonem PAN */p/,*/t/,*/d/,*/l/,*/m/,*/n/,*/ŋ/,*/j/,*/q/,*/k/,*/g/,*/r/ pada

posisi akhir pada BK dan BU mengalami peluluhan bunyi menjadi Ø. Hal ini

merupakan gejala aferesis, yaitu hilangnya fonem pada posisi akhir, yang

menandakan, bahwa BK dan BU merupkan bahasa yang tergolong bahasa vokalis.

5.4.4 Penggantian (shift)

*/b/ > /v/-/w/ PAN BK BU

*/abu/ /avu/ /awu/ ‘abu’

*/babuy/ /bavu/ /bawu/ ‘babi’

*/bibir/ /vivi/ /wiwi/ ‘bibir’ */təbu/ /tovu/ /towu/ ‘tebu’

*/batu/ /vatu/ /watu/ ‘batu’

Page 121: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

101

/w/

*/b/ /v/

Dalam pewarisan fonem PAN pada BK dan BU, ditemukan juga proses

penggantian atau substitusi, yaitu satu fonem diganti dengan fonem yang lain.

Fonem PAN */b/ mengalami penggantian atau substitusi dalam BK dan BU.

Fonem PAN */b/ diganti menjadi fonem BK /v/ dan BU /w/. perhatikan kaidah

berikut ini.

/v/ V */b/ /w/ [+tinggi]

Fonem PAN */b/ menjadi BK /v/ dan BU /w/ bila fonem PAN */b/

didahului oleh fonem vokal tinggi yaitu fonem /i/ dan /u/.

5.4.5 Metatesis

PAN BK BU

*/bile/ /beli/ /beli/ ‘juling’

*/diki/ /kodi/ /kedi/ ‘kecil’

*/luqa/ /kula/ /kula/ ‘jahe’

*/tia/ /tai/ /tai/ ‘perut’

Berdasarkan pada data-data di atas, terlihat tidak ada penyisipan,

peluluhan ataupun perubahan bunyi yang khusus (disyarati oleh suatu lingkungan

tertentu). Jadi, unsur-unsur PAN yang terwaris pada BK dan BU dengan pola

perubahan di atas mutlak merupakan proses metatesis. Perubahan metatesis ini

Page 122: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

102

tidak biasa, jadi tidak bisa dikaidahkan secara umum. Perubahan metatesis ini

disebabkan oleh salah pengucapan.

Page 123: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

103

BAB VI

KORESPONDENSI FONEM PROTO-AUSTRONESIA PADA

BAHASA KAILI DAN BAHASA UMA

Sehubungan dengan perubahan dan perkembangan bahasa, ditemukan

adanya perubahan-perubahan yang teratur (dalam arti perubahan itu terjadi karena

disyarati oleh lingkungan linguistik tertentu) antara fonem-fonem PAN dengan

BK dan BU, serta ditemukan juga perubahan-perubahan yang tidak teratur.

Perubahan bunyi yang tidak teratur ini bersifat sporadis (dalam arti tidak disyarati

oleh lingkungan linguistik tertentu) (Bynon 1979: 29 - 30; Crowley 1987: 25 - 47;

Hock 1988: 62- 116).

6.1 Perangkat Korespondensi Fonemis

Secara singkat, pertalian fonem vokal PAN pada BK dan BU dapat di

gambarkan sebagai berikut.

PAN BK/BU

*/i/ /e/ - /e/

/a/ - /a/

/o/ - /o/

*/ə/ /a/ - /a/

/o/ - /o/

/e/ - /e/

103

Page 124: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

104

Selanjut, pertalian fonem konsonan PAN dapat BK dan BU dapat di

gambarkan sebagai berikut.

PAN BK/BU

*/b/ /v/ - /w/

*/d/ /r/ - /r/

*/p/

*/t/

*/l/

*/m/

*/n/ Ø #

*/ŋ/

*/j/

*/q/

*/k/

*/g/

*/r/

Selanjutnya, pertalian diftong PAN pada BK dan BU dapat di gambarkan

sebagai berikut.

PAN BK/BU

*/ay/ /e/ - /e/

*/uy/ /u/ - /u/

Page 125: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

105

6.2 Rekurensi Fonemis

Setiap korespondensi yang didapat harus diperkuat dengan sejumlah

rekurensi fonemis (phonetic recurrence) yaitu prosedur untuk menemukan

perangkat bunyi yang muncul secara berulang-ulang dalam sejumlah pasang kata.

Hasil proses rekurensi pada pasangan-pasangan kata mengindikasikan

korenspondensi fonemis pada PAN dengan BK dan BU.

Rekurensi Fonemis PAN, BK dan BU /i/ > /e/-/e/.

PAN BK BU

*/[l]intaq/ /parenta/ /parenta/ ‘memerintah’

*/sipa/ /sepa/ /sepa/ ‘tendang’

Rekurensi Fonemis PAN, BK dan BU /ə/ > /a/-/a/.

PAN BK BU

*/bənaŋ/ /bana/ /bana/ ‘benang’

*/ləbiq/ /nelabi/ /melabi/ ‘lebih’

Rekurensi Fonemis PAN, BK dan BU /ə/ > /o/-/o/.

PAN BK BU

*/təbu/ /tovu/ /towu / ‘tebu’

*/bəŋəl/ /boŋo/ /boŋo/ ‘tuli’

*/təkik/ /toke/ /toke/ ‘tokek’

Rekurensi Fonemis PAN, BK dan BU /b/ > /v/-/w/.

PAN BK BU

*/abu/ /avu/ /awu / ‘abu’

*/babuy /bavu/ /bawu / ‘babi’

Page 126: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

106

*/bibir/ /vivi/ /wiwi/ ‘bibir’

*/batu/ /vatu/ /watu/ ‘batu’

*/bulan/ /vula/ /wula/ ‘bulan’

*/bulu/ /vulu/ /wulu/ ‘bulu’

*/buŋa/ /vuŋa/ /wuŋa/ ‘bunga’

Rekurensi Fonemis PAN, BK dan BU /p/ > /Ø/-/Ø/.

PAN BK BU

*/alap/ /alaØ/ /alaØ/ ‘ambil’

*/atəp/ /ataØ/ /ataØ/ ‘atap’

*/pene/ /Øane/ /Øane / ‘jika’

Rekurensi Fonemis PAN, BK dan BU /t/ > /Ø/-/Ø/.

PAN BK BU

*/laŋit/ /laŋiØ/ /laŋiØ/ ‘langit’

*/ləŋat/ /naleniØ/ /moleŋiØ/ ‘lembab’

*/binit/ /viviØ/ /wiwiØ/ ‘pinggir’

Rekurensi Fonemis PAN, BK dan BU /q/ > /Ø/-/Ø/.

PAN BK BU

*/ma(n)taq/ /mataØ/ /mataØ/ ‘mentah’

*/ləbiq/ /nelabiØ/ /melabiØ/ ‘lebih’

*/tariq/ /nomanariØ/ /menariØ/ ‘menari’

Rekurensi Fonemis PAN, BK dan BU /n/ > /Ø/-/Ø/.

PAN BK BU

*/cincin/ /sinjiØ/ /hinciØ/ ‘cincin’

*/lipan/ /lipaØ/ /lipaØ/ ‘lipan’

Page 127: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

107

Rekurensi Fonemis PAN, BK dan BU /k/ > /Ø/-/Ø/.

PAN BK BU

*/tusuk/ /tosuØ/ /tohuØ/ ‘tusuk’

*/təkik/ /tokeØ/ /tokeØ / ‘toket’

*/anak/ /anaØ/ /anaØ/ ‘anak’

Rekurensi Fonemis PAN, BK dan BU /g/ > /Ø/-/Ø/.

PAN BK BU

*/kunig/ /kuniØ/ /kuŋiØ/ ‘kunyit’

*/laləg/ /laliØ/ /daliØ/ ‘lalat’

Rekurensi Fonemis PAN, BK dan BU /r/ > /Ø/-Ø/.

PAN BK BU

*/təlur/ /ntaluØ/ /ntoluØ/ ‘telur’

*/bibir/ /viviØ/ /wiwiØ/ ‘bibir’

*/ular/ /uleØ/ /uleØ/ ‘ular’

Rekurensi Fonemis PAN, BK dan BU /ay/ > /e/-/e/.

PAN BK BU

*/binay/ /mombine/ /tobine/ ‘perempuan’

*/rantay/ /rante/ /rante/ ‘rantai’

*/matay/ /namate/ /mate/ ‘mati’

*/pakay/ /nompake/ /mopake/ ‘memakai’

Rekurensi Fonemis PAN, BK dan BU /uy/ > /u/-/u/.

PAN BK BU

*/apuy/ /apu/ /apu/ ‘api’

Page 128: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

108

*/babuy/ /bavu/ /bawu/ ‘babi’

Dengan demikian, berdasarkan perangkat korespondensi fonemis diatas

yang telah dibuktikan oleh perangkat rekurensi fonemis.

6.3 Pasangan Kognat

Aspek bahasa yang paling cocok untuk dijadikan bahan studi

perbandingan adalah bentuk. Kesamaan atau kemiripan bentuk dan makna yang

dapat dikembalikan ke dalam bentuk protonya yang disebut kata-kata kognat

(cognat set) karena setiap bahasa memiliki bentuk-bentuk tertentu yang dikaitkan

dengan maknanya untuk memudahkan referensi (Keraf, 1996: 33-34).

Pasangan kognat di sini dapat dimengerti bahwa kognat bisa berasal dari

bahasa Proto-Austronesia maupun dari bahasa Proto yang lebih rendah dari itu. Di

dalam bab ini hanya membicarakan beberapa contoh yang perlu dijelaskan saja,

sedangkan pasangan-pasangan kognat yang dianggap sudah jelas tidak

dibicarakan lagi. Contoh dari kognat yang sudah jelas adalah */susu/ yang

menurunkan /susu/ pada BK dan BU. Contoh lain adalah */alap/ yang

menurunkan BK /ala/ dan BU /ala/.

A. */vada/ ‘ada’

BK /ria/ ‘ada’, dan BU /ria/ ‘ada’. Kedua bentuk ini masih dapat dianggap

sebagai kognat karena ditemukan korespondensi */d/ > /r/ - /r/ contohnya pada

kata *di > ri - ri. Maka *vada > ria - ria merupakan pasangan kognat.

Page 129: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

109

B. * /bara/ ‘bahu’

BK /viŋa/ ‘sekali’, dan BU /wiŋa/ ‘sekali’. Dari pasangan tersebut terlihat

korespondensi */b/ > /v/ - /w/, contoh pertalian ini dapat juga dilihat pada

pasangan berikut ini.

PAN BK BU

*/abu/ /avu/ /awu / ‘abu’

*/babuy/ /bavu/ /bawu / ‘babi’

*/bibir/ /vivi/ /wiwi/ ‘bibir’

*/bulan/ /vula/ /wula/ ‘bulan’

*/bulu/ /vulu/ /wulu/ ‘bulu’

*/buŋa/ /vuŋa/ /wuŋa/ ‘bunga’

Dengan demikian, kedua bentuk tersebut masih dapat dianggap sebagai

kognat. Pasangan-pasangan kognat yang lainnya dapat dilihat pada lampiran 2.

Page 130: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

110

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan kajian dan gambaran tentang pertalian fonem PAN pada BK

dan BU, diatas, dapatlah disimpulkan bahwa PAN memiliki seperangkat pertalian

bunyi pada BK dan BU. Pertalian itu dapat diperincikan sebagai berikut:

1) Sebagian besar fonem PAN terwaris secara linear pada BK dan BU.

Fonem-fonem PAN yang tetap terwaris secara linear pada BK dan BU

adalah fonem vokal: */i/, */u/, */a/ dalam setiap distribusi (awal, tengah,

dan akhir), konsonan: */b/, */p/, */t/, */d/, */n/, */ŋ/, */j/, */k/, */l/, */r/,

*/s/, */g/, */q/ dalam distribusi awal dan tengah, dan khusus untuk

konsonan nasal */m/ pada posisi tengah.

2) Beberapa fonem PAN terwaris mengalami perubahan. Perubahan-

perubahan fonem PAN yang ditemukan ada yang disyarati oleh suatu

lingkungan tertentu, dan ada juga yang tidak disyarati oleh suatu

lingkungan tertentu atau sering disebut sebagai perubahan yang bersifat

sporadis. Perubahan-perubahan vokal PAN yang ditemukan sebagai

berikut:

PAN */i/ > BK /e/, BU /e/, fonem PAN */i/ menurunkan fonem BK /e/ dan

BU /e/ bila fonem PAN */i/ diikuti oleh fonem /t/, /r/, dan /p/ pada BK dan

BU.

110

Page 131: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

111

PAN */ə/ > BK /a/, BU /a/; PAN */ə/ > BK /o/, BU /o/; PAN */ə/ > BK /e/,

BU /e/, fonem PAN */ə/ menurunkan fonem /e, o, a/ pada BK dan BU

karena fonem PAN */ə/ tidak dimiliki oleh BK dan BU. Jadi, fonem PAN

*/ə/ dapat disimpulkan tidak memiliki daya awet yang tinggi, dengan kata

lain, fonem PAN */ə/ mempunyai kecendrungan berubah atau digantikan

dengan fonem yang lain.

Konsonan-konsonan yang berubah adalah:

PAN */b/ > BK /v/, fonem PAN */b/ menurunkan fonem BK /v/ dan BU

/w/ bila fonem PAN */b/ didahului oleh fonem vokal tinggi yaitu fonem /i/

dan /u/.

PAN */d/ > BK /r/, BU /r/, fonem PAN */d/ menurunkan fonem BK /r/ dan

BU /r/ bila fonem PAN */d/ didahului oleh fonem /i/.

Diftong-diftong yang berubah adalah:

PAN */ay/ > BK /e/, BU /e/, diftong PAN */ay/ menjadi monoftong BK /e/

dan BU /e/ pada posisi akhir.

PAN */uy/ > BK /u/, BU /u/, diftong PAN */uy/ menjadi monoftong BK

/u/ dan BU /u/ pada posisi akhir.

3) Beberapa fonem PAN terwaris mengalami peluluhan bunyi pada posisi

akhir, dalam hal ini dikenal dengan istilah apocop. Ini menunjukkan

bahwa BK dan BU adalah bahasa vokalis. Fonem-fonem yang mengalami

peluluhan bunyi adalah: */p/, */t/, */d/, */l/, */m/, */n/, */ŋ/, */j/, */q/, */k/,

*/g/, */r/.

Page 132: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

112

4) Tipe-tipe perubahan fonem PAN pada BK dan BU yang ditemukan adalah

sebagai berikut: perengkahan (split), peleburan (merger), peluluhan bunyi

(phonemic lose), penggantian (shift) dan metatesis (metathesis).

Selanjutnya, berdasarkan bukti-bukti kuantitatif dan kualitatif ditemukan

saling menguatkan. Bukti-bukti kualitatif ditemukan memperkuat dan

mempertegas hubungan dan jenjang kekerabatan. Dengan demikian, pertalian

keseasalan (genetis) antara BK dan BU dapat dibuktikan baik secara kuantitatif

maupun kualitatif.

Dengan demikian, berdasarkan ciri-ciri linguistik yang dipunyai bersama-

sama, maka dapat disimpulkan bahwa BK dan BU pada masa yang lalu pernah

mengalami sejarah perkembangan bersama, pada suatu masa yang lebih muda dari

masa perkembangan bahasa Austronesia. Di dalam pohon keluarga bahasa

Austronesia, BK dan BU diturunkan dari Proto-Melayu Polinesia Barat.

7.2 Saran

Berdasarkan kajian di atas, penelitian LHK dalam pelbagai segi

kelinguistikan dapat dikatakan masih langka, kiranya penelitian segi-segi

kebahasaan yang merupakan salah satu dasar misalnya penelitian fonem BK dan

BU serta perubahannya sangat perlu ditangani secara lebih mendalam. Di sisi lain,

masalah-masalah sejarah perbandingan bahasa di Indonesia kiranya perlu

dihimpun kembali untuk kemudian dapat diutamakan masalah-masalah yang

mendesak demi perkembagan ilmu LHK, sebagaimana dalam hal ini yang perlu

untuk dilakukan adalah merekonstruksi protobahasanya.

Page 133: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

113

DAFTAR PUSTAKA

Antilla, Raimo. 1972. An Introduction to Historical and Comparative Linguistics. New York: Macmillan.

Arlotto, Anthony. 1939. Introduction to Historical Linguistic. New York: Harvard

University. Barr, Donald F. 1979. Languages of Central Sulawesi: Checklist, preliminary

classification, language maps, wordlists. Ujung Pandang: Universitas Hasanuddin.

Blust, R. A 1981. The Soboyo Reflexes of Proto Austronesia. In Historical Linguistics in Indonesia. R. A. Blust (ed). Part 1. NUSA 10:21-30. Jakarta: Badan Penyelenggara Seri Nusa.

Bynon, Theodora. 1979. Historical Linguistics. London: Cambridge

University Press.

Crowley, Terry. 1987. An Introduction to Historical Linguistics. Papua New Guinea: University of Papua New Guinea Press.

Dempwolff, Otto. 1956, Perbendaharaan Kata-kata dalam Berbagai Bahasa Polinesia, Terjemahan Sjaukat Djajadiningrat. Jakarta: Pustaka Rakyat.

Dyen, Isidore. 1953. The Proto-Malayo-Polynesian Laringals. Baltimore:

Linguistic Society of America. Erawati, Ratna Ni Ketut. 2002. Pewarisan Afiks-Afiks Bahasa Jawa Kuno Dalam

Bahasa Jawa Modern. Denpasar: Program Studi Magister Linguistik, Universitas Udayana.

Greenberg, J.H. 1974. Language Typology: A Historical and Analytic Overview.

Den Haag: Mouton Hock, H. H. 1988. Principle of Historical Linguistics. Amsterdam: dc Gruyter. Jeffers, R.J. and I Lehiste. 1979. Principles and Methods for Historical

Linguistics.Cambridge, Massachusetts: The MIT Press. Pemerintah Daerah Propinsi Sulawesi Tengah, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.

2003. Kamus Kaili-Ledo Indonesia Inggris. Jakarta: P.T. Sehati Prima Sejahtera.

Kasseng, Syaharudin, dkk. 1978. Pemetaan Bahasa-Bahasa di Sulawesi Tenggara. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Page 134: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

114

Keraf, Gorys. 1996. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: PT Gramedia. Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia. Lauder, Multamia, dkk. 2000. Penelitian Kekerabatan dan Pemetaan Bahasa-

Bahasa Daerah Di Indonesia: Provinsi Sulawesi Tenggara. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Lehmann, Winfred P. 1975. Historical Linguistics: An Introduction. New York:

Holt, Rinehart, and Winston.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: PT RajaGrafindo Perdasa.

Mbete, Aron Meko. 1990. “Rekonstruksi Proto-Bali-Sasak-Sumbawa”. Disertasi. Program Pascasarjan UI Jakarta.

Mead, David. 1995. The Bungku-Tolaki Languages of Southeastern Sulawesi, Indonesia. Disertasi Pacific Linguistics.

Mithun, Marrianne. 1993. “Switch-reference”: clause combining in Central Pomo. International Journal of American Linguistics 59:119-36.

Muhidin. 2006. Pengelompokan Genetis Bahasa Muna, Kambowa, dan Busoa di Provinsi Sulawesi Tenggara. Tesis. Program Pascasarjana Unud Denpasar.

Pike, K.L.1978. Phonetics: A Tehnique for Reducing Languages to Writing. Ann arbor: The University of Michigan Press.

Samarin, William J. 1988. Ilmu Bahasa Lapangan. Terjemahan J.S. Badudu.

Seri ILDEP. Yogyakarta: Kanisius. Schane, Sanford A. 1973. Generative Phonology. San Diego: The University of

California

SIL. 2002 Speech Analyzer: A Speech Analysis Tool Version 2.5. SIL International Allrights Reserved e-mail [email protected].

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Swadesh, Morris. 1955. The Origin and Diversification of Language. London:

Routledge & Kegan Paul.

Page 135: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

Lampiran 1: Peta Sulawesi Tengah

Skala 1 : 50.000

Sumber : Google maps (http://maps.google.com/)

Page 136: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

Lampiran 2: Daftar Kognat PAN BK BU */abu/ /avu/ /awu/ ‘abu' */apa/ /nuapa/ /apa/ ‘apa’ */apuy/ /apu/ /apu/ ‘api’ */aRiw/ /vuri/ /wuri/ ‘arang’ */atu/ /naŋaku/ /ra akui/ ‘mengaku’ */aku/ /yaku/ /aku/ ‘saya’ */alap/ /ala/ /ala/ ‘ambil’ */anak/ /ana/ /ana/ ‘anak’ */ane/ /ane/ /ane/ ‘rayap’ */atəp/ /ata/ /ata/ ‘atap’ */ade/ /ade/ /aje/ ‘dagu’ */babuy/ /bavu/ /bawu/ ‘babi’ */batu/ /vatu/ /watu/ ‘batu’ */baqen/ /baku/ /boku/ ‘bekal’ */bənaŋ/ /bana/ /bana/ ‘benang’ */binatan/ /binata/ /binata/ ‘binatang’ */buDbud/ /buburu/ /bubur/ ‘bubur’ */bulud/ /bulu/ /bulu/ ‘bukit’ */bulan/ /vula/ /wula/ ‘bulan’ */bulu/ /vulu/ /wulu/ ‘bulu’ */buŋa/ /vuŋa/ /wuŋa/ ‘bunga’ */bile/ /beli/ /beli/ ‘juling’ */bayad/ /nombayari/ /mobayari/ ‘membayar’ */bəlaq/ /nobela/ /mobika/ ‘membelah’ */bibir/ /vivi/ /wiwi/ ‘bibir’ */bala/ /bala/ /bala/ ‘pagar’ */bulaj/ /nabula/ /bula/ ‘putih’ */buke/ /buku/ /buku/ ‘tulang’ */bəŋəl/ /voŋo/ /woŋo/ ‘tuli’ */ba la/ /vala/ /wala/ ‘kandang’ */baju/ /baju/ /baju/ ‘baju’ */bənaŋ/ /bana / /bana / ‘benang’ */bacaq/ /mobaca/ /mobasa/ ‘baca’ */binit/ /vivi/ /wiwi/ ‘pinggir’ */bela/ /nabelo/ /belo/ ‘ramah’

Page 137: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

*/baRbaR/ /boba/ /baba/ ‘pukul’ */bintaŋ/ /betue/ /betue/ ‘bintang’ */binay/ /mombine/ /tobine/ ‘istri’ */baRu/ /nabaru/ /bou/ ‘baru’ */balik/ /negoli/ /boli/ ‘belok’ */boŋi/ /naboŋi/ /mobeŋi/ ‘malam’ */buka/ /nobuka/ /buka / ‘membuka’ */bala/ /vala/ /wala/ ‘kandang’ */baRa/ /viŋa/ /wiŋa / ‘bahu’ */cerita/ /nojarita/ /mojarita/ ‘berbicara’ */cincin/ /sinji/ /hinci/ ‘cincin’ */dagiŋ/ /dagi/ /dagi/ ‘daging’ */dara/ /ra:/ /ra:/ ‘darah’ */di/ /ri/ /ri/ ‘di’ */dusaq/ /dosa/ /dosa/ ‘dosa’ */daga/ /nojagai/ /rajaga/ ‘menjaga’ */daRum/ /jaru/ /jaru/ ‘jarum’ */dikiq/ /nakodi/ /kedi/ ‘kecil’ */dala/ /dara/ /dara/ ‘merpati’ */dilap/ /dilapi/ /jilai/ ‘jilat’ */dilaq/ /dila/ /jila/ ‘lidah’ */gazi/ /gaji/ /gaji/ ‘gergaji’ */ŋasu/ /raŋasu/ /raŋahu/ ‘asap’ */ŋisi/ /ŋisi/ /ŋihi/ ‘gigi’ */(h)alu/ /nalu/ /alu/ ‘alu’ */jara/ /jara/ /jara/ ‘kuda’ */harimaw/ /harimaw/ /harimaw/ ‘harimau’ */(h)ajan/ /saŋa/ /haŋa/ ‘nama’ */i-koe/ /iko/ /iko/ ‘kamu’ */itəm/ /moeta/ /moeta/ ‘hitam’ */itik/ /titi/ /titih/ ‘itik’ */ina/ /ina/ /ina/ ‘ibu’ */itu(h)/ /tu/ /etu/ ‘itu’ */iNsaŋ/ /saŋani/ /haŋkani/ ‘sekali’ */jibu/ /jobu/ /jobu/ ‘seribu’ */kai (nN)/ /kae/ /kai/ ‘kain’ */kaju/ /kayu/ /kaju/ ‘kayu’ */kuniŋ/ /kuni/ /mokuni/ ‘kuning’

Page 138: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

*/kalibaŋbaŋ/ /kalibamba/ /kalibama/ ‘kupu-kupu’ */kutu/ /kutu/ /kutu/ ‘kutu’ */kilat/ /kila/ /kila:/ ‘kilat’ */kaju/ /kayu apu/ /kaju apu/ ‘kayu api’ */kunig/ /kuni/ /kuni/ ‘kunyit’ */karanza/ /karanji/ /karanja/ ‘keranjang’ */kulit/ /kuli/ /kuluma/ ‘kulit’ */luqa/ /kula/ /kula/ ‘jahe’ */landak/ /landa/ /lanta/ ‘landak’ */laŋit/ /laŋi/ /laŋi/ ‘angit’ */ləbiq/ /nelabi/ /melabi/ ‘lebih’ */ləŋat/ /naleni/ /moleŋi/ ‘lembab’ */lima/ /alima/ /lima/ ‘lima’ */lipan/ /lipa/ /lipa/ ‘lipan’ */lu (ŋ) ka/ /baka/ /waka/ ‘luka’ */(la) laŋu/ /nalaŋu/ /molaŋu/ ‘mabuk’ */lana/ /lana/ /lana/ ‘minyak’ */laləg/ /lali/ /dali/ ‘lalat’ */luan/ /naluo/ /luo/ ‘lebar’ */ləbu/ /sovu/ /awu/ ‘debu’ */lua/ /notulua/ /tilua/ ‘muntah’ */[l]intaq/ /parenta/ /parenta/ ‘memerintahkan’ */makumpu/ /tupu/ /kumpu/ ‘cucu’ */manuk/ /manu/ /manu/ ‘ayam’ */madu/ /madu/ /madu/ ‘madu’ */mata/ /mata/ /mata/ ‘mata’ */matay/ /namate/ /mate/ ‘mati’ */mate/ /nompatesi/ /mopatehi/ ‘memadamkan’ */məla/ /nalei/ /molei/ ‘merah’ */ma(n)taq/ /mata/ /mata/ ‘mentah’ */mudah/ /naŋura/ /moŋura/ ‘mudah’ */(mu)buni/ /netabuni/ /ŋahuni / ‘sembunyi’ */maturu/ /nature/ /turu/ ‘berbaring’ */manis/ /namomi/ /momi/ ‘manis’ */maturu/ /naturu/ /turu/ ‘tidur’ */mauri/ /boli/ /raboli/ ‘simpan’ */ma-tua/ /natua/ /motua/ ‘tua’ */masuk/ /nesua/ /mi sua/ ‘masuk’

Page 139: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

*/mposu/ /bosu/ /bohu/ ‘kenyang’ */nei/ /risi:/ /hi rei/ ‘di sini’ */oso/ /noisi/ /ra ihi/ ‘mengisi’ */ome/ /ome/ /ome/ ‘telan’ */ono/ /aono/ /ono/ ‘enam’ */pipi/ /kalimpi/ /kilimpi/ ‘pipi’ */ponuq/ /ponu/ /ponu/ ‘penuh’ */pakay/ /nompake/ /mopake/ ‘memakai’ */pahit/ /napai/ /mopai/ ‘pahit’ */pitu/ /papito/ /pitu/ ‘tujuh’ */palu/ /padu/ /pado/ ‘tumit’ */pinter/ /napante/ /pante/ ‘cerdas’ */panaq/ /pana/ /pana/ ‘panah’ */puluq/ /sapulu/ /hampulu/ ‘sepuluh’ */pene/ /ane/ /ane/ ‘jika’ */piliq/ /pelisi/ /pilihi/ ‘memilih’ */atey/ /ate/ /ate/ ‘hati’ */ro/ /roso/ /roho/ ‘kokoh’ */rasa/ /rasai/ /rasa/ ‘mencicipi’ */rantay/ /rante/ /rante/ ‘rantai’ */Ratu/ /satu/ /ha.atu/ ‘seratus’ */Rusa/ /rusa/ /ruha/ ‘rusa’ */rano/ /rano/ /rano/ ‘danau’ */ribu/ /sanjobu/ /hanjobu/ ‘seribu’ */rusu/ /rusu/ /uhu/ ‘rusuk’ */sakay-an/ /sakaya/ /sakaya/ ‘sampan’ */salaq/ /nasala/ /sala/ ‘keliru’ */susu/ /susu/ /susu / ‘payudara’ */seDia/ /pakasadia/ /raposadia/ ‘menyediakan’ */sa(m)pulu/ /sapuluh/ /hampulu/ ‘sepuluh’ */siku// /siku/ /hiku/ ‘siku’ */sumbuq/ /sumbu/ /sumpu/ ‘sumbu’ */surat/ /sura/ /sura/ ‘surat’ */susu/ /susu/ /susu/ ‘susu’ */sai/ /sema/ /hema/ ‘siapa’ */sia/ /sasio/ /sio/ ‘sembilan’ */sala/ /nasala/ /sala/ ‘salah’ */sipa/ /sepa/ /sepa/ ‘tendang’

Page 140: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

*/timun/ /kantimu/ /ntimu/ ‘ketimun’ */tio/ /kio/ /kio/ ‘memanggil’ */tebus/ /notobusi/ /retebusi/ ‘menebus’ */tambaq/ /notambai/ /tabai/ ‘menambah’ */tarih/ /nomanari/ /menari/ ‘menari’ */tau/ /tona/ /tauna/ ‘orang ‘ */tanda/ /tandana/ /tanta/ ‘pertanda’ */tia/ /tai /ta.i/ ‘perut’ */tudi/ /ladi/ /ladi/ ‘pisau’ */tanaq/ /tana/ /tana/ ‘tanah’ */təbu/ /tovu/ /towu/ ‘tebu’ */taliŋa/ /taliŋa/ /tiliŋa/ ‘telinga’ */təlur/ /ntalu/ /ntolu/ ‘telur’ */tolu/ /tatalu/ /tolu/ ‘tiga’ */tu(ŋ)kaŋ/ /tuka/ /tuka/ ‘tukang’ */təkik/ /toke/ /toke/ ‘tokek’ */tu (m) buq/ /natuvu/ /tu:wu/ ‘tumbuh’ */tunu / /notunu / /ntunu / ‘bakar’ */tapu/ /notagi/ /tagi/ ‘melarang’ */tida/ /geira/ /hira/ ‘mereka’ */tasi/ /tasi/ /tahi/ ‘laut’ */(ta) telu/ /ka tatalu/ /ka tolu/ ‘ketiga’ */tusuk/ /tosu/ /tohu/ ‘tusuk’ */tama/ /toma/ /tuama/ ‘bapak’ */tu(m)buq/ /natuvu/ /motuwu/ ‘bertumbuh’ */tau/ /tona/ /tauna/ ‘orang’ */tia/ /tai/ /tai/ ‘perut’ */tadəm/ /natada/ /motaja/ ‘tajam’ */təbu/ /tovu/ /towu/ ‘tebu’ */tano/ /tana/ /tana/ ‘tanah’ */uda/ /uja/ /uda/ ‘hujan’ */uso/ /puse/ /puhe/ ‘tali pusar’ */ular/ /ule/ /ule/ ‘ular’ */u(n)tuŋ/ /nauntu/ /mo untu/ ‘untung’ */urat/ /uva/ /ua/ ‘urat’ */vua/ /uva/ /wua/ ‘buah’ */valu/ /uvalu/ /walu/ ‘delapan’ */vada/ /naria/ /ria/ ‘ada’

Page 141: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

*/vanan/ /ŋgana/ /ka'ana/ ‘kanan’ */wanai/ /hamai/ /hi re mai/ ‘di sana’ */waRo/ /kaloro/ /koloro/ ‘tali’

Page 142: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

Lampiran 3: Fonem PAN */i/ terwaris secara linear pada BK /i/, BU /i/

Posisi PAN BK BU Jml

Awal */i-koe/ /iko/ /iko/ ‘kamu’

*/ina/ /ina/ /ina/ ‘ibu’

2

Tengah */binatan/ /binata/ /binata/ ‘binatang’

*/bibir/ /vivi/ /wiwi/ ‘bibir’

*/binit/ /vivi/ /wiwi/ ‘pinggir’

*/binay/ /mombine/ /tobine/ ‘istri’

*/cerita/ /nojarita/ /mojarita/ ‘berkata’

*/cincin/ /sinji/ /hinci/ ‘cincin’

*/dilap/ /dilapi/ /jilai/ ‘jilat’

*/dilaq/ /dila/ /jila/ ‘lidah’

*/harimaw/ /harimaw/ /harimaw/ ‘harimau’

*/itik/ /titi/ /titih/ ‘itik’

*/kalibaŋbaŋ/ /kalibamba/ /kalibama/ ‘kupu-

kupu’

*/kilat/ /kila/ /kila:/ ‘kilat’

*/kuniŋ/ /kuni/ /kuni/ ‘kuning’

*/laŋit/ /laŋi/ /laŋi/ ‘angit’

*/ləbiq/ /nelabi/ /melabi/ ‘lebih’

*/lima/ /alima/ /lima/ ‘lima’

*/lipan/ /lipa/ /lipa/ ‘lipan’

*/pitu/ /papito/ /pitu/ ‘tujuh’

*/pitu/ /papitu/ /pitu/ ‘ketujuh’

*/piliq/ /pelisi/ /pilihi/ ‘memilih’

*/siku/ /siku/ /hiku/ ‘siku’

26

Page 143: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

*/sia/ /sasio/ /sio/ ‘sembilan’

*/seDia/ /sadia/ /sadia/ ‘menyediakan’

*/taliŋa/ /taliŋa/ /tiliŋa/ ‘telinga’

*/timah/ /tima/ /timah/ ‘timah’

*/tio/ /kio/ /kio/ ‘memanggil’

Akhir */boŋi/ /naboŋi/ /mobeŋi/ ‘malam’

*/di/ /ri/ /ri/ ‘di’

*/gazi/ /garagaji/ /garagaji/ ‘gergaji’

*/ŋisi/ /ŋisi/ /ŋihi/ ‘gigi’

*/pipi/ /kalimpi/ /kilimpi/ ‘pipi’

*/tudi/ /ladi/ /ladi/ ‘pisau’

*/tasi/ /tasi/ /tahi/ ‘laut’

*/tari/ /manari/ /menari/ ‘menari’

8

Page 144: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

Lampiran 4: Fonem PAN */u/ terwaris secara linear pada BK /u/, BU /u/

Posisi PAN BK BU Jml Awal */uda/ /uja/ /uda/ ‘hujan’ 4

*/ular/ /ule/ /ule/ ‘ular’ */u(n)tuŋ/ /untu/ /untu/ ‘untung’ */urat/ /uva/ /ua/ ‘urat’

Tengah */buDbud/ /buburu/ /buburu/ ‘bubur’ 19 */bulan/ /vula/ /wula/ ‘bulan’ */buŋa/ /vuŋa/ /wuŋa/ ‘bunga’ */bulaj/ /nabula/ /bula/ ‘putih’ */buke/ /buku/ /buku/ ‘tulang’ */buka/ /nobuka/ /buka / ‘membuka */kuniŋ/ /kuni/ /mokuni/ ‘kuning’ */kunig/ /kuni/ /kuŋi/ ‘kunyit’ */kulit/ /kuli/ /kuluma/ ‘kulit’ */(mu)buni/ /netabuni/ /ŋahuni / ‘sembunyi */maturu/ /naturu/ /turu/ ‘tidur’ */Rusa/ /rusa/ /ruha/ ‘rusa’ */ma-tua/ /natua/ /motua/ ‘tua’ */rusu/ /rusu/ /uhu/ ‘rusuk’ */susu/ /susu/ /susu / ‘payudara’ */surat/ /sura/ /sura/ ‘surat’ */susu/ /susu/ /susu/ ‘susu’ */tebus/ /notobusi/ /retebusi/ ‘menebus’ */tu(ŋ)kaŋ/ /tuka/ /tuka/ ‘tukang’

Akhir */abu/ /avu/ /awu/ ‘abu' 25 */aku/ /yaku/ /aku/ ‘saya’ */batu/ /vatu/ /watu/ ‘batu’ */bulu/ /vulu/ /wulu/ ‘bulu’ */baju/ /baju/ /baju/ ‘baju’ */baRu/ /nabaru/ /bou/ ‘baru’ */ŋasu/ /raŋasu/ /raŋahu/ ‘asap’ */(h)alu/ /nalu/ /alu/ ‘alu’ */itu/ /tu/ /etu/ ‘itu’ */jibu/ /sanjobu/ /han jobu/ ‘seribu’ */kaju/ /kayu/ /kaju/ ‘kayu’ */kutu/ /kutu/ /kutu/ ‘kutu’ */(la) laŋu/ /nalaŋu/ /molaŋu/ ‘mabuk’ */ləbu/ /sovu/ /awu/ ‘debu’

Page 145: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

*/madu/ /madu/ /madu/ ‘madu’ */mposu/ /bosu/ /bohu/ ‘kenyang’ */ponu/ /naponu/ /ponu/ ‘penuh’ */siku/ /siku/ /hiku/ ‘siku’ */tunu/ /notunu/ /tunu/ ‘panggang’ */təbu/ /tovu/ /towu/ ‘tebu’ */tolu/ /tatalu/ /tolu/ ‘tiga’ */tunu / /notunu / /ntunu / ‘bakar’ */(ta) telu/ /ka tatalu/ /ka tolu/ ‘ketiga’ */təbu/ /tovu/ /towu/ ‘tebu’ */valu/ /valu/ /walu/ ‘delapan’

Page 146: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

Lampiran 5: Fonem PAN */a/ terwaris secara linear pada BK /a/, BU /a/

Posisi PAN BK BU Jml Awal */abu/ /avu/ /awu/ ‘abu' 7

*/apuy/ /apu/ /apu/ ‘api’ */alap/ /ala/ /ala/ ‘ambil’ */anak/ /ana/ /ana/ ‘anak’ */ane/ /ane/ /ane/ ‘rayap’ */atəp/ /ata/ /ata/ ‘atap’ */ade/ /ade/ /aje/ ‘dagu’

Tengah */binatan/ /binata/ /binata/ ‘binatang’ 27 */bayad/ /nombayari/ /mobayari/ ‘membayar’ */bala/ /bala/ /bala/ ‘pagar’ */badu/ /baju/ /baju/ ‘baju’ */babuy/ /bavu/ /bawu/ ‘babi’ */batu/ /vatu/ /watu/ ‘batu’ */baqen/ /baku/ /baku/ ‘bekal’ */panaq/ /pana/ /pana/ ‘panah’ */rantay/ /rante/ /rante/ ‘rantai’ */Ratu/ /satu/ /ha.atu/ ‘seratus’ */sa(m)pulu/ /sapuluh/ /hampulu/ ‘sepuluh’ */tasi/ /tasi/ /tahi/ ‘laut’ */tanaq/ /tana/ /tana/ ‘tanah’ */kaju/ /kayu/ /kaju/ ‘kayu’

*/kalibaŋbaŋ/ /kalibamba/ /kalibama/ ‘kupu- kupu’

*/landak/ /landa/ /lanta/ ‘landak’ */laŋit/ /laŋi/ /laŋi/ ‘angit’ */valu/ /uvalu/ /walu/ ‘delapan’ */ma(n)taq/ /mata/ /mata/ ‘mentah’ */pakay/ /pake/ /pake/ ‘memakai’ */palu/ /padu/ /pado/ ‘tumit’ */laŋu/ /nalaŋu/ /molaŋu/ ‘mabuk’ */lana/ /lana/ /lana/ ‘minyak’ */manuk/ /manu/ /manu/ ‘ayam’ */madu/ /madu/ /madu/ ‘madu’ */mata/ /mata/ /mata/ ‘mata’ */matay/ /namate/ /mate/ ‘mati’

Akhir */apa/ /nuapa/ /apa/ ‘apa’ 14 */bala/ /bala/ /bala/ ‘kandang’ */buŋa/ /vuŋa/ /wuŋa/ ‘bunga’

Page 147: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

*/cerita/ /nojarita/ /mojarita/ ‘berbicara’ */Rusa/ /rusa/ /ruha/ ‘rusa’ */sala/ /nasala/ /sala/ ‘salah’ */sipa/ /sepa/ /sepa/ ‘tendang’ */taliŋa/ /taliŋa/ /tiliŋa/ ‘telinga’ */tama/ /toma/ /tuama/ ‘bapak’ */uda/ /uja/ /uda/ ‘hujan’ */lima/ /alima/ /lima/ ‘lima’ */dara/ /ra/ /ra:/ ‘darah’ */dala/ /dara/ /dara/ ‘merpati’ */ina/ /ina/ /ina/ ‘ibu’

Page 148: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

Lampiran 6: Fonem PAN */b/ terwaris secara linear pada BK /b/, BU /b/

Posisi PAN BK BU Jml Awal */babuy/ /bavu/ /bawu/ ‘babi’ 18

*/baqen/ /baku/ /boku/ ‘bekal’ */bənaŋ/ /bana/ /bana/ ‘benang’ */binatan/ /binata/ /binata/ ‘binatang’ */buDbud/ /buburu/ /bubur/ ‘bubur’ */bulud/ /bulu/ /bulu/ ‘bukit’ */bilep/ /beli/ /beli/ ‘juling’ */bayad/ /bayari/ /bayari/ ‘membayar’ */bulaj/ /bula/ /bula/ ‘putih’ */buke/ /buku/ /buku/ ‘tulang’ */badu/ /baju/ /baju/ ‘baju’ */bacaq/ /baca/ /basa/ ‘baca’ */bela/ /belo/ /belo/ ‘ramah’ */baRbaR/ /boba/ /baba/ ‘pukul’ */bintaŋ/ /betue/ /betue/ ‘bintang’ */binay/ /bine/ /bine/ ‘istri’ */boŋi/ /boŋi/ /beŋi/ ‘malam’ */buka/ /buka/ /buka / ‘membuka’

tengah */jibu/ /jobu/ /jobu/ ‘seribu’ 4 */kalibaŋbaŋ/ /kalibamba/ /kalibama/ ‘kupu-kupu’ */ləbiq/ /nelabi/ /melabi/ ‘lebih’ */tebus/ /tobusi/ /tebusi/ ‘menebus’

Akhir - - - 0

Page 149: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

Lampiran 7: Fonem PAN */p/ terwaris secara linear pada BK /p/, BU /p/

Posisi PAN BK BU Jml Awal */ponu (q)/ /ponu/ /ponu/ ‘penuh’ 8

*/pakay/ /pake/ /pake/ ‘memakai’ */pahit/ /napai/ /mopai/ ‘pahit’ */pitu/ /papito/ /pitu/ ‘tujuh’ */palu/ /padu/ /pado/ ‘tumit’ */pinter/ /pante/ /pante/ ‘cerdas’ */panaq/ /pana/ /pana/ ‘panah’ */piliq/ /pelisi/ /pilihi/ ‘memilih’

Tengah */lipan/ /lipa/ /lipa/ ‘lipan’ 5 */apa/ /nuapa/ /apa/ ‘apa’ */sa(m)pulu/ /sapuluh/ /hampulu/ ‘sepuluh’ */sipa/ /sepa/ /sepa/ ‘tendang’ */apuy/ /apu/ /apu/ ‘api’

Akhir - - - 0

Page 150: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

Lampiran 8: Fonem PAN */t/ terwaris secara linear pada BK /t/, BU /t/

Posisi PAN BK BU Jml Awal */timun/ /timu/ /timu/ ‘ketimun’ 23

*/tebus/ /tobusi/ /tebusi/ ‘menebus’ */tambaq/ /tambai/ /tabai/ ‘menambah’ */tanda/ /tandana/ /tanda/ ‘pertanda’ */tia/ /tai /ta.i/ ‘perut’ */tunu/ /tunu/ /tunu/ ‘panggang’ */tanaq/ /tana/ /tana/ ‘tanah’ */təbu/ /tovu/ /towu/ ‘tebu’ */taliŋa/ /taliŋa/ /tiliŋa/ ‘telinga’ */təlur/ /ntalu/ /ntolu/ ‘telur’ */tolu/ /talu/ /tolu/ ‘tiga’ */timah/ /tima/ /timah/ ‘timah’ */tu(ŋ)kaŋ/ /tuka/ /tuka/ ‘tukang’ */təkik/ /toke/ /toke/ ‘tokek’ */tu (m) buh/ /tuvu/ /tu:wu/ ‘tumbuh’ */tunu / /tunu / /tunu / ‘bakar’ */tasi/ /tasi/ /tahi/ ‘laut’ */(ta) telu/ /talu/ /tolu/ ‘ketiga’ */tusuk/ /tosu/ /tohu/ ‘tusuk’ */tama/ /toma/ /tuama/ ‘bapak’ */tu(m)buq/ /tuvu/ /tuwu/ ‘bertumbuh’ */tia/ /tai/ /ta.i/ ‘perut’ */təbu/ /tovu/ /towu/ ‘tebu’

Tengah */atəp/ /ata/ /ata/ ‘atap’ 20 */batu/ /vatu/ /watu/ ‘batu’ */binatan/ /binata/ /binata/ ‘binatang’ */bintaŋ/ /betue/ /betue/ ‘bintang’ */cerita/ /nojarita/ /mojarita/ ‘berbicara’ */itik/ /titi/ /titih/ ‘itik’ */itu(h)/ /etu/ /etu/ ‘itu’ */kutu/ /kutu/ /kutu/ ‘kutu’ */[l]intaq/ /parenta/ /parenta/ ‘memerintahkan’ */mata/ /mata/ /mata/ ‘mata’ */matay/ /namate/ /mate/ ‘mati’ */mate/ /nompatesi/ /mopatehi/ ‘memadamkan’ */ma(n)taq/ /mata/ /mata/ ‘mentah’ */maturu/ /naturu/ /turu/ ‘tidur’

Page 151: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

*/ma-tua/ /natua/ /motua/ ‘tua’ */pitu/ /papito/ /pitu/ ‘tujuh’ */pinter/ /pante/ /pante/ ‘cerdas’ */atey/ /ate/ /ate/ ‘hati’ */rantay/ /rante/ /rante/ ‘rantai’ */Ratu/ /satu/ /ha.atu/ ‘seratus’

Akhir - - - 0

Page 152: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

Lampiran 9: Fonem PAN */n/ terwaris secara linear pada BK /n/, BU /n/

Posisi PAN BK BU Jml Awal - - - 0 Tengah */anak/ /ana/ /ana/ ‘anak’ 21

*/ane/ /ane/ /ane/ ‘rayap’ */binatan/ /binata/ /binata/ ‘binatang’ */binay/ /mombine/ /tobine/ ‘istri’ */cincin/ /sinji/ /hinci/ ‘cincin’ */ina/ /ina/ /ina/ ‘ibu’ */kuniŋ/ /kuni/ /mokuni/ ‘kuning’ */kunig/ /kuni/ /kuni/ ‘kunyit’ */lana/ /lana/ /lana/ ‘minyak’ */manuk/ /manu/ /manu/ ‘ayam’ */ono/ /aono/ /ono/ ‘enam’ */ponu (q)/ /naponu/ /ponu/ ‘penuh’ */pinter/ /pante/ /pante/ ‘cerdas’ */panaq/ /pana/ /pana/ ‘panah’ */rantay/ /rante/ /rante/ ‘rantai’ */rano/ /rano/ /rano/ ‘danau’ */tanda/ /tandana/ /tanda/ ‘pertanda’ */tunu/ /notunu/ /tunu/ ‘panggang’ */tanaq/ /tana/ /tana/ ‘tanah’ */tunu / /notunu / /ntunu / ‘bakar’ */untuŋ/ /untu/ /untu/ ‘untung’

Akhir - - - 0

Page 153: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

Lampiran 10: Fonem PAN */k/ terwaris secara linear pada BK /k/, BU /k/

Posisi PAN BK BU Jml Awal */kai (nN)/ /kae/ /kai/ ‘kain’ 8

*/kaju/ /kayu/ /kaju/ ‘kayu’ */kuniŋ/ /kuni/ /kuni/ ‘kuning’ */kalibaŋbaŋ/ /kalibamba/ /kalibama/ ‘kupu-kupu’ */kutu/ /kutu/ /kutu/ ‘kutu’ */kilat/ /kila/ /kila:/ ‘kilat’ */kunig/ /kuni/ /kuŋi/ ‘kunyit’ */kulit/ /kuli/ /kuluma/ ‘kulit’

Tengah */pakay/ /pake/ /pake/ ‘memakai’ 7 */sakay-an/ /sakaya/ /sakaya/ ‘sampan’ */siku/ /siku/ /hiku/ ‘siku’ */tukaŋ/ /tuka/ /tuka/ ‘tukang’ */aku/ /yaku/ /aku/ ‘saya’ */buke/ /buku/ /buku/ ‘tulang’ */buka/ /buka/ /buka / ‘membuka’

Akhir - - - 0

Page 154: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

Lampiran 11: Fonem PAN */l/ terwaris secara linear pada BK /l/, BU /l/

Posisi PAN BK BU Jml Awal */landak/ /landa/ /landa/ ‘landak’ 8

*/laŋit/ /laŋi/ /laŋi/ ‘angit’ */ləbiq/ /labi/ /labi/ ‘lebih’ */ləŋat/ /leŋi/ /leŋi/ ‘lembab’ */lima/ /alima/ /lima/ ‘lima’ */lipan/ /lipa/ /lipa/ ‘lipan’ */laŋu/ /nalaŋu/ /molaŋu// ‘mabuk’ */lana/ /lana/ /lana/ ‘minyak’

Tengah */alap/ /ala/ /ala/ ‘ambil’ 17 */bulud/ /bulu/ /bulu/ ‘bukit’ */bulan/ /vula/ /wula/ ‘bulan’ */bulu/ /vulu/ /wulu/ ‘bulu’ */bile/ /nabeli/ /beli/ ‘juling’ */bala/ /bala/ /bala/ ‘pagar’ */bulaj/ /nabula/ /bula/ ‘putih’ */dilaq/ /dila/ /jila/ ‘lidah’ */kilat/ /kila/ /kila:/ ‘kilat’ */kulit/ /kuli/ /kuluma/ ‘kulit’ */puluh/ /sapulu/ /hampulu/ ‘sepuluh’ */salaq/ /nasala/ /sala/ ‘keliru’ */taliŋa/ /taliŋa/ /tiliŋa/ ‘telinga’ */təlur/ /ntalu/ /ntolu/ ‘telur’ */tolu/ /tatalu/ /tolu/ ‘tiga’ */ular/ /ule/ /ule/ ‘ular’ */valu/ /uvalu/ /walu/ ‘delapan’

Akhir - - - - 0

Page 155: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

Lampiran 12: Daftar Informan

I. Bahasa Kaili

1. Nama : Iqda Nursanti

Jenis kelamin : Wanita

Usia : 41 tahun

Pendidikan : Sarjana Ekonomi

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

Alamat : Jl. Dewi Sartika II no. 133, Palu Selatan

2. Nama : Paula Rosita Lenak

Jenis kelamin : Wanita

Usia : 42 tahun

Pendidikan : Sarjana Ekonomi

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil

Alamat : Jl. Tanggul Utara no. 43, Palu Selatan

3. Nama : Reni. L. Tumu

Jenis kelamin : Wanita

Usia : 46 tahun

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Biromuli, Palu Selatan

Page 156: korespondensi fonem proto-austronesia dalam bahasa kaili dan ...

II. Bahasa Uma

1. Nama : Andrias Golawa

Jenis kelamin : Laki-Laki

Usia : 45 tahun

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Petani

Alamat : kantewu, Sigi

2. Nama : Yerce Djaru’u

Jenis kelamin : Wanita

Usia : 42 tahun

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Pipikoro, Sigi

3. Nama : Erinne Patrawati

Jenis kelamin : Wanita

Usia : 41 tahun

Pendidikan : Sarjana Hukum

Pekerjaan : Pegawai BRI

Alamat : Pipikoro, Sigi