8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
1/84
KONSENSUS TATALAKSANA PENDARAHAN UTERUS ABNORMAL
KARENA EFEK SAMPING KONTRASEPSI
Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas Indonesia (HIFERI)
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI)
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
2/84
I
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadirat Allah SWT karena berkat dan
rahmat-Nyalah buku konsensus ini dapat kami selesaikan. Dalam buku konsensus ini
kami membahas tentang Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal
Karena Efek Samping Kontrasepsi.
Buku ini dibuat sebagai salah satu wujud kegiatan dari Himpunan Endokrinologi
Reproduksi dan Fertilitas Indonesia (HIFERI), dalam rangka mendukung program
MDGs serta membantu para sejawat dalam memperdalam pemahaman dan
pengetahuan tentang pendarahan uterus abnormal yang disebabkan oleh pemakaian
kontrasepsi. Buku ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi rekan sejawat dalam
menangani kasus pendarahan uterus abnormal yang disebabkan oleh penggunaan
kontrasepsi.
Kami menyadari betul sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, buku ini
tidak akan terwujud dan masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami berharap
saran dan kritik demi perbaikan buku ini ke depannya.
Akhirnya, kami berharap buku konsensus ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.
Hormat kami
Ketua HIFERI
Andon Hestiantoro, dr, SP.OG (K)
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
3/84
II
Abadi, dr Sp.OG (K) HIFERI Cabang Palembang
Apter Patay, dr. Sp.OG HIFERI Cabang Papua
Ashon Sa'adi, dr Sp.OG (K) HIFERI Cabang Surabaya
Budi Santoso, Dr.dr. Sp.OG (K) HIFERI Cabang Surabaya
Dwi Haryadi, dr. Sp.OG (K) HIFERI Cabang Jogjakarta
EkaRusdianto G, Dr.dr. Sp.OG (K) HIFERI Cabang Jakarta
Frizar Irmansjah, dr. Sp.OG(K) HIFERI Cabang Jakarta
Hary Tjahjanto, dr. Sp.OG (K) HIFERI Cabang Semarang
Hardian Sauqi, dr. Sp.OG HIFERI Cabang Banjarmasin
Hilwah Nora, dr. M.Med. Sci, Sp.OG HIFERI Cabang Aceh
Imelda E Baktiana Hutagaol, dr.Msi.Med, Sp.OG (K)
HIFERI Cabang Pekanbaru
John Rambulangi, Prof.dr. Sp.OG (K)
HIFERI Cabang Makasar
Julianto Witjaksono, dr. Sp.OG (K) BKKBN
Ketut Darmayasa, dr. Sp.OG (K) HIFERI Cabang Bali
Linda M. Mamengko, dr. Sp.OG HIFERI Cabang Manado
M. Fidel Ganis Siregar, Dr.dr. M.Ked(OG), Sp.OG (K)
HIFERI Cabang Medan
M. Noor Pramono, Prof. dr .M.MedSc,Sp.OG (K)
HIFERI Cabang Semarang
Nanang W Astarto, dr. Sp.OG (K),MARS
HIFERI Cabang Bandung
Relly Y. Primariawan, dr. Sp.OG (K) HIFERI Cabang Surabaya
Sri Ratna Dwiningsih, dr. Sp.OG (K) HIFERI Cabang Surabaya
Soehartono DS, Prof. dr. Sp.OG (K) HIFERI Cabang Surabaya
Tri Wahyudi, dr. Sp.OG (K) HIFERI Cabang Pontianak
Hj. Uki Retni Budihastuti, dr.Sp.OG(K)
HIFERI Cabang Solo
Widjajanto Ngartjono, dr Sp.OG (K)
HIFERI Cabang Malang
Yanasta, dr. Sp.OG HIFERI Cabang Padang
KONTRIBUTOR
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
4/84
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
5/84
IV
DAFTAR ISI
KONTRIBUTOR ..... iKATA PENGANTAR KETUA PB HIFERI-POGI iiDAFTAR ISI . iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... ivDAFTAR TABEL ............................................................................................... vDAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... vi
BAB I. PENDAHULUAN ..... 11.1. Latar belakang .... 11.2. Permasalahan . 21.3. Tujuan 3
1.3.1. Tujuan umum .... 31.3.2. Tujuan khusus ... 3
1.4. Sasaran .. 31.5. Dokumen terkait lainnya ... 4
BAB II. METODOLOGI .... 5
BAB III. TERMINOLOGI .. 73.1. Definisi haid normal ...... 73.2. Definisi pendarahan uterus abnormal (PUA) . 83.3. Klasifikasi PUA berdasarkan jenis pendarahan ..... 83.4. Klasifikasi PUA berdasarkan penyebab pendarahan.. 93.5. Pendarahan sela ( breakthrough bleeding ) ... 123.6. Pendarahan lucut ( withdrawal bleeding ) . 123.7. Jenis kontrasepsi yang sering digunakan saat ini... 13
BAB IV. PATOFISIOLOGI PUA AKIBAT KONTRASEPSI .. 164.1. Patofisiologi pendarahan sela ( breakthrough bleeding ) 16
4.1.1 Pendarahan sela progesteron ... 164.1.2. Pendarahan sela estrogen/ estrogen breakthrough bleeding 16
4.2. Patofisiologi pendarahan lucut ( withdrawal bleeding ) .. 184.2.1. Pendarahan lucut estrogen ............. 184.2.2. Pendarahan lucut progesterone .... 18
4.3. Pendarahan pada penggunaan kontrasepsi non hormonal .. 204.3.1. PUA akibat AKDR .......... 204.3.2. PUA karena sterilisasi .. 21
4.4. Pendarahan pada penggunaan kontrasepsi hormonal . 224.4.1. Mekanisme terjadinya PUA pada penggunaan jenis
kontrasepsi hormonal kombinasi .. 224.4.2 Mekanisme terjadinya PUA pada penggunaan jenis
kontrasepsi progestin only . 23
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
6/84
V
BAB V. PENDEKATAN DIAGNOSIS PUA-I KARENA KONTRASEPSI 255.1. Anamnesis ... 255.2. Pemeriksaan fisik 285.3. Pemeriksaan laboratorium .. 28
5.3.1 Perkiraan kehilangan darah selama menstruasi . 28
5.3.2. Gambar hormon reproduksi haid normal . 305.3.3. Gambaran hormon reproduksi pada haid abnormal . 325.3.4. Pemeriksaan fungsi hemostasis untuk
menyingkirkan kemungkinan gangguan koagulasi .. 335.4. Pemeriksaan ultrasonografi . 345.5. Saline Infusion Sonography (SIS) ... 42
BAB VI. PENDEKATAN TERAPI PUA AKIBAT KONTRASEPSI 446.1. Terapi non hormonal .. 446.2. Terapi non hormonal pada pendarahan karena kontrasepsi
nonhormonal . 476.3 Terapi nonhormonal pendarahan karena kontrasepsi hormonal 486.4. Pendekatan terapi PUA akibat kontrasepsi non-hormonal AKDR 496.5. Terapi hormonal pendarahan karena kontrasepsi hormonal .. 50
6.5.1. Terapi hormonal pada PUA-I akibat efek sampingkontrasepsi hormonal kombinasi ......................................... 50
6.5.2. Terapi hormonal pada PUA-I akibat efek sampingkontrasepsi hormonal progestin only .................................... 51
BAB VII. ALGORITMA TATA LAKSANA PUA-I KARENA EFEK SAMPING
KONTRASEPSI 7.1. Algoritma tatalaksana pendarahan karena efek samping PKK 577.2. Algoritma tatalaksana PUA-I karena efek samping kontrasepsi
progestin.. 597.3. Algoritma tatalaksana PUA-I karena efek samping implan 617.4. Algoritma tatalaksana PUA-I pada penggunaan AKDR 64
LAMPIRAN ... 65DAFTAR PUSTAKA ... 69
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
7/84
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
8/84
VII
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Batasan parameter menstruasi normal pada usia reproduksi .................. 7
Tabel 3.2. Pola pendarahan yang penting secara klinik pada perempuan usia 1
5-44 tahun ............................................................................................... 9
Tabel 3.3. Perkembangan Pil Kontrasepsi Kombinasi (PKK) ................................. 14
Tabel 5.1. Anamnesis untuk menyingkirkan diagnosis banding perdarahan
uterus abnormal ....................................................................................... 25Tabel 5.2. Anamnesis keluhan perdarahan pada penggunaan kontrasepsi
hormonal .................................................................................................. 26
Tabel 5.3. Pola pendarahan yang dapat terjadi saat mulai menggunakan
kontrasepsi hormonal dan dalam penggunaan jangka panjang................ 27
Tabel 5. 4.Pemeriksaan estimasi kehilangan darah berdasarkan PBAC .................. 29
Tabel 5.5. Diagnosis PUA-I berdasarkan strata pelayanan ...................................... 43
Tabel 6.1. Penatalaksanaan PUA akibat kontrasepsi .... 44Tabel 6.2. Ringkasan beberapa penelitian tentang PUA I karena kontrasepsi
hormonal progestin ...... 55
Tabel 6.3. Daftar obat PUA-I 56
Tabel 6.4. Pendekatan Terapi PUA Sesuai Level Pelayanan 56
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
9/84
VIII
DAFTAR SINGKATAN
17-0H Progesterone : 17-Hidroxy Oxide Progesterone g : mikrogramU : mikrounit
AKDR : Alat Kontrasepsi Dalam RahimAng-1 : Angiopoietin-1Ang-2 : Angiopoietin-2
bFGF : basic Fibroblast Growth FactorBT : Bleeding Time BTB : Break Through BleedingCL : Corpus Luteumcm : centimeterCOX : Cyclooxygenase
CT : Clotting Time CTP : Combined Transdermal PatchCu-IUD : Copper Intra Uterine Device CVR : Combined Vaginal Ringdkk : dan kawan-kawandl : desiliterDMPA : Depot Medroxyprogesterone AsetatEE : Etinil estradiolFIGO : Federation of Gynecology and ObsterticsFSH : Follicle Stimulating Hormone GnRH : Gonadotrophin Releasing Hormone
GPP : Good Practice PointHb : HemoglobinHIFERI : Himpunan Fertilisasi dan Infertilitas IndonesiaHt : HematokritITP : Idiopathic Thrombocytopenia Purpura IUD : Intra Uterine Device L : LiterLARCs : Long Acting Reversible Contaceptives LH : Luteinizing Hormone LNG : LevonorgestrelLNG-IUS : Levonorgestrel Intrauterine SystemLR : Likelihood Ratio mIU : mili Internasional UnitmL : mililiterMMP : Matrix Metalloproteinase
NET-EN : Norethisterone enanthateng : nanogramml : mililiternmol : nanomol
NO : Nitrit Oksida NPV : Negative Predictive Value PBACS : Pictoral Blood Assessment Chart PDGF : Platelet Derived Growth Factor
pg : pikogram
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
10/84
IX
PG : ProstaglandinPGE2 : Prostaglandin E2PGF2a : Prostaglandin F2aPKK : Pil Kontrasepsi KombinasiPKMI : Persatuan Kontrasepsi Mantap Indonesia
PNPK : Pedoman Nasional Pelayanan KedokteranPOCs : Progestogen OnlyPOP : Progestin Only PillPPV : Positive Predictive ValuePPK : Panduan Praktik KlinisPUA : Pendarahan Uterus AbnormalPUA-A : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh
AdenomiosisPUA-C : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh
Coagulopathy PUA-I : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh
IatrogenikPUA-L : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh
LeiomiomaPUA-M : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh
Malignancy dan hyperplasiaPUA-N : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh penyebab
lain yang sulit diklasifikasi ( Not yet classified )PUA-O : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh gangguan
OvulasiPUA- P : Pendarahan Uterus Abnormal yang disebabkan oleh PolipPUD : Pendarahan Uterus disfungsionalPUS : Pasangan Usia SuburSDKI : Survey Demografi dan Kesehatan IndonesiaSIS : Saline Infusion SonographySOPK : Sindrom Ovarium PolikistikTIMP : Tissue Inhibitors of MetalloproteinaseTVS : TransvaginalU : UnitUKMEC : United Kingdom Medical Eligibility CriteriaUSG : UltrasonografiVEGF : Vascular Endothelial Growth Factor
WHO : World Health Organization
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
11/84
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Program keluarga berencana hingga saat ini masih jauh dari kata selesai. Hal ini
disebabkan oleh karena masih terdapat lebih dari 120 juta perempuan di seluruh dunia
yang ingin mencegah kehamilan, namun mereka maupun pasangannya tidak
menggunakan kontrasepsi. 1 Jika program keluarga berencana di Indonesia tidak berjalan
dengan baik, maka diperkirakan penduduk Indonesia akan mencapai 300 juta jiwa padatahun 2025. Hal tersebut tentunya dapat menimbulkan masalah yang cukup serius dalam
bidang ekonomi, sosial, politik dan budaya, termasuk keamanan, yang pada akhirnya
akan berdampak pula pada masalah kesehatan. 2 Pasangan Usia Subur (PUS) yang ingin
menunda kehamilan atau tidak ingin punya anak lagi namun tidak menggunakan
kontrasepsi ( unmet need ), diperkirakan dapat mencapai angka 8,6% bahkan mungkin
dapat mencapai angka 9% menurut SDKI 2007 dan PKMI. 2-4 Alasan untuk tidak
menggunakan alat kontrasepsi diantaranya adalah: pelayanan dan alat yang belumtersedia atau amat terbatas, kekhawatiran akan efek samping, kondisi kesehatan klien
dan kurangnya pengetahuan tentang pilihan dan penggunaan alat kontrasepsi. 1
Alat kontrasepsi yang baik, harus dapat menggabungkan aspek keamanan dan
efektifitas dengan kenyamanan penggunaan, dan idealnya dapat pula memberikan
manfaat kesehatan tambahan. Kontrasepsi progestogen only (POCs) telah digunakan
secara luas diseluruh dunia dan terbukti merupakan alat kontrasepsi yang aman dan
efektif. Namun sayangnya efek samping yang tidak diinginkan berupa pendarahansela /breakthrough bleeding (BTB) masih merupakan masalah yang sering terjadi pada
semua modalitas POC. Kejadian pendarahan abnormal tersebut sering mengakibatkan
penghentian penggunaan alat kontrasepsi tersebut. 5
Pendarahan uterus abnormal adalah efek samping yang umumnya dapat terjadi
pada penggunaan kontrasepsi hormonal. Meskipun pendarahan ini jarang
membahayakan, tetapi kadang mengkhawatirkan bagi beberapa pengguna, sehingga
mereka menghentikan penggunaan kontrasepsi hormonal.
BABI
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
12/84
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
13/84
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
14/84
4
1.5. Dokumen terkait lainnya
Pedoman ini dimaksudkan untuk melengkapi panduan yang telah ada dan yang
telah diusulkan lainnya, relevansi termasuk : Panduan tatalaksana pendarahan uterus abnormal Kriteria kelayakan medis WHO 2009 Kriteria kelayakan medis UKMEC 2009 Management of Unscheduled Bleeding in Women Using Hormonal
Contraception, 2009 Faculty of Sexual & Reproductive Healthcare
Clinical Guidance
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
15/84
5
METODOLOGI
Penelusuran bukti sekunder berupa uji klinis, meta analisis, Randomised
Controlled Trial (RCT) , telaah sistematik, ataupun panduan berbasis bukti sistematik.
Penelusuran artikel yang dilakukan dengan menggunakan kata kunci unscheduled
bleeding and contraception mendapatkan 1 artikel dari situs Cochrane Systematic
Database Review. Sedangkan dengan menggunakan kata kunci contraception
didapatkan 56 artikel, dan dengan kata kunci abnormal bleeding didapatkan 26
artikel. Penelusuran bukti primer dilakukan dengan mesin pencari Pubmed. Pencarian
dengan menggunakan kata kunci tersebut dilakukan dengan batasan publikasi dalam
kurun waktu 10 tahun terakhir dan publikasi yang menggunakan bahasa inggris, pada
akhirnya didapatkan sebanyak 14 artikel.
A. Penilaian Telaah Kritis Pustaka
Setiap bukti yang diperoleh telah dilakukan telaah kritis oleh pakar dalam
bidang Ilmu Obstetri dan Ginekologi.
B. Peringkat Bukti ( hierarchy of evidence )
Levels of evidence ditentukan berdasarkan klasifikasi yang dikeluarkan oleh
Oxford Center for Evidence-based Medicine Levels of Evidence yang dimodifikasi
untuk keperluan praktis, sehingga peringkat bukti adalah sebagai berikut:
IA : metaanalisis, uji klinis
IB : uji klinis yang besar dengan validitas yang baik
IC : all or none
II : uji klinis tidak terandomisasi
III : studi observasional (kohort, kasus kontrol)
IV : konsensus dan pendapat ahli
BABII
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
16/84
6
C. Derajat Rekomendasi
Berdasarkan peringkat bukti, rekomendasi/simpulan dibuat sebagai berikut:
1) Rekomendasi A bila berdasar pada bukti level IA atau IB.
2) Rekomendasi B bila berdasar pada bukti level IC atau II.
3) Rekomendasi C bila berdasar pada bukti level III atau IV
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
17/84
7
TERMINOLOGI
3.1. Definisi Haid Normal
Berdasarkan konsensus HIFERI 2013 di Bogor telah disepakati bahwa definisi
haid normal adalah suatu proses fisiologis dimana terjadi pengeluaran darah, mukus
(lendir) dan seluler debris dari uterus secara periodik dengan interval waktu tertentu
yang terjadi sejak menars sampai menopause dengan pengecualian pada masa
kehamilan dan menyusui, yang merupakan hasil regulasi harmonik dari organ-organ
hormonal. 10 Batasan parameter menstruasi normal pada usia reproduksi dapat dilihat
pada tabel berikut. 11,12
Tabel 3.1. Batasan parameter menstruasi normal pada usia reproduksi 12
Dimensi klinis menstruasi Indikator
klinik
Batas normal
Menstruasi dan siklus menstruasi - (percentil 5 95 th)
Frekuensi menstruasi (hari) Sering 38
Keteraturan siklus menstruasi, variasi
dari siklus ke siklus selama 12 bulan
(hari)
Tidak ada Tidak ada pendarahan
Reguler Variasi 2-20 hari
Ireguler Variasi > 20 hari
Durasi (hari) Memanjang >8.0
Normal 4.5-8.0
Memendek 80
Normal 5-80
Sedikit
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
18/84
8
3.2. Definisi Pendarahan Uterus Abnormal
Pendarahan Uterus Abnormal (PUA) adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan semua kelainan haid baik dalam hal jumlah maupun lamanya.
Manifestasi klinisnya dapat berupa pendarahan dalam jumlah yang banyak atau sedikit,
dan haid yang memanjang atau tidak beraturan. 13
3.3. Klasifikasi PUA berdasarkan jenis pendarahan. 13
A. Pendarahan uterus abnormal akut didefinisikan sebagai pendarahan haid
yang banyak sehingga perlu dilakukan penanganan segera untuk mencegah
kehilangan darah. Pendarahan uterus abnormal akut dapat terjadi pada kondisi
PUA kronik atau tanpa riwayat sebelumnya.
B. Pendarahan uterus abnormal kronik merupakan terminologi untuk
pendarahan uterus abnormal yang telah terjadi lebih dari 3 bulan. Kondisi ini
biasanya tidak memerlukan penanganan yang segera seperti PUA akut.
C. Pendarahan tengah (intermenstrual bleeding) merupakan pendarahan haid
yang terjadi diantara 2 siklus haid yang teratur. Pendarahan dapat terjadi kapan
saja atau dapat juga terjadi di waktu yang sama setiap siklus. Istilah ini ditujukan
untuk menggantikan terminologi metroragia.
Pola pendarahan secara umum pada penggunaan kontrasepsi dapat terkait
dengan jumlah, lama maupun keteraturan dari pendarahan. Kelainan pendarahannya
dapat berupa pendarahan ringan, jarang dan kadang pendarahan lama. Berdasarkan pola
pendarahan yang ditemukan seringkali kelainan tersebut tidak akan menyebabkan
anemia defisiensi besi. 11 Pola pendarahan yang penting secara klinik pada perempuan
usia 15 - 44 tahun dapat dilihat pada tabel 3.2. 7
PUA
B. Akut B. Kronik C. Pendarahan tengah
(intermenstrual bleeding)
Gambar 1. Pembagian PUA
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
19/84
9
Tabel 3.2. Pola pendarahan yang penting secara klinik pada perempuan usia
15 - 44 tahun
Scheduled bleeding Menstruasi atau pendarahan regular pada penggunaan
kontrasepsi hormonal kombinasi (menggunakan
pembalut)
Unscheduled bleeding
- Frequent bleeding
Prolonged bleeding
Irregular bleeding
Pendarahan sela
(Breakthrough
bleeding)
Pendarahan di luar siklus haid
Pendarahan lebih dari lima episode a
Satu atau lebih episode pendarahan yang berlangsung
selama 14 hari atau lebih
Pendarahan yang terjadi antara 3 dan 5 episode dengan
kurang dari 3 hari bleeding free interval berlangsung
selama 14 hari atau lebih
Pendarahan di luar siklus haid ( unscheduled bleeding )
pada perempuan yang menggunakan kontrasepsi
hormonal
Pendarahan bercak
(spotting)
Pendarahan yang tidak memerlukan pembalut
a. Episode Pendarahan yang digunakan untuk menggambarkan pola pendarahan dari
waktu ke waktu, dimulai pada hari pertama menggunakan metode kontrasepsi dan
berlangsung setidaknya 90 hari.
b. Definisi pendarahan bercak ( spotting ) dan pendarahan sela ( breakthrough bleeding )
yang digunakan pada pedoman ini.
3.4. Klasifikasi PUA berdasarkan penyebab pendarahan
Klasifikasi utama PUA berdasarkan FIGO dapat dilihat pada bagan 2. Sistemklasifikasi ini telah disetujui oleh dewan eksekutif FIGO sebagai sistem klasifikasi
PUA berdasarkan FIGO. Terdapat 9 kategori utama yang disusun berdasarkan akronim
PALM-COEIN 13.
Kelompok PALM adalah merupakan kelompok kelainan struktur penyebab
PUA yang dapat dinilai dengan berbagai teknik pencitraan dan atau pemeriksaan
histopatologi.
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
20/84
10
Kelompok COEIN adalah merupakan kelompok kelainan non struktur
penyebab PUA yang tidak dapat dinilai dengan teknik pencitraan atau histopatologi.
PUA terkait dengan penggunaan hormon steroid seks eksogen, AKDR, atau
agen sistemik atau lokal lainnya diklasifikasikan sebagai iatrogenik.
Gambar 2: Klasifikasi PUA berdasarkan penyebab ( FIGO )
Keterangan:
A. Polip (PUA-P)
Polip adalah pertumbuhan endometrium berlebih yang bersifat lokal mungkin
tunggal atau ganda, berukuran mulai dari beberapa milimeter sampai sentimeter. Polip
endometrium terdiri dari kelenjar, stroma, dan pembuluh darah endometrium. 14
Klasifikasi PUA
FIGO
PALM
COEIN
A. Polip
B. Adenomiosis
C. Leiomioma
D. M alignancy and
hyperplasia
E. C oagulopathy
F. O vulatory dysfunction
G. E ndometrial
H. Iatrogenik
I. N ot yet classified
struktural Non struktural
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
21/84
11
B. Adenomiosis (PUA-A)
Merupakan invasi endometrium ke dalam lapisan miometrium, menyebabkan
uterus membesar, difus, dan secara mikroskopik tampak sebagai endometrium ektopik,
non neoplastik, kelenjar endometrium, dan stroma yang dikelilingi oleh jaringan
miometrium yang mengalami hipertrofi dan hiperplasia. 13,15
C. Leiomioma uteri (PUA-L)
Leiomioma adalah tumor jinak fibromuscular pada permukaan myometrium. 13
Berdasarkan lokasinya, leiomioma dibagi menjadi: submukosum, intramural,
subserosum. 13
D. Malignancy and hyperplasia (PUA-M)
Hiperplasia endometrium adalah pertumbuhan abnormal berlebihan dari kelenjar
endometrium. Gambaran dari hiperplasi endometrium dapat dikategorikan sebagai:
hiperplasi endometrium simpleks non atipik dan atipik, dan hiperplasia endometrium
kompleks non atipik dan atipik. 16, 17
E. Coagulopathy (PUA-C)Terminologi koagulopati digunakan untuk merujuk kelainan hemostasis sistemik
yang mengakibatkan PUA. 13
F. Ovulatory dysfunction (PUA-O)
Kegagalan terjadinya ovulasi yang menyebabkan ketidakseimbangan hormonal
yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan uterus abnormal. 13
G. Endometrial (PUA-E)
Pendarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus haid
teratur akibat gangguan hemostasis lokal endometrium. 13
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
22/84
12
H. Iatrogenik (PUA-I)
Pendarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan penggunaan obat-obatan
hormonal (estrogen, progestin) ataupun non hormonal (obat-obat antikoagulan) atau
AKDR. 13
I. Not yet classified (PUA-N)
Kategori ini dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau sulit dimasukkan
dalam klasifikasi (misalnya adalah endometritis kronik atau malformasi arteri-vena). 13
3.5. Pendarahan sela (Breakthrough bleeding) 18
Merupakan pendarahan yang terjadi akibat paparan terhadap hormon tertentu
secara terus menerus pada lapisan endometrium. Kejadian pendarahan umumnya tidak
dapat diprediksi, dan jenis pendarahannya dapat berupa pendarahan ringan dan
pendarahan bercak ( spotting ). Berdasarkan mekanisme penyebabnya, maka pendarahan
sela dapat dibagi menjadi:
Progesteron Breakthrough Bleeding
Progesteron breakthrough bleeding adalah pendarahan bercak yang terjadi ketika rasio
progesteron terhadap estrogen tinggi. Estrogen Breakthrough Bleeding
Pola pendarahan akibat pengaruh paparan estrogen terus-menerus. Jumlah dan durasi
estrogen breakthrough bleeding dapat bervariasi, tergantung pada jumlah dan durasi
stimulasi unopposed estrogen terhadap endometrium.
3.6. Pendarahan Lecut / withdrawal bleeding 18
Adalah pendarahan yang terjadi karena turunnya kadar hormonestrogen/progesteron dengan ciri pendarahan yang umumnya teratur, dapat diprediksi,
dan konsisten dalam volume dan durasi. Berdasarkan mekanisme penyebabnya, maka
pendarahan lecut dapat dibagi menjadi:
Pendarahan lecut estrogen / Estrogen withdrawal bleeding
Adalah pendarahan yang terjadi karena turunnya kadar hormon estrogen.
Pendarahan lecut progesterone / Progesterone withdrawal bleeding
Adalah pendarahan yang disebabkan penurunan kadar hormon progesteron.
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
23/84
13
3.7. Jenis kontrasepsi yang sering digunakan saat ini
A. Kontrasepsi Non Hormonal 1
Kontrasepsi non hormonal adalah metode kontrasepsi yang tidak menggunakan
kerja hormon untuk mencegah suatu kehamilan. Termasuk kedalam kontrasepsi non
hormonal, adalah:
1. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
Adalah alat kontrasepsi kecil yang dimasukkan melalui leher rahim dan diposisikan
dalam rongga rahim, dengan mekanisme kerja terutama dengan menghambat
fertilisasi. Meski demikian reaksi inflamasi yang terjadi di endometrium dapat
menghambat terjadinya implantasi. 19
2. Metode barrier kondom pria dan perempuan
3. Metode amenore laktasi
4. Metode kontrasepsi sterilisasi perempuan
Merupakan kontrasepsi permanen pada perempuan yang tidak menginginkan punya
anak. 1
Terdapat 2 pendekatan bedah yang paling sering digunakan:
- Minilaparotomy
- Laparoskopi5. Spermisida dan Diafragma
6. Metode senggama terputus
7. Metode pantang berkala
B. Kontrasepsi Hormonal
Kontrasepsi hormonal adalah penggunaan hormon untuk mencegah kehamilan.
Kontrasepsi hormonal secara garis besar terbagi menjadi kontrasepsi kombinasi (menggunakan kombinasi hormon estrogen dan progestin) dan kontrasepsi progestin
only (hanya menggunakan hormon progestin). 1
B.1. Perkembangan kontrasepsi hormonal kombinasi
Sejak diperkenalkan pertama kali pil kontrasepsi kombinasi (PKK) telah
mengalami perkembangan yang cukup banyak. Perkembangan ini dilakukan untuk
menurunkan kejadian yang tidak diinginkan akibat penggunaan hormon dikaitkan
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
24/84
14
dengan dosis dan jenis hormon tersebut. Perkembangan yang telah dilakukan pada PKK
adalah menurunkan dosis estrogen, menggunakan preparat progestin generasi terbaru,
mempersingkat durasi hormone free interval dan mengembangkan cara pemberian yang
tidak menggunakan jalur enteral (transdermal dan vaginal). Saat ini di beberapa negara
juga sudah tersedia Patch transdermal kombinasi / Combined transdermal patch (CTP)
yang melepaskan rata-rata 33.9 g EE dan 203 g norelgestromin per 24 jam dan Ring
vagina kombinasi / Combined vaginal ring (CVR)/ Nuvaring yang melepaskan EE dan
etonogestrel pada rata-rata 15 g dan 120 g per hari.
Selain memiliki efek utama untuk mencegah terjadinya kehamilan, ternyata
PKK juga memiliki efek non kontrasepsi yang banyak dimanfaatkan dalam kepentingan
klinik sehari-hari. Beberapa efek non kontrasepsi dari PKK yang sering digunakan di
antaranya adalah untuk tujuan mengendalikan siklus haid, mengurangi durasi dan
jumlah pendarahan dan mengurangi resiko kanker endometrium dan ovarium. 20 Adapun
perkembangan pil kontrasepsi kombinasi dapat dilihat pada tabel 3.3
Tabel 3.3. Perkembangan Pil Kontrasepsi Kombinasi (PKK). 18
Isi
GENERASI Etinil estradiol (mcg) PROGESTINI > 50 ( PKK dosis rendah , EE < 50mcg )
II 35
30
20
Levonorgestrel (Lng)
Norgestimate
Golongan norethindrone yang lain
III 20 - 25 - 30 Desogestrel atau gestodene
IV 30 20 Drospirenon, dienogest
B.2. Jenis dan perkembangan kontrasepsi hormonal progestin-only
Jenis kontrasepsi yang hanya mengandung progestogen saja terdiri dari pil,
suntik, implan dan LNG IUS ( levonorgestrel intrauterine system ).1
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
25/84
15
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
Progestin only pil (POP)
Adalah pil kontrasepsi yang mengandung progestin saja dengan dosis yang
sangat rendah seperti hormon alami progesteron dalam tubuh perempuan. 20
Progestogen LARCs ( Long Acting Reversible Contraceptives ) meliputi:
- Etonogestrel implan, seperti Implanon - Depot Medroxyprogesterone Acetate (DMPA)- Levonorgestrel intrauterine system (LNG-IUS)
Implan
Adalah merupakan alat kontrasepsi berupa batang plastik kecil atau kapsul,
masing-masing seukuran batang korek api, yang dapat melepaskan progestin seperti
hormon progesteron alami dalam tubuh perempuan, dan dipasang di bawah kulit pada
bagian dalam lengan atas 1.
Macam-macam implan:
- Jadelle : 2 batang, efektif selama 5 tahun .- Implanon
- Sino-Implan (II), juga dikenal sebagai Femplant, Trust Implan, dan Zarin: 2 batang,
efektif selama 4 tahun (dapat diperpanjang sampai 5 tahun).- Norplant : 6 kapsul, digunakan selama 5 tahun (beberapa penelitian besar
melaporkan efektifitasnya sampai 7 tahun).
Suntik progestin
Adalah merupakan jenis kontrasepsi dalam bentuk suntikan depot yang
mengandung Depot Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) dan norethisteroneenanthate (NET-EN) masing-masing berisi progestin seperti hormon progesteron alami
dalam tubuh perempuan. 1 Hormon tersebut akan didepot di dalam otot dan dilepaskan
secara perlahan sehingga akan habis dalam waktu tertentu.
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
26/84
16
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
PATOFISIOLOGI PUA-I KARENA
KONTRASEPSI
4.1. Patofisiologi Pendarahan sela /breakthrough bleeding. 18,21
4.1.1. Pendarahan sela progesteron
Pendarahan sela progesteron terjadi ketika rasio progesteron terhadap estrogen tinggi.
Pemberian progestin eksogen secara terus menerus dapat mengakibatkan pendarahan
intermiten dengan durasi yang bervariasi, namun umumnya cukup ringan. Kondisi ini
dapat dihindari jika tubuh masih memiliki kadar estrogen yang cukup untuk
mengimbangi progestin. Contoh dari pendarahan sela progesteron adalah pendarahan
yang terjadi pada perempuan yang menggunakan kontrasepsi progestin saja. Pada
perempuan yang menggunakan kontrasepsi oral kombinasi estrogen-progestin dapat
pula mengakibatkan terjadinya pendarahan sela progesteron apabila komponen
progestin menjadi lebih dominan dibandingkan dengan komponen estrogennya.
Gambaran histologi pendarahan sela progesteron menggambarkan adanya penekanan
fase sekresi yang mengakibatkan terjadinya atropi pada jaringan endometrium.
4.1.2.Pendarahan sela estrogen /estrogen breakthrough bleeding 18,21
Lapisan endometrium menerima signal dari estrogen dengan kadar yang
berfluktuasi. Estrogen akan memicu proliferasi endometrium sehingga mencapai
ketebalan yang tidak normal dan sangat rapuh. Pertumbuhan endometrium yang tidak
normal ini mencakup epitel, stroma dan mikrovaskuler. Pertumbuhan lapisan
endometrium yang hanya dipicu oleh hormon estrogen saja tanpa adanya efek
progesteron, akan memicu pertumbuhan endometrium dengan kehilangan struktur yang
berfungsi untuk menunjang stroma untuk mempertahankan stabilitas lapisan
endometrium. Kapiler vena pada kondisi proliferasi endometrium yang persisten dan
hiperplasia endometrium, akan meningkat, berdilatasi dan seringkali terbentuk saluran
ireguler yang tidak normal dan rapuh sehingga mudah menyebabkan terjadinya
pendarahan.
BABIV
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
27/84
17
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
Beberapa penelitian sebelumnya ternyata memperlihatkan, pendarahan sela
estrogen yang terjadi ternyata tidak hanya disebabkan oleh meningkatnya densitas
pembuluh darah yang tidak normal, rapuh, rentan robekan. Tapi juga disebabkan oleh
karena adanya pelepasan enzym proteolitik lisosom dari sekitar sel epitel dan sel
stroma, dan juga adanya migrasi sel-sel leukosit dan makrofag. Sel-sel imun tersebut
selanjutnya memicu pelepasan prostaglandin, terutama PGE 2 (vasodilatasi), yang lebih
dominan dibandingkan dengan PGF 2 (vasokontriksi).
Pendarahan yang terjadi pada pendarahan sela estrogen adalah pola pendarahan
yang berbeda pada perempuan dengan anovulasi kronik. Jumlah dan durasi pendarahan
sela estrogen dapat bervariasi, tergantung pada jumlah dan lamanya stimulasi estrogen
tidak terlawan ( unopposed estrogen ) terhadap lapisan endometrium. Paparan estrogen
kronis dosis rendah biasanya menyebabkan bercak/ spotting intermiten yang umumnya
ringan, namun berlangsung lama. Sebaliknya, stimulasi estrogen dosis tinggi dalam
jangka waktu yang lama, menyebabkan amenore yang lama yang diselingi episode
pendarahan akut yang lamanya bervariasi.
Gambar 3. Patofisiologi pendarahan sela estrogen
Tonus pembuluh darah
menurun
Estrogen breakthrough bleeding
Proliferasi berlebihan
endometrium
Meningkatkan fragilitas
pembuluh darah
Kadar NO endometrium
meningkat
MMPs dan PGE2
meningkat
VEGF stroma
endometrium
Unopposed estrogen
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
28/84
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
29/84
19
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
30/84
20
4.3. Pendarahan pada Penggunaan Kontrasepsi Non-Hormonal
Berdasarkan penelitian dan bukti yang ada, alat kontrasepsi non-hormonal yang
berpotensi dapat menyebabkan PUA adalah metode kontrasepsi sterilisasi dan alat
kontrasepsi dalam rahim (AKDR).
4.3.1. PUA-I karena efek samping AKDR
Telah dilaporkan meskipun AKDR tidak mempengaruhi ovulasi, dapat terjadi
pendarahan menstruasi yang terjadi lebih awal daripada siklus menstruasi yang normal.
Efek samping paling sering dari kontrasepsi AKDR adalah pendarahan yang berlebihan
pada saat menstruasi. Gangguan menstruasi yang umum ditemukan pada penggunaan
AKDR terutama dapat terjadi dalam kurun waktu antara tiga sampai enam bulan
pertama pasca insersi AKDR. 22,23 Gangguan haid yang terjadi dapat berupa timbulnya
rasa nyeri, maupun terjadinya pendarahan yang bersifat lama dan berkepanjangan.
Meskipun keluhan ini biasanya membaik, seringkali dapat menjadi alasan penyebab
untuk penghentian penggunaan AKDR. Kejadian infeksi maupun kemungkinan
terdapatnya kelainan ginekologi perlu disingkirkan apabila pendarahan tidak teratur
terus berlangsung. 24 Etiologi pendarahan yang terkait dengan penggunaan LNG-IUS
memiliki mekanisme yang lebih kompleks. Amenore atau pendarahan ringan (65%)terjadi setelah 1 tahun pertama penggunaan LNG-IUS. Terdapat perbedaan bermakna
pada kejadian pendarahan antara penggunaan LNG-IUS dan Cu-IUD (CuT380A)
dalam waktu 3 dan 36 bulan penggunaan. 25-27
Jumlah pendarahan yang hilang selama menstruasi biasanya 2 kali lipat pasca
insersi IUD. Pendarahan akibat penggunaan AKDR yang lebih sering dengan jumlah
yang berlebihan dan masa pendarahan yang memanjang berpotensi dapat menyebabkan
terjadinya anemia defisiensi besi. Dalam kurun waktu 1 tahun diperkirakan 10-155 perempuan akan menghentikan pemakaian AKDR karena efek samping pendarahan
yang cukup mengganggu. 1
Terdapat beberapa mekanisme penyebab kelainan pendarahan pada pengguna
AKDR. Beberapa studi melaporkan bahwa pemasangan AKDR dapat meningkatkan
produksi prostaglandin di endometrium yang mengakibatkan peningkatan vaskularisasi,
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, dan menghambat aktivitas trombosit, yang
pada akhirnya dapat memicu terjadinya peningkatan jumlah darah menstruasi.
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
31/84
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
32/84
22
Penelitian Gentile dkk, 1998, menemukan adanya gangguan menstruasi pasca
sterilisasi yang dikaitkan dengan gangguan fungsi ovarium yang dapat mengakibatkan
pendarahan uterus abnormal, dismenore, dispareunia , nyeri panggul dan gangguan
hormonal yang disebut sebagai sindrom pasca ligasi tuba. 38 (level of evidene III ) .
Cevrioglu AS, 2004 pada penelitiannya mendapatkan bahwa komplikasi yang
berkaitan dengan pendarahan uterus abnormal pasca sterilisasi tuba dianggap berkaitan
dengan gangguan aliran darah arteri ke ovarium dan gangguan drainase vena karena
pleksus vena terletak di dekat arteri. 37,38 (level of evidence III ). Ozyer 2012,
mendapatkan kejadian gangguan fungsi ovarium ternyata lebih rendah pada kelompok
yang dilakukan sterilisasi pasca operasi sesar. Volume rata-rata ovarium dan jumlah
folikel antral lebih rendah pada kelompok yang dilakukan sterilisasi tuba secara elektif
dibandingkan dengan sterilisasi tuba yang dilakukan selama operasi sesar (level of
evidence III). 39
Pengaruh sterilisasi terhadap pola pendarahan ataupun cadangan ovarium masih
bersifat kontroversi. Collaborative Review of Sterilization Working Group 2000,
mendapatkan bahwa selama 5 tahun observasi, perempuan yang menjalani sterilisasi
ternyata lebih mungkin mengalami pemendekan durasi haid, dismenorea, dan
ketidakteraturan siklus menstruasi.40
(level of evidence III ). Di sisi lain, penelitianDede FS, dkk 2006 tidak mendapatkan perbedaan bermakna dalam hal perubahan pola
menstruasi, cadangan ovarium dan kejadian dismenorea pasca sterilisasi tuba
menggunakan elektrokauter. 41 (level of evidence III).
Rekomendasi
Pengguna kontrasepsi IUD harus diberikan informasi tentang pendarahan ireguler,
pendarahan ringan, berat, ataupun pendarahan yang berkepanjangan yang umumnya
terjadi pada 3 sampai 6 bulan pertama penggunaan IUD (R ekomendasi C). 42
4.4. Pendarahan pada Penggunaan Kontrasepsi Hormonal
4.4.1. Mekanisme terjadinya PUA pada penggunaan jenis kontrasepsi hormonal
kombinasi
Penggunaan PKK umumnya jarang menjadi masalah yang memicu penghentian
penggunaan kontrasepsi, karena >90% pengguna PKK tidak mengalami gangguan pola
pendarahan. Sebagian besar penyebab gangguan pendarahan pada pengguna PKK
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
33/84
23
adalah disebabkan oleh karena rendahnya konsentrasi estrogen dalam sirkulasi yang
dapat disebabkan akibat pasien tidak meminum satu atau beberapa pil atau akibat
interaksi dengan obat-obatan tertentu (contohnya rifampisin), dan malabsorpsi (muntah
dalam 2 jam setelah minum pil atau diare berat). 43,44
Kejadian pendarahan irreguler mencapai 20% dari seluruh pengguna
kontrasepsi hormonal kombinasi. 20 Penggunaan PKK estrogen dosis rendah dapat
memicu terjadinya pendarahan abnormal, karena estrogen dosis rendah tidak dapat
mempertahankan integritas endometrium, sementara progestin akan menyebabkan
endometrium mengalami atropi. Kedua kondisi ini selanjutnya dapat menyebabkan
pendarahan bercak. Pada penggunaan kontrasepsi kombinasi, pendarahan yang terjadi
bervariasi tergantung jenis, dosis dan lamanya pemakaian pil progestin, rasio dosis
estrogen dan progestin, kadar estrogen (E2) dan progesterone endogen dan respon
endometrium terhadap pemberian kontrasepsi hormonal yang sangat bersifat individual.
Gambaran histologi yang berkaitan dengan pendarahan sela pada penggunaan PKK
dihubungkan dengan adanya angiogenesis endometrium yang abnormal. Perubahan
struktural dan kerapuhan pembuluh darah yang mengkibatkan terjadinya kerusakan dan
pendarahan, yang terlihat terutama pada awal (bulan) penggunaan kontrasepsi
kombinasi dosis rendah atau yang mengandung progestin saja.45
4.4.2. Mekanisme terjadinya PUA pada penggunaan jenis kontrasepsi hormonal
progestin-only 45,46
Pendarahan sela pada pengguna kontrasepsi progestin-only disebabkan oleh
paparan endometrium terhadap progestogen dengan dosis yang relatif konstan dan
berlangsung secara terus menerus. Pendarahan sela berkaitan dengan serangkaian
gangguan molekuler yang menyebabkan kerusakan pembuluh darah akibat gangguan
angiogenesis, meningkatnya fragilitas pembuluh darah, hilangnya integritas endotel,
epitel dan stroma struktur penunjang. Penyebab pasti kerapuhan pembuluh darah belum
sepenuhnya dimengerti. Aktivitas matriks metalloproteinase (MMP) endometrium pada
pengguna kontrasepsi progestogen meningkat, terutama MMP-9 dan aktivitas Tissue
Inhibitory Metalo Proteinase (TIMP) yang menurun. Hal ini menyebabkan lemahnya
jaringan penunjang disekitar pembuluh darah, dan di bawah epitel, sehingga
endometrium menjadi rapuh, dan terjadi kerusakan pada pembuluh darah, yang pada
akhirnya dapat memicu terjadinya pendarahan pada pengguna kontrasepsi progestin.
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
34/84
24
Metabolisme asam arakidonat endometrium pada pengguna kontrasepsi progestin
terganggu, yang ditunjukkan dengan peningkatan bermakna kadar PGF2 dan metabolit
epoxide.
Perubahan pola pendarahan adalah alasan paling umum bagi seorang perempuan
untuk menghentikan penggunaan POPs. Antara 10% - 25% perempuan pengguna POP
umumnya akan menghentikan metode ini dalam waktu 1 tahun karena komplikasi
berupa pendarahan. Hampir setengah dari pengguna POPs mengalami pendarahan
berkepanjangan dan sampai 70% dilaporkan mengalami pendarahan sela atau bercak
dalam satu atau lebih siklus. Pola pendarahan terkait dengan penggunaan POPs
mungkin terkait dengan jenis progestogen yang digunakan, dosis dan konsentrasi
estradiol endogen dalam sirkulasi. Terjadinya ovulasi dan konsentrasi progestogen
endogen juga dapat mempengaruhi pola pendarahan yang terjadi. Dibandingkan dengan
Norplant, pola pendarahan selama penggunaan kontrasepsi implan ditandai dengan
pendarahan lebih sedikit, tetapi juga oleh pola lebih bervariasi. Secara keseluruhan
terdapat sedikit peningkatan konsentrasi hemoglobin selama penggunaan kontrasepsi
implan. 47,48 Perubahan pendarahan yang lebih menonjol terjadi dalam 3 bulan pertama
setelah insersi. Mayoritas perempuan menghentikan kontrasepsi implan dalam 1 tahun
pertama digunakan karena masalah pendarahan 47,48.
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
35/84
25
(level of evidence III).
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
36/84
26
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
Anamnesis pada pendarahan karena kontrasepsi hormonal dapat dilihat pada tabel 5.2. 7
Tabel 5.2. Anamnesis keluhan pendarahan pada penggunaan kontrasepsi
hormonal
ANAMNESIS (Rekomendasi C)
- Metode kontrasepsi apakah yang digunakan sekarang dan sudah berapa lama?
- Bagaimana pola pendarahan sebelum menggunakan kontrasepsi ini? Dan
bagaimana pola pendarahan sejak memulai menggunakan kontrasepsi sampai
sekarang?
- Bagaimana cara pemakaian kontrasepsi tersebut? Apakah ada riwayat tidak
minum pil?
- Bagaimana pola pendarahan yang berlangsung akibat kontrasepsi tersebut?
Berapakah jumlah hari berdarah dalam 1 bulan? Berapa episode pendarahan
dalam 1 bulan? Adakah pendarahan selama atau sesudah hubungan seksual?
Apakah pendarahan berkaitan dengan nyeri abdomen atau keluhan berkemih?
- Bila menggunakan kontrasepsi implan, maka tanyakan kapan implan dipasang,
apakah implan dapat diraba?
- Adakah kemungkinan pasien hamil?
- Apakah terdapat riwayat menggunakan obat-obatan yang mungkin akan
berinteraksi dengan metode kontrasepsi yang digunakan? Adakah penyakit
tertentu yang mungkin akan mempengaruhi penyerapan kontrasepsi peroral?
(contohnya obat antiepilepsi) (level of evidence II)
- Apakah pasien merokok? Bila iya, berapa bungkus perhari?
- Apakah terdapat risiko penyakit menular seksual?
- Kapan pemeriksaan penyaring kanker mulut rahim dilakukan?
- Adakah keluhan lain yang mungkin menjadi sebab pendarahan seperti nyeri
abdomen atau nyeri pelvik, pendarahan setelah berhubungan, dispareunia, atau
adanya pendarahan hebat?
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
37/84
27
Pola pendarahan karena efek samping kontrasepsi dapat dilihat pada tabel 5.3.
Tabel 5.3. Pola pendarahan yang dapat terjadi saat mulai menggunakan
kontrasepsi hormonal dan dalam penggunaan jangka panjang. 7
Metode Kontrasepsi Pola pendarahan dalam 3
bulan pertama
Pola pendarahan jangka panjang
KONTRASEPSI
HORMONAL
KOMBINASI
( Patch , pil )
Hingga 20% pengguna pil
kontrasepsi kombinasi
memiliki pendarahan yang
ireguler. Tidak ada
perbedaan bermakna antara
penggunaan pil atau patch
Pendarahan biasanya tertangani.
Aktivitas ovarium ditekan secara
efektif
KONTRASEPSI
PROGESTOGEN
Pil
progestin
Sepertiga perempuan
mengalami perubahan pola
pendarahan dan 1
dari 10 mengalami
pendarahan yang sering
( frequent bleeding )
Pendarahan mungkin tidak berhenti
seiring waktu dan aktivitas ovarium
tidak sepenuhnya ditekan. Sekitar
10-15% akan mengalami amenorea,
sampai 50% pendarahan biasa, 30-
40% pendarahan ireguler
Suntikan
progestin
Gangguan pendarahan
( spotting , pendarahan
ringan, berat atau
berkepanjangan) sering
terjadi.
Sampai 35% mengalami
amenorea selama 3 bulan.
Sampai 70% akan mengalami
amenorea dalam 1 tahun
Implan
progestin
Gangguan pendarahan
sering terjadi
Dalam waktu 6 bulan penggunaan,
30% akan mengalami pendarahan
yang tidak sering, 10-20%
pendarahan lama.
LNG-IUS
Sering terjadi pendarahan
ireguler, ringan atau berat
(dalam 6 bulan pertama)
65 % akan mengalami amenorea
atau pendarahan akan berkurang
dalam 1 tahun
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
38/84
28
5.2. Pemeriksaan Fisik 13
Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan
hemodinamik.
Pastikan bahwa pendarahan berasal dari kanalis servikalis dan tidak berhubungan
dengan kehamilan.
Pemeriksaan IMT, tanda hiperandrogen, pembesaran kelenjar tiroid atau
manifestasi hipotiroid/hipertiroid, galaktorea (hiperprolaktinemia), gangguan
lapang pandang (adenoma hipofisis), purpura dan ekimosis wajib diperiksa.
Menyingkirkan kehamilan
Pemeriksaan ginekologi
Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk pemeriksaan Pap
smear dan harus disingkirkan kemungkinan adanya mioma uteri, polip, hiperplasia
endometrium atau keganasan.
- Pada pemakaian kontrasepsi yang teratur dan benar, pemeriksaan menggunakan
spekulum harus dilakukan apabila terdapat keluhan pendarahan yang menetap,
atau perubahan pendarahan setelah minimal 3 bulan pemakaian kontrasepsi, tidak
berhasil dengan terapi medikamentosa, atau apabila belum pernah dilakukan
skrining kanker serviks. (GPP) - Pemakaian kontrasepsi yang benar dan konsisten, disamping pemeriksaan
spekulum, pemeriksaan bimanual harus dilakukan bila keluhan pendarahan
disertai gejala lain (seperti nyeri, dispareunia atau pernarahan berat). (GPP)
5.3. Pemeriksaan laboratorium
5.3.1. Perkiraan kehilangan darah selama menstruasi
- Perkiraan dari pasien sendiri terhadap perkiraan darah yang hilang.- Menghitung jumlah hari menstruasi- Menghitung jumlah produk sanitari yang digunakan- Mengukur kadar hemoglobin- Tabel penilai kehilangan darah Pictorial (PBACS)
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
39/84
29
Tabel 5. 4. Pemeriksaan estimasi kehilangan darah berdasarkan PBAC
Pembalut
Nilai 1 Bercak pada pembalut
Nilai 5 Memenuhi setengah dari pembalut
Nilai 20 Memenuhi seluruh pembalut
Tampon
Nilai 1 Bercak pada tampon
Nilai 5 Memenuhi setengah dari tampon
Nilai 10 Memenuhi seluruh tampon
Bekuan darah
Nilai 1 Bekuan kecil darah ( Australian 5 cent coin )
Nilai 5 Bekuan besar darah ( Australian 50 cent coin )
Nilai 5 Setiap episode keluaran bekuan darah
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
40/84
30
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
Piktogram menstruasi (Piktogram ini digunakan sebagai modifikasi teknik PBAC
sebelumnya)
Gambar 4. Piktogram menstruasi dengan setara kehilangan darah
Rekomendasi
Mengukur kehilangan darah menstruasi baik secara langsung (alkaline haematin)
maupun tidak langsung (grafik penilaian kehilangan darah bergambar ) tidak rutindianjurkan untuk HMB. Kehilangan darah menstruasi adalah masalah harus
ditentukan bukan dengan mengukur kehilangan darah tetapi oleh wanita itu sendiri.
Good pratice point , Rekomendasi C 49
Kehilangan darah selama menstruasi dapat dinilai secara sederhana, objektif
ataupun dengan piktograf atau skor pendarahan. P engukuran jumlah darah yang
hilang dapat digunakan untuk menilai efektifitas pengobatan (level of evidence
II) .
5.3.2. Gambaran hormon reproduksi haid normal
Siklus menstruasi normal terdiri dari tiga fase: fase folikuler, ovulasi, dan fase luteal.
Fase folikuler berlangsung selama 10-14 hari atau panjangnya bervariasi sesuai dengan
panjangnya siklus menstruasi. 18
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
41/84
31
Haid normal .18
Perekrutan folikel dominan terjadi selama hari 5- 7, akibatnya, kadar estradiol mulai
meningkat secara bermakna pada hari ke 7. Kadar estradiol, berasal dari folikel
dominan, meningkat terus dan melalui efek umpan balik negatif, menekan pelepasan
FSH
Peralihan dari penekanan ke stimulasi pelepasan LH terjadi karena kenaikan kadar
estradiol selama fase midfollikular.
Kadar estradiol yang diperlukan untuk mencapai umpan balik positif lebih dari 200
pg / mL, dan konsentrasi ini harus dipertahankan sekitar 50 jam. Kadar estrogen ini
tidak pernah terjadi sampai folikel dominan mencapai diameter 15 mm.
Peningkatan kadar estrogen akan memicu penurunan FSH, sementara kenaikan
estrogen di fase midfolikular memberikan pengaruh umpan balik positif terhadap
sekresi LH. Penurunan kadar FSH dan peningkatan LH pada fase midfolikular akan
memicu terjadinya program seleksi pada kohort folikel.
Melalui reseptornya, LH memulai luteinisasi dan produksi progesteron dari lapisan
granulosa. Meningkatnya kadar progesteron preovulasi menyebabkan umpan balik
positif estrogen yang mungkin diperlukan untuk memicu puncak FSH pada
pertengahan siklus.
Kadar LH meningkat terus selama fase folikuler akhir, merangsang produksi
androgen di sel teka dan mengoptimalkan pematangan akhir dan fungsi folikel
dominan. Produksi hormon estrogen menjadi cukup untuk mencapai dan
mempertahankan kadar ambang estradiol perifer yang diperlukan untuk mendorong
lonjakan LH.
36 jam pasca lonjakan LH akan memicu terjadinya ovulasi
Selanjutnya di bawah pengaruh hormon FSH dan LH sel-sel lutein akanmenghasilkan hormon estrogen dan terutama progesteron yang akan mencapai
puncaknya di 7 hari pasca ovulasi
Apabila dalam waktu 14 hari tidak terjadi kehamilan, maka korpus luteum akan
mengalami degenerasi. Kematian korpus luteum menyebabkan penurunan kadar
estradiol, progesteron, dan inhibin sirkulasi.
Sampai 36-48 jam sebelum menstruasi, masih terdapat sekresi gonadotropin ditandai
dengan pulsasi LH yang jarang dan kadar FSH rendah yang merupakan khas akhir
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
42/84
32
fase luteal. Selama transisi dari fase luteal ke fase folikuler berikutnya, GnRH dan
gonadotropin dilepaskan sebagai efek penghambatan estradiol, progesteron, dan
inhibin.
Gambar 5. Siklus haid normal
5.3.3. Gambaran hormon reproduksi pada haid abnormal
Pasien yang mengalami menstruasi yang tidak teratur, kewajiban untuk
menyingkirkan kemungkinan penyakit sistemik seperti hipotiroidisme dan
produksi prolaktin abnormal merupakan suatu keharusan.
Berdasarkan klasifikasi FIGO 2011, pada PUA pemeriksaan laboratorium
hormonal bermanfaat pada PUA yang disebabkan oleh :
o Gangguan ovulasi (AUB-O)
Pemeriksaan kadar FSH, LH, dan estradiol akan membantu mengidentifikasi
etiologi disfungsi poros hipotalamus-hipofisis-gonad. FSH / LH / estradiol dapat
dinilai pada hari ke-3 pada siklus menstruasi yang teratur atau kapan saja pada
siklus menstruasi yang tidak teratur.
Peningkatan kadar FSH dan LH dan rendahnya kadar estradiol serum sesuai
dengan rendahnya cadangan ovarium atau kegagalan ovarium primer.
Rendahnya kadar FSH dan LH sesuai dengan disfungsi ovarium sekunder karena
gangguan pada hipotalamus atau hipofisis.
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
43/84
33
sel/mm ) sel/mm )
sel/mm )
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
44/84
34
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
RekomendasiPemeriksaan darah lengkap harus dilakukan pada semua perempuan dengan HMB.
Pemeriksaan ini harus dilakukan paralel dengan pengobatan HMB yang diberikan.
(Rekomendasi C)Pemeriksaan gangguan koagulasi harus dipertimbangkan pada perempuan dengan
HMB sejak menarche dan memiliki riwayat pribadi atau keluarga dengan gangguan
koagulasi. (Rekomendasi C)
Pemeriksaan serum feritin tidak harus dilakukan secara rutin pada perempuan dengan
pendarahan uterus abnormal. (Rekomendasi B)
Pemeriksaan hormonal tidak dilakukan pada perempuan dengan HMB.
(Rekomendasi C)Pemeriksaan hormon tiroid seharusnya hanya dilakukan bila terdapat tanda dan
gejala penyakit tiroid hadir. (Rekomendasi C) 49
5.4.Pemeriksaan ultrasonografi
Sebuah systematic review penggunaan USG, sonohysteroscopy dan histeroskopi
pada populasi AUB. Kajian ini menemukan akurasi setiap penelitian memiliki variasi
luas. Untuk USG transvaginal (TVS) (sepuluh penelitian) dengan kisaran sensitivitas48-100% dan spesifisitas 12-100%, untuk identifikasi setiap patologi intrauterin.
Sonohysteroscopy (11 penelitian) dengan kisaran sensitifitas 85100% dan spesifisitas
50100. Hysteroscopy (3 penelitian) dengan kisaran sensitifitas 9097% dan spesifisitas
6293%. Systematic review ini menyimpulkan bahwa ketiga metode pemeriksaan
tersebut mempunyai akurasi minimal sedang untuk mengidentifikasi kelainan di uterus56,57 (level of evidence II )
Penelitian oleh Critchley, dkk 2001 mendapatkan akurasi USG untuk
mengidentifikasi kanker endometrium mempunyai sensitifitas 66.7%, spesifisitas
55.7%, PPV 6.9% dan NPV 97%. 58 (level of evidene 1b)
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
45/84
35
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
Saline infusion sonography
Penelitian kohort prospektif yang dilakukan di ( n = 223) di Turkey membandingkan
TVS, hysteroscopy dan saline infusion sonography , menggunakan biopsi, dan dilatasi
dan kuretase sebagai referensi. S aline infusion sonography untuk mendeteksi mioma
uteri submukosum dibandingkan dengan histologi: sensitivitas = 81.3%, spesitifitas =
98.0%, PPV = 81.3%, NPV = 98.0%, LR+ = 40.35, LR = 0.19. 59 (Level of evidence
II).
Histeroskopi
Tindakan pemeriksaan histeroskopi saat ini dapat dilakukan di poliklinik rawat
jalan, tanpa membutuhkan anestesi umum ( office hysteroscopy ). Histeroskopi di
poliklinik rawat jalan umumnya dapat ditolera nsi dan diterima sangat baik oleh pasien.
Histeroskopi digunakan sebagai alat diagnostik hanya ketika hasil USG tidak dapat
disimpulkan. 60
Rekomendasi
- USG panggul, baik abdomen (suprapubik) dan transvaginal, direkomendasikan
sebagai prosedur lini pertama diagnosis etiologi AUB (Rekomendasi A).
- Doppler ultrasonografi memberikan informasi tambahan yang berguna untukmengetahui kelainan endometrium dan miometrium (Rekomendasi B).
- Histeroskopi atau histerosonografi dapat digunakan sebagai prosedur lini kedua
apabila pemeriksaan USG menunjukkan adanya kelainan intrauterin atau jika
perawatan medis gagal setelah 3-6 bulan (Rekomendasi B).
- Pada pasien dengan faktor risiko kanker endometrium (harus kombinasikan
dengan biopsi terarah) (Rekomendasi B).
Gambaran sonografi ovarium dan endometrium normal
Pencitraan uterus normal melalui ultrasonografi transvaginal mencitrakan uterus
dalam bidang longitudinal dan horizontalnya dan memberikan informasi ukuran, bentuk
dan posisi uterus dalam satuan sentimeter. Ukuran dan bentuk uterus berubah sesuai
usia pasien namun pada masa reproduksi umumnya berukuran 7x4x4 cm. Tampilan
miometrium akan memberikan gambaran tekstur yang homogen dengan ekogenisitas
rendah/medium.
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
46/84
36
Visualisasi endometrium dilakukan mulai dari serviks hingga fundus untuk
menilai kontinuitas miometrium-endometrium. Ditemukannya gambaran massa pada
uterus dideskripsikan sebagai gambaran fokal bila massanya berbatas tegas membentuk
gema tertentu atau gambaran difus bila pembesaran terjadi pada seluruh lapang
pemeriksaan. Sinkronisasi antara pertumbuhan endometrium dan ovarium harus selalu
dideskripsikan bila ditemukan pada pemeriksaan ultrasonografi transvaginal. Pada awal
menstruasi kadang tampak gambaran pengumpulan darah (anekoik) pada kavum uteri.
Pencitraan ovarium normal melalui ultrasonografi transvaginal akan
memberikan gambaran struktur ovoid pada antero medial dalam fossa ovarica tepat
diatas arteri iliaka interna. Dengan tanda khas berupa gambaran anekoik dari folikel-
folikel. Volume ovarium dewasa kurang lebih 4,3 cm 3 dengan ukuran 3-4 mm.
Fase Proliferasi
Perekrutan folikel dimulai sebelum onset menstruasi. Penumpukan cairan di
antrum folikel menyebabkan folikel bertambah besar dan terlihat pada pemeriksaan
USG. Saat ukuran folikel 1 2 mm, dapat dilihat dengan TVS. Pada hari ke-5 sampai 7,
beberapa folikel yang terlihat dalam ovarium. Pada hari ke 8-12, satu atau lebih folikel
dominan akan terlihat. Rerata diameter folikel non dominan biasanya berukuran lebihkecil dari 14 mm. Pada hari ke 4-5 sebelum ovulasi, tingkat pertumbuhan folikel
dominan 2-3 mm/ hari mencapai rerata diameter maksimum kurang lebih 20 mm
(berkisar 16-30 mm). Kira-kira 24 jam sebelum ovulasi akan tampak gambaran cincin
hipoechoik pada pemeriksaan USG. Kadangkala terlihat kumulus ooforus. 61,62
Gambaran fase proliferasi awal endometrium berupa garis tipis yang ekogenik
dengan tebal 1-4 mm. Dengan progresifnya fase proliferasi, ekogenisitas endometrium
berkurang dbandingkan miometrium sekitarnya. Gambaran endometrium fase proliferasi akhir berupa gambaran triple layer. Ketebalan endometrium normal 4-8 mm
pada fase proliferasi dan 8-12 mm selama periode periovulasi (Gambar 6A dan 6B). 62
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
47/84
37
Gambar 6. A. Gambaran endometrium fase proliferasi, B. Folikel dengan berbagai
ukuran pada fase proliferasi . 62
Gambaran ultrasonografi periode periovulasi sebagai berikut 62:
1. Gambaran 3 garis endometrium hilang
2. Menurunnya ukuran folikel
3. Bentuk folikel irreguler dan hiperekoik
4. Gambaran cairan di kavum Douglas
Fase Sekresi
Pada pemeriksaan USG endometrium tampak sebagai lapisan yang homogen
dan hiperekogenik dengan tebal 8-16 mm dan tidak berubah sampai menstruasi dimulai.
Apabila tidak terjadi kehamilan, ketebalan endometrium mulai berkurang, namun
ekogenisitasnya tidak berubah (Gambar 7.A). 62
B
A
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
48/84
38
Gambar.7. A. Endometrium fase sekresi, B. USG Doppler Korpus luteum fase luteal. 62
Korpus luteum dapat menahan cairan selama 4 sampai 5 hari berikutnya dan
ukurannya bertambah menjadi 2-3 cm selama fase luteal. Korpus luteum yang terisi
darah disebut korpus hemoragikum. Pertumbuhan korpus luteum diasosiasikan dengan
peningkatan aliran darah dan kadar progesterone serum fase luteal.Segera setelah ovulasi, dinding folikel menjadi sangat vaskuler pada 48-72 jam
pertama, terdapat cincin vaskuler yang jelas, yang muncul setelah corpus luteum matang
dan dapat dilihat dengan pemeriksaan Doppler berwarna atau Power Doppler . Bila tidak
terjadi kehamilan, korpus luteum secara bertahap akan mangalami involusi dan atropi
menjadi corpus albikans. 62
Fase Menstruasi
Menstruasi dimulai pada saat kadar estrogen dan progesteron menurun pada
akhir siklus ovarium, menyebabkan meluruhnya lapisan fungsional endometrium.
Gambaran USG fase menstruasi bervariasi tergantung pada jumlah darah dan fragmen
endometrium, yang terlihat sebagai debris ekogenik. Lapisan basalis tampak sebagai
garis yang tipis, ireguler, dan hiperekogenik (Gambar 8 ).
B
A
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
49/84
39
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
Gambar 8 : Diagram dan USG menunjukkan fase menstruasi. 62
Gambaran sonografi ovarium dan endometrium pada kasus pendarahan uterusabnormal
Polip endometrium
Pemeriksaan ultrasonografi TVS polip endometrium tampak sebagai gambaran
hyperechoic dengan penebalan fokal endometrium dalam lumen uterus, dikelilingi oleh
halo hyperechoic tipis 63. Polip mungkin muncul sebagai penebalan endometrium
nonspesifik atau massa fokal dalam rongga endometrium. Gambaran TVS pada fase
proliferasi memberikan hasil yang paling dapat diandalkan.
Rekomendasi
-
seharusnya dilakukan penelitian lebih lanjut bila memungkinkan (Rekomendasi B).
- Menambahkan kontras intrauterin pada pemeriksaan USG (dengan atau tanpa 3-D)
meningkatkan kemampuan diagnosis polip endometrium (Rekomendasi B).
Gambar 9 . Polip endometrium ( sumber: HIFERI bandung)
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
50/84
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
51/84
41
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
Adenomiosis
Pembesaran difus uterus (globuler) dengan gambaran heterogenitas,
endometrium intak, batas endometrium-miometrum yang ireguler dan perubahan kistik
kecil serta area hiperekogenik di miometrium adalah penampakan khas adenomiosis.
Cenderung ditemukan adanya asimetri anteroposterior pada gambaran longitudinal
uterus 64
Karsinoma endometrium
Gambaran UGS karsinoma endometrium berupa penebalan endometrium lebih
dari 5 mm pada perempuan post menopause dan lebih dari 8 mm pada perimenopause,
endometrium hiperekhoik, batas endometrium dan lapisan dibawahnya tidak tidak jelas,
adanya cairan intrauterine, dll. 62
Sindroma ovarium polikistik
Kriteria USG dari ovarium polikistik adalah: folikel multipel (n>12),
berdiameter kecil (2-9mm) dengan volume ovarium lebih besar dari 10 cm .
Gambar 11. Gambaran aspek ovarium polikistik(Sumber gambar: Revised 2003 consensus on diagnostic criteria and long-term health
risks related to polycystic ovary syndrome. Fertil Steril . 2004;81(1):19-25)
3
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
52/84
42
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
5.5. Saline Infusion Sonography (SIS)
Saline infusion sonography (SIS) bermanfaat dalam penilaian distorsi kavum uteri yangdisebabkan oleh mioma. SIS paling baik dilakukan saat fase proliferasi dari siklus
menstruasi, setelah menstruasi dan sebelum terjadinya ovulasi
Gambar 12. Gambaran polip endometrium pada pemeriksaan SIS(sumber gambar: HIFERI bandung)
Diagnosis pendarahan uterus abnormal karena penggunaan kontrasepsi berdasarkan
tingkat pelayanan kesehatan dapat dilihat pada tabel 5.5
Rekomendasi 65 - Pencitraan harus dilakukan dalam situasi berikut:
Uterus teraba pada pemeriksaan abdomen
Pada pemeriksaan dalam teraba massa di rongga panggul dengan asal tidak
pasti
Gagal dengan terapi medikamentosa (Good Practice Point , Rekomendasi D)
- USG adalah alat diagnostik lini pertama untuk mengidentifikasi kelainan
struktural (Rekomendasi A)
- Histeroskopi harus digunakan sebagai alat diagnostik hanya apabila hasil USG
tidak dapat disimpulkan, misalnya, untuk menentukan lokasi fibroid yang tepat
(Rekomendasi A).
- Saline infus sonografi tidak digunakan sebagai alat diagnostik lini pertama
(Rekomendasi A)
- Dilatasi dan kuretase saja tidak boleh digunakan sebagai alat diagnostik
(Rekomendasi B)
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
53/84
43
Tabel 5.5. Diagnosis PUA-I berdasarkan strata pelayanan
Jenis pemeriksaan Pelayanan
primer
Pelayanan
sekunder
Pelayanan tertier
Pemeriksaan
laboratorium
+ + +
Darah rutin (Hb,
trombosit, lekosit,
HT)
+ + +
Pemeriksaan
hemostasis
sederhana (BT dan
CT)
+ + +
Pemeriksaan
hemostasis lengkap
+
Pemeriksaan
hormonal
+ + +
Pemeriksaan USG + +
Pemeriksaan
histeroskopi
poliklinik
+
Salin infusion
sonografi
+ +
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
54/84
44
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
PENDEKATAN TERAPI PUA-I KARENA KONTRASEPSI
Pendarahan akibat kontrasepsi hormonal merupakan hal yang biasa pada
beberapa bulan pertama penggunaan dan terapi medis sebaiknya ditunda setelah 3 bulan
pertama penggunaan. Meskipun demikian, jika pasien meminta, pilihan terapi yang
paling minimal dapat dipertimbangkan. Secara garis besar penatalaksanaan PUA akibat
kontrasepsi dapat dilihat pada tabel 6.1.
Tabel 6.1. Penatalaksanaan PUA akibat kontrasepsi
PUA TerapiNonhormonal hormonal
Kontrasepsi Non Hormonal + +Kontrasepsi Hormonal:
1. Kombinasi2. Progestin only
++
++
6.1. Terapi Non-Hormonal
Terapi nonhormonal merupakan terapi lini pertama PUA, karena efek samping
dan risiko yang lebih sedikit. NSAID telah digunakan untuk terapi menoragia,
dismenorea, dan pendarahan sela pada penggunaan PKK atau IUS. Pada November
2009, US food and drug Administration (FDA) menyetujui penggunaan agen
fibrinolitik, asam traneksamat, sebagai terapi nonhormonal pada menoragia.
1. Konseling
Pemahaman dan motivasi yang baik merupakan manajemen jangka panjang
terbaik dalam menangani pendarahan abnormal akibat penggunaan kontrasepsi.
Pendarahan karena kontrasepsi biasanya akan berhenti setelah 3 siklus. Oleh karena itu
konseling yang baik mengenai bentuk pendarahan yang mungkin terjadi pada masing-
masing metode kontrasepsi sangat diperlukan, sehingga dapat diantisipasi bila terjadi
efek samping dari metode yang mereka pilih Tingkat penghentian tergantung pada jenis
BABVI
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
55/84
45
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
atau perubahan pola pendarahan dan keinginan beradaptasi dan mentoleransi perubahan
tersebut.. Konseling yang efektif tentang kemungkinan pendarahan dapat membantu
mengurangi tingkat penghentian penggunaan kontrasepsi. 66,67
2. Asam traneksamat
Asam traneksamat merupakan inhibitor kompetitif aktivasi plasminogen,
sehingga bertindak sebagai antifibrinolitik. Asam traneksamat menghambat faktor yang
terkait dengan pembekuan darah, tetapi tidak berpengaruh pada koagulasi pada
pembuluh darah yang sehat. Asam traneksamat tampaknya tidak mempengaruhi jumlah
platelet atau agregasi ptalet tetapi bekerja dengan mengurangi pemecahan fibrin. Dosis
untuk PUA adalah 1 g (2 500 mg tablet) 3 sampai 4 kali sehari, yang diberikan pada
awal pendarahan hingga 4 hari 79.
Gambar 13: Asam traneksamat menghambat aktivator plasminogen endometrium
3. Anti Inflamasi Non Steroid (AINS)
AINS menurunkan sintesis prostaglandin dengan menghambat enzim
siklooksigenase. Progesterone diperlukan untuk meningkatkan asam arachidonat, yang
merupakan prekursor PGF2 alpha/E2 (PGA2a). Apabila kadar progesteron menurun,
akan terjadi penghambatan konversi asam arachidonat yang menyebabkan penurunan
PGF2a/PGE2 sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah yang menyebabkan PUA. 29
Koagulasi
FibrinFibrinogen
Fibrin
degr on
product
Plasminogen Plasmin
Tissue plasminogen
Trombin
Asam
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
56/84
46
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
Gambar 14 .Mekanisme kerja AINS
Metaanalisis Cochrane , Lethaby dkk melakukan evaluasi 16 penelitian RCTs
kecil dan melaporkan bahwa NSAIDs superior dibandingkan placebo dan sebanding
dengan pengobatan lain untuk PUA. Tidak tampak perbedaan efektifitas bila
dibandingkan dengan inhibitor PG yang lain. Dosis asam mefenamat 500 mg, 3 kali
perhari sampai 5 hari dan naproxen 250-275mg ( level of evidence I A) 80
Satu systematic review tentang NSAID mendapatkan asam mefenamat
memberikan respon yang paling baik untuk menurunkan MBL. Respon paling rendah
didapatkan pada ibuprofen ( pooled result asam mefenamat pada 10 penelitian)
menurunkan MBL=29%[95% CI 27.9% - 30.2%]; diklofenak (2 penelitian)
menurunkan MBL=26.4% [95% CI 24.6% -28.3%]; naproxen (5 penelitian)
penurunan MBL=16.2% [95% CI 13.6% - 18.7%]) (level of evidence 1A )81,82
4. Doksisiklin
Perdarahan uterus abnormal telah dikaitkan dengan up-regulasi matriks
metalloproteinase (MMP), suatu kelompok zink protease dependent yang mendegradasi
matriks ekstraseluler. Progesteron diketahui dapat mengatur aktivitas MMP dengan
meningkatkan ekspresi MMP-3 dan MMP-9 di endometrium yang berhubungan dengan
penggunaan LNG IUS, subdermal levonorgestrel dan depot medroxyprogesterone
acetate. Kadar MMPs dari sampel endometrium menunjukkan korelasi positif dengan
jumlah perdarahan endometrium pada perempuan yang menggunakan implant
levonorgestrel. 12 Meskipun aktivitas MMP endometrium pada perempuan yang
menggunakan OCP belum diteliti secara khusus, efek serupa dapat terjadi pada
Phospholipid pada membrane sel
phospolopase
Asam ara idona
in (PGF2 /PGI2/PGE2/TXA2
seseX AINS,ASA
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
57/84
47
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
penggunaan OCP. Selain dari sifat antimikroba, doksisiklin menyebabkan khelasi atom
mg/ hari) dibandingkan dengan efek antimikroba (100-200 mg/ hari). Dosis
subantimikroba doksisiklin dapat digunakan jangka panjang tanpa resistensi
antimikroba, perubahan flora normal atau meningkatkan efek samping gastrointestinal.
Pendekatan ini berguna untuk mengelola perdarahan pada perempuan yang
menggunakan OCP jangka panjang. 65 ( level of evidence IB)
6.2. Terapi nonhormonal pada pendarahan karena kontrasepsi nonhormonal
1. Asam traneksamat
secara klinis penting dalam menurunkan MBL pada pasien yang menggunakan
kontrasepsi AKDR dengan keluhan pendarahan. Systematic review dari 7 penelitian
melaporkan adanya penurunan MBL sebesar 46.7% (95% CI 47.9% to 51.6%) pada
penggunaan asam traneksamat ( level of evidence 1B )
P
2. AINS (Anti Inflamasi Non Steroid)
Penelitan lain yang berdasarkan 5 penelitian RCT menyimpulkan bahwa
pemberian asam mefenamat peroral 2.04.5 gram perhari selama 4-7 hari per siklus
menurunkan MBL 3459% selama 2-3 siklus (level of evidence 1B )
Rekomendasi
Pendarahan uterus abnormal dapat diterapi dengan AINS dan asam traneksamat
(Rekomendasi B) 30
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
58/84
48
3. Doksisiklin
Systematic review yang dilakukan oleh Godfrey dkk, menyimpulkan AINS dan
antifibrinolitik dapat mencegah pendarahan ireguler pada penggunaan kontrasepsi
AKDR. 66 (Level of evidence 1-II)
6.3 Terapi nonhormonal pendarahan karena kontrasepsi hormonal
1. Konseling
Perubahan menstruasi terjadi pada hampir semua perempuan yang menggunakan
DMPA dan merupakan penyebab paling sering penghentian metode kontrasepsi ini dan
semua kontrasepsi progestogen lainnya. 68 ( level of evidence III ) Konseling terstruktur
yang bersifat proaktif sebelum suntikan DMPA, pemasangan implan ataupun LNG IUSdan penggunaan POP, dapat meningkatkan toleransi terhadap perubahan pola
pendarahan menstruasi. Selama bulan-bulan pertama pemakaian episode unscheduled
bleeding dan spotting yang berlangsung selama tujuh hari atau lebih merupakan hal
yang biasa. Pendarahan berkurang dengan tetap melanjutkan penggunaan kontrasepsi.69,70
Rekomendasi
- Informasi mengenai perubahan pola pendarahan pada POP yang umum adalah: 2 dari10 perempuan tidak mengalami pendarahan, 4 dari 10 mengalami pendarahan reguler
dan 4 dari 10 dengan pendarahan tidak teratur . (Rekomendasi C)
- Pasien yang menggunakan kontrasepsi hormonal dengan keluhan pendarahan tanpa
disertai kelainan organik, sangat disarankan untuk menunggu selama 2-3 bulan
sebelum mengganti metode kontrasepsi (Rekomendasi C) 11
2.Asam traneksamat
Metode kontrasepsi yang hanya mengandung progestin saja telah diteliti bahkan
lebih luas daripada Cu-IUD. Cochrane 2007, melakukan tinjauan pada 23 penelitian
acak yang meneliti obat-obatan yang digunakan untuk pengobatan atau pencegahan
pendarahan akibat kontrasepsi progestin. Beberapa intervensi, seperti inhibitor
prostaglandin, estrogen, tamoxifen dan asam traneksamat, diusulkan sebagai obat-
obatan yang dapat membantu menghentikan pendarahan, namun hasil tinjauan tidak
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
59/84
49
mendukung penggunaan klinis rutin dari salah satu rejimen tersebut, terutama untuk
efek jangka panjang (level of evidence IA) . 8
3. Doksisiklin
Penelitian RCT tersamar ganda Kaneshiro, dkk 2012, melaporkan jumlah hari
pendarahan dan pendarahan bercak menurun pada kedua kelompok yang mendapat
terapi doksisiklin ataupun kelompok kontrol selama pengamatan pada empat siklus.
Meskipun yang subyek menerima doksisiklin menunjukkan kecenderungan lebih sedikit
pendarahan dan hari bercak, namun tidak ada perbedaan yang signifikan antara
kelompok dalam jumlah rata-rata hari berdarah dan pendarahan bercak pada 84 hari
pertama dan semua 112 hari penelitian. Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya
yang menunjukkan dosis antimikroba doksisiklin yang lebih tinggi (100 mg dua kali
sehari) dimulai pada saat terjadi pendarahan dan pendarahan bercak dan dilanjutkan
selama 5 hari tidak mengurangi pendarahan dan pendarahan bercak. Secara
keseluruhan, kedua penelitian menunjukkan bahwa pemberian doksisiklin dosis rendah
terus menerus dapat mengubah aktivitas MMPs yang menyebabkan pendarahan selama
penggunaan pil kontrasepsi oral. Namun, setelah pendarahan terjadi, bahkan doksisiklin
dosis tinggi tidak dapat menjaga stabilitas endometrium.65
(level of evidence IB)
4.AINS
Pendarahan uterus abnormal karena efek samping DMPA dapat diterapi baik
dengan estrogen eksogen atau pun AINS selama 1 minggu. 71
6.4. Pendekatan Terapi PUA akibat Kontrasepsi Non-Hormonal AKDR
Pendarahan uterus kerap kali terjadi pada penggunaan kontrasepsi AKDR
hormonal dan non hormonal. Pendarahan abnormal ini biasanya terjadi pada
penggunaan 3-6 bulan pertama AKDR hormonal, dan pendarahan abnormal yang tidak
teratur, banyak kerap dialami oleh pengguna AKDR non hormonal. Akan tetapi pada
pengguna AKDR hormonal, 50% pengguna akan mengalami amenorea setelah 2 tahun
penggunaan. Apabila pendarahan yang terjadi disertai dengan nyeri, maka terdapat
beberapa kemungkinan penyebab, lokasi AKDR sebaiknya dievaluasi, dan tidak
menutup kemungkinan AKDR yang tertanam di dalam miometrium dapat juga
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
60/84
50
berhubungan dengan pendarahan uterus abnormal yang terjadi. Pendarahan uterus
abnormal yang persisten, memerlukan evaluasi lanjutan terhadap adanya kemungkinan
infeksi. 5
Setelah penggunaan IUD selama 4-6 bulan, bila terjadi pendarahan uterus
abnormal, pertimbangkan pemberian pil kontrasepsi oral selama 1 siklus, jika
pendarahan berlanjut, pertimbangkan mengganti metode kontrasepsi.
6.5. Terapi hormonal pendarahan karena kontrasepsi hormonal
6.5.1. Terapi hormonal pada PUA-I akibat efek samping Kontrasepsi Hormonal
Kombinasi
Pada penggunaan pil kombinasi, pendarahan uterus yang tiba-tiba terjadi pada
lebih dari 30% pada awal penggunaannya, dan menurun menjadi 10% setelah 3 bulan
penggunaan. Penggunaan pil kombinasi ini secara kontinyu dapat menghindari
terjadinya pendarahan. Bila dibandingkan dengan pengunaan secara interval bulanan
maka penggunaan secara kontinyu ini dapat menurunkan jumlah hari pendarahan
menstruasi, akan tetapi akan semakin sering timbul pendarahan yang tiba-tiba dan
spotting. Tatalaksananya adalah sebagai berikut:
- Secara umum tidak direkomendasikan mengganti pil COC dalam waktu 3 bulan
penggunaan karena gangguan pendarahan akan dapat teratasi dalam waktu 3 bulan.
(GPP) 83
- Pengguna pil COC , harus menggunakan dosis EE terkecil untuk dapat mengontrol
siklus haid dengan baik. Dosis EE dapat ditingkatkan sampai kadar maksimum yaitu
35 g.(GPP)
- Data yang ada, tidak mendukung peningkatan dosis EE pada perempuan yang sudah
menggunakan dosis COC 30 g. Meskipun demikian, meningkatkan dosis EE
sampai 35 g dapat memperbaiki pola pendarahan pada beberapa perempuan. 84
- Systematic review menyatakan bahwa pengobatan dengan estrogen saja, atau
sebagai PKK, akan mengurangi jumlah episode hari pendarahan yang sedang
berlangsung dan efek ini berlangsung selama beberapa bulan setelah pengobatan
jika dibandingkan dengan plasebo pada pengguna implan LNG.
- Bila pendarahan tidak membaik, produk yang lebih estrogenik harus
direkomendasikan (Rekomendasi B ). Pemberian lanjutan disarankan pada
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
61/84
51
perempuan dengan pendarahan yang berat atau berkepanjangan (tapi tidak teratur)
(Kelas B). Apabila telah digunakan beberapa produk yang berbeda, tetapi
pendarahan tetap berlangsung, maka perlu dipikirkan untuk mengganti metode
kontrasepsi (GPP ).11
- Meskipun penelitian individual menyatakan bahwa pendarahan dapat mengalami
perbaikan dengan COC yang berisi progesteron tertentu, hal ini belum terbukti pada
review sistematis. Pengunaan COC pada siklus yang memanjang bersifat aman dan
ditoleransi dengan baik serta dapat mengurangi hari pendarahan. Meskipun
demikian, saat ini belum ada data yang cukup untuk mendukung penggunaan
regimen continuous dibandingkan dengan regimen siklik yang berlisensi untuk
memperbaiki pendarahan.- Review Cochrane menyimpulkan tidak terdapat bukti yang cukup untuk
merekomendasikan penggunaan PKK bifasik dan trifasik untuk memperbaiki pola
pendarahan 85,86
6.5.2. Terapi hormonal pada PUA-I akibat efek samping kontrasepsi hormonal
progestin only
Perubahan siklus menstruasi yang terjadi pada penggunaan DMPA dapat berupaamenorea (12%) pada penggunaan 3 bulan pertama dan 46 % setelah penggunaan 1
tahun. Apabila terjadi pendarahan, jarang sekali bersifat berat, akan tetapi hal inilah
yang sering kali menyebabkan penggunaan metode ini tidak berlanjut. Penyebab
pendarahan abnormal pada DMPA ini tidak diketahui secara pasti. Berdasarkan
penelitian, diduga penyebabnya ialah endometritis kronis atau atropi. Bahkan dari hasil
biopsy endometrium menunjukan bahwa endometritis yang terjadi adalah akibat dari
atropi endometrium, bukan disebabkan oleh infeksi. Pendarahan yang terjadi akanmenurun dan berkurang seiring waktu pemakaian. Pendarahan ini kemungkinan juga
disebabkan oleh paparan kontinyu progesterone dengan dosis menetap pada
endometrium yang akan menyebabkan endometrium kurang menerima paparan dari
estrogen. Hal ini akan menyebabkan perubahan histopatologi endometrium, yang tidak
mengalami fase sekresi, menjadi tipis. Perubahan pada permukaan endometrium
menyebabkan permukaan endometrium tidak rata karena proses ini tidak terjadi pada
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
62/84
52
seluruh permukaan. Berikut masing-masing penatalaksanaan PUA akibat kontrasepsi
hormonal progestin only :
Pil Progestogen-only (POP)- PUA baik berupa pendarahan yang tidak teratur ataupun spotting karena kontrasepsi
progestin only , dapat diperbaiki baik dengan pemberian estrogen ataupun dengan
mengurangi durasi pemberian 1 hari, sehingga meningkatkan interruption window
(8 hari, bukan 7 hari) (GPP) . Namun hal ini tidak menunjukkan perbaikan pada
beberapa perempuan, sehingga mengganti metode kontrasepsi menjadi indikasi.
Umumnya PUA yang terjadi pada pemakaian kontrasepsi progestin,
direkomendasikan untuk mengganti jenis pil kontrasepsi (GPP) . Tidak ada data
tentang rekomendasi pemberian AINS, antifibrinolitik, atau ditambahkan estradiol
untuk mengurangi pendarahan terkait dengan pil progestin mikro (GPP) .11 - Belum ada bukti yang diidentifikasi dan menyatakan bahwa 1 POP berhubungan
dengan pendarahan yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan jenis yang lain
(termasuk pil desogestrel-only ). Meskipun pendarahan dapat berhenti seiring
jalannya waktu, belum ada data untuk menjelaskan berapa lama waktu yang
dibutuhkan bagi seorang perempuan yang mengharapkan pendarahan-nya berhenti
atau membaik. Belum ada bukti bahwa terjadi perbaikan pendarahan dengan
penggunaan 2 POP per hari, meskipun hal ini telah digunakan dalam praktik
klinik. 87
Progestogen-only injectable contraception- Review Cochrane mengevaluasi efek estrogen pada pendarahan karena DMPA.
Studi terandomisasi ini mengikutsertakan 278 perempuan pengguna DMPA dengan
pendarahan yang ireguler yang telah dilakukan randomisasi untuk menerima salah
satu dari EE (50 g), estrogen sulphate (2.5 mg) atau plasebo setiap hari selama 14
hari. Meskipun penelitian ini didesain untuk mengidentifikasi baik efek jangka
pendek maupun jangka panjang, terdapat angka penghentian penggunaan
kontrasepsi yang tinggi (40% pada masing-masing kelompok) sehingga memberikan
risiko bias yang besar. Hanya EE yang efektif dalam menghentikan pendarahan
dalam 14 hari terapi ((RR) 0.26, 95% CI0.110.60)). Meskipun demikian, pada 3
bulan berikutnya, efek manfaat dari 50 g EE pada pendarahan adalah minimal (RR
0.06, 95% CI 0.001.00).88
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
63/84
53
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
- Tidak ada bukti langsung mengenai penggunaan COC dosis rendah (
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
64/84
54
KESIMPULAN
- Pendarahan adalah hal biasa terjadi pada beberapa bulan pertama menggunakan
kontrasepsi yang hanya mengandung progestin dan keluhan dapat menghilang
tanpa pengobatan. Namun terapi terhadap efek samping dapat dipertimbangkan
jika dapat meningkatkan kepatuhan pasien. (GPP)
- Tidak didapatkan bukti yang menunjukkan bahwa merubah jenis dan dosis pil
yang hanya mengandung progestogen dapat mengurangi gejala pendarahan tetapi
hal ini bermanfaat pada beberapa pasien. (GPP)
- Pendarahan pada pengguna kontrasepsi injeksi, implant atau LNG IUS yang masih
ingin melanjutkan menggunakan metode tersebut, dan layak secara medis, COC
dapat digunakan sampai 3 bulan. (GPP)
REKOMENDASI
Pendarahan pada penggunaan kontrasepsi injeksi yang hanya berisi progestin , asam
mefenamat 500 mg 2 x perhari (atau sampai 3 kali perhari) selama 5 hari dapat
mengurangi lamanya episode pendarahan tetapi mempunyai efek yang minimal
terhadap pendarahan dalam periode lama (Rekomendasi B)
8/12/2019 Konsensus Tatalaksana PUA Cetak
65/84
55
Konsensus Tatalaksana Pendarahan Uterus Abnormal Karena Kontrasepsi
Tabel 6.2. Ringkasan beberapa penelitian tentang PUAI karena kontrasepsihormonal progestin
Jenis
pengobatan
Implan DMPA LNG
IUDPKK Penelitian selama 3 bulan pada
perempuan pengguna Norplant,menunjukkan penurunan padalamanya episode
pendarahan/spotting , namun tidak pada jumlah episode pendarahan pada pemakaian 30 mcg EE dan 150mcg levonorgestrel 72
Level of evidence: II
Tidak ditemukan penelitian terkaitPKK
Tidakditemukan
penelitianterkait PKK
Obat-obatan antiinflamasinonsteroid (AINS) Dimulai saatpendarahan mulaiterjadi
Penelitian pada penggunakontrasepsi norplant:1) Asam mefenamat 500 mg 2 kali
perhari selama 5 hari dapatmengurangi jumlah ha