Top Banner
Dalam pembangunan nasional, peningkatan ketahanan pangan selalu menjadi prioritas. Hal ini dapat dipahami karena kekurangan pangan dapat menimbulkan dampak yang luas secara ekonomi, sosial, dan politik. Dalam kaitan tersebut, Provinsi Jawa Barat memiliki peranan penting karena merupakan salah satu lumbung padi nasional. Selama 30 tahun terakhir, Provinsi Jawa Barat rata-rata menyumbang sekitar 22% produksi padi nasional dan lebih dari 95% produksi padi tersebut dihasilkan dari lahan sawah sementara sisanya dihasilkan dari lahan kering. Mengingat besarnya peranan lahan sawah dalam menghasilkan padi, peningkatan produksi padi sawah merupakan upaya penting untuk memenuhi kebutuhan beras yang terus meningkat. Namun, akhir-akhir ini upaya tersebut semakin sulit diwujudkan. Hal tersebut tercermin dari laju pertumbuhan produksi padi sawah yang terus mengalami penurunan dari 5,51% per tahun selama 1973–1983, kemudian turun menjadi 2,69% per tahun selama 1983–1993, dan pada tahun 1993–2003 hanya mencapai 0,83% per tahun (Irawan et al. 2004). Secara agronomis, terdapat tiga kondisi yang menyebabkan turunnya laju pertumbuhan produksi padi tersebut, yaitu (1) peningkatan intensitas panen padi yang dapat dirangsang melalui pembangunan jaringan irigasi semakin sulit diwujudkan akibat keterbatasan anggaran pemerintah, (2) peningkatan luas panen padi yang dapat dirangsang melalui pencetakan sawah semakin sulit diwujudkan akibat keterbatasan anggaran pemerintah dan keterbatasan sumber daya lahan yang dapat dijadikan sawah, dan (3) upaya peningkatan produktivitas padi sawah per hektare semakin terkendala oleh stagnasi inovasi dan diseminasi teknologi budi daya padi. Pada ketiga kondisi tersebut, pengurangan luas sawah akibat dikonversi ke penggunaan non-pertanian seperti kompleks perumahan, pertokoan, kawasan industri, dan sebagainya akan memperbesar masalah pangan. Bagi ketahanan pangan, konversi lahan sawah tersebut merupakan ancaman yang serius karena dampak negatif yang ditimbulkan terhadap produksi padi cenderung bersifat permanen. Oleh karena itu, pengendalian konversi lahan sawah merupakan upaya penting yang harus ditempuh dalam rangka mendukung ketahanan pangan. Pengendalian konversi lahan sawah yang dilaksanakan secara efektif dan KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: KECENDERUNGAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH Bambang Irawan
24

KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: … · Gambar 1. Ilustrasi dampak serangan hama yang bersifat temporer dan dampak konversi lahan sawah yang bersifat permanen terhadap masalah

Mar 03, 2019

Download

Documents

danganh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: … · Gambar 1. Ilustrasi dampak serangan hama yang bersifat temporer dan dampak konversi lahan sawah yang bersifat permanen terhadap masalah

Dalam pembangunan nasional, peningkatan ketahanan pangan selalu menjadi prioritas. Hal ini dapat dipahami karena kekurangan pangan dapat menimbulkan dampak yang luas secara ekonomi, sosial, dan politik. Dalam kaitan tersebut, Provinsi Jawa Barat memiliki peranan penting karena merupakan salah satu lumbung padi nasional. Selama 30 tahun terakhir, Provinsi Jawa Barat rata-rata menyumbang sekitar 22% produksi padi nasional dan lebih dari 95% produksi padi tersebut dihasilkan dari lahan sawah sementara sisanya dihasilkan dari lahan kering.

Mengingat besarnya peranan lahan sawah dalam menghasilkan padi, peningkatan produksi padi sawah merupakan upaya penting untuk memenuhi kebutuhan beras yang terus meningkat. Namun, akhir-akhir ini upaya tersebut semakin sulit diwujudkan. Hal tersebut tercermin dari laju pertumbuhan produksi padi sawah yang terus mengalami penurunan dari 5,51% per tahun selama 1973–1983, kemudian turun menjadi 2,69% per tahun selama 1983–1993, dan pada tahun 1993–2003 hanya mencapai 0,83% per tahun (Irawan et al. 2004). Secara agronomis, terdapat tiga kondisi yang menyebabkan turunnya laju pertumbuhan produksi padi tersebut, yaitu (1) peningkatan intensitas panen padi yang dapat dirangsang melalui pembangunan jaringan irigasi semakin sulit diwujudkan akibat keterbatasan anggaran pemerintah, (2) peningkatan luas panen padi yang dapat dirangsang melalui pencetakan sawah semakin sulit diwujudkan akibat keterbatasan anggaran pemerintah dan keterbatasan sumber daya lahan yang dapat dijadikan sawah, dan (3) upaya peningkatan produktivitas padi sawah per hektare semakin terkendala oleh stagnasi inovasi dan diseminasi teknologi budi daya padi.

Pada ketiga kondisi tersebut, pengurangan luas sawah akibat dikonversi ke penggunaan non-pertanian seperti kompleks perumahan, pertokoan, kawasan industri, dan sebagainya akan memperbesar masalah pangan. Bagi ketahanan pangan, konversi lahan sawah tersebut merupakan ancaman yang serius karena dampak negatif yang ditimbulkan terhadap produksi padi cenderung bersifat permanen. Oleh karena itu, pengendalian konversi lahan sawah merupakan upaya penting yang harus ditempuh dalam rangka mendukung ketahanan pangan. Pengendalian konversi lahan sawah yang dilaksanakan secara efektif dan

KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: KECENDERUNGAN DAN PENGARUHNYA

TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH

Bambang Irawan

Page 2: KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: … · Gambar 1. Ilustrasi dampak serangan hama yang bersifat temporer dan dampak konversi lahan sawah yang bersifat permanen terhadap masalah

KONVERSI LAHAN

126

efisien memang tidak mampu meningkatkan produksi beras dan bahan pangan lainnya, tetapi sangat dibutuhkan untuk menekan permasalahan pangan.

Upaya pengendalian konversi lahan sawah selama ini terkesan terabaikan dan hal ini ditunjukkan oleh meningkatnya konversi lahan sawah beririgasi teknis meskipun tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan kondisi tersebut adalah sikap para pengambil kebijakan yang cenderung menilai konversi lahan sawah sebagai ”masalah kecil” bagi ketahanan pangan. Banyak faktor yang mendorong munculnya sikap seperti ini, salah satunya adalah kurangnya pemahaman tentang besarnya dampak konversi lahan sawah terhadap masalah pangan yang dapat memengaruhi pengambil kebijakan dalam menangani masalah konversi lahan sawah.

Tulisan ini mengungkapkan besarnya dampak konversi lahan sawah terhadap luas panen dan produksi padi di Jawa Barat selama tahun 1980–2008. Di samping itu, diungkapkan pula beberapa aspek terkait lainnya, seperti sifat dampak konversi lahan, karakteristik desa lokasi konversi lahan sawah, kecenderungan jangka panjang konversi lahan sawah, dan sebaran daerah konversi lahan sawah di Jawa Barat.

Sifat Dampak Konversi Lahan Sawah terhadap Produksi Padi

Dampak Konversi Lahan Sawah terhadap Produksi Padi Bersifat Permanen

Penurunan produksi padi sawah dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti terjadinya serangan hama, kekeringan, banjir, rusaknya jaringan irigasi, turunnya harga padi, dan konversi lahan sawah. Berbagai faktor tersebut dapat menimbulkan masalah pangan akibat hilangnya peluang produksi padi sawah baik akibat penurunan luas panen atau akibat penurunan produktivitas usaha tani. Namun, peluang produksi yang hilang tersebut ada yang bersifat temporer dan ada pula yang bersifat permanen. Pada peristiwa serangan hama, penurunan harga padi, kekeringan atau banjir masalah pangan yang ditimbulkan dapat dikatakan bersifat temporer dalam pengertian bahwa masalah pangan hanya muncul manakala peristiwa tersebut terjadi. Tetapi pada kasus konversi lahan masalah pangan yang ditimbulkan bersifat permanen, artinya, masalah pangan yang ditimbulkan tetap akan terasa dalam jangka panjang meskipun konversi lahan sudah tidak terjadi lagi.

Gambar 1 mengilustrasikan dampak konversi lahan sawah yang bersifat permanen dan dampak serangan hama/kekeringan/banjir/penurunan harga padi yang bersifat temporer. Kuantitas kebutuhan padi diasumsikan tetap selama t0 sampai tn sehingga dapat digambarkan sebagai garis horizontal Qd. Pada tahun t0 (sebelum terjadinya serangan hama/kekeringan/banjir/konversi lahan sawah) kuantitas kebutuhan padi tersebut (Qd) sama besar dengan kuantitas produksi padi (Qs0) sehingga pemerintah tidak harus mengimpor padi.

Page 3: KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: … · Gambar 1. Ilustrasi dampak serangan hama yang bersifat temporer dan dampak konversi lahan sawah yang bersifat permanen terhadap masalah

KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: KECENDERUNGAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH

127

Misalkan pada tahun t1 terjadi serangan hama sehingga produksi padi pada tahun t1 turun menjadi Qs1. Pada tingkat produksi tersebut pemerintah harus mengimpor beras sebesar M1 untuk memenuhi kebutuhan beras di dalam negeri. Seandainya pada tahun T2 tidak terjadi lagi serangan hama maka produksi padi akan kembali pada kondisi semula atau mencapai Qs0 sehingga pada tahun T2 tidak lagi diperlukan impor beras. Hal ini berarti masalah pangan yang disebabkan oleh serangan hama tersebut hanya bersifat temporer dalam pengertian bahwa masalah kekurangan pangan tersebut hanya muncul pada saat terjadinya serangan hama.

Akan tetapi, jika terjadi konversi lahan sawah pada tahun t1 maka produksi padi pada tahun t2 tidak akan kembali menjadi Qs0 atau tetap sebesar Qs1 meskipun pada tahun t2 tidak terjadi konversi lahan. Hal ini karena lahan sawah yang sudah dikonversi ke penggunaan non-pertanian tidak pernah berubah kembali menjadi lahan sawah atau bersifat irreversible (Agus dan Syaukat 2004; Simatupang dan Irawan 2003; Pakpahan dan Anwar 1989). Konsekuensinya adalah impor beras sebesar M1 masih tetap diperlukan pada t2 meskipun pada tahun t2 tidak terjadi konversi lahan. Dengan demikian, konversi lahan sawah yang terjadi pada tahun t1 menyebabkan pemerintah harus mengimpor beras sebesar 2 M1 untuk memenuhi kebutuhan beras pada tahun t1 dan t2. Hal ini menunjukkan bahwa dampak konversi lahan tersebut cenderung bersifat permanen, artinya, dampak konversi lahan yang terjadi pada tahun tertentu tidak hanya dirasakan atau muncul pada tahun terjadinya konversi lahan tetapi juga pada tahun-tahun berikutnya. Dengan demikian, jika terjadi konversi lahan pada tahun tertentu, dampak yang harus diperhitungkan bukan hanya yang terjadi pada tahun tersebut tetapi juga pada tahun-tahun berikutnya.

Seandainya pada tahun t2 terjadi lagi konversi lahan yang berdampak pada penurunan produksi padi sebesar dK2,kebutuhan impor beras sejak tahun t2 hingga tn akan naik menjadi M2. Kuantitas kebutuhan impor tersebut (M2) sama besarnya dengan dK1 + dK2 yang merupakan dampak konversi lahan yang terjadi pada tahun t1 dan t2. Artinya, masalah pangan pada tahun tertentu yang disebabkan oleh konversi lahan pada dasarnya merupakan akumulasi dampak konversi lahan yang terjadi pada tahun yang bersangkutan dan tahun-tahun sebelumnya. Dengan kata lain, dampak konversi lahan tersebut selama periode tertentu akan bersifat kumulatif.

Sifat dampak konversi sawah seperti diuraikan di atas, dapat dianalogikan dengan sifat dampak pencetakan sawah terhadap masalah pangan yaitu bersifat permanen. Perbedaannya hanya terletak pada arah dampak yang ditimbulkan, di mana pencetakan sawah menimbulkan dampak positif sedangkan konversi sawah menimbulkan dampak negatif terhadap masalah pangan. Mengingat dampak konversi dan pencetakan sawah bersifat permanen, dapat dikatakan bahwa masalah pangan yang terjadi pada saat ini tidak mungkin terlepas dari pencetakan sawah dan konversi lahan sawah yang terjadi pada masa lalu. Dengan kata lain, dinamika ketersediaan pangan dan produksi padi akan sangat terkait dengan dinamika pencetakan sawah dan konversi lahan sawah.

Page 4: KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: … · Gambar 1. Ilustrasi dampak serangan hama yang bersifat temporer dan dampak konversi lahan sawah yang bersifat permanen terhadap masalah

KONVERSI LAHAN

128

Produksi, permintaan, dan impor beras

Qs0=Qd

dK1=M1

Qs1 dK1+dK2 =M2 dK2

Qs2

t0 t1 t2 tn Tahun

Lintasan produksi akibat serangan hama Lintasan produksi akibat konversi lahan

Gambar 1. Ilustrasi dampak serangan hama yang bersifat temporer dan dampak konversi lahan sawah yang bersifat permanen terhadap masalah pangan

Pengukuran Empiris Dampak Konversi Lahan Sawah terhadap Produksi Padi

Untuk menggambarkan dampak permanen konversi lahan sawah terhadap kehilangan produksi padi, diperlukan kajian dengan menggunakan data deret waktu. Dengan menggunakan jenis data tersebut, dapat digambarkan: (a) dinamika produksi padi sawah pada kondisi luas sawah yang tetap atau tidak terjadi konversi lahan, dan (b) dinamika produksi padi sawah setelah terjadi konversi lahan. Selisih produksi padi pada kedua kondisi tersebut untuk tahun tertentu mencerminkan besarnya dampak konversi lahan. Dengan pendekatan yang sama dapat diperkirakan pula dampak pencetakan lahan sawah terhadap produksi padi dan luas panen padi.

Page 5: KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: … · Gambar 1. Ilustrasi dampak serangan hama yang bersifat temporer dan dampak konversi lahan sawah yang bersifat permanen terhadap masalah

KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: KECENDERUNGAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH

129

Produksi padi di setiap kabupaten dan pada tahun tertentu pada dasarnya sangat tergantung pada luas baku sawah tersedia (L), intensitas panen padi (I) dan produksi padi per hektare per musim (Y). Hubungan antara produksi padi dan ketiga variabel di setiap kabupaten i dan tahun t dapat digambarkan sebagai persamaan berikut:

Qti = Lti . Iti . Yti ......................................................................................................... (1)

di mana:Qti = produksi padi pada tahun t di kabupaten iLti = luas baku sawah pada tahun t di kabupaten i Yti = produktivitas padi per musim tanam pada tahun t di kabupaten iIti = intensitas panen padi per tahun pada tahun t di kabupaten it = tahun 0 …….. n

Pada data serial waktu variabel Yti dan Iti cenderung meningkat dari tahun ke tahun akibat peningkatan teknologi usaha tani dan pembangunan jaringan irigasi. Intensitas panen padi (Iti) dapat meningkat akibat penggunaan varietas padi berumur pendek dan/atau akibat pembangunan jaringan irigasi yang memungkinkan ketersediaan air sepanjang tahun. Sedangkan produktivitas padi per hektare dapat meningkat akibat perbaikan teknologi budi daya padi seperti cara penanaman, penggunaan pupuk, dan sebagainya. Fluktuasi tahunan dari kedua variabel tersebut tidak terkait dengan luas sawah yang tersedia karena tidak ada mekanisme teoritis yang dapat mengaitkannya.

Pada kondisi luas sawah yang tetap selama periode t0 hingga tn, produksi padi per tahun akan meningkat akibat peningkatan produktivitas usaha tani dan peningkatan intensitas tanam padi per tahun yang dirangsang oleh perbaikan teknologi usaha tani dan pembangunan jaringan irigasi. Pada kondisi luas sawah tersebut maka besarnya produksi padi setiap tahun adalah:

Q0i = L0i . I0i . Y0i, untuk t = 0 ....................................................................................... (2)

Q1i = L1i . I1i . Y01, untuk t = 1 ...................................................................................... (3)

Q2i = L2i . I2i . Y2i, untuk t = 2 ....................................................................................... (4)

Qni = Lni . Ini . Yni, untuk t = n....................................................................................... (5)

atau Qti = Lei . Iti . Yti, di mana

Lei = L0i = Lni ................................................................................................................. (6)

Apabila terjadi pengurangan luas sawah akibat konversi lahan dan tidak terjadi pencetakan sawah selama periode pengamatan, produksi padi akan berkurang akibat berkurangnya luas sawah yang tersedia untuk usaha tani padi. Jika konversi lahan tersebut

Page 6: KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: … · Gambar 1. Ilustrasi dampak serangan hama yang bersifat temporer dan dampak konversi lahan sawah yang bersifat permanen terhadap masalah

KONVERSI LAHAN

130

terjadi pada t=1 dan t=2 masing-masing sebesar k1i dan k2i, besarnya produksi padi setelah konversi lahan pada kedua tahun pengamatan tersebut adalah:

QK1i = LK1i . I1i . Y1i = (L0i – K1i) . I1i . Y1i ................................................................... (7)

QK2i = LK2i . I2i . Y2i = (LK1i – K2i) . I2i . Y2i

= (L0i – K1i – K2i) . I2i . Y2i ................................................................................... (8)

di mana QK1i dan QK2i serta LK1i dan LK2i masing-masing adalah produksi padi dan luas sawah di kabupaten i setelah terjadi konversi lahan pada t=1 dan t=2.

Selisih produksi padi antara persamaan (7) dan (3) serta antara persamaan (8) dan (4) masing-masing menggambarkan dampak konversi lahan pada t=1 dan t=2 terhadap produksi padi. Besarnya dampak konversi lahan tersebut pada t=1 adalah:

QK1i – Q1i = (L0i – K1i) . I1i . Y1i – L1i . I1i . Y1i ............................................................. (9)

Oleh karena pada kondisi luas sawah yang tetap besarnya L0i = L1i = Lei (persamaan 6), maka dampak konversi lahan pada t=1 terhadap pengurangan produksi padi di kabupaten i dapat diestimasi dengan menggunakan persamaan :

DK1i = -K1i . I1i . Y1i .................................................................................................. (10)

Sedangkan dampak konversi lahan pada tahun t=2 terhadap pengurangan produksi padi adalah:

Dk2i = Qk2i - Q2i

= (L0i - K1i – K2i) . I2i . Y2i – L2i . I2i . Y2i

= -(K1I + K2I) . I2I . Y2I ......................................................................................... (11)

Persamaan (10) dan (11) menggambarkan besarnya dampak konversi lahan yang terjadi di setiap kabupaten i. Untuk mengestimasi total dampak konversi lahan pada agregat provinsi Jawa Barat (DKT) maka dapat digunakan persamaan sebagai berikut :

DKT = ∑ DKti ........................................................................................................ (12)

Konversi Lahan Sawah di Jawa Barat

Perubahan Pemanfaatan Lahan di Jawa Barat Tahun 2000–2002Pada tahun 2003, Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan sensus pertanian. Salah satu

data yang dikumpulkan dalam sensus pertanian tersebut adalah perubahan pemanfaatan lahan yang terjadi selama 3 tahun sebelum pelaksanaan sensus, yaitu selama tahun 2000–2002. Data perubahan pemanfaatan lahan tersebut dikumpulkan di seluruh desa di Jawa

Page 7: KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: … · Gambar 1. Ilustrasi dampak serangan hama yang bersifat temporer dan dampak konversi lahan sawah yang bersifat permanen terhadap masalah

KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: KECENDERUNGAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH

131

Barat yang secara total berjumlah 5.233 desa. Di samping itu, dikumpulkan pula data profil desa yang mencakup berbagai aspek pembangunan.

Tabel 1 memperlihatkan perubahan pemanfaatan lahan di Jawa Barat selama tahun 2000–2002. Tampak bahwa secara total seluas 1.3142 hektare/tahun lahan di Jawa Barat mengalami perubahan pemanfaatan selama tahun 2000–2002. Perubahan pemanfaatan lahan paling luas terjadi pada lahan sawah yaitu seluas 8.141 hektare/tahun atau sekitar 62% dari total lahan yang mengalami perubahan pemanfaatan. Hal ini menunjukkan bahwa lahan sawah paling cepat berubah atau paling dinamis dibanding lahan pertanian bukan sawah (tegalan/tambak/kebun) dan hutan rakyat.

Tabel 1. Perubahan pemanfaatan lahan selama tahun 2000–2002 di Provinsi Jawa Barat (hektare/tahun)

Jenis lahan

Dikonversi menjadiTotal

perubahanSawahPertanian

bukan sawah

Non-pertanian Perumahan Industri Perkantoran/

pertokoan Lainnya

Sawah 02.655 5.486 2.932 1.626 308 621 8.141

32,6% 67,4% 36,0% 20,0% 3,8% 7,6% 100,0%

Pertanian bukan sawah

9750

2.168 1.307 489 86 286 3.143

31,0% 69,0% 41,6% 15,6% 2,7% 9,1% 100,0%

Hutan rakyat

247 1.334 278 46 71 67 93 1.858

13,3% 71,8% 14,9% 2,5% 3,8% 3,6% 5,0% 100.0%

Total1.222 3.989 7.931 4.285 2.187 460 999 13.142

9,3% 30,4% 60,3% 32,6% 16,6% 3,5% 7,6% 100,0%

Sumber: Sensus Pertanian 2003 (diolah)

Konversi lahan sawah pada umumnya ditujukan untuk aktivitas sektor non-pertanian (67,4%), meskipun ada pula yang dikonversi menjadi lahan pertanian bukan sawah (32,6%). Konversi lahan sawah ke sektor non-pertanian paling banyak ditujukan untuk pembangunan kompleks perumahan (36,0%) dan kawasan industri (20,0%). Hal yang sama juga terjadi pada lahan pertanian bukan sawah di mana luas lahan yang dikonversi ke sektor non-pertanian sebesar 69,0% dan sekitar 56,2% ditujukan untuk pembangunan kompleks perumahan dan kawasan industri. Hal ini menunjukkan bahwa luas lahan pertanian, baik lahan sawah maupun lahan pertanian bukan sawah akan terus berkurang akibat digunakan untuk kegiatan non-pertanian.

Di samping mengalami pengurangan luas lahan akibat dikonversi ke penggunaan non-pertanian, lahan sawah juga mengalami peningkatan akibat adanya perubahan lahan pertanian bukan sawah dan hutan rakyat menjadi lahan sawah. Sebagian besar penambahan luas sawah tersebut (79,8%) berasal dari perubahan lahan pertanian bukan sawah yang berubah menjadi lahan sawah. Namun, penambahan luas sawah tersebut jauh lebih kecil

Page 8: KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: … · Gambar 1. Ilustrasi dampak serangan hama yang bersifat temporer dan dampak konversi lahan sawah yang bersifat permanen terhadap masalah

KONVERSI LAHAN

132

dibanding pengurangan luas sawah. Pengurangan luas sawah rata-rata 8.141 ha/tahun sedangkan penambahan luas sawah rata-rata hanya seluas 1.222 ha/tahun atau sekitar 15% dari luas sawah yang dikonversi ke penggunaan lain (Tabel 2). Konsekuensinya adalah luas sawah mengalami pengurangan rata-rata seluas 6.919 ha/tahun.

Tabel 2. Neraca perubahan luas pemanfaatan lahan selama tahun 2000–2002 di Provinsi Jawa Barat (hektare/tahun)

Jenis lahan Pengurangan luas lahan (ha)

Penambahan luas lahan (ha)

Total perubahan (ha)

Sawah -8.141 1.222 -6.919Pertanian bukan sawah -3.143 3.989 8.46Hutan rakyat -1.858 - -1.858Non-pertanian - 7.931 7.931

Total -13.142 13.142 0Sumber: Sensus Pertanian 2003 (diolah)

Konversi lahan pertanian ke penggunaan non-pertanian pada dasarnya terjadi akibat adanya persaingan dalam pemanfaatan lahan antara sektor pertanian dan sektor non-pertanian. Sedangkan persaingan dalam pemanfaatan lahan tersebut muncul akibat adanya tiga fenomena ekonomi dan sosial yaitu: (a) keterbatasan sumber daya lahan, (b) pertumbuhan penduduk, dan (c) pertumbuhan ekonomi. Di setiap daerah, luas lahan yang tersedia relatif tetap atau terbatas sehingga pertumbuhan penduduk akan meningkatkan kelangkaan lahan yang dapat dialokasikan untuk kegiatan pertanian dan non-pertanian. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi cenderung mendorong permintaan lahan untuk kegiatan non-pertanian dengan laju lebih tinggi dibanding permintaan lahan untuk kegiatan pertanian karena permintaan produk non-pertanian lebih elastis terhadap pendapatan. Meningkatnya kelangkaan lahan (akibat pertumbuhan penduduk), yang dibarengi dengan meningkatnya permintaan lahan yang relatif tinggi untuk kegiatan non-pertanian (akibat pertumbuhan ekonomi) pada akhirnya menyebabkan terjadinya konversi lahan sawah ke penggunaan non-pertanian.

Kajian empiris yang memperlihatkan fenomena tersebut dapat disimak dalam hasil penelitian Pakpahan dan Anwar (1989) di Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa konversi lahan pertanian dipengaruhi secara positif oleh pertumbuhan PDRB dan kepadatan penduduk, sedangkan total luas lahan yang tersedia memiliki pengaruh negatif. Begitu pula Hakim (1989) dan Ilham (2004) mengungkapkan fenomena yang senada, yaitu konversi lahan pertanian dipengaruhi oleh PDRB sektor pertanian, PDRB per kapita dan kepadatan penduduk. Sedangkan hasil kajian mikro yang dilakukan oleh Irawan et al. (2000) mengungkapkan bahwa konversi lahan yang ditujukan untuk pembangunan kompleks perumahan di kawasan Pantura

Page 9: KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: … · Gambar 1. Ilustrasi dampak serangan hama yang bersifat temporer dan dampak konversi lahan sawah yang bersifat permanen terhadap masalah

KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: KECENDERUNGAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH

133

umumnya mendekati daerah-daerah pusat pertumbuhan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa konversi lahan tersebut dapat dirangsang oleh berkembangnya kegiatan ekonomi di suatu daerah.

Tabel 3. Neraca perubahan luas sawah selama tahun 2000–2003 di Jawa Barat menurut kabupaten

KabupatenLuas

sawah

(000 ha)

Pengurangan luas sawah akibat konversi

(ha/th)Penambahan

luas sawah (ha/

th)

Perubahan

(ha/th)

Persentase (%)

Non-

pertanian

Pertanian

bukan sawahTotal

Konversi ke

non-pertanian

Penyusutan

luas sawah

Bogor 55,7 774 210 984 22 -962 1,39% -1,73%

Sukabumi 66,7 126 187 313 155 -159 0,19% -0,24%

Cianjur 76,8 260 100 361 125 -236 0,34% -0,31%

Bandung 60,7 631 419 1.050 89 -961 1,04% -1,58%

Garut 53,9 71 58 129 81 -48 0,13% -0,09%

Tasikmalaya 54,3 80 36 116 143 27 0,15% 0,05%

Ciamis 66,1 37 19 56 151 95 0,06% 0,14%

Kuningan 98,1 119 78 198 69 -129 0,12% -0,13%

Cirebon 57,4 217 47 264 24 -241 0,38% -0,42%

Majalengka 52,9 75 15 90 66 -24 0,14% -0,04%

Sumedang 35,4 107 69 177 104 -73 0,30% -0,21%

Indramayu 107,5 376 892 1.268 2 -1.266 0,35% -1,18%

Subang 85,3 78 342 420 86 -334 0,09% -0,39%

Purwakarta 18,8 122 28 150 37 -114 0,65% -0,60%

Karawang 87,1 1.119 86 1.205 39 -1.166 1,29% -1,34%

Bekasi 56,9 1.293 66 1.359 31 -1.329 2,27% -2,33%

Total 1.033,6 5.486 2.655 8.141 1.222 -6.919 0,53% -0,67%

Sumber: Sensus Pertanian 2003 (diolah)

Ketiga faktor determinan konversi lahan tersebut (keterbatasan lahan, pertumbuhan penduduk, dan pertumbuhan ekonomi) memiliki pengaruh terhadap pola penyebaran spasial konversi lahan sawah di provinsi Jawa Barat. Dalam Tabel 3 dapat dilihat bahwa pengurangan luas sawah akibat konversi ke pemanfaatan non-pertanian paling banyak terjadi di kabupaten Karawang (1.119 hektare per tahun) dan kabupaten Bekasi (1.293 hektare per tahun) karena kedua kabupaten tersebut relatif dekat dengan pusat pertumbuhan ekonomi di wilayah DKI. Di kabupaten Bogor dan Bandung, luas konversi sawah ke pemanfaatan non-pertanian juga relatif tinggi yaitu lebih dari 600 hektare per

Page 10: KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: … · Gambar 1. Ilustrasi dampak serangan hama yang bersifat temporer dan dampak konversi lahan sawah yang bersifat permanen terhadap masalah

KONVERSI LAHAN

134

tahun. Secara keseluruhan luas sawah yang dikonversi ke pemanfaatan non-pertanian di Jawa Barat seluas 5.486 ha/tahun atau 0,53% dari luas sawah yang tersedia. Lahan sawah yang sudah dikonversi ke penggunaan non-pertanian tersebut umumnya tidak pernah berubah kembali menjadi lahan sawah sehingga dapat dikatakan bahwa luas sawah di Jawa Barat sedikitnya akan berkurang sebesar 0,53% per tahun.

Untuk menanggulangi pengurangan luas sawah akibat dikonversi ke penggunaan non-pertanian, di setiap kabupaten umumnya dilakukan pencetakan sawah baru yang berasal dari lahan pertanian bukan sawah atau hutan rakyat. Namun, karena keterbatasan sumber daya lahan yang tersedia, luas pencetakan sawah tersebut umumnya lebih kecil dibanding luas sawah yang dikonversi. Konsekuensinya adalah luas sawah di Jawa Barat berkurang sebesar 6.919 hektare/tahun atau mengalami penyusutan sebesar 0,67% per tahun. Penyusutan luas sawah tersebut relatif tinggi di kabupaten Bogor, Bandung, Indramayu, Karawang, dan Bekasi di mana penyusutan luas sawah sekitar 1%–2% per tahun. Sebaliknya, di kabupaten Tasikmalaya dan kabupaten Ciamis terjadi peningkatan luas sawah sekitar 0,1% per tahun.

Sebaran Desa dan Karaketristik Desa Lokasi Konversi Lahan SawahJumlah desa di Jawa Barat pada tahun 2003 sebanyak 5.233 desa (Tabel 4). Dari total

desa tersebut sebanyak 2.132 desa atau 40,7% desa mengalami konversi lahan sawah ke penggunaan non-pertanian (perumahan, industri, perkantoran/pertokoan, dan lainnya). Sedangkan luas sawah yang dikonversi rata-rata seluas 2,54 ha/desa/tahun, dan berkisar antara 0,33 ha/desa/tahun hingga 17,47 ha/desa/tahun menurut kabupaten.

Desa yang mengalami konversi lahan sawah banyak tersebar di kabupaten Sumedang, Garut, dan Purwakarta yaitu lebih dari 53% desa. Di kabupaten Bogor, Kuningan, dan Indramayu kasus konversi lahan sawah ke penggunaan non-pertanian juga cukup banyak tersebar yaitu lebih dari 45% desa. Hal ini menunjukkan bahwa desa lokasi konversi lahan sawah di kabupaten Sumedang, Garut, Purwakarta, Bogor, Kuningan dan Indramayu relatif tersebar dibanding kabupaten lainnya. Namun, rata-rata luas sawah yang di konversi relatif sempit yaitu sekitar 0,33–1,17 ha per desa per tahun, kecuali di kabupaten Indramayu dan Bogor yang mencapai 2,61 ha dan 3,99 ha per desa per tahun.

Sebaliknya, di kabupaten Cianjur, Bandung, Cirebon, Karawang, Subang, dan Bekasi, desa lokasi konversi lahan sawah relatif terkonsentrasi, sekitar 30%–40% desa. Namun, rata-rata luas konversi lahan sawah di kabupaten tersebut relatif tinggi yaitu lebih dari 1,40 ha/desa/tahun. Di kabupaten Karawang dan Bekasi luas konversi lahan sawah tersebut bahkan mencapai 17,47 ha dan 8,77 ha per desa per tahun.

Page 11: KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: … · Gambar 1. Ilustrasi dampak serangan hama yang bersifat temporer dan dampak konversi lahan sawah yang bersifat permanen terhadap masalah

KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: KECENDERUNGAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH

135

Tabel 4. Sebaran desa lokasi konversi lahan sawah ke penggunaan non-pertanian di Jawa Barat menurut kabupaten

Kabupaten Jumlah desaDesa lokasi konversi lahan sawah Luas konversi

(ha/desa/tahun)(desa) (%)

Bogor 422 194 46,0 3,99

Sukabumi 337 144 42,7 0,88

Cianjur 339 105 31,0 2,48

Bandung 422 152 36,0 4,15

Garut 404 214 53,0 0,33

Tasikmalaya 340 110 32,4 0,73

Ciamis 361 112 31,0 0,33

Kuningan 367 170 46,3 0,70

Cirebon 420 150 35,7 1,45

Majalengka 331 132 39,9 0,57

Sumedang 269 153 56,9 0,70

Indramayu 307 144 46,9 2,61

Subang 249 54 21,7 1,45

Purwakarta 191 104 54,5 1,17

Karawang 298 120 40,3 8,77

Bekasi 176 74 42,0 17,47

Total 5.233 2.132 40,7 2,54

Sumber: Sensus Pertanian 2003 (diolah)

Desa yang mengalami konversi lahan sawah umumnya memiliki karakteristik yang berbeda dibanding desa yang tidak mengalami konversi lahan sawah. Untuk memahami faktor pendorong konversi lahan dan potensi pengaruhnya terhadap produksi pangan, dalam Tabel 5 hingga Tabel 9 diperlihatkan karakteristik desa lokasi konversi lahan sawah dibanding desa lainnya. Karakteristik desa dalam hal ini dibagi atas 5 kategori yaitu: (1) karakteristik lokasi desa, (2) karakteristik sarana perkotaan, (3) karakteristik sumber daya lahan, (4) karakteristik sosial masyarakat desa, dan (5) karakteristik pertanian tanaman pangan khususnya padi. Secara umum dapat disimpulkan bahwa konversi lahan sawah ke penggunaan non-pertanian cenderung terjadi di desa dengan karakteristik sebagai berikut.

(1) Karakteristik lokasi desaWilayah di Jawa Barat secara keseluruhan terdiri atas 74,6% daerah pedesaan dan

25,4% daerah perkotaan. Desa lokasi konversi lahan sawah lebih banyak merupakan daerah perkotaan (30,6% desa) dibanding desa yang tidak mengalami konversi lahan sawah (21,8% desa). Hal ini menunjukkan bahwa konversi lahan sawah cenderung terjadi

Page 12: KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: … · Gambar 1. Ilustrasi dampak serangan hama yang bersifat temporer dan dampak konversi lahan sawah yang bersifat permanen terhadap masalah

KONVERSI LAHAN

136

di daerah perkotaan. Konversi lahan sawah tersebut juga cenderung terjadi di sekitar daerah perkotaan dan hal ini ditunjukkan oleh jarak desa lokasi konversi lahan ke kota kecamatan atau kabupaten yang lebih dekat dibanding desa lain yang tidak mengalami konversi lahan sawah. Kondisi demikian dapat terjadi karena salah satu faktor pendorong terjadinya konversi lahan adalah pertumbuhan ekonomi. Laju pertumbuhan ekonomi umumnya lebih tinggi di daerah kota daripada daerah pedesaan.

Tabel 5. Karakteristik lokasi desa yang melakukan konversi lahan sawah di Jawa Barat Karakteristik lokasi desa Desa konversi Desa lain Seluruh desa

Daerah pedesaan (% desa) 69,4% 78,2% 74,6%

Daerah perkotaan (% desa) 30,6% 21,8% 25,4%

Rata-rata ketinggian desa (m) 372,8 389,1 382,5

Rata-rata jarak ke kecamatan (km) 5,2 6,3 5,9

Rata-rata jarak ke kabupaten (km) 28,9 37,1 33,7

Rata-rata jarak ke kabupaten lain terdekat (km) 44,6 47,6 46,4

Sumber: Sensus Pertanian 2003 (diolah)

(2) Karakteristik sarana perkotaanSalah satu faktor pendorong terjadinya konversi lahan sawah adalah tingginya

permintaan lahan untuk kegiatan non-pertanian yang dirangsang oleh pertumbuhan ekonomi. Secara fisik, pertumbuhan ekonomi tersebut dicerminkan oleh semakin banyaknya sarana kegiatan non-pertanian yang umumnya identik dengan sarana di daerah kota. Desa lokasi konversi lahan sawah umumnya memiliki sarana perkotaan (hotel, restoran, supermarket, bank) yang lebih banyak dibanding desa lainnya. Desa lokasi konversi lahan sawah tersebut juga lebih dekat ke sarana perkotaan lainnya seperti rumah sakit, gedung bioskop, kompleks pertokoan dan pasar permanen. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembangunan sarana perkotaan cenderung mendorong terjadinya konversi lahan sawah.

Tabel 6. Karakteristik sarana perkotaan di desa yang melakukan konversi lahan sawah di Jawa Barat

Karakteristik sarana perkotaan Desa konversi Desa lain Seluruh desa

Jarak ke rumah sakit (km) 18,6 26,5 23,3

Jarak ke gedung bioskop (km) 26,6 30,0 28,6

Jarak ke kompleks pertokoan (km) 6,1 8,2 7,3

Jarak ke pasar permanen (km) 5,0 7,4 6,4

Jumlah supermaket/restoran/hotel/bank (unit/desa) 4,99 3,79 4,28

Jumlah toko/warung (unit/desa) 76,2 57,8 65,3

Sumber: Sensus Pertanian 2003 (diolah)

Page 13: KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: … · Gambar 1. Ilustrasi dampak serangan hama yang bersifat temporer dan dampak konversi lahan sawah yang bersifat permanen terhadap masalah

KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: KECENDERUNGAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH

137

(3) Karakteristik sumber daya lahanKonversi lahan sawah cenderung terjadi di pedesaan yang sumber daya lahannya

didominasi oleh lahan sawah (Tabel 7). Konversi lahan sawah tersebut juga cenderung terjadi di desa yang memiliki lahan sawah irigasi relatif luas dibanding desa yang tidak mengalami konversi lahan sawah. Konsekuensinya adalah konversi lahan sawah akan mengancam keberadaan lahan sawah irigasi. Namun, tidak ada perbedaan yang signifikan antara sertifikasi lahan di desa lokasi konversi lahan dan desa lainnya, artinya sertifikasi lahan belum tentu efektif untuk mencegah konversi lahan.

Alokasi lahan untuk sektor non-pertanian (perumahan, industri, perkantoran/pertokoan) di desa lokasi konversi lahan juga lebih tinggi dibanding desa lainnya, artinya keberadaan kawasan non-pertanian seperti kompleks perumahan, kawasan industri dan kompleks pertokoan cenderung mendorong terjadinya konversi lahan sawah. Hal ini dapat terjadi karena adanya kawasan non-pertanian di suatu lokasi tertentu cenderung menyebabkan dua kondisi yang saling terkait yaitu: (1) sejalan dengan pembangunan kawasan non-pertanian maka infrastruktur transportasi di lokasi sekitarnya cenderung semakin baik sehingga mendorong permintaan lahan untuk kegiatan non-pertanian lainnya, dan (2) naiknya permintaan lahan tersebut menyebabkan harga lahan di sekitarnya naik berlipat ganda sehingga merangsang petani untuk menjual lahan sawahnya.

(4) Karakteristik sosial masyarakat desaSalah satu ciri umum di daerah perkotaan adalah kepadatan penduduknya relatif

tinggi dibanding di daerah pedesaan, dengan kata lain kelangkaan lahan pertanian dan non-pertanian relatif tinggi di daerah perkotaan. Begitu pula lapangan kerja non-pertanian umumnya lebih tersedia di sekitar daerah perkotaan dibanding daerah pedesaan. Desa lokasi konversi lahan sawah lebih banyak yang merupakan daerah kota atau terdapat di sekitar daerah perkotaan maka kelangkaan lahan pertanian atau kepadatan penduduk agraris di desa lokasi konversi lahan (74 jiwa/hektare) jauh lebih tinggi dibanding desa yang tidak melakukan konversi lahan (39 jiwa/hektare). Sebaliknya, persentase keluarga pertanian dan keluarga buruh tani di desa lokasi konversi lahan sawah relatif kecil karena kesempatan kerja non-pertanian di sekitar daerah perkotaan umumnya relatif tersedia.

Akibat kelangkaan lahan pertanian yang relatif tinggi, persentase petani penggarap/penyewa lahan di desa lokasi konversi lahan lebih tinggi dibanding di desa yang tidak melakukan konversi lahan. Jumlah keluarga miskin atau keluarga prasejahtera di desa lokasi konversi lahan (545 keluarga/desa) juga lebih tinggi dibanding di desa lainnya (512 keluarga/desa) karena kemiskinan penduduk di daerah pedesaan umumnya sangat terkait dengan kelangkaan lahan pertanian. Hal tersebut menunjukkan bahwa ancaman konversi lahan sawah cenderung tinggi di daerah miskin dan kelangkaan lahan pertanian yang tinggi. Dengan kata lain, kemiskinan penduduk dan kelangkaan lahan pertanian cenderung mendorong terjadinya konversi lahan sawah ke penggunaan non-pertanian.

Page 14: KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: … · Gambar 1. Ilustrasi dampak serangan hama yang bersifat temporer dan dampak konversi lahan sawah yang bersifat permanen terhadap masalah

KONVERSI LAHAN

138

Tabel 7. Karakteristik sumber daya lahan di desa yang melakukan konversi lahan sawah di Jawa Barat

Karakteristik sumber daya lahan Desa konversi Desa lain Seluruh desaPersentase desa dominan lahan sawah (%) 47,8% 37,2% 41,5%

Persentase desa dominan lahan tegalan/tambak (%) 29,1% 30,1% 29,7%Persentase desa dominan lahan perkebunan (%) 10,8% 16,5% 14,2%Persentase desa dominan lahan hutan rakyat (%) 12,2% 16,2% 14,6%Rata-rata persentase sawah irigasi (%) 86,9 68,1 75,8Rata-rata persentase lahan bersertifikat (%) 24,42 24,40 24,4Rata-rata luas sawah (ha/desa) 183,8 206,9 197,5Rata-rata luas tegalan/tambak (ha/desa) 120,4 184,0 158,1Rata-rata luas hutan rakyat (ha/desa) 20,6 40,3 32,3Rata-rata luas lahan perkebunan (ha/desa) 33,7 75,0 58,2Alokasi lahan untuk non-pertanian (%) 23,9 21,3 22,4Alokasi lahan untuk perumahan (%) 14,5 12,6 13,4Alokasi lahan untuk industri (%) 1,1 0,7 0,9

Alokasi lahan untuk perkantoran/pertokoan (%) 1,1 0,9 1,0

Sumber: Sensus Pertanian 2003 (diolah)

Tabel 8. Karakteristik sosial masyarakat di desa yang melakukan konversi lahan sawah di jawa Barat

Karakteristik sosial Desa konversi Desa lain Seluruh desaKepadatan penduduk terhadap total lahan (jiwa/ha) 19,5 15,0 16,8Kepadatan penduduk terhadap lahan pertanian (jiwa/ha) 74,0 38,5 53,0Persentase keluarga pertanian (%/desa) 63,8 68,0 66,3Persentase keluarga buruh tani (%/desa) 23,5 25,5 24,7Persentase keluarga penggarap/penyewa lahan (%/desa) 24,7 23,9 24,2Jumlah keluarga prasejahtera (kk/desa) 545,0 518,9 529,5

Sumber: Sensus Pertanian 2003 (diolah)

(5) Karakteristik pertanian tanaman panganLahan sawah di pedesaan umumnya dapat digunakan untuk tanaman padi, palawija

(jagung, kedelai, kacang tanah, ubi jalar), dan sayuran. Di desa lokasi konversi lahan, pemanfaatan lahan sawah lebih didominasi oleh tanaman padi dibanding di desa yang

Page 15: KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: … · Gambar 1. Ilustrasi dampak serangan hama yang bersifat temporer dan dampak konversi lahan sawah yang bersifat permanen terhadap masalah

KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: KECENDERUNGAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH

139

tidak melakukan konversi lahan sawah. Indeks pertanaman padi per tahun (IP padi) dan produktivitas padi di desa lokasi konversi lahan (136% per tahun dan 5,11 ton/ha) juga lebih tinggi dibandingkan dengan desa lainnya (125% per tahun dan 5,04 ton/ha). Begitu pula jumlah mesin pengolah padi dan pangsa produksi padi di desa lokasi konversi lahan lebih tinggi dibandingkan dengan desa lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa konversi lahan sawah cenderung terjadi di daerah sentra produksi padi yang umumnya memiliki pangsa produksi, produktivitas, luas tanam, IP padi dan industri pengolahan padi relatif tinggi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ancaman konversi lahan sawah relatif tinggi di daerah sentra produksi padi sehingga fenomena konversi lahan sawah dapat menimbulkan dampak yang serius bagi ketahanan pangan.

Tabel 9. Karakteristik pertanian tanaman pangan di desa lokasi konversi lahan sawah di Jawa Barat

Karakteristik pertanian tanaman pangan Desa konversi Desa lain Seluruh desaPersentase desa dominan padi (%) 57,4% 53,0% 54,8%Persentase desa dominan palawija (%) 26,9% 26,3% 26,6%Persentase desa dominan sayuran (%) 12,8% 16,2% 14,8%IP padi per tahun (%) 136 125 130Produktivitas padi (ton/ha) 5,11 5,04 5,06Pangsa produksi padi terhadap provinsi Jabar (%/desa) 0,020% 0,018% 0,019%Jumlah mesin pengolah padi (unit/desa) 5,14 4,66 4,85

Sumber: Sensus Pertanian 2003 (diolah)

Kecenderungan Konversi dan Pencetakan Sawah Tahun 1980–2008

Konversi lahan sawah pada dasarnya dapat dilakukan oleh petani sendiri, para investor yang menguasai lahan sawah, dan pemerintah. Konversi lahan yang dilakukan oleh petani biasanya meliputi area yang relatif sempit dan ditujukan untuk pembangunan perumahan pribadi. Konversi lahan yang dilakukan oleh investor umumnya meliputi hamparan lahan yang luas dan ditujukan untuk berbagai kegiatan non-pertanian seperti pembangunan kawasan industri, kompleks perumahan, kompleks pertokoan, dan perdagangan. Begitu pula konversi lahan yang dilakukan oleh pemerintah untuk pembangunan sarana publik seperti pembangunan jalan, pasar, gedung sekolah, dan sebagainya biasanya meliputi hamparan yang cukup luas.

Oleh karena jenis penggunaan lahan yang dikonversi sangat beragam dan dapat dilakukan oleh berbagai pihak yang berbeda maka pendataan luas konversi lahan sawah sejauh ini belum ada yang akurat (Sumaryanto et al. 1995; Mariadi dan Suryanto 1997;

Page 16: KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: … · Gambar 1. Ilustrasi dampak serangan hama yang bersifat temporer dan dampak konversi lahan sawah yang bersifat permanen terhadap masalah

KONVERSI LAHAN

140

Jamal dan Djauhari 1998). Kesulitan pendataan luas konversi tersebut terutama dijumpai pada konversi lahan yang dilakukan oleh petani sendiri mengingat jumlah kasusnya sangat banyak dan tersebar walaupun luas lahan yang dikonversi pada setiap kasus tersebut relatif sempit. Sedangkan konversi lahan yang dilakukan dalam skala besar oleh swasta atau pemerintah biasanya lebih mudah dipantau dan tercatat di dalam arsip instansi pemerintah yang berkaitan dengan pembangunan dan pemanfaatan lahan pertanian seperti Dinas Kimpraswil dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Secara umum, terdapat dua sumber data yang dapat dimanfaatkan untuk mengkaji luas konversi lahan sawah, yaitu (a) kompilasi data konversi lahan yang dilakukan oleh Dinas Kimpraswil, Dinas Pertanian dan BPN, atau (b) data tahunan luas lahan sawah yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan konversi lahan sawah yang ditunjukkan oleh perubahan luas sawah antartahun yang bertanda negatif. Komplilasi data konversi lahan sering kali memiliki kelemahan dalam hal konsistensi data akibat adanya organizational interest yang berbeda antarinstansi dan perbedaan metoda yang digunakan dalam memantau perkembangan luas konversi lahan. Kelemahan tersebut tidak begitu intens pada data yang diterbitkan oleh BPS karena sebagai lembaga yang menangani masalah data, BPS sangat termotivasi untuk menerbitkan data luas sawah yang sesuai dengan kondisi lapangan. Di samping itu, selain data luas lahan sawah, BPS juga menerbitkan data luas panen dan produksi padi sawah sehingga dapat dilakukan verifikasi konsistensi data yang dilihat dari segi perkembangan teknologi usaha tani padi.

Pendugaan luas konversi lahan sawah berdasarkan data tahunan luas sawah yang diterbitkan oleh BPS dapat dilakukan dengan melihat perubahan luas sawah antara dua tahun pengamatan. Perubahan luas sawah yang bertanda negatif menunjukkan luas konversi sawah, sedangkan yang bertanda positif menunjukkan luas pencetakan sawah baru. Pendugaan luas konversi dan luas pencetakan sawah tersebut pada lingkup provinsi dapat dilakukan dengan menggunakan data luas sawah pada tingkat provinsi. Akan tetapi, penggunaan data provinsi tersebut dapat menghasilkan luas konversi dan luas pencetakan sawah yang underestimate. Hal ini disebabkan perubahan luas sawah antartahun yang dihitung berdasarkan data tingkat provinsi pada dasarnya merupakan hasil bersih dari luas pencetakan sawah dan luas konversi sawah yang terjadi di kabupaten-kabupaten yang termasuk ke dalam wilayah provinsi tersebut. Dengan demikian, jika pada tahun yang sama terjadi konversi lahan sawah di kabupaten tertentu sedangkan di kabupaten lainnya terjadi pencetakan sawah dengan luasan yang sama, konversi lahan dan pencetakan sawah tidak terpantau pada data agregat provinsi karena keduanya saling menetralisir.

Untuk menghindari kelemahan tersebut, pendugaan luas konversi dan luas pencetakan sawah dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data luas sawah per kabupaten. Tabel 10 memperlihatkan bahwa selama tahun 1980–2008 luas konversi lahan sawah di Jawa Barat sekitar 300 ribu hektare atau rata-rata sekitar 11 ribu hektare per tahun. Jika selama periode tersebut tidak dilakukan pencetakan sawah baru, luas sawah di Jawa

Page 17: KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: … · Gambar 1. Ilustrasi dampak serangan hama yang bersifat temporer dan dampak konversi lahan sawah yang bersifat permanen terhadap masalah

KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: KECENDERUNGAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH

141

Barat akan menyusut dari 1.009 ribu hektare pada tahun 1980 menjadi 709 ribu hektare pada tahun 2008, atau menyusut sebesar 29,7 persen. Namun, pada periode yang sama dilakukan pula pencetakan sawah seluas 201 ribu hektare sehingga penyusutan luas sawah yang terjadi antara tahun 1980 dan tahun 2008 hanya sebesar 98 ribu hektare atau sebesar 9,7%. Dengan kata lain, penyusutan luas sawah selama tahun 1980–2008 rata-rata seluas 3,5 ribu hektare per tahun atau sebesar 0,35% per tahun.

Uraian di atas mengungkapkan bahwa lahan sawah yang dikonversi ke penggunaan non-pertanian sebenarnya sangat besar jika dibandingkan dengan luas sawah yang tersedia yaitu sebesar 29,7%. Kalaupun luas penyusutan lahan sawah antara tahun 1980 dan 2008 dapat ditekan menjadi 9,7%, hal itu membutuhkan adanya pencetakan sawah baru yang dilakukan pemerintah sekitar 200 ribu hektare. Artinya, diperlukan mobilisasi dana masyarakat yang sangat besar untuk menanggulangi pengurangan lahan sawah akibat konversi lahan karena pencetakan sawah baru umumnya didanai oleh anggaran pemerintah.

Tabel 10. Neraca perubahan luas sawah di Jawa Barat, 1980–2008

Variabel Luas (000 ha)Luas sawah tahun 1980 1.009,2Konversi lahan sawah selama 1980–2008 -300,1Persentase terhadap luas sawah 1980 -29,7%Luas sawah tahun 2008 jika tidak ada pencetakan sawah baru 709,1Pencetakan sawah selama tahun 1980–2008 201,8Luas sawah tahun 2008 setelah konversi dan pencetakan sawah 910,9Penyusutan luas sawah antara 1980 dan 2008 - Luas penyusutan -98,3- Persen penyusutan terhadap luas sawah 1980 -9,7%- Penyusutan luas sawah per tahun (ha/th) -3,51- Penyusutan luas sawah per tahun (%/th) -0,35%

Jika dikaji menurut periode 5 tahunan, luas konversi lahan sawah mengalami penurunan antara tahun 1980–2008 yaitu dari sekitar 16 ribu hektare/tahun pada periode 1980–1984 menjadi sekitar 3 ribu hektare/tahun pada periode 2005–2008 (Tabel 11). Dengan kata lain, luas konversi lahan sawah cenderung turun dari sekitar 1,62% per tahun menjadi 0,32% tahun. Sejalan dengan penurunan luas konversi lahan tersebut, luas pencetakan sawah juga turun dari sekitar 11 ribu hektare/tahun pada tahun 1980–1985 menjadi sekitar 3 ribu hektare/tahun pada tahun 2005–2008. Akan tetapi, luas pencetakan sawah tersebut selalu lebih kecil dibandingkan dengan luas konversi sawah, artinya pencetakan sawah yang dilakukan selama ini belum mampu menetralisir pengurangan luas sawah yang disebabkan oleh konversi lahan. Luas pencetakan sawah yang ditujukan untuk menanggulangi pengurangan luas sawah akibat

Page 18: KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: … · Gambar 1. Ilustrasi dampak serangan hama yang bersifat temporer dan dampak konversi lahan sawah yang bersifat permanen terhadap masalah

KONVERSI LAHAN

142

konversi lahan rata-rata hanya sekitar 79% dari luas sawah yang dikonversi. Konsekuensinya adalah luas sawah di Jawa Barat selama tahun 1980–2008 mengalami penyusutan rata-rata sebesar 0,36% per tahun.

Tabel 11. Luas konversi dan pencetakan sawah di Jawa Barat menurut periode, 1980–2008

VariabelPeriode

1980–1984

1985–1989

1990–1994

1995–1999

2000–2004

2005–2008

Luas sawah (000 ha/tahun) 989,9 984,4 967,5 939,0 918,0 911,4Luas konversi (000 ha/tahun) -16,0 -10,4 -11,5 -10,6 -9,4 -2,9Persentase (%/tahun) -1,62% -1,05% -1,19% -1,13% -1,02% -0,32%Luas pencetakan sawah (000 ha/tahun) 11,2 8,7 9,3 4,8 4,1 2,8Persentase (%/tahun) 1,13% 0,89% 0,96% 0,51% 0,44% 0,30%Rasio luas pencetakan / luas konversi 0,70 0,84 0,81 0,45 0,43 0,96Luas sawah setelah konversi dan pencetakan sawah (000 ha/tahun) 985,1 982,8 965,3 933,2 912,7 911,3Penyusutan luas sawah (000 ha/tahun) -4,79 -1,62 -2,24 -5,80 -5,30 -0,11Persentase (%/tahun) -0,48% -0,16% -0,23% -0,62% -0,58% -0,01%

Dampak Konversi dan Pencetakan Sawah terhadap Luas Panen dan Produksi Padi Sawah

Gambar 2, Gambar 3, dan Gambar 4 memperlihatkan perkembangan luas sawah yang tersedia, luas panen padi dan produksi padi sawah di Jawa Barat selama tahun 1980–2008 pada empat kondisi luas sawah yaitu: (1) luas sawah tetap atau tidak terjadi konversi dan pencetakan sawah, (2) luas sawah berkurang akibat konversi lahan, (3) luas sawah bertambah akibat pencetakan sawah baru, dan (4) luas sawah aktual atau luas sawah setelah terjadi konversi dan pencetakan sawah. Perbedaan produksi padi sawah per tahun antara kondisi luas sawah (1) dan (2) dalam Gambar 4 mencerminkan besarnya dampak konversi lahan terhadap produksi padi sementara perbedaan antara kondisi luas sawah (1) dan (3) menunjukkan besarnya dampak pencetakan sawah. Sedangkan perbedaan antara kondisi luas sawah (1) dan (4) mencerminkan besarnya dampak total konversi dan pencetakan sawah terhadap produksi padi sawah.

Pada kondisi luas sawah tetap atau kondisi (1), luas panen padi per tahun akan meningkat akibat peningkatan intensitas panen padi per tahun yang dirangsang oleh pembangunan/rehabilitasi jaringan irigasi dan penggunaan varitas padi berumur pendek. Pada kondisi luas sawah tetap, produksi padi sawah di Jawa Barat juga akan meningkat akibat peningkatan luas panen per tahun dan akibat peningkatan produktivitas padi per hektare yang dirangsang oleh inovasi teknologi budi daya padi. Pada tahun 1980–1989 peningkatan luas panen dan produksi padi tersebut rata-rata sebesar 1,60% dan 4,96% per tahun (Tabel 12). Tetapi pada

Page 19: KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: … · Gambar 1. Ilustrasi dampak serangan hama yang bersifat temporer dan dampak konversi lahan sawah yang bersifat permanen terhadap masalah

KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: KECENDERUNGAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH

143

tahun 2000–2008, laju pertumbuhan tersebut turun menjadi 0,85% dan 2,43% per tahun dan hal ini menunjukkan bahwa upaya peningkatan produksi padi sawah yang dapat ditempuh melalui pembangunan/rehabilitasi jaringan irigasi dan inovasi teknologi budi daya padi sawah semakin sulit diwujudkan.

600

700

800

900

1000

1100

1200

1300

1980 1984 1988 1992 1996 2000 2004 2008

Luas�saw

ah�te

rsed

ia��(00

0�ha)

Luas�sawah�tetap Akibat�konversi

Gambar 2. Perkembangan luas sawah di Jawa Barat jika luas sawah tetap atau berubah akibat konversi dan pencetakan sawah, 1980–2008

800

1200

1600

2000

2400

2800

3200

1980 1984 1988 1992 1996 2000 2004 2008

Luas�panen

�(000

�ha)

Luas�sawah�tetap Akibat�konversi

Gambar 3. Perkembangan luas panen padi sawah di Jawa Barat jika luas sawah tetap atau berubah akibat konversi dan pencetakan sawah, 1980–2008

Page 20: KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: … · Gambar 1. Ilustrasi dampak serangan hama yang bersifat temporer dan dampak konversi lahan sawah yang bersifat permanen terhadap masalah

KONVERSI LAHAN

144

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

16.00

1980 1984 1988 1992 1996 2000 2004 2008

Prod

uksi�padi�(juta�to

n)

Luas�sawah�tetap Akibat�konversi

Gambar 4. Perkembangan produksi padi sawah di Jawa Barat jika luas sawah tetap atau berubah akibat konversi dan pencetakan sawah, 1980–2008

Jika tidak ada konversi lahan dan pencetakan sawah (atau kondisi luas sawah tetap) selama tahun 1980–2008, luas panen padi sawah di Jawa Barat akan meningkat rata-rata sebesar 0,97% per tahun akibat meningkatnya intensitas panen padi yang dirangsang oleh pembangunan/rehabilitasi jaringan irigasi dan penggunaan varietas padi berumur pendek. Sedangkan produksi padi sawah di Jawa Barat pada periode tersebut akan naik rata-rata sebesar 2,40% per tahun akibat peningkatan intensitas panen padi dan inovasi teknologi. Namun, akibat konversi lahan, pertumbuhan produksi padi tersebut hanya mencapai 0,25% per tahun, artinya, lebih dari separuh pertumbuhan produksi padi sawah yang diupayakan pemerintah melalui pembangunan/rehabilitasi jaringan irigasi dan inovasi teknologi budi daya padi telah hilang akibat konversi lahan. Akibat konversi lahan tersebut, pertumbuhan produksi padi sawah pada tahun 1990–1999 dan 2000–2008 bahkan negatif sebesar -0,50% per tahun dan -1,21% per tahun, seandainya pada kurun waktu tersebut tidak dilakukan pencetakan sawah. Akan tetapi, meskipun terjadi konversi lahan, pertumbuhan produksi padi pada tahun 1980–1989 masih positif sebesar 3,37% per tahun akibat adanya peningkatan intensitas panen dan produktivitas padi yang relatif tinggi pada periode tersebut sejalan dengan pembangunan/rehabilitasi irigasi dan inovasi teknologi budi daya padi.

Berkebalikan dengan dampak konversi lahan, pencetakan sawah akan menimbulkan dampak positif terhadap luas panen dan produksi padi. Akibat pencetakan sawah yang dilakukan selama tahun 1980–2008, luas panen dan produksi padi sawah di Jawa Barat naik rata-rata sebesar 2,24% dan 3,65% per tahun. Namun, akibat adanya konversi lahan yang menimbulkan dampak negatif, pertumbuhan luas panen dan produksi padi sawah aktual (akibat konversi dan pencetakan sawah) hanya mencapai 0,66% dan 2,08% per tahun. Laju pertumbuhan luas panen dan produksi padi tersebut lebih rendah dibanding pertumbuhan luas panen dan produksi padi pada kondisi luas sawah tetap yang dapat mencapai 0,97% dan 2,40% per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pencetakan sawah

Page 21: KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: … · Gambar 1. Ilustrasi dampak serangan hama yang bersifat temporer dan dampak konversi lahan sawah yang bersifat permanen terhadap masalah

KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: KECENDERUNGAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH

145

yang dilakukan selama ini belum mampu menetralisir sepenuhnya dampak negatif konversi lahan sawah terhadap luas panen dan produksi padi sawah.

Tabel 12. Pertumbuhan luas panen dan produksi padi sawah akibat konversi dan pencetakan sawah di Jawa Barat menurut periode, 1980–2008 (%/tahun)

VariabelPeriode

1980–1989 1990–1999 2000–2008 1980–2008

Pertumbuhan luas panen

a. Jika luas sawah tetap 1,60% 0,51% 0,85% 0,97%

b. Akibat konversi 0,04% -0,83% -2,73% -1,16%

c. Akibat pencetakan sawah 2,69% 1,16% 3,00% 2,24%

d. Aktual (akibat konversi dan pencetakan sawah) 1,25% 0,13% 0,65% 0,66%

Pertumbuhan produksi

a. Jika luas sawah tetap 4,96% 0,82% 2,43% 2,40%

b. Akibat konversi 3,37% -0,50% -1,21% 0,25%

c. Akibat pencetakan sawah 6,06% 1,48% 4,49% 3,65%

d. Aktual (akibat konversi dan pencetakan sawah) 4,60% 0,50% 2,18% 2,08%

Tabel 13 memperlihatkan besarnya dampak konversi dan pencetakan sawah terhadap produksi padi sawah di Jawa Barat. Dalam Gambar 4 besarnya dampak konversi terhadap produksi padi pada tahun tertentu ditunjukkan oleh perbedaan antara produksi padi pada kondisi luas sawah tetap (kondisi 1) dan produksi padi pada kondisi luas sawah berkurang akibat konversi lahan (kondisi 2). Sedangkan perbedaan antara produksi padi pada kondisi 1 dan kondisi 3 (luas panen bertambah akibat penectakan sawah) menunjukkan besarnya dampak pencetakan sawah terhadap produksi padi.

Tabel 13. Dampak konversi dan pencetakan sawah terhadap luas panen dan produksi padi sawah di Jawa Barat menurut periode, 1980–2008

VariabelPeriode

1980–1984

1985–1989

1990–1994

1995–1999

2000–2004

2005–2008

1980–2008

Luas sawah (000 ha/th) 989,9 984,4 967,5 939,0 918,0 911,4 953,1

Luas panen padi sawah (000 ha/th) 1.529,9 1.646,5 1.635,1 1.647,8 1.771,0 1.790,6 1.666,0

Produksi padi sawah (juta ton GKG/th) 6,43 7,89 8,54 8,39 9,07 9,59 8,28

Dampak konversi dan pencetakan sawah terhadap luas sawah tersedia (000 ha/th)

a. Konversi -39,9 -109,7 -165,6 -225,6 -273,2 -295,7 -181,2

b. Pencetakan sawah 20,7 85,0 124,0 155,4 182,1 197,9 125,1

c. Total dampak -19,2 -24,7 -41,6 -70,2 -91,1 -97,8 -56,1

d. Persentase (%/th) -1,9% -2,5% -4,3% -7,5% -9,9% -10,7% -5,9%

Page 22: KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: … · Gambar 1. Ilustrasi dampak serangan hama yang bersifat temporer dan dampak konversi lahan sawah yang bersifat permanen terhadap masalah

KONVERSI LAHAN

146

VariabelPeriode

1980–1984

1985–1989

1990–1994

1995–1999

2000–2004

2005–2008

1980–2008

Dampak konversi dan pencetakan sawah terhadap luas panen padi (000 ha/th)

a. Konversi -59,5 -178,9 -272,5 -385,8 -684,0 -875,9 -393,4

b. Pencetakan sawah 30,6 140,8 209,4 274,2 421,1 698,2 281,8

c. Total dampak -28,9 -38,1 -63,1 -111,6 -263,0 -177,7 -111,5

d. Persentase (%/th) -1,89% -2,32% -3,86% -6,78% -14,85% -9,92% -6,69%

Dampak konversi dan pencetakan sawah terhadap produksi padi (juta ton GKG/th)

a. Konversi -0,253 -0,850 -1,412 -1,943 -3,455 -4,652 -2,006

b. Pencetakan sawah 0,134 0,668 1,086 1,387 2,121 3,691 1,439

c. Total dampak -0,119 -0,182 -0,326 -0,556 -1,335 -0,961 -0,567

d. Persentase (%/th) -1,85% -2,31% -3,81% -6,62% -14,71% -10,02% -6,85%

Selama tahun 1980–2008, peluang produksi padi sawah yang hilang akibat konversi lahan sawah rata-rata sebesar 2,006 juta ton GKG per tahun. Peluang produksi padi yang hilang tersebut sangat besar karena konversi lahan sawah akan menimbulkan dampak yang bersifat permanen, artinya, peluang produksi yang hilang akibat konversi yang terjadi pada tahun tertentu bukan hanya terjadi pada tahun yang bersangkutan tetapi tetap harus diperhitungkan pada tahun-tahun berikutnya.

Sebaliknya, pencetakan sawah yang dilakukan selama tahun 1980–2008 menyebabkan penambahan produksi padi rata-rata sebesar 1,439 juta ton per tahun. Dengan demikian, dampak total konversi dan pencetakan sawah terhadap produksi padi sawah rata-rata sebesar -0,567 juta ton per tahun. Dengan kata lain, produksi padi sawah yang hilang akibat konversi lahan rata-rata sebesar 567 ribu ton per tahun atau 6,85% dari rata-rata produksi padi sawah selama tahun 1980–2008.

Jika dikaji menurut periode 5 tahunan, dampak total konversi dan pencetakan sawah selalu negatif. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan produksi padi akibat konversi lahan sawah merupakan fenomena yang tak terhindarkan. Peluang produksi padi yang hilang akibat konversi lahan tersebut juga mengalami peningkatan secara konsisten dari 0,12 juta ton atau 1,85%/tahun pada 1980–1984, kemudian naik menjadi 0,33 juta ton atau 3,81%/tahun pada tahun 1995–1999, dan pada tahun 2005–2008 mencapai 0,96 juta ton atau 10,02%/tahun. Kecenderungan tersebut menunjukkan bahwa konversi lahan sawah merupakan ancaman yang semakin serius bagi ketahanan pangan di Jawa Barat.

Tabel 13. Dampak konversi dan pencetakan sawah terhadap luas panen dan produksi padi sawah di Jawa Barat menurut periode, 1980–2008 (lanjutan)

Page 23: KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: … · Gambar 1. Ilustrasi dampak serangan hama yang bersifat temporer dan dampak konversi lahan sawah yang bersifat permanen terhadap masalah

KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: KECENDERUNGAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PRODUKSI PADI SAWAH

147

PenutupSelama tahun 1980–2008, luas konversi lahan sawah di Jawa Barat sekitar 10 ribu

hektare per tahun. Meskipun telah dilakukan pencetakan sawah, luas sawah selama tahun 1980–2008 tetap menyusut rata-rata sebesar 0,35% per tahun karena luas pencetakan sawah yang dilakukan hanya sekitar 67% dari luas sawah yang dikonversi. Konsekuensinya adalah peluang luas panen padi sawah yang hilang akibat konversi lahan sawah rata-rata sekitar 111 ribu hektare per tahun. Sedangkan peluang produksi padi sawah yang hilang akibat konversi lahan sawah tersebut sekitar 567 ribu ton per tahun atau 6,85% per tahun.

Konversi lahan sawah merupakan ancaman yang tak terhindarkan bagi upaya peningkatan ketahanan pangan di Jawa Barat karena dampak negatif yang ditimbulkan terhadap produksi padi tidak sepenuhnya dapat dinetralisir baik melalui pencetakan sawah, pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi, maupun inovasi teknologi budi daya padi. Upaya penanggulangan dampak negatif konversi lahan sawah tersebut juga semakin sulit diwujudkan akhir-akhir ini. Oleh karena itu, upaya pengendalian konversi lahan sawah perlu lebih ditingkatkan dalam rangka mengamankan ketahanan pangan.

Untuk menekan konversi lahan sawah, sebenarnya sudah diberlakukan berbagai peraturan yang melarang konversi lahan sawah, tetapi pendekatan yuridis tersebut belum cukup efektif. Dalam kaitan ini, perlu dikembangkan pendekatan lain, misalnya kebijakan insentif untuk melindungi lahan sawah dari konversi lahan. Kebijakan tersebut terutama perlu diterapkan di kabupaten-kabupaten yang memiliki lahan sawah produktif cukup luas dengan ancaman konversi lahan relatif tinggi.

Daftar PustakaAgus F dan Y Syaukat. 2004. Pengendalian Konversi Lahan Sawah Secara Komprehensif.

Makalah disampaikan pada Pertemuan Round Table II Pengendalian Konversi dan Pengembangan Lahan Pertanian. Jakarta, 14 Desember 2004.

Hakim C. 1989. Perubahan penggunaan Tanah Pertanian ke Penggunaan Non-pertanian. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor: Fakultas Pertanian, IPB.

Ilham N. 2004. Perkembangan dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Konversi Lahan Sawah serta Dampak Ekonominya. Paper Matakuliah Ekonomi Sumber daya Alam dan Lingkungan Lanjut, Program Studi Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana IPB.

Irawan B, Friyatno S, Supriatna A, Kirom NA, Rahmanto B, Wiryono B. 2000. Perumusan Model Kelembagaan Reservasi Lahan Pertanian. Bogor: Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian .

Page 24: KONVERSI LAHAN SAWAH DI JAWA BARAT: … · Gambar 1. Ilustrasi dampak serangan hama yang bersifat temporer dan dampak konversi lahan sawah yang bersifat permanen terhadap masalah

KONVERSI LAHAN

148

Irawan B, Winarso B, Sodikin I, Gatoet SH. 2004. Analisis Faktor Penyebab Perlambatan Produksi Komoditas Pangan Utama. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.

Jamal E, Djauhari A. 1998. Kebijaksanaan Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah. Agro-Ekonomika. Nomor 2 Tahun XVIII, Oktober 1998. Jakarta: PERHEPI.

Mariadi G, Suryanto B. 1997. Berkurangnya Lahan Pertanian dan Kaitan Masalahnya (kasus Jawa Tengah). Di dalam: Suryana, A (eds). Membangun Kemandirian dan Daya Saing Pertanian Nasional dalam Menghadapi Era Industrialisasi dan Perdagangan Bebas. Jakarta: PERHEPI.

Pakpahan A, Anwar A. 1989. Faktor-faktor yang memengaruhi konversi lahan sawah. Jurnal Agro Ekonomi. vol.(8), No.1. pp: 62–74. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.

Simatupang P, Irawan B. 2003. Pengendalian Konversi Lahan Pertanian: Tinjauan Ulang Kebijakan Lahan Pertanian Abadi. Prosiding Seminar Nasional Multifungsi dan Konversi Lahan Pertanian : 67–83. Jakarta: Badan Litbang Pertanian.

Sumaryanto, Syafaat N, Ariani M, Friyatno S. 1995. Analisis Kebijakan Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan Non-pertanian. Bogor: Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian.