Top Banner
Konseptualisasi Konflik Bab III
18

Konseptualisasi Konflik - repository.unri.ac.id

Oct 15, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Konseptualisasi Konflik - repository.unri.ac.id

Integrasi Sosial & Konflik Horizontal 23

Konseptualisasi KonflikBab III

Page 2: Konseptualisasi Konflik - repository.unri.ac.id

Integrasi Sosial & Konflik Horizontal24

Page 3: Konseptualisasi Konflik - repository.unri.ac.id

Integrasi Sosial & Konflik Horizontal 25

BAB III

KONSEPTUALISASI KONFLIK

3.1. Strukturalisme Konflik

Konflik berasal dari kata kerja configere yang artinya ada-lah saling memukul. Sementara konsep conflict dalam bahasaInggris berarti suatu perkelahian, peperangan, atau perjuanganyang berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Konsepini memberikan penegasan bahwa sebuah konflik terjadi karnaadanya interaksi fisik antara dua pihak atau lebih. Dengan demi-kian konflik adalahinteraksi sosial yang menyangkut hubunganantara individu (Pruitt, 2004). Konflik antara kelompok meru-pakan wujud dari interaksi sosial, yang dapat terjadi pada komu-nitas manapun, yang sumbernya adalah perbedaan kepentingan.

Seorang pemikir sosiologi, Talcott Parsons menyebutbahwa tidak ada satupun sistem sosial yang terintegrasi secaraequilibrium, karena selalu ada kemungkinan yang terjadi halsebagai berikut : 1) ketidaksesuaian dalam prioritas bagi nilai-nilai yang berbeda ; 2) interpretasi yang saling bertentanganmengenai nilai-nilai bersama ; 3) konflik peranan ; 4) motivasiambivalen atau negatif ; 5) ketegangan antara kebutuhan

Page 4: Konseptualisasi Konflik - repository.unri.ac.id

Integrasi Sosial & Konflik Horizontal26

individu dan peranan yang ditentukan secara budaya; dan 6)harapan individu yang tidak tetap.

Konflik sosial merupakan gejala ketegangan yang harusdiatasi oleh sistem untuk mempertahankan keseimbangan untukkepentingan individu. Hubungan antara individu yang meng-alami ketegangan secara konsisten tunduk pada persyaratansistem keseluruhan untuk mempertahankan keseimbangan danstabilitas sosialnya (Ritzer, 2000).

Menurut pemikiran Marx bahwa hubungan kepentinganantara kelompok dominan yang kuat dan memiliki power de-ngan kelompok subordinat yang lemah dan tidak memilikipower. Marx mendeskripsikan tingkat inequality didalamdistribusi sumberdaya langka, menentukan konflik kepentinganantara kelompok yang menguasai power dengan yang tidakmemilikinya. Proposisi-proposisi penting yang perlu diper-hatikan adalah hal-hal sebagai berikut (Wirawan, 2012):

1. Semakin tidak merata distribusi sumberdaya langka dalamsuatu sistem, semakin besar konflik kepentingan antarasegmen dominan (kelompok kuat) dan segmen subordinat(kelompok lemah) dalam sistem tersebut.

2. Semakin menyadari segmen subordinat akan kepentingankolektif, semakin besar kemungkinan mereka memper-tanyakan keabsahan distribusi sumber yang tidak merata.a. Perubahan sosial yang diciptakan oleh segmen dominan

semakin mengacaukan hubungan yang ada di antara parasubordinat, maka semakin besar kemungkinannya segmensubordinat menyadari kepentingan kolektif mereka.

b. Semakin praktik-praktik segmen dominan menimbulkandisposisi keterasingan di antara segmen subordinat, makasemakin besar kemungkinan kelompok lemah tersebutmenyadari kepentingan kolektif mereka.

Page 5: Konseptualisasi Konflik - repository.unri.ac.id

Integrasi Sosial & Konflik Horizontal 27

c. Semakin segmen subordinat dapat saling berkomunikasimengenai keluhan-keluhan mereka, maka semakin besarkemungkinan kelompok lemah tersebut menyadari kepentingankolektif mereka.1) Semakin konsentrasi anggota dari pada kelompok sub-

ordinat bersifat spasial, maka semakin besar kemungkinanmereka akan menyampaikan (berkomunikasi tentang)keluhan-keluhan mereka.

2) Semakin kelompok subordinat memiliki akses kepadamedia pendidikan, semakin beraneka-ragam cara komu-nikasi mereka, maka semakin besar kemungkinan me-nyampaikan (berkomunikasi tentang) keluhan-keluhanmereka.

d. Semakin segmen subordinat dapat mengembangkan kesatuansistem keyakinan, maka semakin besar kemungkinan merekamenjadi sadar kepada kepentingan kolektif mereka yangsesungguhnya.1) Semakin besar kemampuan untuk mendapatkan (to

recruit) juru bicara ideologis, maka semakin besarkemungkinan berlakunya penyatuan ideology mereka

2) Semakin kecil kemampuan kelompok dominan mengaturproses sosialisasi dan jaringan komunikasi di dalam suatusistem, maka semakin besar kemungkinan berlakunyapenyatuan ideologis pada kelompok subordinat

3. Semakin segmen subordinat dalam suatu sistem menyadarikepentingan kolektif mereka, semakin kuat mereka mem-pertanyakan keabsahan (legitimacy) distribusi sumber-dayalangka, maka semakin besar kemungkinan mereka meng-organisir untuk memulai konflik terbuka dengan segmendominan.a. Semakin besar kemerosotan (deprivation) kelompok sub-

ordinat bergerak dari dasar absolut ke dasar relative, maka se-makin besar kemungkinan mereka menyusun dan memulai konflik

Page 6: Konseptualisasi Konflik - repository.unri.ac.id

Integrasi Sosial & Konflik Horizontal28

b. Semakin kelompok dominan kehilangan kemampuan untukmenyatakan kepentingan kolektif mereka, semakin besar ke-mungkinan kelompok subordinat menyusun dan memulai konflik

c. Semakin besar kemampuan kelompok subordinat mengem-bangkan struktur kepemimpinan, semakin besar kemungkinanmereka menyusun dan memulai konflik

4. Semakin segmen subordinat disatukan oleh keyakinan ber-sama dan semakin berkembang struktur kepemimpinan po-litik mereka, maka segmen dominan dan segmen-segmenyang dikuasai dalam sistem tersebut akan mengalami pola-risasi.

5. Semakin besar polarisasi antara segmen dominan dengansegmen yang dikuasai, maka akan semakin keras konflikyang berlaku.

6. Semakin keras suatu konflik, maka semakin besar perubahanstruktur sebuah sistem dan redistribusi sumberdaya langka.

Menurut Margaret M. Poloma, penjelasan struktural ter-hadap fenomena konflik sosial merujuk kepada perspektif kon-flik Ralf Dahrendorf yang lebih mementingkan elemen-elemenstruktur sosial sebagai dasar terciptanya konflik sosial. Konflikdidasari oleh susunan struktural tertentu, yang selalu cenderungmelahirkan susunan struktural sebagaimana yang sudah ada.Dengan demikian Dahrendorf menghubungkan konflik denganstruktur sosial tertentu, dan bukan menganggapnya berhubungandengan variabel-variabel psikologis (sifat-sifat agresif) atauvariabel historis deskriptif dan variabel kebetulan (Poloma, 2003)

Selanjutnya Ralf Dahrendorf menegaskan bahwa pende-katan konflik berpangkal pada asumsi dasar sebagai berikut:

1. Setiap masyarakat sentiasa berada dalam proses perubahanyang tidak pernah berakhir atau dengan kata lain perubahan

Page 7: Konseptualisasi Konflik - repository.unri.ac.id

Integrasi Sosial & Konflik Horizontal 29

sosial merupakan gejala yang melekat pada setiap masya-rakat. Masyarakat merupakan suatu proses sosial dan me-miliki sifat yang dinamis, dimana keadaan masyarakat selaluberubah sesuai dengan fenomena-fenomena yang berlakudi dalam masyarakat tersebut dalam waktu yang terus ber-terusan.

2. Setiap masyarakat mengandung konflik-konflik didalamdirinya atau dengan kata lain konflik ialah merupakan gejalayang melekat di dalam setiap masyarakat, salah satu yangdapat mempengaruhi perubahan ditengah-tengah masyarakatadalah konflik di masyarakat tersebut.

3. Setiap unsur di dalam masyarakat memberikan sumbanganbagi berlakunya disintegrasi dan perubahan sosial.

4. Setiap masyarakat terintegrasi diatasi penguasaan ataudominasi oleh sejumlah orang.

Rafl Dahrendorf melihat kelompok-kelompok yang ber-tentangan sebagai kelompok yang lahir dari kepentingan-ke-pentingan bersama para individu yang mampu berorganisasi.Pada asosiasi yang ditandai oleh pertentangan, terdapat ke-tegangan antara mereka yang ikut dalam struktur kekuasaan danyang tunduk pada struktur itu. Secara empiris, pertentangankelompok mungkin paling mudah dianalisis jika dilihat sebagaipertentangan mengenai legitimasi hubungan-hubungan ke-kuasaan. Dalam setiap asosiasi, kepentingan kelompok penguasamerupakan nilai-nilai yang merupakan ideologi keabsahankekuasaannya, sementara kepentingan-kepentingan kelompokbawah melahirkan ancaman bagi ideologi ini serta hubungan-hubungan sosial yang terkandung di dalamnya. Setiap kelompokatau sistem sosial terbagi ke dalam berbagai kepentingan, yakni: kepentingan orang-orang yang menguasai kepemilikan

Page 8: Konseptualisasi Konflik - repository.unri.ac.id

Integrasi Sosial & Konflik Horizontal30

material, dan orang-orang yang tidak menguasainya (institusiekonomi), dan kepentingan mereka yang memiliki dominasiotoritatif dan mereka yang harus tunduk pada penggunaanotoritas tersebut. Setiap perbezaan kepentingan menempatkananggota masyarakat pada posisi dominan dan subordinat(Poloma, 2003).

Berbagai fenomena konflik memiliki intensitasnya masing-masing. Sumber-sumber konflik tertentu menghasilkan konflikdengan intensitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan konflikyang dihasilkan oleh sumber konflik yang lain. Intensitas,merujuk pada pengeluaran energi dan keterlibatan kepentingandari pihak-pihak yang berkonflik. Dua variabel utama yangmempengaruhi intensitas adalah tingkat kemiripan (konsis-tensi) konflik di pelbagai asosiasi yang berbeda serta tingkatmobilitas. Tingkat konsistensi yang tinggi bermakna, para ang-gota dari kelompok konflik saling berkonfrontasi dalam ber-bagai hubungan asosiasional. Hal ini berlaku kerana orang yangdominan pada satu asosiasi, juga dominan dalam asosiasi yanglain, sedangkan yang subordinat pada satu asosiasi juga demi-kian pada asosiasi yang lain. Selain itu, kesempatan untukkonflik yang luas dan mendalam akan semakin besar kalau taksatupun dari asosiasi yang terlibat mampu menyediakan peluanguntuk mobilitas keatas. Semakin besar konsistensi antara per-sebaran penghargaan ekonomis, status sosial atau prestise, dansebagainya, dengan persebaran otoritas, maka semakin besarpula intensitas konflik kelas (Poloma, 2003).

Berlainan dengan intensitas konflik, maka kekerasan atauviolence merujuk pada alat yang digunakan oleh pihak yangsaling bertentangan untuk mengejar kepentingan. Tingkat keke-rasan boleh sangat bervariasi, mulai dari negosiasi yang penuhketenangan sampai pada kekerasan terbuka, termasuk seranganfisik atas manusia dan miliknya. Tingkat deprivasi sosio

Page 9: Konseptualisasi Konflik - repository.unri.ac.id

Integrasi Sosial & Konflik Horizontal 31

ekonomis daripada mereka yang berada dalam posisi sub-ordinat, merupakan faktor yang dapat membawa impak padamunculnya konflik yang keras.

George Simmel dalam Wirawan (2012), sehubungan de-ngan konflik sosial, mengembangkan tiga perangkat proposisitentang intensitas konflik bagi pihak yang terlibat dan fungsikonflik bagi sistem keseluruhan, dalam rangkaian proposisitentang intensitas konflik. Simmel mengemukakan bahwa se-makin tinggi derajat keterlibatan emosional pihak yang terlibatdalam suatu konflik, maka semakin kuat kecenderungan untukmengarah pada kekerasan. Dalam konteks ini ada korelasi po-sitif antara solidaritas antar anggota dalam suatu kelompokdengan derajat keterlibatan emosional. Demikian pula adakorelasi positif antara harmoni awal (pervious harmony) antaraanggota kelompok yang bertikai dengan derajat keterlibatanemosional mereka. Selanjutnya, semakin suatu konflik dianggaptelah merintangi pencapaian tujuan dan kepentingan individuoleh para anggota kelompok yang bertikai, maka konflik itucenderung menjadi kekerasan.

3.2. Munculnya Konflik dalam Masyarakat

Johan Galtung mengatakan bahwa konflik dapat dilihatsebagai sebuah segitiga, dengan kontradiksi (Contradiction =C), sikap (Attitude = A), perilaku (Behaviour = B) padapuncak-puncaknya. Kontradiksi merujuk pada dasar situasikonflik, termasuk “ketidakcocokan tujuan” yang ada ataudirasakan oleh pihak-pihak yang bertikai, yang disebabkan oleh“ketidakcocokan antara nilai sosial dan struktur sosial”. Kon-tradiksi ditentukan oleh pihak-pihak yang bertikai, hubunganmereka, dan benturan kepentingan inheren di antara mereka(Liliweri, 2009).

Page 10: Konseptualisasi Konflik - repository.unri.ac.id

Integrasi Sosial & Konflik Horizontal32

Sikap adalah persepsi pihak-pihak yang berkonflik dankesalahan persepsi antara mereka dan dalam diri mereka sendiri,dan merupakan persepsi tentang isu-isu tertentu yang berkaitandengan kelompok lain. Dalam konflik dan kekerasan, pihak-pihak yang bertikai cenderung mengembangkan stereotip yangmerendahkan satu sama lain. Sikap ini sering dipengaruhi olehemosi seperti takut, marah, kepahitan, atau kebencian. Sikaptersebut termasuk elemen emotif (perasaan), kognitif (keyakinan)dan konatif (kehendak). Perilaku yang merupakan kerjasamaatau pemaksaan, gerak tangan atau tubuh yang menunjukkanpersahabatan atau permusuhan. Perilaku konflik dengan keke-rasan dicirikan oleh ancaman, pemaksaan, dan serangan yangmerusak.

Berbagai bentuk kontradiksi adalah munculnya situasiyang melibatkan masalah sikap dan perilaku sebagai suatuproses. Dalam hal ini kontradiksi diciptakan oleh unsur per-sepsi dan gerak kelompok yang terlibat, yang hidup dalam per-sekitaran sosial. Secara sederhana, sikap melahirkan perilaku,kemudian melahirkan kontradiksi atau situasi. Sebaliknya,situasi boleh melahirkan sikap dan perilaku. Konsep mengenaisituasi kontradiksi yang didahului oleh sikap dan perilaku inidigambarkan pada skema segitiga ABC Galtung (lihat Gambar3.1). Galtung berpendapat bahwa tiga komponen harus munculdalam sebuah konflik total. Struktur konflik tanpa sikap atauperilaku konfliktual merupakan sebuah konflik laten. Galtungmelihat konflik sebagai proses dinamis, dimana struktur, sikap,dan perilaku secara konstan berubah dan saling mempengaruhi.Ketika konflik muncul, kepentingan pihak-pihak yang bertikaimasuk ke dalam konflik atau hubungan dimana mereka berada.Kemudian pihak-pihak yang bertikai mengorganisasi diri disekitar struktur ini untuk mengejar kepentingan mereka. Merekamengembangkan sikap yang membahayakan dan perilaku

Page 11: Konseptualisasi Konflik - repository.unri.ac.id

Integrasi Sosial & Konflik Horizontal 33

konfliktual, sehingga formasi konflik mulai tumbuh danberkembang.

Gambar 3.1 Segitiga ABC Galtung

Konflik bisa meluas, memunculkan konflik sekunder padapihak-pihak utama, atau pihak-pihak yang terseret ke da-lamnya.Hal ini akan merepotkan tugas menyelesaikan konflik intinya,dan pada akhirnya penyelesaian konflik harus melibat-kansegenap perubahan dinamis, yang melibatkan penurunan pe-rilaku konflik, perubahan sikap, dan transformasi hubungan ataukepentingan yang berbenturan, yang berada dalam inti strukturkonflik (Liliweri, 2009).

Pembahasan tentang konflik selalu mengarah pada upayapenyelesaiannya serta analisis mengenai sumber-sumber pe-nyebab munculnya konflik tersebut. Salah satu penjelasantentang sumber konflik yang diajukan oleh para pemerhatikonflik ialah, adanya kelangkaan sumber daya untuk pemenuhankeinginan dan kebutuhan hidup individu dan masyarakat. kondisiini akan membuat banyak pihak merasa tidak puas atas ketidak-adilan distribusi sumber daya tersebut, dan ketika berlaku ke-tidakpuasan, maka akan terjadi konflik (Liliweri, 2009).

Contradiction

(kontradiksi)

Behaviour

(Perilaku)

Attitude

(Sikap)

Page 12: Konseptualisasi Konflik - repository.unri.ac.id

Integrasi Sosial & Konflik Horizontal34

Berkenaan dengan kelangkaan sumber pemenuhan kebu-tuhan hidup, maka setidaknya terdapat tiga faktor yang menjadisumber konflik antara dua pihak, yaitu kepentingan (interest),kekuasaan (power), dan hak (right), dimana :

1. Kepentingan sebagai obyek keperluan dan keinginan yangmenjadi sumber konflik. Kedua pihak mempunyai keper-luan dan keinginan yang sama terhadap obyek yang diseng-ketakan, misalnya barang, uang, jasa layanan, dan lain-lain

2. Kekuasaan sebagai obyek keperluan dan keinginan yangmenjadi sumber konflik. Kedua pihak mempunyai keper-luan dan keinginan yang sama untuk memperoleh status danperanan sehingga memiliki kewenangan yang dominan

3. Hak sebagai obyek keperluan dan keinginan yang menjadisumber konflik. Kedua pihak mempunyai keperluan dankeinginan yang sama untuk memperoleh tuntutannya, keranamasing-masing merasa bahwa tuntutan itu berkaitan denganhak dan tanggungjawabnya.

Bentuk solusi konflik yang bisa ditawarkan adalah denganmemenuhi kepentingan semua pihak. Tetapi penyelesaian inihanya menghentikan konflik untuk sementara waktu. Apabilasumber daya yang diperebutkan telah habis, maka situasi konflikakan muncul kembali. Cara yang lain, yaitu menyerahkankekuasaan atau hak kepada salah satu pihak merupakan solusikonflik yang tidak berdampak kepada integrasi sosial. Cara iniadalah sebuah bentuk penyelesaian yang bersifat zero-sumsolution, dan akan diikuti oleh penyalahgunaan wewenang danhak oleh pihak dominan, yang kemudian akan menimbulkankonflik yang baru. Oleh kerana itu, konflik sosial seringkali me-miliki sifat berulang sesudah beberapa tahun mereda. Konfliksedemikian adalah karena sumber konflik yang sebenarnya sulit

Page 13: Konseptualisasi Konflik - repository.unri.ac.id

Integrasi Sosial & Konflik Horizontal 35

terungkap, dan konflik tidak dapat diselesaikan dengan se-penuhnya. Selalu masih tersisa perbedaan-perbedaan yang akanmemicu konflik pada masa-masa mendatang.

Tiga dimensi yang dipetakan oleh Johan Galtung tentangkekerasan, yaitu kekerasan struktural, kekerasan kultural, dankekerasan langsung. Kekerasan langsung seringkali didasarkanatas penggunaan kekuatan sumberdaya (resource power).Kekuatan sumberdaya boleh dibagi menjadi kekuatan punitiveyaitu kekuatan yang menghancurkan. Kemudian, kekuatanideologis, kekuatan remuneratif yang cenderung menciptakankekerasan budaya. Galtung mendefinisikan kekerasan budayasebagai aspek budaya, yaitu ruang simbolik keberadaan manusiaseperti agama dan ideologi, bahasa dan seni, ilmu empirik danilmu formal (logika, matematika), yang dapat dipakai untukmelegitimasi kekerasan langsung atau kekerasan struktural.Sedangkan kekerasan struktural tercipta dari penggunaan ke-kuasaan struktural atau penggunaan otoritas (wewenang) untukmenciptakan sebuah kebijakan. tabel tipologi kekerasan yangdisebutkan oleh Galtung (Galtung 1990).

Tabel 3.1. Tipologi Kekerasan Galtung

Sumber : Johan Galtung (1990).

Kekuatan sumberdaya dan kekuasaan struktural saling mem-perkuat. Galtung mengungkapkan bahwa kekerasan struktural,

Survival needs

Well-being needs

Identity needs Freedom needs

Kekerasan langsung

Killing Maiming, siege, misery, sanction

Desocialization resocialization second citizen

Repression detention expulsion

Kekerasan struktural

exploitation exploitation Penetration segmentation

Marginalization fragmentation

Page 14: Konseptualisasi Konflik - repository.unri.ac.id

Integrasi Sosial & Konflik Horizontal36

kultural, dan langsung dapat menghalangi pemenuhan kebutuhandasar. Kebutuhan-kebutuhan dasar ini adalah kelestarian dankeberlangsungan hidup (survival needs), kesejahteraan (well-being needs), kebebasan (freedom needs), dan identitas(identity needs). Jika empat kebutuhan dasar ini mengalamitekanan atau kekerasan dari kekuasaan personal dan struktural,maka konflik kekerasan akan muncul (Galtung 1990)

3.3. Pengendalian Konflik

Kunci untuk solusi konflik secara damai adalah denganmengembangkan lembaga-lembaga demokrasi yang stabil danmenghormati hak asasi manusia (Anwar, 2005). Katup penye-lamat (savety-valve) merupakan salah satu mekanisme khususyang dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemu-ngkinan konflik sosial, membiarkan luapan permusuhan ter-salur tanpa menghancurkan seluruh struktur, dan membersihkansuasana dalam kelompok yang sedang kacau. Sebagaimana yangdikatakan oleh Lewis A. Coser melihat katup penyelamat itusebagai jalan keluar yang dapat meredakan permusuhan antaradua pihak yang berlawanan. Lewat katup penyelamat (savety-valve) permusuhan dihambat dan diungkapkan dengan cara-carayang tidak mengancam atau merusakkan solidaritas. Tetapipenggantian yang demikian mencakup juga biaya bagi sistemsosial maupun bagi individu : mengurangi tekanan untuk me-nyempurnakan sistem untuk memenuhi kondisi-kondisi yangsedang berubah maupun membendung ketegangan dalam diriindividu, menciptakan kemungkinan tumbuhnya ledakan-ledakan destruktif (Poloma, 2003).

Paling tidak terdapat tiga macam bentuk pengendaliankonflik, yakni : 1) Konsiliasi, iaitu pengendalian konflik yangdilakukan dengan melalui lembaga-lembaga tertentu yang

Page 15: Konseptualisasi Konflik - repository.unri.ac.id

Integrasi Sosial & Konflik Horizontal 37

memungkinkan diskusi dan pengambilan keputusan yang adildi antara pihak-pihak bertikai ; 2) Mediasi, iaitu pengendalianyang dilakukan apabila kedua-dua pihak yang berkonflik sepakatuntuk menunjuk pihak ketiga sebagai mediator ;3) Arbritasi,iaitu pengendalian yang dilakukan apabila kedua-dua belah pihakyang berkonflik sepakat untuk menerima atau terpaksa mene-rima hadirnya pihak ketiga yang akan memberikan keputusan-keputusan tertentu untuk menyelesaikan konflik (Dahrendorf,1986). Ketiga mekanisme pengendalian konflik ini banyakdigunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk me-nyelesaikan pelbagai konflik sosial yang berlaku.

Sebagaimana yang diketengahkan oleh Kerr sebelumnya,mengenai konsiliasi, mediasi, dan arbitrasi, berikut ini terdapatbeberapa bentuk akomodasi lainnya. Akomodasi, ialah keadaanyang merupakan hasil dari interaksi yang bersifat damai (Summerdalam Narwoko, 2010). Akomodasi sebagai proses sosial ber-langsung dalam beberapa bentuk, masing-masing dapat di-sebutkan dan dijelaskan sebagai berikut:

1. Pemaksaan (coercion) proses akomodasi yang berlangsungmelalui cara paksaan sepihak dan yang dilakukan denganmengancam sanksi.

2. Kompromi (compromise) proses akomodasi yang berlang-sung dalam bentuk usaha pendekatan oleh kedua belah pihakyang sadar menghendaki akomodasi, kedua belah pihakbersedia mengurangi tuntutan masing-masing sehinggadapat diperoleh kata sepakat mengenai titik tengah penye-lesaian.

3. Pengguna jasa perantara (mediation) suatu usaha kompromiyang dilakukan sendiri secara langsung, melainkan dilakukandengan bantuan pihak ketiga, dan tidak memihak, mencubamempertemukan dan mendamaikan pihak-pihak yang

Page 16: Konseptualisasi Konflik - repository.unri.ac.id

Integrasi Sosial & Konflik Horizontal38

bersengketa atas dasar itikat kompromi kedua belah pihak.

4. Pengguna jasa penengah (arbitrate) suatu usaha penyele-saian sengketa yang dilakukan dengan bantuan pihak ketiga.Seperti halnya dengan perantara, penengah ini juga dipiliholeh kedua belah pihak yang bertikai. Tetapi perantara itusekedar mempertemukan kehendak kompromistis kedua-dua pihak, penengah ini menyelesaikan sengketa denganmembuat keputusan-keputusan penyelesaian atas dasarketentuan-ketentuan yang ada.

5. Peradilan (adjudication) suatu usaha penyelesaian sengketayang dilakukan oleh pihak ketiga yang memang mempunyaiauthoriti untuk menyelesaikan konflik. Pengadilan (hakim)tidaklah dipilih oleh pihak-pihak yang bertikai seperti apayang berlaku pada proses akomodasi melalui penengah.Akan tetapi, seperti halnya para penengah, para pengadilan(adjudication, khusus hakim) itu selalu menggunakan aturan-aturan tertentu sebagai standar penyelesaian sengketa.

6. Toleration, suatu bentuk akomodasi yang berlangsung tanpamanifestasi persetujuan formal macam apapun. Pertenta-ngan berlaku kerana individu-individu bersedia menerimaperbezaan-perbezaan yang ada sebagai suatu kenyataan, dandengan kerelaan membiarkan perbezaan itu, serta meng-hindari diri dari pertelingkahan-pertelingkahan yang mu-ngkin timbul.

7. Stalemat, adalah suatu bentuk akomodasi, dimana pihak-pihak yang bertentangan tiba pada suatu posisi “maju tidakboleh dan mundur tidak boleh”. Stalemate adalah suatusituasi kemacetan yang stabil, sehingga beberapa pihak me-ngatakan bahwa stalemate bukanlah proses akomodasimelainkan resultant suatu proses akomodasi

Page 17: Konseptualisasi Konflik - repository.unri.ac.id

Integrasi Sosial & Konflik Horizontal 39

Beberapa cara lain yang digunakan dalam usaha me-ngendalikan konflik, dinyatakan oleh Moore Christopher (Susan,2009). Bentuk-bentuk pengendalian dan proses pengurusankonflik yang dimaksud iaitu:

a. Avoidance adalah pihak-pihak berkonflik saling meng-hindari dan mengharap konflik boleh terselesaikan dengansendirinya.

b. Informan problem solving adalah pihak-pihak yang ber-konflik setuju dengan pemecahan masalah yang diperolehsecara informal.

c. Negotiation ketika konflik masih terus berlanjut, maka parapihak berkonflik perlu melakukan negosiasi. Artinya men-cari jalan keluar dan pemecahan masalah secara formal.Hasil dari negosiasi bersifat prosedural yang meningkatsemua pihak yang terlibat dalam negosiasi.

d. Mediation adalah munculnya pihak ketiga yang diterimaoleh kedua pihak kerana dipandang boleh membantu parahpihak berkonflik dalam penyelesaian konflik secara damai.

e. Executive dispute resolution approach iaitu kemunculanpihak lain yang memberi suatu bentuk penyelesaian konflik.

f. Arbitration suatu proses tanpa paksaan dari para pihakberkonflik untuk mencari pihak ketiga dipandang netral atauimparsial.

g. Judicial approach berlakunya intervensi yang dilakukanoleh lembaga-lembaga berwenang dalam memberi kepastianhukum.

Langkah-langkah penyelesaian konflik dan pertikaian so-sial mana yang sesuai tentunya sangat bergantung kepada sum-ber konflik, pencetus konflik, keterlibatan pihak-pihak yang

Page 18: Konseptualisasi Konflik - repository.unri.ac.id

Integrasi Sosial & Konflik Horizontal40

berkonflik serta tingkat intensitas konflik. Faktor pencetuskonflik dan pertikaian kerapkali bukan merupakan sumberkonflik yang sebenarnya. Pencetus konflik ialah suatu tindakanatau kejadian yang langsung mencetuskan pertikaian antarakedua-dua pihak. Sedangkan sumber konflik merupakan akarpermasalahan yang harus ditarik jauh ke belakang secara his-toris, yang akan memberikan penjelasan secara substansi me-ngenai asal-muasal kebencian antara pihak-pihak yang bertikai.

Pengendalian atau penyelesaian konflik yang hanyaberasas kepada faktor pencetus konflik, tidak akan meng-hasilkan sebuah solusi yang menyeluruh dan mendalam, namunmungkin hanya akan meredam pertikaian atau kekerasan padamasa yang singkat sahaja, dan tidak lama kemudian akan munculpertikaian yang serupa, bahkan mungkin dengan intensitas yanglebih kuat. Oleh itu, beberapa konflik yang berlaku tidak dapatbenar-benar dihapuskan, dan akan berulang pada bilangan masatertentu. Sumber setiap pertikaian ialah kebencian yang ter-simpan. Apabila kebencian kepada pihak yang berkuasa tidakmampu diungkapkan, maka akan berlaku transfer of hate, iaitukebencian yang dialihkan kepada pihak lain yang mewakilikepentingan lawan yang berkuasa tersebut. Pada keadaanseperti ini tentu konflik dan pertikaian menjadi fenomena yangsangat sukar untuk diselesaikan, terutama untuk mendapatkansumber konfliknya, kerana sebenarnya pada setiap pertikaianmemiliki nilai pembenarannya sendiri.